Pemilihan metode uji P tanah berdasarkan hasil panen tanaman sayuran pada ultisols, Nanggung

PEMILIHAN METODE UJI P TANAH BERDASARKAN
HASIL PANEN TANAMAN SAYURAN PADA
ULTISOLS, NANGGUNG

JUANG GEMA KARTIKA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010

PERNYATAAN MENGENAI TESIS
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan Judul Pemilihan Metode Uji
P Tanah berdasarkan Hasil Panen Tanaman Sayuran Pada Ultisols, Nanggung adalah karya
saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka pada bagian akhir tesis ini.

Bogor, Maret 2010


Juang Gema Kartika
NRP A351050051

ABTRACT

Juang Gema Kartika. Determination of P Soil Extraction Method based on
Vegetable Relative Yield in Ultisols, Nanggung. Under direction of ANAS D.
SUSILA AND KOMARUDIN IDRIS.
Phosphorus (P) content in soil was determined to study the effect of P
availability for vegetable production. The research has been conducted in Ultisol in
Nanggung District, Bogor, Indonesia from 2006-2007. The research was divided
into two phases. First phase was P incubation to build soil P status. Soil was
incubating with different rate of P fertilizer, on the soil surface than planted with
seven species of vegetables. Vegetables species were Amaranthus sp (amaranth),
Ipomoea aquatica (kangkong), Solanum melongena (egg plant), Capsicum annuum
(chilli), Lycopersicon esculentum (tomato), Phaseolus vulgaris (green bean), and
Vigna unguilata (yard long bean). The treatments were arranged in Randomized
Complete Block design with three replications. Treatments were P rate of 0, 45, 90,
135 and 180 kg P2O5 ha-1. The second phase was soil P test correlation. The same

rate of P fertilizer were applied in the soil after frst season vegetables were
harvested. After 2 week of incubating, Soil samples were collected from the field
and soil P content was determined by five soil extraction methods (HCl 25%,
Morgan Vanema, Bray-1, Mehlich-1 and Olsen) and correlate the result with
vegetable relative yield, to find out the best P extraction method. The result
showed that yield per plant for kangkong, chilli and green bean linearly increased
along with the increasing of P fertilizer rate. The best soil extraction method for
amaranth was Mehlich-1, while Olsen was the best for tomato. Extraction methods
did not showed significant correlation with kangkong, egg Plant, chilli, green bean
and yard long bean relative yield. However, chilli, and green bean relative yield
showed the highest correlation with Mehlich-1, while kangkong and yard long bean
relative yield showed the highest correlation with Olsen. Chilli relative yield
showed the highest correlation with Morgan Vanema.
Key words: phosphorus, vegetable relative yield, extraction methods, correlation

RINGKASAN
JUANG GEMA KARTIKA. Pemilihan Metode Uji P Tanah berdasarkan Hasil Panen
Tanaman Sayuran Pada Ultisols, Nanggung. Dibimbing oleh ANAS D. SUSILA dan
KOMARUDIN IDRIS.
Ultisol termasuk tanah pertanian utama di Indonesia dengan luas mencapai

30 persen luas total daratan Indonesia. Faktor utama penghambat pertumbuhan
tanaman pada tanah ultisol adalah pH tanah rendah (masam) dan kelarutan
Aluminium (Al) yang tinggi, yang dapat mengikat hara fosfor (P) di dalam tanah.
Suatu tanah dikatakan masam bila pHnya kurang dari tujuh, dimana basa-basa
mudah tercuci dari kompleks jerapan tanah. Tanah ini memiliki tingkat pencucian
hara tinggi, sebahagian besar kahat Ca, Mg, K,P, N, dan mempunyai kejenuhan Al
tinggi serta rentan erosi.
Kekurangan unsur P menjadi masalah besar bagi pertumbuhan dan produksi
tanaman di tanah masam. Unsur P mempunyai peranan dalam berbagai reaksi
biokimia dalam metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Unsur P juga
mengatur proses enzimatik, berkaitan erat dengan penyusunan bagian penting
tanaman seperti asam nukleat pada inti sel, meningkatkan ketahanan terhadap
penyakit dan meningkatkan kualitas hasil tanaman. Kekurangan unsur P dapat
menyebabkan tanaman tidak mampu menyerap unsur lainnya, defisiensi P dapat
berakibat pada penurunan pertumbuhan secara drastis.
Tanaman sayuran merupakan jenis tanaman yang membutuhkan nutrisi
yang tinggi karena tumbuh dan berproduksi dalam waktu yang singkat (annual).
Pemupukan pada komoditi tanaman sayuran perlu dilakukan secara rasional dan
berimbang dengan memperhatikan status dan dinamika hara tanah serta kebutuhan
tanaman akan hara tersebut untuk mencapai produksi optimum. Penentuan

rekomendasi pemupukan P untuk tanaman sayuran dapat diupayakan melalui uji
tanah, karena kegiatan ini mengacu pada kondisi tanah dan kebutuhan hara tanah.
Cara ini dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk, produktivitas lahan,
pendapatan petani dan menurunkan tingkat pencemaran lingkungan.
Uji korelasi merupakan bagian dari proses rekomendasi pemupukan.
Korelasi uji tanah adalah proses untuk menentukan apakah terdapat hubungan
antara serapan nutrisi oleh tanaman dengan jumlah nutrisi yang terekstrak oleh uji
tanah tertentu. Selama ini peneliti di seluruh dunia telah mengembangkan banyak
metode pengekstrak unsur P yang memiliki kemampuan melarutkan P yang
berbeda. Metode yang biasa digunakan untuk mengekstrak P dari tanah antara lain
Bray-1, Bray-2, Mehlich-1, Morgan, Truog, HCl 25% dan air. Setiap metode
memiliki kemampuan mengekstrak P tanah yang berbeda. Metode ekstraksi terbaik
adalah metode yang menunjukkan korelasi tertinggi antara kandungan hara P dalam
tanah dengan produksi tanaman relatif.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan metode pengekstrak hara P
yang terbaik untuk komoditi Amaranthus sp (bayam), Ipomoea aquatica
(kangkung), Solanum melongena (terong), Capsicum annuum (cabai), Lycopersicon
esculentum (tomat), Phaseolus vulgaris (buncis), dan Vigna unguilata (kacang
panjang) yang dibudidayakan pada tanah ultisol, di Kecamatan Nanggung,
Leuwiliang, Bogor. Selain itu penelitian ini juga dilakukan untuk mempelajari

