Kelangsungan Hidup, Pertumbuhan, dan Reproduksi Nudibranch Phyllidiidae dengan Pemberian Spons pada Pemeliharaan Sistem Resirkulasi

KELANGSUNGAN HIDUP, PERTUMBUHAN, DAN REPRODUKSI
NUDIBRANCH PHYLLIDIIDAE DENGAN PEMBERIAN SPONS
PADA PEMELIHARAAN SISTEM RESIRKULASI

ALI IBRAHIM

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi “Kelangsungan Hidup,
Pertumbuhan, dan Reproduksi Nudibranch Phyllidiidae dengan Pemberian Spons
pada Pemeliharaan Sistem Resirkulasi” merupakan karya saya sendiri dengan
arahan Dosen Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
ilmiah yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2014

Ali Ibrahim
NIM C14090064

ABSTRAK
ALI IBRAHIM. Kelangsungan Hidup, Pertumbuhan, dan Reproduksi Nudibranch
Phyllidiidae dengan Pemberian Spons pada Pemeliharaan Sistem Resirkulasi.
Dibimbing oleh IRZAL EFFENDI dan DINAR TRI SOELISTYOWATI.
Nudibranch atau siput laut merupakan salah satu gastropoda yang memiliki
nilai ekonomis tinggi, sebagai hewan ornamental, penghasil bioaktif, serta model
biologis dalam penelitian. Ketersediaan nudibranch di alam dikhawatirkan akan
terus mengalami penurunan akibat penangkapan. Sehingga perlu dilakukan upaya
domestikasi hewan ini. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh spons
sebagai biota asosiasi terhadap kelangsungan hidup, pertumbuhan, dan reproduksi
nudibranch Phyllidiidae serta membentuk ekosistem buatan nudibranch pada
lingkungan terkontrol. Spons yang diberikan berasal dari habitat asli biota dengan
bobot rata-rata 60 g per akuarium. Selama 4 minggu pemeliharaan, kelangsungan

hidup nudibranch 94%-100%, pertumbuhan harian -0,76% sampai -0,68%,
pertumbuhan panjang harian 0,02 mm sampai 0,14 mm, derajat perkawinan 28%
sampai 50%, derajat pemijahan 28%, produksi telur rata-rata 86.549 butir/induk
dengan rata-rata bobot induk 7,4 g, telur menetas pada hari ke-9, dan
pemeliharaan larva berhasil hingga tahap veliger (berenang bebas) pada hari
ke-24. Spons tidak memberikan pengaruh terhadap kelangsungan hidup,
pertumbuhan, dan reproduksi nudibranch. Sistem resirkulasi dan ekosistem buatan
mampu mempertahankan kualitas air yang sesuai dengan kebutuhan nudibranch.
Kata kunci : nudibranch, Phyllidiidae, domestikasi, resirkulasi.

ABSTRACT
ALI IBRAHIM. Survival, Growth, and Reproduction Nudibranch Phyllidiidae
with Adduction Spons on Rearing Recirculation Sistem. Superviced by IRZAL
EFFENDI and DINAR TRI SOELISTIOWATI.
Nudibranch or sea slug is one of gastropod which have high economic
value, such us ornamental things, produce bioactive, and model in biological
research. Nudibranch stock in the waters decreased by catching, so domestication
of this species is important. This study aims to determine the effect of spons as
association on survival, growth, and reproduction of nudibranch then create
ecosistem for culture nudibranch. The spons was take from nature with average

weight of 60 g/tank. The survival of nudibranch was 94% to 100%, growth rate
-0,76% to -0,68%, daily lenght growth 0,02 to 0,14 mm, degrees match 28% 50%, spawning rate 28%, egg production average 86.549 grain/chief with weight
of chief 7,4 gr, egg hatch after 7 days fly blow maintenance manage to stage
veliger (fly blow can be swim). Spons not giving effect to survival, growth, and
reproduction of nudibranch. The recirculation sistem and artificial ecosistem was
able to manage water quality for needs of nudibranch.
Keywords : nudibranch, Phyllidiidae, domestication, recirculation.

KELANGSUNGAN HIDUP, PERTUMBUHAN, DAN REPRODUKSI
NUDIBRANCH PHYLLIDIIDAE DENGAN PEMBERIAN SPONS
PADA PEMELIHARAAN SISTEM RESIRKULASI

ALI IBRAHIM

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Budidaya Perairan


DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Kelangsungan Hidup, Pertumbuhan, dan Reproduksi Nudibranch
Phyllidiidae dengan Pemberian Spons pada Pemeliharaan Sistem
Resirkulasi
Nama
: Ali Ibrahim
NIM
: C14090064

Disetujui oleh

Ir Irzal Effendi, MSi
Pembimbing I

Dr Ir Dinar Tri Soelistyowati, DEA

Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Sukenda, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

Judul Skripsi : Kelangsungan Hidup, Pertumbuhan, dan Reproduksi Nudibranch
Phyllidiidae dengan Pemberian Spons pada Pemeliharaan Sistem
Resirkulasi
Nama
: Ali Ibrahim
: C14090064
NlM

Disetujui oleh

Ir Irzal Effendi, MSi

Pembimbing I

Dr Ir Dinar Tri Soelistyowati, DEA
Pembimbing II

Diketahui oleh

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

It 3 DEC1rn3

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Kelangsungan Hidup, Pertumbuhan, dan Reproduksi Nudibranch Phyllidiidae
dengan Pemberian Spons pada Pemeliharaan Sistem Resirkulasi”.
Selesainya skripsi ini tidak lepas dari peran berbagai pihak yang telah
mendukung dan membantu dalam pelaksanaan penelitian hingga proses

penyusunan skripsi ini. Karenanya penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1.
Bapak Ir Irzal effendi, M.Si, selaku pembimbing skripsi dan
pembimbing akademik yang telah banyak memberikan bimbingan
selama masa studi dan pengerjaan penelitian ini.
2.
Ibu Dr Ir Dinar Tri Soelistyowati, DEA selaku dosen pembimbing
skripsi yang telah banyak memberikan masukan, bimbingan dan arahan
selama penyelesaian skripsi ini.
3.
Bapak Dr Ir Sukenda, M. Sc selaku ketua departemen Budidaya Perairan
yang telah banyak memberikan masukan, semangat, dan motivatasi.
4.
Bapak Ir Harton Arfah, M. Si dan Ibu Dr Mia Setiawati, M.Si selaku
penguji tamu dan penguji departemen yang telah memberikan masukan
untuk perbaikan skripsi ini
5.
Ibu Adriani Sunuddin dan Bapak Samsul yang banyak memberikan
pengarahan, ide-ide, serta semangat selama penelitian.

