Kontribusi Pendapatan Penyadap Getah Pinus Tehadap Kesejahteraan Penyadap Di BKPH Lengkong, KPH Sukabumi, Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Barat-Banten

KONTRIBUSI PENDAPATAN PENYADAP GETAH PINUS
TERHADAP KESEJAHTERAAN PENYADAP DI BKPH LENGKONG,
KPH SUKABUMI, PERUM PERHUTANI DIVISI REGIONAL JAWA
BARAT-BANTEN

YENNI PANJAITAN

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kontribusi Pendapatan
Penyadap Getah Pinus Terhadap Kesejahteraan Penyadap di BKPH Lengkong,
KPH Sukabumi Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Barat-Banten adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari

penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, April 2015

Yenni Panjaitan
NIM E14100005

ABSTRAK
YENNI PANJAITAN. Kontribusi Pendapatan Penyadap Getah Pinus Terhadap
Kesejahteraan Penyadap Di BKPH Lengkong, KPH Sukabumi, Perum Perhutani
Divisi Regional Jawa Barat-Banten. Dibimbing oleh BRAMASTO NUGROHO.
Getah pinus merupakan salah satu hasil hutan bukan kayu yang
dimanfaatkan Perum Perhutani dan memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Perum
Perhutani melibatkan masyarakat sekitar hutan sebagai penyadap getah pinus yang
bertujuan untuk meningkatkan produktivitas getah pinus dan kesejahteraan
masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai
tingkat kesejahteraan penyadap getah pinus, mengidentifikasi karakteristik
penyadap getah pinus dan menghitung kontribusi dari menyadap getah pinus

terhadap pendapatan total penyadap. Penelitian dilakukan di BKPH Lengkong,
KPH Sukabumi, Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Barat-Banten dengan
jumlah responden sebanyak 78 orang. Dari hasil penelitian diketahui bahwa
kegiatan penyadapan getah pinus memberikan kontribusi sebesar 67.15% terhadap
pendapatan total penyadap. Menurut kriteria garis kemiskinan Sajogyo, sekitar
79.49% penyadap getah pinus berada di atas garis kemiskinan, menurut garis
kemiskian Bank Dunia sekitar 93.59% penyadap getah pinus berada di atas garis
kemiskinan, sedangkan berdasarkan UMR Sukabumi sekitar 64.10% penyadap
getah pinus umumnya termasuk kedalam keluarga tidak sejahtera.
Kata kunci: getah pinus, penyadap, kontribusi, kesejahteraan

ABSTRACT
YENNI PANJAITAN. The Contribution of Pine Resin Tapper Income to the
welfare of tapper at BKPH Lengkong, KPH Sukabumi Perum Perhutani Divisi
Regional West Java-Banten. Supervised by BRAMASTO NUGROHO.
Pine resin is one of non wood forest product which utilized in Perum
Perhutani and has high economic value. Perum Perhutani involves community
surrounding forest area as pine resin tapper which aimed to increase of pine resin
productivity and their community of welfare. This research aimed to obtain
information regarding the level of welfare tappers, identify the characteristics of

the tappers, and calculate the contribution of income from pine resin tapping on
total tapper income of tappers. The research was conducted at BKPH Lengkong,
KPH Sukabumi, Perum Perhutani Divisi Regional West Java-Banten with 78
respondents. The research result showed that the activity of pine sap contributed
67.15% of the total revenue tapper. According poverty line of Sajogyo,
approximately 79.49% tappers are above the poverty line, according to the
poverty line of World Bank, about 93.59% tappers are above the poverty line,
whereas according to the Sukabumi UMR, approximately 64.10% tappers are not
welfare.
Keywords: pine resin, tapper, contribution, welfare

KONTRIBUSI PENDAPATAN PENYADAP GETAH PINUS
TERHADAP KESEJAHTERAAN PENYADAP DI BKPH LENGKONG,
KPH SUKABUMI, PERUM PERHUTANI DIVISI REGIONAL JAWA
BARAT-BANTEN

YENNI PANJAITAN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Manajemen Hutan

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2014 ini ialah
Kesejahteraan dengan judul yaitu Kontribusi Pendapatan Penyadap Getah Pinus
Terhadap Kesejahteraan Penyadap di BKPH Lengkong, KPH Sukabumi Perum
Perhutani Divisi Regional Jawa Barat-Banten.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Bramasto Nugroho,
M.S selaku dosen pembimbing. Di samping itu, penulis ucapkan terimakasih
kepada para penyadap BKPH Lengkong, KPH Sukabumi dan kepada para Mandor

Penyadap serta para pihak yang telah membantu selama pengumpulan data.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, adek Imelda, Barto,
Pesta, Lewis serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, April 2015

Yenni Panjaitan

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR LAMPIRAN


viii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian


2

TINJAUAN PUSTAKA

3

METODE

6

Waktu dan tempat Penelitian

6

Alat dan bahan penelitian

6

Sasaran Penelitian


6

Jenis Data yang dikumpulkan

6

Metode Pengumpulan data

6

Pemilihan Responden

7

Pengolahan dan analisis data

7

HASIL DAN PEMBAHASAN


8

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

8

Karakteristik Responden

9

Penyadapan Getah Pinus

12

Pendapatan dan pengeluaran penyadap getah pinus

13

Variabel yang mempengaruhi pendapatan dari menyadap getah pinus


17

Kontribusi pendapatan getah pinus terhadap kesejahteraan penyadap

17

SIMPULAN DAN SARAN

19

Kesimpulan

19

Saran

20

DAFTAR PUSTAKA


21

LAMPIRAN

23

RIWAYAT HIDUP

32

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Kriteria garis kemiskinan Sajogyo, Bank Dunia dan UMR Sukabumi
Jumlah dan Luas BKPH Lengkong di KPH Sukabumi
Sebaran responden berdasarkan jenis kelamin
Sebaran responden berdasarkan umur
Sebaran responden berdasarkan pendidikan
Sebaran responden berdasarkan jenis pekerjaan utama dan pekerjaan
sampingan
Sebaran responden berdasarkan ukuran keluarga inti
Sumber pendapatan yang berasal dari kegiatan sadapan dan non
sadapan
Jenis pengeluaran rumah tangga
Analisi ragam hubungan antara pendapatan getah pinus dengan waktu
penyadapan getah pinus dan jumlah produksi getah pinus
Persentase kesejahteraan penyadap getah pinus berdasarkan kriteria
kemiskinan menurut Sajogyo di BKPH Lengkong
Persentase tingkat kesejahteraan penyadap getah pinus berdasarkan
kriteria kemiskinan Bank Dunia
Persentase tingkat kesejahteraan penyadap getah pinus berdasarkan
kriteria UMR Sukabumi

8
9
10
10
10
11
12
15
16
17
18
18
19

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4

Diagram aliran kerangka pemikiran penelitian
Peta lokasi penelitian BKPH Lengkong, Kecamatan Lengkong
Penyadapan getah pinus dengan metode koakan (Quarre)
Alat sadap Msin Mujitek

2
9
12
13

DAFTAR LAMPIRAN
1 Kontribusi pendapatan getah pinus terhadap pendapatan total
2 Persentase kesejahteraan penyadap getah pinus berdasarkan kriteria
kemiskinan menurut Sajogyo
3 Persentase Kesejahteraan Penyadap G.Pinus berdasarkan kriteria
kemiskinan Bank Dunia
4 Persentase
Kesejahteraan Penyadap berdasarkan kriteria UMR
Sukabumi