perbedaan pertumbuhan dan produksi komoditi bayam, kangkung, terong, cabai,

tomat, buncis dan kacang panjang yang ditanam pada tanah ultisol, Nanggung
dengan dosis pemupukan yang berbeda.
Penelitian ini terbagi menjadi dua tahap. Tahap pertama adalah pembuatan
status P tanah dengan cara inkubasi beberapa taraf pemupukan P menggunakan
pupuk SP-36 yang diatasnya ditanami tujuh komoditi tanaman sayuran, yaitu
bayam, kangkung, terong, cabai, tomat, buncis dan kacang panjang. Pada tahap ini
diamati respon tanaman tersebut terhadap pemupukan P. Tahap kedua adalah
aplikasi pupuk P pada lahan yang sama setelah tanaman sayuran dipanen. Setelah
inkubasi pupuk P yang kedua selama dua minggu, dilakukan uji P tanah
menggunakan lima metode uji P yang hasilnya kemudian dikorelasikan dengan
produksi tanaman sayuran yang ditanam diatas lahan tersebut.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap pertumbuhan tanaman didapat bahwa
produksi per tanaman pada komoditi kangkung, cabai, tomat dan buncis, serta
produksi bayam per petak meningkat secara linear dengan penambahan dosis pupuk
P yang diberikan. Sedangkan hasil korelasi metode uji P tanah terhadap hasil relatif
tanaman sayuran menunjukkan bahwa Metode Mehlich memiliki nilai koefisien
korelasi tertinggi terhadap hasil tanaman bayam, cabai dan buncis, namun secara
statistik hanya berkorelasi secara nyata pada hasil tanaman bayam. Metode Olsen

memiliki nilai koefisien korelasi tertinggi pada hasil tanaman tomat, kangkung dan
kacang panjang, namun secara statistik hanya berkorelasi secara nyata pada
tanaman tomat. Sedangkan pada tanaman cabai, walaupun tidak berkorelasi nyata,
namun metode Morgan Vanema menunjukkan nilai koefisien korelasi tertinggi.
Kata kunci: fosfor, hasil relatif tanaman sayuran, metode ekstraksi, korelasi

Hak Cipta milik IPB, tahun 2010
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumber:
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumpulkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

PEMILIHAN METODE UJI P TANAH BERDASARKAN
HASIL PANEN TANAMAN SAYURAN PADA
ULTISOLS, NANGGUNG


JUANG GEMA KARTIKA

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Agronomi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010

Judul
Nama

: Pemilihan Metode Uji P Tanah berdasarkan Hasil Panen Tanaman
Sayuran pada Ultisols, Nanggung
: Juang Gema Kartika


NIM

: A351050051

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Anas D. Susila, M.Si
Ketua

Dr. Ir. Komarudin Idris, MS
Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Agronomi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, MS


Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

Tanggal Ujian : 4 Desember 2009

Tanggal lulus :

PRAKATA

Alhamdulillah, puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberi
kekuatan dan kemampuan bagi penulis sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Tesis
ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam penyelesaian tugas akhir di
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Penulisan tesis dengan judul “Pemilihan Metode uji P Tanah berdasarkan
Hasil Panen Tanaman Sayuran pada Ultisols, Nanggung” ini dilakukan untuk
mendapatkan metode uji P tanah yang spesifik lokasi, jenis tanah dan jenis
tanaman. Sampai saat ini, aplikasi pupuk yang dilakukan petani tidak didasari pada
potensi atau status hara tanah dan kebutuhan tanaman. Penelitian ini bertujuan
untuk membangun rekomendasi pemupukan, khususnya untuk kebutuhan fosfor (P)
tanaman yaitu dengan mencari metode uji P tanah terbaik yang berkorelasi tinggi

dengan produksi tanaman yang ditanam diatasnya. Rekomendasi pemupukan
spesifik lokasi, jenis tanah dan jenis tanaman memberikan nutrisi yang dibutuhkan
tanaman untuk berproduksi optimal tanpa mencemari tanah dan lingkungan,
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr. Anas D. Susila dan Dr.
Komarudin Idris selaku komisi pembimbing atas saran, arahan dan dukungan yang
diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan usulan penelitian dan melakukan
penelitian dengan lancar. Penulis juga menyampaikan rasa terima kasih kepada
USAID yang memberikan dana penelitian melalui project SANREM CRSP.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ketua Departemen Agronomi
dan Hortikultura, Prof. Bambang S. Purwoko (2005-2009) dan Dr. Agus Purwito
(2009-2013) atas dukungan dan izin yang diberikan kepada penulis untuk
melanjutkan studi ke program master. Terakhir, penulis sampaikan terima kasih tak
terhingga pada keluarga dan sahabat yang telah memberi support dan do’a tanpa
henti. Penulis mengharapkan, hasil penelitian ini memberikan manfaat, khususnya
bagi penulis sendiri dan umumnya bagi semua pembaca.
Bogor, Maret 2010

Juang Gema Kartika

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta, 01 Juli 1981 sebagai anak pertama dari
pasangan Gempito Wiweko dan Maulis Taroh.

Pendidikan Sarjana ditempuh

penulis di Program Studi Hortikultura, Departemen Budi Daya Pertanian, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menempuh program sarjana sejak

tahun 1999 hingga 2004. Pada tahun 2004, penulis mendapatkan beasiswa dari
BPPS untuk melanjutkan studi di program Studi Agronomi, Sekolah pascasarjana
IPB. Pada tahun 2007, penulis berkesempatan untuk mengikuti pelatihan selama
tiga bulan di North Carolina Agricultural and Technical State University, USA
melalui program beasiswa unggulan, Direktorat Pendidikan Tinggi Republik
Indonesia.
Penulis mulai bekerja sebagai staf pengajar di Departemen Agronomi dan
Hortikultura pada tahun 2005. Penulis tergabung dalam bagian Produksi Tanaman,
Departemen Agronomi dan Hortikultura. Selain itu, penulis juga menjadi anggota
Perhimpunan Hortikultura Indonesia. Fokus penelitian penelitian yang penulis
tekuni selama bekerja adalah teknik budidaya dan produksi tanaman sayuran.

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Winarso D. Widodo, MSi

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ........................................................................................ iv
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. vi
PENDAHULUAN
Latar Belakang .................................................................................. 1
Tujuan ............................................................................................... 3
Hipotesis ........................................................................................... 3
TINJAUAN PUSTAKA
Tanah Masam dan Kendalanya ..........................................................
Peranan Fosfor untuk Pertumbuhan Tanaman ...................................
Pemupukan .........................................................................................
Uji Korelasi untuk Pemupukan Fosfor ..............................................
Tanaman Sayuran ..............................................................................

4
5
6
7
9

BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat ............................................................................
Bahan dan Alat.....................................................................................
Metode ..............................................................................................
Pelaksanaan .......................................................................................
Pengamatan .......................................................................................