6.
Keluarga tercinta Ibu, Bapak (alm) dan kakak-kakak yang selalu
memberikan perhatian, dukungan, serta semangat.
7.
Keluarga asuh di Jakarta Bapak dr. Murnizal Dahlan dan Ibu Wirda
Rusli yang selalu memotivasi dan memberi semangat penulis.
8.
Teman teman yang membantu penelitian (Deki Bunai, Hamelia Priliska,
Satria Afnan Pranata, Haris Nugrahadi) serta abang Achis Martoea
Siregar, Marie Violeta, yang selalu memberi support.
9.
Teman-teman Fisheries Diving Club terutama diklat 28, serta teman se
kontrakan Nabil Balbeid atas dukungan dan ikatan keluarga selama
penulis kuliah. Teman teman di BDP 46, asrama TPB, dan kepada
semua yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
penyempurnaan skripsi ini. Penulis juga berharap skripsi ini dapat bermanfaat
bagi pembaca.


Bogor, Januari 2014

Ali Ibrahim

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. x
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xi
PENDAHULUAN................................................................................................... 1
Latar Belakang ............................................................................................... 1
Tujuan Penelitian ........................................................................................... 2
METODE ................................................................................................................ 2
Waktu dan Tempat......................................................................................... 2
Penelitian Pendahuluan.................................................................................. 3
Penelitian Utama............................................................................................ 3
Pengamatan Tingkat Kelangsungan Hidup ................................................... 5
Pengamatan Pertumbuhan ............................................................................. 5
Pengamatan Reproduksi ................................................................................ 6
Pengamatan Parameter Kualitas Air .............................................................. 8
Analisis Data .................................................................................................. 9

HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................... 9
Penelitian Pendahuluan.................................................................................. 9
Penelitian Utama.......................................................................................... 11
Tingkat Kelangsungan Hidup (TKH) .......................................................... 11
Pertumbuhan ................................................................................................ 12
Reproduksi ................................................................................................... 14
Kualitas Air .................................................................................................. 19
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 20
Kesimpulan .................................................................................................. 20
Saran ............................................................................................................ 20
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 21
LAMPIRAN .......................................................................................................... 23
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... 25

DAFTAR TABEL
1
2
3
4


Alat dan metode pengukuran kualitas air wadah pemeliharaan nudibranch
Phyllidiidae ........................................................................................................... 9
Keragaman jenis nudibranch Phyllidiidae pada 3 lokasi pengamatan berbeda .... 16
Produksi telur nudibranch Phyllidiidae pada perlakuan dengan spons dan tanpa
spons ...... 19
Parameter kualitas air wadah pemeliharaan induk nudibranch Phyllidiidae
selama 4 minggu pemeliharaan............................................................................. 19

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6

7
8
9
10
11
12

13
14

15

Skema penempatan satuan percobaan................................................................... 3
Sistem resirkulasi pada wadah pemeliharaan nudibranch Phyllidiidae ................ 4
Metode penghitungan telur nudibranch Phyllidiidae ............................................ 7
Wadah pemeliharaan larva nudibranch Phyllidiidae dengan sistem resirkulasi ... 8
Metode penghitungan telur nudibranch Phyllidiidae ............................................ 8
Tingkat kelangsungan hidup (TKH) nudibranch Phyllidiidae selama 7 hari
masa adaptasi dengan kepadatan transportasi 32 ekor/ 2 liter dan 21 ekor/ 2
liter. ....................................................................................................................... 10
Tingkat kelangsungan hidup (SR) nudibranch Phyllidiidae selama 4 minggu
pemeliharaan ......................................................................................................... 11
Laju pertumbuhan harian (LPH) nudibranch Phyllidiidae selama 4 minggu
pemeliharaan ......................................................................................................... 12
Rata-rata pertumbuhan bobot harian (PBH) nudibranch Phyllidiidae selama 4
minggu pemeliharaan ............................................................................................ 12
Pertumbuhan panjang harian (PPH) nudibranch Phyllidiidae selama 4 minggu
pemeliharaan. ........................................................................................................ 13
Derajat pekawinan nudibranch Phyllidiidae selama 4 minggu pemeliharaan ...... 14
Aktivitas perkawinan nudibranch Phyllidiidae. a dan b) spesies Phyllidia
varicosa dengan ukuran yang cukup berbeda melakukan perkawinan, c) spesies
phyllidiella pustulosa ............................................................................................ 14
Derajat pemijahan nudibranch Phyllidiidae selama 4 minggu pemeliharaan ....... 15
a) Phyllidia varicosa menempelkan telurnya pada spons, b) P. varicosa
menempelkan telurnya pada kaca akuarium, c) P. varicosa menempelkan telur
pada karang mati yang telah ditumbuhi alga saat pengamatan di alam ................ 15
Perkembangan telur dan larva nudibranch Phyllidiidae ....................................... 16

DAFTAR LAMPIRAN
1

2
3
4
5

Spesies nudibranch dari famili Phylliidiidae yang di amati, a) Phyllidia
varicosa Lamarck (1801), b) Phyllidiella nigra Van Hasselt (1824), dan c)
Phyllidiella pustulosa (Cuvier 1804) ....................................................................23
Kotak stainlessteel pengumpul nudibranch Phyllidiidae pada saat pengambilan
di alam ...................................................................................................................23
Pakan cair yang diberikan pada nudibranch Phyllidiidae selama
pemeliharaan 4 minggu .........................................................................................23
Anatomi organ reproduksi Phylliidia varicosa .....................................................24
Ilustrasi pengukuran panjang nudibranch Phyllidiidae .........................................24

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Phyllidiidae merupakan famili nudibranch atau siput laut yang merupakan
gastropoda dari filum Moluska dan termasuk ke dalam anggota Heterobranchia
sesuai dengan klasifikasi terbaru (Jörger et al. 2010). Sebanyak lebih dari 3000
jenis nudibranch hidup di dasar perairan dangkal, terumbu karang, hingga dasar
laut yang gelap dengan kedalaman lebih dari satu kilometer (Aiken 2003).
Nudibranch memiliki beberapa peranan penting diantaranya sebagai model dan
alat biologis untuk perkembangan ilmu pengetahuan (Capo et al. 2009), sumber
produk alami berupa kandungan bioaktif yang bermanfaat dalam pengobatan
(Barsby 2006), serta biota ornamental yang memiliki nilai jual cukup tinggi
karena pesonanya dalam akuarium, salah satunya adalah jenis Aplysia stephanieae
yang memiliki harga hingga 25 € per spesimen pada tahun 2012 (Dionisio et al.
2013).
Sebagian besar upaya yang dilakukan untuk memenuhi permintaan terhadap
nudibranch selama ini adalah dengan cara penangkapan langsung dari alam. Hal
ini dikarenakan masih sangat sedikit jenis nudibranch yang berhasil di
budidayakan. Beberapa spesies nudibranch yang telah berhasil dibudidayakan
diantaranya Aplysia californica yang telah dibudidayakan secara semi-industri di
University of Miami dengan produksi keseluruhan 30.000 ekor per tahun (Capo et
al. 2009) dan A. stephaniaea yang dibudidayakan secara komersil hanya pada
skala kecil (Olivotto et al. 2011). Pengambilan terus menerus dari alam di
khawatirkan akan menurunkan populasi nudibranch di alam yang dapat
mengalami kepunahan. Oleh sebab itu perlu adanya upaya budidaya untuk
mengatasi permasalahan terebut.
Nudibranch yang menjadi objek kajian pada penelitian ini berasal dari
Phyllidiidae, dengan spesies utama adalah Phyllidia varicosa, dan spesies lainnya
adalah Phyllidiella nigra dan P. pustulosa. Sebelum memasuki tahap budidaya
perlu dilakukan terlebih dahulu kajian terhadap biota yang akan dibudidayakan
melalui proses domestikasi. Domestikasi spesies menurut Effendi (2004) adalah
menjadikan spesies liar menjadi spesies akuakultur. Terdapat tiga tahapan
domestikasi spesies liar, yaitu 1) mempertahankan agar tetap hidup (survive)
dalam lingkungan akuakultur (wadah terbatas, lingkungan artifisial dan
terkontrol), 2) menjaga agar bisa tetap tumbuh, 3) Mengupayakan agar bisa
berkembang biak dalam lingkungan akuakultur.
Keberhasilan domestikasi tahap awal ditentukan oleh kesesuaian lingkungan
baru dengan lingkungan asal spesies yang didomestikasi. Upaya rekayasa
lingkungan pada pemeliharaan tahap awal domestikasi dimaksudkan agar kualitas
air dapat diterima oleh spesies liar yang akan di domestikasi (Effendi 2004).
Rekayasa lingkungan yang dilakukan disesuaikan dengan habitat nudibranch
Phylliidiidae di alam yang banyak ditemukan pada perairan terumbu karang, yaitu
adanya pergerakan massa air dari satu tempat ke tempat lain.
Penerapan sistem resirkulasi telah berhasil diterapkan dalam pemeliharaan
siput laut A. californica di University of Miami dengan sistem resirkulasi
mengacu pada (Peretz dan Adkins 1982) berupa sistem resirkulasi dengan filtrasi

