Effect of Mother’s Parenting Quality and Model of Early Childhood Education on Emotional Intelligence of Early ChildhooD

(1)

PENGARUH KUALITAS PENGASUHAN IBU DAN MODEL

PENDIDIKAN PRASEKOLAH TERHADAP KECERDASAN

EMOSIONAL ANAK USIA DINI

DIAN ANGGARI

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014


(2)

 

 

 

 

 

 

 

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Kualitas

Pengasuhan Ibu dan Model Pendidikan Prasekolah terhadap Kecerdasan

Emosional Anak Usia Dini di Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan

arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada

perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya

yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam

teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2014

Dian Anggari

NIM I251110111

 


(3)

RINGKASAN

DIAN ANGGARI.

Pengaruh Kualitas Pengasuhan Ibu dan Model Pendidikan Prasekolah terhadap Kecerdasan Emosional Anak Usia Dini. Dibimbing oleh DWI HASTUTI dan RATNA MEGAWANGI.

Kecerdasan emosional (EQ) merupakan kemampuan manusia dalam memfungsikan dan mengekspresikan emosi dengan cara yang tepat. Kemampuan manusia dalam mengoptimalkan kecerdasan ini berawal sejak usia dini yaitu melalui pengasuhan yang berasal dari keluarga dan lingkungan sekitarnya, salah satunya adalah lingkungan sekolah. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh kualitas pengasuhan ibu di rumah dan juga stimulasi di sekolah terhadap kecerdasan emosional anak usia dini. Penelitian dilakukan di enam PAUD di Kabupaten Bogor yang terdiri dari dua PAUD non formal, dua Semai Benih Bangsa (SBB) dan dua Taman Kanak-kanak yang dipilih secara purposive. Data penelitian dikumpulkan dengan menggunakan instrumen HOME (Home Observation and Measurement on Environment, Caldwell 1984) dan instrumen kecerdasan emosional anak usia dini. Pengamatan proses pembelajaran menggunakan instrumen DAP yang dikembangkan oleh Dwi Hastuti (2010). Pengumpulan data berlangsung dari bulan Juni sampai dengan Agustus 2013.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak yang berasal dari model pendidikan prasekolah TK memiliki skor kualitas pengasuhan tertinggi yang kemudian diikuti oleh model prasekolah PAUD dan SBB. Pengukuran kecerdasan emosional anak menunjukkan hasil yang sebaliknya dimana anak dari model prasekolah SBB justru memiliki kecerdasan emosional tertinggi diikuti oleh model prasekolah PAUD dan TK. Hasil amatan proses pembelajaran menunjukkan bahwa SBB dengan kurikulum yang mengacu pada kurikulum yang patut dan menyenangkan (Developmentally Appropriate Practices/DAP) memiliki skor capaian DAP paling tinggi dibanding kedua model sekolah lainnya. Bila ditarik benang merah dari kualitas pengasuhan ibu sampai kecerdasan emosional anak, ternyata rendahnya stimulasi yang diperoleh anak di rumah dapat tertutupi oleh stimulasi di sekolah melalui pemberlakuan kurikulum yang patut dan menyenangkan (DAP), sehingga dapat meningkatkan skor kecerdasan emosional anak, sebaliknya walaupun anak mendapatkan stimulasi yang baik dirumah, akan tetapi tidak diimbangi dengan stimulasi yang baik di sekolah (terutama melalui kurikulum DAP), atau bahkan mendapatkan stimulasi yang kurang disekolah maka akan menghasilkan anak-anak dengan kecerdasan emosional yang lebih rendah. Dengan kata lain, stimulasi di sekolah yang menggunakan kurikulum yang mengacu pada kurikulum yang patut dan menyenangkan (Developmentally

Appropriate Practices/DAP) memiliki peran yang sangat penting terutama dalam

menentukan kecerdasan emosional anak usia dini.

Hasil uji statistik dengan menggunakan uji regresi menunjukkan bahwa kualitas pengasuhan ibu tidak berpengaruh terhadap kecerdasan emosional namun umur anak dan pendidikan SBB yang mengacu pada kurikulum yang patut dan menyenangkan (Developmentally Appropriate Practices/DAP) berpengaruh positif terhadap kecerdasan emosional anak usia dini. Selain itu, analisis regresi


(4)

Kata kunci : kualitas pengasuhan ibu, model pendidikan prasekolah, kecerdasan emosional


(5)

SUMMARY

DIAN ANGGARI. Effect of Mother’s Parenting Quality and Model of Early Childhood Education on Emotional Intelligence of Early ChildhooD. Supervised by DWI HASTUTI and RATNA MEGAWANGI.

Emotional intelligence (EQ) is the ability of humans to function and express emotions in an appropriate manner. The ability of humans to optimize its intelligence was originated since an early child through families, school and communities. This study aimed to determine effect of care and stimulation at home and school. The study was conducted in six early childhood program in Bogor district, consisting of two non-formal early childhood program (namely PAUD), two early chilhood education programs using holistic education approach and Developmentally Appropriate Practices/DAP (namely Semai Benih Bangsa) and two Kindergartens which were selected purposively. Data were collected using an instrument of HOME (Home Observation and Measurement on Environment, Caldwell and Bradley 1984) and instrument of emotional intelligence for early childhood. DAP learning process using an instrument that developed by Dwi Hastuti (2010). The data collection took place from June to August 2013.

The result showed that children from kindergarten preschool model scored highest in quality of maternal care, and then followed by the PAUD model and the SBB model. However emotional intelligence of children showed that children of SBB has the highest emotional intelligence, followed by PAUD and Kindergarten. Learning process obsevation showed that SBB with DAP curicullum has hihgest scored than two others models. When the red line drawn on the quality of maternal care until the child's emotional intelligence, it turns out the low stimulation obtained child at home can be covered by the stimulation in the school curriculum through the implementation of Developmentally Appropriate Practices (DAP), thus increasing the emotional intelligence scores of children, on the contrary though children get stimulation either at home, but not balanced with good stimulation in school (especially through the curriculum DAP), or even at school get less stimulation will produce children with lower emotional intelligence. In other words, stimulation in school that use curriculum that refers to the curriculum Developmentally Appropriate Practices/DAP has a very important role, especially in determining the emotional intelligence of early child.

Statistical analysis using regression showes that quality’s maternal care is not significant to the emotional intelligence however children age and SBB model that using holistic education approach and Developmentally Appropriate Practices/DAP had positive effect on emotional intelligence. It also showed that child ‘s age, quality of teacher education and the implementation models of SBB give positive and significant impact to early child’s emotional intelligence.

Keywords : quality of maternal care , preschool education model , emotional intelligence


(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(7)

PENGARUH KUALITAS PENGASUHAN IBU DAN MODEL

PENDIDIKAN PRASEKOLAH TERHADAP KECERDASAN

EMOSIONAL ANAK USIA DINI

DIAN ANGGARI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014


(8)

(9)

Judul Tesis : Pengaruh Kualitas Pengasuhan Ibu dan Model Pendidikan Prasekolah terhadap Kecerdasan Emosional Anak Usia Dini Nama : Dian Anggari

NIM : I251110111

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Dwi Hastuti M.Sc Dr. Ir. Ratna Megawangi M.Sc Ketua Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Keluarga dan

Perkembangan Anak

Dr. Ir. Herien Puspitawati, MSc. MSc Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc

Tanggal Ujian : Tanggal lulus:

(tanggal Pelaksanaan ujian tesis) (tanggal penandatanganan tesis oleh


(10)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2013 sampai Agustus 2013 ini adalah pengaruh kualitas pengasuhan ibu dan model pendidikan prasekolah terhadap kecerdasan emosional anak usia dini.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Dwi Hastuti MSc dan Ibu Dr. Ir. Ratna Megawangi MSc selaku pembimbing yang telah membimbing penulis. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada suami Dr. Ir. Budi Susetyo, putra putri Gema Setya, Gitta Maharani, Gaza Yanuar Iman, ayah, ibu serta seluruh keluarga atas doa dan dukungannya selama penulis menjalankan studi.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2014


(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN xv

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 5

Manfaat Penelitian 5

2 TINJAUAN PUSTAKA 6

Kualitas Pengasuhan Ibu 6

Kualitas Pendidikan Prasekolah 7

Kecerdasan Emosional 9

3 KERANGKA PEMIKIRAN 15

4 METODE PENELITIAN 18

Disain, Tempat dan Waktu Penelitian 18

Penarikan Contoh 18

Jenis dan Cara Pengumpulan Data 18

Pengolahan dan Analisis Data 20 Definisis Operasional 23 5 Artikel 1 PENGARUH KUALITAS PENGASUHAN IBU DAN MODEL PENDIDIKAN PRASEKOLAH TERHADAP KECERDASAN EMOSIONAL ANAK USIA DINI 25

Abstrak 25

Abstract 25

Pendahuluan 26

Tujuan Penelitian 27

Metode Penelitian 27

Hasil 28

Karakteristik Contoh dan Keluarga 28

Kualitas Pengasuhan Ibu 29

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kualitas Pengasuhan Ibu 30

Kecerdasan Emosional 31

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kecerdasan Emosional 32

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosional 33

Pembahasan 34

Simpulan 36


(12)

PENGARUH KURIKULUM DAN KUALITAS PENDIDIKAN PRASEKOLAH TERHADAP KECERDASAN EMOSIONAL

ANAK USIA DINI 39

Abstrak 39

Abtract 39

Pendahuluan 40

Tujuan Penelitian 42

Metode Penelitian 42

Hasil 43

Karakteristik Contoh dan Keluarga 43

Kualitas Pendidikan Prasekolah 44

Kecerdasan Emosional 47

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kecerdasan Emosional 48

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosional 49

Pembahasan 50

Simpulan 53

Saran 54

Daftar pustaka 54

7 PEMBAHASAN UMUM 55

8 SIMPULAN DAN SARAN 61

Simpulan 61

Saran 61

DAFTAR PUSTAKA 61


(13)

DAFTAR TABEL

2.1 Ringkasan jurnal-jurnal 11

4.1 Jenis, cara pengumpulan data dan pengukuran variabel 19

4.2 Data dan cara pengkategoriannya 21

5.1 Nilai rata-rata dan standar deviasi variabel karakteristik 29 5.2 Nilai rata-rata dan standar deviasi skor capaian home inventory

berdasarkan dimensi dan model pendidikan prasekolah

29

5.3 Sebaran contoh berdasarkan kategori kualitas pengasuhan ibu 30 5.4 Nilai koefisien korelasi variabel karakteristik anak dan keluarga

dengan kualitas pengasuhan ibu

31

5.5 Nilai skor kecerdasan emosional berdasarkan dimensi dan model pendidikan prasekolah

32

5.6 Sebaran contoh menurut kategori kecerdasan emosional 32 5.7 Nilai koefisien korelasi variabel karakteristik anak, keluarga dan

sekolah dengan kecerdasan emosional

33

5.8 Hasil analisis regresi dummy faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional anak usia dini

33

6.1 Nilai rata-rata dan standar deviasi variabel karakteristik 43 6.2 Sebaran contoh sekolah berdasarkan kualitas PAUD 44 6.3 Skor capaian per dimensi proses pembelajaran (Developmentally

