PENGARUH PENGOLAHAN TANAH DAN PEMULSAAN TERHADAP DOMINANSI DAN KELIMPAHAN NEMATODA PARASIT TUMBUHAN PADA PERTANAMAN TEBU RATOON-II

ABSTRAK

PENGARUH PENGOLAHAN TANAH DAN PEMULSAAN TERHADAP
DOMINANSI DAN KELIMPAHAN NEMATODA PARASIT TUMBUHAN
PADA PERTANAMAN TEBU RATOON-II

Oleh
Savita Panca Yulistiara

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh sistem olah tanah dan pemulsaan
terhadap kelimpahan dan dominansi nematoda parasit tumbuhan pada pertanaman
tebu periode ratoon-II. Penelitian ini dilaksanakan di lahan pertanaman tebu milik PT
Gunung Madu Plantations dari bulan April sampai dengan November 2013.
Rancangan petak terbagi (split plot design) dengan lima kelompok diterapkan pada
plot percobaan jangka panjang yang dimulai tahun 2010 pada lahan seluas 2 ha.
Petak utama adalah sistem olah tanah dan anak petak adalah pemulsaan. Sistem olah
tanah terdiri dari dua perlakuan yaitu olah tanah intensif dan tanpa olah tanah,
sedangkan pemulsaan terdiri dari tanpa mulsa dan pemberian mulsa bagas 80 ton
ha-1. Sampel tanah diambil ketika tebu berumur 9 bulan. Nematoda dalam sampel
tanah diekstraksi menggunakan metode penyaringan dan sentrifugasi menggunkan
larutan gula, lalu diidentifikasi sampai pada tingkat genus berdasarkan ciri

morfologinya. Hasil penelitian menunjukkan adanya 11 genus nematoda parasit
tumbuhan pada pertanaman tebu periode ratoon-II dan tiga genus nematoda parasit
tumbuhan yang dominan yaitu Hoplolaimus, Xiphinema dan Hemicriconemoides.
Kelimpahan seluruh nematoda paling tinggi terdapat pada sistem olah tanah intensif

dengan pemulsaan. Genus Hoplolaimus dipengaruhi oleh sistem pengolahan tanah
dan pemulsaan, genus Xiphinema hanya dipengaruhi sistem pengolahan tanah dan
genus Hemicriconemoides hanya dipengaruhi oleh sistem pemulsaan. Kelimpahan
Hoplolaimus paling rendah terdapat pada sistem olah tanah intensif tanpa mulsa.
Kelimpahan genus Xiphinema pada setiap olah tanah intensif lebih tinggi dari pada
tanpa olah tanah dan kelimpahan genus Hemicriconemoides pada sistem tanpa mulsa
lebih tinggi daripada sistem dengan mulsa.

Kata kunci : Nematoda parasit tumbuhan, pemulsaan, pengolahan tanah, dan tanaman
tebu.

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 13 Agustus 1990, putri kelima dari lima
bersaudara Bapak Raja Asal dan Ibu Aryantina.


Pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 1 Sukarame yang diselesaikan pada tahun 2002.
Pendidikan Sekolah Menengah Pertama Negeri 23 Bandar Lampung, diselesaikan pada tahun
2005, dan Sekolah Menengah Atas Al-Azhar 3 Bandar Lampung, diselesaikan pada tahun
2008. Pada tahun 2008 penulis tercatat sebagai mahasiswa Agroteknologi Fakultas Pertanian
Universitas Lampung, melalui jalur Seleksi Nasional Penerimaan Mahasiswa Perguruan
Tinggi Negeri (SNMPTN). Pada tahun 2011 penulis melakukan Praktik Umum (PU) di Balai
Karantina Pertanian Kelas I Bandar Lampung dan pada tahun 2012 penulis melakukan Kuliah
Kerja Nyata (KKN) di Dusun Tegal Rejo, Desa Gunung Rejo, Kecamatsn Padang Cermin,
Pesawaran.

Selama tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Lampung penulis pernah
mengikuti organisasi Persatuan Mahasiswa Agroteknologi (PERMAET) periode 2011-2012
sebagai anggota bidang I kaderisasi.

ALHAMDULILLAHIROBILALAMIN
Dengan penuh rasa syukur kupersembahkan karya kecilku ini
Sebagai tanda bakti dan kasih Kepada:

Ayahanda dan Ibunda


Keluarga Besar, Sahabat-sahabat, dan Almamater tercinta serta semua orang yang selalu
memberikan semangat dan dorongan dalam setiap langkah-langkah penulis

SANWACANA

Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan segala
rahmat serta hidayah-Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan penelitian dan
skripsi ini.
Dalam kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1.

Bapak Dr. Ir. I Gede Swibawa, M.S., selaku Pembimbing Utama yang telah
meluangkan waktu dan memberikan bimbingan serta saran dalam penyusunan
skripsi ini.

2.

Ibu Ir. Titik Nur Aeny, M.Sc., selaku dosen Pembimbing Kedua yang telah
meluangkan waktu dan pikirannya untuk memberikan bimbingan serta saran

dalam penyusunan skripsi ini.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. Purnomo, M.S., selaku pembahas yang sudah banyak
memberikan masukan, kritik, dan saran dalam proses penulisan skripsi.
4. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Lampung.
5.

Bapak Ir. Hermanus Suprapto M.Sc, selaku Pembimbing Akademik yang telah
membimbing dan mengarahkan penulis selama menjalani studi di Agroteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

vi

6.

Bapak Dr. Ir. Kuswanta F. Hidayat M.P., selaku Ketua Jurusan Agroteknologi Fakultas
Pertanian Universitas Lampung.

7.


Manajer dan Staf PT Gunung Madu Plantations yang telah memberi kesempatan dan
membantu Penulis dalam pengambilan sampel tanah.

8.

Pem (Raja Asal), Mem (Aryantina), Kakak (Dikki Rahmad Wahyudi, S.E., Rico
Afriyanda, S.I.kom., Reni Yulia Afta, A.Md., Revi Ameliya, S.Hut.) dan seluruh
keluarga besar Penulis yang telah membantu baik secara moril maupun materil
serta kasih sayang, perhatian, dan doa yang senantiasa diberikan selama
menyelesaikan skripsi ini.

9.

Sahabat-sahabat Penulis Devita, Maya, Natasya, Aldita, Lia, Rizki, Andry
Kurniawan dan seluruh teman-teman Agroteknologi 2008 yang tidak dapat
disebutkan satu persatu atas kebersamaan, dukungan, semangat, dan segala
bantuan selama penelitian hingga penulisan skripsi.

10. Rekan-rekan penelitian Penulis Uswatun Hasanah, I Gede Bramsista, Antonius

Atmaditya, Alexander Sibuea, David S, Eko Ari, Setiawan, Indra, Nyang Vania, atas
kerjasama dan bantuannya selama penelitian.

Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan yang telah diberikan kepada Penulis
dan skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Bandar Lampung, Juli 2014
Penulis

Savita Panca Yulistiara

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ................................................................................ .....................

vi

DAFTAR GAMBAR ............................................................................ .....................

vii


I.

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Masalah .................................................... .....................

