Isolasi Senyawa Diterpenoida Dari Ekstrak Metanol Daun Tumbuhan Merambung (Vernonia arborea Buch-Ham.)

(1)

ISOLASI SENYAWA DITERPENOIDA DARI EKSTRAK

METANOL DAUN TUMBUHAN MERAMBUNG

(Vernonia arborea Buch-Ham.)

TESIS

Oleh :

MANIUR ARIANTO SIAHAAN

087006033/KIM

PROGRAM PASCA SARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(2)

ISOLASI SENYAWA DITERPENOIDA DARI EKSTRAK

METANOL DAUN TUMBUHAN MERAMBUNG

(Vernonia arborea Buch-Ham.)

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

Magister Sains Dalam Program Studi Ilmu Kimia Pada Fakultas

Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Oleh

MANIUR ARIANTO SIAHAAN

087006033/KIM

PROGRAM PASCA SARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(3)

PENGESAHAN TESIS

Judul Tesis

:

ISOLASI SENYAWA DITERPENOIDA DARI EKSTRAK METANOL DAUN TUMBUHAN MERAMBUNG (Vernonia arborea Buch-Ham.)

Nama : MANIUR ARIANTO SIAHAAN

Nomor Pokok

: 087006033

Program Studi

: Magister Kimia

Fakultas :

Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sumatera Utara

Menyetujui

Komisi Pembimbing

(Prof.Dr. Tonel Barus) (Lamek Marpaung, M.Phil, Ph.D)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi Ilmu Kimia Dekan FMIPA


(4)

PERNYATAAN ORISINALITAS

ISOLASI SENYAWA DITERPENOIDA DARI EKSTRAK

METANOL DAUN TUMBUHAN MERAMBUNG

(Vernonia arborea Buch-Ham.)

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa saya mengakui semua karya

tesis ini adalah hasil kerja saya sendiri kecuali kutipan dan

ringkasan yang tiap satunya telah dijelaskan sumbernya dengan

benar.

Medan, 10 Agustus 2010

Maniur Arianto Siahaan

NIM. 087006033


(5)

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

N a m a : Maniur Arianto Siahaan

N I M : 087006033

Program Studi : Magister Kimia

Jenis Karya Ilmiah : Tesis

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan

kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif (

Non-Exclusive Royalty Free Right) atas Tesis/Disertasi saya yang berjudul: Isolasi Senyawa Diterpenoida dari Ekstrak Metanol Daun Tumbuhan Merambung (Vernonia arborea Buch-Ham.)

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti

Non-Eksklusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih

media, memformat, mengelola dalam bentuk data-base, merawat dan

mempublikasikan Tesis saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemegang dan atau sebagai pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya.

Medan, 10 Agustus 2010


(6)

RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama Lengkap berikut gelar : Maniur Arianto Siahaan, Ssi

Tempat dan Tanggal Lahir : Gonting, 27 Oktober 1976

Alamat Rumah : Jl. Ngumban Surbakti Gg. Bahagia

Kompleks Fans Truly No. 101 Tanjung Sari, Medan

Telepon : 081370005553

Email : ha51an@hotmail.com

Instansi Tempat Bekerja : Kopertis Wilayah I

Alamat Kantor : Tanjung Sari, Medan

DATA PENDIDIKAN

SD : SD Negeri Lobusiregar Tamat : 1989

SMP : SMP Negeri 3 Siborongborong Tamat : 1992

SMA : SMA Negeri Siborongborong Tamat : 1995

Strata-1 : FMIPA USU Tamat : 2001


(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji, hormat dan syukur kepada Tuhan Pencipta Langit dan Bumi yang dengan segala kehendakNya penulis dapat merampungkan penelitian dan dapat melaporkan hasilnya dalam tesis ini.

Terima kasihku kepada ayahanda yang telah dipanggil Tuhan untuk selama-lamanya, atas kasih sayangnya yang tulus seumur hidupnya kepada setiap kami anak-anaknya. Begitu juga dengan Ibunda yang selalu tulus menyayangi, dengan pengorbanannya yang luar biasa khususnya kepada saya pribadi, yang setiap hari selalu mendoakan kami anak-anaknya agar berhasil dan semakin rendah hati.Tuhanlah yang akan memberikan berkat umur panjang, kesehatan dan kekuatan kepada Ibunda tercinta. Hormat dan terimakasih kepada abang dan kakak saya, Rosma Siahaan, Risda Siahaan, Charles Siahaan, Elvis Leonard Siahan, Tumbur Siahaan beserta keluarga, begitu juga kepada istri saya Tiur Nuria Lusia Situngkir yang saya sayangi. Tuhan kita Yesus Kristus yang akan memberkati, mengangkat kita menjadi pemenang dalam kehidupan ini.

Dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu,

DTM&H, M.Sc (CTM), Sp. A(K) atas kesempatan yang diberikan kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister.

2. Bapak Prof. Dr. Tonel Barus selaku dosen pembimbing I dan Bapak

Lamek Marpaung, M.Phil, Ph.D. selaku dosen pembimbing II yang telah banyak memberikan pengarahan dan bimbingan hingga terselesaikannya penelitian dan penulisan tesis ini.

3. Bapak Prof.Basuki Wirjosentono, MS,Ph.D dan Bapak Prof.Dr.Harry

Agusnar, M.Sc.,M.Phil selaku Ketua dan Sekretaris Jurusan Program Studi Kimia Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak dan Ibu Dosen yang telah memberikan waktu untuk mengarahkan

dan memotivasi selama masa studi penulis di Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.

5. Pemerintah Republik Indonesia melalui Dikti atas beasiswa BPPS yang

penulis terima selama perkuliahan program pasca sarjana di Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak dan Ibu pegawai administrasi di kantor program pasca sarjana

USU Medan.

7. Ibu Ivan Elisabeth Purba, M.Kes selaku Ketua STIKES Mutiara

Indonesia, Bapak Burhan dari STIKES Mutiara Indonesia yang telah banyak membantu penulis, serta semua staf STIKES Mutiara Indonesia tempat penulis mengajar.

8. Kepala, Staf dan seluruh asisten Laboratorium Kimia Bahan Alam, yang


(8)

9. Rekan-rekan seperjuangan mahasiswa program studi Kimia Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara tahun 2008, Sri Widyaningsih, Andi Chandra, Meilani, Kasman Edi, Kak Ani,Bu Yun, Kak Re dan Pak Bagus.

10.Kepada Bapak Rusmana dan Achmad Darmawan selaku staf administrasi

dan analis di Pusat Penelitian Kimia LIPI Serpong-Tangerang, yang telah membantu penulis dalam menganalisis sampel.

11.Rekan-rekan di Bimbingan Belajar One Science Institute (OSCI) yang

melayani dengan sepenuh hati dan totalitas, Nangin’06, Jefri, Lasker, Novri, Tumpak, Selvy, Anand, Rega,beserta seluruh siswa angkatan pertama OSCI.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan, karena keterbatasan penulis baik dalam literatur maupun pengetahuan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan thesis ini dan semoga bermanfaat bagi yang membaca.

Medan, 10 Agustus 2010 Penulis


(9)

ISOLASI SENYAWA DITERPENOIDA DARI EKSTRAK

METANOL DAUN TUMBUHAN MERAMBUNG

(Vernonia arborea Buch-Ham.)

ABSTRAK

Isolasi senyawa terpenoida yang terkandung di dalam daun tumbuhan

Merambung (Vernonia arborea Buch-Ham.) telah dilakukan dengan cara

ekstraksi maserasi dengan menggunakan pelarut metanol. Ekstrak metanol yang diperoleh dipekatkan dan diekstraksi partisi dengan n-heksan. Fraksi n-heksana

dipekatkan dan dikromatografi kolom menggunakan fasa gerak CHCl3 : MeOH

(80 : 20)v/v dan fasa diam Silika gel 40 (70-230 mesh ASTM). Senyawa yang

telah dimurnikan diperoleh dalam bentuk gum berwarna cokelat 55 mg. Senyawa ini diidentifikasi dengan menggunakan spektroskopi Ultraungu-Tampak (UV-Vis,. Spektroskopi Infra Merah (FT-IR), Spektrofotometer Resonansi Magnetik

Inti Proton (1H-RMI) dan Spektrofotometer Resonansi Magnetik Inti Karbon

(13C-RMI) . Dari data hasil spektrum tersebut dapat disimpulkan bahwa senyawa tersebut adalah senyawa diterpenoida.


(10)

ISOLATION OF DITERPENOID COMPOUND FROM

THE METHANOL EXTRACT OF THE LEAVES OF

MERAMBUNG

(Vernonia arborea Buch-Ham.)

ABSTRACT

Terpenoid compound was isolated from the leaves of Merambung (Vernonia

arborea Buch-Ham.) by using maceration technique with solvent of methanol.

Methanol extract that gained from the maceration was concentrated and partition extracted with n-hexane. Methanol fraction put into column chromatography, elucidated with mobile phase CHCl3 : MeOH (80 : 20)v/v and

stationary phase is Silica gel 40 (70-230 mesh) ASTM. The compound was purified like gum form and gained about 55 mg . The compound was analised by using Spectroscopy Ultraviolet-Visible (UV-Vis), Infra Red (FT-IR),Nuclear Magnetic Resonance Proton (1H-NMR )and Carbon-13 Nuclear Magnetic Resonance (13C-NMR). Data from the spectrum showed that the compound could be considered one of the diterpenoid compound.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR i

ABSTRAK iii

ABSTRACT iv

DAFTAR ISI v

DAFTAR LAMPIRAN viii

DAFTAR TABEL ix

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1

1.2. Perumusan Masalah 2

1.3. Tujuan Penelitian 2

1.4. Manfaat Penelitian 2

1.5. Lokasi Penelitian 2

1.6. Metodologi Penelitian 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tumbuhan Merambung 4

2.2. Senyawa Terpenoida 5

2.2.1. Hemiterpenoid 5

2.2.2. Monoterpenoid 5

2.2.3. Seskuiterpenoid 6

2.2.4. Diterpenoid 7

2.2.5. Triterpenoid 8

2.2.6. Tetraterpenoid 8

2.2.7. Terpenoid campur 9

2.3. Biosintesis Senyawa Terpenoid 9

2.4. Senyawa Diterpenoid 12

2.4.1. Diterpen Alisiklis 13

2.4.2. Diterpen Monosiklik 14

2.4.3. Diterpen Disiklik 15

2.4.4. Diterpen Trisiklik 16

2.5. Teknik Pemisahan 2.5.1. Pemisahan Kimia 18

2.5.2. Pemisahan Fisika 18

2.6. Ekstraksi 18

2.6.1. Tujuan Ekstraksi 19

2.6.2. Prinsip Ekstraksi 19

2.6.2.1. Prinsip Maserasi 19


(12)

2.6.2.3. Prinsip Sokletasi 20

2.6.2.4. Prinsip Refluks 21

2.6.2.5. Prinsip Destilasi Uap Air 21

2.6.2.6. Prinsip Rotavapor 21

2.6.2.7. Prinsip Ekstraksi Cair-cair 22

2.6.2.8. Prinsip Kromatografi lapis Tipis 22

2.6.2.9. Prinsip Penampakan Noda 22

2.7. Kromatografi 23

2.7.1. Kromatografi Lapisan Tipis 24

2.7.1.1. Pembuatan Lapisan Tipis 25

2.7.2. Kromatografi Kolom 27

2.7.2.1. Pengisian Kolom 27

2.7.3. Kromatografi Preparatif 27

2.7.4. Harga Rf 29

2.8. Teknik Spektroskopi 30

2.8.1. Spektroskopi Infra Merah (IR) 30

2.8.2. Spektrofotometri 1H-NMR 32

2.8.3. Spektroskopi 13C-NMR 35

BAB III. METODA PENELITIAN

3.1. Alat-alat 38

3.2. Bahan-bahan 39

3.3. Prosedur Penelitian 39

3.3.1. Penyediaan Sampel 39

3.3.2. Uji Pendahuluan terhadap Ekstrak daun tumbuhan

Merambung 39

3.3.2.1. Uji Busa 39

3.3.2.2. Skrining Fitokimia 39

3.3.2.3. Analisis KLT 40

3.3.3. Prosedur untuk memperoleh Senyawa Kimia dari Ekstrak

Daun Tumbuhan Merambung 40

3.3.4. Isolasi Senyawa Terpenoida dengan

Kromatografi Kolom 41

3.3.5. Uji Kemurnian Hasil Kromatografi dengan KLT 41

3.3.6. Analisis Spektroskopi Senyawa Hasil Isolasi 42

3.3.6.1. Analisis Senyawa Hasil Isolasi dengan

Spektroskopi UV-Visible 42 3.3.6.2. Analisis Senyawa Hasil Isolasi dengan

Spektroskopi FT-IR 42

3.3.6.3. Analisis Senyawa Hasil Isolasi dengan

Spektroskopi 1H-NMR 42

3.3.6.4. Analisis Senyawa Hasil Isolasi dengan

Spektroskopi 13C-NMR 42


(13)

