Torque Requirement Analysis and Design of Edge-cell Type Metering Device for Corn Fertilizer Applicator

ANALISIS KEBUTUHAN TORSI DAN DESAIN PENJATAH
PUPUK BUTIRAN TIPE EDGE-CELL UNTUK MESIN
PEMUPUK JAGUNG

ANNISA NUR ICHNIARSYAH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Kebutuhan
Torsi dan Desain Penjatah Pupuk Butiran Tipe Edge-cell untuk Mesin
Pemupuk Jagung adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2013

Annisa Nur Ichniarsyah
NIM F151100111

RINGKASAN
ANNISA NUR ICHNIARSYAH. Analisis Kebutuhan Torsi dan Desain Penjatah
Pupuk Butiran Tipe Edge-cell untuk Mesin Pemupuk Jagung. Dibimbing oleh
WAWAN HERMAWAN dan TINEKE MANDANG.
Pada tahun 2009 telah dirancang mesin penanam, pemupuk, dan pengolah
tanah terintegrasi dengan penggerak traktor tangan untuk penanaman jagung.
Kekurangan prototipe ini antara lain jarak tanam benih yang tidak seragam, dosis
pupuk tidak dapat diatur, kemacetan roda penggerak sebesar 38% sehingga tidak
mampu memutar penjatah pupuk dengan baik. Setelah dimodifikasi, kinerja
penanaman dan pemupukannya lebih baik, namun tingkat kemacetan roda
penggerak metering device masih tinggi yaitu 31% yang mengakibatkan
penjatahan benih dan pupuk masih belum sempurna. Rotor penjatah pupuk sering
terhambat putarannya akibat gesekan yang berlebihan dan juga adanya ganjalan
butiran pupuk berukuran besar oleh sirip rotor dan dinding pembatasnya. Oleh

karena itu, diperlukan suatu desain optimum penjatah pupuk untuk mengatasi
masalah-masalah di atas. Tujuan penelitian ini adalah: 1) menganalisis kebutuhan
torsi penjatah pupuk tipe edge-cell (rotor berputar) dan 2) merancang penjatah
pupuk butiran tipe edge-cell untuk mesin pemupuk jagung yang membutuhkan
torsi rendah dan penjatahan yang akurat.
Jenis penjatah pupuk yang digunakan adalah rotor tipe edge-cell yang
didesain secara optimum sehingga meminimalisisr gesekan antara pupuk dengan
ujung rotor, hasil pemupukan seragam, dan kebutuhan torsi pemutaran rotor kecil.
Rotor penjatah pupuk berdiameter 40 mm, memiliki 6 alur, jari-jari alur 4.5 mm,
dan panjang rotor 80 mm. Rotor dilengkapi dengan selubung pengatur dosis
penjatahan pupuk. Untuk pengujian, penjatah pupuk tersebut dipasang pada
hopper-nya, dan dipasangkan pada perangkat pemutar rotor (motor listrik variable
speed) dalam sebuah set percobaan di laboratorium. Poros rotor dipasangi strain
gage untuk mengukur kebutuhan torsi putarnya. Pengujian yang dilakukan adalah:
pengujian ketepatan penjatahan pupuk, pengujian keseragaman penjatahan,
analisis kebutuhan torsi, dan validasi model penjatah pupuk. Pengujian dilakukan
menggunakan pupuk urea, TSP, dan campuran TSP dengan KCl. Kecepatan rotor
divariasikan: 15, 25, dan 35 RPM, dan volume pupuk dalam hopper 25, 50, dan
100%. Sebagai pembanding, dilakukan juga pengujian dengan penjatah tipe rotor
konvensional (prototipe-2). Untuk keperluan analisis torsi, telah dikembangkan

persamaan matematis pendugaan torsi putar rotor protitipe-2 dan rotor tipe edgecell (prototipe-3).
Hasil pengujian menunjukkan bahwa ketepatan penjatahan pupuk dengan
rotor prototipe-3 cukup baik. Lebar bukaan selubung pengatur penjatah pupuk
secara konsisten dapat mengatur jumlah penjatahan pupuknya. Untuk pupuk urea,
pada bukaan selubung 100% rata-rata penjatahan adalah 33.56 g/putaran rotor.
Pada bukaan selubung 75% dan 50%, rata-rata penjatahannya berturut-turut
adalah 26.00 g/putaran rotor dan 20.76 g/putaran rotor. Penjatahan hasil
pengukuran ini lebih kecil dari penjatahan teoritisnya. Kecepatan putar rotor 15,
25, dan 35 RPM tidak mempengaruhi tingkat penjatahan pupuk. Untuk pupuk
TSP, pada bukaan 100% rata-rata penjatahannya adalah 62.72 g/putaran. Pada
bukaan selubung 75% dan 50%, rata-rata penjatahannya berturut-turut adalah

50.92 g/putaran dan 39.81 g/putaran. Adapun campuran pupuk TSP dan KCl,
pada bukaan 100% rata-rata penjatahannya adalah 54.58 g/putaran. Pada bukaan
selubung 75% dan 50%, rata-rata penjatahannya berturut-turut adalah 45.83
g/putaran dan 32.82 g/putaran. Hasil pengujian keseragaman menunjukkan bahwa
tingkat penjatahan pupuk cukup seragam dan tidak dipengaruhi oleh perubahan
volume pupuk dalam hopper. Untuk pupuk urea, pada volume pupuk dalam
hopper 100% rata-rata penjatahan pupuk adalah 33.56 g/putaran. Pada volume
pupuk 50% dan 25%, rata-rata penjatahan pupuk secara berturut-turut adalah

33.90 g/putaran dan 33.36 g/putaran. Untuk pupuk TSP, pada volume pupuk
100% rata-rata penjatahan pupuk adalah 62.72 g/putaran. Pada volume pupuk
50% dan 25%, rata-rata penjatahan pupuk secara berturut-turut adalah 61.03
g/putaran dan 60.96 g/putaran. Sedangkan pada campuran pupuk TSP dan KCl,
pada volume pupuk 100% rata-rata penjatahan pupuk adalah 54.58 g/putaran.
Pada volume pupuk 50% dan 25%, rata-rata penjatahan pupuk secara berturutturut adalah 55.59 g/putaran dan 55.96 g/putaran. Hasil pengujian kebutuhan torsi
pada kedua tipe penjatah pupuk menunjukkan bahwa kebutuhan torsi penjatah
pupuk prototipe-3 jauh lebih rendah daripada prototipe-2. Untuk penjatahan
pupuk urea pada bukaan selubung 100%, rata-rata kebutuhan torsi penjatah
prototipe-3 adalah 0.13 N·m, sedangkan pada prototipe-2 sebesar 0.20 N·m. Pada
bukaan selubung 75%, rata-rata kebutuhan torsi penjatah prototipe-3 sebesar 0.12
N·m, sedangkan pada prototipe-2 sebesar 0.20 N·m. Pada bukaan selubung 50%,
rata-rata kebutuhan torsi penjatah prototipe-3 sebesar 0.19 N·m, sedangkan pada
prototipe-2 sebesar 0.27 N·m. Untuk penjatahan pupuk TSP, rata-rata kebutuhan
torsi penjatah prototipe-3 adalah 0.27 N·m, sedangkan pada penjatah prototipe-2
adalah 0.54 N·m. Kebutuhan torsi pemupukan prototipe-3 dapat menurunkan
kebutuhan torsi hingga 68% dari penjatah prototipe-2 pada penjatahan pupuk urea
dan hingga 80% dari penjatah prototipe-2 pada penjatahan pupuk TSP. Model
pendugaan torsi yang dibangun cukup akurat untuk menduga nilai kebutuhan torsi
pada volume hopper 25% untuk pupuk urea. Sedangkan pendugaan torsi pupuk