Appropriate Practices/DAP) menurut model pendidikan prasekolah

45

6.4 Hasil ekstraksi dan nama baru faktor-faktor proses pembelajaran (Developmentally Appropriate Practices/DAP)

46

6.5 Nilai koefisien korelasi faktor-faktor proses pembelajaran (Developmentally Appropriate Practices /DAP) dengan variabel kecerdasan emosional

46

6.6 Rincian dana yang diterima sekolah menurut model pendidikan prasekolah

47

6.7 Nilai skor kecerdasan emosional berdasarkan dimensi dan model pendidikan prasekolah

47

6.8 Sebaran contoh menurut kategori kecerdasan emosional 48 6.9 Nilai koefisien korelasi faktor-faktor yang berhubungan

dengan kecerdasan emosional anak usia dini

48

6.10 Nilai koefisien korelasi dimensi-dimensi proses pembelajaran (Developmentally Appropriate Practices/DAP) dengan kecerdasan emosional

49

6.11 Hasil analisis regresi dummy faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional anak usia dini

49

DAFTAR GAMBAR

3.1 Kerangka pemikiran 17


(14)

1 Nilai rerata, minimum, maksimum dan standar deviasi per variabel pada model pendidikan prasekolah TK

67

2 Nilai rerata, minimum, maksimum dan standar deviasi per variabel pada model pendidikan prasekolah SBB

67

3 Nilai rerata, minimum, maksimum dan standar deviasi per variabel pada model pendidikan prasekolah PAUD

67

4 Matrix koefisien korelasi antar variabel-variabel yang mempengaruhi kecerdasan emosional anak usia dini secara total

68

5 Matriks koefisien korelasi variabel yang berhubungan dengan kualitas pengasuhan ibu dari model prasekolah PAUD

69

6 Matriks koefisien korelasi variabel yang berhubungan dengan kualitas pengasuhan ibu model prasekolah SBB

70

7 Matriks koefisien korelasi variabel yang berhubungan dengan kualitas pengasuhan ibu model prasekolah TK

71

8 Matriks koefisien korelasi variabel yang berhubungan dengan Kecerdasan emosional anak usia dini model prasekolah PAUD

72

9 Matriks koefisien korelasi variabel yang berhubungan dengan kecerdasan emosional anak usia dini model prasekolah SBB

73

10 Matriks koefisien korelasi variabel yang berhubungan dengan kecerdasan emosional anak usia dini model prasekolah TK

74

11 Matriks koefisien korelasi variabel-variabel yang berhubungan dengan kecerdasan emosional secara total

75

12 Matriks koefisien korelasi dimensi-dimensi kurikulum (DAP) dengan kecerdasan emosional

76


(15)

1

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Kecerdasan emosional merupakan komponen yang sangat menentukan kesuksesan seseorang. Pernyataan yang menyebutkan bahwa IQ merupakan segalanya sudah terpatahkan dengan penelitian-penelitian yang akhirnya membuktikan bahwa EQ justru menyumbangkan 80 persen terhadap kompetensi seseorang dalam mencapai kesuksesan dan sisanya sebesar 20 persen ditentukan oleh IQ (Goleman 1997). Saat ini banyak terjadi perilaku-perilaku negatif di masyarakat terutama di kalangan remaja seperti tawuran, bullying, penyalah gunaan narkoba, dan lain-lain yang mengindikasikan adanya ketidak mampuan seseorang dalam mengontrol diri, mengendalikan dan mengekpresikan emosi secara benar. Kemampuan-kemampuan tersebut sejatinya dapat dilatih mulai dari sejak usia dini terutama pada saat anak menerima pengasuhan baik pengasuhan di rumah maupun di lingkungannya seperti di sekolah. Dengan demikian akan terbentuk kecerdasan emosi sehingga anak mampu mengenali, memfungsikan dan mengekspresikan emosinya dengan tepat. Biasanya kesalahan dalam pengasuhan saat usia dini terjadi akibat ketidaktahuan ibu sebagai pengasuh utama akan perkembangan anak. Banyak sekali anak mengalami pengasuhan yang tidak hangat dan juga tidak melatih emosi.

Setiap anak perlu tumbuh dan berkembang. Untuk tumbuh dan berkembang baik secara fisik, motorik, kognitif, moral, sosial dan emosi diperlukan stimulasi yang berasal dari pengasuhan di rumah maupun dari stimulasi di lingkungan sekitarnya seperti sekolah. Ketidak sempurnaan anak di Indonesia dalam menerima stimulasi tersebut akhirnya berdampak pada tidak sempurnanya pemanfaatan seluruh kompetensi yang ada pada dirinya sehingga akhirnya mempengaruhi kualitas hidupnya. Ini dibuktikan dengan rendahnya mutu sumberdaya manusia Indonesia. Laporan UNDP menunjukkan pada tahun 2012 Indonesia berada pada peringkat 121 dari 175 negara. Di wilayah Asia Tenggara, HDI (Human Development Index) negara Indonesia masih dibawah negara-negara tetangga seperti Malaysia peringkat 64, Thailand peringkat 103, Filipina peringkat 114. Pembentukan sumberdaya manusia dilakukan sejak usia dini, sehingga apapun permasalahan perkembangan pada usia tersebut akan berdampak pada masa depannya.

Keluarga merupakan tempat pendidikan yang pertama dan utama bagi anak. Selain itu keluarga juga merupakan tempat terbentuknya fondasi primer bagi perkembangan anak, karena keluarga merupakan tempat menghabiskan sebagian besar waktu dalam kehidupannya. Sebagai unit terkecil dari masyarakat, keluarga melalui pola asuh orang tua secara kuat sangat mempengaruhi perkembangan anak. Orang tua sebagai pengasuh utama anak, memiliki kewajiban dalam menghantar anak agar dapat bertahan dan bersaing pada kehidupan anak selanjutnya. Perubahan dalam kehidupan serta persoalan sosial ekonomi berpengaruh pada keputusan yang diambil oleh keluarga dalam pengasuhan anak. Anak berkesempatan diasuh oleh orang tuanya sendiri, tetapi tidak menutup kemungkinan akan mengalami perubahan pola pengasuhan. Kini semakin banyak orang tua yang sudah menyadari pentingnya pendidikan anak usia dini bagi


(16)

perkembangan anaknya yang dilihat dari semakin banyaknya peserta didik pendidikan anak usia dini.

Konvensi Hak-hak Anak (KHA) disetujui PBB pada tahun 1989 dan telah diratifikasi oleh lebih dari 150 negara di dunia. Salah satu hak anak tersebut adalah mendapatkan pendidikan layak. Salah satu jenjang pendidikan bagi anak adalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), yaitu jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut, yaitu diselenggarakan pada jalur formal, nonformal dan informal. Rentang usia dini menurut Pasal 28 UU Sisdiknas No. 20/2003 ayat 1 adalah 0 – 6 tahun. Sementara menurut kajian rumpun keilmuan PAUD dan penyelenggaraannya di beberapa negara, PAUD dilaksanakan sejak usia 0 – 8 tahun.

Masa usia dini merupakan masa penting yang perlu mendapat penanganan sedini mungkin. Beberapa ahli pendidikan berpendapat bahwa masa anak usia dini merupakan masa perkembangan sangat pesat dan fundamental bagi kehidupan selanjutnya. Menurut Rutter dan Rutter (1992) bahwa 85 % perkembangan otak manusia terjadi pada rentang usia enam tahun pertama kehidupannya (golden age). Menurut Padmonodewo (2003), bila pada masa usia pra-sekolah anak memperoleh rangsangan yang sesuai dengan tahapan perkembangan anak, kemampuan anak akan berkembang dengan optimal. Sebaliknya apabila pada masa ini, anak-anak usia dini mengalami rangsangan yang tidak sesuai akan mengakibatkan permasalahan dan hambatan pada perkembangan fisik, motorik, otak, kognitif, bahasa, sosial emosi dan moral. Menurut Heckam (2007), pendidikan anak usia dini merupakan dasar dari proses belajar yang kemudian menuntun pada proses belajar selanjutnya

Saat ini di Indonesia banyak berdiri PAUD-PAUD dengan beragam model dan konsep pembelajaran. Beragamnya pendidikan usia dini yang ada tersedia bagi berbagai lapisan masyarakat mulai dari masyarakat dengan ekonomi rendah sampai yang tinggi. Masyarakat tinggal memilih konsep pendidikan usia dini seperti apa yang akan diperuntukkan bagi anak-anaknya disesuaikan dengan kondisi ekonomi. Saat ini di Indonesia terdapat dua jenis pendidikan anak usia dini yaitu PAUD formal dan PAUD non formal. Taman Kanak-kanak merupakan bentuk PAUD formal. TK merupakan satuan pendidikan pada jalur formal bagi anak usia 4 s.d 6 tahun (Pasal 1.14 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 jo. Pasal 4 ayat 4 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1990). Semai Benih Bangsa (SBB) merupakan bentuk PAUD non formal binaan Indonesia Heritage Foundation (IHF), dimana pembelajaran yang digunakan di sekolah ini adalah pendidikan holistik berbasis karakter dengan menerapkan kaidah DAP (Developmentally Appropriate Practices). Saat ini banyak berdiri PAUD-PAUD swadaya masyarakat berbasis posyandu dengan melibatkan kader-kader posyandu sebagai tenaga pendidik. PAUD non formal ini biasanya memiliki sarana prasarana dan tenaga pendidik seadanya.

Pendidikan anak usia dini merupakan program pendidikan pra sekolah yang dapat menghantarkan kesiapan anak untuk lanjut pada tahap berikutnya. Aspek lain mengacu pada implikasi jangka panjang dari pendidikan usia dini yaitu untuk mengurangi angka putus sekolah dan meningkatnya lapangan pekerjaan.


(17)

3

Akan tetapi permasalahan tidak berhenti pada pencapaian angka cakupan yang masih rendah dibandingkan negara tetangga, tetapi juga kualitas layanan PAUD, distribusi layanan dan akses yang tidak merata. Tidak sedikit PAUD masih menggunakan sarana dan prasarana yang seadanya, kualitas (kompetensi) guru yang tidak memadai serta kurikulum yang tak mengindahkan tahap perkembangan anak yang akhirnya akan berdampak pada kualitas anak yang dihasilkan (Hastuti 2010). Berangkat dari permasalahan tersebut diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan menitik beratkan pada kualitas pengasuhan ibu serta stimulasi yang didapat anak usia dini dari sekolah dengan berbagai macam model pendidikan prasekolah serta dampaknya pada kecerdasan emosional anak.

Perumusan Masalah

Maraknya perilaku negatif dan budaya korupsi di kalangan masyarakat serta semakin banyak perilaku tidak santun yang melanda remaja di negeri ini seperti tawuran, bullying, penyalah gunaan narkoba menjadi suatu pertanyaan besar apakah sebetulnya penyebabnya. Perilaku negatif ini diduga merupakan akumulasi dari ketidak stabilan emosi yang diakibatkan oleh ketidak mampuan dalam mengontrol diri dan apabila dirunut, berakar pada ketidak sempurnaan perkembangan sosial emosi ketika anak usia dini. Salah satu studi menunjukkan bahwa pemahaman emosi anak-anak pada usia lima tahun signifikan terhadap kompetensi akademik pada usia sembilan tahun, bahkan setelah mengendalikan kemampuan verbal dan temperamen (Fine Schultt et al 2001). Kesulitan emosional dan perilaku pada usia dini berdampak negatif terhadap akademik siswa, baik pada saat ini maupun jangkapanjang seperti depresi, putus sekolah, pengangguran dan anti sosial atau kekerasan ( Kramer et al 2010).

