Isolasi Golongan Benzofenon Dari Ekstrak Metanol Daging Buah Mahkota Dewa [Phaleria macrocarpa (Sheff.) Boerl.]

ISOLASI GOLONGAN BENZOFENON DARI EKSTRAK
METANOL DAGING BUAH MAHKOTA DEWA
[Phaleria macrocarpa (Sheff). Boerl.]

YENTI HARIYANI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

 

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Isolasi Golongan Benzofenon
dari Ekstrak Metanol Daging Buah Mahkota Dewa [Phaleria macrocarpa (Sheff).
Boerl.] adalah karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari

penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di
bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juli 2011

Yenti Hariyani
NRP G451090071 

 

ABSTRACT
YENTI HARIYANI. Isolation of Benzophenone Group from the Methanolic
Extract of Mahkota Dewa [Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl. Pulp. Under
direction of LATIFAH K. DARUSMAN and IRMANIDA BATUBARA
Traditionally, mahkota dewa plant [Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.]
is used to treat various diseases in Indonesia, including cancer. In developing the
mahkota dewa plant as material for cancer therapy, it requires for quality control
that responsible for its activity. Quality control can be determined through marker
compound. This study aimed to isolate marker compound benzophenone
compound, from the methanol extract of mahkota dewa pulp. Isolation was done

using column chromatography and preparative thin layer chromatography (TLC)
guided by BSLT activity and benzophenone coloring reagent. Mahkota dewa
pulp methanol extract was fractionated with silica gel. The fraction 4 column
chromatography resulted had a LC50 value of 30.90 µg/ml. Based on TLC on
fraction 4, fraction 4 consisted of benzophenone on Rf 0.37. Separation of
fraction 4 using preparative TLC with eluent chloroform-methanol-water
(70:20:2) yielded eight fractions. The benzophenone compound could be detected
at fraction 45 with the Rf of value 0.37 and gave the LC50 value 899.28 µg/ml.
Identification of fraction 45 by UV-Vis spectrometer showed UV absorption at
200 nm and 264 nm. IR spectra indicated that the fraction 45 has an aromatic
compound and have the same pattern with phalerin.
Keywords: Phaleria macrocarpa, marker compound, benzophenone, BSLT.
 

 

RINGKASAN
YENTI HARIYANI. Isolasi Golongan Benzofenon dari Ekstrak Metanol Daging
Buah Mahkota Dewa [Phaleria macrocarpa (Sheff.) Boerl.]. Dibimbing oleh
LATIFAH K. DARUSMAN dan IRMANIDA BATUBARA.

Tanaman mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) secara luas di Indonesia telah
digunakan sebagai obat berbagai penyakit, diantaranya kanker. Di dalam
pengembangan mahkota dewa sebagai obat penyakit kanker diperlukan kontrol
kualitas yang bertanggung jawab terhadap aktivitasnya sebagai antikanker. Kontrol
kualitas dapat ditentukan antara lain melalui senyawa penciri. Salah satu senyawa
yang berperan sebagai antikanker pada tanaman mahkota dewa adalah senyawa
benzofenon. Bertolak dari hal tersebut maka penelitian ini bertujuan untuk
memperoleh senyawa penciri golongan benzofenon dari ekstrak metanol buah
mahkota dewa melalui pemisahan, uji Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) dan uji
kualitatif benzofenon.
Metode ektraksi sampel dilakukan dengan cara refluks menggunakan pelarut
metanol. Selanjutnya ekstrak metanol dipartisi menggunakan kloroform untuk
memisahkan komponen yang bersifat semipolar, fraksi metanol dan fraksi kloroform
yang diperoleh diuji fitokimia. Fraksinasi pada fraksi metanol dilakukan
menggunakan kromatografi kolom dengan fase diam berupa silika gel dan fase gerak
berupa n-heksana, etil asetat, metanol dengan peningkatan kepolaran. Fraksi-fraksi
hasil kolom yang diduga mengandung golongan benzofenon diuji toksisitas melalui
uji BSLT. Selanjutnya fraksi yang paling toksik difraksinasi dengan KLT preparatif.
Fraksi hasil KLT preparatif diuji BSLT dan uji kualitatif golongan benzofenon,
fraksi yang paling toksik dan positif mengandung benzofenon diidentifikasi

menggunakan spektrofotometer UV-Vis dan IR.
Ekstraksi sampel sebanyak 200 g secara refluks menggunakan pelarut metanol
menghasilkan rendemen 20.85%. Hasil partisi dengan kloroform diperoleh fraksi
metanol dengan rendemen 72.25% dan fraksi kloroform 24.98% dari ekstrak kasar
metanol. Hasil uji fitokimia pada fraksi metanol dan fraksi kloroform diperoleh data
bahwa kandungan golongan benzofenon terbanyak terdapat pada fraksi metanol.
Fraksinasi selanjutnya menggunakan kromatografi kolom dilakukan pada fraksi
metanol. Pencarian eluen terbaik untuk penggabungan fraksi hasil kromatografi
kolom menggunakan pelat kromatografi lapis tipis (KLT), fraksi yang memiliki nilai
Rf yang sama atau hampir sama akan digabung. Fraksinasi yang dilakukan terhadap
fraksi metanol menghasilkan 167 tabung yang digabung berdasarkan pola KLT
dengan eluen campuran n-heksana:etil asetat:metanol (7:14:3) dan diperoleh 12 fraksi
gabungan (fraksi 1-12).
Selanjutnya dilakukan uji toksisitas pada fraksi 4-12 yang diduga
mengandung golongan benzofenon. Sedangkan fraksi 1-3 tidak dilakukan uji
toksisitas karena diduga kuat tidak terdapat golongan benzofenon yang bersifat polar,
karena fraksi 1-3 diperoleh setelah dielusi dengan eluen nonpolar. Hasil uji toksisitas

BSLT menunjukkan 3 fraksi terbaik yang memiliki toksisitas yaitu fraksi 4, 10, dan
11. Fraksi 4 merupakan yang paling baik dengan nilai LC50 yang paling rendah.

Fraksinasi golongan benzofenon pada fraksi 4 dilakukan dengan
menggunakan KLTP, dengan eluen campuran antara kloroform:metanol:air,
perbandingan 70:20:2. Proses pemurnian fraksi 4 dengan KLTP diperoleh 8 fraksi
(fraksi 41-48). Hasil fraksinasi menggunakan KLTP ini diuji toksisitas BSLT-nya
untuk mendapatkan fraksi yang berpotensi sitotoksik. Fraksi hasil KLTP yang
memiliki potensi sitotoksik yang paling baik dengan nilai LC50 paling rendah adalah
fraksi 47 dengan nilai LC50 100 g/ml, akan tetapi nilai ini tidak sebaik nilai LC50
fraksi 4 hasil kromatografi kolom, yaitu sebesar 30.90 g/ml. Hal ini diduga karena
komponen aktif tidak terpisah dengan baik pada KLTP atau disebabkan oleh
komponen yang bekerja secara sinergis pada fraksi 4 menjadi berkurang setelah
difraksinasi menggunakan KLTP. Sementara itu fraksi 45 menunjukkan nilai LC50 di
bawah 1000 g/ml, yaitu 899.28 g/ml, yang berpotensi sitotoksik.
Uji kualitatif golongan benzofenon dilakukan terhadap fraksi hasil kolom,
yaitu fraksi 4-12 dan fraksi hasil KLTP, yaitu fraksi 41-48 untuk mengetahui yang
yang bersifat sitotoksik termasuk golongan benzofenon. Uji kualitatif dilakukan
dengan cara menyemprotkan reagen pendeteksi golongan benzofenon Fast Blue Salt
B 1% dalam metanol air 1:1 pada plat KLT yang telah dielusi dengan eluen terbaik
yaitu campuran kloroform:metanol:air (70:20:2). Hasil uji kualitatif menunjukkan
fraksi yang diduga positif mengandung benzofenon yaitu fraksi 4, 5, 6, 10, dan 11.
Hal ini terlihat dari perubahan warna spot pada plat KLT menjadi merah ungu terang

