The frequency effect of synbiotic supplementation diet to control the co-infection disease of Infectious Myonecrosis Virus and Vibrio harveyi

KAJIAN PEMBERIAN SINBIOTIK DENGAN FREKUENSI
BERBEDA UNTUK PENCEGAHAN KO-INFEKSI
INFECTIOUS MYONECROSIS VIRUS DAN VIBRIO HARVEYI
PADA UDANG VANAME (LITOPENAEUS VANNAMEI)

ADNI OKTAVIANA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kajian Pemberian
Sinbiotik dengan Frekuensi
Berbeda Untuk Pencegahan Ko-Infeksi
Infectious Myonecrosis Virus dan Vibrio harveyi pada Udang Vaname
(Litopenaeus vannamei) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan

maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2014

Adni Oktaviana
NRP C151110061

* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB
harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait

RINGKASAN
ADNI OKTAVIANA. Kajian pemberian sinbiotik dengan frekuensi berbeda
untuk pencegahan ko-infeksi Infectious Myonecrosis Virus dan Vibrio harveyi
pada udang vaname Litopenaeus vannamei. Dibimbing oleh WIDANARNI dan
MUNTI YUHANA.
Salah satu kendala budidaya udang secara intensif adalah serangan
penyakit. Serangan penyakit yang sering menyerang adalah penyakit bakterial,
viral dan infeksi bersama bakteri dan virus (ko-infeksi). Ko-infeksi dapat

mempercepat dan meningkatkan mortalitas. Aplikasi sinbiotik dapat menjadi salah
satu alternatif yang dapat digunakan untuk menekan serangan penyakit, karena
mampu meningkatkan respon imun dan resistensi udang terhadap serangan
penyakit. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pemberian sinbiotik dengan
frekuensi berbeda untuk pencegahan ko-infeksi IMNV dan V. harveyi. Frekuensi
yang digunakan yaitu pemberian sinbiotik setiap hari, tiga hari sekali dan tujuh
hari sekali. Sinbiotik yang digunakan pada penelitian ini adalah gabungan dari
probiotik SKT-b dan prebiotik oligosakarida yang diekstraksi dari tepung ubi jalar
varietas sukuh (Ipomoea batatas L). Penelitian ini terdiri dari beberapa tahap yaitu
persiapan prebiotik (pembuatan tepung ubi jalar, ekstraksi oligosakarida dengan
etanol 70%, penghitungan total padatan terlarut serta analisa kandungan
oligosakarida dengan HPLC), persiapan probiotik, persiapan stok virus IMNV dan
persiapan V. harveyi, pengujian sinbiotik 1 dosis (1% probiotik dengan 2%
prebiotik) secara in vivo selama 30 hari dan uji tantang. Pengujian performa
pertumbuhan pada akhir perlakuan sinbiotik dilakukan dengan mengukur laju
pertumbuhan harian dan rasio konversi pakan. Jumlah bakteri pada usus udang
meliputi total bakteri, jumlah bakteri Vibrio dan total bakteri SKT-bR dihitung
pada akhir perlakuan sinbiotik. Pengukuran respon imun dilakukan sebelum dan
setelah uji tantang meliputi pengukuran total hemosit, diferensial hemosit (total
sel hialin dan sel granular), aktivitas phenoloxidase serta aktivitas respiratory

burst. Pengujian resistensi udang terhadap ko-infeksi dilakukan dengan
penyuntikan IMNV dan V. harveyi dengan mengamati sintasan yang dilakukan
selama tujuh hari. Konfirmasi udang yang terinfeksi untuk memastikan virus dan
bakteri yang menginfeksi, dilakukan dengan uji PCR (IMNV) dan metode gores
kuadran pada media TCBS-Rif (V. harveyi).
Hasil ekstrak oligosakarida dengan TPT 5% yang digunakan pada
penelitian ini mengandung inulin sebesar 1,115%; FOS sebesar 1,015% serta GOS
sebesar 1,488%. Pemberian pakan dengan penambahan sinbiotik selama 30 hari
telah meningkatkan jumlah bakteri dalam usus udang (total bakteri, total bakteri
Vibrio dan total bakteri SKT-bR) yang dapat menyebabkan peningkatan kinerja
pertumbuhan (LPH dan FCR) serta resistensi udang terhadap ko-infeksi IMNV
dan V. harveyi. Perlakuan sinbiotik yang diberikan dapat meningkatkan nilai THC
dan aktivitas PO secara signifikan dibandingkan dengan kedua kontrol (sebelum
uji tantang). Secara umum, perlakuan sinbiotik setiap hari menunjukan respon
yang lebih baik terhadap peningkatan resistensi terhadap ko-infeksi IMNV dan V.
harveyi serta performa pertumbuhan udang vaname. Pemberian pakan dengan
penambahan sinbiotik setiap hari memberikan hasil terbaik pada performa
pertumbuhan dengan LPH sebesar 8,12±0,12%/hr dan FCR sebesar 1,11±0,08,

serta respon imun terutama pada parameter jumlah hemosit (THC) sebesar

6,40x106±0,85 sel/ml dan aktivitas phenoloxidase (PO) sebesar 1,07±0,15. Selain
itu, penambahan sinbiotik setiap hari juga menghasilkan resistensi terbaik
terhadap ko-infeksi IMNV dan V. harveyi, dengan nilai sintasan sebesar
93,33±5,77% dibandingkan kontrol positif sebesar 46,67±11,57%.
Kata kunci : IMNV, Ko-infeksi, Litopenaeus vannamei, Sinbiotik, Vibrio harveyi

