Organisme perusak kayu pada bahan baku kemasan kayu dan usaha pengendaliannya dalam persiapan implementasi ISPM # 15
DAN USAHA PENGENDALIANNYA DALAM PERSIAPAN IM PLEM ENTASI ISPM # 15
YANI DAW Y
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2009
(2)
PERNYATAAN M ENGENAI TESIS DAN SUM BER INFORM ASI
Dengan ini saya menyat akan bahwa t esis dengan judul Organism e Perusak Kayu pada Bahan Baku Kemasan Kayu dan Usaha Pengendaliannya dalam Persiapan Implement asi ISPM #15 adalah karya saya dengan ar ahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal at au dikut ip dari karya yang dit erbit kan maupun t idak dit erbit kan dari penulis lain t elah disebut kan dalam t eks dan dicant umkan dalam Daft ar Pust aka di bagian akhir t esis ini.
Bogor, Februari 2009
Yani Daw y NRP A451064114
(3)
YANI DAW Y. W ood Destroying Organisms on W ood Packaging M aterials and Their Control to Support The Preparation of Implementation of ISPM #15. Supervised by I W AYAN W INASA and IDHAM SAKTI HARAHAP.
Wood packaging mat erials usually used as case, w ooden barrel, pallet , and dunnage w ere com monly made of low qualit y and various kinds of raw w ood, w hich could be a pot ent ial source and t ransfer agent for Wood Dest roying Organisms (WDO). Appropriate regulat ion need t o be applied t o pr event t his WDO t ransport ed world wide. FAO in M arch 2002 has aut horized Int ernat ional St andard for Phyt osanit ary M easures (ISPM #15) cont aining The Guidelines for Regulat ing Wood Packaging M aterials in Int ernat ional Trade as a st andard guideline t o regulat e t he condit ions and quarantine measures for wood packaging. This resear ch was aimed t o follow t he pat hway of t he preparat ion of raw wood for wood packaging mat erials and t o survey t he species of WDO which possibly infest ed t hose woods. Observat ion was carried out by t aking wood samples in five war ehouses owned by companies w hich preparing wooden pallet s or other kinds of w ood packaging mat erials, as w ell as t hose ow ned by export er’s in Jakart a and the vicinit y areas. WDOs f ound from t his observat ion w ere 7 species of insect s and 3 species of fungi.
(4)
RINGKASAN
YANI DAW Y. Organisme Perusak Kayu Pada Bahan Baku Kemasan Kayu Dan Usaha Pengendaliannya dalam Persiapan Implement asi ISPM #15. Dibimbing oleh I WAYAN WINASA dan IDHAM SAKTI HARAHAP.
Kemasan kayu yang biasanya digunakan untuk pet i, t ong kayu,pallet,dunnage, dan lain-lain umumnya t erbuat dari berbagai jenis kayu ment ah dan bermut u rendah, sehingga sangat berpot ensi m enjadi sumber dan media pembaw a organisme perusak kayu (OPK). Penerapan at uran, syarat dan tindakan karant ina t erhadap kemasan kayu harus dilaksanakan unt uk mencegah OPK ini menyebar di seluruh dunia. FAO pada M aret 2002 t elah mengesahkan International St andar f or Phyt osanit ary M easures (ISPM #15) t ent ang Guidelines for Regulat ing Wood Packaging M at erial in Int ernat ional Trade sebagai suatu pedoman st andar dalam mengat ur syarat -syarat dan t indakan karant ina bagi kemasan kayu. Penelit ian ini bert ujuan unt uk menelusuri jalur penyiapan kayu unt uk bahan kemasan dan menget ahui jenis-jenis OPK pada kayu yang akan digunakan sebagai bahan kemasan.
Pengambilan sampel OPK dilakukan dengan cara mengambil serangga yang dit emukan dan m engambil bagian kemasan kayu yang t erserang pat ogen pada lima gudang perusahaan pembuat anpallet kayu at au bahan baku kemasan kayu lainnya, yang dimiliki eksport ir yang berada di w ilayah DKI Jakart a dan sekit arnya, yait u PT Karuna Sumber Jaya, PT Vict ory Cemerlang Indonesia Wood Indust ry, PT Adi Putra Perkasa, CV M it ra Karya Ut ama dan CV M it ra Prat ama.
Dari penelit ian ini disimpulkan bahw a keberadaan jenis serangga pada kayu kemasan dipengaruhi oleh kondisi gudang dan j enis kayu yang digunakan. Sedangkan keberadaan cendawan t idak dipengaruhi oleh kondisi gudang dan jenis kayu yang digunakan sebagai bahan kemasan. Dalam penelit ian ini dit emukan 7 spesies seran gga dan 3 spesies cendawan yang t er golong sebagai OPK. Jenis serangga yang dit emukan dari hasil survei yang t ergolong sebagai serangga perusak kayu adalah Xyst rocera sp. Bat ocerasp., Carpophilus sp.,Sinoxylon anale, Copt ot ermes havilandi, M acrotermes,dan Crypt ot ermes. Jenis cendawan yang dit emukan dari hasil survei yang t ergolong sebagai OPK adalahChaet omiumsp ,Conicomycessp., danFusarium roseum.
(5)
Hak Cipt a dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian at au seluruh karya t ulis ini t anpa mencant umkan at au menyebut kan sum bernya. Pengut ipan hanya unt uk kepent ingan pendidikan, penelit ian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan krit ik, at au t injauan suat u masalah; dan pengut ipan t ersebut t idak merugikan kepent ingan yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya t ulis dalam bent uk apapun t anpa izin IPB.
(6)
ORGANISM E PERUSAK KAYU PADA BAHAN BAKU KEM ASAN KAYU DAN USAHA PENGENDALIANNYA DALAM PERSIAPAN
IM PLEM ENTASI ISPM # 15
YANI DAW Y
Tesis
sebagai salah sat u syarat unt uk memperoleh gelar M agist er Sains pada
Program St udi Ent omologi-Fit opatologi
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2009
(7)
Kayu dan Usaha Pengendaliannya dalam Persiapan Implement asi ISPM # 15
Nama M ahasisw a : Yani Daw y
NRP : A451064094
Diset ujui : Komisi Pembimbing
Dr. Ir. I Wayan Winasa, M .S Dr. Ir. Idham Sakt i Harahap, M .Si Ket ua Anggot a
Diket ahui
Ket ua Program St udi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Entomologi/ Fit opatolo gi
Dr. Ir. Sri Hendrast ut i Hidayat , M .Sc Prof. Dr. Ir. Khairil A. Not odiput ro, M .S Tanggal Ujian : 20 Februari 2009 Tanggal Lulus :
(8)
PRAKATA
Syukur Alhamdulillah penulis panjat kan kehadirat Allah SWT, sehingga penulis dapat menyusun TESIS yang berjudul, ORGANISM E PERUSAK KAYU PADA BAHAN BAKU KEM ASAN KAYU DAN USAHA PENGENDALIANNYA DALAM PERSIAPAN IM PLEM ENTASI ISPM #15 Penelit ian ini bertujuan untuk menelusuri jalur penyiapan kayu unt uk bahan kemasan, mengetahui jenis-jenis OPK pada kayu yang akan digunakan sebagai bahan kemasan, dan perlakuan yang diberikan unt uk pengendalian OPK yang ada. Penelit ian dilakukan dalam bent uk survei yang dilaksanakan di gudang kayu kemasan di wilayah Jakart a, Agust us sampai Okt ober 2008.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. I Wayan Winasa, M .S dan Bapak Dr. Ir. Idham Sakt i Harahap, M .Si selaku pembimbing yang t elah memberikan bimbingan, arahan, krit ik dan saran. Dan Badan Karant ina Pert anian yang t elah memberikan Beasisw a, juga kepada Balai Besar Uji St andar Karant ina Pert anian at as bant uan fasilit as sarana maupun prasarana selama pelaksanaan penelit ian. Semoga amal dan kebaikan akan senant iasa dilimpahkan rahmat dan karunia.
Penulis juga mengucapkan t erima kasih kepada suami A.Faisal dan anakku Fani, kedua orang t uaku tercinta, kakak dan adik, atas kasih sayang, dukungan mat eri dan doa yang tiada hent i. Kepada Ibu Sylvia, Nurjanah, Fahri, Dani, M enda, Ida, M orisa, dan t eman-t eman Program Khusus Karant ina t erima kasih at as bant uannya dan kebersamaan selama penulis mengikut i st udi di Sekolah Pascasarjana IPB. Akhir kat a semoga karya t ulis ini bermanfaat .
Bogor, Februari 2009
(9)
Penulis dilahirkan pada t anggal 25 Juni 1968 di Ujung Pandang sebagai anak kedua dari empat bersaudara. Orang tua penulis adalah bapak Daw y Dalle dan M aemunah. Penulis menikah dengan Achmad Faisal pada t ahun 1998.
Pendidikan dasar hingga menengah at as disel esaikan oleh penulis di Ujung Pandang. Pada akhir tahun 1993 penulis lulus dari Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakult as Pert anian,Universit as Hasanudin. Sejak tahun 2001 hingga sekarang penulis bekerja sebagai pegawai negeri sipil di Balai Besar Uji St andar Karant ina Pert anian di Jakarta. Pada t ahun 2007 penulis mendapat beasiswa dari Badan Karant ina Pert anian, dan dit erima sebagai mahasiswa Pascasarjana, Program St udi Ent omolo gi-Fit opat ologi, Inst it ut Pert anian Bogor.
(10)
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAM BAR ... xii
DAFTAR LAM PIRAN ... xiii
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Tujuan ... 3
TINJAUAN PUSTAKA ... 4
Kemasan Kayu dan ISPM #15 ... 4
Sertifikasi ... 5
Sifat -sifat Kayu ... 5
OPK yang M ungkin Terbaw a Kemasan Kayu ... 6
Kumbang kulit kayu ... 6
Penggerek kulit kayu ... 7
Rayap kayu kering ... 7
Rayap t anah ... 8
Kumbang t epung ... 8
Kumbang penggerek kayu ... 9
Cendaw an Tambang ... 10
Busuk kering ... 10
Regulasi ISPM #15 ... 11
Perlakuan Panas (Heat t reat ment / HT) ... 12
BAHAN DAN M ETODE ... 14
Waktu dan Tempat ... 14
Bahan dan Alat ... 14
M etode Penelit ian ... 14
Pengambilan sampel ... ... 14
Ident ifikasi Organisme Perusak Kayu (OPK) ... ... 15
Analisis Data ... 15
HASIL DAN PEM BAHASAN ... 16
Karakt erist ik Gudang ... 16
Hasil Inventarisasi Serangga ... 22
1. Ordo Coleopt era ... 24
a. Famili Nitidulidae ... 24
b. Famili Histeridae ... 25
c. Sinoxylon anale(Bost richidae) ... 25
d. Cerambycidae ... 26
e. Bat ocerasp. ... 26
f . Ahasverus advenae ... 27
g. Lophocateres sp. ... 27
2. Ordo Hymenopt era ... 28
a. Tetraponera sp. ... 28
(11)
a.Copt ot ermessp. ... 29
b.M acrotermessp. ... 30
c.Crypt ot ermessp. ... 30
4. Ordo Hemiptera ... 31
a.Lyct ocoris campet ris ... 31
b.Xylocoris sp. ... 31
Hasil invent arisasi cendaw an pada gudang kemasan kayu ... 32
1. Paecilomyces sp. ... 33
2. Aspergillus sp. ... 34
3. Aureobasidium sp. ... 34
4. St achylidium sp. ... 35
5. Collybia sp. ... 35
6. Pycnoporus sanguineus ... 36
7. Schizophyllum commune ... 36
8. Chaet omium sp. ... 36
9. Humicola sp. ... 37
10. Gliomast ix sp. ... 37
11. Fusarium roseum ... 38
12. Conicomyces sp. ... 38
KESIM PULAN DAN SARAN ... 45
DAFTAR PUSTAKA ... 46
(12)
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Karakt eristik Gudang ... 19
2. Skoring Karakteristik Gudang t erhadap adanya OPK ... 21
3. Hasil invent arisasi pada 5 gudang kemasan kayu yang disurvei ... 22
4. Jenis-jenis cendaw an yang dit emukan pada kemasan kayu ... 33
(13)
Halaman
1. Kondisi Gudang PT. Karuna Sumber Jaya ... 16
2. Kondisi Gudang PT. Vict ory Cem erlang Indonesia Wood Indust ry ... 17
3. Kondisi Gudang PT Adi Putra Perkasa ... 17
4. Kondisi Gudang CV. M itra Karya Ut ama ... 18
5. Kondisi Gudang CV. M itra Pratama ... 18
6. Carpophilussp. ... 24
7. Hololeptasp. ... 25
8. Sinoxylon anale ... 25
9. Xyst rocera fest iva ... 26
10. Bat ocerasp. ... 27
11. Ahasverus advena ... 27
12. Lophocat eressp. ... 28
13. Tetraponerasp. ... 28
14. Dolichoderus sp. ... 29
15. Copt ot ermessp. ... 30
16. M acrot ermessp. ... 30
17. Crypt ot ermessp. ... 30
18. Lyct ocorissp. ... 31
19. Xylocoris sp... 31
20. Paecilomycessp. ... 34
21. Aspergillussp. ... 34
22. Aureobasidium sp. ... 34
23. St achylidium palladium ... 35
24. Collybiasp. ... 35
25. Pycnopor us sanguineus ... 36
26. Schizophyllum commune ... 36
27. Chaet omiumsp. ... 37
28. Humicolasp. ... 37
29. Gliomast ixsp. ... 38
30. Fusarium roseum ... 38
(14)
DAFTAR LAM PIRAN
Halaman
(15)
Latar Belakang
Kemasan kayu yang biasanya digunakan untuk peti, tong kayu, pallet, dunnage, dan lain-lain merupakan unsur penting dalam pengangkutan berbagai komoditas, untuk keperluan domestik atau internasional, dengan frekuensi kebutuhan yang sangat tinggi. Bahan baku kemasan kayu di Indonesia dihasilkan dari Hutan Tanaman Industri dan Hutan Rakyat (Rismayadi 2008). Kemasan kayu pada umumnya terbuat dari berbagai jenis kayu mentah dan bermutu rendah, sehingga sangat berpotensi menjadi sumber dan media pembawa Organisme Perusak Kayu (OPK) dalam perdagangan internasional, khususnya serangga-serangga penggerek kayu dan beberapa jenis cendawan. Upaya untuk menghindari keberadaan dan penyebaran OPK melalui kemasan kayu dapat dilakukan secara dini melalui tindakan pencegahan pada tahapan pemilihan dan pengumpulan jenis kayu. Berdasarkan uraian dan alasan tersebut di atas, beberapa negara menerapkan aturan dan syarat tertentu mengenai kemasan kayu tersebut dalam perdagangan internasional (Badan Karantina Pertanian 2007).
