Technical Efficiency Analysis of Semi-Organic Rice Farming in Cigombong Sub-District Bogor District

ANALISIS EFISIENSI TEKNIS USAHATANI PADI SEMI ORGANIK
DI KECAMATAN CIGOMBONG KABUPATEN BOGOR

LAMRETTA GULTOM

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Efisiensi
Teknis Usahatani Padi Semi Organik di Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.


Bogor, Februari 2014
Lamretta Gultom
NIM H451110481

RINGKASAN
LAMRETTA GULTOM. Analisis Efisiensi Teknis Usahatani Padi Semi Organik
di Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh RATNA
WINANDI dan SITI JAHROH.
Pengembangan padi semi organik di Kecamatan Cigombong cukup
berprospek. Kecamatan Cigombong memiliki luas lahan sawah organik terbesar di
Kabupaten Bogor dan produksi padi semi organik di Kecamatan Cigombong
sudah dilakukan sejak tahun 2002. Namun, produktivitas padi semi organik di
Kecamatan Cigombong masih tergolong rendah. Hal ini diduga disebabkan oleh
inefisiensi penggunaan input atau faktor-faktor produksi (seperti: luas lahan,
benih, kompos, urea, dan sebagainya) dalam usahatani yang dilakukan serta
inefisiensi yang berasal dari faktor internal petani (seperti: umur, pendidikan,
pengalaman dan sebagainya).
Tujuan penelitian ini adalah 1) menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi produksi usahatani padi semi organik di Kecamatan Cigombong

Kabupaten Bogor; 2) menganalisis efisiensi teknis usahatani padi semi organik di
Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor; dan 3) menganalisis tingkat
pendapatan yang diperoleh dalam usahatani padi semi organik di Kecamatan
Cigombong Kabupaten Bogor. Metode penelitian menggunakan fungsi produksi
stochastic frontier dengan metode Maximum Likelihood Estimation (MLE).
Penelitian dilakukan di Kecamapatan Cigombong Kabupaten Bogor pada bulan
Januari 2013 hingga Desember 2013. Pengambilan sampel dilakukan secara
purposive. Data yang digunakan dalam penelitian merupakan jenis data cross
section dan diperoleh melalui wawancara langsung kepada petani sampel.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel luas lahan (X1), benih (X2),
kompos (X3), urea (X4), dan tenaga kerja (X5) berpengaruh nyata terhadap
produksi dengan nilai koefisien positif. Variabel luas lahan, kompos, dan urea
berpengaruh nyata terhadap produksi padi semi organik pada tingkat kepercayaan
95%, benih berpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan 90%, dan tenaga kerja
berpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan 85%. Hasil penelitian juga
menunjukkan bahwa usahatani padi semi organik yang dilakukan oleh petani
responden di Kecamatan Cigombong tergolong efisien secara teknis (nilai mean
efisiensinya sebesar 0.78). Status kepemilikan lahan merupakan sumber
inefesiensi teknis yang berpengaruh nyata meningkatkan efisiensi teknis. Selain
itu, usahatani padi semi organik di Kecamatan Cigombong tergolong

menguntungkan (keuntungan Rp3 233 498.09) dan layak diusahakan (nilai R/C
atas biaya tunai sebesar 1.42 dan nilai R/C atas biaya total sebesar 1.24).
Kata kunci: faktor-faktor produksi, pendapatan petani, stochastic frontier

SUMMARY
LAMRETTA GULTOM. Technical Efficiency Analysis of Semi-Organic Rice
Farming in Cigombong Sub-District Bogor District. Supervised by RATNA
WINANDI and SITI JAHROH.
The development of semi-organic rice in Cigombong Sub-district is quite
prospected. Cigombong Sub-district has the largest land area of organic rice in
Bogor District and semi-organic rice production has been conducted since 2002.
However, semi-organic rice productivity in Cigombong Sub-district is still
relatively low due to the inefficiencies in the use of inputs or production factors
(such as: land, seed, compost, etc) in farming and inefficiencies that come from
internal factors farmers (such as: age, education, experience and so on).
The aims of this study are 1) to analyze the factors that influence the
production of semi-organic rice farming in Cigombong Sub-district, Bogor
District; 2) to analyze the technical efficiency of semi-organic rice farming in
Cigombong Sub-district, Bogor District; and 3) to analyze the income of semiorganic rice farming in Cigombong Sub-district, Bogor District. Stochastic
Frontier Production function with Maximum Likelihood Estimation (MLE)

method was used to analyze the problems in this research. The research was done
in Cigombong Sub-district Bogor District from January 2013 until December
2013. Respondents in this research were selected by purposive sampling method.
This research used cross section data and it was gotten by direct interview to the
sample farmers.
The research findings showed that land (X1), seed (X2), compost (X3),
urea (X4), and labour (X5) had positive significant effect on semi-organic rice
production. Land, compost, and urea were significant at 95% level, seed was
significant at 90% level, and labour was significant at 85% level. The result also
showed that the semi-organic rice farming was technically efficient (mean
efficiency was 0.78). Land ownership status was an important factor in technical
inefficiency and it significantly increased technical efficiency. Besides, the
research also showed that the semi-organic rice farming was profitable (the
benefit was Rp3 233 498.09) and feasible to be developed (R/C ratio by cash cost
was 1.42 and R/C ratio by total cost was 1.24).
Key words: farmers income, production factors, stochastic frontier

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

ANALISIS EFISIENSI TEKNIS USAHATANI PADI SEMI ORGANIK
DI KECAMATAN CIGOMBONG KABUPATEN BOGOR

LAMRETTA GULTOM

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Agribisnis

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2014

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis

: Dr Ir Netti Tinaprilla, MM

Penguji Program Studi

: Dr Ir Suharno, MADev

Judul Tesis : Analisis Efisiensi Teknis Usahatani Padi Semi Organik di
Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor
Nama
: Lamretta Gultom
NIM
: H451110481

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing


Dr Ir Ratna Winandi, MS
Ketua

Siti Jahroh, PhD
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Magister Sains Agribisnis

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 30 Desember 2013


Tanggal Lulus:

Judul Tesis : Analisis Efisiensi Teknis Usahatani Padi Semi Organik di
Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor
: Lamretta Gultom
Nama
: H451110481
NIM

