Kontribusi Penyadapan Getah Pinus (Pinus merkusii) Terhadap Tingkat Pendapatan Penyadap

KONTRIBUSI PENYADAPAN GETAH PINUS (Pinus merkusii)
TERHADAP TINGKAT PENDAPATAN PENYADAP

SKRIPSI

HENNY MONIKA SITORUS
071201024/MANAJEMEN HUTAN

PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2011

Universitas Sumatera Utara

KONTRIBUSI PENYADAPAN GETAH PINUS (Pinus merkusii)
TERHADAP TINGKAT PENDAPATAN PENYADAP

SKRIPSI

HENNY MONIKA SITORUS

071201024/MANAJEMEN HUTAN

Sripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumtera Utara

PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2011

Universitas Sumatera Utara

LEMBAR PENGESAHAN

Judul penelitian

: Kontribusi Penyadapan Getah Pinus (Pinus merkusii)

Nama

NIM
Program Studi

Terhadap Tingkat Pendapatan Penyadap
: Henny Monika Sitorus
: 071201024
: Manajemen Hutan

Disetujui oleh:
Komisi Pembimbing

Dr. Agus Purwoko, S.Hut, M.Si
Ketua

Kansih Sri Hartini, S.Hut, M.P
Anggota

Mengetahui

Siti Latifah. S.Hut, M.Si, Ph.D

Ketua Program Studi Kehutanan

Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT
HENNY MONIKA SITORUS. Contribution of Tapping Pine Gum (Pinus
merkusii) For Income Levels Tappers of Pine Gum. Under the guidance of
AGUS PURWOKO and KANSIH SRI HARTINI.
Tusam (Pinus merkusii) is one of Sumatra endemic tree species which
originally spread from Aceh, North Sumatra to Kerinci (Jambi). Forest
communities have many sources of income which one is the tapping pine gum.
Socio-economic characteristics tappers affected household income and family
welfare pine tappers. This study aims to calculate the contribution of tapping pine
gum (Pinus merkusii) and socio-economic characteristics that affect income of
tapping pine in Sibaganding villag.
Income households in rural areas generally different from one source, but
derived from two or more sources of income. The results showed that the tapping
of Pinus merkusii increase household income was Rp 20,219,263, -/year
(76.67%.) and incoming before tapping was Rp 6.150.000/year (23.33%). Based
on the results regression analysis, variables that affect the income of tappers

tapping pine gum are age of tapper, works hour of tappers, and the land area of
pine.
Keywords: Tapping Pine Gum, Household Income, social characteristics that
affect

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK
HENNY MONIKA SITORUS. Kontribusi Penyadapan Getah Pinus (Pinus
Merkusii) Terhadap Tingkat Pendapatan Penyadap (Studi kasus Desa
Sibaganding, Kecamatan Sipangan Bolon, Kabupaten Simalungun). Dibimbing
oleh AGUS PURWOKO dan KANSIH SRI HARTINI.
Tusam (Pinus merkusii) merupakan salah satu jenis tanaman endemik
pulau Sumatera yang tumbuh secara alami di Aceh, Sumatera Utara dan Kerinci.
Masyarakat di sekitar hutan mempunyai banyak sumber pendapatan salah satunya
adalah dari penyadapan pinus. Karakteristik sosial ekonomi penyadap
mempengaruhi pendapatan rumah tangga dan kesejahteraan keluarga penyadap
getah Pinus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kontribusi penyadapan
getah Pinus (Pinus merkusii) serta karakteristik sosial ekonomi yang
mempengaruhi pendapatan penyadapan pinus di Desa Sibaganding

Pendapatan rumah tangga di pedesaan pada umumnya tidak berasal dari satu
sumber, tetapi berasal dari dua atau lebih sumber pendapatan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa penyadapan Pinus merkusii meningkatkan pendapatan rumah
tangga sebesar Rp 20.219.263,-/tahun (76,67%.). Pendapatan sebelum penyadapan
sebesar Rp 6.150.000,-/tahun (23,33%). Berdasarkan hasil analisis regresi,
variabel yang berpengaruh terhadap pendapatan penyadapan pinus adalah umur
penyadap, jumlah jam kerja penyadap, dan luas lahan.
Kata Kunci: Penyadapan Getah Pinus, Pendapatan Rumah Tangga, Karakteristik
sosial ekonomi yang mempengaruhi

Universitas Sumatera Utara

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pematangsiantar, pada tanggal 30 Agustus 1989 dari
ayah Sintong sitorus (almarhum) dan ibu Rismaida Situmeang. Penulis merupakan
anak kedua dari empat bersaudara.
Penulis memulai pendidikan di SD Negeri 122360 Pematangsiantar dan
lulus tahun 2001 kemudian melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 7
Pematangsiantar dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun 2007 penulis
menyelesaikan pendidikan di SMA Negeri 2 Pematangsiantar dan pada tahun

yang sama diterima masuk di Program Studi Manajemen hutan, Departemen
Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara (USU) melalui jalur
Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).
Selama perkuliahaan penulis tergabung dalam organisai Himpunan
Mahasiswa Sylva USU. Pada tahun 2008 penulis mengikuti kegiatan Praktik
Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di Pulau Sembilan, Kabupaten Langkat.
Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Perum Perhutani unit III
di KPH Kuningan, Jawa Barat pada bulan Januari-Februari 2011. Selanjutnya
penulis melaksanakan penelitian di Desa Sibaganding, Kecamatan Sipangan
Bolon, Kabupaten Siumalungun.

Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
dimana atas berkah dan rahmat-Nyalah kita masih diberikan kesehatan serta
kehidupan sampai pada saat ini, sehingga draft skripsi yang berjudul ‘Kontribusi
Penyadapan Getah Pinus (Pinus merkusii) Terhadap Tingkat Pendapatan
Penyadap di Desa Sibaganding, Kecamatan Sipangan Bolon, Kabupaten

Simalungun’ ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada ketua dosen pembimbing yaitu
Bapak Dr. Agus Purwoko, S.Hut, M.Si dan anggota dosen pembimbing yaitu Ibu
Kansih Sri Hartini, S.Hut, M.P dan kepada tokoh masyarakat dan penyadap getah
pinus di Desa Sibaganding, Kecamatan Sipangan Bolon, Kabupaten Simalungun
yang telah membantu dalam pelaksanaan draft skripsi ini dan secara khusus
kepada Orang Tua beserta keluarga serta seluruh pihak lain yang telah mendukung
penulis mulai dari awal persiapan sampai pada akhirnya selesai menyusun draft
skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa draft skripsi ini masih jauh dari sempurna.
Untuk itu, demi penyempurnaan draft skripsi ini, kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat penulis harapkan.