SUMMARY
ADNI OKTAVIANA. The frequency effect of synbiotic supplementation
diet to control the co-infection disease of Infectious Myonecrosis Virus and Vibrio
harveyi. Supervised by WIDANARNI and MUNTI YUHANA.
One of the obstacles in intensive shrimp culture is the high frequency of
disease. The diseases that most often attack are bacterial, viral and infection by
bacterial and viral at the same time (co-infection). Co-infection disease can
accelerate and increase mortality. One of the alternative to prevent the diseases is
synbiotics, because synbiotics could increase the shrimp immune response and
resistance to diseases. This study aimed to evaluated the frequency effect of
synbiotic supplementation diet to control the co-infection disease of IMNV and V.
harveyi. The frequencies applied in this study were daily, once in three days and
once a week supplementation. The synbiotics used in this study is the combination
between the probiotics SKT-b and prebiotic is the derivate of oligosaccharide

from sweet potato starch (Ipomoea batatas L). Several stages of this study
consisted of prebiotic preparation (making the sweet potato starch,
oligosaccharide extraction with ethanol 70%, the determination of total dissolved
solid and oligosaccharide test with HPLC), probiotic preparation, IMNV stock
preparation and V. harveyi preparation, 1 dosage synbiotics (1% probiotic with
2 % prebiotic) in vivo test during 30 days and challenged test. The growth
performance were the daily growth rate and feed conversion ratio. The number of
bacteria in shrimp intestine observed at the end of synbiotics treatment consisted
of the total viable bacterial count, presumptive vibrio counts and the presumptive
SKT-bR counts. Immune responses observed before and after challenge test were
total hemocyte count, the numbers of hemocytes (hyaline cells and granular cells),
phenoloxidase activity and respiratory burst activity. Shrimp resistance observed
was the shrimp survival against co-infection by IMNV and V. harveyi for seven
days. PCR test using Nugen IMNV diagnostic kits for IMNV confirmation and
streak plate method on TCBS containing rif media for V. harveyi confirmation.
The result of oligosaccharide extraction with 5% TPT used in this study
consist of 1,115% inulin; 1,015% FOS and 1,488% GOS. Supplementation of
synbiotics diet during 30 days were increase the number of bacteria in shrimp
intestine and improve growth performance (LPH and FCR) and shrimp resistance
against co-infestion IMNV and V. harveyi. Synbiotics treatment significantly

increase THC value and PO activity than controls (before challenge test).
Generally, daily supplementation of synbiotics showed better resistance against
co-infection IMNV and V. harveyi and better growth performance than control.
Daily supplementation of synbiotics given the best result in LPH was 8,12±0,12%
and FCR was 1,11±0,08. Total hemocyte count value was 6,40x106±0,85 cell/ml
and phenoloxidase was 1,07±0,15. Moreover, daily supplementation of synbiotics
given the best shrimp resistance against co-infection by IMNV and V. harveyi
with the survival value was 93,33±5,77% compared with positive control was
46,67±11,57%.
Keywords : Co-infection, IMNV, Litopenaeus vannamei, Synbiotic, Vibrio
harveyi

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

KAJIAN PEMBERIAN SINBIOTIK DENGAN FREKUENSI
BERBEDA UNTUK PENCEGAHAN KO-INFEKSI
INFECTIOUS MYONECROSIS VIRUS DAN VIBRIO HARVEYI
PADA UDANG VANAME (LITOPENAEUS VANNAMEI)

ADNI OKTAVIANA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Akuakultur

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014


Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Dinamella Wahjuningrum, SSi MSi

Judul Tesis : Kajian Pemberian Sinbiotik dengan Frekuensi Berbeda untuk
Pencegahan Ko-infeksi Infectious Myonecrosis Virus dan Vibrio
harveyi pada Udang Vaname (Litopenaeus vannamei)
Nama
: Adni Oktaviana
NIM
: C151110061
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Widanarni, MSi
Ketua

Dr Munti Yuhana, SPi MSi
Anggota

Diketahui oleh


Ketua Program Studi
Ilmu Akuakultur

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Widanarni, MSi

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 10 Februari 2014

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah yang berjudul “Kajian Pemberian Sinbiotik dengan
Frekuensi Berbeda untuk Pencegahan Ko-infeksi Infectious Myonecrosis Virus
dan Vibrio harveyi pada Udang Vaname (Litopenaeus vannamei)” berhasil
diselesaikan. Penelitian ini dilakukan dari bulan April sampai Agustus 2013
bertempat di Laboratorium Kesehatan Ikan Departemen Budidaya Perairan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor dan Fakultas

Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Widanarni, MSi dan Ibu Dr
Munti Yuhana, SPi, MSi selaku pembimbing yang telah banyak memberi saran.
Dr Dinamella Wahjuningrum, SSi, MSi selaku penguji atas bimbingan dan saran
yang diberikan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta
seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Penulis sampaikan pula
terima kasih dan penghargaan kepada teknisi laboratorium, teman-teman
mahasiswa Program Studi Ilmu Akuakultur IPB khususnya angkatan 2011, serta
semua pihak yang telah membantu secara langsung maupun tidak langsung.
Akhir kata, penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.
Penulis menyadari hasil penelitian dalam karya ilmiah ini bukanlah sebuah
kebenaran mutlak karena sangat mungkin berubah seiring berkembangnya ilmu
pengetahuan.
Bogor, Februari 2014