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian 44

4.2. Pembahasan 46

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan 50

5.2. Saran 51

DAFTAR PUSTAKA 52


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Keterangan halaman

1. Lampiran A: Foto Daun Tumbuhan Merambung 54

2. Lampiran B: Determinasi Tumbuhan Merambung 55

3. Lampiran C: Kromatogram Lapisan Tipis Ekstrak

Metanol daun Tumbuhan Merambung dengan

penampakan noda dibawah sinar ultraviolet 56

4. Lampiran D: Kromatogram Lapisan Tipis Ekstrak

n-Heksana daun Tumbuhan Merambung hasil kromatografi

dengan penampakan noda dibawah sinar ultraviolet 57

5. Lampiran E: Spektrum Ultraviolet-Tampak (UV-Vis)

Senyawa hasil isolasi 58

6. Lampiran F: Spektrum Inframerah (FT-IR)

senyawa hasil isolasi 59

7. Lampiran G: Spektrum Resonansi Magnetik Inti Proton

(1H-NMR) senyawa hasil isolasi 60

8. Lampiran H: Spektrum Resonansi Magnetik Karbon

(13C-NMR) senyawa hasil isolasi 61


(15)

DAFTAR TABEL

No Keterangan halaman


(16)

ISOLASI SENYAWA DITERPENOIDA DARI EKSTRAK

METANOL DAUN TUMBUHAN MERAMBUNG

(Vernonia arborea Buch-Ham.)

ABSTRAK

Isolasi senyawa terpenoida yang terkandung di dalam daun tumbuhan

Merambung (Vernonia arborea Buch-Ham.) telah dilakukan dengan cara

ekstraksi maserasi dengan menggunakan pelarut metanol. Ekstrak metanol yang diperoleh dipekatkan dan diekstraksi partisi dengan n-heksan. Fraksi n-heksana

dipekatkan dan dikromatografi kolom menggunakan fasa gerak CHCl3 : MeOH

(80 : 20)v/v dan fasa diam Silika gel 40 (70-230 mesh ASTM). Senyawa yang

telah dimurnikan diperoleh dalam bentuk gum berwarna cokelat 55 mg. Senyawa ini diidentifikasi dengan menggunakan spektroskopi Ultraungu-Tampak (UV-Vis,. Spektroskopi Infra Merah (FT-IR), Spektrofotometer Resonansi Magnetik

Inti Proton (1H-RMI) dan Spektrofotometer Resonansi Magnetik Inti Karbon

(13C-RMI) . Dari data hasil spektrum tersebut dapat disimpulkan bahwa senyawa tersebut adalah senyawa diterpenoida.


(17)

ISOLATION OF DITERPENOID COMPOUND FROM

THE METHANOL EXTRACT OF THE LEAVES OF

MERAMBUNG

(Vernonia arborea Buch-Ham.)

ABSTRACT

Terpenoid compound was isolated from the leaves of Merambung (Vernonia

arborea Buch-Ham.) by using maceration technique with solvent of methanol.

Methanol extract that gained from the maceration was concentrated and partition extracted with n-hexane. Methanol fraction put into column chromatography, elucidated with mobile phase CHCl3 : MeOH (80 : 20)v/v and

stationary phase is Silica gel 40 (70-230 mesh) ASTM. The compound was purified like gum form and gained about 55 mg . The compound was analised by using Spectroscopy Ultraviolet-Visible (UV-Vis), Infra Red (FT-IR),Nuclear Magnetic Resonance Proton (1H-NMR )and Carbon-13 Nuclear Magnetic Resonance (13C-NMR). Data from the spectrum showed that the compound could be considered one of the diterpenoid compound.


(18)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bangsa Indonesia telah lama mengenal dan menggunakan obat tradisional, misalnya dari tumbuhan, binatang dan mineral. Penggunaan tumbuh-tumbuhan tersebut sebagai ramuan obat untuk penyakit-penyakit tertentu. Ini merupakan suatu bukti bahwa didalam ramuan obat tersebut terdapat senyawa-senyawa kimia yang sangat berkhasiat. ( Hariana, 2004)

Tumbuh-tumbuhan termasuk salah satu sumber bahan alam hayati yang memegang peranan penting sebagai sumber zat kimia berkhasiat yang terdapat dialam. Kimia bahan alam selalu menarik perhatian para ahli kimia untuk mencari senyawa baru.

Senyawa kimia beserta derivat-derivatnya yang bermanfaat untuk kehidupan pada tumbuhan merupakan proses yang sangat menarik untuk dipelajari sehingga mendorong perhatian peneliti untuk mengenal dan mengetahui struktur senyawa hasil isolasi senyawa kimia yang terkandung pada tumbuhan. Indonesia termasuk salah satu negara yang mempunyai banyak tumbuhan berkhasiat. Salah satu tumbuhan tersebut adalah Merambung,yang lebih sering disebut Sembung Jawa (Vernonia arborea Buch-Ham.) Bagian yang sering digunakan sebagai obat adalah daun, akar yang berfungsi sebagai obat luar pada luka, terpukul, bisul, koreng, kulit gatal-gatal.

(http://www.smallcrab.com/kesehatan/25-healthy/410-manfaat-daun-sembung). Penelitian terhadap tumbuhan ini belum banyak dilakukan. Namun dari studi literatur, penelitian yang sudah dilakukan terhadap tumbuhan ini oleh


(19)

Manjunatha, 2005, menyimpulkan bahwa ekstrak metanol daun Vernonia arborea memberikan efek aktivitas penyembuhan luka yang baik.

Dari hasil fitokimia yang dilakukan terhadap daun tumbuhan Vernonia

arborea dengan menggunakan pereaksi-pereaksi terpenoida memberikan hasil yang positif.

1.2. Perumusan Masalah

Bagaimana cara mengisolasi senyawa diterpenoida dari daun tumbuhan

Merambung (V. arborea Buch-Ham.)

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk dapat mengisolasi senyawa diterpenoida yang terdapat dalam daun tumbuhan Merambung.

1.4. Manfaat Penelitian

Untuk memberikan informasi tentang senyawa diterpenoid dari ekstrak daun tumbuhan Merambung kepada orang-orang yang mendalami kimia organik bahan alam.

Untuk menambah sumber senyawa diterpenoida dari tumbuhan.

1.5. Lokasi Penelitian

1. Tempat pengambilan sampel

Sampel yang digunakan diambil dari koleksi tanaman Lamek Marpaung, di jalan Karya Wisata komplek Johor Indah Permai Blok H-15.

2. Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium kimia bahan alam, FMIPA, Universitas

Sumatera Utara, sedangkan analisis spektrum FT-IR, 1H-NMR dan 13C-NMR


(20)

1.6. Metodologi Penelitian

Untuk mengisolasi senyawa diterpenoid digunakan daun tumbuhan merambung, berupa serbuk halus kering sebanyak 2000 gram. Tahap awal dilakukan uji skrining fitokimia dengan menggunakan pereaksi-pereaksi untuk senyawa terpenoida, yaitu pereaksi Lieberman-Burchard yang memberikan warna merah jingga atau ungu dan uji noda pada KLT dari ekstrak metanol dengan menggunakan pereaksi Cerium(IV) Sulfat sebagai pemfiksasi.

Tahap isolasi yang dilakukan: 1. Ekstraksi Maserasi 2. Ekstraksi Partisi

3. Analisis Kromatografi Lapis Tipis 4. Analisis Kromatografi Kolom

Tahapan analisis hasil isolasi yang dilakukan adalah:

1. Analisis Kromatografi Lapis Tipis, untuk menentukan harga Rf

2. Identifikasi dengan menggunakan Spektrometri Infra Merah (FT-IR),

1


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Bangsa Indonesia telah lama mengenal pengobatan secara tradisional,misalnya dengan tumbuhan,binatang dan mineral. Penggunaan tumbuh-tumbuhan tersebut sebagai ramuan obat untuk penyakit-penyakit tertentu,ini merupakan suatu bukti bahwa di dalam ramuan obat tersebut terdapat senyawa-senyawa kimia yang berkasiat. Keaneka ragaman tumbuhan yang terdapat di Indonesia merupakan salah satu kekayaan alam yang perlu untuk di budidayakan.Tumbuh-tumbuhan ini dapat digunakan sebagai bahan obat hasil alam yang mengandung zat-zat kimia yang terdapat di alam.

Penggunaan ramuan obat-obatan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan sampai saat ini masih banyak dikembangkan oleh sebagian masyarakat yang kita kenal sebagai jamu,baik jamu yang berupa sirup maupun bubuk. Ini membuktikan bahwa didalam ramuan obat-obatan tersebut mengandung senyawa-senyawa kimia yang berkasiat mengobati penyakit(Hariana, 2004)

2.1. Merambung (Vernonia arborea Buch-Ham. )

Nama umum Indonesia : Merambung, Hamirung, sembung dedek (Jawa) (http://www.plantamor.com/index.php?plant=1469)

Klasifikasi

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae


(22)

Famili : Asteraceae

Genus : Vernonia

Species : Vernonia arborea Buch-Ham

2.2 Senyawa Terpenoida

Senyawa terpenoida berasal dari molekul isoprene CH2=C(CH3)-CH=CH2

dan kerangka karbonnya dibangun oleh penyambungan dua atau lebih satuan C5

ini. Kedua senyawa – senyawa itu dibagi – bagi menjadi beberapa golongan berdasarkan jumlah satuan yang terdapat di dalam senyawa tersebut; dua (C10),

tiga (C15), empat (C20), enam (C30), atau delapan (C40) satuan. Terpenoida terdiri

atas beberapa macam senyawa, mulai dari komponen minyak atsiri, yaitu

monoterpenoida dan seskuiterpenoida yang mudah menguap (C10 dan C15),

diterpena yang lebih sukar menguap (C20), sampai senyawa yang tidak menguap,

yaitu triterpenoida dan sterol (C30), serta pigmen karotenoida (C40 ). (Harborne,

JB.1987)

Berikut ini merupakan tipe dari terpenoid:

2.2.1. Hemiterpenoid

Contohnya prenol, asam isovalerat.

Isoprena terdapat langka dalam tumbuhan tetapi memang terdapat dalam dedaunan. Contoh lain dari hemiterpenoid ini adalah isoamilalkohol,iso valeraldelhida, asam senesioat, asam tiglat, asam angelat dan asam -furoat.

2.2.2. Monoterpenoid Contohnya geraniol.

Monoterpenoid terbentuk dari dua satuan isoprena dan biasanya mempunyai sepuluh atom karbon. Monoterpenoid merupakan komponen utama banyak


(23)

minyak atsiri dan mempunyai makna ekonomi besar sebagai bau-rasa, wewangian dan pelarut. Monoterpenoid khas berupa cairan tak berwarna, tidak larut dalam air, dapat disuling uap dan berbau harum. Contoh monoterpenoid lain seperti mirsena, lavandol, geranial, keton artemisia, perinia, α-felandrena, pulegon, menton, mentofuran, mentol, 1,8 sinesol, eukarvon, kripton, safranal, nepelakton, askaridol dan lain-lain.

2.2.3. Seskuiterpenoid

Contohnya farnesol, kurkumen, bisabolol.