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Ketua

Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Magister Sains Agribisnis

Dekan Sekolah PascasaIjana

Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS

Tanggal Ujian: 30 Desember 2013

Tanggal Lulus: ,l

9 FEB 2014

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2013 ini ialah
analisis efisiensi teknis usahatani padi semi organik di Kecamatan Cigombong
Kabupaten Bogor. Tesis ini dapat diselesaikan dengan baik atas dukungan dan
bantuan dari banyak pihak.
Dengan demikian, penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang

telah membantu, khususnya kepada :
1. Dr Ir Ratna Winandi, MS selaku ketua komisi pembimbing dan Siti Jahroh,
PhD selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan,
arahan, serta masukan dalam penulisan tesis ini.
2. Dr Ir Anna Fariyanti, MSi selaku dosen evaluator pada kolokium proposal
penelitian yang telah memberikan arahan dan masukan sehingga penelitian ini
dapat dilakukan dengan baik.
3. Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS selaku Ketua Program Studi Agribisnis, dan
Dr Ir Suharno, MAdev selaku Sekretaris Program Studi Agribisnis, serta
seluruh Staf Program Studi Agribisnis atas bantuan dan kemudahan yang
diberikan selama penulis menjalani pendidikan.
4. Dr Ir Netti Tinaprilla, MM dan Dr Ir Suharno, MADev selaku dosen penguji
yang telah memberikan pengetahuan dan arahan sehingga tesis ini dapat
ditulis dengan baik.
5. Biro Perencanaan Kerjasama Luar Negeri, Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Nasional yang telah memberikan beasiswa kepada penulis.
6. Petani padi semi organik di Desa Ciburuy dan Desa Pasir Jaya Kecamatan
Cigombong yang telah bersedia diwawancarai selama penulis mengambil
data penelitian.
7. Orang tua yakni Bapak Dolok Gultom, SH dan Ibu Meren Tina Tambunan.

Adik-adik penulis, yakni: Evi Marlina Gultom, SH; Icuk Gultom; dan Gideon
Gultom. Serta seluruh keluarga besar (oppung, keluarga tante, keluarga
tulang, keluarga namboru) penulis yang telah memberikan doa dan dukungan
lainnya kepada penulis.
8. Seluruh teman-teman Program Studi Magister Sains Agribisnis khususnya
angkatan 2 dan Helentina Situmorang atas dukungan yang diberikan kepada
penulis selama menjalani pendidikan.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan
tesis ini. Namun, penulis berharap penelitian ini bisa bermanfaat dalam
pengembangan pendidikan serta pengembangan sektor pertanian khususnya
subsektor tanaman pangan di Kecamatan Bogor.

Bogor, Februari 2014
Lamretta Gultom

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

xi

DAFTAR GAMBAR

xii

DAFTAR LAMPIRAN

xii

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
Hipotesis

1
1
4
5
6
6
6

TINJAUAN PUSTAKA
Beras Organik dan Beras Semi Organik
Konsep Usahatani
Fungsi Produksi Stochastic frontier
Konsep Efisiensi
Konsep Pendapatan Usahatani
Kerangka Pemikiran Operasional

7
7
8
8
14
18
21

METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Metode Pengambilan Sampel
Metode Analisis Data

22
22
22
22
23

GAMBARAN UMUM DAN KERAGAAN USAHATANI
Gambaran Umum Wilayah Kecamatan Cigombong
Karakteristik Petani Sampel
Keragaan Usahatani Padi Semi Organik di Daerah Penelitian

32
32
34
36

TINGKAT EFISIENSI PRODUKSI PADI SEMI ORGANIK
Analisis Fungsi Produksi Stochastic frontier
Analisis Efisiensi Teknis

39
39
44

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI
Penerimaan Usahatani
Analisis Biaya Usahatani
Analisis Pendapatan Usahatani Padi Semi Organik
Analisis R/C Usahatani Padi Semi Organik

46
46
47
50
50

SIMPULAN DAN SARAN

52

Simpulan
Saran

52
52

DAFTAR PUSTAKA

53

LAMPIRAN

56

RIWAYAT HIDUP

64

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

13
14
15
16
17

Data produktivitas padi semi organik di Kabupaten Bogor tahun 2011
Uji signifikansi untuk masing - masing parameter penduga fungsi
produksi
Analisis ragam terhadap model penduga fungsi produksi
Pengggolongan penduduk berdasarkan jenis mata pencaharian di Desa
Ciburuy tahun 2011
Status kepemilikan lahan di Desa Pasir Jaya tahun 2010
Karakteristik petani berdasarkan umur, pendidikan, pengalaman, dan
status usaha di Kecamatan Cigombong tahun 2013
Sebaran petani berdasarkan status kepemilikan lahan dan luas garapan
usahatani padi semi organik di Kecamatan Cigombong tahun 2013
Hasil dugaaan model produksi cobb douglas usahatani padi semi
organik menggunakan metode OLS
Hasil dugaan model produksi cobb douglas stochastic frontier
usahatani padi semi organik menggunakan metode MLE
Sebaran nilai efisiensi teknis usahatani padi semi organik di Kecamatan
Cigombong
Penduga efek inefisiensi teknis fungsi produksi stochastic frontier
Produksi, luas lahan, harga, dan penerimaan rata - rata usahatani padi
semi organik per hektar di Kecamatan Cigombong musim tanam
Desember 2012 - Maret 2013
Komponen biaya usahatani padi semi organik per hektar di Kecamatan
Cigombong pada musim tanam Desember 2012 - Maret 2013
Penggunaan TKDK dan TKLK usahatani padi semi organik per hektar
di Kecamatan Cigombong musim tanam Desember 2012 - Maret 2013
Penyusutan alat alat pertanian usahatani padi semi organik di
Kecamatan Cigombong musim tanam Desember 2012 - Maret 2013
Analisis pendapatan usahatani padi semi organik di Kecamatan
Cigombong musim tanam Desember 2012 - Maret 2013
Analisis R/C usahatani padi semi organik per hektar di Kecamatan
Cigombong musim tanam Desember 2012 - Maret 2013

4
24
25
33
34
34
36
40
42
44
45

46
47
49
49
50
51

DAFTAR GAMBAR
1
2
3

Fungsi produksi stochastic frontier
Efisiensi pada orientasi input
Kerangka operasional penelitian

13
15
21

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7

Produk domestik bruto subsektor tanaman pangan atas dasar harga
berlaku tahun 2008 (persen)
Luas lahan usahatani padi sawah organik di Kabupaten Bogor tahun
2010
Analisis pendapatan usahatani padi semi organik per hektar di
Kecamatan Cigombong
Hasil uji normalitas model fungsi produksi padi semi organik di
Kecamatan Cigombong
Hasil uji heteroskedastisitas model fungsi produksi padi semi organik di
Kecamatan Cigombong
Hasil pendugaan model fungsi produksi padi semi organik dengan
metode OLS di Kecamatan Cigombong
Hasil pendugaan model fungsi produksi padi semi organik dengan
metode MLE di Kecamatan Cigombong