24
26
28
30

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pinus merupakan jenis pohon yang baik untuk dikelola dan diusahakan
karena tidak hanya dapat memberikan hasil berupa kayu, tetapi juga memberikan
produk hasil hutan bukan kayu yaitu getah pinus yang merupakan produk utama
Perum Perhutani. Getah diolah menjadi gondorukem dan terpentin yang
merupakan bahan baku dalam industri kosmetik, farmasi, sabun, minyak cat,
semir sepatu, plastik, kertas dan lain-lain. Prospek penjualan hasil hutan bukan
kayu baik masa kini maupun masa yang akan datang diharapkan lebih baik
mengingat banyak produk hasil hutan bukan kayu yang bernilai tinggi, seperti
halnya getah pinus di Perum Perhutani, hasil olahan getahnya telah diekspor ke
berbagai negara.
Kegiatan penyadapan getah pinus membutuhkan tenaga kerja yang cukup
banyak. Salah satu upaya yang dilakukan Perum Perhutani adalah dengan
melibatkan masyarakat sekitar hutan. Dengan demikian terciptalah peluang kerja
bagi masyarakat sekitar hutan yang bekerja sebagai penyadap getah pinus. Dari
kegiatan penyadapan getah pinus tersebut, ada hubungan timbal balik antara pihak
perusahaan, dalam hal ini Perum Perhutani dengan masyarakat sekitar hutan.
Perum Perhutani memperoleh tenaga kerja yang cukup banyak untuk memenuhi
target produksi getah pinus, sedangkan masyarakat memperoleh pendapatan dari
penyadapan getah pinus. Pendapatan dari menyadap getah pinus diharapkan
mampu memberikan kontribusi bagi pendapatan rumah tangga penyadap, dengan
demikian taraf hidup dan kesejahteraan penyadap dapat ditingkatkan.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar kontribusi
pendapatan dari penyadapan getah pinus terhadap pendapatan total penyadap
getah pinus. Dengan demikian maka dapat diketahui tingkat kesejahteraan
masyarakat yang diperoleh dari penyadapan getah pinus di BKPH Lengkong,
KPH Sukabumi, Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Barat-Banten.
Perumusan Masalah
Pengelolaan hutan pinus oleh perum perhutani melibatkan sebagian
masyarakat di sekitar hutan untuk bekerja sebagai penyadap getah pinus. Dengan
adanya kegiatan penyadapan getah pinus maka terciptalah lapangan pekerjaan
bagi masyarakat sekitar hutan.
Penghasilan yang didapat baik dari hasil sadapan maupun selain sadapan
secara langsung berkontribusi terhadap penghasilan rumah tangga. Semakin besar
kontribusi dari dua sumber tersebut, maka pendapatan rumah tanggapun akan
meningkat. Pendapatan inilah yang nantinya menjadi salah satu faktor yang akan
menentukan kesejahteraan penyadap getah pinus.
Adanya pekerjaan lain selain menyadap getah pinus terkadang menjadi
sebuah penghambat bagi perusahaan, hal ini disebabkan waktu yang digunakan
penyadap menjadi terbagi yang dapat memengaruhi target produksi perusahaan
tidak tercapai. Masalah utama yang dikaji dalam penelitian ini adalah apakah
pendapatan yang diperoleh dari kegiatan menyadap getah pinus mampu
memberikan kesejahteraan bagi penyadap? Dengan demikian perlu diteliti

2
mengenai kontribusi pendapatan hasil penyadapan getah pinus terhadap
kesejahteraan penyadap. Kebutuhan (pengeluaran) rumah tangga tersebut dapat
dijadikan pendekatan dalam mengukur tingkat kesejahteraan penyadap getah
pinus. Rumusan masalah penelitian kontribusi pendapatan penyadapan getah
pinus terhadap kesejahteraan penyadap di BKPH Lengkong, KPH Sukabumi,
Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Barat-Banten disajikan pada Gambar 1.
Rumah Tangga Penyadap

Pendapatan
Penyadapan

Pendapatan Non
Penyadapan

Pengeluaran
Pangan

Pengeluaran
Non Pangan

Total Pengeluaran

Total Pendapatan

Kesejahteraan
 Kriteria Sajogyo
 Kriteria Bank Dunia
 Kriteria UMR
Gambar 1. Diagram Aliran Kerangka Pemikiran Penelitian
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan utama dilakukannya penelitian ini adalah:
1. Memperoleh informasi mengenai tingkat kesejahteraan penyadap getah
pinus
2. Mengidentifikasi karakteristik penyadap getah pinus
3. Menghitung kontribusi pendapatan dari kegiatan penyadapan hutan pinus
terhadap pendapatan total rumah tangga penyadap
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Menjadi bahan pertimbangan bagi pihak Perum Perhutani maupun yang
berkepentingan dalam meningkatkan kesejahteraan penyadap getah pinus.
2. Memberikan informasi mengenai seberapa besar kontribusi dari hasil
penyadapan getah pinus terhadap pendapatan total penyadapan getah pinus

3

TINJAUAN PUSTAKA
Gambaran Umum Pinus
Pinus merkusii Jungh. et de Vriese, merupakan salah satu jenis anggota
family Pinaceae. Pohon ini biasa juga disebut dengan nama Damar Batu, Damar
Bunga, Huyam, Kayu Sala, Kayu Sugi, Uyam dan Tusam (Sumatera) atau Pinus
(Jawa). Pohon ini menyebar di daerah Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat dan
seluruh Jawa (Martawijaya 1989 dalam Aziz 2010).
Pinus merkusii merupakan jenis pinus yang tumbuh baik di Indonesia
khususnya Jawa dan Sumatera. Keunggulannya sebagai jenis pioneer, tumbuh
cepat dan mempunyai hasil yang multi guna. Kayunya dapat dipakai sebagai
bahan baku pertukangan, papan tiruan, mebel, moulding, korek api, pulp dan
kertas, serta kayu gergajian. Getahnya dapat menghasilkan gondorukem dan
minyak terpentin (Kasmudjo 1992 dalam Huda 2011)
Penyebaran Pinus di Indonesia banyak dijumpai di Jawa, Sumatera (Aceh,
Sumatera Utara dan Jambi) dan Sulawesi. Di Jawa, Pinus dapat tumbuh antara
ketinggian 200 hingga 1700 m dari pemukaan laut dan tidak meminta persyaratan
tempat tumbuh yang tinggi. Batang pinus berukuran sedang sampai besar, tinggi
pohon 20 hingga 40 meter dan diameter pohon mencapai 100 cm. Kulit luar kasar
berwarna cokelat kelabu sampai cokelat tua, tidak mengelupas, beralur lebar dan
dalam. Warna kayu teras coklat kuning muda dengan pita atau serat yang
berwarna lebih gelap, kayu yang berdamar berwarna cokelat tua, sedangkan kayu
gubal berwarna putih kekuningan-kuningan dengan tebal 6-8 cm. Pinus dapat
tumbuh pada daerah yang jelek dan kurang subur, pada tanah berpasir dan tanah
berbatu, tetapi tidak tumbuh baik pada tanah becek. Iklim yang cocok adalah
iklim basah sampai agak kering dengan tipe curah hujan A sampai C berdasarkan
kriteria Schmidt dan Ferguson, pada ketinggian 200 – 1700 mdpl, kadang-kadang
tumbuh di bawah 200 mdpl dan mendekati daerah pantai contohnya di daerah
Aceh Utara (Restyani 2012).
Penyadapan Getah Pinus
Hasil getah diambil dari pohon pinus melalui penyadapan. Tegakan pinus
dapat disadap bila telah mencapai umur tertentu atau disebut masak sadap, yakni
mulai umur 11 tahun sampai 30 tahun atau Kelas Umur III sampai VI (Tedja 1977
dalam Purwandari 2002).
Menurut Srijono (1977) dalam Purwandari (2002), tegakan Pinus merkusii
yang berumur muda menghasilkan per hektar getah lebih banyak dari pada yang
berumur lebih tua. Produktivitas pinus menurun dengan semakin tuanya tegakan,
dan juga berkurangnya jumlah pohon per hektar (N/ha) sebagai akibat tebang
penjarangan dalam rangka pemeliharaan hutan.
Menurut Kasmudjo (2011) dalam Restyani (2013), teknik penyadapan
dengan metode koakan yang digunakan di Indonesia adalah sadapan bentuk huruf
U terbalik dengan jarak mula-mula dari permukaan tanah 15-20 cm. Penyadapan
dilakukan dengan cara mengerok kulit batang terlebih dahulu kemudian kayunya
dilukai sedalam 1-2 cm, lebar 10 cm, dan tinggi koakan hingga 200 cm.
Selanjutnya dijelaskan pula bahwa saluran getah yang dibuka akan menutup pada