1

1.2 Tujuan Penelitian............................................................................................

4

1.3 Kerangka Pemikiran ................................................................. .....................

5

1.4 Hipotesis.........................................................................................................

7

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Tebu...............................................................................................

8

2.2 Nematoda ................................................................................. .....................

11

2.3 Sistem Olah Tanah ........................................................................... .......................

13

2.4 Pemulsaan......................................................................................................

14

III. BAHAN DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian................................................... .....................

16


3.2 Bahan dan Alat ......................................................................... .....................

16

3.3 Metode Penelitian ..................................................................... .....................

17

3.4 Pelaksanaan Penelitian.............................................................. .....................

18

3.4.1 Pengolahan Lahan.................................................................................
3.4.2 Pengambilan Sampel Tanah..................................................................
3.4.3 Metode Ekstraksi Nematoda..................................................................
3.4.4 Fiksasi Nematoda............... ............................................. .....................
3.4.5 Perhitungan Populasi dan Identifikasi Nematoda.................................
3.4.6 Analisis Data............... .................................................... .....................


18
19
20
21
21
22
iv

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Dominansi Nematoda.................................................................. ......................

23

4.2 Kelimpahan Nematoda .............................................................. ......................

25

4.2.1 Kelimpahan Seluruh Nematoda................................................................
4.2.2 Kelimpahan Nematoda Parasit Tumbuhan yang Dominan...............................


25
27

V. KESIMPULAN DAN SARAN
A.Kesimpulan.........................................................................................................

32

B. Saran...................................................................................................................

32

PUSTAKA ACUAN....................................................................................................

33

LAMPIRAN.................................................................................................................

35

v

DAFTAR TABEL

Tabel
1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

Halaman

Kombinasi perlakuan petak utama (PU)
dan anak petak (AP). ……………………......................................................

17

Nilai Dominansi (Prominance Value) seluruh Genus Nematoda pada
pertanaman tebu ratoon-II umur 9 bulan. ......................................................

24

Nilai F hitung analisis ragam untuk pengaruh pengolahan tanah dan
pemulsaan terhadap kelimpahan seluruh nematoda.
...........................................................................................................................

26

Kelimpahan seluruh nematoda pada perlakuan pengolahan tanah dan
pemulsaan pada pertanaman tebu ratoon-II umur 9 bulan. ............................

27

Nilai F hitung analis ragam pengaruh pengolahan tanah dan pemulsaan
terhadap kelimpahan tiga genus nematoda parasit tumbuhan yang
dominan. ..........................................................................................................

28

Kelimpahan nematoda Hoplolaimus pada perlakuan pengolahan tanah
dan pemulsaan pada pertanaman tebu ratoon-II umur
9 bulan. ............................................................................................................

29

Kelimpahan genus Xiphinema pada perlakuan pengolahan tanah dan
pemulsaan pada pertanaman tebu ratoon-II umur 9 bulan. .............................

30

Kelimpahan nematoda genus Hemicriconemoides pada perlakuan
pengolahan tanah dan pemulsaan pada pertanaman tebu ratoon-II umur
9 bulan. ...........................................................................................................

31

Sidik ragam untuk pengaruh pengolahan tanah dan pemulsaan
terhadap seluruh kelimpahan nematoda per 300 cc tanah.
...........................................................................................................................

36

vi

10.

11.

12.

13.

Sidik ragam untuk pengaruh pengolahan tanah dan pemulsaan
terhadap kelimpahan nematoda per 300 cc tanah pada genus
Hoplolaimus. ..................................................................................................

36

Sidik ragam untuk pengaruh pengolahan tanah dan pemulsaan
terhadap kelimpahan nematoda per 300 cc tanah pada genus
Hemicriconemoides. .......................................................................................

36

Sidik ragam unutkpengaruh pengolahan tanah dan pemulsaan
terhadap kelimpahan nematoda per 300 cc tanah pada genus
Xiphinema. ......................................................................................................

37

Perlakuan olah tanah, pemupukan dan pemulsaan pada plot
percobaan. .......................................................................................................

38

vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar

Halaman

1.

Tata letak pengambilan contoh tanah.............…...…………….......................

18

2.

Tata letak petak percobaan……………….........………...……...........................

39

3.

Ordo Tylenchida genus Holpolaimus (a), Hemicriconemoides (b),
Xiphinema (c)..........................................................….....................................

40

vii

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang
batangnya mengandung zat gula sebagai bahan baku industri gula. Akhir-akhir ini
terjadi penurunan produksi gula karena menurunnya produktivitas tanaman tebu.
Menurut Badan Litbang Pertanian (2007), pada tahun 1990-an produktivitas tebu ratarata mencapai 7,69 ton/ha, tetapi pada tahun 2000-an hanya mencapai sekitar 6,27
ton/ha. Rendemen tanaman juga terus menurun dengan laju sekitar 1,3% per tahun
pada periode tahun 1994-2004, dengan titik terendah terjadi pada tahun 1998 yaitu
5,49% dan mulai meningkat pada tahun 2004 yang mencapai 7,67%.

Pada umumnya tebu tidak ditanam setiap tahun, tetapi satu kali tanam dapat dipanen
sebanyak tiga kali, dalam kurun waktu tiga tahun. Dalam budidaya tebu, tanaman
yang pertama kali ditanam dalam suatu areal disebut dengan istilah plant cane. Pada
tahun berikutnya setelah panen pertama tanaman tebu tidak ditanam lagi tetapi hanya
dilakukan pemeliharaan tunas yang tumbuh, tanaman ini dikenal dengan sebutan
ratoon-I dan demikian juga untuk tanaman tahun ketiga yang dikenal dengan ratoon-

2
II. Pemeliharaan ratoon dapat bervariasi antar areal pertanaman, dan penghentian
pemeliharaan ratoon umumnya didasari atas produktivitas tanaman (Hasanah, 2013).

PT Gunung Madu Plantation (GMP) yang telah berdiri sejak tahun 1975 dengan luas
kebun 36.000 ha, merupakan perkebunan tebu swasta nasional terbesar di Lampung.
Di dalam mengolah tanah, PT GMP memiliki konsep yaitu memperbaiki kemampuan
tanah dalam menyimpan dan menyediakan hara, memperbesar volume perakaran, dan
pelestarian (konservasi). Penerapan konsep pokok pengelolaan tanah tersebut
dilakukan melalui aplikasi limbah padat pabrik gula dan penanaman tanaman legum
cover crops (LCC). Limbah padat pabrik yang digunakan adalah blotong, bagasse,
dan abu (BBA) yang diaplikasikan secara langsung atau setelah melalui proses
pengomposan (PT GMP, 2013). Dosis BBA yang diaplikasikan langsung adalah 80
ton/ha, sedangkan yang sudah menjadi kompos 40 ton/ha. Aplikasi BBA dilakukan
setelah olah tanah I, sedangkan LCC ditanam sebagai tanaman perotasi tanaman tebu
(PT GMP, 2013). Penerapan konsep pokok pengolahan tanah tersebut dilakukan
untuk memperbaiki kondisi tanah yang mulai menurun kualitasnya.

