Penerapan Regresi Spasial pada Data Kemiskinan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
PENERAPAN REGRESI SPASIAL PADA DATA
KEMISKINAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA
BARAT TAHUN 2012
DINI LESTARI PUTRI
DEPARTEMEN STATISTIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penerapan Regresi
Spasial pada Data Kemiskinan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun
2012 adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014
Dini Lestari Putri
NIM G14100088
ABSTRAK
DINI LESTARI PUTRI. Penerapan Regresi Spasial pada Data Kemiskinan
Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012. Dibimbing oleh BUDI
SUSETYO dan MUHAMMAD NUR AIDI.
Kemiskinan merupakan masalah sosial yang selalu hadir di tengah-tengah
masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang. Salah satu aspek penting
untuk mendukung strategi penanggulangan kemiskinan adalah tersedianya data
kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat
digunakan untuk mengevaluasi kebijakan pemerintah terhadap kemiskinan,
membandingkan kemiskinan antar daerah dan menentukan target penduduk
miskin suatu daerah dengan tujuan untuk memperbaiki kondisi mereka. Salah satu
upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah kemiskinan adalah dengan
mengidentifikasi peubah-peubah yang berpengaruh terhadap kemiskinan. Pada
penelitian ini masalah kemiskinan yang diteliti adalah persentase penduduk
miskin kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat tahun 2012 dengan menggunakan
analisis regresi spasial. Hasil analisis menunjukkan bahwa model spasial lag
(SAR) menghasilkan dugaan parameter yang lebih baik dari model regresi klasik
pada kasus korelasi spasial. Hal ini terlihat dari nilai AIC pada model SAR yang
lebih kecil yaitu sebesar 129.62 daripada model regresi klasik nilai AIC sebesar
133.06. Pada model SAR peubah-peubah yang berpengaruh nyata terhadap
persentase kemiskinan kabupaten/kota tahun 2012 di Provinsi Jawa Barat yaitu
peubah persentase rumah tangga yang menggunakan air bersih (X10) dan peubah
persentase rumah tangga yang memiliki luas lantai perkapita
(X21).
Kata kunci: Kemiskinan, Model spasial lag (SAR)
ABSTRACT
DINI LESTARI PUTRI. Application of Spatial Regression on Poverty Data
Districts/Cities in West Java Province in 2012. Supervised by BUDI SUSETYO
and MUHAMMAD NUR AIDI.
Poverty is a social problem that normally occurs in the middle of society,
especially in developing countries. One important aspect to support poverty
reduction strategy is the availability of accurate poverty data. Good data can be
used to evaluate government policies on poverty, compare poverty between
regions and determine the targeted destitute population with an am to improve
their living conditions. One effort to overcome poverty is to identify the variables
that affect it. In this research, poverty issue is examined by percentage of poor
people districts/cities in West Java Province in 2012, making use of spatial
regression analysis. The analysis showed that the spatial lag models (SAR)
produced better allegation parameters than classic regression models in case of
spatial correlation. This can be seen from the smaller AIC of SAR models
(129.62) than classic regression models (133.06). In SAR models, variables that
significantly affect the percentage of poor people in district/cities are
the percentage of households using clean water (X10) and households with floor
area per capita
(X21).
Keywords: Poverty, spatial lag models (SAR)
PENERAPAN REGRESI SPASIAL PADA DATA
KEMISKINAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA
BARAT TAHUN 2012
DINI LESTARI PUTRI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Statistika pada
Departemen Statistika
DEPARTEMEN STATISTIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Sipsi: Penerapan Regresi Spasial pada Data Kemiskinan Kabupaten/Kota
di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
Nama
: Dini Lestari Putri
NIM
: 014100088
Disetujui oleh
/
/
/
/'
Dr Ir Muhammad Nur Aidi, MS
Pembimbing II
Pembimbing I
�;-�:.�-�-
Tangga l Lulus:
25
SEP 2014
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Sholawat serta
salam penulis panjatkan kepada Nabi Muhammad S.A.W yang telah menunjukkan
cahaya kebenaran bagi pengikutnya. Karya ilmiah ini berjudul Penerapan Regresi
Spasial pada Data Kemiskinan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun
2012. Semoga karya ilmiah ini dapat memperkaya pengetahuan pada bidang
Statistika
Banyak sekali pihak yang membantu dalam penyelesaian karya ilmiah ini.
Melalui kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya
kepada Bapak Dr Ir Budi Susetyo, MS dan Bapak Dr Ir Muhammad Nur Aidi, MS
selaku pembimbing yang telah banyak memberikan masukan, saran, serta
bimbingan kepada penulis. Terima kasih banyak kepada Dinas Pendidikan Kota
Lahat yang telah memberikan Beasiswa Utusan Daerah (BUD) kepada saya.
Selain itu, ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak, Ibu, Shinta,
Yoga, dan Aditya atas doa, dukungan, serta kasih sayangnya selama ini. Saya
ucapkan terima kasih juga kepada Meita, Elok, Fani, dan Meta selaku teman satu
bimbingan atas dukungannya serta kepada Idah dan kepada semua pihak yang
telah membantu penulis dan selalu memberikan dukungan dan motivasi.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan karya
ilmiah ini. Kritik dan saran yang membangun sangat dibutuhkan untuk perbaikan
kedepannya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi seluruh pembaca.
Bogor, September 2014
Dini Lestari Putri
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
1
TINJAUAN PUSTAKA
2
Kemiskinan
2
Matriks Pembobot Spasial
2
Uji Korelasi Spasial
4
Plot Pencaran Moran
5
Uji keragaman Spasial
6
Analisis Regresi Spasial
7
Kriteria Pemilihan Model
8
METODE
8
Data
8
Prosedur Analisis Data
9
HASIL DAN PEMBAHASAN
Eksplorasi Data
9
9
Korelasi Pearson
11
Uji Korelasi Spasial
12
Plot Pencaran Moran
13
Uji Keragaman Spasial
13
Model Spasial Lag (SAR)
14
Kriteria Pemilihan Model
16
SIMPULAN
17
DAFTAR PUSTAKA
18
LAMPIRAN
19
RIWAYAT HIDUP
24
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
Nilai statistik persentase penduduk miskin di Provinsi Jawa Barat
Kriteria kemiskinan menurut Badan Ketahanan Pangan
Hasil indeks Moran
Uji pengganda Lagrange
Pendugaan dan pengujian parameter model SAR
Penduga parameter dan uji parsial peubah penjelas
Penduga parameter dan uji parsial peubah penjelas regresi klasik
ukuran kebaikan model
9
10
12
14
14
15
15
17
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
Peta tematik persentase penduduk miskin
Peta tematik kategori persentase kemiskinan kabupaten/kota
Peta Tematik Moran Lokal
Plot pencaran moran persentase penduduk miskin
Persentase penduduk miskin aktual dan dugaan
10
11
12
13
17
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
Peubah bebas yang digunakan
Tabel korelasi Pearson
matriks pembobot spasial
Indeks Moran Lokal
hasil pemilihan peubah penjelas
Pengujian Kenormalan Sisaan pada Model SAR
19
20
21
22
22
23
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kemiskinan merupakan masalah sosial yang selalu hadir di tengah-tengah
masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang. Kemiskinan senantiasa
menarik perhatian berbagai kalangan, baik para akademisi maupun para praktisi.
Masalah kemiskinan di Indonesia mengalami gejala peningkatan sejalan dengan
krisis multidimensional, dimana berkaitan dengan aspek sosial, budaya, ekonomi
dan aspek lainnya.
Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi penanggulangan
kemiskinan adalah tersedianya data kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran
(BPS 2013). Pengukuran kemiskinan dapat menjadi instrumen tangguh bagi
pengambilan kebijakan dalam memfokuskan perhatian pada kondisi hidup orang
miskin. Data kemiskinan yang baik dapat digunakan untuk mengevaluasi
kebijakan pemerintah terhadap kemiskinan, membandingkan kemiskinan antar
daerah dan menentukan target penduduk miskin suatu daerah dengan tujuan untuk
memperbaiki kondisi mereka. Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengatasi
masalah kemiskinan adalah dengan mengidentifikasi peubah-peubah yang
berhubungan terhadap kemiskinan. Kemiskinan suatu daerah tidak lepas dari
pengaruh kemiskinan di daerah sekitarnya. Hal ini mengindikasikan adanya
pengaruh spasial di dalamnya.
Kebijakan percepatan penanggulangan kemiskinan yang ada dalam
Peraturan Presiden No. 15 tahun 2010 pelaksanaannya di Provinsi Jawa Barat
belum sesuai yang diharapakan. Hal ini terlihat tingginya jumlah peduduk miskin
yaitu sebesar 4 421 484 orang dari jumlah penduduk sebesar 46 497 175 jiwa pada
tahun 2012. Angka penurunan yang dicapai 2.27%, sedangkan target nasional
yang telah dicanangkan dalam Peraturan Presiden No. 15 tahun 2010 adalah 8%
pada tahun 2014 (Rusli 2013).
Penelitian yang dilakukan oleh Amelia (2012) dengan tujuan
mengidentifikasi peubah-peubah yang berpengaruh terhadap persentase
kemiskinan kabupaten di Pulau Jawa dengan menggunakan pendekatan analisis
regresi spasial. Pada penelitian tersebut menggunakan data Potensi Desa (Podes)
tahun 2008. Pada penelitian ini menggunakan data dari buku Data dan Informasi
kemiskinan Kabupaten/Kota 2012 dengan pendekatan analisis regresi spasial yang
memfokuskan hanya di Provinsi Jawa Barat.
Oleh karena itu, untuk mengidentifikasi peubah-peubah yang berhubungan
terhadap kemiskinan di Provinsi Jawa Barat yang di dalamnya mengandung
pengaruh spasial digunakan metode analisis regresi spasial.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi peubah-peubah yang
berhubungan terhadap persentase penduduk miskin di Provinsi Jawa Barat dengan
menggunakan analisis regresi spasial.
2
TINJAUAN PUSTAKA
Kemiskinan
Persoalan bagi masyarakat miskin ialah memenuhi kebutuhan pangan yang
layak dan persyaratan gizi serta kemampuan daya beli yang rendah. Pada
hakikatnya, semakin banyak barang yang dikonsumsi maka semakin tinggi
tingkat kesejahteraan seseorang. Definisi kemiskinan apabila dihubungkan dengan
tingkat kesejahteraan dapat diartikan sebagai ketidakmampuan dalam memenuhi
kesejahteraan atau kurangnya pendapatan seseorang terhadap sumber daya untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan hidup yang dimaksudkan adalah
kebutuhan hidup untuk makanan standar yang diperlukan oleh setiap individu
setara 2100 kilo kalori per orang per hari (GKM), atau non makanan berupa
perumahan, pakaian, kesehatan, pendidikan, transportasi, serta aneka barang dan
jasa lainnya (GKNM) (BPS 2013). Kemiskinan secara luas didefinisikan sebagai
ketidakmampuan individu dalam memenuhi kebutuhan dasar minimal untuk hidup
layak.
Metode yang digunakan dalam mengukur kemiskinan adalah menghitung
Garis Kemiskinan (GK). GK merupakan penjumlahan dari Garis Kemiskinan
Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM). Menurut BPS
(2013), suatu rumah tangga dikategorikan miskin jika memiliki pendapatan
perkapita di bawah GK. Selanjutnya dihitung jumlah penduduk dibawah GK
untuk tingkat kabupaten/kota, dari jumlah penduduk miskin maka dihitung
persentase penduduk miskin dan GK dari seluruh kabupaten/kota.
Pada buku Data dan Informasi Kemiskinan Kabupaten/Kota 2012 (BPS
2013) menunjukkan bahwa indikator yang berhubungan terhadap kemiskinan
yaitu ada dua puluh tiga peubah sebagaimana terlampir pada Lampiran 1. Pada
dua puluh tiga peubah tersebut, mencirikan indikator terkait dengan pendidikan
(X1 – X4, X20), pertanian (X5 – X6), fertilitas dan keluarga berencana (X7 – X9),
sanitasi (X10 – X11), kemiskinan (X12 – X18), pendapatan penduduk (X19),
perumahan (X21), dan ketenagakerjaan (X22 – X23).