sesaat setelah disemprot dengan reagen pendeteksi dan merah kecoklatan setelah
teroksidasi. Pada fraksi 4 dengan Rf 0,37 warna merah ungu sangat kontras, pada
fraksi 5 terdapat 2 spot yang positif benzofenon yaitu pada spot ke-5 dengan Rf 0,37
warna merah ungu juga sangat kontras dan pada spot ke-4 dengan Rf 0.30. Hasil uji
kualitatif fraksi hasil KLTP diperoleh fraksi 44 dan 45 yang diduga positif
mengandung golongan benzofenon. Pada fraksi 45 spot dengan nilai Rf 0.37
warnanya terlihat sangat kontras dibanding fraksi 44 yaitu merah ungu setelah
disemprot menggunakan Fast Blue Salt B dan menjadi coklat kemerahan setelah
teroksidasi. Sementara itu fraksi 44 pada uji toksisitas BSLT tidak menunjukkan
aktivitas yang baik, fraksi 45 menunjukkan aktivitas yang cukup baik walaupun tidak
sebaik aktivitas fraksi 47, tetapi pada uji kualitatif fraksi 47 tidak terdeteksi
mengandung golongan benzofenon.
Fraksi 45 hasil KLTP yang diduga merupakan golongan benzofenon dianalisis
menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Hasil analisis menunjukkan fraksi 45
memiliki panjang gelombang maksimum ( max) dalam MeOH pada 200 nm dan
serapan lainnya pada 264 nm. Serapan pada panjang gelombang maksimum 200 nm
dan 264 nm menunjukkan adanya transisi elektron dari π ke π* yang merupakan ciri
khas untuk sistem ikatan rangkap terkonjugasi dari suatu cincin aromatik yaitu
kromofor C=C aromatik dan C=O. Analisis spektrum IR fraksi 45 hasil KLTP
menunjukkan uluran pada bilangan gelombang 3399, 2922, 1919, 1618, 1511, dan

1436 cm-1. Vibrasi regang pada bilangan gelombang 3399 cm-1 dengan bentuk pita
lebar menunjukkan adanya gugus OH, vibrasi regang pada 2922 cm-1 menunjukkan
grup C-H jenuh atau metil (-CH3), serapan pada bilangan gelombang 1618 cm-1

secara kuat mengindikasikan keberadaan α β C=O tak jenuh dan vibrasi regang pada
1511 dan 1436 cm-1 mengindikasikan keberadaan cincin aromatik. Fraksi 45 hasil
KLTP yang diduga golongan benzofenon terbukti memiliki serapan pada panjang
gelombang yang mirip dengan phalerin (glikosida benzofenon) yang diisolasi dari
ekstrak metanol daun mahkota dewa.
Fraksi 47 hasil KLTP dari analisis spektrometer UV-Vis memiliki serapan
maksimum pada panjang gelombang 249 dan 341 nm. Kisaran panjang gelombang
250-280 nm dan 310-350 nm tergolong flavonoid yaitu jenis flavon. Sementara itu
analisis spektrum fraksi 47 hasil KLTP terdapat uluran pada bilangan gelombang
3399, 2927, 2855, 1706, 1609, 1469, 1283 cm-1 dengan uluran khas pada bilangan
gelombang 3399 cm-1 yang menunjukkan gugus OH, 2927 dan 2852 cm-1 yang
menunjukkan gugus CH2, vibrasi regang pada bilangan gelombang 1706 cm-1 yang
menandakan adanya gugus karbonil. Sedangkan pada bilangan gelombang 1609 dan
1465 cm-1 mengindikasikan keberadaan cincin aromatik. Dari data UV-Vis dan IR
fraksi 47 diduga merupakan golongan flavonoid, yaitu flavon.
Fraksi 4 yang mengandung benzofenon dan terdeteksi pada fraksi 44 dan 45,

juga masih mengandung golongan senyawa lain yaitu golongan flavonoid (flavon)
yang lebih aktif berdasarkan uji BSLT.

 

 
 
 
 
 
 
 
 
 

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencamtumkan
atau menyebutkan sumbernya.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan

karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan masalah
b. pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

 

ISOLASI GOLONGAN BENZOFENON DARI EKSTRAK
METANOL DAGING BUAH MAHKOTA DEWA
[Phaleria macrocarpa (Sheff). Boerl.]

YENTI HARIYANI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Kimia

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2011

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. dr. Irma Herawati Suparto, M.S.

Judul Tesis

: Isolasi Golongan Benzofenon Dari Ekstrak Metanol Daging
Buah Mahkota Dewa [Phaleria macrocarpa (Sheff.) Boerl.]
: Yenti Hariyani
: G451090071

Nama
NIM

Disetujui
Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Latifah K. Darusman, M.S.


Dr. Irmanida Batubara, S.Si, M.Si

Ketua

Anggota

Diketahui

Ketua Program Mayor Kimia

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Purwantiningsih Sugita, M.S.

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr

Tanggal Ujian: 8 Agustus 2011

Tanggal Lulus:

 

PRAKATA

Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari sampai Juni 2011 ini
ialah Isolasi Golongan Benzofenon Dari Ekstrak Metanol Daging Buah Mahkota
Dewa [Phaleria macrocarpa (Sheff.) Boerl.].
Ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada Prof. Dr. Ir. Latifah K.
Darusman, M.S. selaku Ketua Komisi Pembimbing, dan Dr. Irmanida Batubara,
S.Si, M.Si. selaku Anggota Komisi Pembimbing atas segala curahan waktu,
bimbingan dan dorongan moral kepada saya, serta kepada Dr. dr. Irma Herawati
Suparto, M.S. selaku penguji luar komisi yang telah memberikan banyak saran
untuk perbaikan tesis saya. Serta ucapan terima kasih saya kepada Kementrian
Agama atas pemberian beasiswa dan biaya penelitian, dan teman-teman BUD
Kemenag 2009, juga kepada staf Laboratorium Kimia Analitik Departemen Kimia
IPB dan Pusat Studi Biofarmaka IPB yang telah membantu kelancaran penelitian
Isolasi Golongan Benzofenon dari Ekstrak Metanol Daging Buah Mahkota Dewa
ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada ibu, ayah (alm.), mas Agus,
Kurnia Rizki Gusti Putra, Citra Kartika Gusti Putri atas segala doa dan kasih
sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2011
Yenti Hariyani

 

RIWAYAT HIDUP

 

Penulis dilahirkan di Sungai Penuh Kabupaten Kerinci Jambi pada tanggal
12 Januari 1971 dari ayah Hadis Rais dan ibu Mariana Syarif. Penulis merupakan
putri ketiga dari empat bersaudara.
Tahun 1989, penulis lulus dari SMA DB I dan pada tahun yang sama lulus
seleksi masuk Universitas Jambi melalui jalur seleksi penerimaan mahasiswa baru
(sipenmaru). Penulis memilih jurusan Pendidikan Kimia Strata I, Fakultas
Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, lulus pada tahun 1994. Dan
pada tahun 2009, penulis mendapatkan Beasiswa Utusan Daerah (BUD) dari
Kementrian Agama Republik Indonesia untuk melanjutkan studi Magister Sains
pada Program Studi Kimia, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Penulis bekerja sebagai staf guru di MAN 13 Jakarta Selatan mulai tahun
2002 sampai sekarang.

