Effect Of Catalyst On Cassava Starch Hydrothermal Carbonization Process

PENGARUH KATALIS PADA PROSES KARBONISASI HIDROTERMAL
PATI SINGKONG

FENDI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pengaruh Katalis Pada Proses
Karbonisasi Hidrotermal Pati Singkong adalah karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan tercantum dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Agustus 2011

Fendi

NRP G751090051

ABSTRACT
FENDI. Effect Of Catalyst On Cassava Starch Hydrothermal Carbonization
Process. Under direction of AKHIRUDDIN and AGUS KARTONO.
Carbon materials have been synthesized from cassava starch through the
process of hydrothermal carbonization (HTC) with the aid of ferrocene catalyst.
Cassava starch material is sealed in an autoclave type Thermostat Model 25X AllAmerican Pressure Sterilizer for 24 hours at 120 oC with a pressure of 15 psi, and
then characterized to determine the structure, surface morphology, electrical
properties and dielectric properties. The addition of a catalyst affect the rate of
material crystallinity and the formation of tubular structures. HTC materials are
synthesized semiconductor characterized by the response to light and the sample
conductivity. Materials synthesis hydrothermal carbonization can also be applied
as a function of the electrode.
Keywords: hydrothermal carbonization, cassava starch, ferrocene, electrical
properties, dielectric properties, electrode.

RINGKASAN

FENDI. Pengaruh Katalis Pada Proses Karbonisasi Hidrotermal Pati Singkong.

Dibimbing oleh AKHIRUDDIN dan AGUS KARTONO.
Sintesis bahan karbon fungsional seperti karbon nanotube dan fullerenes,
saat ini menjadi topik hangat karena potensinya yang penting dalam penyimpanan
gas, katalis, dan fuel cell dimana secara tradisional bahan-bahan fungsional
berbasis karbon dihasilkan dari bahan awal bahan bakar fosil. Disisi lain,
konsumsi energi meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan jumlah
penduduk sehingga diperlukan sumber daya energi yang secara alamiah tidak
akan habis seperti biomassa. Salah satu bahan biomassa yaitu singkong
merupakan tanaman yang mengandung pati dan merupakan tanaman dapat
tumbuh disemua propinsi di Indonesia namun belum menjadi perhatian serius
untuk menjadi produk yang bernilai tinggi. Oleh karena itu dalam penelitian ini
memanfaatkan bahan pati singkong yang diharapkan menjadi bahan produk untuk
berbagai aplikasi. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh katalis pada
proses karbonisasi hidrotermal pati singkong.
Bahan karbon disintesis melalui metode hidrotermal pada suhu 120 oC dan
tekanan 15 psi selama 24 jam. Selanjutnya dikeringkan dalam furnace, membuat
bubuk dan pelet karbon. Proses hidrotermal dilakukan dengan tanpa katalis, dan
dengan memvariasikan penggunaan jumlah katalis. Katalis yang digunakan dalam
penelitian ini adalah bubuk ferrocene dengan massa yang digunakan antara lain
0,8 gram, 1,6 gram dan 2,4 gram. Karakterisasi dilakukan dengan menggunakan

X-Ray Difraksi (XRD), Scaning Electron Microscopy (SEM), I-V meter, HIOKI
3522-50 LCR HiTESTER, dan Particle Size Analizer (PSA).
Pengaruh penggunaan katalis ditunjukkan oleh hasil karakterisasi XRD
karbonisasi hidrotermal pati singkong yang menunjukkan karbon dengan sudut
difraksi 2θ = 25,5450o (tanpa katalis), sudut 2θ = 26,4236o (massa katalis 0,8
gram), sudut 2θ = 25,λ643o (massa katalis 0,6 gram) dan sudut 2θ = 25,6149o
(massa katalis 2,4 gram). Hasil yang diperoleh juga menunjukkan tingkat
kristalinitas yang berbeda pada setiap penggunaan katalis yakni 30,01% (tanpa
katalis), 40,23% (massa katalis 0,8 gram), 42,56% (massa katalis 0,6 gram), dan
23,94% (massa katalis 2,4 gram).
Karakterisasi dengan SEM juga menunjukkan morfologi permukaan yang
berbeda pada penggunaan katalis dengan jumlah yang berbeda, dimana diameter
partikel berada dalam rentang nanometer. Pengamatan dengan I-V meter juga
menunjukkan adanya respon cahaya dari masing-masing karbon hasil karbonisasi
hidrotermal. Respon cahaya yang paling signifikan ditunjukkan oleh sampel
karbon yang menggunakan katalis yang paling banyak (sampel C261). Hasil
pengukuran nilai konduktivitas karbon berkisar dalam rentang nilai konduktivitas
material semikonduktor. Pengukuran sampel karbon terhadap suhu juga
menunjukkan respon karbon terhadap suhu yang ditandai dengan perubahan nilai
konduktivitasnya. Hal ini mengindikasikan bahwa karbon yang dihasilkan diduga

dapat dimanfaatkan sebagai bahan sensor suhu.
Karakterisasi
terhadap
sifat
dielektrik
menunjukkan
adanya
ketergantungan kapasitansi dan konstanta dielektrik terhadap frekuensi dan suhu

pada setiap sampel dengan penggunaan katalis yang berbeda. Nilai kapasitansi
dalam hal ini kemampuan menyimpan muatan cenderung mengalami penurunan
pada frekuensi yang lebih tinggi dan kapasitansi mengalami peningkatan pada
suhu yang lebih tinggi. Sedangkan ketergantungan konstanta dielektrik terhadap
frekuensi dan suhu menunjukkan pola yang sama dengan kapasitansi yang
diakibatkan oleh hubungan yang linier antara kapasitansi dengan konstanta
dielektrik.
Analisis terhadap ukuran partikel dilakukan dengan menggunakan PSA
(Particle Size Analizer) dimana hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa karbon
mempunyai ukuran partikel dalam skala nanometer. Hal ini sangat penting untuk
aplikasi material dalam teknologi yang berbasis nanomaterial.

Berdasarkan pengujian tegangan terhadap waktu pada karbon hasil
karbonisasi hidrotermal yang dihubungkan dengan elektrolit menunjukkan bahwa
karbon yang dihasilkan dapat diaplikasikan sebagai fungsi elektroda.

©Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebut sumbernya. Pengukitipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

PENGARUH KATALIS PADA PROSES KARBONISASI HIDROTERMAL
PATI SINGKONG

FENDI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Biofisika

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Irmansyah, M.Si

Judul Tesis
Nama
NRP

: Pengaruh Katalis Pada Proses Karbonisasi Hidrotermal Pati
Singkong
: Fendi
: G751090051


Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Agus Kartono,S.Si,M.Si
Anggota

Dr. Akhiruddin,S.Si,M.Si
Ketua

Diketahui

Ketua Program Studi Biofisika

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Agus Kartono, S.Si, M.Si

Dr.Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

Tanggal Ujian: 1 Agustus 2011


Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat
dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Judul penelitian
adalah pengaruh katalis pada proses karbonisasi hidrotermal pati singkong.
Penelitian ini menggunakan bahan biomasa berupa pati singkong. Penelitian
dilaksanakan sejak bulan Oktober 2010 hingga Juni 2011 di Laboratorium
Biofisika Departemen Fisika, Laboratorium Terpadu Puslitbang Hasil Hutan
Bogor, BATAN Serpong dan Nanotech Indonesia Balai Inkubator Teknologi
BPPT Serpong.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Akhiruddin,
S.Si,M.Si dan Bapak Dr. Agus Kartono, S.Si,M.Si selaku pembimbing. Terima
kasih kepada Bapak Dr. Ir. Irmansyah, M.Si sebagai penguji Luar Komisi pada
Ujian Tesis. Disamping itu, penulis juga menyampaikan penghargaan kepada
Bapak Dr.Ir. Irzaman, M.Si selaku Ketua Departemen Fisika Fakultas MIPA
beserta staf yang telah banyak memberikan saran dan motivasi, Kepala
Lab.Terpadu Puslitbang Hasil Hutan Bogor beserta staf terkhusus Bapak Saptadi

Darmawan, M.Si, Bapak Didik dan Dadang. Bapak Direktur PT BIN BATAN
Serpong beserta staf dan secara khusus Bapak Drs. Sulistyoso, MT atas segala
bantuannya. Penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Koordinator Kopertis
Wilayah IX atas rekomendasi usulan beasiswa BPPS dan kepada Dirjen DIKTI
atas bantuan berupa beasiswa BPPS kepada penulis. Ucapan terima kasih
teristimewa kepada ayahanda La Ode Ndohoti (alm) dan ibunda Wa Ode Taima,
serta saudara-saudara penulis atas segala doa dan kasih sayangnya. Tak lupa
penulis ucapkan terima kasih kepada seluruh teman-teman mahasiswa Mayor
Biofisika Sekolah Pascasarjana IPB khususnya angkatan tahun 2009 dan temanteman Sekolah Pascasarjana IPB seperantauan dari Sulawesi Tenggara serta
semua pihak yang telah memberikan bantuannya baik secara langsung maupun
tidak langsung selama penelitian hingga selesainnya tesis ini.
Penulis menyadari adanya kelemahan dan keterbatasan dalam penulisan
tesis ini. Oleh karena itu, penulis terbuka menerima saran dan kritik dari pihak
lain yang sifatnya membangun demi perbaikan pada masa-masa mendatang.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2011

Fendi


RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Masalili/Muna Sulawesi Tenggara pada tanggal 6
April 1982 dari ayah La Ode Ndohoti dan ibu Wa Ode Taima. Penulis merupakan
putra keempat dari enam bersaudara.
Tahun Ajaran 1998/1999 penulis menjadi siswa SMU Negeri 2 Raha
Sulawesi Tenggara. Tahun 2001 penulis lulus dari SMU Negeri 2 Raha dan pada
tahun yang sama masuk UNHALU pada Jurusan Fisika Fakultas MIPA melalui
program PPMP (Bebas Tes) dan lulus pada tahun 2007. Selama menjadi
mahasiswa pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Fisika Dasar dan
Elektronika. Penulis juga aktif dilembaga kemahasiswaan (Sekretaris Umum HMJ
Fisika, Ketua Fraksi MIPA Majelis Permusyawatan Mahasiswa (MPM)
UNHALU). Tahun 2007 penulis terdaftar sebagai dosen STIP Wuna Raha unit
dari KOPERTIS Wilayah IX di Makassar Sulawesi Selatan.
Pada tahun 2009 penulis diterima di Mayor Biofisika Departemen Fisika
Sekolah Pascasarjana IPB dan mendapat bantuan belajar melalui program
beasiswa BPPS yang diselenggarakan oleh Dirjen Dikti, lulus tahun 2011.

DAFTAR ISI


Halaman
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR

..................................................................................... xiii

DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN

................................................................................ xv

......................................................................................... 1

Latar Belakang ...................................................................................... 1
Perumusan masalah .............................................................................. 3
Tujuan Penelitian

.................................................................................3

Manfaat Penelitian ................................................................................4
Ruang Lingkup Penelitian .................................................................... 4
TINJAUAN PUSTAKA
Karbon .................................................................................................. 5
Pati........................................................................................................... 6
Amilosa..................................................................................... 7
Amilopektin.............................................................................. 8
Glikogen................................................................................... 9
Katalis..................................................................................................... 9
Hidrotermal............................................................................................. 13
Sintesis Hidrotermal Bahan Karbon....................................................... 14
Sifat Listrik............................................................................................. 16
Kapasitor dan Bahan Dielektrik.............................................................. 18
Struktur Kristal........................................................................................ 22
Produk Elektroda.................................................................................... 22
Karakterisasi Material Nanostruktur...................................................... 23
Scanning Elektron Microscopy (SEM)..................................... 23
Difraksi Sinar-X (XRD)............................................................ 26
METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian .............................................................. 31
Alat dan Bahan .................................................................................... 31
Sampel.................................................................................................... 31

Tahapan Penelitian . ............................................................................... 32
Persiapan Reaktor.................................................................................... 33
Pencampuran bahan dengan magnetic stirrer......................................... 34
Karbonisasi Hidrotermal......................................................................... 35
Karakterisasi Hasil Karbonisasi Hidrotermal.......................................... 37
Uji Elektroda Karbon.............................................................................. 38
HASIL DAN PEMBAHASAN
Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC)........................ 39
Morfologi Karbon.................................................................................. 40
Sifat Listrik............................................................................................ 43
Sifat Dielektrik....................................................................................... 49
Distribusi dan Ukuran Partikel............................................................... 53
Pengujian Elektroda Karbon................................................................... 53
SIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 57
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 59
LAMPIRAN .................................................................................................... 61

DAFTAR TABEL

Halaman
1 Ukuran Kristal Sampel C23, C241, C251, dan C261 ...................................