Matriks Pembobot Spasial
Langkah awal dalam melakukan analisis regresi spasial adalah dengan
membuat matriks pembobot spasial. Matriks pembobot spasial merupakan sebuah
matriks yang menggambarkan hubungan kedekatan antar daerah. Hubungan
kedekatan antar daerah tersebut dicari dengan menggunakan berbagai metode,
antara lain queen contiguity, rook contiguity, dan bishop contiguity (Dale 2002).
1. Queen contiguity
Queen contiguity adalah matriks pembobot spasial berdasarkan hubungan
kebertetanggaan, dimana daerah tetangga adalah daerah yang berdekatan
secara langsung dengan daerah i. Karena matriks queen contiguity lebih
memudahkan untuk menentukan daerah tetangga dibandingkan rook contiguity
dan bishop contiguity yang menentukan daerah tetangga harus tepat di posisi
utara, barat, timur, selatan dan diagonal sehingga pada penelitian ini
5
memerikasa korelasi spasial salah satunya dengan menggunakan Indeks Moran,
baik indeks Moran Lokal maupun Global. Hipotesis indeks Moran dapat
dituliskan sebagai berikut:
: I = 0 (tidak ada autokorelasi spasial)
:
(ada autokorelasi spasial)
dengan statistik uji sebagai berikut:
(̂
)
hi g
̂
dengan:
̂
̂
∑i
=√
∑j
∑i
ij
∑i
-
∑i
∑ i ∑j
∑ ci
∑j
ij
cij
∑j
∑j
∑
̅)
ij ( i - ̅)(
̅
ij
-
cji
ci
i
C
= matriks queen contiguity
Tolak
jika | hi g |
(Anselin 1988).
Indeks Moran dapat mengukur korelasi antara pengamatan pada suatu
daerah dengan daerah lain yang berdekatan. Indikator Lokal dari Asosiasi Spasial
(LISA) mampu menemukan pola hubungan spasial yang berbasis lokal area
(Indeks Moran Lokal) yaitu menguji setiap area dengan pengaruhnya terhadap
aspek global. Indeks Moran Lokal berguna untuk pendeteksian hotspot/coldspot
pada data area dan akan terlihat pada plot pencaran moran. Hotspot merupakan
daerah yang memiliki nilai pengamatan dengan pengukuran tertinggi, sedangkan
coldspot merupakan daerah yang memiliki nilai pengamatan dengan pengukuran
terendah. Indeks Moran Lokal dengan matriks pembobot spasial dapat
dirumuskan sebagai berikut:
i
∑
ij
j
dengan
dan
dan
adalah peubah y ke-i dan ke-j yang telah dibakukan (
adalah ukuran pembobot antara daerah ke-i dan ke-j (Anselin 1995).
i-
̅
)
Plot Pencaran Moran
Plot pencaran moran adalah analisis eksplorasi secara visual yang mampu
mendeteksi autokorelasi spasial (Anselin 1995). Gambar yang dihasilkan bukan
data asli tetapi data yang telah distandarisasikan dalam z-score. Plot pencaran
6
moran pada sumbu x adalah dan pada sumbu y adalah nilai z dari tetangganya.
Plot Pencaran Moran terbagi atas empat kuadran seperti gambar berikut.
TT
RR
TR
Wz
RT
x
Gambar Kuadran Plot Pencaran moran
Kuadran I merupakan wilayah Tinggi-Tinggi (TT) artinya pengamatan pada
wilayah ini tinggi dan dikelilingi oleh wilayah dengan amatan tinggi juga.
Kuadran II merupakan wilayah Tinggi-Rendah (TR) artinya pengamatan tinggi
dan dikelilingi oleh wilayah dengan amatan rendah dan biasanya disebut dengan
daerah hotspot. Kuadran III merupakan wilayah Rendah-Rendah (RR) artinya
pengamatan pada wilayah ini rendah dan dikelilingi oleh wilayah dengan amatan
rendah juga. Kuadran IV merupakan wilayah Rendah-Tinggi (RT) artinya
pengamatan pada wilayah ini rendah tetapi dikelilingi oleh wilayah dengan
amatan tinggi. Pada kuadran IV bisa disebut dengan daerah coldspot.
Uji keragaman Spasial
Apabila uji indeks Moran signifikan maka selanjutnya adalah melakukan uji
keragaman spasial. Keragaman spasial dapat diartikan sebagai adanya penyebaran
berupa variasi objek atau amatan di suatu daerah dengan daerah lain yang saling
berhubungan. Menurut Breusch dan Pagan (1979) metode statistik yang baik
untuk menguji keragaman spasial sebagai berikut:
dengan:
= f f
=
ei
f
-
= i- ̂
z
= vektor y berukuran
yang sudah dinormalbakukan untuk setiap
pengamatan dengan i
.
Hipotesisnya sebagai berikut :
: tidak terdapat keragaman antar daerah
: terdapat keragaman antar daerah
7
Apabila hasil dari uji keragaman spasial tolak
maka model regresi yang
digunakan adalah model regresi terboboti geografis (Arbia 2006). Jika terima
maka model regresi yang digunakan adalah model regresi spasial.
Analisis Regresi Spasial
Analisis regresi spasial digunakan untuk menduga pengaruh peubah
penjelas terhadap peubah respon dengan ditambahkan unsur spasial di dalamnya.
Model umum regresi spasial adalah sebagai berikut :
dengan merupakan vektor peubah respon berukuran
adalah koefisien
otoregresif lag spasial,
merupakan matriks pembobot spasial berukuran
,
adalah matriks peubah penjelas berukuran
merupakan vektor
parameter berukuran
adalah vektor galat yang diasumsikan
mengandung otokorelasi
merupakan koefisien otoregresi sisaan spasial
dan adalah vektor sisaan berukuran
dengan p adalah banyaknya peubah
penjelas (Anselin 1988). Penentuan model regresi spasial yang digunakan
ditentukan berdasarkan uji Lagrange Multiplier (LM). Uji LM ini memiliki
perbedaan sesuai dengan model spasial yang akan digunakan. Analisis regresi
spasial dibagi dalam beberapa model spasial berikut yaitu:
1. Model Spatial Autoregressive (SAR)
Model ini memiliki ketergantungan antar satu pengamatan di suatu
wilayah dengan pengamatan yang lain di wilayah tetangganya dimana peubah
responnya berkorelasi spasial dengan kata lain
berpengaruh terhadap .
Pada model SAR dengan
dan
maka persamaannya:
Model ini akan digunakan apabila hasil dari uji pengaruh spasial yaitu uji
Lagrange Multiplier (LM) pada kaidah keputusan penolakan
dengan
hipotesis sebagai berikut:
:
(tidak ada korelasi spasial pada peubah y)
:
(ada korelasi spasial pada peubah y)
statistik uji sebagai berikut :
[
dengan:
-
(
-
)+
[
]
]
Kaidah keputusan penolakan
jika
2. Model Spatial Error (SEM)
Pada SEM yaitu model regresi linier yang peubah sisaannya terdapat
korelasi spasial, artinya model ini memiliki ketergantungan sisaan pada
8
pengamatan di sutau wilayah dengan sisaan pada pengamatan yang lain di
wilayah yang berbeda dengan
dan
maka persamaannya:
Model ini akan digunakan apabila hasil dari uji pengaruh spasial yaitu uji
Lagrange Multiplier (LM) pada kaidah keputusan penolakan , sama seperti
pada model SAR dengan hipotesis sebagai berikut:
:
(tidak ada korelasi spasial pada sisaan)
:
(ada korelasi spasial pada sisaan)
statistik uji sebagai berikut :
[
[
]
]
Kaidah keputusan penolakan
jika
3. Model gabungan SAR dan SEM bisa disebut dengan Spatial Autoregressive
with Autoregressive disturbances (SARAR).
Pada model ini peubah galat dan peubah responnya terdapat korelasi spasial
dengan
dan
yang artinya tingkat korelasi komponen spasial dari
suatu wilayah terhadap wilayah lain di sekitarnya dan tingkat korelasi
komponen spasial sisaan dari suatu wilayah terhadap wilayah lain di sekitarnya.
Model penggabungan ini memiliki persamaan:
Kriteria Pemilihan Model
Kriteria pemilihan model regresi atau ukuran kebaikan model regresi baik
model regresi klasik atau model regresi spasial yang dilakukan dalam penelitian
ini adalah menggunakan Akaike Information Criterion (AIC). Apabila nilai AIC
lebih kecil, maka model dikatakan lebih baik. Persamaan untuk AIC adalah
sebagai berikut:
g(
)
dimana P adalah jumlah parameter, dan N adalah jumlah amatan (Dray et al.
2006).
METODE
Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
diperoleh dari publikasi Data dan Informasi Kemiskinan Kabupaten/Kota 2012
(BPS 2013). Data sekunder ini diperoleh dari Survei Sosial Ekonomi Nasional
(Susenas) 2012. Data yang digunakan sebagai peubah respon adalah persentase
penduduk miskin tiap kabupaten/kota dan peubah bebas yang digunakan yaitu
terlampir pada Lampiran 1.
9
Prosedur Analisis Data
Penelitian ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Melakukan eksplorasi data untuk melihat karakteristik data secara umum.
2. Memilih peubah penjelas untuk mengetahui ada atau tidaknya korelasi antar
peubah penjelas.
3. Menentukan matriks pembobot spasial (W) dengan menggunakan metode
queen contiguity.
4. Menguji korelasi spasial antar pengamatan (berupa daerah) yang saling
berdekatan dengan indeks moran.
5. Menguji kehomogenan ragam spasial dengan uji Breusch-Pagan.
6. Melakukan uji pengganda Lagrange Multiplier untuk Model Spasial Lag dan
Model Spasial Eror.
7. Melakukan analisis regresi spasial untuk model yang nyata pada uji pengganda
Lagrange Multiplier.
8. Melakukan pemeriksaan asumsi pada masing-masing model spasial
9. Melakukan pemilihan model
10. Interpretasi dan kesimpulan untuk model yang terbaik.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Eksplorasi Data
Eksplorasi data yang dilakukan yaitu untuk mengetahui informasi awal
secara umum dari data. Eksplorasi data yang dilakukan yaitu melihat statistik dari
persentase penduduk miskin tiap kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat.
Tabel 1 Nilai statistik persentase penduduk miskin di Provinsi Jawa Barat
Statistik
Persentase penduduk miskin
Rataan
10.38
SE Rataan
0.74
Koef. Keragaman
36.56
Minimum
2.46
Median
10.43
Maksimum
18.92
Berdasarkan Tabel 1, persentase penduduk miskin yang tertinggi di Provinsi
Jawa Barat pada tahun 2012 adalah sebesar 18.92 dan pada Gambar 1 yaitu Kota
Tasikmalaya. Persentase penduduk miskin yang terendah di Provinsi Jawa Barat
pada tahun 2012 adalah sebesar 2.46 terlihat pada Gambar 1 adalah Kota Depok.
Rata-rata dari keseluruhan persentase penduduk miskin kabupaten/kota di
Provinsi Jawa Barat yaitu sebesar 10.38. Nilai koefisien keragaman persentase
penduduk miskin kabupaten/kota pada tahun 2012 di Provinsi Jawa Barat cukup
beragam yaitu 36.56.
14
Selanjutnya kita menguji korelasi spasial secara spesifik yaitu korelasi
spasial dalam lag (SAR) dan korelasi spasial dalam sisaan (SEM) dengan
menggunakan uji pengganda Lagrange Multiplier (LM).
Tabel 4 Uji pengganda Lagrange Multiplier
Model
Parameter
Nilai-p
Model Spasial Sisaan (SEM) 2.08
0.14
Model Spasial Lag (SAR)
4.95
0.03**
**) nyata pada
Pada Tabel 4, diperoleh hasil bahwa pada model spasial sisaan dengan nilaip 0.14 yang lebih besar dari
disimpulkan terima H0, yang artinya tidak
ada korelasi spasial dalam sisaan, sehingga tidak dapat dilanjutkan untuk
pembuatan model pada SEM. Sedangkan pada uji pengganda Lagrange untuk
model spasial lag diperoleh nilai-p sebesar 0.03 yang lebih kecil dari
disimpulkan tolak H0, yang artinya ada korelasi spasial dalam lag sehingga perlu
dilakukan tahapan selanjutnya dalam pembentukan Model Spasial Lag (SAR).