2

secara biologi, kimia dan mekanik. Sistem tersebut telah banyak digunakan dalam
penelitian akademik atau untuk produksi siput laut pada skala kecil. Sehingga
pada penelitian ini diterapkan sistem resirkulasi yang mengacu pada (Peretz dan
Adkins 1982) dengan modifikasi pada sistem filtrasi.
Jenis makanan nudibranch sangat bervariasi, pada jenis A. californica dan
A. stephanieae telah diciptakan makanan berupa makroalga seperti (Gracilaria
ferox, Agardhiella subulata, Ulva spp., dan Laurencia spp.) ( Smith et al. 2011)
dan anemon laut (Leal et al. 2012). Sementara beberapa nudibranch juga dapat
memakan spons tertentu, ascidian, embrio invertebrata atau siput laut lainnya.
Nudibranch juga dapat bersifat stenophagous atau hanya memakan satu jenis
makanan saja (Carrol dan Kempf 1990). Nudibranch dari famili Phylliidiidae
sebagian besar memakan spons (Chavanich et al. 2010). Spons adalah hewan
metazoa multiseluler, yang tergolong ke dalam filum Porifera, yang hidup menetap
pada dasar perairan (Kozloff 1990). Spons mendapatkan makanan dengan cara
menghisap dan menyaring air yang melalui permukaan tubuhnya secara aktif
(Romimohtarto dan Juwana 1999).
Biota yang dipelihara bersamaan dengan biota asosiasi diduga akan tumbuh
lebih baik, sehingga biota yang dipelihara akan lebih cepat beradaptasi dan
mengurangi tingkat stres pada lingkungan baru. Cepatnya proses adaptasi dan
rendahnya tingkat stres akan berpengaruh baik pada proses makan dan aktifitas
biologis lainnya. Pemberian spons (Stylissa flabelliformis) diharapkan mampu
mendukung percepatan proses domestikasi nudibranch. Penelitian domestikasi ini
dilakukan sebagai langkah awal sebelum memasuki proses budidaya pada
nudibranch famili Phylliidiidae yang memungkinkan dapat diterapkan pula pada
beberapa spesies siput laut lainnya.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian spons
(Stylissa flabelliformis) sebagai biota asosisasi pada wadah pemeliharaan dengan
sistem resirkulasi terhadap kelangsungan hidup, pertumbuhan, dan reproduksi
nudibranch famili Phyllidiidae sebagai upaya untuk membentuk ekosistem buatan
nudibranch di lingkungan terkontrol.

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan pada Februari 2013 sampai Agustus 2013.
Bertempat di Laboratorium Sistem dan Teknologi Akuakultur, Laboratorium
Lingkungan dan Laboratorium Kesehatan Ikan Departemen Budidaya Perairan
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.

3

Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan terdiri dari pengamatan habitat, transportasi, dan
adaptasi nudibranch. Pengamatan habitat nudibranch dilakukan pada tiga lokasi
berbeda: 1) Pulau Pramuka di sekitar dermaga, 2) Pulau Panggang di bagian
selatan, 3) Pulau Semak Daun di sebelah timur. Pengamatan habitat bertujuan
untuk mengetahui habitat alami nudibranch dari Phyllidiidae yang terdiri dari
spesies Phyllidia varicosa,Phyliidiella pustulosa dan Phyllidiella nigra.
Proses transportasi nudibranch dilakukan dalam kantung plastik berukuran 5
liter. Sebanyak 2 liter air laut dimasukkan kedalam kantung plastik, selanjutnya
dimasukkan nudibranch dengan kepadatan berbeda yaitu 32 ekor dan 21 ekor
nudibranch yang ditambahkan oksigen sekitar 3 liter. Durasi perjalanan dari lokasi
pengambilan hingga lokasi penelitian sekitar 5 jam. Tahapan selanjutnya
nudibranch diadaptasikan selama satu minggu.Wadah adaptasi nudibranch berupa
akuarium berukuran 100 cm × 45 cm × 40 cm dengan sistem resirkulasi top filter.
Pada bagian dasar akuarium diisi dengan patahan karang dan pasir. Pengamatan
selama proses adaptasi dilakukan setiap hari pukul 08.00-09.00 WIB, 12.00-13.00
WIB, dan 16.00-17.00 WIB.
Penelitian Utama
Rancangan Percobaan
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan tujuan
mengevaluasi keberadaan biota asosiasi dalam pemeliharaan nudibranch di
akuarium dengan sistem resirkulasi. Percobaan ini menggunakan dua perlakuan
pemberian spons (Stylissa flabelliformis) dan tanpa pemberian spons (Gambar 1).
Setiap perlakuan diulang tiga kali.

Keterangan: A
B
1,2 dan 3

= Perlakuan dengan spons
= Perlakuan tanpa spons
= Ulangan

Gambar 1 Skema penempatan satuan percobaan
Persiapan Wadah dan Spons
Akuarium yang digunakan untuk pemeliharaan nudibranch berukuran 60 cm
× 30 cm × 35 cm sebanyak tiga unit untuk setiap perlakuan. Setiap perlakuan
dilengkapi dengan akuarium filter berukuran 100 cm × 56 cm × 40 cm dalam
suatu sistem resirkulasi filtrasi. Air yang terdapat dalam akuarium pemeliharaan
nudibranch akan dikeluarkan melalui pipa ke dalam bak filter secara gravitasi, dan
disaring dengan dacron, zeolit, arang aktif, patahan karang mati, dan terakhir
bioball. Setelah proses filtrasi selesai, air dialirkan kembali ke wadah
pemeliharaan nudibranch menggunakan pompa dengan debit air setiap akuarium

4

rata-rata 600 ml/menit. Air yang digunakan dalam pemeliharaan nudibranch
berasal dari pantai Ancol, Jakarta utara.
Akuarium pemeliharaan nudibranch dilengkapi dengan pasir dan patahan
karang sebanyak 2,5 liter setiap akuarium. Pada perlakuan pemberian spons
ditambahkan Stylissa flabelliformis dengan bobot sebesar 60 gram yang terdiri
dari dua individu spons per akuarium. Spons yang digunakan berasal dari area
lokasi pengambilan nudibranch di selatan Pulau Panggang, Kep. Seribu, Jakarta.