19
19
19
21
22

HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Tanah ................................................................................... 24
Optimasi Pemupukan P terhadap Pertumbuhan dan Produksi
Tanaman Bayam, Kangkung, Terong, Cabai, Tomat, Buncis, dan
Kacang Panjang ................................................................................. 25
Korelasi Indeks P Tanah berdasarkan Lima Metode Ekstraksi
terhadap Hasil Relatif Tanaman Bayam, Kangkung, Terong, Cabai,
Tomat, Buncis, dan Kacang Panjang ................................................... 29
KESIMPULAN ............................................................................................ 44
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 45
LAMPIRAN ................................................................................................. 50

DAFTAR TABEL
Nomor

Halaman

1. Hasil Analisis Tanah Awal ....................................................................... 24
2. Pengaruh Penambahan Dosis Pupuk P terhadap Tinggi Tanaman
Kangkung (cm) ....................................................................................... 25
3. Pengaruh Penambahan Dosis Pupuk P terhadap Tinggi Tanaman
Terong, Cabai, Tomat (cm) ...................................................................... 26
4. Pengaruh Penambahan Dosis Pupuk P terhadap Tinggi Tanaman
Buncis dan Kacang Panjang (cm) ............................................................ 27
5. Pengaruh Penambahan Dosis Pupuk P terhadap Bobot Panen Tanaman
Sayuran per Petak ................................................................................... 28
6. Pengaruh Penambahan Dosis Pupuk P terhadap Bobot Panen Tanaman
Sayuran per Tanaman Contoh ................................................................. 28
7. Nilai Rata-rata P2O5 Terekstrak dari Lima Metode Ekstraksi P ................ 30
8. Koefisien Korelasi antara Nilai P Terekstrak dari Lima Metode
Ekstraksi dengan Hasil Relatif Bayam ..................................................... 30
9. Koefisien Korelasi antara Nilai P Terekstrak dari Lima Metode
Ekstraksi dengan Hasil Relatif Kangkung ................................................ 33
10. Koefisien Korelasi antara Nilai P Terekstrak dari Lima Metode
Ekstraksi dengan Hasil Relatif Terong .................................................... 33
11. Koefisien Korelasi antara Nilai P Terekstrak dari Lima Metode
Ekstraksi dengan Hasil Relatif Cabai ....................................................... 36
12. Koefisien Korelasi antara Nilai P Terekstrak dari Lima Metode
Ekstraksi dengan Hasil Relatif Tomat ...................................................... 36
13. Koefisien Korelasi antara Nilai P Terekstrak dari Lima Metode
Ekstraksi dengan Hasil Relatif Buncis ..................................................... 39
14. Koefisien Korelasi antara Nilai P Terekstrak dari Lima Metode
Ekstraksi dengan Hasil Relatif Kacang Panjang ....................................... 39
15. Ion-ion Penting Pembebas P dari Lima Metode Pengekstrak ................... 41
16. Perbandingan Teknik Pekerjaan dan Biaya Bahan antara Lima Metode
Pengekstrak ............................................................................................. 42

DAFTAR GAMBAR
Nomor
1.

Halaman

Respon hubungan antara nilai P tanah yang diekstrak dengan (a) HCL
25%; (b) Olsen; (c) Bray-1; (d) Mehlich-1; (e) Morgan Vanema
terhadap hasil relative tanaman bayam ................................................... 31

2.

Respon hubungan antara nilai P tanah yang diekstrak dengan (a) HCL
25%; (b) Olsen; (c) Bray-1; (d) Mehlich-1; (e) Morgan Vanema
terhadap hasil relative tanaman kangkung ............................................... 32

3.

Respon hubungan antara nilai P tanah yang diekstrak dengan (a) HCL
25%; (b) Olsen; (c) Bray-1; (d) Mehlich-1; (e) Morgan Vanema
terhadap hasil relative tanaman terong .................................................... 34

4.

Respon hubungan antara nilai P tanah yang diekstrak dengan (a) HCL
25%; (b) Olsen; (c) Bray-1; (d) Mehlich-1; (e) Morgan Vanema
terhadap hasil relative tanaman cabai ..................................................... 35

5.

Respon hubungan antara nilai P tanah yang diekstrak dengan (a) HCL
25%; (b) Olsen; (c) Bray-1; (d) Mehlich-1; (e) Morgan Vanema
terhadap hasil relative tanaman tomat ...................................................... 37

6.

Respon hubungan antara nilai P tanah yang diekstrak dengan (a) HCL
25%; (b) Olsen; (c) Bray-1; (d) Mehlich-1; (e) Morgan Vanema
terhadap hasil relative tanaman buncis ................................................... 38

7.

Respon hubungan antara nilai P tanah yang diekstrak dengan (a) HCL
25%; (b) Olsen; (c) Bray-1; (d) Mehlich-1; (e) Morgan Vanema
terhadap hasil relative tanaman kacang panjang ..................................... 40

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Kriteria penilaian sifat2 kimia tanah menurut pusat penelitian tanah .......... 51
2. Diagram alir tahapan Penelitian Korelasi unsur P ..................................... 52
3. Metode ekstraksi dengan pengekstrak HCl 25% ....................................... 53
4. Metode ekstraksi dengan pengekstrak Morgan-Wolf

............................... 55

5. Metode ekstraksi dengan pengekstrak Bray-1 ............................................ 57
6. Metode ekstraksi dengan pengekstrak Mehlich-1 ....................................... 59
7. Metode ekstraksi dengan pengekstrak Olsen

............................................ 61

8. Pertumbuhan tanaman terong (a) tanpa aplikasi pupuk P; (b) dengan
aplikasi pupuk P 90 kg P2O5.ha-1 .............................................................. 63
9. Pertumbuhan tanaman Cabai (a) tanpa aplikasi pupuk P; (b) dengan
aplikasi pupuk P 180 kg P2O5.ha-1 ............................................................ 63
10. Pertumbuhan Tanaman Kacang Panjang (a) tanpa aplikasi pupuk P; (b)
dengan aplikasi pupuk P 90 kg P2O5.ha-1 .................................................. 64

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanah di kawasan tropika basah pada umumnya memperoleh energi
matahari dan curah hujan yang tinggi sepanjang tahun.

Kondisi tersebut

menyebabkan tanah mempunyai tingkat erosi serta pencucian yang tinggi.
Temperatur dan kelembaban udara yang juga tinggi mengakibatkan dekomposisi
bahan organik dan pelepasan hara berlangsung cepat.
Ultisol termasuk tanah pertanian utama di Indonesia dengan luas 48,3 juta
hektar atau sekitar 30 persen luas total daratan Indonesia (Subagyo, 2004). Faktor
utama penghambat pertumbuhan tanaman pada tanah ultisol adalah pH tanah
rendah (masam) dan kelarutan Aluminium (Al) yang tinggi, yang dapat mengikat
hara fosfor (P) di dalam tanah (Hakim et al., 1986). Suatu tanah dikatakan masam
bila pHnya kurang dari tujuh, dimana basa-basa mudah tercuci dari kompleks
jerapan tanah (Soepardi, 1983). Tanah ini memiliki tingkat pencucian hara tinggi,
sebahagian besar kahat Ca, Mg, K,P, N, dan mempunyai kejenuhan Al tinggi serta
rentan erosi.
Unsur P merupakan hara makro bagi tanaman yang dibutuhkan dalam
jumlah yang besar (Soepardi, 1983). Unsur P mempunyai peranan dalam berbagai
reaksi biokimia dalam metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Senyawa
fosforilasi bertindak sebagai intermedier, penyimpan dan penyedia energi reaksireaksi khusus seperti pada respirasi dan fermentasi (Soepardi, 1983; Havlin, 1999).
Unsur P juga mengatur proses enzimatik, berkaitan erat dengan penyusunan bagian
penting tanaman seperti asam nukleat pada inti sel, meningkatkan ketahanan
terhadap penyakit dan meningkatkan kualitas hasil tanaman. Kekurangan unsur P
dapat menyebabkan tanaman tidak mampu menyerap unsur lainnya, defisiensi P
dapat berakibat pada penurunan pertumbuhan secara drastis.
Pemupukan merupakan kegiatan penambahan unsur hara dengan input
eksternal yang bertujuan untuk meningkatkan ketersediaan hara sesuai kebutuhan
tanaman yang tidak dapat dipasok oleh tanah. Rochayati et al. (1999) menyatakan
bahwa dosis pupuk anjuran untuk suatu tanaman sebagian besar masih bersifat
umum, padahal kebutuhan pupuk berbeda untuk setiap jenis tanaman, tanah, dan
lokasi maupun teknik budidaya yang digunakan.