Model umum regresi spasial digunakan apabila model spasial sisaan (SEM) dan
model spasial lag (SAR) menunjukkan hasil yang nyata. Pada penelitian ini
pembentukan model umum spasial tidak dilakukan.
Model Spasial Lag (SAR)
Uji pengganda Lagrange Multiplier didapatkan hasil bahwa hanya model
spasial lag (SAR) yang berpengaruh nyata dan selanjutnya dilakukan
pembentukan model spasial lag (SAR). Pembentukan model spasial lag (SAR)
memiliki kriteria yaitu
dan
. Model spasial lag (SAR) juga
menunjukkan bahwa berpengaruh terhadap . Hasil pendugaan dan pengujian
parameter untuk model SAR pada Tabel 5 menunjukkan bahwa ada dua peubah
penjelas yaitu persentase rumah tangga yang menggunakan air bersih (X10) dan
persentase rumah tangga yang memiliki luas lantai perkapita
(X21) yang
berhubungan nyata terhadap persentase penduduk miskin kabupaten/kota di
Provinsi Jawa Barat pada tahun 2012. Pada model SAR didapatkan nilai
sebesar 0.45 dengan nilai-p sebesar 0.04 (
) yang artinya berhubungan
nyata.
Tabel 5 Pendugaan dan pengujian parameter model SAR
Peubah
Konstanta
X2
X10
X12
X21
X22
*) nyata pada
Koefisien
nilai-p
29.00
0.07*
-0.17
0.28
-0.07
0.01**
0.03
0.21
-0.08
0.02**
-0.04
0.43
0.45
0.04**
dan **) nyata pada
15
Hasil model SAR secara parsial pada kedua peubah penjelas yang
berpengaruh nyata serta pendugaan parameter disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 Penduga parameter dan uji parsial peubah penjelas
Peubah
Koefisien
Nilai-p
konstanta
12.66
0.00**
X10
-0.06
0.01**
X21
-0.09
0.01**
0.49
0.02**
**) nyata pada
Pendugaan dan pengujian parameter untuk semua peubah pada Tabel 5
menunjukkan bahwa konstanta berhubungan pada taraf nyata 0.10, berbeda
dengan hasil pendugaan dan pengujian parameter pada Tabel 6 yang menunjukkan
konstanta berhubungan nyata pada
. Hal ini berarti dapat disimpulkan
bahwa pemodelan dengan dua peubah penjelas yang berpengaruh nyata lebih baik.
Kemudian untuk melihat model regresi spasial lebih baik daripada model
regresi klasik dilakukan pengujian dan pendugaan parameter untuk model regresi
klasik agar bisa membandingkan nilai AIC dari kedua model tersebut. Model
regresi klasik pada lima peubah tersebut dilakukan tahapan empat metode yaitu
Eliminasi Langkah Mundur, Eliminasi Langkah Maju, Regresi Bertatar dan
Regresi Himpunan Terbaik. Hasil dari empat metode tersebut disajikan pada
Lampiran 5.
Hasil dari Lampiran 5 didapatkan bahwa dua peubah yang berhubungan
nyata terhadap persentase penduduk miskin kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat
yaitu persentase rumah tangga yang menggunakan air bersih (X10) dan persentase
rumah tangga yang memiliki luas lantai perkapita
(X21). Hasil analisis
regresi klasik secara parsial pada kedua peubah penjelas serta pendugaan
parameter disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7 Penduga parameter dan uji parsial peubah penjelas regresi klasik
VIF
Peubah
Koefisien Nilai-t
Nilai-p
**
Konstanta 20.04
9.17
0.00
1.050
X10
-0.07
-2.60
0.02**
**
1.050
X21
-0.13
-3.15
0.00
**) nyata pada
Pada model regresi klasik dan model spasial lag menghasilkan peubahpeubah nyata yang sama dan menghasilkan kekonsistenan tanda koefisien, tetapi
terjadi perubahan dalam nilai koefisien pada kedua peubah tersebut. Pada model
SAR dengan dua peubah yang nyata menunjukkan hasil koefisien yang lebih kecil
dari koefisien kedua peubah model regresi klasik. Sehingga secara umum
didapatkan bahwa model regresi spasial lag (SAR) lebih baik. Persamaan SAR
yang diperoleh sebagai berikut:
̂
Peubah persentase rumah tangga yang menggunakan air bersih (X10)
memiliki hubungan negatif dengan persentase penduduk miskin kabupaten/kota di
Provinsi Jawa Barat. Hal ini sesuai dengan harapan yang diinginkan. Dengan
demikian hal tersebut mengindikasikan bahwa dengan adanya peningkatan
persentase rumah tangga yang menggunakan air bersih sebesar satu persen, maka
16
akan menurunkan persentase penduduk miskin suatu kabupaten/kota sebesar 0.06
satuan. Pada model SAR peubah persentase rumah tangga yang memiliki luas
lantai perkapita
(X21) memiliki hubungan negatif dengan persentase
penduduk miskin kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat sesuai dengan yang
diharapakan. Hal ini mengindikasikan bahwa dengan adanya peningkatan
persentase rumah tangga yang memiliki luas lantai perkapita
sebesar satu
persen, maka akan menurunkan persentase penduduk miskin suatu kabupaten/kota
di Provinsi Jawa Barat sebesar 0.09 satuan.
Pada Tabel 6, koefisien
yang signifikan pada taraf nyata 0.05
menunjukkan tolak H0 yang artinya korelasi lag pada model spasial berhubungan
nyata terhadap persentase penduduk miskin kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat
pada tahun 2012. Hal ini juga mengindikasikan bahwa dengan adanya
peningkatan rata-rata persentase penduduk miskin kabupaten/kota tahun 2012 di
Provinsi Jawa Barat pada suatu daerah yang dikelilingi oleh daerah lain sebanyak
n, maka pengaruh dari masing-masing daerah yang mengelilinginya dapat diukur
sebesar 0.49 kali.
Pengecekan asumsi dilakukan setelah kita mendapatkan model SAR. Pada
model SAR dalam penelitian ini akan dilakukan tiga pengecekan asumsi yaitu
kenormalan sisaan, kehomogenan ragam sisaan dan kebebasan sisaan.
1. Pengujian asumsi kenormalan sisaan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov.
Pada lampiran 6, nilai Kolmogorov-Smirnov yang dihasilkan sebesar 0.11
dengan nilai-p 0.15. Hal ini menunjukkan bahwa nilai dari nilai-p lebih besar
dari
yang artinya asumsi kenormalan sisaan pada model SAR
terpenuhi.
2. Pengujian asumsi kemogonenan ragam sisaan menggunakan uji BreuschPagan (BP). Hasil dari uji Breusch-Pagan diperoleh nilai BP sebesar 2.47
dengan nilai-p sebesar 0.29, yang artinya terima H0 dan ragam sisaan homogen,
sehingga asumsi kehomogenan ragam sisaan pada model SAR terpenuhi.
3. Pengujian asumsi kebebasan sisaan menggunakan uji Durbin-Watson. Nilai
DW yang dihasilkan sebesar 2.08 pada k=3,
dan n=26. Nilai dU
(Durbin Upper) sebesar 1.55 sedangkan nilai (4-dU) sebesar 2.44. nilai DW
yang dihasilkan terletak diantara dU dan (4-dU) maka hipotesis nol diterima
yang berarti tidak ada autokorelasi atau asumsi kebebasan sisaan terpenuhi.
Kriteria Pemilihan Model
Pada pembahasan sebelumnya diperoleh secara umum bahwa model regresi
spasial Lag (SAR) lebih baik dari model regresi klasik. Tetapi penarikan
kesimpulan secara umum tersebut tidak bisa mendukung dengan tepat. Oleh
karena itu, untuk mengetahui model regresi klasik atau model regresi spasial lebih
baik disimpulkan dengan melihat besarnya nilai kebaikan model tersebut.
Kebaikan suatu model dapat dilihat dai nilai AIC yang dihasilkan. Nilai AIC yang
lebih kecil dibandingkan model lainnya menunjukkan bahwa model tersebut lebih
baik dibandingkan dengan model lainnya. Pada Tabel 8 menunjukkan nilai
kebaikan model (AIC) yang dihasilkan dari model regresi klasik dan SAR.
17
Tabel 8 ukuran kebaikan model
Model AIC
Klasik 133.06
SAR
129.62
Tabel 8 menunjukkan bahwa nilai kebaikan model (AIC) pada model regresi
spasial atau model SAR lebih kecil dibandingkan dengan nilai kebaikan model
(AIC) pada model regresi klasik. Oleh karena itu, model yang dipilih untuk
menganalisis masalah kemiskinan yaitu persentase penduduk miskin
kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2012 adalah dengan
menggunakan model spasial lag (SAR).
Kemudian untuk melihat pola dari grafik persentase penduduk miskin
kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat tahun 2012 antara yaktual dengan yduga
terlihat pada Gambar 5. Pada Gambar 5, menunjukkan bahwa pola dari yduga lebih
baik dari pola yaktual . Pada yduga persentase penduduk miskin kabupaten/kota
menunjukkan pola yang lebih merata dibandingkan dengan yaktual yang
menunjukkan ada titik paling tinggi dan titik paling rendah dari persentase
kemiskinan penduduk miskin tersebut. Sehingga dapat disimpulkan model regresi
SAR lebih baik dari model regresi klasik.
%
Kab. Bogor
Kab. Sukabumi
Kab. Cianjur
Kab. Bandung
Kab. Garut
Kab. Tasikmalaya
Kab. Ciamis
Kab. Kuningan
Kab. Cirebon
Kab. Majalengka
Kab. Sumedang
Kab. Indramayu
Kab. Subang
Kab. Purwakarta
Kab. Karawang
Kab. Bekasi
Kab. Bandung Barat
Kota Bogor
Kota Sukabumi
Kota Bandung
Kota Cirebon
Kota Bekasi
Kota Depok
Kota Cimahi
Kota Tasikmalaya
Kota Banjar
20
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
yaktual
yduga
Gambar 5 Persentase penduduk miskin aktual dan dugaan.
SIMPULAN
Pada model SAR peubah-peubah yang berhubungan nyata terhadap
persentase kemiskinan kabupaten/kota tahun 2012 di Provinsi Jawa Barat yaitu
peubah persentase rumah tangga yang menggunakan air bersih (X10) dan peubah
persentase rumah tangga yang memiliki luas lantai perkapita
(X21). Model
spasial lag (SAR) menghasilkan dugaan parameter yang lebih baik dari model
regresi klasik pada kasus korelasi spasial terhadap persentase penduduk miskin
18
kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat tahun 2012. Hal ini terlihat dari nilai AIC
pada model SAR yang lebih kecil yaitu sebesar 129.62 daripada model regresi
klasik nilai AIC sebesar 133.06.
DAFTAR PUSTAKA
Amelia, Mia. 2012. Penerapan Regresi Spasial untuk Data Kemiskinan Kabupaten
di Pulau Jawa [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
Anselin L. 1988. Spatial Econometrics : Methods and Models. Dordrecht (NLD) :
Academic Publisher.
Anselin L. 1995. Local Indicators of Spatial Association. Research Paper 9331.
Virginia (US) : Institute West Virginia.
Arbia G. 2006. Statistical Foundations and Application to Regional Convergence.
Berlin: Springer-Verlag
[BKP] Badan Ketahanan Pangan. 2005. A Food Insecurity Atlas of Indonesia.
Jakarta (ID): Dewan Ketahanan Pangan, Departemen Pertanian RI
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Data dan Informasi Kemiskinan
Kabupaten/Kota 2012. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik.
Breusch T.S, Pagan A.R. 1979. Econometrics: A Simple Test For
Heteroscedasticity and Random Coefficient Variation. Vol. 47, N0. 5.
