Early Childhood Caries (ECC)

(1)

EARLY CHILDHOOD CARIES (ECC)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi Syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

                Oleh : IVO ASFRIA NIM : 030600069

   

 

 

 

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(2)

Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Pedodonsia Tahun 2009

Ivo Asfria

Early Childhood Caries (ECC) vii + 24 Halaman

Early Childhood Caries (ECC) adalah istilah terbaru untuk menggantikan istilah karies botol yang sering terjadi pada anak akibat cara pemberian makan yang salah. ECC didefenisikan bila dijumpai satu atau lebih gigi yang rusak, gigi yang dicabut serta adanya gigi sulung yang ditambal pada usia pra-sekolah.

Tingginya prevalensi ECC di beberapa negara sedang berkembang dihubungkan dengan sosioekonomi atau pendapatan rendah. Hal ini juga disebabkan karena buruknya kebersihan rongga mulut.

ECC memiliki empat tahap gambaran klinis yaitu tahap satu, dua, tiga dan empat. Merupakan penyakit multifaktorial karena disebabkan oleh beberapa faktor yang saling mempengaruhi termasuk faktor risiko.

Untuk menghentikan proses karies dapat dilakukan perawatan sesuai tingkat keparahan karies serta pencegahan yang dilakukan pasien di rumah dengan bantuan orang tua. Keberhasilan perawatan dan pencegahan tidak terlepas dari kerjasama yang baik antara dokter gigi, orang tua dan pasien tersebut.


(3)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan Di hadapan tim penguji skripsi

Medan, Maret 2009

Pembimbing : Tanda tangan

1. Drg. Taqwa D, Sp.KGA ……… NIP : 130 702 232

 

 

 

 

 

   


(4)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 23 Maret 2009

TIM PENGUJI

KETUA : Drg. Essie Octiara, Sp.KGA ANGGOTA : 1. Drg. Yati Roesnawi

2. Drg. Taqwa D., Sp.KGA

 

 

 

 

 


(5)

 

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan penulisan skripsi di Departemen Pedodonsia sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Rasa hormat dan terima kasih penulis persembahkan kepada kedua orang tua tercinta Ibunda Hj.Nuraini dan Ayahanda H.Bagindo Syafri yang telah membesarkan, mendidik, mendoakan, serta memberikan kasih sayang dan dukungan baik moril maupun materil yang tak terhingga sehingga penulis berhasil menyelesaikan skripsi ini. Juga untuk abang dan adik-adik penulis, bang Iyal, Ilham dan Fajrul, serta k’Vera dan keponakan yang lucu, Rafif, yang telah mendoakan penulis.

Dalam penulisan skripsi ini penulis telah banyak mendapat bimbingan, pengarahan dan saran dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Ismet Danial Nasution, drg., Ph.D., Sp.Pros (K), selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Taqwa Dalimunthe, drg., Sp.KGA, selaku Ketua Departemen Pedodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara dan Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga, pikiran dan kesabaran untuk membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.


(6)

3. Sumadhi S., drg.,Ph.D. selaku Pembimbing Akademik yang telah memberikan bimbingan selama penulis menjalani pendidikan di FKG USU ini.

4. Untuk sahabat penulis, Wiwid, Wayu dan Lisa atas dukungan, saran, semangat yang diberikan selama masa kuliah dan dalam penulisan skripsi ini. Tak lupa juga Liony, Aisyah, Irma, Nita, Imai, Ratih, Dewi S, Lola, Jehan, k’Martha, Aya, Desi, Lisawati, Reni, dan kepada teman-teman stambuk 03 serta kepada seluruh keluarga besar BKM Al-Ikhlas FKG USU.

5. Teman satu rumah k’Rini, k’Ima, Ida, Dena, Wina, Weni, Ani, Indah, Ta’ul dan Widya atas doa, dukungan, dan semangat yang diberikan.

6. Staf dan pegawai Departemen Pedodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi USU dan perpustakaan USU atas bantuannya kepada penulis.

Akhir kata dengan segala kerendahan hati penulis berharap, semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi ilmu pengetahuan dan kita semua. Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat dan karunia-Nya pada kita semua.

Medan, Maret 2009

Penulis

(Ivo Asfria) NIM : 030600069

       


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL……… i

HALAMAN PERSETUJUAN………. ii

HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI……… iii

KATA PENGANTAR………. iv

DAFTAR ISI……… vi

DAFTAR GAMBAR……… vii

BAB 1 PENDAHULUAN……… 1

BAB 2 PENGERTIAN DAN GAMBARAN ECC 2.1. Pengertian……….. 3

2.2. Gambaran Klinis……… 5

BAB 3 ETIOLOGI ECC……… 9

BAB 4 PENCEGAHAN DAN PERAWATAN 4.1. Pencegahan……….... 15

4.1.1. Instruksi Kebersihan Mulut………. 15

4.1.2. Diet……… ………. 17

4.2.2. Fluor……… 19

4.2.3. Perawatan……… 20

BAB 5 KESIMPULAN………. 22


(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Garis putih pada enamel berbatasan dengan tepi gingival, 6 tanda awal karies dini.

2. Kavitas kuning coklat pada permukaan lingual gigi 6 3. Demineralisasi enamel dan aktifitas karies pada insisivus 8

maksila


(9)

BAB 1 PENDAHULUAN

Karies gigi adalah penyakit yang ditandai dengan kerusakan jaringan keras gigi dimulai dari permukaan enamel dan meluas ke arah pulpa. Tersebar luas, dapat menyebabkan infeksi, sakit bahkan sampai kehilangan gigi.1,2 Karies dapat mengenai gigi sulung dan gigi tetap, tetapi gigi sulung lebih rentan terhadap karies karena struktur dan morfologi gigi sulung yang berbeda dari gigi tetap.3 Gigi sulung mengandung lebih banyak bahan organik dan air, sedangkan jumlah mineral lebih sedikit dibanding gigi tetap dan ketebalan enamel gigi sulung hanya setengah dari gigi tetap.4

Hasil penelitian Ismu Suharsono Suwelo tahun 1988 pada 1099 anak, ternyata 85,17% anak menderita karies gigi sulung.3 Pada anak balita karies yang sering dijumpai adalah karies botol yaitu karies yang disebabkan cara pemberian makanan dan minuman yang salah. Penelitian terbaru menyatakan bahwa penyebab lainnya adalah penambahan pemanis pada minuman bukan hanya cara pemberian makanan dan minuman yang salah melalui botol.5

Early Childhood Caries (ECC) adalah bentuk karies rampan pada gigi sulung dengan suatu pola lesi karies yang unik terjadi pada bayi, balita dan anak disebabkan penggunaan susu botol dalam jangka waktu yang panjang sejak lahir sampai usia 71 bulan.6,7 Istilah ini menggantikan definisi karies botol yang digunakan sebelumnya. Head Start Program di Amerika menjumpai prevalensi ECC pada anak yang berusia 3-5 tahun adalah sebesar 90%, di negara yang sedang berkembang prevalensi ECC