Medan, Nopember 2011

Penulis

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI

Halaman
ABSTRACT ................................................................................................ i
ABSTRAK................................................................................................... ii
RIWAYAT HIDUP ..................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ................................................................................. iv
DAFTAR ISI ............................................................................................... v
DAFTAR TABEL ....................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... viii
PENDAHULUAN
Latar Belakang .................................................................................. 1
Perumusan Masalah ........................................................................... 4
Tujuan ............................................................................................... 4
Manfaat penelitian ............................................................................. 4
TINJAUAN PUSTAKA
Deskripsi Pinus merkusii Jungh et de vriese....................................... 5
Pinus Sebagai HHBK Penghasil Getah .............................................. 7
Penyadapan getah pinus ..................................................................... 10
Peranan Masyarakat dalam Kegiatan Penyadapan .............................. 12
Kondisi umum lokasi penelitian......................................................... 18

METODOLOGI PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................. 26
Alat dan bahan................................................................................... 26
Populasi dan Sampel.......................................................................... 26
Metode Penelitian dan Pengumpulan Data ......................................... 27
Analisis Data ..................................................................................... 27
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penyadapan Getah Pinus ................................................................... 32
Kontribusi Penyadapan Terhadap Pendapatan Penyadap .................... 38
Perbedaan Pendapatan Sebelum dan Sesudah Menyadap ................... 40
Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat ......................................... 43
Analisis Regresi Linear Berganda ...................................................... 55
Ketergantungan Masyarakat Terhadap Hutan Pinus ........................... 59
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ....................................................................................... 61
Saran ................................................................................................. 61

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 62

LAMPIRAN ................................................................................................ 64

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR TABEL
No.
Halaman
1. Klasifikasi sumber pendapatan penyadap getah pinus ............................. 38
2. Persentasi ekonomi rumah tangga penyadap getah pinus ........................ 39
3. Hasil Paired Sampel Statistik (uji t) ......................................................... 40
4. Hasil uji beda berpasangan ...................................................................... 41
5. Jumlah responden berdasarkan kelompok umur ....................................... 44
6. Jumlah responden berdasarkan tingkat pendidikan formal ....................... 45
7. Jumlah pohon per luasan hektar............................................................... 46
8. Distribusi responden berdasarkan umur pohon ........................................ 47
9. Distribusi responden berdasarkan jarak dari rumah ke hutan.................... 48
10. Distribusi responden berdasarkan jumlah jam kerja per hari .................... 49
11. Klasifikasi responden menurut jumlah tanggungan keluarganya .............. 50
12. Klasifikasi responden berdasarkan luas lahan penyadapan ....................... 51
13. Klasifikasi responden pendapatan di luar sektor penyadapan ................... 53

14. Persamaan regresi linear berganda .......................................................... 54
15. Anova ..................................................................................................... 57
16. Model Ringkasan regresi linear berganda ................................................ 58

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR GAMBAR
No.
Halaman
1. Kondisi umum hutan pinus Desa Sibaganding ........................................ 19
2. Gapura Aek Nauli cabang Dephut ........................................................... 22
3. Tegakan pinus dan rumah penduduk sekitar hutan ................................... 24
4. Tempat Pemungutan Getah (TPG)........................................................... 25
5. Kadukul (alat membuat kowakan) dan proses pembuatan kowakan ....... 34
6. Getah yang siap dipanen dan Penyadap yang memungut getah ................ 36
7. Bak penampungan getah dan pabrik pengolahan getah ............................ 37
8. Hasil pengolahan getah pinus (Gondorukem) .......................................... 37
9. Wawancara kepada masyarakat penyadap ............................................... 43
10. Lahan yang ditanami ubi kayu, dan lahan yang ditanami kopi ................. 52
11. Salah satu penyadap bekerja sebagai memungut kayu ............................. 53

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR LAMPIRAN
No
Halaman
1. Format kuisioner ...................................................................................... 64
2. Tabel identitas responden ......................................................................... 69
3. Tabel karakteristik sosial ekonomi penyadap ............................................ 70
4. Tabel klasifikasi data interval pada SPSS 16,00 ........................................ 71
5. Tabel hasil uji beda berpasangan pada SPSS 16,00 (Uji-T) ....................... 72
6. Dokumentasi Penelitan ............................................................................. 73

Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT
HENNY MONIKA SITORUS. Contribution of Tapping Pine Gum (Pinus
merkusii) For Income Levels Tappers of Pine Gum. Under the guidance of
AGUS PURWOKO and KANSIH SRI HARTINI.
Tusam (Pinus merkusii) is one of Sumatra endemic tree species which
originally spread from Aceh, North Sumatra to Kerinci (Jambi). Forest
communities have many sources of income which one is the tapping pine gum.
Socio-economic characteristics tappers affected household income and family
welfare pine tappers. This study aims to calculate the contribution of tapping pine
gum (Pinus merkusii) and socio-economic characteristics that affect income of
tapping pine in Sibaganding villag.
Income households in rural areas generally different from one source, but
derived from two or more sources of income. The results showed that the tapping
of Pinus merkusii increase household income was Rp 20,219,263, -/year
(76.67%.) and incoming before tapping was Rp 6.150.000/year (23.33%). Based
on the results regression analysis, variables that affect the income of tappers
tapping pine gum are age of tapper, works hour of tappers, and the land area of
pine.
Keywords: Tapping Pine Gum, Household Income, social characteristics that
affect

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK
HENNY MONIKA SITORUS. Kontribusi Penyadapan Getah Pinus (Pinus
Merkusii) Terhadap Tingkat Pendapatan Penyadap (Studi kasus Desa
Sibaganding, Kecamatan Sipangan Bolon, Kabupaten Simalungun). Dibimbing
oleh AGUS PURWOKO dan KANSIH SRI HARTINI.
Tusam (Pinus merkusii) merupakan salah satu jenis tanaman endemik
pulau Sumatera yang tumbuh secara alami di Aceh, Sumatera Utara dan Kerinci.
Masyarakat di sekitar hutan mempunyai banyak sumber pendapatan salah satunya
adalah dari penyadapan pinus. Karakteristik sosial ekonomi penyadap
mempengaruhi pendapatan rumah tangga dan kesejahteraan keluarga penyadap
getah Pinus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kontribusi penyadapan
getah Pinus (Pinus merkusii) serta karakteristik sosial ekonomi yang
mempengaruhi pendapatan penyadapan pinus di Desa Sibaganding
Pendapatan rumah tangga di pedesaan pada umumnya tidak berasal dari satu
sumber, tetapi berasal dari dua atau lebih sumber pendapatan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa penyadapan Pinus merkusii meningkatkan pendapatan rumah
tangga sebesar Rp 20.219.263,-/tahun (76,67%.). Pendapatan sebelum penyadapan
sebesar Rp 6.150.000,-/tahun (23,33%). Berdasarkan hasil analisis regresi,
variabel yang berpengaruh terhadap pendapatan penyadapan pinus adalah umur
penyadap, jumlah jam kerja penyadap, dan luas lahan.
Kata Kunci: Penyadapan Getah Pinus, Pendapatan Rumah Tangga, Karakteristik
sosial ekonomi yang mempengaruhi

Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Hutan sangat penting di muka bumi ini, terutama bagi kehidupan generasi
mendatang. Kesalahan dalam pengelolaan hutan berarti menyiksa kehidupan
generasi mendatang. Tujuan pembangunan kehutanan Indonesia adalah membagi
lahan hutan ke dalam pengelolaan yang terdiri atas pengelolaan hutan produksi
berfungsi ekonomi dan ekologi yang sama kuat atau seimbang, pengelolaan hutan
konservasi yang berfungsi ekologi dan pengelolaan hutan kebun kayu sebagai
fungsi ekonomi. Pembangunan kehutanan merupakan upaya penyelenggaraan
pengelolaan sumberdaya secara lestari dan pemanfaatan hutan sebesar-besarnya
untuk kemakmuran rakyat (Arief, 2001).
Hutan merupakan salah satu sumber kekayaan negara dan bangsa, baik
ditinjau dari aspek ekonomi, sosial budaya, dan lingkungan. Hingga saat ini masih
banyak masyarakat yang tinggal didalam dan disekitar hutan serta sumber
hidupnya masih tergantung pada hutan. Oleh karena pemanfaatan sumber daya
hutan secara bijaksana dan lestari merupakan amanah rakyat yang harus
dilaksanakan oleh para pengelola hutan (Purwanti, 2007).
Manfaat yang diperoleh dari hutan antara lain berupa kayu maupun Hasil
Hutan

Bukan

Kayu

(HHBK)

cukup

potensial

untuk

dikembangkan.

