Pengoptimuman Metode Isolasi Asiatikosida Dari Pegagan (Centella Asiatica).

PENGOPTIMUMAN METODE ISOLASI ASIATIKOSIDA
DARI PEGAGAN (Centella asiatica)

HANHAN NUR HANDAYANI

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengoptimuman
Metode Isolasi Asiatikosida dari Pegagan (Centella asiatica) adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2016
Hanhan Nur Handayani
NIM G44124005

ABSTRAK
HANHAN NUR HANDAYANI. Pengoptimuman Metode Isolasi Asiatikosida
dari Pegagan (Centella asiatica). Dibimbing oleh LATIFAH K DARUSMAN dan
MOHAMAD RAFI.
Asiatikosida merupakan senyawa penciri pada pegagan (Centella asiatica)
yang memiliki aktivitas antiinflamasi, antioksidan, dapat menginduksi perubahan
ekspresi gen, penyembuh luka, mereduksi pembentukan bekas luka,
neuroprotektif, dan meningkatkan biosintesis kolagen. Dalam penelitian ini telah
dikembangkan metode isolasi senyawa asiatikosida dari pegagan. Ekstraksi
asiatikosida dilakukan secara maserasi dengan menggunakan metanol sebagai
pelarut. Pemurnian selanjutnya menggunakan kromatografi kolom dan
kromatografi lapis tipis preparatif (KLTP). Asiatikosida hasil isolasi dicirikan
berdasarkan kromatogram cair-spektrum massa serta ditentukan kemurniannya
dengan kromatografi cair kinerja tinggi. Sampel 1 (fraksi KLTP ke-2 dari fraksi
kolom ke-4 ekstrak metanol) memiliki rendemen akhir dugaan asiatikosida

sebesar 0.063% dengan tingkat kemurnian 89.7%, sedangkan sampel 2 (fraksi
KLTP ke-2 dari ekstrak kasar pegagan) memiliki rendemen akhir 0.092% dengan
tingkat kemurnian 40.4%. Metode isolasi asiatikosida yang telah dioptimumkan
pada penelitian ini sudah lebih baik dibandingkan metode sebelumnya.
Kata kunci: asiatikosida, Centella asiatica, ekstraksi, isolasi

ABSTRACT
HANHAN NUR HANDAYANI. Optimization of Asiaticoside Isolation Method
from Centella asiatica. Supervised by LATIFAH K DARUSMAN and
MOHAMAD RAFI.
Asiaticoside is a marker compound of Centella asiatica which has
antiinflammatory activity, antioxidant, induces gene expression changes, wound
healing, reduces scar formation, neuroprotective, and improves collagen
biosynthesis. In this study, we developed isolation method of asiaticoside from C.
asiatica. Maceration was used to extract the asiaticoside by using methanol as
solvent. Asiaticoside was further purified using column chromatography and
preparative thin layer chromatography (preparative TLC). The isolated
asiaticoside was characterized based on liquid chromatogram-mass spectra and the
purity was determined by using high performance liquid chromatography. The
first sample (the second preparative TLC fraction of the fourth column fraction of

methanol extract) contained 0.063% of asiaticoside with 89.7% level of purity,
while the second sample (the second preparative TLC fraction of crude extract)
contained 0.092% of asiaticoside with 40.4% level of purity. The isolation method
of asiaticoside that was optimized in this study is better than the previous method.
Keywords: asiaticoside, Centella asiatica, extraction, isolation

PENGOPTIMUMAN METODE ISOLASI ASIATIKOSIDA
DARI PEGAGAN (Centella asiatica)

HANHAN NUR HANDAYANI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2016

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya illmiah ini yang
berjudul Pengoptimuman Metode Isolasi Asiatikosida dari Pegagan (Centella
asiatica) sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada
Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut
Pertanian Bogor.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Prof Dr Latifah K Darusman,
MS dan Dr Mohamad Rafi, MSi selaku pembimbing yang telah banyak
memberikan ilmu, arahan, dan masukan selama penelitian dan penulisan karya
ilmiah. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada para staf Laboratorium
Kimia Analitik, Pak Eman Suherman, Pak Edi Suhendar, Bu Nunung Nuryanti,
dan Pak Kosasih atas segala bantuannya selama melaksanakan penelitian, para
staf Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka, Laela Wulansari, SSi yang telah
membantu mengoperasikan KCKT, Antonio Kautsar, SSi yang telah membantu
dalam menggunakan KLT CAMAG Linomat 5, Mas Endi Suhendi, Mas
Muhamad Yusuf Ibrahim, dan Nunuk Kurniati Nengsih, SFam yang telah

membantu penyediaan alat dan bahan di laboratorium, serta kepada Azhar Darlan,
MSi yang telah membantu menganalisis asiatikosida hasil isolasi dengan KC-SMSM di Pusat Laboratorium Forensik Bareskrim Polri. Terima kasih juga kepada
Ibu, Bapak (Alm.), seluruh keluarga tercinta, Nur Oktavia Lestari, Deinarni,
Diandra Nuraeni, atas doa, dukungan, dan kasih sayang yang selalu diberikan.
Tak lupa penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Kak Anindia
Adhi Fathya, Kak Anike Arliana Sujana, Pitria Aprilani Rahmat, Dian Yunita,
Eka Setiawati, Arum Vitasari, dan Kak Fitri Handayani, atas doa, bantuan, dan
masukannya selama melaksanakan penelitian.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Januari 2016
Hanhan Nur Handayani

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR


vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Tujuan Penelitian

2

Ruang Lingkup Penelitian

2

METODE


3

Alat dan Bahan

3

Determinasi Tanaman

3

Preparasi Sampel

3

Kadar Air

3

Kadar Abu


4

Ekstraksi Pegagan

4

Fraksionasi dengan Kromatografi Kolom

4

Fraksionasi dengan Kromatografi Lapis Tipis Preparatif

5

Pencirian Sampel dengan KC-SM-SM

5

Pengukuran Kadar Asiatikosida dengan KCKT


5

HASIL DAN PEMBAHASAN

5

Ekstrasi Pegagan

6

Kromatografi Kolom

6

Kromatografi Lapis Tipis Preparatif

9

Pencirian Sampel dengan KC-SM-SM


9

SIMPULAN DAN SARAN

12

Simpulan

12

Saran

12

DAFTAR PUSTAKA

12

LAMPIRAN


14

RIWAYAT HIDUP

23

DAFTAR TABEL
1 Nisbah eluen pada analisis KCKT
2 Fragmentasi puncak dugaan senyawa asiatikosida pada S1
3 Fragmentasi puncak dugaan senyawa asiatikosida pada S2