(10)

mencapai 70% sehingga merupakan masalah kritis karena diperparah dengan faktor resiko seperti pendapatan rendah, malnutrisi, mineralisasi gigi sulung, jumlah streptokokus mutan yang tinggi, diet yang tidak tepat dan buruknya oral higiene anak serta faktor lainnya.5,7

ECC yang tidak dirawat dapat memicu terjadinya kesulitan mengunyah karena sakit gigi atau kehilangan dini pada gigi sulung sehingga mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan gigi.7 Tindakan pencegahan yang dilakukan pada ECC adalah instruksi kebersihan mulut, penyuluhan tentang diet yang tepat dan penggunaan fluor, sedangkan tindakan perawatan adalah melakukan restorasi, perawatan saluran pulpa dan pencabutan.5,8

Berdasarkan masalah di atas saya tertarik untuk membahasnya dalam bentuk skripsi yaitu pengertian, gambaran klinis, etiologi serta perawatan dan pencegahan ECC pada anak. Diharapkan skripsi ini dapat bermanfaat bagi dokter gigi dalam menghadapi pasien ECC.


(11)

BAB 2

PENGERTIAN DAN GAMBARAN KLINIS ECC

ECC adalah masalah yang sangat mengkhawatirkan karena sering terjadi dan meluas di antara anak-anak. Merupakan masalah yang serius bagi kesehatan masyarakat karena tidak hanya terjadi pada kelompok sosioekonomi lemah tetapi juga pada masyarakat umum.7,9

2.1. Pengertian

Early Childhood Caries (ECC) merupakan istilah yang dianjurkan oleh pusat kontrol dan pencegahan penyakit untuk menjelaskan suatu pola lesi karies yang unik pada bayi, balita dan anak prasekolah. Istilah ini menggantikan istilah karies botol atau nursing caries yang digunakan sebelumnya untuk menjelaskan suatu bentuk karies rampan pada gigi sulung yang disebabkan oleh penggunaan susu botol atau cairan lainnya termasuk karbohidrat dalam jangka waktu yang panjang.6

ECC dikenal juga merupakan gabungan penyakit dan kebiasaan, karena sering terjadi pada anak kecil yang menggunakan botol berisi cairan mengandung gula agar bayi tenang.7 American Dental Assosiation (ADA) mendefinisikan ECC adalah bila dijumpai satu atau lebih gigi yang rusak dapat berupa lesi kavitas atau non kavitas, gigi yang dicabut karena karies, permukaan gigi sulung yang ditambal pada usia pra-sekolah yaitu sejak lahir sampai 71 bulan.7,9-11 Menurut Drury et al. banyak penulis dapat menerima definisi ECC sebagai jenis karies gigi sulung yang paling sering terjadi pada bayi dan anak usia pra-sekolah.5


(12)

Penelitian Andrijana Cvetkovic dan Mirjana Ivanovic tahun 2006 membuktikan dari 20 gigi sulung, rata-rata 16 gigi rusak. Karies dapat meluas sangat cepat hanya dalam beberapa minggu setelah terbentuk white spots kemudian terjadi kavitas pada gigi. Hal ini terutama membedakan ECC dengan karies yang dimulai dari pit dan fisur oklusal gigi.5 Proses dan lokasi terjadinya ECC selalu dimulai dari insisivus maksila, menyebar dengan cepat ke gigi lain pada maksila terutama molar dan kemudian pada gigi insisivus mandibula, jarang pada kaninus.

Karakteristik penyakit ini sangat khas karena tergantung dari erupsi gigi sulung, lamanya faktor penyebab, dan gerakan otot mulut.5,11 Terjadi sejak usia dini, segera setelah erupsi gigi, dengan ciri khas berupa bintik kecoklatan pada permukaan labial servikal enamel pada insisivus maksila. Bintik ini berkembang karena adanya bakteri melanogenik yang merupakan tanda awal ketidakseimbangan flora mulut.5

Pada kasus ECC yang tidak dirawat dapat menyebabkan kerusakan gigi yang meluas, infeksi, nyeri, abses, masalah pengunyahan, malnutrisi, gangguan gastrointestinal, artikulasi bicara, pertumbuhan, kebiasaan makan, rendahnya kepercayaan diri dan resiko terjadinya karies pada masa akan datang. Sehingga dapat dikatakan bahwa kerusakan gigi sulung dapat dijadikan sebagai prediktor yang paling baik untuk kerusakan gigi permanen, karena buruknya kesehatan gigi sulung dan penyakit sering berlangsung sampai dewasa.7,9,10

Walaupun penyakit ini dapat terjadi pada semua anak, namun prevalensi ECC paling tinggi pada penduduk minoritas dan yang berpendapatan rendah, seperti penduduk asli Amerika, Hispanic dan penduduk Afrika Amerika di Amerika. Hispanic memiliki prevalensi paling tinggi di negara berkembang dan negara sedang


(13)

berkembang yaitu 13% -29% diikuti dengan penduduk asli Amerika di tempat kedua.7

Di Indonesia, prevalensi karies dan penyakit periodontal mencapai 80% dari jumlah penduduk, dan dari hasil penelitian Ismu Suharsono Suwelo tahun 1988 pada 1099 anak, ternyata 85,17% anak menderita karies gigi sulung.3 Pada tahun 1993-1994, the California Oral Health Needs Assesment of Children pada Head Start Program di Amerika menunjukkan bahwa 30%-33% anak-anak di Asia dan Amerika Latin/Hispanic menderita karies dini, dengan 49%-54% kasus yang tidak dirawat.7

Penelitian terbaru menunjukkan prevalensi karies pada anak prasekolah terlihat menurun di kebanyakan negara maju tetapi meningkat di banyak negara sedang berkembang.5,24 Penurunan ini biasanya berhubungan dengan makin meningkatnya kebiasaan menjaga kebersihan mulut dan tindakan pencegahan yang lebih baik seperti pemberian fluor, sedangkan peningkatan prevalensi dihubungkan dengan sosioekonomi atau pendapatan rendah.2,7

Meskipun di beberapa negara telah menunjukkan penurunan dalam jumlah kerusakan gigi tetapi distribusi penyakit tidak merata. Pada anak yang berusia 5-17 tahun, 80% karies gigi tersebar pada 25% populasi penduduk.2

2.2. Gambaran Klinis

ECC adalah penyakit yang berkembang dengan cepat dan biasanya terjadi segera setelah gigi erupsi, dengan gambaran klinis yang terdiri dari empat tahap yaitu : 12,13


(14)

1. Tahap satu/inisial

Tahap inisial terjadi pada anak usia antara 10-20 bulan atau lebih muda.7 Proses karies diawali dengan terlihatnya garis berwarna putih seperti kapur, opak (white spots) pada insisivus maksila, yaitu gigi yang erupsi pertama pada rahang atas dan merupakan gigi yang paling sedikit dilindungi oleh saliva. Garis putih ini dapat terlihat jelas pada regio servikal permukaan vestibular dan palatal insisivus maksila (gambar 1).12,13