TSP belum menunjukkan hasil yang sesuai dengan hasil pengukuran torsi.
Kata kunci: analisis kebutuhan torsi, desain optimum, pemupuk jagung, penjatah
pupuk tipe edge-cell

SUMMARY
ANNISA NUR ICHNIARSYAH. Torque Requirement Analysis and Design of
Edge-cell Type Metering Device for Corn Fertilizer Applicator. Supervised by
WAWAN HERMAWAN and TINEKE MANDANG.
A prototype of integrated machine for planting, fertilizer applicator, and soil
tillage for corn cultivation has been developed in 2009. It still had many lacks
such as non-uniform seed spacing, unadjusted fertilizer discharge, the level of
jamming in driving wheel was 38%, quite high to cause metering device stopped
working. Afer being modified, planting and fertilizing performance showed
improvement. However, the level of jamming was still high at about 31% which
caused inappropriate seed and fertilizer discharge. Due to the excessive friction
and fertilizer clogging, the metering rotor often stopped working. Therefore, an
optimum design of metering device is needed to overcome the problems. The
objectives of the research were: 1) to analyze torque requirement of edge-cell type
metering device and 2) to design an edge-cell type metering device for corn
fertilizer applicator with lower torque requirement and high accuracy.

Metering device used in this research was an edge-cell type rotor, optimally
designed to minimize the friction between fertilizer and the rotor tips, produce
uniform seed spacing, and require lower torque. The rotor diameter is 40 mm with
6 grooves, its diameter is 4.5 mm each, and rotor length is 80 mm. It was
equipped with rotor casing for discharge controlling. For performance test, the
hopper and a variable speed electric motor were attached to the metering device in
a set of experiments in the laboratory. The rotor shaft was equipped with strain
gage to measure the torque requirement. The tests included: accuracy test,
uniformity test, torque requirement analysis, and model validation of metering
device. The fertilizers used in the research were urea, TSP, and a mixture of TSP
and KCl. The rotor rotation speed was varied: 15, 25, and 35 RPM, and fertilizer
volume was: 25, 50, and 100%. For comparison, a conventional (prototype-2)
metering device was also tested. For torque requirement analysis, a mathematical
model to estimate torque requirement of prototype-2 and edge-cell type
(prototype-3) metering device was developed.
The accuracy test of prototype-3 metering device showed satisfying results.
For test on urea, at 50, 75, and 100% rotor opening, the average fertilizer
discharge rate was 20.76 g/rotation, 26.00 g/rotation, and 33.56 g/rotation,
respectively. It was slightly smaller than teoritical discharge rate. The rotor
rotational speed at 15, 25, and 35 RPM gave no significant effect to discharge

rate. For test on TSP, at 50, 75, and 100% rotor opening, the average fertilizer
discharge rate was 39.81 g/rotation, 50.92 g/rotation, and 62.72 g/rotation,
respectively. For test on TSP-KCl mixture, at 50, 75, and 100% rotor opening, the
average fertilizer discharge rate was 32.82 g/rotation, 45.83 g/rotation, and 54.58
g/rotation, respectively. The uniformity test also performed satisfying results and
the change of fertilizer volume did not affect the discharge rate. For test on urea,
at 25, 50, and 100% fertilizer volume, the discharge rate was 33.36 g/rotation,
33.90 g/rotation, and 33.56 g/rotation, respectively. For test on TSP, at 25, 50, and
100% fertilizer volume, the discharge rate was 60.96 g/rotation, 61.03 g/rotation,
and 62.72 g/rotation, respectively. For test on TSP-KCl mixture, at 25, 50, and

100% fertilizer volume, the discharge rate was 55.96 g/rotation, 55.59 g/rotation,
and 54.58 g/rotation, respectively. From the torque requirement test, it was
concluded that the torque requirement of edge-cell type metering device was
lower than the conventional type. For comparison, torque requirement at 100%
rotor opening tested on urea was 0.13 N·m (prototype-3) and 0.20 N·m
(prototype-2). At 75% rotor opening, the torque requirement was 0.12 N·m
(prototype-3) and 0.20 N·m (prototype-2). At 50% rotor opening, the torque
requirement was 0.19 N·m (prototype-3) and 0.27 N·m (prototype-2). When
tested on TSP, the results were 0.27 N·m (prototype-3) and 0.54 N·m (prototype2). The torque requirement of edge-cell type metering device was lower than

prototype-2 up to 68% (tested on urea) and 80% (tested on TSP). The validation
results showed that the mathematical model could predict accurately the torque
requirement of the rotor only on the lower volume of fertilizer in the hopper
(25%). While the mathematical model to estimate the torque requirement for TSP
needed improvement to predict more accurately.
Keywords: torque requirement analysis, optimum design, edge-cell type metering
device, fertilizer applicator.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

ANALISIS KEBUTUHAN TORSI DAN DESAIN PENJATAH
PUPUK BUTIRAN TIPE EDGE-CELL UNTUK MESIN

PEMUPUK JAGUNG

ANNISA NUR ICHNIARSYAH

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

ii

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Radite P. A. S, MAgr

Judul Tesis : Analisis Kebutuhan Torsi dan Desain Penjatah Pupuk Butiran Tipe

Edge-cell untuk Mesin Pemupuk Jagung
Nama
: Annisa Nur Ichniarsyah
NIM
: F151100111

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Wawan Hermawan, MS
Ketua

Prof Dr Ir Tineke Mandang, MS
Anggota

Diketahui oleh

Ketua
Program
Studi

Teknik Mesin Pertanian
dan Pangan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Setyo Pertiwi, MAgr

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian:
(tanggal pelaksanaan ujian tesis)

Tanggal Lulus:
(tanggal penandatanganan tesis
oleh Dekan Sekolah
Pascasarjana)

iv

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian
yang dilakukan sejak bulan Januari 2012 ini mengambil tema alat pemupuk
jagung dengan judul Analisis Kebutuhan Torsi dan Desain Penjatah Pupuk
Butiran Tipe Edge-cell untuk Mesin Pemupuk Jagung.
Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Ir. Wawan Hermawan, MS selaku ketua komisi pembimbing
atas segala arahan, masukan, bimbingan, dan koreksi yang diberikan
kepada penulis selama proses penelitian berlangsung hingga penulisan
tesis ini selesai.
2. Ibu Prof. Dr. Ir. Tineke Mandang, MS selaku pembimbing kedua atas
masukan dan koreksi dalam penyusunan tesis ini.
3. Bapak Dr. Ir. Radite P. A. S, MAgr selaku dosen penguji luar komisi.
4. Ibu Dr. Ir. Setyo Pertiwi, MAgr selaku ketua Program Studi Teknik
Mesin Pertanian dan Pangan.
5. Papa, mama, adik-adik dan seluruh keluarga atas doa dan dukungan
yang diberikan dengan tulus ikhlas kepada penulis.
6. Staf, laboran, dan teknisi Laboratorium Mekanika Tanah dan
laboratorium lapangan Siswadi Supardjo atas bantuannya selama proses
penelitian.
7. Teman-teman TMP 2010, Cecep, Tika, dan bang Agus atas bantuannya
pada saat proses pengujian.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi kemajuan ilmu dan pengetahuan
bangsa Indonesia.