Penerapan aturan, syarat dan tindakan karantina terhadap kemasan kayu harus dibuat secara profesional, sehingga dapat diterima seluruh negara. Penerapan aturan ini dibuat agar tidak mengakibatkan hambatan yang serius bagi kelancaran perdagangan. Dalam kaitan tersebut, FAO menetapkan suatu standar pedoman bagi semua negara anggotanya dalam mengatur syarat-syarat dan tindakan karantina bagi kemasan kayu yang digunakan untuk mengangkut komoditas dalam perdagangan internasional. FAO melalui Interim Commission on Phytosanitary Measures (ICPM) pada Maret 2002 telah mengesahkanInternational Standard for Phytosanitary Measures (ISPM #15) tentang Guidelines for Regulating Wood Packaging Material in International Trade. Melalui ISPM #15 tersebut, OPT yang terdapat di dalam kemasan kayu yang masuk ke dalam suatu negara tujuan ekspor, harus diperiksa, diidentifikasi jenisnya, dan dihitung populasinya. Hal ini dilakukan agar didapatkan suatu data pendukung untuk menunjang aplikasi aturan ISPM #15 tersebut (FAO 2006).
(16)
2 Indonesia sebagai anggota FAO juga telah mempersiapkan diri untuk menerapkan ISPM #15 yang diatur dalam bentuk Undang-Undang, Keputusan Presiden (Keppres) dan Peraturan Pemerintah/PP (Badan Karantina Pertanian 2007). Sebagai negara tropis Indonesia memilki kondisi iklim dan ekologi yang berbeda dengan negara-negara subtropis yang juga secara tidak langsung berpengaruh terhadap keberadaan OPK. Oleh karena itu, dalam penerapan ISPM #15 terhadap kemasan kayu diperlukan fleksibilitas dan modifikasi perlakuan selama tidak bertentangan dengan aturan standar ISPM #15. Sebagai contoh, aturan standar ISPM #15 menganjurkan perlakuan terhadap kemasan kayu yang digunakan dalam pengiriman komoditas ekspor dengan cara pemanasan pada suhu 56°C minimal selama 30 menit. Namun untuk kondisi iklim tropis seperti Indonesia yang memiliki keanekaragaman hayati yang lebih tinggi tentunya mempunyai keragaman serangga perusak dan mikroba penyebab penyakit yang juga lebih tinggi, konsekuensinya dibutuhkan perlakuan pemanasan pada suhu yang sedikit berbeda dengan standar yang telah ditetapkan di negara subtropis.
Pengendalian terhadap OPK pada kemasan kayu perlu dilakukan untuk mendukung dan menunjang implemetasi ISPM #15. Pengendalian serangga perusak kayu biasanya dilakukan dengan cara fumigasi atau penyemprotan insektisida.
Beberapa jenis serangga dan mikroba yang umum ditemukan atau terbawa pada kemasan kayu dan dapat menyebabkan kerusakan, diantaranya adalah kumbang kulit kayu, penggerek kulit kayu, kumbang tepung, rayap kayu kering dan kumbang penggerek batang (Robinson 1989), sedangkan mikroba perusak kayu seperti cendawan tambang dan cendawan kulit kering (Thomasson et al 2006).
OPK tersebut di atas sering juga ditemukan pada tanaman hutan atau kemasan kayu yang berasal dari tanaman kayu rakyat. OPK tersebut diduga dapat terbawa dan tersebar melalui potongan kayu yang digunakan sebagai bahan kemasan kayu untuk pembuatan peti, tong kayu, pallet, dan dunnage. Survei pendahuluan di beberapa perusahan pembuatan pallet memperlihatkan adanya gejala kerusakan akibat OPK pada kemasan kayu yang akan digunakan. OPK tersebut di antaranya jenis kumbang penggerek kayu, rayap dan cendawan.
(17)
Menurut Speight dan Wylie (1986) serangga dan mikroba tersebut di atas merupakan serangga dan mikroba yang umum ditemukan pada hutan-hutan tropis seperti di Indonesia. Kebanyakan dari gejala kerusakan dan OPK ditemukan di tempat penumpukan atau penggergajian. Selain itu, ditemukan pula serangga lain dengan berbagai gejala serangan, misalnya lubang dan tepung di sekitar bekas gerekan. Keberadaan organisme yang diduga sebagai perusak kayu tersebut dapat terjadi karena beragamnya jenis dan mutu kayu yang digunakan sebagai bahan dasar kemasan kayu. Mutu dan jenis kayu yang beragam dapat menjadi sumber infestasi OPK karena adanya sumber makanan dengan berbagai komposisi bahan kimia dan fisik kayu yang berbeda (Thomassonet al 2006).
Berdasarkan uraian di atas, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui keberadaan OPK dalam kemasan kayu yang dapat digunakan sebagai bahan informasi untuk mendukung persiapan inplementasi ISPM #15 dalam perdagangan internasional.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk menelusuri jalur penyiapan kayu untuk bahan kemasan dan mengetahui jenis-jenis OPK pada kayu yang akan digunakan sebagai bahan kemasan dan perlakuan yang diberikan untuk pengendalian OPK yang ada.
(18)
TINJAUAN PUSTAKA
Kemasan Kayu dan ISPM #15
Seluruh komponen kemasan kayu adalah bahan organik, kecuali bahan pengikatnya, sehingga mudah sekali berinteraksi dengan kondisi lingkungannya, baik kondisi fisik maupun biotik. Stabilitas dimensi kemasan kayu dapat menjadi rendah karena sifat higroskopis yang dimilikinya, sehingga mudah berikatan dengan uap air di sekitarnya, atau melepaskan uap air pada saat kondisi di sekitarnya kering. Disamping itu, aspek yang sangat penting adalah bahwa kayu sebagai material organik merupakan sumber nutrisi bagi banyak jenis organisme, terutama serangga dan cendawan (Rismayadi 2008).
Umumnya kemasan kayu terbuat dari kayu mentah yang rendah mutunya sehingga sangat berpotensi menjadi media penyebaran organisme pengganggu tumbuhan khususnya serangga penggerek kayu. Oleh karena itu, banyak negara yang menerapkan syarat-syarat dan tindakan karantina yang cukup ketat terhadap kemasan kayu tersebut. Untuk mengatur hal tersebut dan untuk menghindari terjadinya hambatan terhadap kelancaran perdagangan, FAO memandang perlu untuk menetapkan suatu standar sebagai pedoman bagi semua negara dalam mengatur syarat-syarat dan tindakan karantina bagi kemasan kayu yang digunakan untuk mengangkut komoditas dalam perdagangan intemasional. Standar tersebut adalah Guidelines for Regulating Wood Packaging Material in International Trade (ISPM #15) yang telah disahkan olehInterim Commission on Phytosanitary Measures (ICPM) pada Maret 2002 (FAO 2006).
Tujuan ISPM #15 ini adalah sebagai pedoman dalam melaksanakan perlakuan dan sertifikasi terhadap kemasan kayu yang digunakan dalam pengangkutan komoditas ekspor. Dalam dokumen ini dijelaskan tentang cara-cara perlakuan dan sertifikasi serta syarat-syarat dan tata cara penilaian terhadap perusahaan yang akan ditunjuk untuk melaksanakan perlakuan dan sertifikasi terhadap kemasan kayu yang digunakan dalam pengangkutan komoditas ekspor. Jenis-jenis kayu yang perlu disertifikasi adalah :
(19)
kayu, penopang, pengganjal dan sejenisnya yang digunakan dalam pengangkutan komoditas ekspor
b) Pengecualian dari ketentuan huruf (a) adalah kemasan kayu yang terbuat dari kayu yang diolah dengan menggunakan perekat, panas, dan/atau tekanan seperti kayu lapis (plywood, veneer, dan particle board/lembaran kayu yang ketebalannya kurang dari 6 mm).
Sertifikasi
Sertifikasi dilakukan oleh perusahaan yang memproduksi kemasan kayu atas penunjukan Kepala Badan Karantina Pertanian dengan membubuhkan logo (marking) pada bagian samping pallet yang telah jadi dengan jelas berdasarkan aturan yang telah ada.
Perusahaan yang dapat diregistrasi untuk melaksanakan perlakuan dan sertifikasi sebagaimana yang dimaksud dalam ISPM #15 ini adalah perusahaan yang memproduksi kemasan kayu dan memberikan jasa pengemasan terhadap pihak ketiga, berdomisili di Indonesia dan merupakan Badan Hukum Indonesia. Syarat-syarat registrasi meliputi administrasi dan teknis.
Badan Karantina Pertanian bertindak selaku regulator dari ketentuan kemasan kayu terhadap semua aktivitas perusahaan kemasan kayu/wood packing house (Pusat Karantina Tumbuhan 2006).
Sifat-sifat Kayu
Susunan unsur kimia kayu terdiri dari 50% Carbon, 6% Hidrogen, 44% Oksigen, dan sedikit unsur lainnya. Komposisi kimia kayu terutama tersusun oleh tiga bahan polimer, yaitu selulosa, hemiselulosa dan lignin. Substansi-substansi lain yang dijumpai didalam kayu adalah nitrogen, pektin, gula dengan berat molekul rendah, zat-zat ekstraktif dan mineral. Selulosa merupakan bagian terbesar yang terdapat dalam kayu (39 55%), lignin (18 32%), hemiselulosa (21 24%), zat ekstraktif (2 6%), dan mineral (0,2 2%). Ciri-ciri struktural yang dapat diamati secara makroskopis adalah lingkaran-lingkaran tahun, jari-jari, serat kayu, mata kayu serta struktur kayu teras dan gubal. Kayu gubal yang berada di bagian luar mengandung sel-sel yang hidup. Kayu teras secara fisiologis tidak
(20)
6 berfungsi lagi, hanya berfungsi untuk menunjang pohon secara mekanis. Pada kayu teras terdapat endapan-endapan bahan organik berupa beberapa jenis zat ekstraktif, seperti senyawa fenol dan resin yang berpengaruh terhadap keawetan kayu (Rismayadi 2008).
Perbedaan komposisi kimia dan struktur kayu akan memberikan pengaruh terhadap sifat keawetan dan kekuatan (sifat fisis mekanis) kayu. Kayu-kayu kelas rendah yang biasa dipakai sebagai bahan bangunan seperti kayu sengon, afrika, rasalama, puspa, nangka, suren mengandung banyak kandungan selulosa dan hemiselulosa, serta sedikit sekali mengandung zat-zat ekstraktif yang berguna sebagai mekanisme kimia pertahanan kayu terhadap organisme perusaknya. Akibatnya, kayu-kayu kemasan yang banyak menggunakan jenis kayu tersebut diatas merupakan sumber makanan yang potensial bagi banyak organisme (Rismayadi 2008).
OPK yang Mungkin Terbawa pada Kemasan Kayu
Fakta yang berkembang di lapangan adalah bahwa berbagai serangga dan cendawan telah disebarkan melalui distribusi kemasan kayu antar negara melalui proses perdagangan internasional. Beberapa OPK yang tersebar melalui distribusi kemasan kayu adalah Cryptotermes cynocephalus dan Coptotermes formosanus. C. cynocephalus(rayap kayu kering) sangat umum terdapat di Indonesia dan telah menyebar di hampir semua negara beriklim tropis karena pada masa lalu peredaran peti kemas kayu tidak diawasi (Rismayadi 2008). Serangga-serangga lain yang dapat menjadi OPK pada kayu bahan kemasan diantaranya adalah kumbang kulit kayu dan penggerek kulit kayu.