5
10
11

DAFTAR GAMBAR
1 Kromatogram hasil penentuan eluen terbaik menggunakan eluen
tunggal a) n-heksana b) etil asetat c) diklorometana d) kloroform e)
etanol f) metanol
2 Kromatogram hasil penentuan eluen terbaik a) CHCl3-MeOH (9:1) b)
CHCl3-MeOH (6:4) c) CHCl3-MeOH (5:5) d) CHCl3-MeOH (4:6)
dengan pewarnaan menggunakan pereaksi Liebermann-Buchard
3 Kromatogram fraksi 1-8 hasil kromatografi kolom dengan pewarnaan
menggunakan pereaksi Liebermann-Buchard
4 Kromatogram hasil KLTP a) fraksi kolom pegagan b) ekstrak kasar
pegagan
5 Kromatogram KC-SM-SM senyawa isolat (S1) yang diduga
asiatikosida
6 Spektrum massa KC-SM-SM senyawa isolat (S1) yang diduga
asiatikosida
7 Kromatogram KC-SM-SM senyawa isolat (S2) yang diduga
asiatikosida
8 Spektrum massa KC-SM-SM senyawa isolat (S2) yang diduga
asiatikosida

7

7
8
9
10
10
11
11

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8

Diagram alir penelitian
Hasil determinasi tanaman pegagan
Penentuan kadar air simplisia pegagan
Penentuan kadar abu simplisia pegagan
Penentuan rendemen ekstrak pegagan
Penentuan rendemen fraksi kromatografi kolom
Penentuan rendemen fraksi KLTP
Kadar dan persentase kemurnian asitikosida

14
15
16
16
17
17
18
19

PENDAHULUAN
Indonesia terletak di daerah tropis yang memiliki keunikan dan diversitas
kekayaan hayatinya yang sangat besar. Tercatat tidak kurang dari 7000 tumbuhan
ditengarai memiliki khasiat sebagai obat. Sebanyak 2500 jenis di antaranya
merupakan tanaman obat (Ditjen PEN 2014). Masyarakat Indonesia sudah sejak
ratusan tahun yang lalu telah memiliki tradisi memanfaatkan tumbuhan dari
lingkungan sekitarnya sebagai jamu. Kecenderungan masyarakat mencari solusi
terhadap masalah kesehatan melalui pengobatan tradisional sangat dirasakan
akhir-akhir ini. World Health Organization (WHO) memperkirakan 80%
penduduk negara berkembang masih mengandalkan pemeliharaan kesehatan pada
pengobatan tradisional dan dalam prakteknya, 85% pengobatan tradisional
menggunakan tanaman obat. Seiring dengan hal itu, penelitian yang membuktikan
khasiat dari obat tradisional juga meningkat (Badan POM RI 2010).
Herba pegagan (Centella asiatica) termasuk ke dalam salah satu tumbuhan
yang banyak digunakan oleh masyarakat untuk pengobatan atau oleh industri obat
tradisional sebagai bahan baku pembuatan obat tradisional/ obat asli Indonesia
(Badan POM RI 2010). Pegagan tumbuh dengan baik di Indonesia terutama di
daerah beriklim tropis, baik di dataran rendah sampai ketinggian 2500 m dpl.
Pegagan termasuk ke dalam famili Apiaceae (Umbelliferae). Pegagan diketahui
memiliki aktivitas sebagai antiinflamasi, antikanker, antikonvulsan, antidepresan,
antioksidan, antiulser, anksiolitik, kardioprotektif, hepatoprotektif, antipenuaan,
imunomodulasi, radioprotektif, penyembuh luka, meningkatkan memori,
antipsoriatik, antimikroba, lervisidal, antihiperglikemik, neuroprotektif, dan
insufisiensi vena (Roy et al. 2013). Aktivitas farmakologi tersebut dipengaruhi
oleh senyawa kimia yang terdapat di dalam tanaman pegagan.
Menurut Roy et al. (2013), pegagan mengandung senyawa kimia antara lain
asam amino, karbohidrat, fenol, terpenoid, minyak atsiri, asam lemak, vitamin,
mineral, serta senyawa kimia lain seperti hidrokotilin, vallerina, fitosterol, dan
resin. Senyawa aktif utama dari tanaman pegagan merupakan triterpena
pentasiklik yang terdiri atas asam asiatat, asam madekasat, asiatikosida, dan
madekasosida (Puttarak dan Panichayupakaranant 2012). Asiatikosida
diidentifikasi sebagai senyawa mayor yang paling aktif dalam pegagan (Plohmann
et al. 1994) sehingga dapat dijadikan sebagai penciri dari tanaman ini.
Asiatikosida termasuk ke dalam golongan glikosida triterpenoid turunan
dari α-amirin dengan molekul gula yang terdiri atas 2 glukosa dan 1 ramnosa.
Asiatikosida memiliki rumus molekul C48H78O19 dengan bobot molekul 959.12
g/mol. Asiatikosida berbentuk padat, berwarna keputih-putihan, tidak berbau,
memiliki titik leleh pada suhu 230-233 ºC, titik nyala ≥ 50 ºC, sangat larut dalam
propilena glikol, etoksidiglikol-air (1:1 b/b), larut dalam etanol 50% (v/v),
gliserin, butilena glikol, polietilena glikol 400, polietilena glikol 600, dan piridina.
Asiatikosida diketahui berpotensi sebagai antiinflamasi, antioksidan, dapat
menginduksi perubahan ekspresi gen, penyembuh luka, mereduksi pembentukan
bekas luka, neuroprotektif, dan meningkatkan biosintesis kolagen (Roy et al.
2013).
Penelitian mengenai ekstraksi asiatikosida dari pegagan telah banyak
dilakukan. Namun, belum banyak dari penelitian-penelitian tersebut yang