Kecerdasan emosional adalah kemampuan manusia dalam memfungsikan dan mengekspresikan emosi dengan cara yang tepat. Kemampuan ini dapat diperoleh melalui stimulasi yang dilakukan terutama pada saat pengasuhan ketika anak berusia dini. Pengasuhan yang baik dan benar yang sesuai dengan perkembangan anak akan menentukan kualitas anak tersebut dikemudian hari. Pengasuhan berasal dari lingkungan terdekat anak terutama keluarga dan juga lingkungan disekitar anak berada seperti sekolah. Keluarga sebagai unit terkecil dari masyarakat, merupakan tempat pertama anak mengenyam pendidikan sebelum pendidikan formal, dimana anggota keluarga terutama ibu merupakan pengasuh yang diharapkan mampu memberikan pengasuhan yang baik sehingga terbentuk manusia yang berpotensi serta berkompeten baik kompetensi secara fisik, kognitif, sosial, moral serta emosional. Perubahan pola hidup di masyarakat memungkinkan terjadinya perubahan pola asuh dimana ibu sebagai pengasuh utama terlibat dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi sehingga harus berada di luar rumah dalam waktu yang lama. Kekosongan pengasuh biasanya diisi oleh tenaga pengasuh lainnya baik yang berasal dari pihak keluarga maupun tenaga bayaran.

Pada lapisan masyarakat ekonomi atas dengan latar belakang pendidikan orang tua yang baik serta memiliki pemahaman akan pentingnya masa usia dini (golden age) bagi kualitas anaknya di masa depan, permasalahan kekosongan pengasuhan ibu kepada anaknya dipecahkan dengan lebih memilih mengirimkan


(18)

anak-anaknya kepada lembaga pendidikan dari pada meninggalkan anak dirumah dengan pengasuh pengganti yang dikhawatirkan tidak mengerti pengasuhan yang benar. Sejalan dengan target pemerintah dalam meningkatkan kualitas sumberdaya manusia melalui peningkatan Angka Partisipasi Kasar (APK), pemerintah melalui aparat di daerah menginstruksikan pendirian PAUD-PAUD agar anak-anak dari kalangan masyarakat ekonomi lemah terfasilitasi pendidikannya. Permasalahan yang kemudian muncul adalah apakah kualitas PAUD-PAUD yang sekarang menjamur memenuhi standar minimum yang telah ditetapkan departemen pendidikan yang terukur baik dari sarana prasarana, kualitas (pendidikan) guru, kuikulum yang diberlakukan dan ratio guru murid. Pemerintah telah menetapkan aturan tentang standar PAUD melalui peraturan menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia nomor 58 tahun 2009 tentang standar PAUD meliputi pendidikan formal dan nonformal yang terdiri atas : a) Standar tingkat pencapaian perkembangan, b) Standar pendidikan dan tenaga kependidikan, c) Standar isi, proses dan penilaian dan d) Standar sarana prasarana, pengelolaan dan pembiayaan.

Banyak penelitian yang membuktikan pentingnya pendidikan anak usia dini terhadap kehidupan anak pada tahap selanjutnya. Osakwe (2009), mengidentifikasikan pengaruh pengalaman PAUD pada performan akademik pada tahap selanjutnya. Peran serta dari pihak keluarga dalam menunjang pendidikan anak disekolah sangat membantu proses pendidikan anak untuk membentuk kualitas anak yang sehat, pintar dan berkarakter terpuji. Oleh karenanya secara universal diakui bahwa peran keluarga dan sekolah sangat penting dan vital dalam menciptakan sumberdaya manusia (SDM) yang handal dan berkualitas yaitu yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang kuat dan kesehatan yang prima disamping penguasaan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi serta kecerdasan emosional yang sangat menentukan masa depannya. Pada kenyataannya, banyak keluarga yang tidak memiliki pengetahuan cukup tentang pengasuhan atau bisa juga apabila memiliki pengetahuan tetapi tidak menerapkannya dalam pengasuhannya. Zevalkink (2008) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa bayi dan anak-anak dibawah dua tahun dengan hubungan pengasuhan yang baik akan hidup dalam lingkungan rumah yang lebih baik dibandingkan dengan anak-anak yang tidak mendapatkan pengasuhan yang nyaman.

Saat ini di Indonesia terdapat dua jenis pendidikan anak usia dini yaitu PAUD formal dan PAUD non formal. Taman Kanak-kanak merupakan bentuk PAUD formal, sedangkan SBB (Semai Benih Bangsa) merupakan bentuk PAUD non formal binaan Indonesia Heritage Foundation (IHF), dimana pembelajaran yang digunakan di sekolah ini adalah pendidikan holistic berbasis karakter dengan menerapkan kaidah DAP (Developmentally Appropriate Practices). Untuk menjawab kebutuhan tempat pendidikan anak usia dini terutama di kalangan masyarakat ekonomi menengah kebawah, justru saat ini yang paling banyak berdiri adalah PAUD yang didirikan di posyandu-posyandu dimana dipertanyakan kualitas proses pembelajarannya baik dilihat dari sarana prasarana, kompetensi guru dan kurikulum yang diterapkan. Banyak studi menunjukkan, PAUD/TK yang tidak berkualitas justru menghambat perkembangan anak, sehingga amat berbahaya karena akan terbawa sampai anak dewasa. Dengan melihat ragam model PAUD-PAUD yang ada saat ini, dipertanyakan bagaimana outcomes anak didiknya terutama kecerdasan emosionalnya, mengingat peran kecerdasan ini


(19)

5

pada kualitas hidup anak selanjutnya. Disamping stimulasi yang diperoleh anak usia dini di sekolah, anak juga memperoleh pengasuhan di rumah. Bagaimana dampak stimulasi yang diterima anak dari kedua tempat tersebut terhadap kecerdasan emosionalnya.

Berdasarkan uraian diatas, maka yang menjadi pertanyaan penelitian ini adalah :1) Apakah perbedaan model pendidikan prasekolah berpengaruh terhadap kecerdasan emosional anak usia dini, 2) Apakah kualitas pengasuhan ibu dirumah berpengaruh pula terhadap kecerdasan emosional anak usia dini

Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh kualitas pengasuhan dan model pendidikan prasekolah (PAUD, SBB dan TK) terhadap kecerdasan emosional anak usia dini.

Tujuan Khusus

1) Menganalisis pengaruh kualitas pengasuhan ibu terhadap kecerdasan emosional anak berdasarkan model pendidikan prasekolah (PAUD, SBB dan TK)

2) Menganalisis pengaruh kualitas model pendidikan prasekolah (PAUD, SBB dan TK) yang diukur dari sarana prasarana, kurikulum yang patut dan menyenangkan (DAP), pendidikan guru dan ratio guru murid terhadap kecerdasan emosional anak berdasarkan model pendidikan prasekolah.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini terutama bagi penulis adalah memperkaya pengalaman penelitian, kegiatan keilmuan sebagai sarana pengembangan wawasan dan peningkatan kemampuan analisis terhadap masalah-masalah praktis khususnya dibidang ilmu keluarga dan perkembangan anak.

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi bagi semua pihak terkait. Bagi orangtua, penelitian ini dapat memberikan gambaran untuk meningkatkan kualitas pengasuhan sehingga diharapkan menghasilkan anak-anak dengan kecerdasan emosional yang tinggi. Memberi masukan kepada penyelenggara pendidikan anak usia dini tentang kualitas pendidikan anak usia dini sehingga diharapkan dapat menghasilkan anak-anak dengan kecerdasan emosional yang tinggi.

Akhirnya penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan keilmuan, khususnya dalam bidang ilmu keluarga dan perkembangan anak serta dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pengembangan penelitian-penelitian sejenis di masa yang akan datang.


(20)

2 TINJAUAN PUSTAKA Kualitas Pengasuhan Ibu

Menurut Tambingon (1999), interaksi antara pengasuh dan anak merupakan bagian dari kualitas pengasuhan, yang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, kepribadian dan pengalaman pengasuh (Satoto 1990) menuturkan bahwa peran pengasuh dapat mempengaruhi perkembangan anak, baik secara positif maupun negatif. Hal ini dikarenakan dalam berinteraksi dengan anak, pengasuh dapat memainkan peran yang secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap anak. Oleh karena itu, perkembangan anak yang optimal sangat bergantung pada kualitas pengasuhan yang diberikan orangtua/pengasuh. Hurlock (1980) menyatakan bahwa pembentukan sumberdaya manusia yang berkualitas harus dimulai dengan pemberian perhatian yang memadai dari orangtua kepada anak, sejak dini hingga anak dewasa. Orangtua, terutama ibu merupakan orang pertama dan utama yang mempengaruhi proses sosialisasi anak. Oleh karena itu, peran orangtua sangat berpengaruh terhadap pembentukan kepribadian, kemampuan dan tumbuh kembang anak. Salah satu wujud perhatian orangtua dalam kehidupan anak adalah dalam bentuk pengasuhan.

Pengasuhan adalah aktivitas individu dalam mempengaruhi keadaan anak, yang merupakan tanggung jawab orangtua. Pada umumnya, ibu adalah orang yang paling perhatian terhadap kualitas kehidupan anak. Walaupun dalam prakteknya, peran ayah dan anggota keluarga yang lain turut mempengaruhi kualitas anak. Sikap, kebiasaan dan pola perilaku yang dibentuk pada tahun tahun pertama kehidupan anak akan sangat menentukan keberhasilan anak dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Hal ini berjalan seiring dengan pertambahan usia mereka (Hurlock 1980). Perkembangan anak yang optimal terletak pada kualitas pengasuhan yang mereka terima, bukan pada kuantitas waktu yang diberikan ibu. Kualitas interaksi lebih penting daripada kuantitas. Apabila stimulasi diberikan secara teratur dan terarah, maka anak akan lebih cepat berkembang dibandingkan dengan anak yang kurang mendapat stimulasi (Soetjiningsih 1995 dalam Rusyantia 2006).

Untuk mengukur kualitas pengasuhan ibu, digunakan instrumen HOME

(Home Observation and Measurement on Environment, Caldwell 1984). Menurut

Totsika dan Sylva (2004), HOME merupakan sebuah pengukuran sistematik lingkungan dimana anak dibesarkan. Tujuan utama dari instrumen ini untuk mengukur, dalam konteks naturalistik, kualitas dan kuantitas rangsangan dan dukungan yang tersedia untuk anak di lingkungan rumah. Fokusnya adalah pada pengalaman anak di lingkungan rumah, anak sebagai penerima aktif, peristiwa dan transaksi yang terjadi sehubungan dengan lingkungan keluarga. Instrumen ini terbukti berhasil digunakan dalam penelitian-penelitian pada perkembangan anak-anak normal dan pada contoh-contoh yang menggambarkan populasi-populasi dari keluarga beresiko tinggi. HOME telah digunakan secara luas dalam penelitian untuk mengungkapkan hubungan antara beberapa aspek lingkungan rumah dan hasil perkembangan anak-anak. Hubungan yang sangat baik antara nilai awal HOME dan perkembangan kompetensi anak-anak juga telah ditemukan di populasi nonnormative dan penelitian telah berusaha untuk mengidentifikasi aspek-aspek tertentu dari lingkungan rumah ,seperti yang diindeks oleh subskala


(21)

7

HOME yang mengungkapkan kekuatan atau kelemahan dari rumah populasi berisiko.