Pada tahap ini lesi masih dapat dikembalikan pada kondisi semula, tetapi sering tidak diketahui oleh orang tua karena anak tidak mengeluh. Jika tidak dirawat, area putih tersebut akan berubah dengan cepat menjadi kavitas kuning-coklat atau masuk tahap 2 (gambar 2).12,13

Gambar 1. Garis putih pada enamel berbatasan dengan tepi gingiva, tanda awal karies dini.12

Gambar 2. Kavitas kuning coklat pada permukaan lingual gigi.12

2. Tahap Dua

Terjadi ketika anak berusia 16-24 bulan. Lesi putih pada insisivus berkembang dengan cepat dan menyebabkan demineralisasi enamel sehingga mengenai dan terbukanya dentin (gambar 3). Ketika lesi berkembang, lesi putih pada enamel tersebut berpigmentasi menjadi kuning terang, coklat kemudian hitam, dan


(15)

pada kasus yang lebih parah, lesi juga dapat mengenai tepi insisal. Enamel berubah warna karena pigmen yang berasal dari saliva yaitu coklat dan hitam, makanan serta akibat penetrasi dari bakteri. Gigi molar pertama maksila mulai terkena tahap inisial.

,5,13,14

Pada tahap ini anak mulai mengeluh dan sensitif terhadap rasa dingin, orang tua mulai peduli dengan perubahan warna gigi anaknya.13

3. Tahap tiga

Terjadi ketika anak berusia 20-36 bulan, lesi sudah meluas hingga terjadi iritasi pulpa. Pada tahap ini molar pertama maksila sudah pada tahap dua, sedang molar pertama mandibula dan kaninus maksila pada tahap inisial. Anak mengeluh sakit ketika mengunyah dan menyikat gigi, serta sakit spontan sepanjang malam.13

4. Tahap empat

Terjadi ketika anak berusia antara 30-48 bulan. Lesi meluas dengan cepat ke seluruh permukaan enamel, mengelilingi regio servikal, dentin dan dalam waktu singkat, terjadi kerusakan yang parah di seluruh mahkota gigi hingga terjadi fraktur dan hanya akar yang tersisa (gambar 4). Pada tahap ini insisivus maksila biasanya nekrosis dan molar pertama maksila pada tahap tiga, sedang molar kedua maksila, kaninus maksila dan molar pertama mandibula pada tahap dua. Beberapa anak menderita tapi tidak dapat mengekspresikan rasa sakitnya, mereka juga susah tidur dan menolak untuk makan.5,13


(16)

Gambar 3. Demineralisasi enamel dan aktifitas karies pada insisivus maksila.5

Gambar 4. Mahkota yang sudah hancur pada insisivus maksila.5 

ECC jarang mengenai insisivus mandibula, sebab pada saat pemberian susu ibu atau susu botol, puting susu akan bersandar pada palatum selama waktu penghisapan, sedangkan gigi insisivus mandibula akan terlindung oleh lidah. Susu ataupun cairan lainnya kemudian akan tergenang di sekitar insisivus maksila, mengalir ke sekitar bagian tengah lidah dan membasahi permukaan oklusal dan lingual dari gigi posterior.14

Karies dapat terhenti setelah terhentinya kebiasaan yang kariogenik. Terhentinya karies ini disebut “arrested caries”.13,18


(17)

BAB 3 ETIOLOGI ECC

Karies gigi adalah suatu proses kerusakan yang dimulai dari enamel hingga ke dentin, disebabkan oleh bakteri tertentu yang dapat memfermentasikan karbohidrat seperti sukrosa dan glukosa, membentuk asam, menurunkan pH hingga < 5 dan mengakibatkan demineralisasi pada permukaan gigi yang rentan.15 Karies disebut juga penyakit yang multifaktor karena disebabkan oleh beberapa faktor. Etiologi utama yang berperan yaitu host yang meliputi gigi, mikroorganisme, substrat dan waktu. Karies hanya akan terjadi bila keempat faktor tersebut berinteraksi dan saling mempengaruhi.4,15-17

Gigi terdiri dari lapisan luar yaitu enamel dan dentin di dalam, karies selalu dimulai dari lapisan luar, dengan demikian struktur enamel sangat menentukan proses terjadinya karies. Struktur enamel terdiri dari susunan kimia kompleks dengan gugusan kristal terpenting yaitu hidroksil apatit.4,17 Proses karies pada gigi sulung lebih cepat dibanding gigi tetap, hal ini terjadi karena gigi sulung mengandung lebih banyak bahan organik dan air, sedangkan jumlah mineral lebih sedikit dibanding gigi tetap dan ketebalan enamel gigi sulung hanya setengah dari gigi tetap. Selain itu, susunan kristal-kristal gigi sulung tidak sepadat gigi tetap, padahal susunan kristal ini turut menentukan resistensi enamel terhadap karies, sehingga dapat dikatakan gigi sulung lebih rentan terhadap karies dibandingkan gigi tetap.4

ECC adalah karies khusus yang terjadi pada gigi sulung bayi dan anak, etiologinya sama dengan jenis karies lain tetapi dapat berbeda pada beberapa aspek


(18)

penting. Etiologi ECC sangat kompleks dan dipengaruhi oleh mineralisasi gigi sulung, diet, ASI atau susu botol, makanan atau minuman yang mengandung gula, seringnya mengkonsumsi makanan dan minuman kariogenik diantara jam makan, kebiasaan buruk dan oral higiene yang jelek memicu terjadinya kolonisasi awal mikroorganisme asidogenik dan perkembangan plak.5 Di bawah ini akan dibahas mengenai faktor risiko penyebab ECC

Status sosioekonomi dilaporkan sebagai suatu faktor risiko penting terhadap ECC dalam beberapa penelitian, terutama terjadi pada masyarakat yang berpendapatan rendah.6 Tang et al. mengatakan bahwa anak dari keluarga berpendapatan rendah mempunyai skor decay, missing, and filled teeth (dmft) empat kali lebih tinggi dibandingkan dengan anak dari keluarga berpenghasilan tinggi, hal ini disebabkan mahalnya perawatan gigi.7

Tingginya skor dmft berhubungan dengan tingkat pendidikan orangtua dan pengetahuan mereka tentang kesehatan gigi juga dapat dihubungkan dengan ECC. Suatu penelitian pada 149 anak-anak Hispanic di San Fransisco menunjukkan korelasi yang signifikan antara tingkat pendidikan ibu dan ECC.7,18 Tingkat pendidikan ibu yang rendah menyebabkan mereka memberi makan yang tidak tepat seperti menyusui (ASI) atau memberi susu botol pada anak hingga tertidur, penambahan gula atau bahan kariogenik, kebiasaan mengemil permen atau coklat dapat menyebabkan penurunan pH mulut dan demineralisasi.5,7,18,19

ECC pada anak sering dianggap sebagai akibat dari kebiasaan pemberian makan yang salah pada bayi. Pendapat terdahulu mengatakan bahwa pemberian susu botol yang inadekuat dianggap sebagai penyebab yang paling berperan untuk


(19)

penyakit ini, tetapi kenyataan ECC tidak terjadi pada semua anak yang minum dengan menggunakan botol. Pendapat sekarang mengatakan bahwa pemberian makanan atau minuman yang banyak mengandung gula pada bayi dan balita adalah sebagai penyebabnya.5 Jadi dapat disimpulkan bahwa pemberian susu botol yang inadekuat dan diberi pemanis dapat menyebabkan ECC.