2

mengarahkan tahapan penelitiannya hingga diperoleh asiatikosida murni. Reniza
(2003) telah mengisolasi asiatikosida dari pegagan dengan menggunakan metanolair (4:4, v/v) sebagai pengekstrak, dilanjutkan fraksionasi dengan menggunakan
corong pisah dan kromatografi kolom. Ernawati (2014) juga telah mengisolasi
asiatikosida dengan metode ekstraksi yang meragamkan parameter jenis pelarut,
suhu, dan waktu ekstraksi, dilanjutkan fraksionasi dengan kromatografi kolom
dan kromatografi lapis tipis preparatif.
Ernawati (2014) memperoleh kondisi optimum untuk mengekstraksi
asiatikosida secara sonikasi yaitu dengan menggunakan pelarut etanol pada suhu
30 oC selama 15 menit. Rendemen akhir yang dihasilkan sebesar 0.1407%.
Namun, persentase kemurnian asiatikosida yang terukur relatif rendah yaitu
kurang dari 50%. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengoptimuman terhadap
proses isolasi asiatikosida yang dapat meningkatkan kemurniannya dan
memperoleh kadar asiatikosida yang tinggi. Selain itu, metode isolasi asiatikosida
dari pegagan menjadi suatu hal yang penting untuk dikembangkan agar diperoleh
suatu produk berupa standar asiatikosida yang dapat dijadikan sebagai penciri
untuk kendali mutu berbagai produk yang berasal dari pegagan.
Dalam penelitian ini, ekstraksi asiatikosida dari pegagan dilakukan secara
maserasi dengan menggunakan metanol sebagai pelarut. Pemurnian selanjutnya
diterapkan 2 kondisi. Kondisi pertama, fraksionasi menggunakan kromatografi
kolom yang dilanjutkan dengan kromatografi lapis tipis preparatif (KLTP),
sedangkan kondisi kedua, fraksionasi hanya melalui KLTP. Asiatikosida hasil
isolasi dicirikan berdasarkan kromatogram cair-spektrum massa serta ditentukan
kemurniannya dengan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT). Rendemen dan
kemurnian dari kedua isolat dibandingkan untuk mengetahui metode isolasi
asiatikosida yang lebih baik.

Tujuan Penelitian
Penelitian bertujuan mengembangkan metode isolasi asiatikosida dari
simplisia pegagan dengan rendemen dan kemurnian yang lebih tinggi dari metode
yang telah ada sebelumnya.

Ruang Lingkup Penelitian
Metode penelitian yang dilakukan mengikuti diagram alir pada Lampiran 1
yang meliputi determinasi dan preparasi sampel, penentuan kadar air dan kadar
abu, ekstraksi simplisia pegagan dengan metode maserasi, fraksionasi dengan
kromatografi kolom dan KLTP, pencirian senyawa asiatikosida dengan KC-SMSM, serta pengukuran kadar dan kemurnian asiatikosida hasil isolasi dengan
KCKT.

3

METODE
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah peralatan gelas, neraca
analitik (Sartorius, Göttingen, Jerman), radas Soxhlet, sonikator (AS ONE, Osaka,
Jepang), penguap putar (Heidolph, Schwabach, Jerman), pelat KLT dan KLTP
silika gel 60 F254 (Merck, Darmstadt, Jerman), kolom kemas, sampler KLT
semiautomatik Linomat 5 (CAMAG, Muttenz, Switzerland), peranti dokumentasi
Reprostar 3 yang terintegrasi perangkat lunak winCATS (CAMAG, Muttenz,
Switzerland), kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dengan menggunakan
kolom C18 Shim-pack VP-ODS (150 mm x 4.6 mm i.d.) (Shimadzu, Kyoto,
Jepang), dan kromatografi cair-spektrometer massa (KC-SM-SM) Acquity UPLC
MS/MS Xevo G2-XS Q-TOf dengan menggunakan kolom Acquity UPLC BEH
C18 (50 mm x 2.1 mm i.d., 1.7 µm) (Waters, Massachusetts, USA).
Bahan-bahan yang digunakan adalah tanaman pegagan dari kebun Pusat
Studi Biofarmaka (PSB) IPB Bogor berumur 14-15 minggu, pelarut (metanol,
etanol, n-heksana, diklorometana, kloroform, etil asetat, asetonitril, asam sulfat
pekat, dan asam asetat anhidrida dari Merck, Darmstadt, Jerman), silika gel 60
(0.063-0.200 mm) (Merck, Darmstadt, Jerman), dan standar asiatikosida 94.4%
(ChromaDex, California, USA).

Determinasi Tanaman
Tanaman yang akan dijadikan sampel dipastikan autentitasnya di Balai
Penelitian dan Pengembangan Botani “Herbarium Bogoriense”, Pusat Penelitian
dan Pengembangan Biologi-LIPI Cibinong, Bogor, Jawa Barat.
Preparasi Sampel
Pegagan yang masih segar dicuci sampai bersih lalu dikeringmataharikan
selama 3 hari. Setelah kering, sampel dihaluskan menjadi serbuk dengan ukuran
60 mesh untuk dianalisis.
Kadar Air (AOAC 2006)
Cawan porselen yang akan digunakan dikeringkan terlebih dahulu di dalam
oven pada suhu 105 ºC selama 30 menit dan ditimbang bobotnya setelah
didinginkan dalam desikator. Sebanyak 2 g simplisia pegagan dimasukkan ke
dalam cawan porselen tersebut dan dipanaskan di dalam oven pada suhu 105 ºC
selama 3 jam. Setelah 3 jam, cawan porselen yang berisi simplisia didinginkan
dalam desikator dan ditimbang bobotnya. Pengeringan dan penimbangan diulangi
hingga diperoleh bobot konstan.

4

Kadar air (%) =

bobot basah g - bobot kering g
bobot basah g

x 100%

Kadar Abu (AOAC 2006)
Cawan porselen dikeringkan di dalam tanur pada suhu 600 ºC selama 30
menit, kemudian didinginkan di dalam desikator dan ditimbang bobotnya.
Sebanyak 2 g simplisia pegagan ditimbang di dalam cawan porselen yang telah
diketahui bobotnya. Cawan yang berisi sampel dipanaskan di atas Bunsen dengan
tutup setengah terbuka hingga tidak terbentuk lagi asap. Cawan ditempatkan di
dalam tanur dalam keadaan tertutup kemudian dilakukan pengabuan pada suhu
600 °C hingga diperoleh residu yang berwarna abu-abu. Abu yang telah diperoleh
didinginkan di dalam desikator dan ditimbang sampai diperoleh bobot yang
konstan.
Kadar abu =

bobot abu g

bobot sampel g (1 – Kadar air)

x 100%

Ekstraksi Pegagan (Depkes RI 2009)
Simplisia pegagan diekstraksi secara maserasi dengan pelarut metanol (1:10,
b/v) selama 24 jam sambil sesekali diaduk. Ekstraksi dilakukan sebanyak 3 kali
ulangan. Maserat disaring lalu filtrat dipekatkan dengan penguap putar pada suhu
40 °C. Ekstrak pekat yang diperoleh ditimbang dan ditentukan rendemennya.