40

DAFTAR GAMBAR

1
2
3
4
5
6

7

8

9

10
11

12

13

14
15
16

Tiga allotrop karbon.......................................................................
Pati.................................................................................................
Amilosa..........................................................................................
Amilopektin...................................................................................
Isomaltosa; 6-O-(α-D-glukopiranosil)-D glukopiranosa...............
Setiap reaksi katalis merupakan siklus tahap dasar di mana
mengikat molekul reaktan ke katalis, bereaksi, dan setelah
produk terlepas dari katalis keduanya bebas untuk siklus
berikutnya......................................................................................
Diagram energi potensial dari reaksi katalis heterogen, dengan
gas reaktan dan produk serta katalis padat. Reaksi tanpa katalis
harus mengatasi hambatan energi besar, sedangkan hambatan di
jalur katalis jauh lebih rendah........................................................
Teknik karakterisasi katalis: lingkaran merupakan sampel yang
diteliti, tanda panah menunjukkan proses eksitasi, dan panah
keluar
menunjukkan
bagaimana
informasi
harus
diekstrak.........................................................................................
Skema ilustrasi sintesis bahan karbon fungsional dari biomassa
dan karbohidrat melalui proses karbonisasi hidrotermal (HTC).
Bahan karbon fungsional dapat disintesis secara langsung atau
dibantu katalis/template.................................................................
Karbonisasi Hidrotermal................................................................
Suatu kapasitor terdiri dari dua keping konduktor sejajar yang
terpisah. Ketika konduktor-konduktor dihubungkan pada ujungujung suatu baterai, baterai memindahkan muatan dari satu
konduktor ke konduktor lainnya sampai perbedaan potensial
antara ujung-ujung konduktor sama dengan perbedaan potensial
antara ujung-ujung baterai. Jumlah muatan yang dipindahkan
sebanding dengan perbedaan potensial..........................................
(a) Garis-garis medan listrik antara keping-keping suatu
kapasitor keping sejajar yang terpisah pada jarak yang sama
menunjukkan bahwa medan listrik bersifat seragam. (b) garisgaris medan listrik antara keping-keping suatu kapasitor keping
sejajar ditunjukkan oleh semburan minyak....................................
Dalam SEM berkas elektron berenergi tinggi mengenai
permukaan material. Elektron pantulan dan elektron sekunder
dipancarkaan kembali dengan sudut yang bergantung pada profil
permukaan material........................................................................
Difraksi Sinar-X oleh kristal..........................................................
Pola difraksi sinar-X pada kristal seng sulfida. Pola difraksi
dideteksi langsung pada pelat potografis.......................................
Difraksi sinar-X dari zat polikristalin menghasilkan serangkaian
lingkaran yang merupakan pola untuk polikristalin natrium
asetat..............................................................................................

Halaman
6
7
7
8
9

10

10

13

14
15

19

20

24
26
27

27

17

18

19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44

(a) satu partikel mengandung sejumlah kristalin dan (b) satu
partikel
hanya
mengandung
satu
kristalin
(kristal
tunggal)..........................................................................................
Makin lebar puncak difraksi sinar-X makin kecil ukuran
kristalin. Ukuran kristalin yang menghasilkan pola difraksi pada
gambar bawah lebih kecil daripada ukuran kristalin yang
menghasilkan pola difraksi............................................................
Diagram alir tahapan penelitian.....................................................
Set Up proses sintesis hidrotermal.................................................
Bubuk Karbon : sampel C23 (a), sampel C241 (b), sampel C251 (c),
sampel C261 (d)...............................................................................
Pembuatan pelet karbon sampel C23, C241, C251, C261....................
Pelet karbon sampel C23, C241, C251, C261......................................
Pengukuran I-V sampel pada kondisi terang.................................
Proses pengujian elektroda karbon...............................................
Pola difraksi pada karbonisasi hidrotermal pati singkong.............
Morfologi permukaan sampel C23. Perbesaran 60.000 kali..........
Morfologi permukaan sampel C241. Perbesaran 60.000 kali..........
Morfologi permukaan sampel C251. Perbesaran 60.000 kali..........
Morfologi permukaan sampel C261. Perbesaran 60.000 kali..........
Karakteristik arus-tegangan sampel C23, C241, C251, C261. Kondisi
gelap...............................................................................................
Karakteristik arus-tegangan sampel C23........................................
Karakteristik arus-tegangan sampel C241.......................................
Karakteristik arus-tegangan sampel C251.......................................
Karakteristik arus-tegangan sampel C261.......................................
Karakteristik konduktivitas terhadap frekuensi.............................
Karakteristik konduktivitas terhadap suhu.....................................
Karakteristik konduktivitas terhadap jumlah katalis......................
Karakteristik konduktivitas terhadap suhu.....................................
Karakteristik kapasitansi terhadap frekuensi.................................
Karakteristik kapasitansi terhadap suhu.........................................
Karakteristik konstanta dielektrik terhadap frekuensi (a)..............
Karakteristik konstanta dielektrik terhadap suhu (b).....................
Hubungan tegangan (mV) terhadap waktu (jam)...........................

28

29
33
34
36
36
36
37
38
39
41
41
42
42
43
44
44
45
45
46
47
48
48
49
50
51
52
54

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1 Peralatan yang digunakan dalam penelitian .............................................

63

2 Data kristalinitas sampel.............................................................................

65

3 Data ICDD...................................................................................................

71

4 Hasil pengukuran paricle size analizer (PSA)............................................

73

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Sintesis bahan karbon fungsional seperti karbon nanotube dan fullerenes,
saat ini menjadi topik hangat karena potensinya yang penting dalam penyimpanan
gas, katalis, dan fuel cell. Secara tradisional bahan-bahan fungsional berbasis
karbon dihasilkan dari bahan awal bahan bakar fosil, namun biomassa dapat
memberikan alternatif yang murah, terbarukan dan 'hijau' di masa depan. Dengan
demikian, penggunaan biomassa sebagai bahan awal untuk sintesis bahan
fungsional berbasis karbon sedang diselidiki (Hu 2008). Beberapa penelitian
tentang sintesis karbon menggunakan bahan berupa etil alkohol, polyethylene
glycol (PEG), metanol, hidrokarbon benzenene dan sumber biomasa seperti
limbah pertanian & karbohidrat.
Pemenuhan konsumsi energi dapat dipenuhi melalui energi komersial
antara lain dalam bentuk bahan bakar minyak, gas, listrik, briket batubara dan
energi tradisional yang belum memanfaatkan teknologi antara lain dalam bentuk
panas matahari dan biomassa. Disisi lain, konsumsi energi meningkat seiring
dengan pertumbuhan ekonomi dan jumlah penduduk.
Energi terbarukan adalah sumber energi yang dihasilkan dari sumber daya
energi yang secara alamiah tidak akan habis dan dapat berkelanjutan jika dikelola
dengan baik contohnya panas bumi, tenaga air, angin, biomassa, biogas dan
gelombang.
Biomassa merupakan keseluruhan materi yang berasal dari makhluk
hidup, termasuk bahan organik baik yang hidup maupun yang mati, baik yang ada
di atas permukaan tanah maupun yang ada di bawah permukaan tanah (Sutaryo
2009).
Salah satu bahan biomassa seperti singkong merupakan tanaman yang
dapat tumbuh disemua propinsi di Indonesia karena tanaman ini mempunyai daya
adaptasi lingkungan yang sangat luas. Disamping itu, Indonesia merupakan
produsen singkong terbesar dunia selain Brazil, Thailand, India, Peru dan
Kolumbia. Berdasarkan proporsi produksi terhadap produksi nasional terdapat 10
propinsi utama penghasil singkong yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung,