Pengasuhan salah satunya dapat berpengaruh terhadap perkembangan kecerdasan emotional, seperti dikatakan oleh Baumrind (1966, 1967, 1995) bahwa praktek pengasuhan dapat sangat kuat mempengaruhi kontrol diri anak, cara anak bersosialisasi, kemampuan bersosialisasi (Kuczyinski dan Kochanska 1995), memaknai masalah-masalah (Webster-Stratton 1998), rasa optimis (Seligman 1995), persaingan diantara teman sebaya (Gottman et al 1997), gejala depresi (Lempers, Clark-Lempers & Simons 1989) dan strategi-strategi mengatasi (Mesters 2004).

Kualitas Pendidikan Prasekolah

Membangun bangsa yang maju dimulai dari memberikan pendidikan dan perhatian kepada setiap anak mulai dari usia dini sejak anak lahir, bahkan kalau mungkin sejak masih dalam kandungan. Usia dini merupakan masa keemasan (golden age), dimana pada masa ini untuk menanamkan dan mengembangkan karakter dan kecerdasan anak yang akan menentukan kepribadian dan jati dirinya dimasa yang akan datang. Hasil-hasil studi dibidang neurologi mengetengahkan antara lain bahwa perkembangan kognitif anak telah mencapai 50% ketika anak berusia 4 tahun, 80% ketika anak berusia 8 tahun, dan genap 100% ketika anak berusia 18 tahun. Studi tersebut makin menguatkan pendapat para ahli sebelumnya, tentang keberadaan masa peka atau masa emas (golden age) pada anak-anak usia dini. Masa emas perkembangan anak yang hanya datang sekali seumur hidup tidak boleh disia-siakan. Hal itu semakin menegaskan bahwa sesungguhnya pendidikan yang dimulai setelah usia SD tidaklah benar. Hastuti (2006), studi evaluasi dari program Head Start menghasilkan penemuan dari para pendidik dan peneliti pada tahun 60-an dan 70-an bahwa akibat partisipasi pendidikan sekolah pada perkembangan kognitif anak menghilang pada akhir tahun kedua di sekolah dasar.

Investasi pendidikan manusia dapat dilihat sebagai investasi untuk pembentukan kepribadian. Pendidikan harus sudah dimulai sejak usia dini supaya tidak terlambat. Sehingga penting bagi anak untuk mendapatkan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) (Martini 2006). Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Reynolds et al (2001) menyatakan bahwa keterlibatan anak dalam program pendidikan anak usia dini berhubungan dengan kualitas pendidikan dan kehidupan sosial seseorang dalam jangka panjang. Investasi pendidikan usia dini antara lain menurunkan angka perilaku kriminal, perawatan kesehatan yang lebih baik, pemberian makanan yang tepat dan kemungkinan dapat meningkatkan perilaku sosial yang harmonis (Kartal 2007).

Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitik beratkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar),


(22)

kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku serta agama), bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini. Saat ini, pendidikan usia dini baru dirasakan oleh sebagian kecil anak di Indonesia. Hasil pendataan Depdiknas pada tahun 2012, dari 32,4 juta anak usia 0 - 6 tahun sebanyak 69,4 persen sudah mendapat layanan pendidikan usia dini. Sebagian besar di antara mereka, yakni 2,6 juta, mendapatkan pendidikan dengan jalan masuk ke Sekolah Dasar pada usia lebih awal. Sebanyak 2,5 juta anak mendapat pendidikan di Bina Keluarga Balita (BKB), 2,1 juta anak bersekolah di TK atau Raidhatul Atfhal, dan sekitar 100.000 anak di kelompok bermain (play group). Rasio jumlah lembaga pendidikan dan anak usia dini diperkirakan 1:8. Data tersebut memperlihatkan bahwa pendidikan anak usia dini (PAUD) belum cukup mendapatkan perhatian padahal kapasitas perkembangan kognitif anak sudah dapat terbentuk pada usia dini jauh dibawah usia sekolah . Hal tersebut merupakan suatu masalah yang perlu mendapatkan perhatian dimana masih banyak pihak yang belum mengetahui pentingnya pendidikan anak usia dini bagi perkembangan kognitif anak. Pengasahan pola kemampuan berfikir kreatif dan berkepribadian kreatifpun ditumbuhkan pada pembelajaran di prasekolah (Lee, Kyung –Hwa 2005). Bahkan menurut Gleason, TR et al (2005), temperamental dan persahabatanpun diasah di sekolah sehingga anak lebih mampu mengendalikan temperamennya serta menjalin hubungan sosial yang lebih baik. Kesiapan anak untuk melangkah ke jenjang pendidikan selanjutnya serta mampu bersaing secara akademik diutarakan oleh Sassu, R (2007).

Ray, K. dan Maureen C.Smith (2010) menyatakan Taman Kanak-kanak adalah pengenalan pertama anak untuk sekolah, dimana menjadi tempat kurang banyak memiliki kegiatan yang ditujukan untuk melatih anak berpikir kreatif, eksplorasi bebas dan berpura-pura bermain, tetapi lebih banyak berkaitan dengan pengaturan terstruktur dan persyaratan ketat untuk mempersiapkan anak-anak mencapai standar penilaian masa depan. Semai Benih Bangsa (SBB) adalah wadah pendidikan anak usia dini yang menerapkan kurikulum pendidikan holistik berbasis karakter yang merupakan pendidikan non formal anak usia prasekolah yang dikembangkan oleh Indonesia Heritage Foundation (IHF). SBB ini menerapkan pendidikan holistik yang sesuai dengan konsep Developmentally

Appropriate Practices/DAP (Megawangi 2008)

Salah satu ukuran kualitas pendidikan prasekolah adalah kurikulum yang digunakan. Developmentally Appropriate Practices (DAP) merupakan kurikulum yang patut dan menyenangkan. Berawal dari tahun 1980an muncul kritikan terhadap kurikulum yang dinilai mematikan semangat dan kecintaan anak untuk belajar, terutama dari NAEYC (National Associaton for the Education of Young Children). Kurikulum tahun 1960an – akhir 1970an merupakan kurikulum yang tidak sesuai dengan tahapan perkembangan anak, terutama pada anak-anak yang berumur dibawah 8 tahun sehingga mengakibatkan anak tidak dapat berfikir kritis dan tidak dapat menyelesaikan masalah. Sehingga pada tahun 1980, NAEYC (National Associatio for the Education of Young Children) oleh Sue Bredekamp (1997) membuat petisi reformasi pendidikan Developmentally Appropriate

Practices/DAP dan sejak thn 1980 sekolah di AS memakai konsep DAP. Adapun

3 dimensi dalam DAP yang saling terkait yaitu a) patut menurut umur, b) patut menurut lingkungan sosial budaya dan 3) patut menurut anak sebagai individu


(23)

9

yang unik. Dalam proses belajar, guru memegang peran yang sangat penting terutama pemahaman akan perkembangan anak. Kim (2011) menyebutkan bahwa pemahaman dan interpretasi guru akan DAP lebih kuat pada yang sudah mengikuti pelatihan

Kecerdasan Emosional

Menurut Yusuf (2004), emosi adalah suatu keadaaan perasaan kompleks yang disertai karakteristik kelenjar dan motorik. Sarlito Wirawan Sarwono dalam Suseno (2009) berpendapat bahwa emosi merupakan setiap keadaan pada diri seseorang yang disertai warna afektif baik pada tingkat lemah (dangkal) maupun pada tingkat yang luas (mendalam), warna afektif dapat diartikan pula dengan adanya perasaan-perasaan tertentu yang dialami pada saat menghadapi situasi tertentu dan mempengaruhi perilakunya. Sedangkan menurut Santrock (2007), emosi didefinisikan sebagai perasaan atau afeksi yang timbul ketika seseorang sedang berada dalam suatu keadaan atau suatu interaksi yang dianggap penting olehnya, terutama well being dirinya. Emosi diwakili oleh perilaku yang mengekspresikan kenyamanan atau ketidaknyamanan terhadap keadaan atau interaksi yang sedang dialami. Emosi juga bisa berbentuk sesuatu yang spesifik seperti rasa senang, takut, marah dan sebagainya.

Kamus besar bahasa Indonesia (1988) mengartikan kecerdasan sebagai perihal cerdas atau kesempurnaan akal budi (seperti kepandaian dan ketajaman pikiran) dan emosi merupakan luapan perasaan yang berkembang dan surut dalam waktu singkat. Oxford English Dictionary mendefinisikan emosi sebagai setiap kegiatan atau pergolakan pikiran, perasaan, nafsu, setiap keadaan mental yang hebat atau meluap-luap (Goleman 1997). Salovey dan Mayer mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai himpunan bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan memantau perasaan dan emosi baik pada diri sendiri maupun pada orang lain, memilah-milah semuanya dan menggunakan informasi ini untuk membimbing pikiran dan tindakan (Shapiro 2001).

Salovey dan Mayer menggunakan istilah kecerdasan emosi untuk menggambarkan sejumlah ketrampilan yang berhubungan dengan keakuratan penilaian tentang emosi diri sendiri dan orang lain serta kemampuan mengelola perasaan untuk memotivasi, merencanakan dan meraih tujuan kehidupan. Salovey (Goleman 1997) membagi kecerdasan emosional ini menjadi lima wilayah utama yaitu :1) Mengenali emosi diri; 2) Mengelola emosi; 3) Memotivasi diri sendiri; 4) Mengenali emosi orang lain; 5) Membina hubungan. Mengenali emosi diri adalah kesadaran diri tentang mengenali sewaktu perasaan itu terjadi, dan kemampuan mengenali emosi diri merupakan dasar kecerdasan emosional. Ahli psikologis menyebut kesadaran diri ini sebagai metamood yaitu kesadaran diri seseorang akan emosinya sendiri. Banyak ahli percaya bahwa kesadaran diri dapat dilatih kepada anak, sejak usia dini anak dapat belajar menganalisa perasaannya sendiri. Melatih anak untuk mampu mengenali perasaan yang dirasakannya sejak usia dini dan mengenali perasaan yang dirasakannya sejak usia dini dan mengenali penyebab terjadinya perasaan yang dirasakan merupakan langkah penting untuk meningkatkan kecerdasan emosional.