Fraksionasi dengan Kromatografi Kolom (Modifikasi Ernawati 2014)
Ekstrak pegagan selanjutnya difraksionasi dengan kromatografi kolom. Fase
diam yang digunakan ialah silika gel dan fase geraknya berupa campuran
kloroform-metanol yang diatur secara gradien bertahap dengan nisbah 10:0 hingga
0:10 dengan laju alir 3 mL/menit. Eluat yang diperoleh selanjutnya dianalisis
dengan KLT yang dibandingkan dengan standar asiatikosida menggunakan fase
gerak yang telah dioptimumkan. Deteksi spot asiatikosida dilakukan dengan
menggunakan pereaksi Liebermann-Buchard (Stahl 1969) serta dilihat di bawah
lampu UV pada panjang gelombang 254 dan 366 nm. Eluat-eluat yang memiliki
pola pemisahan yang sama digabungkan menjadi 1 fraksi. Fraksi yang diduga
mengandung asiatikosida dipisahkan kembali menggunakan kromatografi lapis
tipis preparatif.

5

Fraksionasi dengan Kromatografi Lapis Tipis Preparatif
(Modifikasi Ernawati 2014)
Spot dengan Rf tertentu, yang diduga sebagai spot asiatikosida, dikeruk
untuk dilarutkan kembali dengan pelarut metanol. Campuran silika dan pelarut
kemudian didekantasi, disaring, lalu dipekatkan.

Pencirian Sampel dengan KC-SM-SM
Pencirian dilakukan terhadap sampel hasil pemurnian dengan KC-SM-SM
menggunakan kolom C18 pada suhu 30 °C. Waktu analisis dilakukan selama 10
menit dengan elusi gradien menggunakan eluen asetonitril-air yang mengandung
ammonium format 5 mM dengan laju alir 0.3 mL/menit. Spektrum massa diatur
pada jangkau m/z 0-1500 dalam mode ion positif.
Pengukuran Kadar Asiatikosida dengan KCKT (Rafamantanana et al. 2009)
Hasil fraksionasi dengan KLTP kemudian ditentukan kadar dan kemurnian
asiatikosidanya dengan KCKT. Sistem KCKT yang digunakan ialah kolom C18,
detektor larik fotodiode PDA dengan deteksi pada panjang gelombang 206 nm,
volume injeksi 20 µL, elusi gradien (eluen asetonitril-air) (Tabel 1), laju alir 1
mL/menit, dan suhu kolom 25 °C.
Tabel 1 Nisbah eluen pada analisis KCKT
Waktu (menit)
0
15
30
35
40
45
55

Air
80
65
35
20
20
80
80

Asetonitril
20
35
65
80
80
20
20

HASIL DAN PEMBAHASAN
Tanaman pegagan yang digunakan dalam penelitian ini dideterminasi
terlebih dahulu di Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(LIPI). Hasil determinasi memastikan bahwa sampel yang digunakan adalah
pegagan (Lampiran 2). Setelah dilakukan preparasi sampel, simplisia pegagan
yang berukuran 60 mesh ditentukan kadar air dan kadar abunya. Kadar air dan
kadar abu pegagan yang diperoleh sebesar 9.76% (Lampiran 3) dan 12.44%
(Lampiran 4). Menurut Depkes RI (2009), kadar air herba pegagan tidak lebih dari
10% dan kadar abu tidak lebih dari 16.6% sehingga hasil yang diperoleh sudah
memenuhi syarat mutu herba pegagan. Nilai kadar air digunakan untuk

6

mengoreksi rendemen hasil ekstraksi. Selain itu, kadar air sampel yang kurang
dari 10% menunjukkan kestabilan optimum bahan akan tercapai dan pertumbuhan
mikrob dapat dikurangi sehingga dapat memperpanjang masa simpan tanaman
kering (Winarno 1992). Air yang terkandung dalam simplisia pegagan
dihilangkan dengan pemanasan pada suhu 105 ºC untuk menghilangkan air yang
terikat secara fisik (Harjadi 1993).
Sementara itu, penentuan kadar abu simplisia pegagan dilakukan dengan
cara mengabukan sampel di dalam tanur untuk menghilangkan senyawa-senyawa
organik yang terdapat di dalam sampel. Kadar abu simplisia pegagan sebesar
12.44% menunjukkan bahwa terdapat sekitar 12.44% mineral-mineral logam
yang terkandung di dalam sampel pegagan tersebut.

Ekstraksi Pegagan
Pelarut yang digunakan untuk mengekstraksi asiatikosida dari pegagan
adalah metanol. Pemilihan pelarut ini berdasarkan hasil penelitian Artanti et al.
(2014) yang melaporkan bahwa kandungan triterpenoid total tertinggi dari
pegagan diperoleh dari ekstrak metanol dibandingkan dengan ekstrak etanol.
Selain itu, metanol merupakan salah satu pelarut yang dapat digunakan untuk
mengekstraksi golongan senyawa glikosida (Houghton dan Raman 1998).
Senyawa asiatikosida yang dituju merupakan golongan glikosida triterpenoid
sehingga diharapkan proses ekstraksi asiatikosida dari sampel dapat maksimal.
Ekstraksi asiatikosida dilakukan secara maserasi pada suhu kamar untuk
menghindari reaksi degradasi termal terhadap senyawa asiatikosida karena adanya
kandungan molekul gula sehingga diharapkan dapat meminimalisir berkurangnya
kadar asiatikosida di dalam sampel.
Hasil ekstraksi pegagan menghasilkan rendemen sebesar 21.78% (Lampiran
5). Menurut Depkes RI (2009), syarat mutu herba pegagan memiliki rendemen
hasil ekstraksi tidak kurang dari 7.2%. Persentase rendemen yang dihasilkan
sudah memenuhi syarat mutu herba pegagan. Ekstrak pekat yang diperoleh
selanjutnya difraksionasi dengan menggunakan kromatografi kolom.