 

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL …………………………………………………….

xiv

DAFTAR GAMBAR …………………………………………………

xv

DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………….........

xvi

PENDAHULUAN
Latar Belakang ................................................................................

1

Tujuan Penelitian .............................................................................

2

Manfaat Penelitian …………………………………………………

2

TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………………
Mahkota Dewa ..................................................................................

3

Uji Toksisitas Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) .......................

7

METODE PENELITIAN
Alat dan Bahan..................................................................................

8

Preparasi dan Ekstraksi Sampel ... ..................................................

8

Penentuan Kadar Air ………..……………………………………..

8

Uji Fitokimia ……………………………………………………….

9

Penentuan Eluen Terbaik pada KLT ………………………………

9

Fraksinasi dengan Kromatografi Kolom ………………………….

9

Uji Toksisitas Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) ……………….

9

Uji Kualitatif Golongan Benzofenon ………………………………

10

Identifikasi Golongan Benzofenon dengan Spektrofotometer UVVis ………………………………………………………………….

10

Identifikasi Golongan Benzofenon dengan Spektrofotometer
IR....................................................................................................

11

 

HASIL DAN PEMBAHASAN
Ekstraksi dan Fraksinasi ……………………………………………

12

Toksisitas Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) Fraksi Hasil
Kromatografi Kolom ……………………………………………….

15

Kromatografi Lapis Tipis Preparatif (KLTP) ………………………

16

Toksisitas Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) Fraksi Hasil
Kromatografi Lapis Tipis Preparatif (KLTP) ………………………

18

Keberadaan Golongan Benzofenon Hasil Kromatografi Kolom dan
Kromatografi Lapis Tipis Preparatif (KLTP) ................................

18

Analisis Spektrofotometer UV-Vis Fraksi Hasil KLTP ...................

22

Analisis Spektrofotometer IR Fraksi Hasil KLTP ............................

23

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan ……………………………………………………………

26

Saran ……………………………………………………………….

26

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………

27

LAMPIRAN ………………………………………………………….

29

 

xiv

DAFTAR TABEL
Halaman

1 Senyawa glikosida benzofenon dari Phaleria macrocarpa …….....

5

2 Hasil uji fitokimia fraksi metanol dan fraksi kloroform
buah mahkota dewa ………………………………………………

12

3 Hasil uji toksisitas BSLT fraksi hasil kolom ……………………..

16

4 Hasil uji toksisitas BSLT fraksi hasil KLTP ……………………..

18

5 Jumlah spot dan nilai Rf dari fraksi yang diduga positif
mengandung senyawa benzofenon ………………………………

20

6 Hasil fraksinasi kromatografi kolom dan KLTP, toksisitas BSLT
dan keberadaan benzofenon........................................................

21

7 Absorpsi IR gugus-gugus fungsi fraksi 45 dan 47 hasil
KLTP......................................................……………………………...........

25

xv

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1

Buah muda dan tua tanaman mahkota dewa ……….....................

4

2

Struktur kimia senyawa turunan benzofenon ……………………

6

3

Pola KLT eluen terbaik eluen n-heksana:etil asetat: metanol
(7:14:3) ………………………………………..……....................

14

4

Pola KLT penggabungan fraksi hasil kromatografi kolom .……..

15

5

Pola KLT preparatif fraksi 4 hasil kromatografi kolom .....……..

17

6

Pola KLT hasil KLTP fraksi 4 ..…………………………………

17

7

Pola KLT uji kualitatif fraksi hasil kolom .………………………

19

8

Pola KLT uji kualitatif fraksi 4 hasil KLTP ...……………….......

20

9

Spektrum UV-Vis fraksi 45 hasil KLT .........................................

22

10

Spektrum UV-Vis fraksi 47 hasil KLTP ……...……………........

23

11

Spektrum IR fraksi 45 hasil KLTP ……………………………….

24

12

Spektrum IR fraksi 47 hasil KLTP ……………………………….

24

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1

Bagan alir penelitian ………….……….......................................

30

2

Hasil pencarian eluen terbaik dengan penggabungan 2 eluen …..

31

3

Pengelompokan fraksi hasil kromatografi kolom …...…………..

32

4

Contoh perhitungan LC50 fraksi 4 hasil kolom …………………

33

5

Nilai Rf fraksi hasil KLTP ………………………………………

34

 

1
 

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) secara luas di Indonesia
telah digunakan sebagai obat alternatif kanker. Secara empirik, mahkota dewa
digunakan untuk pengobatan medis. Batangnya digunakan untuk pengobatan
kanker tulang, daunnya digunakan untuk pengobatan impotensi, alergi, diabetes
mellitus, dan tumor. Cangkang biji buah mahkota dewa digunakan untuk penyakit
kanker payudara, kanker rahim, penyakit paru-paru, dan penyakit hati (Aditama
2001).
Dari hasil evaluasi fitokimia, simplisia buah mahkota dewa mengandung
alkaloid, flavonoid, fenol/polifenol, tanin, saponin, terpenoid/sterol (Lisdawati
2002).

Hasil identifikasi senyawa kimia dari buah mahkota dewa diperoleh

kandungan asam lemak, steroid, benzofenon glikosida dan karbohidrat
(Simanjuntak 2008). Hartati et al. (2005) melaporkan suatu senyawa glikosida
benzofenon baru (phalerin) dari daun mahkota dewa yang bersifat sitotoksik
terhadap sel myeloma (NS-1) dan uji aktivitas biologi pada phalerin menunjukkan
bahwa senyawa ini bersifat non-toksik dan memiliki potensi imunostimulan. 
Penelitian yang dilakukan oleh Oshimi et al. (2008) pada buah mahkota dewa
dilaporkan senyawa turunan glikosida benzofenon yang berbeda dari phalerin
yaitu

2,4’,6-trihidroksi-4-metoksibenzofenon-2-O-β-D-glukosida

yang

sebelumnya telah diisolasi dari tanaman Gnidia involucrate yang juga termasuk
genus Thymelaeaceae.    Senyawa ini juga telah diisolasi oleh Tambunan dan
Simanjuntak (2006) dari ekstrak n-butanol buah mahkota dewa yang dihidrolisis
dengan HCl 9% dalam metanol.
Di dalam pengembangan mahkota dewa sebagai obat berbagai jenis
penyakit terutama kanker diperlukan kontrol kualitas yang bertanggung jawab
terhadap aktivitasnya sebagai antikanker. Kontrol kualitas dapat ditentukan antara
lain melalui senyawa penciri.
Secara umum pedoman untuk menetapkan suatu senyawa atau sekelompok
senyawa menjadi penciri bahan tumbuhan obat antara lain, senyawa tersebut harus
stabil dan dapat diisolasi, dapat diidentifikasi dan dianalisis secara kuantitatif, dan
mempunyai struktur kimia yang jelas (Sinambela 2003). Akan tetapi seringkali

2
 

ditemukan untuk mendapatkan suatu senyawa metabolit sekunder dari tumbuhan
obat diperoleh rendemen dan kemurnian relatif kecil dan sulit untuk dijadikan
standar karena kurang tepatnya pelarut atau eluen, teknik ekstraksi dan teknik
pemisahan yang digunakan.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh senyawa penciri golongan
benzofenon dari ekstrak metanol buah mahkota dewa melalui pemisahan, uji
Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) dan uji kualitatif benzofenon.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang senyawa
penciri golongan benzofenon dalam buah mahkota dewa dan potensinya sebagai
senyawa antikanker.

