Optimasi Proses Emulsifikasi dan Mikroenkapsulasi pada Pembuatan Bubuk Oleoresin lada (Piper nigrum)
OPTIMASI PROSES EMULSIFIKASI DAN MIKROENKAPSULASI
PADA PEMBUATAN BUBUK OLEORESIN LADA (Piper nigrum)
FIRDAUS SYAFI’I
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Optimasi Proses
Emulsifikasi dan Mikroenkapsulasi pada Pembuatan Bubuk Oleoresin Lada
(Piper nigrum) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2015
Firdaus Syafi’i
NIM F251120161
RINGKASAN
FIRDAUS SYAFI’I. Optimasi Proses Emulsifikasi dan Mikroenkapsulasi pada
Pembuatan Bubuk Oleoresin Lada (Piper nigrum). Dibimbing oleh C. HANNY
WIJAYA dan BUDI NURTAMA
Lada merupakan salah satu rempah populer yang dimanfaatkan sebagai
bumbu untuk berbagai jenis masakan. Salah satu ciri khas penting dari rempah ini
adalah memiliki cita rasa pedas dan aroma yang khas. Penggunaan oleoresin lada
banyak disukai bagi industri pangan terutama sebagai flavor. Akan tetapi,
produksi lada di Indonesia belum ada kemajuan dalam pemanfaatan secara
teknologi.
Oleoresin lada memiliki banyak keunggulan, antara lain: memiliki rasa
dan aroma yang kuat, memudahkan pengolahan, dan memiliki nilai ekonomis
yang tinggi sebagai flavor. Akan tetapi, oleoresin memiliki beberapa kelemahan,
antara lain: oleoresin memiliki sifat lengket dan kental, memiliki kelarutan rendah
dalam air, dan sering terjadi perubahan kimia (teroksidasi) dan organoleptik (offflavor) yang terjadi pada oleoresin selama penyimpanan,. Untuk mengatasi
kelemahan tersebut, dilakukan pembuatan bubuk oleoresin lada dengan proses
emulsifikasi dan mikroenkapsulasi
Penelitian ini bertujuan untuk memperbaiki nilai kelarutan ( 80%), kadar
minyak atsiri ( 0.70%), kadar surface oil ( 0.25%), dan kadar air ( 8.00%) pada
oleoresin lada melalui optimasi proses emulsifikasi dan mikroenkapsulasi.
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Response Surface Methodology
(RSM). Hasil penelitian menunjukkan bahan pengemulsi yang dipilih adalah gum
arab yang memiliki kelarutan tertinggi dalam air (99.78%). Titik optimum proses
emulsifikasi terjadi pada konsentrasi gum arab 15% dan lama homogenisasi 4
menit yang memberikan nilai kelarutan dalam air 99.80% dan stabilitas emulsi
97.15%. Titik optimum proses mikroenkapsulasi terjadi pada rasio maltodekstrin
dan natrium kaseinat (3:1), konsentrasi bahan penyalut 10%, dan suhu inlet
pengeringan 180°C yang memberikan nilai kadar minyak atsiri 1.04%, kelarutan
dalam air 98.18%, kadar surface oil 0.20%, kadar air 2.45%, oil recovery 77.07%,
dan rendemen 69.87%.
Kata kunci: oleoresin lada, RSM, emulsifikasi, mikroenkapsulasi
SUMMARY
FIRDAUS SYAFI’I. Optimation Process of Emulsification and Microencapsulation
on Production Powder of Oleoresin Pepper (Piper nigrum). Supervised by C.
HANNY WIJAYA and BUDI NURTAMA
Pepper is one of the popular herbs used as seasoning for various types of
cuisine. One of the important characteristic of this herb is it has spicy taste and
distinctive aroma. The use of pepper oleoresin is popular in the food industry,
particularly as a flavor However, it has been still in slow progress of its
technological development.
The oleoresin has many advantages, i.e. strong flavor and high economic
value. But it also has some disadvantages such as sticky and viscous properties,
has a low solubility in the water, and easily oxidized and off-flavored during
storage. The emulsification and microencapsulation methods is the solution of
these problems.
The aim of this study was to improve solubility (≥80%), oil content
(≥0.70%), surface oil (≤0.25%), and water content (≤8.00%) on pepper oleoresin
by optimize process of emulsification and microencapsulation. The experimental
design used in this study was Response Surface Methodology (RSM). The results
showed that the selected emulsifier was arabic gum that had the highest solubility
in water (99.78%). The optimum point of emulsification occured at 15% of
concentration arabic gum and 4 minutes of homogenization time with the result
was solubility in water 99.80%, and emulsion stability 97.78%. The optimum
point of microencapsulation process occured at 3:1 of maltodextrin and sodium
caseinate ratio, 10% of coating material concentration, and 180°C of drying
temperature with the result was essential oil content 1.04%, solubility in water
98.18%, surface oil 0.20%, water content 2.45%, oil recovery 77.07%, and the
yield of microcapsule 69.87%.
Keywords: pepper oleoresin, RSM, emulsification, microencapsulation
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
OPTIMASI PROSES EMULSIFIKASI DAN MIKROENKAPSULASI
PADA PEMBUATAN BUBUK OLEORESIN LADA (Piper nigrum)
FIRDAUS SYAFI’I
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
ii
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Prof. Dr. Ir. Dedi Fardiaz, M.Sc
iii
Judul Tesis : Optimasi Proses Emulsifikasi dan Mikroenkapsulasi pada
Pembuatan Bubuk Oleoresin lada (Piper nigrum)
Nama
: Firdaus Syafi’i
NIM
: F251120161
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Prof Dr Ir C. Hanny Wijaya, M.Agr
Ketua
Dr Ir Budi Nurtama, M.Agr
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Ilmu Pangan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof Dr Ir Ratih Dewanti-Hariyadi, M.Sc
Dr Ir Dahrul Syah, MscAgr
Tanggal Ujian: 06 Februari 2015
Tanggal Lulus:
iv
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2014 adalah
Optimasi Proses Emulsifikasi dan Mikroenkapsulasi pada Pembuatan Bubuk
Oleoresin Lada (Piper nigrum).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof Dr Ir C. Hanny Wijaya,
MAgr, Bapak Dr Ir Budi Nurtama, MAgr selaku pembimbing tesis, dan Bapak
Prof Dr Ir Dedi Fardiaz, MSc selaku penguji ujian tesis. Terimakasih untuk
program studi Ilmu Pangan. Terimakasih untuk Bapak Chandra selaku pemberi
dana penelitian. Terima kasih untuk teman-teman IPN atas kerja samanya, dan
teman-teman rekan kerja bimbel Katalis atas dukungannya. Ungkapan terima
kasih juga disampaikan kepada ayah (Ahmad Husen), ibu (Maryami), serta
seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Maret 2015
Firdaus Syafi’i
v
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
1
1
2
2
2 TINJAUAN PUSTAKA
Emulsifikasi
Mikroenkapsulasi
Teknik Pengering Semprot
Bahan Penyalut
3
3
6
8
10
3 METODE
Bahan dan Alat
Waktu dan Tempat penelitian
Metode Penelitian
Pemilihan Bahan Pengemulsi
Optimasi Proses Emulsifikasi
Optimasi Proses Mikroenkapsulasi
Pengukuran Respon Hasil Proses Emulsifikasi
Pengukuran Respon Hasil Proses Mikroenkapsulasi
11
11
11
12
12
12
12
13
14
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Penentuan Bahan Pengemulsi
Optimasi Proses Emulsifikasi Oleoresin Lada
Analisis Respon Proses Emulsifikasi
Optimasi dan Verifikasi Proses Emulsifikasi
Optimasi Proses Mikroenkapsulasi Oleoresin Lada
Analisis Respon Proses Mikroenkapsulasi
Optimasi dan Verifikasi Proses Mikroenkapsulasi
16
16
16
17
19
20
20
23
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
24
24
25
DAFTAR PUSTAKA
25
LAMPIRAN
29
RIWAYAT HIDUP
36
vi
DAFTAR TABEL
1. Aplikasi metode mikroenkapsulasi pada industri pangan
2. Suhu inlet pada mikroenkapsulasi beberapa bahan aktif dengan
pengering semprot
3. Jenis bahan penyalut yang umum digunakan untuk mikroenkapsulasi
4. Data hasil uji kelarutan emulsi
5. Hasil analisis respon emulsifikasi
6. Prediksi dan hasil aktual pada optimasi proses emulsifikasi
7. Hasil analisis respon mikroenkapsulasi
8. Prediksi dan hasil aktual pada proses optimasi mikroenkapsulasi
7
9
10
16
17
20
21
23
DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Jenis-jenis kerusakan emulsi
Perbedaan dua tipe struktur mikrokapsul
Skema pengering metode pengering semprot
Diagram alir penelitian pembuatan bubuk oleoresin lada
Grafik tiga dimensi dari kelarutan dalam air pada emulsifikasi oleoresin
Grafik tiga dimensi dari kestabilan emulsi pada emulsifikasi oleoresin
Grafik tiga dimensi pada optimasi proses mikroenkapsulasi
3
6
8
13
18
19
23
DAFTAR LAMPIRAN
1. Data hasil uji kelarutan emulsi
2. Analisis ragam pemilihan bahan pengemulsi
3. Data hasil uji Duncan
4. Data hasil pengukuran respon proses emulsifikasi oleoresin lada
5. Analisis ragam kelarutan emulsi oleoresin model reduced kubik
6. Analisis ragam kestabilan emulsi oleoresin model kuadratik
7. Data respon kelarutan emulsi oleoresin model reduced kubik
8. Data respon kesetabilan emulsi oleoresin model kuadratik
9. Data hasil pengukuran uji respon proses mikroenkapsulasi oleoresin lada
10. Analisis ragam rendemen mikrokapsul model kuadratik
11. Analisis ragam kelarutan mikrokapsul model reduced kuadratik
12. Analisis ragam minyak atsiri mikrokapsul model reduced kuadratik
13. Analisis ragam oil recovery mikrokapsul model reduced kuadratik
14. Analisis ragam kadar air mikrokapsul model reduced linier
15. Analisis ragam kadar surface oil mikrokapsul model kuadratik
16. Data analisis statistika uji respon proses mikroenkapsulasi
29
29
29
30
30
31
31
31
32
33
33
34
34
35
35
35
1
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Lada merupakan salah satu rempah populer yang dimanfaatkan sebagai
bumbu untuk berbagai jenis masakan. Salah satu keunggulan dari rempah ini
adalah memiliki cita rasa pedas dan aroma yang khas. Rasa pedas dari lada
disebabkan oleh senyawa piperin, piperanin, dan chavicin yang merupakan
persenyawaan (isomer basa) dari piperin dari golongan senyawa alkaloid. Aroma
khas dari lada disebabkan adanya komponen minyak atsiri yang mengandung
golongan senyawa piperanol, eugenol, safrol, metil eugenol, miristisin,
monoterpen, dan seskuiterpen (Ketaren 1985).
Komoditas lada di Indonesia sudah dikembangkan sejak lama. Indonesia
merupakan produsen dan eksportir utama lada di dunia. Indonesia merupakan lima
besar negara produsen lada di dunia khususnya lada hitam dan lada putih
(Direktorat Jenderal Perkebunan 2007). Namun, produksi lada di Indonesia belum
ada kemajuan dalam pemanfaatan secara teknologi dan tidak mengalami
perkembangan secara signifikan, baik dari segi mutu maupun pengembangan
produknya. Saat ini produk lada di Indonesia masih dipasarkan dalam bentuk
konvensional, yaitu masih dalam bentuk butiran atau bubuk utuh yang dipasarkan
dalam bentuk curah. Oleh karena itu, perlu ditingkatkan kualitas produk dengan
pemanfaatan secara teknologi agar dapat meningkatkan nilai tambah dan dapat
memperluas pasar lada di Indonesia. Salah satu metode untuk meningkatkan nilai
produksi dan mutu lada adalah dengan cara ekstraksi untuk mendapatkan
oleoresin.
Penggunaan oleoresin lada banyak disukai oleh industri pangan terutama
sebagai flavor. Hal ini dikarenakan oleoresin memiliki banyak keunggulan, antara
lain: memiliki rasa dan aroma yang kuat, memudahkan pengolahan, mengurangi
volume dan berat sehingga mengurangi biaya transportasi, dan memiliki nilai
ekonomis yang tinggi sebagai flavor. Akan tetapi, oleoresin memiliki beberapa
kelemahan, antara lain: oleoresin memiliki sifat lengket dan kental, memiliki
kelarutan rendah dalam air, dan sering terjadi perubahan kimia (teroksidasi) dan
organoleptik (off-flavor) selama penyimpanan (Yuliani et al. 2007). Untuk
mengatasi kelemahan tersebut, dilakukan pembuatan bubuk oleoresin lada dengan
proses emulsifikasi dan mikroenkapsulasi metode pengering semprot.
Penelitian terkait mikroenkapsulasi oleoresin lada metode pengering
semprot sudah cukup banyak dilakukan. Sudibyo et al. (1995) telah melakukan
mikroenkapsulasi oleoresin lada menggunakan bahan penyalut seperti gelatin,
tween 80, natrium alginat, dan dekstrin. Sudibyo dan Simanjutak (2009) juga telah
melakukan penelitian terhadap pengaruh tingkat konsentrasi oleoresin dan
komposisi penyalut terhadap karakteristik mikroenkapsulasi oleoresin lada metode
pengering semprot yang menghasilkan mikrokapsul terbaik dengan konsentrasi
oleoresin 10% dan rasio maltodekstrin dan natrium kaseinat (75:25). Menurut
penelitian Saikh et al. (2006), oleoresin lada yang diperoleh dengan ekstraksi
menggunakan pelarut etanol dan mikroenkapsulasi oleoresin lada menggunakan
bahan penyalut gum arab yang termodifikasi pati menghasilkan perlindungan
mikrokapsul yang baik dengan kandungan komponen volatil dan non volatil yang
stabil selama penyimpanan 6 minggu.
2
Penelitian pembuatan bubuk oleoresin lada sampai saat ini masih
menggunakan proses ekstraksi secara konvensional (pelarut organik). Selain itu,
belum ada penelitian tentang proses optimasi pada pembuatan bubuk lada dengan
proses emulsifikasi dan mikroenkapsulasi metode pengering semprot, sehingga
pada penelitian ini dilakukan proses optimasi emulsifikasi dan mikroenkapsulasi
pada pembuatan bubuk oleoresin lada.
