Analisis Respon Sudut Pancaran (Angular Response Analysis) Hasil Deteksi Multibeam Echosounder Di Sungai Kapuas Pontianak

ANALISIS RESPON SUDUT PANCARAN (ANGULAR RESPONSE
ANALYSIS) HASIL DETEKSI MULTIBEAM ECHOSOUNDER
DI SUNGAI KAPUAS PONTIANAK

ANANG PRASETIA ADI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Respon Sudut
Pancaran (Angular Response Analysis) Hasil Deteksi Multibeam Echosounder di
Sungai Kapuas Pontianak adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor,

Agustus 2016

Anang Prasetia Adi
NIM C552140011

RINGKASAN
ANANG PRASETIA ADI. Analisis Respon Sudut Pancaran (Angular Response
Analysis) Hasil Deteksi Multibeam Echosounder di Sungai Kapuas Pontianak.
Dibimbing oleh HENRY MUNANDAR MANIK dan SRI PUJIYATI.
Sistem multibeam echosounder tidak hanya memperoleh presisi tinggi
dalam pengolahan data batimetri saja, tetapi juga mendapatkan resolusi yang
cukup tinggi dalam pengolahan data hambur balik (backscatter strenght) dasar
perairan. Sejumlah penelitian telah menerapkan metode akustik untuk
mengklasifikasikan tipe sedimen dasar perairan dengan menggunakan data
hambur balik akustik dan hasil klasifikasi yang diperoleh lebih baik daripada
sampling sedimen secara tradisional. Tujuan penelitian ini adalah
mengintegrasikan hasil data dari multibeam echosounder untuk penentuan

batimetri dan pengklasifikasian tipe sedimen dasar perairan.
Penelitian ini menggunakan data survei batimetri multibeam echosounder
Kongsbergs EM 2040C di Sungai Kapuas Pontianak, Kalimantan Barat.
Penentuan batimetri menggunakan metode Combined Uncertainty and Bathymetry
Estimator (CUBE), sedangkan klasifikasi tipe sedimen menggunakan metode
Angular Response Analysis (ARA) dan Sediment Analysis Tool (SAT) yang
semuanya tertanam dalam perangkat lunak Caris Hips and Ships versi 9.0.
Hasil pengukuran kedalaman pada penelitian ini masuk klasifikasi survei
hidrografi orde khusus yang memiliki tingkat akurasi tinggi. Klasifikasi tipe
sedimen didapatkan sedimen pasir, lumpur berpasir, dan lumpur. Berdasarkan
nilai intensitas untuk tipe sedimen pasir (sand) -19.15 dB hingga -17.03 dB pada
kedalaman 9.5 meter, lumpur berpasir (sandy silt) -23.23 dB hingga -21.13 dB
pada kedalaman 10.3 meter, dan lumpur (silt) -28.00 dB hingga -25.83 dB pada
kedalaman 8.8 meter. Hubungan antara nilai intensitas (dB) dan rata-rata ukuran
butiran (mm) hasil menggunakan metode ARA dan SAT didapatkan nilai
koefesien determinasi (R2) sebesar 0.88 dan hubungan antara nilai intensitas dan
rata-rata ukuran butiran secara in-situ didapatkan nilai R2 sebesar 0.58.

Kata kunci : batimetri, hambur balik, multibeam echosounder, dan tipe sedimen.


SUMMARY
ANANG PRASETIA ADI. Angular Response Analysis Result of Multibeam
Echosounder in Kapuas River Pontianak. Supervised by Henry Munandar Manik
and Sri Pujiyati.
The multibeam echosounder system is not only obtained high precition in
bathymetry data processing, but also obtained a high resolution in seabed
backscatter strenght data. A number of studies have seen applied acoustic remote
sensing method to classify seabed sediment type with multi-beam backscatter
strength data, and obtained better classification results than the traditional
sediment sampling method. The objective of this study was to integrated
multibeam echosounder data which determined the bathymetry and classification
of seabed sediment type.
This research using bathymetry data survey with multibeam echosounder
Kongsberg EM 2030C in Kapuas River, Pontianak, West Borneo. The
determination of the bathimetry was done by using the Combined Uncertainty and
Bathimetry Estimator (CUBE) method, while determining the sediment was done
by using the Angular Response Analysis (ARA) and Sediment Analysis Tool
(SAT) method, installed on CARIS Hips and Sips software version 9.0.
The result of bathymetry measurement in this study was classified into the
hidrography survey for special ordo which has a high level of accuration. The

sedimet type was clarified as sand, sandy silt and silt sediment, with each intensity
was -19.15 to -17.03 dB in 9.5m depth, -23.23 to -21.13 dB in 10.3m depth, and 28.00 to -25.83 dB in 8.8m depth. The corelation between the intensity level (dB)
and mean grain size (mm) by using ARA and SAT methode bring in coefficient
determination R2 as 0.88, and the corelation of the intensity level and mean grain
size by using in-situ methode obtained the R2 as 0.58.
Keywords: bathymetry, backscatter, multibeam echosounder, and sediment type.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

ANALISIS RESPON SUDUT PANCARAN (ANGULAR RESPONSE
ANALYSIS) HASIL DETEKSI MULTIBEAM ECHOSOUNDER
DI SUNGAI KAPUAS PONTIANAK


ANANG PRASETIA ADI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Teknologi Kelautan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Pengujiluar
luarkomisi
komisipada
padaujian
ujiantesis
tesis: Ir.

: Ir.
Irsan
Soemantri
Brodjonegoro,
MSCE,
Penguji
Irsan
Soemantri
Brodjonegoro,
MSCE,
Ph.D
Ph.D

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tesis merupakan salah
syarat untuk mendapatkan gelar magister sains pada Program Studi Teknologi
Kelautan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Judul penelitian yang
diambil adalah Analisis Respon Sudut Pancaran (Angular Response Analysis)
Hasil Deteksi Multibeam Echosounder di Sungai Kapuas Pontianak.

Terima kasih atas segala hal yang terbaik yang telah diberikan oleh kedua
orang tua, keluarga, istri dan anak-anak saya yang selalu memberikan motivasi,
semangat dan doa selama menempuh pendidikan magister di Institut Pertanian
Bogor. Dalam kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada yang terhormat :
1. Dr. Henry M. Manik, S.Pi MT dan Dr. Ir. Sri Pujiyati, MSi sebagai
komisi pembimbing atas segala arahan dan bimbingannya selama
proses penelitian, pengolahan data dan penulisan tesis.
2. Ir. Irsan Soemantri Brodjonegoro, MSCE, Ph.D sebagai penguji luar
komisi pada ujian tesis atas masukan dan sarannya dalam penulisan
tesis ini.
3. Kepala Dishidros TNI AL dan Kasubdis Survei yang telah memberikan
izin penelitian menggunakan data hasil survei batimetri.
4. TNI AL yang telah memberikan bantuan beasiswa pendidikan melalui
program Pendidikan Reguler TNI AL TA. 2014.
5. Rekan-rekan Mahasiswa Pascasarjana Program Studi Teknologi
Kelautan 2014 atas kebersamaan selama perkuliahan (2 tahun) dan
kerjasamanya selama menyelesaikan penelitian ini.
6. Rekan-rekan AAL 2002/48 (Moro Pandawa) yang turut mendoakan dan
memotivasi penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.