Dale, Mark R T. 2002. Spatial Pattern Analysis in Plant Ecology. United
Kingdom (UK): Cambridge University.
Dray S, Pierre L, Pedro RP. 2006. Spatial modeling: a comprehensive framework
for principal coordinate analysis of neighbor matrices (PCNM). Ecological
Modelling 196 483-493. Department of Biology, University of Regina.
Rusli, Budiman. 2013. Analisis Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan di
Provinsi Jawa Barat [disertasi]. Bandung (ID): Universitas Padjadjaran.
19
Lampiran
Lampiran 1 Peubah bebas yang digunakan
Peubah
Keterangan
bebas
X1
Angka melek huruf penduduk usia 15-24 tahun
X2
Angka melek huruf penduduk usia 15-55 tahun
X3
Angka partisipasi sekolah penduduk usia 07-12 tahun
X4
Angka partisipasi sekolah penduduk usia 13-15 tahun
X5
Persentase penduduk bekerja di sektor pertanian
X6
Persentase penduduk bekerja di sektor bukan pertanian
X7
Persentase perempuan pengguna alat KB
X8
Persentase balita rumah tangga penolong persalinan pertama
oleh tenaga kesehatan
X9
Persentase balita rumah tangga penolong persalian terakhir
oleh tenaga kesehatan
X10
Persentase rumah tangga menggunakan air bersih
X11
Persentase rumah tangga yang menggunakan jamban
sendiri/bersama
X12
Persentase rumah tangga yang mendapat Jaminan kesehatan
masyarakat (jamkesmas)
X13
Persentase rumah tangga yang mendapat Kartu sehat
X14
Persentase rumah tangga yang mendapat surat miskin
X15
Persentase rumah tangga yang mendapat jaminan kesehatan
daerah (jamkesda)
X16
Persentase rumah tangga penerima raskin (beras miskin)
X17
Persentase rumah tangga rata-rata membeli raskin (kg)
X18
Persentase rumah tangga rata-rata harga membeli raskin
X19
Persentase pengeluaran perkapita penduduk untuk makanan
X20
Persentase penduduk yang tidak tamat SD
X21
Persentase rumah tangga yang memiliki luas lantai perkapita
≤8 m2
X22
Persentase penduduk bekerja di sektor informal
X23
Persentase penduduk bekerja di sektor formal
20
Lampiran 2 Tabel korelasi Pearson
Y
X1
X2
X3
X4
X5
X6
X7
X8
X9
X10
X11
X12
X13
X14
X15
X16
X17
X18
X19
X20
X21
X22
X23
X1
X2
X3
X4
X5
X6
X7
X8
X9
X10
X11
X12
X13
X14
X15
X16
X17
X18
X19
X20
X21
X22
-0.18
-0.20
0.11
0.06
-0.03
0.03
-0.17
0.35
0.40*
0.08
0.41*
-0.30
-0.09
-0.34
-0.43
-0.45*
0.39*
0.15
0.27
0.37
-0.28
0.02
0.39*
0.13
0.38
-0.37
0.33
-0.06
0.02
0.16
0.34
0.46*
-0.51*
0.45*
0.27
-0.14
0.06
0.18
0.28
0.46*
-0.49*
0.47*
0.38
0.94*
-0.50*
0.29
-0.09
0.38
0.31
-0.72*
0.70*
0.23
0.53*
0.51*
-0.19
0.16
0.37
0.15
0.31
-0.55*
0.52*
0.35
0.59*
0.50*
0.62*
0.46*
-0.24
0.12
0.10
-0.24
0.30
-0.25
-0.24
0.05
0.01
-0.37
-0.24
0.09
0.15
-0.04
0.07
0.23
0.05
-0.06
0.09
0.20
0.18
0.09
0.17
-0.03
-0.13
0.05
0.04
-0.46*
-0.05
-0.06
0.25
-0.10
-0.08
0.04
0.22
-0.08
-0.12
-0.48*
0.22
-0.11
-0.15
0.31
-0.30
0.29
0.10
-0.10
-0.06
0.31
0.08
-0.84*
-0.17
0.79*
-0.21
-0.31
-0.04
-0.42*
0.59*
-0.67*
-0.39
-0.4*
-0.42*
-0.63*
-0.52*
0.43*
0.06
0.09
-0.48*
-0.32
0.11
0.40*
0.14
0.22
-0.10
0.14
0.06
0.12
0.09
0.12
0.06
0.18
-0.22
-0.25
0.02
-0.45*
0.05
0.12
-0.15
-0.26
-0.01
0.12
-0.21
-0.30
-0.34
-0.10
-0.11
-0.06
-0.18
0.14
0.09
-0.32
0.15
0.67*
-0.27
-0.26
-0.12
-0.41*
0.79*
-0.80*
-0.4*
-0.43*
-0.38
-0.69*
-0.64*
0.35
0.03
-0.01
-0.35
0.85*
-0.27
-0.31
0.18
0.02
-0.77*
-0.23
-0.44*
0.28
-0.31
-0.62*
-0.38
-0.42*
-0.20
-0.49*
-0.01
-0.17
-0.01
0.08
0.39
-0.36
0.12
0.34
-0.57*
0.21
0.28
-0.05
0.14
-0.21
0.35
0.42*
-0.12
0.00
0.22
0.00
-0.24
0.04
0.06
0.20
-0.48*
-0.03
0.49
-0.43*
0.41*
-0.31
-0.14
-0.21
-0.39*
0.86*
-0.69*
-0.42*
-0.33
-0.29
-0.57
-0.57*
0.38*
-0.09
-0.22
-0.26
0.52*
0.06
-0.08
0.76*
0.27
-0.25
-0.48*
0.35
0.25
0.22
0.38
-0.83*
0.88*
0.39*
0.37
0.36
0.61*
0.63*
-0.32
0.06
0.06
0.27
-0.68*
0.04
0.18
-0.87*
-0.37
0.35
*) pada taraf nyata 5 %
-0.89*
-0.23
-0.25
-0.19
-0.26
-0.87*
21
Lampiran 3 matriks pembobot spasial
Kab.
Bogor
Kab.
Sukabumi
Kab.
Cianjur
Kota
Cimahi
Kota
Tasikmalaya
Kota
Banjar
Kab. Bogor
0
0.13
0.13
0
0
0
Kab. Sukabumi
0.33
0
0.33
0
0
0
Kab. Cianjur
0.14
0.14
0
0
0
0
Kab. Bandung
0
0
0.14
0.14
0
0
Kab. Garut
0
0
0.2
0
0
0
Kab. Tasikmalaya
0
0
0
0
0.2
0
Kab. Ciamis
0
0
0
0
0.2
0.20
Kab. Kuningan
0
0
0
0
0
0
Kab. Cirebon
0
0
0
0
0
0
Kab. Majalengka
0
0
0
0
0
0
Kab. Sumedang
0
0
0
0
0
0
Kab. Indramayu
0
0
0
0
0
0
Kab. Subang
0
0
0
0
0
0
Kab. Purwakarta
0.20
0
0.2
0
0
0
Kab. Karawang
0.20
0
0.2
0
0
0
Kab. Bekasi
0.30
0
0
0
0
0
Kab. Bandung Barat
0
0
0.14
0.14
0
0
Kota Bogor
1
0
0
0
0
0
Kota Sukabumi
0
1
0
0
0
0
Kota Bandung
0
0
0
0.33
0
0
Kota Cirebon
0
0
0
0
0
0
Kota Bekasi
0.33
0
0
0
0
0
Kota Depok
0.50
0
0
0
0
0
Kota Cimahi
0
0
0
0
0
0
Kota Tasikmalaya
0
0
0
0
0
0
Kota Banjar
0
0
0
0
0
0
22
Lampiran 4 Indeks Moran Lokal
Kabupaten/Kota
Kab. Bogor
Kab. Sukabumi
Kab. Cianjur
Kab. Bandung
Kab. Garut
Kab. Tasikmalaya
Kab. Ciamis
Kab. Kuningan
Kab. Cirebon
Kab. Majalengka
Kab. Sumedang
Kab. Indramayu
Kab. Subang
Kab. Purwakarta
Kab. Karawang
Kab. Bekasi
Kab. Bandung Barat
Kota Bogor
Kota Sukabumi
Kota Bandung
Kota Cirebon
Kota Bekasi
Kota Depok
Kota Cimahi
Kota Tasikmalaya
Kota Banjar
I
0.251086
0.01117
0.025604
-0.04311
0.253054
0.306006
-0.16428
0.621102
1.073139
0.719743
0.23664
1.10194
0.18144
-0.08299
-0.02742
0.703241
-0.18567
0.216882
0.086734
0.39912
0.227113
1.701811
1.831156
0.443649
0.1796
0.14633
E(Ii)
-0.04
-0.04
-0.04
-0.04
-0.04
-0.04
-0.04
-0.04
-0.04
-0.04
-0.04
-0.04
-0.04
-0.04
-0.04
-0.04
-0.04
-0.04
-0.04
-0.04
-0.04
-0.04
-0.04
-0.04
-0.04
-0.04
*) kabupaten/kota yang nyata pada
Var(Ii)
0.084818
0.285964
0.102059
0.102059
0.157231
0.157231
0.157231
0.285964
0.205505
0.102059
0.102059
0.205505
0.125047
0.157231
0.157231
0.285964
0.102059
0.929629
0.929629
0.285964
0.929629
0.285964
0.44688
0.285964
0.44688
0.929629
Z(Ii)
0.999488
0.095689
0.205355
-0.00973
0.739059
0.872599
-0.31341
1.236269
2.455488
2.378159
0.865943
2.51902
0.626209
-0.10843
0.031732
1.389871
-0.45597
0.266427
0.131444
0.82116
0.277039
3.25721
2.799075
0.904429
0.328501
0.193254
Pr(z>0)
0.158779
0.461884
0.418647
0.503881
0.229936
0.191441
0.623016
0.108179
0.007035
0.008700
0.193261
0.005884
0.265589
0.543173
0.487343
0.082284
0.675796
0.394955
0.447712
0.205778
0.390875
0.000563
0.002562
0.182884
0.371267
0.42338
dan **) nyata pada
Lampiran 5 hasil pemilihan peubah penjelas
Eliminasi
Eliminasi
Himpunan
Bertatar
Mundur
Maju
Bagian Terbaik
X1
X
X
X
X
X3
V
V
V
V
X5
V
V
V
V
X6
X
X
X
X
X7
X
X
X
X
*) keterangan : Tanda V menunjukkan bahwa peubah penjelas berpengaruh nyata
terhadap peubah respon pada a=5%
Peubah
23
Lampiran 6 Pengujian Kenormalan Sisaan pada Model SAR
Probability Plot of Residual dari sar
Normal
99
Mean
StDev
N
KS
P-Value
95
90
Percent
80
70
60
50
40
30
20
10
5
1
-5,0
-2,5
0,0
2,5
Residual dari sar
5,0
7,5
-3,84615E-09
2,380
26
0,105
>0,150
24
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Lahat, Sumatera Selatan pada tanggal 25 Agustus 1992
dari pasangan Bapak Yulianto dan Ibu Iin Indawati. Penulis merupakan anak
pertama dari tiga bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri No 3 Lahat pada
tahun 2004. Kemudian menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SMP
Negeri 1 Lahat pada tahun 2007. Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 1
Lahat dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Beasiswa
Utusan Daerah (BUD) pada program mayor Statistika.
Penulis aktif mengikuti organisasi di perkuliahan, diantaranya Anggota
Departemen Human Research Development (HRD) Himpunan Profesi Gamma
Sigma Beta (GSB) periode tahun 2013, Anggota Divisi Lead Officer Seminar
Nasional The 8th Statistika Ria tahun 2012, Anggota Divisi Logistik dan
Transportasi Pesta Sains Nasional tahun 2012, Anggota Divisi Quality Control
Q “Welcome Ceremony of Statistics” ah
ada b a
i-Agustus
2013 penulis berkesempatan mengikuti kegiatan praktik lapang di PT. Global
Insight Indonesia (Pixel Research) di Jakarta Selatan.