Gambar 2 Sistem resirkulasi pada wadah pemeliharaan nudibranch Phyllidiidae
Pengadaan Nudibranch dan Spons
Pengadaan biota nudibranch (Lampiran 1) dan spons Stylissa flabelliformis
dilakukan di Pulau Panggang bagian selatan, kelurahan Panggang, kep. Seribu
DKI Jakarta. Pengambilan dilakukan dengan scuba diving di perairan terumbu
karang. Nudibranch tangkapan ditempatkan dalam kotak persegi berukuran 10 cm
× 10 cm × 10 cm yang terbuat dari kawat stainlesteel (Lampiran 2) dengan tujuan
memudahkan proses pengumpulan pada saat pengambilan. Pengambilan
dilakukan dengan cara menelusuri terumbu karang pada setiap stasiun di
kedalaman 3 hingga 10 meter. Durasi pengambilan untuk satu lokasi berkisar 30
menit hingga 90 menit. Hasil pengadaan nudibranch disajikan dalam (Lampiran
4). Sementara itu untuk menunjang penelitian digunakan kamera underwater
untuk melengkapi dokumentasi.
Pemeliharaan Nudibranch
Pemeliharaan dilakukan pada wadah yang telah disiapkan seminggu
sebelumnya. Nudibranch diukur panjang dengan jangka sorong serta bobot
dengan timbangan digital sebelum dimasukkan ke dalam wadah pemeliharaan.
Pemilihan nudibranch yang akan dipelihara pada setiap perlakuan dilakukan
secara acak. Sebanyak 36 nudibranch dengan ukuran panjang serta bobot yang
beragam diletakkan dalam satu wadah, selanjutnya dilakukan pengambilan
sebanyak 6 nudibranch untuk satu akuarium pemeliharaan. Total biota yang
dipelihara adalah sebanyak 36 ekor nudibranch dengan ukuran yang bervariasi
antara 3-9 cm.

5

Pemberian pakan nudibranch dilakukan dua kali dalam sehari, pukul 08.0009.00 dan 16.00-17.00 WIB. Pakan yang diberikan berbentuk cair dengan
kandungan protein 34,5%, lemak 13,2%, serat 1% dan air 4,4% (Lampiran 3),
serta artemia. Pakan cair diberikan 1 ml per akuarium (volume 50 liter) per hari
serta 0,3 gram artemia per akuarim per hari. Sebelum pemberian pakan,
resirkulasi air pada wadah pemeliharaan dimatikan. Pemberian pakan dilakukan
dengan mencampurkan naupli artemia dengan pakan cair dalam satu toples
berukuran 1 liter yang telah diisi air laut setengahnya. Selanjutnya pakan yang
telah dicampur dibagi rata pada masing masing akuarium. Resirkulasi pada sistem
tetap dimatikan selama satu hingga dua jam untuk mencegah penyerapan ke
wadah filter. Pengukuran kualitas air dilakukan seminggu sekali pukul 08.00
hingga 09.00 WIB di Laboratorium Lingkungan Budidaya Perairan. Parameter
yang diukur meliputi pH, nitrit, salinitas, DO, TAN, suhu, serta kekeruhan.
Pengamatan Tingkat Kelangsungan Hidup
Tingkat kelangsungan hidup atau Survival Rate (SR) merupakan persentase
jumlah nudibranch hidup pada akhir pemeliharaan dibandingkan dengan jumlah
nudibranch pada awal pemeliharaan yang dinyatakan dalam persamaan sebagai
berikut :
(

)

Keterangan :
= Derajat kelangsungan hidup (%)
= Jumlah nudibranch hidup pada hari ke-t pemeliharaan (ekor)
= Jumlah nudibranch pada awal pemeliharaan (ekor)
Pengamatan Pertumbuhan
Laju Pertumbuhan Harian
Laju pertumbuhan harian atau Spesific Growth Rate (SGR) merupakan laju
pertambahan bobot individu dalam persen. Laju pertumbuhan harian didapatkan
dari data pengukuran bobot yang dilakukan seminggu sekali selama pemeliharaan.
Penentuan laju pertumbuhan harian dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut.

Keterangan:
= Laju pertumbuhan harian (%)
= Bobot rata-rata nudibranch pada hari ke-t (gram)
= Bobot rata-rata nudibranch pada saat awal (gram)
= Lama pemeliharaan (hari)

6

Pertumbuhan Bobot Harian
Pertumbuhan bobot harian didapatkan dengan cara menimbang bobot
nudibranch pada awal dan setiap minggunya selama 4 minggu pemeliharaan.
Pertumbuhan bobot harian dapat dihitung dengan menggunakan rumus serbagi
berikut:
PBH =
Keterangan :
= bobot rata-rata individu waktu ke-i (gr/ekor)
= bobot rata-rata individu waktu ke-o (gr/ekor)
= periode pengamatan (hari)
PBH = Pertumbuhan bobot harian (gr)
Pertumbuhan Panjang Harian
Panjang total tubuh nudibranch diukur seminggu sekali dengan
menggunakan jangka sorong, ilustrasi pengukuran panjang ditampilkan pada
(Lampiran 5). Pertumbuhan panjang harian dihitung dengan menggunakan
persamaan sebagai berikut :
∆P =
Keterangan :
∆P = Pertumbuhan panjang (mm)
= Pertumbuhan panjang pada hari ke-i (mm)
= Pertumbuhan panjang pada hari ke-o (mm)
= periode pengamatan (hari)

Pengamatan Reproduksi
Derajat Perkawinan
Derajat perkawinan atau kopulasi merupakan persentase perkawinan yang
terjadi pada nudibranch selama 4 minggu pemeliharaan. Nudibranch merupakan
hewan hermaprodit sinkroni, pada satu individu terdapat sepasang kelamin jantan
dan betina secara bersamaan (Kolb 2001). Hal ini memungkinkan setiap
nudibranch yang dipelihara untuk melakukan proses perkawinan. Derajat
perkawinan bisa didapat dengan persamaan berikut.

Keterangan :
= Derajat perkawinan induk (%)
= Induk yang melakukan perkawinan
= Total induk yang dipelihara

7

Derajat Pemijahan
Derajat pemijahan merupakan persentase jumlah induk yang melakukan
pemijahan selama 4 minggu pemeliharaan. Berikut adalah persamaan yang dapat
digunakan dalam menentukan derajat peneluran.