Substrat atau diet merupakan campuran dari makanan dan minuman yang dikonsumsi sehari-hari oleh seseorang. Diet dapat mempengaruhi pembentukan plak karena membantu pembiakan dan kolonisasi mikroorganisme yang ada pada permukaan enamel. Kecepatan pembentukan plak tergantung dari konsistensi dan jenis makanan. Karbohidrat yang hampir selalu ditemukan dalam jumlah yang tinggi pada makanan, memegang peranan penting dalam pembentukan plak.4 Jenis karbohidrat yang paling kariogenik adalah gula atau sukrosa karena mempunyai kemampuan untuk membantu pertumbuhan bakteri kariogenik yang mengubah gula menjadi asam yang berperan untuk terjadinya karies.4,15,17

Frekuensi mengkonsumsi sukrosa yang tinggi meningkatkan keasaman plak dan mempertinggi pembentukan dan pertumbuhan streptokokus mutans. Anak lahir dengan keadaan rongga mulut yang steril, namun segera setelah lahir rongga mulut akan dikoloni oleh bakteri seperti streptokokus salivarius dan ketika gigi erupsi mulut anak mulai dikoloni streptokokus mutan dan streptokukus sanguis yang melekat pada permukaan gigi dan gingiva. Bakteri yang berperan untuk terjadinya karies adalah streptokokus mutan, streptokokus sanguis dan beberapa jenis laktobasilus, namun pada ECC bakteri yang sangat berperan adalah streptokokus mutan.12,20


(20)

Anak dengan ECC dapat memiliki level streptokokus mutan sangat tinggi karena tertular dari ibunya melalui kontak saliva yaitu pada saat memberi makan anaknya dengan menggunakan sendok yang sama, ketika membasahi kompeng anaknya dan penggunaan sikat gigi bersama antar anggota keluarga. Satu penelitian menunjukkan bahwa 71% dari 34 pasangan ibu dan anak mempunyai genotip streptokokus mutan yang sama pada ibu dan anak.7,21 Pada usia berapa tepatnya kolonisasi streptokokus mutan pada anak masih kontroversi, tetapi biasanya terjadi ketika gigi erupsi. Semakin cepat kolonisasi terjadi, maka semakin tinggi resiko untuk terkena karies.12

Beberapa peneliti menyimpulkan bahwa streptokokus mutan berperan penting dalam etiologi karies. Streptokokus sobrinus juga dihubungkan dengan karies, tetapi jauh lebih sedikit dibandingkan streptokokus mutan dan jarang terjadi tanpa adanya streptokokus mutan. Laktobasilus juga disebutkan menjadi faktor lain dalam karies terutama pada karies lesi terbuka.5

Matee et al, membuktikan bahwa pada anak yang mengalami ECC tidak terdapat perbedaaan kolonisasi streptokokus mutan dari plak permukaan gigi dan dari kavitas, tetapi jumlah laktobasilus 100 kali lebih tinggi pada plak yang berasal dari lesi kavitas. Pada anak dengan gigi sehat secara signifikan terlihat jumlah kolonisasi sterptokokus mutan dan laktobasilus rendah, ini membuktikan besarnya peranan streptokokus mutan pada perkembangan ECC. Penulis lainnya juga, menunjukkan hubungan kolonisasi awal dengan bakteri kariogenik dalam peningkatan resiko karies pada anak.5


(21)

Frekuensi menyikat gigi berapa kali sehari dan sejak usia berapa dimulai juga sebagai faktor risiko ECC. Dalam penelitian Fatemeh Mazhari, et al tahun 2002 di Quchan anak yang mulai menyikat gigi pada usia yang lebih tua memiliki prevalensi ECC yang lebih tinggi, 50% anak dengan ECC mulai menyikat gigi setelah usia 24 bulan.6,18 Membersihkan gigi segera setelah makan merupakan preventif yang baik untuk mencegah karies karena bakteri dan substrat membutuhkan waktu yang lama untuk terjadinya demineralisasi dan proses karies.16 Sebenarnya saliva dapat membersihkan sisa makanan, namun pemberian minuman atau susu botol yang ditambah pemanis dan dibiarkan pada anak selama tidur baik siang atau malam akan menyebabkan cairan menggenangi gigi anak selama beberapa jam. Hal ini mengakibatkan laju saliva akan berkurang dalam membersihkan mulut.7,16,22 Disamping itu aktivitas karies akan lebih besar bila semakin lama sukrosa berada di dalam mulut, sebab aktivitas juga bergantung pada frekuensi konsumsi sukrosa sehingga didapatkan adanya hubungan yang pasti antara frekuensi makanan tambahan diantara jam-jam makan dengan insiden karies gigi.4

Anak lebih mudah terserang karies karena konsentrasi sIgA pada anak hanya setengah dibandingkan orang dewasa. Hal ini berhubungan dengan salah satu fungsi saliva yaitu mempertahankan kesehatan rongga mulut, dengan mensekresi salivary immunoglobulin A atau sIgA yang dapat mengontrol bakteri dan menjaga keseimbangan rongga mulut.5 Kemampuan saliva untuk mendepositkan kembali mineral selama berlangsungnya proses karies, menandakan bahwa proses karies tersebut terdiri atas periode perusakan dan perbaikan. Oleh karena itu, bila saliva berfungsi dengan baik dalam mulut, karies tidak menghancurkan gigi dalam hitungan


(22)

hari atau minggu, melainkan dalam bulan atau tahun. Jadi sebenarnya terdapat kesempatan yang baik untuk menghentikan penyakit ini.15

Memberi anak minuman yang ditambah pemanis tetapi tidak disertai sikat gigi yang baik akan merusak gigi anak. Sukrosa, glukosa dan fruktosa yang dapat ditemukan dalam jus buah merupakan karbohidrat utama yang dihubungkan dengan ECC, karena dapat menyebabkan penurunan pH dan demineralisasi. Seow melaporkan bahwa penambahan sukrosa akan meningkatkan keasaman plak dan menyebabkan dominasi streptokokus mutan. Sedangkan bukti kariogenitas dari susu sapi, ASI dan susu formula masih bervariasi dan belum dapat dipastikan.7