56
57
57
58
59
60
61

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Beras merupakan komoditi pertanian yang berperan strategis dalam
perekonomian nasional karena selain berperan penting terhadap ketahanan
pangan, beras juga berperan cukup besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB)
nasional. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan (2009) pada Lampiran 1
menunjukkan bahwa padi menjadi pemasok utama PDB tanaman pangan, dengan
kontribusi sebesar 37.75 persen. Sekitar 90 persen penduduk Indonesia
menjadikan beras sebagai pangan utama (Kementerian Pertanian Indonesia 2011).
Selain itu, beras juga berperan dalam menciptakan lapangan kerja, memantapkan
swasembada pangan serta menjadi bahan baku industri.
Konsumsi beras dari tahun ke tahun cenderung naik sejalan dengan
pertumbuhan jumlah penduduk yang semakin meningkat. Jumlah penduduk tahun
2010 sebesar 237 556 363 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk rata-rata 1.49
persen, dengan demikian jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2014 adalah 252
034 317 jiwa. Jika konsumsi beras per kapita per tahun 139.15 kg pada tahun
2010, dengan laju pertumbuhan sebesar 1.5 persen maka kebutuhan beras pada
tahun 2014 sebesar 33 013 214 ton.1 Beberapa upaya yang telah dilakukan
pemerintah dalam mendukung ketahanan pangan utama nasional, salah satunya
melalui program revolusi hijau. Menurut Andoko (2010) revolusi hijau
merupakan salah satu program pemerintah yang dicetus sejak tahun 1960-an
dengan tujuan untuk meningkatkan produksi pangan melalui usaha pengembangan
teknologi pertanian modern yang meliputi penggunaan bibit unggul, penggunaan
pupuk kimia, mekanisasi pertanian, dan penyuluhan pertanian secara massal.
Teknologi revolusi hijau mampu menjadikan Indonesia sebagai negara
swasembada beras tahun 1984 namun setelah itu terjadi penurunan produksi
karena penggunaan teknologi revolusi hijau yang berlebihan dapat meningkatkan
degradasi tanah, menurunkan produktivitas dan kualitas sumberdaya pertanian,
pencemaran air tanah, mengganggu kesehatan manusia, hewan dan kualitas
lingkungan (Andoko 2010). Kondisi tersebut menunjukkan bahwa teknologi
revolusi hijau tidak dapat dipertahankan dalam menjamin ketahanan pangan ke
depan. Selain itu, dampak buruk revolusi hijau juga menjadi pelajaran besar yang
mulai disadari oleh masyarakat dunia baik konsumen maupun produsen.
Kesadaran akan dampak revolusi hijau mendorong gaya hidup sehat
dengan slogan “Back to Nature” menjadi tren baru masyarakat dunia dan
diwujudkan melalui perdagangan global yang mensyaratkan produk pertanian
harus mempunyai atribut aman dikonsumsi, memiliki kandungan nutrisi tinggi
serta ramah lingkungan. Sehingga inovasi baru melalui intensifikasi pertanian
organik menjadi solusi pertanian yang tepat untuk dikembangkan seiring dengan
isu revolusi hijau dan isu gaya hidup sehat. Pertanian organik menurut Deptan
(2007) adalah suatu sistem produksi pertanian yang holistik dan terpadu, yang
1

Kementerian Pertanian Indonesia. 2012. Roadmap peningkatan produksi beras nasional (P2BN)
menuju surplus beras 10 juta ton pada tahun 2014. http://tanamanpangan.deptan. go.id/doc_
upload/44_BAB%20I%20 dan%20II.pdf (diakses 01 Mei 2013)

2
mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas agro-ekosistem secara alami,
sehingga mampu menghasilkan pangan dan serat yang cukup, berkualitas, dan
berkelanjutan.
Salah satu komoditas pertanian organik yang potensial untuk
dikembangkan di Indonesia adalah beras organik. Menurut Andoko (2010),
keunggulan beras organik dibanding beras anorganik adalah relatif lebih aman
untuk dikonsumsi, rasa nasi lebih empuk dan pulen, warna lebih menarik, dan
daya simpannya lebih baik. Selain itu, harga jual beras organik juga relatif lebih
tinggi dibanding beras anorganik/konvensional. Harga beras organik berkisar
antara Rp8 000.00 - Rp13 000.00 per kg sementara beras anorganik Rp5 500.00 –
Rp7 000.00 per kg (Deptan 2007). Pada tahun 2012 harga beras organik
meningkat menjadi Rp15 000.00 per kg.2
Praktek pertanian padi secara organik dapat memberikan beberapa
manfaat, seperti: 1). Manfaat kesehatan karena pertanian organik menghasilkan
makanan yang cukup, aman, dan bergizi serta meminimalkan semua bentuk polusi
dari kegiatan pertanian. 2). Manfaat bagi lingkungan karena dapat memperbaiki
kualitas tanah dengan menjaga sifat fisik, kimia, dan biologi tanah; memperbaiki
kualitas air dan kualitas udara; mengurangi jumlah limbah melalui daur ulang
limbah menjadi pupuk organik serta mampu menciptakan keanekaragaman hayati.
3). Manfaat bagi perekonomian masyarakat karena pertanian organik
menghasilkan pendapatan yang relatif lebih besar dibanding pertanian
konvensional dan menciptakan lapangan kerja baru (Deptan 2007). Selain itu,
potensi beras organik di Indonesia cukup tinggi.
Pengembangan beras organik cukup berpotensi di Indonesia karena
beberapa hal, yakni (Deptan 2007): 1). Indonesia memiliki lahan yang potensial
untuk pengembangan pertanian organik; dari 75.5 juta hektar lahan yang dapat
digunakan untuk usaha pertanian organik, baru sekitar 25.7 juta hektar yang telah
diolah untuk sawah dan perkebunan. 2). Varietas lokal beragam dan adaptif
terhadap lingkungan setempat. 3). Indonesia memiliki potensi yang cukup besar
untuk bersaing di pasar internasional. Kondisi saat ini menunjukkan bahwa
perkembangan beras organik di Indonesia cukup pesat. Perkembangan ini
diprediksi mencapai Rp 28 miliar dengan pertumbuhan 22 persen per tahunnya.3
Beras organik di beberapa wilayah Indonesia bahkan mampu menembus
pasar ekspor. Hal ini dapat dilihat dari data permintaan beras organik dari Jawa
Barat dan Tasikmalaya. Permintaan beras organik di Jawa barat berasal dari
Negara Eropa, Malaysia, dan Asia lain. Namun sejauh ini, permintaan beras
organik dari Malaysia sebesar 300 ton per bulan, hanya mampu terpenuhi dibawah
100 ton per bulan4. Demikian halnya Kabupaten Tasikmalaya, permintaan beras
organik ke wilayah ini cukup tinggi baik dari Amerika Serikat, Malaysia, dan