Seskuiterpenoid adalah senyawa C15 biasanya dianggap berasal dari tiga satuan isoprena. Seperti monoterpenoid, seskuiterpenoid terdapat sebagai komponen minyak atsiri yang tersuling uap dan berperan penting dalam aroma kepada buah dan bunga. Kegunaan kaidah isoprena secara umum dan kadang-kadang kekecualian yang disebutkan terdahulu berlaku juga untuk golongan ini. Anggota seskuiterpenoid asiklik ialah farnesol dengan alkohol yang tersebar luas. Farnesol pirofosfat merupakan senyawa antara kunci dalam biosintesis terpenoid. Sebagian besar seskuiterpenoid monosiklik mempunyai kerangka farnesol yang tertutup membentuk cincin anggota 6. Contoh seskuiterpenoid yaitu -bisabolena, zingiberena, lanseol, ar-turmeron, perezon dan asam (S)-absisat.

Salah satu seskuiterpenoid monosiklik terpenting adalah asam absisat, hormon yang melawan efek giberelin dan menghambat pertumbuhan kuncup. Sejumlah senyawa C13 berasal dari seskuiterpenoid telah diketahui penyebabnya bermakna bau-rasa buah. Banyak senyawa seskuiterpenoid yang diketahui mempunyai efek fisiologi terhadap hewan dan tumbuhan. Sementara beberapa senyawa seskuiterpenoid ada yang mengandung gugus fungsi lakton yang beracun yang merupakan kandungan tumbuhan obat. Senyawa lain bekerja sebagai penolak serangga dan insektisida, beberapa merangsang pertumbuhan tumbuhan, dan bekerja sebagai fungisida. Selain gugus fungsi lakton juga terdapat dua gugus aldehida yang dipisahkan oleh 2 atom karbon. Gugus


(24)

dialdehida ini menyebabkan beberapa tumbuhan pedas dan juga aktif sebagai penolak serangga.

Contoh seskuiterpenoid monosiklik biasa adalah humulen, zerumbon, elemol dan nootkatin. Seskuiterpenoid bisiklik seperti α-kadinena, guaiol, -selinena, eudesmol, santonin, kesil alkohol, vetivon dan artabsin. Seskuiterpenoid tidak biasa seperti iresin, karyofilena, eremofilon, akoron, sedrol, kuparena, tujopsena.

2.2.4. Diterpenoid Contohnya kafestol

Diterpenoid merupakan senyawa C20 yang berasal dari empat satuan isoprenoid. Karena titik didihnya yang tinggi biasanya diterpenoid tidak ditemukan dalam minyak atisri tumbuhan meskipun diterpenoid bertitik didih rendah pun. Senyawa ini ditemukan dalam damar, eksudat berupa gom dan dalam fraksi bertitik didih tinggi seperti damar yang tersisa setelah penyulingan minyak atsiri. Misalnya, rosin yang tersisa setelah penyulingan terpentin pinus kaya akan diterpenoid.

Diterpenoid mencakup beberapa senyawa dari segi fisiologi sangat menarik seperti golongan hormon tumbuhan yang dikenal sebagai giberelin. Seperti seskuiterpenoid, diterpenoid mencakup banyak senyawa yang bekerja sebagai fungisida, racun terhadap hewan, penolak serangga dan sebagainya. Senyawa ini dapat bersifat karsinogen.

Beberapa senyawa ini mempunyai efek racun atau efek penolakan terhadap serangga sementara senyawa lainnya menarik serangga. Beberapa senyawa mempunyai aktivitas antivirus, sebagai fungisida dan pembentukannya disulut oleh infeksi fungus. Satu senyawa dari kemangi mempunyai aktivitas hormon remaja. Forskolin dari Coleus forskohli merupakan pengaktif khas adenilat siklase. Partenolida dari parthenum tanacetum berguna untuk mengobati migrain karena menghambat pelepasan serotonin.

Contoh senyawa diterpenoid adalah fitol, asam giberelat, α-kamforena, (-)-kaurena, asam dekstro-pimarat, marubin, asam abietat.


(25)

2.2.5. Triterpenoid

Contohnya lanosterol, bahan dasar bagi senyawa-senyawa steroid.

Triterpenoid memiliki atom C30. Triterpenoid tersebar luas dalam damar, gabus dan kutin tumbuhan. Damar adalah asam triterpenoid yang sering bersama-sama dengan gom polisakarida dalam damar gom. Triterpenoid alkohol juga terdapat bebas dan sebagai glikosida.

Triterpenoid asiklik yang penting hanya hidrokarbon skualena yang diisolasi untuk pertama kali dari minyak hati ikan hiu tetapi juga ditemukan dalam beberapa malam epikutikula dan minyak nabati (minyak zaitun). Senyawa triterpenoid yang paling dikenal seperti lanosterol yang terdapat dalam lemak wol, khamir dan beberapa senyawa tumbuhan tinggi. Triterpenoid tetrasiklik seperti alkohol eufol dari euphorbia sp dan asam elemi dari canarium commune. Triterpenoid yang terpenting ialah triterpenoid pentasiklik. Senyawa ini ditemukan dalam tumbuhan seprimitif sphagnum tetapi yang paling umum adalah pada tumbuhan berbiji, bebas dan glikosida. Triterpenoid nonglikosida sering ditemukan sebagai ekskresi dan dalam kutikula bekerja sebagai pelindung atau menimbulkan ketahanan terhadap air.

Beberapa macam aktivitas fisiologi dari triterpenoid yang merupakan komponen aktif dari tumbuhan telah digunakan sebagai tumbuhan obat untuk penyakit diabetes, gangguan menstruasi, patukan ular, gangguan kulit, kerusakan hati dan malaria.

2.2.6. Tetraterpenoid

Tetraterpenoid yang paling dikenal adalah karotenoid-pigmen larut dalam lemak berwarna kuning sampai merah terdapat pada semua tumbuhan dan dalam lemak berbagai jenis jaringan. Pigmen hidrokarbon disebut karoten dan turunannya yang teroksigenasi disebut xantofil. Dikenal juga tetraterpenoid tanwarna yaitu fitoena dan fitofluena.


(26)

Karotenoid sebagai reseptor cahaya untuk fototropisme. Sebagai pigmen bunga karotenoid mungkin berperan dalam menarik serangga tetapi sebagian besar perhatian dicurahkan pada fungsinya sebagai pigmen daun. Senyawa ini terdapat pada kloroplas dan terikat secara longgar pada protein.Karotenoid yang paling tersebar luas adalah - karoten.

2.2.7. Terpenoid campur

Terpenoid campur adalah aneka golongan senyawa yang tampaknya terbentuk terutama dari satuan isoprena tetapi mengandung atom karbon tambahan atau jumlah atomnya kurang dari seharusnya. Kelompok paling umum dari golongan ini adalah furan alam.

( http://www.scribd.com/doc/28436179/Terpenoid-dari-bahan-hayati-laut)

2.3. Biosintesis Senyawa Terpenoida

Secara umum biosintesa dari terpenoid dengan terjadinya 3 reaksi dasar yaitu : 1. Pembentukan isopren aktif berasal dari asam asetat melalui asam mevalonat 2. Penggabungan kepala dan ekor dua unit isopren akan membentuk mono-, seskui-, di-, sester- dan poli-terpenoid

3. Penggabungan ekor dan ekor dari unit C-15 atau C-20 menghasilkan triterpenoid dan steroid

Mekanisme dari tahap-tahap reaksi biosintesa terpenoid adalah asam asetat setelah diaktifkan oleh koenzim A melakukan kondensasi jenis Claisen menghasilkan asam asetoasetat. Senyawa yang dihasilkan ini dengan asetil koenzim A melakukan kondensasi jenis aldol menghasilkan rantai karbon bercabang sebagaimana ditemukan pada asam mevalonat. Reaksi-reaksi berikutnya adalah fosforilasi, eliminasi asam fosfat dan dekarboksilasi menghasilkan Isopentenil pirofosfat (IPP) yang selanjutnya berisomerisasi menjadi Dimetil alil pirofosfat (DMAPP) oleh enzim isomerase. IPP sebagai unit


(27)

isopren aktif bergabung secara kepala ke ekor dengan DMAPP dan penggabungan ini merupakan langkah pertama dari polimerisasi isopren untuk menghasilkan terpenoid. Penggabungan ini terjadi karena serangan elektron dari ikatan rangkap IPP terhadap atom karbon dari DMAPP yang kekurangan elektron diikuti oleh penyingkiran ion pirofosfat yang menghasilkan Geranil pirofosfat (GPP) yaitu senyawa antara bagi semua senyawa monoterpenoid.

Penggabungan selanjutnya antara satu unit IPP dan GPP dengan mekanisme yang sama menghasilkan Farnesil pirofosfat (FPP) yang merupakan senyawa antara bagi semua senyawa seskuiterpenoid. senyawa diterpenoid diturunkan dari Geranil-Geranil Pirofosffat (GGPP) yang berasal dari kondensasi antara satu unit IPP dan GPP dengan mekanisme yang sama.

Mekanisme biosintesis senyawa terpenoid adalah sebagai berikut :

H3C C SCoA

O

+

H3C C SCoA

O

H3C C

H2 C O C SCoA O

H3C C

H2

C C SCoA

OH O

CH2 C SCoA

O H3C C

H2

C C OH

OH O

CH2 CH2 OH

H3C C

H2

C H2C OPP

CH2

H3C C CH CH2 OPP

CH3

IPP DMAPP

OPP

+

OPP


(28)

OPP

Monoterpen

OPP

+

OPP

+

OPP

Triterpenoid

Seskuiterpen 2x

OPP Diterpenoid

Tetraterpenoid

Berdasarkan mekanisme tersebut maka senyawa terpenoid dapat dikelompokkan sebagai berikut : (Herbert, 1995)

Tabel 1 : Penggolongan senyawa terpenoida

No Jenis Senyawa Jumlah atom Karbon Sumber

1 Monoterpenoid 10 Minyak atsiri

2 Seskuiterpenoid 15 Minyak atsiri

3 Diterpenoid 20 Resin pinus

4 Triterpenoid 30 Damar

5 Tetraterpenoid 40 Zat warna karoten


(29)

2.4. Senyawa Diterpenoida

Senyawa diterpenoid merupakan senyawa yang beraneka ragam yang mempunyai kerangka karbon C20 yang berasal dari 4 unit isopren. Barangkali, satu-satunya diterpenoid yang tersebar di semesta ialah senyawa induk asiklik dari deret senyawa tersebut, yaitu fitol, yang terdapat sebagai bentuk ester dalam molekul klorofil. Ada 3 kelas diterpenoid : diterpena damar, diterpena racun, dan gliberil (Harborne, 1987)

CH2OH

Struktur fitol

Diterpena damar, meliputi senyawa seperti asam abietat dan asam agatat yang terdapat dalam damar tumbuhan mutakhir dan tumbuhan fosil (Thomas, 1970). Di alam senyawa damar ini berfungsi sebagai pelindung ketika dikeluarkan sebagai eksudat dari kayu pepohonan atau sebagai getah tumbuhan herba. Asam abietat terdapat luas dalam damar gimnospermae, terutama dalam pinus. Berbagai damar ‘kopal’ pada tumbuhan kacang-kacangan mengandung sederetan diterpena yang berlainan, salah satu contoh adalah asam hardwikat.

COOH

O


(30)

Sekelompok diterpena racun ialah grayanatoksin, contohnya grayanatoksin-1 yang terdapat dalam daun kebanyakan jenis Rhododendron dan Kalmia. Daun tersebut beracun oleh adanya senyawa tersebut.

Kelas diterpenoid yang ketiga adalah giberelin, segolongan hormon yang merangsang pertumbuhan secara umum dan diketahui sangat tersebar luas pada tumbuhan. Asam giberalat adalah giberelin paling dikenal, tetapi sebenarnya lebih dari 60 senyawa dalam deret ini sekarang telah dikenal. Secara kimia mereka sangat erat berkaitan, jadi, sukar dipisahkan dan dibedakan. Satu-satunya cara penentuan yang memuaskan adalah KGC-SM. (Harborne, 1987)

Senyawa diterpenoid merupakan senyawa yang mempunyai 20 atom karbon dan dibangun oleh 4 unit isopren. senyawa ini mempunyai bioaktifitas yang cukup luas yaitu sebagai hormon pertumbuhan tanaman, podolakton inhibitor pertumbuhan tanaman, antifeedant serangga, inhibitor tumor, senyawa pemanis, anti fouling dan anti karsinogen. Senyawa diterpenoid dapat berbentuk asiklik, bisiklik, trisiklik dan tetrasiklik dan tatanama yang digunakan lebih banyak adalah nama trivial.