 

TINJAUAN PUSTAKA
Mahkota Dewa
Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl atau yang dikenal dengan nama
mahkota dewa
Umumnya

merupakan tanaman asli Indonesia yang berasal dari Papua.

tanaman ini dibudidayakan sebagai tanaman hias atau tanaman

peneduh, tetapi terkadang masih dapat dijumpai tumbuh liar di hutan pada
ketinggian 10-1.200 m di atas permukaan laut dengan curah hujan rata-rata 1.0002.500 mm/tahun. Dari segi taksonomi tanaman ini dikelompokkan ke dalam
divisi Spermathophyta, filum Angiospermae, kelas Dycotyledoneae, ordo
Tymelaeales, famili Tymelaeaceae, genus Phaleria dan spesies Phaleria
macrocarpa (Scheff.) Boerl.
Tanaman mahkota dewa awalnya ditanam dan dipelihara untuk tanaman
hias karena penampilannya yang menarik, buahnya berwarna hijau saat muda dan
merah terang saat tua dan besar buahnya rata-rata seukuran bola pingpong sampai
bola tenis. Menurut Harmanto (2003) yang membuat tanaman mahkota dewa
populer bukan hanya karena indahnya tetapi lebih karena khasiatnya. Morfologi
tanaman ini cukup sempurna karena memiliki batang, daun, bunga, dan buah.
Buah mahkota dewa terdiri dari kulit, daging, cangkang, dan biji, dengan
ketebalan kulit berkisar 0,5-1,0 mm. Buah bentuknya bulat, diameter 3-5 cm,
daging buah berwarna putih, berserat dan berair. Tanaman dengan tinggi 1-2,5 m
ini tergolong tanaman perdu, berdaun tunggal, letaknya berhadapan, bertangkai
pendek seperti daun jambu air tetapi langsing, ujungnya runcing dengan panjang
daun sekitar 7-10 cm dan lebar 2-5 cm, warna daun tua lebih gelap dibanding
yang muda. Bunga keluar sepanjang tahun, letaknya tersebar dibatang atau ketiak
daun, berbentuk tabung, berukuran kecil, berwarna putih dan harum, berakar
tunggang dan berwarna kuning kecoklatan. Gambar tanaman mahkota dewa
ditunjukkan pada Gambar 1.

4
 

Gambar 1. Buah muda (hijau) dan buah tua (merah) mahkota dewa
Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl, yang dikenal dengan nama mahkota
dewa telah cukup lama dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia untuk mengobati
berbagai penyakit, seperti diabetes melitus, kanker, hati, jantung, asam urat,
rematik, ginjal, tekanan darah tinggi, eksim, jerawat, dan luka gigitan serangga
(Lisdawati 2002). Penelitian yang dilakukan oleh Sugiwati (2005) diperoleh
bahwa ekstrak kasar buah mahkota dewa pada fraksi etil asetat, butanol dan air
berhasil menghambat aktivitas α-glukosidase secara in vitro berturut-turut sebesar
69.90 %, 42.27 %, dan 33.01 %.
Penapisan farmakologi untuk aktivitas antikanker secara in vitro dari
ekstrak kasar fraksi non polar, semipolar dan polar daging buah serta cangkang
biji mahkota dewa telah diujikan terhadap sel leukemia L1210. Fraksi semipolar
(etil asetat) merupakan fraksi yang memiliki aktivitas inhibisi paling tinggi
terhadap perkembangbiakan sel leukemia L1210 dengan nilai IC50 5.76 µg/ml
pada daging buah dan < 5.0 µg/ml pada bagian cangkang biji.

5
 

Glikosida benzofenon
Glikosida benzofenon merupakan senyawa turunan benzofenon yang satu
atau lebih gugus hidroksilnya terikat pada satu gula atau lebih. Beberapa senyawa
glikosida benzofenon yang terdapat dalam tanaman mahkota dewa ditunjukkan
dalam Tabel 1.
Tabel 1 Senyawa glikosida benzofenon dari Phaleria macrocarpa
Bagian tumbuhan

Nama Senyawa glikosida benzofenon

Peneliti

Daun

4,5-dihidroksi-4-metoksibenzofenon-

Hartati et al.

3-O-β-D-glukosida (phalerin)

2005

6,4’-dihidroksi-4-

Tambunan dan

metoksibenzofenon-2-O-ά-D-

Simanjuntak.

glukopiranosida, hasil hidrolisisnya

2006

Daging buah

adalah 2,4’,6-trihidroksi-4metoksibenzofenon-2-O-β-Dglukosida
Kulit kayu

Daging buah

6,4’-dihidroksi-4-metoksi

Winarno H dan

benzofenon-2-O-β-D-

Ermin Katrin

glukopiranosida

W. 2009

2,4’6-trihidroksi-4-

Oshimi et al.

metoksibenzofenon-2-O-β-D-

2008

glukosida

Beberapa senyawa benzofenon glikosida telah diisolasi dari beberapa jenis
tanaman seperti telefenon A(2) dan B(3) dari akar tanaman Polygala telephioides,
Rolygalaceae (Li, 2000); senyawa iriflofenon 2-O-α-glukopiranosida (4) dari
herbal tanaman Coleogyne ramosissima, Rosaceae (Ito, 2000). Nawawi (2004)
menemukan komponen utama ekstrak etanol daun mahkota dewa berupa kristal
putih kekuningan, tidak berbau yang juga merupakan senyawa benzofenon
glikosida. Beberapa struktur kimia senyawa benzofenon glikosida ditunjukkan
pada Gambar 2.

6
 

Gambar 2. Beberapa struktur kimia senyawa benzofenon glikosida. Hasil isolasi
dari daun Mahkota dewa (1); isolasi dari Polygala telephioides (2,3);
isolasi dari herbal Coleogyne ramosissima (4); hasil isolasi buah
Mahkota dewa (5) (Tambunan 2006)
Aktivitas Senyawa Turunan Benzofenon
Semua turunan benzofenon yang diisolasi dari spesies Garcinia
menunjukkan apoptosis kuat menginduksi efek melawan sel leukemia pada
manusia. Senyawa ini berperan dalam menekan pertumbuhan berkaitan dengan
apoptosis yang dimediasi oleh aktivasi Caspase-3 dan sitotoksik terhadap sel
ovarian manusia (A2780) (Matsumoto et al. 2003; William et al. 2003).
Phalerin yang diisolasi dari ekstrak metanol daun mahkota dewa
dilaporkan memiliki sifat sitotoksik terhadap sel myeloma (NS-1) dengan nilai
IC50 83 µg/mL (Hartati 2005). Winarno dan Katrin (2009) berhasil mengisolasi
turunan glikosida benzofenon dari kulit batang mahkota dewa yang mempunyai
aktivitas inhibitor terhadap tikus penderita leukimia L1210 dengan IC50 5.1
µg/mL.