2

Sumatera Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku dan Sumatera Utara yang
menyumbang sebesar 89,47% dari produksi nasional sedangkan propinsi yang lain
sekitar 11-12%. Sampai saat ini pemanfaatan singkong di Indonesia masih sangat
terbatas. Pemanfaatan singkong sebagian besar diolah menjadi produk setengah
jadi berupa pati (tapioka), tepung singkong, dan gaplek. Padahal, kandungan pati
dari singkong yang tinggi merupakan potensi yang besar untuk dikembangkan
menjadi produk yang lebih bernilai tinggi. Thailand adalah salah satu contoh
negara yang telah berhasil mengembangkan teknologi pengolahan pati singkong
menjadi berbagai produk turunannya yang bernilai tinggi untuk pangan, pakan
dan industri (Anonim 2010).
Dengan

potensi

singkong

tersebut

maka

memungkinkan

untuk

dikembangkan sebagai bahan alternatif untuk sintesis karbon dalam aspek
biomassa karena nilai yang rendah, jumlah besar, regenerasi yang cepat, akses
mudah dan ramah lingkungan, memiliki kualifikasi sebagai bahan awal yang
menjanjikan untuk sintesis bahan-bahan karbon fungsional.
Sintesis karbon telah dilakukan dengan beberapa metode antara lain arc
discharge, laser ablation, chemical vapor deposition (CVD) dan hidrotermal.
Dalam penelitian ini menggunakan metode hidrotermal untuk mensintesis karbon.
Metode ini dipilih karena mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan dengan
metode sintesis lainnya yaitu lebih ramah lingkungan, dan selain mengurangi
biaya keseluruhan dari proses sintesis, reaksi suhu rendah juga menghindari
masalah yang umumnya dihadapi dengan teknologi suhu tinggi seperti kontrol
stoikiometri buruk akibat penguapan komponen, adanya penyebab cacat termal,
pembentukan fase dan transformasi fasa yang tidak diinginkan (Suchanek 2003).
Dalam retrospeksi proses hydrothermal carbonization (HTC), sebuah jalur
ramah lingkungan yang menggunakan air sebagai pelarut dan hasil reaksi dalam
wadah tertutup di bawah suhu terkendali antara 100 oC dan 200 oC telah
berkembang sepanjang sejarah. Beberapa ahli yang telah melakukan penelitian
tentang karbon dengan metode hidotermal antara lain: Matsui, Kyotani, dan
Tomita (2002); Wenzhong, Huang, Wang, dan Ren (2004); Titirici, Thomas, dan
Antonietti (2007); Liang dan Yang (2009); dan pada tahun 1913, Bergius
merupakan orang pertama yang menggambarkan transformasi hidrotermal

3

selulosa menjadi bahan seperti karbon dan fokus karya awal utamanya pada
persiapan biofuel dari biomassa (Baccile 2008). Saat ini, proses HTC telah
digunakan untuk sintesis karbon berbentuk bola seragam yang menggunakan gula
atau glukosa sebagai prekursor dalam suhu rendah (≤ 200 oC) (Hu 2008).
Katalis mempunyai peranan penting dan merupakan partikel berukuran
kecil (~10-9 meter, atau nanometer). Sifat permukaannya yang unik dapat
meningkatkan reaksi kimia yang penting ke arah produk yang bermanfaat. Dalam
setiap jenis proses katalis, katalis tersebar pada bahan dengan luas permukaan
yang tinggi, yang dikenal sebagai katalis pendukung. Dukungan ini memberikan
kekuatan mekanik melalui katalis disamping meningkatkan permukaan katalis
spesifik dan meningkatkan laju reaksi (Talapatra 2011). Selanjutnya, berbagai
bahan karbon fungsional dari biomassa melalui proses HTC disintesis dengan
prospek yang menjanjikan dalam berbagai aplikasi (Hu 2008)
Berdasarkan hal tersebut, maka dalam penelitian ini memfokuskan
pengaruh katalis pada karbonisasi hidrotermal yang menggunakan bahan pati
singkong.

Perumusan Masalah
Beberapa penelitian mengenai sintesis nanomaterial karbon memanfaatkan
sumber non biomassa seperti polyethylene (PE) atau ethylene glycol (EG) dengan
menggunakan katalis Ni, Co, dan Fe untuk mendapatkan material karbon seperti
carbon nanotube. Dalam penelitian ini difokuskan pada karbonisasi hidrotermal
dari biomasa berupa pati singkong dengan menggunakan katalis ferrocene. Selain
itu, menganalisis struktur, morfologi, sifat listrik, sifat dielektrik, dan ukuran
partikel dari material hasil karbonisasi hidrotermal serta menguji karbon sebagai
fungsi elektroda.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh katalis dari karbonisasi
hidrotermal material biomasa seperti pada pati singkong. Hasil sintesis
selanjutnya dikarakterisasi untuk mengetahui struktur dan kristalinitas dengan
menggunakan Difraksi Sinar-X dan ukuran morfologinya melalui foto Scanning

4

Electron Microscopy (SEM). Selain itu, karakterisasi juga dilakukan untuk
mengetahui sifat listrik, sifat dielektrik, dan ukuran partikel dari material hasil
karbonisasi hidrotermal tersebut. Dengan mengetahui hasil karakterisasi tersebut
diharapkan dapat diaplikasikan dalam berbagai bidang antara lain mencakup
elektronika, material komposit, dan sensor.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi terkait dengan
metode karbonisasi hidrotermal, dan karakterisasinya. Selain itu, dapat dijadikan
sebagai dasar penelitian selanjutnya dalam mensintesis nanomaterial dari bahan
biomassa untuk dapat diaplikasikan diberbagai bidang antara lain di bidang energi
sebagai kapasitor, dan material elektroda pada fuel cell, serta diharapkan dapat
diaplikasikan di bidang sensor.