2

3

4

Yogi K. 2012. Harga beras organik mencapai Rp 15.000/kg. http://www.suara merdeka.com
/v1/index.php/read/news/2012/10/23/133523/harga-beras-organik-mencapai-Rp-15.000kg(diakses 10 Maret 2013)
Gentur. 2013. Mengintip peluang bisnis dari beras organik. http://www.ciputraentrepreneurship.
com/agrobisnis/12435-bustanul-mulyawan-mengintip-peluang-bisnisdari-beras-organik.html
(diakses 1 Maret 2013)
Rachmat Y. 2011. Petani jabar belum sanggup penuhi pasar ekspor beras organik. http:// bisnisjabar.com/index.php/berita/petani-jabar-belum-sanggup-penuhi-pasar-ekspor-beras-organik
(diakses 26 Juni 2012)

3
Jerman. Namun jumlah permintaan beras organik sebesar 60 ton per bulan, hanya
mampu terpenuhi sebesar 20 ton per bulan.5
Selain pasar ekspor, pasar domestik beras organik juga mengalami
peningkatan. Sekitar 10 persen dari penduduk Indonesia yang memiliki tingkat
sosial ekonomi tinggi, berpendidikan dan tinggal di kota besar merupakan pangsa
pasar produk organik yang potensial (Mayasari 2009). PSI (2012)
memproyeksikan bahwa permintaan beras organik Indonesia dari tahun 2008
sebesar 950.918 kuintal meningkat menjadi 1 141 102 kuintal pada tahun 2009
dengan peningkatan sebesar 20 persen.
Melihat tingginya potensi beras organik saat ini, maka perkembangan
beras organik perlu didorong di Indonesia karena dapat menjamin ketahanan
pangan yang berkelanjutan dan berprospek tinggi untuk diusahakan mengingat
masih besarnya peluang pasar beras organik di pasar domestik dan pasar ekspor.
Dengan demikian, program Go organic 2010 merupakan salah satu kebijakan
pemerintah yang dibuat dalam mendukung peningkatan produksi beras organik
dengan tujuan untuk menjadikan negara Indonesia sebagai negara swasembada
beras dan produsen pangan organik terbesar di dunia. Program ini merupakan
langkah strategis dalam menjamin ketahanan pangan yang aman serta
berkelanjutan dalam menghadapi isu revolusi hijau guna meningkatkan
kesejahteraan masyaraskat, baik konsumen maupun produsen.
Seiring dengan adanya program Go organic 2010, budidaya beras organik
di kalangan petani meningkat. Menurut AOI (2011) total luas area lahan pertanian
organik di Indonesia dari tahun 2009 sebesar 217 156.58 hektar meningkat 10
persen menjadi 238 872.24 hektar pada tahun 2010. Jumlah petani padi organik
meningkat dari 640 petani pada tahun 2000 menjadi 1 700 petani pada tahun 2004
(Biocert 2006), bahkan pada tahun 2011 sudah tercatat bahwa Aliansi Organik
Indonesia sudah bekerja sama dengan 50 ribu petani organik. Selain itu, produksi
padi organik dalam PSI (2012) diproyeksikan meningkat dari 550 300 kuintal
pada tahun 2005 menjadi 577 080 kuintal pada tahun 2009 atau meningkat sebesar
4.87 persen.
Deptan (2007) menyebutkan bahwa hampir di setiap daerah penghasil
beras di Indonesia telah mengusahakan pertanian padi secara organik. Sentra
produksi beras organik sebagian besar berpusat di Jawa Barat termasuk daerah
Bogor. Menurut Dinas Pertanian dan Kehutanan Pemerintah Kabupaten Bogor
(2012) terdapat 9 kecamatan yang memproduksi padi organik di Kabupaten
Bogor. Kecamatan Cigombong merupakan wilayah yang paling besar
mengembangkan padi organik dengan luas sebesar 90 hektar atau sebesar 22.96
persen dari total luas lahan padi organik di Kabupaten Bogor seperti yang
ditunjukkan pada Lampiran 2. Kecamatan ini memiliki 4 sentra produksi padi
organik, yaitu Desa Ciburuy, Desa Pasir jaya, Desa Cisalada, dan Desa Tugu Jaya.
Kecamatan Cigombong merupakan salah satu wilayah yang ikut berperan
serta dalam mendukung program pemerintah “Go Organic β010”. Jika dilihat dari
definisi pertanian organik pada paragraf sebelumnya, maka padi yang diproduksi
di Kecamatan Cigombong tergolong beras semi organik. Dikatakan beras semi
organik karena lahan yang dialihkan untuk menghasilkan beras organik
5

Khairi R. 2013. Pengusaha kewalahan permintaan beras organik di luar negeri makin tinggi.
http://suarapengusaha.com/2013/02/17/pengusaha-kewalahan-permintaan-beras-organik-di-luarnegeri-makin-tinggi/ (diakses 26 Februari 2013)

4
memerlukan waktu bertahun-tahun untuk dapat dikatakan organik dan pemupukan
yang dilakukan di wilayah ini masih menggunakan pupuk kimia.
Beras semi organik merupakan beras yang dihasilkan melalui proses
budidaya yang memprioritaskan pada penggunaan bahan-bahan alami yang ramah
lingkungan, mudah dan murah untuk mendapatkannya dengan tetap menjaga
produktivitas dan kualitas hasil pertanian.6 Selain dari luasannya, berdasarkan
hasil wawancara yang dilakukan kepada staf Dinas Pertanian dan Kehutanan
Kabupaten Bogor dan staf Kepala Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian,
Perikanan, Peternakan Dan Kehutanan (BP5K) bahwa Kecamatan Cigombong
merupakan salah satu kecamatan yang konsisten dalam memproduksi padi semi
organik sejak tahun 2002 hingga saat ini, dengan demikian Kecamatan ini
dijadikan sebagai lokasi penelitian padi semi organik.
Perumusan Masalah
Kecamatan Cigombong merupakan wilayah yang terletak di Kabupaten
Bogor Jawa Barat yang ikut serta dalam mendukung program pemerintah “Go
Organic β010”. Tingginya peluang pasar beras organik mendorong Kecamatan
Cigombong mengembangkan usahatani beras semi organik. Pengembangan beras
semi organik di Kecamatan ini cukup berprospek karena memiliki luas lahan
terbesar di Kabupaten Bogor seperti yang diungkapkan pada latar belakang
sebelumnya. Namun dilihat dari produktivitasnya, padi semi organik di
Kecamatan Cibombong masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan
produktivitas padi semi organik di 4 kecamatan lainnya seperti Kecamatan
Caringin, Kecamatan Cileungsi, Kecamatan Ciawi, dan Kecamatan Sukamakmur
yang ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1 Data produktivitas padi semi organik di Kabupaten Bogor tahun 2011
Nama kecamatan
Produktivitas (ton/ha)
Kecamatan Caringin
13.68
Kecamatan Cileungsi
11.52
Kecamatan Ciawi
11.30
Kecamatan Sukamakmur
10.91
Kecamatan Cigombong
10.27
Sumber: Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor (2012, diolah)