7
 

Uji Toksisitas Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)
Uji toksisitas BSLT merupakan deteksi awal untuk mengetahui potensi
bioaktivitas dan toksisitas dari sampel sehingga dapat ditentukan konsentrasi
ekstrak yang aman untuk pengujian. Uji dilakukan untuk mengamati tingkat
kematian larva udang Artemia salina Leach yang disebabkan oleh ekstrak
metabolit sekunder, tingkat kematian atau mortalitas selanjutnya dianalisis dengan
menggunakan analisis probit untuk menentukan konsentrasi LC50 (lethal
concentration) 50%,

yaitu konsentrasi yang menyebabkan kematian populasi

larva udang sebesar 50% dari populasi total. Senyawa yang mempunyai LC50
lebih kecil dari 1000 ppm dikatakan memiliki potensi bioaktivitas (Meyer et al.
1982).
Lisdawati (2002) telah melakukan pengujian BSLT terhadap kadar
toksisitas ekstrak daging buah mahkota dewa dan kulit bijinya dengan melihat
tingkat kematian larva A. Salina setelah diinkubasi selama 24 jam. Hasilnya
menunjukkan toksisitas yang sangat tinggi yang menyebabkan kematian 50%
larva udang (LC50) yang berkisar antara 0.1615-11.8351 µg/ml.  
BSLT memiliki kelebihan, antara lain biaya relatif murah, sederhana,
cepat dan praktis, tidak memerlukan teknik perawatan khusus, jumlah sampel
yang digunakan relatif sedikit dan tidak memerlukan serum hewan. Selain itu,
hasil uji berkorelasi baik dengan beberapa metode sitotoksik ( Meyer et al. 1982).

 

9
 

METODE PENELITIAN
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan adalah Spektrofotometer UV-Vis (Shimadzu),
dan IR (Brucker), multiwell plates, evaporator, pelat KLT silika gel GF254 dan
pelat KLT preparatif, kolom kromatografi silika gel (Merck; 70-230 mesh; 1x25
cm), pipet mikro, tip pipet mikro, pipet Mohr.
Bahan yang digunakan adalah buah mahkota dewa yang diperoleh dari
kebun percobaan Pusat Studi Biofarmaka (PSB), pelarut MeOH, CHCl3, EtOAc,
Artemia salina Leach, dan air laut.
Preparasi dan Ekstraksi Sampel (Hartati et al. 2005)
Preparasi sampel ekstrak buah mahkota dewa dilakukan dengan cara
mengeringanginkan daging buah mahkota dewa yang telah diiris tipis, kemudian
dibuat serbuk berukuran 80 mesh. Sampel serbuk kering ditentukan kadar airnya.
Sampel diekstraksi dengan cara refluks menggunakan pelarut metanol pada suhu
600C. Semua ekstrak yang diperoleh disaring dengan menggunakan kertas saring
Whatman no. 1 dan dipekatkan dengan penguap putar pada suhu 300C kemudian
dihitung rendemennya. Selanjutnya ekstrak metanol dipartisi menggunakan
kloroform untuk memisahkan komponen yang bersifat semipolar, masing-masing
ekstrak diuji flavonoid, fenol, dan triterpenoid dan steroid.
Penentuan Kadar Air (AOAC 2006)
Cawan dikeringkan terlebih dahulu selama 30 menit dalam oven pada suhu
1050C, lalu didinginkan dalam eksikator kemudian beratnya ditimbang. Sampel
ditimbang seberat 5 gram dan dimasukkan ke dalam cawan, kemudian sampel
dimasukkan kedalam oven selama 3 jam pada suhu 1050C, lalu didinginkan dalam
eksikator selama 30 menit kemudian ditimbang kembali sampai diperoleh bobot
yang konstan (AOAC 2006). Persen kadar air dihitung dengan persamaan:
Kadar air (%) : a-b x 100 %
a
a adalah bobot sebelum dikeringkan (g)
b adalah bobot sampel setelah dikeringkan (g)

10
 

Uji Fitokimia (Harborne 1987)
Uji Flavonoid. Sebanyak 1 gram ekstrak ditambah 100 ml air panas kemudian
dididihkan selama 5 menit dan disaring. Filtrat yang diperoleh diambil sebanyak 5
ml ditambah 0,05 g serbuk magnesium, 1 ml HCl pekat dan 1 ml amil alkohol
kemudian dikocok kuat-kuat, terbentuknya warna merah, kuning dan jingga pada
lapisan amil akohol menunjukkan adanya flavonoid.
Uji Triterpenoid dan Steroid. Ekstrak mahkota dewa dilarutkan dalam 25 ml
etanol panas (500C) kemudian disaring dalam cawan porselin dan diuapkan
sampai kering. Residu ditambahkan eter dan ekstrak eter dipindahkan ke dalam
lempeng, lalu ditambahkan 3 tetes anhidrida asam asetat dan 1 tetes H2SO4 pekat
(uji Lieberman-Burchard), warna merah atau ungu menunjukkan adanya
triterpenoid dan warna hijau atau biru menunjukkan adanya steroid.
Uji Fenol. Ekstrak mahkota dewa dengan bobot tertentu dimasukkan ke dalam
tabung reaksi. Kemudian ditambahkan FeCl3 dan bila terbentuk warna ungu, biru
atau hijau menunjukkan adanya senyawa golongan fenol.
Penentuan Eluen Terbaik pada KLT
Ekstrak pekat dari sampel ditotolkan pada pelat KLT. Setelah kering
langsung dielusi dalam ruang elusi yang telah dijenuhkan oleh uap eluen
pengembang. Eluen yang digunakan adalah metanol, etil asetat, kloroform, aseton
butanol, diklorometana,dan n-heksana, lalu dilakukan perbandingan pada eluen
yang menghasilkan spot yang banyak dan terpisah. Eluen akan diperbaiki lebih
lanjut apabila pemisahan belum baik. Noda hasil elusi diamati di bawah lampu
UV pada panjang gelombang 254 dan 366 nm.
Fraksinasi dengan Kromatografi Kolom (Rouessac & Rouessac 2007)
Fraksinasi dilakukan menggunakan kromatografi kolom dengan fase diam
berupa silika gel Merck dengan ukuran 70-230 mesh dan fase gerak berupa nheksana, etil asetat, metanol dengan peningkatan kepolaran. Eluat ditampung
setiap 5 ml dalam tabung reaksi, kemudian eluat diuji dengan KLT. Eluat yang
memiliki jumlah bercak dan nilai Rf yang sama atau hampir sama digabung
menjadi satu fraksi. Bercak dideteksi di bawah lampu UV 254 nm dan 366 nm.