Semoga karya ilmiah ini tidak semata-mata menjadi syarat kelulusan dari
program magister pada Program Studi Teknologi Kelautan, Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor, akan tetapi penulis berharap semoga karya ilmiah ini
dapat memberikan kontribusi dan bermanfaat bagi semua pihak yang
membutuhkannya. Penulis mengakui bahwa karya ilmiah ini masih banyak
kekurangan, saran dan kritik dari pembaca sangat penulis harapkan sehingga
kedepan bisa menjadi lebih baik.
Bogor,

Agustus 2016

Anang Prasetia Adi

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR


vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
2
3
3
3


2 METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Bahan dan Alat
Metode Pengambilan Data
Pengambilan Data Akustik
Pengambilan Data CTD
Pengambilan Data Pasang Surut
Pengambilan Contoh Sedimen
Metode Pengolahan Data
Pengolahan Data Batimetri
Kualitas Data Batimetri
Pengolahan Data Hambur Balik
Pengolahan Data CTD
Pengolahan Data Pasang Surut
Hubungan Nilai Intensitas ARA dengan Insitu
Pengukuran Slope

4
4
5

6
6
7
7
7
8
8
10
11
14
15
15
16

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Topografi Dasar Perairan
Profil Kecepatan Suara
Fluktuasi Pasang Surut
Profil Batimetri
Perhitungan Kualitas Data Batimetri
Hubungan Topografi dan Nilai Intensitas
Hubungan Slope dan Nilai Intensitas
Klasifikasi Tipe Sedimen ARA dan SAT
Hasil Proses Geobars
Hasil Pembuatan Mosaik
Analisis Klasifikasi Tipe Sedimen

17
17
17
17
18
20
22
23
27
27
27
28

Hubungan Nilai Hambur Balik dengan Tipe Sedimen

33

4 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran

36
36
36

DAFTAR PUSTAKA

37

LAMPIRAN

39

RIWAYAT HIDUP

53

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Spesifikasi teknis multibeam Kongsberg EM 2040C
Alat dan bahan yang digunakan dalam survei multibeam
Daftar standar minimum untuk survei batimetri
Klasifikasi tipe dasar sedimen (Wentworth, 1992)
Kualitas data batimetri pada lajur silang (cross 1)
Kualitas data batimetri pada lajur silang (cross 2)
Kualitas data batimetri pada lajur silang (cross 3)
Hasil klasifikasi tipe sedimen menggunakan metode ARA dan SAT
Penelitian mengenai nilai hambur balik (dB) dasar perairan
Persentase hasil sedimentasi secara in-situ

5
6
10
13
20
21
21
29
32
34

DAFTAR GAMBAR
1 Lokasi area penelitian, transek lajur survei, lokasi pengambilan data
CTD dan titik sampel sedimen
2 Diagram alir pengolahan data multibeam batimetri menggunakan
perangkat lunak Caris Hips & Sips 9.0
3 Kurva hubungan antara kekuatan hambur balik, respon sudut pancaran
dan kekasaran jenis sedimen (Masetti et al, 2011)
4 Diagram alir pengolahan data multibeam hambur balik menggunakan
perangkat lunak Caris Hips & Sips 9.0
5 Profile kecepatan suara (sound velocity profile) di lokasi penelitian
6 Grafik pasang surut di Dermaga Disnav Kalbar pada tanggal 01 - 29
November 2015
7 Profil batimetri di area penelitian
8 Pengaruh bentuk topografi dasar perairan, (a) bentuk kurva nilai
intensitas di titik sampel 9 dan (b) titik sampel 10
9 Klasifikasi slope dan lokasi pengambilan titik sampel
10 Hasil pengolahan analisa sedimen, pengukuran slope, mosaik hambur
balik akustik dan kurva nilai intensitas di titik sampel 2

4
9
12
14
17
18
19
22
23
24

11 Hasil pengolahan analisa sedimen, pengukuran slope, mosaik hambur
balik akustik dan kurva nilai intensitas di titik sampel 3
12 Hasil pengolahan analisa sedimen, pengukuran slope, mosaik hambur
balik akustik dan kurva nilai intensitas di titik sampel 1
13 Hasil pengolahan analisa sedimen, pengukuran slope, mosaik hambur
balik akustik dan kurva nilai intensitas di titik sampel 8
14 Perbandingan hasil proses Geobars dengan (a) format time series dan
(b) format beam average
15 (a) Tampilan mosaik hambur balik yang belum terkoreksi dan (b) yang
sudah terkoreksi
16 Proses pembuatan mosaik hambur balik di seluruh lajur survei,
ditunjukkan adanya garis nadir, nilai hambur balik tinggi (terang) dan
nilai hambur balik rendah (gelap)
17 Hasil klasifikasi tipe sedimen di lokasi penelitian menggunakan metode
ARA dan SAT
18 Bentuk kurva data hambur balik tunggal terhadap respon sudut
pancaran untuk tiap sedimen yang berbeda
19 Perbandingan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya
20 Hubungan nilai hambur balik (dB) dan rata-rata ukuran butir (mm),
menggunakan metode ARA dan SAT (garis biru) dan secara in-situ
(garis merah)

25
25
26
27
28

28
30
31
32

34

DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil Quality Control (QC) Report dan hasil statistik data batimetri
2 Hasil pengolahan analisa sedimen, pengukuran slope, mosaik hambur
balik akustik dan kurva nilai intensitas di tiap pengambilan titik sampel.
3 Hasil laboratorium sedimentasi (bed load)
4 Dokumentasi