Bogor, Mei 2013

Annisa Nur Ichniarsyah

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN

xii
xii
xiii

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA
Pupuk
Alat Pemupuk Butiran
Penjatah Pupuk
Kotak Pupuk (Hopper)

3
3
5
7
11

3

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Alat dan Bahan
Tahapan Penelitian

12
12
12
13

4

PENDEKATAN RANCANGAN
Rancangan Fungsional
Rancangan Struktural

25
25
26

5

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengujian Kinerja Alat Pemupuk Jagung

32
32

6

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

46
46
46

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

1
1
2
3

47
49
82

ii

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8

Karakteristik pupuk
Bagian yang dimodifikasi
Hasil perhitungan kebutuhan volume hopper pupuk
Hasil Perhitungan Penjatahan Pupuk per Putaran Rotor
Perhitungan luas penampang celah rotor
Hasil perhitungan panjang rotor
Penentuan kecepatan putar rotor pada saat pengujian
Distribusi ukuran pupuk urea, TSP, dan TSP+KCl (2:1)

4
15
26
28
29
29
30
33

DAFTAR GAMBAR
1 Bentuk fisik pupuk; (a) urea, (b) TSP, dan (c) KCl
2 Penebar pupuk tipe gravitasi (Srivastava et al. 2006)
3 Tipe penjatah pupuk (a) roda bintang, (b) piringan berputar, (c) ulir
rapat, dan (d) ulir longgar (Srivastava et al. 2006)
4 Tipe penjatah pupuk (a) edge-cell, (b) sabuk berputar, (c) rotor beralur,
dan (d) aliran gravitasi (Srivastava et al. 2006)
5 Penjatah pupuk rancangan (a) Hermawan (1985) dan (b) Virawan
(1989)
6 Penjatah pupuk rancangan (a) Wibowo (1991), (b) Sumaryanto (1991),
dan (c) Azwar et al (1995)
7 Penjatah pupuk (Setiawan 2001)
8 Penjatah pupuk rancangan Syafri (2010)
9 Tahapan penelitian
10 Penjatah pupuk rancangan Syafri (a) bukaan 100%, (b) bukaan 75%,
dan (c) bukaan 50%
11 (a) butiran pupuk yang menghambat putaran rotor dan (b) hopper
pupuk pada penelitian terdahulu
12 Rotor penjatah
13 Rotor penjatah (a) prototipe-2 dan (b) prototipe-3
14 Analisis pendugaan torsi pada prototipe-2
15 Analisis torsi pada prototipe-2
16 Analisis pendugaan torsi pada prototipe-3
17 Analisis torsi pada prototipe-3
18 Susunan alat untuk pengujian ketepatan dan keseragaman penjatahan
19 Skema susunan alat pengujian kebutuhan torsi
20 Susunan alat pada proses kalibrasi
21 Desain dasar hopper pupuk
22 Penampang celah rotor
23 Rotor dan selubung rotor
24 Bentuk dan letak penjatah pupuk prototipe-2
25 Bentuk dan letak penjatah prototipe-3
26 Interlocking arc pupuk KCl pada alat penjatah; (a) prototipe-2, (b)
prototipe-3
27 Kondisi pupuk KCl dalam hopper

5
6
7
8
9
10
10
11
13
14
14
15
16
16
18
19
20
22
23
24
27
28
29
30
31
32
32

28 Duster tipe gendong
29 Hasil pengujian ketepatan penjatahan pupuk urea; (a) prototipe-2, (b)
prototipe-3
30 Hasil pengujian ketepatan penjatahan pupuk TSP; (a) prototipe-2, (b)
prototipe-3
31 Hasil pengujian ketepatan penjatahan pupuk TSP+KCl (2:1); (a)
prototipe-2, (b) prototipe-3
32 Hasil pengujian tingkat keseragaman penjatahan pupuk urea; (a)
prototipe-2, (b) prototipe-3
33 Hasil pengujian tingkat keseragaman penjatahan pupuk TSP; (a)
prototipe-2, (b) prototipe-3
34 Hasil pengujian tingkat keseragaman penjatah pupuk TSP+KCl (2:1); (a)
prototipe-2, (b) prototipe-3
35 Perbandingan kebutuhan torsi penjatahan pupuk urea bukaan selubung
100%; (a) 15 RPM, (b) 25 RPM, dan (c) 35 RPM
36 Perbandingan kebutuhan torsi penjatahan pupuk urea bukaan selubung
75%; (a) 15 RPM, (b) 25 RPM, dan (c) 35 RPM
37 Perbandingan kebutuhan torsi penjatahan pupuk urea bukaan selubung
50%; (a) 15 RPM, (b) 25 RPM, dan (c) 35 RPM
38 Perbandingan kebutuhan torsi penjatahan pupuk TSP; (a) 15 RPM, (b)
25 RPM, dan (c) 35 RPM
39 Retakan pada ruang penjatah pupuk prototipe-2
40 Validasi model pendugaan torsi penjatah pupuk urea pada prototipe-2;
(a) 15 RPM, (b) 25 RPM, dan (c) 35 RPM
41 Validasi model pendugaan torsi penjatah pupuk urea pada prototipe-3;
(a) 15 RPM, (b) 25 RPM, dan (c) 35 RPM
42 Koreksi perhitungan pendugaan gaya berat pupuk dalam hopper
43 Validasi model pendugaan torsi penjatah pupuk TSP; (a) prototipe-2, (b)
prototipe-3

33
34
35
35
36
37
37
38
39
40
41
41
42
43
44
45

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Prosedur Pengukuran Massa Jenis Pupuk
Perhitungan Kadar Air
Prosedur Uji Geser Langsung (kohesi)
Prosedur Uji Geser Langsung (adhesi)
Perhitungan Luas Penampang Celah Penjatah
Data Hasil Pengujian Ketepatan Penjatahan Pupuk
Data Hasil Pengujian Keseragaman Penjatahan Pupuk
Tabel Hasil Kalibrasi Handy Strain Meter
Data Hasil Pengujian Kebutuhan Torsi Penjatahan Pupuk
Data Hasil Validasi Model Penjatah Pupuk
Gambar Teknik