Pada pembuatan suatu emulsi, pemilihan bahan pengemulsi merupakan
faktor penting karena mutu dan kestabilan suatu emulsi dipengaruhi oleh bahan
pengemulsi yang digunakan. Pemilihan bahan pengemulsi harus memenuhi
beberapa syarat, yaitu: harus dapat bercampur dengan komponen-komponen lain,
tidak boleh mempengaruhi stabilitas bahan awal, stabil, tidak terurai, tidak bersifat
toksik, mempunyai bau, warna, dan rasa yang lemah sehingga tidak
mempengaruhi karakteristik bahan (Murwan et al. 2008). Hal utama yang harus
dimiliki oleh bahan pengemulsi adalah kemampuannya untuk menghasilkan dan
menjaga stabilitas emulsi dalam penyimpanan dan pemakaian.
Teknik mikroenkapsulasi dengan metode pengering semprot dapat
meningkatkan kualitas oleoresin sebagai bumbu masak, misalnya: meningkatkan
kelarutan oleoresin, melindungi rasa dan aroma bahan, dan menjaga kestabilan
oleoresin. Selain itu, proses mikroenkapsulasi dapat melindungi komponen flavor
oleoresin dari perubahan destruktif, dan dapat meningkatkan stabilitas komponen
flavor (Jafari et al. 2008). Salah satu parameter penting yang harus diperhatikan
dalam proses mikroenkapsulasi adalah pemilihan bahan penyalut. Bahan yang
digunakan harus memiliki tingkat kelarutan dalam air yang tinggi, memiliki
kemampuan emulsi yang tinggi, dapat mempertahankan flavor bahan, tidak
merubah rasa dan aroma bahan, dapat mempermudah proses pengeringan semprot,
dan memiliki harga yang relatif murah. Selain itu, bahan penyalut yang digunakan
harus dapat mengontrol tingkat pelepasan dari senyawa flavor (flavor release),
sehingga saat diaplikasikan menghasilkan rasa dan aroma yang sama dengan
aslinya (Medane et al. 2006).
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memperbaiki nilai kelarutan ( 80%), kadar
minyak atsiri ( 0.70%), kadar surface oil ( 0.25%), dan kadar air ( 8.00%) pada
oleoresin lada melalui optimasi proses emulsifikasi dan mikroenkapsulasi pada
pembuatan bubuk oleoresin lada.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat memberikan manfaat untuk menghasilkan produk
bubuk oleoresin lada dengan kualitas yang baik sehingga pemanfaatan sebagai
bumbu masakan dapat digunakan secara praktis, efisien, dan memiliki nilai
ekonomis yang tinggi tanpa mengubah karakteristik bahan aslinya. Komponen
flavor yang dimikroenkapsulasi sangat efektif digunakan sebagai bumbu masakan
sehingga penggunaannya di industri akan lebih diminati.
3
2 TINJAUAN PUSTAKA
Emulsifikasi
Emulsi adalah proses pendispersian suatu cairan dalam cairan lain, yang
molekul-molekul cairan tersebut tidak saling bercampur. Pada umumnya emulsi
bersifat tidak stabil, yaitu dapat pecah atau lemak dan air akan terpisah (Murwan
et al. 2008). Hal ini dikarenakan masing-masing partikel mempunyai
kecenderungan untuk bergabung dengan partikel sesama lainnya membentuk
suatu agregat yang akhirnya dapat mengakibatkan emulsi tersebut pecah.
Kerusakan atau ketidakstabilan emulsi disebabkan akibat terjadinya kriming,
flokulasi, dan koalesen (Alvarado et al. 2011).
kriming
flokulasi
koalesen
Gambar 1. Jenis-jenis kerusakan emulsi (Alvarado et al. 2011)
Untuk menstabilkan sistem emulsi dibutuhkan bahan pengemulsi. Bahan
pengemulsi merupakan senyawa yang mempunyai aktivitas permukaan sehingga
dapat menurunkan tegangan permukaan antara cairan-cairan dan membentuk
lapisan pelindung disekitar tetesan yang mencegah penggabungan satu sama lain
(Murwan et al. 2008). Kemampuannya menurunkan tegangan permukaan menjadi
hal menarik karena bahan pengemulsi memiliki keunikan struktur kimia yang
mampu menyatukan dua senyawa berbeda polaritasnya. Mekanisme kerja bahan
pengemulsi adalah dengan cara menurunkan tegangan antarmuka permukaan air
dan minyak serta membentuk lapisan film pada permukaan butiran-butiran fase
terdispersinya. Daya kerja bahan pengemulsi mampu menurunkan tegangan
permukaan yang dicirikan oleh bagian lipofilik (non-polar) dan hidrofilik (polar)
yang terdapat pada struktur kimianya. Ukuran relatif bagian hidrofilik dan
lipofilik zat pengemulsi menjadi faktor utama yang menentukan perilakunya
dalam pengemulsian. Dalam pembuatan suatu emulsi, pemilihan bahan
pengemulsi merupakan faktor penting yang harus diperhatikan karena mutu dan
kestabilan suatu emulsi dipengaruhi oleh bahan pengemulsi yang digunakan.
Parameter yang mempengaruhi kestabilan dalam pembuatan emulsi, antara
lain: pemilihan bahan pengemulsi, perbandingan bahan pengemulsi dengan zat
yang diemulsi, suhu, kecepatan, dan waktu pengadukan. Dalam pemilihan bahan
pengemulsi harus memenuhi beberapa syarat, antara lain: bahan pengemulsi harus
dapat bercampur dengan komponen-komponen lain, tidak mempengaruhi
stabilitas bahan awal, stabil, tidak terurai, tidak bersifat toksik, mempunyai bau,
warna, dan rasa yang lemah sehingga tidak mempengaruhi karakteristik bahan
(Murwan et al. 2008). Bahan pengemulsi yang baik untuk tipe emulsi minyak
dalam air antara lain : gum arab, karboksilmetilselulosa (CMC), dan tween 80.
Bahan pengemulsi untuk tipe emulsi minyak dalam air memiliki kestabilan emulsi
yang tinggi, dan memiliki kelarutan tinggi dalam air.
4
Gum arab mengandung polisakarida, protein, dan mengandung beberapa
unsur mineral (Williams dan Phillips 2000). Kandungan protein gum arab yang
mengandung rantai polipeptida hidrofilik dan hidrofobik berfungsi menstabilkan
sistem emulsi. Sedangkan kandungan karbohidratnya dapat menghambat flokulasi
dan perpaduan melalui tolakan elektrostatik dan sterik (Murwan et al. 2008). Gum
arab jauh lebih mudah larut dalam air dibanding hidrokoloid lainnya. Pada olahan
pangan, gum arab digunakan untuk mendorong pembentukan emulsi lemak yang
efektif dan mencegah kristalisasi. Gum arab merupakan bahan pengemulsi yang
sangat baik untuk tipe emulsi minyak dalam air (o/w) untuk obat dan pangan
(Murwan et al. 2008).
Gum arab digunakan sebagai bahan pengemulsi karena memiliki berbagai
fungsi, antara lain : sebagai pelindung koloid, pembangun film dan lapisan gel,
inhibitor oksidasi, dan sebagai stabilizer (Murwan et al. 2008). Selain itu, emulsi
yang terbentuk sangat stabil, tidak terlalu kental, dan memiliki rasa, aroma, warna
yang netral sehingga tidak mempengaruhi karakterisasi flavor bahan yang
diemulsi. Gum arab dapat meningkatkan stabilitas dengan peningkatan viskositas.
Gum arab juga dapat digunakan untuk pengikatan flavor, dan pemantap emulsi.
Menurut Murwan et al. (2008), konsentrasi gum arab yang digunakan untuk
menstabilkan sistem emulsi sebesar 20% dengan perbandingan gum arab dan
minyak sebesar 2:1. Menurut Saifullah dan Aziz (2011), emulsi minuman rasa
jeruk dengan gum arab sebagai bahan pengemulsi memberikan kestabilan emulsi
yang tinggi pada konsentrasi gum arab sebesar 15%.
Karboksilmetilselulosa (CMC) merupakan senyawa polimer turunan dari
selulosa yang penggunaanya banyak digunakan dalam industri pangan terutama
sebagai bahan penstabil. Penggunaan CMC baik digunakan untuk emulsi tipe
minyak dalam air. CMC memiliki nilai HLB yang tinggi dan memiliki kesetabilan
emulsi yang baik. Mekanisme kesetabilan CMC mengikuti bentuk konformasi
extended atau streched ribbon (tipe pita). Tipe tersebut terbentuk dari senyawa
1,4-D glukopiranosil dari rantai selulosa. Terbentuknya
konformasi pita
disebabkan oleh adanya penggabungan antara ikatan geometri zig-zag monomer
dengan jembatan hidrogen antar semyawa 1,4-D glukopiranosil satu dengan yang
lain sehingga menyebabkan susunannya menjadi stabil. Selain itu kestabilan dari
CMC terjadi dengan cara memerangkap air dengan membentuk jembatan
hidrogen dengan molekul CMC yang lain (Belitz dan Grosch, 1986).
CMC digunakan sebagai bahan pengemulsi pada bahan pangan karena
memiliki berbagai keunggulan, antara lain : menstabilkan sistem emulsi, kelarutan
dalam air tinggi, memperbaiki penampakan tekstur bahan, dan dapat mencegah
terjadinya sineresis (emulsi stabil pada suhu dingin). Selain itu CMC memiliki
rasa dan aroma yang netral sehingga tidak mempengaruhi karakterisasi flavor
bahan yang diemulsi. Akan tetapi CMC memiliki beberapa kelemahan, antara
lain: memiliki warna yang putih sedikit kekuningan, dan memiliki daya ikat
flavor yang sangat kuat. Hal ini dikarenakan CMC merupakan turunan dari
selulosa yang memiliki struktur helix sehingga dapat memperangkap komponen
aktif pada bahan sehingga dapat menghambat pelepasan flavor bahan. Penggunaan
CMC sebagai bahan pengemulsi yang baik pada kisaran konsentrasi 0.25 – 1.0%.
Menurut Kailaku et al. (2012), penggunaan CMC dengan konsentrasi 0.6% dapat
menghasilkan stabilitas emulsi yang baik sampai dengan akhir pengamatan (14
hari). Menurut penelitian Murtiningrum et al. (2013), menunjukkan bahwa emulsi
5
minyak buah merah paling stabil menggunakan CMC dengan konsentrasi 0.25%
pada rasio air dan minyak sebesar 6:4. Menurut Kipdiyah (2010), bahan
pengemulsi yang optimum digunakan dalam emulsi minyak sawit merah adalah
CMC dengan konsentrasi sebesar 0.65% dengan perbandingan air dan minyak
sebesar 6:4.
Tween 80 merupakan senyawa ester asam lemak polisorbat 80 atau
polioksietilena 20 sorbitan monooleat (C64H124O26). Tween 80 mempunyai gugus
hidrofilik yaitu grup polioksietilen yang merupakan polimer dari etilen oksida dan
gugus lipofilik yaitu asam oleat. Tween 80 merupakan jenis bahan pengemulsi
nonionik yang dapat berasal dari sorbitol yang diperoleh dari berbagai jenis buah.
Pada suhu 25ºC, tween 80 berwujud cair, berwarna kekuningan dan berminyak,
memiliki aroma yang khas, dan sedikit berasa pahit. Tween 80 sangat larut dalam
air, minyak, etanol dan pelarut pelarut organik. Secara umum kegunaan tween 80
antara lain: sebagai zat pembasah, emulgator, dan peningkat kelarutan. Sebagai
bahan pengemulsi, tween 80 banyak digunakan dalam produk pangan seperti es
krim, minuman emulsi dari minyak sawit merah, emulsi minyak atsiri dan produk
lainnya. Sebagai bahan pengemulsi pada bahan pangan, tween 80 memiliki
keunggulan dan kelemahan. Keunggulan tween 80 sebagai bahan pengemulsi
antara lain : menstabilkan sistem emulsi, kelarutan tinggi dalam air, memiliki nilai
HLB yang tinggi. Sedangkan kelemahan tween 80 sebagai bahan pengemulsi
antara lain : memiliki rasa yang sedikit pahit, rasa asam, dan rasa hangat yang
akan mempengaruhi karakeristik cita rasa bahan yang diemulsi. Konsentrasi tween
yang baik digunakan dalam emulsi buah merah sebesar 0,45% pada rasio minyakair (7:3) (Murtiningrum et al. 2013). Menurut penelitian Rita (2012), Konsentrasi
tween sebagai emulsifier pada minyak sawit merah sebesar 1% pada rasio
minyak-air (7:3).
Berdasarkan keunggulan dan kelemahan bahan tersebut, terkait
kegunaannya sebagai bahan pengemulsi, maka perlu dilakukan pemilihan bahan
pengemulsi untuk mengetahui pengaruh bahan pengemulsi yang berbeda terhadap
kestabilan emulsi dan tingkat kelarutannya dalam air. Bahan pengemulsi yang
digunakan untuk emulsifikasi oleoresin lada, antara lain : gum arab, CMC, tween
80, campuran gum arab dengan tween 80 dan campuran gum arab dengan CMC
(dengan perbandingan tertentu). Campuran gum arab dengan CMC diharapkan
dapat menghasilkan bahan pengemulsi yang baik dan efektif untuk pembuatan
emulsi oleoresin lada sehingga dapat meningkatkan kestabilan sistem emulsi yang
dihasilkan, meningkatkan kelarutan dalam air dan tidak mempengaruhi flavor
bahan yang diemulsi. Penggunaan campuran gum arab dan CMC dengan
perbandingan yang tepat diharapkan memiliki nilai sinergis sehingga dengan
pencampuran kedua bahan tersebut dapat meningkatkan kemampuan sebagai
bahan pengemulsi. Menurut Rini et al. (2012) penggunaan kombinasi gum arab
dengan CMC dengan perbandingan (2:1) pada velva wortel berpengaruh terhadap
tekstur dan overall. Berdasarkan penelitian Tamaroh (2004), pencampuran CMC
dengan gum arab sebagai bahan pengemulsi pada pembuatan emulsi buah jambu
dapat meningkatkan kestabilan emulsi dan lebih disukai oleh konsumen.