Kumbang kulit kayu
Kumbang kulit kayu, Hylurdrectonus araucariae (Coleoptera : Scolytidae) merupakan serangga hama yang umum ditemukan pada pohon berkayu dan beberapa spesiesnya menyerang pohon yang berdaun lebar. Genus Hylurdrectonus memiliki beberapa ratus spesies dengan berbagai gejala kerusakan yang ditimbulkannya (Speigth and Wylie 1986).
(21)
Kumbang dewasa dapat ditemukan dengan mudah bersama telur, larva dan pupa dalam ranting pohon yang diserang. Baik larva dan serangga dewasa bertanggung jawab terhadap kerusakan yang terjadi. Serangga ini dapat ditemukan di daerah Papua. Serangga dewasa betina meletakkan telur dalam bentuk kelompok dan ditempatkan di bawah kulit kayu secara sejajar. Telur menetas menjadi larva dengan bantuan getah kayu yang kadang kala dikelilingi oleh spora cendawan bernoda biru. Larva berukuran panjang 6 sampai 7 mm berwarna putih susu, silindris dengan bagian atas kepala berwarna coklat pucat atau kuning tua. Larva akan membentuk kepompong dan keluar menjadi menjadi serangga dewasa di dalam kulit kayu dengan ukuran panjang 6 mm (Gray 1976).
Penggerek kulit kayu
Kumbang penggerek kulit kayu (Ernobius molli) tergolong ke dalam ordo Coleoptera, famili Anobiidae. Kumbang ini dapat merambat melalui kerusakan yang terjadi pada tiang pagar dan kayu. Namun kumbang ini dapat pula ditemukan pada kayu yang keras, dan menyebabkan terbentuknya lubang kecil (Hickin 1968). Imago betina dapat meletakkan telur 20 sampai 30 butir yang ditempatkan di dalam celah-celah kulit kayu. Telur menetas 2-3 minggu setelah diletakkan. Kepompong umumnya terbentuk dalam waktu satu atau dua minggu. Kepompong akan keluar menjadi serangga dewasa selama periode waktu diantara bulan Mei dan Agustus. Serangga dewasa berukuran 3 sampai 6 mm, berwarna merah atau coklat muda, ditandai dengan terbentuknya rambut-rambut berwarna sutera kuning (Creefield 1991).
Rayap kayu kering
Rayap kayu kering (Cryptotermes spp.) pada umumnya ditemukan pada kayu kering, misal kayu yang berstruktur. Biasanya rayap ini memperluas sarangnya dengan memakan kayu ke segala arah, dan adakalanya meninggalkan rongga, namun bagian luar kayu yang terinfestasi terlihat normal. Gejala serangan akibat rayap kayu kering biasanya ditandai dengan adanya serbuk pada bagian yang terinfestasi (Speigth and Wylie 1986).
(22)
8 Serangga dewasa yang bersayap (laron) berukuran 7 sampai 11 mm, tumbuh dan berkembang dari sarang dan kerumunan. Setelah penerbangan singkat, mereka akan hinggap dan melepaskan sayapnya. Serangga dewasa betina akan menarik perhatian serangga dewasa jantan untuk datang, setelah serangga dewasa betina dan jantan bertemu selanjutnya mencari tempat yang cocok, misalnya pada retakan tiang kayu. Mereka kemudian mulai membuat lubang pada kayu dan menunggu hingga sarang tertutup untuk kawin pada setiap koloninya. Perkembangan koloni berjalan lambat. Dalam setahun, raja dan ratu hanya dapat memproduksi 3 atau 4 larva. Larva berukuran 1 mm berwarna putih transparan, larva berkembang menjadi pekerja, prajurit atau laron. Laron berwarna pucat dengan ukuran rongga dada sekitar 5 mm dengan kepala lebih gelap (Thomassonet al. 2006).
Rayap tanah
Rayap tanah merupakan rayap yang paling banyak menyerang kayu konstruksi pada suatu bangunan gedung. Kelompok rayap ini bersarang di dalam tanah, tetapi mampu menjangkau objek-objek serangannya yang berada jauh di atas permukaan tanah. Dari pusat sarang di dalam tanah ke objek-objek tersebut rayap terhubung melalui saluran-saluran tanah yang disebut sebagai liang kembara, sebagai jalan bagi rayap sekaligus sebagai tempat perlindungan. Oleh karena itu, setiap serangan oleh rayap ini ditandai oleh adanya tanah liang kembara rayap (Rismayadi 2008). Spesies rayap tanah yang terdapat di Indonesia adalah Nasutitermessp. danMacrotermessp. (Borroret al. 1983).
Kumbang tepung
Kumbang tepung (Lyctus brunneus) merupakan hama hutan dan umumnya menjadi penyebab utama kerusakan perabotan, peralatan olahraga, lantai blok kayu dan pengerjaan kayu halus. Stadium larva merupakan fase yang paling merusak (Eaton dan Hale 1993).
Serangga dewasa betina bertelur jika kandungan kanji kayu cukup tinggi dan meletakkan telur ke dalam pori-pori kayu keras dan lebar. Telur yang diletakkan oleh betina dewasa berkisar antara 30 dan 50 telur, berwarna keputih-putihan, panjang dan silindris. Telur menetas menjadi larva dalam waktu satu sampai dua
(23)
minggu. Larva berwarna putih susu dan berukuran 6 mm saat berkembang sempurna dan berubah menjadi kepompong antara dua sampai empat minggu di dekat permukaan kulit kayu.
Serangga akan keluar menjadi serangga dewasa dengan cara menggigit kulit kepompong. Serangga dewasa berukur panjang 5 mm, berwarna coklat kemerahan, tipis dan agak rata. Umumnya serangga keluar dari kepompong sekitar bulan Juni dan Agustus.
Siklus hidup serangga ini berlangsung antara satu sampai tiga tahun dengan menginfestasi berbagai macam kayu dengan bergantung pada kondisi lingkungan (Robinson 1989).
Kumbang penggerek kayu
Kumbang penggerek kayu (Euophryum sp.) merupakan serangga yang menginfestasi dan merusak kayu yang lembab dan kayu yang telah membusuk Serangga ini lebih umum ditemukan merusak kayu yang membusuk akibat adanya infeksi primer oleh cendawan pada bagian sel epidermis kayu dan menyebar secara lokal pada bagian kayu yang masih sehat (Eaton dan Hale 1993).
Serangga dewasa betina mengeluarkan telur secara satu per satu, khususnya dalam lubang yang dipindahkan. Telurnya mengkilap, putih, lentur serta rata di salah satu ujungnya. Telur menetas menjadi larva setelah 16 hari.
Larva berada dalam terowongan yang dibuat pada bagian dalam kayu selama enam bulan sampai satu tahun. Larva berwarna putih susu berbentuk C, berkerut dan tidak bertungkai. Larva berkembang menjadi kepompong dan menempati permukaan dalam kayu selama dua hingga tiga minggu.
Serangga dewasa akan keluar dari kepompong dengan cara menggerek kulit kepompong, dan umumnya terjadi pada saat musim kering atau panas. Serangga dewasa berukuran panjang 2,5 sampai 5 mm, berwarna coklat kemerahan sampai hitam. Serangga ini memiliki moncong yang panjang, tubuh silindris dan tungkai pendek. Serangga dewasa dapat bertahan hidup hingga lebih dari setahun (Hickin 1968).
(24)
10 Cendawan Tambang
Cendawan tambang (Fibroporia vaillantii) menginfeksi dan merusak kayu dan menyebabkan terjadinya pembusukan kayu dan mengakibatkan kulit kayu menjadi kering. Lebih lanjut dijelaskan bahwa akibat infeksi dari cendawan ini akan mengakibatkan permukaan kayu yang membusuk terpecah menjadi beberapa bagian persegi.
Cendawan membentuk percabangan hifa atau miselium yang berwarna putih, menyerupai pakis. Benang-benang hifa sangat lentur pada saat kering. Cendawan ini memiliki sporongospora berbentuk pelat berwarna putih, tidak beraturan dengan kedalaman yang bervariasi antara 2 sampai 12 mm. Sporongospora memiliki spora yang berwarna putih dan sulit terlihat dalam jumlah yang besar, memperlihatkan miselium cendawan dan sporongospora pada ujung tangkai miselium
Busuk kering
Penyakit busuk kering disebabkan oleh cendawan Serpula lacrymans Cendawan ini memiliki hifa yang berwarna kuning keputih-putihan, coklat kekuning-kuningan. Sporongospora cendawan tersebut berwarna kuning susu seperti pelat tipis hingga kemudian coklat zaitun. Spora cendawan ini berkelompok dan berwarna coklat zaitun.
Cendawan ini menginfeksi kayu-kayu yang lembab pada bagian akar dan bersentuhan langsung dengan tanah dan hidup di dalam tanah dan batu-batuan yang ada di sekitar pertanaman.
Gejala serangan akibat infeksi cendawan ini memeprlihatkan adanya keretakan kayu, terjadinya penggelembungan permukaan dan menimbulkan adanya bau cendawan.
(25)
Regulasi ISPM #15
Kemasan yang menggunakan bahan baku kayu mentah yang dapat menjadi media penyebaran OPK dapat berupa pallet, kayu penopang (dunnage), krat kayu (crates), kayu pengganjal (packing block), tong kayu (drums), papan bantu untuk bongkar muat barang (load boards), rangka pallet (pallet collars) dan penyangga (skids).
Kemasan kayu yang tidak terkena aturan ISPM #15 adalah kayu yang proses pembuatannya menggunakan lem, panas, dan tekanan atau kombinasinya, seperti kayu lapis (plywood), partikel kayu (wood particle),oriented strand board,veneer, veneer peleer cores, serbuk kayu gergajian (sawdust), serat kayu (wood wool), kayu serutan (shaving), potongan kayu mentah berbentuk potongan yang ketebalannya kurang dari 6 mm.
Berdasarkan ketentuan ISPM #15, kayu kemasan harus memenuhi syarat : bebas dari kulit kayu, bebas dari infestasi OPK (hama kayu), bersih dari tanah dan atau kotoran, tidak keropos atau lapuk, bebas dari lubang gerekan serangga, kadar air (kelembaban) dari kayu kurang dari 15%, bebas dari cendawan, tidak banyak mata kayu, tidak retak maupun patah-patah (FAO 1995).
Landasan hukum penyelenggaraan tindakan perlakuan dan sertifikasi terhadap kemasan kayu dalam perdagangan internasional sebagai berikut :
1. Undang-undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan.
2. Undang-undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 1994 tentang Ratifikasi Piagam Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
3. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2002 tentang Karantina Tumbuhan. 4. Keputusan Republik Indonesia No. 22 Tahun 1977 juncto Keputusan Presiden
Republik Indonesia No. 45 Tahun 1990 tentang Pengesahan Konvensi Perlindungan Tanaman Internasional (International Plant Protection Convention).
5. Keputusan Menteri Pertanian No. 01/Kpts/OT.210/1/2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pertanian sebagaiman telah diubah dengan Keputusan Menteri Pertanian No. 354.1/Kpts/OT.210/7/2001.
(26)
12 6. Keputusan Menteri Pertanian No. 99/Kpts/OT.210/2/2001 tentang Kelengkapan Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pertanian sebagaimana telah diubah dengan keputusan Menteri Pertanian No. 354.1/Kpts/OT.210/ 7/2001.
7. Pasal IV Ayat 1 Huruf (a) Konvensi Perlindungan Tanaman Internasional (International Plant Protection Convention).
8. ISPM #15 International Standard for Pytosanitari Measures tentang Guidelines for Regulating Word Packaging Material in International Trade.
Perlakuan panas (Heat treatment/HT)
Perlakuan terhadap kemasan kayu yang sesuai ketentuan ISPM #15 di antaranya adalah perlakuan panas (Heat Treatment/HT). Perlakuan panas merupakan perlakuan dengan menggunakan pemanasan secara buatan (artifisial) dalam sebuah tungku pemanas yang memenuhi persyaratan. Fasilitas yang dianggap ideal untuk perlakuan panas adalah Kiln Drying (KD), yang dilengkapi dengan peralatan ukur dan pengkondisi atmosfer ruangan.
Prosedur pelaksanaan perlakuan panas yang sesuai dengan ketentuan ISPM#15 adalah sebagai berikut :
1. Kayu ditumpuk sesuai ketentuan di dalamKiln Drying (KD).
2. Thermocouple dipasang pada kayu yang paling tebal dan keras dengan posisi di bawah, tengah dan atas secara diagonal.
3. Suhu inti kayu ditunggu sampai dengan 56oC. 4. Dibuat laporan perlakuan panas.
5. Bahan baku disortir.
6. Tahap persiapan pengeringan dengan cara menyusun kayu di dalam ruang pengering berdasarkan jenis dan ukuran kayu dengan susunan bersilang bata, pintu ruangan pengering (KD) ditutup dan dipastikan semua instrumen dalam kondisi normal, semua katup (valve) yang menuju KD dan boiler dibuka, kemudiancontroller dan panel KD dinyalakan.