(24)

Anak usia dini merupakan masa usia emas dimana perkembangan otak atau berkembang sangat pesat atau lebih tepatnya saat yang penting untuk merangsang kemampuan berpikir anak secara optimal. Hasil penelitian Kramer, TJ et al (2010) membuktikan bahwa masalah emosional dan perilaku selama prasekolah sering berlangsung dalam waktu yang lama. Kesulitan emosional dan perilaku pada usia dini berdampak negatif terhadap akademik siswa. Belajar sejak kecil berarti menerapkan pengetahuan yang dibutuhkan otak anak selama tahun-tahun awal perkembangan mereka. Pembelajaran yang tepat sejak dini diharapkan dapat menunjang perkembangan mental yang dapat meningkatkan motivasi belajar agar lebih bergairah dan lebih cerdas. Menurut Goleman (dalam Ayriza 2006) untuk menstimulus kecerdasan emosional anak pada awalnya adalah dengan mengoptimalkan peran anak dalam kehidupan sehari-hari. Langkah tersebut dapat diawali dengan mengembangkan lima wilayah kecerdasan emosional, antara lain kemampuan mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain serta membina hubungan yang baik dengan orang lain. Emosi merupakan suatu keadaan atau perasaan yang bergejolak pada diri seseorang yang disadari dan diungkapkan melalui wajah atau tindakan, yang berfungsi sebagai inner adjustment (penyesuaian dari dalam) terhadap lingkungan untuk mencapai kesejahteraan dan keselamatan. Kemampuan untuk bereaksi secara emosional sudah ada sejak bayi dilahirkan. Anak belum mampu menunjukkan reaksi emosional yang sebanding terhadap stimulasi yang dialaminya. Emosi yang seringkali tampak sehingga anak-anak seringkali tidak mampu menahan emosinya, cenderung emosi anak nampak dan bahkan berlebihan. Emosi anak yang cenderung lebih bersifat sementara memiliki arti dalam waktu yang relatif singkat emosi anak dapat berubah dari marah kemudian tersenyum, dari ceria berubah menjadi murung.

Dari hasil-hasil penelitian terdahulu (Febriana 2001, Febrindah 2001, Kushartanti 2001) dikemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional. Adapun faktor-faktor tersebut antara lain :1) pendidikan ibu, 2) riwayat pengasuhan ibu, 3) interaksi orang tua dan anak, 4) gender (jenis kelamin) dan 5) pemberian stimulasi. Diantara Faktor-faktor tersebut diatas, ternyata interaksi antara pengasuh (orang tua atau penggantinya) dengan anak merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap kecerdasan emosional anak.


(25)

11

Tabel 2.1 Ringkasan jurnal-jurnal

No Judul & Penulis Contoh Metode Hasil

1. Allegre, A. 2012. Is There a

Relation between Mother’s Parenting Styles and Children’s

Trait Emotional Intelligence? Electrinic Journal of Research in Educational Psychology. 10(1), 005-034. IISSN: 1696-2095. 2012, no. 26

-Ibu dan anak-anak dari : 1. keluarga dengan pengasuhan positif dan negatif 2. authoritative, authoritarian,

permissive dan tidak ada keterlibatan

- Wawancara dengan menggunakan

kuesioner self report (laporan diri)

1.Tidak ada hubungan antara pengukuran ran kecerdasan emosional dengan pengasuhan nega gatif dan pengasuhan positif

2. Hasil analisis ANOVA menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan pada kecerdasan emosional diantara empat gaya pengasuhan (authoritative, authoritarian, permisive dan uninvolved

2. Kramer, T.J, Paul Caldarella, Lynnete Christensen, Ryan H. Shatzer. 2009. Social and Emotional Learning in the kindergarten Classroom: Evaluation of the Strong Start Curriculum. Eary Childhood Educ J (2010) 37:303-309 DOI

10.1007/s10643-009-0354-8

67 siswa Taman Kanak-kanak

Time-series design Terdapat kecenderungan kenaikan perilaku prososial siswa dan penurunan perilaku internal yang dirating oleh guru dan orangtua siswa.

3. Hinnant, J Benjamin and Marion

O’Brien. 2007. Cognitive and Emotional Control and Perspective Taking and Their Relations to Empathy in 5_Year_Old Children. The Journal of Genetic Psychology, 2007, 168(30, 301-322

57 anak usia 5 tahun dan ibunya

-pengukuran

interaksi antara komponen empati kognitif dan emosional diri dan mengetahui perspetif orang lain

-tidak terdapat hubungan langsung antara kontrol kognitif dan empati, tetapi ada bukti hubungan tersebut saat dimoderasi oleh gender anak, yaitu terdapat hubungan yang signifikan positif pada laki-laki tetapi tidak pada perempuan. Anak laki-laki dan perempuan memiliki proses belajar yang berbeda dalam memahami penderitaan orang .


(26)

Lanjutan...

No Judul & Penulis Contoh Metode Hasil

4. SASSU, Raluca. 2007. The Evaluation of School Readiness for 5 – 8 Years Old Children-Cognitive, Social-Emotional, and Motor Coordination and Physical Health Perspective. Cognition, Brain, Behavior (2007) Romanian Association for Cognitive Science, h), 67 – 81.

Anak usia 5- 8 tahun di Sibiu , Romania

Cross-sectional Study

Kesiapan sekolah ditentukan oleh tiga hal yaitu kognitif, sosial emosi dan kesehatan fisik dan motorik

5. Edwards, S and Amy

Cutter-Mackenzie. 2011.

Environmentalising early childhood education curricullum through pedagogies play. Australian Journal of Early Childhood.

114 anak usia 4 – 5 tahun dan 16 guru dari 16 sekolah dengan pembelajaran center di seluruh Melbourne

Melalui tiga jenis permainan (bermain terbuka, bermain dimodelkan , bermain yang sengaja dibingkai) ke dalam kelompok-kelompok

Pengajaran yang disengaja dan pembelajaran berbasis bermain dapat dibingkai sesuai dengan integrasi dari tiga jenis permainan yang mendukung akuisisi pengetahuan isi yang berhubungan dengan pendidikan lingkungan.

6. Sri-Ampai, P. 2011. The Result of Applying Contemplative Education Concepts in Learning Actiities on the EQ of first Yar Students majoring in Early Childhood Education. European journal of Social Sciences – Volume 24, number 1 (2011)

35 mahasiswa semester pertama jurusan pendidikan Anak Usia Dini, Universitas Mahasarakham, Thailand.

-EQ Assessment Form (milik departemen

Kesehatana Mental, Kementrian

Kesehatan masyarakat.

Skor EQ siswa rata-rata lebih tinggi daripada norma dalam setiap aspek pada masing-masing faktor, skor EQ siswa setelh melakukan kegiatan belajar dengan menerapkan konsep pendidikan kontemplatif lebih tinggi dari sebelum melakukan kegiatan belajar dalam setiap aspek pada setiap faktor (yang baik, cerdas dan bahagia).


(27)

13

Lanjutan...

No Judul & Penulis Contoh Metode Hasil

7. Osakwe, R.N. 2009. The Effect of Early Childhood Education Experience on the Academic Performance of Primary School Children. Stud Home Comm Sci, 3(2): 143 – 147 (2009)

Siswa sekolah dasar Wawancara dengan menggunakan

kuesioner

Terdapat perbedaan yang signifikan antara siswa yang memiliki pendidikan sebelum sekolah dasar dan siswa tanpa pendidikan sebelum sekolah dasar dalam kemampuan kognitif-tampilan akademik, ketrampilan sosial motorik.

8. Rudiati, Tumirah dan N. Surtinah. 2010. Perbedaan Perkembangan Psikososial Antara Anak TK dengan Playgroup dan tanpa Playgroup. Jurnal penelitian kesehatan suara Forikes 28. Edisi Khusus Hari kesehatan Nasional, November 2010 ISSN: 2086-3098.

96 anak-anak TK (4-7 tahun) : 34 anak dengan play group dan 62 anak tanpa play group di taman Kanak-kanak desa Mojopurno

kecamatan Ngariboyo

Kabupaten Magetan.

Survey Analitik dengan rancangan penelitian kasus kontrol dengan menggunakan

pendekatan retrospective.

Sebagian besar anak TK kelompok dengan

playgroup mempunyai perkembangan

psikososial dengan kategori baik (67,6 persen), Pada kelompok anak TK tanpa playgroup sebagian besar mempunyai perkembangan psikososial kategori kurang (48,4 persen). Hasil uji Mann Whitney U Test menunjukkan ada perbedaan perkembangan psikososial anak TK dengan playgroup dan tanpa playgroup

9. Yeon Ha Kim and Yang Eun Kim. 2010. Korean Early Childhood educators multi-dimensional teacher self-efficacy and ECE center climate and depression severity in teachers as contributing factors. Teaching and teacher Education 26 (2010) 1117-1123.

Guru (pendidik) anak usia dini di Korea Selatan.

Mengetahui self-efficacy guru (pendidik) anak usia dini dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Metode : survey

Iklim sekolah adalah faktor kontekstual signifikan yang terkait dengan semua domain self-efficacy guru di Korea Selatan


(28)

Lanjutan...

No Judul & Penulis Contoh Metode Hasil

10. Ashdown, DM.Michael E Bernard. 2011. Can Explicit Instruction in Social and Emotional Learning Skills Benefit the Social-Emotional Development, Wellbeing and Academic Achievement of Young Children

100 anak usia dini Metode : eksperimen Ada perbedaan perkembangan social emosi dan prestasi akademik antara anak usia dini yang mendapatkan YCDI curriculum dan kelompok control


(29)

15

3 KERANGKA PEMIKIRAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan teori struktural fungsional yang melihat bahwa keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang berperan penting dalam fungsi ekspresif atau pengasuhan yang memiliki tujuan menciptakan suasana harmonis dan menuju suatu sistem keseimbangan. Keluarga memiliki peranan penting bagi pertumbuhan dan perkembangan anak yang akan berpengaruh terhadap pembentukan sumberdaya manusia yang tangguh. Keluarga merupakan tempat pertama dan utama bagi individu untuk belajar bersosialisasi sehingga sudah selayaknya keluarga memberikan pendidikan yang terbaik sebelum anggota keluarganya memasuki kehidupan masyarakat sosial yang lebih luas lagi. Pengasuhan dirumah akan berperan dalam menentukan karakter anak. Pendidikan dan pekerjaan orang tua serta pendapatan keluarga menentukan kualitas sumberdaya manusia, yang pembentukannya dimulai dari usia dini, bahkan sejak anak masih dari kandungan yaitu melalui stimulasi yang diterima. Umumnya anak mendapatkan stimulasi awal dari keluarga yaitu dari pengasuhan yang diterimanya. Selain itu dengan berkembangnya kemajuan pengetahuan, kesadaran orang tua untuk mendapatkan kualitas anak seperti yang diinginkan, mereka memasukkan anak pada sekolah dengan harapan anak tersebut mendapatkan pendidikan dan stimulasi selain yang didapat dari rumah. Seperti diungkapkan oleh Megawangi (2009), salah satu kewajiban utama orang tua dan juga para pendidik di sekolah adalah melestarikan dan mengajarkan nilai-nilai moral kepada anak yang diperlukan untuk pembentukan karakter sebagai dasar terbentuknya tatanan masyarakat yang beradab dan sejahtera.