Penelitian Gultom (2011) juga menunjukkan bahwa produktivitas padi
semi organik di Kecamatan Cigombong masih rendah yakni sebesar 5.4 ton per
hektar (ha). Produktivitas sangat erat kaitannya dengan penggunaan faktor
produksi karena produktivitas menyangkut seberapa besar jumlah output yang
dihasilkan untuk setiap unit input tertentu (Rahim dan Hastuti 2008; Tinaprilla
2012; Adiyoda 1999). Penggunaan faktor produksi perlu diperhatikan dalam
kegiatan usahatani agar tidak terjadi penggunaan yang berlebihan yang dapat
6

Pertanian Sehat Indonesia (PSI). 2010. Apa dan bagaimana pertanian sehat? http://pertanian
sehat.com/read/2010/06/10/apa-dan-bagaimana-pertanian-sehat.html (diakses 26 Februari 2013)

5
merugikan petani atau mempengaruhi pendapatan dan menyebabkan tingkat
produksi yang tidak optimal. Sementara kendala yang umumnya dihadapi para
petani adalah bagaimana mengalokasikan faktor-faktor produksi tersebut untuk
mendapatkan produksi yang diharapkan. Dengan demikian, penelitian ini
dilakukan untuk menganalisis faktor-faktor apa yang mempengaruhi produksi
padi semi organik di Kecamatan Cigombong?
Penelitian Songsrirote dan Singhapreecha (2007); Khai dan Yabe (2011);
Piya et al (2012); dan Tinaprilla (2012) menunjukkan bahwa produktivitas tidak
hanya dipengaruhi oleh faktor produksi, namun dipengaruhi juga oleh faktor
internal petani seperti usia, pendidikan, pengalaman bertani, status usaha, dan
lain-lain. Misalnya penelitian Songsrirote dan Singhapreecha (2007) menunjukkan
bahwa pendidikan petani mempengaruhi kemampuan manajerial petani dalam
mengelola usahatani padi organik dan mempengaruhi petani dalam pengambilan
keputusan yang tepat dalam usahataninya sehingga lebih efisien. Dengan
demikian, penelitian ini juga dilakukan untuk menganalisis tingkat efisiensi teknis
usahatani padi semi organik di Kecamatan Cigombong.
Analisis efisiensi teknis dilakukan untuk mengetahui kombinasi faktorfaktor produksi yang optimal dalam memproduksi padi semi organik dan melihat
faktor-faktor internal yang dapat mempengaruhi kemampuan manajerial petani
dalam berproduksi secara efisien karena berproduksi secara efisiensi dapat
meningkatkan keuntungan petani itu sendiri. Selain itu, analisis ini juga dilakukan
untuk mengetahui apakah produktivitas padi semi organik sudah efisien secara
teknis atau masih bisa ditingkatkan produktivitasnya dengan penggunaan input
produksi yang optimal.
Menurut Farrel (1957) efisiensi teknis merupakan kemampuan produsen
untuk mendapat output maksimum dari satu set input (faktor produksi) yang
tersedia sehingga efisiensi teknis menjadi salah satu penentu bagi pendapatan
petani. Selain itu, rendahnya produktivitas diduga akan mempengaruhi besar
kecilnya pendapatan usahatani dengan asumsi harga cateris paribus. Oleh karena
itu, penelitian ini juga dilakukan untuk menganalisis pendapatan petani padi semi
organik di Kecamatan Cigombong. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui
sejauh mana kegiatan usahatani padi semi organik memberikan keuntungan bagi
petani di Kecamatan Cigombong padi tingkat input yang tersedia. Sehingga
berdasarkan uraian permasalahan di atas, maka yang menjadi pertanyaan yang
akan dikaji pada penelitian ini adalah:
1. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi produksi usahatani padi semi organik
di Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor?
2. Bagaimana efisiensi teknis usahatani padi semi organik di Kecamatan
Cigombong Kabupaten Bogor?
3. Bagaimana tingkat pendapatan yang diperoleh dalam usahatani padi semi
organik di Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor?
Tujuan
Berdasarkan perumusan masalah yang diuraikan di atas, maka yang
menjadi tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani padi semi
organik di Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor.

6
2.
3.

Menganalisis efisiensi teknis usahatani padi semi organik di Kecamatan
Cigombong Kabupaten Bogor.
Menganalisis tingkat pendapatan yang diperoleh dalam usahatani padi semi
organik di Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor.
Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang
karakteristik usahatani padi semi organik dan pengalokasian faktor-faktor
produksi yang tepat serta efisien secara teknis pada produksi padi semi organik
khususnya di Kecamatan Cigombong. Hasil penelitian yang dilakukan juga
diharapkan dapat berguna bagi pihak-pihak terkait, yakni:
1. Sebagai sumber informasi bagi petani dalam pengambilan keputusan
usahataninya.
2. Sebagai bahan masukan bagi pengambil kebijakan agar dapat menuangkan
kebijakan yang tepat sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan petani.
3. Sebagai bahan referensi dan literatur bagi penelitian selanjutnya.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada lingkup bahasan penelitian
yang menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi, efisiensi teknis,
dan pendapatan usahatani padi semi organik pada satu musim tanam yakni
Desember 2012 hingga Maret 2013, dengan responden penelitian yaitu petani
yang memproduksi padi semi organik di Kecamatan Cigombong.
Hipotesis
Berdasarkan rumusan permasalahan, maka yang menjadi hipotesis dalam
penelitian ini adalah:
1. Faktor produksi (seperti luas lahan, benih, kompos, dan sebagainya) diduga
berpengaruh positif terhadap produksi padi semi organik di Kecamatan
Cigombong.
2. Faktor internal petani (seperti umur, pendidikan, pengalaman usahatani,
dummy status kepemilikan lahan) dan faktor eksternal (seperti cuaca, iklim,
hama dan penyakit) diduga berpengaruh positif terhadap efisiensi teknis
usahatani padi semi organik di Kecamatan Cigombong.
3. Usahatani padi semi organik di Kecamatan Cigombong diduga
menguntungkan dan layak untuk diusahakan.