Adni Oktaviana

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL


iv

DAFTAR GAMBAR

iv

DAFTAR LAMPIRAN

vi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Hipotesis

1
1
2
2
2

2 TINJAUAN PUSTAKA
Sinbiotik
Infectious Myonecrosis Virus (IMNV)
Vibrio harveyi
Ko-infeksi
Sistem Imun pada Udang

2
2
4
5
6
6

3 METODE PENELITIAN
Persiapan Prebiotik
Analisis Kandungan Oligosakarida
Persiapan Probiotik
Persiapan Stok Virus IMNV
Persiapan Vibrio harveyi
Pengujian Sinbiotik secara In Vivo
Uji Tantang
Penghitungan Populasi Bakteri di Usus
Parameter Pertumbuhan
Parameter Respon Imun
Sintasan
Pengujian Udang Terinfeksi IMNV dan V. harveyi
Analisis Data

8
8
9
9
10
10
10
11
12
12
13
14
14
15

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Oligosakarida Ubi Jalar Varietas Sukuh
Penghitungan Populasi Bakteri di Usus Udang
Kinerja Pertumbuhan
Respon Imun
Sintasan
Pengujian Udang Terinfeksi IMNV dan V. harveyi

15
15
16
17
19
23
24

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

26
26
26

DAFTAR PUSTAKA

26

LAMPIRAN

31

RIWAYAT HIDUP

47

DAFTAR TABEL
1 Jenis dan Konsentrasi Gula Tepung Ubi Jalar Varietas Sukuh
yang Diidentifikasi dengan HPLC (High Performance Liquid
Chromatograph)
2 Perlakuan Pemberian Sinbiotik dengan Frekuensi Berbeda dan Uji
Tantang dengan Ko-infeksi IMNV dan V. harveyi
3 Hasil Analisis Oligosakarida Ubi Jalar Varietas Sukuh dengan
HPLC
4 Jumlah Bakteri di Usus Udang Uji (L. vannamei)

4
11
15
16

DAFTAR GAMBAR
1 IMNV. Virion IMNV (a); Subadult Udang Vaname yang
Terinfeksi IMNV (b); dan Organ Limfoid yang Terinfeksi IMNV
(d) (Poulos et al. 2006)
2 Klasifikasi Hemosit: Hialin (a); Semi Granular (b); dan Granular
(c) (Martines 2007)
3 Mekanisme Pertahanan Tubuh Nonspesifik pada Krustasea (Smith
et al. 2003)
4 Tahapan Pembuatan Ubi Jalar
5 Laju pertumbuhan harian udang selama 30 hari pemberian
sinbiotik. Data (mean±SE) dengan huruf berbeda menunjukkan
berbeda nyata (p < 0,05) antar perlakuan. Keterangan: K(-):
kontrol negatif; K(+): kontrol positif; P1: pemberian sinbiotik
setiap hari; P2: pemberian sinbiotik tiga hari sekali; P3:
pemberian sinbiotik tujuh hari sekali
6 Rasio konversi pakan (FCR) selama 30 hari pemberian sinbiotik.
Data (mean±SE) dengan huruf berbeda menunjukkan berbeda
nyata (p < 0,05) antar perlakuan. Keterangan: K(-): kontrol
negatif; K(+): kontrol positif; P1: pemberian sinbiotik setiap hari;
P2: pemberian sinbiotik tiga hari sekali; P3: pemberian sinbiotik
tujuh hari sekali
7 Hemosit total (THC) udang (L. vannamei) sebelum uji tantang
(akhir perlakuan sinbiotik) dan setelah uji tantang. Data
(mean±SE) dengan huruf berbeda pada pola yang sama
menunjukkan berbeda nyata (p < 0,05) antar perlakuan.
Keterangan: K(-): kontrol negatif; K(+): kontrol positif; P1:
pemberian sinbiotik setiap hari; P2: pemberian sinbiotik tiga hari
sekali; P3: pemberian sinbiotik tujuh hari sekali