39
41
47
50

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Multibeam echosounder (MBES) merupakan peralatan akustik yang secara
intensif sering digunakan dalam pemetaan dasar perairan, terutama karena
teknologi ini memiliki kemampuan lebih yaitu cakupan luas dan resolusi tinggi
untuk akuisisi data batimetri (Anderson et al. 2008) apabila dibandingkan dengan
peralatan seperti singlebeam echosounder, side scan sonar atau Light Detection
And Ranging (LiDAR). Pemetaan dasar perairan menjadi sangat penting karena
memberikan informasi secara detail dan akurat mengenai topografi dasar perairan.
Informasi ini sangat diperlukan dalam berbagai aplikasi perairan seperti
pembuatan peta navigasi guna menjamin keamanan dan keselamatan lalu lintas
kapal, pencarian kapal tenggelam dan lain sebagainya.
Teknologi multibeam echosounder merupakan perpanjangan dari teknologi
singlebeam echosounder yang hanya memancarkan satu beam secara vertikal ke
dasar perairan, sedangkan multibeam mampu mentransmisikan beratus-ratus beam
ke dasar perairan dan pola pancarannya melebar dan melintang terhadap badan
kapal (Lurton, 2010). Setiap beam yang dipancarkan akan mendapatkan satu titik
kedalaman hingga jika titik-titik kedalaman tersebut dihubungkan akan
membentuk profil topografinya. Ada dua tipe dataset yang dihasilkan multibeam
echosounder yaitu data batimetri dan hambur balik (backscatter).
MBES batimetri merupakan proses pemetaan kedalaman perairan yang
dinyatakan dalam angka kedalaman atau kontur kedalaman yang diukur terhadap
datum vertikal. Batimetri (dari bahasa Yunani: berarti “kedalaman” dan “ukuran”)
adalah ilmu yang mempelajari kedalaman di bawah air dan studi tentang tiga
dimensi dasar perairan. Sebuah peta batimetri umumnya menampilkan relief dasar
perairan dengan garis-garis kontur (contour lines) yang disebut kontur kedalaman
(depth contours atau isobath).
MBES hambur balik adalah intensitas akustik yang dipantulkan dasar
perairan menggunakan fungsi respon sudut pancaran (angular response), hasil
yang didapat digambarkan dalam kurva hubungan antara nilai intensitas dan
respon sudut pancaran. Sebelum analisa respon sudut pancaran dilakukan terlebih
dahulu dilakukan pembuatan mosaik hambur balik akustik, yang merupakan
georeferensi gambaran gray level yang merepresentasikan intensitas akustik yang
dipantulkan dasar perairan. Tiap tipe sedimen dasar perairan yang berbeda
biasanya menunjukkan tingkat intensitas yang berbeda. Variasi gambaran ini
dipengaruhi oleh respon sudut pancaran dari sinyal akustik dan perubahan
geografi tipe sedimen dasar perairan (Hasan et al. 2014). Analisis terhadap
amplitudo dari gelombang suara yang kembali memungkinkan untuk mengekstrak
informasi mengenai struktur dan kekerasan dasar perairan, yang digunakan untuk
mengidentifikasi jenis tipe sedimen. Sinyal kuat yang kembali menunjukkan
permukaan dasar perairan yang keras (rock, gravel) dan sinyal lemah yang
kembali menunjukkan permukaan yang lebih halus (silt, clay). Hal tersebut karena
semakin besar impedansi suatu medium semakin besar pula koefisien pantulannya.

2
Penelitian mengenai hambur balik akustik untuk menentukan klasifikasi
tipe sedimen dasar perairan telah dilakukan oleh, Dufek (2012) menganalisa data
hambur balik untuk menentukan tipe sedimen menggunakan perangkat lunak
Caris Hips and Sips dan IVS 3D Fledermus. Manik et al. (2006) dan Manik
(2011) menggunakan qantitative echosounder dan menerapkan model ring
surface scattering (RSS) untuk mengkuantifikasi nilai hambur balik berbagai
subtrat dasar di perairan Selatan Jawa. Pujiyati et al. (2010) menggunakan splitbeam Simrad EY 60 scientific echosounder pada frekuensi 120 kHz untuk meneliti
hubungan antara ukuran butiran, kekasaran, dan kekerasan dengan nilai hambur
balik di Perairan Kepulauan Pari, Kepulauan Seribu.
Sungai Kapuas merupakan sungai yang membelah kota Pontianak dan
sampai saat ini masih menjadi urat nadi dan jalur utama untuk angkutan daerah
pedalaman bagi kehidupan masyarakat di sepanjang aliran sungai ini. Sebagai
prasarana transportasi alam yang murah, Sungai Kapuas digunakan untuk
menghubungkan daerah satu ke daerah lain di wilayah Kalimantan Barat
(Jumarang et al., 2012). Pelabuhan Pontianak merupakan salah satu pelabuhan
yang ramai di wilayah Indonesia karena letak wilayahnya sangat strategis yang
berbatasan dan berhadapan langsung dengan negara Malaysia dan Singapura
(Dephub Pelabuhan Pontianak, 2010). Wilayah ini mempunyai nilai ekonomis
yang sangat baik, sehingga untuk menjamin keselamatan pelayaran dari kapalkapal yang keluar masuk Pelabuhan Pontianak menjadi prioritas utama. Adanya
informasi mengenai batimetri dan jenis tipe sedimen dapat digunakan sebagai data
pendukung awal kegiatan survei pengerukan (dredging) pada area yang
mengalami kedangkalan, serta dapat digunakan juga sebagai informasi awal
dalam kegiatan survei rekayasa engineering semisal pembangunan dermaga untuk
kapal-kapal perintis, survei rute pipa dan kabel bawah perairan.

Perumusan Masalah
Seiring dengan perkembangan teknologi, berkembang pula peralatan
multibeam echosounder yang diciptakan serta mampu memberikan hasil yang
memiliki resolusi ketelitian yang semakin tinggi. Dengan adanya kemajuan
teknologi ini semakin banyak pula kegunaannya untuk diaplikasikan dan
mendukung kegiatan eksploitasi di bidang kelautan. Selama ini data MBES yang
digunakan masih terfokus hanya sebatas diolah untuk menentukan nilai
kedalaman/batimetri suatu daerah tersebut yang bertujuan untuk keselamatan dan
keamanan bernavigasi lalu lintas kapal.
Disisi lain MBES merupakan peralatan yang termasuk kategori kuantitatif /
scientifik, selain mengeluarkan data batimetri juga mengeluarkan data hambur
balik. Apabila dijelaskan perbagian, data batimetri bisa diturunkan lagi untuk
mengetahui berapa besaran slope di lokasi tersebut, sedangkan dari data hambur
balik mampu digunakan untuk klasifikasi jenis tipe sedimen. Memperkuat analisa
pengklasifikasian tipe sedimen di lokasi penelitian perlu dikumpulkan beberapa
titik sampel contoh fisik jenis dasar perairan yang diambil secara in-situ.
Pengumpulan data tersebut umumnya diperoleh dengan menggunakan alat grab.
Berdasar uraian diatas perumusan masalah yang dapat disimpulkan adalah
memungkinkan untuk mengintegrasikan kedua data yang dihasilkan multibeam

3
echosounder. Pengolahan data batimetri menggunakan metode Combined
Uncertainty and Bathymetry Estimator (CUBE) untuk menentukan topografi
dasar sungai dan turunannya, sedangkan klasifikasi tipe sedimen di lokasi
penelitian berdasarkan data hambur balik menggunakan metode Angular
Response Analysis (ARA) dan Sediment Analysis Tool (SAT).