7. Tahap pemanasan awal (heating up) dengan cara mengatur dry bulb dan wet bulb sesuai dengan jadwal pengeringan. Lama heating up adalah 2 jam x ketebalan kayu (cm), jadwal yang digunakan adalah dengan menambahkan
(27)
1-2oC padawet bulb, kadar air (Moisture Content/MC) awal dan suhu inti kayu dicatat di dalam form dan diperiksa setiap 6 jam.
8. Tahap pengeringan utama (Main Drying), didasarkan pada MC kayu rata-rata, dry bulb dan wet bulb diatur sesuai dengan jadwal pengeringan sampai MC akhir (final MC).
9. Tahap pengkondisian (Conditioning), bertujuan untuk mencegah terjadinya perbedaan kerapatan kayu yang tinggi antara lapisan tengah dan luar. Proses ini dilakukan dengan cara dry bulb dan wet bulb diatur setelah MC kayu mencapai 1% di bawah MC yang diinginkan.Conditioning berlangsung selama 1 jam x tebal kayu (cm), jadwal yang digunakan adalah dengan menambahkan 3-5oC padawet bulb. Jadwal tersebut berdasarkan pada MC kayu rata-rata. 10. Tahap pendinginan (Cooling Down), dilakukan dengan cara tombol controller
dimatikan, suhu ruang KD dibiarkan mencapai 40-45oC, tombol dumper dan power pada panel KD dimatikan bila suhu sudah tercapai. Pengeringan selesai, pintu KD dibuka dan kayu dikeluarkan.
(28)
BAHAN DAN METODE
Waktu dan TempatPengamatan dan identifikasi jenis dan populasi OPK dilakukan di Laboratorium Entomologi Balai Besar Uji Standar Karantina Pertanian Jakarta. Penelitian dalam bentuk survei dilaksanakan pada 5 gudang eksportir yang memakai kayu kemasan, yaitu PT Karuna Sumber Jaya yang berlokasi di Cilengsi, PT Victory Cemerlang Indonesia Wood Industry di Depok, PT Adi Putra Perkasa di Cicurug, CV Mitra Karya Utama di Bekasi, dan CV Mitra Pratama di Cikarang. Penelitian dilaksanakan pada Agustus sampai dengan Oktober 2008.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel kayu bahan kemasan, alkohol 70%, media Potato Dextrose Agar (PDA), kertas saring dan akuades steril. Alat-alat yang digunakan adalah botol-botol koleksi untuk penyimpanan serangga yang ditemukan pada kemasan kayu, gergaji, pahat, kaca pembesar dan mikroskop stereo yang digunakan untuk melakukan identifikasi terhadap jenis serangga yang ditemukan selama melakukan survei.
Metode Penelitian Pengambilan sampel
Pengambilan sampel dilakukan dengan cara menyusuri tumpukan kayu di gudang kayu basah, kayu kering dan gudang palet pada 5 gudang kayu kemasan, yaitu PT Karuna Sumber Jaya, PT Victory Cemerlang Indonesia Wood Industry, PT Adi Putra Perkasa, CV Mitra Karya Utama dan CV Mitra Pratama. Pada setiap gudang dilakukan 2 kali survei. Pengambilan sampel OPK dengan cara mengambil serangga yang ditemukan dan mengambil bagian kemasan kayu yang terserang patogen. Bahan baku kayu kemasan yang diamati adalah tumpukan kayu yang belum diberi perlakuan yang berlokasi di gudang penyimpanan. Tumpukan kayu yang diamati sebagai sampel adalah yang terletak di keempat sudut ruangan dan di tengah, sementara sisi yang diamati adalah sisi bagian luar (bagian atas dan samping) tumpukan.
(29)
Identifikasi Organisme Perusak Kayu (OPK)
Identifikasi OPK untuk jenis serangga dilakukan dengan cara pengamatan langsung di bawah mikroskop stereo dan diidentifikasi menggunakan kunci identifikasi Rees (2004), Gullan & Cranston (2000), serta Crop Protection Compendium (CABInternational 2007). Sedangkan identifikasi OPK untuk jenis cendawan dilakukan dengan menumbuhkan cendawan pada kertas blotter dan dilanjutkan dengan media PDA. Setelah cendawan tumbuh maka dilakukan pengamatan untuk mengetahui jenis-jenis cendawan yang ditemukan pada sampel kayu kemasan. Cendawan yang ditemukan diidentifikasi menggunakan Crop Protection Compendium(CABInternational 2007).
Analisis Data
OPK yang ditemukan dan telah diidentifikasi, dipisahkan menurut spesiesnya, dan dihitung jumlah populasinya dalam setiap sampel. Hasil survei dibuat dalam bentuk tabulasi, dan pemberian skor terhadap karakteristik gudang yang dikaitkan dengan hasil OPK yang ditemukan di tiap-tiap gudang.
(30)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Gudang
Gudang PT Karuna Sumber Jaya memperlihatkan penyusunan material kayu yang rapi dan teratur, namun kebersihan di sekitar gudang belum memadai sehingga memudahkan tumbuh dan berkembangnya berbagai jenis mikroorganisme perusak kayu (Gambar 1).
Gambar 1. Kondisi gudang PT Karuna Sumber Jaya
Gudang PT Victory Cemerlang Indonesia Wood Industry terawat dan bersih, tumpukan kayu teratur dan rapi. Jenis kayu yang disimpan pada gudang PT Victory Cemerlang Indonesia Wood Industry adalah jenis kayu yang berkualitas, yaitu kayu hutan (Merbau). Manajemen gudang PT Victory Cemerlang Indonesia Wood Industry dilakukan dengan baik; pengaturan keluar masuknya kayu atau pendistribusian kayu terpisah antara kayu yang baru tiba dan kayu yang sudah lama, kayu yang akan diberi perlakuan dan sudah diberi perlakuan dengan uap panas sampai pada kayu yang sudah di-marking dan siap ekspor gudangnya terpisah (Gambar 2).
(31)
Gambar 2. Kondisi gudang PT Victory Cemerlang Indonesia Wood Industry
Gudang PT Adi Putra Perkasa masih berupa ruangan yang belum tertutup rapi dan lantainya masih berupa tanah. Secara umum kondisi gudang tersebut belum terawat baik (kotor). Penumpukan kayu di gudang tersebut disusun sangat rapat dan sangat tinggi sehingga kondisi tersebut dapat mendukung perkembangan berbagai organisme perusak kayu (Gambar 3).
Gambar 3. Kondisi Gudang PT Adi Putra Perkasa
Pada Gudang CV Mitra Karya Utama penyusunan kayunya tidak beraturan, di gudang tersebut belum dilakukan pemisahan ruangan antara kayu yang baru tiba, kayu yang telah lama dan kayu yang belum diberi perlakuan. Secara umum kondisi gudang tersebut belum terawat baik (kotor). Pada gudang ini terjadi penumpukan stok kayu yang sangat banyak (Gambar 4).
(32)
18
Gambar 4. Kondisi Gudang CV Mitra Karya Utama
Gudang CV Mitra Pratama terawat dan bersih, tumpukan kayu teratur dan rapi. Di gudang CV Mitra Pratama produksi kayunya sedikit, sehingga tidak pernah terjadi penumpukan stok yang banyak. Pengaturan kayu dilakukan dengan baik, telah dilakukan pemisahan antara kayu yang baru tiba dan kayu yang sudah lama, kayu yang akan diberi perlakuan dan sudah diberi perlakuan dengan uap panas sampai pada kayu yang sudah dimarking dan siap ekspor gudangnya terpisah. Jenis kayu di gudang CV Mitra Pratama adalah kayu kecapi dan pinus dengan umur kayu yang dipanen tua, yaitu 8 tahun. Pada gudang CV Mitra Pratama juga dilakukan perlakuan kayu dengan insektisida pada kayu sebelum diolah jadipallet, sehingga ketahanan kayu sangat tinggi (Gambar 5).
Gambar 5. Kondisi Gudang CV Mitra Pratama
Secara umum kondisi sanitasi gudang masih kurang baik, dari hasil survei diketahui bahwa Gudang PT Karuna Sumber Jaya dan gudang CV Mitra Pratama sanitasinya cukup baik. Kondisi sanitasi gudang pada kelima gudang kemasan kayu sangat berpengaruh terhadap perkembangan organisme perusak kayu.
Lima gudang yang dijadikan sebagai tempat pengambilan sampel kayu kemasan memiliki karakteristik yang relatif berbeda terkait dengan jenis-jenis
(33)
kayu yang digunakan sebagai bahan untuk kemasan. Umumnya jenis kayu yang banyak digunakan adalah albasia dan kecapi. Dari lima gudang yang diamati, tiga diantaranya menggunakan kayu jenis tersebut. Selengkapnya mengenai karakteristik gudang disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Karakteristik Gudang
Gudang Karakteristik
A B C D E
Bangunan -Lantai -Dinding Semen Permanen Semen Permanen Tanah Semi Permanen Semen Semi Permanen Semen Permanen -Penempatan Kayu
dalam Gudang -Jumlah Kayu dalam
Gudang Teratur Seimbang Teratur Seimbang Ditumpuk sampai penuh Penuh Kurang teratur Penuh Tidak Teratur Penuh
Jenis Kayu Albasia
Rambutan Kecapi Durian Merbau Eki Albasia Kecapi Ranbutan Albasia Rambutan Kecapi Durian Kecapi Pinus Manii
Asal Kayu Cianjur
Sukabumi Irian Afrika Selatan Plbh Ratu Jampang Cianjur Cianjur Jateng Perlakuan Heat Treatment Heat Treatment Fumigasi Heat Treatment Fumigasi Heat Treatment Fumigasi Heat Treatment Disemprot insektisida Fumigasi Kebersihan Pencahayaan Sirkulasi Kotor Terang Cukup baik Baik Terang Baik Kotor Cukup terang Cukup baik Kurang Terang Kurang baik Baik Terang Baik Kondisi Lingkungan disekitar Gudang
Persawahan Perumahan Persawahan Pertokoan Perumahan
Keterangan : A = PT Karuna Sumber Jaya, B = PT Victory Cemerlang Indonesia Wood Industry, C = PT Adi Putra Perkasa, D = CV Mitra Karya Utama, E = CV Mitra Pratama
Dari data karakteristik gudang dapat dibuat skoring yang dikaitkan dengan hasil OPK yang ditemukan di tiap-tiap gudang. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2.
(34)
20 Semakin tinggi skor karakteristik suatu gudang maka semakin baik kondisi gudang tersebut. Jika kondisi gudang semakin baik dan OPK yang ditemukan pada gudang tersebut pun semakin rendah, atau sebaliknya, maka kondisi gudang dianggap berpengaruh terhadap adanya OPK.
Berdasarkan hasil skor karakteristik gudang (Tabel 2), maka skor tertinggi dicapai oleh gudang PT Victory Cemerlang Indonesia Wood Industry, diikuti CV Mitra Pratama, PT Karuna Sumber Jaya, PT CV Mitra Karya Utama dan yang paling rendah adalah PT Adi Putra Perkasa. Jika dilihat dari jumlah serangga perusak kayu yang ditemukan, maka gudang dengan kondisi yang terbaik dan menengah (PT Victory Cemerlang Indonesia Wood Industry dan CV Mitra Pratama) menunjukkan tidak ditemukannya serangga perusak kayu sama sekali. Demikian pula untuk gudang yang terburuk (PT Adi Putra Perkasa) menunjukkan bahwa jumlah serangga perusak kayu yang ditemukan adalah yang terbanyak. Serangga perusak kayu dalam jumlah terbanyak dijumpai pula pada gudang dengan kondisi menengah (PT Karuna Sumber Jaya). Pada gudang dengan kondisi menengah lainnya ditemukan serangga perusak kayu dalam jumlah sedikit (CV Mitra Karya Utama). Hal ini menunjukkan bahwa karakteristik gudang berpengaruh terhadap jumlah serangga yang ditemukan dalam gudang penyimpanan bahan kemasan kayu. Skor karakteristik gudang dengan kondisi menengah dan cukup baik menunjukkan jumlah serangga perusak kayu yang ditemukan.
Ahasverus advena dan Lophocateres sp. adalah serangga gudang, tetapi bukan merupakan OPK. Ditemukannya kedua jenis serangga ini pada gudang kayu kemasan dimungkinkan karena di sekitar gudang (PT Karuna Sumber Jaya dan PT Adi Putra Perkasa) terdapat komoditas lain, yaitu pakan ternak.