11
 

Fraksi-fraksi hasil kolom yang diduga mengandung senyawa golongan
benzofenon diuji toksisitas melalui uji BSLT. Selanjutnya fraksi yang paling
toksik difraksinasi dengan KLT preparatif, noda yang diperoleh kemudian
dideteksi di bawah lampu UV 254 nm dan 366 nm. Fraksi hasil KLT preparatif
diuji BSLT dan uji kualitatif senyawa golongan benzofenon, fraksi yang paling
toksik dan positif mengandung benzofenon diidentifikasi menggunakan
spektrofotometer UV-Vis dan IR. Diagram alir penelitian dapat dilihat pada
Lampiran 1.
Uji Toksisitas Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) (Meyer et al. 1982)
Uji toksisitas dilakukan dengan menentukan nilai Lethal Concentration
(LC50) menngunakan larva udang Artemia salina L. Telur udang ditetaskan dalam
gelas piala yang berisi air laut, penetasan dilakukan selama 48 jam dan diaerasi
agar kadar oksigen tercukupi sehingga telur udang menetas menjadi larva. Ke
dalam masing-masing sumur dimasukkan 10 ekor larva udang dan larutan fraksi
yang akan diuji dengan konsentrasi 10 sampai 1.000 ppm (masing-masing 3 kali
ulangan), diinkubasi selama 24 jam dan dihitung jumlah larva yang mati. LC50
ditentukan dengan membuat kurva hubungan antara % kematian larva dan log
konsentrasi ekstrak. Apabila pada kontrol ada larva yang mati maka % kematian
larva udang ditentukan dengan rumus Abbot.
% kematian larva : T – K

x 100 %

S
Keterangan : T : jumlah larva uji yang mati
K : jumlah larva kontrol yang mati
S : jumlah larva uji
Uji Kualitatif Golongan Benzofenon (Nedialkov P & Kitanov G 2001)
Untuk mendeteksi adanya senyawa benzofenon dalam suatu sampel dapat
dilakukan dengan cara menyemprotkan reagen Fast Blue Salt B dalam
MeOH:H2O (1:1). Bila terjadi perubahan warna spot pada plat KLT menjadi ungu
kemerahan diduga positif mengandung senyawa golongan benzofenon.

12
 

Identifikasi Senyawa Benzofenon dengan Spektrofotometer UV-Vis
Identifikasi dengan spektrofotometer UV-Vis dilakukan dengan mengukur
spektrum serapan dalam larutan blanko yang sangat encer dengan pembanding
blanko pelarut, pelarut yang digunakan dalam pengukuran adalah pelarut sampel
yaitu metanol (Harborne, 1987). Senyawa dalam sampel diukur pada panjang
gelombang 200-800 nm. Analisis dilakukan dengan metode baku di Laboratorium
Pusat Studi Biofarmaka, IPB.

Identifikasi Senyawa Benzofenon dengan Spektrofotometer IR
Identifikasi

menggunakan

spektrofotometer

IR

dilakukan

dengan

menimbang sebanyak ± 0,8000 mg sampel dihaluskan bersamaan dengan 0,2004
gram KBr dalam mortar agat. Setelah dihaluskan dan bercampur, serbuk ini
dimasukkan ke dalam alat pencetak pelat KBr, sehingga diperoleh serbuk lempeng
yang

transparan.

Lempeng

spektrofotometer IR (Bruker).

yang

diperoleh

dimasukkan

ke

dalam

Analisis dilakukan dengan metode baku di

Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka, IPB.

13
 

HASIL DAN PEMBAHASAN
Ekstraksi dan Fraksinasi
Sampel buah mahkota dewa yang digunakan pada penelitian ini diperoleh
dari kebun percobaan Pusat Studi Biofarmaka, Institut Pertanian Bogor dalam
bentuk simplisia yang kemudian dijadikan serbuk dengan ukuran 80 mesh. Kadar
air serbuk mahkota dewa yang diperoleh sebesar 2.12%. Kadar air yang diperoleh
kurang dari 10% merupakan kadar air yang baik karena pada tingkat kadar air
tersebut waktu simpan sampel akan relatif lebih lama dan terhindar dari
pencemaran yang disebabkan oleh mikroba dan memenuhi syarat sebagai bahan
baku herbal (Winarno 1992; BPOM 2004).
Ekstraksi serbuk buah mahkota dewa sebanyak 200 g dilakukan dengan
cara refluks menggunakan pelarut metanol, disaring dan diuapkan dengan rotary
evaporator pada suhu 30oC. Ekstrak pekat yang diperoleh sebanyak 39.0776 g
dengan rendemen 20.85%. Selanjutnya ekstrak metanol yang diperoleh dipartisi
menggunakan kloroform. Hasil partisi dengan kloroform diperoleh fraksi metanol
dengan rendemen 72.25% dan fraksi kloroform 24.98% dari ekstrak kasar
metanol.
Untuk mengetahui kandungan kimia dari fraksi metanol dan fraksi
kloroform dilakukan uji fitokimia antara lain uji flavonoid, triterpenoid, steroid
dan uji fenol. Hasil pengujian fitokimia fraksi metanol dan fraksi kloroform buah
mahkota dewa dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Hasil uji fitokimia fraksi metanol dan fraksi kloroform buah mahkota
dewa
Golongan Senyawa Fraksi Metanol
Fraksi Kloroform
Fenol
+++
++
Flavonoid
++++
++
Benzofenon
+++
++
Steroid
+++
++
Triterpenoid
+
+++
Keterangan : (+) : terdeteksi , semakin banyak (+) intensitas warna semakin
meningkat

14
 

Hasil uji fitokimia pada Tabel 2 menunjukkan bahwa pada fraksi metanol
golongan triterpenoid memperlihatkan warna ungu yang tidak terlalu kuat,
sedangkan pada fraksi kloroform warna ungu terlihat pekat sehingga diduga
triterpenoid terpisahkan pada partisi dengan kloroform. Sementara itu steroid
pada kedua fraksi baik fraksi metanol maupun kloroform menunjukkan intensitas
warna hijau yang kuat,

yang menunjukkan keberadaan golongan steroid.

Flavonoid pada fraksi metanol lebih kuat intensitas warnanya dibanding pada
fraksi kloroform, hal itu terlihat dari warna merah yang kuat pada lapisan amil
alkohol dari fraksi metanol.
Pada uji fenol, fraksi metanol menunjukkan intensitas warna hijau yang
lebih kuat dibanding fraksi kloroform. Oleh karena itu pada penelitian ini tujuan
utamanya adalah untuk memperoleh golongan benzofenon yang merupakan
bagian dari fenol, maka fraksinasi selanjutnya dilakukan pada fraksi metanol.
Pencarian eluen terbaik untuk penggabungan fraksi hasil kromatografi
kolom menggunakan pelat kromatografi lapis tipis (KLT), fraksi yang memiliki
nilai Rf yang sama atau hampir sama akan digabung. Pencarian eluen dimulai dari
eluen tunggal yaitu metanol, etil asetat, kloroform, aseton, butanol, diklorometana,
dan n-heksana. Eluen tunggal yang dipilih adalah etil asetat (semipolar) dan
metanol (polar) sebagai eluen tunggal terbaik karena noda yang terbentuk cukup
banyak dan terpisah. Selanjutnya dilakukan penggabungan 2 eluen terbaik etil
asetat:metanol dengan perbandingan 9:1, 8:2, 7:3, 6:4, 5:5, 4:6, 3:7, 2:8, 1:9.
Penggabungan 2 eluen belum diperoleh noda yang terpisah dengan baik
(Lampiran 2), maka dilakukan penggabungan 3 eluen dengan menambahkan nheksana yang merupakan eluen nonpolar. Hasil penggabungan 3 eluen dengan
berbagai perbandingan diperoleh eluen terbaik yaitu campuran n-heksana:etil
asetat:metanol (7:14:3) seperti ditunjukkan pada Gambar 3.