Kurang optimalnya kebersihan rongga mulut ditandai dengan adanya plak gigi yang terlihat pada gigi depan anak, diidentifikasikan sebagai petunjuk risiko terjadinya karies pada anak berusia di bawah tiga tahun.6,23 Penelitian lain di Tehran, Iran juga menyatakan bahwa ECC lebih sering terjadi pada anak dengan penumpukan plak gigi.24


(23)

BAB 4

PENCEGAHAN DAN PERAWATAN ECC

Tindakan pencegahan dan perawatan ECC harus dilakukan sesegera mungkin, karena semakin parah karies akan semakin kompleks perawatan yang harus dilakukan sehingga memerlukan biaya yang lebih besar untuk dikeluarkan.25 Pencegahan dan perawatan karies gigi memiliki tujuan utama yang sama yaitu untuk mencegah penyakit berkembang lebih lanjut, hingga tidak terjadi infeksi pada gigi dan jaringan lain yang akan menimbulkan sakit, rasa tidak nyaman dan berkurangnya fungsi gigi, serta mencegah maloklusi.26

4.1. Pencegahan

Tindakan pencegahan merupakan dasar dari penanganan karies gigi pada anak. Sering terjadi kelalaian untuk menyadari bahwa aspek perawatan tersebut yang dianggap sebagai pencegahan sebenarnya bagian yang sangat fundamental dari perawatan gigi. Memperbaiki kerusakan gigi akibat karies memang penting, namun ini hanya akan berhasil jika penyebab kerusakan telah diatasi.8 Anak-anak bergantung kepada orang dewasa oleh karena itu orang tua dan pengasuh perlu memahami dan memiliki kemampuan untuk mengawasi ECC ada pada anak mereka. American Academy of Pediatric Dentistry (AAPD) merekomendasikan anak untuk melakukan kontrol berkala ke dokter gigi minimal dua kali dalam setahun dan frekuensi lebih sering untuk anak yang memiliki risiko karies lebih tinggi.7


(24)

4.1.1. Instruksi Kebersihan Mulut

Ketika gigi pertama anak mulai erupsi, gigi dan mulut anak harus dibersihkan dengan kain basah atau dengan sikat gigi kecil, hal ini merupakan prosedur perawatan rongga mulut yang dianjurkan segera setelah erupsi gigi susu. Prosedur standar ini dijumpai pada sebagian besar anak-anak di negara-negara Eropa dan USA.8,21,23 Orang tua harus diajarkan bagaimana untuk menyikat gigi bayi mereka, baik dengan menyandarkan bayi mereka ataupun membaringkan bayi tersebut di pangkuannya dengan kepala bayi diantara kakinya. Posisi ini akan membuat orang tua dapat mengendalikan anaknya untuk menyelesaikan tugas tersebut. 21

Saat bayi tersebut mencapai usia satu tahun, gigi disikat dua kali sehari dengan sebuah sikat gigi kecil, air dan pasta gigi fluor (seukuran kacang polong). Antara usia 18 dan 24 bulan, anak tersebut dapat belajar untuk menyikat giginya sendiri di bawah pengawasan orang dewasa.21 Penulis lain mengatakan bahwa orang tua hendaknya membersihkan gigi anak mereka sampai mereka mencapai usia sekolah.23

Faktor usia mulai menyikat gigi dan orang yang bertanggung jawab terhadap kesehatan mulut anak memiliki hubungan yang signifikan dengan ECC. Dalam penelitian Fatemeh Mazhari, et al tahun 2002 di Quchan anak yang mulai menyikat gigi pada usia yang lebih tua memiliki prevalensi ECC yang lebih tinggi, 50% anak dengan ECC mulai menyikat gigi setelah usia 24 bulan. Penemuan ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di Australia. Jadi, promosi kepedulian harus ditingkatkan karena perilaku kebersihan mulut yang dibentuk pada usia satu tahun dapat bertahan sampai masa awal anak-anak.6


(25)

Dalam penelitian di Quchan, 68,2% anak dengan ECC menyikat gigi mereka sendiri, dijumpai hampir dua kali lebih banyak daripada anak yang dibantu orang tuanya. Hal ini mungkin disebabkan adanya fakta bahwa kualitas kebersihan lebih penting daripada frekuensi penyikatan gigi. Beberapa peneliti menyimpulkan bahwa akumulasi lapisan biofilm mewakili kualitas kebersihan mulut yang jelek, merupakan faktor risiko utama untuk karies gigi pada anak yang berusia di bawah tiga tahun. Pada penelitian tersebut prevalensi tertinggi ECC ditemukan pada anak yang erupsi gigi pertamanya antara usia 6-9 bulan, karena lebih lama terpapar dengan faktor kariogenik.6

Beberapa laporan menunjukkan bahwa tingkah laku orang tua terhadap kemampuannya memahami cara memelihara oral higiene anaknya, mempunyai korelasi yang positif dengan frekuensi memelihara kebersihan mulut anak pada usia prasekolah atau status kesehatan mulutnya. Hasil penelitian terkini mengindikasikan bahwa ibu dengan frekuensi yang tinggi dalam menyikat gigi memiliki pengaruh yang nyata terhadap tingginya frekuensi membersihkan mulut pada anak dan oral higiene yang baik pada usia dini.23

4.1.2. Diet

Terlalu sering mengkonsumsi makanan dan minuman yang mengandung gula adalah kunci penyebab anak usia pra-sekolah terkena karies. Karena itu, mengurangi makanan dan minuman yang mengandung gula adalah pesan tentang masalah diet yang disampaikan kepada orang tua. Agar pesan tersebut menjadi efektif, harus disampaikan dengan cara yang dapat di mengerti dan memperhitungkan beberapa


(26)

kesulitan yang mungkin di hadapi oleh orang tua dalam membuat perubahan terhadap diet/pola makan anak mereka.8

Frekuensi mengkonsumsi sukrosa yang tinggi meningkatkan keasaman plak dan mempertinggi pembentukan dan pertumbuhan streptokokus mutans. Banyak penelitian menemukan suatu hubungan antara frekuensi mengemil dan karies gigi. Hal ini mendukung anjuran diet dengan membatasi waktu mengemil di antara anak-anak dan meningkatkan waktu makan yang teratur. 6

Anak balita memiliki tingkat metabolisme yang tinggi dan kebutuhan kalori juga tinggi, namun banyak anak dengan ECC mengalami susah makan, orang tua sering melaporkan bahwa anaknya tidak makan dengan baik pada waktu makan. Anak-anak seperti ini sering memenuhi kebutuhan kalori yang hilang saat makan dengan mengkonsumsi minuman rasa buah diantara waktu makan, yang mengandung kalori tinggi. Jus buah memang membantu memenuhi kebutuhan nutrisi anak tetapi juga menekan nafsu makan sehingga ketika mendekati waktu makan berikutnya anak tersebut tidak terlalu lapar. Orang tua sering sekali salah mengartikan ini, dan mengira anak tersebut meminta minum karena haus. Riwayat susah tidur juga umum terjadi, karena orang tua menceritakan bahwa anak tersebut tidak akan tidur tanpa susu botol.8