Spesies cendawan yang tergolong OPK yang ditemukan dari penelitian adalah Fusarium roseum, Chaetomium sp. dan Conicomyces sp. Berbeda dengan jumlah serangga yang ditemukan, maka jumlah cendawan yang tergolong OPK tidak dipengaruhi oleh kondisi gudang. Hal ini dibuktikan dengan tingginya jumlah cendawan yang ditemukan pada gudang dengan kondisi menengah (CV Mitra Karya Utama). Sedangkan pada gudang dengan kondisi terbaik, yaitu PT
(35)
Victory Cemerlang Indonesia Wood Industry, dan gudang dengan kondisi terburuk, yaitu CV Adi Putra Perkasa, tidak ditemukan cendawan OPK.
Tabel 2. Skoring Karakteristik Gudang terhadap adanya OPK Gudang Karakteristik
A B C D E
Bangunan -Lantai -Dinding 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 -Penempatan Kayu
dalam Gudang -Jumlah Kayu dalam
Gudang 2 1 2 1 0 0 1 0 0 0 Kebersihan Pencahayaan Sirkulasi 0 1 1 2 1 2 0 0 1 1 1 0 2 1 2 Jumlah Skor Karakteristik Gudang
6 10 1 4 7
Serangga : Coleoptera Isoptera Jumlah Individu Serangga 5 5 10 0 0 0 6 4 10 2 0 2 0 0 0 Cendawan : Moniliales Sordariales Jumlah Jenis Cendawan 0 1 1 0 0 0 0 0 0 1 1 2 0 1 1 Keterangan :
A = PT Karuna Sumber Jaya; B = PT Victory Cemerlang Indonesia Wood Industry; C = PT Adi Putra Perkasa; D = CV Mitra Karya Utama; E = CV Mitra Pratama
Skoring :
-Lantai Bangunan : Semen = 1, Tanah = 0
-Dinding Bangunan : Permanen = 1, Semi Permanen = 0
-Penempatan Kayu dalam Gudang : Teratur = 2, Kurang Teratur = 1, Tidak Teratur = 0 (termasuk Ditumpuk sampai penuh)
-Kebersihan : Baik = 2, Kurang = 1, Kotor = 0 -Pencahayaan : Terang = 1, Cukup Terang = 0
(36)
22 Hasil Inventarisasi Serangga
Berdasarkan hasil survei pada 5 gudang kemasan kayu, diperoleh beberapa jenis serangga hasil inventarisasi yang terdapat pada kemasan kayu yang selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil inventarisasi pada 5 gudang kemasan kayu yang disurvei
Jenis Serangga Jumlah yang ditemukan
(ekor) di Gudang
Ordo Famili Spesies
A B C D E
Coleoptera Isoptera Hymenoptera Hemiptera Cerambycidae Nitidulidae Bostrichidae Histeridae Sylvanidae Termitidae Rhinotermitidae Kalotermitidae Formicidae Anthocoridae
Xystrocera sp * Batocera sp * Carpophilussp * Sinoxylon anale * Hololepta sp Ahasverus advena Lophocateres Coptotermes havilandi * Macrotermes* Cryptotermes* Tetraponera sp Dolichoderus sp Xylocorisspp 1 0 2 2 1 1 0 0 2 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 3 1 0 0 1 2 0 2 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 1 1 4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Keterangan : A = PT Karuna Sumber Jaya, B = PT Victory Cemerlang Indonesia
Wood Industry, C = PT Adi Putra Perkasa, D = CV Mitra Karya Utama, E = CV Mitra Pratama
*) : Organisme Perusak Kayu
Berdasarkan Tabel 3, ordo serangga yang banyak ditemukan adalah Coleoptera. Ordo ini ditemukan pada tiga gudang. Ketiga gudang tersebut adalah gudang PT Karuna Sumber Jaya, PT Adi Putra Perkasa, dan CV Mitra Karya
(37)
Utama. Berdasarkan jenis kayu yang digunakan untuk kemasan, ketiga gudang tersebut memiliki kesamaan jenis kayu yang digunakan, yaitu menggunakan kayu albasia. Ini menunjukkan ada kemungkinan ordo serangga tersebut cocok hidup pada kayu albasia.
Ordo Isoptera ditemukan pada dua gudang, yaitu gudang PT Karuna Sumber Jaya dan PT Adi Putra Perkasa, ditemukan bagian bawah tumpukan kayu. Dikaitkan dengan jenis kayu yang digunakan untuk kemasan, kedua gudang ini memiliki karakteristik yang hampir sama yaitu menggunakan kayu jenis albasia, rambutan, durian, dan kecapi. Oleh karena itu, ada kemungkinan ordo jenis ini menyukai keempat jenis kayu tersebut. Hal ini dikarenakan oleh adanya perbedaan komposisi kimia dan struktur kayu akan memberikan pengaruh terhadap sifat keawetan dan kekuatan (sifat fisis mekanis) kayu. Kayu-kayu kelas rendah yang biasa dipakai sebagai bahan bangunan seperti kayu sengon, afrika, rasalama, puspa, nangka, suren mengandung banyak kandungan selulosa dan hemiselulosa, serta sedikit sekali mengandung zat-zat ekstraktif yang berguna sebagai mekanisme kimia pertahanan kayu terhadap organisme perusaknya (Rismayadi 2008).
Dua ordo serangga lainnya yang tidak termasuk OPK, yaitu Hymenoptera dan Hemiptera hanya ditemukan pada satu gudang, yaitu gudang CV Mitra Karya Utama. Dari jenis kayu yang ditemukan, ada indikasi bahwa selain disukai Coleoptera, albasia juga disukai oleh kedua ordo serangga ini. Berdasarkan tidak ditemukannya serangga pada dua gudang penyimpanan (PT Victory Cemerlang Indonesia Wood Industry dan CV Mitra Pratama), ada indikasi bahwa kayu merbau, eki, kecapi, manii, dan pinus tidak disukai oleh serangga. Dilihat dari spesies serangga yang ditemukan pada kemasan kayu, spesies dari ordo Coleoptera merupakan spesies yang paling banyak ditemukan (Tabel 3). Dari tiga gudang (PT Karuna Sumber Jaya, PT Adi Putra Perkasa, dan CV Mitra Karya Utama), ada tujuh spesies yang tergolong dalam ordo ini. Sedangkan banyaknya spesies dari tiga ordo serangga lainnya, yaitu Isoptera, Hymenoptera dan Hemiptera berturut-turut adalah tiga, dua dan satu spesies. Jumlah spesies serangga terbanyak ditemukan pada gudang PT Karuna Sumber Jaya, yaitu sebanyak 7 spesies serangga.
(38)
24 1. Ordo Coleoptera
Terdapat 7 spesies serangga ordo Coleoptera yang ditemukan, yaitu Xystrocera sp. dan Batocera sp. (Cerambycidae), Carpophilus sp. (Nitidulidae), Sinoxylon anale (Bostrichidae), Hololepta sp. (Histeridae), Ahasverus advenadan Lophocateres sp. (Sylvanidae). Dari ketujuh spesies yang ditemukan ini hanya empat spesies yang merupakan OPK, yaitu Xystrocera sp. dan Batocera sp. (Cerambycidae), Carpophilus sp. (Nitidulidae), serta Sinoxylon anale (Bostrichidae).
a. Famili Nitidulidae
Carpophilussp.
Ciri spesifik serangga dewasa yang ditemukan adalah elitra pendek dan dua ruas abdomen terakhir terlihat dengan jelas. Serangga dewasa berukuran 2 mm berwarna merah karat dengan spot yang tidak begitu jelas pada elitra (Gambar 6). Tiga ruas terakhir dari antena membentuk struktur seperti gada (Rees 2004).
Gambar 6. Carpophilussp. (Yani Dawy 2009) (Ket. : a : spot pada elitra, b : dua ruas terakhir dari abdomen terlihat dengan jelas dan c : antena yang ujungnya membesar (clubbed)
Carpophilus sp. merupakan salah satu spesies yang menyerang kayu glondongan/timber (Akbulut et al. 2008). Carpophilus sp. yang ditemukan pada gudang PT Karuna Sumber Jaya memiliki ciri-ciri mengarah pada ciriCarpophilus bipustulatus, yang merupakan OPK pada timber.
(39)
b. Famili Histeridae
Hololepta sp yang tergolong dalam famili ini mempunyai ciri spesifik hampir sama dengan famili Nitidulidae, yaitu dua ruas terakhir dari abdomen terlihat dengan jelas. Serangga dewasa berwarna hitam tanpa spot dengan ukuran 2,5 mm (Gambar 7), serangga ini ditemukan di gudang PT Karuna Sumber Jaya. Serangga famili Histeridae merupakan serangga predator pada hama perusak kayu (Rees 2004).
Gambar 7 Hololeptasp c. Sinoxylon anale(Bostrichidae)
Sinoxylon anale merupakan famili Bostrichidae berdasarkan hasil identifikasi yang ditemukan pada penyimpanan kayu dengan ciri-ciri tubuh berbentuk silindris berukuran 5 mm dan berwarna coklat tua (Gambar 8).
Gambar 8 Sinoxylon anale (a : kepala , b : duri pada tepi protoraks, c : antena dan d : duri )
Kepala menekuk ke bawah dan jika dilihat dari atas seperti bersembunyi di bawah pronotum. Pada bagian tepi pronotum terdapat duri. Antena berbentuk sisir (capitate). Pada bagian ujung abdomen terdapat dua duri (Rees 2004; AQIS 2007).
(40)
26 Serangga ini ditemukan di gudang PT Karuna Sumber Jaya, PT Adi Putra Perkasa, dan CV Mitra Karya Utama. Serangga ini merupakan serangga yang menyerang kayu albasia.
Beberapa spesies dari famili Bostrichidae seperti S. anale danS. conigerum merupakan hama yang sangat merusak pada kayu dan bambu. Inangnya adalah Acacia mangium, Kompassia melaccensis, Dalbergia spp, Delonix spp, Havea brasiliensis, Leucaena spp, Mallotus spp, Shorea spp, Terminalia spp, Xylia spp (Walker 2008).
d. Cerambycidae
Xystrocera festiva tergolong dalam famili Cerambycidae dan disebut juga sebagai penggerek albisia. Xystrocera festiva menyerang kayu Albizia falcata, A. chinensis, A. lebbeck, A. stipulata, A. sumatrana, Pithecolobium lobatum, Theobroma dan Coffea (Kalshoven 1981). Serangga ini mempunyai antena panjang. Serangga ini menyebabkan spot kecoklatan pada kayu, kemudian mengering dan menghitam. Serangga ini ditemukan di gudang PT Adi Putra Perkasa.
Gambar 9 Xystrocera festiva e. Batocera sp.
Larva menggerek batang pohon kering dan dapat hidup pada pohonsoftwood yang telah tua dan rusak. Merupakan serangga nocturnal (Kalshoven 1981). Serangga ini ditemukan di gudang CV Mitra Karya Utama.
(41)
Gambar 10 Batocera sp. f. Ahasverus advenae
Ahaverus advenae tergolong famili Silvanidae dengan ciri spesifik yaitu terdapat duri pada setiap sisi pada pronotum (Gambar 11). Serangga dewasa berbentuk datar dengan ukuran 2 mm (Gambar 11), berwarna merah kecoklatan, dan pronotum agak lebar. Tiga ruas terakhir dari antena berbentuk gada (clubbed) dan agak panjang (Smithet al. 1990).
Gambar 11 Ahasverus advena g. Lophocateres
Menurut Rees (2004) merupakan serangga scavenger bersifat predator, elitra longitudinal ridges berwarna coklat tua (coklat gelap). Kumbang biji-bijian Siam (Lophocateres pusillusKlug.) saat ini telah dikenal luas dan sering dijumpai dalam jumlah yang besar pada padi dan beras di beberapa negara Asia.
(42)
28
Gambar 12. Lophocateres
2. Ordo Hymenoptera a. Tetraponerasp.
Tetraponera sp. tergolong famili Formicidae, terdapat dua segmen antara mesosoma dan aster, yaitu petiole dan pospetiole,frontal lobes dan mengarah kesebelah bawah dan menutupi bagian dasar antena, mata sangat besar dan memanjang, terletak ditengah samping kepala. Segmen pertama mesosoma (pronotum) berhubungan dengan jelas dengan segmen kedua (mesonotum) antena 12 segmen (Gullan dan Cranston 2000).
Gambar 13. Tetraponerasp. b. Dolichoderussp.
Badan Dolichoderus sp. dengan satu petiole, tidak ada sting pada bagian posterior dan antennal soccet sekitar belakang samping clypeus, pygdium dan hypopygdium terdapat duri-duri pendek, petiole berbentuk bulatan pendek serta tungkai dan tubuh berwarna hitam.
Ada dua spesies yang ditemukan berdasarkan tipe pengetingan pada abdomen seperti terlihat pada Gambar 13. Beberapa spesies dari famili ini
(43)
merupakan penggerek kayu (wood boring ant) dan disebut juga sebagai semut tukang kayu (carpenter)
Sering ditemukan pada kayu tetapi tidak menimbulkan kerusakan pada kayu, di Australia salah satu dari spesies tersebut yaituCamoponotus modoc merupakan spesies yang merugikan secara ekonomi dan menjadi perhatian pihak karantina (AQIS 2007).