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian ini meliputi karbonisasi hidrotermal dari
pati singkong; karakterisasi strruktur, morfologi, sifat listrik, sifat dielektrik dan
ukuran partikel; serta aplikasi karbon hasil karbonisasi hidrotermal sebagai fungsi
elektroda.

5

TINJAUAN PUSTAKA

Karbon
Karbon merupakan unsur yang paling serbaguna dalam tabel periodik,
berkat jenis, kekuatan, dan jumlah ikatan dapat terbentuk dengan unsur-unsur
yang berbeda. Keragaman ikatan dan geometri yang berhubungan memungkinkan
adanya struktur isomer, isomer geometrik, dan enansiomer.
Sifat-sifat karbon akibat langsung dari susunan elektron di sekitar inti
atom. Ada enam elektron valensi dalam sebuah atom karbon, dibagi secara merata
antara orbital 1s, 2s, dan 2p. Karena orbital atom 2p dapat menyimpan hingga
enam elektron, karbon dapat membuat hingga empat ikatan. Namun, elektron
valensi yang terlibat dalam ikatan kimia menempati orbital 2s dan 2p (O’Connell
2006).
Ikatan kovalen dibentuk oleh promosi elektron 2s untuk satu atau lebih
orbital 2p dimana orbital hibrida yang dihasilkan adalah jumlah dari orbital asli.
Tergantung pada seberapa orbital p yang terlibat, hal ini dapat terjadi dalam tiga
cara yang berbeda. Pada tipe pertama, persilangan pasangan orbital 2s dengan
salah satu orbital 2p yang membentuk dua orbital hibrida sp1 dalam geometri
linier dipisahkan oleh sudut 180˚. Jenis kedua melibatkan hibridisasi orbital 2s
dengan hibridisasi dua orbital 2p. Sebagai akibatnya, tiga orbital sp2 terbentuk. Ini
berada di bidang yang sama dipisahkan dengan sudut 120˚. Dalam hibridisasi
ketiga, salah satu orbital 2s disilangkan dengan tiga orbital 2p, menghasilkan
empat orbital sp3 dipisahkan dengan sudut 10λ,5˚. Hibridisasi sp3 menghasilkan
pengaturan tetrahedral karakteristik ikatan. Ketiga kasus tersebut, energi yang
diperlukan untuk hibridisasi orbital atom diberikan melalui energi bebas
membentuk ikatan kimia dengan atom lain (O’Connell 2006).
Karbon dalam fasa padat dapat hadir dalam tiga bentuk allotrop: grafit,
berlian, dan Buckminsterfullerene (gambar 1). Berlian memiliki struktur kristal di
mana setiap atom karbon hibridisasi sp3 terikat pada empat yang lain dalam
susunan tetrahedral.

6

Gambar 1 Tiga allotrop karbon.

Jaringan kristal memberikan kekerasan berlian (substansi yang paling sulit
diketahui) dan sifat konduksi panas yang sangat baik (sekitar lima kali lebih baik
dari tembaga). Grafit terbuat dari lembaran planar berlapis karbon terhibridisasi
sp2 atom terikat bersama-sama dalam jaringan heksagonal. Geometri yang
berbeda dari ikatan kimia membuat grafit lembut, licin, buram, dan konduktif
listrik. Berbeda dengan berlian, setiap atom karbon dalam lembaran grafit hanya
terikat pada tiga atom lainnya. Buckminsterfullerenes, atau fullerenes adalah
allotrop karbon ketiga dan terdiri dari golongan molekul bulat atau silinder
dengan semua atom karbon terhibridisasi sp2 (O’Connell 2006).

Pati
Pati merupakan polisakarida paling melimpah kedua setelah selulosa.
Seperti yang dinyatakan oleh namanya, molekul polisakarida terdiri dari banyak
satuan monosakarida. Jika satuan monosakarida itu gula pentosa, C5H12O5, maka
polisakarida itu dikelompokkan sebagai pentosan, (C5H8O4)x. Jika satuan
monosakaridanya adalah suatu gula heksosa, C6H12O6, polisakarida itu
dikelompokkan sebagai heksosan, (C6H10O5)x. Polisakarida jenis heksosan,
(C6H10O5)x yang paling melimpah adalah heksosan yang satuan heksosannya
adalah glukosa. Pati dan selulosa termasuk dalam kelompok ini. Cara satuansatuan glukosa dihubung-hubungkan dalam molekul pati (Gambar 2).

7

Gambar 2 Pati
(Keenan 1992)
Pati dapat dipisahkan menjadi dua fraksi utama berdasarkan kelarutan bila
dibubur (triturasi) dengan air panas: sekitar 20% pati adalah amilosa (larut) dan
80% sisanya ialah amilopektin (tidak larut).

Amilosa
Hidrolisis lengkap amilosa menghasilkan hanya D-glukosa; hidrolisis
parsial menghasilkan maltosa sebagai satu-satunya disakarida. Disimpulkan
bahwa amilosa adalah polimer linear dari α-D-glukosa yang dihubungkan secara 1,4’. Beda antara amilosa dan selulosa ialah ikatan glikosidanyaμ β dalam selulosa
dan α dalam amilosa. Perbedaan ini menyebabkan perbedaan sifat antara kedua
polisakarida ini.

Gambar 3 Amilosa

8

Terdapat 250 satuan glukosa atau lebih per molekul amilosa. Pengukuran
panjang rantai dikacaukan oleh fakta bahwa amilosa alamiah terdegradasi menjadi
rantai yang lebih kecil selama pemisahan dan pemuaian.
Molekul amilosa membentuk spiral di sekitar molekul I2; timbul warna
biru tua dari intaraksi antara keduanya. Warna ini merupakan dasar uji iod untuk
pati, dimana suatu larutan iod ditambahkan ke suatu contoh yang tidak diketahui
untuk menguji hadirnya pati.

Amilopektin
Suatu polisakarida yang jauh lebih besar dari pada amilosa, mengandung
1000 satuan glukosa atau lebih per molekul. Seperti rantai dalam amilosa, rantai
utama dari amilopektin mengandung 1,4’-α-D-glukosa. Tidak seperti amilosa,
amilopektin bercabang sehingga terdapat satu glukosa ujung untuk kira-kira tiap
25 satuan glukosa. Ikatan pada titik percabangan ialah ikatan 1,6’-α-glikosida.

Gambar 4 Amilopektin

Hidrolisis lengkap amilopektin hanya menghasilkan D-glukosa. Namun
hidrolisis tak lengkap menghasilkan suatu campuran disakarida maltosa dan
isomaltosa,

yang

kedua

ini

berasal

dari

percabangan-1,6’.