Selain itu, PT GMP juga melakukan kajian penerapan sistem olah tanah konservasi
yaitu sistem Tanpa Olah Tanah (TOT) dalam upaya peningkatan kualitas tanah.
Penerapan sistem TOT dapat memperbaiki kerusakan tanah, karena peningkatan
aktivitas biota tanah. Sistem TOT memiliki keunggulan dalam mempertahankan
kesuburan tanah. Pemberian mulsa merupakan salah satu komponen penting dalam
sistem TOT. Pada sistem ini akan terjadi peningkatan kandungan bahan organik
tanah sebesar 15% pada kedalaman 0-5 cm sehingga meningkatkan aktivitas

3
organisme (Makalew, 2008). Pemulsaan pada sistem tanpa olah tanah merupakan
sumber C-organik tanah dan menjadi sumber hara bagi tanaman serta sumber nutrisi
bagi mikroorganisme. Selain itu, pemulsaan berperan menjaga stabilitas suhu dan
kadar air tanah sehingga cocok bagi biota tanah.

Sistem TOT dicirikan oleh persiapan lahan yang tidak melalui pengolahan tanah,
tanah yang terganggu tidak lebih dari 10%, dan residu tanaman dibiarkan tetap
berada di atas permukaan sebagai mulsa (Raya, 2011).

Pemberian mulsa merupakan salah satu komponen penting dalam sistem TOT. Mulsa
adalah material penutup tanah yang dimaksudkan untuk menjaga kelembaban tanah,
menekan pertumbuhan gulma dan penyakit tanaman. Selain itu, mulsa di atas
permukaan tanah dapat menahan tekanan air hujan sehingga agregat tanah tetap stabil
dan terhindar dari proses penghancuran dan erosi (Effendi, 2010).

Nematoda merupakan salah satu biota penting pada pertanaman tebu. Nematoda di
dalam tanah meliputi kelompok nematoda yang hidup bebas (non parasit) dan
kelompok nematoda parasit tumbuhan (fitofagus) (Dropkin, 1992). Nematoda yang
hidup bebas berperan sebagai pemakan jamur, pemakan bakteri, predator, dan
omnivora.

Nematoda parasit tumbuhan memiliki arti penting secara ekonomi karena dapat
merusak tanaman yang dibudidayakan dan menyebabkan kerugian. Serangan
nematoda parasit tumbuhan menyebabkan kerusakan pada akar yang mengganggu

4
pengangkutan air dan unsur hara, akibatnya proses transpirasi dan fotosintesis
tanaman terganggu. Dampak dari serangan nematoda adalah tanaman akan
mengalami gejala seperti kekurangan unsur hara yang mempengaruhi produksi
tanaman. Selain merusak secara langsung, nematoda parasit tumbuhan juga dapat
berperan sebagai vektor virus patogen tumbuhan dan pembuka jalan bebagai jamur
dan bakteri patogen untuk menyerang tanaman. Munculnya masalah kerusakan
tanaman oleh nematoda parasit tumbuhan umumnya karena terdapat salah satu jenis
nematoda yang dominan dan populasinya tinggi (Taylor dan Sasser, 1978).

Penerapan sistem TOT dan pemulsaan pada pertanaman tebu diperkirakan akan
mempengaruhi aktivitas biota tanah termasuk nematoda. Namun demikian kajian
mengenai hal tersebut, khususnya pada periode tebu ratoon-II belum banyak
dilakukan. Oleh karena itu, penelitian untuk mengetahui pengaruh sistem olah tanah
dan pemulsaan terhadap keragaman dan dominansi nematoda parasit tumbuhan pada
pertanaman tebu ratoon-II perlu dilakukan.

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pengolahan tanah dan pemulsaan
terhadap kelimpahan dan dominansi jenis nematoda parasit tumbuhan pada
pertanaman tebu periode ratoon-II.

5
1.3 Kerangka Pemikiran

Pengujian penerapan sistem tanpa olah tanah dan penambahan bahan organik ke
dalam tanah dilakukan sebagai salah satu usaha untuk mengembalikan kualitas tanah
yang menurun karena olah tanah intensif. Olah tanah secara intensif dapat
berpengaruh terhadap penurunan aktivitas biota tanah termasuk nematoda.

Nematoda terdiri dari dua kelompok yaitu nematoda hidup bebas (non parasit) dan
nematoda parasit tumbuhan. Nematoda hidup bebas bersifat menguntungkan bagi
tanaman karena terlibat dalam jaring-jaring makanan perombakan bahan organik
dalam penyediaan unsur hara bagi tanaman. Nematoda parasit tumbuhan bersifat
merugikan, karena merusak sistem perakaran tanaman. Pada umumnya masalah hama
nematoda muncul akibat praktik budidaya tanaman dengan olah tanah intensif, yang
menyebabkam adanya dominansi jenis nematoda parasit tumbuhan tertentu.

Hasil penelitian sebelumnya (Hasanah, 2011) menunjukkan bahwa pada periode
tanam tahun pertama, atau disebut dengan istilah plant cane, ditemukan 30 genus
nematoda yang termasuk ke dalam 9 ordo dan 6 kelompok yaitu nematoda pemakan
bakteri, pemakan jamur, karnivora, dan omnivora, dan nematoda parasit tumbuhan.
Sedangkan, hasil penelitian periode tanam tahun kedua atau disebut dengan istilah
ratoon-I , ada 34 genus yang ditemukan, yang terdiri dari 15 genus nematoda parasit
tumbuhan dan 19 nematoda hidup bebas (Hasanah, 2013).

6
Sistem tanpa olah tanah merupakan sistem pengolahan tanah yang dicirikan oleh
sedikitnya gangguan terhadap permukaan tanah dan meninggalkan hampir 80% sisa
tanaman sebelumnya sebagai mulsa. Sistem Tanpa Olah Tanah dapat memperbaiki
infiltrasi tanah, mengurangi laju erosi tanah, mengurangi pemadatan tanah, dan
memperbaiki struktur tanah sehingga meningkatkan aktivitas dan keragaman biota
tanah termasuk nematoda.

Nematoda adalah hewan yang membutuhkan kelembaban dan aerasi tanah yang baik
dalam aktivitasnya. Pemberian mulsa pada sistem TOT akan dapat mempertahankan
kandungan air tanah sehingga cocok bagi nematoda yang memerlukan film air untuk
dapat bergerak di dalam tanah (Spaull dan Cadet, 1995).

Sistem TOT dengan mulsa diperkirakan akan mempengaruhi keragaman dan
dominansi nematoda. Keberadaan mulsa akan meningkatkan keragaman dan
kelimpahan mikroba tanah yang menguntungkan bagi nematoda hidup bebas (nonparasit tumbuhan). Selain itu, sistem TOT pada umumnya ditumbuhi banyak jenis
gulma karena tidak dikendalikan dengan herbisida. Kondisi semacam ini
menguntungkan bagi nematoda parasit tumbuhan, karena terdapat lebih banyak
sumber makanan untuk nematoda parasit tumbuhan. Diperkirakan akan ditemukan
banyak jenis nematoda parasit tumbuhan pada sistem TOT. Kondisi suhu dan
kelembaban tanah yang baik akan menguntungkan baik bagi nematoda hidup bebas
maupun nematoda parasit tumbuhan. Dengan demikian, keragaman nematoda pada
sistem TOT akan tinggi, dan sebaliknya pada sistem olah tanah intensif keragaman
nematoda rendah. Pada kondisi keragaman nematoda yang rendah akan terdapat
beberapa jenis nematoda yang dominan.