Tanaman sayuran merupakan jenis tanaman yang membutuhkan nutrisi
yang tinggi karena tumbuh dan berproduksi dalam waktu yang singkat (annual).
Pemupukan pada komoditi tanaman sayuran perlu dilakukan secara rasional dan
berimbang dengan memperhatikan status dan dinamika hara tanah serta kebutuhan
tanaman terhadap hara tersebut untuk mencapai produksi optimum. Penentuan
rekomendasi pemupukan P pada tanaman sayuran dapat diupayakan melalui uji
tanah, karena kegiatan ini mengacu pada kondisi tanah dan kebutuhan hara tanah.
Cara ini dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk, produktivitas lahan,
pendapatan petani dan menurunkan tingkat pencemaran lingkungan.
Uji korelasi merupakan bagian dari proses rekomendasi pemupukan.
Korelasi uji tanah adalah proses untuk menentukan apakah terdapat hubungan
antara serapan nutrisi oleh tanaman dengan jumlah nutrisi yang terekstrak oleh uji
tanah tertentu (Corey, 1987).

Selama ini peneliti di seluruh dunia telah

mengembangkan banyak metode pengekstrak unsur P yang memiliki kemampuan
melarutkan P yang berbeda. Metode yang biasa digunakan untuk mengekstrak P
dari tanah antara lain Bray-1, Bray-2, Mehlich-1, Morgan, Truog, HCl 25% dan air.
Setiap metode memiliki kemampuan mengekstrak P tanah yang berbeda. Metode
ekstraksi terbaik adalah metode yang menunjukkan korelasi tertinggi antara
kandungan hara P dalam tanah dengan produksi tanaman relatif.
Penelitian ini terbagi menjadi dua tahap. Tahap pertama adalah
membangun status P tanah dengan cara inkubasi beberapa taraf pemupukan P
menggunakan pupuk SP-36 yang diatasnya ditanami tujuh spesies tanaman
sayuran, yaitu Amaranthus sp (bayam), Ipomoea aquatica (kangkung), Solanum
melongena (terong), Capsicum annuum (cabai), Lycopersicon esculentum (tomat),
Phaseolus vulgaris (buncis), dan Vigna unguilata (kacang panjang). Pada tahap ini
diamati respon tanaman tersebut terhadap pemupukan P. Tahap kedua adalah
aplikasi pupuk P pada lahan yang sama setelah tanaman sayuran dipanen. Setelah
inkubasi

pupuk P yang kedua selama dua minggu, dilakukan uji P tanah

menggunakan lima metode uji P yang hasilnya akan dikorelasikan dengan produksi
tanaman sayuran yang ditanam diatas lahan tersebut.

Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Menentukan metode pengekstrak hara P yang terbaik untuk komoditi
bayam, kangkung, terong, cabai, tomat, buncis dan kacang panjang yang
dibudidayakan pada tanah ultisol, Nanggung
2. Mempelajari perbedaan pertumbuhan dan produksi komoditi bayam,
kangkung, terong, cabai, tomat, buncis dan kacang panjang yang ditanam
pada tanah ultisol, Nanggung dengan dosis pemupukan yang berbeda
Hipotesis
1. Terdapat metode pengekstrak hara P tanah yang menunjukkan korelasi
tertinggi dengan produksi tanaman sayuran yang ditanam di tanah ultisol,
Nanggung
2. Terdapat dosis pemupukan P yang terbaik bagi produksi tanaman sayuran
yang ditanam pada tanah ultisol, Nanggung

TINJAUAN PUSTAKA

Tanah Masam dan Kendalanya
Indonesia memiliki 3 jenis tanah penting yang bermasalah.

Salah satu

diantaranya yang mempunyai agihan luas, adalah Podsolik Merah Kuning (Ultisol)
kurang lebih 48,3 juta hektar atau sekitar 30 persen luas total daratan Indonesia.
Tanah ini memiliki tingkat pencucian hara tinggi, sebagian besar kahat Ca, Mg,
K,P, N, dan mempunyai kejenuhan Al tinggi serta rentan erosi.
Tanah ultisol termasuk dalam kategori tanah masam. Menurut Soepardi
(1983), suatu tanah dikatakan masam bila pHnya kurang dari tujuh, pada keadaan
yang demikian, basa-basa mudah tercuci dari kompleks jerapan tanah. Hakim et al,
(1986), mengemukakan bahwa kendala umum yang dihadapi pada tanah mineral
masam adalah pH tanah rendah, unsur N dan P kurang tersedia, kekurangan unsur
Ca, Mg, K, Mo, dan kandungan Mn dan Fe berlebih, serta kelarutan Aluminium
yang tinggi, sehingga merupakan faktor utama penghambat pertumbuhan tanaman.
Kemasaman tanah membatasi produktivitas tanaman dibanyak tempat di
dunia. Faktor kemasaman tanah yang paling penting kontribusinya terhadap
potensial hasil yang rendah adalah defisiensi kalsium (Ca) dan keracunan
Aluminium (Al). Walaupun demikian keracunan Al dianggap lebih menonjol.
Tingginya Al pada subsoil masam menyebabkan buruknya perkembangan
akar, hal ini menyebabkan sistem perakaran terbatas pada lapisan tanah atas yang
dangkal, sehingga akar tidak dapat memanfaatkan air dan unsur hara yang
tersimpan pada subsoil. Akibatnya tanaman mudah mengalami cekaman air,
pertumbuhannya terhambat dan biomas serta hasil yang diperoleh rendah
Nanggung merupakan sebuah kecamatan yang terletak di Bogor, Jawa
Barat, memiliki ketinggian beragam 200-1800 m dpl.

Luas area kecamatan

Nanggung sebesar 10 999,1 hektar, seluas 7 022,6 hektar dari total luas area
digunakan sebagai lahan pertanian (Budidarsono, 2006).

PH tanah kecamatan

Nanggung umumnya masam, sekitar 5-6. Kriteria penilaian sifat-sifat kimia tanah
dapat dilihat pada Lampiran1.

Pengelolaan tanah masam dapat dilakukan dengan beberapa cara,
diantaranya menggunakan varietas toleran dalam budidaya dan produksi tanaman,
pemberian kapur (CaCO3 atau MgCO3) yang dapat meningkatkan pH tanah dan
kelarutan hara di dalam tanah, penambahan bahan organik, menggunakan metode
pemberian pupuk kimia tambahan dengan cara di larik, bukan disebar dan
menggunakan pupuk slow release.

