PENGARUH PENGOLAHAN TANAH DAN PEMULSAAN TERHADAP KELIMPAHAN NEMATODA PARASIT TUMBUHAN DI LAHAN PERKEBUNAN TEBU MENJELANG PANEN PERIODERATOON II PT. GMP

PENGARUH PENGOLAHAN TANAH DAN PEMULSAAN TERHADAP
KELIMPAHAN NEMATODA PARASIT TUMBUHAN DI LAHAN
PERKEBUNAN TEBU MENJELANG PANEN
PERIODE RATOON II PT. GMP
Oleh
Gede Adi Bramsista

Skripsi
Sebagai salah satu syarat mencapai gelar
SARJANA PERTANIAN

Pada
Jurusan Agroteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2015

ABSTRAK


PENGARUH PENGOLAHAN TANAH DAN PEMULSAAN TERHADAP
KELIMPAHAN NEMATODA PARASIT TUMBUHAN DI LAHAN
PERKEBUNAN TEBU MENJELANG PANEN
PERIODERATOON II PT. GMP

Oleh
Gede Adi Bramsista

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pengolahan tanah dan
pemulsaan terhadap kelimpahan nematoda parasit tumbuhan pada pertanaman
tebu periode ratoon II. Penelitian dilaksanakan di PT. Gunung Madu Plantations
(GMP) Lampung Tengah dan Laboratorium Hama dan Penyakit Tumbuhan,
Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dari bulan Juni 2013 sampai dengan
Desember 2013. Rancangan petak terbagi (split plot design) dengan lima
kelompok diterapkan pada plot percobaan jangka panjang yang dimulai tahun
2010 pada lahan seluas 2 ha. Petak utama adalah sistem olah tanah dan anak
petak adalah pemulsaan. Sistem olah tanah terdiri dari dua perlakuan yaitu olah
tanah intensif dan tanpa olah tanah, sedangkan pemulsaan terdiri dari tanpa
mulsa dan pemberian mulsa bagas 80 ton ha-1. Sampel tanah diambil ketika tebu

Ratoon II berumur 10 bulan, nematoda diekstraksi menggunakan metode
penyaringan dan sentrifugasi dengan larutan gula, nematoda diidentifikasi sampai
pada tingkat genus berdasarkan ciri morfologinya. Berdasarkan hasil ekstrasi

sampel tanah, ditemukan 17 genus nematoda yang terdiri dari 11 genus nematoda
parasit tumbuhan dan 6 genus nematoda hidup bebas. Dari 11 genus nematoda
parasit tumbuhan, 3 genus yang dominan adalah genus Hoplolaimus,
Hemicriconemoides dan Xiphinema ditemukan pada pertanaman tebu periode
ratoon-II berumur 10 bulan setelah tanam. Perlakuan pengolahan tanah
mempengaruhi kelimpahan nematoda Hoplolaimus dan nematoda Meloidogyne,
sedangkan perlakuan pemulsaan tidak nyata berpengaruh. Kelimpahan nematoda
Hoplolaimus pada perlakuan tanpa olah tanah (TOT) mencapai 114,69
individu/300 cc tanah lebih tinggi dibandingkan dengan kelimpahan nematoda ini
pada perlakuan olah tanah intensif (OTI) yaitu 79,09 individu/300 cc tanah.
Kelimpahan nematoda Meloidogyne pada perlakuan TOT yaitu 1,15 individu/300
cc tanah lebih tinggi dibandingkan dengan pada perlakuan (OTI) yaitu 0,00
individu/300 cc tanah.

Kata kunci : Nematoda parasit tumbuhan, pemulsaan, pengolahan tanah, tanaman
tebu.


RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kecamatan Pakuan Ratu, Kabupaten Way Kanan, Provinsi
Lampung pada tanggal 30 Juni 1990 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara
Pasangan Bapak Nyoman Ray Ardana dan Ibu Made Tukinem.

Penulis menyelesaikan pendididkan Sekolah Dasar (SD) Negeri 1 Tanjung
Serupa, Pakuan Ratu, Way Kanan Pada Tahun 2003, Sekolah Menengah Pertama
(SMP) 1 Beringin Ratu, Sukabumi, Pakuan Ratu, Way Kanan pada Tahun 2005
dan Sekolah Menengah Atas (SMAN) 4 Kotabumi, Lampung Utara pada Tahun
2008. Penulis terdaftar sebagai Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas
Lampung Jurusan Agroteknologi pada Tahun 2008 melalaui Seleksi Masuk
Perguruan Tinggi Negeri (SMPTN).

Pada tahun 2011/2012 penulis melaksanakan Praktik Umum di Dinas Pertanian
Lampung. Pada Tahun akademik yang sama penulis juga melaksanakan Kuliah
Kerja Nyata (KKN) di Desa Argomulyo Kecamatan Banjit Kabupaten Way
Kanan. Selama menjadi Mahasiswa penulis aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa
(UKM) Hindu baik di dalam kampus maupun di luar kampus.


Salam sejahtera bagi kita semua

Segala syukur kupanjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa
Sebagai rasa terimakasihku
Kupersembahkan karya ilmiah ini
Untuk ayah tercinta Nyoman Ray Ardana yang telah menyatu denganNya

SANWACANA

Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME sehingga Penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Dalam Penulisan skripsi ini penulis mendapat bantuan
dari berbagai pihak.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. Ir. I Gede Swibawa, M.S., selaku Pembimbing Utama yang telah
meluangkan waktu dan memberikan bimbingan serta saran dalam penyusunan
skripsi ini.
2. Bapak Ir. Solikhin, M.P., selaku dosen Pembimbing Kedua yang telah
meluangkan waktu dan pikirannya untuk memberikan bimbingan serta saran
dalam penyusunan skripsi ini.