Pengembangan HHBK diharapkan dapat menekan penurunan fungsi hutan akibat
pemanfaatan hasil hutan berupa kayu yang kurang mempertimbangkan aspekaspek pemanfaatan lestari. Sementara potensi HHBK diperkirakan masih cukup
banyak namun pemanfaatannya belum optimal (Nurapriyanto dkk, 2003).

Universitas Sumatera Utara

Hasil hutan kayu telah memberikan kontribusi yang besar bagi devisa
Negara Indonesia selama beberapa dekade, oleh karena itu kayu diistilahkan
sebagai “Major Forest Product”. Walau demikian, hasil hutan lainnya yang
dikenal dengan sebutan hasil hutan bukan kayu (HHBK) lebih bernilai dari pada
kayu dalam jangka panjang. Mengingat pemungutannya tidak memerlukan
perizinan yang rumit sebagaimana dalam pemungutan hasil hutan kayu (timber),
masyarakat hutan umumnya bebas memungut dan memanfaatkan HHBK dari
dalam hutan. Masyarakat tidak dilarang memungut dan memanfaatkan HHBK
baik di dalam hutan produksi maupun hutan lindung, kecuali di dalam kawasan
suaka alam dan kawasan pelestarian alam. Oleh karena itu, selain menjadi sumber
devisa bagi negara, HHBK

merupakan sumber penghidupan bagi jutaan

masyarakat hutan (Oka dan Amran, 2005).
Peningkatan pendapatan rumah tangga menentukan tingkat kesejahteraan
keluarga dan karakteristik sosial ekonomi rumah tangga mempengaruhi
pendapatan rumah tangga penyadap getah Pinus. Pendapatan rumah tangga di
pedesaan pada umumnya tidak berasal dari satu sumber, tetapi berasal dari dua
atau lebih sumber pendapatan. Ragam sumber pendapatan tersebut diduga
dipengaruhi oleh tingkat pendapatan itu sendiri. Tingkat pendapatan yang relatif
rendah mengharuskan anggota rumah tangga untuk lebih giat bekerja. Bagi
sebagian rumah tangga, upaya tersebut tidak hanya menambah curahan jam kerja
tetapi juga melakukan kegiatan-kegiatan lainnya. Karakteristik sosial ekonomi
petani sekitar hutan berbeda dengan masyarakat lain, terutama untuk petani yang
berada di sekitar hutan Pinus. Selain bertujuan untuk meningkatkan pendapatan
petani, hal tersebut merupakan salah satu cara untuk melakukan pemeliharaan

Universitas Sumatera Utara

hutan dengan melibatkan petani atau masyarakat sekitar hutan. Oleh karena itu,
diperlukan suatu kajian untuk mengetahui karakteristik sosial ekonomi yang
mempengaruhi pendapatan rumah tangga petani penyadap getah Pinus
(Cahyono dkk, 2006 ).
Masyarakat Desa Sibaganding, Kecamatan Sipangan Bolon, Kabupatan
Simalungun memanfaatkan hutan pinus sebagai sumber mata pencaharian.
Kegiatan penyadapan getah yang dikembangkan akan semakin menarik
masyarakat untuk memperoleh penghasilan yang relatif tetap dan terus menerus.
Oleh karena itu, perlu diketahui kontribusi kegiatan penyadapan getah Pinus
terhadap tingkat pendapatan masyarakat di daerah ini. Keberadaan hutan Pinus
mempunyai arti penting bagi peningkatan keadaaan sosial ekonomi masyarakat
dan memberikan kontribusi yang tinggi terhadap pendapatan masyarakat. Selain
itu penyadapan getah Pinus ini sangat menguntungkan karena penyadap tidak
perlu setiap hari terikat oleh pekerjaannya, sedangkan sisa waktu dapat digunakan
untuk pekerjaan lain seperti berladang atau berdagang. Dengan adanya
ketergantungan antara penyadap dengan hutan maka hal itu akan memberikan
keuntungan bagi hutan yaitu dengan terjaganya areal hutan dari kerusakan.

Perumusan Masalah
Rumusan masalah dari penelitian ini adalah :
1.

Perlu diketahui bagaimana pengelolaan hutan Pinus prospek pengembangan
getah Pinus yang dilakukan oleh penyadap di Desa Sibaganding?

2.

Berapa besar kontribusi penyadapan getah terhadap pendapatan dan faktor
yang mempengaruhi pendapatan penyadap getah Pinus di Desa Sibaganding?

Universitas Sumatera Utara

3.

Apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara pendapatan penyadap
sebelum dan sesudah menyadap getah Pinus?

Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk menghitung kontribusi dari kegiatan penyadapan Pinus terhadap tingkat
pendapatan penyadapan getah Pinus
2. Untuk mengetahui seberapa besar peningkatan pendapatan penyadap sebelum
dan setelah melakukan penyadapan getah Pinus
3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pendapatan
penyadap getah Pinus.

Manfaat
Adapun manfaat penelitian ini adalah :
1.

Sebagai masukan bagi pemerintah dan masyarakat penyadap getah serta
berbagai pihak dalam pengelolaan dan pengembangan hutan Pinus di Desa
Sibaganding, Kecamatan Sipangan Bolon , Kabupaten Simalungun

2.

Sebagai informasi bagi masyarakat tentang potensi penyadapan getah Pinus,
kontribusi terhadap pendapatan rumah tangga, dan prospek pengembangan
getah Pinus

3.

Sebagai informasi bagi instansi-instansi terkait serta pihak lainnya untuk
penelitian selanjutnya.

Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA

Deskripsi Pinus merkusii Jungh et de vriese
Pinus merkusii Jungh et de vriese pertama kali ditemukan dengan nama
tusam di daerah Sipirok, Tapanuli Selatan oleh seorang botani dari Jerman yaitu
Dr. F.R. Junghuhn pada tahun 1841. Jenis ini tergolong jenis cepat tumbuh dan
tidak membutuhkan persyaratan khusus. Keistimewaan jenis ini antara lain
merupakan satu-satunya yang menyebar secara alami ke selatan khatulistiwa
2o LS. Pinus atau tusam dikenal sebagai penghasil kayu, resin dan

sampai

gondorukem yang dapat diolah lebih lanjut sehingga mempunyai nilai ekonomi
yang tinggi. Kelemahan pinus merkusii adalah peka terhadap kebakaran, karena
menghasilkan serasah daun yang tidak mudah membusuk secara alami
(Siregar, 2005).
Menurut Baharuddin dan Taskirawati (2009) sistematika pohon Pinus
adalah sebagai berikut:
Kingdom

: Plantae

Divisio

: Spermathopytha

Subdivisi

: Gymnospermae

Kelas

: Coniferae

Ordo

: Pinales

Famili

: Pinaceae

Genus

: Pinus

Spesies

: Pinus merkusii

Pohon ini dapat mencapai tinggi 60-70 m dengan diameter 10 cm. Kulit batang
berwarna kelabu tua, berjalur agak dalam, memanjang bersepih dalam lempeng,

Universitas Sumatera Utara

batang bulat panjang lurus dan kadang-kadang juga bengkok. Tajuk pohon ini
tidak begitu lebar, pada waktu muda berbentuk kerucut panjang dan agak rapat
dan selalu hijau. Daunnya berbentuk jarum dengan panjang 15-20 cm dan
buahnya berbentuk kerucut.
Di Indonesia secara alami hanya terdapat satu jenis Pinus yaitu Pinus
merkusii di Sumatera bagian utara (sekitar Aceh dan Tapanuli). Selain di
Indonesia Pinus merkusii juga dijumpai di Vietnam, Kamboja, Thailand, Burma,
India dan Philipina. Secara geografis tersebar antara 20 LS-220 dan 95030’ BB120031. Pinus tidak meminta syarat tumbuh yang tinggi terhadap tempat tumbuh,
namun pertumbuhannya dipengaruhi berbagai faktor seperti tanah, iklim, dan
altitude. Untuk menghasilkan pertumbuhan yang baik, Pinus membutuhkan:
1. Ketinggian tempat tumbuh 200-2000 mdpl.
2. Temperatur udara berkisar 180-300 C.
3. Reaksi tanah (pH) berkisar antara 4,5-5,5.
4. Bulan basah (5-6 bulan) yang diselingi dengan bulan kering yang pendek (3-4
bulan).
Penyebaran Pinus spp meliputi daerah Eurasia dan Amerika. Menurut data yang
tersedia tahun 1967 suku Pinus memiliki lebih kurang 107 jenis yang tersebar
secara alami di berbagai tempat tumbuh yang berbeda-beda di benua Eropa,
Afrika dan Asia. Di Asia terdapat lebih kurang 28 jenis, diantaranya 3-7 jenis
terdapat di Asia Tenggara antara lain Pinus merkusii, Pinus kaysia, Pinus
insularis (Sanudin, 2009).
Hutan tanaman tusam di Indonesia umumnya berasal dari Aceh atau asal
mulanya dari Blangkejeren, sedangkan asal Tapanuli dan Kerinci belum

Universitas Sumatera Utara

dikembangkan. Pernah dicoba menanam Pinus merkusii asal tapanuli di Aek
Nauli, tetapi karena serangan Miliona basalis akhirnya tidak dilanjutkan
pengembangannya dan teknik budidayanya terutama dalam hal perbenihan belum
dikuasai. Padahal secara visual masyarakat berpendapat adanya keunggulan asal
Tapanuli dengan sifat pohon yang lebih lurus, warna kayu lebih putih dan kadar
getah/resinnya lebih sedikit bila dibandingkan dengan asal Aceh. Harga kayu
untuk pohon yang lurus atau “asli Tapanuli” di Tapanuli Utara jauh lebih mahal
atau hampir dua kali dari pada kayu yang dianggap berasal dari Aceh
(Harahap, 2000).

Pinus Sebagai HHBK Penghasil Getah
Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) penting untuk konservasi, kelestarian
dan ekonomi. Penting untuk konservasi sebab untuk mengeluarkan hasil hutan
bukan kayu biasanya dapat dilakukan dengan kerusakan minimal terhadap hutan.
HHBK penting untuk kelestarian sebab proses panen biasanya dapat dilakukan
secara lestari dan tanpa kerusakan hutan. Penting untuk ekonomi karena bukan
timber produk ini berharga atau memiliki nilai ekonomi tinggi. Pada beberapa
keadaan, pendapatan dari HHBK dapat lebih banyak jika dibandingkan
pendapatan dari semua alternatif yang lain. Keuntungan lain dar HHBK adalah
dapat mengurangi kerusakan hutan alam, selama masyarakat local memperoleh
pendapatan dari lahan hutan (Baharuddin dan Taskirawati, 2009).
Peranan HHBK akhir-akhir ini dianggap semakin penting setelah
produktivitas kayu dari hutan alam semakin menurun. Beranekaragamnya jenis
HHBK yang dimanfaatkan oleh masyarakat hutan, yang mana sebagian

Universitas Sumatera Utara

diantaranya ada yang dimanfaatkan secara konsumtif, membuat para peneliti
sering kesulitan untuk menilai secara tepat sejauh mana sebenarnya kontribusi
HHBK bagi penghidupan masyarakat. Selain itu, HHBK sering kali dinilai
menurut harganya yang ditetapkan secara sepihak. Padahal setelah mendapat
sedikit pengolahan menjadi barang setengah jadi, harga HHBK tersebut dapat
meningkat beberapa kali lipat dibandingkan dengan harga yang ditetapkan oleh
para tengkulak di pinggir hutan. (Oka dan Amran, 2005).
Hutan Pinus mempunyai potensi yang cukup besar dalam menunjang
pembangunan karena kemampuannya yang majemuk sebagai sumberdaya yang
menguntungkan. Getah yang dihasilkan oleh Pinus merkusii digolongkan sebagai
oleoresin yang merupakan cairan asam-asam resin dalam terpentin yang menetes
keluar apabila saluran resin pada kayu tersebut tersayat. Oleoresin Pinus berbeda
dengan natural resin yang merupakan getah alami yang keluar dari rongga-rongga
jaringan kayu pada genus Dipterocarpaceae. Getah pinus terdapat pada saluran
interseluler sel atau saluran dammar traumatis dimana saluran damar tersebut
dibentuk oleh suatu mekanisme baik secara lysigenous (sel pada jaringan kayu
hancur dan meninggalkan celah) maupun schizogenous (sel memisahkan diri) atau
schizolysigenous. Saluran resin memanjang batang diantara sel-sel trakeida atau
melintang radial dalam berkas jaringan jari-jari kayu. Saluran vertikal memanjang
batang biasanya lebih besar dibandingkan saluran ke arah radial dan sering kedua
saluran tersebut berhubungan

dan

membentuk jaringan transportasi getah

didalam pohon (Santosa, 2010).
Produksi getah Pinus secara keseluruhan dipengaruhi oleh :
1. Luas areal sadapan.