7
1.4 Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dikemukakan di atas, hipotesis yang
diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pada pertanaman tebu ratoon-II, sistem olah tanah intensif tanpa pemulsaan

menyebabkan komunitas nematoda didominansi oleh nematoda parasit tumbuhan.
2. Pada pertanaman tebu ratoon-II, kelimpahan nematoda dipengaruhi oleh sistem
olah tanah dan pemulsaan.

7

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Tebu

Tanaman tebu termasuk salah satu anggota dari familia Poaceae, sub familia
Andropogonae. Tanaman tebu merupakan bahan baku dalam pembuatan gula.
Gula yang dihasilkan dari tebu disebut dengan gula putih atau gula pasir karena
berbentuk butiran-butiran kristal putih. Klasifikasi ilmiah dari tanaman tebu
seperti yang dikutip oleh Ditjen Perkebunan (2006) adalah sebagai berikut :
Kingdom

: Plantae

Subkingdom : Tracheobionta
Superdivision : Spermatophyta
Division

: Magnoliophyta

Class

: Liliopsida

Subclass

: Commelinidae

Family

: Poaceae

Genus

: Saccharum

Species

: Saccharum officinarum L.

Tanaman tebu terbagi menjadi beberapa bagian utama, yaitu akar, batang, daun,
dan bunga. Tanaman tebu memiliki perakaran serabut, yang dapat dibedakan
menjadi akar primer dan akar sekunder. Karakteristik akar primer yaitu halus dan

8

bercabang banyak (James, 2004). Tinggi batang dipengaruhi oleh baik buruknya
pertumbuhan, jenis tebu maupun keadaan iklim. Tinggi tanaman tebu antara 2-5
m. Pada pucuk batang tebu terdapat titik tumbuh yang penting untuk
pertumbuhan meninggi (Supriyadi, 1992).

Tanaman tebu pada umumnya dapat tumbuh dengan baik pada daerah yang
memiliki iklim tropis dan sub tropis dengan daerah penyebaran 39o LU dan 35o
LS. Dibutuhkan suhu rata-rata tahunan di atas 21o C, apabila kurang dari 20o C
maka pertumbuhannya akan terhambat. Suhu perkecambahan tunas setek tebu
antara 32-38oC. Suhu yang diperlukan untuk dapat menghasilkan sukrosa yang
tinggi adalah antara 26-27o C. Curah hujan tahunan yang sesuai bagi
pertumbuhan tanaman tebu adalah 1.500-2.500 mm per tahun dengan penyebaran
merata. Kelembaban yang baik bagi pertanaman tebu adalah 63-85%. Ketinggian
tempat yang memenuhi syarat pertumbuhan tebu adalah tidak lebih dari 600 m dpl
(James, 2004).

Pertumbuhan tebu dibagi menjadi empat tahap, yaitu perkecambahan, pemunculan
anakan, pemanjangan batang, dan pengisian sukrosa di batang (pemasakan).
Kebutuhan air pada setiap tahapan pertumbuhan berbeda. Fase awal
perkecambahan dan pemunculan anakan membutuhkan air sedang, fase
pemanjangan batang membutuhkan air yang cukup banyak, sedangkan fase
pemasakan membutuhkan air dalam jumlah sedikit. Fase perkecambahan dimulai
saat tanam sampai 1 bulan setelah tanam (BST), fase pemunculan tunas pada 1-3
BST, fase pemanjangan batang pada 3-9 BST, dan fase pemasakan pada 9-12 BST

9

(Sutardjo, 2002).

Tanaman tebu dapat tumbuh baik pada tanah yang subur, gembur dan mudah
menyerap serta melepaskan air. Tanah yang baik untuk pertumbuhan tebu adalah
tanah lempung liat dengan solum dalam atau tanah lempung berpasir
dengan lempung berdebu. Tebu dapat ditanam pada tanah dengan kisaran pH 5,57,0. Pada pH di bawah 5,5 dapat menyebabkan perakaran tanaman tidak dapat
menyerap air sedangkan apabila tebu ditanam pada tanah dengan pH di atas 7,0
tanaman akan sering kekurangan unsur fosfor .

Tanaman tebu menghendaki kelembaban udara sedang (moderate) dengan derajat
lengas sekitar 85%, akan tetapi tanaman ini dapat dibudidayakan pada daerah
dengan kelembaban relatif 35% bila tersedia air irigasi yang mencukupi.
Walaupun demikian, kelembaban udara tidak begitu besar pengaruhnya pada
perkembangan tebu. Pada beberapa wilayah di Jawa selama musim kemarau
(masa tanaman muda) dicapai kelembaban relatif sebesar 68-78%, sedangkan
pada musim hujan mencapai 82-90% (Sutardjo, 2002).

Tanaman tebu pertama di sebut plant cane, sedangkan tanaman baru yang tumbuh
setelah plant cane dipanen disebut keprasan. Pemeliharaan tanaman keprasan
atau yang disebut dengan tanaman ratoon, harus dilakukan secepat mungkin
setelah tanaman tebu ditebang. Hal ini bertujuan agar tunas yang dikepras masih
dalam keadaan segar sehingga pertumbuhan nantinya baik. Sebelum keprasan,
perlu dilakukan pembersihan dan pembakaran sisa-sisa tanaman. Keprasan

10

dilakukan dengan cara manual menggunakan cangkul. Bentuk hasil keprasan
pertama disebut ratoon-I dan keprasan pada tahun-tahun berikutnya disebut
dengan tanaman tebu ratoon-II dan ratoon-III. Dalam proses kepras dilakukan
pemutusan akar tebu, pemotongan akar tebu lama dilakukan menggunakan disc
bedder dan atau brujul sapi. Manfaat pemutusan akar tebu adalah untuk
menggemburkan tanah di barisan tebu, meluruskan arah rumpun keprasan, dan
membuat paliran untuk pemupukan (Litbang PG Pradjekta, 2012).

2.2 Nematoda

Nematoda, berasal dari bahasa Yunani yang artinya benang. Tubuh nematoda
berbentuk memanjang, seperti tabung, kadang-kadang seperti kumparan, yang
dapat bergerak seperti ular. Filum nematoda merupakan kelompok besar kedua
setelah serangga apabila didasarkan atas keanekaragaman jenisnya (Dropkin,
1992). Nematoda merupakan organisme multiseluler yang ditemukan di sejumlah
ekosistem. Seperti protozoa, nematoda umumnya hidup di lapisan air atau pori
tanah yang berisi air. Nematoda dapat diisolasi dari tanah dengan prinsip yaitu
cairan tanah dituangkan ke saringan yang ukuran porinya lebih kecil dari ukuran
badan nematoda. Tanah segar yang mengandung bahan organik dan tanah rizosfer
biasanya mengandung nematoda yang lebih banyak dibandingkan dengan tanah
kering dan tanah non-rizosfer. Tubuh nematoda panjang dan gilig menyerupai
benang. Mayoritas nematoda cukup kecil, dengan berbagai ukuran dari panjang
0,3 mm sampai 10,0 mm (Triharso, 1994).