.
Gambar 14 Dolichoderussp.
3. Ordo Isoptera
Ordo Isoptera termasuk beberapa jenis rayap yang menyerang kayu. Klasifikasi rayap didasarkan pada perbedaan bentuk dan ukuran kepala, mandibel dan kasta prajurit. Penggunaan kasta pekerja dan imago seringkali bermanfaat untuk mengindentifikasi rayap sampai pada genus (Gullan dan Cranston 2000). Dalam penelitian ini ada dua jenis rayap yang ditemukan berdasarkan kepala (Gambar 15 dan Gambar 16). Serangga ini memakan selulosa dari kayu. Perilaku koloni rayap menunjukkan adanya kehidupan sosial yang terkoordinasi dan menunjukkan suatu bentuk kerja kelompok (team work) yang sangat baik dalam penyelesaian tugas (Hunt dan Garratt, 1986). a. Coptotermessp.
Tergolong dalam famili Rhinotermitidae, ditandai dengan kepala dekat anterior, lubang fontanel jauh di depan dengan perpanjangan tubular yang pendek, lebar kepala 1,34 1,52mm, kepala oval dan tipis. Antena 14 16 segmen, segmen kedua lebih panjang daripada segmen ketiga, labrum memanjang sampai ke bagian tengah mandibula, pronotum terpisah pada bagian anterior dan posterior (Gullan dan Cranston 2000).
(44)
30
Gambar 15. Coptotermessp. b. Macrotermessp.
Merupakan bagian dari famili Termitidae, dengan ciri identifikasi adalah adanya mandibula yang berkembang baik dan fungsional, simetris, melengkung pada ujungnya, digunakan untuk memotong-motong. Labrum dengan ujung hyalin, mesonotum dan metanotum meluas secara lateral (Borroret al. 1983).
Gambar 16.Macrotermessp. c. Cryptotermessp.
Diklasifikasikan ke dalam famili Kalotermitidae, bersarang pada kayu-kayu kering. Koloninya sangat kecil, hanya beberapa ribu ekor, dan hanya mempunyai kasta pekerja palsu (pseudoworker).
(45)
Kasta prajurit dari spesies ini mempunyai bentuk kepala yang berwarna coklat gelap kemerah-merahan. Antena terdiri dari 11 segmen, segmen kedua lebih panjang dibandingkan segmen lainnya. Panjang kepala dengan mandibula 0,87 0,92 mm (Borroret al. 1983).
4. Ordo Hemiptera
Jenis serangga yang ditemukan adalah Xylocoris sp dan Lyctocoris campetris, tergolong famili Anthocoridae. Serangga ini merupakan predator, bentuknya pipih dan pada bagian toraks triangular berwarna kecoklatan. Sayapnya transparan dan antenanya 8 ruas (Rees 2004; CAB International 2007).
a. Lyctocoris campetris
Panjang Lyctocoris campetrisdewasa 3,5 4 mm. Pada suhu 30°C Lyctocoris campetris membutuhkan sekitar 4 minggu untuk berkembang dari telur hingga menjadi dewasa (Rees, 2004).
Gambar 18.Lyctocorissp. b. Xylocorissp.
Xylocoris sp. Sedikit lebih kecil dibanding Lyctocoris campetris. Nimfanya berwarna merah muda atau kuning. Xylocorissp. membutuhkan 22 hari untuk berkembang dari telur hingga menjadi dewasa (Rees, 2004).
(46)
32 Upaya pengendalian serangga perusak kayu yang dilakukan oleh perusahaan kemasan kayu sesuai dengan ketentuan ISPM #15 adalah dengan perlakuan panas (Heat treatment/HT). Heat treatment dilakukan dengan cara kemasan kayu dipanaskan dalam waktu dan suhu yang cukup sehingga suhu inti kayu (wood core temperature) mencapai sekurang-kurangnya 56oC selama 30 menit. Pemanasan menyebabkan terjadinya degradasi selulosa yang ada dalam kayu. Menurut Jasni et al. (2004) bahwa kayu yang dipanaskan pada suhu di atas 180oC akan mulai terdegradasi kandungan kimianya, dalam hal ini yang akan terdegradasi pertama kali adalah hemiselulosa. Sebagaimana diketahui hemiselulosa atau selulosa merupakan makanan utama rayap. Oleh karena itu, dengan terdegradasinya hemiselulosa dalam kayu maka rayap dan serangga perusak kayu lainnya kurang mendapat makanan lalu cepat mati. Perlakuan panas dapat mematikan serangga uji sebesar 71,2% (Jasniet al. 2004). Dari hal tersebut maka perlakuan panas cukup efektif dalam mengendalikan serangga perusak kayu.
Hasil inventarisasi cendawan pada gudang kemasan kayu yang disurvei Dari hasil inventarisasi cendawan pada lima gudang kemasan kayu diketahui bahwa jenis-jenis cendawan yang ditemukan secara umum jenis cendawannya berbeda (Tabel 4). Hal ini mengindikasikan bahwa keberadaan cendawan tidak dipengaruhi oleh jenis kayu.
Berdasarkan hasil survei di 5 gudang menunjukkan bahwa terdapat beberapa jenis cendawan yang menginfestasi material kayu. Jenis cendawan tersebut umumnya merupakan cendawan yang tidak sempurna (imperfect fungi) yang terdiri dari Ordo Eurotiales, Moniliales, Dothideales, Tuberculariales. Namun hasil identifikasi juga memperlihatkan adanya beberapa jenis cendawan dari cendawan perfekti yang tergolong dalam Kelas Basidiomyctes dan Hypomyctes.
(47)
Tabel 4. Jenis-jenis cendawan yang ditemukan pada kemasan kayu
Jenis Cendawan Keberadaan di Gudang
Ordo Famili Spesies
A B C D E Moniliales Eurotiales Dothideales Polyporales Agaricales Sordariales Dematiaceae Moniliceae Tuberculariaceae Trichocomaceae Dothioraceae Polyporaceae Schizophyllaceae Chaetomiaceae Stachyllidium pallidium CollybiaSp. Humicolasp. Gliomastixsp. Paecilomycessp. Fusarium roseum Aspergillus fumigatus Aerobasidiumsp. Phynoporus sanguineus Schizophyllum commune Chaetomiumsp Diademospora Conicomycessp.
Keterangan : A = PT Karuna Sumber Jaya, B = PT Victory Cemerlang Indonesia Wood Industry, C = PT Adi Putra Perkasa, D = CV Mitra Karya Utama, E = CV Mitra Pratama
Hasil Identifikasi cendawan yang ditemukan pada kemasan kayu adalah sebagai berikut :
1. Paecilomyces sp.
Paecilomyces sp. dikelompokkan ke dalam Ordo Moniliales dan Famili Moniliaceae yang dicirikan dengan adanya phialospora atau konidia yang berbentuk fusi berkelompok sampai bebentuk jeruk dengan tangkai konidia lebih menyatu seperti sikat (Gambar 20). Di atas medium buatan, koloni Paecilomyces sp. tidak menghasilkan warna biru atau hijau seperti beberapa jenis cendawan lainnya. Paecilomyces sp. dapat tumbuh dan berkembang dengan baik pada suhu 37°C dan bersifat sebagai saprofitik.
(48)
34
Gambar 20.Paecilomyces sp. 2. Aspergillus sp
Gambar 21.Aspergillus sp
CendawanAspergillus sp. tergolong ke dalam Ordo Eurotiales dan Famili Trichocomaceae. Aspergillus sp. memiliki konidiaspora yang lebih terang berujung seperti bengkak memiliki phialid pada ujung apeks. Konidia cendawan ini memiliki satu sel dan sering kali membentuk variasi warna. Hifa dari cendawan ini bersepta dan hialin (Gambar 21).
3.Aureobasidiumsp.
Gambar 22.Aureobasidiumsp.
Cendawan Aureobasidium tergolong ke dalam Ordo Dothideales Famili Dothioraceae. Cendawan ini termasuk dalam golongan cendawan Dematiaceous yang memiliki batas Blastokonidia dan berwarna. Blastokonidia berkembang merata dalam bentuk yang bertumpuk atau berkelompok. Cendawan ini memiliki hifa yang bersepta dan hialin pada awal
(49)
pembentukannya dan berubah warna menjadi kecokaltan pada saat telah menua. Umumnya hifanya berukuran 2-10 µm tetapi sangat tebal dengan ukuran ketebalan 15-20 µm. Konidiospora cendawan Aureobasidium berukuran 4-6 x 2-3 µ m dalam satu sel, hialin dan berbentuk oval silindris (Gambar 22).
4. Stachylidiumsp.
Gambar 23.Stachylidium palladium
Cendawan Stachylidium palladium tergolong ke dalam Ordo Moniliales Famili Dematiaceae. Cendawan ini memiliki konidiaspora yang berwarna gelap dan bercabang. Konidianya subhialin dan berwarna coklat dan bersel satu, berukuran kecil dan merupakan saprofitik pada bahan-bahan sayuran. (Gambar 23).
5. Collybiasp
Gambar 24. Collybia sp.
Cendawan Collybia sp. tergolong ke dalam Ordo Moniliales Famili Dematiaceae. Cendawan ini memiliki spora berukuran 4.8-6.4 x 2-2.8 (-3.5) µm dan berbentuk ellipsoid. Badan buah atau basidianya berukuran 17.5-21 x 4.8-5.6 µm. Apabila ditumbuhkan di atas medium buatan akan memperlihatkan ukuran diameter hifanya berkisar antara 3.5 - 8.4 µ m.. Cendawan ini kadang-kadang membentuk sklerotia pada kondisi yang kurang
(50)
36 menguntungkan. Sklerotia berwarna kuning gelap atau oranye sampai coklat muda (Antoninet al. 1997).
6. Pycnoporus sanguineus
Gambar 25.Pycnoporus sanguineus
Cendawan Pycnoporus sanguineus tergolong ke dalam Ordo Polyporales dan Famili Polyporaceae.
7. Schizophyllum commune
Cendawan Schizophyllum commune tergolong ke dalam Ordo Agaricales dan Famili Schizophyllaceae.
Gambar 26.Schizophyllum commune
8. Chaetomiumsp
Cendawan Chaetomium sp. tergolong ke dalam Ordo Sordariales Famili Chaetomiaceae. Cendawan ini memiliki hifa yang bersepta. Cendawan ini juga memiliki askus serta perithesium yang panjang dan berwarna coklat. Askosporanya terdiri dari satu sel berwarna coklat dan berbentuk lemon (Gambar 27). Askusnya berbentuk silindris dan mengeluarkan askospora dalam jumlah 4 sampai 8 buah. Cendawan ini banyak ditemukan menjadi patogen dan menginfeksi manusia.
(51)
Gambar 27.Chaetomium sp. 9. Humicolasp.
Gambar 28.Humicolasp
Cendawan Humicola sp tergolong ke dalam Ordo Moniliales Famili Dematiaceae. Cendawan ini memiliki konidiaspora dengan cabang yang sederhana dan pendek. Memiliki satu sel dan beberapa spesies menghasilkan phialids dan phialospora secara berantai (Gambar 28). Cendawan ini banyak ditemukan sebagai cendawan safrofit dan merupakan cendwan termofilik.
10.Gliomastixsp.
Cendawan Gliomastix sp. tergolong ke dalam Ordo Moniliales Famili Dematiaceae. Cendawan ini memiliki miselium yang hialin dan konidiaspora biasanya berkurang menjadi phialids yang lebih ssederhana. Konidiosporanya hialin sampai gelap dengan satu sel (Gambar 29).
(52)
38
Gambar 29. Gliomastixsp. 11.Fusarium roseum
Cendawan Fusarium roseum tergolong ke dalam Ordo Moniliales Famili Tuberculariaceae. Cendawan ini memiliki miselium yang memanjang di atas medium kultur. Miseliumnya berwarna merah muda dan kuning. Konidiasporanya bervariasi dan bercabang serta memiliki sporodokia. Konidianya hialin yang terdiri dari makrokonidia dan mikrokonidia dengan beberapa sel (Gambar 30).
Gambar 30.Fusarium roseum 12.Conicomyces sp.
Gambar 31.Conicomyces sp.
Cendawan Conicomyces sp. tergolong ke dalam Kelas Hypomycetes. Cendawan ini menghasilkan konidia secara langsung dari struktur vegetatif hifanya (Gambar 31).
(53)
Dari lima gudang yang diamati, pada gudang CV Mitra Pratama ditemukan paling banyak jenis cendawan. Di gudang ini ditemukan enam jenis cendawan. Sedangkan jenis cendawan yang paling sedikit ditemukan terdapat pada gudang CV Mitra Karya Utama, yaitu hanya dua jenis.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa cendawan yang menginfestasi material kayu ditemukan di semua gudang dengan jenis cendawan yang berbeda (Tabel 4). Perbedaan jenis cendawan yang ditemukan pada gudang-gudang tersebut dapat disebabkan oleh (1) keadaan gudang atau kondisi kebersihan gudang, (2). jenis kayu atau material kayu yang ada, (3) kualitas kayu dan kondisi fisik gudang, serta (4). pengaturan tumpukan material kayu yang ada, dan (5). kesesuaian kondisi atau tempat hidup mikrooganisme atau cendawan.