Suhu yang tinggi dapat membantu mengurangi tegangan antar muka dan
viskositas. Perubahan suhu dapat mengubah koefisien distribusi pengemulsi antara
dua fase dan menyebabkan migrasi pengemulsi. Akan tetapi, distribusi
pengemulsi sebagai suatu fungsi suhu tidak dapat dihubungkan secara langsung,
6
baik dengan pembentukan atau stabilitas emulsi. Hal ini dikarenakan perubahan
dalam tegangan permukaan serta viskositas terjadi secara serentak. Waktu emulsi
memiliki pengaruh pada proses emulsifikasi. Pengadukan yang terlalu lama harus
dihindari, karena mempengaruhi kestabilan dan pembentukan emulsi.
Pembentukan emulsi yang baik adalah dengan menggunakan pengadukan pada
waktu-waktu tertentu. Menurut Rita (2011), waktu optimum dalam proses
emulsifikasi minyak sawit merah sebesar 4 menit dengan kecepatan homogenisasi
sebesar 10.000 rpm. Menurut Kailaku et al. (2012), Kondisi proses homogenisasi
pada proses emulsi santan menggunakan CMC yang optimal diperoleh pada
kecepatan putaran 6.000 rpm selama 30 menit.
Mikroenkapsulasi
Mikroenkapsulasi merupakan suatu proes penyalutan bahan-bahan yang
berbentuk padat, cair, ataupun gas dengan menggunakan sebuah bahan penyalut.
Proses mikroenkapsulasi bertujuan untuk menghasilkan partikel-partikel padatan
yang telah dilapisi oleh bahan penyalut tertentu. Struktur yang menyelimuti bahan
inti disebut dinding yang berguna untuk melindungi inti dari kerusakan dan
pelepasan inti dari penyalut. Zat aktif yang tersalut dalam mikrokapsul disebut
core (inti). Inti memiliki wujud padat atau cairan yang memiliki sifat permukaan
hidrofilik ataupun hidrofobik. Sedangkan zat penyalut atau dinding penyalut
mikrokapsul disebut skin atau shell (pengkapsul). Zat aktif yang tersalut (core),
disalut dengan mikrokapsul terdiri atas 2 struktur utama, yaitu single-core dan
multiple-core (Jafari et al. 2008). Perbedaan struktur enkapsulasi ditunjukkan
pada gambar 2. Penyalut yang berfungsi sebagai dinding pembungkus bahan inti
harus dirancang untuk melindungi bahan-bahan inti dari faktor-faktor yang dapat
menurunkan kualitas bahan, seperti faktor yang mempengaruhi fungsional zat
kimia bahan, rasa, kelarutan, dan volatilitas bahan. Dalam industri pangan, proses
mikroenkapsulasi dilakukan untuk melindungi komponen flavor, melindungi rasa
inti, dapat meningkatkan stabilitas komponen flavor, memudahkan penanganan,
mengontrol material inti, menjaga kestabilan dari bahan inti, dan mengubahnya
menjadi bubuk sehingga dapat menekan kerugian selama penyimpanan dan
pendistribusian.
Gambar 2. Perbedaan dua tipe struktur mikrokapsul (Jafari et al. 2008).
Ukuran mikrokapsul berkisaran antara 0,2-5000 μm yang memiliki
berbagai bentuk. Jika ukuran partikel sudah mencapai lebih dari 5000 μm disebut
makrokapsul, dan jika ukurannya kurang dari 0.2 μm disebut sebagai nanokapsul
(Jafari et al. 2008). Struktur dan ukuran mikrokapsul yang dihasilkan tergantung
dari teknik pembuatannya, jenis bahan inti, dan bahan penyalut yang digunakan.
7
Bahan inti yang dienkapsulasi adalah bahan yang perlu dilindungi, diisolasi, dan
menunda pelepasan material intinya. Mikroenkapsulasi memiliki beberapa bidang
aplikasi yang pada umumnya pada industri makanan terutama industri flavor
(Madene et al. 2006). Proses enkapsulasi flavor dapat diterapkan untuk berbagai
flavor seperti minyak atsiri dan oleoresin. Salah satu yang terpenting dalam
penerapannya adalah mengubah bahan cair atau pasta menjadi padatan sehingga
dihasilkan produk yang kering dan dapat melindungi bahan tersebut dari
penguapan, oksidasi, dan reaksi kimia (Rosenberg et al. 1990).
Banyak metode mikroenkapsulasi yang telah dievaluasi dan
dikomersialkan pada bahan makanan. Secara umum metode proses
mikroenkapsulasi yang digunakan dibagi menjadi dua proses, yaitu secara kimia
dan mekanika. Proses kimia meliputi: metode kokristalisasi, polimerisasi
interfasial, koaservasi, dan inkulasi molekular. Sedangkan proses mekanika
meliputi: metode pengering semprot, penyalutan dengan suspensi udara,
extrusion, dan spray cooling/spray chilling (Dziezak 1988). Dari berbagai metode
tersebut, metode pengering semprot merupakan metode yang paling umum untuk
proses mikroenkapsulasi komponen flavor. Proses mikroenkapsulasi dengan
metode pengering semprot memiliki banyak keuntungan, antara lain: ketersediaan
peralatan yang sederhana, biaya proses relatif rendah, pilihan yang luas dalam
penggunaan bahan penyalut, kemampuan retensi bahan volatil yang baik, dan
stabilitas flavor yang dihasilkan juga sangat baik (Reineccius 1988).
Tabel 1. Aplikasi metode mikroenkapsulasi pada industri pangan
Teknik enkapsulasi Bentuk kapsulat
Aplikasi
Ekstruksi
Bubuk/granula
Minuman instan, permen
Fluid bed drying
Bubuk/granula
Permen, makanan saji
Insklusi molekular Bubuk
Permen, minuman instan
Koaservasi
Pasta/bubuk/kapsul Permen karet, pasta gigi
Pengering semprot Bubuk
Flavor, permen, susu bubuk,
dan makanan/minuman instan
Spray chilling
Bubuk
Es, makanan saji
Sumber : Medane et al. (2006)
Sudibyo et al. (1995) telah melakukan mikroenkapsulasi oleoresin lada
menggunakan bahan penyalut seperti gelatin, tween 80, natrium alginat, dan
dekstrin. Sudibyo dan Simanjutak (2009) juga telah melakukan penelitian
terhadap pengaruh tingkat konsentrasi oleoresin dan komposisi penyalut terhadap
karakteristik mikroenkapsulasi oleoresin lada metode pengering semprot yang
menghasilkan mikrokapsul terbaik dengan konsentrasi oleoresin 10% dan rasio
maltodekstrin dan natrium kaseinat (75:25). Menurut penelitian Saikh et al.
(2006), oleoresin lada yang diperoleh dengan ekstraksi menggunakan pelarut
etanol dan mikroenkapsulasi oleoresin lada menggunakan bahan penyalut gum
arab yang termodifikasi pati menghasilkan perlindungan mikrokapsul yang baik
dengan kandungan komponen volatil dan non volatil yang stabil selama
penyimpanan 6 minggu. Berdasarkan penelitian Nugraha (2009), perbandingan
antara maltodekstrin dengan natrium kaseinat optimum yang digunakan sebagai
bahan penyalut untuk mikroenkapsulasi oleoresin lada sebesar 9:1
8
Teknik Pengeringan Semprot
Teknik pengeringan semprot merupakan suatu proses pengeringan untuk
mengurangi kadar air suatu bahan sehingga dihasilkan produk berupa bubuk
melalui penguapan cairan. Bahan yang digunakan dalam pengeringan semprot
dapat berupa suspensi, dispersi maupun emulsi. Produk akhir yang dihasilkan
berupa bubuk. Prinsip dasar dari teknik pengering semprot adalah memperluas
permukaan cairan yang akan dikeringkan dengan cara pembentukan butiran kecil
yang selanjutnya dikontakkan dengan udara pengering yang panas. Udara panas
akan memberikan energi untuk proses penguapan dan menyerap uap air yang
keluar dari bahan. Bahan (cairan) yang akan dikeringkan dilewatkan pada suatu
saringan bertekanan sehingga keluar dalam bentuk butiran yang sangat halus.
Butiran ini selanjutnya masuk kedalam ruang pengering yang dilewati oleh aliran
udara panas. Hasil pengeringan berupa bubuk akan berkumpul dibagian bawah
ruang pengering yang selanjutnya dialirkan ke bak penampung.
Gambar 3. Skema pengering metode pengering semprot (Shaikh et al.2006).
Parameter yang harus diperhatikan pada proses pengeringan semprot
antara lain: suhu pengeringan inlet, laju alir umpan, konsentrasi dan viskositas
padatan terlarut, konsentrasi bahan yang dikeringkan, jumlah padatan terlarut,
tegangan permukaan, tingkat volatilitas bahan pelarut, dan performa dari
pendukung proses mikroenkapsulasi seperti kemampuan stabilitas emulsi, dan
kemampuan pembentukan film. Semakin tinggi suhu udara yang digunakan untuk
pengeringan maka proses penguapan air pada bahan akan semakin cepat, akan
tetapi suhu yang tinggi memungkinkan terjadinya kerusakan secara fisik maupun
kimia pada bahan yang tidak tahan panas. Rentang suhu inlet yang umumnya
aman digunakan dan menghasilkan retensi yang baik adalah 160-210°C
(Rennecius et al. 1988). Kondisi efektif yang digunakan pada enkapsulasi
oleoresin lada dengan penyalut maltodekstrin dan gum arab menggunakan suhu
inlet 178°C, dengan laju alir umpan 5 ml/menit (Shaikh et al.2006). Menurut
Yuliani et al. (2007), suhu inlet pengeringan 170°C pada proses pengeringan
semprot menghasilkan mikrokapsul oleoresin jahe dengan karakteristik terbaik.
9
Tabel 2. Suhu inlet pada mikroenkapsulasi beberapa bahan aktif
Bahan inti
Bahan pengkapsul
Anhydrous milk fat
Protein whey/laktosa
Etil butirat etil kaprilat
Protein whey/laktosa
Oregano dan citronela
Protein whey/protein susu
Minyak kedelai
natrium kaseinat/karbohidrat
Kalsium sitrat
Polimetakrilik
Likopen
Gelatin/sukrosa
Minyak ikan
Turunan pati/sirup glukosa
Minyak esensial kardamom
Gum Mesquite
Oleoresin kardamom
Gum arab/maltodekstrin
Oleoresin lada hitam
Gum arab/maltodekstrin
Oleoresin kurkumin
Gum arab/ maltodekstrin
Asam lemak rantai pendek
Gum arab/ maltodekstrin
Sumber : Gharsallaoui et al. (2007)
suhu inlet (oC)
160
160
185-195
180
120-170
190
170
195-205
160-180
176-180
158-162
180
Viskositas bahan yang akan dikeringkan mempengaruhi partikel yang
keluar melalui nozel. Viskositas yang rendah menyebabkan kurangnya energi dan
tekanan dalam menghasilkan partikel pada atomisasi. Tegangan permukaan yang
tinggi dapat menghambat proses pengeringan, umumnya untuk menurunkan
tegangan permukaan dilakukan penambahan bahan pengemulsi. Ukuran butiran
yang dihasilkan harus tepat. Jika terlalu besar maka proses pengeringan tidak
dapat berjalan dengan baik. Sedangkan jika ukurannya terlalu kecil akan
menyebabkan terjadinya over heating. Parameter suhu dan laju alir pengeringan
harus disesuaikan dengan kesetabilan bahan penyalut. Ketidaksesuaian kondisi
pengeringan dengan kestabilan bahan penyalut terhadap panas dapat
menyebabkan penurunan retensi dan kerusakan struktur mikrokapsul.
Metode pengeringan semprot memiliki banyak kelebihan, antara lain :
kapasitas pengeringan besar dan proses pengeringan terjadi dalam waktu yang
sangat cepat, kapasitas pengeringan mencapai 100 ton/jam, tidak terjadi
kehilangan senyawa volatil dalam jumlah besar, pilihan yang luas dalam
penggunaan bahan penyalut, kemampuan retensi bahan volatil yang baik, dan
stabilitas flavor yang dihasilkan sangat baik, memproduksi partikel kering dengan
ukuran, bentuk, dan kandungan air serta sifat-sifat lain yang dapat dikontrol sesuai
yang diinginkan, dan produk akhir yang dihasilkan berbentuk bubuk yang stabil
sehingga memudahkan dalam penanganan dan transportasi, selain itu produk dari
metode pengeringan semprot memiliki harga yang murah dan ekonomis.
Bahan Penyalut
Bahan penyalut adalah bahan-bahan yang berfungsi sebagai penyalut
bahan inti (bahan aktif) dalam proses enkapsulasi. Bahan penyalut yang
digunakan dipengaruhi oleh spesifikasi bahan inti yang disalut dan jenis
mikroenkapsulasi yang digunakan. Bahan penyalut yang berfungsi sebagai
dinding pembungkus bahan inti harus dirancang sedemikian rupa untuk
melindungi bahan-bahan yang tersalut dari faktor-faktor yang dapat menurunkan
kualitas produk. Bahan penyalut yang umum digunakan untuk proses enkapsulasi
10
adalah bahan yang berbasis dasar karbohidrat, protein, gum, lemak, dan bahan
anorganik (tabel 3). Namun, bahan penyalut yang paling banyak digunakan untuk
enkapsulasi oleoresin adalah berasal dari bahan yang berbasis karbohidrat dan
protein. Menurut Reineccius (1988), karbohidrat seperti pati-pati terhidrolisis dan
emulsifying starches, serta dari jenis gum (terutama gum arab) paling umum
digunakan sebagai bahan penyalut. Selain itu, penelitian terhadap penggunaan
campuran protein dengan karbohidrat juga telah dilakukan diantaranya
penggunaan gum arab, isolat protein kedelai dan isolat protein gandum untuk
minyak jeruk (Kim et al, 1996). Bahan penyalut dari jenis protein maupun
kombinasi protein dengan polisakarida adalah lebih efektif sebagai bahan
penyalut. Menurut Zhao dan Whistler (1994), pati dapat berinteraksi dengan
komponen-komponen lain seperti protein membentuk granula (sphere) dalam
proses pengeringan semprot. Granula ini dapat membawa sejumlah komponen
bahan pangan seperti minyak dan flavor untuk mengontrol pelepasannya dari
struktur poros granula. Beberapa bahan penyalut yang biasa digunakan dalam
proses mikroenkapsulasi disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Jenis bahan penyalut yang umum digunakan untuk mikroenkapsulasi
Kelas
Jenis
Pati, dekstrin, sukrosa, sirup jagung, CMC
Karbohidrat
(karboksilmetilselulosa), etil selulosa, metil selulosa,
nitro selulosa, dan asetil selulosa
Gum
Gum arab, agar, natrium alginat, karagenan
Protein
Gluten, kasein, gelatin, albumin
Lemak
Lilin, paraffin, tristearin, asam stearat, monogliserida
Bahan anorganik
Kalsium fosfat, silikat
Sumber : Jackson dan Lee (1991)
Maltodekstrin memiliki kelarutan tinggi dalam air, memiliki viskositas
rendah pada konsentrasi tinggi, memiliki flavor release yang bagus, memiliki
harga yang terjangkau dan mudah diperoleh. Akan tetapi memiliki kemampuan
yang kurang baik sebagai bahan pengemulsi, dan kurang efektif untuk
menstabilkan. Natrium kaseinat memiliki kemampuan emulsifikasi yang baik,
kelarutan dalam air tinggi, stabilitas panas baik, akan tetapi memiliki viskositas
yang tinggi sehingga dapat mempersulit proses pengering semprot. Pati (amilosa
dan amilopektin) memiliki kelarutan yang rendah dalam air, dan kurang baik
digunakan untuk proses flavor release. Amilosa dapat membentuk struktur single
helix, sedangkan amilopektin dapat membentuk struktur double helix yang
keduanya dapat mengikat senyawa flavor sehingga dapat menghambat proses
pelepasan flavor. Bahan berbasis lemak tidak cocok digunakan dalam proses
enkapsulasi oleoresin lada karena lemak akan mempengaruhi kelarutan oleoresin
dalam air, menunda flavor release, dan dapat mempengaruhi sensori dan flavor
produk.