11

Nematoda tanah dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu, nematoda
hidup bebas dan nematoda parasitik. Nematoda hidup bebas berperan penting
dalam proses-proses ekologi di dalam tanah (Dropkin, 1992). Nematoda parasit
tumbuhan merugikan karena merusak tanaman, sedangkan komunitas nematoda
hidup bebas menguntungkan bagi agroekosistem karena meningkatkan kesehatan
tanah. Komunitas nematoda hidup bebas terlibat dalam jaring-jaring perombakan
bahan organik tanah dan mempengaruhi mineralisasi C dan N baik secara
langsung maupun tidak langsung (Neher, 2001 dalam Swibawa, 2007).

Hampir semua nematoda parasit tumbuhan memiliki stadium yang hidup di dalam
tanah. Banyak di antaranya hidup berpindah-pindah (migratory) di dalam tanah
tetapi ada pula yang bersifat menetap (sedentary). Bagi nematoda yang bersifat
menetap, sebagian stadiumnya seperti telur, larva parasitik dan nematoda jantan
hidup di dalam tanah (Dropkin, 1992). Menurut Spaull dan Cadet. (1995),
nematoda parasit tumbuhan dikelompokkan menjadi tiga tipe utama parasitisme,
yaitu : (1) Ektoparasit, yaitu nematoda tidak masuk ke dalam jaringan tumbuhan,
tetapi memperoleh makanan dengan menggunakan stilet untuk menusuk sel-sel
tumbuhan; (2) Semi endoparasit, yaitu hanya tubuh nematoda bagian anterior
yang masuk ke jaringan akar dan bagian posterior tubuhnya tetap berada di dalam
tanah; (3) Endoparasitik, yaitu nematoda masuk ke dalam jaringan akar.
Keragaman nematoda sangat tinggi pada pertanaman tebu dibandingkan dengan
tanaman budidaya lainnya.

12

Menurut Spaull dan Cadet (1995), lebih dari 275 spesies dari 48 genus nematoda
endo dan ektoparasitik dilaporkan terdapat pada akar dan atau di daerah perakaran
tanaman tebu. Beberapa genus tertentu, khususnya yang tersebar luas pada lahan
pertanaman tebu ialah Pratylenchus, Helichotylenchus, dan Tylenchorhynchus.

2.3 Sistem Olah Tanah

Tanah adalah lapisan permukaan bumi yang secara fisik berfungsi sebagai tempat
tumbuh dan berkembangnya perakaran, penopang tegak tumbuhnya tanaman dan
menyuplai kebutuhan air dan udara bagi tanaman. Secara kimiawi tanah
berfungsi sebagai gudang dan penyuplai hara atau nutrisi dan secara biologi tanah
berfungsi sebagai habitat biota (organisme) yang berpartisipasi aktif dalam
penyediaan hara dan zat-zat aditif bagi tanaman (Ramadani, 2012).

Pada umumnya pengolahan tanah dilakukan sebelum penanaman tanaman.
Pengelolahan tanah intensif jangka panjang diketahui dapat berdampak buruk.
Salah satu upaya untuk mengurangi dampak buruk pengolahan tanah intensif
jangka panjang yaitu sistem olah tanah konservasi. Menurut Suwardjo dan Dariah
(2004), olah tanah konservasi adalah suatu sistem pengolahan tanah dengan tetap
mempertahankan setidaknya 30% sisa tanaman menutup permukaan tanah.
Sistem olah tanah konservasi atau disingkat OTK (yang berupa sistem olah tanah
minimum dan tanpa olah tanah) mampu memperbaiki kesuburan tanah lebih baik
daripada sistem olah tanah intensif (Utomo, 2006).

13

Pada teknik tanpa olah tanah (TOT), pengolahan tanah dilakukan dengan cara
penanaman yang tidak memerlukan penyiapan lahan, kecuali membuka lubang
kecil untuk meletakkan benih. Pada penerapan sistem TOT tidak memerlukan
herbisida karena pengendalian gulma dapat dilakukan secara manual atau
mekanik. Sistem tanpa olah tanah memiliki keunggulan dibandingkan dengan
olah tanah konvensional. Keunggulan tersebut antara lain TOT mampu menjaga
kandungan bahan organik tanah agar tetap tinggi, memperbaiki agregasi tanah,
meningkatkan konservasi air, dan meningkatkan keragaman biota tanah.
Sebagaimana telah diketahui, biota tanah mempunyai peranan penting dalam
proses-proses layanan ekosistem dalam peningkatan produksi pertanian (Utomo,
2006).

2.4 Pemulsaan

Salah satu acuan olah tanah konseravsi adalah penggunaan mulsa. Mulsa adalah
bahan material penutup tanah dalam tanaman budidaya seperti jerami yang
dimaksudkan untuk menjaga kelembaban tanah serta menekan pertumbuhan
gulma sehingga tanaman tumbuh dengan baik. Tujuan pemulsaan adalah teknik
atau cara untuk menjaga stabilitas suhu tanah di sekitar akar tanaman, menahan
laju penguapan air, dan mencegah erosi (Anonim, 2014).

Salah satu bahan mulsa yang dapat digunakan pada pertanaman tebu adalah
bagasse. Bagasse (ampas tebu) adalah sisa tanaman yang tersedia dalam jumlah

14

yang melimpah sehingga cocok digunakan sebagai bahan mulsa. Ampas tebu
merupakan produk sampling dari proses pembuatan gula yang rata-rata dapat
mencapai 32%. Namun demikian, selama ini hampir di setiap pabrik gula ampas
tebu tidak digunakan sebagai mulsa, melainkan sebagai bahan bakar boiler.
Umumnya ampas tebu buatan pabrik lebih halus. Padahal apabila digunakan
sebagai mulsa akan dapat memperbaiki kondisi tanah yang rusak akibat budidaya
tebu secara intensif (Anonim, 2014).

Pemanfaatan mulsa merupakan bagian tak terpisahkan dalam sistem tanpa olah
tanah di lahan kering. Mulsa diidentifikasi sebagai bahan sisa tanam yang
dipergunakan di atas permukaan tanah. Penggunaan mulsa bermanfaat untuk
melindungi permukaan tanah dari pukulan langsung butiran hujan sehingga
mengurangi terjadinya erosi percik (splash erosion), selain mengurangi laju dan
volume limpasan permukaan (Suwardjo dan Dariah, 1995). Mulsa yang sudah
melapuk akan menambah kandungan bahan organik tanah dan hara. Secara
umum pemberian mulsa akan berperan dalam perbaikan sifat fisik tanah.