= Derajat pemijahan induk (%)
= Induk yang memijah
= Total induk yang dipelihara
Produksi Telur
Masa telur nudibranch membentuk lingkaran spiral mendatar yang bersifat
menempel. Masa telur tersebut dapat menempel pada spons, dinding akuarium,
atau patahan karang. Produksi telur merupakan jumlah telur yang dapat dihasilkan
oleh setiap induk nudibranch, sehingga bisa didapatkan rasio jumlah telur per
gram bobot induk. Metode perhitungan telur dilakukan dengan bantuan mikroskop
(Gambar 3).

Gambar 3 Metode penghitungan telur nudibranch Phyllidiidae
Pertama kali dilakukan pengukuran diameter masa telur, bobot, dan panjang
induk yang bertelur. Selanjutnya setiap masa telur diambil dengan ukuran 1mm²
untuk diamati di mikroskop. Foto hasil pengamatan diolah menggunakan software
pengolahan foto digital (Adobe Photoshop) untuk menandai setiap butir telur dan
menghitungnya. Selanjutnya akan didapat jumlah telur per mm2. Tahap
selanjutnya adalah melakukan penghitungan total jumlah telur dengan cara
mengalikan total jumlah telur per mm 2 dengan luasan masa telur. Rasio jumlah
telur per gram bobot induk didapatkan dengan membandingkan jumlah telur dan
bobot induk.
Penetasan Telur, Pemeliharaan, dan Perkembangan Larva Nudibranch
Wadah penetasan telur yang digunakan adalah akuarium berukuran 15 cm ×
cm 15 cm × 20 cm sebanyak 10 unit yang dilengkapi aerasi. Telur nudibranch
terbungkus dalam selaput yang membentuk pita. Pita-pita yang berisi telur
tersebut ditempelkan nudibranch pada substrat berupa kaca, spons, atau patahan
karang dan membentuk lingkaran spiral mendatar. Selanjutnya kumpulan telur
tersebut dipindahkan ke dalam wadah penetasan telur.
Telur yang telah menetas dipindahkan ke akuarium pemeliharaan larva.
Percobaan awal pemeliharaan larva telah dilakukan pada tahun 1960-an dan 1970an dengan penerapan budidaya stastis (sistem budidaya air tenang dengan
pergantian air) (Dionisio et al. 2013). Pemeliharaan larva pada penelitian ini
menerapkan sistem resirkulasi (Gambar 4). Selama masa pemeliharaan larva

8

diberikan makanan berupa fitoplankton jenis nannocloropsis yang dikultur dalam
akuarium berukuran 20 cm × 5 cm × 15 cm. Pemberian pakan larva dilakukan
satu kali sehari dengan nannocloropsis yang telah dikultur. Dosis yang diberikan
adalah 20 ml per akuarium pemeliharan larva.

Gambar 4 Wadah pemeliharaan larva nudibranch Phyllidiidae dengan sistem
resirkulasi
Akuarium dalam (1) telah dilubangi pada bagian dasar. Sistem aliran
sirkulasi berawal dari air pada akuarium filter dialirkan ke akuarium dalam (1).
Selanjutnya air pada akuarium dalam (1) akan mengalir ke akuarium luar (2)
setelah melewati pasir bali dan pasir malang (7). Selanjutnya air masuk ke
saluran outlet (3) yang dilanjutkan kembali ke bak filter dan melewati bioball,
patahan karang, serta pasir. Sistem ini bertujuan mencegah terjadinya perpindahan
larva tetapi massa air dapat berpindah.
Pengamatan perkembangan telur dan larva dilakukan di bawah mikroskop di
laboratorium Kesehatan Ikan Dep. BDP. Pengamatan yang dilakukan meliputi
perkembangan embriologi, dan perubahan larva. Pengamatan dilakukan setelah
pembuahan hingga telur menetas pukul 10.00-14.00 WIB (Gambar 5).

Gambar 5 Metode pengamatan perkembangan telur dan larva nudibranch
Phyllidiidae
Pengamatan Parameter Kualitas Air
Alat dan metode yang digunakan dalam pengukuran kualitas air disajikan
pada Tabel 1. Pengukuran dilakukan pada awal sebelum pemeliharaan dan

9

seminggu sekali selama pemeliharaan pada pagi hari pukul 08.00-09.00 WIB.
Pengukuran pH, salinitas, DO, TAN, suhu, serta kekeruhan dilakukan seminggu
sekali sebelum melakukan sampling.
Pengukuran suhu, DO, dan pH dilakukan langsung pada wadah
pemeliharaan. Pengukuran salinitas dilakukan dengan cara mengambil satu setetes
air pada wadah pemeliharaan untuk diamati pada refraktometer. Sementara untuk
pengukuran TAN, serta kekeruhan dilakukan dengan cara mengambil sampel pada
wadah pemeliharaan sebanyak 100 ml, untuk selanjutnya dilakukan pengukuran di
laboratorium Lingkungan Budidaya Perairan.
Tabel 1 Alat dan metode pengukuran kualitas air wadah pemeliharaan nudibranch
Phyllidiidae
No
1
2
3
4
5
6

Parameter
pH
TAN
Suhu
DO
Salinitas
Kekeruhan

Alat
pH Meter
Phenat
Termometer
DO Meter
Refraktometer
Turbidimeter

Metode
Insitu
Spektrofotometri
Insitu
Insitu
Insitu
Insitu

Analisis Data
Data diolah dengan bantuan Microsoft Excel 2010 dan dianalisis secara
deskriptif. Data yang diamati mencakup kelangsungan hidup, laju pertumbuhan
harian, pertumbuhan bobot harian, pertumbuhan panjang harian, derajat
perkawinan, derajat pemijahan, produksi telur, dan parameter kualitas air.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian Pendahuluan
Hasil pengamatan di tiga lokasi diantaranya: 1) Pulau Pramuka di sekitar
dermaga sebagian besar komponen penyusun substrat dasar perairannya berupa
patahan karang mati dan pasir. 2) Pulau Panggang di bagian selatan, memiliki
komponen penyusun substrat dasar yang sebagian besar terdiri dari karang keras,
karang lunak, spons, dan komponen biotik lainnya. 3) Pulau Semak Daun di
sebelah timur memiliki komponen penyusun substrat dasar yang serupa dengan
lokasi 2. Berdasarkan 3 lokasi pengamatan berbeda diketahui nudibranch spesies
Phyllidia varicosa paling banyak ditemukan di Pulau Panggang bagian selatan,
Phyllidiella pustulosa paling banyak ditemukan di Pulau Pramuka sekitar
dermaga, dan Phyllidiella nigra ditemukan merata pada 3 lokasi (Tabel 2).