50
51
52
54
57
60
65
70
71
73
74

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang
terpenting. Di Indonesia, jagung merupakan bahan pangan pokok di beberapa
daerah. Hal ini menjadikan jagung merupakan salah satu komoditas penting. Pada
tahun 2009, produksi jagung nasional mencapai 17,592,309 ton dengan luas panen
4,156,706 ha (angka sementara Departemen Pertanian). Meskipun demikian,
ternyata produksi jagung belum mampu menutupi kebutuhan jagung nasional
sehingga pada tahun 2006 terjadi impor jagung sebanyak 2.32 juta ton. Kebutuhan
jagung yang terus meningkat ini disebabkan adanya permintaan yang tinggi untuk
memenuhi kebutuhan pangan dan pakan, karena di Indonesia kebutuhan jagung
untuk pakan melebihi 50% kebutuhan nasional. Untuk mengurangi
ketergantungan terhadap impor perlu dilakukan swasembada jagung. Hal ini dapat
direalisasikan karena Indonesia memiliki sumberdaya yang berlimpah.
Agar tujuan tersebut dapat tercapai diperlukan dukungan dari berbagai
sektor seperti sektor pengembangan teknologi, kebijakan, dan investasi. Dari sisi
pengembangan teknologi, upaya peningkatan produksi jagung dalam negeri
ditempuh melalui perluasan area tanam dan peningkatan produktivitas. Salah satu
cara yang dapat ditempuh untuk meningkatkan produktivitas jagung adalah
dengan pendekatan penerapan teknologi untuk memecahkan masalah usahatani di
wilayah tertentu yang bersifat spesifik lokasi (Suryana et al. 2007). Oleh karena
itu, aplikasi teknologi mekanisasi dalam budidaya jagung sangat diperlukan.
Mekanisasi dalam bidang budidaya jagung diwujudkan antara lain melalui
inovasi-inovasi peralatan yang sesuai dengan kondisi usaha tani Indonesia,
misalnya dalam peningkatan kapasitas kerja, kualitas kerja, dan efisensi biaya
pengoperasian.
Tim peneliti dari Bagian Teknik Mesin dan Biosistem, Departemen Teknik
Mesin dan Otomasi, Institut Pertanian Bogor telah melakukan berbagai inovasi
maupun penelitian terkait dengan mekanisasi untuk budidaya jagung. Inovasi
tersebut dimulai dengan penggunaan traktor tangan, implemen pengolah tanah,
alat penanam dan pemupuk yang meningkatkan kapasitas kerja menjadi lima
hingga enam kali dibandingkan cara manual (Sembiring et al. 2000, Virawan
1989). Kemudian dikembangkan metode dan peralatan yang efektif dan efisien
pada saat penyiapan lahan untuk penanaman palawija dan sayuran di lahan kering
menggunakan bajak singkal, garu rotari, dan furrower yang digerakkan oleh
traktor tangan (Hermawan et al. 2004). Syafri (2010) membuat rancang bangun
mesin penanam jagung terintegreasi dengan penggerak traktor roda dua. Mesin ini
(prototipe-1) menggabungkan tiga kegiatan yaitu pengolahan tanah, penanam
benih jagung, dan sekaligus pemupuk butiran. Dengan pengintegrasian ini
diharapkan waktu kerja dan biaya dapat dipangkas hingga menjadi sepertiganya.
Penjatahan benih dan pupuk digerakkan oleh roda penggerak yang bersinggungan
dengan puncak guludan yang terbentuk. Prototipe ini dirancang untuk menanam
benih jagung dengan jarak tanam 75 x 20 cm dengan jumlah benih 1-2 benih per
lubang pada kedalaman 2.5-5 cm. Pemupukan pada alat pemupuk, prototipe-1 ini
dirancang agar mengeluarkan dosis 150 kg/ha urea, 200 kg/ha TSP, dan 100 kg/ha

2

KCl. Kekurangan prototipe ini antara lain jarak tanam benih yang tidak seragam,
dosis pupuk tidak dapat diatur, kemacetan roda penggerak sebesar 38% sehingga
tidak mampu memutar penjatah pupuk dengan baik.
Putra (2011) memodifikasi mesin penanam dan pemupuk jagung hasil
penelitian Syafri. Mesin ini (prototipe-2) mengalami modifikasi antara lain
memisahkan hopper pupuk urea dengan hopper pupuk TSP dan KCl,
memodifikasi desain roda penggerak agar mampu memutar penjatah pupuk
dengan baik dengan memperbesar luas permukaan dan jumlah sirip serta
meningkatkan torsinya, dan pembuatan penjatah pupuk yang dilengkapi dengan
pengatur dosis. Hasil modifikasi menunjukkan kapasitas lapang teoritis dan efektif
yang meningkat (KLT prototipe-1 0.13 ha/jam menjadi 0.16 ha/jam; KLE
prototipe-1 0.11 ha/jam menjadi 0.13 ha/jam pada prototipe-2), jarak alur benih
dan pupuk lebih baik, kedalaman tanam mendekati kedalaman yang diharapkan,
tingkat kemacetan roda penggerak berkurang menjadi 31%. Meskipun demikian,
nilai kemacetan roda penggerak masih cukup besar sehingga penjatahan benih dan
pupuk masih belum sempurna.

Perumusan Masalah
Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya
disimpulkan bahwa rotor penjatah pupuk yang digunakan sering terhambat
putarannya akibat gesekan yang berlebihan antara pupuk yang dibawa oleh rotor
penjatah dengan dinding pelindung rotor dan juga oleh adanya ganjalan butiran
pupuk berukuran besar antara ujung sudu penjatah dengan pembatas pada dasar
hopper. Dalam kondisi seperti itu, roda penggerak yang mendapatkan daya putar
atau torsi saat menggelinding di permukaan guludan tidak dapat memutar dengan
baik rotor penjatah pupuk dan sering macet. Akibatnya penjatahan pupuk tidak
seragam dan tidak akurat.
Oleh karena itu, diperlukan suatu desain optimum penjatah pupuk untuk
mengatasi masalah-masalah di atas. Penjatah pupuk tersebut bertipe edge-cell
yang didesain secara optimum sehingga meminimalisir gesekan antara pupuk
dengan ujung rotor, hasil pemupukan seragam, dan kebutuhan torsi pemutaran
rotor kecil. Pada alat penjatah ini, letak hopper tidak lagi tepat berada di atas
penjatah pupuk namun dipindahkan sehingga berada pada sisi samping penjatah
pupuk agar pupuk tidak langsung menumpuk di dalam penjatah pupuk. Selain itu,
dalam desain penjatah pupuk yang direncanakan ini dilengkapi sikat yang
berfungsi menahan pupuk butiran yang berlebih dalam suatu celah penjatah pupuk
agar mengisi penjatah yang masih kosong. Dengan mekanisme ini diharapkan
kondisi penjatahan pupuk yang didesain dapat tercapai.
Bahan yang digunakan untuk hopper pupuk juga diganti dengan akrilik yang
transparan. Penggantian bahan ini bertujuan untuk menghindari karat akibat reaksi
antara pupuk dan bahan hopper dan juga agar kondisi pupuk di hopper dan ruang
penjatah dapat dengan mudah diamati sehingga operator mengetahui kapan
waktunya pupuk harus diisi lagi ke hopper.