Campuran

oligosakarida yang diperoleh dari hidrolisis parsial amilopektin, yang biasa
dirujuk sebagai dekstrin, digunakan untuk membuat lem, pasta dan kanji tekstil.

9

Gambar 5 Isomaltosa; 6-O-(α-D-glukopiranosil)-D-glukopiranosa

Glikogen
Dari segi struktur, glikogen mirip amilopektin. Glikogen mengandung
rantai glukosa yang terikat -1-4’-α dengan percabangan-percabangan (1,6’-α).
Beda antara glikogen dan amilopektin ialah bahwa glikogen lebih bercabang
daripada amilopektin (Fessenden 1982).

Katalis
Sebuah katalis mempercepat reaksi kimia dengan membentuk reaksi ikatan
dengan molekul, dan dengan membiarkan ini untuk bereaksi terhadap suatu
produk yang terlepas dari katalis, dan sedemikian rupa sehingga tersedia untuk
reaksi berikutnya. Bahkan dapat digambarkan reaksi katalis sebagai peristiwa
siklik dimana katalis berpartisipasi dan kembali dalam bentuk aslinya pada akhir
siklus.
Berikut reaksi katalis antara dua molekul A dan B untuk menghasilkan
produk P (Gambar 6). Siklus ini dimulai dengan ikatan molekul A dan B pada
katalis. A dan B kemudian bereaksi di dalam kompleks ini untuk menghasilkan
produk P yang juga terikat pada katalis. Pada tahap terakhir, P terpisah dari katalis
sehingga meninggalkan siklus reaksi di daerah asalnya.

10

Gambar 6 Setiap reaksi katalis merupakan siklus tahap dasar, di mana mengikat
molekul reaktan ke katalis, bereaksi, dan setelah produk terlepas dari
katalis keduanya bebas untuk siklus berikutnya.
Untuk melihat bagaimana katalis mempercepat reaksi, perlu dilihat
diagram energi potensial pada Gambar 7 yang membandingkan reaksi non-katalis
dan reaksi katalis. Untuk reaksi non-katalis, jumlah tersebut adalah mekanisme
yang umum untuk memvisualisasikan persamaan Arrhenius: hasil reaksi ketika A
dan B bertumbukan dengan energi yang cukup untuk mengatasi hambatan aktivasi
pada gambar 7. Perubahan energi bebas Gibbs antara reaktan A + B dan produk P
adalan ∆G.
Reaksi katalis dimulai dengan ikatan reaktan A dan B pada katalis dalam
reaksi spontan. Oleh karena itu, pembentukan kompleks ini adalah eksotermik,
dan energi bebas diturunkan. Selanjutnya mengikuti reaksi antara A dan B,
sementara keduanya terikat pada katalis. Tahap ini terkait dengan energi aktivasi,
namun secara signifikan lebih rendah daripada untuk reaksi tanpa katalis.
Akhirnya, produk P terpisah dari katalis pada tahap endotermik.

Gambar 7 Diagram energi potensial dari reaksi katalis heterogen, dengan gas
reaktan dan produk serta katalis padat. Reaksi tanpa katalis harus
mengatasi hambatan energi besar, sedangkan hambatan di jalur katalis
jauh lebih rendah.

11

Diagram energi Gambar 7 menggambarkan beberapa poin penting:
Katalis menawarkan jalan alternatif untuk reaksi yang lebih kompleks, sangat
aktif tapi jauh lebih menguntungkan.
Energi aktivasi reaksi katalis secara signifikan lebih kecil daripada reaksi tanpa
katalis, sehingga laju reaksi katalis lebih jauh.
Perubahan energi bebas secara keseluruhan untuk reaksi katalis sama dengan
reaksi tanpa katalis. Oleh karena itu, katalis tidak mempengaruhi tetapan
kesetimbangan untuk reaksi keseluruhan A + B ke P.
Katalis mempercepat reaksi baik maju dan sebaliknya pada tingkat yang sama.
Dengan kata lain, jika katalis mempercepat pembentukan produk P dari A dan
B, maka hal yang sama terjadi untuk dekomposisi P menjadi A dan B.
(Chorkendorff 2003).
Beberapa bahan yang digunakan dalam penyusunan katalis industri terbagi
dalam tiga unsur utama: agen katalis aktif, pendukung dan promotor.
Agen katalis aktif merupakan konstituen yang terutama bertanggung jawab
untuk fungsi katalitis termasuk logam, semikonduktor dan isolator. Jenis
konduktivitas listrik (terutama untuk kenyamanan) mengklasifikasikan komponen
aktif. Baik konduktivitas listrik dan sifat katalis tergantung pada konfigurasi
elektronik atom, meskipun tidak saling berhubungan.
Pendukung atau pembawa adalah bahan yang sering digunakan sebagai
pendukung katalis padat berpori dengan area permukaan keseluruhan (eksternal
dan internal) menyediakan luas permukaan yang tinggi untuk komponen aktif.
Pendukung juga memberikan bentuk dan kekuatan mekanis untuk katalis dan
dalam beberapa kasus hal itu mempengaruhi aktivitas katalis.
Promotor merupakan penambahan senyawa untuk meningkatkan fungsi
fisika atau kimia katalis. Meskipun promotor ditambahkan dalam jumlah yang
relatif kecil seringkali dipilih untuk menentukan sifat katalis. Promotor mungkin
dimasukkan ke dalam katalis selama setiap tahapan dalam pengolahan kimia
unsur katalis. Dalam beberapa kasus, promotor ditambahkan selama reaksi.
Sebagian besar katalis lain, bahan aktif adalah komponen kecil yang
diletakkan di atas penyangga berpori yang lebih atau kurang inert. Penyangga