3. Ibu Ir. Titik Nur Aeny, M.Sc., selaku pembahas yang sudah banyak
memberikan masukan, kritik, dan saran dalam proses penulisan skripsi.
4. Bapak Prof. Dr. Ir. Purnomo, M.S., Ketua Bidang Proteksi Tanaman Fakultas
Pertanian yang telah memberi banyak kritik dan saran.
5. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung.

vi

6. Bapak Ir. Hermanus Suprapto M.Sc. selaku Pembimbing Akademik yang
telah membimbing dan mengarahkan penulis selama menjalani studi di
Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
7. Bapak Dr. Ir. Kuswanta F. Hidayat M.P. selaku Ketua Jurusan Agroteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
8. Manajer dan Staf PT Gunung Madu Plantations yang telah memberi
kesempatan dan membantu Penulis dalam pengambilan sampel tanah.
9. Kedua orangtua Penulis Pem dan Mem tercinta yang setiap waktu mendoakan,
memberi semangat, kasih sayang, kesabaran dalam mengurus, membesarkan,
dan mendidik Penulis.
10. Sahabat-sahabat Fidelia Tri Marista, Inggit Sagita, Septian Huta Galung,

Happy Destra, Uswatun Hasanah, David Simamura, Heidy, Widi Wirawan,
Viko Koriando yang selalu memberikan dukungan, semangat, dan segala
bantuan selama penelitian hingga penulisan skripsi.
11. Teman-teman satu penelitian Uswatun Hasanah, S.P., David S, Eko Ari,
Setiawan, Indra, terima kasih atas bantuan, semangat, dan kebersamaan
kepada Penulis.

iii

vi

12. Kepada seluruh teman-teman Agroteknologi 2008 atas kebersamaan, canda
tawa dan persahabatan yang terjalin selama ini serta semua pihak yang telah
membantu baik dalam pelaksanaan maupun penulisan skripsi ini yang tidak
dapat Penulis sebutkan satu persatu, Penulis ucapkan terimakasih.
Semoga Tuhan YME membalas semua kebaikan yang telah diberikan kepada
penulis dan skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bandar Lampung,


2014

Penulis

Gede Adi Bramsista

iv

i

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI …………………………………………….……….………………

i

DAFTAR TABEL ……………………………………………..…….……......….

iii


DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………....….

v

I. PENDAHULUAN .............................................................................................

1

1.1. Latar Belakang dan Masalah .....................................................................

1

1.2. Tujuan Penelitian ......................................................................................

3

1.3. Kerangka Pemikiran ..................................................................................

3


1.4. Hipotesis ....................................................................................................

5

II. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................

6

2.1. Budidaya Tanaman Tebu di Indonesia ......................................................

6

2.2. Nematoda Parasitik pada Tanaman Tebu ..................................................

9

2.3. Sistem Olah Tanah ..................................................................... ...............

11


III. BAHAN DAN METODE ...................................................................... ........

14

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian .....................................................................

14

3.2. Alat dan Bahan ...........................................................................................

14

3.3. Metode Penelitian ......................................................................................

15

3.4. Pelaksanaan Penelitian ......................................................................... ......

17


3.4.1. Pengolahan Tanah .............................................................................

17
i

ii

3.4.2. Pengambilan Sampel Tanah ..............................................................

18

3.4.3. Ekstraksi Nematoda ...........................................................................

19

3.4.4. Fiksasi Nematoda ...............................................................................

20

3.4.5. Penghitungan Populasi dan Identifikasi Nematoda ...........................

20

3.4.6. Analisis Data ......................................................................................

21

IV. HASIL DAN PEMBAHASAAN .......................................................................

22

4.1. Genus Nematoda Parasit yang Ditemukan .................................................

22

4.2. Pengaruh Pengolahan Tanah dan Pemulsaan
terhadap Nematoda Parasit Tumbuhan ......................................................

23

4.3. Pengaruh Olah Tanah terhadap Genus
Hoplolaimus dan Meloidogyne ........................................................

24

4.4. Pembahasan .................................................................................................

25

V. KESIMPULAN DAN SARAN ...........................................................................

29

5.1. Kesimpulan .................................................................................................

29

5.2. Saran ...........................................................................................................

29

PUSTAKA ACUAN .................................................................................................

30

LAMPIRAN ..............................................................................................................

33

ii

iv

DAFTAR TABEL

Tabel

Halaman

1. Kombinasi perlakuan petak utama (PU)
dan anak petak (AP). .............................................................................

15

2. Kelimpahan genus nematoda pada pertanaman tebu Ratoon II
umur 10 bulan. ......................................................................................

22

3. Nilai F hitung analisis ragam pengaruh olah tanah dan pemulsaan
terhadap kelimpahan nematoda parasit tumbuhan. ..............................

24

4. Kelimpahan Hoplolaimus dan Meloydogyne pada tanaman tebu
yang diberi sistem pengolahan tanah yang berbeda. ............................

25

5. Data kelimpahan relatif genus nematoda di PT Gunung Madu
Plantationpada pengambilan sampel Ratoon II bulan
juni 2013 saat 10 bulan. .........................................................................

34

6. Nilai F Hitung analisis ragam pengaruh olah tanah
dan pemulsaan terhadap kelimpahan nematoda
parasit tumbuhan. ..................................................................................

36

7. Kelimpahan nematoda parasit (indiv/300 cc tanah) pada
tanaman tebu yang diberi sistem pengolahan tanah yang
berbeda. .................................................................................................

37

8. Kelimpahan nematoda parasit (indiv/300 cc tanah) pada tanaman
tebu yang diberi. ....................................................................................

37

9. Sidik ragam untuk pengaruh pengolahan tanah dan
pemulsaan terhadap. ...............................................................................

38

10. Sidik ragam untuk pengaruh pengolahan tanah dan pemulsaan
terhadapseluruh kelimpahan nematoda/300 cc tanah pada
Genus Xiphinema. .................................................................................

38

11. Sidik ragam untuk pengaruh pengolahan tanah dan pemulsaan
terhadap seluruh kelimpahan nematoda/300 cc tanah pada total
seluruh nematoda. .................................................................................

39

iv

12. Sidik ragam untuk pengaruh pengolahan tanah dan pemulsaan
terhadap seluruh kelimpahan nematoda/300 cc tanah pada
Genus Pratylenchus. .............................................................................

39

13. Sidik ragam untuk pengaruh pengolahan tanah dan
pemulsaan terhadap seluruh kelimpahan nematoda/300 cc
tanah pada Genus Tylenchus. .................................................................

40

14. Sidik ragam untuk pengaruh pengolahan tanah dan pemulsaan
terhadap seluruh kelimpahan nematoda/300 cc tanah
pada Genus Paratylenchus. ...................................................................

40

15. Sidik ragam untuk pengaruh pengolahan tanah dan pemulsaan
terhadap seluruh kelimpahan nematoda/300 cc
tanah pada Total Parasit. ........................................................................

41

16. Sidik ragam untuk pengaruh pengolahan tanah dan pemulsaan
terhadap seluruh kelimpahan nematoda/300 cc tanah pada Genus
Hemicriconemoides. ................................................................................

41

17. Sidik ragam untuk pengaruh pengolahan tanah dan pemulsaan
terhadap seluruh kelimpahan nematoda/300 cc tanah
pada Genus Criconemoides. ..................................................................

42

18. Sidik ragam untuk pengaruh pengolahan tanah dan pemulsaan
terhadap seluruh kelimpahan nematoda/300 cc tanah pada
Genus Helycotylenchus. .........................................................................

42

19. Sidik ragam untuk pengaruh pengolahan tanah dan pemulsaan
terhadap seluruh kelimpahan nematoda/300 cc tanah
pada Genus Meloidogyne. ......................................................................