3

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
a) Menganalisis kebutuhan torsi pada penjatah pupuk tipe edge-cell (rotor
bercelah),
b) Merancang penjatah pupuk butiran untuk mesin pemupuk jagung yang
membutuhkan torsi yang rendah dan akurat penjatahannya.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Pupuk
Pupuk adalah material, baik organik maupun anorganik, alami atau buatan,
yang menyediakan satu atau lebih komponen kimia yang dibutuhkan tanaman
untuk tumbuh. Pupuk organik adalah pupuk yang terbuat dari sisa-sisa makhluk
hidup yang diolah melalui proses dekomposisi oleh bakteri pengurai. Contohnya
adalah pupuk kompos dan pupuk kandang. Pupuk anorganik adalah jenis pupuk
yang dibuat oleh pabrik dengan meramu berbagai bahan kimia sehingga memiliki
persentase kandungan hara yang tinggi. Contohnya antara lain urea, TSP, dan
Gandasil (Novizan 2007).
Sifat-sifat fisik pupuk memberi pengaruh baik secara agronomi maupun
dalam penanganan, transportasi, penyimpanan, dan saat pengaplikasian (De 1989).
Masalah pada saat pengaplikasian seperti penggumpalan, segregasi, dan
higroskopisitas tinggi dapat disebabkan oleh sifat-sifat fisik pupuk yang tidak
diantisipasi cara penanganannya. Sifat fisik pupuk yang penting untuk
diperhatikan untuk keperluan penyimpanan, penanganan, dan aplikasi lapang
antara lain ukuran partikel pupuk, segregasi, kekuatan partikel pupuk, sifat
higroskopis, massa jenis pupuk, dan sudut curah.
Ukuran partikel pupuk merupakan salah satu karakteristik fisik pupuk yang
penting untuk memperoleh hasil penjatahan dan pemupukan yang optimal (De,
1989 dan Hofstee, 1990). Pupuk yang rendah kelarutannya dalam air harus
memiliki ukuran partikel yang kecil agar mudah diserap akar tanaman. Selain itu,
keseragaman penjatahan juga dipengaruhi oleh ukuran partikel pupuk. Menurut
Mehring dan Cumings (1930) dalam De (1989), ukuran butiran pupuk yang lebih
kecil dari 0.074 mm menyebabkan kesulitan pada saat penjatahan karena
ukurannya terlalu kecil seperti debu. Untuk keseragaman penjatahan, ukuran
butiran pupuk yang disarankan berkisar antara 1.5-4 mm. Menurut Hofstee (1990),
sebagian besar peneliti menentukan batas minimum ukuran partikel pupuk.
sedangkan batas maksimumnya seringkali tidak terlalu dibutuhkan. Batas
maksimum sebagian besar jenis pupuk berkisar antara 4.0-4.75 mm. Batas
maksimum ukuran partikel tergantung pada respon agronomis tanaman. Pupuk
yang ukuran partikelnya besar dapat menyebabkan distribusi spasial nutrisi yang
tidak seimbang.
Segregasi adalah suatu keadaan yang mengacu pada ketidakseragaman
komposisi material karena adanya perbedaan karakteristik fisik masing-masing
butiran pupuk. Segregasi merupakan kondisi yang tidak diharapkan karena dapat
menyebabkan ketidakseragaman respon tanaman terhadap pupuk (De 1989).

4

Butiran pupuk harus memiliki kekuatan mekanis tertentu agar saat
penanganan tidak mudah hancur. Selama proses penjatahan, butiran pupuk yang
telah menjadi serbuk akan mengumpul di bagian dasar hopper dan menutup pintu
keluaran penjatah pupuk. Selain itu, saat serbuk pupuk tersebut menyerap uap air,
lapisan serbuk pupuk akan mengeras dan menyebabkan pupuk menempel (De
1989).
Sifat higroskopis pupuk diperlukan untuk mengetahui aliran pupuk di
hopper, penjatah pupuk, dan saluran pengeluaran pupuk. Pupuk yang
higroskopisitasnya tinggi akan mudah bereaksi saat terekspos udara luar. Hal ini
akan mengurangi keefektifan penjatahan pupuk (De 1989).
Massa jenis pupuk diperlukan untuk perhitungan kapasitas simpan, ukuran
ruang penyimpanan, desain pengumpan, dan perhitungan teoritis penjatahan dari
hopper. Sudut curah pupuk berpengaruh pada struktur ruang simpan dan desain
hopper (De 1989).
Pupuk yang digunakan dalam budidaya jagung antara lain pupuk urea
(mengandung unsur N), pupuk TSP (mengandung unsur fosfor), dan pupuk KCl
yang mengandung unsur kalium. Ketiga pupuk tersebut memiliki ciri dan
karakteristik yang berbeda.
Pupuk Urea
Pupuk urea terbuat dari gas amoniak dan gas asam arang. Persenyawaan
kedua zat ini menghasilkan pupuk urea dengan kandungan N mencapai 46%. Urea
merupakan jenis pupuk yang higroskopis (mudah menarik uap air). Oleh karena
itu, urea mudah larut dalam air dan mudah diserap tanaman. Sifat lainnya adalah
mudah tercuci oleh air dan mudah terbakar oleh sinar matahari (Marsono dan
Lingga 2008).
Pupuk TSP
Pupuk TSP (triplesuperfosfat) memiliki kadar P2O5 sebesar 46-48% dan
umumnya berwarna abu-abu. Bentuknya berupa butiran dan larut dalam air.
Reaksi fisiologisnya netral (Marsono dan Lingga 2008).
Pupuk KCl
Pupuk KCl merupakan pupuk yang mengandung kalium dan biasanya
berwarna merah muda. Karakteristik ketiga jenis pupuk terdapat pada Tabel 1
berikut ini. Adapun bentuk fisik pupuk dapat dilihat pada Gambar 1.
Tabel 1 Karakteristik pupuk
Keterangan
Urea
Kadar (%)
42-46 (N)
Higroskopisitas
Tinggi
Warna
Putih dan merah jambu
28
Sudut curah (°)
Kadar air (%)*
maks 0.5
*standar SNI

TSP
36 (P2O5)
Abu-abu
31
maks 5

KCl
21 (K2O)
Oranye
27
maks 1

5

Gambar 1 Bentuk fisik pupuk; (a) urea, (b) TSP, dan (c) KCl
Alat Pemupuk Butiran
Tanah berpasir akan kekurangan unsur hara lebih cepat pada saat terkena air
hujan maupun pemberian air irigasi, sedangkan tanah liat relatif lebih lambat
kehilangan unsur hara. Jenis pupuk yang diberikan ke dalam tanah antara lain
berupa pupuk kandang, pupuk butiran, dan pupuk cair.
Beragamnya jenis pupuk yang ada akan menyebabkan perbedaan alat
pemupuk yang digunakan. Misalnya pupuk cair diberikan ke tanaman dengan cara
disemprotkan ke tanaman. Cara penyemprotan pupuk cair juga beragam. Oleh
karena itu, menurut Srivastava et al. (2006), alat pemupuk akan lebih rumit
disebabkan oleh ketidakseragaman pupuk tersebut.
Pemakaian pupuk butiran pada umumnya diberikan bersamaan dengan
penanaman, setelah penanaman dengan menggunakan alat pemupuk, atau
disebarkan setelah penanaman selesai. Akan tetapi, untuk menghemat biaya
pengoperasian, saat ini alat pengolah tanah, penanam benih, dan pemupuk telah
banyak diintegrasikan dalam satu alat. Alat ini menggunakan tenaga penggerak
traktor tangan.
Berdasarkan pupuk yang digunakan, alat pemupuk digolongkan menjadi tiga,
yaitu alat penebar pupuk kandang, alat penebar pupuk butiran, dan alat penyebar
pupuk cair dan gas (Smith et al. 1977). Sedangkan menurut Bainer et al. (1955)
alat pemupuk harus memiliki beberapa sifat, antara lain:
1. Alat tersebut mudah mengalirkan pupuk.
2. Laju pengeluaran pupuk tidak tergantung pada ketinggian pupuk dalam
kotak pupuk.
3. Pengatur pengeluaran pupuk menghasilkan keluaran yang tepat.
4. Memiliki perlengkapan untuk menentukan laju pengeluaran pupuk.
5. Kotak pupuk dapat dipisahkan dari pengatur pengeluaran pupuk
sehingga mudah dibersihkan.
6. Bagian-bagian penting dibuat dari bahan anti karat.
Smith et al. (1977) menyatakan bahwa bagian-bagian penting dari sebuah
alat pemupuk adalah:
1. Kotak pupuk: menampung sementara pupuk sebelum didistribusikan
lewat penjatah pupuk (metering device).
2. Penjatah pupuk (metering device): mengatur dosis pupuk yang
dikeluarkan dari kotak pupuk.
3. Tabung pengeluaran pupuk dan saluran pupuk: menyalurkan pupuk
keluar dari kotak pupuk menuju ke dalam tanah.