15

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian jangka panjang Studi Rehabilitasi Tanah yang
merupakan kerjasama peneliti antara Universitas Lampung, Yokohama National University
(YNU) Jepang, dan PT.Gunung Madu Plantations, yang telah dimulai sejak tahun 2010 di
lahan perkebunan PT.Gunung Madu Plantations (GMP). Pengambilan sampel tanah
dilaksanakan pada periode tebu ratoon-II umur 9 bulan, nematoda diekstraksi dan
diidentifikasi di Laboratorium Bioteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dari
bulan Mei 2013 sampai dengan November 2013.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah sampel tanah, aquades, larutan Golden X (campuran aquades,
formalin, glycerin) larutan gula, dan air. Sedangkan alat yang digunakan dalam penelitian
adalah bor tanah, sekop, nampan, gelas ukur, botol suspensi nematoda, botol semprot, ember,
kertas label, saringan 1 mm, 53 μm, 38 μm, mikrokop stereo binokuler dan compound, kaca
preparat, coverglass, cawan Petri, botol 250 ml, pengait nematoda, pipet tetes, hand counter,
botol aquades, centrifuge dan stopwatch.

16
3.3 Metode Penelitian

Plot penelitian yang digunakan merupakan plot penelitian jangka panjang yang telah dibuat
pada tahun 2010. Penelitian ini menggunakan lahan pertanaman tebu seluas 2 ha. Lahan
dibagi menjadi 5 kelompok dan tiap kelompok dibagi menjadi 4 petak dengan ukuran tiap
petak 25 m x 40 m. Pada setiap kelompok terdapat empat petak dan diberi simbol A, B, C,
dan D, pada petak A dan B diberi perlakuan olah tanah intensif (T1) sedangkan petak C dan D
diberi perlakuan tanpa olah tanah (T0).

Perlakuan dalam penelitian ini disusun dalam Rancangan Percobaan Petak Terbagi (split
plot experimental design) dengan lima kelompok sebagai ulangan. Petak utama adalah
sistem olah tanah dan anak petak pemulsaan. Sistem olah tanah terdiri dari dua perlakuan
yaitu olah tanah intensif (T1) dan tanpa olah tanah (T0), sedangkan perlakuan pemberian
mulsa terdiri dari dua perlakuan yaitu tanpa mulsa (M0) dan pemberian mulsa bagas (M1=
mulsa 80 ton ha-1). Pemberian mulsa dilakukan secara acak, pada petak olah tanah intensif
maupun petak tanpa olah tanah. Kombinasi perlakuan disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Kombinasi perlakuan petak utama (PU) dan anak petak (AP)

Anak Petak (AP)

Petak Utama (PU)
Tanpa Olah tanah (T0)

Olah Tanah Intensif (T1)

Tanpa Mulsa (M0)

T0M0

T1M0

Dengan Mulsa (M1)

T0M1

T1M1

Keterangan : T0M0 = Tanpa olah tanah dan tanpa pemberian mulsa bagas; T1M0= Olah tanah
intensif dan tanpa pemberian mulsa bagas; T0M1 = tanpa olah tanah dan
pemberian mulsa bagas 80 ton ha-1; T1M1 = Olah tanah intensif dan pemberian
mulsa bagas 80 ton ha-1.

17
3.4 Pelaksanaan Penelitian

3.4.1 Pengolahan Lahan

Penelitian ini menggunakan lahan pertanaman tebu yang telah dipersiapkan untuk dijadikan
lahan penelitian jangka panjang yang dimulai pada bulan Juni 2010 sampai 10 tahun ke
depan. Penelitian untuk penulisan skripsi ini merupakan hasil pengamatan pada pertanaman
tebu musim ratoon-II. Pola tanam yang diterapkan adalah pola tanam yang sudah biasa
dilakukan di PT Gunung Madu Plantations, dengan menggunakan tebu varietas RGM 00-838.

Penyiapan lahan pada fase plant cane dimulai dengan membagi lahan menjadi 20 petak
perlakuan dengan ukuran tiap petaknya 25 m x 40 m. Setelah itu lahan dipersiapkan sesuai
dengan perlakuan, yaitu pada petak tanpa olah tanah (T0) dan perlakuan mulsa dan tanpa
mulsa. Pada petak T0 tanah tidak diolah sama sekali, gulma yang tumbuh dikendalikan
secara manual kemudian sisa gulma dikembalikan ke lahan sebagai mulsa. Sedangkan pada
petak olah tanah intensif (T1) baik pada perlakuan mulsa dan tanpa mulsa, tanah diolah sesuai
dengan sistem pengolahan tanah yang diterapkan di PT GMP yaitu sebanyak 3 kali
pengolahan menggunakan traktor. Pengendalian gulma dilakukan dengan cara kimiawi, yaitu
aplikasi herbisida.

Pada setiap plot perlakuan diberikan pupuk sebanyak 2 kali, pertama sebagian pupuk dasar
yang diaplikasi sehari sebelum dilakukan penanaman. Pupuk yang diaplikasikan berupa
pupuk kimiawi berupa Urea, TSP (Triple Super Phosphate), MOP (Murriate of Potash)
dengan dosis (300 : 200 : 300) yang dikombinasikan dengan bagas, blotong, abu ketel (BBA)

18
dengan perbandingan 3 : 5 : 1 sebanyak 80 ton/ha. Pada perlakuan olah tanah intensif (T1)
BBA diberikan pada saat pengolahan tanah (BBA Mix) sedangkan pada tanpa olah tanah
(TOT) BBA yang diberikan dengan cara dihamparkan sebagai mulsa.

Setelah tanaman keprasan atau ratoon I dipanen, pangkal batang tebu disisakan dan tunasnya
dipelihara sebagai tanaman ratoon II. Penyiapan lahan yang dilakukan pada fase ratoon II
yaitu dengan membersihkan sampah sisa panen yang kemudian diberikan perlakuan yang
sama seperti pada fase plane cane dan ratoon I.

3.4.2 Pengambilan Sampel Tanah

Pengambilan sampel tanah dilakukan pada bulan April 2013 yaitu pada saat tebu berumur 9
bulan, ratoon-II mulai tumbuh pada bulan Agustus 2012. Dari setiap petak percobaan sampel
tanah diambil pada 12 titik sub sampel dengan menggunakan bor tanah. Sampel tanah
diambil sampai kedalaman 20 cm dan kemudian dicampur sebagai sampel komposit.
Masing-masing sampel dimasukkan ke dalam kantung plastik dan diberi label. Sampel tanah
diambil secara melingkar dengan monolith sebagai pusatnya, empat titik berjarak 3 m dari
pusat dan delapan titik berjarak 3 m dari titik pertama, seperti pada Gambar 2 (Susilo dan
Karyanto, 2005). Posisi Monolith berada di petak tengah percobaan.

3m

3m

19
Gambar 1. Tata letak pengambilan contoh tanah
Keterangan :

= titik pusat (monolith)
= titik pengambilan contoh tanah

3.4.3 Metode Ekstraksi Nematoda

Ekstraksi nematoda dari tanah menggunakan metode penyaringan dan sentrifugasi dengan
larutan gula (Gafur dan Swibawa, 2004). Larutan gula disiapkan dengan cara melarutkan 500
gram gula dalam air sehingga volume larutan menjadi 1000 ml.

Sebanyak 300 cc tanah yaitu kurang lebih setara dengan 300 gram tanah dimasukkan ke
dalam ember, kemudian ditambahkan air sebanyak 2 liter, diremas-remas sambil diaduk
kemudian didiamkan selama 3 menit. Suspensi didekantasi menggunakan saringan dengan
ukuran lubang 1 mm dan suspensi tanah ditampung dalam ember lain, sisa saringan tanah di
dalam ember pertama dibuang. Suspensi tanah pada ember kedua didekantasi lagi dengan
saringan dengan ukuran lubang 53 µm dan supernatannya ditampung dalam ember ketiga.
Suspensi tanah pada ember ketiga didekantasi dengan saringan dengan ukuran lubang 38 µm.