Untuk mengoptimasi proses mikroenkapsulasi oleoresin dengan metode
pengering semprot, dilakukan kombinasi komposisi bahan penyalut yang
digunakan. Berdasarkan keunggulan dan kelemahan bahan penyalut tersebut,
terkait kegunaannya sebagai penyalut dan nilai ekonomis bahan tersebut, bahan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah maltodekstrin dan natrium kaseinat
11
yang diperhitungkan komposisinya sehingga menghasilkan proses enkaplusasi
yang optimal. Berdasarkan keunggulan masing-masing bahan antara maltodekstrin
dan natrium kaseinat diharapkan dapat menghasilkan bahan penyalut yang baik
dan efektif untuk pembuatan bubuk oleoresin lada. Penggunaan campuran
maltodekstrin dengan natrium kaseinat dengan perbandingan yang tepat dapat
meningkatkan kemampuan sebagai emulsifikasi dan menyumbangkan kestabilan
sehingga mampu dikeringkan dengan baik menggunakan pengeringan semprot
selama rasio antara maltodekstrin dengan natrium kaseinat dan fase terdispersinya
lebih dari 1.35 (Dollo et al. 2003). Perbandingan terbaik antara maltodekstrin
dengan natrium kaseinat yang digunakan sebagai bahan penyalut untuk
mikroenkapsulasi oleoresin jahe dengan perbandingan maltodekstrin dan natrium
kaseinat sebesar 92.5 : 7.5 (Harimurti et al. 2011). Sudibyo dan Simanjutak (2009)
juga telah melakukan penelitian terhadap pengaruh tingkat konsentrasi oleoresin
dan komposisi penyalut terhadap karakteristik mikroenkapsulasi oleoresin lada
metode pengering semprot yang menghasilkan mikrokapsul terbaik dengan
konsentrasi oleoresin 10% dan rasio maltodekstrin dan natrium kaseinat (75:25).
3 METODOLOGI PENELITIAN
Bahan dan Alat
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak oleoresin
lada hitam dengan teknologi Supercritical Fluid Extraction (SFE) menggunakan
pelarut CO2 yang diperoleh dari PT Kamal Mitra, Padang, Sumatra Barat. Bahan
yang digunakan untuk optimasi emulsifikasi adalah oleoresin lada, gum arab,
CMC, tween 80 dan akuades. Bahan yang digunakan untuk optimasi
mikroenkapsulasi metode pengering semprot adalah emulsi oleoresin lada hasil
optimasi, akuades, maltodekstrin, natrium kaseinat, toluena dan heksana.
Alat-alat yang digunakan untuk optimasi emulsifikasi adalah alat
homogenizer, sentrifusa, alat-alat gelas, kertas saring dan neraca analitik. Alatalat yang digunakan untuk optimasi mikroenkapsulasi metode pengering semprot
adalah alat homogenizer, alat pengering semprot, alat-alat gelas, vacum
evaporator, neraca analitik, kertas saring dan alat distilasi.
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada periode bulan April 2014 - Oktober 2014,
di Laboratorium Departemen ITP-Fakultas Teknologi Pertanian IPB, dan
Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology (SEAFAST)
Center-IPB.
Metode
Penelitian pembuatan bubuk oleoresin lada terdiri atas tiga tahap utama,
yaitu: pemilihan bahan pengemulsi, optimasi proses emulsifikasi, dan optimasi
proses mikroenkapsulasi. Diagram alir penelitian pembuatan bubuk oleoresin lada
disajikan pada Gambar 4.
12
Pemilihan Bahan Pengemulsi
Bahan pengemulsi yang digunakan pada tahap pemilihan bahan
pengemulsi adalah: gum arab, CMC, tween 80, campuran gum arab dengan tween
80, dan campuran gum arab dengan CMC. Respon yang diukur adalah kelarutan
dalam air. Masing-masing bahan pengemulsi ditambahkan akuades lalu diaduk
sampai homogen. Kemudian ditambahkan oleoresin lada dan dihomogenisasi
menggunakan alat homogenizer. Emulsi diperoleh diukur nilai kelarutan dalam
air. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL)
dan dilakukan analisis ragam dan uji Duncan sebagai uji lanjut.
Optimasi Proses Emulsifikasi
Rancangan yang digunakan pada optimasi proses emulsifikasi oleoresin
lada adalah Response Surface Methodology (RSM) menggunakan program Design
Expert version 7 (DX7) produksi Stat-Ease, Inc. Program ini secara otomatis
mendesain proses awal yang digunakan sebagai dasar dari proses optimasi. Pada
optimasi proses emulsifikasi oleoresin lada, bahan pengemulsi terpilih
ditambahkan akuades, lalu diaduk sampai homogen. Kemudian ditambahkan
oleoresin lada dan dihomogenisasi menggunakan alat homogenizer. Optimasi
proses emulsifikasi menggunakan dua faktor, yaitu: konsentrasi bahan pengemulsi
(10 - 20%), dan lama homogenisasi (4 - 7 menit). Respon yang diuji pada optimasi
proses emulsifikasi adalah kelarutan dalam air dan kestabilan emulsi. Berdasarkan
dua faktor yang dipilih, diperoleh 16 perlakuan dengan desain D optimal. Hasil
proses emulsifikasi yang optimum selanjutnya dilakukan verifikasi.
Optimasi Proses Mikroenkapsulasi
Rancangan yang digunakan pada optimasi proses mikroenkapsulasi
oleoresin lada adalah Response Surface Methodology (RSM) menggunakan
program Design Expert version 7 (DX7) produksi Stat-Ease, Inc. Hasil optimasi
proses emulsifikasi selanjutnya dilakukan optimasi proses mikroenkapsulasi
metode pengering semprot. Bahan penyalut (maltodekstrin dan natrium kaseinat)
dimasukkan dalam sebuah wadah dan ditambahkan akuades lalu diaduk sampai
larut. Selanjutnya dilakukan pendinginan selama 24 jam. Emulsi oleoresin hasil
optimasi ditambahkan pada larutan dan dilakukan homogenisasi pada suhu ruang
(15 menit, 6000 rpm) sehingga dihasilkan campuran oleoresin dengan bahan
penyalut dan dilakukan pengeringan semprot sampai diperoleh bubuk oleoresin
hasil mikrokapsul. Optimasi proses mikroenkapsulasi menggunakan tiga faktor,
yaitu : perbandingan bahan penyalut (maltodekstrin dan natrium kaseinat) (3 - 9),
konsentrasi bahan penyalut (10% - 15%), dan kondisi suhu inlet pengeringan
(160°C - 180°C). Respon yang diuji pada optimasi mikroenkapsulasi, yaitu :
rendemen mikrokapsul, kelarutan dalam air, kadar minyak atsiri, oil recovery,
kadar surface oil dan kadar air. Berdasarkan tiga faktor yang dipilih, diperoleh 20
perlakuan dengan desain D optimal. Hasil proses mikroenkapsulasi yang optimum
selanjutnya dilakukan verifikasi.
13
5 bahan pengemulsi
Tahap I
bahan pengemulsi terpilih (gum arab)
(gum arab + akuades) + oleoresin lada
emulsi oleoresin
Tahap II
Optimasi : 2 faktor, 2 respon
emulsi oleoresin lada
+ (bahan penyalut (maltodektrin :
natruim kaseinat) + akuades)
Pengeringan (pengering semprot)
Suhu inlet (160-180 oC)
Tahap III
Produk bubuk oleoresin hasil mikrokapsul
Optimasi : 3 faktor, 6 respon
Produk bubuk oleoresin
lada optimum
Gambar 4. Diagram alir penelitian pembuatan bubuk oleoresin lada
Pengukuran Respon Hasil Proses Emulsifikasi
Kelarutan dalam Air (AOAC 1995)
Emulsi oleoresin lada ditimbang sebanyak 1 gram (a) dan dilarutkan dalam
20 ml akuades kemudian disaring dengan kertas saring Whatman no. 42. Sebelum
digunakan, kertas saring dikeringkan dalam oven 105oC selama 30 menit dan
ditimbang (b). Setelah penyaringan, kertas saring dikeringkan kembali dalam oven
selama 1 jam pada suhu 105oC. Setelah itu, kertas saring didinginkan di desikator
kemudian ditimbang sampai tercapai bobot tetap (c).
14
Stabilitas Emulsi (Modifikasi Metode Yasumatsu et al. 1972)
Pengukuran stabilitas emulsi dengan metode ini berdasarkan pada
kemampuan pembentukan emulsi setelah dilakukan pemanasan dan sentrifugasi.
sampel emulsi dipanaskan dalam penangas air bersuhu 80oC selama 30 menit,
kemudian disentrifugasi pada kecepatan 1300 rpm selama 10 menit. Volume
campuran yang masih membentuk emulsi diukur dan stabilitas emulsi ditetapkan
dengan persamaan sebagai berikut:
Pengukuran Respon Hasil Proses Mikroenkapsulasi
Rendemen Mikrokapsul (Ahn et al. 2007)
Rendemen dihitung berdasarkan berat bubuk oleoresin hasil mikrokapsul
yang dihasilkan dengan metode pengering semprot dibandingkan dengan total
padatan emulsi yang dimasukan ke alat pengering semprot. Rendemen
mikrokapsul ditentukan dengan rumus berikut :
Kelarutan dalam Air (AOAC 1995)
Bubuk oleoresin hasil mikrokapsul ditimbang sebanyak 1 gram (a) dan
dilarutkan dalam 20 ml akuades kemudian disaring dengan memakai pompa
vakum dan kertas saring Whatman no. 42. Sebelum digunakan, kertas saring
dikeringkan dalam oven 105oC selama 30 menit dan ditimbang (b). Setelah
penyaringan, kertas saring dikeringkan kembali dalam oven selama 1 jam pada
suhu 105oC. Setelah itu, kertas saring didinginkan di desikator kemudian
ditimbang sampai tercapai bobot tetap (c).
Kadar Minyak Atsiri Metode Hidrodestilasi Clevenger (Rennecius et al.
1988)
Bubuk oleoresin hasil mikrokapsul ditimbang sebanyak 50 gram
dimasukan kedalam labu 1 liter, kemudian ditambahkan akuades 500 ml dan batu
didih. Sampel didestilasi selama 5 jam dan minyak atsiri yang tertampung pada
tabung terpisah berskala dicatat volumenya. Lalu ditentukan bobot minyak atsiri
dengan mengalikan volume dengan densitas dari oleoresinnya. Kadar minyak
atsiri dinyatakan dalam basis kering setelah dikurangi kadar airnya (%KA).
Rumus perhitungan kadar minyak atsiri ditentukan sebagai berikut :
15
Oil Recovery (Komari 1994)
Oil recovery menyatakan perbandingan berat minyak atsiri yang dihasilkan
dari mikrokapsul dengan jumlah berat minyak atsiri dari oleoresin yang
digunakan. Perhitungan oil recovery ditentukan sebagai berkut:
a = bobot minyak atsiri (g)
b = rendemen produk(%)
c = kadar minyak atsiri pada oleoresin (%)
d = oleoresin yang ditambahkan (%)
e = berat mikrokapsul (g)
Kadar Surface Oil
Kadar minyak di permukaan mikrokapsul menunjukkan jumlah minyak
oleoresin yang tidak tersalut dalam mikrokapsul. Sebanyak 10 gram sampel
mikrokapsul dilarutkan dalam 10 ml heksana, diaduk selama 10 detik selanjutnya
disaring dengan kertas saring. Hasil saringan kemudian dicuci kembali dengan
heksana 10 ml sebanyak tiga kali dan disaring dengan kertas saring yang sama.
Filtrat kemudian diuapkan dengan vacum evaporator dengan suhu water bath
50oC. selanjutnya dimasukan ke oven 85oC selama 1 jam. Kemudian labu
ditimbang. Bobot minyak atsiri dihitung dengan mengurangi bobot labu isi dengan
labu kosong. Kadar surface oil ditentukan dengan rumus sebagai berikut :
Kadar Air Metode Destilasi Azeotropik (AOAC 1980)
Analisis kadar air dilakukan dengan metode azeotropik. Metode ini
digunakan untuk analisis bahan-bahan yang mengandung senyawa volatil.
Sebanyak 10 gram serbuk oleoresin dimasukan dalam labu didih, kemudian
ditambahkan 60-100 ml toluena. Selanjutnya didestilasi dengan destilasi khusus
dengan penampungan air yang menguap. Destilasi dilakukan sampai air dalam
penampung tidak bertambah lagi (selama 3 jam). Didinginkan hasil destilat dan
catat volume air yang terbentuk. Volume air dibaca dan dihitung persentasi air dan
berat contoh. Rumus perhitungan kadar air ditentukan sebagai berikut :
16
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Penentuan Bahan Pengemulsi
Langkah penting dalam pembuatan produk emulsi oleoresin lada adalah
pemilihan bahan pengemulsi yang sesuai dengan kriteria yang diinginkan.