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah mengintegrasikan hasil data yang di dapat
dari multibeam echosounder (data batimetri dan hambur balik) yang meliputi :
1. Menentukan batimetri perairan dengan menggunakan metode CUBE
dan perhitungan kualitas data batimetri.
2. Mengklasifikasikan tipe sedimen dasar perairan menggunakan metode
Angular Response Analysis (ARA) dan Sediment Analysis Tool (SAT).
3. Menganalisa hubungan nilai hambur balik dengan tipe sedimen.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi pemetaan dasar
perairan yang lebih lengkap dan akurat berdasarkan data batimetri dan hambur
balik (backscatter), guna mendukung pimpinan ataupun instansi terkait sebagai
bahan pertimbangan pengambilan keputusan atau pembuatan kebijakan dalam
pengelolaan Sungai Kapuas.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini difokuskan pada aspek peralatan multibeam echosounder dan
integrasi hasil raw data yang dihasilkan, untuk klasifikasi jenis tipe sedimen dasar
perairan. Pengolahan data batimetri diproses menggunakan metode Combined
Uncertainty and Bathymetry Estimator (CUBE) dan dilakukan perhitungan batas
tolerasi kesalahan (limit error) data batimetri.
Data hambur balik digunakan untuk mengklasifikasikan tipe sedimen dasar
perairan menggunakan metode Angular Response Analysis (ARA) dan Sediment
Analysis Tools (SAT). Memperkuat analisa penentuan tipe sedimen dilakukan
perhitungan koefesien determinasi (R2), yaitu melihat hubungan nilai intensitas
hasil pengolahan menggunakan metode ARA dan SAT dengan rata-rata ukuran
butiran sedimen contoh fisik in-situ. Perangkat lunak utama yang digunakan
dalam pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan Caris Hips & Sips 9.0
beserta dongle key dan Arc GIS versi 10.1 yang digunakan untuk menampilkan
visualisasi data hasil akhir.
Data dan informasi dalam penelitian ini diperoleh melalui survei akustik
untuk keperluan batimetri yang menggunakan peralatan multibeam echosounder
Kongsberg EM 2040C di Sungai Kapuas Pontianak, Kalimantan Barat yang
diperoleh dari Dinas Hidro-Oseanografi TNI AL.

4

2 METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini menggunakan data hasil survei batimetri yang dilakukan oleh
tim lapang Dinas Hidro-oseanografi TNI AL. Data yang digunakan pelaksanaan
survei batimetri pada tanggal 3 - 4 November 2015 di Sungai Kapuas Pontianak,
Kalimantan Barat menggunakan teknologi multibeam echosounder. Rata-rata nilai
kedalaman berkisar antara ±10 – 15 meter. Pemilihan lokasi penelitian diusahakan
memiliki batimetri yang unik dan tipe sedimen yang bervariasi, sehingga hasil
intensitas akustik yang didapat bisa mewakili jenis sedimen yang berbeda.
Pengolahan data dan analisa dilaksanakan pada bulan Februari 2016 sampai
bulan Juli 2016 di dua tempat yaitu di Dinas Hidro-oseanografi TNI AL yang
bertempat di Jakarta dan Laboratorium Akustik & Instrumentasi Kelautan,
Departemen Ilmu dan Teknologi, FPIK - IPB yang bertempat di Dramaga, Bogor.
Pelaksanaan pengambilan data penelitian ini menggunakan kapal perum
(boat sounding) dengan dimensi 16 x 2.7 meter. Spesifikasi teknis, untuk spasi
jarak antar lajur berkisar ±30 meter. Jumlah lajur utama survei yang digunakan
untuk penelitian sebanyak 11 lajur dan lajur silang (cross) sebanyak 3 lajur.
Lokasi area penelitian, transek lajur survei, lokasi pengambilan data CTD dan titik
sampel pengambilan data sedimen ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Lokasi area penelitian, transek lajur survei, lokasi pengambilan
data CTD dan titik sampel sedimen.

5
Bahan dan Alat
Peralatan multibeam echosounder yang digunakan untuk mengumpulkan
data batimetri dan hambur balik menggunakan Kongsberg EM 2040C yang
memiliki kemampuan dual swath dan dilengkapi dengan stabiliser oleng, angguk
dan penyimpangan haluan. Multibeam ini memiliki 400 beam dengan sudut
bukaan sebesar 1.3° untuk tiap beam. Untuk frekuensi 300 kHz, sistem ini dapat
digunakan pada perairan dangkal dan perairan dengan kedalaman medium yaitu
tidak melebihi dari 450 meter dan memiliki kemampuan untuk memetakan
wilayah perairan secara luas dengan lebar sapuan mencapai 130°. Secara lengkap
spesifikasi teknis multibeam echosounder yang digunakan dalam penelitian ini,
ditunjukkan pada Tabel 1 (Manual Book Operating System Kongsberg EM
2040C) :
Tabel 1. Spesifikasi teknis multibeam Kongsberg EM 2040C
Specifications
Operating System
Frequency
300 kHz
Max detected depth
450 m
Min detected depth
0.5 m
Covarage sector
130 degrees
Number of sounding per ping
400 per swath
Beamwidth (TX x RX)
1.3 x 1.3 degrees
TX source level
204.5 dB re 1 µPa at 1m
Pulse length (CW)
25 – 600 µs
Pulse length (FM)
Up to 12 ms
Alignment Accuracy

-

Position (x,y)
Position (z)
Pitch
Roll
Heading

: ±0.02 m
: ±0.005 m
: ±0.05 degrees
: ±0.02 degrees
: ±0.05 degrees

Sonar Head

-

Diameter : 332 mm
Height : 119 mm
Weight : 18.8 kg in air / 8.4 kg in water
Suplay voltage : 48 Vdc
Power consumption : Max 1.3 A

Processing Unit

-

Dimensions : 482.5 x 424 x 88.6 mm
Weight : 10.5 kg
Suplay voltage : 100 to 250 Vac
Power comsumption : Max 115 W

Hydrographic Work Station
(Operator Station)

-

Dimensions : 338 x 379 x 100 mm
Weight : 7.6 kg
Suplay voltage : 115 to 230 Vac
Power comsumption : Max 250 W

6
Penentuan posisi pemeruman menggunakan DGPS Veripos yang memiliki
kesalahan horisontal 0.13 meter dan kesalahan vertikal 0.32 meter pada tingkat
kepercayaan 95%. Sensor gerak menggunakan Teledyne TSS DMS-05 yang
memiliki akurasi oleng dan angguk sebesar 0.05°. Sebagai koreksi faktor
oseanografi, pengambilan data kecepatan suara setiap hari selama kegiatan
pemeruman berlangsung dengan cara menurunkan CTD AML Oceanographic dan
pengambilan data pasang surut menggunakan peralatan Thalimedes. Secara
keseluruhan peralatan yang digunakan dalam mendukung penelitian ini dapat
dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Alat dan bahan yang digunakan dalam survei multibeam
Alat dan bahan
Jenis
Keterangan
Multibeam
Kongsberg
Pengambilan data batimetri
EM 2040C
dan hambur balik
GPS
DGPS Veripos
Untuk penentuan posisi
Motion sensor
TSS DMS-05
Untuk sistem penentuan
posisi secara real time
CTD
AML OceanoUntuk mengambil data
graphic
kecepatan suara
Pasang surut
Thalimedes
Untuk mengambil data
pasang surut
Software navigasi

ADL Hydro-Pro

Software akuisisi
data

SIS

Software olah data
batimetri

Caris Hips & Sips
versi 9.0

Software olah data
hambur balik

Caris Hips & Sips
versi 9.0

Wahana survei

Kapal nelayan,
panjang 16 m, dan
lebar 2.7 m

Untuk mengontrol dan
menampilkan data navigasi
dari SIS
Untuk mengontrol dan
menampilkan sistem
multibeam secara real time
Untuk mengolah dan
menampilkan data
batimetri
Untuk mengolah dan
menampilkan data hambur
balik
Wahana survei dan
tempat pemasangan
instrumen akustik