Suspensi tanah yang ada pada saringan dikumpulkan ke dalam tabung centrifuge dan
disentrifugasi pada kecepatan 3500 rpm selama 5 menit. Setelah itu, supernatan dibuang dan
endapannya ditambahkan larutan gula dan diaduk hingga merata kemudian di centrifuge
kembali dengan kecepatan 1500 rpm selama 2 menit. Setelah itu, supernatan yang
merupakan suspensi nematoda ditampung menggunakan saringan dengan ukuran lubangnya

20
3,8 µm, kemudian dibilas dengan air untuk membersihkan larutan gula. Suspensi nematoda
kemudian dimasukkan ke dalam botol suspensi.

3.4.4 Fiksasi

Fiksasi merupakan metode yang dilakukan untuk mengawetkan nematoda dengan cara
menambahkan larutan fiksasi (larutan Golden X) ke dalam suspensi nematoda yang terlebih
dahulu dimatikan dengan cara memanaskan botol suspensi sehingga suspensi mencapai suhu
50o-70oC. Setelah dingin suspensi dijadikan 3 ml, lalu ke dalam botol tersebut ditambahkan
larutan Golden X (formalin 1,15 ml, glycerin 0,28 ml, aquades 8,6 ml) agar suspensi menjadi
10 ml, sehingga nematoda berada pada formalin 3%.

3.4.5 Perhitungan Populasi dan Identifikasi Nematoda

Kelimpahan seluruh nematoda dihitung dengan cara mengambil suspensi sampai sebanyak 3
ml, kemudian dituang ke cawan petri bergaris, perhitungan dilakukan berulang sampai
seluruh suspensi habis. Nematoda dihitung di bawah mikroskop bedah stereo binokuler pada
perbesaran 40 kali.

Identifikasi nematoda dilakukan terhadap 100 nematoda yang diambil secara acak untuk
setiap sampel. Satu persatu nematoda dikait dan diamati di bawah mikroskop bedah stereo
binokuler, sekitar 10-15 nematoda diletakkan pada kaca preparat, diberi setetes larutan
Golden X kemudian ditutup dengan coverglass. Nematoda diamati dan diidentifikasi

21
berdasarkan ciri morfologinya di bawah mikroskop compound dengan perbesaran 100-400
kali. Nematoda diidentifikasi sampai pada tingkat genus dengan bantuan buku Mai and
Lyon (1975) dan Goodey (1963).

Nematoda kemudian dikelompokkan menjadi nematoda hidup bebas dan nematoda parasit
tumbuhan berdasarkan struktur stomanya. Nematoda hidup bebas tidak memiliki stilet
sedangkan nematoda parasit tumbuhan memiliki stilet. Berdasarkan nama genus kelompok
nematoda juga dapat diketahui.

3.4.6 Analisis Data

Peubah yang diamati yaitu kelimpahan dan dominansi nematoda. Kelimpahan meliputi
kelimpahan seluruh nematoda yang meliputi nematoda hidup bebas dan nematoda parasit
tumbuhan. Kelimpahan absolut genus nematoda dihitung dari kelimpahan relatif genus
dikalikan kelimpahan seluruh nematoda. Dominansi genus diukur dengan nilai Prominence
PV (Prominence Value) sebagai sebagai berikut :
PV = di

fi ,

Dimana PV = Prominence Value; di = Kerapatan; fi (frekuensi) = jumlah sampel yang
mengandung jenis i/ jumlah seluruh sampel.
Kelimpahan absolut tiga genus nematoda parasit tumbuhan yang paling dominan dianalisis
ragam dengan Uji F (α=0,05), pemisahan nilai tengah dilakukan dengan uji BNT pada taraf
nyata 5%.

32

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini, yaitu sebagai berikut:
1. Ditemukan 11 genus nematoda parasit tumbuhan pada pertanaman tebu periode ratoon-II
berumur 9 bulan setelah tanam. Tiga genus nematoda parasit tumbuhan yaitu Hoplolaimus,
Xiphinema dan Hemicriconemoides dominan pada seluruh petak percobaan.
2. Kelimpahan seluruh nematoda dipengaruhi sistem pengolahan tanah dan pemulsaan. Kelimpahan
seluruh nematoda paling tinggi pada sistem olah tanah intensif dengan mulsa. Kelimpahan genus
nematoda parasit tumbuhan Hoplolaimus dipengaruhi sistem pengolahan tanah dan pemulsaan,
sedangkan genus Xiphinema hanya dipengaruhi sistem pengolahan tanah dan genus
Hemicriconemoides hanya dipengaruhi oleh sistem pemulsaan.
3. Kelimpahan Hoplolaimus paling rendah terjadi pada petak dengan sistem pengolahan tanah
intensif tanpa mulsa, kelimpahan Xiphinema lebih tinggi pada sistem olah tanah intensif daripada
siste tanpa olah tanah dan kelimpahan genus Hemicriconemoides lebih tinggi pada sistem tanpa
mulsa daripada sistem degan mulsa.

5.2 Saran
Pengambilan sampel nematoda tanah dalam penelitian ini hanya dilakukan sebanyak satu kali, yaitu
pada fase tanaman ratoon II umur 9 bulan. Agar dapat melihat pengaruh sistem pengolahan tanah
diperlukan waktu pengamatan yang lebih lama, dan diharapkan pada pengambilan sampel periode
berikutnya dilakukan dua kali, sehingga dapat mengetahui peningkatan atau penurunan kelimpahan
dan dominansi nematoda di pertanaman tebu periode selanjutnya.