25
KEMISKINAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA
BARAT TAHUN 2012
DINI LESTARI PUTRI
DEPARTEMEN STATISTIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penerapan Regresi
Spasial pada Data Kemiskinan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun
2012 adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014
Dini Lestari Putri
NIM G14100088
ABSTRAK
DINI LESTARI PUTRI. Penerapan Regresi Spasial pada Data Kemiskinan
Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012. Dibimbing oleh BUDI
SUSETYO dan MUHAMMAD NUR AIDI.
Kemiskinan merupakan masalah sosial yang selalu hadir di tengah-tengah
masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang. Salah satu aspek penting
untuk mendukung strategi penanggulangan kemiskinan adalah tersedianya data
kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat
digunakan untuk mengevaluasi kebijakan pemerintah terhadap kemiskinan,
membandingkan kemiskinan antar daerah dan menentukan target penduduk
miskin suatu daerah dengan tujuan untuk memperbaiki kondisi mereka. Salah satu
upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah kemiskinan adalah dengan
mengidentifikasi peubah-peubah yang berpengaruh terhadap kemiskinan. Pada
penelitian ini masalah kemiskinan yang diteliti adalah persentase penduduk
miskin kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat tahun 2012 dengan menggunakan
analisis regresi spasial. Hasil analisis menunjukkan bahwa model spasial lag
(SAR) menghasilkan dugaan parameter yang lebih baik dari model regresi klasik
pada kasus korelasi spasial. Hal ini terlihat dari nilai AIC pada model SAR yang
lebih kecil yaitu sebesar 129.62 daripada model regresi klasik nilai AIC sebesar
133.06. Pada model SAR peubah-peubah yang berpengaruh nyata terhadap
persentase kemiskinan kabupaten/kota tahun 2012 di Provinsi Jawa Barat yaitu
peubah persentase rumah tangga yang menggunakan air bersih (X10) dan peubah
persentase rumah tangga yang memiliki luas lantai perkapita
(X21).
Kata kunci: Kemiskinan, Model spasial lag (SAR)
ABSTRACT
DINI LESTARI PUTRI. Application of Spatial Regression on Poverty Data
Districts/Cities in West Java Province in 2012. Supervised by BUDI SUSETYO
and MUHAMMAD NUR AIDI.
Poverty is a social problem that normally occurs in the middle of society,
especially in developing countries. One important aspect to support poverty
reduction strategy is the availability of accurate poverty data. Good data can be
used to evaluate government policies on poverty, compare poverty between
regions and determine the targeted destitute population with an am to improve
their living conditions. One effort to overcome poverty is to identify the variables
that affect it. In this research, poverty issue is examined by percentage of poor
people districts/cities in West Java Province in 2012, making use of spatial
regression analysis. The analysis showed that the spatial lag models (SAR)
produced better allegation parameters than classic regression models in case of
spatial correlation. This can be seen from the smaller AIC of SAR models
(129.62) than classic regression models (133.06). In SAR models, variables that
significantly affect the percentage of poor people in district/cities are
the percentage of households using clean water (X10) and households with floor
area per capita
(X21).
Keywords: Poverty, spatial lag models (SAR)
PENERAPAN REGRESI SPASIAL PADA DATA
KEMISKINAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA
BARAT TAHUN 2012
DINI LESTARI PUTRI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Statistika pada
Departemen Statistika
DEPARTEMEN STATISTIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Sipsi: Penerapan Regresi Spasial pada Data Kemiskinan Kabupaten/Kota
di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012
Nama
: Dini Lestari Putri
NIM
: 014100088
Disetujui oleh
/
/
/
/'
Dr Ir Muhammad Nur Aidi, MS
Pembimbing II
Pembimbing I
�;-�:.�-�-
Tangga l Lulus:
25
SEP 2014
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Sholawat serta
salam penulis panjatkan kepada Nabi Muhammad S.A.W yang telah menunjukkan
cahaya kebenaran bagi pengikutnya. Karya ilmiah ini berjudul Penerapan Regresi
Spasial pada Data Kemiskinan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun
2012. Semoga karya ilmiah ini dapat memperkaya pengetahuan pada bidang
Statistika
Banyak sekali pihak yang membantu dalam penyelesaian karya ilmiah ini.
Melalui kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya
kepada Bapak Dr Ir Budi Susetyo, MS dan Bapak Dr Ir Muhammad Nur Aidi, MS
selaku pembimbing yang telah banyak memberikan masukan, saran, serta
bimbingan kepada penulis. Terima kasih banyak kepada Dinas Pendidikan Kota
Lahat yang telah memberikan Beasiswa Utusan Daerah (BUD) kepada saya.
Selain itu, ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak, Ibu, Shinta,
Yoga, dan Aditya atas doa, dukungan, serta kasih sayangnya selama ini. Saya
ucapkan terima kasih juga kepada Meita, Elok, Fani, dan Meta selaku teman satu
bimbingan atas dukungannya serta kepada Idah dan kepada semua pihak yang
telah membantu penulis dan selalu memberikan dukungan dan motivasi.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan karya
ilmiah ini. Kritik dan saran yang membangun sangat dibutuhkan untuk perbaikan
kedepannya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi seluruh pembaca.
Bogor, September 2014
Dini Lestari Putri
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
1
TINJAUAN PUSTAKA
2
Kemiskinan
2
Matriks Pembobot Spasial
2
Uji Korelasi Spasial
4
Plot Pencaran Moran
5
Uji keragaman Spasial
6
Analisis Regresi Spasial
7
Kriteria Pemilihan Model
8
METODE
8
Data
8
Prosedur Analisis Data
9
HASIL DAN PEMBAHASAN
Eksplorasi Data
9
9
Korelasi Pearson
11
Uji Korelasi Spasial
12
Plot Pencaran Moran
13
Uji Keragaman Spasial
13
Model Spasial Lag (SAR)
14
Kriteria Pemilihan Model
16
SIMPULAN
17
DAFTAR PUSTAKA
18
LAMPIRAN
19
RIWAYAT HIDUP
24
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
Nilai statistik persentase penduduk miskin di Provinsi Jawa Barat
Kriteria kemiskinan menurut Badan Ketahanan Pangan
Hasil indeks Moran
Uji pengganda Lagrange
Pendugaan dan pengujian parameter model SAR
Penduga parameter dan uji parsial peubah penjelas
Penduga parameter dan uji parsial peubah penjelas regresi klasik
ukuran kebaikan model
9
10
12
14
14
15
15
17
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
Peta tematik persentase penduduk miskin
Peta tematik kategori persentase kemiskinan kabupaten/kota
Peta Tematik Moran Lokal
Plot pencaran moran persentase penduduk miskin
Persentase penduduk miskin aktual dan dugaan
10
11
12
13
17
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
Peubah bebas yang digunakan
Tabel korelasi Pearson
matriks pembobot spasial
Indeks Moran Lokal
hasil pemilihan peubah penjelas
Pengujian Kenormalan Sisaan pada Model SAR
19
20
21
22
22
23
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kemiskinan merupakan masalah sosial yang selalu hadir di tengah-tengah
masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang. Kemiskinan senantiasa
menarik perhatian berbagai kalangan, baik para akademisi maupun para praktisi.
Masalah kemiskinan di Indonesia mengalami gejala peningkatan sejalan dengan
krisis multidimensional, dimana berkaitan dengan aspek sosial, budaya, ekonomi
dan aspek lainnya.
Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi penanggulangan
kemiskinan adalah tersedianya data kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran
(BPS 2013). Pengukuran kemiskinan dapat menjadi instrumen tangguh bagi
pengambilan kebijakan dalam memfokuskan perhatian pada kondisi hidup orang
miskin. Data kemiskinan yang baik dapat digunakan untuk mengevaluasi
kebijakan pemerintah terhadap kemiskinan, membandingkan kemiskinan antar
daerah dan menentukan target penduduk miskin suatu daerah dengan tujuan untuk
memperbaiki kondisi mereka. Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengatasi
masalah kemiskinan adalah dengan mengidentifikasi peubah-peubah yang
berhubungan terhadap kemiskinan. Kemiskinan suatu daerah tidak lepas dari
pengaruh kemiskinan di daerah sekitarnya. Hal ini mengindikasikan adanya
pengaruh spasial di dalamnya.
Kebijakan percepatan penanggulangan kemiskinan yang ada dalam
Peraturan Presiden No. 15 tahun 2010 pelaksanaannya di Provinsi Jawa Barat
belum sesuai yang diharapakan. Hal ini terlihat tingginya jumlah peduduk miskin
yaitu sebesar 4 421 484 orang dari jumlah penduduk sebesar 46 497 175 jiwa pada
tahun 2012. Angka penurunan yang dicapai 2.27%, sedangkan target nasional
yang telah dicanangkan dalam Peraturan Presiden No. 15 tahun 2010 adalah 8%
pada tahun 2014 (Rusli 2013).
Penelitian yang dilakukan oleh Amelia (2012) dengan tujuan
mengidentifikasi peubah-peubah yang berpengaruh terhadap persentase
kemiskinan kabupaten di Pulau Jawa dengan menggunakan pendekatan analisis
regresi spasial. Pada penelitian tersebut menggunakan data Potensi Desa (Podes)
tahun 2008. Pada penelitian ini menggunakan data dari buku Data dan Informasi
kemiskinan Kabupaten/Kota 2012 dengan pendekatan analisis regresi spasial yang
memfokuskan hanya di Provinsi Jawa Barat.
Oleh karena itu, untuk mengidentifikasi peubah-peubah yang berhubungan
terhadap kemiskinan di Provinsi Jawa Barat yang di dalamnya mengandung
pengaruh spasial digunakan metode analisis regresi spasial.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi peubah-peubah yang
berhubungan terhadap persentase penduduk miskin di Provinsi Jawa Barat dengan
menggunakan analisis regresi spasial.
2
TINJAUAN PUSTAKA
Kemiskinan
Persoalan bagi masyarakat miskin ialah memenuhi kebutuhan pangan yang
layak dan persyaratan gizi serta kemampuan daya beli yang rendah. Pada
hakikatnya, semakin banyak barang yang dikonsumsi maka semakin tinggi
tingkat kesejahteraan seseorang. Definisi kemiskinan apabila dihubungkan dengan
tingkat kesejahteraan dapat diartikan sebagai ketidakmampuan dalam memenuhi
kesejahteraan atau kurangnya pendapatan seseorang terhadap sumber daya untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan hidup yang dimaksudkan adalah
kebutuhan hidup untuk makanan standar yang diperlukan oleh setiap individu
setara 2100 kilo kalori per orang per hari (GKM), atau non makanan berupa
perumahan, pakaian, kesehatan, pendidikan, transportasi, serta aneka barang dan
jasa lainnya (GKNM) (BPS 2013). Kemiskinan secara luas didefinisikan sebagai
ketidakmampuan individu dalam memenuhi kebutuhan dasar minimal untuk hidup
layak.
Metode yang digunakan dalam mengukur kemiskinan adalah menghitung
Garis Kemiskinan (GK). GK merupakan penjumlahan dari Garis Kemiskinan
Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM). Menurut BPS
(2013), suatu rumah tangga dikategorikan miskin jika memiliki pendapatan
perkapita di bawah GK. Selanjutnya dihitung jumlah penduduk dibawah GK
untuk tingkat kabupaten/kota, dari jumlah penduduk miskin maka dihitung
persentase penduduk miskin dan GK dari seluruh kabupaten/kota.
Pada buku Data dan Informasi Kemiskinan Kabupaten/Kota 2012 (BPS
2013) menunjukkan bahwa indikator yang berhubungan terhadap kemiskinan
yaitu ada dua puluh tiga peubah sebagaimana terlampir pada Lampiran 1. Pada
dua puluh tiga peubah tersebut, mencirikan indikator terkait dengan pendidikan
(X1 – X4, X20), pertanian (X5 – X6), fertilitas dan keluarga berencana (X7 – X9),
sanitasi (X10 – X11), kemiskinan (X12 – X18), pendapatan penduduk (X19),
perumahan (X21), dan ketenagakerjaan (X22 – X23).