4
hari ketiga sehingga perlu pembaharuan luka 3-5 mm di atas luka yang lama,
untuk itu luka sadapan maksimal satu tahun mencapai 60 cm, untuk menghindari
berkurangnya kualitas dan kuantitas kayu. Saat ini mulai dikembangkan koakan
dengan lebar 4-6 cm dan tinggi koakan 240 cm dengan pembaharuan koakan
dilakukan pada hari ke empat.
Soetomo (1971) dalam Iriyanto (2007) menyebutkan bahwa produktivitas
penyadapan getah pinus oleh seorang penyadap dipengaruhi oleh:
1. Musim hujan yang terus menerus menyebabkan suhu udara rendah sehingga
getah cepat beku.
2. Adanya mata pencaharian lain. Pekerjaan lain dengan upah yang lebih tinggi
menyebabkan penyadap memilih pekerjaan tersebut sehingga penyadapan
terganggu
3. Jarak dari desa ke blok sadapan dan interval pembaruan luka
4. Situasi pasaran gondorukem
5. Intensitas pengawasan
Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga
Menurut Tanjung (2014), pendapatan rumah tangga menurut sumbernya
dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu pendapatan kehutanan dan pendapatan
non-kehutanan. Pendapatan kehutanan adalah pendapatan yang berasal dari
kegiatan di hutan, sedangkan pendapatan non-kehutanan adalah pendapatan yang
berasal dari kegiatan di luar kehutanan.
Mubyarto (1998) menyatakan pendapatan rumah tangga adalah pendapatan
yang diperoleh oleh seluruh anggota keluarga, baik suami, istri maupun anak.
Menurut Sayogyo (1982) dalam Kusumaningtyas (2003), pendapatan rumah
tangga dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu :
a. Pendapatan dari usaha bertani.
b. Pendapatan yang mencangkup usaha bertanam padi, palawija, dan kegiatan
pertanian lainnya.
c. Pendapatan yang diperoleh dari seluruh kegiatan termasuk sumber-sumber
mata pencaharian di luar pertanian.
Berdasarkan keterkaitan antara keluarga dan rumah tangga, maka rumah
tangga terdiri atas dua macam, yakni (Sumarwan, 2011) :
1. Rumah tangga keluarga
Rumah tangga keluarga adalah sebuah rumah tangga yang anggotaanggotanya terikat oleh hubungan perkawinan, darah, atau adopsi. Rumah tangga
keluarga terdiri atas :
a. Rumah tangga suami dan istri.
b. Rumah tangga suami, istri, dan anak-anaknya.
c. Rumah tangga suami dan istri, dan anak-anak tinggal di rumah tangga yang
berbeda (misalnya anak sekolah di luar kota atau sudah memiliki rumah
sendiri)
d. Rumah tangga orang tua tunggal (ayah saja atau ibu saja), dan
e. Rumah tangga lainnya (saudara sekandung, atau anggota keluarga lainnya
tinggal bersama dalam satu rumah).
2. Rumah tangga bukan keluarga

5
Rumah tangga bukan keluarga adalah rumah tangga yang anggotaanggotanya tidak terikat oleh hubungan perkawinan, darah atau adopsi.
Rumah tangga bukan keluarga terdiri atas:
a. Rumah tangga yang dihuni oleh seorang pria sendiri.
b. Rumah tangga yang dihuni oleh seorang wanita sendiri, dan
c. Rumah tangga yang dihuni oleh dua orang atau lebih yang tidak memiliki
hubungan keluarga.
Total pengeluaran rumah tangga adalah sejumlah pengeluaran berbentuk
uang yang dilakukan oleh suatu rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan rumah
tangga dalam kurun waktu tertentu (BPS 2000 dalam Sulistiana 2008).
Menurut Sumarwan (2011), jumlah anggota keluarga atau rumah tangga
akan menentukan jumlah dan pola konsumsi suatu barang dan jasa. Rumah tangga
dengan jumlah anggota yang lebih banyak akan membeli dan mengonsumsi beras,
daging, sayuran, dan buah-buahan lebih banyak dibandingkan dengan rumah
tangga yang memiliki anggota yang lebih sedikit. Jumlah anggota keluarga akan
menggambarkan potensi permintaan terhadap suatu produk dari sebuah rumah
tangga.
Kesejahteraan
Salim (1980) dalam Dharmawan et al. (2010) menyebutkan bahwa
penduduk miskin dapat dicirikan dengan:
1. Rata-rata tidak mempunyai faktor produksi sendiri seperti tanah, modal,
peralatan kerja dan keterampilan.
2. Mempunyai tingkat pendidikan yang rendah
3. Kebanyakan bekerja atau berusaha sendiri dan bersifat usaha kecil (sektor
informal), setengah menganggur (tidak bekerja)
4. Kebanyakan berada di pedesaan atau daerah tertentu perkotaan (slum area)
5. Kurangnya kesempatan untuk memperoleh (dalam jumlah yang cukup): bahan
kebutuhan pokok, pakaian, perumahan, fasilitas kesehatan, air minum,
pendidikan, angkutan, fasilitas komunikasi dan kesejahteraan sosial lainnya.
Suatu keluarga dikatakan sejahtera apabila seluruh kebutuhan hidup, baik
jasmani maupun rohani dari keluarga tersebut dapat dipenuhi, sesuai dengan
tingkat kebutuhan hidup dari masing-masing keluarga itu sendiri. Salah satu
variabel yang kuat dalam menggambarkan kesejahteraan adalah pendapatan
keluarga, dimana pendapatan itu sendiri dipengaruhi oleh upah dan produktifitas
(Biro Pusat Statistik 1992).
Mengacu pada teori garis kemiskinan Sayogyo (1971) dalam BPS (2008),
kesejahteraan rumah tangga responden diukur dengan pendekatan tingkat
pengeluaran yang ekuivalen dengan konsumsi beras (kg) per orang per tahun di
daerah pedesaan dan perkotaan. Di daerah perkotan, kriteria rumah tangga paling
miskin jika konsumsi beras berkisar antara 0-270 kg/orang/tahun, miskin sekali
jika konsumsi beras berkisar antara 270-360 kg/orang/tahun, kriteria miskin jika
konsumsi beras 360-480 kg/orang/tahun, dan apabila tingkat konsumsi beras lebih
dari 480 kg/orang/tahun maka rumah tangga tersebut dikategorikan tidak miskin.
Untuk pedesaan, kriteria yang menyatakan paling miskin jika konsumsi beras
berkisar antara 0-180 kg/orang/tahun, kriteria miskin sekali jika konsumsi beras
berkisar antara 180-240 kg/orang/tahun, kriteria miskin jika konsumsi beras

6
berkisar antara 240-320 kg/orang/tahun, dan kriteria tidak miskin jika konsumsi
beras lebih dari 320 kg/orang/tahun.