PUSTAKA ACUAN

Anonim. 2014. Manfaat Mulsa www.worldagroforestrycentre.org/sea/Publications/LE0023-04.pdf.
Diakses tanggal 15 Januari 2014.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2007. Prospek dan arah pengembangan agribisnis
tebu. Departemen Pertanian. 27hlm.
Ditjen Perkebunan. 2006. Daftar komoditi binaan. Dalam
http://ditjenbun.deptan.go.id/web.old/images/stories/fruit/komoditi%20binaan%20ditjenbun9.pdf. Diakses pada tanggal 20 mei 2013.
Dropkin, V. H. 1992. Pengantar Nematologi Tumbuhan. Gajah Mada University Press.
Yogyakarta. 366 hlm.
Effendi, H. 2010. Budidaya Tebu Populasi Tinggi (Hight Density Planting) untuk meningkatkan
produktivitas. Buletin Ilmiah INSTIPER 8 (2) : 52-60.
Gafur, A dan IG. Swibawa. 2004. Methods in Nematodes and Soil Microbe Research for
Belowground Bioversity Assessment in F. X. Susilo, A. Gafur, M. Utomo, R. Evizal, S.
Murwani, IG. Swibawa (eds.), Conservation and Sustainable Management of Below. Ground
Biodiversity in Indonesia, Universitas Lampung. P 117-123.
Goodey, J. B. 1963. Soil and Freshwater Nematodes Methuen CO.LTD. London. 544 p.
Hasanah, U. 2011. Keragaman dan Kelimpahan Nematoda pada Pertanaman Tebu dengan Reduksi
Olah Tanah dan pemulsaan di PT.Gunung Madu Plantations (Skripsi). Universitas
Lampung. Lampung. 26 hlm.
Hasanah, U. 2013. Pengaruh Pengolahan Tanah dan Pemulsaan Terhadap Keragaman dan
Kelimpahan Nematoda Parasit Tumbuhan pada Periode Tanam Ratoon-I di Lahan
Perkebunan Tebu PT.Gunung Madu Plantations (Skripsi). Universitas Lampung. Lampung.
14 hlmp.
James. 2004. Botani dan Morfologi Tanaman Tebu. Dalam
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/51103/A11ahk_BAB%20IV%20Dafta
r%20Pustaka.pdf?sequence=6. Diakses pada tanggal 26 Mei 2013.
Litbang PG Pradjekta. 2011. Teknilk Budidaya Tebu Giling. Dalam
http://teknikbudidayatebugiling/Litbang-PG-Pradjekan-PTPN-XI.html. Diakses pada tanggal
31 Agustus 2013.
Mai, W. F dan H. H. Lyon. 1975. Pictorial Key to Genera of Plant Parasitic Nematodes. Comstock
Publishing Associates, Cornell University Press. 220 p.
Makalew, A. D. N. 2008. Keanekaragaman Biota Tanah pada Agroekosistem Tanpa Olah Tanah.
Makalah Falsafah Sains. IPB. 19 hal.

Nugroho, A. 2011. Serangan Penggerek Pucuk dan Batang Tebu serta Parasitasi Trichogramma
chilonis pada Pertanaman Tebu dengan Reduksi Olah Tanah dan Pemulsaan (Skripsi).
Universitas Lampung. Bandar Lampung. 75 hal.
PT.GMP. 2013. Pengolahan Tanah. www. Gunungmadu.co.id. Diakses tanggal 25 Mei 2013.
Ramadani, R. 2012. Karakteristik Tanah sebagai Media Tumbuh secara Umum dan Secara Khusus
pada Jenis Tanah Alfisol. Dalam http://justkie.wordpress.com/2012/02/26/karakteristiktanah-sebagai-media-tumbuh-secara-umum-dan-secara-khusus-pada-jenis-tanah-alfisol/.
Diakses pada tanggal 27 Agustus 2013.
Raya. 2011. Pengaruh Jarak Tanam terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Tebu. Dalam
http://www.scribd.com/doc/49072312/Proposal-tebu. Diakses pada tanggal 28 Januari 2013.

Spaull, V. W. dan P. Cadet. 1995. Nematoda Parasitik Pada Tanaman Tebu dalam
M. Luc, R. A. Sikora dan J. Bridge (eds). Nematoda Parasitik Tumbuhan di Pertanian
Tropik dan Subtropik. Dialihbahasakan oleh Supratoyo. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta. 838 hlm.
Supriyadi. 1992. Botani dan Morfologi Tanaman Tebu. Institut Pertanian Bogor. Diakses Dalam
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/51103/A11ahk_BAB%20IV%20Dafta
r%20Pustaka.pdf?sequence=6. Diakses pada tanggal 20 Januari 2013.
Susilo, F.X dan A. Karyanto. 2005. Methods For Assessment of Below- Ground Biodiversity In
Indonesia. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Sutardjo, E. R. M. 2002. Budidaya Tanaman Tebu. Bumi Aksara. Jakarta. 76 hal.
Suwardjo, H dan A. Dariah. 1995. Teknik Olah Tanah Konservasi untuk Menunjang Pengembangan
Pertanian Lahan Kering yang Berkelanjutan. Prosiding Seminar Nasional V Budidaya
Pertanian Olah Tanah Konservasi. Bandar Lampung. 8- 13 hal.
Swibawa, I. G. 2007. Alih Guna Hutan menjadi Lahan Pertanian Berbasis Kopi : Berubahnya
Lingkungan Tanah sebagai Pemacu Peningkatan Populasi Nematoda Parasit TumbuhanProposal Disertasi. Universitas Brawijaya. Malang. 80 hal.
Taylor, A. L. dan J. N. Sasser. 1978. Biology, Indentification and Control of Root- Knot
Nematodes (Meloidogyne species). International Meloidogyne Project North Carolina State
Universty Graphics. USA. 111 hal.
Triharso. 1994. Dasar-dasar Perlindungan Tanaman. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. 55
hlm.
Utomo, M. 2006. Olah Tanah Konservasi Hand Out Pengelolaan Lahan Kering Berkelanjutan.
Universitas Lampung. Bandar Lampung. 25 hal.

Dokumen yang terkait

PENGARUH REDUKSI OLAH TANAH DAN PEMULSAAN TERHADAP KELIMPAHAN NEMATODA NIR-PARASIT DAN PARASIT TUMBUHAN PADA PERTANAMAN TEBU

2 25 45

PENGARUH PEMULSAAN DAN REDUKSI PENGOLAHAN TANAH TERHADAP KEANEKARAGAMAN DAN POPULASI LABA-LABA TANAH DI LAHAN PERTANAMAN TEBU

0 7 47

PENGARUH PEMULSAAN DAN REDUKSI PENGOLAHAN TANAH TERHADAP KEANEKARAGAMAN DAN POPULASI SEMUT PADA PERTANAMAN TEBU

1 14 44

PENGARUH PEMULSAAN DAN REDUKSI OLAH TANAH TERHADAP KEANEKARAGAMAN DAN KEMELIMPAHAN KUMBANG TANAH PADA PERTANAMAN TEBU

0 9 32

PENGARUH REDUKSI OLAH TANAH DAN PEMULSAAN TERHADAP KELIMPAHAN NEMATODA PARASIT TUMBUHAN PADA PERTANAMAN TEBU BERUMUR 11 BULAN

3 31 40

PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN APLIKASI MULSA BAGAS TERHADAP RESPIRASI TANAH PADA LAHAN PERTANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L.) AKHIR RATOON KEDUA DAN AWAL RATOON KETIGA

0 6 50

PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN APLIKASI MULSA BAGAS TERHADAP RESPIRASI TANAH PADA LAHAN PERTANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L.) AKHIR RATOON KEDUA DAN AWAL RATOON KETIGA

2 14 44

PENGARUH PENGOLAHAN TANAH DAN PEMULSAAN TERHADAP KELIMPAHAN DAN DOMINANSI NEMATODA PARASIT TUMBUHAN PADA PERTANAMAN TEBU RATOON II

0 10 41

PENGARUH PENGOLAHAN TANAH DAN PEMULSAAN TERHADAP KELIMPAHAN NEMATODA PARASIT TUMBUHAN DI LAHAN PERKEBUNAN TEBU MENJELANG PANEN PERIODERATOON II PT. GMP

1 8 41

PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN APLIKASI MULSA BAGAS TERHADAP RESPIRASI TANAH PADA LAHAN PERTANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L) AKHIR RATOON KEDUA DAN AWAL RATOON KETIGA

0 0 5