Penggunaan produk yang dihasilkan dalam aplikas
PADA PEMBUATAN BUBUK OLEORESIN LADA (Piper nigrum)
FIRDAUS SYAFI’I
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Optimasi Proses
Emulsifikasi dan Mikroenkapsulasi pada Pembuatan Bubuk Oleoresin Lada
(Piper nigrum) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2015
Firdaus Syafi’i
NIM F251120161
RINGKASAN
FIRDAUS SYAFI’I. Optimasi Proses Emulsifikasi dan Mikroenkapsulasi pada
Pembuatan Bubuk Oleoresin Lada (Piper nigrum). Dibimbing oleh C. HANNY
WIJAYA dan BUDI NURTAMA
Lada merupakan salah satu rempah populer yang dimanfaatkan sebagai
bumbu untuk berbagai jenis masakan. Salah satu ciri khas penting dari rempah ini
adalah memiliki cita rasa pedas dan aroma yang khas. Penggunaan oleoresin lada
banyak disukai bagi industri pangan terutama sebagai flavor. Akan tetapi,
produksi lada di Indonesia belum ada kemajuan dalam pemanfaatan secara
teknologi.
Oleoresin lada memiliki banyak keunggulan, antara lain: memiliki rasa
dan aroma yang kuat, memudahkan pengolahan, dan memiliki nilai ekonomis
yang tinggi sebagai flavor. Akan tetapi, oleoresin memiliki beberapa kelemahan,
antara lain: oleoresin memiliki sifat lengket dan kental, memiliki kelarutan rendah
dalam air, dan sering terjadi perubahan kimia (teroksidasi) dan organoleptik (offflavor) yang terjadi pada oleoresin selama penyimpanan,. Untuk mengatasi
kelemahan tersebut, dilakukan pembuatan bubuk oleoresin lada dengan proses
emulsifikasi dan mikroenkapsulasi
Penelitian ini bertujuan untuk memperbaiki nilai kelarutan ( 80%), kadar
minyak atsiri ( 0.70%), kadar surface oil ( 0.25%), dan kadar air ( 8.00%) pada
oleoresin lada melalui optimasi proses emulsifikasi dan mikroenkapsulasi.
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Response Surface Methodology
(RSM). Hasil penelitian menunjukkan bahan pengemulsi yang dipilih adalah gum
arab yang memiliki kelarutan tertinggi dalam air (99.78%). Titik optimum proses
emulsifikasi terjadi pada konsentrasi gum arab 15% dan lama homogenisasi 4
menit yang memberikan nilai kelarutan dalam air 99.80% dan stabilitas emulsi
97.15%. Titik optimum proses mikroenkapsulasi terjadi pada rasio maltodekstrin
dan natrium kaseinat (3:1), konsentrasi bahan penyalut 10%, dan suhu inlet
pengeringan 180°C yang memberikan nilai kadar minyak atsiri 1.04%, kelarutan
dalam air 98.18%, kadar surface oil 0.20%, kadar air 2.45%, oil recovery 77.07%,
dan rendemen 69.87%.
Kata kunci: oleoresin lada, RSM, emulsifikasi, mikroenkapsulasi
SUMMARY
FIRDAUS SYAFI’I. Optimation Process of Emulsification and Microencapsulation
on Production Powder of Oleoresin Pepper (Piper nigrum). Supervised by C.
HANNY WIJAYA and BUDI NURTAMA
Pepper is one of the popular herbs used as seasoning for various types of
cuisine. One of the important characteristic of this herb is it has spicy taste and
distinctive aroma. The use of pepper oleoresin is popular in the food industry,
particularly as a flavor However, it has been still in slow progress of its
technological development.
The oleoresin has many advantages, i.e. strong flavor and high economic
value. But it also has some disadvantages such as sticky and viscous properties,
has a low solubility in the water, and easily oxidized and off-flavored during
storage. The emulsification and microencapsulation methods is the solution of
these problems.
The aim of this study was to improve solubility (≥80%), oil content
(≥0.70%), surface oil (≤0.25%), and water content (≤8.00%) on pepper oleoresin
by optimize process of emulsification and microencapsulation. The experimental
design used in this study was Response Surface Methodology (RSM). The results
showed that the selected emulsifier was arabic gum that had the highest solubility
in water (99.78%). The optimum point of emulsification occured at 15% of
concentration arabic gum and 4 minutes of homogenization time with the result
was solubility in water 99.80%, and emulsion stability 97.78%. The optimum
point of microencapsulation process occured at 3:1 of maltodextrin and sodium
caseinate ratio, 10% of coating material concentration, and 180°C of drying
temperature with the result was essential oil content 1.04%, solubility in water
98.18%, surface oil 0.20%, water content 2.45%, oil recovery 77.07%, and the
yield of microcapsule 69.87%.
Keywords: pepper oleoresin, RSM, emulsification, microencapsulation
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
OPTIMASI PROSES EMULSIFIKASI DAN MIKROENKAPSULASI
PADA PEMBUATAN BUBUK OLEORESIN LADA (Piper nigrum)
FIRDAUS SYAFI’I
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
ii
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Prof. Dr. Ir. Dedi Fardiaz, M.Sc
iii
Judul Tesis : Optimasi Proses Emulsifikasi dan Mikroenkapsulasi pada
Pembuatan Bubuk Oleoresin lada (Piper nigrum)
Nama
: Firdaus Syafi’i
NIM
: F251120161
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Prof Dr Ir C. Hanny Wijaya, M.Agr
Ketua
Dr Ir Budi Nurtama, M.Agr
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Ilmu Pangan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof Dr Ir Ratih Dewanti-Hariyadi, M.Sc
Dr Ir Dahrul Syah, MscAgr
Tanggal Ujian: 06 Februari 2015
Tanggal Lulus:
iv
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2014 adalah
Optimasi Proses Emulsifikasi dan Mikroenkapsulasi pada Pembuatan Bubuk
Oleoresin Lada (Piper nigrum).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof Dr Ir C. Hanny Wijaya,
MAgr, Bapak Dr Ir Budi Nurtama, MAgr selaku pembimbing tesis, dan Bapak
Prof Dr Ir Dedi Fardiaz, MSc selaku penguji ujian tesis. Terimakasih untuk
program studi Ilmu Pangan. Terimakasih untuk Bapak Chandra selaku pemberi
dana penelitian. Terima kasih untuk teman-teman IPN atas kerja samanya, dan
teman-teman rekan kerja bimbel Katalis atas dukungannya. Ungkapan terima
kasih juga disampaikan kepada ayah (Ahmad Husen), ibu (Maryami), serta
seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Maret 2015
Firdaus Syafi’i
v
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
1
1
2
2
2 TINJAUAN PUSTAKA
Emulsifikasi
Mikroenkapsulasi
Teknik Pengering Semprot
Bahan Penyalut
3
3
6
8
10
3 METODE
Bahan dan Alat
Waktu dan Tempat penelitian
Metode Penelitian
Pemilihan Bahan Pengemulsi
Optimasi Proses Emulsifikasi
Optimasi Proses Mikroenkapsulasi
Pengukuran Respon Hasil Proses Emulsifikasi
Pengukuran Respon Hasil Proses Mikroenkapsulasi
11
11
11
12
12
12
12
13
14
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Penentuan Bahan Pengemulsi
Optimasi Proses Emulsifikasi Oleoresin Lada
Analisis Respon Proses Emulsifikasi
Optimasi dan Verifikasi Proses Emulsifikasi
Optimasi Proses Mikroenkapsulasi Oleoresin Lada
Analisis Respon Proses Mikroenkapsulasi
Optimasi dan Verifikasi Proses Mikroenkapsulasi
16
16
16
17
19
20
20
23
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
24
24
25
DAFTAR PUSTAKA
25
LAMPIRAN
29
RIWAYAT HIDUP
36
vi
DAFTAR TABEL
1. Aplikasi metode mikroenkapsulasi pada industri pangan
2. Suhu inlet pada mikroenkapsulasi beberapa bahan aktif dengan
pengering semprot
3. Jenis bahan penyalut yang umum digunakan untuk mikroenkapsulasi
4. Data hasil uji kelarutan emulsi
5. Hasil analisis respon emulsifikasi
6. Prediksi dan hasil aktual pada optimasi proses emulsifikasi
7. Hasil analisis respon mikroenkapsulasi
8. Prediksi dan hasil aktual pada proses optimasi mikroenkapsulasi
7
9
10
16
17
20
21
23
DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Jenis-jenis kerusakan emulsi
Perbedaan dua tipe struktur mikrokapsul
Skema pengering metode pengering semprot
Diagram alir penelitian pembuatan bubuk oleoresin lada
Grafik tiga dimensi dari kelarutan dalam air pada emulsifikasi oleoresin
Grafik tiga dimensi dari kestabilan emulsi pada emulsifikasi oleoresin
Grafik tiga dimensi pada optimasi proses mikroenkapsulasi
3
6
8
13
18
19
23
DAFTAR LAMPIRAN
1. Data hasil uji kelarutan emulsi
2. Analisis ragam pemilihan bahan pengemulsi
3. Data hasil uji Duncan
4. Data hasil pengukuran respon proses emulsifikasi oleoresin lada
5. Analisis ragam kelarutan emulsi oleoresin model reduced kubik
6. Analisis ragam kestabilan emulsi oleoresin model kuadratik
7. Data respon kelarutan emulsi oleoresin model reduced kubik
8. Data respon kesetabilan emulsi oleoresin model kuadratik
9. Data hasil pengukuran uji respon proses mikroenkapsulasi oleoresin lada
10. Analisis ragam rendemen mikrokapsul model kuadratik
11. Analisis ragam kelarutan mikrokapsul model reduced kuadratik
12. Analisis ragam minyak atsiri mikrokapsul model reduced kuadratik
13. Analisis ragam oil recovery mikrokapsul model reduced kuadratik
14. Analisis ragam kadar air mikrokapsul model reduced linier
15. Analisis ragam kadar surface oil mikrokapsul model kuadratik
16. Data analisis statistika uji respon proses mikroenkapsulasi
29
29
29
30
30
31
31
31
32
33
33
34
34
35
35
35
1
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Lada merupakan salah satu rempah populer yang dimanfaatkan sebagai
bumbu untuk berbagai jenis masakan. Salah satu keunggulan dari rempah ini
adalah memiliki cita rasa pedas dan aroma yang khas. Rasa pedas dari lada
disebabkan oleh senyawa piperin, piperanin, dan chavicin yang merupakan
persenyawaan (isomer basa) dari piperin dari golongan senyawa alkaloid. Aroma
khas dari lada disebabkan adanya komponen minyak atsiri yang mengandung
golongan senyawa piperanol, eugenol, safrol, metil eugenol, miristisin,
monoterpen, dan seskuiterpen (Ketaren 1985).
Komoditas lada di Indonesia sudah dikembangkan sejak lama. Indonesia
merupakan produsen dan eksportir utama lada di dunia. Indonesia merupakan lima
besar negara produsen lada di dunia khususnya lada hitam dan lada putih
(Direktorat Jenderal Perkebunan 2007). Namun, produksi lada di Indonesia belum
ada kemajuan dalam pemanfaatan secara teknologi dan tidak mengalami
perkembangan secara signifikan, baik dari segi mutu maupun pengembangan
produknya. Saat ini produk lada di Indonesia masih dipasarkan dalam bentuk
konvensional, yaitu masih dalam bentuk butiran atau bubuk utuh yang dipasarkan
dalam bentuk curah. Oleh karena itu, perlu ditingkatkan kualitas produk dengan
pemanfaatan secara teknologi agar dapat meningkatkan nilai tambah dan dapat
memperluas pasar lada di Indonesia. Salah satu metode untuk meningkatkan nilai
produksi dan mutu lada adalah dengan cara ekstraksi untuk mendapatkan
oleoresin.
Penggunaan oleoresin lada banyak disukai oleh industri pangan terutama
sebagai flavor. Hal ini dikarenakan oleoresin memiliki banyak keunggulan, antara
lain: memiliki rasa dan aroma yang kuat, memudahkan pengolahan, mengurangi
volume dan berat sehingga mengurangi biaya transportasi, dan memiliki nilai
ekonomis yang tinggi sebagai flavor. Akan tetapi, oleoresin memiliki beberapa
kelemahan, antara lain: oleoresin memiliki sifat lengket dan kental, memiliki
kelarutan rendah dalam air, dan sering terjadi perubahan kimia (teroksidasi) dan
organoleptik (off-flavor) selama penyimpanan (Yuliani et al. 2007). Untuk
mengatasi kelemahan tersebut, dilakukan pembuatan bubuk oleoresin lada dengan
proses emulsifikasi dan mikroenkapsulasi metode pengering semprot.
Penelitian terkait mikroenkapsulasi oleoresin lada metode pengering
semprot sudah cukup banyak dilakukan. Sudibyo et al. (1995) telah melakukan
mikroenkapsulasi oleoresin lada menggunakan bahan penyalut seperti gelatin,
tween 80, natrium alginat, dan dekstrin. Sudibyo dan Simanjutak (2009) juga telah
melakukan penelitian terhadap pengaruh tingkat konsentrasi oleoresin dan
komposisi penyalut terhadap karakteristik mikroenkapsulasi oleoresin lada metode
pengering semprot yang menghasilkan mikrokapsul terbaik dengan konsentrasi
oleoresin 10% dan rasio maltodekstrin dan natrium kaseinat (75:25). Menurut
penelitian Saikh et al. (2006), oleoresin lada yang diperoleh dengan ekstraksi
menggunakan pelarut etanol dan mikroenkapsulasi oleoresin lada menggunakan
bahan penyalut gum arab yang termodifikasi pati menghasilkan perlindungan
mikrokapsul yang baik dengan kandungan komponen volatil dan non volatil yang
stabil selama penyimpanan 6 minggu.
2
Penelitian pembuatan bubuk oleoresin lada sampai saat ini masih
menggunakan proses ekstraksi secara konvensional (pelarut organik). Selain itu,
belum ada penelitian tentang proses optimasi pada pembuatan bubuk lada dengan
proses emulsifikasi dan mikroenkapsulasi metode pengering semprot, sehingga
pada penelitian ini dilakukan proses optimasi emulsifikasi dan mikroenkapsulasi
pada pembuatan bubuk oleoresin lada.