Matriks Pembobot Spasial
Langkah awal dalam melakukan analisis regresi spasial adalah dengan
membuat matriks pembobot spasial. Matriks pembobot spasial merupakan sebuah
matriks yang menggambarkan hubungan kedekatan antar daerah. Hubungan
kedekatan antar daerah tersebut dicari dengan menggunakan berbagai metode,
antara lain queen contiguity, rook contiguity, dan bishop contiguity (Dale 2002).
1. Queen contiguity
Queen contiguity adalah matriks pembobot spasial berdasarkan hubungan
kebertetanggaan, dimana daerah tetangga adalah daerah yang berdekatan
secara langsung dengan daerah i. Karena matriks queen contiguity lebih
memudahkan untuk menentukan daerah tetangga dibandingkan rook contiguity
dan bishop contiguity yang menentukan daerah tetangga harus tepat di posisi
utara, barat, timur, selatan dan diagonal sehingga pada penelitian ini
5
memerikasa korelasi spasial salah satunya dengan menggunakan Indeks Moran,
baik indeks Moran Lokal maupun Global. Hipotesis indeks Moran dapat
dituliskan sebagai berikut:
: I = 0 (tidak ada autokorelasi spasial)
:
(ada autokorelasi spasial)
dengan statistik uji sebagai berikut:
(̂
)
hi g
̂
dengan:
̂
̂
∑i
=√
∑j
∑i
ij
∑i
-
∑i
∑ i ∑j
∑ ci
∑j
ij
cij
∑j
∑j
∑
̅)
ij ( i - ̅)(
̅
ij
-
cji
ci
i
C
= matriks queen contiguity
Tolak
jika | hi g |
(Anselin 1988).
Indeks Moran dapat mengukur korelasi antara pengamatan pada suatu
daerah dengan daerah lain yang berdekatan. Indikator Lokal dari Asosiasi Spasial
(LISA) mampu menemukan pola hubungan spasial yang berbasis lokal area
(Indeks Moran Lokal) yaitu menguji setiap area dengan pengaruhnya terhadap
aspek global. Indeks Moran Lokal berguna untuk pendeteksian hotspot/coldspot
pada data area dan akan terlihat pada plot pencaran moran. Hotspot merupakan
daerah yang memiliki nilai pengamatan dengan pengukuran tertinggi, sedangkan
coldspot merupakan daerah yang memiliki nilai pengamatan dengan pengukuran
terendah. Indeks Moran Lokal dengan matriks pembobot spasial dapat
dirumuskan sebagai berikut:
i
∑
ij
j
dengan
dan
dan
adalah peubah y ke-i dan ke-j yang telah dibakukan (
adalah ukuran pembobot antara daerah ke-i dan ke-j (Anselin 1995).
i-
̅
)
Plot Pencaran Moran
Plot pencaran moran adalah analisis eksplorasi secara visual yang mampu
mendeteksi autokorelasi spasial (Anselin 1995). Gambar yang dihasilkan bukan
data asli tetapi data yang telah distandarisasikan dalam z-score. Plot pencaran
6
moran pada sumbu x adalah dan pada sumbu y adalah nilai z dari tetangganya.
Plot Pencaran Moran terbagi atas empat kuadran seperti gambar berikut.
TT
RR
TR
Wz
RT
x
Gambar Kuadran Plot Pencaran moran
Kuadran I merupakan wilayah Tinggi-Tinggi (TT) artinya pengamatan pada
wilayah ini tinggi dan dikelilingi oleh wilayah dengan amatan tinggi juga.
Kuadran II merupakan wilayah Tinggi-Rendah (TR) artinya pengamatan tinggi
dan dikelilingi oleh wilayah dengan amatan rendah dan biasanya disebut dengan
daerah hotspot. Kuadran III merupakan wilayah Rendah-Rendah (RR) artinya
pengamatan pada wilayah ini rendah dan dikelilingi oleh wilayah dengan amatan
rendah juga. Kuadran IV merupakan wilayah Rendah-Tinggi (RT) artinya
pengamatan pada wilayah ini rendah tetapi dikelilingi oleh wilayah dengan
amatan tinggi. Pada kuadran IV bisa disebut dengan daerah coldspot.
Uji keragaman Spasial
Apabila uji indeks Moran signifikan maka selanjutnya adalah melakukan uji
keragaman spasial. Keragaman spasial dapat diartikan sebagai adanya penyebaran
berupa variasi objek atau amatan di suatu daerah dengan daerah lain yang saling
berhubungan. Menurut Breusch dan Pagan (1979) metode statistik yang baik
untuk menguji keragaman spasial sebagai berikut:
dengan:
= f f
=
ei
f
-
= i- ̂
z
= vektor y berukuran
yang sudah dinormalbakukan untuk setiap
pengamatan dengan i
.
Hipotesisnya sebagai berikut :
: tidak terdapat keragaman antar daerah
: terdapat keragaman antar daerah
7
Apabila hasil dari uji keragaman spasial tolak
maka model regresi yang
digunakan adalah model regresi terboboti geografis (Arbia 2006). Jika terima
maka model regresi yang digunakan adalah model regresi spasial.
Analisis Regresi Spasial
Analisis regresi spasial digunakan untuk menduga pengaruh peubah
penjelas terhadap peubah respon dengan ditambahkan unsur spasial di dalamnya.
Model umum regresi spasial adalah sebagai berikut :
dengan merupakan vektor peubah respon berukuran
adalah koefisien
otoregresif lag spasial,
merupakan matriks pembobot spasial berukuran
,
adalah matriks peubah penjelas berukuran
merupakan vektor
parameter berukuran
adalah vektor galat yang diasumsikan
mengandung otokorelasi
merupakan koefisien otoregresi sisaan spasial
dan adalah vektor sisaan berukuran
dengan p adalah banyaknya peubah
penjelas (Anselin 1988). Penentuan model regresi spasial yang digunakan
ditentukan berdasarkan uji Lagrange Multiplier (LM). Uji LM ini memiliki
perbedaan sesuai dengan model spasial yang akan digunakan. Analisis regresi
spasial dibagi dalam beberapa model spasial berikut yaitu:
1. Model Spatial Autoregressive (SAR)
Model ini memiliki ketergantungan antar satu pengamatan di suatu
wilayah dengan pengamatan yang lain di wilayah tetangganya dimana peubah
responnya berkorelasi spasial dengan kata lain
berpengaruh terhadap .
Pada model SAR dengan
dan
maka persamaannya:
Model ini akan digunakan apabila hasil dari uji pengaruh spasial yaitu uji
Lagrange Multiplier (LM) pada kaidah keputusan penolakan
dengan
hipotesis sebagai berikut:
:
(tidak ada korelasi spasial pada peubah y)
:
(ada korelasi spasial pada peubah y)
statistik uji sebagai berikut :
[
dengan:
-
(
-
)+
[
]
]
Kaidah keputusan penolakan
jika
2. Model Spatial Error (SEM)
Pada SEM yaitu model regresi linier yang peubah sisaannya terdapat
korelasi spasial, artinya model ini memiliki ketergantungan sisaan pada
8
pengamatan di sutau wilayah dengan sisaan pada pengamatan yang lain di
wilayah yang berbeda dengan
dan
maka persamaannya:
Model ini akan digunakan apabila hasil dari uji pengaruh spasial yaitu uji
Lagrange Multiplier (LM) pada kaidah keputusan penolakan , sama seperti
pada model SAR dengan hipotesis sebagai berikut:
:
(tidak ada korelasi spasial pada sisaan)
:
(ada korelasi spasial pada sisaan)
statistik uji sebagai berikut :
[
[
]
]
Kaidah keputusan penolakan
jika
3. Model gabungan SAR dan SEM bisa disebut dengan Spatial Autoregressive
with Autoregressive disturbances (SARAR).
Pada model ini peubah galat dan peubah responnya terdapat korelasi spasial
dengan
dan
yang artinya tingkat korelasi komponen spasial dari
suatu wilayah terhadap wilayah lain di sekitarnya dan tingkat korelasi
komponen spasial sisaan dari suatu wilayah terhadap wilayah lain di sekitarnya.
Model penggabungan ini memiliki persamaan:
Kriteria Pemilihan Model
Kriteria pemilihan model regresi atau ukuran kebaikan model regresi baik
model regresi klasik atau model regresi spasial yang dilakukan dalam penelitian
ini adalah menggunakan Akaike Information Criterion (AIC). Apabila nilai AIC
lebih kecil, maka model dikatakan lebih baik. Persamaan untuk AIC adalah
sebagai berikut:
g(
)
dimana P adalah jumlah parameter, dan N adalah jumlah amatan (Dray et al.
2006).
METODE
Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
diperoleh dari publikasi Data dan Informasi Kemiskinan Kabupaten/Kota 2012
(BPS 2013). Data sekunder ini diperoleh dari Survei Sosial Ekonomi Nasional
(Susenas) 2012. Data yang digunakan sebagai peubah respon adalah persentase
penduduk miskin tiap kabupaten/kota dan peubah bebas yang digunakan yaitu
terlampir pada Lampiran 1.
9
Prosedur Analisis Data
Penelitian ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Melakukan eksplorasi data untuk melihat karakteristik data secara umum.
2. Memilih peubah penjelas untuk mengetahui ada atau tidaknya korelasi antar
peubah penjelas.
3. Menentukan matriks pembobot spasial (W) dengan menggunakan metode
queen contiguity.
4. Menguji korelasi spasial antar pengamatan (berupa daerah) yang saling
berdekatan dengan indeks moran.
5. Menguji kehomogenan ragam spasial dengan uji Breusch-Pagan.
6. Melakukan uji pengganda Lagrange Multiplier untuk Model Spasial Lag dan
Model Spasial Eror.
7. Melakukan analisis regresi spasial untuk model yang nyata pada uji pengganda
Lagrange Multiplier.
8. Melakukan pemeriksaan asumsi pada masing-masing model spasial
9. Melakukan pemilihan model
10. Interpretasi dan kesimpulan untuk model yang terbaik.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Eksplorasi Data
Eksplorasi data yang dilakukan yaitu untuk mengetahui informasi awal
secara umum dari data. Eksplorasi data yang dilakukan yaitu melihat statistik dari
persentase penduduk miskin tiap kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat.
Tabel 1 Nilai statistik persentase penduduk miskin di Provinsi Jawa Barat
Statistik
Persentase penduduk miskin
Rataan
10.38
SE Rataan
0.74
Koef. Keragaman
36.56
Minimum
2.46
Median
10.43
Maksimum
18.92
Berdasarkan Tabel 1, persentase penduduk miskin yang tertinggi di Provinsi
Jawa Barat pada tahun 2012 adalah sebesar 18.92 dan pada Gambar 1 yaitu Kota
Tasikmalaya. Persentase penduduk miskin yang terendah di Provinsi Jawa Barat
pada tahun 2012 adalah sebesar 2.46 terlihat pada Gambar 1 adalah Kota Depok.
Rata-rata dari keseluruhan persentase penduduk miskin kabupaten/kota di
Provinsi Jawa Barat yaitu sebesar 10.38. Nilai koefisien keragaman persentase
penduduk miskin kabupaten/kota pada tahun 2012 di Provinsi Jawa Barat cukup
beragam yaitu 36.56.
14
Selanjutnya kita menguji korelasi spasial secara spesifik yaitu korelasi
spasial dalam lag (SAR) dan korelasi spasial dalam sisaan (SEM) dengan
menggunakan uji pengganda Lagrange Multiplier (LM).
Tabel 4 Uji pengganda Lagrange Multiplier
Model
Parameter
Nilai-p
Model Spasial Sisaan (SEM) 2.08
0.14
Model Spasial Lag (SAR)
4.95
0.03**
**) nyata pada
Pada Tabel 4, diperoleh hasil bahwa pada model spasial sisaan dengan nilaip 0.14 yang lebih besar dari
disimpulkan terima H0, yang artinya tidak
ada korelasi spasial dalam sisaan, sehingga tidak dapat dilanjutkan untuk
pembuatan model pada SEM. Sedangkan pada uji pengganda Lagrange untuk
model spasial lag diperoleh nilai-p sebesar 0.03 yang lebih kecil dari
disimpulkan tolak H0, yang artinya ada korelasi spasial dalam lag sehingga perlu
dilakukan tahapan selanjutnya dalam pembentukan Model Spasial Lag (SAR).