5
7
7
8

17

18

19

8 Sel hialin total udang (L. vannamei) sebelum uji tantang (akhir
perlakuan sinbiotik) dan setelah uji tantang. Data (mean±SE)
dengan huruf berbeda pada pola yang sama menunjukkan berbeda
nyata (p < 0,05) antar perlakuan. Keterangan: K(-): kontrol
negatif; K(+): kontrol positif; P1: pemberian sinbiotik setiap hari;
P2: pemberian sinbiotik tiga hari sekali; P3: pemberian sinbiotik
tujuh hari sekali
9 Sel granular total udang (L. vannamei) sebelum uji tantang (akhir
perlakuan sinbiotik) dan setelah uji tantang. Data (mean±SE)
dengan huruf berbeda pada pola yang sama menunjukkan berbeda
nyata (p < 0,05) antar perlakuan. Keterangan: K(-): kontrol
negatif; K(+): kontrol positif; P1: pemberian sinbiotik setiap hari;
P2: pemberian sinbiotik tiga hari sekali; P3: pemberian sinbiotik
tujuh hari sekali
10 Aktivitas phenoloxidase (PO) udang (L. vannamei) sebelum uji
tantang (akhir perlakuan sinbiotik) dan setelah uji tantang. Data
(mean±SE) dengan huruf berbeda pada pola yang sama
menunjukkan berbeda nyata (p < 0,05) antar perlakuan.
Keterangan: K(-): kontrol negatif; K(+): kontrol positif; P1:
pemberian sinbiotik setiap hari; P2: pemberian sinbiotik tiga hari
sekali; P3: pemberian sinbiotik tujuh hari sekali
11 Aktivitas respiratory burst (RB) udang (L. vannamei) sebelum uji
tantang (akhir perlakuan sinbiotik) dan setelah uji tantang. Data
(mean±SE) dengan huruf berbeda pada pola yang sama
menunjukkan berbeda nyata (p < 0,05) antar perlakuan.
Keterangan: K(-): kontrol negatif; K(+): kontrol positif; P1:
pemberian sinbiotik setiap hari; P2: pemberian sinbiotik tiga hari
sekali; P3: pemberian sinbiotik tujuh hari sekali
12 Sintasan udang (L. vannamei) sebelum uji tantang (akhir
perlakuan sinbiotik) dan setelah uji tantang. Data (mean±SE)
dengan huruf berbeda pada pola yang sama menunjukkan berbeda
nyata (p < 0,05) antar perlakuan. Keterangan: K(-): kontrol
negatif; K(+): kontrol positif; P1: pemberian sinbiotik setiap hari;
P2: pemberian sinbiotik tiga hari sekali; P3: pemberian sinbiotik
tujuh hari sekali
13 Gejala klinis IMNV pada udang (L. vannamei). Udang normal (a);
Putih lebam pada jaringan bagian abdomen (b); Ekor udang
berwarna merah (jaringan mati) (c)
14 Hasil uji PCR udang uji (L. vannamei). Keterangan : Lane 1:
Marker; Lane 2: Kontrol negatif; Lane 3: Kontrol positif; Lane 4:
Sampel A positif terdeteksi IMNV; Lane 5: Sampel B positif
terdeteksi IMNV; Lane 6: Sampel C positif terdeteksi IMNV

20

21

22

23

24
25

25

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17

Pembuatan Media Bakteri
Udang Terinfeksi IMNV yang Digunakan untuk Stok Virus
Metode Total Plate Count
Metode Gores Kuadran
Hasil Uji Statistik dengan SPSS terhadap Rasio Konversi Pakan
(FCR) Udang Uji
Hasil Uji Statistik dengan SPSS terhadap Laju Pertumbuhan
Harian Udang Uji
Hasil Uji Statistik dengan SPSS terhadap Sintasan Udang Uji
Setelah Uji Tantang
Hasil Uji Statistik dengan SPSS terhadap Total Hemosit Udang
Uji Sebelum Uji Tantang
Hasil Uji Statistik dengan SPSS terhadap Sel Hialin Udang Uji
Sebelum Uji Tantang
Hasil Uji Statistik dengan SPSS terhadap Sel Granular Udang Uji
Sebelum Uji Tantang
Hasil Uji Statistik dengan SPSS terhadap Aktivitas Phenoloxidase
Udang Uji Sebelum Uji Tantang
Hasil Uji Statistik dengan SPSS terhadap Aktivitas Respiratory
Burst Udang Uji Sebelum Uji Tantang
Hasil Uji Statistik dengan SPSS terhadap Total Hemosit Udang
Uji Setelah Uji Tantang
Hasil Uji Statistik dengan SPSS terhadap Sel Hialin Udang Uji
Setelah Uji Tantang
Hasil Uji Statistik dengan SPSS terhadap Sel Granular Udang Uji
Setelah Uji Tantang
Hasil Uji Statistik dengan SPSS terhadap Aktivitas Phenoloxidase
Udang Uji Setelah Uji Tantang
Hasil Uji Statistik dengan SPSS terhadap Aktivitas Respiratory
Burst Udang Uji Setelah Uji Tantang

31
31
32
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45

1

1.

PENDAHULUAN
Latar Belakang

Serangan penyakit merupakan salah satu masalah serius dalam budidaya
udang secara intensif (Chang et al. 2012). Penyakit yang sering menyerang
budidaya udang intensif adalah penyakit bakterial, viral dan infeksi bersama
bakteri dan virus (ko-infeksi) (Teixeira-Lopes 2011). Menurut Poulos et al.
(2006), salah satu penyakit viral yang mematikan dan menjadi masalah utama
pada budidaya udang vaname adalah IMNV (Infectious Myonecrosis Virus).
Penyakit ini menyebar ke Indonesia pada tahun 2006 (Senapin 2007) dan dapat
menyebabkan kematian massal pada udang hingga 70% (Hasan 2011). Selain
infeksi oleh virus, di alam juga sering ditemukan infeksi oleh bakteri dan Vibrio
sp ditemukan paling sering sebagai penyebab infeksi sekunder pada udang (Liu
dan Chen 2004). Phuoc et al. (2009), melaporkan infeksi antara Vibrio spp
dengan White Spot Syndrome Virus (WSSV). Selanjutnya, Teixeira-Lopes (2011),
melaporkan udang vaname dapat terinfeksi oleh dua jenis virus berbeda yaitu
Infectious Hypodermal and Hematopoietic Virus (IHHNV) dan IMNV secara
alami.
Infeksi dari beberapa patogen secara bersamaan (ko-infeksi) dapat
mempercepat awal mortalitas dan meningkatkan mortalitas (Hasan 2011). Oleh
karena itu, perlu adanya cara untuk mencegah serangan penyakit ko-infeksi ini.
Dalam beberapa tahun terakhir, antibiotik digunakan untuk mengendalikan
penyakit dalam industri budidaya udang, namun antibiotik dapat menyebabkan
patogen resisten antibiotik, kerusakan lingkungan dan masalah keamanan pangan
(Chang et al. 2012; Ai et al. 2011). Menurut Zhang et al. (2012), perlu dicari
alternatif untuk meningkatkan kekebalan tubuh dan mencegah wabah penyakit
pada hewan akuatik. Hasil penelitian Li et al. (2009), menunjukkan sinbiotik
dapat menjadi salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk menekan serangan
penyakit, karena sinbiotik terbukti mampu meningkatkan respon imun dan
resistensi udang terhadap serangan WSSV. Sinbiotik merupakan kombinasi
seimbang dari probiotik dan prebiotik dalam mendukung kelangsungan hidup dan
pertumbuhan bakteri yang menguntungkan dalam saluran pencernaan makhluk
hidup (Schrenzenmeir dan Vrese 2001).
Probiotik merupakan mikroba tambahan yang memberikan pengaruh
menguntungkan bagi kesehatan inang (Nayak 2010). Sedangkan, prebiotik adalah
bahan pangan yang tidak dapat dicerna oleh inang tetapi memberikan efek
menguntungkan bagi inang dengan cara merangsang pertumbuhan mikroflora
normal di dalam saluran pencernaan inang (Schrenzenmeir dan Vrese 2001).
Beberapa penelitian menunjukkan keuntungan dari penggunaan probiotik
(Panigrahi et al. 2005; Watson et al. 2008; dan Nayak 2010) dan prebiotik secara
terpisah (Delgado et al. 2011; Hoseinifar et al. 2013). Namun, menurut Merrifield
et al. (2010), aplikasi sinbiotik lebih baik daripada aplikasi probiotik dan prebiotik
secara terpisah.
Penelitian ini mengkaji pemberian sinbiotik yang menggabungkan probiotik
SKT-b dan prebiotik oligosakarida hasil ekstraksi dari ubi jalar varietas sukuh,
dengan menggunakan beberapa frekuensi pemberian sinbiotik berbeda pada pakan