Melepaskan anak-anak dari minum jus dalam botol pada malam atau siang hari dapat di capai secara bertahap dengan membuat juice dalam botol menjadi lebih cair dalam waktu beberapa minggu sampai kandungan jus tersebut hanya berupa air. Pada saat ini anak akan melepaskan botol tersebut ataupun melanjutkan menghisap botol yang berisi air saja yang tentu saja non-kariogenik.8


(27)

Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko terjadinya ECC, yaitu bayi tidak boleh dibiarkan tidur dengan botol yang berisi cairan lain kecuali air putih. Diajarkan untuk minum menggunakan gelas sebelum mencapai usia setahun dan mulai dihentikan menggunakan botol pada usia 12-14 bulan serta pada usia 4-6 bulan mulai diberikan makanan tambahan yang padat. Pemberian jus hanya menggunakan gelas, mulut mulai dibersihkan ketika erupsi gigi pertama. Kunjungan pertama ke dokter gigi paling lama dilakukan saat anak berusia setahun.16

4.1.3. Fluor

Proses terjadinya karies tidak terjadi dalam waktu singkat, sehingga sangat penting untuk melaksanakan metode pencegahan yang berhubungan dengan karies, terutama pada usia dini.7 Metode yang paling efektif dan terbukti dalam pencegahan karies sehingga sangat dianjurkan adalah penggunaan fluor secara teratur, karena dapat memelihara kesehatan gigi, terutama pada anak.2,7,8,21 Fluor menjadi sangat penting di United Stated sehingga makanan tertentu, pasta gigi, penyegar mulut dan bahkan air minum juga mengandung fluor.7 Fluoridasi air minum yang mulanya banyak ditentang tetapi dalam penyelidikan terbukti tidak berbahaya terhadap kesehatan umum bahkan dapat mengurangi rusaknya gigi. Hasil penelitian terhadap fluoridasi air minum selama lebih dari 8 tahun menunjukkan karies gigi berkurang sebanyak 70% pada anak yang sama usianya.1,2

Fluor melindungi gigi ketika gigi tersebut mulai pertama kali erupsi sampai gigi terus berkembang selama beberapa waktu. Fluor berikatan dengan enamel yaitu permukaan luar gigi, sehingga membuat gigi tersebut lebih tahan terhadap gula, plak


(28)

atau invasi koloni bakteri yang menyebabkan demineralisasi dan kerusakan gigi.2,7 Menurut Seow, proses terjadinya karies dimulai dari demineralisasi dan diikuti dengan remineralisasi sehingga proses karies selalu berubah secara terus-menerus. Pengunaan topikal aplikasi fluor seperti pasta gigi fluor, fluoride varnishes, atau berkumur dengan fluor dapat juga membantu dalam remineralisasi, oleh karena itu fluor dapat memperbaiki kerusakan gigi pada tahap awal.7

4.2. Perawatan

Masalah utama yang berhubungan dengan perawatan karies pada anak adalah perilaku yang tidak koperatif disebabkan keadaan mental anak yang belum matang, seperti kerjasama yang terbatas dan ketakutan terhadap orang asing dan situasi yang menimbulkan rasa tertekan. Rangsangan sakit yang minimal saja dapat menimbulkan reaksi takut dan penolakan terhadap perawatan.8,26

Pemeriksaan yang teliti termasuk pembuatan radiografi yang tepat harus dilakukan sebelum perawatan dimulai. Pemeriksaan mencakup riwayat umum, riwayat keluarga, riwayat gigi, penilaian kemampuan anak dalam bekerja sama selama perawatan, keadaan oklusi serta kemampuan anak melakukan perawatan mulut di rumah.22

Perawatan ECC tergantung pada tingkat keparahan karies.25 Untuk lesi yang sangat kecil (white spot), topikal aplikasi fluor kadang dapat digunakan untuk mendorong terjadinya remineralisasi walaupun kerusakan struktur gigi tidak dapat dikembalikan seperti semula. Namun remineralisasi dapat terjadi jika tingkat kebersihan gigi dan mulut juga dijaga seoptimal mungkin. Sedangkan untuk lesi


(29)

yang lebih besar dilakukan perawatan restorasi yang dapat menghentikan laju karies dan mengurangi jumlah mikroorganisme.2,22

Untuk lesi karies pada gigi anterior dan posterior yang tidak terlalu besar dapat direstorasi dengan resin komposit atau semen ionomer kaca, sedangkan untuk lesi yang luas pada gigi posterior diindikasikan untuk merestorasi dengan Stainless Steel Crown (SSC).8,25,26 Pemakaian semen ionomer kaca sangat diutamakan karena dapat melekat dengan baik pada enamel dan dentin serta potensial memiliki antikariogenik dengan melepaskan fluor.8

Pada gigi dengan karies telah mencapai pulpa hendaknya dilakukan perawatan endodontik terlebih dahulu sebelum dilakukan penambalan. Perawatan seperti kaping pulpa direk atau indirek, pulpotomi dan pulpektomi tergantung pada keparahannya. Indikasi pencabutan dilakukan bila lesi sudah tidak dapat dirawat lagi.16,22 Pembuatan gigi tiruan dapat dilakukan untuk mengembalikan estetis dan berfungsi sebagai space maintainer, lebih diutamakan untuk gigi posterior karena cenderung menyebabkan kekurangan ruangan.16,26

Secara umum, perawatan karies pada tahap awal tidak menimbulkan sakit dan biaya lebih murah dibandingkan perawatan pada karies yang telah meluas.2


(30)

BAB 5 KESIMPULAN

Early Childhood Caries adalah istilah yang menggantikan istilah karies botol atau nursing caries yang digunakan sebelumnya untuk menjelaskan suatu bentuk karies rampan pada gigi sulung yang disebabkan oleh penggunaan susu botol atau cairan lainnya termasuk karbohidrat dalam jangka waktu yang panjang. ADA mendefinisikan penyakit ini bila dijumpai satu atau lebih gigi yang rusak dapat berupa lesi kavitas atau non kavitas, gigi yang dicabut karena karies, permukaan gigi sulung yang ditambal pada usia pra-sekolah yaitu sejak lahir sampai 71 bulan.

Karies ini mempunyai 4 tahap gambaran klinis dan merupakan penyakit multifaktorial karena terdapat banyak faktor yang berperan dalam terjadinya penyakit ini yaitu gigi, mikroorganisme, diet dan waktu. Faktor risiko seperti sosiokonomi, tingkat pendidikan orang tua, kebiasaan memberi makan, frekuensi menyikat gigi, kunjungan ke dokter gigi, penggunaan fluor dan kebersihan rongga mulut juga dapat menyebabkan karies..

Keberhasilan pencegahan dan perawatan ECC tergantung pada kerjasama antara dokter gigi, orang tua dan pasien dalam melaksanakan perawatan atau pencegahan di klinik maupun di rumah. Orang tua harus diberi tahu cara pemberian makanan yang tepat dan menjaga kebersihan gigi dan mulut anak.