Pada pembuatan suatu emulsi, pemilihan bahan pengemulsi merupakan
faktor penting karena mutu dan kestabilan suatu emulsi dipengaruhi oleh bahan
pengemulsi yang digunakan. Pemilihan bahan pengemulsi harus memenuhi
beberapa syarat, yaitu: harus dapat bercampur dengan komponen-komponen lain,
tidak boleh mempengaruhi stabilitas bahan awal, stabil, tidak terurai, tidak bersifat
toksik, mempunyai bau, warna, dan rasa yang lemah sehingga tidak
mempengaruhi karakteristik bahan (Murwan et al. 2008). Hal utama yang harus
dimiliki oleh bahan pengemulsi adalah kemampuannya untuk menghasilkan dan
menjaga stabilitas emulsi dalam penyimpanan dan pemakaian.
Teknik mikroenkapsulasi dengan metode pengering semprot dapat
meningkatkan kualitas oleoresin sebagai bumbu masak, misalnya: meningkatkan
kelarutan oleoresin, melindungi rasa dan aroma bahan, dan menjaga kestabilan
oleoresin. Selain itu, proses mikroenkapsulasi dapat melindungi komponen flavor
oleoresin dari perubahan destruktif, dan dapat meningkatkan stabilitas komponen
flavor (Jafari et al. 2008). Salah satu parameter penting yang harus diperhatikan
dalam proses mikroenkapsulasi adalah pemilihan bahan penyalut. Bahan yang
digunakan harus memiliki tingkat kelarutan dalam air yang tinggi, memiliki
kemampuan emulsi yang tinggi, dapat mempertahankan flavor bahan, tidak
merubah rasa dan aroma bahan, dapat mempermudah proses pengeringan semprot,
dan memiliki harga yang relatif murah. Selain itu, bahan penyalut yang digunakan
harus dapat mengontrol tingkat pelepasan dari senyawa flavor (flavor release),
sehingga saat diaplikasikan menghasilkan rasa dan aroma yang sama dengan
aslinya (Medane et al. 2006).
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memperbaiki nilai kelarutan ( 80%), kadar
minyak atsiri ( 0.70%), kadar surface oil ( 0.25%), dan kadar air ( 8.00%) pada
oleoresin lada melalui optimasi proses emulsifikasi dan mikroenkapsulasi pada
pembuatan bubuk oleoresin lada.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat memberikan manfaat untuk menghasilkan produk
bubuk oleoresin lada dengan kualitas yang baik sehingga pemanfaatan sebagai
bumbu masakan dapat digunakan secara praktis, efisien, dan memiliki nilai
ekonomis yang tinggi tanpa mengubah karakteristik bahan aslinya. Komponen
flavor yang dimikroenkapsulasi sangat efektif digunakan sebagai bumbu masakan
sehingga penggunaannya di industri akan lebih diminati.
3
2 TINJAUAN PUSTAKA
Emulsifikasi
Emulsi adalah proses pendispersian suatu cairan dalam cairan lain, yang
molekul-molekul cairan tersebut tidak saling bercampur. Pada umumnya emulsi
bersifat tidak stabil, yaitu dapat pecah atau lemak dan air akan terpisah (Murwan
et al. 2008). Hal ini dikarenakan masing-masing partikel mempunyai
kecenderungan untuk bergabung dengan partikel sesama lainnya membentuk
suatu agregat yang akhirnya dapat mengakibatkan emulsi tersebut pecah.
Kerusakan atau ketidakstabilan emulsi disebabkan akibat terjadinya kriming,
flokulasi, dan koalesen (Alvarado et al. 2011).
kriming
flokulasi
koalesen
Gambar 1. Jenis-jenis kerusakan emulsi (Alvarado et al. 2011)
Untuk menstabilkan sistem emulsi dibutuhkan bahan pengemulsi. Bahan
pengemulsi merupakan senyawa yang mempunyai aktivitas permukaan sehingga
dapat menurunkan tegangan permukaan antara cairan-cairan dan membentuk
lapisan pelindung disekitar tetesan yang mencegah penggabungan satu sama lain
(Murwan et al. 2008). Kemampuannya menurunkan tegangan permukaan menjadi
hal menarik karena bahan pengemulsi memiliki keunikan struktur kimia yang
mampu menyatukan dua senyawa berbeda polaritasnya. Mekanisme kerja bahan
pengemulsi adalah dengan cara menurunkan tegangan antarmuka permukaan air
dan minyak serta membentuk lapisan film pada permukaan butiran-butiran fase
terdispersinya. Daya kerja bahan pengemulsi mampu menurunkan tegangan
permukaan yang dicirikan oleh bagian lipofilik (non-polar) dan hidrofilik (polar)
yang terdapat pada struktur kimianya. Ukuran relatif bagian hidrofilik dan
lipofilik zat pengemulsi menjadi faktor utama yang menentukan perilakunya
dalam pengemulsian. Dalam pembuatan suatu emulsi, pemilihan bahan
pengemulsi merupakan faktor penting yang harus diperhatikan karena mutu dan
kestabilan suatu emulsi dipengaruhi oleh bahan pengemulsi yang digunakan.
Parameter yang mempengaruhi kestabilan dalam pembuatan emulsi, antara
lain: pemilihan bahan pengemulsi, perbandingan bahan pengemulsi dengan zat
yang diemulsi, suhu, kecepatan, dan waktu pengadukan. Dalam pemilihan bahan
pengemulsi harus memenuhi beberapa syarat, antara lain: bahan pengemulsi harus
dapat bercampur dengan komponen-komponen lain, tidak mempengaruhi
stabilitas bahan awal, stabil, tidak terurai, tidak bersifat toksik, mempunyai bau,
warna, dan rasa yang lemah sehingga tidak mempengaruhi karakteristik bahan
(Murwan et al. 2008). Bahan pengemulsi yang baik untuk tipe emulsi minyak
dalam air antara lain : gum arab, karboksilmetilselulosa (CMC), dan tween 80.
Bahan pengemulsi untuk tipe emulsi minyak dalam air memiliki kestabilan emulsi
yang tinggi, dan memiliki kelarutan tinggi dalam air.
4
Gum arab mengandung polisakarida, protein, dan mengandung beberapa
unsur mineral (Williams dan Phillips 2000). Kandungan protein gum arab yang
mengandung rantai polipeptida hidrofilik dan hidrofobik berfungsi menstabilkan
sistem emulsi. Sedangkan kandungan karbohidratnya dapat menghambat flokulasi
dan perpaduan melalui tolakan elektrostatik dan sterik (Murwan et al. 2008). Gum
arab jauh lebih mudah larut dalam air dibanding hidrokoloid lainnya. Pada olahan
pangan, gum arab digunakan untuk mendorong pembentukan emulsi lemak yang
efektif dan mencegah kristalisasi. Gum arab merupakan bahan pengemulsi yang
sangat baik untuk tipe emulsi minyak dalam air (o/w) untuk obat dan pangan
(Murwan et al. 2008).
Gum arab digunakan sebagai bahan pengemulsi karena memiliki berbagai
fungsi, antara lain : sebagai pelindung koloid, pembangun film dan lapisan gel,
inhibitor oksidasi, dan sebagai stabilizer (Murwan et al. 2008). Selain itu, emulsi
yang terbentuk sangat stabil, tidak terlalu kental, dan memiliki rasa, aroma, warna
yang netral sehingga tidak mempengaruhi karakterisasi flavor bahan yang
diemulsi. Gum arab dapat meningkatkan stabilitas dengan peningkatan viskositas.
Gum arab juga dapat digunakan untuk pengikatan flavor, dan pemantap emulsi.
Menurut Murwan et al. (2008), konsentrasi gum arab yang digunakan untuk
menstabilkan sistem emulsi sebesar 20% dengan perbandingan gum arab dan
minyak sebesar 2:1. Menurut Saifullah dan Aziz (2011), emulsi minuman rasa
jeruk dengan gum arab sebagai bahan pengemulsi memberikan kestabilan emulsi
yang tinggi pada konsentrasi gum arab sebesar 15%.
Karboksilmetilselulosa (CMC) merupakan senyawa polimer turunan dari
selulosa yang penggunaanya banyak digunakan dalam industri pangan terutama
sebagai bahan penstabil. Penggunaan CMC baik digunakan untuk emulsi tipe
minyak dalam air. CMC memiliki nilai HLB yang tinggi dan memiliki kesetabilan
emulsi yang baik. Mekanisme kesetabilan CMC mengikuti bentuk konformasi
extended atau streched ribbon (tipe pita). Tipe tersebut terbentuk dari senyawa
1,4-D glukopiranosil dari rantai selulosa. Terbentuknya
konformasi pita
disebabkan oleh adanya penggabungan antara ikatan geometri zig-zag monomer
dengan jembatan hidrogen antar semyawa 1,4-D glukopiranosil satu dengan yang
lain sehingga menyebabkan susunannya menjadi stabil. Selain itu kestabilan dari
CMC terjadi dengan cara memerangkap air dengan membentuk jembatan
hidrogen dengan molekul CMC yang lain (Belitz dan Grosch, 1986).
CMC digunakan sebagai bahan pengemulsi pada bahan pangan karena
memiliki berbagai keunggulan, antara lain : menstabilkan sistem emulsi, kelarutan
dalam air tinggi, memperbaiki penampakan tekstur bahan, dan dapat mencegah
terjadinya sineresis (emulsi stabil pada suhu dingin). Selain itu CMC memiliki
rasa dan aroma yang netral sehingga tidak mempengaruhi karakterisasi flavor
bahan yang diemulsi. Akan tetapi CMC memiliki beberapa kelemahan, antara
lain: memiliki warna yang putih sedikit kekuningan, dan memiliki daya ikat
flavor yang sangat kuat. Hal ini dikarenakan CMC merupakan turunan dari
selulosa yang memiliki struktur helix sehingga dapat memperangkap komponen
aktif pada bahan sehingga dapat menghambat pelepasan flavor bahan. Penggunaan
CMC sebagai bahan pengemulsi yang baik pada kisaran konsentrasi 0.25 – 1.0%.
Menurut Kailaku et al. (2012), penggunaan CMC dengan konsentrasi 0.6% dapat
menghasilkan stabilitas emulsi yang baik sampai dengan akhir pengamatan (14
hari). Menurut penelitian Murtiningrum et al. (2013), menunjukkan bahwa emulsi
5
minyak buah merah paling stabil menggunakan CMC dengan konsentrasi 0.25%
pada rasio air dan minyak sebesar 6:4. Menurut Kipdiyah (2010), bahan
pengemulsi yang optimum digunakan dalam emulsi minyak sawit merah adalah
CMC dengan konsentrasi sebesar 0.65% dengan perbandingan air dan minyak
sebesar 6:4.
Tween 80 merupakan senyawa ester asam lemak polisorbat 80 atau
polioksietilena 20 sorbitan monooleat (C64H124O26). Tween 80 mempunyai gugus
hidrofilik yaitu grup polioksietilen yang merupakan polimer dari etilen oksida dan
gugus lipofilik yaitu asam oleat. Tween 80 merupakan jenis bahan pengemulsi
nonionik yang dapat berasal dari sorbitol yang diperoleh dari berbagai jenis buah.
Pada suhu 25ºC, tween 80 berwujud cair, berwarna kekuningan dan berminyak,
memiliki aroma yang khas, dan sedikit berasa pahit. Tween 80 sangat larut dalam
air, minyak, etanol dan pelarut pelarut organik. Secara umum kegunaan tween 80
antara lain: sebagai zat pembasah, emulgator, dan peningkat kelarutan. Sebagai
bahan pengemulsi, tween 80 banyak digunakan dalam produk pangan seperti es
krim, minuman emulsi dari minyak sawit merah, emulsi minyak atsiri dan produk
lainnya. Sebagai bahan pengemulsi pada bahan pangan, tween 80 memiliki
keunggulan dan kelemahan. Keunggulan tween 80 sebagai bahan pengemulsi
antara lain : menstabilkan sistem emulsi, kelarutan tinggi dalam air, memiliki nilai
HLB yang tinggi. Sedangkan kelemahan tween 80 sebagai bahan pengemulsi
antara lain : memiliki rasa yang sedikit pahit, rasa asam, dan rasa hangat yang
akan mempengaruhi karakeristik cita rasa bahan yang diemulsi. Konsentrasi tween
yang baik digunakan dalam emulsi buah merah sebesar 0,45% pada rasio minyakair (7:3) (Murtiningrum et al. 2013). Menurut penelitian Rita (2012), Konsentrasi
tween sebagai emulsifier pada minyak sawit merah sebesar 1% pada rasio
minyak-air (7:3).
Berdasarkan keunggulan dan kelemahan bahan tersebut, terkait
kegunaannya sebagai bahan pengemulsi, maka perlu dilakukan pemilihan bahan
pengemulsi untuk mengetahui pengaruh bahan pengemulsi yang berbeda terhadap
kestabilan emulsi dan tingkat kelarutannya dalam air. Bahan pengemulsi yang
digunakan untuk emulsifikasi oleoresin lada, antara lain : gum arab, CMC, tween
80, campuran gum arab dengan tween 80 dan campuran gum arab dengan CMC
(dengan perbandingan tertentu). Campuran gum arab dengan CMC diharapkan
dapat menghasilkan bahan pengemulsi yang baik dan efektif untuk pembuatan
emulsi oleoresin lada sehingga dapat meningkatkan kestabilan sistem emulsi yang
dihasilkan, meningkatkan kelarutan dalam air dan tidak mempengaruhi flavor
bahan yang diemulsi. Penggunaan campuran gum arab dan CMC dengan
perbandingan yang tepat diharapkan memiliki nilai sinergis sehingga dengan
pencampuran kedua bahan tersebut dapat meningkatkan kemampuan sebagai
bahan pengemulsi. Menurut Rini et al. (2012) penggunaan kombinasi gum arab
dengan CMC dengan perbandingan (2:1) pada velva wortel berpengaruh terhadap
tekstur dan overall. Berdasarkan penelitian Tamaroh (2004), pencampuran CMC
dengan gum arab sebagai bahan pengemulsi pada pembuatan emulsi buah jambu
dapat meningkatkan kestabilan emulsi dan lebih disukai oleh konsumen.