12

secara luas digunakan termasuk alumina, silica gel, karbon aktif, zeolit, silikon
karbida, titania, magnesia, dan berbagai silikat.
Kebanyakan katalis, dimana logam merupakan komponen aktif yang
didukung katalis karena persyaratan utamanya adalah penggunaan area
permukaan logam besar. Contoh katalis pendukung adalah karbon aktif didukung
Pt dan Pd, dan Ni dalam alumina.
Katalis industri diproduksi melalui beberapa metode yang melibatkan satu
atau lebih tahapan proses seperti pengendapan, pencucian, proses mengapur,
peresapan, pencucian, dan pembentukan fusi termal.
Rangka katalis terdiri dari kerangka logam yang tersisa setelah dikurangi
komponen campuran logam mulia setelah dihilangkan melalui penyucian dengan
basa atau asam. Kerangka logam secara eksklusif masuk ke grup IB dan VIIB dari
tabel periodik (Fe, Co, Ni, Cu, dan Ag), sedangkan Al, Zn, Si, dan Mg adalah
komponen campuran logam paling sering digunakan. Campuran logam disusun
oleh fusi komponen dalam proporsi yang tepat. Raney mempeloporkan
pengembangan rangka katalis. Katalis Ni dan Co digunakan secara luas, yang
sangat aktif untuk reaksi hidrogenasi. Katalis dibuat dari campuran logam nikelaluminium dengan pencucian hampir semua aluminium dengan larutan asam kuat
memisahkan katalis nikel berpori. Pelucutan campuran logam 50-50 dengan 2030% larutan natrium hidroksida memberikan katalis Ni yang sangat aktif yang
mengandung 90-97% Ni, 4 - 8% logam Al, 0,3 - 0,5% aluminium oksida, dan 12% hidrogen terlarut dalam kerangka (Wijngaarden 1998).
Dalam industri, penekanan utama pada pengembangan sebuah katalis
aktif, selektif, stabil dan kuat secara mekanis. Untuk mencapai hal ini, dibutuhkan
alat yang mengidentifikasi sifat struktural yang efisien membedakan dari katalis
yang kurang efisien. Hubungan empiris antara faktor-faktor yang mengatur
komposisi katalis (misalnya ukuran partikel dan bentuk, dan dimensi pori) dan ini
menentukan kinerja katalis yang sangat berguna dalam pengembangan katalis,
walaupun tidak selalu memberikan wawasan mendasar tentang bagaimana katalis
beroperasi pada tingkat molekuler .
Beberapa spektroskopi, teknik mikroskopis dan difraksi digunakan untuk
menyelidiki katalis. Seperti diilustrasikan Gambar 8, teknik ini didasarkan pada

13

beberapa jenis eksitasi (dalam anak panah pada Gambar 8) dimana respon katalis
(dilambangkan dengan panah keluar). Misalnya, penyinaran katalis dengan foton
sinar-X menghasilkan foto elektron, pada spektroskopi foto elektron sinar-X
(XPS) merupakan salah satu alat karakterisasi yang paling berguna.

Gambar 8 Teknik karakterisasi katalis: lingkaran merupakan sampel yang diteliti,
tanda panah menunjukkan proses eksitasi, dan panah keluar
menunjukkan bagaimana informasi harus diekstrak (Chorkendorff
2003).
Hidrotermal
Rogers (1966) menyatakan bahwa hidrotermal adalah proses yang
melibatkan air panas atau cairan panas lainnya yang mudah menguap karena
adanya hubungan dengan sebuah sumber panas. Endapan hidrotermal adalah
endapan yang terbentuk karena pengendapan mineral-mineral dari air panas atau
cairan-cairan lainnya secara komparatif (Suparman 2010).
Penggunaan

metode

hidrotermal

antara

lain:

Bergius

(1913)

mentransformasi hidrotermal selulosa menjadi karbon, Berl & Schmidt (1932)
menggunakan sumber biomassa dan suhu bervariasi, Schuhmacher

(1960)

menganalisis pengaruh pH pada hasil HTC; Antonietti, Sun, Yu

(2005)

eksperimen hidrotermal suhu rendah pada sintesis karbon sferis (Beccile 2008);
Hu (2008) tentang proses karbonisasi hidrotermal (HTC) senyawa biomassa
dipanaskan dalam autoclave yang disegel di dalam asam sitrat pada suhu 200 ◦C
selama 16 jam.

14

Karbonisasi Hidrotermal Bahan Karbon
Proses karbonisasi hidrotermal (HTC) untuk sintesis bahan karbon
fungsional dari biomassa telah dipelajari secara intensif. Biasanya, biomassa yang
digunakan untuk proses ini meliputi bahan tanaman mentah dan karbohidrat.
Bahan tanaman mentah secara langsung diperoleh dari residu pertanian dan kayu,
sedangkan karbohidrat biasanya termasuk gula, pati, hemiselulosa, dan selulosa.
Eksperimen menggunakan produk tertentu yang mengandung selulosa,
hemiselulosa, sampai lignin, dan lebih kecil jumlah polimer polar sebagai bahan
awal. Setelah senyawa biomassa dipanaskan dalam autoclave yang disegel dalam
asam sitrat pada suhu 200 ◦C selama 16 jam, maka diperoleh dua jenis bahan
karbon.
Jaringan "Soft" tanaman tanpa diperpanjang suatu rangka kristal selulosa
menghasilkan karbon nanopartikel berbentuk bola dengan ukuran yang sangat
kecil. Di samping itu, menarik untuk dicatat bahwa permukaan nanopartikel
karbon sangat hidrofilik dan mudah didispersikan air karena penguraian bagian
komponen lain dalam biomassa.

Gambar 9 Skema ilustrasi sintesis bahan karbon fungsional dari biomassa dan
karbohidrat melalui proses karbonisasi hidrotermal (HTC). Bahan
karbon fungsional dapat disintesis secara langsung atau dibantu
katalis/template.
Jaringan "Hard" tanaman dengan struktur rangka kristal selulosa walaupun
dapat mempertahankan bentuk luar dan besarnya skala struktur fitur dalam skala

15

makro dan mikro diakibatkan oleh hilangnya massa yang cukup besar. Munculnya
perubahan struktur yang signifikan pada skala nanometer menghasilkan spons,
mengakibatkan jaringan karbon berikutnya dengan struktur mesopori.
Mekanisme karbonisasi hidrotermal dengan menggunakan bahan biomassa
ditunjukkan melalui skema berikut:

Gambar 10 Karbonisasi hidrotermal (Beccile 2008).

Penting untuk memperoleh pemahaman tentang mekanisme katalisis
dalam proses HTC selama pembentukan bahan karbon dan modifikasi permukaan
terkait. Yu et al (2004) melaporkan bahwa karbonisasi hidrotermal pati dapat
secara efektif dipercepat dengan adanya ion logam yang juga mengarahkan
sintesis terhadap nanoarsitektur berbagai logam-karbon. Selain itu, kehadiran
[Fe(NH4)2(SO4)2] efektif dapat mengkatalisis karbonisasi butiran beras mentah
dalam proses HTC.
Konversi hidrotermal (250-350 °C) dari glukosa diselidiki menggunakan
reaktor sejumlah kapiler kuarsa. Kinetika penguraian glukosa secara keseluruhan
umumnya ditentukan dan disesuaikan dengan data literatur. Perhatian telah
ditujukkan untuk memulai penguraian glukosa dimana produk peluruhan glukosa
primer diidentifikasi dari literatur dan digunakan dalam eksperimen.
Ditemukan bahwa semua komponen peluruhan utama glukosa, dengan
pengecualian formaldehida menghasilkan jenis char (produk tidak larut aseton).
Karakteristik reaksi pembentukan gas (terutama CO2) dibahas berdasarkan tes
terpisah dengan bagian utama dan produk lain yang dikenal dengan degradasi
glukosa awal. Massa lengkap dan sisa unsur diperoleh untuk dua suhu yang
berbeda, 300 °C dan 350 °C, dan selang waktu bervariasi dari 10 detik hingga 10
hari. Dua tingkat yang berbeda dari pembentukan produk diamati sebagai fungsi
dari selang waktu. Laju tercepat dalam 5-10 menit pertama, dan laju lebih lambat