Metode Pengambilan Data
Pengambilan Data Akustik
Hasil raw data nilai kedalaman (batimetri) yang digunakan dalam penelitian
ini, dilakukan pengukuran oleh tim lapang berdasarkan lajur survei yang telah
dibuat terlebih dahulu. Pengambilan data akustik (data batimetri dan hambur
balik) menggunakan peralatan multibeam echosounder Kongsberg EM 2040C
yang dioperasikan pada frekuensi 300 kHz. Data multibeam yang diperoleh

7
merupakan data yang telah terkoreksi terhadap pergerakan kapal seperti oleng,
angguk, penyimpangan haluan dan koreksi keterlambatan GPS dengan
menggunakan sensor gerak TSS DMS-05. Koreksi posisi sensor gerak dan
transduser (offset correction) yang digunakan terhadap garis tengah kapal perum
dilakukan dengan menggunakan DGPS Veripos.
Teknologi akustik multibeam echosounder dipasang dikapal perum, untuk
navigasi menggunakan perangkat lunak Automatic Data Logging (ADL) HydroPro dan akuisisi data menggunakan perangkat lunak SIS (Seafloor Information
System). Konfigurasi offset mengacu kepada transduser dengan kata lain nilai
offset transduser adalah (0,0,0), sedangkan nilai offset dari sensor GPS dan sensor
gerak dihitung dari offset transduser.
Pengambilan Data CTD
Pengambilan data kecepatan suara (sound speed) menggunakan instrumen
CTD AML Oceanographic. Proses pengukuran profil kecepatan suara dilakukan
dengan cara instrumen CTD (Conductivity Temperature and Depth) diturunkan
secara perlahan-lahan ke dalam air, sehingga mampu melakukan perekaman data
secara baik. Pengukuran ini dilakukan tiap hari di lokasi atau tempat yang sesuai
dengan pelaksanaan pemeruman hari itu.
Pengambilan Data Pasang Surut
Pasang surut merupakan komponen oseanografi yang harus diperhatikan
dalam pelaksanaan survei batimetri. Pasang surut digunakan untuk mengoreksi
kedalaman yang dilakukan pada saat pemrosesan data multibeam. Data kedalaman
hasil pemeruman dikoreksi dengan menggunakan mean sea level, sehingga
didapatkan data kedalaman yang akurat (Sasmita, 2008). Koreksi dilakukan secara
otomatis dengan memasukan nilai pasang surut pada menu load tide yang terdapat
dalam perangkat lunak Caris Hips & Sips 9.0.
Pengambilan data pasang surut menggunakan peralatan Thalimedes dan
rambu ukur (palem pasang surut) dengan interval pengambilan data setiap 15
menit. Pengukuran pasang surut dilakukan sesuai dengan ketetapan S.44-IHO,
2008 yang menyebutkan bahwa pengukuran dilakukan minimal 29 piantan (30
hari) untuk mendapatkan data pasang surut yang akurat.
Pengambilan Contoh Sedimen
Pengambilan contoh tipe sedimen secara in-situ dilakukan pada 12 (dua
belas) titik lokasi pengamatan yang memiliki data hambur balik akustik. Setiap
titik lokasi diberikan label penomoran yang kemudian dicatat posisi
pengambilannya dan jenis tipe sedimennya. Metode pengambilan contoh tipe
sedimen dilakukan setelah pelaksanaan survei batimetri selesai.
Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa kedalaman rata-rata di lokasi
penelitian berkisar antara ±10 – 15 m, oleh karena itu proses pengambilan contoh
tipe sedimen dilakukan dengan menggunakan alat grab sampler dengan dimensi
20 x 20 cm. Selanjutnya contoh tipe sedimen dimasukkan kedalam plastik dan
dibawa ke laboratorium untuk dianalisa ukuran butirannya (grain size).

8
Metode Pengolahan Data
Pengolahan Data Batimetri
Survei batimetri adalah bagian dari kegiatan survei hidrografi yang
bertujuan untuk mendapatkan nilai kedalaman dan konfigurasi dasar sungai
berdasarkan analisis profil kedalaman yang didapat dari hasil pemeruman
(sounding). Survei batimetri dengan menggunakan peralatan multibeam akan
menghasilkan pemetaan batimetri sungai, yang mana pemetaan ini merupakan
hasil dari serangkaian proses meliputi koreksi alat, koreksi oseanografi, filtering,
gridding dan interpolation yang semuanya terangkum dalam metode CUBE
(Combined Urcertainty and Bathymetry Estimator).
Survei batimetri menggunakan multibeam akan dapat mempersingkat waktu
pelaksanaan survei, namun dalam pelaksanaanya perlu diperhatikan walaupun
menggunakan teknologi yang lebih modern bagaimanapun tidak menjanjikan
perolehan data yang berkualitas serta bebas dari selisih kasar bagi pengukuran
kedalaman. Oleh karena itu untuk mendapatkan data batimetri sungai yang akurat
memerlukan kalibrasi yang sangat kompleks untuk menentukan kualitas alat-alat
ukur termasuk alat multibeam dalam penggunaannya serta hasil batimetri yang
didapat harus dihitung batas toleransi kesalahannya (Geoscience Australia, 2013).
Pengolahan raw data multibeam echosounder dengan menggunakan perangkat
lunak Caris akan melalui beberapa tahapan seperti yang dijelaskan dibawah ini
(Training module Caris Hips & Sips 9.0, 2014) :

Pembuatan file kapal dalam format *.hvf (hips vessel file), yang
mengandung informasi tentang beberapa sensor yang berpengaruh terhadap
ketelitian data posisi batimetri antara lain posisi sensor transduser, GPS, dan
sensor gerak (motion sensor).

Navigation editor adalah proses untuk menghilangkan pengaruh
pergerakan dan kecepatan kapal yang memiliki nilai frekuensi di luar
kisaran. Kesalahan ini disebabkan kecepatan kapal yang tidak konstan,
sehingga menyebabkan data batimetri yang dihasilkan mengalami tumpang
tindih. Nilai frekuensi yang di luar kisaran dibuang dengan menggunakan
dua metode filter yaitu moving average dan fast fourier.

Attitude editor digunakan untuk menampilkan dan memfilter data dari
sensor gerak yang meliputi data gyro, haluan, oleng dan angguk. Untuk
memfilter data digunakan juga metode moving average dan fast fourier
(metode filtering yang sama digunakan pada navigation editor).

Sound velocity correction dengan satuan m/det, adalah koreksi yang
berhubungan dengan dinamika oseanografi yang bertujuan untuk
menghitung panjang dan lintasan dari gelombang suara yang melewati
kolom air untuk tiap beam.

Perubahan permukaan air yang diakibatkan oleh pasang surut
diperhitungkan sebagai koreksi pasang surut. Pada setiap pelaksanaan
pemeruman dengan menggunakan multibeam echosounder harus juga

9
dilakukan pencatatan waktu, untuk mempermudah saat koreksi terhadap
pengaruh naik turunnya muka air karena pasang surut.

Proses Merge yang bertujuan untuk mengkombinasikan data pasang
surut, kedalaman, data sensor gerak (oleng, angguk, penyimpangan haluan)
dan offset kapal untuk menghasilkan georefensi. Proses merge dilakukan
terhadap dua komponen yaitu vertikal (pasang surut dan kedalaman) dan
horisontal (data sensor gerak dan offset kapal). Apabila proses merge
berhasil maka akan terjadi perubahan tampilan warna di lajur survei, yang
semula berwarna biru menjadi hijau.