Kromatografi Kolom
Sebelum dilakukan elusi dengan kromatografi kolom, terlebih dahulu
dilakukan penentuan eluen terbaik. Penentuan eluen terbaik diawali dengan
mengelusi pelarut tunggal yang memiliki kepolaran yang berbeda. Pelarut yang
digunakan antara lain n-heksana, diklorometana, kloroform, etil asetat, etanol, dan
metanol. Berdasarkan hasil analisis KLT, pelarut kloroform menunjukkan elusi
terbaik berdasarkan keterpisahan dan jumlah spot yang terbentuk lebih banyak
(Gambar 1). Namun, hasil pemisahan dengan kloroform menunjukkan masih ada
spot sampel yang tertahan di sekitar garis awal sehingga perlu ditambahkan
pelarut polar yang bisa menghasilkan pemisahan yang lebih baik. Pelarut polar
yang dipilih adalah metanol karena dapat mengangkat spot sampel dari garis awal
(Gambar 1f).

7

a

b

c

d

e

f

Gambar 1 Kromatogram hasil penentuan eluen terbaik menggunakan eluen
tunggal a) n-heksana b) etil asetat c) diklorometana d) kloroform
e) etanol f) metanol
Penentuan eluen terbaik dilanjutkan dengan menggunakan pelarut campuran
kloroform-metanol pada berbagai variasi perbandingan (Gambar 2). Sampel
dielusi bersama dengan standar asiatikosida sehingga keberadaan spot dugaan
senyawa asiatikosida di dalam sampel dapat diketahui. Hasil pemisahan terbaik
diperoleh dengan eluen kloroform-metanol (9:1), namun baik pada sampel
maupun standar asiatikosida, tidak terlihat adanya pemisahan spot asiatikosida.
Oleh karena itu, eluen kloroform-metanol pada perbandingan 6:4 dipilih sebagai
eluen yang menghasilkan pemisahan terbaik untuk spot dugaan senyawa
asiatikosida.

a

b

c

d

Gambar 2 Kromatogram hasil penentuan eluen terbaik a) CHCl3-MeOH (9:1) b)
CHCl3-MeOH (6:4) c) CHCl3-MeOH (5:5) d) CHCl3-MeOH (4:6)
dengan pewarnaan menggunakan pereaksi Liebermann-Buchard.
Sampel (kanan) dan standar asiatikosida (kiri) memberikan spot dengan Rf
yang sama yaitu 0.51 setelah dielusi dengan eluen kloroform-metanol (6:4). Spot

8

yang diduga sebagai senyawa asiatikosida tersebut memberikan warna abu
keunguan setelah diwarnai dengan pereaksi Liebermann-Buchard. Sesuai dengan
Harborne (1987), kebanyakan triterpena memberikan warna hijau-biru setelah
direaksikan dengan Liebermann-Buchard. Spot dugaan asiatikosida ini kemudian
dipisahkan dari sampel menggunakan kromatografi kolom dan kromatografi lapis
tipis preparatif.
Terdapat 2 kondisi fraksionasi yang diterapkan. Kondisi pertama, ekstrak
kasar pegagan difraksionasi terlebih dahulu dengan kromatografi kolom kemudian
dilanjutkan dengan KLTP. Adapun kondisi yang kedua, ekstrak pegagan langsung
difraksionasi dengan KLTP. Hal ini dilakukan karena pada pengujian KLT
sebelumnya, terlihat bahwa spot asiatikosida memiliki keterpisahan yang cukup
baik dari spot senyawa lainnya yang terdapat di dalam sampel sehingga diduga
hasil isolasi asiatikosida dapat memberikan kemurnian yang cukup tinggi
meskipun hanya dengan 1x fraksionasi dengan kromatografi lapis tipis preparatif.
Sebanyak 4.0112 g sampel ekstrak pegagan difraksionasi dengan
kromatografi kolom menggunakan elusi gradien. Eluen yang digunakan adalah
kloroform-metanol. Mula-mula sampel dielusi dengan kloroform kemudian
dielusi dengan nisbah kloroform-metanol secara gradien bertahap dengan
peningkatan kepolaran. Terakhir sampel dielusi dengan metanol hingga eluat yang
dihasilkan tetap memberikan pola kromatogram yang sama pada hasil pengujian
dengan KLT.
Terdapat 8 fraksi yang diperoleh dari hasil fraksionasi dengan kromatografi
kolom. Hasil pengujian KLT menunjukkan bahwa fraksi ke-3, 4, dan 5 diduga
mengandung asiatikosida. Rendemen dari masing-masing fraksi tersebut antara
lain 7.12%, 4.48%, dan 20.28% (Lampiran 6). Di antara ketiga fraksi, fraksi ke-4
menghasilkan penampakkan spot asiatikosida yang paling jelas setelah disemprot
dengan pereaksi Liebermann-Buchard (Gambar 3). Hal ini dapat dikarenakan
kandungan asiatikosida tertinggi terdapat pada fraksi ke-4.

Spot dugaan asiatikosida

Std 1

2

3

4

5

6

7

8

Gambar 3 Kromatogram fraksi 1-8 hasil kromatografi kolom dengan pewarnaan
menggunakan pereaksi Liebermann-Buchard

9

Kromatografi Lapis Tipis Preparatif
Hasil fraksionasi kolom (fraksi ke-4) (S1) kemudian difraksionasi lebih
lanjut dengan KLTP. Hal ini bertujuan mendapatkan senyawa tunggal berupa
asiatikosida. Sebanyak 0.0411 g bobot fraksi kolom ke-4 difraksionasi dengan
menggunakan KLTP dan diperoleh 2 spot pada Rf 0.13 dan 0.63 di bawah sinar
UV 366 nm (Gambar 4). Rendemen fraksi dugaan asiatikosida dengan Rf 0.63
yaitu 11.44%. Adapun ekstrak pegagan yang hanya difraksionasi dengan KLTP
(S2) menghasilkan 5 spot pada Rf 0.35, 0.56, 0.77, 0.85, dan 0.89. Rendemen
fraksi dugaan asiatikosida dengan Rf 0.56 yaitu 5.40%. Hasil fraksionasi
selengkapnya ditunjukkan pada Lampiran 7. Fraksi KLTP yang diperoleh
selanjutnya dicirikan dengan menggunakan KC-SM-SM.