2

udang vaname. Frekuensi pemberian sinbiotik merupakan salah satu faktor
penting yang dapat mempengaruhi pembentukan, kestabilan dan induksi respon
imun pada inang (Nayak 2010). Oleh karena itu, penelitian mengenai frekuensi
pemberian sinbiotik yang optimal untuk pencegahan ko-infeksi IMNV dan V.
harveyi pada udang vaname penting dilakukan. Selain itu, frekuensi pemberian
sinbiotik yang tepat akan berpengaruh terhadap efisiensi produksi mengingat
aplikasi sinbiotik akan membutuhkan biaya tambahan.

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji pemberian sinbiotik
dengan frekuensi berbeda untuk pencegahan ko-infeksi IMNV dan V. harveyi
pada udang vaname.

Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi tentang
pemberian sinbiotik dengan frekuensi yang tepat untuk menekan munculnya
serangan penyakit Infectious Myonecrosis (IMN) dan vibriosis (V. harveyi) pada
budidaya udang vaname.

Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah pemberian sinbiotik dosis 1 (1% probiotik +
2% prebiotik) dengan frekuensi tertentu dapat berpengaruh dalam pencegahan koinfeksi IMNV dan V. harveyi pada udang vaname.

2.

TINJAUAN PUSTAKA
Sinbiotik

Probiotik adalah mikroba tambahan yang memberikan pengaruh
menguntungkan bagi inang melalui peningkatan nilai nutrisi dan memperbaiki
respon inang terhadap penyakit (Verschuere et al. 2000). Konsep awal aktivitas
probiotik yaitu mendukung aktif saluran pencernaan dan memberikan sifat
antagonisme terhadap patogen, membantu sistem kekebalan tubuh, memberikan
manfaat gizi, dan membantu sebagai penghalang mukosa usus (Chiu et al. 2010;
Merrifield et al. 2010; Nayak 2010).
Menurut Verschuere et al. (2000), bakteri probiotik memiliki beberapa
mekanisme kerja, yaitu memproduksi senyawa inhibitor, kompetisi terhadap
senyawa kimia atau sumber energi (nutrisi), kompetisi terhadap tempat pelekatan,