Universitas Sumatera Utara

2. Kerapatan (jumlah pohon per Ha).
3. Jumlah koakan tiap pohon dan jangka waktu pelukaan.
4. Sifat individu pohon.
5. Keterampilan tenaga kerja penyadap.
Prinsip keluarnya getah dari luka adalah sebagai berikut : saluran getah pada
semua sisi dikelilingi oleh jaringan parenkim diantara saluran getah dan sel-sel
parenkim terdapat keseimbangan osmotik. Jika dibuat luka pada batang Pinus
sehingga saluran getahnya terbuka, maka tekanan dinding berkurang akibatnya
getah keluar. Produksi getah per pohon per tahun untuk berbagai jenis pinus
antara lain :
1. Pinus khaya : 7,0 kg/pohon/tahun
2. Pinus merkusii : 6,0 kg/pohon/tahun
3. Pinus palustris : 4,2 kg/pohon/tahun
4. Pinus maritima : 3,0 kg/pohon/tahun
5. Pinus longifolia : 2,5 kg/pohon/tahun
6. Pinus austriasca : 2,1 kg/pohon/tahun
7. Pinus excelsa : 1,2 kg/pohon/tahun
Minyak terpentin adalah minyak eteris yang diperoleh sebagai hasil
sampingan dari pembuatan gondorukem. Secara tradisional minyak terpentin
digunakan sebagai pelarut atau pembersih cat, pernis dan lain-lain. Saat ini
minyak terpentin banyak digunakan sebagai disinfektan dan bahan baku industri
farmasi. Derivat minyak terpentin seperti isoboryl asetat, kamper, sitral, linalool,
sitrinellal, mentol dan sebagainya juga dapat dimanfaatkan (Waluyo, 2009).

Universitas Sumatera Utara

Penyadapan Getah Pinus
Jumlah penduduk semakin bertambah, sedangkan lahan pertanian tidak
bisa bertambah lagi sehingga mengakibatkan penurunan pendapatan per kapita
petani. Hal ini menyebabkan keinginan petani untuk memperoleh kesempatan
kerja di luar bidang pertanian semakin besar, salah satunya adalah penyadapan
Pinus. Petani di sekitar hutan mempunyai banyak sumber pendapatan salah
satunya adalah dari upah penyadapan Pinus. Meskipun demikian masih sedikit
informasi tentang pendapatan dari penyadapan getah Pinus (Jariyah, 2005).
Pinus merupakan jenis tanaman kehutanan dominan yang terdapat di
kawasan DTA Danau Toba. Pinus bukan saja ditanam di kawasan hutan lindung
namun juga merupakan salah satu jenis tanaman yang ditanam di lahan-lahan
masyarakat (hutan rakyat). Sampai dengan beberapa tahun yang lalu, Pinus dari
hutan rakyat dapat ditebang dan diperjualbelikan secara bebas. Namun kemudian
pemerintah melarang penebangan kayu pinus dari hutan rakyat, kecuali untuk
kebutuhan pribadi pemiliknya. Sebagai akibatnya masyarakat tidak dapat
memperoleh penghasilan dari kayu Pinus dan minat masyarakat untuk menanami
lahannya dengan jenis pepohonan terutama Pinus menjadi turun. Selama ini
masyarakat hanya memanfaatkan Pinus sebagai sumber kayu baik untuk bahan
bangunan maupun untuk meubel dan kerajinan lainnya. Padahal Pinus juga dapat
disadap untuk diambil getahnya tanpa harus menebang pohonnya. Penyadapan
getah Pinus baru dilakukan di kawasan hutan negara yang dilakukan oleh
perusahaan swasta (Sundawati dan Alfonsus, 2008).
Gondorukem atau resin adalah campuran asam-asam resin antara lain
berbagai isomer dari anhidrida asam abietat C19H29COOH, abietat anhidrida

Universitas Sumatera Utara

C40H58O3, dan hidrokarbon (zat tak tersabun) yang diperoleh dari hasil pengolahan
getah pinus yang berupa padatan. Selain dari penyadapan, oleoresin juga dapat
diperoleh dari kayu Pinus yang diolah dengan proses kraft. Terpentin terutama
tersusun dari monoterpena dan seskuiterpena. Sumber gondorukem di Indonesia
adalah pohon Pinus merkusii. Gondorukem diperoleh dari pengolahan getah Pinus
yang berasal dari proses penyadapan. Getah atau oleoresin ini dikumpulkan dan
selanjutnya diolah untuk dipisah komponennya. Komponen yang atsiri adalah
terpentin, dan komponen padatannya disebut gondorukem atau resin (Baharuddin
dan Ira, 2009).
Faktor- faktor yang mempengaruhi produktivitas getah Pinus yaitu; faktor
pasif : kualitas tempat tumbuh, umur, kerapatan, sifat genetis, ketinggian tempat ,
sedangkan faktor aktif adalah kualitas dan kuantitas tenaga sadap serta perlakukan
dan metode sadapan. Faktor-faktor tersebut dapat diperinci bahwa produktivitas
getah dipengaruhi juga oleh faktor; luas areal sadap, umur pohon, kerapatan
pohon, jumlah koakan tiap pohon, arah sadap terhadap matahari, jangka waktu
pelukaan, sifat individu pohon dan keterampilan penyadap serta pemberian
stimulansia (Santosa, 2010).
Menurut Sanudin (2009) dalam memungut getah Pinus, seorang penyadap
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
1. Musim hujan yang terus menerus menyebabkan suhu udara rendah sehingga
getah cepat beku.
2. Adanya mata pencaharian lain. Pekerjaan lain dengan upah yang lebih tinggi
menyebabkan penyadap memilih pekerjaan tersebut sehingga penyadapan

Universitas Sumatera Utara

terganggu, hal ini mengingat pada umumnya penyadap mempunyai pekerjaan
lain.
3. Jarak dari desa ke blok sadapan. Pengaruh yang terjadi mengingat lamanya
interval pembaharuan luka.
4. Situasi pasaran gondorukem.

Peranan Masyarakat dalam Kegiatan Penyadapan
Manusia tidak bisa dipisahkan dengan lingkungannya, bahkan sangat
bergantung pada lingkungannya. Untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, manusia
memanfaatkan sumber daya alam yang ada di lingkungan sekitarnya. Menurut
Soekarwati (1995) pelibatan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan dan
sumber daya sangat berguna karena dapat:
a. Merumuskan persoalan dengan lebih efektif
b. Mendapatkan informasi dan pemahaman di luar jangkauan dunia ilmiah.
c. Merumuskan alternatif penyelesaian masalah yang secara sosial dapat di
terima
d. Membentuk perasaan memiliki terhadap rencana dan penyelesaian, sehingga
memudahkan penerapan.
Dengan makin pesatnya perkembangan dan makin meningkatnya
kebutuhan manusia, maka prospek gondorukem dan terpentin untuk industri
sangat cerah, sehingga peranan hutan Pinus sebagai penyuplai industri
gondorukem dan terpentin harus tetap lestari. Produksi gondorukem untuk
keperluan industri di Indonesia masih kurang, maka untuk memenuhi kebutuhan
tersebut perlu diadakan peningkatan produksi getah pinus. Salah satu aspek yang