43

20. Sidik ragam untuk pengaruh pengolahan tanah dan pemulsaan
terhadap seluruh kelimpahan nematoda/300 cc tanah
pada Genus Longidurus. ........................................................................

43

DAFTAR GAMBAR

Gambar

Halaman

1. Tata letak petak percobaan. ...................................................................

16

2. Tata letak pengambilan contoh tanah. ...................................................

19

3. Mononchida. ..........................................................................................

44

4. Rhapbditida. ...........................................................................................

44

5. Tylenchida. .............................................................................................

45

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang dan Masalah

Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan penting
sebagai penghasil gula di Indonesia. Pada umumnya tanaman ini dibudidayakan
secara intensif. Budidaya tebu meliputi pengolahan tanah, irigasi, pengendalian
gulma, pemupukan, dan pemanenan. Pengolahan tanah pada perkebunan besar
yang meliputi pencacahan tunggul, pembajakan, penggaruan, pembuatan alur, dan
pemberian pupuk pada umumnya menggunakan alat berat yaitu traktor.
Sementara, pengendalian gulma dilakukan secara kimiawi menggunakan
herbisida. Pengelolaan lahan intensif semacam ini bila dilakukan dalam kurun
waktu yang lama dapat menyebabkan kerusakan tanah (Utomo, 1991).
Dalam budidaya tebu, tanaman pada tahun pertama dikenal dengan istilah
plant cane, sedangkan pada tahun kedua tebu tidak ditanam lagi tetapi hanya
pemeliharan tunas yang tumbuh. Tanaman tebu ini dikenal dengan sebutan
ratoon I dan demikian untuk tanaman tahun ketiga yang dikenal dengan ratoon II.
PT Gunung Madu Plantation (PT GMP) yang berdiri sejak tahun 1975
merupakan perusahaan perkebunan tebu swasta terbesar di Provinsi Lampung
dengan luas areal sebanyak 36 000 ha. Dalam budidaya tebunya, PT GMP
melakukan pengolahan tanah sebanyak tiga kali menggunakan traktor sebelum

2

tebu plant cane ditanam. Perusahaan ini juga mengaplikasikan pupuk organik
berbasis limbah pabrik gula (bagas, blotong, dan abu) untuk memenuhi kebutuhan
unsur hara tanamannya. Penggunaan pupuk organik ini telah dilakukan sejak
tahun 2004 (PT GMP, 2009).
Manajemen PT GMP melihat indikasi penurunan kesuburan tanah akibat
pengolahan tanah intensif yang ditandai oleh terjadinya penurunan produksi tebu.
Untuk memperbaiki kerusakan tanah tersebut, PT GMP mulai melakukan kajian
tentang sistem tanpa olah tanah (TOT) sebagai sistem olah tanah konservasi.
Dengan sistem TOT ini diharapkan akan terjadi peningkatan kesuburan tanah
karena aktivitas biota tanah yang meningkat. Sistem TOT dicirikan oleh
persiapan lahan dengan tanpa pengolahan tanah dan menggunakan limbah
tanaman sebagai mulsa (Makalew, 2008). Pemberian mulsa merupakan salah satu
komponen penting dalam sistem TOT. Pemberian mulsa memiliki keuntungan
yaitu dapat meningkatkan aktivitas biota tanah yang berperan dalam memperbaiki
sifat fisika dan kimia tanah (Soekardi, 1986).
Salah satu biota tanah penting pada pertanaman tebu adalah nematoda yang
meliputi nematoda hidup bebas dan nematoda parasit tumbuhan. Sebagian besar
jenis nematoda yang hidup bebas berperan dalam proses perombakan bahan
organik karena memakan jasad renik perombak bahan organik. Keberadaan
nematoda tersebut dapat mencegah perombakan bahan organik yang berlangsung
cepat (Dropkin, 1992).
Nematoda parasit tumbuhan bersifat merugikan, nematoda ini meliputi ordo
Dorylaimida dan Tylenchida yang merusak tanaman. Nematoda hidup bebas

3

meliputi nematoda fungifagus (pemakan jamur), bakterifagus (pemakan bakteri),
predator, dan omnivora. Dilaporkan bahwa lebih dari 275 jenis nematoda parasit
tumbuhan berasosiasi dengan tanaman tebu dan menyerang perakarannya
(Taylor, 1978).
Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Hasanah (2011) menunjukkan bahwa
keragaman nematoda pada pertanaman tebu plant cane yang diberi perlakuan
tanpa olah tanah (TOT) dan pemulsaan lebih tinggi daripada keragaman nematoda
pada pertanaman tebu dengan perlakuan olah tanah intensif (OTI) tanpa
pemulsaan. Dalam penelitian tersebut tidak dikaji mengenai pengaruh sistem
pengolahan dan pemulsaan terhadap kelimpahan nematoda parasit tumbuhan pada
tebu periode ratoon II. Oleh karena itu, penelitian mengenai pengaruh sistem
pengolahan tanah dan pemulsaan terhadap kelimpahan nematoda parasit
tumbuhan tebu periode ratoon II perlu dilakukan.

1.2. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pengolahan tanah dan
pemulsaan terhadap kelimpahan nematoda parasit tumbuhan pada pertanaman
tebu periode ratoon II.
1.3. Kerangka Pemikiran
Sebagian besar perkebunan tebu di Indonesia masih menerapkan sistem budidaya
tanaman intensif. Sistem budidaya tanaman intensif meliputi penanaman
monokultur, pemberian pupuk dan pestisida kimiawi dosis tinggi, penggunaan
tenaga kerja dan energi fosil tinggi serta pengaturan irigasi. Sistem budidaya

4

intensif dapat menyebabkan tanah terdegradasi (penurunan kesehatan tanah) yang
menurunkan kesuburan tanah (Utomo, 1991).