(31)

DAFTAR PUSTAKA

1. Tarigan R. Karies gigi. Jakarta: Hipokrates,1990: 1,52-3.

2. Wikipedia. Dental caries. <http://www.wikipedia.com>(5 May 2008).

3. Suwelo IS. Karies gigi sulung dan urutan besar peranan faktor risiko terjadinya karies, Kajian pada anak prasekolah di DKI Jakarta dan sekitarnya. Disertasi. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada, 1988: 1,4,71. 4. Panjaitan M. Etiologi karies gigi dan penyakit periodontal. Edisi 1. Medan:

USU Press, 1997: 3-11; 22-25.

5. Cvetkovic A, Ivanovic M. The Role of streptococcus mutan group and salivary immunoglobulin in etiology of early childhood caries. Serbian Dental J 2006; 53: 1-6

6. Mazhari F, Talebi M, Zoghi M. Prevalence of early childhood caries and its risk factors in 6-60 months old children in Quchan. J Dent Res 2007; 4(2):96-100.

7. Chu S. Review - Early childhood caries: risk and prevention in underserved populations.Jyi 2008; 18: 1-8

8. Fayle SA. Treatment of dental caries in the preschool child. In: Welbury RR, Ed. Pediatric dentistry. 2nd ed. New York: OXFORD UNIVERSITY PRESS, 2001: 120,123,129-30.

9. American Academy of Pediatric Dentistry. Policy on Early Childhood Caries (ECC): uniqe challenges and treatment option. <http://www.aapd.com>(24 Maret 2008).


(32)

10.Bertness J, Holt K. Promoting awareness, preventing pain: facts on early childhood caries (ECC). National Maternal and Child Oral Health Resource Center,Georgetown University 2008.<http://www.mchoralhealth.org>(24 Maret 2008)

11.Brodeur JM, Galarneau C. The high incidence of early childhood caries in kindergarten-age children. JODQ-Suplemen April 2006; 3-5.

12.Douglass JM, Douglass AB, Silk HJ. A practical guide to infant oral health. Am Fam Phycisians 2004; 70: 1-3.

13.Msefer S. Importence of early diagnosis of early childhood caries. JODQ-Suplemen April 2006; 6-8.

14.Morris RE, Gillespie G, Dashti A, et al. Early chilhdhood caries in Kuwait: policy and recommendations. Eastern Mediterranean Health Journal 1999; 5: 1-2.

15.Kidd EAM, Bechal SJ. Dasar-dasar karies penyakit dan penanggulangannya. Alih Bahasa. Narlan S, Safrida F. Jakarta: EGC, 1991: 1-2; 58.

16.Kennel DAJ. Baby bottle tooth decay/early childhood caries.

<http://www.mypediatricdentist.com/>(24 Maret 2008)

17.Rusiawati Y. Diet yang dapat merusak gigi anak-anak. Cermin Dunia Kedokteran 1991; 73: 45-7.

18.Al-Hussyeen AA, Al-Sadhan DA. Feeding practices and behavior of Saudi children with early childhood caries and dental knowledge of mothers. Saudi Dental J 2002; 14: 116-7.


(33)

19.Berkowitz RJ. Cause, treatment and prevention of early childhood caries: a microbiology perspective. J Can Dent Assoc 2003; 69(5): 306-7.

20.Wikipedia. Oral microbiology.

<http://en.wikipedia.org/wiki/Oral_microbiology>(18 Desember 2008)

21.Kendelman D, Ouatik N. Prevention of early childhood caries. JODQ-Suplemen April 2006; 9-10.

22.Kennedy DB. Konservasi gigi anak. Alih bahasa: Sumawinata N, Sumartono SH. ed 3. Jakarta: EGC, 1992: 2,14.

23.Mohebbi SZ, Virtanen JI, Murtomaa H, et al. Mothers as facilitators of oral hygiene in early childhood. International Journal of Pediatric Dentistry 2008; 18: 48,53.

24.Mohebbi SZ, Virtanen JI, Golpayegani MV, et al. Early childhood caries and dental plaque among 1-3 years old in Tehran, Iran. J Indian Soc Pedod Prev Dent 2006; 177,180.

25.Riyanti E. Penatalaksanaan perawatan nursing mouth caries. <http://resources.unpad.ac.id/unpad-content/uploads/publikasi_dosen/pdf>(18 desember 2008).

26.Raadal M, Espelid I, Mejare I. The caries lesion and its management in children and adolescents. In: Koch G, Poulsen S, Ed. Pediatric dentistry a clinical approach. 1st ed. Copenhagen: Blackwell Munksgaard, 2001: 177,189-90,193-5.


(1)

atau invasi koloni bakteri yang menyebabkan demineralisasi dan kerusakan gigi.2,7 Menurut Seow, proses terjadinya karies dimulai dari demineralisasi dan diikuti dengan remineralisasi sehingga proses karies selalu berubah secara terus-menerus. Pengunaan topikal aplikasi fluor seperti pasta gigi fluor, fluoride varnishes, atau berkumur dengan fluor dapat juga membantu dalam remineralisasi, oleh karena itu fluor dapat memperbaiki kerusakan gigi pada tahap awal.7

4.2. Perawatan

Masalah utama yang berhubungan dengan perawatan karies pada anak adalah perilaku yang tidak koperatif disebabkan keadaan mental anak yang belum matang, seperti kerjasama yang terbatas dan ketakutan terhadap orang asing dan situasi yang menimbulkan rasa tertekan. Rangsangan sakit yang minimal saja dapat menimbulkan reaksi takut dan penolakan terhadap perawatan.8,26

Pemeriksaan yang teliti termasuk pembuatan radiografi yang tepat harus dilakukan sebelum perawatan dimulai. Pemeriksaan mencakup riwayat umum, riwayat keluarga, riwayat gigi, penilaian kemampuan anak dalam bekerja sama selama perawatan, keadaan oklusi serta kemampuan anak melakukan perawatan mulut di rumah.22

Perawatan ECC tergantung pada tingkat keparahan karies.25 Untuk lesi yang sangat kecil (white spot), topikal aplikasi fluor kadang dapat digunakan untuk mendorong terjadinya remineralisasi walaupun kerusakan struktur gigi tidak dapat dikembalikan seperti semula. Namun remineralisasi dapat terjadi jika tingkat


(2)

yang lebih besar dilakukan perawatan restorasi yang dapat menghentikan laju karies dan mengurangi jumlah mikroorganisme.2,22

Untuk lesi karies pada gigi anterior dan posterior yang tidak terlalu besar dapat direstorasi dengan resin komposit atau semen ionomer kaca, sedangkan untuk lesi yang luas pada gigi posterior diindikasikan untuk merestorasi dengan Stainless