3

meningkatkan respon imun, perbaikan kualitas air dan interaksi dengan
fitoplankton.
Bakteri probiotik yang telah banyak dilaporkan efektif dalam
penghambatan patogen dan meningkatkan pertumbuhan dan sintasan pada
budidaya udang meliputi Lactobacillus sp, Bacillus sp, ragi dan beberapa bakteri
Gram negatif (Kongnum dan Hongpattarakere 2012). Bakteri probiotik yang
digunakan pada penelitian ini adalah bakteri Vibrio SKT-b. SKT-b merupakan
bakteri dari genus Vibrio, membentuk koloni berwarna kuning pada media TCBS
dan menyebar pada media SWC-agar, memproduksi protease dan amilase, namun
tidak memproduksi khitinase. Probiotik ini dapat memanfaatkan glukosa dan
sukrosa, tetapi tidak dapat memanfaatkan laktosa. Hasil karakteristik fisiologi dan
biokimia serta analisis sekuen sebagian gen 16S-rRNA menunjukkan bahwa isolat
probiotik SKT-b ini termasuk spesies Vibrio alginolyticus dengan indeks
kemiripan 88% (Widanarni et al. 2003). SKT-b telah teruji kemampuannya dalam
menghambat pertumbuhan bakteri V. harveyi dan meningkatkan kelangsungan
hidup larva udang windu pada berbagai stadia (Widanarni et al. 2010).
Probiotik sering didefinisikan sebagai aplikasi mikroorganisme atau
komponen dari mikroorganisme yang bermanfaat untuk kesehatan inangnya
(Cerezuela et al. 2011). Namun, probiotik memiliki beberapa kelemahan yaitu
kemampuan bertahan, kolonisasi dan kompetisi untuk mendapatkan nutrisi
dengan bakteri lain yang terdapat dalam satu lingkungan ekosistem. Bakteri
probiotik juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, jika terjadi perubahan
lingkungan yang ekstrim maka bakteri dalam saluran pencernaan akan mengalami
wash out (Lisal 2005). Penambahan prebiotik dapat mengatasi kelemahan
probiotik.
Prebiotik didefinisikan sebagai bahan makanan yang tidak dapat dicerna yang
menguntungkan dan mempengaruhi inang, secara selektif merangsang
pertumbuhan dan/atau aktivitas spesifik bakteri yang dapat meningkatkan
kesehatan inang (Cerezuela et al. 2011). Prebiotik merupakan komponen bahan
pangan yang tidak dapat dicerna oleh inang, memiliki pengaruh menguntungkan
terhadap inang dan berhubungan dengan mendukung keberadaan mikrobiota
(FAO 2007).
FAO (2007), menyatakan bahwa komponen yang dapat diklaim sebagai
prebiotik harus terlebih dahulu dikarakterisasi meliputi sumber asalnya,
kemurnian, komposisi dan struktur kimia, konsentrasi dan jumlah yang dibawa ke
inang. Manfaat minimum prebiotik adalah mempengaruhi fisiologi dan
mendukung keberadaan mikrobiota pada bagian tertentu terutama saluran
pencernaan. Kualifikasi prebiotik adalah bahwa prebiotik tidak hanya untuk
meningkatkan bifidobakteria saja namun juga ditunjukkan dengan pengaruh
meningkatkan kesehatan fisiologi inangnya (Watson et al. 2008). Prebiotik yang
digunakan pada penelitian ini adalah oligosakarida yang diekstrak dari tepung ubi
jalar.
Oligosakarida merupakan gula dengan tiga hingga 20 unit sakarida.
Oligosakarida merupakan rantai pendek polisakarida. Karakteristik senyawa
oligosakarida adalah terdiri dari susunan monosakarida antara lain glukosa,
galaktosa, xylosa dan fruktosa; memiliki ikatan glikosidik; dan memiliki berat
molekul yang rendah dibawah polisakarida. Oligosakarida tidak dapat dihidrolisis
dan diserap oleh usus halus (Marlis 2008).

4

Ubi jalar mengandung karbohidrat yang tinggi dan protein serta lemak
yang rendah. Rendemen ubi jalar varietas sukuh adalah 29,71 % dan kadar air
tepung adalah 4,98 %. Gula yang terdapat pada ubi ini adalah rafinosa, maltosa,
sukrosa dan maltotriosa (Tabel 1). Konsentrasi gula ubi jalar yang dikukus
meningkat dibandingkan dengan ubi jalar mentah (Marlis 2008).
Tabel 1. Jenis dan konsentrasi gula tepung ubi jalar varietas sukuh yang
diidentifikasi
dengan
HPLC
(High
Performance
Liquid
Chromatograph).
Konsentrasi gula tepung ubi jalat (% berat kering)
Jenis gula
Segar
Panggang
Kukus
Sangrai
Drum dried
Fruktosa
0,33
0,29
0,19
0,32
0,43
Glukosa
0,23
0,24
0,28
0,21
0,26
Sukrosa
2,06
1,33
1,60
2,52
2,84
Maltosa
0,26
2,04
3,52
0,29
0,71
Total gula
2,88
3,90
5,59
3,34
4,24
sederhana (A)
Maltotriosa
0,11
0,03
0,14
Tidak
0,04
terdetektsi
Rafinosa
0,03
0,10
0,20
0,01
0,19
Total
0,14
0,13
0,34
0,01
0,23
oligosakarida
(B)
Total A+B
2,92
4,03
5,93
3,35
4,47
Sumber: Marlis 2008
Sinbiotik merupakan aplikasi gabungan dari probiotik dan prebiotik yang
memberikan keunggulan kompetitif bagi probiotik terhadap sumber energi
fermentasi yang tinggi dibandingkan dengan kompetisi populasi endogenous,
sehingga secara efektif dapat meningkatkan kelangsungan hidup dan pelekatan
(implantasi) dari suplemen makanan mikroba hidup dalam saluran pencernaan
dari inang (Daniels et al. 2010; Ai et al. 2011; Cerezuela et al. 2011; Delgado et
al. 2011). Li et al. (2009), melaporkan bahwa aplikasi sinbiotik dari prebiotik
isomaltooligosakarida dan probiotik Bacillus OJ pada udang telah terbukti secara
signifikan meningkatkan kelangsungan hidup udang yang diuji tantang dengan
WSSV, mendukung keberadaan mikrobiota gastro-intestinal dan merangsang
respon imun.

Infectious Myonecrosis Virus (IMNV)
Penyakit Infectious Myonecrosis (IMN) akibat infeksi IMNV ini pertama
kali ditemukan pada budidaya udang vaname di Timur Laut Brazil. IMNV secara
signifikan menyebabkan penyakit dan kematian pada juvenil dan subadult di
tambak pembesaran udang vaname (Lightner 2012). Walaupun IMNV tampak
menyebar terbatas pada daerah Timur Laut Brazil, penyakit ini telah menyebar ke
Asia Tenggara dan dilaporkan terjadi di Indonesia pada tahun 2006 (Senapin et al.
2007).