Spot dugaan asiatikosida

a

b

Gambar 4 Kromatogram hasil KLTP a) fraksi kolom pegagan b) ekstrak
kasar pegagan

Pencirian Sampel dengan KC-SM-SM
Pencirian sampel dengan teknik KC-SM-SM bertujuan mengetahui dugaan
bobot molekul senyawa isolat (asiatikosida). Hasil pengujian menunjukkan bahwa
senyawa asiatikosida pada S1 teridentifikasi pada waktu retensi 0.80 menit
(Gambar 5) dengan spektrum massanya (Gambar 6) yang menghasilkan fragmenfragmen yang terdapat pada Tabel 3. Kelimpahan paling tinggi diperoleh pada m/z
976.5477 yang dihasilkan dari ion molekul (massa 981, [M+Na]+) (Shen et al.
2009). Pendugaan rumus molekul selanjutnya dianalisis dengan elemental
composition report (ECP). Senyawa asiatikosida dengan bobot molekul 959.5216
g/mol, jika dibandingkan dengan penetapan kemungkinan yang lain, rumus
molekul C48H78O19 memiliki error massa yang paling kecil (Shen et al. 2009),
Sd f3 f4 f5 Sd Sm
sesuai dengan persen kemiripan struktur
dengan pustaka sebesar 99.87%.

10

Adapun pola fragmentasi dari spektrum massa senyawa asiatikosida yang
terdapat pada NIST (National Institute of Standards and Technology), dihasilkan
11 puncak dengan 3 puncak tertingginya pada nilai m/z 453.3, 635.4, dan 650.9.
Pola fragmentasi sampel yang diuji juga memiliki puncak pada nilai m/z 635.4
dan 453.3. Hal tersebut menguatkan dugaan bahwa pola fragmentasi dari puncak
kromatogram dengan waktu retensi 0.80 menit berasal dari senyawa target
asiatikosida.
Hanhan Nur Handayani
F2FK4

1: TOF MS ES+
BPI
1.14e5

8.17

100

7.68

7.82

0.80

7.96
8.98

%

0.80

8.38

8.56

Puncak asiatikosida
4.82
6.97
6.73

0.34

0

Time
0.50

1.00

1.50

2.00

2.50

3.00

3.50

4.00

4.50

5.00

5.50

6.00

6.50

7.00

7.50

8.00

8.50

9.00

9.50

Gambar 5 Kromatogram KC-SM-SM senyawa isolat (S1) yang diduga
asiatikosida
Hanhan Nur Handayani

976.5477
976.5477

F2FK4 23 (0.804) Cm (17:32)
100

1: TOF MS ES+
6.76e5

%

977.5512

981.5032

982.5073

46.4847 104.1080

0
50

100

453.3365
453.3365

171.1493

150

488.1996

223.0551 268.1048 287.1104 333.1543 407.3318

200

250

300

350

400

450

500

635.4159

635.4159
637.4213
581.3889 599.3949

550

600

650

959.5217
959.5217

797.4715

707.3834 797.4715

700

750

800

830.4905

983.5087
990.5277
1057.4916

851.4311 923.4943

850

900

950

1000

1050

1383.2864

1122.6021

1100

1150

1456.3007
1458.7778
1447.7925

m/z
1200

1250

1300

1350

1400

1450

Gambar 6 Spektrum massa KC-SM-SM senyawa isolat (S1) yang diduga
asiatikosida
Tabel 2 Fragmentasi puncak dugaan senyawa asiatikosida pada S1
Waktu retensi (menit)

0.80

a

Sumber: Shen et al. (2009)

Nilai m/z
976.5477
959.5217
797.4715
635.4159
453.3365

Dugaan sumber fragmena
[M+NH4]+
[M+H]+
[M+H-Glu]
[M+H-Glu-Glu]
[M+H-Glu-Glu-Rha-H2O-H2O]

11

Adapun hasil pengujian S2 menunjukkan bahwa senyawa asiatikosida
teridentifikasi pada waktu retensi 0.87 menit (Gambar 7) dengan spektrum
massanya (Gambar 8) menghasilkan fragmen-fragmen yang terdapat pada Tabel 4.
Bobot molekul senyawa asiatikosida dari hasil analisis menggunakan elemental
composition report (ECP) sebesar 959.5216 g/mol dengan persen kemiripan
struktur dengan pustaka 95.75%.
Hanhan Nur Handayani
F2KLTP Eks

1: TOF MS ES+
BPI
1.11e5

8.17

100

7.71

7.96
8.98

7.82

8.56

%

8.38

0.87
0.87

0.63

Puncak asiatikosida

4.86

6.97
6.76
2.15
1.72
2.85

0

Time
0.50

1.00

1.50

2.00

2.50

3.00

3.50

4.00

4.50

5.00

5.50

6.00

6.50

7.00

7.50

8.00

8.50

9.00

9.50

Gambar 7 Kromatogram KC-SM-SM senyawa isolat (S2) yang diduga
asiatikosida
Hanhan Nur Handayani
F2KLTP Eks 25 (0.873)

1: TOF MS ES+
3.55e4

976.5494
976.5494

100

977.5522

%

981.5045

982.5083

983.5093

100.0762 152.0160 171.1513

227.0889

268.2365

351.2144

453.3367
453.3367 488.1935

407.3338

0
50

100

150

200

250

300

350

400

450

500

635.4184
635.4184
578.7799

550

600

651.3831

650

713.3034

700

750

797.4671
797.4671 815.5009
800

850

959.5253
959.5253

992.5428
997.4991
1458.7874

872.1022 957.4999

900

950

1049.4994

1000

1050

1446.7148

1133.4810

1100

1150

1462.2767

m/z

1200

1250

1300

1350

1400

1450

Gambar 8 Spektrum massa KC-SM-SM senyawa isolat (S2) yang diduga
asiatikosida
Tabel 3 Fragmentasi puncak dugaan senyawa asiatikosida pada S2
Waktu retensi (menit)

0.87

a

Sumber: Shen et al. (2009)

Nilai m/z
976.5494
959.5253
797.4671
635.4184
453.3367

Dugaan sumber fragmena
[M+NH4]+
[M+H]+
[M+H-Glu]
[M+H-Glu-Glu]
[M+H-Glu-Glu-Rha-H2O-H2O]