Suhu yang tinggi dapat membantu mengurangi tegangan antar muka dan
viskositas. Perubahan suhu dapat mengubah koefisien distribusi pengemulsi antara
dua fase dan menyebabkan migrasi pengemulsi. Akan tetapi, distribusi
pengemulsi sebagai suatu fungsi suhu tidak dapat dihubungkan secara langsung,
6
baik dengan pembentukan atau stabilitas emulsi. Hal ini dikarenakan perubahan
dalam tegangan permukaan serta viskositas terjadi secara serentak. Waktu emulsi
memiliki pengaruh pada proses emulsifikasi. Pengadukan yang terlalu lama harus
dihindari, karena mempengaruhi kestabilan dan pembentukan emulsi.
Pembentukan emulsi yang baik adalah dengan menggunakan pengadukan pada
waktu-waktu tertentu. Menurut Rita (2011), waktu optimum dalam proses
emulsifikasi minyak sawit merah sebesar 4 menit dengan kecepatan homogenisasi
sebesar 10.000 rpm. Menurut Kailaku et al. (2012), Kondisi proses homogenisasi
pada proses emulsi santan menggunakan CMC yang optimal diperoleh pada
kecepatan putaran 6.000 rpm selama 30 menit.
Mikroenkapsulasi
Mikroenkapsulasi merupakan suatu proes penyalutan bahan-bahan yang
berbentuk padat, cair, ataupun gas dengan menggunakan sebuah bahan penyalut.
Proses mikroenkapsulasi bertujuan untuk menghasilkan partikel-partikel padatan
yang telah dilapisi oleh bahan penyalut tertentu. Struktur yang menyelimuti bahan
inti disebut dinding yang berguna untuk melindungi inti dari kerusakan dan
pelepasan inti dari penyalut. Zat aktif yang tersalut dalam mikrokapsul disebut
core (inti). Inti memiliki wujud padat atau cairan yang memiliki sifat permukaan
hidrofilik ataupun hidrofobik. Sedangkan zat penyalut atau dinding penyalut
mikrokapsul disebut skin atau shell (pengkapsul). Zat aktif yang tersalut (core),
disalut dengan mikrokapsul terdiri atas 2 struktur utama, yaitu single-core dan
multiple-core (Jafari et al. 2008). Perbedaan struktur enkapsulasi ditunjukkan
pada gambar 2. Penyalut yang berfungsi sebagai dinding pembungkus bahan inti
harus dirancang untuk melindungi bahan-bahan inti dari faktor-faktor yang dapat
menurunkan kualitas bahan, seperti faktor yang mempengaruhi fungsional zat
kimia bahan, rasa, kelarutan, dan volatilitas bahan. Dalam industri pangan, proses
mikroenkapsulasi dilakukan untuk melindungi komponen flavor, melindungi rasa
inti, dapat meningkatkan stabilitas komponen flavor, memudahkan penanganan,
mengontrol material inti, menjaga kestabilan dari bahan inti, dan mengubahnya
menjadi bubuk sehingga dapat menekan kerugian selama penyimpanan dan
pendistribusian.
Gambar 2. Perbedaan dua tipe struktur mikrokapsul (Jafari et al. 2008).
Ukuran mikrokapsul berkisaran antara 0,2-5000 μm yang memiliki
berbagai bentuk. Jika ukuran partikel sudah mencapai lebih dari 5000 μm disebut
makrokapsul, dan jika ukurannya kurang dari 0.2 μm disebut sebagai nanokapsul
(Jafari et al. 2008). Struktur dan ukuran mikrokapsul yang dihasilkan tergantung
dari teknik pembuatannya, jenis bahan inti, dan bahan penyalut yang digunakan.
7
Bahan inti yang dienkapsulasi adalah bahan yang perlu dilindungi, diisolasi, dan
menunda pelepasan material intinya. Mikroenkapsulasi memiliki beberapa bidang
aplikasi yang pada umumnya pada industri makanan terutama industri flavor
(Madene et al. 2006). Proses enkapsulasi flavor dapat diterapkan untuk berbagai
flavor seperti minyak atsiri dan oleoresin. Salah satu yang terpenting dalam
penerapannya adalah mengubah bahan cair atau pasta menjadi padatan sehingga
dihasilkan produk yang kering dan dapat melindungi bahan tersebut dari
penguapan, oksidasi, dan reaksi kimia (Rosenberg et al. 1990).
Banyak metode mikroenkapsulasi yang telah dievaluasi dan
dikomersialkan pada bahan makanan. Secara umum metode proses
mikroenkapsulasi yang digunakan dibagi menjadi dua proses, yaitu secara kimia
dan mekanika. Proses kimia meliputi: metode kokristalisasi, polimerisasi
interfasial, koaservasi, dan inkulasi molekular. Sedangkan proses mekanika
meliputi: metode pengering semprot, penyalutan dengan suspensi udara,
extrusion, dan spray cooling/spray chilling (Dziezak 1988). Dari berbagai metode
tersebut, metode pengering semprot merupakan metode yang paling umum untuk
proses mikroenkapsulasi komponen flavor. Proses mikroenkapsulasi dengan
metode pengering semprot memiliki banyak keuntungan, antara lain: ketersediaan
peralatan yang sederhana, biaya proses relatif rendah, pilihan yang luas dalam
penggunaan bahan penyalut, kemampuan retensi bahan volatil yang baik, dan
stabilitas flavor yang dihasilkan juga sangat baik (Reineccius 1988).
Tabel 1. Aplikasi metode mikroenkapsulasi pada industri pangan
Teknik enkapsulasi Bentuk kapsulat
Aplikasi
Ekstruksi
Bubuk/granula
Minuman instan, permen
Fluid bed drying
Bubuk/granula
Permen, makanan saji
Insklusi molekular Bubuk
Permen, minuman instan
Koaservasi
Pasta/bubuk/kapsul Permen karet, pasta gigi
Pengering semprot Bubuk
Flavor, permen, susu bubuk,
dan makanan/minuman instan
Spray chilling
Bubuk
Es, makanan saji
Sumber : Medane et al. (2006)
Sudibyo et al. (1995) telah melakukan mikroenkapsulasi oleoresin lada
menggunakan bahan penyalut seperti gelatin, tween 80, natrium alginat, dan
dekstrin. Sudibyo dan Simanjutak (2009) juga telah melakukan penelitian
terhadap pengaruh tingkat konsentrasi oleoresin dan komposisi penyalut terhadap
karakteristik mikroenkapsulasi oleoresin lada metode pengering semprot yang
menghasilkan mikrokapsul terbaik dengan konsentrasi oleoresin 10% dan rasio
maltodekstrin dan natrium kaseinat (75:25). Menurut penelitian Saikh et al.
(2006), oleoresin lada yang diperoleh dengan ekstraksi menggunakan pelarut
etanol dan mikroenkapsulasi oleoresin lada menggunakan bahan penyalut gum
arab yang termodifikasi pati menghasilkan perlindungan mikrokapsul yang baik
dengan kandungan komponen volatil dan non volatil yang stabil selama
penyimpanan 6 minggu. Berdasarkan penelitian Nugraha (2009), perbandingan
antara maltodekstrin dengan natrium kaseinat optimum yang digunakan sebagai
bahan penyalut untuk mikroenkapsulasi oleoresin lada sebesar 9:1
8
Teknik Pengeringan Semprot
Teknik pengeringan semprot merupakan suatu proses pengeringan untuk
mengurangi kadar air suatu bahan sehingga dihasilkan produk berupa bubuk
melalui penguapan cairan. Bahan yang digunakan dalam pengeringan semprot
dapat berupa suspensi, dispersi maupun emulsi. Produk akhir yang dihasilkan
berupa bubuk. Prinsip dasar dari teknik pengering semprot adalah memperluas
permukaan cairan yang akan dikeringkan dengan cara pembentukan butiran kecil
yang selanjutnya dikontakkan dengan udara pengering yang panas. Udara panas
akan memberikan energi untuk proses penguapan dan menyerap uap air yang
keluar dari bahan. Bahan (cairan) yang akan dikeringkan dilewatkan pada suatu
saringan bertekanan sehingga keluar dalam bentuk butiran yang sangat halus.
Butiran ini selanjutnya masuk kedalam ruang pengering yang dilewati oleh aliran
udara panas. Hasil pengeringan berupa bubuk akan berkumpul dibagian bawah
ruang pengering yang selanjutnya dialirkan ke bak penampung.
Gambar 3. Skema pengering metode pengering semprot (Shaikh et al.2006).
Parameter yang harus diperhatikan pada proses pengeringan semprot
antara lain: suhu pengeringan inlet, laju alir umpan, konsentrasi dan viskositas
padatan terlarut, konsentrasi bahan yang dikeringkan, jumlah padatan terlarut,
tegangan permukaan, tingkat volatilitas bahan pelarut, dan performa dari
pendukung proses mikroenkapsulasi seperti kemampuan stabilitas emulsi, dan
kemampuan pembentukan film. Semakin tinggi suhu udara yang digunakan untuk
pengeringan maka proses penguapan air pada bahan akan semakin cepat, akan
tetapi suhu yang tinggi memungkinkan terjadinya kerusakan secara fisik maupun
kimia pada bahan yang tidak tahan panas. Rentang suhu inlet yang umumnya
aman digunakan dan menghasilkan retensi yang baik adalah 160-210°C
(Rennecius et al. 1988). Kondisi efektif yang digunakan pada enkapsulasi
oleoresin lada dengan penyalut maltodekstrin dan gum arab menggunakan suhu
inlet 178°C, dengan laju alir umpan 5 ml/menit (Shaikh et al.2006). Menurut
Yuliani et al. (2007), suhu inlet pengeringan 170°C pada proses pengeringan
semprot menghasilkan mikrokapsul oleoresin jahe dengan karakteristik terbaik.
9
Tabel 2. Suhu inlet pada mikroenkapsulasi beberapa bahan aktif
Bahan inti
Bahan pengkapsul
Anhydrous milk fat
Protein whey/laktosa
Etil butirat etil kaprilat
Protein whey/laktosa
Oregano dan citronela
Protein whey/protein susu
Minyak kedelai
natrium kaseinat/karbohidrat
Kalsium sitrat
Polimetakrilik
Likopen
Gelatin/sukrosa
Minyak ikan
Turunan pati/sirup glukosa
Minyak esensial kardamom
Gum Mesquite
Oleoresin kardamom
Gum arab/maltodekstrin
Oleoresin lada hitam
Gum arab/maltodekstrin
Oleoresin kurkumin
Gum arab/ maltodekstrin
Asam lemak rantai pendek
Gum arab/ maltodekstrin
Sumber : Gharsallaoui et al. (2007)
suhu inlet (oC)
160
160
185-195
180
120-170
190
170
195-205
160-180
176-180
158-162
180
Viskositas bahan yang akan dikeringkan mempengaruhi partikel yang
keluar melalui nozel. Viskositas yang rendah menyebabkan kurangnya energi dan
tekanan dalam menghasilkan partikel pada atomisasi. Tegangan permukaan yang
tinggi dapat menghambat proses pengeringan, umumnya untuk menurunkan
tegangan permukaan dilakukan penambahan bahan pengemulsi. Ukuran butiran
yang dihasilkan harus tepat. Jika terlalu besar maka proses pengeringan tidak
dapat berjalan dengan baik. Sedangkan jika ukurannya terlalu kecil akan
menyebabkan terjadinya over heating. Parameter suhu dan laju alir pengeringan
harus disesuaikan dengan kesetabilan bahan penyalut. Ketidaksesuaian kondisi
pengeringan dengan kestabilan bahan penyalut terhadap panas dapat
menyebabkan penurunan retensi dan kerusakan struktur mikrokapsul.
Metode pengeringan semprot memiliki banyak kelebihan, antara lain :
kapasitas pengeringan besar dan proses pengeringan terjadi dalam waktu yang
sangat cepat, kapasitas pengeringan mencapai 100 ton/jam, tidak terjadi
kehilangan senyawa volatil dalam jumlah besar, pilihan yang luas dalam
penggunaan bahan penyalut, kemampuan retensi bahan volatil yang baik, dan
stabilitas flavor yang dihasilkan sangat baik, memproduksi partikel kering dengan
ukuran, bentuk, dan kandungan air serta sifat-sifat lain yang dapat dikontrol sesuai
yang diinginkan, dan produk akhir yang dihasilkan berbentuk bubuk yang stabil
sehingga memudahkan dalam penanganan dan transportasi, selain itu produk dari
metode pengeringan semprot memiliki harga yang murah dan ekonomis.
Bahan Penyalut
Bahan penyalut adalah bahan-bahan yang berfungsi sebagai penyalut
bahan inti (bahan aktif) dalam proses enkapsulasi. Bahan penyalut yang
digunakan dipengaruhi oleh spesifikasi bahan inti yang disalut dan jenis
mikroenkapsulasi yang digunakan. Bahan penyalut yang berfungsi sebagai
dinding pembungkus bahan inti harus dirancang sedemikian rupa untuk
melindungi bahan-bahan yang tersalut dari faktor-faktor yang dapat menurunkan
kualitas produk. Bahan penyalut yang umum digunakan untuk proses enkapsulasi
10
adalah bahan yang berbasis dasar karbohidrat, protein, gum, lemak, dan bahan
anorganik (tabel 3). Namun, bahan penyalut yang paling banyak digunakan untuk
enkapsulasi oleoresin adalah berasal dari bahan yang berbasis karbohidrat dan
protein. Menurut Reineccius (1988), karbohidrat seperti pati-pati terhidrolisis dan
emulsifying starches, serta dari jenis gum (terutama gum arab) paling umum
digunakan sebagai bahan penyalut. Selain itu, penelitian terhadap penggunaan
campuran protein dengan karbohidrat juga telah dilakukan diantaranya
penggunaan gum arab, isolat protein kedelai dan isolat protein gandum untuk
minyak jeruk (Kim et al, 1996). Bahan penyalut dari jenis protein maupun
kombinasi protein dengan polisakarida adalah lebih efektif sebagai bahan
penyalut. Menurut Zhao dan Whistler (1994), pati dapat berinteraksi dengan
komponen-komponen lain seperti protein membentuk granula (sphere) dalam
proses pengeringan semprot. Granula ini dapat membawa sejumlah komponen
bahan pangan seperti minyak dan flavor untuk mengontrol pelepasannya dari
struktur poros granula. Beberapa bahan penyalut yang biasa digunakan dalam
proses mikroenkapsulasi disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Jenis bahan penyalut yang umum digunakan untuk mikroenkapsulasi
Kelas
Jenis
Pati, dekstrin, sukrosa, sirup jagung, CMC
Karbohidrat
(karboksilmetilselulosa), etil selulosa, metil selulosa,
nitro selulosa, dan asetil selulosa
Gum
Gum arab, agar, natrium alginat, karagenan
Protein
Gluten, kasein, gelatin, albumin
Lemak
Lilin, paraffin, tristearin, asam stearat, monogliserida
Bahan anorganik
Kalsium fosfat, silikat
Sumber : Jackson dan Lee (1991)
Maltodekstrin memiliki kelarutan tinggi dalam air, memiliki viskositas
rendah pada konsentrasi tinggi, memiliki flavor release yang bagus, memiliki
harga yang terjangkau dan mudah diperoleh. Akan tetapi memiliki kemampuan
yang kurang baik sebagai bahan pengemulsi, dan kurang efektif untuk
menstabilkan. Natrium kaseinat memiliki kemampuan emulsifikasi yang baik,
kelarutan dalam air tinggi, stabilitas panas baik, akan tetapi memiliki viskositas
yang tinggi sehingga dapat mempersulit proses pengering semprot. Pati (amilosa
dan amilopektin) memiliki kelarutan yang rendah dalam air, dan kurang baik
digunakan untuk proses flavor release. Amilosa dapat membentuk struktur single
helix, sedangkan amilopektin dapat membentuk struktur double helix yang
keduanya dapat mengikat senyawa flavor sehingga dapat menghambat proses
pelepasan flavor. Bahan berbasis lemak tidak cocok digunakan dalam proses
enkapsulasi oleoresin lada karena lemak akan mempengaruhi kelarutan oleoresin
dalam air, menunda flavor release, dan dapat mempengaruhi sensori dan flavor
produk.