Managemen PT GMP yang telah hampir 25 tahun menerapkan olah tanah secara
intensif mulai melihat tanda-tanda terjadinya kerusakan tanah yaitu pemadatan
dan turunnya kesuburan tanah. Pengujian penerapan sistem olah tanah konservasi
berupa tanpa olah tanah dan penambahan bahan organik ke dalam tanah dilakukan
sebagai salah satu usaha untuk mengembalikan kualitas tanah pada pertanaman
tebu yang telah menurun. Dalam studi rehabilitasi tanah, PT GMP memanfaatkan
bagas yaitu sisa produksi tanaman tebu sebagai sumber bahan organik. Bagas
diaplikasikan sebagai mulsa karena C/N ratio yang cukup tinggi yaitu 86,
sehingga bahan ini sulit terdekomposisi (PT. GMP, 2009). Mulsa bagas akan
dapat mempertahankan kelembaban tanah dan mempertahankan bahan organik
tanah, serta berfungsi menghambat perkembangan populasi gulma.
Komunitas nematoda merupakan biota penting di lahan perkebunan tebu, tetapi
sangat peka terhadap gangguan kondisi tanah. Nematoda membutuhkan tingkat
kelembaban dan aerasi tanah tertentu untuk aktivitasnya. Nematoda memerlukan
air untuk dapat bergerak di dalam tanah. Pemberian mulsa pada sistem TOT
diperkirakan akan dapat mempertahankan kandungan air tanah pada tingkat yang
cocok bagi nematoda. Pemberian mulsa akan menghasilkan kelimpahan jasad
renik tinggi yang menjadi sumber makanan nematoda hidup bebas, dan jasad
renik musuh alami nematoda parasit tumbuhan. Pemberian mulsa dapat
memperbaiki tata udara tanah, meningkatkan pori-pori makro tanah, memperbesar
porositas tanah dan menambah bahan organik yang berperan sebagai sumber

5

makanan bagi jasad renik sehingga kegiatan jasad renik dapat lebih baik
(Mulyadi, 1999).

Diperkirakan penerapan sistem TOT dengan mulsa akan dapat menurunkan
kelimpahan nematoda parasit tumbuhan. Pada sistem TOT, nematoda parasit
tumbuhan terkendali oleh berbagai jenis jasad renik yang bersifat antagonis.

1.4. Hipotesis

Dari kerangka pemikiran yang telah dikemukakan di atas maka hipotesis yang
diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Sistem olah tanah dan pemulsaan mempengaruhi kelimpahan nematoda
parasit tumbuhan pada pertanaman tebu ratoon II.
2. Pada sistem tanpa olah tanah yang diberi mulsa, populasi nematoda parasit
tumbuhan lebih rendah dibandingkan dengan populasi nematoda parasit
tumbuhan pada sistem olah tanah intensif tanpa mulsa.

6

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Budidaya Tanaman Tebu di Indonesia

Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) termasuk dalam famili Poaceae atau
kelompok rumput-rumputan. Secara morfologi, tanaman tebu dapat dibagi
menjadi beberapa bagian, yaitu batang, daun, akar, dan bunga (Tim Penulis
Penebar Swadaya, 1992). Tebu telah dibudidayakan sejak ribuan tahun lalu, di
lebih dari 80 negara di seluruh daerah tropik dan subtropik termasuk Indonesia.

Menurut Van Steenis dkk. (2006), tebu termasuk dalam family Gramineae atau
Poaceae yaitu suku rumput-rumputan yang memiliki batang silinder sedikit pipih,
berbentuk herba atau berkayu (bambu). Tanaman ini berdaun tunggal, 2 baris,
kadang berbaris banyak, pelepah daun berkembang sangat baik. Pada batas
pelepah sering kali terdapat lidah atau karangan rambut. Bunga tersusun dalam
bulir, yang terdiri dari dua atau lebih glumae (daun yang serupa sisik), yang
letaknya berseling dalam dua baris berhadapan.

7

Klasifikasi tanaman tebu adalah sebagai berikut (Van Steenis dkk., 2006):
Kingdom

: Plantae (tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (menghasilkan biji)
Divisi

: Magnoliophyta (tumbuhan berbunga)

Kelas

: Liliopsida (berkeping satu / monokotil)

Sub Kelas

: Commelinidae

Ordo

: Poales

Famili

: Poaceae (suku rumput-rumputan)

Genus

: Saccharum

Spesies

: Saccharum officinarum L.

Pertumbuhan tebu yang normal membutuhkan masa vegetatif selama 6-7 bulan.
Dalam masa itu jumlah air yang diperlukan untuk evapotranspirasi adalah 3-5 mm
air per hari, berarti jumlah hujan bulanan selama masa pertumbuhan tebu minimal
100 mm. Setelah fase pertumbuhan vegetatif, tebu memerlukan 2-4 bulan kering
untuk proses pemasakan, curah hujan di atas evapotranspirasi menyebabkan
kemasakan tebu terlambat dan kadar gula rendah (Subowo dkk., 2003).
Tanaman tebu dapat tumbuh pada berbagai jenis dan keadaan tanah. Akan tetapi,
sifat dan keadaan tanah berpengaruh pada pertumbuhan tanaman dan kadar gula
dalam tebu. Tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman tebu adalah tanah yang
dapat menjamin ketersediaan air secara optimal. Derajat kemasaman yang sesuai
berkisar antara 5,5-7, apabila tebu ditanam pada tanah dengan pH dibawah 5,5
maka perakarannya tidak dapat menyerap air ataupun unsur hara dengan baik.

8

Pada umumnya budidaya tebu di Indonesia dilakukan secara intensif yaitu
meliputi pengolahan tanah, irigasi, pengendalian gulma, pemupukan, dan
pemanenan. Pengolahan tanah sebelum tanam meliputi pencacahan tunggul,
pembajakan, penggaruan, pembuatan alur, dan pemberian pupuk (Raya, 2011).
Pengendalian gulma, secara kimiawi menggunakan herbisida sedangkan
pengendalian secara mekanik menggunakan alat sederhana seperti koret.

Dalam budidaya tebu, penanaman dilakukan pada tahun pertama yang dikenal
dengan istilah Plant Cane. Pemeliharaan tanaman keprasan atau yang disebut
dengan tanaman ratoon, dilakukan secepat mungkin setelah tanaman tebu
ditebang agar tunas yang dikepras masih dalam keadaan segar sehingga
pertumbuhan nantinya baik. Sebelum keprasan, dilakukan pembersihan sisa-sisa
tanaman. Keprasan dilakukan dengan cara manual menggunakan cangkul.
Bentuk hasil keprasan pertama disebut ratoon I dan keprasan pada tahun-tahun
berikutnya disebut dengan tanaman tebu ratoon II dan ratoon III. Pemeliharaan
tanaman yang penting dalam proses kepras adalah putus akar, tindakan memotong
akar tebu lama dengan menggunakan

disc bedder dan atau brujul sapi. Manfaat

putus akar adalah untuk menggemburkan tanah di barisan tebu, meluruskan arah
rumpun keprasan, dan membuat paliran untuk pemupukan (Litbang PG, 2012).