Universitas Sumatera Utara

berperan dalam usaha meningkatkan dan melancarkan produksi getah Pinus
adalah tenaga penyadap. Tenaga penyadap tidak sepenuhnya bekerja pada
penyadapan dalam arti menyadap hanya merupakan pekerjaan sampingan,
sehingga akan mempengaruhi tingkat produksi getah Pinus. Hal tersebut akan
mengakibatkan

potensi

getah

Pinus

tidak

tergarap

dengan

maksimal

(Waluyo,2009).
Pemberian tanggung jawab kepada petani akan mampu memberikan
keberhasilan karena petani merasa ikut mempunyai hutan serta interaksi-interaksi
yang akan terjadi berikutnya. Tujuan pembangunan hutan itu sendiri adalah
meningkatkan taraf kehidupan masyarakat di wilayah sekitar hutan. Pengelolaan
hutan yang melibatkan masyarakat sekitar hutan dikenal sebagai hutan rakyat.
Adanya potensi dari masyarakat hutan tersebut tentu layak dicermati oleh
pemerintah, sehingga perlu saluran modal bagi pengembangan hutan rakyat
sebagai pemerataan dan peningkatan pendapatan masyarakat (Arief, 2001).
Hutan rakyat adalah hutan yang pengelolaannya dilaksanakan oleh
organisasi masyarakat baik pada lahan individu, komunal (bersama), lahan adat
maupun lahan yang dikuasai oleh negara. Hutan rakyat merupakan salah satu
model pengelolaan sumberdaya alam yang berdasarkan inisiatif masyarakat.
Hutan rakyat di Indonesia pada umumnya dikembangkan pada lahan milk
masyarakat. Dalam banyak contoh di daerah-daerah Indonesia, hutan rakyat
banyak berhasil dikembangkan oleh masyarakat sendiri. Untuk bisa memotivasi
masyarakat dalam rangka meningkatkan produktivitas di lahan milik terutama
pada lahan usaha tani non sawah bukan hal yang mudah. Beberapa hambatan yang
dihadapi pemerintah dalam rangka meningkatkan produktifitas di lahan milik

Universitas Sumatera Utara

terutama di areal hutan rakyat antara lain adalah (a) belum ada kesamaan misi,
visi dan persepsi dalam memandang keberadaan hutan rakyat, (b) minimnya dana
yang dimiliki masyarakat sehingga prioritas alokasi budget adalah bukan untuk
mengefektifkan investasi di lahan hutan rakyat dan belum mantapnya
kelembagaan usaha di tingkat petani dan (c) peranan hutan rakyat secara makro
belum banyak terdokumentasi dengan baik. Dari beberapa kendala yang ada
tersebut masalah dana (modal usaha tani) adalah merupakan faktor penyebab yang
paling dominan, mengapa hutan rakyat belum bisa diusahakan secara maksimal
(Awang dkk, 2002).
Pembangunan hutan kemasyarakatan dimunculkan untuk mewujudkan
interaksi positif antara masyarakat dan hutan melalui pengelolaan partisipatif dan
pembinaan produksi hasil hutan non kayu yang dapat dirasakan manfaatnya
langsung oleh masyarakat sekitar hutan. Pengukuran keberhasilan hutan
kemasyarakatan ditentukan berdasarkan manfaatnya bagi mayarakat berupa
peningkatan pendapatan, keterampilan, kemampuan penyerapan teknologi,
peningkatan produktifitas lahan, serta perbaikan kawasan hutan. Hutan
kemasyarakatan pada dasarnya adalah pemberdayaan masyarakat untuk hidup
lebih baik dengan turun aktif membangun hutan berwawasan lingkungan.
Masyarakat sekitar hutan sebenarnya memiliki potensi yang tinggi apabila
diberdayakan, tetapi dalam hal ini masyarakat harus dilibatkan dalam
pengelolaannya. Peningkatan pendapatan masyarakat sekitar hutan mempunyai
prioritas utama dalam suatu pengelolaan hutan (Arief, 2001).
Kehutanan masyarakat didefinisikan sebagai sistem pengelolaan hutan
yang dilakukan oleh masyarakat, secara individual atau komunal pada tanah adat,

Universitas Sumatera Utara

milik atau negara, berupa hutan monokultur maupun kebun campuran, dengan
orientasi untuk subsistensi ataupun komersial. Sistem pengelolaan hutan secara
individual didefinisikan sebagai pengelolaan hutan yang seluruh pengambilan
keputusan dilakukan oleh perorangan atau keluarga, sedangkan sistem
pengelolaan hutan komunal pengambilan keputusannya dilakukan oleh anggota
suatu masyarakat yang terikat oleh kebudayaannya. Pengelolaan hutan yang
berorientasi subsistensi didefinisikan sebagai pengelolaan hutan yang produksinya
sebagian besar (30%) digunakan untuk konsumsi langsung keluarga pengelola,
sebaliknya yang berorientasi komersial sebagian besar produksinya dipasarkan
(Suharjito, 2000).
Usaha penduduk sekitar hutan dapat dikelompokkan menjadi 3 yaitu: (1)
petani asli yang tidak pernah mencari hasil lain, selain pertanian, berkebun atau
beternak. (2) tenaga kerja tetap yang orientasinya mencari hasil hutan seperti
penyadap getah Pinus, petani hutan, mencari rencek, mencari Rotan dan
sebagainya. (3) tenaga kerja tidak tetap, hanya bekerja pada pekerjaan yang
menguntungkan dan memuaskan perasaan antara lain buruh gudang, buruh tani
hutan, mengambil rencek dan lain-lain. Karakteristik sosial ekonomi petani sekitar
hutan berbeda dengan masyarakat lain, terutama untuk petani yang berada di
sekitar hutan Pinus (Cahyono dkk, 2006).
Usaha tani bisa diartikan sebagai suatu lokasi dimana petani (pemilik,
penggarap, penyadap) baik secara individual maupun berkelompok melaksanakan
proses produksi dengan mensinergikan penggunaan faktor input yang terdiri dari
modal, tenaga kerja, sumberdaya alam dan keterampilan (skill) sesuai dengan
tingkat teknologi yang dimiliki oleh suatu komunita atau masyarakat petani di

Universitas Sumatera Utara

lahan usahanya. Oleh sebab itu kinerja usaha tani berbeda antara lokasi satu
dengan yang lain, karena kendala yang dihadapi oleh masing-masing pengelola
adalah beragam. Sebagai faktor produksi, petani harus mampu mengkombinasikan
seluruh input yang diperlukan untuk proses produksi secara optimal untuk bisa
memperoleh nilai ekonomi yang maksimum dengan memperhatikan kendala dan
petani harus mampu berperan sebagai pengelola yang bijak, sehingga output yang
dihasilkan memiliki nilai komersial yang tinggi dan kompetitif di pasar global
(Awang dkk, 2002).
Penyadapan getah Pinus dapat menjadi salah satu alternatif sumber
penghasilan bagi masyarakat. Pelatihan penyadapan pinus bagi masyarakat dapat
dilakukan melalui kerjasama dengan beberapa pihak, seperti Dinas Kehutanan,
Balai Penelitian Kehutanan Aek Nauli, serta CV Luhur (perusahaan swasta
pemegang hak penyadapan Pinus di kawasan hutan negara Kabupaten
Simalungun). Umumnya pohon Pinus dapat disadap getahnya setelah berumur 11
tahun sampai umur 80 tahun. Oleh karena itu terdapat rentang yang cukup panjang
bagi masyarakat untuk bisa memperoleh pendapatan dari pohon Pinus tanpa harus
menebang pohonnya. Setelah Pinus tidak dapat disadap lagi, maka tentu saja,
pohonnya dapat ditebang dan dimanfaatkan kayunya untuk berbagai keperluan
(Sundawati dan Alfonsus, 2008).
Masyarakat sekitar hutan pada umumnya mempunyai tingkat pendidikan
yang rendah dan tidak memiliki ketrampilan yang memadai, sehingga biasanya
mereka bekerja hanya berdasarkan pengalaman kecil dan secara tradisional.
Jumlah penduduk yang besar, laju pertumbuhan yang tinggi, penyebaran yang
tidak merata dan sempitnya lahan garapan merupakan ciri umum masyarakat