7

TINJAUAN PUSTAKA
Beras Organik dan Beras Semi Organik
Pertanian organik didasarkan pada penggunaan bahan input eksternal yang
minimal tanpa menggunakan pupuk dan pestisida sintetis. Pertanian organik
merupakan suatu sistem manajemen produksi pertanian yang holistik dan terpadu
yang bertujuan untuk meningkatkan dan mengembangkan kesehatan agroekosistem, termasuk keragaman hayati, siklus biologi, dan aktivitas biologi tanah
(Deptan 2007; BSN 2010). Selain itu, pertanian organik juga didefinisikan sebagai
suatu sistem pertanian yang berupaya untuk mengembalikan semua jenis bahan
organik ke dalam tanah, baik dalam bentuk residu dan limbah pertanaman atau
ternak yang kemudian bertujuan menjadi sumber makanan pada tanaman. Suatu
usahatani dapat dikategorikan pertanian organik jika:7
a. Lokasi, lahan dan tempat penyimpanan harus terpisah secara fisik dengan batas
alami dari pertanian non organik.
b. Masa konversi lahan dari pertanian non organik menjadi pertanian organik
diperlukan waktu 12 bulan untuk tanaman musiman dan 18 bulan untuk
tanaman tahunan.
c. Bahan tanaman (Benih/bibit) bukan berasal dari hasil rekayasa genetika dan
tidak diperlakukan dengan bahan kimia sintetik ataupun zat pengatur tumbuh.
d. Media tumbuh tidak menggunakan bahan kimia sintetik
e. Perlindungan tanaman tidak menggunakan bahan kimia sintetik, tapi berupa
pengaturan sistem tanam/pola tanam , pestisida nabati, agens hayati dan bahan
alami lainnya.
f. Pengelolaan produk harus terpisah dari produk non organik dan tidak
menggunakan bahan yang mengandung additive.
Dengan demikian, beras organik merupakan beras yang berasal dari padi
yang dibudidayakan secara organik atau tanpa pengaplikasian pupuk kimia dan
pestisida kimia. Padi organik juga merupakan padi yang disahkan oleh sebuah
badan independen, untuk ditanam dan diolah menurut standar “organik” yang
ditetapkan. Hampir sama dengan beras organik, bahwa padi semi organik
merupakan padi yang dibudidayakan dengan menggunakan pupuk organik, namun
masih menggunakan pupuk kimia dengan dosis yang lebih rendah dan tanpa
pestisida kimia.
Perbedaan padi organik dengan padi semi organik dapat juga dilihat dari
proses atau kegiatan usahatani yang dilakukan. Kegiatan usahatani yang dilakukan
pada usahatani padi organik terdiri dari: persiapan benih, pengolahan tanah dan
lahan tanam, pemupukan (jika lahan berasal dari lahan konvensional, maka
pemupukan awal dilakukan dengan pupuk organik powder 135 dengan dosis 10
ton/ha, namun jika kondisi lahan pertanian sudah membaik maka pemupukan
dengan pupuk organik powder 135 cukup dengan 5 - 10 kg/ha), pemeliharaan,
panen (Dinas Pertanian Provinsi Jawa Barat 2002). Sementara kegiatan usahatani
pada padi semi organik terdiri dari: pengolahan tanah, pembibitan, penanaman,
7

Anonim. Pedoman pertanian organik. http://diperta.jabarprov.go.id/assets/data/berita/pedo
man%20pertanian%20organik.pdf (diakses tanggal 3 Februari 2014)

8
pengaturan air, penyiangan, pemupukan (dosis pupuk rata-rata yang diberikan per
hektar adalah 62 kilogram urea dan 141 kilogram pupuk phonska), pengendalian
hama dan penyakit dengan pestisida nabati, pemeliharaan pematang sawah, dan
panen (Gultom 2010).
Konsep Usahatani
Menurut Firdaus (2008); Hanafie (2010), Rahim dan Hastuti (2008);
Soekartawi (1986); Suratiyah (2008), usahatani merupakan ilmu yang
mempelajari bagaimana seseorang menentukan, mengorganisasikan, dan
mengkoordinasikan faktor-faktor produksi seefektif dan seefisien mungkin
sehingga memberikan manfaat yang sebaik-baiknya. Ilmu usahatani pada
dasarnya memperhatikan cara-cara petani memperoleh dan memadukan
sumberdaya seperti lahan, tenaga kerja, modal, waktu dan pengelolaan yang
terbatas untuk mencapai tujuannya. Keberhasilan suatu usahatani tidak terlepas
dari faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhinya, seperti faktor intern dan
ekstern. Faktor intern atau faktor dalam usahatani meliputi petani pengelola, tanah
usahatani, tenaga kerja tingkat teknologi, kemampuan petani mengalokasikan
penerimaan keluarga dan dan jumlah keluarga petani; sedangkan faktor ekstern
atau yang sering disebut dengan faktor luar usahatani meliputi ketersediaan sarana
angkutan dan komunikasi, aspek-aspek yang menyangkut pemasaran hasil dan
input usahatani, fasilitas kredit dan penyuluhan bagi petani Hernanto (1989).
Fungsi Produksi Stochastic frontier
Proses produksi melibatkan hubungan antara faktor produksi (input) yang
digunakan dengan produk yang dihasilkan (ouput). Setiap produsen sebaiknya
mampu untuk mengalokasikan input-input yang dimiliki untuk mendapatkan
produksi yang lebih optimal sehingga fungsi produksi dapat didefinisikan sebagai
suatu fungsi yang menunjukkan hubungan teknis antara hasil produksi fisik
(output) dengan faktor-faktor produksi (input). Pengertian tersebut dapat
dikatakan juga sebagai factor relationship menurut Hanafie (2010). Rumus
matematis factor relationship (FR) dapat ditulis sebagai berikut (Soekartawi
2003; Harsh et al. 1981):
Y

= f (X1, X2, X3, ……Xn)

dimana:
Y = jumlah produksi yang dihasilkan
X = faktor produksi yang digunakan atau variabel yang mempengaruhi
Masukan X1, X2, X3, …, Xn menurut Soekartawi et al. (1986) dapat
dikategorikan menjadi dua, yaitu masukan yang dapat dikuasai oleh petani seperti
luas lahan, jumlah pupuk, tenaga kerja, dan sebagainya; serta masukan yang tidak
dapat dikuasai petani seperti iklim.
Pemilihan fungsi produksi yang tepat harus memenuhi beberapa kriteria
seperti: sederhana sehingga mudah ditafsirkan, mempunyai hubungan dengan

9
persoalan ekonomi, dapat diterima secara teoritis dan logis, dan dapat
menjelaskan persoalan yang diamati (Soekartawi 2003). Hasil analisis fungsi
produksi merupakan fungsi pendugaan. Fungsi produksi memiliki beberapa
macam model antara lain model linear, kuadratik, cobb douglas, translog, dan
transendental. Model yang paling sederhana serta yang paling mudah dianalisis
dari keempat model tersebut adalah model cobb douglas. Fungsi produksi cobb
douglas menurut adalah suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau
lebih variabel, dimana variabel yang satu disebut dengan variabel dependen (Y),
dan yang lain disebut sebagai variabel independen (X). Bentuk umum model
fungsi produksi cobb douglas adalah sebagai berikut (Soekartawi 2003; Hidayah
2013):
Y=

0

X1 1 X2 β X3 γ.......... Xn

n

eu

Dimana:
Y = jumlah produksi yang diduga
0 = intersep
n = parameter penduga variabel ke-i dan merupakan elastisitas
Xi = faktor produksi yang digunakan (i = 1, 2, 3,..., n)
e = bilangan natural (2.718)
u = kesalahan (disturbance term)
Pendugaan terhadap persamaan akan lebih mudah dilakukan jika persamaan
diubah menjadi bentuk linear berganda dengan cara melogaritmakan persamaan
tersebut. Logaritma dari persamaan di atas adalah (Soekartawi 2003):
ln Y = ln