Model umum regresi spasial digunakan apabila model spasial sisaan (SEM) dan
model spasial lag (SAR) menunjukkan hasil yang nyata. Pada penelitian ini
pembentukan model umum spasial tidak dilakukan.
Model Spasial Lag (SAR)
Uji pengganda Lagrange Multiplier didapatkan hasil bahwa hanya model
spasial lag (SAR) yang berpengaruh nyata dan selanjutnya dilakukan
pembentukan model spasial lag (SAR). Pembentukan model spasial lag (SAR)
memiliki kriteria yaitu
dan
. Model spasial lag (SAR) juga
menunjukkan bahwa berpengaruh terhadap . Hasil pendugaan dan pengujian
parameter untuk model SAR pada Tabel 5 menunjukkan bahwa ada dua peubah
penjelas yaitu persentase rumah tangga yang menggunakan air bersih (X10) dan
persentase rumah tangga yang memiliki luas lantai perkapita
(X21) yang
berhubungan nyata terhadap persentase penduduk miskin kabupaten/kota di
Provinsi Jawa Barat pada tahun 2012. Pada model SAR didapatkan nilai
sebesar 0.45 dengan nilai-p sebesar 0.04 (
) yang artinya berhubungan
nyata.
Tabel 5 Pendugaan dan pengujian parameter model SAR
Peubah
Konstanta
X2
X10
X12
X21
X22
*) nyata pada
Koefisien
nilai-p
29.00
0.07*
-0.17
0.28
-0.07
0.01**
0.03
0.21
-0.08
0.02**
-0.04
0.43
0.45
0.04**
dan **) nyata pada
15
Hasil model SAR secara parsial pada kedua peubah penjelas yang
berpengaruh nyata serta pendugaan parameter disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 Penduga parameter dan uji parsial peubah penjelas
Peubah
Koefisien
Nilai-p
konstanta
12.66
0.00**
X10
-0.06
0.01**
X21
-0.09
0.01**
0.49
0.02**
**) nyata pada
Pendugaan dan pengujian parameter untuk semua peubah pada Tabel 5
menunjukkan bahwa konstanta berhubungan pada taraf nyata 0.10, berbeda
dengan hasil pendugaan dan pengujian parameter pada Tabel 6 yang menunjukkan
konstanta berhubungan nyata pada
. Hal ini berarti dapat disimpulkan
bahwa pemodelan dengan dua peubah penjelas yang berpengaruh nyata lebih baik.
Kemudian untuk melihat model regresi spasial lebih baik daripada model
regresi klasik dilakukan pengujian dan pendugaan parameter untuk model regresi
klasik agar bisa membandingkan nilai AIC dari kedua model tersebut. Model
regresi klasik pada lima peubah tersebut dilakukan tahapan empat metode yaitu
Eliminasi Langkah Mundur, Eliminasi Langkah Maju, Regresi Bertatar dan
Regresi Himpunan Terbaik. Hasil dari empat metode tersebut disajikan pada
Lampiran 5.
Hasil dari Lampiran 5 didapatkan bahwa dua peubah yang berhubungan
nyata terhadap persentase penduduk miskin kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat
yaitu persentase rumah tangga yang menggunakan air bersih (X10) dan persentase
rumah tangga yang memiliki luas lantai perkapita
(X21). Hasil analisis
regresi klasik secara parsial pada kedua peubah penjelas serta pendugaan
parameter disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7 Penduga parameter dan uji parsial peubah penjelas regresi klasik
VIF
Peubah
Koefisien Nilai-t
Nilai-p
**
Konstanta 20.04
9.17
0.00
1.050
X10
-0.07
-2.60
0.02**
**
1.050
X21
-0.13
-3.15
0.00
**) nyata pada
Pada model regresi klasik dan model spasial lag menghasilkan peubahpeubah nyata yang sama dan menghasilkan kekonsistenan tanda koefisien, tetapi
terjadi perubahan dalam nilai koefisien pada kedua peubah tersebut. Pada model
SAR dengan dua peubah yang nyata menunjukkan hasil koefisien yang lebih kecil
dari koefisien kedua peubah model regresi klasik. Sehingga secara umum
didapatkan bahwa model regresi spasial lag (SAR) lebih baik. Persamaan SAR
yang diperoleh sebagai berikut:
̂
Peubah persentase rumah tangga yang menggunakan air bersih (X10)
memiliki hubungan negatif dengan persentase penduduk miskin kabupaten/kota di
Provinsi Jawa Barat. Hal ini sesuai dengan harapan yang diinginkan. Dengan
demikian hal tersebut mengindikasikan bahwa dengan adanya peningkatan
persentase rumah tangga yang menggunakan air bersih sebesar satu persen, maka
16
akan menurunkan persentase penduduk miskin suatu kabupaten/kota sebesar 0.06
satuan. Pada model SAR peubah persentase rumah tangga yang memiliki luas
lantai perkapita
(X21) memiliki hubungan negatif dengan persentase
penduduk miskin kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat sesuai dengan yang
diharapakan. Hal ini mengindikasikan bahwa dengan adanya peningkatan
persentase rumah tangga yang memiliki luas lantai perkapita
sebesar satu
persen, maka akan menurunkan persentase penduduk miskin suatu kabupaten/kota
di Provinsi Jawa Barat sebesar 0.09 satuan.
Pada Tabel 6, koefisien
yang signifikan pada taraf nyata 0.05
menunjukkan tolak H0 yang artinya korelasi lag pada model spasial berhubungan
nyata terhadap persentase penduduk miskin kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat
pada tahun 2012. Hal ini juga mengindikasikan bahwa dengan adanya
peningkatan rata-rata persentase penduduk miskin kabupaten/kota tahun 2012 di
Provinsi Jawa Barat pada suatu daerah yang dikelilingi oleh daerah lain sebanyak
n, maka pengaruh dari masing-masing daerah yang mengelilinginya dapat diukur
sebesar 0.49 kali.
Pengecekan asumsi dilakukan setelah kita mendapatkan model SAR. Pada
model SAR dalam penelitian ini akan dilakukan tiga pengecekan asumsi yaitu
kenormalan sisaan, kehomogenan ragam sisaan dan kebebasan sisaan.
1. Pengujian asumsi kenormalan sisaan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov.
Pada lampiran 6, nilai Kolmogorov-Smirnov yang dihasilkan sebesar 0.11
dengan nilai-p 0.15. Hal ini menunjukkan bahwa nilai dari nilai-p lebih besar
dari
yang artinya asumsi kenormalan sisaan pada model SAR
terpenuhi.
2. Pengujian asumsi kemogonenan ragam sisaan menggunakan uji BreuschPagan (BP). Hasil dari uji Breusch-Pagan diperoleh nilai BP sebesar 2.47
dengan nilai-p sebesar 0.29, yang artinya terima H0 dan ragam sisaan homogen,
sehingga asumsi kehomogenan ragam sisaan pada model SAR terpenuhi.
3. Pengujian asumsi kebebasan sisaan menggunakan uji Durbin-Watson. Nilai
DW yang dihasilkan sebesar 2.08 pada k=3,
dan n=26. Nilai dU
(Durbin Upper) sebesar 1.55 sedangkan nilai (4-dU) sebesar 2.44. nilai DW
yang dihasilkan terletak diantara dU dan (4-dU) maka hipotesis nol diterima
yang berarti tidak ada autokorelasi atau asumsi kebebasan sisaan terpenuhi.
Kriteria Pemilihan Model
Pada pembahasan sebelumnya diperoleh secara umum bahwa model regresi
spasial Lag (SAR) lebih baik dari model regresi klasik. Tetapi penarikan
kesimpulan secara umum tersebut tidak bisa mendukung dengan tepat. Oleh
karena itu, untuk mengetahui model regresi klasik atau model regresi spasial lebih
baik disimpulkan dengan melihat besarnya nilai kebaikan model tersebut.
Kebaikan suatu model dapat dilihat dai nilai AIC yang dihasilkan. Nilai AIC yang
lebih kecil dibandingkan model lainnya menunjukkan bahwa model tersebut lebih
baik dibandingkan dengan model lainnya. Pada Tabel 8 menunjukkan nilai
kebaikan model (AIC) yang dihasilkan dari model regresi klasik dan SAR.
17
Tabel 8 ukuran kebaikan model
Model AIC
Klasik 133.06
SAR
129.62
Tabel 8 menunjukkan bahwa nilai kebaikan model (AIC) pada model regresi
spasial atau model SAR lebih kecil dibandingkan dengan nilai kebaikan model
(AIC) pada model regresi klasik. Oleh karena itu, model yang dipilih untuk
menganalisis masalah kemiskinan yaitu persentase penduduk miskin
kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2012 adalah dengan
menggunakan model spasial lag (SAR).
Kemudian untuk melihat pola dari grafik persentase penduduk miskin
kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat tahun 2012 antara yaktual dengan yduga
terlihat pada Gambar 5. Pada Gambar 5, menunjukkan bahwa pola dari yduga lebih
baik dari pola yaktual . Pada yduga persentase penduduk miskin kabupaten/kota
menunjukkan pola yang lebih merata dibandingkan dengan yaktual yang
menunjukkan ada titik paling tinggi dan titik paling rendah dari persentase
kemiskinan penduduk miskin tersebut. Sehingga dapat disimpulkan model regresi
SAR lebih baik dari model regresi klasik.
%
Kab. Bogor
Kab. Sukabumi
Kab. Cianjur
Kab. Bandung
Kab. Garut
Kab. Tasikmalaya
Kab. Ciamis
Kab. Kuningan
Kab. Cirebon
Kab. Majalengka
Kab. Sumedang
Kab. Indramayu
Kab. Subang
Kab. Purwakarta
Kab. Karawang
Kab. Bekasi
Kab. Bandung Barat
Kota Bogor
Kota Sukabumi
Kota Bandung
Kota Cirebon
Kota Bekasi
Kota Depok
Kota Cimahi
Kota Tasikmalaya
Kota Banjar
20
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
yaktual
yduga
Gambar 5 Persentase penduduk miskin aktual dan dugaan.
SIMPULAN
Pada model SAR peubah-peubah yang berhubungan nyata terhadap
persentase kemiskinan kabupaten/kota tahun 2012 di Provinsi Jawa Barat yaitu
peubah persentase rumah tangga yang menggunakan air bersih (X10) dan peubah
persentase rumah tangga yang memiliki luas lantai perkapita
(X21). Model
spasial lag (SAR) menghasilkan dugaan parameter yang lebih baik dari model
regresi klasik pada kasus korelasi spasial terhadap persentase penduduk miskin
18
kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat tahun 2012. Hal ini terlihat dari nilai AIC
pada model SAR yang lebih kecil yaitu sebesar 129.62 daripada model regresi
klasik nilai AIC sebesar 133.06.
DAFTAR PUSTAKA
Amelia, Mia. 2012. Penerapan Regresi Spasial untuk Data Kemiskinan Kabupaten
di Pulau Jawa [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
Anselin L. 1988. Spatial Econometrics : Methods and Models. Dordrecht (NLD) :
Academic Publisher.
Anselin L. 1995. Local Indicators of Spatial Association. Research Paper 9331.
Virginia (US) : Institute West Virginia.
Arbia G. 2006. Statistical Foundations and Application to Regional Convergence.
Berlin: Springer-Verlag
[BKP] Badan Ketahanan Pangan. 2005. A Food Insecurity Atlas of Indonesia.
Jakarta (ID): Dewan Ketahanan Pangan, Departemen Pertanian RI
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Data dan Informasi Kemiskinan
Kabupaten/Kota 2012. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik.
Breusch T.S, Pagan A.R. 1979. Econometrics: A Simple Test For
Heteroscedasticity and Random Coefficient Variation. Vol. 47, N0. 5.