12

Sampel hasil fraksionasi dengan KLTP diukur kembali kadar
asiatikosidanya dengan menggunakan KCKT sehingga diperoleh rendemen akhir
dan kandungan asiatikosidanya, berturut-turut sebesar 0.0628%; 562.2160 mg/g
(S1) dan 0.0924%; 78.5731 mg/g (S2). Rendemen S2 sedikit lebih tinggi
dibandingkan S1. Hal ini dapat disebabkan tahapan fraksionasi pada S1 lebih
banyak daripada S2 sehingga kemungkinan berkurangnya sampel pada setiap
tahap lebih besar dibandingkan S2. Rendemen kedua sampel jika dibandingkan
dengan hasil penelitian Ernawati (2014) sedikit lebih rendah.
Namun, persentase kemurnian senyawa asiatikosida (berdasarkan KCKT)
hasil pengembangan metode isolasi ini sudah lebih baik dari metode sebelumnya,
dengan persentase kemurnian yang lebih tinggi yaitu 89.74% (S1) dan 40.36%
(S2) (Lampiran 8). Kemurnian S1 lebih tinggi dibandingkan S2. Hal ini dapat
disebabkan S1 melalui tahapan fraksionasi yang lebih banyak sehingga senyawa
lain di dalam sampel dapat direduksi lebih banyak pula. Oleh karena itu, metode
isolasi asiatikosida yang melalui 2 tahapan fraksionasi yaitu kromatografi kolom
dan KLTP, lebih baik dibandingkan dengan metode isolasi yang melalui KLTP
saja.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Senyawa asiatikosida yang merupakan senyawa penciri pada tanaman
pegagan (Centella asiatica) telah berhasil diisolasi. Meskipun rendemen yang
dihasilkan sedikit lebih kecil, hasil isolasi asiatikosida yang difraksionasi dengan
kromatografi kolom dan KLTP (S1) memberikan kemurnian yang lebih tinggi
dibandingkan hasil isolasi melalui KLTP saja (S2). S1 memiliki rendemen akhir
dugaan asiatikosida sebesar 0.0628% dengan tingkat kemurnian 89.74%,
sedangkan S2 memiliki rendemen akhir 0.0924% dengan tingkat kemurnian
40.36%. Metode isolasi asiatikosida yang telah dioptimumkan pada penelitian ini
sudah lebih baik dibandingkan metode sebelumnya.

Saran
Fraksionasi dengan kromatografi kolom perlu divariasikan agar diperoleh
pemisahan senyawa pada pegagan yang optimum. Selain itu, fraksionasi lanjutan
dengan KCKT preparatif perlu dilakukan agar memperoleh persentase kemurnian
asiatikosida yang lebih tinggi.

DAFTAR PUSTAKA
[AOAC] Association of Analytical Communities. 2006. Official Methods of
AOAC International. Ed ke-16. Arlington (US): AOAC.

13

Artanti N, Dewi RT, Maryani F. 2014. Pengaruh lokasi dan larutan pengekstraksi
terhadap kandungan fitokimia dan aktivitas antioksidan ekstrak pegagan
(Centella asiatica L. Urb.). JKTI. 16(2):88-92.
[BADAN POM RI] Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.
2010. Acuan Sediaan Herbal. Volume ke-5. Ed ke-1. Jakarta (ID): BADAN
POM RI.
[Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Farmakope
Herbal Indonesia. Ed ke-1. Jakarta (ID): Depkes RI.
[Ditjen PEN] Direktorat Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional. 2014. Obat
Herbal Tradisional. Jakarta (ID): Ditjen PEN.
Ernawati D. 2014. Pengoptimuman ekstraksi dan pemurnian asiatikosida dari
pegagan (Centella asiatica) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan. Ed ke-2. Bandung (ID): ITB.
Harjadi W. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta (ID): Gramedia.
Houghton PJ, Raman A. 1998. Laboratory Handbook for the Fractionation of
Natural Extracts. Ed ke-1. London (GB): Chapman & Hall.
Plohman B, Bader G, Hiller K, Franz G. 1997. Immunomodulatory and
antitumoral effects of triterpenoid saponins. Die Pharm. 52(12):953-957.
Puttarak P, Panichayupakaranant P. 2012. Factors affecting the content of
pentacyclic triterpenes in Centella asiatica raw materials. Pharm Biology.
50:1508-1512. doi:10.3109/13880209.2012.685946.
Rafamantanana MH, Rozet E, Raoelison GE, Cheuk K, Ratsimamanga SU,
Hubert P, Quetin-Leclercq J. 2009. An improved HPLC-UV method for the
stimulationeous quantification of triterpenic glycosides and aglycones in
leaves of Centella asiatica (L.) Urb (APIACEAE). Chrom B. 877:23962402. doi:10.1016/j.jchromb.2009.03.018.
Reniza AW. 2003. Isolasi dan identifikasi senyawa asiatikosida dari pegagan
(Centella asiatica L. Urban) sebagai senyawa antibakteri [skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Roy DC, Barman SK, Shaik MM. 2013. Current updates on Centella asiatica:
phytochemistry, pharmacology and traditional uses. Med Plant Research.
3(4): 20-36. doi:10.5376/mpr.2013.03.0004.
Shen Y, Liu A, Ye M, Wang L, Chen J, Wang X, Han C. 2009. Analysis of
biologically active constituents in Centella asiatica by microwave-assisted
extraction combined with LC-MS. Chrom. 70(3/4): 431-438. doi:
10.1365/s10337-009-1152-6.
Stahl E. 1969. Thin-Layer Chromatography: A Laboratory Handbook. Ed ke-2.
Ashworth MRF, penerjemah. Berlin (DE): Springer-Verlag.
Winarno FG. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): Gramedia.

14

Lampiran 1 Diagram alir penelitian
Pegagan segar
Determinasi
Pembersihan, pengeringan, dan penggilingan
Simplisia
Pengukuran kadar air, kadar abu
Ekstraksi
Maserat
Penentuan eluen terbaik

Kromatografi lapis tipis preparatif

Kromatografi kolom

Fraksi asiatikosida
Kromatografi lapis tipis preparatif

Asiatikosida dugaan

Pencirian dengan KC-SM-SM

Pengukuran kadar dan kemurnian asiatikosida dengan KCKT

15

Lampiran 2 Hasil determinasi tanaman pegagan

16

Lampiran 3 Penentuan kadar air simplisia pegagan
Ulangan
1
2
3

Bobot basah (g)
2.0002
2.0003
2.0002
Rerata
RSD

Bobot kering (g)
1.8061
1.8040
1.8047

Kadar air (%)
9.70
9.81
9.77
9.76±0.06
0.57

Contoh Perhitungan:
bobot basah - bobot kering

Kadar air =

bobot basah
2.0002 g - 1.8061 g

=

2.0002 g

x 100%

x 100%

= 9.70%

Lampiran 4 Penentuan kadar abu simplisia pegagan
Ulangan
1
2
3

Bobot sampel (g)
2.0002
2.0002
2.0003
Rerata
RSD

Bobot abu (g)
0.2234
0.2268
0.2234

Contoh Perhitungan:
Kadar abu =

=

bobot abu
bobot sampel (1 – Kadar air)

x 100%

0.2234 g
x 100%
2.0002 g (1 - 0.0976)