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan November
2014 di Hutan Tanaman Pinus BKPH Lengkong, KPH Sukabumi Perum
Perhutani Divisi Regional Jawa Barat-Banten.
Alat dan Bahan
Alat dan Bahan yang digunakan untuk keperluan penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Alat Tulis dan Laptop
2. Kuisioner
3. Kamera
4. Kalkulator, dan
5. Data-data Sekunder
Sasaran Penelitian
Sasaran penelitian ini adalah masyarakat sekitar hutan yang bekerja
sebagai penyadap getah Pinus dan juga para pegawai kantor yang bersangkutan
dengan penelitian di BKPH Lengkong, KPH Sukabumi Perum Perhutani Divisi
Regional Jawa Barat-Banten.
Jenis Data
Jenis data yang digunakan berupa data primer dan data sekunder. Data
primer yang diambil meliputi biodata responden (nama, umur penyadap, jenis
kelamin, pendidikan, dan pekerjaan), data mengenai kegiatan penyadap, data
sumber dan besarnya pendapatan, jumlah pohon yang disadap serta data
pengeluaran rumah tangga setiap responden. Adapun data sekunder terdiri atas
data kondisi umum lokasi penelitian BKPH Lengkong, KPH Sukabumi, Divisi
Regional Jawa Barat-Banten, data jumlah penyadap pada periode tertentu, serta
data lainnya yang terkait dengan penelitian.
Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan observasi langsung di lapangan dan
wawancara ke lokasi. Data Primer diperoleh melalui wawancara terhadap
responden penyadap getah pinus dengan menggunakan daftar pertanyaan yang
disediakan. Adapun data sekunder dihimpun dari instansi dan lembaga yang
terkait dengan penelitian.

7
Pemilihan responden
Pemilihan responden dilakukan secara Purposive sampling yaitu
pengambilan sampel dilakukan dengan kriteria khusus. Dalam hal ini, responden
yang dipilih adalah penyadap getah pinus yang menjadikan pekerjaan penyadapan
getah pinus sebagai pekerjaan utama maupun pekerjaan sampingan. Jumlah
responden yang akan diwawancarai berdasarkan metode Slovin (Nugroho, 1999
dalam Sari, 2013), dengan rumus sebagai berikut :
Keterangan:
N : Jumlah Populasi Penyadap
n : Jumlah Responden yang akan diwawancara
e : Batas Toleransi kesalahan (10%)
Jumlah populasi penyadap getah pinus di BKPH Lengkong diketahui
sebanyak 370 orang, sehingga berdasarkan rumus di atas dapat ditetapkan jumlah
sampel dalam penelitian ini adalah 78 orang responden.
Pengolahan dan Analisis Data
a. Identifikasi karakteristik Penyadap getah pinus
Pengidentifikasian karakteristik penyadap getah pinus dilakukan dengan
menggunakan analisis deskriptif. Adapun komponen-komponen yang akan
disajikan untuk mengidentifikasi karakteristik responden terdiri atas jenis kelamin,
umur, tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan.
b. Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga
Perhitungan pendapatan rumah tangga dihitung menggunakan rumus:
1. Pendapatan dari kegiatan getah pinus (S)
S (Rp) = Berat getah pinus (kg) x upah (Rp/kg)
2. Pendapatan dari kegiatan non penyadapan getah pinus (NS)
NS (Rp) = ΣPendapatan dari kegiatan non penyadapan (Rp)
3. Pendapatan Total (I total)
I Total (Rp) = S (Rp) + NS (Rp)
Perhitungan pengeluaran rumah tangga (Rahim & Hastuti 2007)
C = ΣP + ΣNP
Keterangan :
C = Total Pengeluaran Rumah Tangga (Rp)
P = Pengeluaran untuk Pangan (Rp)
NP = Pengeluaran Untuk Non Pangan (Rp)
c. Kontribusi Penyadapan Getah Pinus
Kontribusi pendapatan dari penyadapan getah pinus terhadap pendapatan
rumah tangga dihitung dengan rumus (Sari 2013) :
Keterangan :
IS
: Kontribusi pendapatan dari penyadapan getah pinus terhadap pendapatan

8
rumah tangga (%)
S
: Pendapatan dari kegiatan penyadapan getah pinus (Rp/tahun)
I Total : Pendapatan Total (Rp/Tahun)
d. Uji Regresi Linear Berganda untuk Mengetahui Variabel-variabel yang
Mempengaruhi Pendapatan dari Menyadap Getah Pinus
Untuk mengetahui variabel-variabel yang mempengaruhi besarnya pendapatan
dari sadapan getah pinus dapat juga diduga dengan menggunakan uji regresi linear
berganda. Adapun hipotesis statistic adalah sebagai berikut:
H0 : semua variabel X tidak berpengaruh terhadap Y
H1 : minimal ada satu variabel X yang berpengaruh terhadap Y
Pengujian hipotesis dilakukan dengan analisis varian (ANOVA) dengan
pengujian menggunakan program statistik Minitab 14. Jika didapatkan nilai P>α
maka terima H0 yang berarti semua variabel bebas (X) tidak berpengaruh
signifikan terhadap variabel terikat (Y). apabila nilai pRp 3 200 000/org/th)
Dengan Beras (kg/org/thn)
>320kg/org/th
Bank Dunia
Pendapatan (Rp/org/hari)
US$ 2/org/hari
Rp 25 400/org/hari
UMR Sukabumi
Pendapatan (Rp/org/bln)
>Rp 1 565 922/org/bln
Keterangan :*Harga beras Rp 10.000 per kg; *US$ 1 = Rp 12 700 (per 13 Januari 2015)

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Kecamatan Lengkong merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten
Sukabumi dengan luas wilayah 14 303.50 ha. Sebagian besar wilayah Lengkong
terdiri dari dataran tinggi atau berbukit-bukit, lereng dan lembah dengan
kemiringan antara 5% sampai 15%, sehingga pemanfaatan lahan di Lengkong
banyak yang dijadikan areal perkebunan teh. Menurut pembagian wilayah
pengelolaan administratif kehutanan KPH Sukabumi mencakup enam BKPH
(Tabel 2).

9
Tabel 2. Jumlah dan Luas BKPH Lengkong di KPH Sukabumi
BKPH
Jampang Kulon
Lengkong
Bojong Lopang
Sagaranten
Pelabuhan Ratu
Cikawung
Total

Luas )Ha)
12 548.98
15 143.21
6 603.72
8 093.63
8 383
7 722.99
58 495.53

BKPH Lengkong merupakan BKPH yang terluas di KPH Sukabumi yaitu
seluas 15 143.21 Ha, yang terdiri dari 4 (empat) KRPH yaitu RPH Hanjuang
Barat seluas 4628.67 Ha, Hanjuang Tengah seluas 2624.09 Ha, Hanjuang Timur
seluas 3121.41 Ha dan RPH Hanjuang Selatan seluas 4769.04 Ha. BKPH
Lengkong secara geografis terletak pada 7°5'12" LS-7°7' 50.6" LS dan 106°40'34"
BT- 106°41'31" BT dengan ketinggian sekitar 600 mdpl. Struktur tanahnya yaitu
tanah Latosol dan Podsolik Merah Kuning dengan tingkat kemasaman (pH) antara
4.1 sampai 5.0. Tipe iklim BKPH Lengkong berdasarkan kriteria Schmidt dan
Ferguson adalah tipe iklim B dengan curah hujan rata-rata 3204 mm per tahun
atau sebesar 267 mm per bulan.