Lingkungan keluarga merupakan lingkungan terdekat bagi seorang anak. Seperti disebutkan dalam teori ekologi Bronfenbrener yang menyebutkan bahwa perkembangan anak tergantung dari sistim hubungan yang membentuk lingkungan mereka. Pengasuhan dirumah yang biasanya dilakukan oleh ibu sangat menentukan kualitas anak. Sekolah merupakan lingkungan terdekat anak selain keluarga dimana anak menerima stimulasi yang mempengaruhi perkembangannya. Adapun stimulasi yang diterima anak di sekolah dipengaruhi oleh beberapa hal seperti sarana prasarana belajar, mutu dari pendidik yang meliputi pendidikan dan pemahaman serta pengetahuan guru akan perkembangan anak dan yang tak kalah pentingnya adalah kurikulum yang diberlakukan patut dan menyenangkan. Dalam masa prasekolah, anak diharapkan dapat menggali seluruh potensi yang ada dalam dirinya baik pengembangan fisik, kognitif, sosial, emosi dan moral sehingga memiliki bekal yang cukup untuk masuk ke jenjang sekolah berikutnya.

Untuk menjawab permintaan pasar, banyak bermunculan model pendidikan prasekolah, baik dari keluarga yang berasal dari golongan ekonomi atas, menengah maupun bawah. Setiap model pendidikan prasekolah tersebut disesuaikan dengan ketersediaan dana dan pemahaman akan perkembangan anak yang akan berdampak pada kualitas sarana prasarana, kompetensi pendidik dan kurikulum yang diberlakukan. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah kuantitas PAUD yang berdiri selaras dengan kualitasnya. Kualitas PAUD terukur dari kelengkapan sarana prasarana, kompetensi guru, ratio guru murid dan kurikulum yang digunakan apakah merujuk pada kurikulum yang patut dan menyenangkan (Developmentally Appropriate Practices/DAP). Selain itu, interaksi guru – anak


(30)

terutama ditentukan oleh efektivitas guru dan perilaku umum di kelas serta dipengaruhi oleh lingkungan kerja dan keyakinan pribadi guru. Kualitas guru telah diukur menggunakan sejumlah indikator termasuk pencapaian pendidikan guru, pelatihan yang pernah diikuti, dukungan profesi. Salah satu target pencapaian perkembangan anak yang termaktub dalam kurikulum PAUD adalah perkembangan kecerdasan emosional anak. PAUD yang banyak bermunculan saat ini memiliki masing-masing konsep pembelajaran dengan masing-masing target. Sayangnya berkembangnya lembaga pendidikan anak usia dini yang saat ini ada, tidak semua sesuai dengan perkembangan anak, sehingga tujuannya menjadi tidak tercapai.

Di Indonesia terdapat dua macam jalur PAUD yaitu informal dan formal. PAUD non formal berbasis posyandu banyak bermunculan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Taman Kanak-kanak dengan kurikulum yang menginduk pada departemen pendidikan merupakan contoh PAUD formal. Semai Benih Bangsa merupakan PAUD non formal yang memiliki nilai lebih karena guru-gurunya mengikuti pelatihan dan kurikulum yang dipakai adalah kurikulum holistik yang berbasis karakter yang sesuai dengan prinsip/kaidah DAP (Developmentally Approriate Practices) .Ditengarai dengan adanya perbedaan model PAUD tersebut diperkirakan akan mempengaruhi stimulasi yang diberikan dan akhirnya akan mempengaruhi outcomes anak didik baik perkembangan fisik, kognitif, moral, sosial dan emosional. Permasalahan yang kemudian muncul adalah keraguan akan kualitas dari pendidikan anak usia dini yang ada, baik dilihat dari sarana prasarana, kompetensi guru dan kurikulum yang diberlakukan.

Kecerdasan emosional merupakan salah satu komponen terpenting yang menentukan kualitas anak dikemudian hari. Bahkan Golemann (1997) menyatakan bahwa 80 persen kesuksesan seseorang dikemudian hari ditentukan oleh EQ dan sisanya oleh IQ. Banyak referensi dan penelitian-penelitian yang membuktikan bahwa pengasuhan berpengaruh terhadap kualitas anak. Dalam penelitiannya, Hinnant, JB dan Marion (2007) menjelaskan interaksi antara komponen kognitif dan emosional pada anak usia dini sehingga memiliki kemampuan untuk mengatur kognitif dan emosional dirinya dan kemampuan untuk mengetahui perspektif orang lain. Selain itu program pendidikan anak usia dini juga bertujuan untuk menginformasikan orangtua tentang pengetahuan baru yang relevan dan ketrampilan tentang perawatan anak, pengembangan dan pendidikan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional selain stimulasi yang diberikan oleh keluarga dan sekolah, juga pengasuhan yang diterapkan ibu terhadap anaknya dan juga riwayat keluarga yaitu faktor genetik dalam keluarga tersebut.


(31)

17

KERANGKA PEMIKIRAN

Gambar 3.1 Kerangka Pemikiran Karakteristik Sekolah

(Model Pendidikan Prasekolah ): -PAUD -SBB -TK

Stimulasi Pendidikan Prasekolah :

-Sarana Prasarana -Kurikulum (DAP) -Pendidikan Guru -Ratio Guru-murid

Kecerdasan Emosional: -Kesadaran Diri -Pengaturan Diri -Motivasi -Empati

-Ketrampilan Sosial KualitasPengasuhanIbu

-Stimulasi Belajar -Stimulasi Bahasa -Lingkungan Fisik -Kehangatan dan penerimaan

-Stimulasi Akademik -Modelling

-Variasi Stimulasi -Hukuman

Gaya Pengasuhan Riwayat

Keluarga

Karakteristik Contoh: -Umur

-Jenis Kelamin Karakteristik Keluarga: -Umur Ayah dan Ibu -Pendidikan Ayah dan Ibu -Pendapatan per kapita Perbulan

-Besar Keluarga -Status Bekerja Ibu


(32)

4 METODE PENELITIAN Disain, Tempat dan Waktu penelitian

Disain penelitian ini adalah cross sectional study. Penelitian dilakukan di enam PAUD yang terdiri dari dua Taman Kanak-kanak, dua Semai Benih Bangsa (SBB) binaan Indonesia Heritage Foundation dan dua PAUD yang berada di Kabupaten Bogor. Pengambilan data dilakukan pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2013.

Penarikan Contoh

Populasi contoh dalam penelitian ini adalah anak usia dini yang mengikuti pembelajaran di PAUD-PAUD di kabupaten Bogor yang terdiri dari dua Taman Kanak-Kanak (TK) yaitu di TK Al Husna (Leuwiliang) dan TK Firdaus Albana (Rumpin), dua Semai Benih Bangsa (SBB) binaan Indonesia Heritage Foundation yaitu SBB Pinus dan SBB Cendana dan dua PAUD non formal yaitu PAUD Bai Bara dan PAUD Darur Rohmah. Pengambilan contoh PAUD dilakukan secara purposive . Sampel penelitian ini adalah anak usia dini yang diambil sebanyak 105 anak tanpa membedakan jenis kelamin yang dilakukan secara acak sederhana dengan masing-masing sebanyak 35 anak usia dini pada setiap jenis sekolah. Pengambilan sampel sebanyak 35 orang untuk setiap model pendidikan prasekolah didasarkan pada kenyataan minimnya jumlah murid terutama pada model sekolah SBB dari tahun ke tahun. Dalam setahun tidak pernah lebih dari 18 siswa , bahkan pernah terjadi tidak ada satupun murid yang mendaftar pada tahun ajaran baru. Pemilihan contoh dilakukan dengan menggunakan metode cluster random sampling. Kerangka penarikan contoh terlihat pada Gambar 2.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Sebagian data primer yang dikumpulkan meliputi data karakteristik anak (umur, jenis kelamin), karakteristik keluarga (besar keluarga, usia orangtua, pendidikan orangtua, pekerjaan orang tua dan pendapatan perkapita), karakteristik sekolah (sarana/prasarana, kompetensi guru, proses pembelajaran atau kurikulum yang patut dan menyenangkan dan ratio guru murid), kualitas pengasuhan ibu dan kecerdasan emosional anak usia dini. Keseluruhan data primer tersebut dikumpulkan dengan alat bantu kuosioner dan hasil pengamatan terhadap sekolah, guru, orang tua dan anak. Jenis, cara pengumpulan data dan pengukuran variabel dapat dilihat pada Tabel 1


(33)

19

Purposive

Purposive

Satuan unit Random

Kluster Acak Sederhana

Gambar 4.1 Penarikan Contoh

Tabel 4.1 Jenis, cara pengumpulan data dan pengukuran variabel

Jenis data

Variabel Reponden Alat bantu

& item pertanyaan

Jenis skala Keterangan Konsep

Primer Karakteristik contoh: Orangtua Kuesioner

-Umur anak Ratio Tahun

-Jenis kelamin Nominal 1=lk,2=pr

Primer Karakteristik keluarga:

Orangtua Kuesioner

-Umur orangtua Ratio Tahun

-Pendidikan orangtua Interval -Pekerjaan orangtua Ordinal -Pendapatan per

kapita perbulan

Ratio Rp/bulan -Status kerja ibu Nominal 0=tidak

1= ya Primer

& sekun-der

Karakteristik sekolah Guru Kuesioner Diadopsi dan

dikembangkan dari Hastuti (2010) -Sarana prasarana 30 (0-30) Ordinal

-Pendidikan guru 6(0-6) Ordinal

Kabupaten Bogor

TK

TK TK SBB SBB Paud Paud

SBB PAUD


(34)

Lanjutan...

Jenis data

Variabel Reponden Alat bantu

& item pertanyaan

Jenis skala Keterangan Konsep

-Kurikulum 54(0-108) 0=tidak

pernah, 1=kadang-kadang 2=selalu

-Ratio guru murid Ordinal

Primer Kualitas Pengasuhan Ibu

Ibu Kuesioner

54 (0-54)

Ordinal 0=tidak, 1=ya

HOME (Caldwell, 1984)

Primer Kecerdasan emosional

Anak Kuesioner

25 (0-25)

Ordinal Kuesioner

kecerdasan emosional dikembangkan oleh peneliti Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh diolah melalui proses editing, coding, scoring, entry data, cleaning data dan analisis data dengan menggunakan program Microsoft Excel dan SPSS for windows.Analisis data yang digunakan meliputi uji korelasi Pearson dan analisis regresi linear berganda. Pengujian instrument dilakukan sebelum penelitian dilakukan dengan menggunakan uji realibilitas dan validitas. Nilai Cronbach’s alpha variabel kualitas pengasuhan ibu (HOME) dan kecerdasan emosional anak usia dini masing-masing adalah 0,89 dan 0,649.

Kualitas pengasuhan ibu diukur dengan menggunakan instrument HOME

(Home Observation and Measurement on Environment, Caldwell 1984), yang

terdiri dari delapan dimensi yaitu stimulasi belajar, stimulasi bahasa, lingkungan fisik, kehangatan dan penerimaan, stimulasi akademik, modeling, variasi stimulasi pada anak dan hukuman. Sedangkan kecerdasan emosional diukur dengan menggunakan instrument yang dikembangkan oleh peneliti yang terdiri dari lima dimensi yaitu kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati dan ketrampilan sosial yang merupakan pengembangan dari Emotional Intelligence (Goleman 2007). Skor total dari kualitas pengasuhan ibu dan kecerdasan emosional dibedakan menjadi tiga kategori yaitu kurang (<60 persen), sedang (60 – 80 persen) dan baik (>80 persen). Data selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel dan dianalisis secara deskriptif dan inferensial.