9

2.2 Nematoda Parasitik pada Tanaman Tebu

Nematoda adalah biota yang berbentuk seperti cacing bulat yang kedua sisinya
simetris, yang hanya dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop. Nematoda
memiliki semua sistem fisiologi seperti pada binatang kelas tinggi, kecuali sistem
pernaafasan dan peredaran darah. Pada umumnya nematoda bersifat tembus
cahaya (transparan) sehingga dengan menggunakan mikroskop cahaya yang
dilegkapi dengan lampu dari bawah dan perbesaran sekitar 900-1000 kali, anatomi
nematoda dapat dilihat dengan jelas.
Tubuh nematoda tidak beruas, tidak berwarna dan ditutupi oleh dinding tubuh
yang berfungsi untuk melindungi diri dari tekanan. Dinding tubuh tersebut terdiri
atas kutikula bagian luar, lapisan antara, hipodermis dan bagian dalam berupa
otot-otot yang membujur. Kutikula merupakan struktur yang aktif terdiri dari
protein dan ensim. Selama siklus hidupnya nematoda mengalami empat kali
pergantian kutikula. Di bawah kutikula terdapat epidermis. Ciri khusus nematoda
parasit tumbuhan adalah adanya stilet pada bagian kepalanya yang berfungsi
sebagai alat untuk menusuk ke dalam jaringan tanaman dan mengisap cairan sel.
Ciri khusus ini merupakan perbedaan morfologi utama antara nematoda parasit
tumbuhan (fitoparasit) dengan kelompok nematoda lainnya (Makalew, 2008).
Siklus hidup nematoda sangat sederhana sekali yaitu betina meletakkan telur
kemudian telur-telur tersebut menetas menjadi larva. Dalam banyak hal, larvalarva menyerupai nematoda dewasa, hanya ukurannya lebih kecil. Selain
nematoda dewasa dan telur, dalam siklus hidup nematoda terdapat 4 stadia larva
yang mengalami empat kali pergantian kulit. Stadia larva pertama berkembang

10

dalam telur dan pergantian kulit pertama biasanya terjadi di dalam telur. Dari
pergantian kulit pertama muncul stadia larva dua, yang bergerak bebas ke dalam
tanah dan masuk ke dalam jaringan tanaman. Apabila nematoda stadia larva dua
tersebut mulai makan pada jaringan inang yang cocok, terjadi pergantian kulit
kedua, ketiga dan keempat yang menghasilkan berturut-turut larva stadia tiga,
empat dan lima atau stadia dewasa. Secara umum, siklus hidup nematoda parasit
tumbuhan berlangsung selama 25-35 hari, bergantung pada jenis nematoda,
tanaman inang, keadaan lingkungan tanah (suhu, kelembaban, tekstur) (Soekardi,
1986).

Tingkat kerusakan akibat serangan nematoda pada tanaman tertentu tergantung
pada jenis tanaman, varietas, spesies nematoda, tingkat populasi di dalam tanah
dan lingkungan. Kerusakan fatal dapat terjadi bila tanaman yang sangat peka
ditanam dan populasi nematoda di dalam tanah cukup tinggi. Akibat serangan
nematoda dapat menghambat pertumbuhan tanaman, mengurangi produkitivitas
dan kualitas produksi (Makalew, 2008).

Menurut Huang dan Cares (2006), umumnya kelompok makan nematoda dapat
dikenali dari struktur stomanya. Nematoda pemakan bakteri memiliki stoma
berbentuk tabung atau rongga kecil, nematoda parasit tumbuhan memiliki stilet
berkenob kuat, nematoda pemakan jamur memiliki stilet seperti jarum, nematoda
omnivora memiliki odontostilet pendek, nematoda predator memiliki odontostilet
panjang atau rongga besar dengan gigi.

11

Menurut Spaull dan Cadet (1995), lebih dari 275 spesies dari 48 genus nematoda
endo dan ektoparasitik terdapat pada akar dan atau di daerah perakaran tanaman
tebu. Beberapa genus tertentu, khususnya yang tersebar luas pada lahan
pertanaman tebu ialah Pratylenchus, Helichotylenchus, dan Tylenchorhynchus.

2.3 Sistem Olah Tanah
Tanah adalah bagian kerak bumi yang tersusun dari mineral dan bahan organik.
Tanah sangat vital peranannya bagi semua kehidupan di bumi karena tanah
mendukung kehidupan tumbuhan dengan menyediakan haradan air sekaligus
sebagai penopang akar.
Struktur tanah yang berongga-rongga juga menjadi tempat yang baik bagi akar
untuk bernapas dan tumbuh. Tanah juga menjadi habitat hidup
berbagai mikroorganisme. Bagi sebagian besar hewan darat, tanah menjadi lahan
untuk hidup dan bergerak.
Secara kimiawi tanah berfungsi sebagai gudang dan penyuplai hara atau nutrisi
(senyawa organik dan anorganik sederhana dan unsur-unsur esensial seperti: N, P,
K, Ca, Mg, S, Cu, Zn, Fe, Mn, B, dan Cl, secara biologi tanah berfungsi sebagai
habitat biota (organisme) yang berpartisipasi aktif dalam penyediaan hara tersebut
dan zat-zat aditif (pemacu tumbuh, proteksi) bagi tanaman, yang ketiganya secara
integral mampu menunjang produktivitas (Ramadani, 2012).
Tubuh tanah terbentuk dari campuran bahan organik dan mineral. Tanah nonorganik atau tanah mineral terbentuk dari batuan sehingga ia mengandung
mineral. Sebaliknya, tanah organik (organosol/humosol) terbentuk dari pemadatan

12

bahan organik yang terdegradasi. Komponen utama tanah terdiri dari mineral
anorganik, pasir, debu, liat, air dan udara, bahan-bahan organik hasil dekomposisi
dari biota tanah, serangga, bakteri, fungi, alga, nematoda, dan sebagainya (Abawi
dan Widmer, 2000 dalam Subowo dkk. 2003).
Cara pengolahan tanah sangat mempengaruhi struktur tanah alami baik yang
terbentuk karena penetrasi akar ataupun fauna tanah. Apabila pengolahan tanah
terlalu intensif maka struktur tanah akan rusak.
Salah satu upaya untuk mengurangi dampak buruk dari pengolahan tanah intensif
jangka panjang yaitu dengan penggunaan sistem olah tanah konservasi. Olah
tanah konservasi (OTK) adalah suatu sistem pengelolaan lahan yang
memperhatikan kaidah konservasi tanah dan memprioritaskan aspek kelestarian
sumberdaya lahan, aspek produksi, dan aspek sosial ekonomi. Dalam
menerapkan teknologi OTK, selain perlu memperhatikan kelayakan fisik, seperti
persyaratan mulsa di permukaan tanah harus lebih dari 30%, juga perlu
memperhatikan kelayakan sosial ekonominya.
Pada dasarnya, OTK memanipulasi gulma sedemikian rupa sehingga berperan
sebagai mulsa pada budidaya. Dengan demikian, aliran permukaan tanah dan
erosi dapat terkendali. Sementara itu, perakaran gulma dan tanaman awal yang
mati dan membusuk akan menciptakan ruang kapiler/pori di dalam tanah,
sehingga kondisi aerasi baik dan struktur tanah remah tidak memadat meskipun
tanah tidak diolah. Kondisi demikian akan mempertahankan aktivitas
mikroorganisme aerob dan anaerob, sehingga kesuburan tanah relatif dapat
dipertahankan. Sistem OTK dapat mendukung pelestarian lingkungan sesuai

13

dengan prinsip konservasi tanah dan air, menekan laju erosi, dan meningkatkan
produktivitas tanah (Ramadani, 2012).