Proses TPU (Total Propagated Uncertainty) yang bertujuan untuk
semua kesalahan yang berkontribusi dari semua sensor akan mengambil
pendekatan kontrol kualitas dalam mengolah data batimetri.

Quality control (QC) dilakukan dengan pembuatan new surface yang
merepresentasikan grid dari data pemeruman yang sudah ter-georeferensi,
yang dibuat dengan menggunakan algoritma CUBE surface. Kemudian
dilanjutkan dengan proses subset data yang bertujuan untuk pengeditan dan
pemeriksaan data kedalaman.

Hasil akhir pengolahan data batimetri bisa berupa product surface
yang digunakan untuk pembuatan garis kontur yang smooth dan bisa juga
data yang telah diproses di export data dalam format ASCII, JPEG maupun
Tiff. Format ASCII yang dikeluarkan berupa data posisi lintang, bujur dan
kedalaman. Diagram alir proses pengolahan data batimetri menggunakan
perangkat lunak Caris ditunjukkan pada Gambar 2.
Create new
vessel file

Export Data
ASCII/Image
e

Create
new
project

Convert
raw data

Save session
*.hsf file

Load
Tide

Load
SVP

Clean Auxilary
Sensor Data

Merge

Compute
TPU

New Surface

Surface
Product

Process
Subset

CUBE Surface

Gambar 2. Diagram alir pengolahan data multibeam batimetri
menggunakan perangkat lunak Caris Hips & Sips 9.0.

10
Kualitas Data Batimetri
Data batimetri yang diperoleh agar sesuai dengan standar yang telah
ditentukan pada S-44 IHO tahun 2008, perlu dilakukan suatu kontrol kualitas
(Quality Control, QC) berupa koreksi data batimetri. Koreksi ini merupakan hal
mutlak yang harus dilakukan dalam kegiatan survei batimetri, karena
berhubungan dengan seberapa akurat data tersebut memberikan informasi
mengenai nilai kedalaman sebenarnya di lokasi penelitian dan juga bertujuan
untuk menentukan kualitas data tersebut masuk ke dalam orde mana.
Koreksi ini dilakukan dengan membandingkan nilai kedalaman pada titik
perpotongan (cross check) antara lajur melintang (dl) dengan lajur membujur (db),
sehingga akan didapatkan nilai penyimpangan kedalaman (s). Koreksi terhadap
data batimetri ini terlebih dahulu dilakukan proses gridding, dengan menggunakan
metode weighted moving average. Nilai yang di extrak berupa data posisi (lintang
dan bujur) serta nilai selisih kedalaman. Perhitungan nilai penyimpangan
kedalaman dilakukan dengan menggunakan persamaan:
.......................(1)
keterangan :
: penyimpangan kedalaman
: kedalaman pada lajur melintang/utama
: kedalaman pada lajur membujur/silang
Persyaratan ketelitian pengukuran batimetri ditetapkan 4 tingkat (orde),
secara ringkas daftar standar minimum survei batimetri dinyatakan pada Tabel 3,
yang merupakan inti standar ketelitian secara menyeluruh (S-44 IHO, 2008).
Tabel 3. Daftar standar minimum untuk survei batimetri
Orde
Khusus
1a
Contoh tipe- Daerah perairan
tipe area
kritis, seperti
perairan dangkal
dengan kedalaman
air dibawah lunas
minim

Ketelitian
Horisontal
(95%
Confidence
Level) (1)

2m

Ketelitian
Kedalaman
yang
disurutkan
(95% CL (1)

a = 0.25 m
b = 0.0075

1b

2

Daerah perairan
dangkal kurang
dari 100m, jarak
bawah lunas
kapal tidak
dipertimbangkan
lagi

Daerah
perairan lebih
dari 100 meter
atau perairan
dalam

5 m + 5%
kedalaman

20 m + 5%
kedalaman

150 m + 5%
Kedalaman

a = 0.5 m
b = 0.013

a = 1.0 m
b = 0.023

sama dengan
ordo 2

Daerah perairan
dangkal kurang
dari 100m, jarak
dibawah lunas
kapal pengaruh
critical area lebih
kecil

11
Besar kesalahan setiap titik koreksi kedalaman perairan tidak melebihi batas
toleransi kesalahan yang telah ditetapkan oleh IHO (2008). Sesuai dengan acuan,
bahwa untuk pelabuhan tempat sandar dan alur pelayaran kritis yang berhubungan
dengan kedalaman air dibawah lunas sangat minim dapat menggunakan standar
ketelitian pengukuran kedalaman pada klasifikasi survei hidrografi orde khusus.
Ordo khusus atau yang bisa disebut juga sebagai special ordo memiliki konstanta
nilai a = 0.25 dan nilai b = 0.0075, untuk proses perhitungan batas toleransi
kesalahan (limit error) pengukuran kedalaman perairan secara matematik dapat
diperoleh melalui persamaan:


.......................(2)

keterangan :
: nilai batas toleransi ketelitian kedalaman (m)
: konstanta kesalahan kedalaman (m)
: faktor pengganti kesalahan kedalaman
: kedalaman (m).
Pengolahan Data Hambur Balik
Pengolahan data hambur balik akustik menggunakan algoritma Geocoder
yang diciptakan oleh Dr. Luciano Fonseca dan dilisensi oleh CARIS melalui
Universitas New Hampshire. Algoritma ini dikembangkan oleh Fonseca & Calder
pada tahun 2005, dilanjutkan penyempurnaan metode Angular Response Analysis
oleh Fonseca & Mayer pada tahun 2007 (Tutorial module Caris Hips & Sips 9.0,
2014). Implementasi geocoder digunakan untuk memproses dan menganalisa data
hambur balik, proses geobars, pembuatan mosaik dan mengestimasi ukuran
butiran tipe sedimen berdasarkan respon sudut pancaran (Dufek, 2012).
Pengolahan data hambur balik menggunakan geocoder merupakan tahapan
lanjutan setelah pengolahan data batimetri menggunakan metode CUBE Surface,
sehingga bisa dipastikan bahwa data yang digunakan sudah terkoreksi dengan
baik (MacDonald, et al. 2008). Pengolahan ini difokuskan pada tiga hal utama
yaitu proses geobars, pembuatan mosaik hambur balik dan analisa tipe sedimen,
seperti yang dijelaskan dibawah ini :

GeoBaRs (Georeferenced Backscatter Rasters) merupakan tahapan
yang bertujuan untuk penilaian awal kualitas dan editing data, hal ini
dimungkinkan untuk membuat banyak geobars tiap lajur survei. Proses
pembuatan mosaik boleh dilakukan hanya satu lajur geobars saja atau lebih
dalam pengolahannya.
Multibeam echosounder Kongsberg EM2040C merekam data hambur
balik dalam dua format (average beam intensity dan beam time series) dan
algoritma geocoder mampu memproses kedua format tersebut (Tutorial
Module Caris Hips & Sips 9.0). Perbedaan dari kedua format terletak pada
resolusinya, format average beam hanya menghasilkan satu nilai amplitudo
per beam sedangkan format time series merekam nilai intensitas dalam
jumlah yang banyak tiap ping nya sehingga terlihat lebih kasar.