Untuk mengoptimasi proses mikroenkapsulasi oleoresin dengan metode
pengering semprot, dilakukan kombinasi komposisi bahan penyalut yang
digunakan. Berdasarkan keunggulan dan kelemahan bahan penyalut tersebut,
terkait kegunaannya sebagai penyalut dan nilai ekonomis bahan tersebut, bahan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah maltodekstrin dan natrium kaseinat
11
yang diperhitungkan komposisinya sehingga menghasilkan proses enkaplusasi
yang optimal. Berdasarkan keunggulan masing-masing bahan antara maltodekstrin
dan natrium kaseinat diharapkan dapat menghasilkan bahan penyalut yang baik
dan efektif untuk pembuatan bubuk oleoresin lada. Penggunaan campuran
maltodekstrin dengan natrium kaseinat dengan perbandingan yang tepat dapat
meningkatkan kemampuan sebagai emulsifikasi dan menyumbangkan kestabilan
sehingga mampu dikeringkan dengan baik menggunakan pengeringan semprot
selama rasio antara maltodekstrin dengan natrium kaseinat dan fase terdispersinya
lebih dari 1.35 (Dollo et al. 2003). Perbandingan terbaik antara maltodekstrin
dengan natrium kaseinat yang digunakan sebagai bahan penyalut untuk
mikroenkapsulasi oleoresin jahe dengan perbandingan maltodekstrin dan natrium
kaseinat sebesar 92.5 : 7.5 (Harimurti et al. 2011). Sudibyo dan Simanjutak (2009)
juga telah melakukan penelitian terhadap pengaruh tingkat konsentrasi oleoresin
dan komposisi penyalut terhadap karakteristik mikroenkapsulasi oleoresin lada
metode pengering semprot yang menghasilkan mikrokapsul terbaik dengan
konsentrasi oleoresin 10% dan rasio maltodekstrin dan natrium kaseinat (75:25).
3 METODOLOGI PENELITIAN
Bahan dan Alat
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak oleoresin
lada hitam dengan teknologi Supercritical Fluid Extraction (SFE) menggunakan
pelarut CO2 yang diperoleh dari PT Kamal Mitra, Padang, Sumatra Barat. Bahan
yang digunakan untuk optimasi emulsifikasi adalah oleoresin lada, gum arab,
CMC, tween 80 dan akuades. Bahan yang digunakan untuk optimasi
mikroenkapsulasi metode pengering semprot adalah emulsi oleoresin lada hasil
optimasi, akuades, maltodekstrin, natrium kaseinat, toluena dan heksana.
Alat-alat yang digunakan untuk optimasi emulsifikasi adalah alat
homogenizer, sentrifusa, alat-alat gelas, kertas saring dan neraca analitik. Alatalat yang digunakan untuk optimasi mikroenkapsulasi metode pengering semprot
adalah alat homogenizer, alat pengering semprot, alat-alat gelas, vacum
evaporator, neraca analitik, kertas saring dan alat distilasi.
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada periode bulan April 2014 - Oktober 2014,
di Laboratorium Departemen ITP-Fakultas Teknologi Pertanian IPB, dan
Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology (SEAFAST)
Center-IPB.
Metode
Penelitian pembuatan bubuk oleoresin lada terdiri atas tiga tahap utama,
yaitu: pemilihan bahan pengemulsi, optimasi proses emulsifikasi, dan optimasi
proses mikroenkapsulasi. Diagram alir penelitian pembuatan bubuk oleoresin lada
disajikan pada Gambar 4.
12
Pemilihan Bahan Pengemulsi
Bahan pengemulsi yang digunakan pada tahap pemilihan bahan
pengemulsi adalah: gum arab, CMC, tween 80, campuran gum arab dengan tween
80, dan campuran gum arab dengan CMC. Respon yang diukur adalah kelarutan
dalam air. Masing-masing bahan pengemulsi ditambahkan akuades lalu diaduk
sampai homogen. Kemudian ditambahkan oleoresin lada dan dihomogenisasi
menggunakan alat homogenizer. Emulsi diperoleh diukur nilai kelarutan dalam
air. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL)
dan dilakukan analisis ragam dan uji Duncan sebagai uji lanjut.
Optimasi Proses Emulsifikasi
Rancangan yang digunakan pada optimasi proses emulsifikasi oleoresin
lada adalah Response Surface Methodology (RSM) menggunakan program Design
Expert version 7 (DX7) produksi Stat-Ease, Inc. Program ini secara otomatis
mendesain proses awal yang digunakan sebagai dasar dari proses optimasi. Pada
optimasi proses emulsifikasi oleoresin lada, bahan pengemulsi terpilih
ditambahkan akuades, lalu diaduk sampai homogen. Kemudian ditambahkan
oleoresin lada dan dihomogenisasi menggunakan alat homogenizer. Optimasi
proses emulsifikasi menggunakan dua faktor, yaitu: konsentrasi bahan pengemulsi
(10 - 20%), dan lama homogenisasi (4 - 7 menit). Respon yang diuji pada optimasi
proses emulsifikasi adalah kelarutan dalam air dan kestabilan emulsi. Berdasarkan
dua faktor yang dipilih, diperoleh 16 perlakuan dengan desain D optimal. Hasil
proses emulsifikasi yang optimum selanjutnya dilakukan verifikasi.
Optimasi Proses Mikroenkapsulasi
Rancangan yang digunakan pada optimasi proses mikroenkapsulasi
oleoresin lada adalah Response Surface Methodology (RSM) menggunakan
program Design Expert version 7 (DX7) produksi Stat-Ease, Inc. Hasil optimasi
proses emulsifikasi selanjutnya dilakukan optimasi proses mikroenkapsulasi
metode pengering semprot. Bahan penyalut (maltodekstrin dan natrium kaseinat)
dimasukkan dalam sebuah wadah dan ditambahkan akuades lalu diaduk sampai
larut. Selanjutnya dilakukan pendinginan selama 24 jam. Emulsi oleoresin hasil
optimasi ditambahkan pada larutan dan dilakukan homogenisasi pada suhu ruang
(15 menit, 6000 rpm) sehingga dihasilkan campuran oleoresin dengan bahan
penyalut dan dilakukan pengeringan semprot sampai diperoleh bubuk oleoresin
hasil mikrokapsul. Optimasi proses mikroenkapsulasi menggunakan tiga faktor,
yaitu : perbandingan bahan penyalut (maltodekstrin dan natrium kaseinat) (3 - 9),
konsentrasi bahan penyalut (10% - 15%), dan kondisi suhu inlet pengeringan
(160°C - 180°C). Respon yang diuji pada optimasi mikroenkapsulasi, yaitu :
rendemen mikrokapsul, kelarutan dalam air, kadar minyak atsiri, oil recovery,
kadar surface oil dan kadar air. Berdasarkan tiga faktor yang dipilih, diperoleh 20
perlakuan dengan desain D optimal. Hasil proses mikroenkapsulasi yang optimum
selanjutnya dilakukan verifikasi.
13
5 bahan pengemulsi
Tahap I
bahan pengemulsi terpilih (gum arab)
(gum arab + akuades) + oleoresin lada
emulsi oleoresin
Tahap II
Optimasi : 2 faktor, 2 respon
emulsi oleoresin lada
+ (bahan penyalut (maltodektrin :
natruim kaseinat) + akuades)
Pengeringan (pengering semprot)
Suhu inlet (160-180 oC)
Tahap III
Produk bubuk oleoresin hasil mikrokapsul
Optimasi : 3 faktor, 6 respon
Produk bubuk oleoresin
lada optimum
Gambar 4. Diagram alir penelitian pembuatan bubuk oleoresin lada
Pengukuran Respon Hasil Proses Emulsifikasi
Kelarutan dalam Air (AOAC 1995)
Emulsi oleoresin lada ditimbang sebanyak 1 gram (a) dan dilarutkan dalam
20 ml akuades kemudian disaring dengan kertas saring Whatman no. 42. Sebelum
digunakan, kertas saring dikeringkan dalam oven 105oC selama 30 menit dan
ditimbang (b). Setelah penyaringan, kertas saring dikeringkan kembali dalam oven
selama 1 jam pada suhu 105oC. Setelah itu, kertas saring didinginkan di desikator
kemudian ditimbang sampai tercapai bobot tetap (c).
14
Stabilitas Emulsi (Modifikasi Metode Yasumatsu et al. 1972)
Pengukuran stabilitas emulsi dengan metode ini berdasarkan pada
kemampuan pembentukan emulsi setelah dilakukan pemanasan dan sentrifugasi.
sampel emulsi dipanaskan dalam penangas air bersuhu 80oC selama 30 menit,
kemudian disentrifugasi pada kecepatan 1300 rpm selama 10 menit. Volume
campuran yang masih membentuk emulsi diukur dan stabilitas emulsi ditetapkan
dengan persamaan sebagai berikut:
Pengukuran Respon Hasil Proses Mikroenkapsulasi
Rendemen Mikrokapsul (Ahn et al. 2007)
Rendemen dihitung berdasarkan berat bubuk oleoresin hasil mikrokapsul
yang dihasilkan dengan metode pengering semprot dibandingkan dengan total
padatan emulsi yang dimasukan ke alat pengering semprot. Rendemen
mikrokapsul ditentukan dengan rumus berikut :
Kelarutan dalam Air (AOAC 1995)
Bubuk oleoresin hasil mikrokapsul ditimbang sebanyak 1 gram (a) dan
dilarutkan dalam 20 ml akuades kemudian disaring dengan memakai pompa
vakum dan kertas saring Whatman no. 42. Sebelum digunakan, kertas saring
dikeringkan dalam oven 105oC selama 30 menit dan ditimbang (b). Setelah
penyaringan, kertas saring dikeringkan kembali dalam oven selama 1 jam pada
suhu 105oC. Setelah itu, kertas saring didinginkan di desikator kemudian
ditimbang sampai tercapai bobot tetap (c).
Kadar Minyak Atsiri Metode Hidrodestilasi Clevenger (Rennecius et al.
1988)
Bubuk oleoresin hasil mikrokapsul ditimbang sebanyak 50 gram
dimasukan kedalam labu 1 liter, kemudian ditambahkan akuades 500 ml dan batu
didih. Sampel didestilasi selama 5 jam dan minyak atsiri yang tertampung pada
tabung terpisah berskala dicatat volumenya. Lalu ditentukan bobot minyak atsiri
dengan mengalikan volume dengan densitas dari oleoresinnya. Kadar minyak
atsiri dinyatakan dalam basis kering setelah dikurangi kadar airnya (%KA).
Rumus perhitungan kadar minyak atsiri ditentukan sebagai berikut :
15
Oil Recovery (Komari 1994)
Oil recovery menyatakan perbandingan berat minyak atsiri yang dihasilkan
dari mikrokapsul dengan jumlah berat minyak atsiri dari oleoresin yang
digunakan. Perhitungan oil recovery ditentukan sebagai berkut:
a = bobot minyak atsiri (g)
b = rendemen produk(%)
c = kadar minyak atsiri pada oleoresin (%)
d = oleoresin yang ditambahkan (%)
e = berat mikrokapsul (g)
Kadar Surface Oil
Kadar minyak di permukaan mikrokapsul menunjukkan jumlah minyak
oleoresin yang tidak tersalut dalam mikrokapsul. Sebanyak 10 gram sampel
mikrokapsul dilarutkan dalam 10 ml heksana, diaduk selama 10 detik selanjutnya
disaring dengan kertas saring. Hasil saringan kemudian dicuci kembali dengan
heksana 10 ml sebanyak tiga kali dan disaring dengan kertas saring yang sama.
Filtrat kemudian diuapkan dengan vacum evaporator dengan suhu water bath
50oC. selanjutnya dimasukan ke oven 85oC selama 1 jam. Kemudian labu
ditimbang. Bobot minyak atsiri dihitung dengan mengurangi bobot labu isi dengan
labu kosong. Kadar surface oil ditentukan dengan rumus sebagai berikut :
Kadar Air Metode Destilasi Azeotropik (AOAC 1980)
Analisis kadar air dilakukan dengan metode azeotropik. Metode ini
digunakan untuk analisis bahan-bahan yang mengandung senyawa volatil.
Sebanyak 10 gram serbuk oleoresin dimasukan dalam labu didih, kemudian
ditambahkan 60-100 ml toluena. Selanjutnya didestilasi dengan destilasi khusus
dengan penampungan air yang menguap. Destilasi dilakukan sampai air dalam
penampung tidak bertambah lagi (selama 3 jam). Didinginkan hasil destilat dan
catat volume air yang terbentuk. Volume air dibaca dan dihitung persentasi air dan
berat contoh. Rumus perhitungan kadar air ditentukan sebagai berikut :
16
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Penentuan Bahan Pengemulsi
Langkah penting dalam pembuatan produk emulsi oleoresin lada adalah
pemilihan bahan pengemulsi yang sesuai dengan kriteria yang diinginkan.
Penggunaan produk yang dihasilkan dalam aplikas