Peranan Fosfor untuk Pertumbuhan Tanaman
Diantara masalah kesuburan tanah, ketersediaan nitrogen (N), fosfat (P) dan
kalium (K) dalam tanah sering menjadi faktor pembatas utama dalam upaya
memperoleh hasil pertanian yang optimal (Havlin et al., 1999). Fosfat (P)
merupakan hara makro yang dibutuhkan oleh setiap tanaman, walaupun dalam
jumlah lebih sedikit dibandingkan unsur N dan K.
Unsur P diserap tanaman dalam bentuk ortofosfat primer, H2PO4 , HPO4 ,
pirofosfat, metafosfat dan dalam bentuk fosfat organik (asam nukleat dan phytin).
Sumber unsur P berasal dari

Bahan organik, sisa hewan dan tanaman serta

penambahan karena pemupukan (Nyakpa, et al., 1988). P merupakan unsur yang
immobile dan pada tanah masam, sebagian besar P berada pada bentuk yang tidak
tersedia bagi tanaman sehingga P merupakan unsur pembatas pada tanah masam.
Unsur P mempunyai peranan dalam berbagai reaksi biokimia dalam
metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Senyawa fosforilasi bertindak sebagai
intermedier, menyimpan dan penyedia energi reaksi-reaksi khusus seperti pada
respirasi dan fermentasi (Soepardi, 1983). Unsur P meningkatkan perkembangan
akar, diperlukan untuk pembentukan primordia bunga dan organ tanaman untuk
reproduksi serta mempercepat masaknya buah biji tanaman (Nyakpa, et al., 1988;
Rosmarkam dan Yuwono, 2002). Unsur P juga mengatur proses enzimatik,
berkaitan erat dengan penyusunan bagian penting tanaman seperti asam nukleat
pada inti sel, meningkatkan ketahanan terhadap penyakit dan meningkatkan
kualitas hasil tanaman. Penambahan P ke dalam tanah dapat meningkatkan hasil
tanaman maupun bahan keringnya. P juga akan menghambat pengaruh nitrogen
yang merangsang infeksi cendawan.

Makin banyak pupuk P yang diberikan, maka makin banyak P yang tersedia
di dalam tanah.

Hal ini mungkin disebabkan karena pupuk P merangsang

pertumbuhan akar dan pertumbuhan akar akan merangsang penyerapan P tanah
yang lebih besar lagi, selain itu pupuk P merangsang kegiatan mikroba pelapuk
bahan organik tanah sehingga P organik menjadi tersedia (mineralisasi BO), nisbah
Pucuk-akar meningkat oleh pupuk P, karena hanya pucuk yang dianalisa sehingga
terkesan penyerapan P meningkat.
Fosfor merupakan unsur yang paling kritis dibandingkan unsur-unsur
lainnya bagi tanaman. Kekurangan unsur tersebut dapat menyebabkan tanaman
tidak mampu menyerap unsur lainnya (Havlin et al., 1999). Defisiensi fosfor
berakibat pada penurunan pertumbuhan secara drastis.
Pemupukan
Keberhasilan pencapaian sasaran produksi komoditas pertanian tidak
terlepas dari penggunaan sarana produksi khususnya pupuk secara tepat baik
dosis/jumlah, waktu, jenis dan mutunya (Keputusan Menteri Pertanian, 2003).
Kesuburan tanah merupakan salah satu faktor terpenting untuk menghasilkan
kualitas produksi tanaman yang baik bagi hasil pertanian maupun lingkungan.
Membangun kesuburan tanah yang secara langsung atau tidak langsung
mempengaruhi sifat fisik, kimia biologi tanah.
Pupuk adalah bahan organik atau anorganik, alami maupun buatan yang
ditambahkan dan dapat meningkatkan kesuburan media tanam dengan menambah
satu atau lebih hara esensial (Foth, 1990). Sedangkan pemupukan merupakan
penambahan unsur hara dengan input eksternal yang bertujuan untuk meningkatkan
ketersediaan hara sesuai kebutuhan tanaman yang tidak dapat dipasok oleh tanah
(Leiwakabessy dan Sutandi, 1988). Untuk dapat tumbuh dan berproduksi dengan
baik, minimal tanaman memerlukan 16 unsur makro dan mikro. Diantara unsurunsur yang diperlukan oleh tanaman adalah unsur Nitrogen (N), Fosfor (P) dan
Kalium (K) yang termasuk unsur hara makro yang dibutuhkan tanaman dalam
jumlah yang besar (Havlin, 1999). Keberadaan unsur-unsur tersebut tidak dapat

tergantikan dengan unsur yang lain. Unsur hara tersebut berfungsi secara langsung
bagi metabolisme tanaman.
Penambahan unsur hara ke dalam tanah melalui pupuk akan meningkatkan
kemampuan tanaman menyerap unsur hara sehingga pertumbuhan dan produksinya
akan meningkat (Leiwakabessy dan Sutandi, 1988). Namun, aplikasi pupuk secara
tidak bijaksana dan dengan takaran berlebihan juga dapat menimbulkan dampak
negatif terhadap neraca hara, sifat fisik dan biologis tanah yang dapat mengganggu
keberlanjutan produksi tanaman.
Pemupukan berimbang perlu dilakukan agar tanah tidak kekurangan unsur
hara tertentu akibat penyerapan oleh tanaman, tetapi juga tidak boleh diberikan
secara berlebihan karena dapat menekan ketersediaan unsur lain di dalam tanah.
Teknologi pemupukan berimbang spesifik lokasi dan jenis tanaman merupakan
teknologi pemupukan yang dianggap paling tepat dan efisien, namun masih belum
banyak dilakukan oleh petani karena masih kurangnya informasi mengenai hal
tersebut.
Pemupukan yang rasional dan berimbang dapat tercapai apabila
memperhatikan status dan dinamika hara di dalam tanah serta kebutuhan tanaman
akan hara tanaman akan hara tersebut untuk mencapai produksi yang optimum
(Samijan et al., 2002). Pendekatan ini menguntungkan bila rekomendasi
pemupukan dilandasi oleh hasil penelitian dinamika unsur hara dalam tana dan
kebutuhan unsur hara bagi tanaman. Beberapa metode yang digunakan dalam
penyusunan rekomendasi pemupukan pada prinsipnya bertitik tolak kepada model
uji tanah dan uji tanaman.
Uji atau analisis tanah digunakan untuk mengetahui unsur mana dan dalam
jumlah berapa yang dapat disuplai oleh tanah. Analisis tanah dapat dijadikan dasar
untuk menentukan jumlah pupuk yang harus ditambahkan ke dalam tanah. Sampel
tanah harus dianalisis di laboratorium yang kompeten, sebab laboratorium yang
berbeda menggunakan metodologi yang berbeda pula. Rekomendasi pemupukan
dapat di bangun berdasarkan Uji kalibrasi untuk jenis tanah, tanaman dan sistem
produksi tertentu.