14

III. BAHAN DAN METODE

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian rehabilitasi tanah yang
dilaksanakan atas kerjasama UNILA-PT GMP dan Yokohama National
University Jepang. Penelitian dilaksanakan di PT. Gunung Madu Plantations
(GMP) Lampung Tengah dan Laboratorium Hama dan Penyakit Tumbuhan,
Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dari bulan Juni 2013 sampai dengan
Desember 2013.

3.2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan adalah bor tanah, botol semprot, ember, kertas label, sekop,
nampan, gelas ukur, botol suspensi nematoda, saringan 100 μm, 38 μm, 50 μm,
mikrokop stereo binokuler dan compound, botol 250 ml, pengait nematoda, kaca
preparat, cover gelas, cawan petri, pipet tetes, hand counter, botol aquades,
centrifuge dan stopwach. Bahan yang digunakan adalah larutan Golden X
(campuran aquades, formalin, glycerin), larutan gula, sampel tanah, aquades, dan
air.

15

3.3. Metode Penelitian

Untuk menjawab pertanyaan dalam perumusan masalah dan untuk menguji
hipotesis, maka penelitian disusun dalam Rancangan Percobaan Petak Terbagi
(split plot design) dengan lima kelompok sebagai ulangan. Petak utama adalah
perlakuan olah tanah dan anak petak adalah pemberian mulsa. Olah tanah terdiri
dari dua taraf perlakuan yaitu olah tanah intensif (T1) dan tanpa olah tanah (T0),
sedangkan pemberian mulsa terdiri dari dua perlakuan yaitu tanpa mulsa (M0) dan
pemberian mulsa bagas (M1= mulsa 80 ton ha-1). Kombinasi perlakuan dapat
dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kombinasi perlakuan petak utama (PU) dan anak petak (AP).
Petak Utama
Anak Petak

Tanpa Olah Tanah
(T0)

Olah Tanah Intensif
(T1)

Tanpa Mulsa (M0)

T0 M0

T1 M0

Dengan Mulsa (M1)
Keterangan :

T0M1

T1M1

T0M0 : Tanpa olah tanah dan tanpa pemberian mulsa bagas
T1M0 : Olah tanah intensif dan tanpa pemberian mulsa bagas
T0M1 : Tanpa olah tanah dan pemberian mulsa bagas 80 t ha-1
T1M1 : Olah tanah intensif dan pemberian mulsa bagas 80 t ha-1

Penelitian ini menggunakan lahan pertanaman tebu seluas 2 ha. Lahan dibagi
menjadi 5 kelompok dan tiap kelompok dibagi menjadi 4 petak dengan ukuran

16

tiap petak 25 m x 40 m. Pada setiap kelompok terdapat 4 petak dan diberi simbol
A, B, C, dan D. Pada petak A dan B diberi perlakuan olah tanah intensif (T1),
sedangkan petak C dan D diberi perlakuan tanpa olah tanah (T0). Pemberian
mulsa dilakukan secara acak, pada petak olah tanah intensif maupun petak tanpa
olah tanah. Tata letak satuan percobaan dapat dilihat pada Gambar 1.
40 mete
A1

T1

Mulsa bagas

B1

T1

Tanpa mulsa

C1

T0

Tanpa mulsa

D1

T0

Mulsa bagas

A2

T1

Mulsa bagas

B2

T1

Tanpa mulsa

C2

T0

Tanpa mulsa

D2

T0

Mulsa bagas

B3

T1

Tanpa mulsa

A3

T1

Mulsa bagas

C3

T0

Tanpa mulsa

D3

T0

Mulsa bagas

T1 : Olah Tanah Intensif

B4

T1

Tanpa mulsa

T0 : Tanpa Olah Tanah

A4

T1

Mulsa bagas

C4

T0

Tanpa mulsa

D4

T0

Mulsa bagas

A5

T1

Mulsa bagas

B5

T1

Tanpa mulsa

C5

T0

Tanpa mulsa

D5

T0

Mulsa bagas

U

500 m

Gambar 1. Tata letak petak percobaan.

Keterangan:

17

3.4. Pelaksanaan Penelitian

3.4.1. Pengolahan Tanah

Penelitian menggunakan lahan pertanaman tebu yang diset untuk dijadikan plot
percobaan jangka panjang yang dimulai pada bulan Juni 2010 sampai 10 tahun ke
depan. Pelaksnaan penelitian ini memperoleh dukungan dan bantuan karyawan
PT. GMP pada musim ratoon II.

Penyiapan lahan pada fase plant cane dimulai dengan membagi lahan menjadi 20
petak percobaan dengan ukuran tiap petaknya 25 m x 40 m. Setelah itu lahan
diolah sesuai dengan perlakuan, yaitu pada petak tanpa olah tanah (T0), baik pada
perlakuan mulsa (M1) dan tanpa mulsa (M0). Pada petak tanpa olah tanah (T0),
gulma yang tumbuh dikendalikan secara manual kemudian sisa gulma
dikembalikan ke lahan sebagai mulsa. Pada petak olah tanah intensif (T1), baik
pada perlakuan mulsa (M1) dan tanpa mulsa (M0), tanah diolah sesuai dengan
sistem pengolahan tanah yang diterapkan di PT GMP yaitu sebanyak 3 kali
pengolahan tanah menggunakan traktor. Pengendalian gulma dilakukan dengan
cara aplikasi herbisida.

Pada setiap plot percobaan diberikan pupuk sebanyak 2 kali. Pemupukan pertama
diberikan sebagian pupuk dasar berupa Urea 300 kg/ha, TSP (Triple Super
Phosphate) 200 kg/ha, MOP (Murriate of Potash) 300 kg/ha yang diaplikasikan
sehari sebelum dilakukan penanaman. Pada tiga jenis pupuk tersebut
dikombinasikan dengan bagas, blotong, abu ketel (BBA) dengan perbandingan

18

3 : 5 : 1 sebanyak 80 ton/ha. Pada perlakuan olah tanah intensif (T1), BBA
diberikan pada saat pengolahan tanah (BBA Mix) sedangkan pada petak tanpa
olah tanah (TOT) BBA yang diberikan dengan cara dihamparkan sebagai mulsa.
Setelah tanaman panen pada fase plant cane, pangkal tanaman tebu disisakan
yang akan digunakan sebagai bibit baru. Bibit baru tersebut yang akan menjadi
tanaman musin ratoon I. Penyiapan lahan yang dilakukan untuk fase ratoon I
yaitu dengan membersihkan sisa panen yang kemudian diberi perlakuan yang
sama seperti pada fase plantcane. Penyiapan lahan untuk tebu fase ratoon II
adalah dengan membersihkan sisa panen tebu ratoon I dan debu perlakuan seperti
pada fase ratoon I.