Diterpen adalah senyawa bahan alam yang mengandung 20 atom karbon, yang secara luas terdapat dalam tumbuhan damar, yang berasal dari pohon-pohonan. Beberapa senyawa diterpen telah dikenal sejak bertahun-tahun lalu, walaupun baru dipelajari mendalam pada akhir-akhir ini. Beberapa kelompok dari diterpen diklasifikasi secara konvensional dengan dasar adanya cincin karbon. (Pinder, 1960)

2.4.1. Diterpen Alisiklis

Fitol, adalah diterpen alkohol C20H40O, yang dikembangkan oleh Willstatter

menjadi fragmen alkohol dari molekul-molekul klorofil dan kebanyakan di isolasi dari tumbuhan jelatang. Fitol merupakan alkohol primer tak jenuh mengandung 1 ikatan rangkap dan merupakan senyawa alisiklis. Pada ozonolisis akan menghasilkan aldehid glikolat dan keton jenuh C18H36O, yang mengandung


(31)

gugus CH3CO- (reaksi haloform). Keton ini dapat ditulis C16H33COCH3, dan fitol

dapat dituliskan dengan struktur parsial:

C16H33 C = CH . CH

2OH

CH3

Fitol

2.4.2. Diterpen Monosiklik

Vitamin A1, dikenal dalam lemak alam dan minyak (misalnya, mentega, minyak hati ikan, minyak ikan pecak) merupakan senyawa penting yang dibutuhkan oleh hewan untuk pertumbuhan. Pada tahun 1942 vitamin A1 dalam kondisi kristalin dari minyak ikan pecak dengan menggunakan metode

kromatografi dan destilasi molekuler. Vitamin A1, C20H30O adalah alkohol

primer dengan oksidasi akan menghasilkan aldehid bersesuaian, C20H28O.

Molekul ini memiliki 5 ikatan rangkap.

CH=CH. C = CH. CH = CH . C = CH . CH2OH

CH3 CH3

Vitamin A1

Vitamin A2, dengan rumus C20H28O, merupakan alkohol primer dan memiliki

sifat kimia yang mirip dengan vitamin A1.

CH=CH. C = CH. CH = CH . C = CH . CH2OH

CH3 CH3


(32)

Kamforen, dengan rumus C20H32, merupakan diterpen hidrokarbon yang

ditemukan dalam fraksi didih yang lebih tinggi dari minyak kamfor. Diperoleh dengan destilasi fraksinasi, mengandung 4 ikatan rangkap tidak terkonyugasi.

Kamforen

2.4.3. Diterpen Disiklik

Sclareol, dengan rumus C20H36O2, merupakan diterpen disiklik dengan

bentuk kristal, yang ditemukan dalam Salvia sclarea L. Di isolasi dengan

ekstraksi pelarut dari daun.

OH

OH

Sclareol

Manool, memiliki rumus C20H34O, merupakan diterpenoid bisiklik alkohol

tersier yang terkandung dalam minyak esensial yang berasal dari kayu pohon cemara.


(33)

OH

Manool

Asam Agatendikarboksilat, diterpen ini berupa asam, dijumpai dalam berbagai jenis damar. Merupakan asam dikarboksilat, C20H30O4, mengandung 2 ikatan

etilen, salah satunya dalam keadaan berkonyugasi dengan satu grup karboksil.

COOH COOH

Asam Agatendikarboksilat

2.4.4. Diterpen Trisiklik

Asam Abietat, dengan rumus C20H30O2, merupakan asam tak jenuh,

memiliki 2 ikatan rangkap, yang berkonyugasi.

HO2C CH3


(34)

Asam Dekstropimarat, dengan rumus C20H30O2.

HO2C

Asam dekstropimarat

Ferruginol, sugiol dan hinokiol, adalah 3 jenis diterpen trisiklik fenolik.

OH

OH

Ferruginol Sugiol

HO

OH Hinokiol


(35)

Fikhtelit, merupakan hidrokarbon diterpen trisiklik jenuh, terdapat dalam fossil resin. Merupakan kristal padat, dengan titik lebur 46 oC.

Fikhtelit

(Hanson, J.R, 1998)

2.5. Teknik Pemisahan

Tujuan dari teknik pemisahan adalah untuk memisahkan komponen yang akan ditentukan berada dalam keadaan murni, tidak tercampur dengan komponen-komponen lainnya. Ada 2 jenis teknik pemisahan :

2.5.1. Pemisahan Kimia

Pemisahan ini berdasarkan adanya perbedaan yang besar dari sifat-sifat kimia komponen dalam campuran yang akan dipisahkan.

2.5.2. Pemisahan Fisika

Pemisahan ini berdasarkan pada perbedaan-perbedaan kecil dari sifat-sifat fisik antara senyawa-senyawa yang termasuk dalam suatu golongan. (Muldja, 1995).

2.6. Ekstraksi

Ekstraksi adalah penyarian zat-zat aktif dari bagian tumbuhan. Adapun tujuan dari ekstraksi yaitu untuk menarik komponen kimia yang terdapat dalam suatu sampel.


(36)

2.6.1. Tujuan Ekstraksi

Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik semua komponen kimia yang terdapat dalam sampel. Ekstraksi ini didasarkan pada perpindahan massa komponen zat padat ke dalam pelarut dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka, kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut.

Secara umum, terdapat beberapa keadaan dalam menentukan tujuan ekstraksi: ™ Senyawa kimia telah diketahui identitasnya untuk diekstraksi dari tumbuhan.

Dalam kasus ini, prosedur yang telah dipublikasikan dapat diikuti dan dibuat modifikasi yang sesuai untuk mengembangkan proses atau menyesuaikan dengan kebutuhan pemakai.

™ Bahan diperiksa untuk menemukan kelompok senyawa kimia tertentu,

misalnya terpenoid, alkaloid, flavanoid atau saponin, meskipun struktur kimia sebetulnya dari senyawa ini bahkan keberadaannya belum diketahui. Hal ini diikuti dengan uji kimia atau kromatografik yang sesuai untuk kelompok senyawa kimia tersebut.

™ Sifat senyawa yang akan diisolasi belum ditentukan sebelumnya dengan cara

apapun. Situasi ini (utamanya dalam program skrining) dapat timbul jika tujuannya adalah untuk menguji organisme, baik yang dipilih secara acak atau didasarkan pada penggunaan tradisional untuk mengetahui adanya senyawa dengan aktivitas biologi khusus.( Sudjadi, 1986)

2.6.2. Prinsip ekstraksi 2.6.2.1. Prinsip Maserasi

Penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara merendam serbuk sampel ke dalam cairan penyari yang sesuai selama tiga hari pada temperatur kamar terlindung dari cahaya, cairan penyari akan masuk ke dalam sel melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di


(37)

dalam sel dengan di luar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan penyari dengan konsentrasi rendah (proses difusi). Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Selama proses maserasi dilakukan pengadukan dan penggantian cairan penyari setiap hari. Endapan yang diperoleh dipisahkan dan filtratnya dipekatkan.

2.6.2.2. Prinsip Perkolasi

Penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara serbuk sampel dimaserasi selama 3 jam, kemudian sampel dipindahkan ke dalam bejana silinder yang bagian bawahnya diberi sekat berpori, cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui sampel tersebut, cairan penyari akan melarutkan zat aktif dalam sel-sel sampel yang dilalui sampai keadan jenuh. Gerakan ke bawah disebabkan oleh karena gravitasi, kohesi, dan berat cairan di atas dikurangi gaya kapiler yang menahan gerakan ke bawah. Perkolat yang diperoleh dikumpulkan, lalu dipekatkan.

2.6.2.3. Prinsip Sokletasi

Penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara serbuk sampel ditempatkan dalam klonsong yang telah dilapisi kertas saring sedemikian rupa, cairan penyari dipanaskan dalam labu alas bulat sehingga menguap dan dikondensasikan oleh kondensor bola menjadi molekul-molekul cairan penyari yang jatuh ke dalam klonsong menyari zat aktif di dalam sampel dan jika cairan penyari telah mencapai permukaan sifon, seluruh cairan akan turun kembali ke labu alas bulat melalui pipa kapiler hingga terjadi sirkulasi. Ekstraksi sempurna ditandai bila cairan di sifon tidak berwarna, tidak tampak noda jika di KLT, atau sirkulasi telah mencapai 20-25 kali. Ekstrak yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan.


(38)

2.6.2.4. Prinsip Refluks

Penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara sampel dimasukkan ke dalam labu alas bulat bersama-sama dengan cairan penyari lalu dipanaskan, uap-uap cairan penyari terkondensasi pada kondensor bola menjadi molekul-molekul cairan penyari yang akan turun kembali menuju labu alas bulat, akan menyari kembali sampel yang berada pada labu alas bulat, demikian seterusnya berlangsung secara berkesinambungan sampai penyarian sempurna, penggantian pelarut dilakukan sebanyak 3 kali setiap 3-4 jam. Filtrat yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan.

2.6.2.5. Prinsip Destilasi Uap Air

Penyarian minyak menguap dengan cara sampel dan air ditempatkan dalam labu berbeda. Air dipanaskan dan akan menguap, uap air akan masuk ke dalam labu sampel sambil mengekstraksi minyak menguap yang terdapat dalam sampel, uap air dan minyak menguap yang telah terekstraksi menuju kondensor dan akan terkondensasi, lalu akan melewati pipa alonga, campuran air dan minyak menguap akan masuk ke dalam corong pisah, dan akan memisah antara air dan minyak atsiri.

2.6.2.6. Prinsip Rotavapor

Proses pemisahan ekstrak dari cairan penyarinya dengan pemanasan yang dipercepat oleh putaran dari labu alas bulat, cairan penyari dapat menguap 5-10º C di bawah titik didih pelarutnya disebabkan oleh karena adanya penurunan tekanan. Dengan bantuan pompa vakum, uap larutan penyari akan menguap naik ke kondensor dan mengalami kondensasi menjadi molekul-molekul cairan pelarut murni yang ditampung dalam labu alas bulat penampung.


(39)

2.6.2.7. Prinsip Ekstraksi Cair-Cair

Ekstraksi cair-cair (corong pisah) merupakan pemisahan komponen kimia di antara 2 fase pelarut yang tidak saling bercampur di mana sebagian komponen larut pada fase pertama dan sebagian larut pada fase kedua, lalu kedua fase yang mengandung zat terdispersi dikocok, lalu didiamkan sampai terjadi pemisahan sempurna dan terbentuk dua lapisan fase cair, dan komponen kimia akan terpisah ke dalam kedua fase tersebut sesuai dengan tingkat kepolarannya dengan perbandingan konsentrasi yang tetap.

2.6.2.8. Prinsip Kromatografi Lapis Tipis

Pemisahan komponen kimia berdasarkan prinsip adsorbsi dan partisi, yang ditentukan oleh fase diam (adsorben) dan fase gerak (eluen), komponen kimia bergerak naik mengikuti fase gerak karena daya serap adsorben terhadap komponen-komponen kimia tidak sama sehingga komponen kimia dapat bergerak dengan kecepatan yang berbeda berdasarkan tingkat kepolarannya, hal inilah yang menyebabkan terjadinya pemisahan.

2.6.2.9. Prinsip Penampakan Noda

a. Pada UV 254 nm

Pada UV 254 nm, lempeng akan berflouresensi sedangkan sampel akan tampak berwarna gelap. Penampakan noda pada lampu UV 254 nm adalah karena adanya daya interaksi antara sinar UV dengan indikator fluoresensi yang terdapat pada lempeng. Fluoresensi cahaya yang tampak merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh komponen tersebut ketika elektron yang tereksitasi dari tingkat energi dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi kemudian kembali ke keadaan semula sambil melepaskan energi.