16

setelah waktu ini. Ditemukan bahwa produk air terjadi terutama di selang waktu 5
menit pertama, yang konstan (3 mol/mol glukosa) dan tidak terpengaruh oleh suhu
atau konsentrasi glukosa. Hasil produk minyak disebut air-aseton larut (WSS)
menunjukkan hasil maksimum dalam selang waktu kurang lebih 5 menit. Setelah
5 menit berkurang dalam rangka gas dan char, yang dinamakan air-aseton tidak
larut (WSIS). Namun, kuantitas tertentu dari WSS stabil bahkan setelah selang
waktu 10 hari. Komposisi unsur dari WSS dan WSIS ditemukan sangat mirip
menunjukkan bahwa keduanya sebenarnya adalah produk yang sama dimana
difraksinasi dengan metode pemisahan sesuai dengan kelarutan dalam aseton.
Komposisi gas, WSS, dan WSIS digunakan sebagai dasar untuk estimasi dari
entalpi reaksi secara keseluruhan, dengan perhitungan ΔHr = 1,5 ± 0,5 MJ/kg.
Ditemukan bahwa konsentrasi glukosa yang lebih tinggi menghasilkan lebih
banyak WSIS dan WSS kurang, sedangkan hasil gas dan air tidak berubah. Semua
temuan itu dimasukkan ke dalam satu jalur reaksi rekayasa dan model kinetik
dekomposisi hidrotermal glukosa (Knezevic 2009).

Sifat Listrik
Arus listrik pada kawat didefinisikan sebagai jumlah total muatan yang
melewatinya per satuan waktu pada suatu titik. Dengan demikian, arus rata-rata I
didefinisikan sebagai:
(1)
Dimana ΔQ adalah jumlah muatan yang melewati konduktor pada suatu lokasi
selama jangka waktu Δt. Arus listrik diukur dalam coulomb per detik dengan
nama khusus ampere yang disingkat amp atau A.
Untuk menghasilkan arus listrik pada rangkaian dibutuhkan beda potensial.
Melalui eksperimen bahwa arus pada kawat logam sebanding dengan beda
potensial V yang diberikan yaitu I ∞ V.
Sebagai ilustrasi dibandingkan arus listrik dengan aliran air di sungai atau
pipa yang dipengaruhi oleh gravitasi. Jika pipa (atau sungai) hampir rata,
kecepatan alir akan kecil. Tetapi jika satu ujung lebih tinggi dari yang lainnya,
kecepatan aliran atau arus akan lebih besar. Makin besar perbedaan ketinggian,

17

makin besar arus. Demikian pula beda potensial listrik yang lebih besar, atau
tegangan menyebabkan aliran arus listrik menjadi lebih besar.
Tepatnya besar aliran arus pada kawat tidak hanya bergantung pada tegangan,
tetapi juga pada hambatan yang diberikan kawat terhadap aliran elektron.
Dinding-dinding pipa, atau tepian sungai dan batu-batu ditengahnya memberikan
hambatan terhadap aliran arus. Dengan cara yang sama, elektron-elektron
diperlambat karena adanya interaksi dengan atom-atom kawat. Makin tinggi
hambatan ini, makin kecil arus untuk suatu tegangan V sehingga arus berbanding
terbalik dengan hambatan yaitu:
(2)
Dimana R adalah hambatan kawat atau suatu alat lainnya, V adalah beda potensial
dan I adalah arus yang mengalir. Hubungan di atas sering dituliskan:
(3)
Persamaan tersebut dikenal sebagai hukum Ohm. Hukum Ohm menyatakan
bahwa arus yang melalui konduktor logam sebanding dengan tegangan yang
diberikan, I∞V. Sehingga R konstan, tidak bergantung V untuk konduktor logam.
Tetapi hubungan ini tidak berlaku umum untuk bahan dan alat lain seperti dioda,
tabung hampa udara, transistor dan sebagainya. Dengan demikian “hukum Ohm”
bukan merupakan hukum dasar, tetapi lebih berupa deskripsi mengenai kelas
bahan (konduktor logam) tertentu. Bahan atau alat yang tidak mengikuti hukum
Ohm dikatakan nonohmik. Hambatan didefinisikan oleh:
(4)
Dimana R adalah hambatan dengan satuan Ohm dan disingkat Ω (Giancoli 2001).
Konduktivitas listrik (σ) bahan superionik adalah kontribusi jumlah
muatan ion pada bahan dan ditulis :
(5)
dimana ni adalah konsentrasi pembawa muatan dengan muatan Zi dan mobilitas
µi. Konduktivitas ionik sebagai

fungsi suhu dapat didekati dengan model

Arrhenius yaitu :
(6)

18

dimana σο, k, T, Ea adalah konstanta eksponen, konstanta Boltzman, suhu
(Kelvin) dan energi aktivasi. Konduktivitas ionik suatu bahan ditentukan oleh
struktur kristalnya, misalnya bahan dengan konduktivitas tinggi mempunyai tipe
struktur dengan tumpukan atom tidak padat, sehingga mempunyai jaringan untuk
dilewati ion yang bergerak.
Persamaan konduktivitas :
(7)
menghubungkan antara kerapatan arus (J) dan medan listrik (ε) dimana σ adalah
konduktivitas, kebalikan dari resistivitas (ρ). Misalnya arus I pada sebuah sampel
bahan ionik dengan penampang tetap A (m2) dan panjang L (m) dan diberi
tegangan V pada bahan yang diukur.
Kerapatan arus (J) adalah I/A (Ampere/m2), dan medan listrik (ε) adalah V/L
(V/m) persamaan 7, direduksi menjadi:
(8)
Tahanan R dari bahan diberikan sebagai R= V/I maka :
(9)
atau
(10)
Konduktansi, G = 1/R; resistivitas, ρ = 1/σ, maka persamaan 10 ditulis :
(11)
satuannya adalah Ω−1m-1 atau Siemen/m (Purwanto 2007).
Kapasitor dan Bahan Dielektrik.
Kapasitor adalah piranti yang berguna untuk menyim