Statistik inferensial digunakan untuk mengeneralisasikan hasil penelitian dan data sampel, yaitu

1. Uji beda means (rata-rata) menggunakan uji beda-t berpasangan untuk menganalisis perbedaan karakteristik anak, karakteristik keluarga, model pendidikan prasekolah, kualitas pengasuhan ibu, dan kecerdasan emosional.


(35)

21

Tabel 4.2 Data dan cara pengkategorian

Variabel Kategori Karateristik anak dan keluarga

1.Jenis kelamin anak 0) Laki-laki 1) Perempuan

2.Umur anak 1) 48 – 59 bulan 4) 70 – 74 bulan 2) 60 – 64 bulan 5) 75 – 79 bulan 3) 65 – 69 bulan 6) 80 – 84 bulan 3.Umur ayah dan ibu 1) 20 – 24 tahun 4) 35 – 39 tahun 2) 25 – 29 tahun 5) 40 – 44 tahun 3) 30 – 34 tahun 6) > 44 tahun 4.Pendidikan ayah dan ibu 1) Tidak sekolah 6) Tidak tamat SMU 2) Tidak tamat SD 7) Tamat SMU 3) Tamat SD 8) Akademik 4) Tidak tamat SMP 9) Sarjana 5) Tamat SMP

5. Pendapatan perkapita 1) <=Rp. 250.000

2) Rp. 250.001 – Rp. 500.000 3) Rp. 500.001 – Rp. 750.000 4) Rp. 750.001 – Rp. 1.000.000

5) Rp. 1.000.001 – Rp. 1.250.000 6) Rp.1.250.001 – Rp. 1.500.000 7) >=Rp. 1.500.001

6. Besar keluarga

(BKKBN 1998) 1) Keluarga kecil (<=4 org) 2) Keluarga sedang (5-7 org) 3) Keluarga besar (>= 8 org) 7. Pekerjaan ayah 1) Tidak bekerja, 2) PNS, 3) Pedagang, 4) Buruh 5) Karyawan 6) Sektor Jasa, 7) Bertani/beternak

8) Lainnya

8. Status ibu bekerja 0) Tidak bekerja, 1) Bekerja 9. Kualitas pengasuhan ibu 1) Kurang (<60 %),

2) Sedang (60 % – 80 %) 3) Baik (> 80 %) 10. Kecerdasan emosional 1) Kurang (< 60 %) 2) Sedang (60 % - 80 %) 3) Baik (> 80 %)


(36)

Model uji beda t (Walpole, 1992) adalah sebagai berikut :

1

1

2 2 2 1 2 1 2 1 2 1

n

SD

n

SD

X

X

t

2. Uji korelasi berganda (Pearson) digunakan untuk melihat hubungan antar variabel.

Model koefisien korelasi (Walpole, 1992) adalah sebagai berikut :

3. Analisis faktor digunakan untuk mereduksi dimensi-dimensi proses pembelajaran (Developmentally Appropriate Practices/DAP) menjadi faktor-faktor sehingga mempermudah dalam melakukan analisis.

4. Uji regresi linier berganda digunakan untuk menguji variabel-variabel yang berpengaruh terhadap kecerdasan emosional. Regresi linier berganda digunakan untuk menguji beberapa factor sebagai variabel independen (multiple independent variables) yang berpengaruh terhadap suatu variabel dependen.

Model regresi linier berganda pada penelitian ini adalah : 1.Artikel 1

Y = β0 + β1 X1 + β2 X2 + β3X3 …….+ βnXn + ε

Dimana Y = kecerdasan emosional anak

X1 = Umur anak, X5 = Pendapatan perkapitaperbulan X2 = Jenis kelamin anak X6 = Kualitas pengasuhan ibu X3 = Pendidikan Ibu D1 = SBB

X4 = Status Kerja Ibu D2 = TK D3 = PAUD 2.Artikel 2

Y = β0 + β1 X1 + β2 X2 + β3 X3 + ...+ βn Xn + ε

Dimana Y = kecerdasan emosional

X1 = Umur anak X5 = Pendidikan guru X2 = Jenis kelamin anak X6 = Ratio guru murid

X3 = Sarana prasarana Model pendidikan prasekolah : X4 = Kurikulum 1 = SBB 3 = PAUD 2 = TK


(37)

23

Definisi Operasional

Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terhubung karena adanya ikatan perkawinan, ikatan darah, dan adopsi yang saling berinteraksi dan melakukan kerja sesuai dengan fungsinya masing-masing.

Anak usia dini adalah anak yang berada pada rentang usia 0 – 6 tahun

Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian stimulasi untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.

Karakteristik anak adalah variabel yang terdiri dari ciri-ciri anak yang meliputi umur dan jenis kelamin.

Karakteristik keluarga adalah variabel yang terdiri atas ciri-ciri keluarga contoh yang diduga berpengaruh terhadap segala perubahan yang terjadi pada kualitas pengasuhan yang meliputi usia orangtua, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, besar keluarga, pendapatan perkapita,.

Karakteristik sekolah adalah variabel yang tediri atas ciri-ciri sekolah yang memiliki fasilitas seperti sarana/prasarana, kurikulum, pendidikan guru dan ratio guru murid

Pendapatan perkapitaperbulanadalah jumlah total pemasukan yang didapatkan oleh tiap-tiap anggota keluarga sebagai usaha utama dan tambahan dalam satu bulan yang dinyatakan dalam rupiah dibagi dengan jumlah anggota keluarga yang digolongkan menjadi enam kategori, yaitu: <= Rp. 250.000 , Rp. 250.001 – Rp. 500.000, Rp. 500.001 – Rp. 750.000, Rp. 750.001 – Rp. 1.000.000, Rp. 1.000.001 – Rp. 1.250.000, Rp. 1.250.001 – Rp. 1.500.000 dan >= Rp. 1.500.000 per kapita perbulan.

Pendidikan orang tua adalah jenjang pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh orang tua berdasarkan jenjang sekolah formal.

Usia orang tua adalah jumlah tahun lengkap sejak orang tua (bapak/ ibu) lahir hingga saat ulang tahun terakhir. Umur orang tua digolongkan menjadi tiga kategori yaitu 18 – 39 tahun, 40 – 60 tahun, dan >60 tahun

Kualitas pengasuhanibu adalah mutu pengasuhan yang meliputi pemberian rangsangan atau stimulasi mental/akademik, pemberian afeksi dan asuh emosi, stimulasi bahasa dan belajar, dorongan kematangan anak, dan pemberian variasi stimulasi yang diukur dengan HOME (Home Observation and Measurement on Environment )

Model Pendidikan Prasekolah adalah pendidikan bagi anak usia prasekolah melalui dua jalur yaitu pendidikan formal Taman Kanak-Kanak, atau melalui jalur non-formal Kelompok Prasekolah.

Taman Kanak-Kanak adalah institusi pendidikan formal yang dibentuk untuk anak berusia 4 – 6 tahun untuk persiapan memasuki sekolah dasar, dengan kurikulum yang mengacu kepada Kurikulum Departemen pendidikan Nasional dan atau Kurikulum Departemen Agama.

Semai Benih Bangsa (SBB) adalah kelompok prasekolah yang didirikan oleh Yayasan Indonesia Heritage Foundation untuk anak yang umumnya berasal


(38)

dari keluarga miskin (Pra-KS, KS – 1 dan KS – 2 yang menerapkan konsep pendidikan holistic berbasis karakter yang pertama di Indonesia.

Sarana Prasarana adalah perlengkapan yang terdiri dari baik peralatan pembelajaran, permainan dan kelengkapan sarana yang terdiri dari 30 item pertanyaan.

Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sesuai dengan penyelenggaraan kegiatan pmbelajaran yang digunakan sesuai dengan perkembangan anak yang mengacu pada kurikulum yang patut dan menyenangkan (Developmentally Appropriate Practices / DAP) . Kuesioner ini terdiri dari 54 item pertanyaan..

Pendidikan guru adalah lamanya jenjang pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh guru berdasarkan jenjang sekolah formal.

Ratio guru murid adalah perbandingan jumlah murid dengan guru

Kecerdasan emosional adalah sejumlah ketrampilan yang berhubungan dengan penilaian tentang emosi diri sendiri dan orang lain serta kemampuan mengelola perasaan untuk memotivasi, merencanakan dan meraih tujuan kehidupan yang meliputi dimensi kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati dan ketrampilan sosial.


(39)

25

5 Artikel 1

PENGARUH KUALITAS PENGASUHAN IBU DAN MODEL PENDIDIKAN PRASEKOLAH TERHADAP KECERDASAN

EMOSIONAL ANAK USIA DINI

Effect of Mother’s Parenting Quality and Model of Early Childhood Education on

Emotional Intelligence of Early Childhood Dian Anggari, Dwi Hastuti, Ratna Megawangi

Abstrak .

Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh kualitas pengasuhan ibu di rumah dan juga stimulasi di sekolah terhadap kecerdasan emosional anak usia dini. Penelitian dilakukan di enam PAUD di kabupaten Bogor yang terdiri dari dua PAUD non formal, dua Taman bermain Semai Benih Bangsa (SBB) dan dua Taman Kanak-kanak yang dipilih secara purposive. Data penelitian dikumpulkan dengan menggunakan instrumen HOME (Home Observation and Measurement on

Environment, Caldwell 1984) dan instrumen kecerdsan emosional anak usia dini.

Pengumpulan data berlangsung dari bulan Juni sampai dengan Agustus 2013. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak yang berasal dari model prasekolah TK memiliki skor kualitas pengasuhan ibu yang paling baik yang kemudian diikuti oleh model prasekolah PAUD dan model prasekolah SBB. Pengukuran kecerdasan emosional anak menunjukkan hasil yang sebaliknya dimana anak dari model prasekolah SBB memiliki kecerdasan emosional tertinggi diikuti oleh model prasekolah PAUD dan TK. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji regresi menunjukkan bahwa kualitas pengasuhan ibu tidak berpengaruh terhadap kecerdasan emosional namun umur anak dan pendidikan SBB yang mengacu pada kurikulum yang patut dan menyenangkan (Developmentally Appropriate Practices/DAP) berpengaruh positif terhadap kecerdasan emosional anak usia dini.

Kata kunci : Kualitas pengasuhan ibu, model pendidikan prasekolah, kecerdasan emosional.