(40)

b. Pada UV 366 nm

Pada UV 366 nm noda akan berflouresensi dan lempeng akan berwarna gelap. Penampakan noda pada lampu UV 366 nm adalah karena adanya daya interaksi antara sinar UV dengan gugus kromofor yang terikat oleh auksokrom yang ada pada noda tersebut. Fluoresensi cahaya yang tampak merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh komponen tersebut ketika elektron yang tereksitasi dari tingkat energi dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi kemudian kembali ke keadaan semula sambil melepaskan energi. Sehingga noda yang tampak pada lampu UV 366 terlihat terang karena silika gel yang digunakan tidak berfluororesensi pada sinar UV 366 nm.

c. Pereaksi Semprot H2SO4 10%

Prinsip penampakan noda pereaksi semprot H2SO4 10% adalah berdasarkan

kemampuan asam sulfat yang bersifat reduktor dalam merusak gugus kromofor dari zat aktif simplisia sehingga panjang gelombangnya akan bergeser ke arah yang lebih panjang (UV menjadi VIS) sehingga noda menjadi tampak oleh mata. (Sudjadi, 1986 dan http://medicafarma.blogspot.com/2008/11/ekstraksi.html)

2.7. Kromatografi

Kromatografi adalah suatu teknik pemisahan tertentu dengan menggunakan dua fasa yaitu fasa diam dan fasa gerak. Pemisahan tergantung pada gerakan relatif dari dua fasa ini. Cara- cara kromatografi dapat digolongkan sesuai dengan sifat- sifat dari fasa gerak, yang dapat berupa zat padat atau zat cair. Jika fasa tetap berupa zat padat maka cara tersebut dikenal sebagai kromatografi serapan (absorption chromatography) dan jika zat cair maka kromatografi tersebut dikenal dengan kromatografi partisi (partition chromatography).


(41)

Berbagai metode kromatografi memberikan cara pemisahan paling kuat di laboratorium kimia. Gagasan dasarnya sederhana untuk dipahami; caranya beragam, mulai dari cara yang sederhana sampai yang agak rumit dari segi kerja

dan peralatan, dan metode ini dapat dipakai untuk setiap jenis senyawa. (Sastrohamidjojo,H.,1996)

2.7.1. Kromatografi Lapisan Tipis

Kromatografi Lapisan Tipis (KLT) dapat dipakai dengan dua tujuan. Yang pertama, dipakai selayaknya sebagai metode untuk mencapai hasil kualitatif, kuantitatif dan preparatif. Kedua dipakai untuk menjajaki sistem pelarut dan sistem penyangga yang akan dipakai dalam kromatografi kolom atau kromatografi cair kinerja tinggi.

Teknik kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan oleh Egon Stahl

dengan menghamparkan penyerap pada lempeng gelas, sehingga merupakan lapisan tipis. KLT merupakan kromatografi serapan, tetapi dapat juga merupakan kromatografi partisi karena bahan penyerap telah dilapisi air dari udara. Sistem ini segera popular karena memberikan banyak keuntungan, misalnya peralatan yang diperlukan sedikit, murah, sederhana, waktu, analisis cepat dan daya pisah cukup baik. (Sudjadi, 1986)

Pada hakikatnya Kromatografi Lapisan Tipis melibatkan dua peubah: sifat fasa diam atau sifat lapisan dan sifat fase gerak atau campuran pelarut pengembang. Fasa diam dapat berupa serbuk halus yang berfungsi sebagai permukaan penyerap (kromatografi cair-padat) atau berfungsi sebagai penyangga untuk lapisan zat cair (kromatografi cair- cair). Fasa diam pada KLT sering disebut penyerap, walaupun sering berfungsi sebagai penyangga untuk lapisan zat cair di dalam sistem kromatografi cair- cair. Hampir segala macam serbuk dapat dipakai sebagai penyerap pada KLT, yaitu: silika gel (asam silikat), alumina (aluminium oksida), kiselgur (tanah diatome), dan selulosa. Fasa gerak dapat berupa hampir segala macam pelarut atau campuran pelarut.


(42)

2.7.1.1. Pembuatan Lapisan Tipis

Dalam pembuatan lapisan tipis digunkan plat-plat kaca yang memiliki ukuran 20 x 5 cm atau 20 x 20 cm, dan ukuran ini dianggap “standart”. Plat ini dicuci terlebih dahulu dengan air dan detergen kemudian dikeringkan dengan aseton. Selanjutnya membuat penyerap menjadi bubur dengan air, biasanya dalam perbandingan x gram penyerap dan 2x ml air. Bubur diaduk dengan baik dan dibentangkan di atas plat kaca dengan berbagai cara. Tebal “standart” adalah 250 mikron. Lapisan-lapisan yang lebih tebal (0,5 – 2,0 mm) digunakan untuk pemisahan-pemisahan yang sifatnya besar, dengan menggunakan penyerap hingga 250 mg untuk plat dengan ukuran 20 x 20 cm. Salah satu keukaran dengan lapisan tebal ialah adanya tendensi mengelupas bila kering.(Sastrohamidjojo, 2001)

Beberapa contoh penyerap yang digunakan untuk pemisahan dalam kromatografi lapis tipis adalah sebagai berikut :

1. Silika gel

Ada beberapa jenis silika gel, yaitu : a. Silika gel G

Silika gel G adalah silika gel yang mengandung 13 % kalsium sulfat sebagai perekat. Jenis silika gel ini biasanya mengandung ion logam, terutama ion besi. Kandungan ion besi dapat dihilangkan dengan mengembangkan plat TLC silika gel G dengan sstem pelarut metanol : asam HCl pekat 9 : 1.

b. Silika gel H

Perbedaan silika gel G dan silika gel H ialah, bahwa silika gel H tidak menngandung perekat kalsium sulfat. Silika gel H dipakai untuk pemisahan yang bersifat spesifik, terutama lipida netral.


(43)

c. Silika gel PF

Jenis silika gel ini diketemukan belakangan, yang dibuat sedemikian rupa sehingga senyawa-senyawa organik terikat pada plat ini dapat mengadakan fluoresensi. Oleh karena itu visualisasinya dapat dikerjakan dengan menempatkan plat yang telah dikembangkan di dalam ruangan gelap atau dengan sinar ultra violet yang bergelombang pendek.

2. Alumina

Penggunaan alumina dalam TLC, yang semula diperkenalkan oleh peneliti dari Cekoslowakia, tidak sesering silika gel. Sebenarnya alumina netral mempunyai kemampuan untuk memisahkan bermacam-macam senyawa, seperti terpena, alkaloid, steroid, dan senyawa-senyawa alisklik, alifatik, serta aromatik. Sebagai zat perekat alumina tidak mengandung zat perekat, memepunyai sifat alkalis dan dapat digunakan baik tanpa maupun dengan aktivasi.

(Keese,R. dkk, 1982)

3. Kieselguhr

Kieselguhr merupakan adsorben yang lebih lemah dari silika gel dan alumina, oleh karena itu lebih cocok untuk memisahkan senyawa-senyawa polar. (Adnan, M., 1997)

Menurut Markham, KLT memiliki peranan penting dalam metoda pemisahan dan isolasi yaitu :

a. Mencari pelarut untuk kromatografi kolom

b. Analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom

c. Menyigi arah atau perkembangan reaksi seperti hidrolisis atau metilasi d. Identifikasi flavonoida secara ko-kromatografi


(44)

2.7.2. Kromatografi Kolom

Sistem bertekanan rendah biasanya terbuat dari kaca yang dilengkapi dengan keran jenis tertentu pada bagian bawahnya untuk mengatur aliran pelarut. Ukuran keseluruhan kolom sungguh beragam, tetapi biasanya panjangnya sekurang- kurangnya 10 kali garis tengah dalamnya dan mungkin saja sampai 100 kali. Pada kromatografi kolom, campuran yang akan dipisahkan diletakkan berupa pita pada bagian atas kolom penyerap yang berada dalam tabung kaca, tabung logam atau bahkan tabung plastik. Pelarut (fasa gerak) dibiarkan mengalir melalui kolom karena aliran yang disebabkan oleh gaya berat atau didorong oleh tekanan. Pita senyawa linarut bergerak melalui kolom dengan laju yang berbeda, memisah dan dikumpulkan berupa fraksi ketika keluar dari alas kolom.(Gritter,R.J,1991)

2.7.2.1. Pengisian Kolom

Pengisian kolom harus dikerjakan dengan seragam.Setelah adsorben dimasukkan dapat diseragamkan kepadatannya dalam kolom dengan menggunakan vibrator atau dengan plunger (pemadat). Selain itu dapat juga

dikerjakan dengan memasukkan adsorben dalam bentuk larutan (slurry) dan

partikelnya dibiarkan mengendap. Pengisian kolom yang tidak seragam akan menghasilkan rongga-rongga di tengah-tengah kolom. Cara untuk mengatasi

masalah ini adalah dengan mengadakan back fushing , sehingga terjadi

pengadukan, yang seterusnya dibiarkan lagi mengendap. Pada bagian bawah (dasar) dan atas dari isian kolom diberi wol kaca (glass wool) atau sintered glass

disc untuk menyangga isian. Bila kolom telah diberi bahan isian, permukaan

cairan tidak boleh dibiarkan turun dibawah permukaan bahan isian bagian atas, karena akan memberikan peluang masuknya gelembung udara masuk ke kolom. (Adnan,M., 1997)

2.7.3. Kromatografi Preparatif

Salah satu metode pemisahan yang memerlukan pembiayaan yang paling murah dan memakai peralatan yang paling dasar ialah kromatografi lapis titpis


(45)

preparatif (KLTP). Walaupun KLTP dapat memisahkan bahan alam dalam jumlah gram, sebagian besar pemakaian hanya dalam jumlah milligram. KLTP bersama-sama dengan kromatografi kolom terbuka, masih dijumpai dalam sebagian besar publikasi mengenai isolasi bahan alam, terutama dari laboratorium yang tidak dilengkapi dengan cara pemisahan modern. Akan tetapi, seperti yang akan diterangkan kemudian, tertdapat banyak masalah pada KLTP.

¾ Penyerap

Dalam KLTP digunakan ketebalan adsorbent yang paling sering dipakai yaitu 0,5-2 mm. ukuran plat kromatografi biasanya 20 x 20 cm atau 20 x 40 cm. Peneyerap yang paling umum ialah silika gel dan dipakai untuk pemisahan campuran senyawa lipofil maupun campuran senyawa hidrofil.

¾ Penotolan Cuplikan

Cuplikan dilarutkan dalam sedikit pelarut sebelum ditotolkan pada plat KLTP. Pelarut yang baik ialah pelarut atsiri/organik (heksana, diklorometana, etil asetat), karena jika pelarut kurang atsiri maka akan terjadi pelebaran pita. Konsentrasi cuplikan harus sekitar 5-10%.

¾ Pemilihan Fase Gerak

Pilihan pelarut ditentukan berdasarkan pemeriksaan pendahuluan memakai KLT analitik. Karena ukuran partikel penyerap kira-kira sama, pelarut yang dipakai pada plat KLT dapat dipakai langsung pada KLTP. Pengembangan pelat KLTP biasanya dilakukan dalam bejana kaca yang dapat menampung beberapa plat.

¾ Isolasi senyawa yang sudah terpisah

Kebanyakan penyerap KLTP mengandung indikator fluoresensi yang membantu mendeteksi kedudukan pita yang terpisah sepanjang senyawa yang dipisahkan menyerap sinar UV. Akan tetapi, beberapa indikator


(46)

menimbulkan masalah yaitu bereaksi dengan asam kadang-kadang bahakan dengan asam asetat.

Untuk senyawa yang tidak menyerap sinar UV, ada beberapa pilihan : a). Menyemprot dengan air

b). Menutup pelat dengan sepotong kaca menyemprot salah satu sisi dengan pereaksi semprot

c). Menambahkan senyawa pembanding. (Hostettman,K.,1995)

2.7.4. Harga Rf ( Retension factor)

Identifikasi dari senyawa-senyawa yang terpisah pada lapisan tipis lebih baik dikerjakan dengan pereaksi lokasi kimia dan reaksi warna. Lazimnya identifikasi menggunakan harga Rf meskipun harga-harga Rf dalam lapisan tipis kurang tepat bila dibandingkan pada kertas.