Sumber: Kecamatan Lengkong 2014

Gambar 2 Peta Lokasi Penelitian BKPH Lengkong, Kecamatan Lengkong
Karakteristik Responden
Jenis Kelamin Penyadap Getah Pinus
Kegiatan penyadapan getah pinus di KPH Sukabumi, BKPH Lengkong
didominasi oleh laki-laki. Dari 78 responden yang diwawancarai, penyadap yang
berjenis kelamin laki-laki terdiri dari 77 orang dengan persentase sebesar 98.72%,
sedangkan penyadap perempuan hanya 1 orang dengan persentase sebesar 1.28%,

10
seperti yang disajikan pada Tabel 3. Adapun perempuan yang melakukan kegiatan
penyadapan getah pinus dilatarbelakangi oleh keinginan responden untuk
membantu suami dalam memenuhi kebutuhan rumah tangganya.
Tabel 3. Sebaran responden berdasarkan jenis kelamin
Jenis kelamin
Jumlah (Org)
Laki-laki
77
Perempuan
1
Total
78

Persentase (%)
98.72
1.28
100

Umur Penyadap Getah Pinus
Responden Penyadap getah pinus Di BKPH Lengkong sebagian besar
berada pada sebaran umur antara 41 sampai 50 tahun dengan persentase sebesar
46.15 % seperti yang disajikan pada Tabel 4. Untuk usia yang masih muda di
BKPH Lengkong umumnya sangat jarang bekerja sebagai penyadap getah pinus,
karena di daerah tersebut terdapat pekerjaan yang penghasilannya lebih besar
dibanding sebagai penyadap getah pinus, seperti pekerjaan tambang emas dan
batu bara.
Tabel 4. Sebaran Responden Berdasarkan Umur
Selang Umur (Tahun)
Jumlah (Org)
21-30
10
31-40
15
41-50
36
51-60
11
>60
6
Total
78

Persentase (%)
12.82
19.23
46.15
14.10
7.69
100

Tingkat Pendidikan Penyadap Getah Pinus
Karakteristik pendidikan penyadap getah pinus di BKPH Lengkong masih
tergolong rendah. Berdasarkan Tabel 5 mayoritas pendidikan responden peyadap
getah pinus adalah lulusan sekolah dasar (SD) dengan persentase sebesar 98.71%,
sedangkan sisanya adalah lulusan SMP dengan persentase sebesar 1.28%. Hal ini
menunjukan bahwa pendidikan bagi para penyadap getah pinus belum menjadi
prioritas utama bagi petani.
Tabel 5 Sebaran Responden Berdasarkan pendidikan
Tingkat Pendidikan
Jumlah (Org)
Tamat SD
77
Tamat SMP
1
Tamat SMA
0
Tamat D3/S1
0
Total
78

Persentase (%)
98.72
1.28
0
0
100

Selain itu tuntutan dalam pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari memaksa
para penyadap untuk bekerja guna memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya.

11
sehingga pentingnya pendidikan menjadi agak dikesampingkan, hal ini dapat
dilihat dari persentase pengeluaran untuk pendidikan yang dikeluarkan hanya
sebesar 8.79%. Dalam Rachman (2011) Tingkat pendidikan dapat menjadi
indikator status sosial dalam masyarakat, semakin tinggi tingkat pendidikan
seseorang semakin tinggi pula status sosialnya di dalam masyarakat tersebut,
sehingga apabila tingkat pendidikan penyadap semakin tinggi maka besar
kemungkinan para penyadap tidak bekerja sebagai penyadap.
Jenis Pekerjaan
Rata-rata responden yang diwawancarai menjadikan kegiatan sadapan getah
pinus sebagai pekerjaan utama dengan persentase sebesar 96.15%, sedangkan
sisanya menjadikan kegiatan bertani sebagai pekerjaan utama seperti yang
disajikan pada Tabel 6. Hal ini menunjukan bahwa kegiatan penyadapan getah
pinus masih sangat dibutuhkan penyadap untuk memberikan tambahan
penghasilan bagi pendapatan rumah tangga. Responden pada umumnya selain
memiliki pekerjaan utama, juga memiliki pekerjaan sampingan. Hal ini dilakukan
para penyadap untuk menambah penghasilan keluarga agar kebutuhan keluarga
sehari-hari dapat terpenuhi. Namun beberapa responden penghasilan yang
diperoleh hanya dari sadapan getah pinus sudah mencukupi untuk memenuhi
kebutuhan rumah tangga, sehingga tidak perlu lagi memiliki pekerjaan sampingan.
Responden yang menjadikan penyadapan getah pinus sebagai pekerjaan
sampingan, beralasan penghasilan yang diperoleh dari penyadapan getah pinus
lebih sedikit dibanding penghasilan dari pekerjaan utamanya. Pada umumnya
pekerjaan sampingan yang dimiliki penyadap yaitu bertani dengan menggarap
lahan milik perhutani. Responden yang menjadikan penyadapan getah pinus
sebagai pekerjaan utama, merupakan responden dimana penghasilan yang
diperoleh dari getah pinus lebih besar dibanding pekerjaan sampingan.
Tabel 6. Sebaran responden berdasarkan jenis pekerjaan utama dan pekerjaan
Sampingan
Pekerjaan utama
Pekerjaan sampingan
Jumlah
Persentase (%)
(orang)
Penyadap
Bertani
75
96.15
Penyadap
1
1.28
Bertani
Penyadap
2
2.56
Total
78
100
Ukuran Keluarga Penyadap Getah Pinus
Ukuran keluarga menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
(BKKBN 1994) dibagi menjadi tiga kategori, yaitu keluarga kecil (≤4 orang),
keluarga sedang (5 hingga 7 orang), dan keluarga besar (≥8 orang). Ukuran
keluarga yang dimaksud oleh BKKBN tersebut adalah ukuran keluarga inti yang
terdiri atas istri, suami dan anak-anak. Dari responden yang diwawancarai ada
sebanyak 60 orang dengan persentase sebesar 76.92% termasuk ke dalam ukuran
keluarga kecil, sedangkan sisanya merupakan keluarga sedang (Tabel 7). Hal ini
dapat dilihat bahwa penyadap getah pinus di BKPH Lengkong pada umumnya
memiliki jumlah anggota ≤ 4 orang.

12
Tabel 7. Sebaran Responden Berdasarkan Ukuran Keluarga Inti
Ukuran Keluarga
Jumlah Responden (org)
Persentase (%)
Kecil
60
76.92
Sedang
18
23.08
Besar
0
0
Total
78
100

Penyadapan Getah Pinus
Berdasarkan buku Pedoman Penyadapan Getah Pinus dari Perum Perhutani,
ada tiga tahapan dalam melakukan penyadapan pinus yaitu:
1. Pra sadap merupakan kegiatan yang dilakukan sebelum penyadapan dimulai
seperti pemberian batas petak sadapan, pembagian blok sadapan, pelaksanaan
sensus pohon, pembersihan areal sadapan, pembuatan mal sadap, dan
pembuatan plang sadapan. Pra sadap ini dilakukan setahun sebelum
penyadapan getah pinus dimulai.
2. Sadap buka adalah pembuatan koakan (quarre) awal, pemasangan talang, dan
tempurung kelapa.
3. Sadap lanjut adalah kegiatan untuk melanjutkan koakan (quarre) yang sudah
ada.
Metode penyadapan getah pinus yang diterapkan di KPH Sukabumi adalah
metode Quarre (koakan) yaitu proses pelukaan pada permukaan kayu dengan
koakan yang diawali sadap berupa bujur sangkar ukuran 6 cm x 10 cm, dalam
koakan 1,5 cm. (Gambar 3)