10

Tabel 2 Keragaman jenis nudibranch Phyllidiidae pada 3 lokasi pengamatan
berbeda.
Spesies nudibranch

Lokasi Pengambilan
Selatan P.
Timur P. Semak
Panggang
daun
8
6
2
2
2
12
8

Dermaga
P.Pramuka
2
4
6
12

Phyllidia varicosa
Phyllidiella nigra
Phyllidiellaa pustulosa
Total

Total spesies
16
8
8
32

Pengamatan hubungan kepadatan nudibranch yang berbeda dengan
kelangsungan hidup selama seminggu masa adaptasi menunjukkan bahwa dengan
kepadatan 32 ekor per 2 liter air kelangsungan hidup selama 7 hari awal sebesar
66% dan dengan kepadatan 21 ekor kelangsungan hidup mencapai 86% (Gambar
6).
100100

93

100
81

TKH (%)

80

90
75

88

72

86
66

86
66

86
66

60
40
20
0
1

2

3

4
5
6
Hari ke
32 ekor/2 liter
21 ekor/2 liter

7

Gambar 6 Tingkat kelangsungan hidup (TKH) nudibranch Phyllidiidae selama 7
hari masa adaptasi dengan kepadatan transportasi 32 ekor/ 2 liter dan
21 ekor/ 2 liter
Berdasarkan hasil pengamatan habitat nudibranch diduga bahwa
karakteristik komponen dasar yang berbeda menunjukkan dominansi jenis
nudibranch yang berbeda pula. Hal ini diduga karena ketersediaan makanan pada
masing-masing lokasi yang berbeda, sehingga nudibranch yang mendominasipun
berbeda-beda, hal ini diduga erat kaitannya dengan nudibranch yang yang bersifat
stenophagus atau memiliki jenis makanan spesifik (Dionisio et al 2013).
Sehingga masing-masing spesies nudibranch akan banyak hidup dan berkembang
pada lokasi yang banyak tersedia makanannya.
Kelangsungan hidup selama masa adaptasi sangat erat kaitannya dengan
tingkat stres yang terjadi sebelum proses adaptasi atau penanganan proses
transportasi. Kelangsungan hidup nudibranch pada masa adaptasi dengan
perlakuan kepadatan transportasi berbeda menunjukkan perbedaan yang cukup
tinggi sebesar 20%. Kepadatan yang tinggi saat transportasi menyebabkan
konsumsi oksigen lebih tinggi, pergesekan antar spesies meningkat yang
mengakibatkan stres pada spesies nudibranch meningkat. Salah satu bentuk
pertahanan nudibranch adalah dengan mengeluarkan lendir ketika berada dalam
bahaya (Greenwood et al. 2004). Hal ini dibuktikan dengan lebih banyaknya

11

nudibranch yang mengeluarkan lendir pasca transportasi dengan kepadatan 32
ekor/ 2 liter dibandingkan dengan 21 ekor/ 2 liter. Pengamatan terhadap aktivitas
nudibranch famili phyllididae selama adaptasi menunjukkan beberapa aktivitas
diantaranya: nudibranch mengeluarkan lendir dari tubuhnya, spesies Phyllidia
varicosa mengalami hilangnya warna kuning pada mantel, dan sebagian besar
nudibranch muncul ke permukaan air. Angka kematian tinggi terjadi dari hari
pertama hingga hari ke-4 masa adaptasi.
Penelitian Utama
Tingkat Kelangsungan Hidup (TKH)
Gambar 7 menunjukkan bahwa kelangsungan hidup nudibranch dari
Phyllidiidae untuk perlakuan dengan spons adalah 100%, sedangkan perlakuan
tanpa spons sebesar 94%. Nudibranch yang mati berasal dari akuarium perlakuan
tanpa spons dengan spesies Phyllidiella pustulosa, nudibranch yang mati
mengalami pemudaran warna serta tubuh melunak.
100
100

100
94

100
94

100
94

94

TKH (%)

90
80
70
60
50
1

2
3
Minggu ke
Dengan Sponge
Tanpa Sponge

4

Gambar 7 Tingkat kelangsungan hidup (TKH) nudibranch Phyllidiidae selama 4
minggu pemeliharaan
Tahap pertama domestikasi menitikberatkan pada keberhasilan dalam
menjaga kelangsungan hidup spesies pada wadah budidaya dalam jangka waktu
tertentu. Kelangsungan hidup suatu biota sangat erat kaitannya dengan
lingkungan, ketersediaan makanan, umur, penyakit, serta genetik. Kesesuaian
lingkungan budidaya dengan lingkungan habitat spesies di alam menjadi penting.
Semakin sesuai kondisi lingkungannya akan semakin baik bagi kelangsungan
hidup biota. Persentase kelangsungan hidup yang tinggi dengan persentase >90%
merupakan persentase yang sangat baik untuk biota yang baru di pindahkan dari
alam ke wadah budidaya, artinya nudibranch mampu menyesuaikan diri dengan
lingkungan baru.
Kemampuan nudibranch untuk menyesuaikan diri pada lingkungan
budidaya ini tidak terlepas dari kualitas air dan ekosistem buatan yang
diupayakan sesuai dengan lingkungan nudibranch di alam. Merujuk pada Kepmen
LH 2004 tentang standar baku mutu air laut untuk biota laut menunjukkan bahwa
kualitas air pada wadah budidaya (Tabel 4) seperti pH, TAN, suhu, DO, dan
kekeruhan sangat sesuai dengan kebutuhan biota laut khususnya terumbu karang.
Nudibranch yang mengalami kematian berjumlah satu ekor dan terjadi pada

12

minggu awal pemeliharaan. Nudibranch yang mati pada perlakuan tanpa spons ini
diduga karena masih dalam kondisi stres sehingga tidak mampu beradaptasi
dengan baik pada lingkungan budidaya.
Pertumbuhan
Laju Pertumbuhan Harian (LPH)
Laju pertumbuhan nudibranch (Gambar 8) menunjukkan terjadi penurunan
yang dimulai pada minggu ke-2 hingga minggu ke-4 pemeliharaan. Penurunan
laju pertumbuhan mencapai 0,83 % untuk perlakuan dengan spons dan 0,76 %
untuk perlakuan tanpa spons. Pada minggu pertama pemeliharaan, laju
pertumbuhan sebesar 0,20 % untuk perlakuan dengan spons dan 0,48 % untuk
perlakuan tanpa spons.

LPH (%)

0.80
0.30

0.48
0.20

-0.20

1

2

-0.70

-0.57
-0.83

-1.20

3
-0.50-0.44

4
-0.68-0.76

Minggu ke
Dengan Sponge
Tanpa Sponge

Gambar 8 Rata-rata laju pertumbuhan harian (LPH) nudibranch Phyllidiidae
selama 4 minggu pemeliharaan
Pertumbuhan Bobot Harian (PBH)
Gambar 9 menunjukkan rata-rata laju pertumbuhan bobot harian selama
empat minggu pemeliharaan adalah -0,03 gram untuk perlakuan dengan spons
dan -0,02 gram untuk perlakuan tanpa spons. Penurunan laju pertumbuhan bobot
harian terjadi sejak minggu ke-2 pemeliharaan hingga minggu ke-4 pemeliharaan.