Dapat didefenisikan sbb : Harga Rf adalah =

Faktor-faktor yang memepengaruhi gerakan noda dalam kromatografi lapis tipis yang juga mempengaruhi harga Rf :

1). Struktur kimia dari senyawa yang dipisahkan 2). Sifat dari penyerap dan derajat aktifitasnya 3). Tebal keraataan dari lapisan penyerap

4). Pelarut (dan derajat kemurniannya) fasa gerak 5). Derajat kejenuhan dari uap

6). Jumlah cuplikan yang digunakan 7). Suhu

8). Kesetimbangan


(47)

2.8. Teknik Spektroskopi

Teknik spektroskopi adalah salah satu teknik analisis kimia – fisika yang mengamati tentang interaksi atom atau molekul dengan radiasi elektromagnetik. Ada dua macam instrumen pada teknik spektroskopi yaitu spektrometer dan spektrofotometer. Instrumen yang memakai monokromator celah tetap pada bidang fokus disebut sebagai spektrometer. Apabila spektrometer tersebut dilengkapi dengan detektor yang bersifat fotoelektrik maka disebut spektrofotometer. (Muldja, 1955).

Informasi Spektroskopi Inframerah menunjukkan tipe – tipe dari adanya gugus fungsi dalam satu molekul, Resonansi Magnet Inti yang memberikan informasi tentang bilangan dari setiap tipe dari atom hidrogen. Ini juga memberikan informasi yang menyatakan tentang alam serta lingkungan dari setiap tipe dari atom hidrogen. Kombinasinya dan data yang ada kadang – kadang menentukan struktur yang lengkap dari molekul yang tidak diketahui. (Pavia, 1979).

Walaupun spektrum infra-merah merupakan kekhasan sebuah molekul secara menyeluruh, gugus- gugus atom tertentu memberikan penambahan pita- pita pada kerapatan tertentu, ataupun didekatnya, apa pun bangun molekul selebihnya. Keberlakuan seperti itulah yang memungkinkan kimiawan memperoleh informasi tentang struktur yang berguna serta mendapatkan acuan bagi peta umum frekuensi gugus yang khas. ( Silverstain, 1986)

2.8.1. Spektroskopi Infra Merah (IR)

Spektroskopi infra merah digunakan untuk menentukan spektrum infra merah suatu senyawa hingga memberikan gambaran mengenai berbagai gugus fungsional dalam sebuah molekul organik. Hal ini terjadi bila sinar infra merah dilewatkan melalui cuplikan senyawa organik, maka sejumlah frekuensi diserap sedangkan frekuensi yang lain diteruskan tanpa diserap. Jika digambarkan antara


(48)

persen adsorbansi atau persen transmitansi lawan frekuensi maka akan dihasilkan suatu spektrum infra merah.

Penggunaan spektroskopi infra merah pada bidang kimia organik hampir menggunakan daerah 650 – 4000 cm-1. Daerah dengan frekuensi lebih rendah dari 650 cm-1 disebut infra merah jauh, dan daerah dengan frekuensi lebih tinggi 4000 cm-1, disebut infra merah dekat. Masing-masing daerah tersebut lebih jauh dan lebih dekat dengan spektrum tampak. Infra merah jauh mengandung sedikit serapan yang bermanfaat bagi orang organik dan serapan tersebit dikaitkan dengan perubahan-perubahan rotasi dalam molekul. Infra merah dekat terutama menunjukkan serapan-serapan harmonik overtone dari vibrasi pokok yang terdapat pada daerah normal. Instrumen yang digunakan untuk mengukur resapan radiasi infra merah pada berbagai panjang gelombang disebut spektrofotometer infra merah.(Sastrohamidjojo, 1996)

Radiasi infra merah ditemukan oleh Sir William Hercshel pada tahun 1880, yang melaporkan penemuannya kepada Royal Society. Pada waktu itu para saintis belum memahami secara jelas keadaan transisi. Daerah inframerah terletak antara spektrum electromagnetic cahaya tampak dan spektrum radio; yakni antara 4.000-400 cm-1. Mulai tahun 1903 William dan N. Coblentz mahasiswa di Cornel University memperbaiki teknik-teknik percobaan dan menyusun sederetan spektra serapan zat murni.

a. Ada beberapa daerah penyerapan terpenting dalam Spektrum Infra Merah :

1. Daerah vibrasi regang hidrogen : 3.700-2.700 cm-1.

• 3.700 – 3.100 cm-1, serapan oleh vibrasi regang O-H dan N-H.

Serapan oleh vibrasi lentur O-H biasanya terdapat pada bilangan gelombang lebih besar dan pita serapannya dalam spektrum sering lebih lebar dari pita serapan N-H.

• 3.200 – 2.850 cm-1, daerah vibrasi regang C-H alifatik. 2. Daerah vibrasi regang ikatan ganda tiga, 2.700 – 1.850 cm-1

Gugus fungsional yang menyerap di daerah ini terbatas, karena itu ada atau tidaknya serapan tersebut dalam suatu molekul dapat dilihat.


(49)

3. Daerah ikatan ganda dua, 1.950 – 1.550 cm-1 Vibrasi regang untuk ikatan ganda dua, yaitu :

• - C = C , - C = N -, 1690 – 1600 cm-1

• 1.650 – 1.450 cm-1, puncak serapan dalam daerah ini memberi

keterangan yang penting mengenai cincin aromatik. 4. Daerah sidik jari “finger print”, 1.500 – 700 cm-1

Beberapa frekuensi gugusan (group frequency) juga bisa ditemukan di daerah sidik jari ini : C-O-C (vibrasi regang) dalam eter, ester kira-kira 1.200 cm-1 dan

vibrasi regang C-Cl pada 700 – 800 cm-1 . Pada bilangan gelombang dibawah

1.200 cm-1 terdapat puncak-puncak serapan beberapa gugusan anorganik seperti : sulfat, fosfat, nitrat dan karbonat.

b. Vibrasi kerangka suatu molekul (skeletal vibrations)

Vibrasi kerangka terletak di derah spektrum lebih dari 1.500 cm-1. Kelompik-kelompok vibrasi di daerah spektrum kecil dari 1.500 cm-1 adalah :

a. Vibrasi regang (stretching) ikatan ganda yang tidak mengandung atom C b. Vibrasi regang ikatan tunggal

c. Vibrasi-vibrasi lentur (bending) (Noerdin, 1985)

2.8.2. Spektrofotometri Resonansi Magnetik Inti Proton ( 1H-NMR )

Spektrometri Resonansi Magnetik Inti (Nuclear Magnetic Resonance, NMR) merupakan alat yang berguna pada penentuan struktur molekul organik. Teknik ini memberikan informasi mengenai berbagai jenis atom hidrogen dalam molekul. Struktur NMR memberikan informasi mengenai lingkungan kimia atom hidrogen, jumlah atom hidrogen dalam setiap lingkungan dan struktur gugusan yang berdekatan dengan setiap atom hidrogen. (Cresswell, 1982,).

Sesuai dengan namanya, resonansi magnet inti (RMI) berhubungan dengan sifat magnet dari inti atom. Mempelajari molekul senyawa organik secara


(50)

magnet dari berbagai inti yang ada dan untuk menduga letak inti tersebut dalam molekul (Sudjadi,1985).

Spektroskopi RMI proton pada hakikatnya merupakan sarana untuk menentukan struktur senyawa organik dengan mengukur momen magnet atom hidrogennya. Pada kebanyakan senyawa, atom hidrogen terikat pada gugus yang berlainan (seperti –CH2-, -CH3, -CHO,-NH2,-CHOH-) dan spektrum RMI proton

merupakan rekaman sejumlah atom hidrogen yang berada dalam keadaan limgkungan yang berlainan tersebut (Harbone, 1987).

Dengan spektrometer resonansi magnetik inti proton dapat ditentukan banyaknya jenis lingkungan atom hidrogen yang berbeda yang ada dalam molekul, beberapa hidrogen pada masing-masing jenis lingkungan hidrogen, serta berapa banyak atom hidrogen yang ada pada atom karbon tetangga. Pada spektrometer resonansi magnetik inti proton, kebanyakan proton pada spektra

NMR proton menunjukkan adsorpsi antara 0 – 10 ppm (δ) di bawah TMS, hanya

beberapa seperti proton aldehida dan karboksilat yang menunjukkan puncak diluar jangka ini.

Kegunaan yang besar dari resonansi magnetik inti adalah karena tidak setiap proton dalam molekul beresonansi pada frekuensi yang sama. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa berbagai proton dalam molekul dikelilingi oleh elektron dan menunjukkan sedikit perbedaan lingkungan elektronik dari satu proton dengan proton yang lain. Proton-proton dilindungi oleh elektron-elektron yang mengelilinginya. Di dalam medan magnet, perputaran medan magnet valensi dari proton menghasilkan medan magnet yang melawan medan magnet yang digunakan. Sehingga setiap proton dalam molekul dilindungi dari medan magnet yang digunakan yang mengenainya, besarnya perlindungan ini tergantung pada kerapatan elektron yang mengelilinginya. Makin besar kerapatan yang mengelilingi inti, maka makin besar pula medan magnet yang dihasilkan yang melawan yang digunakan. Akibat secara keseluruhan inti/proton merasakan adanya pengurangan medan yang mengenainya. Senyawa standar yang umum


(51)

digunakan adalah tetrametilsilan, (CH3)4Si, juga disebut TMS yang

proton-protonnya menyerap pada ujung kanan dalam spektrum NMR. Senyawa ini dipilih karena proton-proton dari gugus metil jauh lebih terlindungi bila dibandingkan dengan kebanyakan senyawa-senyawa yang diketahui. (Silverstein, 1988)

Senyawa yang paling lazim dan paling berguna dipakai sebagai acuan adalah tetrametilsilana (TMS). Senyawa ini mempunyai beberapa kelebihan; lamban secara kimia, isotop magnet, serta larut dalam kebanyakan pelarut organik; TMS meberikan puncak serapan tajam tunggal serta menyerap pada medan lebih tinggi daripada semua proton organik. (Silverstein, 1986).

Si CH3

H3C

CH3

CH3

Tetrametilsilana

Pada spektormetri NMR integrasi sangat penting. Harga integrasi menunjukkan daerah atau luas puncak dari tiap-tiap proton. Sedangkan luas daerah atau luas puncak tersebut sesuai dengan jumlah proton. Dengan demikian perbandingan tiap integrasi proton sama dengan perbandingan jumlah proton dalam molekul. (Muldja, 1955)

Di dalam medan magnet, perputaran elektron-elektron valensi dari proton menghasilkan medan magnet yang melawan medan magnet yang digunakan. Hingga setiap proton dalam molekul dilindungi dari medan magnet yang digunakan dan bahwa besarnya perlindungan ini tergantung pada kerapatan elektron yang mengelilingnya. Makin besar kerapatan elektron yang mengelilingi inti, maka makin besar pula medan yang dihasilkan yang melawan medan yang


(52)

digunakan. Akibat secara keseluruhan adalah inti/proton merasakan adanya pengurangan medan yang mengenainya. (Sastrohamdijojo, 1996)

Untuk banyak senyawa, banyak peak yang terpisah secara spin-spin dalam absorpsi NMR dari suatu proton tertentu (atau sekelompok proton ekuivalen). Dapat diramalkan dengan mencacah proton-proton tetangga (n) yang tak ekuivalen dengan proton yang sedang di bahas dan menambah satu pada n itu. Aturan ini disebut aturan n+1. proton-proton yang sama pergeseran kimianya tidak saling membelah (split) isyarat mereka. Hanya proton yang bertetangga yang geseran kimianya berlainan, akan mengakibatkan pemisahan.