0

+

1

ln X1 +

2

ln Xβ +

3

ln X3 +............+

n

ln Xn + u ln e

Nilai 1, 2, 3,.... n pada fungsi produksi cobb douglas adalah sekaligus
menunjukkan elastisitas X terhadap Y. Kelebihan dari model fungsi produksi cobb
douglas adalah:
a). Koefisien pangkat dari masing-masing fungsi produksi cobb douglas
menunjukkan besarnya elastisitas produksi dari masing-masing faktor
produksi yang digunakan dalam menghasilkan output.
b). Merupakan pendugaan terhadap keadaan skala usaha dari proses produksi
yang berlangsung.
c). Bentuk linear dari fungsi cobb douglas ditransformasikan dalam bentuk log e
(ln), dalam bentuk tersebut variasi data menjadi sangat kecil. Hal ini
dilakukan untuk mengurangi terjadinya heterokedastisitas.
d). Perhitungannya sederhana karena persamaannya dapat diubah dalam bentuk
persamaan linear.
e). Bentuk fungsi cobb douglas paling banyak digunakan dalam penelitian
khususnya bidang pertanian.
f). Hasil pendugaan melalui fungsi cobb douglas akan menghasilkan koefisien
regresi yang sekaligus juga menunjukkan besaran elastisitas.
g). Besaran elastisitas dapat juga sekaligus menggambarkan return to scale.
Hubungan antara faktor-faktor produksi dan produksi pada fungsi produksi
cobb douglas dianalisis dengan menggunakan metode Ordinary Least Square
(OLS). Meskipun bentuk fungsi cobb douglas relatif mudah diubah ke dalam

10
bentuk linier sederhana, namun berkenaan dengan asumsi yang melekat pada
metode penduga OLS, bentuk cobb douglas mempunyai beberapa keterbatasan
diantaranya (Gujarati 1988):
1. E (ui│Xi) = 0, artinya rata-rata hitung dari simpangan (deviasi) yang
berhubungan dengan setiap Xi sama dengan nol.
2. Cov (ui, uj) = 0, i ≠ j, artinya tidak ada autokolerasi atau tidak ada korelasi
antara kesalahan pengganggu ui dan uj.
3. Var (ui│Xi) = σ2, artinya setiap error mempunyai varian yang sama atau
penyebaran yang sama (homoskedastisitas).
4. Cov (ui, Xi) = 0, artinya tidak ada korelasi kesalahan pengganggu dengan
setiap variabel yang menjelaskan (Xi).
5. N (0; σ2), artinya kesalahan pengganggu mengikuti distribusi normal dengan
rata-rata nol dan varian σ2.
6. Tidak ada multikolinearitas, artinya tidak ada hubungan linear yang nyata
antara variabel-variabel yang menjelaskan.
Terlepas dari bentuk fungsi yang biasa digunakan, tujuan seseorang dalam
mengelola usahataninya adalah untuk meningkatkan produksi dan keuntungan.
Perolehan keuntungan maksimum berkaitan erat dengan efisiensi dalam
berproduksi. Proses produksi tidak efisien karena dua hal (Sumaryanto et al.
2003) yaitu: (1) tidak efisien secara teknis karena ketidakberhasilan mewujudkan
produktivitas maksimal artinya per unit paket masukan tidak dapat menghasilkan
produksi maksimal, dan (2) tidak efisien secara alokatif karena pada tingkat
harga-harga masukan dan keluaran tertentu, proporsi penggunaan masukan tidak
optimum.
Ada dua konsep fungsi produksi yang perlu diperhatikan perbedaannya
dalam mengukur efisiensi yaitu fungsi produksi batas (frontier production
function) dan fungsi produksi rata-rata (average production function). Konsep
fungsi produksi merupakan hubungan fungsi yang memperlihatkan output
maksimum yang dapat dihasilkan oleh setiap input atau kombinasi berbagai input.
Menurut Coelli et al. (1998) pada umumnya kajian empirik mengenai fungsi
produksi menduga hubungan input dan output tersebut menggunakan metode least
square sehingga sehingga menghasilkan fungsi produksi rata-rata dan bukan
produksi maksimum. Fungsi produksi batas menunjukkan kemungkinan produksi
tertinggi yang dapat dicapai oleh petani dengan menggunakan faktor produksi
tertentu pada tingkat teknologi tertentu.
Fungsi produksi frontier diturunkan dengan menghubungkan titik-titik
output maksimum untuk setiap tingkat penggunaan input sehingga fungsi
produksi tersebut mewakili kombinasi input-output secara teknis paling efisien
dan setiap titik pada kurva produksi frontier menunjukkan kondisi tercapainya
efisiensi teknis pada suatu usahatani. Berdasarkan konsep tersebut maka di dalam
fungsi produksi frontier tidak diijinkan terjadi negative gap atau tidak ada
observasi di bawah fungsi produksi frontier. Sementara usahatani yang
berproduksi di sepanjang kurva produksi rata-rata belum tentu yang paling efisien
karena kemungkinan ada usahatani yang mampu berproduksi di atas kurva atau
lebih besar dari produksi rata-rata.
Pengukuran efisiensi melalui pendekatan produksi rata-rata hanya dapat
mengidentifikasi perubahan teknologi dan skala usaha sehingga perubahan
efisiensi teknis tidak dapat diidentifikasi. Selain itu Perubahan teknologi yang