12

Mosaik hambur balik menggambarkan derajat keabu-abuan (gray
level) yang merepresentasikan intensitas akustik yang dipantulkan dasar
perairan. Untuk menghasilkan mosaik yang berkualitas tinggi dan akurat
digunakan metode Angular Response Analysis (ARA), merupakan metode
yang menggunakan model pendekatan bahwa setiap tipe sedimen dasar
perairan memiliki respon sudut pancaran yang unik, yang mana variasi
hambur balik akustik ini dihubungkan dengan respon tiap sudut pancaran
untuk menentukan tipe subtrat dasar perairan. Untuk memperkirakan
karakteristik tipe sedimen dengan menggunakan data hambur balik
diperlukan suatu model akustik, dan Geocoder merupakan model yang
efektif untuk menentukan kepadatan di air (William, 2001). Ada tiga
parameter utama yang mengontrol model tersebut yaitu impedansi akustik
(mengontrol kekuatan penetrasi di permukaan dasar air), kekasaran dasar
perairan dan heterogenitas sedimen (Fonseca et al. 2007).

Sediment Analysis Tool (SAT) di desain untuk melengkapi proses
pembuatan mosaik hambur balik akustik. Metode yang digunakan pada
tahapan ini adalah menggunakan kurva model pendekatan tiap tipe/jenis
sedimen yang berasal dari nilai intensitas terhadap respon sudut pancaran
(angle of incidence). Hasil tipe sedimen pengolahan data hambur balik
dibandingkan dengan kurva model pendekatan berdasarkan korelasinya,
sehingga dapat diketahui jenis/tipe sedimennya.
Hubungan antara kekuatan hambur balik (backscatter strength)
terhadap respon sudut pancaran (angle of incidence), dan sifat daripada jenis
sedimen dasar perairan (roughness), maka akan dapat dimodelkan secara
sederhana seperti yang ditunjukan pada Gambar 3. Untuk tipe sedimen yang
sangat keras (high roughness) digambarkan dengan kurva model yang
memiliki nilai intensitas tinggi, sedangkan tipe sedimen yang lunak (low
roughness) digambarkan dengan kurva model yang memilki nilai intensitas
rendah.

Gambar 3. Kurva hubungan antara kekuatan hambur balik, respon sudut
pancaran dan kekasaran jenis sedimen (Masetti et al, 2011)

13
Referensi klasifikasi jenis/tipe sedimen dalam Sediment Analysis Tool
(SAT) menggunakan klasifikasi Wentworth, yang mana klasifikasi ini
menunjukkan rentang umum ukuran butiran bisa dalam satuan phi ataupun
milimeter sehubungan dengan kelas sedimen (Tabel 4).
Tabel 4. Klasifikasi tipe dasar sedimen (Wentworth, 1992)
Nama
Tipe Sedimen
Diameter (mm)
Batu
Bongkah (boulder)
> 256
(Stone)
Krakal (cobble)
65 – 256
Kerikil (pebble)
4 – 64
Butiran (granule)
2–4
Pasir
(Sand)

Pasir sangat kasar (very coarse sand)
Pasir kasar (coarse sand)
Pasir sedang (medium sand)
Pasir halus (fine sand)
Pasir sangat halus (very fine sand)

Lumpur
(Silt)

Lumpur kasar (coarse silt)
Lumpur sedang (medium silt)
Lumpur halus (fine silt)
Lumpur sangat halus (very fine silt)

Lempung
(Clay)

Lempung kasar (coarse clay)
Lempung sedang (medium clay)
Lempung halus (fine clay)
Lempung sangat halus (very fine clay)

1–2
1/2 – 1
1/4 – 1/2
1/8 – 1/4
1/16 – 1/8
1/32 – 1/16
1/64 – 1/32
1/128 – 1/64
1/256 – 1/128
1/640 – 1/256
1/1024 – 1/640
1/2360 – 1/1024
1/4096 – 1/2360

Sumber: Wibisono (2010)
Ukuran butiran (grain size) dapat dinyatakan secara langsung sebagai
diameter butir (dalam milimeter atau mikron) atau dengan nilai phi (ϕ).
Untuk perhitungan nilai kekuatan hambur balik (backscatter strength)
dengan rata-rata diameter dari tipe sedimen diformulasikan dengan
persamaan (Manik, 2006) :
[

BS (dB)

]

......................(3)

dan untuk perhitungan nilai phi didapatkan berdasarkan logaritma negatif
berbasis 2 dengan satuan milimeter (Dufek, 2012) :
[

]

.......................(4)

keterangan :
: nilai kekuatan hambur balik / backscatter strength (dB)
: ukuran butiran (µm, mm)
: ukuran butiran (phi)

14
Secara garis besar diagram alir pengolahan data hambur balik akustik
dengan menggunakan perangkat lunak Caris Hips and Sips 9.0 ditunjukkan
pada Gambar 4.
Raw data
CUBE Surface

Proses Geobar

Pembuatan Mosaik

Sediment Analysis
(SAT)

Export Mosaik
(*.tiff)

Klasifikasi Nilai
Amplitudo (ArcGIS)
Data Hasil
Grab Sampler
Peta Sebaran
Jenis Sedimen
Gambar 4. Diagram alir pengolahan data multibeam hambur balik
menggunakan perangkat lunak Caris Hips & Sips 9.0.
Pengolahan Data CTD
Data CTD (Conductivity Temperature and Depth) di download
menggunakan perangkat lunak Seacast. Data yang dihasilkan berupa data
kedalaman (meter), temperatur (°C), salinitas (psu) dan kecepatan suara (m/det).
Tidak semua data diproses, hanya data kecepatan suara yang digunakan sebagai
koreksi data batimetri dan selanjutnya dirubah dalam bentuk format Caris. Untuk
menampilkan profil kecepatan suara di lokasi penelitian dapat menggunakan
Microsoft Excel.

15
Pengolahan Data Pasang Surut
Data pengamatan pasang surut selama 29 piantan (30 hari) yang merekam
data tiap 15 menit dibuat menjadi data tiap satu jam dan kemudian dilakukan
proses smoothing untuk membuat grafik pasang surut menjadi sinusoidal. Data
yang sudah di proses smoothing, dimasukkan kedalam tabel Admiralty untuk
menghasilkan nilai komponen pasut. Nilai ini dihitung dengan menggunakan
formula Fomzahl dan menghasilkan konstanta harmonis pasang surut, sehingga
dapat diketahui sifat atau jenis pasang surut di lokasi tersebut.
Data pasang surut untuk keperluan penyurutan yang digunakan sebagai
koreksi data batimetri menggunakan software Caris, merupakan data pasang surut
yang sudah dikurangi nilai muka surutan. Metode penentuan Duduk Tengah (DT)
dan Muka Surutan (MS) menggunakan metode Admiralty. Data surutan yang
digunakan disesuaikan dengan waktu pelaksanaan pemeruman data batimetri.