3.4.2. Pengambilan Sampel Tanah

Pengambilan sampel tanah dilakukan pada bulan Juni 2013 yaitu pada saat tebu
ratoon II umur 10 bulan menjelang panen. Dari setiap petak percobaan sampel
tanah diambil pada 12 titik sub sampel dengan menggunakan bor tanah. Sampel
tanah diambil sampai kedalaman 20 cm dan kemudian dicampur sebagai sampel
komposit. Masing-masing sampel dimasukkan ke dalam kantung plastik dan
diberi label. Sampel tanah diambil secara melingkar dengan monolith sebagai
pusatnya, empat titik berjarak 3 m dari pusat dan delapan titik berjarak 3 m dari
tirtik pertama, seperti pada gambar 2 (Susilo dan Karyanto, 2005).

19

3

Gambar 2. Tata letak pengambilan contoh tanah.
Keterangan :

= titik pusat (monolith)
= titik pengambilan contoh tanah

3.4.3. Ekstraksi Nematoda

Ekstraksi nematoda dari tanah menggunakan metode penyaringan dan sentrifugasi
dengan larutan gula. Larutan gula disiapkan dengan cara melarutkan 500 gram
gula dalam air sehingga volume larutan menjadi 1000 ml (Gafur dan Swibawa,
2004).
Sebanyak 300 cc tanah ± setara dengan 300 gram tanah dimasukan ke dalam
ember, kemudian ditambahkan air sebanyak 2 liter, diremas-remas sambil diaduk
kemudian didiamkan selama 3 menit. Suspensi didekantasi menggunakan
saringan dengan ukuran lubang 1 mm dan suspensi tanah ditampung dalam ember
lain, tanah dan kotoran pada ember pertama dibuang. Suspensi tanah pada ember
kedua didekantasi lagi dengan saringan dengan ukuran lubang 5,3 µm dan
supernatannya ditampung dalam ember ketiga. Suspensi tanah pada ember ketiga

20

didekantasi dengan saringan dengan ukuran lubang 3,8 µm. Suspensi tanah yang
tertambat pada saringan dengan ukuran lubang 5,3 µm dan 3,8 µm dikumpulkan
ke dalam tabung sentrifus, kemudian di sentrifus dengan kecepatan 3000 rpm
selama 5 menit. Setelah itu, supernatan dibuang dan endapannya ditambahkan
larutan gula sebanyak 2 kali tinggi endapan dan diaduk merata kemudian
disentrifus kembali dengan kecepatan 1000 rpm selama 2 menit, supernatan yang
merupakan suspensi nematoda dibilas dengan air mengalir pada saringan dengan
ukuran lubang 3,8 µm. Suspensi nematode kemudian ditampung pada botol
suspensi.

3.4.4. Fiksasi Nematoda

Fiksasi merupakan metode yang dilakukan untuk mengawetkan nematoda dengan
cara menambahkan larutan fiksasi (larutan Golden X) dalam suspensi nematode.
Terlebih dahulu nematoda dimatikan dengan cara memanaskan botol suspensi
sehingga mencapai suhu 50o-70oC. Setelah dingin suspensi dijadikan 3 ml, lalu ke
dalam botol tersebut ditambahkan larutan Golden X (formalin 1,15 ml, glycerin
0,28 ml, dan aquades 8,6 ml) agar suspensi menjadi 10 ml, sehingga nematoda
berada pada formalin 3%.
3.4.5. Penghitungan Populasi dan Identifikasi Nematoda

Kelimpahan seluruh nematoda dihitung dengan cara mengambil kurang lebih 3 ml
suspensi, kemudian dituang ke cawan petri bergaris. Nematoda dihitung di bawah
mikroskop stereo binokuler pada perbesaran 40 kali. Penghitungan dilakukan
beberapa kali sampai susupensi habis. Identifikasi nematoda dilakukan terhadap

21

100 nematoda yang diambil secara acak untuk setiap sampel. Satu persatu
nematoda dikait dan diamati di bawah mikroskop bedah stereo binokuler, sekitar
10-15 nematoda diletakkan pada kaca preparat, diberi setetes larutan Golden X
kemudian ditutup dengan coverglass. Nematoda diamati dan diidentifikasi
berdasarkan ciri morfologinya di bawah mikroskop compound dengan perbesaran
100-400 kali. Nematoda diidentifikasi sampai pada tingkat genus dengan bantuan
buku Mai dan Lyon (1975) dan Goodey (1963). Nematoda kemudian
dikelompokkan kedalam nematoda hidup bebas dan nematoda parasit tumbuhan
berdasarkan struktur stomanya, yaitu nematoda hidup bebas tidak memiliki stilet,
sedangkan nematoda parasit tumbuhan memiliki stilet.

3.4.6. Analisis Data

Data yang diperoleh adalah kelimpahan nematoda yaitu jumlah individu seluruh
nematoda dan kelimpahan relatif yaitu jumlah individu setiap genus per 100
nematoda yang diidentifikasi. Berdasarkan kelimpahan relatif ini, kelimpahan
genus tiap 300 cc tanah dihitung.

Kelimpahan nematoda parasit tumbuhan kemudian dianalisis ragam dengan Uji F
(α=0,05), pemisahan nilai tengah dilakukan dengan uji BNT pada taraf nyata 5%.

29

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Ditemukan 17 genus nematoda yang terdiri dari 11 genus nematoda parasit
tumbuhan dan 6 genus nematoda hidup bebas. Sebagian besar nematoda
parasit tumbuhan tidak dipengaruhi oleh perlakuan olah tanah, pemulsaan
maupun interaksi kedua perlakuan ini kecuali dua genus yaitu
Hoplolaimus dan Meloidogyne.
2. Kelimpahan Hoplolaimus dan Meloidogyne pada perlakuan tanpa olah
tanah lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan olah tanah intensif.

5.2. Saran
Pengambilan sampel tanah pada periode tanam selanjutnya diharapkan dua kali
sehingga dapat membandingkan kelimpahan nematoda parasit tumbuhan pada
sampel pertama dan kelimpahan nematoda parasit tumbuhan pada sampel kedua
di lahan pertanaman tebu periode Ratoon II.