Uji Korelasi untuk Pemupukan Fosfor
Agar petani dapat melakukan pemupukan berimbang yang dapat
menghasilkan produksi optimum tanpa mencemari lingkungan, maka perlu
dilakukan penyusunan rekomendasi pemupukan. Ada enam kriteria yang harus
diketahui dalam pembuatan rekomendasi pemupukan menurut Melsted dan Peck
(1973) yaitu: (1) status hara tanah, (2) tanaman yang akan ditanam, (3) pola tanam
dan luasan yang akan digunakan, (4) kebutuhan maksimum tanaman untuk
pertumbuhannya, (5) peningkatan laju pertumbuhan tanaman dengan pemberian
pupuk, (6) metode pemupukan.
Uji tanah dilakukan untuk menyusun rekomendasi pemupukan. Uji tanah
bertujuan untuk: (1) menetapkan dengan teliti status ketersediaan hara dalam tanah,
(2) menunjukkan dengan jelas adanya defisiensi atau keracunan untuk berbagai
tanaman; (3) membentuk suatu dasar penyusunan rekomendasi pemupukan; dan (4)
menyajikan hasil uji tanah dalam bentuk yang memungkinkan suatu evaluasi
ekonomi dari rekomendasi yang dianjurkan (Melsted dan Peck, 1973).
Secara umum uji tanah adalah suatu kegiatan analisis kimia yang sederhana,
cepat, tepat dan dapat diulang (reproduciable), serta untuk menduga ketersediaan
hara tertentu di dalam tanah (Sutriadi et al., 2004). Pada dasarnya kegiatan uji
tanah meliputi: (1) pengambilan contoh tanah yang benar dan dapat mewakili
lokasi yang diminta rekomendasinya; (2) analisis kimia tanah di laboratorium yang
tepat dan teruji; (3) interpreta data hasil analisis; (4) rekomendasi pemupukan
(Melsted dan Peck, 1973). Nilai uji tanah tidak akan berarti, apabila tidak ada hasil
penelitian korelasi dan kalibrasi uji tanah.
Uji korelasi merupakan bagian dari proses untuk mendapatkan rekomendasi
pemupukan yang spesifik lokasi, teknologi budidaya dan jenis tanamannya. Uji
korelasi adalah

proses untuk menentukan apakah terdapat

hubungan antara

serapan nutrisi oleh tanaman dengan jumlah nutrisi yang terekstrak oleh uji tanah
tertentu (Corey, 1987). Hubungan ini dapat ditentukan baik dengan cara matematis,
maupun grafikal. Uji korelasi dilakukan untuk mendapatkan metode ekstraksi
terbaik untuk suatu tanaman pada suatu tanah di lokasi yang spesifik, untuk unsur
hara tertentu. Hasil dari uji korelasi kemudian akan digunakan pada uji kalibrasi.

Terdapat berbagai metode ekstraksi unsur hara dari tanah. Metode yang
biasa digunakan untuk mengekstrak P dari tanah antara lain Bray-1, Bray-2,
Mehlich-1, Morgan, Truog, HCl 25%, dan air. Masing-masing metode tersebut
memiliki kemampuan melarutkan P yang berbeda. Metode ekstraksi terbaik adalah
metode yang menunjukkan korelasi tertinggi antara kandungan hara P dalam tanah
dengan produksi tanaman relatif.

Tanaman Sayuran
Tanaman sayuran diproduksi di daerah dengan ketinggian yang beragam
dari permukaan laut di daerah pantai sampai 1500 m dpl di daerah pegunungan.
Berbagai jenis tanaman sayuran tropis, seperti cabai, bayam, ketimun, terong,
kangkung, bawang merah dan kacang panjang mendominasi di dataran rendah.
Sedangkan di daerah dataran tinggi tanaman sayuran yang cocok di iklim sedang
dihasilkan, diantaranya adalah kentang, kubis, wortel dan bawang putih.
Berdasarkan pembagian daerah tanaman sayuran pada ketinggian tempat. Buurma
dan Basuki (1990) membedakan tiga daerah produksi sayuran, yaitu: dataran
rendah, di bawah 200 m dpl; dataran sedang, 200-700 m dpl; dan dataran tinggi,
lebih dari 700 m dpl.
Tanaman sayuran umumya tumbuh dan berproduksi dengan cepat. Sebagian
besar jenis tanaman sayuran mengakhiri siklus hidupnya setelah berproduksi
(annual). Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi tanaman sayuran, petani sangat
tergantung pada pemakaian pupuk kimia, karena produktivitas tanah yang semakin
menurun. Bercocok tanam tanpa menggunakan pupuk hampir dapat dipastikan
mendapatkan hasil yang tidak optimal. Hal ini sesuai dengan pernyataan Salisbury
(1997) yaitu, selain cahaya, faktor lingkungan lain yang sangat menentukan
pertumbuhan dan produksi tanaman adalah ketersediaan unsur hara.
Bayam
Bayam (Amaranthus spp.) termasuk dalam famili Amaranthaceae yang
tumbuh tegak, annual dengan akar tunggang yang menyebar. Bayam termasuk
tanaman sayuran penting di Indonesia dan Malaysia. Bayam kaya akan beta karoten
(pro vitamin A), serat dan asam folat. Kandungan vitamin dan mineral pada bayam

dalam 100 gram bahan yang dapat dimakan terdiri dari beta karoten 4-8 mg,
vitamin C 60-120 mg, Fe 4-9 mg, Ca 300-450 mg (Grubben, 1994).
Bayam termasuk tanaman C4 yang berarti laju fotosintesisnya optimum
pada suhu dan radiasi sinar matahari yang tinggi. Naungan berpengaruh kurang
baik bagi pertumbuhan tanaman. Pertumbuhan bayam baik pada suhu diatas 25 0C
dan suhu malam diatas 15 0C. Pertumbuhan bayam relatif cepat sehingga konsumsi
airnya tinggi. Bayam menyukai tanah yang subur, berdrainase baik dan strukturnya
remah. Bayam termasuk tanaman yang kuat berkompetisi dengan gulma pada
pertanaman (Grubben, 1994).
Produksi benih bayam yang bermutu dapat berhasil baik jika ditunjang
dengan teknik budidaya yang tepat. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam
memproduksi bayam adalah pengaturan jarak tanam, pengolahan tanah,
pemupukan, pemeliharaan dan pemanenan yang tepat. Pemupukan bayam biasanya
dilakukan pada awal penanaman. Aplikasi pemupukan bayam sangat bervariasi,
bergantung pada sumber pustaka yang merekomendasikannya. Grubben (1994)
menyatakan dalam satu hektar penanaman bayam yang menghasilkan sekitar 25 ton
panenan bayam, 125 kg N, 25 kg P, 250 kg K, 75 kg Ca dan 40 kg Mg diserap dari
tanah. Penyerapan N dan K yang lebih tinggi juga masih mungkin terjadi karena
penyerapan berlebih “luxurious consumption” oleh tanaman bila ketersediaan unsur
tersebut di dalam tanah tinggi. Masih menurut Grubben (1994), rekomendasi
pemupukan untuk tanah miskin hara,untuk penanaman bayam adalah 400 kg NPK
(10-10-20) dan tambahan 25 ton pupuk organik. Sedangkan bardasarkan
rekomendasi BPTP Sumbar, pemupukan bayam terdiri dari pupuk Urea 250 kg,
KCl 175 kg, SS 100 kg/ha. Seperdua Urea dan KCl diberikan saat tanam dan
sisanya umur 10 hst. Pupuk diaduk rata dengan benih dan ditaburkan ditas
bedengan yang telah disiapkan. Rahayu (2007) mengaplikasikan pupuk kotoran
kuda 10 ton/ha, N 135 kg/ha, P2O5 135 kg/ha da K2O 120 kg/ha untuk budidaya
bayam sebagai tanaman penghasil benih pada tanah andosol. Budidaya bayam
menggunakan teknik hidroponik yang dilakukan oleh Iqbal (2007) menyatakan
bahwa penggunaan pupuk majemuk dengan kombinasi Saprodap 16-20-0 dan
Hyponex 20-20-20 dengan kandungan yang disetarakan dengan larutan hara AB