Steel Crown (SSC).8,25,26 Pemakaian semen ionomer kaca sangat diutamakan karena dapat melekat dengan baik pada enamel dan dentin serta potensial memiliki antikariogenik dengan melepaskan fluor.8

Pada gigi dengan karies telah mencapai pulpa hendaknya dilakukan perawatan endodontik terlebih dahulu sebelum dilakukan penambalan. Perawatan seperti kaping pulpa direk atau indirek, pulpotomi dan pulpektomi tergantung pada keparahannya. Indikasi pencabutan dilakukan bila lesi sudah tidak dapat dirawat lagi.16,22 Pembuatan gigi tiruan dapat dilakukan untuk mengembalikan estetis dan berfungsi sebagai space maintainer, lebih diutamakan untuk gigi posterior karena cenderung menyebabkan kekurangan ruangan.16,26

Secara umum, perawatan karies pada tahap awal tidak menimbulkan sakit dan biaya lebih murah dibandingkan perawatan pada karies yang telah meluas.2


(3)

BAB 5 KESIMPULAN

Early Childhood Caries adalah istilah yang menggantikan istilah karies botol

atau nursing caries yang digunakan sebelumnya untuk menjelaskan suatu bentuk karies rampan pada gigi sulung yang disebabkan oleh penggunaan susu botol atau cairan lainnya termasuk karbohidrat dalam jangka waktu yang panjang. ADA mendefinisikan penyakit ini bila dijumpai satu atau lebih gigi yang rusak dapat berupa lesi kavitas atau non kavitas, gigi yang dicabut karena karies, permukaan gigi sulung yang ditambal pada usia pra-sekolah yaitu sejak lahir sampai 71 bulan.

Karies ini mempunyai 4 tahap gambaran klinis dan merupakan penyakit multifaktorial karena terdapat banyak faktor yang berperan dalam terjadinya penyakit ini yaitu gigi, mikroorganisme, diet dan waktu. Faktor risiko seperti sosiokonomi, tingkat pendidikan orang tua, kebiasaan memberi makan, frekuensi menyikat gigi, kunjungan ke dokter gigi, penggunaan fluor dan kebersihan rongga mulut juga dapat menyebabkan karies..

Keberhasilan pencegahan dan perawatan ECC tergantung pada kerjasama antara dokter gigi, orang tua dan pasien dalam melaksanakan perawatan atau pencegahan di klinik maupun di rumah. Orang tua harus diberi tahu cara pemberian makanan yang tepat dan menjaga kebersihan gigi dan mulut anak.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

1. Tarigan R. Karies gigi. Jakarta: Hipokrates,1990: 1,52-3.

2. Wikipedia. Dental caries. <http://www.wikipedia.com>(5 May 2008).

3. Suwelo IS. Karies gigi sulung dan urutan besar peranan faktor risiko

terjadinya karies, Kajian pada anak prasekolah di DKI Jakarta dan sekitarnya. Disertasi. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada, 1988: 1,4,71.

4. Panjaitan M. Etiologi karies gigi dan penyakit periodontal. Edisi 1. Medan: USU Press, 1997: 3-11; 22-25.

5. Cvetkovic A, Ivanovic M. The Role of streptococcus mutan group and

salivary immunoglobulin in etiology of early childhood caries. Serbian Dental

J 2006; 53: 1-6

6. Mazhari F, Talebi M, Zoghi M. Prevalence of early childhood caries and its

risk factors in 6-60 months old children in Quchan. J Dent Res 2007;

4(2):96-100.

7. Chu S. Review - Early childhood caries: risk and prevention in underserved

populations. Jyi 2008; 18: 1-8

8. Fayle SA. Treatment of dental caries in the preschool child. In: Welbury RR, Ed. Pediatric dentistry. 2nd ed. New York: OXFORD UNIVERSITY PRESS, 2001: 120,123,129-30.

9. American Academy of Pediatric Dentistry. Policy on Early Childhood Caries

(ECC): uniqe challenges and treatment option. <http://www.aapd.com>(24


(5)

10. Bertness J, Holt K. Promoting awareness, preventing pain: facts on early

childhood caries (ECC). National Maternal and Child Oral Health Resource

Center,Georgetown University 2008.<http://www.mchoralhealth.org>(24 Maret 2008)

11. Brodeur JM, Galarneau C. The high incidence of early childhood caries in

kindergarten-age children. JODQ-Suplemen April 2006; 3-5.

12. Douglass JM, Douglass AB, Silk HJ. A practical guide to infant oral health. Am Fam Phycisians 2004; 70: 1-3.

13. Msefer S. Importence of early diagnosis of early childhood caries. JODQ-Suplemen April 2006; 6-8.

14. Morris RE, Gillespie G, Dashti A, et al. Early chilhdhood caries in Kuwait:

policy and recommendations. Eastern Mediterranean Health Journal 1999; 5:

1-2.

15. Kidd EAM, Bechal SJ. Dasar-dasar karies penyakit dan penanggulangannya. Alih Bahasa. Narlan S, Safrida F. Jakarta: EGC, 1991: 1-2; 58.

16. Kennel DAJ. Baby bottle tooth decay/early childhood caries. <http://www.mypediatricdentist.com/>(24 Maret 2008)

17. Rusiawati Y. Diet yang dapat merusak gigi anak-anak. Cermin Dunia Kedokteran 1991; 73: 45-7.

18. Al-Hussyeen AA, Al-Sadhan DA. Feeding practices and behavior of Saudi

children with early childhood caries and dental knowledge of mothers. Saudi


(6)

19. Berkowitz RJ. Cause, treatment and prevention of early childhood caries: a

microbiology perspective. J Can Dent Assoc 2003; 69(5): 306-7.

20. Wikipedia. Oral microbiology.

<http://en.wikipedia.org/wiki/Oral_microbiology>(18 Desember 2008) 21. Kendelman D, Ouatik N. Prevention of early childhood caries.

JODQ-Suplemen April 2006; 9-10.

22. Kennedy DB. Konservasi gigi anak. Alih bahasa: Sumawinata N, Sumartono SH. ed 3. Jakarta: EGC, 1992: 2,14.

23. Mohebbi SZ, Virtanen JI, Murtomaa H, et al. Mothers as facilitators of oral

hygiene in early childhood. International Journal of Pediatric Dentistry 2008;

18: 48,53.

24. Mohebbi SZ, Virtanen JI, Golpayegani MV, et al. Early childhood caries and

dental plaque among 1-3 years old in Tehran, Iran. J Indian Soc Pedod Prev

Dent 2006; 177,180.

25. Riyanti E. Penatalaksanaan perawatan nursing mouth caries. <http://resources.unpad.ac.id/unpad-content/uploads/publikasi_dosen/pdf>(18 desember 2008).

26. Raadal M, Espelid I, Mejare I. The caries lesion and its management in children and adolescents. In: Koch G, Poulsen S, Ed. Pediatric dentistry a

clinical approach. 1st ed. Copenhagen: Blackwell Munksgaard, 2001: 177,189-90,193-5.