Universitas Sumatera Utara

pedesaan dan inilah yang merupakan salah satu sebab terjadinya kemiskinan di
daerah pedesaan (Jariyah 2005). Karena desakan kebutuhan hidupnya, penduduk
cenderung merusak hutan seperti penebangan hutan secara liar, ”membibrik”
tanah hutan untuk mendapatkan tanah garapan, menggembalakan ternak secara
liar di sekitar hutan, membuka tanah hutan untuk mendapatkan tanah garapan dan
kegiatan lain yang dapat mengakibatkan kerusakan hutan (Purwanti, 2007).
Ciri ekonomi mata pencaharian masyarakat di pedesaan, terutama di
negara-negara berkembang adalah suatu keberagaman. Masyarakat desa
mengandalkan pemanfaatan langsung hasil pertanian dan hutan serta berbagai
sumber pendapatan lainnya yang dihasilkan dari penjualan hasil hutan atau dari
upah bekerja. Berdasarkan tingkat pendapatan tunai rumah tangga dan proporsi
pendapatan dari perdagangan hasil hutan bukan kayu, maka masyarakat desa yang
berkecimpung dalam pemanfaatan hasil hutan bukan kayu dapat dibagi ke dalam
tiga kategori utama yaitu:
1. Rumah tangga yang bergantung penuh pada sumber daya sekadarnya
(pemanfaatan langsung dari hutan).
2. Rumah tangga yang menggunakan hasil hutan bukan kayu komersial sebagai
pendapatan tambahan
3. Rumah tangga yang mendapatkan sebagian besar pendapatan tunainya dari
penjualan hasil hutan bukan kayu
(Baharuddin dan Taskirawati, 2009).

Universitas Sumatera Utara

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

1. Kondisi Umum Desa Sibaganding
Letak Administrasi
Secara administrasi pemerintahan lokasi penelitian Desa Sibaganding,
Kecamatan Girsang Sipangan Bolon, Kabupaten Simalungun, Propinisi Daerah
Tingkat I Sumatera Utara. Sedangkan menurut administrasi pengelolaaan hutan
termasuk bagian KHDTK Aek Nauli, cabang Dinas Kehutanan Provinsi daerah
(Litbang, 2005).

Letak Geografis
Desa Sibaganding, Kecamatan Girsang Simpangan Bolon terletak pada
0,2° 69’ LU dan 98° 92’ BT dengan batas-batas sebagai berikut :
Sebelah Utara

: Kecamatan Dolok Panribuan

Sebelah Barat

: Kabupaten Samosir

Sebelah Selatan

: Kabupaten Toba Samosir

Sebelah Timur

: Kecamatan Hatonduhan

Kecamatan Sipangan Bolon memilki Luas

120,38 Km2, dan terdiri dari 5

kelurahan yaitu:
1. Kelurahan Girsang
2. Kelurahan Parapat
3. Kelurahan Tigaraja
4. Nagori Sibaganding
5. Nagori Sipangan Bolon
(Litbang, 2011).

Universitas Sumatera Utara

Luas wilayah Desa Sibaganding, Kecamatan Girsang Sipangan Bolon,
Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara adalah adalah 36,63 Km2.
Kondisi umum desa dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Kondisi umum hutan Pinus Desa Sibaganding

Gambar 1 merupakan akses jalan menuju Desa Sibaganding. Aksesibilitas
ke lokasi ini sangat tinggi karena terletak di antara kota Parapat dan
Pematangsiantar melalui jalur lintas Sumatera. Jarak Aek Nauli ke kota
Pematangsiantar lebih kurang 33,5 km dan ke kota Parapat lebih kurang 10,5 km
dan ke kota Medan lebih kurang 163,5 km yang mana dapat dijangkau dengan
transportasi darat dengan menggunakan bus atau angkutan lain selama kurang
lebih 5 jam.Topografi

Universitas Sumatera Utara

Topografi daerah Desa Sibaganding adalah datar, bergelombang dan
berbukit serta memiliki penyebaran vegetasi hutan yang komplit. Sedangkan yang
terletak pada ketinggian 900 m sampai dengan 920 m dari permukaan laut adalah
Nagori Sibaganding, Sipangan Bolon dan Kelurahan Girsang. Dari bentuk
topografi di atas, kedalaman tanah didaerah ini termasuk sedang dimana sekitar
36,54 % dari luas areal mempunyai kedalaman antara 30 – 90 cm, luas tanah
dengan kedalaman 90 cm adalah sekitar 30,42 % dari luas daerah (Litbang, 2005).

Iklim
Curah hujan tahunan rata-rata 4.417 mm dengan 120 hari hujan dan curah
hujan tertinggi adalah pada bulan September dan terendah pada bulan Juni.
Temperatur rata-rata adalah 22° – 24° C (Litbang, 2005).

Tanah
Adapun penggunaan tanah di Kecamatan Girsang Sipangan Bolon adalah :
hutan 53,96 %, tegalan / ladang 10,23 %, persawahan 2,82 %, perhotelan 9,71 %,
dan lain-lain 23,28 %. Hutan Negara terdapat di Kelurahan Parapat, Kelurahan
Girsang, Nagori Sibaganding dan Nagori Sipangan Bolon (Litbang, 2005).

Sosial Budaya
Penduduk Desa Sibaganding, Kecamatan Girsang Sipangan Bolon terdiri
dari suku Batak Toba dan Jawa (mayoritas). Sesuai dengan keadaan topografinya
yang dikelilingi oleh hutan Pinus maka pada umumnya mata pencaharian
penduduk adalah sebagai penyadap getah Pinus. Sebagian penduduk ada yang

Universitas Sumatera Utara

berladang seperti menanam kopi, ubi kayu, sayur-sayuran dan buah-buahan.
Bahasa yang dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah bahasa Toba dan
bahasa Indonesia. Pada umunya agama yang dianut penduduk adalah agama Islam
dan Kristen Protestan (Litbang, 2005).

2. Kondisi Umum KHDTK Aek Nauli
KHDTK Aek Nauli dengan luasan ± 1.900 Hektar secara geografis
terletak pada 2º41´ - 2º44´ LU dan 98º55´ - 98º58´ BT, 10 KM sebelum kota
wisata Parapat. Secara administratif Pemerintahan lokasi kegiatan terletak di
wilayah tiga desa yaitu Desa Panribuan, Kecamatan Dolok Panribuan, Kabupaten
Simalungun, Desa Sibaganding dan Desa Girsang I, Kecamatan Girsang Sipangan
Bolon Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara. KHDTK Aek Nauli pada
tahun 1982 ditetapkan sebagai Hutan Lindung

dan selanjutnya mengalami

perubahan pada tahun 1988 ditetapkan dipergunakan untuk hutan penelitian Aek
Nauli sebagai Uji Coba Penelitian dan Pembibitan (Litbang, 2011).
Di dalam Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.39/Menhut-II/2005
tanggal 7 Pebruari 2005 tentang Perubahan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor
398/Kpts-II/1988 tanggal 4 Agustus 1988 tentang Penunjukan Hutan Lindung
Seluas ±1.900 (seribu sembilan ratus) hektar sebagai Hutan Penelitian dan Hutan
Produksi Terbatas seluas ±300 (tiga ratus) Hektar Sebagai Hutan Pendidikan yang
Terletak di Kabupaten Simalungun, Provinsi