30

PUSTAKA ACUAN

Carbonell. EE. 1978. Nematoda Parasit Pada Tanaman Tebu dalam
Dropkin V. H. 1992. Introduction to Plant Nematology. Departement of
plant Pathologi University of Missouri, Columbia. Second Edition. 355
hlm.

Dropkin, V. H. 1992. Pengantar Nematologi Tumbuhan. Gajah Mada
University Press. Yogyakarta. 366 hlm.
Goodey, J. B. 1963. Soil and Freswater Nematodes Methuen CO.LTD.
London. 544 p.

Gafur, A dan IG. Swibawa. 2004. Methods in Nematodes and Soil Microbe
Research for Belowground Bioversity Assessment in F. X. Susilo, A.
Gafur, M. Utomo, R. Evizal, S. Murwani, IG. Swibawa (eds.),
Conservation and Sustainable Management of Below. Ground
Biodiversity in Indonesia, Universitas Lampung. P 117-123.

Hairiah, K., P. Purnomosidhi, N. Khasanah, N. Nasution, Betha L dan M. van
Noordwijk. 1999. Pemanfaatan Bagas Dan Daduk Tebu Untuk
Perbaikan Status Bahan Organik Tanah Dan Produksi Tebu Di Lampung
Utara: Pengukuran Dan Estimasi Simulasi WaNuLCaS. Universitas
Brawijaya. Malang. 15 hlm.

Hasanah, U. 2012. Pengaruh Pengolahan Tanah dan Pemulsaan Terhadap
Keragaman dan Kelimpahan Nematoda Parasit Tumbuhan pada Periode
Tanam Ratoon-I di Lahan Perkebunan Tebu PT. Gunung Madu
Plantations. Skripsi Universitas Lampung. Bandar Lampung. 14 hlm.

Hasanah, U. 2011. Keragaman dan Kelimpahan Nematoda Pada Pertanaman
Tebu dengan Reduksi Olah Tanah dan Pemulsaan di PT Gunung Madu
Plantations. Skrip Universitas Lampung. Lampung. 46 hlm.

31

Huang, S. P. and J. E. Cares. 2006. Nematode Communities in Soil Under
Defferent Land use System and Pyralizian Amazon and Savana
Vegetation. in F. M. S. Moreria, J. O. Siquera and L. Brussaard eds. Soil
Brodiversty in Amazonian and Other Brazilian Ecosystem. CABI
Publishing, Combridge, USA. Page 163-183.

Litbang PG Pradjekta. 2012. Teknilk Budidaya Tebu Giling. Melalui
http://teknikbudidayatebugiling/Litbang-PG-Pradjekan-PTPN-XI.html
diakses tanggal 14 Agustus 2013.

Mai, W. F dan H. H. Lyon. 1975. Pictorial Key to Genera of Plant Parasitic
Nematodes. Comstock Publishing Associates, Cornell University Press.
220 p.

Makalew, A. D. N. 2008. Keanekaragaman Biota Tanah pada Agroekosistem
Tanpa Olah Tanah. Makalah Falsafah Sains. IPB. 19 hlm.

Mulyadi. 1999. Peran dan Prospek Perkembangan Nematologi di Bidang
Pertanian-Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Pada Fakultas
Pertanian Universitas Gadjah Mada. Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta. 28 hlm.

Oktavia, S. 2012. Pengaruh Reduksi Olah Tanah dan Pemulsaan Terhadapa
Kelimpahan Nematoda Nir-Parasit Tumbuhan Pada Pertanaman Tebu.
Skripsi Universistas Lampung. Bandar Lampung. 28 hlm.

PT GMP. 2009. Pengolahan Tanah. www. Gunungmadu.co.id. Diakses tanggal 13
Juni 2013.

Ramadani, R. 2012. Karakteristik Tanah Sebagai Media Tumbuh Secara Umum
dan Secara Khusus pada Jenis Tanah Alfisol. Dalam
http://justkie.wordpress.com/2012/02/26/karakteristik-tanah-sebagaimedia-tumbuh-secara-umum-dan-secara-khusus-pada-jenis-tanahalfisol/. Diakses pada tanggal 20 Juni 2013.
Raya, A.E. 2011. Pengelolaan Hama Kutu Perisai (Aula caspis tegalensis Zehntn) di PT.
Indolampung Perkasa Tulang Bawang. Laporan Praktik Umum. Universitas
Lampung. Bandar Lampung. 63 hlm.

32

Semangun, H. 2001. Penyakit-Penyakit Tanaman Perkebunan di Indonesia. Edisi
Kedua. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 835 hlm.

Soekardi. 1986. Pembukaan Lahan dan Pengolahan Tanah. Penunjang
Pembangunan Nasional, Jakarta.

Spaull, V. W. dan P. Cadet. 1995. Nematoda Parasit Pada Tanaman Tebu dalam
Sri. 2012. Pengaruh Reduksi Olah Tanah dan Pemulsaan Terhadap
Kelimpahan Nematoda Nir-Parasit dan Parasit Tumbuhan Pada
Pertanaman Tebu. Skripsi Universitas Lampaung. Bndar Lampung. 33
hlm.

Subowo, G., E. Sumantri, A. Kentjanasari, dan I. Anas. 2003. Pengaruh
Pengolahan Tanah, Ameliorasi, dan Inokulasi Pheretima hupiensis
Terhadap Pertumbuhan Gulma dan Kedelai di Ultisol. Prosiding
Simposium Nasional Pendayagunaan Tanah Masam. Puslittanak. Bogor.
Hlm 310 – 319.
Sucipto. 2011. Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Aplikasi Mulsa Bagas Terhadap
Biomasa Karbon Microorganisme Tanah (C-mik) pada Tanah Ultisol.
Skripsi Universitas Lampung. Bandar Lampung. 58 hlm.

Susilo, F.X dan A. Karyanto. 2005. Methods For Assessment of Below- Ground
Biodiversity In Indonesia. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Taylor, A. L., dan J. N. Sasser. 1978. Biology, Indentification and Control of
Root- Knot Nematodes (Meloidogyne species). International
Meloidogyne Project North Carolina State Universty Graphics. USA. 111
hlm.

Tim Penulis Penebar Swadaya. 1992. Pembudidayaan Tebu di Lahan Sawah
dan Tegalan. Penebar Swadaya. Jakarta. 112 hlm.

Utomo, M. 1991. Budidaya Pertanian Tanpa Olah Tanah Tekhnologi Untuk
Pertanian Berkelanjutan. Universitas lampung. Bandar Lampung. 22
hlm.
Van Steenis, G.D, Hoed, dan P.J. Eyma. 2006. Flora. Dialihbahasakan oleh
Surjowinoto M, Adisewojo SS, Hardjosuarno S, Partodidjojo M . PT.
Pradyna Paramita. Jakarta. 114 hal.