Walaupun gudang PT Karuna Sumber Jaya memperlihatkan penyusunan material kayu yang rapi dan teratur serta terawat dan bersih, namun kebersihan di sekitar gudang belum memadai sehingga memudahkan tumbuh dan berkembangnya berbagai jenis mikroorganisme. Pada Gudang PT Karuna Sumber Jaya ditemukan cendawan Stachylidium sp. Hal ini dapat disebabkan oleh sifat saprofitik cendawan ini pada kayu kemasan yang telah melapuk. Spora cendawan ini sangat mudah untuk diterbangkan oleh angin atau terbawa air (Eliset al. 1951; Ellis and Hesseltine 1962; Edward 1959). Spora yang ada pada material kemasan kayu di sekitar gudang dapat masuk melalui perantaraan orang atau melekat pada material kayu yang lembab yang masuk ke gudang. Kayu yang masuk ke gudang seringkali masih dalam keadaan lembab sehingga spora cendawan yang menempel dengan mudah dapat berkembang dan tumbuh pada material kayu.
Demikian pula beberapa cendawan lainnya seperti Collybia sp.,Aspergillus fumigatus, Gliomastix sp., Aerobasidium sp. dan Aspergillus fumigatus yang ditemukan pada gudang PT Victory Cemerlang Indonesia Wood Industry, PT Adi Putra Perkasa, CV Mitra Karya Utama dan CV Mitra Pratama dapat disebabkan oleh terbawanya sisa-sisa material kayu yang lembab sehingga dapat hidup pada tumpukan kayu yang lembab atau dapat disebabkan adanya kayu yang lapuk. Cendawan-cendawan tersebut juga merupakan mikroorganisme yang bersifat saprofit yang dapat hidup pada kayu yang lapuk dan material lain yang membusuk serta tumbuh dan berkembang pada kondisi yang lembab, kecuali cendawan
(54)
40 Gliomastix sp. dapat bertindak sebagai mikoparasit bagi cendawan lainnya (Raper and Fennel 1965; Ellis 1967; Brown and Kendrick 1958; Cooke 1959; Mulaset al. 2002).
Ditemukan pula keberadaan cendawan Pycnoporus sanguineus dan Schizophyllum commune yang merupakan cendawan yang dapat bersifat sebagai patogen tanaman. Hal ini disebabkan kedua cendawan tersebut dapat pula memarasit batang-batang atau bagian berkayu dari tanaman atau pohon. Keberadaannya di gudang tersebut dimungkinkan karena sporanya telah melekat pada batang kayu tanaman sehingga dapat tumbuh dan berkembang biak dengan baik pada kondisi yang sesuai untuk perkembangannya di dalam gudang, apalagi gudang yang tidak terawat atau kurang bersih .
Adanya cendawan Humicola sp. pada gudang PT Adi Putra Perkasa dapat disebabkan oleh terikut pada manusia saat pengangkutan kayu masuk ke dalam gudang. Hal ini karenaHumicola sp. diketahui dapat menginfeksi atau terikut pada manusia atau dapat pula keberadan cendawan Humicola sp. di dalam gudang karena cendawan ini merupakan cendawan tanah yang berada di sekitar perakaran dan menghambat pertumbuhan akar. Keberadaan di dalam gudang dapat terikut pada bagian material kayu yang masuk ke dalam gudang (Cooney and Emerson 1964; White and Downing 1953).
Cendawan Conicomyces sp., Fusarium roseum, Chaetomium sp. yang diisolasi dan identifikasi keberadaan dari material kayu di gudang PT Adi Putra Perkasa dan CV Mitra Karya Utama dapat dikarenakan ketiga jenis cendawan ini mampu menginfestasi kayu dan dapat menjadi patogen tanaman hutan. Namun keberadaannya dapat disebabkan oleh terikut dari material kayu yang diambil dari pertanaman dan terbawa hingga ke dalam gudang. Cendawan F. roseum merupakan cendawan yang banyak ditemukan sebagai cendawan tanah dan dapat berada di dalam jaringan pengangkutan tanaman atau pohon yang berkayu. Sporanya dapat hidup pada suhu rendah dan dapat diterbangkan oleh angin dan konidianya dapat tersebar melalui batang yang terinfeksi oleh cendawan ini sehingga keberadaannya di dalam gudang diduga karena konidia terikut pada bagian material kayu (Toussoun dan Nelson 1968).
(55)
Keberadaan cendawanPaecilomycessp. di dalam gudang CV Mitra Pratama diduga dikarenakan cendawan banyak ditemukan sebagai parasit serangga atau entomopatogen (Brown dan Smith 1957). Sehingga diduga keberadaannya di dalam gudang karena terbawa oleh serangga yang terikut pada material kayu.
Ditemukannya beberapa jenis cendawan yang berbeda pada gudang yang berbeda pula menunjukkan bahwa penanganan atau manajemen gudang perlu lebih diperhatikan untuk menghindari terjadinya infestasi cendawan yang bersifat safrotik atau ikutan pada kayu dan cendawan-cendawan yang berpotensi sebagai patogen penyebab penyakit yang bisa terbawa oleh material kayu. Dibutuhkan pula perlakuan-perlakuan khusus terhadap cendawan sehingga tidak memungkinkan cendawan tersebut untuk tumbuh dan berkembang.
Tabel 5 menunjukkan bahwa pallet yang diproduksi oleh kelima gudang digunakan untuk kemasan berbagai macam komoditas yang dikirimkan ke berbagai negara, yang merupakan negara-negara yang telah menerapkan ISPM #15. Meskipun Indonesia baru melakukan persiapan penerapan ISPM #15, akan tetapi belum ada notifikasi yang ditujukan oleh negara-negara lain berkaitan dengan kemasan kayu. Hal ini dapat dilihat dengan tidak adanya laporan notifikasi mengenai kemasan kayu (Lampiran 1). Tidak adanya klaim dari negara lain akan adanya OPK pada kemasan kayu dimungkinkan karena perlakuan terhadap kayu kemasan, diantaranya dengan heat treatment dan fumigasi, yang mampu mematikan OPK.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa ada dua gudang yang tidak ditemukan serangga OPK (Tabel 1). Tidak ditemukannya serangga OPK pada gudang tersebut disebabkan beberapa hal yaitu : (1). kebersihan gudang (2). jenis kayu, (3). kualitas kayu dan (4). kondisi fisik gudang dan (5). pengaturan tumpukan kayu. Pada Gudang PT Victory Cemerlang Indonesia Wood Industry dan CV Mitra Pratama gudang terawat sehingga bersih, tumpukan teratur dan rapi. Selain itu pengaturan keluar masuknya kayu atau pendistribusian kayu terpisah antara kayu yang baru datang dan yang sudah lama, kayu yang akan
(56)
42 Tabel 5. Nama Negara Tujuan Pengirimanpallet dan peruntukan Kemasan
Gudang
A B C D E
Nama Negara Tujuan PengirimanPallet Jepang, Filipina, Korea, New Zealand, USA, Kanada Jepang, Australia Korea, Belanda, USA, Australia, Cina, Hongkong, Jepang Korea Eropa, Jepang, Australia
Peruntukan Kemasan Pallet untuk keramik, elektronik dan bahan
kimia
Pallet Palletuntuk elektronik, mesin, teh, plastik, minuman, bahan kimia, kosmetik Pallet untuk elektronik Pallet untuk elektronik dan bahan kimia Keterangan :
A = PT Karuna Sumber Jaya
B = PT Victory Cemerlang Indonesia Wood Industry C = PT Adi Putra Perkasa
D = CV Mitra Karya Utama E = CV Mitra Pratama
diberi perlakuan dan sudah diperlakukan dengan uap panas sampai pada kayu yang sudah dimarking dan siap ekspor gudangnya terpisah. Kondisinya sangat baik sehingga kemungkinan untuk ditemukan serangga hama menjadi sangat kecil karena manajemen gudang sudah sangat baik berdasarkan ISPM #15. Selain karena manajemen gudang yang sangat baik juga jenis kayu yang disimpan adalah jenis kayu yang berkualitas yaitu kayu hutan (Merbau) untuk gudang PT Victory Cemerlang Indonesia Wood Industry sedangkan pada gudang CV Mitra Pratama kayu kecapi dan pinus dengan umur kayu yang dipanen tua, yaitu 8 tahun untuk kayu kecapi dan pinus. Jenis kayu tersebut memang bersifat tahan terhadap serangan hama. Pada gudang CV Mitra Pratama juga dilakukan perlakuan dengan insektisida pada kayu sebelum diolah jadi pallet sehingga ketahanan kayu sangat tinggi. Namun demikian, pengaruh karakteristik gudang terhadap jumlah OPK
(57)
yang ditemukan tidak mewakili seluruh populasi gudang perusahaan eksportir kayu kemasan di Indonesia karena jumlah gudang yang dijadikan sampel sangat terbatas, yaitu 5 gudang.
Selama ini cara pengendalian cendawan perusak kayu yang dilakukan oleh perusahaan kemasan kayu sesuai dengan ketentuan ISPM #15 adalah dengan perlakuan panas (Heat Treatment/HT). Pemanasan menyebabkan terjadinya degradasi selulosa yang ada dalam kayu. Menurut Jasniet al. (2004) bahwa kayu yang dipanaskan pada suhu di atas 180oC akan mulai terdegredasi kandungan kimianya, dalam hal ini yang akan terdegradasi pertama kali adalah hemiselulosa. Hemiselulosa juga dapat mendegradasi komponen kayu lainnya. Hemiselulosa bersifat higroskopis (mudah menyerap air) sehingga kayu menjadi mudah diserang cendawan pelapuk. Dengan terdegradasinya hemiselulosa akibat aplikasi panas maka sifat higroskopis kayu dapat dikurangi sehingga menjadikan kayu lebih tahan terhadap serangan cendawan dan serangga sehingga kayu menjadi lebih awet. Perlakuan panas cukup efektif untuk mengendalikan cendawan perusak kayu (Nicholas 1987).
Cara pengendalian Organisme Perusak Kayu yang dilaksanakan di 5 gudang yang disurvei adalah denganheat treatment. Fumigasi sebagai perlakuan tambahan yang dilaksanakan di bawah pengawasan karantina diberlakukan pada semua gudang, kecuali gudang PT Karuna Sumber Jaya, karena negara tujuan tidak mempersyaratkan. Untuk gudang CV Mitra Pratama memberlakukan perlakuan tambahan lainnya, yaitu penyemprotan insektisida terhadap kayu. Perlakuan yang diterapkan untuk pengendalian OPK tersebut diatas dapat mengendalikan hama, hal ini terbukti tidak ditemukannya hama pada kayu yang telah dijadikan kemasan. Hingga saat ini fumigasi sebagai salah satu pengendalian organisme perusak kayu masih menggunakan metil bromida, meskipun telah diketahui bahwa senyawa kimia ini sangat berbahaya terhadap lingkungan karena dapat merusak ozon. Namun demikian, mulai 2015 penggunaan metil bromida sebagai bahan fumigasi akan dilarang, sehingga dibutuhkan perlakuan terhadap kayu yang ramah lingkungan dan dapat diterima oleh negara tujuan ekspor. Setelah penggunaan metil bromida dilarang di negara-negara berkembang pada tahun 2015, maka akan ada perubahan prinsip dalam kegiatan pengendalian hama gudang. Jika
(58)
44 sebelumnya pengendalian hama dilakukan dengan memberantas hama setelah terjadi serangan hama, maka sistem baru adalah mencegah sebelum terjadi serangan hama.
(59)
KESIMPULAN
Keberadaan jenis serangga pada kayu kemasan dipengaruhi oleh kondisi gudang dan jenis kayu yang digunakan. Sedangkan keberadaan cendawan tidak dipengaruhi oleh kondisi gudang dan jenis kayu yang digunakan sebagai bahan kemasan.
Jenis serangga yang ditemukan dari hasil survei adalah Xystrocera sp., Batocera sp., Carpophilus sp.,Sinoxylon anale, Hololepta sp., Ahasverus advena dan Lophocateres sp., Coptotermes havilandi, Macrotermes, Cryptotermes, Tetraponerasp., Dolichoderussp., danXylocorisspp. Dari seluruh serangga yang ditemukan selama survei, yang tergolong sebagai serangga perusak kayu adalah Xystrocera sp. Batocera sp., Carpophilus sp., Sinoxylon anale, Coptotermes havilandi, Macrotermes,dan Cryptotermes.