6

4. Penutup alur: menutup alur yang telah diisi pupuk.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keseragaman pemberian pupuk
antara lain tidak berputarnya roda penggerak dan kondisi pupuk. Putaran roda
yang tidak lancar menyebabkan putaran lempeng penjatah pupuk tidak lancar
sehingga pupuk yang dijatuhkan tidak seragam. Penyebab lainnya adalah kondisi
pupuk yang mudah lengket pada saat keadaan lembab akan mempengaruhi
keseragaman dosis keluaran pupuk (Virawan 1989).
Pupuk butiran diaplikasikan ke lahan melalui beberapa cara yaitu sebar acak
(broadcast application) ataupun diaplikasikan dalam alur tertentu yang disebut
banded application (Srivastava et al. 2006). Peralatan yang digunakan untuk
menebarkan pupuk butiran ke lahan ini tipe gravitasi, rotary (centrifugal), dan
tekanan udara (pneumatic).
Penebar tipe gravitasi dapat digunakan dalam sebar acak maupun dalam alur
barisan. Penebar tipe ini menggunakan poros putar yang terletak di dalam dekat
dasar hopper dan dilengkapi pengaduk. Fungsi pengaduk adalah untuk membantu
kelancaran aliran pupuk. Pengaturan bukaan dan penutup aliran pupuk saat
membelok dilakukan oleh pintu geser. Gambar 2 menunjukkan aplikator tipe
gravitasi untuk sebar acak dan baris alur. Penebar tipe gravitasi untuk aplikasi
barisan menggunakan beberapa hopper kecil. Pupuk yang dijatah akan dijatuhkan
melalui saluran pupuk dan disebar dalam alur lebar melalui diffuser. Beberapa
jenis penebar pupuk dilengkapi dengan pembuka alur untuk menempatkan pupuk
di bawah permukaan tanah. Tipe penebar pupuk yang seperti ini paling umum
digunakan dengan cara digandengkan dengan unit mesin penanam (Srivastava, et
al. 2006).

Gambar 2 Penebar pupuk tipe gravitasi (Srivastava et al. 2006)
Penebar rotari digunakan untuk aplikasi sebar acak. Pada penebar tipe ini
terdapat satu atau dua buah piringan berputar dengan beberapa sudu untuk
menyalurkan energi kepada butiran pupuk. Pupuk yang dijatah ke dalam piringan
akan ditebarkan melebar karena pengaruh gaya sentrifugal. Umumnya, penjatah
ini digandengakan dengan traktor. Akan tetapi beberapa unit yang lebih besar
digandengkan dengan truk dan memiliki spinner kembar (Srivastava et al. 2006).
Penebar tipe tekanan udara (pneumatic) dapat digunakan untuk tipe sebar
acak atau tipe baris alur. Terdapat hopper yang letaknya tepat di tengah. Pupuk
dijatah dan ditebarkan dengan bantuan aliran udara melalui tabung-tabung udara.

7

Penjatah Pupuk
Alat pemupuk memiliki komponen-komponen utama berupa penjatah pupuk
dan hopper. Telah banyak jenis mekanisme penjatah yang dikembangkan untuk
memperoleh penjatahan yang konsisten dan seragam. Mekanisme ini umumnya
digerakkan oleh roda penggerak (ground wheel) dimana penjatahan akan terhenti
saat roda berhenti berputar atau saat roda diangkat dari permukaan tanah. Berikut
ini adalah penjelasan mengenai berbagai jenis penjatah pupuk.
Roda Bintang (star-wheel feed)
Pupuk yang akan dijatah, dibawa di antara roda-roda bintang. Kemudian
pupuk tersebut jatuh ke dalam lubang pengeluaran secara gravitasi. Dosis
penjatahan pupuk dikontrol dengan mengatur tinggi bukaan lubang pemasukan
yang terletak di atas roda bintang (Srivastava et al. 2006).
Piringan Berputar (rotating bottom)
Penjatah piringan berputar digunakan untuk penjatahan beberapa baris
tanaman. Pada penjatah pupuk tipe ini, terdapat suatu pengatur stasioner yang
berfungsi untuk memisahkan pupuk dari piringan berputar di bawah tangki pupuk,
mengarahkan pupuk tersebut ke sisi mangkuk dan memasukkannya ke saluran
pupuk. Dosis penjatahan diatur dengan mengatur pintu pengeluaran pada sisi
lubang pengeluaran. Kadangkala, dua pintu pengeluaran dapat melakukan
pemupuk untuk dua baris tanaman dari satu hopper.
Ulir (auger)
Penjatah pupuk tipe ulir ada dua jenis; penjatah tipe ulir rapat dan ulir
longgar. Tipe ini memiliki displacement yang cukup besar tiap putarannya
(Srivastava et al. 2006). Besar-kecilnya dosis penjatahan diatur dengan cara
mengubah rasio kecepatan antara ulir dan roda penggerak. Gambar 3 merupakan
gambar penjatah pupuk tipe ulir dan juga beberapa tipe penjatah pupuk yang telah
dijelaskan sebelumnya.

Gambar 3 Tipe penjatah pupuk (a) roda bintang, (b) piringan berputar,
(c) ulir rapat, dan (d) ulir longgar (Srivastava et al. 2006)

8

Rotor Bercelah (edge-cell)
Penjatah pupuk rotor bercelah merupakan tipe penjatah umpan positif
dimana roda penjatah dipasangkan pada jarak yang disyaratkan sepanjang hopper
dan diputar oleh poros segiempat. Dosis penjatahan pupuk diatur dengan
mengubah kecepatan putar rotornya (Srivastava et al. 2006).
Sabuk Berputar (belt type)
Penjatah pupuk tipe ini digunakan untuk aplikasi pemupukan yang relatif
besar, seperti pada penebar rotari dengan hopper yang besar. Beberapa unit
memiliki sabuk kawat datar (terbuat dari bahan baja anti karat) yang membawa
pupuk sepanjang bagian bawah hopper dan beberapa jenis yang lain sabuknya
terbuat dari bahan karet. Dosis penjatahan dikontrol dengan mengatur bukaan
pintu pengeluaran yang berada di atas sabuk. Penjatahan dapat dibagi menjadi
dua atau lebih aliran pengeluaran saat dibutuhkan.
Rotor Beralur (flutted roll)
Penjatah pupuk tipe ini merupakan tipe penjatah yang paling banyak
digunakan untuk aplikator pestisida butiran. Terdapat roda penggerak yang
menggerakkan rotor bersudu atau rotor beralur yang terletak di atas lubang
pengeluaran. Rotor tersebut letaknya cukup rapat pada bagian bawah hopper
sehingga akan tidak terjadi aliran bahan saat rotor tidak bergerak. Idealnya, dosis
penjatahan besarnya proporsional terhadap kecepatan putar rotor dan tidak
dipengaruhi oleh kecepatan maju alat pemupuk.
Aliran Gravitasi
Penjatah tipe ini biasa digunakan untuk tipe tebar acak secara gravitasi.
Pengeluaran diatur dengan cara mengatur ukuran lubang bukaan. Dosis penjatahan
pada tipe ini sensitif terhadap kecepatan maju. Beberapa tipe penjatah pupuk yang
telah disebutkan di atas dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Tipe penjatah pupuk (a) edge-cell, (b) sabuk berputar, (c) rotor
beralur, dan (d) aliran gravitasi (Srivastava et al. 2006)