Dale, Mark R T. 2002. Spatial Pattern Analysis in Plant Ecology. United
Kingdom (UK): Cambridge University.
Dray S, Pierre L, Pedro RP. 2006. Spatial modeling: a comprehensive framework
for principal coordinate analysis of neighbor matrices (PCNM). Ecological
Modelling 196 483-493. Department of Biology, University of Regina.
Rusli, Budiman. 2013. Analisis Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan di
Provinsi Jawa Barat [disertasi]. Bandung (ID): Universitas Padjadjaran.
19
Lampiran
Lampiran 1 Peubah bebas yang digunakan
Peubah
Keterangan
bebas
X1
Angka melek huruf penduduk usia 15-24 tahun
X2
Angka melek huruf penduduk usia 15-55 tahun
X3
Angka partisipasi sekolah penduduk usia 07-12 tahun
X4
Angka partisipasi sekolah penduduk usia 13-15 tahun
X5
Persentase penduduk bekerja di sektor pertanian
X6
Persentase penduduk bekerja di sektor bukan pertanian
X7
Persentase perempuan pengguna alat KB
X8
Persentase balita rumah tangga penolong persalinan pertama
oleh tenaga kesehatan
X9
Persentase balita rumah tangga penolong persalian terakhir
oleh tenaga kesehatan
X10
Persentase rumah tangga menggunakan air bersih
X11
Persentase rumah tangga yang menggunakan jamban
sendiri/bersama
X12
Persentase rumah tangga yang mendapat Jaminan kesehatan
masyarakat (jamkesmas)
X13
Persentase rumah tangga yang mendapat Kartu sehat
X14
Persentase rumah tangga yang mendapat surat miskin
X15
Persentase rumah tangga yang mendapat jaminan kesehatan
daerah (jamkesda)
X16
Persentase rumah tangga penerima raskin (beras miskin)
X17
Persentase rumah tangga rata-rata membeli raskin (kg)
X18
Persentase rumah tangga rata-rata harga membeli raskin
X19
Persentase pengeluaran perkapita penduduk untuk makanan
X20
Persentase penduduk yang tidak tamat SD
X21
Persentase rumah tangga yang memiliki luas lantai perkapita
≤8 m2
X22
Persentase penduduk bekerja di sektor informal
X23
Persentase penduduk bekerja di sektor formal
20
Lampiran 2 Tabel korelasi Pearson
Y
X1
X2
X3
X4
X5
X6
X7
X8
X9
X10
X11
X12
X13
X14
X15
X16
X17
X18
X19
X20
X21
X22
X23
X1
X2
X3
X4
X5
X6
X7
X8
X9
X10
X11
X12
X13
X14
X15
X16
X17
X18
X19
X20
X21
X22
-0.18
-0.20
0.11
0.06
-0.03
0.03
-0.17
0.35
0.40*
0.08
0.41*
-0.30
-0.09
-0.34
-0.43
-0.45*
0.39*
0.15
0.27
0.37
-0.28
0.02
0.39*
0.13
0.38
-0.37
0.33
-0.06
0.02
0.16
0.34
0.46*
-0.51*
0.45*
0.27
-0.14
0.06
0.18
0.28
0.46*
-0.49*
0.47*
0.38
0.94*
-0.50*
0.29
-0.09
0.38
0.31
-0.72*
0.70*
0.23
0.53*
0.51*
-0.19
0.16
0.37
0.15
0.31
-0.55*
0.52*
0.35
0.59*
0.50*
0.62*
0.46*
-0.24
0.12
0.10
-0.24
0.30
-0.25
-0.24
0.05
0.01
-0.37
-0.24
0.09
0.15
-0.04
0.07
0.23
0.05
-0.06
0.09
0.20
0.18
0.09
0.17
-0.03
-0.13
0.05
0.04
-0.46*
-0.05
-0.06
0.25
-0.10
-0.08
0.04
0.22
-0.08
-0.12
-0.48*
0.22
-0.11
-0.15
0.31
-0.30
0.29
0.10
-0.10
-0.06
0.31
0.08
-0.84*
-0.17
0.79*
-0.21
-0.31
-0.04
-0.42*
0.59*
-0.67*
-0.39
-0.4*
-0.42*
-0.63*
-0.52*
0.43*
0.06
0.09
-0.48*
-0.32
0.11
0.40*
0.14
0.22
-0.10
0.14
0.06
0.12
0.09
0.12
0.06
0.18
-0.22
-0.25
0.02
-0.45*
0.05
0.12
-0.15
-0.26
-0.01
0.12
-0.21
-0.30
-0.34
-0.10
-0.11
-0.06
-0.18
0.14
0.09
-0.32
0.15
0.67*
-0.27
-0.26
-0.12
-0.41*
0.79*
-0.80*
-0.4*
-0.43*
-0.38
-0.69*
-0.64*
0.35
0.03
-0.01
-0.35
0.85*
-0.27
-0.31
0.18
0.02
-0.77*
-0.23
-0.44*
0.28
-0.31
-0.62*
-0.38
-0.42*
-0.20
-0.49*
-0.01
-0.17
-0.01
0.08
0.39
-0.36
0.12
0.34
-0.57*
0.21
0.28
-0.05
0.14
-0.21
0.35
0.42*
-0.12
0.00
0.22
0.00
-0.24
0.04
0.06
0.20
-0.48*
-0.03
0.49
-0.43*
0.41*
-0.31
-0.14
-0.21
-0.39*
0.86*
-0.69*
-0.42*
-0.33
-0.29
-0.57
-0.57*
0.38*
-0.09
-0.22
-0.26
0.52*
0.06
-0.08
0.76*
0.27
-0.25
-0.48*
0.35
0.25
0.22
0.38
-0.83*
0.88*
0.39*
0.37
0.36
0.61*
0.63*
-0.32
0.06
0.06
0.27
-0.68*
0.04
0.18
-0.87*
-0.37
0.35
*) pada taraf nyata 5 %
-0.89*
-0.23
-0.25
-0.19
-0.26
-0.87*
21
Lampiran 3 matriks pembobot spasial
Kab.
Bogor
Kab.
Sukabumi
Kab.
Cianjur
Kota
Cimahi
Kota
Tasikmalaya
Kota
Banjar
Kab. Bogor
0
0.13
0.13
0
0
0
Kab. Sukabumi
0.33
0
0.33
0
0
0
Kab. Cianjur
0.14
0.14
0
0
0
0
Kab. Bandung
0
0
0.14
0.14
0
0
Kab. Garut
0
0
0.2
0
0
0
Kab. Tasikmalaya
0
0
0
0
0.2
0
Kab. Ciamis
0
0
0
0
0.2
0.20
Kab. Kuningan
0
0
0
0
0
0
Kab. Cirebon
0
0
0
0
0
0
Kab. Majalengka
0
0
0
0
0
0
Kab. Sumedang
0
0
0
0
0
0
Kab. Indramayu
0
0
0
0
0
0
Kab. Subang
0
0
0
0
0
0
Kab. Purwakarta
0.20
0
0.2
0
0
0
Kab. Karawang
0.20
0
0.2
0
0
0
Kab. Bekasi
0.30
0
0
0
0
0
Kab. Bandung Barat
0
0
0.14
0.14
0
0
Kota Bogor
1
0
0
0
0
0
Kota Sukabumi
0
1
0
0
0
0
Kota Bandung
0
0
0
0.33
0
0
Kota Cirebon
0
0
0
0
0
0
Kota Bekasi
0.33
0
0
0
0
0
Kota Depok
0.50
0
0
0
0
0
Kota Cimahi
0
0
0
0
0
0
Kota Tasikmalaya
0
0
0
0
0
0
Kota Banjar
0
0
0
0
0
0
22
Lampiran 4 Indeks Moran Lokal
Kabupaten/Kota
Kab. Bogor
Kab. Sukabumi
Kab. Cianjur
Kab. Bandung
Kab. Garut
Kab. Tasikmalaya
Kab. Ciamis
Kab. Kuningan
Kab. Cirebon
Kab. Majalengka
Kab. Sumedang
Kab. Indramayu
Kab. Subang
Kab. Purwakarta
Kab. Karawang
Kab. Bekasi
Kab. Bandung Barat
Kota Bogor
Kota Sukabumi
Kota Bandung
Kota Cirebon
Kota Bekasi
Kota Depok
Kota Cimahi
Kota Tasikmalaya
Kota Banjar
I
0.251086
0.01117
0.025604
-0.04311
0.253054
0.306006
-0.16428
0.621102
1.073139
0.719743
0.23664
1.10194
0.18144
-0.08299
-0.02742
0.703241
-0.18567
0.216882
0.086734
0.39912
0.227113
1.701811
1.831156
0.443649
0.1796
0.14633
E(Ii)
-0.04
-0.04
-0.04
-0.04
-0.04
-0.04
-0.04
-0.04
-0.04
-0.04
-0.04
-0.04
-0.04
-0.04
-0.04
-0.04
-0.04
-0.04
-0.04
-0.04
-0.04
-0.04
-0.04
-0.04
-0.04
-0.04
*) kabupaten/kota yang nyata pada
Var(Ii)
0.084818
0.285964
0.102059
0.102059
0.157231
0.157231
0.157231
0.285964
0.205505
0.102059
0.102059
0.205505
0.125047
0.157231
0.157231
0.285964
0.102059
0.929629
0.929629
0.285964
0.929629
0.285964
0.44688
0.285964
0.44688
0.929629
Z(Ii)
0.999488
0.095689
0.205355
-0.00973
0.739059
0.872599
-0.31341
1.236269
2.455488
2.378159
0.865943
2.51902
0.626209
-0.10843
0.031732
1.389871
-0.45597
0.266427
0.131444
0.82116
0.277039
3.25721
2.799075
0.904429
0.328501
0.193254
Pr(z>0)
0.158779
0.461884
0.418647
0.503881
0.229936
0.191441
0.623016
0.108179
0.007035
0.008700
0.193261
0.005884
0.265589
0.543173
0.487343
0.082284
0.675796
0.394955
0.447712
0.205778
0.390875
0.000563
0.002562
0.182884
0.371267
0.42338
dan **) nyata pada
Lampiran 5 hasil pemilihan peubah penjelas
Eliminasi
Eliminasi
Himpunan
Bertatar
Mundur
Maju
Bagian Terbaik
X1
X
X
X
X
X3
V
V
V
V
X5
V
V
V
V
X6
X
X
X
X
X7
X
X
X
X
*) keterangan : Tanda V menunjukkan bahwa peubah penjelas berpengaruh nyata
terhadap peubah respon pada a=5%
Peubah
23
Lampiran 6 Pengujian Kenormalan Sisaan pada Model SAR
Probability Plot of Residual dari sar
Normal
99
Mean
StDev
N
KS
P-Value
95
90
Percent
80
70
60
50
40
30
20
10
5
1
-5,0
-2,5
0,0
2,5
Residual dari sar
5,0
7,5
-3,84615E-09
2,380
26
0,105
>0,150
24
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Lahat, Sumatera Selatan pada tanggal 25 Agustus 1992
dari pasangan Bapak Yulianto dan Ibu Iin Indawati. Penulis merupakan anak
pertama dari tiga bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri No 3 Lahat pada
tahun 2004. Kemudian menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SMP
Negeri 1 Lahat pada tahun 2007. Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 1
Lahat dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Beasiswa
Utusan Daerah (BUD) pada program mayor Statistika.
Penulis aktif mengikuti organisasi di perkuliahan, diantaranya Anggota
Departemen Human Research Development (HRD) Himpunan Profesi Gamma
Sigma Beta (GSB) periode tahun 2013, Anggota Divisi Lead Officer Seminar
Nasional The 8th Statistika Ria tahun 2012, Anggota Divisi Logistik dan
Transportasi Pesta Sains Nasional tahun 2012, Anggota Divisi Quality Control
Q “Welcome Ceremony of Statistics” ah
ada b a
i-Agustus
2013 penulis berkesempatan mengikuti kegiatan praktik lapang di PT. Global
Insight Indonesia (Pixel Research) di Jakarta Selatan.
25