Gambar 3. Penyadapan getah pinus dengan metode Koakan
Bagan Quarre (Mal Sadap) dibuat tepat di tengah-tengah pohon yang telah
dibersihkan dengan ukuran lebar 6 cm, tinggi 60 cm (terdiri dari 12 kotak quarre
dengan lebar 5 cm dan tinggi 10 cm untuk sadap buka). Sadap buka merupakan
pembuatan quarre permulaan setinggi 20 cm dari tanah.
Di samping peraturan teknik penyadapan getah pinus jenis Cairan Asam
Stimulantia (CAS) juga diperhatikan oleh Perum Perhutani. Jenis stimulan yang
digunakan di BKPH Lengkong saat ini yaitu Etrat, namun para penyadap lebih
menyukai jenis stimulan sebelumnya yaitu H2SO4 atau para penyadap sering
menyebutnya dengan Carigi, sebab getah yang dihasilkan dengan menggunakan

13
Carigi lebih banyak, tetapi dikarenakan penggunaan stimulan tersebut
menyebabkan perih dan gatal di kulit dan juga getah pinus yang dikeluarkan
awalnya banyak namun tidak berlanjut sehingga penggunaan stimulan H2SO4
tersebut diberhentikan.
Selain menggunakan alat kadukul, sebagian penyadap juga sudah
menggunakan alat mesin yaitu mesin Mujitek (Gambar 4).

Gambar 4 Alat sadap Mesin Mujitek
Mesin Mujitek tidak dimiliki semua penyadap, karena hanya beberapa
penyadap yang menyukai menggunakan mesin mujitek. Bagi sebagian penyadap
menggunakan mesin mujitek terlalu memberatkan, sebab harus mengeluarkan
uang lagi untuk membeli bahan bakar 2 tak, selain itu juga mesin mujitek alatnya
terlalu berat. Ketika menyadap pada kemiringan tertentu cukup membahayakan
karena jika tidak mampu menyeimbangkan badan dengan alat dapat saja badan
ketarik kebelakang dan terjatuh, juga getaran dari mesin yang terlalu kencang
membuat penyadap tidak mampu mengarahkan mata mesin ke arah koakan,
sehingga penyadap lebih memilih untuk tetap menggunakan alat manual yaitu
kadukul. Namun bagi beberapa penyadap menggunakan mesin mujitek lebih
menguntungkan, baik dari segi waktu maupun jumlah pohon yang disadap sebab
dalam sehari pohon yang disadap bisa 2 kali lipat dibanding menggunakan
kadukul.
Waktu penyadapan getah pinus yang digunakan dalam sehari yaitu 5 jam
hingga 10 jam, dengan rata-rata waktu penyadapan yaitu 7.9 jam/hari. Umumnya
penyadap di atas jam 3 sore menggunakan waktu mereka untuk bertani, atau
mengerjakan pekerjaan lain selain menyadap. Namun ada juga penyadap yang
menggunakan waktu sebaliknya, pagi hingga jam 3 sore bekerja sebagai bertani,
setelah jam 3 sore kemudian melanjutkan pekerjaannya sebagai penyadap, hal ini
dilakukan demikian karena bekerja sebagai penyadap getah pinus dijadikan
sebagai pekerjaan sampingan.
Pendapatan dan Pengeluaran Penyadap Getah Pinus
Pendapatan Penyadap dan kontribusi pendapatan terhadap pendapatan
Total
Pendapatan para penyadap getah pinus diperoleh dari hasil sadapan getah
pinus dan hasil non getah pinus yang dihitung dalam jangka waktu setahun
terakhir. Sebagian besar para penyadap memperoleh pendapatan di luar
penyadapan getah pinus dijadikan sebagai pekerjaan sampingan untuk menambah

14
penghasilan rumah tangga penyadap, biasanya pendapatan tersebut diperoleh dari
hasil bertani.
Hasil pertanian yang diperoleh para penyadap biasanya hasil dari tanaman
tumpangsari seperti singkong, kacang polong, padi dan tanaman lain yang
membutuhkan waktu agar memperoleh hasil yaitu 3 bulan hingga 12 bulan. Hasil
pertanian yang diperoleh para penyadap seperti hasil panen padi tidak dijual,
namun dijadikan konsumsi rumah tangga agar pengeluaran dapat minimum.
Para penyadap yang bertani umumnya tidak memiliki lahan yang dapat
digarap, sehingga penyadap menggunakan lahan Perum Perhutani. Para penyadap
memanfaatkan lahan dengan menanam tumpangsari di sela-sela pohon pinus dan
di lahan yang kosong. Hanya saja waktu bagi para penyadap menjadi terbagi
antara bertani dan menyadap getah pinus, sehingga terkadang para penyadap
terlambat menyetor hasil getah pinus ke TPG karena penyadap lebih fokus untuk
bertani.
Sistem pengupahan di BKPH Lengkong adalah Cash Management System
(CMS) dimana upah diberikan langsung secara tunai kepada penyadap. Getah
pinus yang disadap oleh para penyadap langsung disetor ke mandor getah di
Tempat Pengumpulan Getah (TPG) kemudian getah ditimbang dan dicatat
beratnya kemudian dituang ke dalam drum plastik, selanjutnya dilakukan
penentuan mutu getah dengan cara Sortasi (didasarkan pada kadar air, kadar
kotoran dan warna). Getah diterima sesuai berat dan mutu hasil sortasi Mandor
penerimaan dan langsung dibayar kepada penyadap dengan sistem kontanan.
Upah yang diperoleh penyadap dihitung berdasarkan berat getah pinus dalam
satuan kilogram per jangka waktu tertentu dikalikan dengan tarif upah getah pinus
per kilogram. Tarif upah ini dilihat dari standar mutu getah pinus, upah sadap
getah pinus mutu I dengan mutu II masing-masing berdasarkan upah yang
ditentukan Perum Perhutani adalah Rp 3250/kg dan Rp 2900/kg. Sedangkan untuk
upah sadap getah pinus kualitas premium sebesar Rp 4000/kg. Kualitas premium
sangat jarang diperoleh oleh para penyadap, sebab getah premium biasanya getah
bersih, tidak ada kotoran dan warnanya terlihat jelas. Untuk memperoleh getah
seperti ini harus membutuhkan alat yang lebih bagus, serta tempat penampung
yang kotoran atau serangga tidak dapat masuk ke dalam getah tersebut, di
samping itu juga waktu dan tenaga yang digunakan untuk memperoleh getah ini
lebih banyak.
Perum Perhutani menetapkan upah getah pinus berdasarkan kualitas saja,
namun di lapangan para Mandor di BKPH Lengkong memberikan upah kepada
penyadap berdasarkan mutu dan jarak sadap. Rata-rata getah pinus yang diperoleh
penyadap umumnya yaitu mutu I dengan rata-rata upah yaitu Rp 2565/kg. Upah
yang diperoleh para penyadap menurut penyadap terlalu kecil. Para penyadap
berharap harga getah dapat dinaikan. Padahal sebenarnya upah dari perhutani
sudah ditetapkan, tetapi karena jarak penyadapan getah pinus yang berbeda-beda
membuat para mandor menentukan harga sesuai jarak, agar tidak terjadi
kecemburuan antara penyadap yang jarak sadapannya jauh dengan penyadap yang
jarak sadapannya dekat.
Rata-rata upah yang seharusnya diperoleh penyadap berdasarkan ketetapan
Perum Perhutani per tahunnya sebesar Rp 13 525 231 per orang, namun pada
kenyataan penyadap memperoleh upah berdasarkan ketetapan mandor penyadap
yaitu sebesar Rp 12 191 764 per orang per tahun. Perbedaan upah antara ketetapan