Hubungan Nilai Intensitas ARA dengan In-situ
Hasil nilai intensitas yang diekstrak dari data hambur balik menggunakan
metode ARA dan SAT dibuat korelasinya dengan nilai rata-rata ukuran butiran
yang diambil secara in-situ. Proses pengambilan contoh tipe sedimen dengan
menggunakan peralatan grab, yang selanjutnya contoh tipe sedimen akan dibawa
ke laboratorium untuk dianalisa tekstur tipe sedimennya.
Metode yang digunakan untuk menentukan jenis sedimen dasar perairan
(bed load) dengan mengukur diameter besar butir sedimen (grain size), contoh
sedimen diayak secara basah, sebelum diayak contoh sedimen dikeringkan dengan
oven listrik kemudian ditimbang dengan timbangan analitis, setelah contoh
sedimen ditimbang kemudian dilarutkan (direndam) dalam air, untuk memisahkan
masing-masing besar butir digunakan ayakan berdiameter 0.063 s/d 8.00 mm
berdasarkan skala Wenworth (1922).
Hasil ayakan tiap diameter dikeringkan dengan cara dioven, dan tiap
diameter diukur beratnya dengan timbangan analitis, sisa hasil pengayakan yang
berupa lumpur ditampung dalam pan residu dan dipisahkan dengan metode pipet.
Berdasar diameter butir dan persen beratnya komponen sedimen dikelompokkan
kedalaman lempung (diameter < 0.004 mm), lumpur (diameter 0.004 – 0.063),
pasir (diameter 0.063 – 2.00 mm) dan kerikil (2 - 8 mm).
Analisis hubungan antara kekuatan hambur balik dengan rata-rata ukuran
butiran dibantu dengan menggunakan perangkat lunak microsoft excel untuk
mengetahui koefisien determinasi (R2) yang menyatakan hubungan linier antara
kedua variabel. Nilai R2 berkisar antara 0 sampai 1, dimana semakin mendekati
satu berarti hubungan antara variabel makin kuat. Dalam menghitung nilai ratarata ukuran butiran dipergunakan formula atau persamaan sebagai berikut :


.......................(5)

16
Pengukuran Slope
Kegiatan survei rekayasa engineering semisal pembangunan dermaga untuk
keperluan sandar kapal perintis, survei rute pipa dan kabel bawah perairan dan
lain sebagainya, tidaklah cukup hanya mendapatkan informasi berupa hasil
batimetri dan klasifikasi tipe dasar perairan saja, namun diperlukan juga informasi
slope atau kemiringan lereng daripada bantaran sungai. Slope merupakan turunan
dari data batimetri yang sudah terkoreksi, yang selanjutnya diproses untuk
menghasilkan data posisi lintang (x), bujur (y), dan kedalaman (z) yang terukur.
Analisa topografi dan slope menggunakan Benthic Terrain Modeler (BTM).
BTM merupakan perangkat analisis spasial yang dikembangkan untuk
penggunaan pada lingkungan perairan dan telah terintegrasi pada perangkat lunak
pengolahan data spasial ArcGIS. Salah satu output yang dapat dihasilkan dalam
analisis BTM adalah perhitungan nilai topografi atau slope dasar perairan (Wright
et al. 2005). Sejatinya analisis slope atau kemiringan lereng dasar perairan pada
BTM adalah modifikasi dari analisis topografi pada penggunaan di wilayah
terrestrial, yang pada aplikasinya di wilayah perairan sejumlah modifikasi telah
dilakukan, diantaranya adalah penggunaan nilai Digital Elevation Model (DEM)
menjadi negatif yang menggambarkan kedalaman.
DEM merupakan bentuk tiga dimensi dari permukaan dasar perairan yang
memberikan data berbagai morfologi dasar perairan, seperti kemiringan lereng,
aspek lereng, dan kedalaman suatu area. Pembuatan DEM pada dasarnya
merupakan proses matematis terhadap data kedalaman yang diperoleh dari peta
kontur batimetri. Hasil DEM yang biasa dibuat berbentuk data vektor (TIN) dan
data raster (grid). Jenis TIN (Triangulated Irregular Network) merupakan
representasi dari permukaan dasar perairan, yang digambarkan dengan tiga
dimensi berkoordinat (x, y, dan z).
Pengukuran kemiringan lereng (slope) dasar perairan dengan menggunakan
BTM dari data multibeam echosounder dibagi menjadi beberapa kelas (Wright et
al. 2005) :
1. Flat ( 0 – 1°),
2. Sloping (1 – 30°),
3. Steeply sloping ( 30 – 60°),
4. Vertical (60 – 90°), dan
5. Overhang (>90°).

17

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Topografi Dasar Perairan
Profil Kecepatan Suara
Pengambilan data kecepatan suara di lokasi penelitian menggunakan
instrumen CTD AML Oceanography pada posisi 109° 21’ 45” BT / 0° 01’ 11” LS.
Tanggal pengambilan data 3 November 2015 pada pukul 14.03 WIB, pengukuran
dilakukan sampai pada kedalaman 9 meter. Selama pengukuran nilai SVP di
lokasi penelitian menunjukkan peningkatan seiring dengan meningkatnya
kedalaman (Gambar 5). Sumbu x pada gambar tersebut merupakan hasil nilai
kecepatan suara (m/det) dan sumbu y merupakan nilai kedalaman pengukuran
(meter).
Kecepatan suara (m/det)
1504.0
0

1504.5

1505.0

1
2

Kedalaman (meter)

3
4
5
6
7
8
9
10

Gambar 5. Profil kecepatan suara (sound velocity profile)
di lokasi penelitian
Hasil pengukuran SVP di lokasi penelitian menunjukkan hasil yang relatif
sama dari permukaan sampai kedalaman 9 meter yakni berkisar pada 1504.5
m/det.
Fluktuasi Pasang Surut
Instrumen Thalimedes dan rambu ukur (palem pasang surut) dipasang di
Dermaga Dinas Navigasi Kalimantan Barat pada posisi 109° 11’ 58” BT / 0° 03’
26” LS. Hasil pengolahan pasang surut di lokasi penelitian selama 29 piantan

18
ditunjukkan pada Gambar 6, dengan sumbu x sebagai waktu pengambilan data
dan sumbu y sebagai tinggi pasang surut.

Gambar 6. Grafik pasang surut di Dermaga Disnav Kalbar
pada tanggal 01 – 29 November 2015.
Berdasarkan grafik pasang surut tersebut, pasang tertinggi adalah 240 cm
pada tanggal 16 Nopember dan surut terendah adalah 95 cm pada tanggal 2
November 2015. Tipe pasang surut di lokasi penelitian termasuk kedalam tipe
pasang surut harian tunggal (diurnal), artinya pasang surut akan terjadi sekali
dalam sehari dengan ketinggian yang berbeda. Hal ini terlihat pada gambar diatas,
dimana dalam kurun waktu satu hari terjadi satu kali pasang dan satu kali surut.
Sebagai studi literatur, Sa’adah et al. (2015) telah melakukan penelitian
pengukuran laju sedimen di Sungai Kapuas tepatnya di Muara Jungkat Pontianak.
Pada penelitian tersebut dilakukan juga pengukuran pasang surut yang
menghasilkan tipe pasang surut harian tunggal (diurnal).
Profil Batimetri
Bentuk topografi permukaan dasar perairan