Abstract

Early This study aimed to examine maternal care through stimulation at home and school to early childhood emotional intelligence. The study was conducted in six early childhood program in Bogor district, consisting of two non-formal early childhood program (namely PAUD), two early chilhood education programs using holistic education approach and Developmentally Appropriate Practices/DAP (namely Semai Benih Bangsa) and two Kindergartens which were selected purposively. Data were collected using an instrument of HOME (Home Observation and Measurement on Environment, Caldwell and Bradley 1984) and instrument of emotional intelligence for early childhood. The data collection took place from June to August 2013. Result showed that children from kindergarten


(1)

Lampiran 8 Matriks koefisien korelasi variabel yang berhubungan dengan kecerdasan emosional anak usia dini model prasekolah PAUD

umur_ana JK_anak um_ibu um_ayah bsr_klg pendapat sduh St_krj_ib pddk_guru sarpras ratio_gur_ EQ

umur_anak Pearson Correlation 1 -.002 .208 .182 -.082 .105 -.060 -.271 .366* .366* -.366* .320

Sig. (2-tailed) .991 .230 .295 .640 .546 .731 .115 .031 .031 .031 .061

JK_anak Pearson Correlation 1 .155 .005 -.218 .202 .206 .029 -.089 -.089 .089 .077

Sig. (2-tailed) .373 .979 .209 .245 .236 .870 .613 .613 .613 .662

um_ibu Pearson Correlation 1 .781** .254 .080 .067 .294 .117 .117 -.117 .254

Sig. (2-tailed) .000 .141 .646 .704 .087 .504 .504 .504 .141

um_ayah Pearson Correlation 1 .096 -.042 -.127 .237 .055 .055 -.055 .278

Sig. (2-tailed) .582 .812 .468 .171 .755 .755 .755 .106

besar_klg Pearson Correlation 1 -.124 -.269 .057 -.018 -.018 .018 .070

Sig. (2-tailed) .479 .117 .744 .919 .919 .919 .689

Pendapatan Pearson Correlation 1 .194 -.050 .121 .121 -.121 -.059

Sig. (2-tailed) .265 .777 .490 .490 .490 .737

Totasuh Pearson Correlation 1 -.091 -.129 -.129 .129 -.182

Sig. (2-tailed) .604 .462 .462 .462 .294

stat_kerja_ib u

Pearson Correlation 1 -.086 -.086 .086 -.232

Sig. (2-tailed) .624 .624 .624 .180

pendidik_gur u

Pearson Correlation 1 1.000** -1.000** .312

Sig. (2-tailed) .000 .000 .068

tot_sarpras Pearson Correlation 1 -1.000** .312

Sig. (2-tailed) .000 .068

ratio_gur_m ur

Pearson Correlation 1 -.312

Sig. (2-tailed) .068

Emosnew Pearson Correlation 1

Sig. (2-tailed)

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).


(2)

Lampiran 9 Matriks koefisien korelasi variabel yang berhubungan dengan kecerdasan emosional anak usia dini model prasekolah SBB

umur_anak JK_anak um_ibu um_ayah bsr_klg pendapat asuh st_krj_ibu pddk_guru sarpras ratio_gur_mur EQ

umur_anak Pearson Correlation 1 -.103 -.050 .121 -.046 -.039 -.172 -.093 .153 -.153 -.153 .340*

Sig. (2-tailed) .556 .775 .490 .794 .823 .323 .595 .380 .380 .380 .046

JK_anak Pearson Correlation 1 .069 .050 .094 -.037 .208 -.098 -.141 .141 .141 .035

Sig. (2-tailed) .693 .775 .591 .833 .230 .574 .419 .419 .419 .841

um_ibu Pearson Correlation 1 .739** .375* -.180 .003 -.015 .262 -.262 -.262 .176

Sig. (2-tailed) .000 .026 .300 .984 .932 .128 .128 .128 .311

um_ayah Pearson Correlation 1 .139 -.222 .013 -.114 .303 -.303 -.303 .187

Sig. (2-tailed) .427 .201 .939 .513 .077 .077 .077 .281

besar_klg Pearson Correlation 1 -.201 -.061 .055 -.197 .197 .197 .053

Sig. (2-tailed) .247 .729 .753 .258 .258 .258 .761

pendapatan Pearson Correlation 1 .194 .190 .199 -.199 -.199 -.147

Sig. (2-tailed) .263 .275 .251 .251 .251 .400

Totasuh Pearson Correlation 1 -.203 .070 -.070 -.070 -.044

Sig. (2-tailed) .241 .688 .688 .688 .803

stat_kerja_ ibu

Pearson Correlation 1 -.140 .140 .140 -.225

Sig. (2-tailed) .422 .422 .422 .194

pendidik_g uru

Pearson Correlation 1 -1.000** -1.000** -.112

Sig. (2-tailed) .000 .000 .521

tot_sarpras Pearson Correlation 1 1.000** .112

Sig. (2-tailed) .000 .521

ratio_gur_ mur

Pearson Correlation 1 .112

Sig. (2-tailed) .521

Emosnew Pearson Correlation 1

Sig. (2-tailed)

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).


(3)

Lampiran 10 Matriks koefisien korelasi variabel yang berhubungan dengan kecerdasan emosional anak usia dini model prasekolah TK

umur_anak JK_anak um_ibu um_ayah bsrr_klg pendapat asuh st_krj_ibu pddk_guru sarpras ratio_gur_mur EQ

umur_anak Pearson Correlation 1 -.196 .076 .204 .168 -.258 .048 .012 -.601** -.601** -.601** .165

Sig. (2-tailed) .260 .665 .239 .336 .134 .783 .944 .000 .000 .000 .342

JK_anak Pearson Correlation 1 -.031 -.094 -.176 -.221 .201 .024 -.164 -.164 -.164 .113

Sig. (2-tailed) .859 .591 .312 .203 .248 .891 .347 .347 .347 .516

um_ibu Pearson Correlation 1 .753** .201 -.043 .170 .249 -.026 -.026 -.026 -.511**

Sig. (2-tailed) .000 .247 .804 .330 .149 .883 .883 .883 .002

um_ayah Pearson Correlation 1 .361* .030 -.017 .093 -.227 -.227 -.227 -.498**

Sig. (2-tailed) .033 .864 .924 .597 .189 .189 .189 .002

besar_klg Pearson Correlation 1 .148 -.366* .085 -.066 -.066 -.066 -.146

Sig. (2-tailed) .395 .031 .627 .707 .707 .707 .403

Pendapatan Pearson Correlation 1 -.078 .224 .412* .412* .412* -.096

Sig. (2-tailed) .657 .196 .014 .014 .014 .582

Totasuh Pearson Correlation 1 .359* -.278 -.278 -.278 .040

Sig. (2-tailed) .034 .105 .105 .105 .820

stat_kerja_ ibu

Pearson Correlation 1 -.007 -.007 -.007 -.107

Sig. (2-tailed) .969 .969 .969 .541

pendidik_g uru

Pearson Correlation 1 1.000** 1.000** -.108

Sig. (2-tailed) .000 .000 .535

tot_sarpras Pearson Correlation 1 1.000** -.108

Sig. (2-tailed) .000 .535

ratio_gur_ mur

Pearson Correlation 1 -.108

Sig. (2-tailed) .535

Emosnew Pearson Correlation 1

Sig. (2-tailed)

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).


(4)

Lampiran 11 Matriks koefisien korelasi variabel-variabel yang berhubungan dengan kecerdasan emosional secara total

umur_anak JK_anak um_ibu pendapatan totasuh tot_kurikulum stat_kerja_ibu Emosnew pendidik_ibu

umur_anak Pearson Correlation 1 -.097 .063 -.113 -.104 .152 -.116 .266** -.269**

Sig. (2-tailed) .326 .526 .249 .293 .122 .240 .006 .006

JK_anak Pearson Correlation 1 .080 -.019 .278** -.119 -.034 .020 -.078

Sig. (2-tailed) .417 .850 .004 .225 .730 .837 .432

um_ibu Pearson Correlation 1 -.036 .084 -.085 .145 -.057 .249*

Sig. (2-tailed) .714 .392 .389 .141 .563 .010

Pendapatan Pearson Correlation 1 .231* -.292** .172 -.179 .341**

Sig. (2-tailed) .018 .002 .080 .068 .000

Totasuh Pearson Correlation 1 -.313** -.031 -.186 .376**

Sig. (2-tailed) .001 .750 .057 .000

tot_kurikulum Pearson Correlation 1 .138 .236* -.246*

Sig. (2-tailed) .159 .015 .011

stat_kerja_ibu Pearson Correlation 1 -.159 .268**

Sig. (2-tailed) .106 .006

Emosnew Pearson Correlation 1 -.185

Sig. (2-tailed) .058

pendidik_ibu Pearson Correlation 1

Sig. (2-tailed)

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).


(5)

Lampiran 12 Matriks koefisien korelasi dimensi-dimensi kurikulum (DAP) dengan kecerdasan emosional

rata_dim1 rata_dim2 rata_dim3 rata_dim4 rata_dim5 rata_dim6 rata_dim7 rata_dim8 rata_dim9 rata_dim10 rata_dim11 rata_dim12 emos_new

rata_dim1 Pearson Correlation 1 .323** .167 .571** .286** .233* .790** .790** .730** .730** .824** -.331** .253**

Sig. (2-tailed) .001 .089 .000 .003 .017 .000 .000 .000 .000 .000 .001 .009

rata_dim2 Pearson Correlation 1 -.588** .533** .314** .699** .560** .560** .027 .027 .368** .460** .114

Sig. (2-tailed) .000 .000 .001 .000 .000 .000 .785 .785 .000 .000 .247

rata_dim3 Pearson Correlation 1 -.436** -.340** -.054 -.221* -.221* .570** .570** -.281** -.729** -.026

Sig. (2-tailed) .000 .000 .584 .023 .023 .000 .000 .004 .000 .792

rata_dim4 Pearson Correlation 1 .151 .496** .476** .476** .332** .332** .703** -.168 .084

Sig. (2-tailed) .125 .000 .000 .000 .001 .001 .000 .087 .394

rata_dim5 Pearson Correlation 1 -.041 .139 .139 .264** .264** .633** .590** .253**

Sig. (2-tailed) .680 .158 .158 .007 .007 .000 .000 .009

rata_dim6 Pearson Correlation 1 .126 .126 .405** .405** .054 -.123 -.018

Sig. (2-tailed) .202 .202 .000 .000 .584 .212 .858

rata_dim7 Pearson Correlation 1 1.000** .186 .186 .663** .040 .217*

Sig. (2-tailed) .000 .057 .057 .000 .686 .026

rata_dim8 Pearson Correlation 1 .186 .186 .663** .040 .217*

Sig. (2-tailed) .057 .057 .000 .686 .026

rata_dim9 Pearson Correlation 1 1.000** .493** -.558** .160

Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .102

rata_dim10 Pearson Correlation 1 .493** -.558** .160

Sig. (2-tailed) .000 .000 .102

rata_dim11 Pearson Correlation 1 .047 .275**

Sig. (2-tailed) .634 .004

rata_dim12 Pearson Correlation 1 .082

Sig. (2-tailed) .404

emos_new Pearson Correlation 1

Sig. (2-tailed)

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Magelang , 17 Desember 1962, merupakan putri kedua dari Bapak dr. Amak Yahri dan Ibu Dr. Sri Yatini MS. Penulis

tamat dari Sekolah Menengah Atas 4 Jakarta pada tahun 1982 dan terdaftar sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor pada tahun 1982 dan

lulus pada tahun 1987. Pernah bekerja pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi, Departemen kesehatan dari tahun 1988 sampai dengan

1993. Sejak tahun 1993 penulis berstatus ibu rumah tangga dengan tiga putra putri.