mix (180 mg/L N) menghasilkan produksi bayam yang sama dengan penggunaan
pupuk AB mix (pupuk standar untuk teknik budidaya tanaman secara hidroponik.
Bayam umumnya mulai dapat dipanen pada umur 3-4 minggu setelah
tanam. Pemanenan dilakukan dengan cara mencabut seluruh bagian tanaman. Ratarata produksi mencapai 1-2 kg/m2 atau setara dengan 10-20 ton/ha (Grubben,
1994).
Kangkung
Kangkung (Ipomoea aquatica Forsskal) termasuk famili Convolvulaceae
yang tumbuh menetap, menjalar atau membelit dan dapat tumbuh lebih dari satu
tahun. Kangkung memiliki bermacam-maam nama lokal, diantaranya kangkung
(Indonesia), kango (Papua New Guniea), phakbung (Thailand) (Westphal, 1994).
Kangkung termasuk tanaman sayuran daun yang populer di Indonesia.
Kandungan zat gizi, mineral dan vitamin tiap 100 gram tanaman kangkung
diantaranya protein 3 g, lemak 0.3 g, karbohidrat 5 g, serat 1 g, abu 1.6 g, Ca 81
mg, Mg 52 mg, Fe 3.3 mg, mineral 90.2 g, provitamin A 4 000-10 000IU, vitamin
C 30-130 mg, energi 134 Kj/100g (Westphal, 1994).
Kangkung terbagi atas dua jenis yaitu kangkung darat (Ipomoea reftans
Poirs.) dan kangkung air (Ipomoea aquatica Forsk.). Kangkung darat mempunyai
daun-daun yang panjang dengan ujung daun yang meruncing, berwarna hijau
keputih-putihan dan bunganya berwarna putih. Sedangkan kangkung air,
mempunyai daun yang panjang dengan ujung daunnya agak tumpul, berwarna hijau
kelam dan bunganya berwarna keungu-unguan. Kangkung darat ditanam di tanah
yang agak kering sedangkan kangkung air ditanam di kolam atau di rawa-rawa
(Sastrahidayat dan Soemarno, 1991).
Kangkung termasuk tanaman yang sanggup melakukan adaptasi yang baik
pada kondisi lingkungan dengan kisaran yang luas. Kangkung dapat hidup dengan
baik dari ketinggian tempat di dataran medium 800 m di atas permukaan laut (dpl)
hingga ke daerah tepi pantai. Kondisi tanah yang lebih cocok adalah tanah yang
sangat lembab dan sedikit berlempung (Laksanawati dan Dibiyantoro, 1996).
Dosis pemupukan kangkung berdasarkan rekomendasi pemupukan spesifik
lokasi dari BPTP DKI Jakarta (2007) adalah: Pupuk kandang yang telah siap pakai
sebanyak 10 ton/ha, maka 100 kg SP-36 + 100 kg KCl/ha. Pemupukan susulan

diberikan pada umur 4-5 HST dan 7-10 hari kemudian yaitu pupuk urea sebanyak
100 kg/ha. Sebanyak 1 sendok makan urea (20 g) dilarutkan dalam 10 l air dan
disiramkan pada bedengan sepanjang 2 m.

Westphal (1994) menyatakan, di

Indonesia petani umumnya mengaplikasikan 300 kg/ha pupuk urea untuk
penanaman kangkung. Selain itu, pupuk organik dari ayam maupun bebek juga
dapat diaplikasikan. Masriah (2006) dalam penelitiannya mengenai budidaya
kangkung menggunakan sistem hidroponik menyimpulkan bahwa pupuk majemuk
dapat digunakan sebagai pengganti larutan hidroponik standar pada budidaya
kangkung darat secara hidroponik. Tanaman dengan menggunakan larutan hara B
yang berasal dari pupuk majemuk memiliki pertumbuhan tanaman lebih cepat dan
nilai peubah panen lebih besar dibandingkan tanaman dengan menggunakan larutan
hara A yang berasal dari pupuk hidroponik standar. larutan hara standar yang
digunakan : 180 mg/l N, 297 mg/l K dan 84 mg/l P. pupuk majemuk yang
digunakan adalah NPK 20-20-20 dan NPK 16-20-0 yang jumlahnya telah
disesuaikan dengan konsentrasi larutan hara standar AB mix.
Kangkung dapat dipanen pada umur 20-50 hari setelah tanam. Ciri tanaman
kangkung siap panen adalah pertumbuan tunasnya telah memanjang sekitar 20-25
cm dan ukuran daun-daunnya sukup besar/normal. Produktivitas kangkung dapat
mencapai 7-30 ton/ha (Westphal, 1994).
Terong
Terong, yang memiliki nama latin Solanum melongena L. (eggplant,
Aubergin) merupakan tanaman asli daerah tropis. Tanaman ini diduga berasal dari
benua Asia, terutama India dan Birma. Sumber genetik terong ditemukan di Africa
antara lain Solanum macrocarpon (Sutarno et al., 1994).
Tanaman terong sudah lama dikenal di Indonesia dan di berbagai daerah
terdapat nama lokal terong seperti terong (Sunda), treung (Aceh), trong (Gayo),
reteng (Batak), toru (Nias), encong (Jawa) (Sutarno et al., 1994).
Sentra penyebaran produksi terong di Indonesia antara lain: Jawa Barat,
Sulawesi Selatan, Bengkulu, Jawa Timur dan Jawa Tengah. Luas areal panen
terong menurun pada tahun 2001 menjadi sebesar 35 860 hektar dan terus
meningkat sampai dengan tahun 2005 dengan luas areal panen sebesar 45 340
hektar (Deptan, 2007b).