15
 

Gambar 3 Pola KLT eluen terbaik eluen n-heksana:etil asetat: metanol (7:14:3)
Fraksinasi dilakukan untuk memurnikan fraksi metanol sehingga diperoleh
senyawa golongan benzofenon yang bersifat sitotoksik melalui uji toksisitas Brine
Shrimp Lethality Test (BSLT). Fraksinasi dilakukan menggunakan kromatografi
kolom dengan fase diam silika gel dengan metode step gradient (peningkatan
kepolaran) dimulai dari eluen n-heksana, etil asetat, dan metanol. Tujuan
peningkatan polaritas sistem eluen agar semua komponen yang terlarut dalam
fraksi metanol akan terbawa lebih cepat dan pemisahan dapat berlangsung dengan
baik.
Fraksinasi yang dilakukan terhadap fraksi metanol

menghasilkan 167

tabung yang digabung berdasarkan pola KLT dengan eluen campuran nheksana:etil asetat:metanol (7:14:3) sehingga diperoleh 12 fraksi (fraksi 1-12)
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4. Harga Rf dan jumlah spot masingmasing fraksi dapat dilihat pada Lampiran 3.

16
 

E F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8 F9 F10 F11 F12

Gambar 4 Pola KLT penggabungan fraksi hasil kromatografi kolom dengan eluen
terbaik eluen n-heksana:etil asetat: metanol (7:14:3)

Uji Toksisitas Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) Fraksi Hasil Kromatografi
Kolom
Uji toksisitas dilakukan pada fraksi 4-12 yang diduga mengandung
senyawa golongan benzofenon. Terhadap fraksi 1-3 tidak dilakukan uji toksisitas
karena diduga kuat tidak terdapat senyawa golongan benzofenon yang bersifat
polar, sementara itu fraksi 1-3 diduga merupakan kelompok senyawa nonpolar
karena fraksi 1-3 diperoleh setelah dielusi dengan eluen nonpolar.
Nilai LC50 fraksi 4-12 dapat dilihat pada Tabel 3. Dari hasil uji toksisitas
BSLT (Tabel 3) diperoleh 3 fraksi terbaik yang memiliki toksisitas yaitu fraksi 4,
10, dan 11. Contoh perhitungan nilai LC50 dapat dilihat pada Lampiran 4. Fraksi
4 merupakan yang paling baik dengan nilai LC50 yang paling rendah. Hasil yang
diperoleh lebih tidak aktif dibandingkan penelitian yang dilakukan oleh Lisdawati

17
 

(2002) terhadap ekstrak kasar metanol mahkota dewa (LC50 berkisar antara
0.1615-11.8351 g/ml). Diduga hal tersebut disebabkan oleh perbedaan lokasi
tanam, iklim, dan waktu simpan yang membuat kandungan metabolit sekundernya
berbeda.

Tabel 3 Toksisitas BSLT fraksi hasil kolom (fraksi 4-12) fraksi metanol buah
mahkota dewa
Fraksi
F4
F5
F6
F7
F8
F9
F10
F11
F12

Nilai LC50 ( g/ml)
30.90
>1000
>1000
>1000
>1000
>1000
588.57
814.19
-

Kromatografi Lapis Tipis Preparatif (KLTP)
Fraksinasi golongan senyawa benzofenon pada fraksi 4 dilakukan dengan
menggunakan KLTP. Sebelum dilakukan pemurnian menggunakan KLTP
terhadap fraksi 4 sebagai fraksi paling sitotoksik pada uji BSLT, terlebih dahulu
dilakukan pencarian eluen terbaik, karena eluen yang digunakan pada
penggabungan fraksi-fraksi hasil kolom belum diperoleh spot yang terpisah
dengan baik.

Hasil pencarian eluen menggunakan eluen campuran antara

kloroform:metanol:air

dengan berbagai perbandingan dan studi literatur,

diperoleh eluen campuran antara kloroform:metanol:air dengan perbandingan
70:20:2. Eluen ini untuk selanjutnya digunakan pada KLTP, hasilnya ditunjukkan
pada Gambar 5.

18
 

Gambar 5 Pola KLT preparatif fraksi 4 hasil kromatografi kolom, eluen
kloroform:metanol:air (70:20:2)
Proses pemurnian fraksi 4 dengan KLTP menggunakan adsorben silika
gel. Berdasarkan pemisahan yang dilakukan diperoleh 8 fraksi (fraksi 41-48).
Noda yang terbentuk dapat dilihat dari pola KLT fraksi 4 hasil KLTP pada
Gambar 6. Nilai Rf ke-8 fraksi hasil KLTP ini dapat dilihat pada Lampiran 5.

F4 F41 F42 F43 F 44 F 45 F 46 F 47 F48
Gambar 6 Pola KLT hasil KLTP fraksi 4 dengan eluen kloroform:metanol:air
(70:20:2)

19
 

Toksisitas Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) Fraksi Hasil Kromatografi
Lapis Tipis Preparatif (KLTP)

Hasil fraksinasi menggunakan KLTP ini diuji toksisitas BSLT-nya untuk
mendapatkan fraksi yang berpotensi sitotoksik. Adapun hasil pengujian aktivitas
toksisitas BSLT terhadap 8 fraksi KLTP yang diperoleh ditunjukkan pada Tabel 4.
Tabel 4. Toksisitas BSLT fraksi hasil KLTP (fraksi41-48)
Fraksi hasil
KLTP
F41
F42
F43
F44
F45
F46
F47
F48

Nilai LC50 ( g/ml)
>1000
>1000
>1000
>1000
899.28
>1000
100.00
>1000

Data pada Tabel 4 menunjukkan bahwa fraksi hasil KLTP yang memiliki
potensi sitotoksik yang paling baik dengan nilai LC50 paling rendah adalah fraksi
47 dengan nilai LC50 100 g/ml, akan tetapi nilai ini tidak sebaik nilai LC50 fraksi
4 hasil kromatografi kolom yaitu sebesar 30.90 g/ml. Hal ini diduga karena
komponen aktif tidak terpisah dengan baik pada KLTP atau disebabkan oleh
komponen yang bekerja secara sinergis pada fraksi 4 menjadi berkurang setelah
difraksinasi menggunakan KLTP.
LC50 di bawah 1000

Sementara itu fraksi 45 menunjukkan nilai

g/ml, yaitu 899.28 g/ml, yang berpotensi sitotoksik.

Keberadaan Golongan Benzofenon pada Fraksi Hasil Kromatografi Kolom
dan Kromatografi Lapis Tipis Preparatif (KLTP)
Uji kualitatif golongan benzofenon dilakukan terhadap fraksi-fraksi hasil
kromatografi kolom dan KLTP yang telah diuji toksisitas BSLTnya. Uji kualitatif
ini dilakukan untuk mengetahui senyawa yang bersifat sitotoksik termasuk
senyawa golongan benzofenon. Uji kualitatif fraksi hasil kolom, yaitu fraksi 4-12
dan fraksi hasil KLTP, yaitu fraksi 41-48. Uji kualitatif dilakukan dengan cara
menyemprotkan reagen pendeteksi senyawa benzofenon Fast Blue Salt B 1%

20
 

dalam metanol air 1:1 pada plat KLT yang telah dielusi dengan eluen terbaik yaitu
campuran kloroform:metanol:air (70:20:2). Hasil uji kualitatif fraksi-fraksi hasil
kolom ditunjukkan pada Gambar 7.