PBH (gram)

0.08
0.03
-0.02

0.02

0.03

1

2
-0.03-0.03

-0.07
-0.12

3
-0.03-0.03

4
-0.04
-0.05

Minggu ke
Dengan Sponge Tanpa Sponge

Gambar 9 Rata-rata pertumbuhan bobot harian (PBH) nudibranch Phyllidiidae
selama 4 minggu pemeliharaan

13

Pertumbuhan Panjang Harian
Gambar 10 menunjukkan bahwa rata-rata pertumbuhan panjang harian
untuk masing masing perlakuan adalah 0,14 mm untuk perlakuan dengan spons
dan 0,02 mm untuk perlakuan tanpa spons. Jika dilihat pertumbuhan panjang
harian perminggu terlihat jelas bahwa pertumbuhan panjang harian nudibranch
mengalami fluktuasi (Gambar 10).
1.00

PPH (mm)

0.66
0.50

0.35
0.19
0.04

0.03

0.05

0.00
1
-0.50

-0.032

3
Minggu ke

Dengan Sponge

4
-0.22

Tanpa Sponge

Gambar 10 Pertumbuhan panjang harian (PPH) nudibranch Phyllidiidae selama 4
minggu pemeliharaan
Domestikasi tahap dua menitik beratkan pada aspek pertumbuhan
nudibranch. Hasil pengamatan terhadap laju pertumbuhan harian serta
pertumbuhan bobot harian menunjukkan penurunan. Terjadinya penurunan ini
merupakan hal yang cukup relevan pada kondisi ini. Hal-hal yang diduga
menyebabkan nudibranch tidak tumbuh diantaranya: 1) kebutuhan nutrisi
nudibranch tidak terpenuhi dengan baik, mengingat bahwa sebagian besar
nudibranch bersifat stenophagus atau makanan spesifik, sehingga kuat dugaan
bahwa makanan yang diberikan berupa pakan cair dan artemia belum sesuai
dengan kebutuhan nudibranch Phyllidiidae. 2) nudibranch yang dipelihara tidak
berada dalam masa pertumbuhan, kuat dugaan bahwa nudibranch telah memasuki
masa dewasa dan aktif melakukan reproduksi. Hal ini dibuktikan dengan Gambar
11 dan Gambar 13 yang menunjukkan aktifitas perkawinan dan pemijahan cukup
tinggi. 3) terjadinya pengalihan energi, sebagian besar energi yang didapatkan dari
makanan dimanfaatkan untuk aktivitas reproduksi berupa aktivitas perkawinan
dan pemijahan.
Hasil pengamatan terhadap pertumbuhan panjang harian menunjukkan
terjadinya fluktuasi selama 4 minggu pemeliharaan dengan rata-rata pertumbuhan
panjang harian yaitu 0,14 mm untuk perlakuan dengan spons dan 0,02 mm untuk
perlakuan tanpa spons (Gambar 10). Hal ini diduga karena karakteristik tubuh
nudibranch yang tidak memiliki tulang, sehingga dapat memanjang dan
memendek. Kondisi ini berakibat pada hasil pengukuran panjang tubuh yang tidak
selalu menunjukkan panjang optimum. Chavanich et al. 2010 mengemukakan
bahwa sebagian besar nudibranch Phyllidiidae mendapatkan makanan dari spons.
Pada perlakuan dengan spons Stylissa flabelliformis tidak menunjukkan adanya
pertumbuhan yang lebih besar dibandingkan perlakuan tanpa spons. Hal ini
menguatkan dugaan bahwa spons Stylissa flabelliformis bukan makanan ataupun

14

tempat mencari makan bagi spesies Phyllidia varicosa, Phyllidiella pustulosa dan
P. nigra.
Reproduksi
Derajat Perkawinan
Gambar 11 menunjukkan persentase perkawinan untuk perlakuan dengan
spons sebesar 50%. Sementara untuk perlakuan tanpa spons sebesar 28%.
Persentase perkawinan tertinggi terjadi pada minggu ke-3 yaitu 22% pada
perlakuan dengan spons dan sebesar 11% pada perlakuan tanpa spons. Memasuki
minggu ke-4 pemeliharaan persentase perkawinan nudibranch kembali menurun.
Berdasarkan grafik yang terbentuk dapat dijelaskan bahwa pada minggu awal
terjadi peningkatan persentase perkawinan hingga minggu ketiga dan kembali
mengalami penurunan pada minggu terakhir.
100
% Perkawinan

80
60

50

40
20

11

6

28

22

17
6

11

6

0

0
1

2

3
4
Total
Minggu ke
Dengan Sponge Tanpa Sponge

Gambar 11 Derajat pekawinan nudibranch Phyllidiidae selama 4 minggu
pemeliharaan
Berikut ini merupakan aktifitas perkawinan pada beberapa induk nudibranch
yang dipelihara.

Gambar 12 Aktivitas perkawinan nudibranch Phyllidiidae. a dan b) spesies
Phyllidia varicosa dengan ukuran yang cukup berbeda melakukan
perkawinan, c) spesies phyllidiella pustulosa

15

Derajat Pemijahan
Persentase total pemijahan selama empat minggu pemeliharaan adalah
28% untuk perlakuan dengan spons dan tanpa spons (Gambar 13). pada minggu
pertama pemeliharaan persentase pemijahan sebesar 11% untuk masing masing
perlakuan, sedangkan pada minggu ke-3 persentase pemijahan sebesar 11% pada
perlakuan tanpa spons dan tidak terjadi pemijahan pada perlakuan dengan spons.
pemijahan yang terjadi pada minggu pertama merupakan hasil perkawinan yang
dilakukan oleh induk nudibranch pada saat berada di alam.

% Pemijahan

100
80
60
40
20

28 28
11 11

6

6

11

11

0

0

0
1

2

3
Minggu ke

Dengan Sponge

4

Total

Tanpa Sponge

Gambar 13 Derajat pemijahan nudibranch Phyllidiidae selama 4 minggu
pemeliharaan
Pada proses pemijahan, nudibranch menempelkan telurnya pada beberapa
media yang ditunjukkan pada Gambar 14 berikut.

Gambar 14 a) Phyllidia varicosa menempelkan telurnya pada spons, b) P.
varicosa menempelkan telurnya pada kaca akuarium, c) P. varicosa
menempelkan telur pada karang mati yang telah ditumbuhi alga saat
pengamatan di alam
Produksi Telur
Hasil produksi telur yang berasal dari enam sampel telur ditampilkan dalam
Tabel 3. Pengamatan terhadap jumlah telur dilakukan setelah induk nudibranch
mengeluarkan telur di akuarium pemeliharaan.

16

Tabel 3 Produksi telur nudibranch Phyllidiidae pada perlakuan dengan spons dan
tanpa spons
No
Perlakuan
sampel
1
Dengan
Spons
2
3
4
Tanpa
5
Spons
6
Total
Rata-Rata

Luas massa
telur (mm2)
452,2
530,7
1319,6
520,5
807,8
346,2
3976,8
662,8

n telur /
(mm2)
122
126
127
136
123
172
806
134,3

∑ telur
(butir)
55.164
66.863
167.587
70.782
99.355
59.544
519.294
86.549

Bobot
Induk (gr)
8
3,6
12,4
8,9
5,7
5.6
44,2
7,4

Rasio telur/gr
induk
6.895
18.573
13.515
7.953
17.431
10.633
75.000
12.500

Rata-rata luasan massa telur adalah 662,8 mm2, rata-rata jumlah telur per
mm2 adalah 134,3 butir telur per mm2 massa telur. Rata-rata jumlah telur per
induk adalah 86.549 butir dengan bobot rata-rata induk sebesar 7,4 gram,
sehingga didapatkan rasio jumlah telur per gram bobot induk adalah sebesar
12.500 butir.
Perkembangan Telur dan Larva
Berikut ini merupakan perkembangan sel telur nudibranch yang diamati
dengan bantuan mikroskop (Gambar 15).