15
mandor penyadap dengan ketetapan Perum Perhutani sebesar Rp 1 333 467 per
tahun per orang. Hal ini dapat disimpulkan bahwa upah tidak sepenuhnya 100%
diperoleh penyadap.
Tabel 8 (Lampiran 3) menyajikan informasi bahwa pendapatan dari hasil
sadapan getah pinus lebih besar dari pada pendapatan dari hasil non sadapan getah
pinus. Pendapatan total semua responden yang diperoleh dari kegiatan sadapan
getah pinus per tahun sebesar Rp 1 717 777 520 dengan rata-rata pendapatan per
orang per tahun sebesar Rp 12 191 764, sedangkan pendapatan total semua
responden yang didapat dari hasil kegiatan non sadapan getah pinus per tahun
sebesar Rp 674 400 000 dengan rata-rata pendapatan per orang per tahun sebesar
Rp 5 965 173. Kontribusi pendapatan dari kegiatan penyadapan getah pinus
terhadap pendapatan total yaitu sebesar 67.15%, sedangkan sisanya sebesar
32.85% adalah kontribusi kegiatan non penyadapan getah pinus terhadap
pendapatan total. Hal ini dapat diinformasikan bahwa kegiatan penyadapan getah
pinus lebih banyak dijadikan sebagai sumber pendapatan utama penyadap.
Tabel 8 Sumber pendapatan responden yang berasal dari kegiatan sadapan dan
non sadapan
Sumber
pendapatan
Rata-rata pendapatan
Kontribusi
pendapatan
(Rp/Thn)
(Rp/Org/thn)
(%)
getah pinus
1 717 777 520
12 191 764
67.15
non getah pinus
674 400 000
5 965 173
32.85
pendapatan total
2 392 177 520
28 146 937
100
Kontribusi hasil sadapan getah pinus dipengaruhi oleh pendapatan di luar
sadapan getah pinus. Semakin besar pendapatan di luar sadapan getah pinus, maka
kontribusi dari sadapan getah pinus semakin kecil. Selain itu luas areal yang
disadap oleh penyadap getah pinus juga mempengaruhi kontribusi getah pinus,
semain luas areal yang disadap maka kontribusi getah pinus terhadap pendapatan
total akan semakin besar. Seperti yang dikemukakan oleh Restyani (2012) bahwa
pendapatan dari sadapan getah pinus dan luas areal sadapan memiliki korelasi
yang positif dan signifikan terhadap kontribusi hasil penyadapan getah pinus.
Kerapatan pohon juga memengaruhi pendapatan sadapan getah pinus. Menurut
Kasmudjo (2011) dalam Restyani (2012) bahwa jarak tanam yang jarang pada
umumnya akan menghasilkan getah pinus lebih banyak karena penjarangan
bertujuan untuk memberi ruang tumbuh agar pohon dapat tumbuh dengan baik.
Selain itu, menurut Budiatmoko (2007) dalam Restyani (2012), pohon dengan
tajuk yang penuh akan berfotosintesis dengan baik sehingga ada kesempatan bagi
pohon untuk menambah pertumbuhan riap diameternya. Penambahan riap
diameter tersebut juga akan menambah persentase kayu gubal yang menjadi
tempat berkumpulnya getah pinus. Penjarangan pohon juga bertujuan untuk
memberi kesempatan agar cahaya matahari dapat masuk sehingga dapat
meningkatkan suhu di dalam tegakan. Peningkatan suhu menyebabkan getah tidak
cepat membeku dan terus mengalir.
Pengeluaran Rumah Tangga Penyadap Getah Pinus
Pengeluaran responden terdiri dari biaya untuk pangan dan non pangan
(Tabel 9). Biaya pangan meliputi pembelian beras, sayur-sayuran, lauk-pauk dan

16
buah-buahan. Sedangkan biaya non pangan meliputi biaya pendidikan, kesehatan,
sarana rumah tangga dan biaya lain-lain.
Tabel 9 Jenis Pengeluaran Rumah Tangga Responden
Jumlah pengeluaran
Jenis Pengeluaran
(Rp/tahun)
Pangan
1 146 600 000
Non pangan:
Pendidikan
141 600 000
Kesehatan
8 160 000
Sarana Rumah
33 780 000
Lain-lain
281 040 000
Total
1 611 180 000

rata-rata
(Rp/responden/tahun)
14 700 000
1 815 384
104 615
433 076
3 603 076
20 656 153

Berdasarkan Tabel 9 (Lampiran 4) dapat diinformasikan bahwa rata-rata
pengeluaran pangan dan non pangan responden dalam setahun sebesar
Rp 20 656 153. Pengeluaran terbesar penyadap getah pinus yaitu untuk pangan,
yang berarti bahwa para penyadap masih dalam kondisi untuk bertahan hidup.
Rata-rata pengeluaran untuk pangan setiap rumah tangga penyadap getah
pinus sebesar Rp 14 700 000 per tahun. Biaya yang dikeluarkan untuk pangan
tidak semuanya diperoleh dengan cara membeli, seperti beras diperoleh dari hasil
tanaman di lahan yang digarap penyadap, termasuk tanaman sayur mayur seperti
daun singkong yang diperoleh dari hasil penanaman singkong.
Rata-rata biaya non pangan yang dikeluarkan oleh penyadap getah pinus
dalam setahunnya sebesar Rp 5 956 153 per rumah tangga. Biaya non pangan
yang dikeluarkan sendiri seperti pendidikan, kesehatan, sarana rumah tangga dan
biaya lain-lain. Dalam hal pendidikan, tidak semua responden yang diwawancarai
memiliki tanggungan pendidikan, ada beberapa responden yang angggota
keluarganya sudah tidak sekolah lagi bahkan sudah berumah tangga. Untuk
kesehatan, para penyadap sangat jarang sakit, apabila penyadap merasa kurang
sehat penyadap hanya membeli obat warung saja, dan dengan mengongonsumsi
obat tersebut penyadap merasa akan sembuh. Biaya sarana rumah tangga biasanya
untuk pembayaran listrik dan pembelian bahan bakar bensin dan bahan bakar 2
tak untuk mesin mujitek yang digunakan dalam menyadap getah pinus. Namun
tidak semua penyadap getah pinus menggunakan mesin mujitek sebagai alat
menyadap, kebanyakan penyadap menggunakan alat sadap kadukul sehingga tidak
mengeluarkan biaya untuk membeli bahan bakar mesin mujitek. Biaya-biaya lain
yang termasuk kedalam anggaran pengeluaran yaitu biaya rokok, biaya jajan anak,
biaya pembelian pupuk dan juga biaya tak terduga.
Variabel-variabel yang Mempengaruhi Pendapatan dari Menyadap Getah
Pinus
Uji regresi linear berganda bertujuan untuk mengetahui variable-variabel
yang mempengaruhi besarnya pendapatan yang diperoleh dari hasil penyadapan
getah pinus. Uji regresi linear berganda menurut Riduwan et al. (2011) adalah