Jenis cendawan yang ditemukan dari hasil survei adalah Stachyllidium pallidium, Diademospora, Collybia Sp. Phynoporus sanguineus, Schizophyllum commune, Aspergillus fumigatus, Chaetomium sp , Humicola sp.,Gliomastix sp., Conicomyces sp.,Fusarium roseum, Paecilomyces sp. danAerobasidiumsp. Dari seluruh cendawan tersebut yang tergolong sebagai OPK adalah Chaetomium sp , Conicomycessp., danFusarium roseum.
SARAN
1. Perlu dilakukan penelitian mengenai jenis OPK pada kayu yang akan digunakan sebagai bahan kemasan dengan jumlah gudang sampel perusahaan eksportir kayu kemasan yang telah menerapkan ketentuan ISPM #15 dalam jumlah yang lebih banyak dan penggunaan yang lebih intensif agar mendapatkan hasil yang lebih lengkap.
2. Perlu dilakukan penelitian mengenai keefektifan beberapa jenis perlakuan dalam mengendalikan organisme perusak kayu pada kemasan kayu sesuai ketentuan ISPM #15.
(60)
DAFTAR PUSTAKA
Akbulut, S., A. Keten dan B. Yuksel, 2008. Wood Destroying Insects in Düzce Province. http://journals.tubitak.gov.tr/zoology/issues/zoo-08-32-3/zoo-32-3-14-0704-8.pdf
Anonim, 2005. Crop Protection Compendium (CD-ROM) Wallingford; CAB International. 2 CD-ROM.
Anonim, 2008. Daftar Perusahaan Kemasan Kayu Skim Audit Badan Karantina Pertanian. Departemen Pertanian Republik Indonesia, Jakarta.
Antonin, V., R. E. Halling, dan M. E. Noordeloos, 1997. Generic concepts within the groupsMarasmius andCollybia sensu lato. Mycotaxon 63: 359-368. AQIS, 2007. Meeting Australian Quarantine Requirements for Methyl Bromide
Fumigation Quarantine Pest of Timber. Australian Quarantine and Inspection Service.
Badan Karantina Pertanian, 2007. Pedoman Surveilansi Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) atau OPT Karantina (OPTK). Jakarta.
Badan Karantina Pertanian, 2009. Daftar Notifikasi. http://karantina.deptan.go.id/ sps/daftar-notifikasi.htm
Borror, D.J., C. A. Triplehorn dan N. F. Johnson, 1983. An Introduction to the Study of Insect. Ohio. Saunders College Publisher.
Bottom, B, 1997. Identification Guide to the Ant Genera of the World. Cambridge Massachusetts. Harvard University.
Brown, A.H.S. dan G. Smith, 1957. The genusPaecilomyces Bainer and its perfect stageByssochlays Westling Trans. Mycol. Soc. 40 : 17-89.
Brown, J.C. dan W.B. Kendrick, 1958. Gliomastix guttuliformis sp. Nov. Brit. Mycol. Soc. Trans. 41 : 499-500.
CABInternational, 2007. Crop Protection Compendium (CD-ROM). Wallingford, UK : CABI. 2 CD-ROM dengan penuntun didalamnya.
Cooke, W.B., 1959. An ecological life history of Aureobasidium pullulans (de Bary) Arnaud, Mycopathologia 12 : 1-45.
Cooney, D.G. dan R. Emerson, 1964. Thermophilic fungi. W.H. Freeman and Co. San Fransisco. 188p.
(1)
47
Creffield, J.W., 1991. Wood Destroying Insects. CSIRO Publications, Australia. Eaton, R.A. dan M. D. C. Hale, 1993. Wood. Chapman and Hall, London. Edward, J.C., 1959. A new genus of Moniliaceae. Mycologia 51 : 781-786.
Ellis, M.B., E.A. Ellis dan J.P. Ellis, 1951. British marsh and fen fungi. J. Trans. Brit. Mycol. Soc. 34 : 147-169.
Ellis, J.J. dan C.W. Hessteltine, 1962. A new genus of Moniliales having penicillin subtended by sterile arms. Bull. Torrey Bot. Club 89 : 21-27.
Ellis, M.B., 1967. Dematiaceous hyphomycetes. VIII. Periconiella, Trichodochium etc. Mycol. Papers. C.M.I. 111 : 1-46.
FAO, 1995. Standar Internasional untuk Ketentuan Fitosanitari. Secretariat of The International Plant Protection Convention. Rome.
FAO, 2006. International Standards for Phytosanitary Measures ISPM #15. Guidelines for regulations wood packaging material in international trades. Secretariat of The International Plant Protection Convention, The United Nations.
Gray, B., 1976. Infestation, suspectibility and damage in Araucaria plantations in Papua New Guinea by Hylurdrectonus araucariae Schedl (Coleoptera: Scolytidae).Bulletin of Entomological Research 66, 695-711.
Gullan, P.J. dan P. S. Cranston, 2000. The Insect An Outline of Entomologi second edition. Bllacwell Science. Japan.
Guarro, J., L. Soler, dan M. G. Rinaldi, 1995. Pathogenicity and antifungal susceptibility of Chaetomium species. Eur. J. Clin. Microbiol. Infect. Dis. 14:613-618.
Guppy, K. H., C. Thomas, K. Thomas, dan D. Anderson, 1998. Cerebral fungal infections in the immunocompromised host: A literature review and a new pathogen - Chaetomium atrobrunneum: Case report. Neurosurgery. 43:1463-1469.
Hickin, N.E., 1968. The Insect Factor In Wood Decay. The Rentokil Library. New York.
(2)
Hunt, G,M. dan G.A. Garratt, 1986. Wood Preservation. CV. Akademika Pressindo. Jakarta.
Jasni, P. Permadi, D.A. Sudika dan R. Rushelia, 2004. Aplikasi Panas sebagai Alternatif untuk Mengawetkan Kayu Heat Treatment as an Alternative for Wood Preservation. J. Ilmu & Teknologi Kayu Tropis Vol. 2 (1)
Kalshoven, L.G.E., 1981. The Pest of Crops In Indonesia. PT Ichtiar Baru Van Hoeve. Jakarta.
Larone, D. H., 1995. Medically Important Fungi - A Guide to Identification, 3rd ed. ASM Press, Washington, D.C.
Mulas, B., M. Pasqualetti dan S. Tempesta, 2002. Gliomastix macrocylindrica, a mycoparasite ofBeltrania rhombica.Plant Biosystems, 136 : 349-352.
Nicholas, D.D., 1987. Kemunduran (Deteriorisasi) Kayu dan Pencegahannya dengan Perlakuan-perlakuan Pengawetan. Penerbit Universitas Airlangga. ODA, 2007. Wood-Destroying Insect Diagnostic Inspection Category 12 Study
Guide for Commercial Applicator.
Pusat Karantina Tumbuhan, 2006. Tata Cara Pelaksanaan Karantina Tumbuhan terhadap Pemasukan Kemasan Kayu ke dalam Wilayah Negara Republik Indonesia, Pusat Karantina Tumbuhan, Jakarta.
Raper, K.E. dan D.I. Fennell, 1965. The Genus Aspergillus. The Williams and Wilkins Co. Baltimore. 686p.
Rees, D. 2004. Insects of Stored Products. CSIRO Publishing.
Robinson, W.H., 1989. Urban Entomology. Insect and mite pests in the human environment. Blacksburg; USA.
Rock, J. P., 1998. Cerebral fungal infections in the immunocompromised host: A literature review and a new pathogen- Chaetomium atrobrunneum: Case report - Comment. Neurosurgery. 43:1469.
Rismayadi, Y., 2008. Pengenalan Hama dan Penyakit Kayu dan Produk Kayu serta Pengendaliannya. Pelatihan Training on Trainee. Pusat Karantina Tumbuhan, Badan Karantina Pertanian.
(3)
49 Smith, L.B., D.E. Bright, dan S.R. Loschiavo, 1990. Beetles Associated with Stored Products in Canada : An Identification Guide. Canadian Government Publishing Centre.
Speight, M.R. dan F. R. Wylie, 1986. Insect Pests in Tropical Forestry. Ecology, Biology, and Impact. CABI Publishing.
Thomasson, G.J., F. Capizzi, J. Dost, Morrel, dan D. Miller, 2006. Wood Preservation and Wood Products Treatment, Training Manual. Oregon State University.
Toussoun, T.A. dan P.E. Nelson, 1968. A pictorial guide to the identification of Fusarium species. Pennsylvania State University Press.
Walker, K, 2008. Pest and Diseases Image Library. Updated on 7/19/2008 9:26:15 PM. Available online: http://www.padil.gov.au
White, W.L. dan M.H. Downing, 1953. Humicola grisea, a soil-inhabiting cellulotyc hyphomycete. Mycologia 45 : 951-963.
(4)
Lampiran 1. Perkembangan Pelaksanaan Notifikasi SPS Indonesia
No. Notifkasi Tanggal Notifikasi Judul
G/SPS/N/IDN/1 28 August 1996 Keputusan Menteri Pertanian Tempat-tempat Pemasukan dan Pengeluaran Media Pembawa Hama dan Penyakit Ikan Karantina
G/SPS/N/IDN/2 2 December 1996 Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Perdagangan Buah-buahan dan Sayuran Segar
G/SPS/N/IDN/3 15 July 1998 Penunjukan Laboratorium Penguji dan Pemeriksaan Residu Pestisida Hasil Pertanian
G/SPS/N/IDN/4 15 July 1998 Keputusan Menteri Pertanian tentang Penerapan Standar Nasional Indonesia Komoditas Hasil Pertanian
G/SPS/N/IDN/5 20 January 1999 Keputusan Menteri Pertanian Petunjuk Teknis Pengawasan dan Pengujian Kualitas Susu
G/SPS/N/IDN/6 12 May 1999 Pedoman Penerapan Sistem Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP)
G/SPS/N/IDN/7 30 May 2000 Rancangan Peraturan Pemerintah RI tentangKarantina Hewan
G/SPS/N/IDN/8 25 July 2000 Keputusan Direktur Jenderal Produksi Peternakan tentang Prosedur Baku Importasi Hewan dan Bahan Asal Hewan G/SPS/N/IDN/9 26 July 2000 Peraturan Pemerintah RI tentang Label
dan Iklan Pangan
G/SPS/N/IDN/10 13 September 2000 Rancangan Standar Nasional Indonesia tentang Batas Maksimum Cemaran Mikroba Dan Batas Maksimum Residu Dalam Bahan Makanan Asal Hewan G/SPS/N/IDN/11 21 September 2000 Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
G/SPS/N/IDN/12 22 September 2000 Peraturan Pemerintah RI tentang Karantina Ikan
(5)
51 G/SPS/N/IDN/13 17 November 2000 Peraturan Pemerintah RI tentang
Karantina Tumbuhan.
G/SPS/N/IDN/14 12 February 2001 Penghentian Sementara Pemasukan ternak dari Negara-Negara Uni Eropa sehubungan dengan wabah Sapi Gila. G/SPS/N/IDN/15 11 April 2001 Pelarangan importasi hewan, bahan asal
hewan dan hasil bahan asal jenis ruminansia dari Uni Eropa dan Argentina sehubungan dengan wabah PMK (Penyakit Mulut dan Kuku)
G/SPS/N/IDN/16 26 October 2001 Pencabutan Pelarangan Importasi Buah Segar dari Selandia Baru
G/SPS/N/IDN/17 13 June 2002 Perubahan Lampiran I Keputusan Menteri Pertanian No.806/Kpts/TN.260/12/96 tentang Klasifikasi Obat-obat Hewan G/SPS/N/IDN/18 13 June 2002 Tindakan Pencegahan atas masuknya
Penyakit Mulut dan Kuku
G/SPS/N/IDN/19 6 June 2003 Persyaratan Kesehatan atas Importasi Kulit sebagai Bahan Baku Mentah untuk Industri
G/SPS/N/IDN/20 9 March 2004 Prosedur tetap Karantina Tumbuhan untuk Pemasukan Benih Tumbuhan ke dalam Wilayah Republik Indonesia
G/SPS/N/IDN/21 8 June 2004 Keputusan Menteri Pertanian tentang Jenis Penyakit Karantina Tumbuhan Grup I, II dan media Pembawanya
G/SPS/N/IDN/22 12 August 2004 Peraturan Pemerintah tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan
G/SPS/N/IDN/23 24 January 2005 Draft Keputusan Menteri Pertanian tentang Pupuk Organik dan Pembenah Tanah G/SPS/N/IDN/24 18 May 2005 Keputusan Menteri Pertanian tentang
Persyaratan dan Tindakan Karantina untuk Pemasukan Buah dan Sayuran ke Indonesia
G/SPS/N/IDN/25 7 September 2005 Draft Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang Pemasukan Media Pembawa Berupa Ikan Hidup Sebagai Barang Bawaan Ke Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia
(6)
G/SPS/N/IDN/26 1 November 2005 Pelarangan Sementara Pemasukan Hewan, Bahan dan Hasil Hewan Serta Bahan Ikutannya, Bahan Baku Pakan dan Pakan Hewan, Serta Peralatan dan Mesin serta Obat-obatan dari Brazil ke Indonesia