Gambar 15 Perkembangan telur dan larva nudibranch Phyllidiidae
Pada hari pertama masih nampak 1 sel, hari kedua terjadi pembelahan
menjadi 4 sel, hari ke-3 hingga ke-5 terjadi perbanyakan sel yang tidak dapat
terhitung secara pasti. Hari ke-6 nampak terjadi pembentukan organ salah satunya
adalah alat gerak berupa bulu-bulu halus. Hari ke-9 telur menetas membentuk
larva yang dapat berenang bebas selanjutnya larva terus berkembang dan pada
hari ke-24 nampak jelas bentuk larva yang aktif bergerak bebas dengan alat gerak
berupa sirip ekor dan kaki.

17

Domestikasi tahap tiga menitik beratkan pada aspek perkembangbiakan atau
reproduksi. Nudibranch merupakan hewan yang memiliki sistem alat kelamin
ganda, namun setiap induk dewasa membutuhkan donor sperma dari induk
lainnya untuk proses pembuahan (Beeman 1970 ). Nudibranch dapat menyimpan
sperma dari donor dalam kantung penyimpanan sperma dan dimanfaatkan secara
bertahap (Rivest 1984). Setelah melakukan perkawinan dengan satu induk, induk
tersebut dapat melakukan perkawinan kembali dengan induk lain selang beberapa
saat setelah proses perkawinan pertama berakhir (Ludwig dan Walsh 2008).
Berdasarkan hasil pengamatan pada penelitian pendahuluan diketahui
bahwa nudibranch dari Phyllidiidae yang mulai melakukan perkawinan adalah
pada saat ukuran panjang tubuh telah melebihi 3 cm. Tanda- tanda yang jelas
berupa perubahan warna atau bentuk saat induk akan melakukan perkawinan tidak
terlihat. Gianguzza et al. (2004) menyebutkan bahwa sebelum melakukan
perkawinan beberapa nudibranch ada yang melakukan perkelahian terlebih dahulu
untuk menentukan peran betina atau jantan, induk yang menang umumnya
bertindak sebagai jantan dan yang kalah bertindak sebagai betina selain itu
beberapa nudibranch juga menggunakan perbedaan ukuran untuk menentukan
jenis kelamin saat kawin.
Pada nudibranch Phyllidiidae tidak tampak perkelahian sebelum melakukan
perkawinan, pada prosesnya induk yang siap melakukan perkawinan akan
bergerak mendekati calon pasangannya dan melakukan perkawinan. Secara umum
proses perkawinan terjadi antara induk dengan ukuran yang berbeda. Meskipun
pada akuarium yang sama terdapat beberapa nudibranch yang memiliki ukuran
homogen, induk akan mencari pasangan dengan ukuran yang relatif berbeda. Hal
ini diduga karena nudibranch Phyllidiidae memanfaatkan perbedaan ukuran dalam
menentukan jenis kelamin pada saat kawin. Durasi proses perkawinan sangat
beragam, ada yang berlangsung cepat (kurang dari 1 jam) namun ada juga yang
lebih dari 24 jam. Alat kelamin (Reproductive opening) pada nudibranch dari
famili Phylliidiidae terdapat pada sisi kanan dekat kepala (Lampiran 4).
Hasil pengamatan menunjukkan nudibranch membutuhkan tempat dengan
permukaan yang cukup rata seperti kaca akuarium, permukaan spons atau keramik
untuk melakukan proses perkawinan. Gambar 11 menunjukkan persentase
perkawinan pada perlakuan dengan sponge sebesar 50%, dan perlakuan tanpa
sponge sebesar 28%. Cukup tingginya persentase perkawinan nudibranch diduga
karena keadaan lingkungan atau kualitas air yang mendukung. Sperma yang
disimpan oleh induk akan dimanfaatkan untuk membuahi telur yang telah matang.
Jangka waktu antara proses kawin dan bertelur pada nudibranch dari Phyllidiidae
berbeda beda, bergantung pada tingkat kematangan telur yang ada pada induk.
Gambar 13 menunjukkan sebanyak 11% induk memijah pada minggu pertama
untuk masing masing perlakuan. Terjadinya pemijahan di minggu pertama ini
diduga terjadi pada induk yang telah melakukan perkawinan saat diambil dari
alam. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Rivest (1984), bahwa nudibranch dapat
menyimpan sperma dalam tubuhnya dan akan dimanfaatkan secara bertahap (saat
telur telah matang).
Induk nudibranch memijahkan telur pada substrat yang memiliki permukaan
cukup rata seperti kaca, permukaan spons, pipa, serta selang. Telur dikeluarkan
dalam bentuk butiran yang terlindung dalam selaput atau pita (Gambar 14) yang
membentuk lingkaran spiral dan bersifat menempel. Telur di keluarkan melalui

18

alat kelamin (Reproductive opening) (Lampiran 10). Durasi penempelan telur oleh
masing masing induk berbeda-beda, dipengaruhi oleh luasan massa telur atau
jumlah telur yang di produksi oleh induk dan bobot induk. Permukaan yang tidak
rata menyebabkan bentuk massa telur yang dibentuk oleh induk tidak beraturan,
karena pergerakan memutar induk untuk membentuk lingkaran spiral tidak
berlangsung dengan baik. Peran spons pada proses pemijahan adalah sebagai biota
asosiasi nudibranch yang menjadikan spons sebagai tempat untuk menempelkan
telur.
Jumlah telur yang dihasilkan oleh masing masing induk dalam luasan 1 mm ²
berkisar antara 122 hingga 172 butir, sedangkan jumlah telur tertinggi adalah
167.587 butir dengan luasan massa telur 1319,6 mm 2 (Tabel 2). Berdasarkan 6
massa telur yang berhasil diamati diketahui bahwa rasio jumlah telur per gram
induk adalah sebesar 12.500 butir. Mengacu pada Capo et al. (2002) beberapa hal
yang perlu diperhatikan untuk mendapatkan produksi telur yang bagus adalah, 1)
parameter kualitas air dan nutrisi, 2) pasangan hewan berukuran homogen dapat
meningkatkan jumlah embrio, 3) jumlah tebar induk antara 5 hingga 7 ekor per
akuarium. Keberadaan spons Stylissa flabelliformis pada wadah budidaya tidak
memberikan pengaruh terhadap hasil derajat perkawinan, derajat pemijahan, dan
produksi telur. Namun keberadaan spons berperan sebagai tempat proses kawin
dan memijahkan telur.
Perkembangan sel telur yang diamati pada mikroskop (Gambar