Sumatera Utara, maka pada

Kawasan Hutan Lindung seluas ±1.900 (seribu sembilan ratus) Hektar dalam
Kelompok Hutan Sibatu Loteng di Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera

Universitas Sumatera Utara

Utara, ditunjuk sebagai Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus untuk Hutan
Penelitian Aek Nauli (Litbang, 2011).
Menurut Undang-undang No. 41 tentang Kehutanan tahun 1999, Kawasan
Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) merupakan wujud pemenuhan kawasan
hutan sebagai wahana penelitian dan pengembangan IPTEK, termasuk pendidikan
dan pelatihan, religi dan budaya, untuk dapat berkembang secara dinamis. Dari
30 KHDTK di Indonesia yang dikelola oleh Badan Litbang Kehutanan salah
satunya adalah KHDTK Aek Nauli. Berikut merupakan gambar lokasi KHDTK
Aek Nauli yang berada di depan pintu gapura Badan Litbang Kehutanan Aek
Nauli:

Gambar 2. Gapura Aek Nauli cabang Departemen Kehutanan yang
berwenang mengelola hutan pinus di Desa Sibaganding

Hutan Aek Nauli terbagi dua berdasarkan komposisinya, yaitu hutan
homogen dengan dominasi tegakan Pinus (Pinus merkusii), dan hutan heterogen
yang disebut juga hutan alam dengan beberapa jenis tegakan. Hutan alam Aek
Nauli berada pada ketinggian 1200 mdpl. Secara geografis terletak pada 430 25'
BT dan 40 89' LU. Hutan ini memiliki kelerengan 2 sampai 15% dan sebagian

Universitas Sumatera Utara

merupakan areal datar berbukit dan sebagian merupakan lembah dangkal. Curah
hujan kawasan Aek Nauli termasuk ke dalam tipe A menurut klasifikasi Smith
dan Ferguson dengan curah hujan rata-rata berkisar antara 2199,4 mm sampai
dengan 2452 mm, kelembaban udara rata-rata harian 84 mmHg dan suhu rata-rata
bulanan berkisar antara 23 sampai 24oC (Litbang, 2011).
KHDTK Aek Nauli telah berfungsi sebagai bagian Daerah Tangkapan Air
(DTA) bagi Danau Toba, habitat beragam jenis tumbuhan dan satwaliar
dilindungi, dan kawasan ekowisata. Sebagian besar hutan KHDTK Aek Nauli
merupakan hutan pinus dan hutan sekunder yang ditumbuhi beragam jenis
tumbuhan, seperti Eucaliptus deglupta, kemenyan (Styrax sp.), meranti (Shorea
sp), simartolu (Schima wallichii), medang (Litsea sp.), dan hoteng (Quercus sp.).
Beragam jenis mamalia yang teridentifikasi diantaranya monyet ekor panjang
(Macaca fascicularis), beruk (M. nemestrina), siamang (Hylobates syndactylus),
kijang (Muntiacus muntjak), babi (Sus scrofa), dan rusa (Cervus unicolor).
Adapun keberadaan harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) dan beruang
madu (Helarchos malayanus) perlu kajian lebih lanjut. Jenis-jenis burung yang
banyak dijumpai adalah kucica hutan (Copsychus malabaricus), tekukur
(Streptopelia chinensis), kutilang (Pynonotus aurigaster), burung semak dan jenis
lainnya (Litbang, 2011).

3. Kondisi Umum CV Luhur Desa Sibaganding
Hutan Pinus merupakan salah satu bentuk pemanfaatan sumber daya alam
masyarakat di Desa Sibaganding, Kecamatan Sipangan Bolon. Hasil utama yang
diperoleh dari hutan Pinus adalah getah yang dihasilkan dari batang pohon pinus.

Universitas Sumatera Utara

Hutan Pinus di sekitar Desa Sibaganding merupakan hutan milik negara dimana
berada pada hutan yang kegiatan pengelolaannya dilakukan oleh masyarakat
sekitar hutan.
KHDTK Aek Nauli bermula dari di dalam Keputusan Menteri Kehutanan
Nomor SK.39/Menhut-II/2005 tanggal 7 Pebruari 2005 tentang Perubahan
Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 398/Kpts-II/1988 tanggal 4 Agustus 1988
tentang Penunjukan Hutan Lindung Seluas ±1.900 (seribu sembilan ratus) hektar
sebagai Hutan Penelitian dan Hutan Produksi Terbatas seluas ±300 (tiga ratus)
Hektar. Lahan seluas 300 hektar sebagai Hutan Produksi Terbatas tersebut
merupakan hutan pinus yang pengelolaannya diberikan kepada CV Luhur dengan
konsep pengelolaan hutan secara lestari dan diharapkan dapat memberikan
manfaat sebagai menambah mata pencaharian bagi masyarakat di Desa
Sibaganding khususnya dalam kegiatan penyadapan getah Pinus (Litbang, 2011)
Lokasi KHDTK sektor Aek nauli yang terdapat di Desa Sibaganding dapat
dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Tegakan Pinus dan rumah pen

Dokumen yang terkait

Identifikasi Mutu Bibit Tusam (Pinus merkusii) Berdasarkan SNI (Standar Nasional Indonesia) di Pembibitan Balai Penelitian Kehutanan Aek Nauli Desa Sibaganding Kecamatan Girsang Sipangan Bolon Kabupaten Simalungun

2 51 78

Pendugaan Karbon Tersimpan pada Tegakan Pinus (Pinus merkussii) dan Ekaliptus (Eucalyptus sp) di Taman Hutan Raya Bukit Barisan Kabupaten Karo

2 44 58

Pemuliaan Pinus Merkusii

1 36 11

Analisis Tingkat Pendapatan Perusahaan dan Tenaga Penyadap pada Kegiatan Penyadapan Getah Pinus merkusii Jungh et de Vriese di BKPH Salem KPH Pekalongan Barat Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah

0 8 150

Analisis pendapatan penyadap getah Pinus merkusii Jung et de Vriese dan hubungannya dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam kegiatan penyadap getah di BKPH Karangkobar, KPH Banyumas Timur

4 24 77

Pengaruh Kelas Umur dan Jenis Stimulansia Serta Analisis Biaya pada Penyadapan Getah Pinus (pinus merkusii Jungh. et de Vriese

0 8 74

Penggunaan Stimulansia ETRAT pada Penyadapan Getah Pinus merkusii, Pinus oocarpa dan Pinus insularis di Hutan Pendidikan Gunung Walat

6 64 102

Produktivitas Penyadapan Getah Pinus dengan Metode Bor tanpa Pipa

2 20 29

Kontribusi Pendapatan Penyadap Getah Pinus Tehadap Kesejahteraan Penyadap Di BKPH Lengkong, KPH Sukabumi, Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Barat-Banten

1 7 44

KONTRIBUSI PENDAPATAN DARI PENYADAPAN GETAH PINUS (Pinus merkusii) TERHADAP PENDAPATAN RUMAH TANGGA PENYADAP (Studi Kasus Di Jorong Talago Gunuang Nagari Saruaso Kecamatan Tanjung Emas Kabupaten Tanah Datar).

0 0 3