Tanaman terong berproduksi baik pada suhu udara antara 22-30 0C. Cuaca
panas dan iklim kering bukan halangan pertumbuhan sehingga tanaman ini cocok
pada musim kemarau. Supaya berproduksi optimal, penyinaran harus langsung
tanpa naungan. Tanaman terong berproduksi baik di dataran rendah sampai dataran
tinggi. Ketinggian tempat optimal ± 1 000 m dpl. (Sutarno et al., 1994).
Rekomendasi pemupukan berdasarkan Sutarno et al.(1994), adalah
memberikan 0.5 kg pupuk organik, 10 g TSP dan masing-masing 5 gram KCl dan
Urea setiap lubang tanam. Warintek (2007b), pada tanah yang bereaksi masam (pH
kurang dari 5), perlu dilakukan pengapuran. Bahan kapur pertanian seperti dolomit,
kalsit. Pada saat pembuatan bedengan sebarkan pupuk kandang sebanyak 15-20
ton/ha. Pada saat tanam berikan 150 kg Urea, 300 kg TSP dan 150 kg KCl per
hektar untuk kultivar lokal atau 300 kg ZA, 220-250 kg TSP dan 200 kg KCl per
hektar untuk kultivar hibrida. Berdasarkan rekomendasi BPTP Sumbar (2005b),
dosis pupuk untuk terong adalah: 75 kg Urea/ha, 150 kg ZA, 200 kg TSP, 150 kg
KCl, dan pupuk kandang sapi 5 t/ha.
Panen pertama dapat dilakukan pada umur 60-90 hari setelah tanam
(Sutarno et al., 1994). Buah siap panen setelah berukuran dua per tiga dari ukuran
maksimum dan masih muda. Pemamenan dapat dilakukan 1-2 kali seminggu. Buah
panen dipetik bersama dengan tangkainya dengan tangan, pisau/gunting tajam.
Pada pertanaman yang dipelihara dengan baik, akan dihasilkan buah muda
sebanyak 25-50 ton/ha, namun di Indonesia hasil panen berkisar 5.2 ton/ha.
Produksi dipengaruhi oleh kultur teknik dan varitas (Sutarno et al., 1994).
Cabai
Cabai merah besar (Capsicum annuum L.) merupakan tanaman perdu dari
famili Solanaceae. Cabai sangat populer di dunia digunakan sebagai bumbu.
Buahnya dikonsumsi segar, dikeringkan atau diproses sebagai sayuran atau bumbu.
Buah cabai yang sudah masak mengandung pigmen karotenoid dan xantofil dalam
jumlah besar. Dalam 100 gram bagian yang dapat dimakan terkandung 86 g air,
1.2 g protein, 14.4 mg Ca, 700-21 600 IU vitamin A, 242 mg vitamin C, dengan
total energi sebesar 257 kJ (Poulos, 1994).
Habitus cabai berbentuk semak dengan tinggi sekitar 0.5-1.5 m, tegak,
memiliki akar tunjang yang kuat dan akar lateral yang banyak (Poulos, 1994).

Menurut Smith dan Heiser (1951) sifat tandan merupakan sifat tegas yang
menentukan perbedaan antara C. annuum dan C. frutescens. Pickersgill (1989)
menyatakan secara tegas perbedaan kedua Capsicum tersebut, yaitu C. annuum
mempunyai mahkota bunga berwarna putih bersih, sedangkan C. frutescens
mahkota bunganya berwarna putih kehijauan.
Tanaman cabai menyukai daerah yang hangat, dengan pH optimal berkisar
antara 5.5-6.8. Daya adapatasi tanaman cabai terhadap ketinggian tempat cukup
luas. Curah hujan optimum berkisar 600-1250 mm. Suhu malam yang mencapai
30 0C dapat menyebabkan bunga cabai gagal berkembang. Viabilitas polen
menurun pada suhu diatas 30 0C atau di bawah 15 0C (Poulos, 1994).
Pemupukan cabai bervariasi bergantung pada jenis tanah, kesuburan
maupun teknik budidaya yang dilakukan. Poulos (1994) menyatakan bahwa
rekomendasi pemupukan yang layak untuk budidaya cabai merah adalah 10-20
ton/ha pupuk kandang, 130 kg/ha N, 80 kg/ha P, 110 kg/ha K, dan Boron 10 kg/ha.
Koryati (2004) melaporkan hasil penelitiannya bahwa pemupukan urea
berpengaruh nyata terhadap produksi tanaman cabai merah dan produksi tertinggi
diperoleh pada perlakuan pemupukan urea dengan dosis 135 g/plot atau 450 kg/Ha.
Panen Cabai dataran rendah lebih cepat dipanen dibanding cabai dataran
tinggi. Panen pertama cabai dataran rendah sudah dapat dilakukan pada umur 75-85
hari. Di dataran tinggi, panen baru dapat dimulai pada umur 4-5 bulan. Umur
panen cabai tergantung varietas yang digunakan, lokasi penanaman dan kombinasi
pemupukan yang digunakan serta kesehatan tanaman.
Cabai yang sudah berwama merah sebagaian berarti sudah dapat dipanen.
Ada juga petani yang sengaja memanen cabainya pada saat masih muda (berwarna
hijau). Kriteria panennya saat ukuran cabai sudah besar, tetapi masih berwama
hijau penuh. Pemanenan dilakukan dengan cara memetik buah beserta tangkainya
yang bertujuan agar cabai dapat disimpan lebih lama.

Produktivitas cabai

bervariasi antara 1.5-18 ton per hektar (Poulos, 1994).
Tomat
Lycopersicon esculentum Miller atau yang biasa kita sebut tomat merupakan
salah satu komoditas tanaman sayuran yang penting. Tomat dapat dikonsumsi segar
dalam bentuk salad, saus maupun sebagai bahan dalam masakan seperti sup,

daging, dan lain-lain. Nilai penting tomat lebih tinggi dalam bentuk olahan seperti
saus, pure, jus maupun tomat kalengan (Opena dan Van Der Vossen, 1994).
Tanaman tomat termasuk perdu semusim, berbatang lemah dan basah.
Daunnya berbentuk segitiga. Bunganya berwarna kuning. Buahnya buah buni, hijau
waktu muda dan kuning atau merah waktu tua. Berbiji banyak, berbentuk bulat
pipih, putih atau krem, kulit biji berbulu (Opena dan Van Der Vossen, 1994).
Tomat menyukai daerah yang sejuk dan kering. Temperatur optimum untuk
pertumbuhan berkisar antara 21o – 24oC. Tomat dapat tumbuh pada berbagai jenis
tanah yang memiliki kandungan bahan organik tinggi. Kemasaman tanah (pH
tanah) yang dikehendaki adalah 6.0-6.5. Selama pertumbuhannya tomat harus
mendapatkan sinar matahari yang cukup, intensitas cahaya di bawah 100 ft-candle
dapat menyebabkan pertumbuhan dan waktu berbunga tanaman terlambat.
Tanaman tomat memerlukan air dalam jumlah banyak dan teratur untuk
pertumbuhan dan perkembangan tomat dari saat tanam sampai tanaman dapat
dipanen, namun tidak menggenangi daerah sekitar akar (Opena dan Van Der
Vossen, 1994).
Kebutuhan benih tergantung pada varietas dan jarak tanam, namun berkisar
antara 150-300 gram/ha. Jarak antar tanaman sekitar 50-60 cm. Kebutuhan benih
untuk satu hektar lahan 500-1000 g. Buah pertama dapat dipanen setelah umur 3
bulan.

Potensi hasil dapat mencapai 8-12 ton/ha (Opena dan Van Der Vossen,

1994).
Dosis pupuk yang diberikan untuk budidaya tomat adalah pupuk dasar
diberikan saat tanam terdiri dari 100 kg TSP, 50 KCL dan pupuk kandang 15
ton/ha. Pupuk susul