= 12.38%

Kadar abu (%)
12.38
12.57
12.38
12.44±0.11
0.88

17

Lampiran 5 Penentuan rendemen ekstrak pegagan
Metode
ekstraksi

Ulangan

Maserasi

1
2
3

Bobot sampel
(g)
50.0000
50.0000
50.0002

Bobot ekstrak
(g)
9.5207
9.7252
10.2393

Rendemen
Rerata
(%)
21.10
21.55
21.78±0.82
22.69

Contoh Perhitungan:
Rendemen =

=

bobot ekstrak
bobot sampel (1 – Kadar air)

x 100%

9.5207 g
x 100%
50.0000 g (1 - 0.0976)

= 21.10%

Analisis pencilan dengan Q-test (Dixon’s Q-test):
Qhitung =

=

Nilai yang dicurigai - Nilai yang terdekat
Nilai tertinggi - Nilai terrendah
22.69 - 21.55
22.69 - 21.10

= 0.72
Qhitung < Qtabel (0.970 untuk n = 3, P = 0.05)
Ekstrak maserasi dengan rendemen 22.69% bukan pencilan.
Lampiran 6 Penentuan rendemen fraksi kromatografi kolom
Fraksi
1
2

3
4
5
6
7
8

Eluen
(CHCl3:MeOH)
10:0
9:1
8:2
7:3
6:4
5:5
4:6
3:7
2:8
1:9
0:10

Eluat
1-18
19-54
55-86
87-94
95-116
117-129
130-141
142-157

Bobot
sampel (g)
4.0112
4.0112
4.0112
4.0112
4.0112
4.0112
4.0112
4.0112
4.0112
4.0112
4.0112

Bobot
ekstrak (g)
0.0402

Rendemen
(%)
1.00

0.3903

9.73

0.2855

7.12

0.1799
0.8136
0.4319
0.2338
0.2031

4.48
20.28
10.77
5.83
5.06

18

Contoh Perhitungan:
Rendemen fraksi 5 =
=

bobot ekstrak
bobot sampel

x 100%

0.8136 g
x 100%
4.0112 g

= 20.28%

Lampiran 7 Penentuan rendemen fraksi KLTP
Sampel

Fraksi Bobot sampel (g)
1
2
Ekstrak kasar
3
0.1149
pegagan
4
5
1
Hasil
2
fraksionasi
0.0515
3
kolom (F3)
4
1
0.0411
F4
2
1
F5
2
0.0512
3

Bobot ekstrak (g)
0.0039
0.0062
0.0034
0.0028
0.0041
0.0036
0.0038
0.0050
0.0054
0.0031
0.0047
0.0056
0.0030
0.0018

Rendemen (%)
3.39
5.40
2.96
2.44
3.57
6.99
7.38
9.71
10.49
7.54
11.44
10.94
5.86
3.52

Contoh Perhitungan:
Rendemen fraksi ke-2 F4 =
=

bobot ekstrak
bobot sampel

x 100%

0.0047 g
x 100%
0.0411 g

= 11.44%

Rendemen fraksi ke-2 ekstrak kasar pegagan =
=

bobot ekstrak
bobot sampel

x 100%

0.0062 g
x 100%
0.1149 g

= 5.40%

19

Lampiran 8 Kadar dan persentase kemurnian asiatikosida
Kromatogram standar asiatikosida

14.188

Kromatogram sampel fraksi KLTP ke-2 dari fraksi kolom ke-4 (S1)

14.245

19

20

20

Kromatogram sampel fraksi KLTP ke-2 dari ekstrak metanol pegagan (S2)

14.262

21

Contoh Perhitungan:
S1
[asiatikosida] =

=

Luas area sampel
x
Luas area standar

standar x Volume

Bobot sampel x 1000 mL/1L
3569066
405205

x 100 mg/L x 3 mL

0.0047 g x 1000 mL/1L

= 562.2160 mg/g
Rendemen Keseluruhan

=
=

RE
100 g

x

21.78 g

REK
100 g

x

100 g

x

4.48 g
100 g

REKL
100 g

x

x Asiatikosida

11.44 g
100 g

x 562.2160 mg/g

= 0.6276 mg/g sampel
= 0.0628%
S2
[asiatikosida] =

=

Luas area sampel
x
Luas area standar

standar x Volume

Bobot sampel x 1000 mL/1L
657990
405205

x 100 mg/L x 3 mL

0.0062 g x 1000 mL/1L

= 78.5731 mg/g
Rendemen Keseluruhan

=
=

RE
100 g

x

21.78 g
100 g

REKL
100 g

x

x Asiatikosida

. 0g

100 g

x 78.5731 mg/g

= 0.9241 mg/g sampel
= 0.0924%
Keterangan:
RE
= Rendemen ekstrak metanol
REK
= Rendemen ekstrak hasil kolom
REKL
= Rendemen ekstrak hasil KLTP

22

Kemurnian Asiatikosida berdasarkan KCKT
Sampel
S1

Waktu retensi (menit)
8.009
12.501
13.65
14.245

Total area

S2

Total area

8.081
11.636
11.806
12.526
13.685
13.937
14.262

Luas area
75302
187849
145069
3569066
3977285
111080
140049
141074
510028
14132
55910
657990
1630263

%Kemurnian
2.89
4.72
3.65
89.74
6.81
8.59
8.65
31.29
0.87
3.43
40.36

23

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 24 April 1991 sebagai putri
tunggal dari Bapak Dadang Hamdan (Alm.) dan Ibu Widaningsih. Penulis lulus
dari SMA Negeri 1 Cililin pada tahun 2009 dan pada tahun yang sama diterima di
Analis Kimia Program Diploma Politeknik Negeri Bandung (POLBAN). Penulis
lulus dari Diploma POLBAN dengan predikat Memuaskan pada tahun 2012 dan
melanjutkan pendidikan S1 melalui Program Alih Jenis Jurusan Kimia Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB pada tahun 2012.
Selama menjalani masa perkuliahan S1 IPB, Penulis pernah mengikuti
kegiatan Pelatihan Pengenalan HACCP SNI CAC/RCP 1:2011 dan menjadi
asisten praktikum Kimia Analitik Layanan pada tahun ajaran 2014/2015. Penulis
melakukan Praktik Kerja Lapang di Pusat Laboratorium Forensik Bareskrim Polri
dengan judul tugas akhir Isolasi Metamfetamina di dalam Urin dengan
Menggunakan Solid Phase Extraction (SPE).