11
diperoleh dari pendugaan fungsi produksi rata-rata tidak dapat memisahkan
perubahan teknologi murni dengan random shock. Pendekatan dengan fungsi
produksi rata-rata untuk mengukur efisiensi ekonomi baik efisiensi teknis dan
alokatif juga mendapat kritikan dari beberapa penulis. Beberapa kritikan tersebut
diacu dalam Tinaprilla (2012) antara lain:
1. Lau dan Yotopoulous (1971) berpendapat bahwa pendekatan fungsi produksi
rata-rata memiliki masalah bias persamaan yang simultan dan rentan terhadap
multikolinearitas.
2. Upton (1979) berpendapat bahwa petani beroperasi dalam sistem pertanian
yang dinamis dan kompleks. Oleh karena itu, fungsi produksi tunggal tidak
dapat digunakan untuk menjelaskan situasi yang kompleks dan dinamis.
3. Ghatak dan Ingersent (1984) mengkritik pendekatan produksi rata-rata dengan
alasan bahwa pendekatan ini tidak membedakan antara efisiensi alokatif dan
ekonomi sehingga pendekatan ini mengabaikan efisiensi teknis petani. Oleh
karena itu, ada kemungkinan bahwa alokasi sumber daya dapat berada di
bawah batas maksimum teknis efisien karena kurangnya kemampuan,
pengetahuan, sikap, dan lain lain.
Kritikan mengenai fungsi produksi rata-rata menjadi pendorong
penggunaan pendekatan fungsi produksi frontier. Pengukuran efisiensi pada
fungsi produksi batas (frontier) terdiri dari dua pendekatan, yaitu pendekatan
stochastic frontier dan teknik linear programming (Data Envelopment Analysis
atau DEA). Pendekatan stochastic frontier berkaitan dengan pengukuran
kesalahan acak dimana keluaran dari usahatani merupakan fungsi dari faktor
produksi, kesalahan acak dan inefisiensi, sementara pendekatan DEA tidak
mempertimbangkan adanya kesalahan acak sehingga efisiensi teknis yang
dihasilkan menjadi bias.
Model stochastic frontier membiarkan adanya sifat acak (noise) dari
hubungan antar input di dalam produksi sehingga hasil yang diperoleh lebih
akurat di dalam mengukur kesalahan pengukuran, misalnya kondisi iklim dan
faktor pengganggu lainnya. Metode pengukuran efisiensi dengan pendekatan
nonparametrik mudah terkena kesalahan dalam pengukuran (measurement error),
sementara faktor kesalahan saat proses pengambilan data di lapangan sangat
tinggi sehingga untuk mengakomodir error term dari data maka digunakan
pendekatan parametrik yaitu dengan menggunakan metode pengukuran stochastic
frontier.
Model fungsi produksi stochastic frontier (stochastic production frontier)
diperkenalkan oleh Aigner et al. pada tahun 1977. Menurut Coelli et al. (2005)
fungsi produksi frontier menggambarkan kondisi output maksimum yang dapat
dihasilkan dalam suatu proses produksi. Sama halnya dengan konsep fungsi
produksi frontier menurut Doll dan Orazem (1984) yakni menggambarkan
produksi maksimum yang diperoleh dari kombinasi faktor produksi pada tingkat
pengetahuan dan teknologi tertentu. Model stochastic frontier merupakan
perluasan dari model asli deterministik untuk mengukur efek-efek yang tidak
terduga (stochastic effects) di dalam batas produksi.
Pendekatan stochastic frontier menghasilkan dua kondisi secara simultan
yakni faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi dan sekaligus inefisiensi petani.
Konsep efisiensi dari sisi input dan output yang akan dibahas dalam fungsi
produksi stochastic frontier secara terintegrasi membutuhkan sebuah fungsi yang

12
bersifat homogen. Fungsi produksi yang memenuhi kriteria homogenitas adalah
fungsi produksi Cobb Douglas karena dalam Cobb Douglas berlaku asumsi
constan return to scale, selain itu bentuk fungsi produksi ini mengurangi
terjadinya heterokedastisitas dan bentuk fungsi Cobb Douglas paling banyak
digunakan dalam penelitian, khususnya penelitian bidang pertanian serta
perhitungannya sederhana dan dapat dilakukan dengan program komputer yang
telah tersedia. Dengan demikian fungsi produksi yang digunakan dalam menduga
produksi frontier adalah fungsi produksi stochastic frontier Cobb Douglas.
Fungsi produksi stochastic frontier Cobb Douglas menggunakan metode
penduga Maximum Likelihood Estimation (MLE) dengan proses dua tahap. Tahap
pertama menggunakan metode OLS untuk menduga parameter teknologi dan
input produksi. Tahap kedua menggunakan metode MLE untuk menduga
keseluruhan parameter faktor produksi, intersep ( 0) dan varians dari kedua
komponen kesalahan vi dan ui (normal  v2 dan  u2 ).
Aigner dan Chu (1968) mempertimbangkan estimasi parameterik frontier
dari fungsi produksi Cobb Douglas dengan menggunakan data atas sejumlah N
sampel dari suatu usahatani. Dalam fungsi produksi stochastic frontier
ditambahkan random error vi ke dalam variabel acak non negatif ui, dengan
demikian model fungsi produksi stochastic frontier pada kasus Cobb Douglas
secara umum dapat digambarkan sebagai berikut:
n

Ln Yit = ln

0+


i 1

j

ln X ji   i

Fungsi produksi stochastic frontier disebut juga sebagai composed error
model karena mempunyai dua komponen error term, yaitu disebabkan oleh
random effects (vi) dan inefisiensi teknis (ui), dimana i = vi – ui. Sehingga bentuk
umum persamaan stochastic frontier adalah:
Ln Yi = ln

0

+ ∑ jlnXji + ( vi – ui ), i = 1,2,3,...,n

Dimana:
Yit = produksi yang dihasilkan petani i pada waktu t
Xit = vektor masukan yang digunakan petani i pada waktu t
= vektor koefisien parameter yang akan diestimasi
i
= variabel acak yang berkaitan dengan faktor-faktor eksternal, sebaran
Vit
simetris, dan menyebar normal (vit ~ N (0,  v2 ) )
= variabel acak non negatif yang diasumsikan mempengaruhi tingkat
Uit
inefisiensi teknis dan berkaitan dengan faktor-faktor internal dengan
sebaran bersifat setengah normal ( ui ~ | N (0,  u2 ) | ).
Variabel i adalah variabel spesific error term dari observasi ke-i. Variabel
acak vi berfungsi untuk menghitung ukuran kesalahan dan faktor acak lainnya
yang termasuk di luar kontrol petani (faktor eksternal) seperti cuaca, serangan
hama, bencana alam, pemogokan di dalam nilai variabel ouput, bersama-sama
dengan efek kombinasi dari variabel input yang tidak terdefinisi di fungsi
produksi. Variabel vi merupakan variabel acak bebas (random shock) yang secara

13
identik terdistribusi normal dengan rataan (μi) bernilai nol dan variansnya konstan
atau N (0,  v2 ) , simetris serta bebas dari ui.
Variabel acak ui disebut sebagai one side disturbance yang berfungsi
untuk menangkap efek inefisiensi yang merefleksikan komponen galat (error)
yang sifatnya internal (dapat dikendalikan petani) dan biasanya berkaitan dengan
kapabilitas managerial petani dalam mengelola usahataninya. Variabel ui juga
merupakan variabel acak non negatif dengan sebaran asimetris yakni ui ≥ 0. Jika
proses produksi berlangsung efisien maka keluaran yang dihasilkan berimpit
dengan potensi produktivitas maksimal untuk the best practice yang berarti ui = 0
sementara jika ui > 0 berarti berada di bawah potensi maksimumnya tersebut.
Struktur dasar model fungsi produksi stochastic frontier dapat dilihat pada
Gambar 1.

Y

Output

Frontier output,
exp(xi +vi), vi>0

Deterministic,
Y= exp(x )
PF DRTS
Frontier output,
exp (xj +vj), vj