5

Gambar 1. IMNV. Virion IMNV (a); subadult udang vaname terinfeksi IMNV
(b); dan organ limfoid yang terinfeksi IMNV (c) (Poulos et al.
2006).

6

tertiup angin. Tanda-tanda udang yang terinfeksi V. harveyi gerakan lemah dan
menyentak-nyentak, jaringan mengalami nekrosis, pertumbuhan lambat,
metamorfosis lambat, udang menyala dalam gelap, otot dan dagingnya berwarna
gelap, dan usus kosong (Cano-Gomez et al. 2009).

Ko-Infeksi
Ko-infeksi disebabkan oleh dua atau lebih patogen yang menyerang pada
saat bersamaan. Beberapa penelitian telah melaporkan adanya ko-infeksi. Koinfeksi oleh bakteri-bakteri telah dilaporkan oleh Phuoc et al. (2009), dimana
udang windu yang diuji tantang oleh V. parahaemolyticus dan V. harveyi yang
diisolasi dari udang sakit dapat menyebabkan sindrom merah pada udang windu.
Ko-infeksi oleh beberapa virus juga dilaporkan telah menyerang budidaya udang
vaname di Brazil, dimana udang tersebut terinfeksi oleh IMNV dan WSSV (Feijo
et al. 2013).
Ko-infeksi oleh IHHNV dan WSSV pada budidaya udang vaname telah
dilaporkan oleh Teixeira-Lopes (2011). Flegel et al. (2004), dengan menggunakan
histopatologi dan PCR menemukan infeksi oleh dua, tiga sampai empat infeksi
virus bersamaan yaitu virus HPV, WSSV, IHHNV dan MBV pada tambak udang
komersial di Thailand. Selvin dan Lipton (2003), menemukan kehadiran V.
alginolyticus yang mematikan pada tambak udang yang terinfeksi WSSV.
Walaupun tidak semua sampel terinfeksi kedua jenis patogen tersebut. Namun, hal
ini membuktikan bahwa udang yang melemah karena terinfeksi WSSV akan
mudah mengalami infeksi sekunder oleh Vibrio.

Sistem Imun pada Udang
Sistem imun pada udang kurang berkembang dibandingkan dengan
vertebrata lain. Udang maupun krustasea tidak memiliki sistem imun spesifik atau
adaptif dan hanya memiliki sistem imun non-spesifik atau bawaan (innate). Sel
efektor dari sistem kekebalan tubuh pada krustasea adalah sel-sel darah atau
hemosit sementara hepatopankreas bertanggung jawab untuk biosintesis beberapa
faktor humoral (Rowley dan Pope 2012).
Sistem pertahanan tubuh utama tersebut terdiri dari dua bagian yaitu
sistem pertahanan tubuh selular dan sistem pertahanan humoral. Sistem
pertahanan selular berupa aktivitas sel-sel hemosit meliputi fagositosis, nodulasi
dan enkapsulasi. Sistem pertahanan humoral mencakup protein antikoagulan,
enzim phenoloksidase (PO), peptida antimikrobial, lektin, aglutinin dan lain
sebagainya. Kedua sistem pertahanan ini bekerja sama memberikan perlindungan
tubuh terhadap infeksi organisme patogen dari lingkungan (Sahoo et al. 2007). PO
terdapat dalam hemolim sebagai inaktif pro-enzim yang disebut prophenoloxidase
(proPO). proPO adalah non-self recognition sistem yang terdapat pada arthropoda
dan invertebrata lain. Transformasi proPO menjadi PO melibatkan beberapa
reaksi yang dikenal sebagai proPO activating system. proPO dan PO dilibatkan
dalam enkapsulasi, melanisasi dan berfungsi sebagai sistem non self recognition
(Liu dan Chen 2004).

7

Gambar 2. Klasifikasi hemosit: hialin (a); semi granular (b); dan granular (c)
(Martines 2007).

Gambar 3. Mekanisme pertahanan tubuh nonspesifik pada krustasea (Smith et
al. 2003).

8

Persiapan ubi jalar varietas sukuh

Pengupasan

Pengirisan

Pengeringan pada suhu 55oC

Penggilingan dengan willey mill

Pengayakan 60 mesh
Tepung segar ubi jalar

Gambar 4. Tahapan pembuatan ubi jalar

9

Tahapan selanjutnya adalah ekstraksi oligosakarida/prebiotik dengan
etanol. Prosedur kerja yang dilakukan adalah sebagai berikut: sebanyak 10 gram
tepung ubi jalar disuspensikan ke dalam 100 ml etanol 70% dan diaduk selama 15
jam menggunakan magnetic stirer pada suhu ruang. Setelah itu dilakukan
penyaringan menggunakan kertas saring dan residu dicuci dengan etanol 70%.
Filtrat yang diperoleh dipekatkan menggunakan evaporator vakum pada suhu
40oC. Hasil pemekatan disentrifus pada 2000 rpm selama 10 menit untuk
mengendapkan kotoran dan padatan sehingga ekstrak mudah disterilisasi dengan
membran steril 0,2 µm (Muchtadi 1989).
Hasil ekstraksi oligosakarida tersebut dilakukan penghitungan total
padatan terlarut (Apriyantono 1989). Prosedur penghitungan total padatan terlarut
adalah sebagai berikut: cawan porselen dikeringkan selama dua jam dalam oven
bersuhu 100oC, kemudian didinginkan dalam desikator hingga diperoleh berat
tetap. Cawan tersebut kemudian ditimbang (a gram). Sebanyak 1 ml ekstrak kasar
oligosakarida ditempatkan ke dalam cawan porselen tersebut dan ditimbang berat
larutan ekstrak kasar oligosakarida (b gram). Cawan yang telah berisi ekstrak
kasar oligosakarida kemudian ditempatkan dalam oven selama sehari semalam.
Setelah kering, cawan berisi sampel ekstrak kasar oligosakarida didinginkan
dalam desikator selama 10 menit atau hingga berat cawan stabil. Berat cawan
yang berisi ekstrak kering kemudian diukur (c gram). Total padatan terlarut
dihitung dari hasil perbandingan berat ekstrak setelah dikeringkan dengan berat
ekstrak sebelum dikeringkan dan dikalikan 100%.
TPT =