Untuk mendapat spektrum yang baik, cuplikan harus merupakan cairan atau larutan tidak kental. Pelarut yang dapat melarutkan cuplikan sampai 10 % sudah cukup dan merupakan pelarut aprotik (yang tidak memberikan sinyal NMR). Biasanya dipergunakan pelarut organik yang terderasi, seperti CCl4, CS2, CDCl3,

C6D6, D2O, (CD3)3SO, (CD3)2CO dan (CCl3)2COO. (Silverstein, 1986)

2.8.3. Spektroskopi NMR 13C

Spektroskopi proton atau 1H, memberikan informasi struktural mengenai atom-atom hidrogen dalam sebuah molekul organik. Spektroskopi NMR karbon

13 atau 13C menghasilkan informasi struktur mengenai karbon-karbon dalam

sebuh molekul organik.

Dalam spektroskopi 1H-NMR kita bekerja dengan isotop hidrogen alamiah 99,985 %, atom hidrogen alamiah 1H. Namun 98,9 % atom karbon dalam alam adalah 13C, suatu isotop karbon yang intinya tidak mempunyai spin. Karbon -13 hanya merupakan 1,1 % atom karbon yang terdapat dalam alam. Disamping itu transisi dari paralel ke paralel dari suatu inti 13C adalah transisi energi rendah,

akibatnya spektra 13C-NMR hanya dapat diperoleh dengan spektrometer yang

sangat sensitif. Akhir-akhir ini spektrometer ini tersedia secara meluas dan spektroskopi 13C menjadi makin penting dalam laboratorium organik.


(53)

Terdapat dua tipe utama spektra 13C, spektra yang menunjukkan pola pemisahan spin-spin 13C-1H dan spektra yang tidak menunjukkan pola itu. Kedua tipe spektra ini sering digunakan secara berhubungan. Dalam keduanya TMS sebagai bahan pembanding-dalam, dan geeran-geseran kimia diukur ke bawah

medan dari peak TMS ini. Geseran-geseran kimia dalam 13C-NMR jauh lebih

besar dari geseran yang dijumpai dalam 1H-NMR, dimana pergeseran kimia

mulai 0 – 220 ppm.

Kebanyakan proton dalam spektra 1H-NMR menunjukkan absorpsi antara 0 – 10 ppm (δ) di bawah medan TMS, hanya beberapa seperti proton aldehida dan karboksilat yang menunjukkan peak di luar jangka ini. Absorpsi karbon-13 dijumpai dengan angka 0 – 220 ppm di bawah medan dari TMS. Jangka geseran kimia yang lebar inilah merupakan faktor lain yang menyederhanakan spektra 13C

dibandingkan dengan spektra 1H, dalam spektra 13C peluang tumpang tindihnya


(54)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Alat-alat

1. Gelas ukur 50 ml pyrex

2. Gelas Beaker 250 ml pyrex

3. Gelas Erlenmeyer 250 ml pyrex

4. Corong saring

5. Corong pisah 500 ml Durant

6. Kolom khromatografi Pyrex

7. Tabung reaksi 8. Plat skrining

9. Neraca Analitis Mettler PM 480

10.Hair dryer Miyako

11.Rotari evaporator Buchi B-480

12.Labu alas 500 ml Pirex

13.Alat pengukur titik lebur 14.Statif dan klem

15.Spatula


(55)

17.Batang pengaduk 18.Pipet tetes 19.Botol vial 20.Bejana KLT 21. Plat KLT 22. Pipa kapiler

23. Plat KLT Preparatif E.Merck

24.Spektrofotometer FT-IR Shimadzu

25.Spektrometer NMR ECA 500 MHz

26.Penangas air

3.2. Bahan-bahan

1. Daun tumbuhan merambung (Vernonia arborea Buch-Ham.)

2. Metanol Destilasi

3. N-Heksana Teknis

4. Etil Asetat Teknis

5. Kloroform p.a. Merck

6. Silika Gel 60GF254

7. Silika Gel 60 Type E 8. Pereaksi Salkowsky


(56)

3.3. Prosedur Penelitian 3.3.1. Penyediaan sampel

Sampel yang diteliti adalah daun tumbuhan merambung yang diperoleh dari koleksi tanaman Bapak Lamek Marpaung, jalan Karya Wisata komplek Johor Indah Permai Blok H-15, Medan-Johor, Medan. Daun tumbuhan dikeringkan di udara terbuka, dihaluskan sampai diperoleh serbuk daun tumbuhan merambung sebanyak 2000 gram

3.3.2. Uji Pendahuluan terhadap Ekstrak daun tumbuhan Merambung Serbuk daun tumbuhan Vernonia arborea Ham. diidentifikasi dengan cara:

1. Uji busa

2. Skrining fitokimia

3. Analisis Kromatografi Lapis Tipis

3.3.2.1Uji Busa

Serbuk daun tumbuhan merambung sebanyak 5 gram dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Kemudian ditambah 10 ml aquades dan dipanaskan pada penangas air. Lalu dikocok-kocok dengan kuat sehingga terbentuk busa dan didiamkan selama 10 menit. Busa yang hilang menunjukkan bahwa dalam daun tumbuhan merambung tidak terdapat senyawa glikosida

3.3.2.2. Skrining Fitokimia

Serbuk daun tumbuhan merambung sebanyak 10 gram diekstraksi dengan metanol panas. Ekstrak yang diperoleh ditest dengan pereaksi sebagai berikut:

- Pereaksi Salkowsky yaitu penambahan H2SO4(p) terhadap ekstrak dan

menghasilkan larutan berwarna merah.

- Pereaksi Lieberman-Burchard yaitu dengan penambahan asam sulfat

pekat dengan asam asetat anhidrid ( 1 : 20 v/v) dan menghasilkan larutan berwarna hijau kebiruan.


(57)

3.3.2.3. Analisis Kromatografi Lapis Tipis ( KLT)

Analisis KLT dilakukan terhadap ekstrak metanol dengan menggunakan fasa diam silika gel 60GF254. Fasa gerak yang digunakan adalah campuran kloroform

: metanol dengan perbandingan (100 : 0)v/v ; (90 : 10)v/v ; (80 : 20)v/v ; (70 : 30)v/v.

Prosedur analisis kromatografi lapis tipis :

Dimasukkan 10 ml larutan fase gerak kloroform : metanol dengan perbandingan (100 : 0) v/v ke dalam bejana kromatografi, kemudian dijenuhkan. Ditotolkan ekstrak pekat metanol pada plat KLT. Dimasukkan plat ke dalam bejana yang telah berisi pelarut yang telah dijenuhkan, lalu ditutup dan dielusi. Plat yang telah dileusi dikeluarkan dari bejana, lalu dikeringkan. Diamati bercak yang timbul dibawah sinar UV dengan panjang gelombang 254 nm dan 366 nm, kemudian di fiksasi dengan larutan cerium sulfat, dipanaskan diatas pemanas listrik dan dihitung harga Rf yang diperoleh. Hasil pemisahan yang baik diberikan pada fase gerak CHCl3 : MeOH (80 : 20) v/v. Harga Rf dapat dilihat

pada kromatogram (Lampiran-3)

3.3.3. Prosedur untuk memperoleh Senyawa Kimia dari Ekstrak Daun Tumbuhan Merambung

Dalam penelitian ini kami menggunakan cara ekstraksi dengan metode maserasi. Serbuk daun tumbuhan merambung ditimbang sebanyak 2000 gram, dimasukkan ke dalam bejana dan ditambahkan dengan pelarut metanol sampai semua sampel terendam oleh pelarut dan dibiarkan selama 72 jam dan sesekali diaduk. Maserat disaring dan diperoleh ekstrak. Maserasi dilakukan berulang kali dengan menggunakan pelarut metanol sampai ekstrak metanol yang diperoleh memberikan hasil uji yang negatif pada pereaksi identifikasi terpenoida. Ekstrak metanol yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan dengan menggunakan alat

rotarievaporator pada suhu 60oC sehingga diperoleh ekstrak pekat metanol,


(58)

terbentuk lapisan n-heksana dan lapisan metanol. Ekstraksi partisi dilakukan berulang-ulang sampai fraksi n-heksana jernih.

3.3.4. Isolasi Senyawa Terpenoida dengan Kromatografi Kolom

Isolasi senyawa terpenoida secara kolom dilakukan terhadap ekstrak pekat n-heksana daun tumbuhan merambung. Fasa diam yang digunakan adalah silika gel 60 G dan fasa gerak adalah campuran pelarut kloroform : metanol.

Prosedurnya:

Dirangkai alat kolom kromatografi, dengan terlebih dahulu membuburkan silika gel 60G dengan menggunakan n-heksan, diaduk hingga homogen lalu dimasukkan ke dalam kromatografi kolom. Dielusi dengan menggunakan kloroform 100% hingga silika gel padat dan homogen. Dimasukkan 40 gram ekstrak n-heksana daun tumbuhan merambung ke dalan kolom kromatografi yang telah berisi bubur silika gel di puncak kolom, lalu ditambahkan fasa gerak kloroform : metanol (80 : 20) v/v secara perlahan-lahan dan diatur aliran fasa gerak yang keluar dari kolom sama banyaknya dengan penambahan fasa gerak dari atas kolom, dan ditampung hasilnya dalam botol bervolume 5 ml, lalu dilakukan KLT untuk tiap fraksi.

3.3.5. Uji Kemurnian Hasil Kromatografi Kolom dengan KLT

Uji kemurnian senyawa dilakukan dengan Kromatografi Lapis Tipis dengan

menggunakan fase diam silika gel 60 GF254 dengan fase gerak CHCl3 : MeOH

(80 : 20)v/v.

Prosedur :

Dimasukkan 10 ml larutan fase gerak kedalam bejana kromatografi, lalu dijenuhkan. Ditotolkan kristal yang sebelumnya dilarutkan pada plat KLT. Dimasukkan plat KLT tersebut kedalam bejana kromatografi yang telah jenuh. Setelah pelarut fase gerak merembes sampai batas tanda, plat KLT dikeluarkan


(59)

dari bejana, dikeringkan, dan difiksasi dengan menggunakan pereaksi Cerium sulfat menghasilkan bercak coklat yang menunjukkan uji positif adanya senyawa terpenoida. (Lampiran-4)

3.3.6. Analisis spektroskopi Senyawa Hasil Isolasi

3.3.6.1. Analisis Senyawa Hasil Isolasi dengan Spektrofotometer UV-Vis Analisis ini dilakukan di Pusat Penelitian Kimia-LIPI, Serpong-Tangerang (Lampiran-5)

3.3.6.2. Analisis Senyawa Hasil Isolasi dengan Spektrofotometer FT-IR

Analisis ini dilakukan di Pusat Penelitian Kimia-LIPI, Serpong-Tangerang (Lampiran-6)

3.3.6.3. Analisis Senyawa Hasil Isolasi dengan Spektrofotometer Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR)

Analisis ini dilakukan di Pusat Penelitian Kimia LIPI Serpong – Tangerang

dengan menggunakan CDCl3 sebagai pelarut dan TMS sebagai standart dalam

spektrum absorbansi antara 0 – 14 ppm dibawah TMS. (Lampiran-7)

3.3.6.4. Analisis Senyawa Hasil Isolasi dengan Spektrofotometer Resonansi Magnetik Karbon-13 (13C-NMR)

Analisis ini dilakukan di Pusat Penelitian Kimia LIPI Serpong – Tangerang

dengan menggunakan CDCl3 sebagai pelarut dan TMS sebagai standart dalam

spektrum absorbansi antara 1-200 ppm dibawah TMS. (Lampiran-8)


(60)

3.4. Bagan Penelitian

←diskrining fitokimia

2000 g serbuk daun merambung

←dimaserasi dengan metanol 3 x 3 L selama ±72 jam

←disaring

←dipekatkan dengan rotarievaporator

←di ekstraksi partisi dengan n-heksan sebanyak ±7 kali

← dipekatkan dengan rotarievaporator tidak dilanjutkan

← diskrining fitokimia

← di-KLT dengan eluen CHCl3 : MeOH

( 90:10, 80:20, 70:30,)v/v , diperoleh bahwa pemisahan terbaik ada pada perbandingan 80:20 (5 noda)

← dimasukkan ke dalam kolom kromatografi

← dicuci dengan kloroform 100% sebanyak 1200 mL ← dikromatografi kolom dengan campuran eluen CHCl3 :MeOH ( 80 : 20)v/v

← ditampung dalam botol vial 5 ml ← setiap fraksi di-KLT

← fraksi dengan harga Rf sama dikumpulkan

← direkristalisasi dengan menggunakan (benzena + dimetil eter)

←dianalisis KLT

← dianalisis dengan Spektrofotometer UV-Vis 1

H-NMR dan 13C-NMR

Ampas

Ekstrak pekat metanol

Lapisan n-heksana

Ekstrak n-heksana 40 gram

Senyawa Murni 55 mg Fraksi 1-5 Rf =0,86 Fraksi 6-15 Rf =0,68 Fraksi 16-21 Rf =0,45 Fraksi 22-28 Rf =0,33 Fraksi 29-35 Rf =0,21 Lapisan metanol Hasil Analisis


(61)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

Dari hasil skrining pendahuluan terhadap ekstrak metanol daun tumbuhan merambung dengan adanya penambahan pereaksi–pereaksi warna untuk menentukan golongan senyawa kimia yang dikandung dengan menggunakan pereaksi terpenoida yakni :

- Pereaksi Salkowsky yaitu penambahan H2SO4(p) terhadap ekstrak dan

menghasilkan larutan berwarna merah.