9

Beberapa penelitian mengenai penjatah pupuk telah dirancang dan dibuat.
Meskipun demikian, hasilnya masih belum sesuai dengan yang diharapkan.
Hermawan (1985) membuat penjatah pupuk tipe agitator feed dengan lempeng
penjatah terbuat dari kayu. Diameter lempeng penjatah 11.2 cm dan jumlah celah
16 buah. Pengujian di lapang dilakukan dengan cara menampung pupuk yang
keluar pada lembaran plastik di atas permukaan tanah. Hasil rancangan dapat
dilihat pada Gambar 10. Dosis yang dihasilkan adalah 10.23 g/m TSP, 4.76 g/m
urea, dan 7.2 g/m KCl. Keluaran pupuk yang diperoleh sedikit berbeda dengan
dosis yang diharapkan (Sembiring et al. 2000).
Virawan (1989) merancang penjatah pupuk tipe agitator feed dengan
diameter silinder 10 cm dan jumlah celah 18 buah. Lebar dan diameter celah ini
adalah 3 cm dan 0.65 cm. Hasil pengujian di lapangan menunjukkan hasil dosis
pupuk sebesar 3.76 g/m. Sedangkan dosis pupuk yang diharapkan sebesar 5.01
g/m. Sehingga, dosis pupuk yang dihasilkan tidak sesuai dengan yang diharapkan
(Sembiring et al. 2000). Penjatah pupuk rancangan Hermawan dan Virawan dapat
dilihat pada Gambar 5 berikut.

Gambar 5 Penjatah pupuk rancangan (a) Hermawan (1985) dan
(b) Virawan (1989)
Wibowo (1991) membuat penjatah pupuk dengan tipe yang sama dengan
rancangan Hermawan (1985) dan Virawan (1989) dengan diameter silinder 10 cm
dan celah berbentuk alur yang berpenampang melintang berbentuk segitiga sama
kaki. Hasil pengujian menunjukkan bahwa dosis yang dihasilkan tidak sesuai
dengan dosis yang diharapkan. Penelitian lain mengenai penjatah pupuk dilakukan
oleh Sumaryanto dan Azwar. Sumaryanto (1991) membuat penjatah pupuk
berbentuk auger. Diameter poros sebesar 1.9 cm, jarak antar puncak ulir 5.0 cm
dan tinggi ulir 1.3 cm. Pada pengujian di laboratorium dan lahan menghasilkan
dosis yang berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa penjatah pupuk tersebut belum
memberikan hasil yang diharapkan.
Azwar et al. (1995) dalam Sembiring et al. (2000) merancang penjatah
pupuk tipe agitator feed dengan diameter 120 mm dan lebar 40 mm dengan 24
buah celah (Gambar 13). Silinder penjatah pupuk juga ditutup dengan pipa PVC
dengan diameter 153 mm. Hasil pengujian rata-rata adalah 4.36 g/m, sedangkan
dosis yang diharapkan adalah 4 g/m. Penjatah pupuk rancangan Wibowo,
Sumaryanto, dan Azwar dapat dilihat pada Gambar 6.

10

Gambar 6 Penjatah pupuk rancangan (a) Wibowo (1991), (b)
Sumaryanto (1991), dan (c) Azwar et al (1995)
Pada penjatah pupuk rancangan Setiawan (2001), setiap rotor dari penjatah
pupuk terdiri dari dua pengumpan pupuk dan satu pengumpan untuk pestisida dan
terbuat dari karet. Pengumpan untuk pupuk memiliki sedikitnya 6 buah sirip.
Kedua pengumpan pupuk tidak dipasang dalam satu garis akan tetapi bergeser
sekitar setengah dari sudut sirip, sehingga memiliki fase tunda sekitar 30°.
Susunan bertujuan untuk mengurangi puncak torsi dari motor dan fluktuasi
keluaran pupuk ketika kedua pengumpan dioperasikan bersamaan. Gambar 7
menunjukkan rancangan penjatah pupuk tersebut.

Gambar 7 Penjatah pupuk (Radite 2001)
Syafri (2010) merancang dan membuat mesin penanam jagung terintegrasi
dengan penggerak traktor roda dua. Mesin ini menggabungkan kegiatan
penanaman, pengolahan tanah, dan pemupukan dalam satu prototipe. Celah
penjatah terbuat dari bahan anti karat (pipa stainless steel) diameter 22 mm
dengan panjang maksimal 100 mm, tebal 1.5 mm yang dibelah menjadi tiga
bagian. Penjatah pupuk tersebut terdiri dari 6 bagian pipa yang terbelah yang
dilaskan ke poros stainless steel diameter 22 mm dan panjang 110 mm. Pada
bagian tengah poros dilubangi dengan diameter 12 mm untuk menempatkan poros
yang dipasangkan pada dudukan bus pada rangka utama (Gambar 8). Penjatah
pupuk yang dirancang ini merupakan penjatah pupuk tipe agitator feed.

11

Gambar 8 Penjatah pupuk rancangan Syafri (2010)
Pada alat pemupuk tersebut, kotak pupuk diberi sekat untuk memisahkan
pupuk urea dan campuran pupuk TSP dan KCl. Pupuk urea sangat lengket
sehingga tidak dapat dicampur dengan jenis pupuk lain. Hasil pengujian
menunjukkan bahwa dosis yang dikeluarkan penjatah pupuk di lahan sebesar 7.69
g/m urea, 10.26 g/m TSP, dan 5.13 g/m KCl. Sedangkan hasil perhitungan teoritis
menunjukkan besarnya dosis untuk urea adalah 11.45 g/m alur, 15.16 g/m alur
TSP, dan 8.54 g/m alur KCl. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum dosis
ketiga jenis pupuk di lapangan besarnya lebih rendah daripada dosis teoritis.
Penyebab perbedaan dosis itu adalah karena kemacetan roda penggerak pada
pengujian prototipe mesin di lapangan. Kemacetan roda mengakibatkan celah
penjatah pupuk tidak berputar dan pupuk tidak mengalir jatuh ke saluran pupuk
secara kontinyu. Ketika roda macet jarak tempuh pada alur tersebut tetap
bertambah dan dalam perhitungan dosis prototipe di lapangan, massa pupuk
dibagi dengan jarak dalam meter alur yang ditempuh, sehingga nilai dosis yang
didapatkan menjadi kecil (Syafri 2010).

Kotak Pupuk (Hopper)
Menurut Mehring dan Cumings dalam Bainer et al. (1961) salah satu faktor
penting yang mempengaruhi besarnya keluaran pupuk adalah kemudahan pupuk
untuk mengalir yang dipengaruhi oleh higroskopisitas, bentuk dan ukuran partikel,
penggumpalan, berat spesifik pupuk, kelembaban relatif tempat menyimpan, dan
kerapatan benda. Oleh karena itu, sudut curah pupuk (angle of repose) perlu
diperhatikan pada pembuatan hopper. Sudut pada hopper sebaiknya sekitar 40°.
Selain sudut curah, hal yang perlu diperhatikan pada pembuatan hopper
antara lain bahan pembuatnya. Pupuk memiliki sifat yang korosif karena memiliki
kadar pH yang rendah. Oleh karena itu, hopper sebaiknya dibuat dari bahan anti
korosi dan anti karat seperti bahan plastik, stainless steel, atau fiberglass
(Champbell 1990).