17
suatu alat analisis untuk meramalkan pengaruh dua variable bebas atau lebih
terhadap variable terikat.
Persamaan regresi linear berganda yang diperoleh dari pendapatan hasil
sadapan getah pinus sebagai variabel terikat (Y) dan variabel bebas (X), yaitu:
Y = - 2024039 + 4290 X1 + 473598 X2 + 2392 X3 - 19508 X4 + 215 X5
Variabel Y menunjukan pendapatan getah pinus, X1 adalah umur penyadap, X2
adalah waktu penyadapan getah pinus, X3 adalah umur pinus yang disadap, X4
adalah lama penyadap bekerja sebagai penyadap, X5 adalah Jumlah pohon yang
disadap. Dari persamaan dapat dijelaskan bahwa semakin berumur penyadap akan
semakin berpengaruh positif terhadap pendapatan penyadap dengan batasan umur
hingga 50 tahun. Semakin banyak waktu luang penyadap untuk melakukan
kegiatan sadapan maka akan semakin berpengaruh positif terhadap pendapatan
penyadap. Untuk umur pinus akan sangat berpengaruh terhadap pendapatan
penyadap pada saat pinus masih mengeluarkan getah pinus, yaitu pada umur 11
tahun hingga 30 tahun. Penyadap yang semakin berpengalaman tidak terlalu
berpengaruh terhadap pendapatan, Hal ini diduga karena penyadap yang baru
bekerja sebagai penyadap cenderung masih menaati peraturan atau tata cara
menyadap getah pinus yang diberlakukan oleh Perum Perhutani. Sebaliknya,
penyadap yang sudah lama bekerja sebagai penyadap kurang memperhatikan tata cara
menyadap getah pinus dengan baik seperti dalam hal pembuatan koakan (quarre).
Sedangkan variabel jumlah pohon berpengaruh positif terhadap pendapatan dengan
jumlah pohon maksimal yang mampu disadap sebanyak 3000 pohon.
Variabel yang berpengaruh signifikan terhadap pendapatan dari sadapan
getah pinus adalah waktu penyadapan getah pinus (X2). Sedangkan variabel lain
tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan karena nilai t-hitung yang
diperoleh lebih kecil dari nilai t-tabel yang berarti bahwa variabel-variabel
tersebut tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan. Berdasarkan hasil ujiF (Tabel 10), diperoleh nilai-P (0.000) < α (0.05), maka tolak H0 yang berarti
minimal ada satu variabel X yang berpengaruh nyata terhadap Y atau dapat
dikatakan bahwa model signifikan. Model tersebut memiliki nilai koefisien
determinasi adjusted (R2(adj)) sebesar 68.6%. Hal ini menunjukan X2 dapat
menjelaskan keragaman pendapatan dari hasil sadapan getah pinus sebesar 68.6%,
sedangkan sisanya yakni sebesar 31.4% dapat dijelaskan oleh variabel lain diluar
model.
Tabel 10. Analisis ragam hubungan antara pendapatan getah pinus dengan waktu
penyadapan getah pinus dan jumlah produksi getah pinus
Sumber
Derajat
F
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
P
keragaman Bebas
Hitung
Regresi
5
54 537 200 000 000 10 907 400 000 000 31.48 0.000
Galat
72
24 943 500 000 000
346 437 000 000
Total
77
79 480 700 000 000

18
Kontribusi Pendapatan Getah Pinus Terhadap Kesejahteraan Penyadap
Kesejahteraan Penyadap getah pinus diukur dengan menggunakan
pendekatan garis kemiskinan menurut Sajogyo, Bank Dunia dan juga UMR
Sukabumi. Sajogyo menggunakan indikator pengeluaran per kapita per tahun
yang setara dengan konsumsi beras (Tabel 11).
Tabel 11 Persentase kesejahteraan penyadap getah pinus berdasarkan kriteria
kemiskinan menurut Sajogyo di BKPH Lengkong
Tingkatan
jumlah responden (org)
persentase (%)
paling miskin (0-180 kg/thn)
3
3.85
miskin sekali (181-240 kg/thn)
4
5.13
miskin (241-320 kg/thn)
9
11.54
tidak miskin (>320 kg/thn)
62
79.49
Total
78
100
Tabel 11 menunjukan bahwa dari 78 responden penyadap getah pinus
yang diwawancarai, mayoritas termasuk ke dalam kelompok keluarga yang tidak
miskin atau keluarga sejahtera dengan konsumsi beras >320kg/orang/tahun yaitu
sebanyak 62 responden atau sebesar 79.49%. Tingkat kesejahteraan responden
lainnya berturut-turut adalah keluarga miskin sebanyak 9 responden atau sebesar
11.54%, keluarga miskin sekali sebanyak 4 responden atau sebesar 5.13%, dan
keluarga paling miskin sebanyak 3 responden atau sebesar 3.85%. Dari tabel dapat
diinformasikan bahwa kontribusi pendapatan dari penyadapan getah pinus
terhadap penyadap berdasarkan teori Sajogyo mampu memberikan kesejahteraan
bagi para penyadap.
Dilihat dari pendekatan Bank Dunia diperoleh informasi bahwa penyadap
getah pinus mayoritas berada di atas garis kemiskinan atau disebut dengan
sejahtera. Dari 78 responden yang diwawancarai, sebanyak 66 responden atau
sebesar 93.59% dengan upah gaji menurut Bank Dunia diatas US$2 atau diatas Rp
25 400/hari termasuk ke dalam kelompok keluarga yang sejahtera atau tidak
miskin, sedangkan sisanya 12 responden dengan persentase sebesar 6.41%
termasuk ke dalam kelompok miskin atau tidak sejahtera dengan upah yang
diperoleh di bawah US$2 atau di bawah Rp 25 400 (Tabel 12).
Tabel 12 persentase tingkat kesejahteraan penyadap getah pinus berdasarkan
kriteria kemiskinan Bank Dunia
Tingkatan
jumlah
persentase Keteranga
responden
n
(org/hari) (org/bulan)
(org/thn)
(org)
(%)
>US$2
Tidak
73
93.59
(>25.400)
Miskin
>762 000
>Rp 9 144 000

Dokumen yang terkait

Kontribusi Penyadapan Getah Pinus (Pinus merkusii) Terhadap Tingkat Pendapatan Penyadap

18 166 77

Sistem Informasi Monitoring Produksi getah Pinus Di Perum Perhutani KPH Bandung Utara Divisi Regional Jawa Barat Dan Banten Berbasis Web

0 16 148

Alisis finansial model tumpangsari lengkong di BKPH Lengkong KPH Sukabumi Perum Perhutani Unit III Jawa Barat

0 7 20

Analisis pendapatan penyadap pinus di BKPH Manglayang Timur KPH Sumedang

0 17 68

Analisis Tingkat Pendapatan Perusahaan dan Tenaga Penyadap pada Kegiatan Penyadapan Getah Pinus merkusii Jungh et de Vriese di BKPH Salem KPH Pekalongan Barat Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah

0 8 150

Kontribusi pendapatan penyadap getah pinus terhadap kebutuhan rumah tangga masyarakat sekitar hutan di RPH Gombeng, BKPH Ketapang, KPH Banyuwangi Utara, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur

0 3 51

Analisis Produktifitas dan Pendapatan Penyadap Getah Pinus merkusii Jungh et de Vriese di BKPH Bandar, KPH Pekalongan Timur Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah

0 7 70

Analisis Gender Penyadap Pinus di Dusun Sidomulyo, Desa Jambewangi, RPH Gunungsari, BKPH Glenmore, KPH Banyuwangi Barat, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur

0 4 59

Analisis Gender Penyadap Pinus di Dusun Sidomulyo, Desa Jambewangi, RPH Gunungsari, BKPH Glenmore, KPH Banyuwangi Barat, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur

0 0 13

Analisis Gender Penyadap Pinus di Dusun Sidomulyo, Desa Jambewangi, RPH Gunungsari, BKPH Glenmore, KPH Banyuwangi Barat, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur

0 0 2