E F4 F5 F6 F7 F8 F9 F10 F11 F12
Gambar 7 Pola KLT uji kualitatif fraksi hasil kolom dengan eluen
kloroform:metanol:air (70:20:2)
Hasil uji kualitatif diperoleh beberapa fraksi yang diduga positif
mengandung benzofenon yaitu fraksi 4, 5, 6, 10, dan 11. Hal ini terlihat dari
perubahan warna spot pada plat KLT menjadi merah ungu terang sesaat setelah
disemprot dengan reagen pendeteksi dan merah kecoklatan setelah teroksidasi.
Pada fraksi 4 dengan Rf 0,37 warna merah ungu sangat kontras, pada fraksi 5
terdapat 2 spot yang positif benzofenon yaitu pada spot ke-5 dengan Rf 0,37
warna merah ungu juga sangat kontras dan pada spot ke-4 dengan Rf 0.30. Jumlah
spot dan harga Rf masing-masing fraksi yang diduga mengandung benzofenon
ditunjukkan pada Tabel 5.

21
 

Tabel 5 Jumlah spot dan nilai Rf dari fraksi yang diduga positif mengandung
senyawa benzofenon
Fraksi hasil kolom
4
5
6
10
11

Jumlah spot
1
2
2
3
2

Nilai Rf
0.37
0.30;0.37
0.15;0,37
0.15;0.30;0.37
0.30;0.37

Selanjutnya dilakukan uji kualitatif terhadap fraksi hasil KLTP yaitu fraksi
41-48 melalui cara yang sama dengan yang dilakukan pada fraksi-fraksi hasil
kromatografi kolom. Hasil uji kualitatif fraksi hasil KLTP ditunjukkan pada
Gambar 8.

F4 F41 F42 F43 F44 F45 F46 F47 F48
Gambar 8

Pola KLT uji kualitatif fraksi 4 hasil KLTP dengan eluen
kloroform:metanol:air (70:20:2).

Dari hasil uji kualitatif fraksi hasil KLTP diperoleh fraksi 44 dan 45 yang
diduga positif mengandung senyawa benzofenon. Pada fraksi 45 spot dengan nilai
Rf 0.37 warnanya terlihat sangat kontras dibanding fraksi 44 yaitu merah ungu
setelah disemprot menggunakan Fast Blue Salt B dan menjadi coklat kemerahan
setelah teroksidasi. Sementara itu fraksi 44 pada uji toksisitas BSLT tidak
menunjukkan aktivitas yang baik, fraksi 45 menunjukkan aktivitas yang cukup
baik walaupun tidak sebaik aktivitas fraksi 47, tetapi pada uji kualitatif fraksi 47
tidak terdeteksi mengandung senyawa benzofenon. Sementara itu dari hasil uji
toksisitas BSLT fraksi 47 merupakan fraksi yang paling aktif, berwarna coklat tua

22
 

dan memiliki potensi sitotoksik terbaik dibanding fraksi hasil KLTP lainnya,
diduga fraksi 47 merupakan senyawa turunan fenolat lain. Untuk mengidentifikasi
golongan senyawa dideteksi menggunakan spektrofotometer UV-Vis dan IR.
Rangkuman hasil fraksinasi, uji toksisitas dan uji kualitatif yang telah
dilakukan selengkapnya ditunjukkan pada Tabel 6.
Tabel 6 Hasil fraksinasi kromatografi kolom dan KLTP, toksisitas BSLT dan
keberadaan benzofenon
Fraksi
Jumlah spot Rendemen
LC50
Uji Kualitatif
hasil
total
(%)
BSLT
Benzofenon
kolom
(µg/ml)
4
8
14.63
30.90
++
5
9
7.69
++
6
10
12.50
++
7
8
12.19
8
4
1.71
9
3
1.67
10
10
6.17
588.57
++
11
7
7.40
814.19
+
12
3
7.20
Fraksi
hasil
KLTP
1
0.58
41
2
0.68
42
5
0.72
43
+
2
0.84
44
++
899.28
3
2.80
45
3
1.08
46
100.00
2
1.20
47
3
0.80
48
Keterangan : pada uji kualitatif : (-): tidak terdeteksi; (+): intensitas warna cukup kuat;
(++): intensitas warna kuat; pada LC50 : (-): tidak toksik

Dari data pada Tabel 6 terlihat bahwa fraksi 4 hasil kolom dari fraksi
metanol selain memiliki rendemen terbanyak, juga paling toksik pada uji BSLT
dan positif mengandung benzofenon pada uji kualitatif. Dari data tersebut diduga
bahwa pada fraksi 4 yang bersifat sitotoksik adalah senyawa benzofenon.
Sementara itu fraksi 47 hasil KLTP yang tidak terdeteksi mengandung benzofenon
dari uji BSLT ternyata memiliki toksisitas yang tinggi, sedangkan fraksi 45 yang
terdeteksi mengandung benzofenon memiliki toksisitas yang rendah, hal ini

23
 

diduga pada fraksinasi menggunakan KLTP senyawa aktif belum terpisah dengan
baik sehingga efek toksisitasnya menurun.
Fraksi 47 merupakan fraksi hasil pemisahan dari fraksi metanol yang pada
uji fitokimia
diduga

terdeteksi memiliki kandungan flavonoid yang tinggi sehingga

senyawa yang bersifat sitotoksik pada fraksi 47 merupakan senyawa

golongan flavonoid. Untuk mengetahui golongan senyawa dari fraksi 45 dan 47
maka dilakukan identifikasi menggunakan spektrofotometer UV-Vis dan IR.
Analisis Spektrofotometer UV-Vis Fraksi Hasil KLTP
Fraksi 45 hasil KLTP yang dari uji kualitatif diduga merupakan senyawa
golongan benzofenon dianalisis menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Hasil
analisis menunjukkan fraksi 45 memiliki panjang gelombang maksimum (

max)

dalam MeOH pada 200 nm dan serapan lainnya pada 264 nm (Gambar 9).

Gambar 9 Spektrum UV-Vis Fraksi 45 hasil KLTP
Serapan pada panjang gelombang maksimum 200 nm dan 264 nm
menunjukkan adanya transisi elektron dari π ke π* yang merupakan ciri khas
untuk sistem ikatan rangkap terkonjugasi dari suatu cincin aromatik yaitu
kromofor C=C aromatik dan C=O. Cariphenone B yang berhasil diisolasi oleh
Bernardi et al. (2004) dari Hypericum carinatum merupakan senyawa turunan
benzofenon memiliki

max

216, 254 dan 294 nm. Serapan fraksi 45 hasil KLTP

24
 

berada pada kisaran panjang gelombang senyawa benzofenon yang telah
dilaporkan oleh Bernardi et al. (2004).
Sementara itu pada fraksi 47 hasil KLTP yang pada uji kualitatif tidak
mengandung senyawa benzofenon, tetapi melalui uji sitotoksik BSLT memiliki
nilai LC50 paling rendah, memiliki serapan maksimum pada panjang gelombang
249 dan 341 nm (Gambar 10), menurut Markham (1988) kisaran panjang
gelombang 250-280 nm dan 310-350 nm tergolong flavonoid yaitu jenis flavon,
maks

250-270 nm menurut Harborne (1982) merupakan golongan flavon.

Gambar 10 Spektrum UV-Vis Fraksi 47 hasil KLTP
Analisis Spektrofotometer IR Fraksi Hasil KLTP
Analisis spektrum IR fraksi 45 hasil KLTP (Gambar 11) menunjukkan
uluran pada bilangan gelombang 3399, 2922, 1919, 1618, 1511, dan 1436 cm-1.
Vibrasi regang pada bilangan gelombang 3399 cm-1 dengan bentuk pita lebar
menunjukkan adanya gugus OH, vibrasi regang pada 2922 cm-1 menunjukkan
grup C-H jenuh atau metil (-CH3), serapan pada bilangan gelomba