- Pereaksi Lieberman-Burchard yaitu dengan penambahan asam sulfat

pekat dengan asam asetat anhidrid ( 1 : 20 v/v) dan menghasilkan larutan berwarna hijau kebiruan.

Dari hasil kromatografi lapis tipis dengan menggunakan absorben silika gel

60 F254, dapat diketahui bahwa pelarut yang baik untuk mengisolasi senyawa

terpenoida dari daun tumbuhan merambung adalah CHCl3 : MeOH pada

perbandingan (80 : 20)v/v.

Dari hasil isolasi daun tumbuhan merambung diperoleh senyawa berwarna putih berbentuk gum sebanyak 55 mg.

Hasil analisis Spektrofotometer FT-IR dari senyawa hasil isolasi menghasilkan pita-pita serapan pada daerah bilangan gelombang sebagai berikut :

1. Pada bilangan gelombang 3232,77–3348,42 cm-1 puncak melebar,

(menunjukkan adanya vibrasi dari atom C yang mengikat gugus –OH).

2. Pada bilangan gelombang 2850 – 2918,30 cm-1 puncak tajam, (menunjukkan


(62)

3. Pada bilangan gelombang 1732,08 cm-1 puncak tajam sedang, (menunjukkan adanya vibrasi C=O dari keton siklik).

4. Pada bilangan gelombang 1465,90 cm-1 puncak sedang (menunjukkan

adanya vibrasi CH2)

5. Pada bilangan gelombang 1390,68 cm-1 puncak melebar, (menunjukkan

adanya vibrasi gugus – CH3,-CO CH3).

6. Pada bilangan gelombang 1180,44 – 1195,87 cm-1 puncak tajam,

(menunjukkan adanya vibrasi C-O uluran).

Hasil analisis Spektrofotometer Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR) memberikan pergeseran kimia pada daerah (δ/ppm) sebagai berikut :

1. Pergeseran kimia pada daerah δ = 0,8610 ppm merupakan puncak triplet

menunjukkan pergeseran kimia proton dari –CH3

2. Pergeseran kimia pada daerah δ = 1,238 ppm merupakan puncak singlet

menunjukkan pergeseran kimia proton dari –CH2

3. Pergeseran kimia pada daerah δ = 1,5992 ppm merupakan puncak triplet

menunjukkan pergeseran kimia proton dari H2O

4. Pergeseran kimia pada daerah δ = 2,0099 – 2,0368 ppm merupakan puncak multiplet yang menunjukkan pergeseran kimia dari –CH2

5. Pergeseran kimia pada daerah δ = 2,3252 ppm merupakan puncak triplet yang menunjukkan pergeseran kimia proton dari lakton

6. Pergeseran kimia pada daerah δ = 4,0963 – 4,1525 ppm merupakan puncak

multiplet menunjukkan pergeseran kimia proton dari –OH

7. Pergeseran kimia pada daerah δ = 5,3210 – 5,3663 ppm merupakan puncak multiplet menunjukkan pergeseran kimia proton dari CH=CH

8. Pergeseran kimia pada daerah δ = 7,2595 ppm merupakan puncak singlet

untuk pelarut CDCl3

Hasil analisis Spektrofotometer Resonansi Magnetik Karbon-13 (13C-NMR) memberikan 20 signal ( 20 atom karbon), pada :

1. 14,2206 ppm 2. 14,2588 ppm


(63)

3. 22,8337 ppm 7. 29,7967 ppm

4. 29,2435 ppm 8. 29,8348 ppm

5. 29,5010 ppm 9. 32,0668 ppm

6. 29,7585 ppm 10. 34,2988 ppm;

Signal-signal ini berasal dari atom karbon pada – CH2

11. 63,5051 ppm 12. 65,2030 ppm

Kedua signal ini berasal dari atom karbon pada – CH

13. 70,3727 ppm

Signal ini berasal dari atom karbon pada – C – OH

14. 128,0224 ppm 17. 130,3688 ppm

15. 128,2036 ppm 18. 132,0952 ppm

16. 130,1399 ppm

Signal-signal ini berasal dari atom karbon yang terdapat pada C = C

19. 174,5217 ppm 20. 174,5694 ppm

Kedua signal ini adalah bersal dari atom karbon C=O dari gugus lakton. (Levy and Nelson, 1972 ; Sorrel, 1988)

4.2. Pembahasan

Daun tumbuhan Merambung (Venonia arborea Buch-Ham.) dinyatakan mengandung senyawa terpenoida berdasarkan hasil skrining fitokimia yang dilakukan dengan pereaksi Pereaksi Salkowsky dan Pereaksi

Lieberman-Burchard. Terhadap daun tumbuhan Merambung (V.arborea Buch-Ham.)

dilakukan ekstraksi maserasi dengan menggunakan pelarut metanol (pelarut polar) dan selanjutnya dilakukan ekstraksi partisi dengan menggunakan pelarut n-heksan (non polar) dengan tujuan untuk memisahkan senyawa yang bersifat polar dengan non polar. Setelah dilakukan ekstraksi partisi dengan pelarut non polar


(64)

selanjutnya ekstrak n-heksana dari hasil partisi dikerjakan dengan KLT untuk mencari perbandingan pelarut yang sesuai pada kromatografi kolom, senyawa yang diperoleh dari hasil kolom dilihat hasil pemisahannya di bawah lampu UV pada short wave dan long wave dan direkristalisasi.

Dari spektrum FT-IR diperoleh :

Pada bilangan gelombang 3232,77 – 3348,42 cm-1 puncak melebar,

(menunjukkan adanya vibrasi dari atom C yang mengikat gugus –OH); pada

bilangan gelombang 2850 – 2918,30 cm-1 puncak tajam, (menunjukkan adanya

vibrasi C-H alifatis); pada bilangan gelombang 1732,08 cm-1 puncak tajam

sedang, (menunjukkan adanya vibrasi C=O dari keton siklik); pada bilangan

gelombang 1465,90 cm-1 puncak sedang (menunjukkan adanya vibrasi CH2);

pada bilangan gelombang 1390,68 cm-1 puncak melebar, (menunjukkan adanya

vibrasi gugus – CH3,-COCH3); pada bilangan gelombang 1180,44 – 1195,87 cm -1

puncak tajam, (menunjukkan adanya vibrasi C-O). Dari spektrum ini di duga bahwa dalam senyawa ini terdapat gugus lakton.

Dari spektrum 1H-NMR dengan 13C-NMR diperoleh :

Pergeseran kimia pada daerah δ = 0,8610 ppm merupakan puncak triplet menunjukkan pergeseran kimia proton dari –CH3, yang diperkuat dengan adanya

signal karbon dari -CH3 pada spektrum 13C-NMR di daerah 14,2206 ppm;

14,2588 ppm.

Pergeseran kimia pada daerah δ = 1,238 ppm merupakan puncak singlet

menunjukkan pergeseran kimia proton dari –CH2 , diperkuat dengan adanya

signal karbon dari -CH2 pada daerah 22,8337 – 34,298348 ppm dalam 13

C-NMR.

Pergeseran kimia pada daerah δ = 2,3252 ppm merupakan puncak triplet

yang menunjukkan pergeseran kimia proton dari lakton, dimana pada 13C-NMR

terlihat adanya signal karbon C = O dari cincin lakton pada bilangan 174,5217 dan 174, 5694 ppm.


(65)

Pergeseran kimia pada daerah δ = 4,0963 – 4,1525 ppm merupakan puncak

multiplet menunjukkan pergeseran kimia proton dari –OH, dimana pada 13

C-NMR terlihat adanya signal karbon yang mengikat gugus –OH pada 70,3727 ppm.

Pergeseran kimia pada daerah δ = 5,3210 – 5,3663 ppm merupakan puncak

multiplet menunjukkan pergeseran kimia proton dari CH=CH, dimana pada 13

C-NMR terdapat adanya signal karbon dari C=C, pada daerah 128,024 ppm – 132,0952 ppm.

Menurut Fujita,dkk yang telah mengisolasi senyawa diterpenoida dari

tumbuhan Andrographolide paniculata (Acanthaceae) atau yang dikenal dengan

Sambiloto. Tumbuhan ini memiliki rasa pahit disebabkan adanya senyawa diterpenoida lakton. (Fujita, dkk, 1984). Dari hal ini kami menduga bahwa tumbuhan Merambung (Asteraceae) yang mempunyai rasa pahit juga mengandung senyawa diterpenoida lakton, sama seperti yang terdapat pada Sambiloto (Acanthaceae)

Dari data IR, 1H-NMR dan 13C-NMR, kami menyimpulkan bahwa senyawa

hasil isolasi merupakan senyawa terpenoid golongan diterpen siklis yang memiliki gugus lakton,dengan bentuk perkiraan adalah

O O

OH H2C

HC HC

H2C

H3C

Struktur perkiraan tersebut kami simpulkan setelah kami bandingkan terhadap 2 senyawa pembanding. Senyawa diterpen yang memiliki cincin lakton telah pernah diisolasi dari tumbuhan Sideritis galatica oleh Disli,A dkk yang dipublikasikan dalam Journal Fac.Pharm, Ankara, 2002, dengan nama senyawa Galaticat.


(66)

O OH OH 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 18 19

Gambar : Struktur senyawa Galaticat, C16H24O4 diterpen yang

diperoleh dari Sideritis galatica sebagai pembanding.

Senyawa pembanding lainnya adalah Vitexifolin E, diterpen yang diperoleh

dari Vitex rotundifolia, dengan rumus C20H32O4, yang di isolasi oleh

Masateru,dkk 2001. O O O O 1 2 16 17 18 11 12 13 14 15


(1)

Lampiran D : Kromatogram Lapisan Tipis Ekstrak n-Heksana Daun Tumbuhan Vernonia arborea Buch-Ham. hasil isolasi, dengan penampakan noda dibawah sinar ultraviolet dengan

I II

S S

Keterangan :

Fase Diam : Silika gel 60 GF ( E. Merck Art 554)

E : Ekstrak n-Heksana daun Tumbuhan V.arborea Buch-Ham I : Fase Gerak CHCl3 : Me-OH (80:20)v/v

II : Fase Gerak Kloroform : Aseton (80:20)v/v

Data harga Rf :

No Fasa Gerak Jumlah Noda Harga Rf

CHCl3 : Me-OH

1

(80 : 20 v/v) 1 0,68

kloroform : Aseton

2

( 80 : 20 v/v )


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Lampiran I : Struktur Senyawa Diterpen Pembanding Nama senyawa : Galaticat, C16H24O4

Data atom C dari senyawa hasil isolasi :

Atom karbon ppm

C pada CH3 14,2206 dan 14,2588

C pada CH2 22,8337 hingga 34,2988

C mengikat OH 70,3727

C pada C=C 128,0224 hingga 132,0952 C=O pada lakton 174,5217