12

3 METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Mesin Budidaya
Pertanian, Laboratorium Mekanika Tanah, dan Laboratorium Lapangan Siswadhi
Supardjo, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor pada bulan Januari hingga bulan November 2012.

Alat dan Bahan
Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: 1) untuk
pembuatan apparatus pengujian, 2) untuk pengamatan dan pengukuran, dan 3)
untuk pengujian karakteristik pupuk.
Peralatan untuk pembuatan apparatus pengujian adalah:
a. Perangkat perancangan: komputer dan software AutoCAD
b. Peralatan pembuatan penjatah pupuk dan hopper: mesin bubut, mesin
gerinda duduk, bor tangan, bor duduk, busur, pembengkok akrilik,
meteran, burner, strain gage, bridge box (Kyowa, DB-120), handy
strain meter (Kyowa, UCAM-1A), slip ring tipe S4, motor AC
variable speed, serta peralatan bengkel lainnya.
Peralatan untuk pengamatan dan pengukuran antara lain tachometer digital
(Krisbow KW 06-303), stopwatch, timbangan, dan kamera digital.
Adapun peralatan untuk pengujian karakteristik pupuk antara lain direct
shear apparatus, oven, timbangan digital, ring sample, piknometer, wadah
evaporasi, dan cawan.
Bahan yang diperlukan untuk penelitian antara lain: 1) bahan untuk
pembuatan apparatus pengujian, 2) bahan untuk pengujian. Bahan untuk
pembuatan apparatus pengujian antara lain: plat akrilik dengan ketebalan 5 mm,
akrilik silinder dengan ketebalan 3 mm, mika siku, poros stainless steel diameter
12 mm, silinder pejal berbahan polietilen berdiameter 60 mm dan panjang 60 cm,
lem (Araldite, Dextone, Power Glue dan lem akrilik), sok pipa PVC berdiameter 1
inci, sproket, rantai, sikat gigi, mur dan baut, serta bahan pendukung untuk
pembuatan dudukan alat yang berasal dari besi siku.
Bahan untuk pengujian kinerja antara lain: pupuk Urea, TSP, dan KCl.

13

Tahapan Penelitian
Secara umum, penelitian melalui tahapan-tahapan seperti yang terlihat pada
Gambar 9.

Gambar 9 Tahapan penelitian
Berdasarkan Gambar 9, tahapan penelitian yang dilakukan berupa:
Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah merupakan langkah awal dalam perancangan alat. Pada
tahap ini dilakukan identifikasi masalah-masalah yang muncul pada prototipe alat
penanam dan pemupuk jagung yang telah diteliti sebelumnya terutama pada
bagian penjatahan pupuk butiran. Terdapat beberapa permasalahan yang
menyebabkan penjatahan pupuk tidak seragam antara lain: 1) rotor penjatah pupuk
macet karena ada butiran pupuk yang mengganjal ujung sudu rotor dengan
pembatasnya, 2) beban vertikal dari pupuk yang berada di atas rotor yang
menyebabkan tingginya beban gesekan dan beban geser rotor pada pupuk.

14

Sebagai akibatnya, roda penggerak rotor tidak mampu memutar rotor dengan baik,
dan penjatahan pupuk tidak seragam dan tidak akurat.
Setelah diketahui permasalahan yang ada pada alat pemupuk yang telah ada
sebelumnya maka dilakukan analisis permasalahan. Tujuannya agar solusi
permasalahan yang sesuai dengan kebutuhan dapat diperoleh. Melalui solusi inilah
maka dasar konsep desain alat pemupuk hasil modifikasi dapat dibuat.
Pada metering device rancangan Syafri, penjatah pupuk yang digunakan
merupakan penjatah pupuk tipe agitator feed yang terdiri dari 6 buah celah seperti
Gambar 10.

Gambar 10 Penjatah pupuk rancangan Syafri (a) bukaan 100%,
(b) bukaan 75%, dan (c) bukaan 50%
Selain itu, metering device pada alat penjatah sebelumnya terletak di bagian
tengah tumpukan pupuk. Akibatnya, rotor sulit berputar karena adanya gaya gesek
yang besar antara sudu rotor dan pupuk. Ketika gaya putar yang diberikan lebih
besar, rotor dapat berputar dan menjatah pupuk. Akan tetapi, banyak pupuk yang
rusak ukurannya karena tergerus dinding bawah hopper. Hasilnya, penjatahan
pupuk menjadi tidak seragam karena dosis penjatahan berbeda-beda. Sketsa
butiran pupuk yang terhimpit dan posisi penjatah pupuk pada hopper dari
penelitian terdahulu terdapat pada Gambar 11.

Gambar 11 (a) butiran pupuk yang menghambat putaran rotor dan (b) hopper
pupuk pada penelitian terdahulu
Seperti yang terdapat pada Gambar 11, hopper yang digunakan untuk
penelitian sebelumnya menggunakan bahan plat stainless steel. Karena bahan
hopper yang tidak transparan, di lapangan ketinggian pupuk di dalam hopper tidak
diketahui. Operator sewaktu-waktu harus mengecek ketinggian isi pupuk agar
mengetahui kapan dilakukan pengisian ulang pupuk.

15

Studi Pustaka
Studi pustaka dilakukan setelah masalah yang timbul berhasil diidentifikasi.
Tujuan utamanya adalah untuk menentukan komponen-komponen dan sistem
yang akan digunakan.
Perumusan, Penyempurnaan Ide Rancangan dan Pemilihan Model
Penjatahan
Setelah melakukan identifikasi masalah dan studi pustaka, tahapan
selanjutnya adalah perumusan dan penyempurnaan ide rancangan. Kemudian
barulah model penjatahan yang digunakan untuk model baru dapat dipilih.
Bagian-bagian yang mengalami modifikasi diperlihatkan pada Tabel 2.
Tabel 2 Bagian yang dimodifikasi
No. Kelemahan prototipe
Komponen
terdahulu
yang diperbaiki
1.
Beban pupuk yang
Hopper dan
masuk ke ruang penjatah metering device
terlalu besar
2.

3.

4.
5.

Pupuk banyak yang
hancur akibat tergerus
dinding metering device
Hasil penjatahan tidak
seragam

Metering device

Ketinggian pupuk dalam
hopper sukar diketahui
Pupuk lengket pada rotor
penjatah

Hopper

Metering device

Rotor penjatah

Konsep modifikasi
Posisi metering device
digeser sehingga tidak
tepat di bawah saluran
pengeluaran hopper
Jarak antara sudu rotor dan
metering device ditambah
Penambahan sikat pada
bagian dinding pengeluaran
untuk menjaga
keseragaman keluaran
pupuk
Mengganti bahan hopper
dengan akrilik
Mengganti bahan rotor
penjatah dengan polietilen

Rotor yang digunakan pada penelitian ini adalah rotor bercelah (edge-cell)
(Gambar 12) yang digerakkan oleh poros stainless steel berdiameter 12 mm.
Penampang poros berbentuk lingkaran.

Gambar 12 Rotor penjatah
Rotor penjatah pada penelitian sebelumnya diletakkan di bagian tengah
dasar hopper. Sedangkan, pada model penjatah yang baru ini, rotor tidak
diletakkan tepat di bagian tengah dasar hopper, melainkan sedikit digeser ke salah
satu sisi samping dinding hopper dimana ujung sudu penjatah berada tepat di

16

bawah ujung salah satu sisi dinding hopper. Modifikasi yang dilakukan terse