x 100%

Analisis Kandungan Oligosakarida
Hasil ekstraksi ubi jalar varietas sukuh dengan TPT sebesar 5% (Marlis
2008), diukur kandungan fruktooligosakarida (FOS), galaktooligosakarida (GOS)
dan inulinnya dengan menggunakan HPLC (High Performance Liquid
Chromatograph). Kolom yang digunakan untuk pengukuran FOS dan GOS adalah
carbohydrate column (4,6 mm x 250 mm), ukuran partikel 4 µm dengan refraktif
indeks detector dan flow rate (laju alir) 2,0 ml/menit. Fase gerak yang digunakan
adalah asetonitril dan air dengan perbandingan asetonitril: aquabidest (80:20).
Volume sampel yang diinjeksikan 20 µl dengan temperatur kolom 40oC.
Sedangkan kolom yang digunakan untuk pengukuran inulin adalah Aminex Ion
Exclusion HPX-87H (300 x 7,8 mm). Fase gerak yang digunakan adalah
aquabidest (100%) dengan flow rate (laju alir) 0,3 ml/menit dengan refraktif
indeks detector. Volume sampel yang diinjeksikan 20 µl dengan temperatur
kolom 80oC dan temperatur detektor 40oC.

10

Persiapan Probiotik
Bakteri probiotik yang digunakan adalah Vibrio alginolitycus SKT-b yang
telah diberi penanda resisten antibiotik rifampicin (Widanarni et al. 2003) sebagai
penanda molekuler untuk membedakan bakteri yang diinokulasikan dengan
bakteri yang telah ada pada media pemeliharaan serta tubuh udang. Isolat SKT-b
resisten rifampicin (SKT-bR) tersebut kemudian dikultur ulang dan dimurnikan
lalu dilakukan re-karakterisasi dan total plate count (TPC). Sebelum digunakan
isolat SKT-bR dikultur dalam 25 ml media SWC (Sea Water Complete) cair
(Lampiran 1) selama 18 jam dalam water shaker pada suhu 29oC.

Persiapan Stok Virus IMNV
Jenis virus yang digunakan pada penelitian ini adalah IMNV yang
diperoleh dari udang vaname yang telah terinfeksi virus IMNV yang berasal dari
Balai Pengembangan Budidaya Air Payau (BPBAP) Situbondo dan telah
dikonfirmasi dengan PCR positif IMNV dengan ciri-ciri gejala klinis ekor udang
berwarna merah muda (Lampiran 2). Udang tersebut lalu dibersihkan dan diambil
bagian dagingnya. Kemudian daging udang dicacah hingga halus lalu
ditambahkan larutan PBS dengan perbandingan 1:10 (w/v) kemudian
dihomogenkan. Setelah itu disentrifuse dengan kecepatan 6500 rpm pada suhu
4oC selama 20 menit. Selanjutnya supernatan disaring dengan filter mess size 0,45
µm. Ekstrak virus hasil filtrasi kemudian disimpan pada freezer suhu -70oC
(Rodriguez et al. 2007).

Persiapan Vibrio harveyi
Jenis bakteri yang digunakan adalah Vibrio harveyi MR 5339 yang telah
diberi penanda resisten terhadap antibiotik rifampicin sebagai penanda molekuler
untuk membedakan bakteri yang diinokulasikan dengan bakteri yang telah ada
pada media pemeliharaan serta tubuh udang. Isolat V. harveyi didapat dari koleksi
Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Institut Pertanian
Bogor. Isolat bakteri tersebut dikultur ulang dan dimurnikan kemudian dilakukan
re-karakterisasi dan total plate count (TPC). Isolat V. harveyi yang digunakan
dikultur dalam 25 ml media SWC cair selama 18 jam dalam water shaker pada
suhu 29oC.

Pengujian Sinbiotik secara In Vivo
Persiapan Hewan Uji dan Media Pemeliharaan
Hewan uji yang digunakan pada penelitian ini adalah benih udang vaname
Specific Pathogen Free (SPF) terhadap Infectious Myonecrosis Virus (IMNV),
White Spot Syndorme Virus (WSSV), Taura Syndrome Virus (TSV) dan Infectious
Hypodermal and Hematopoietic Necrosis Virus (IHHNV), stadia postlarva (PL)
15, yang berasal dari hatchery komersil di Carita, Banten. Sebelum digunakan

11

benur dipelihara terlebih dahulu selama 14 hari hingga ukuran rata-rata 0,3±0,03
g. Wadah yang digunakan berupa akuarium sebanyak 15 buah yang telah
didesinfeksi dengan menggunakan klorin sebanyak 30 ppm kemudian setelah 24
jam diberikan Na-thiosulfat sebanyak 15 ppm dan diaerasi. Akuarium yang
digunakan berukuran 60x30x40cm3 dengan volume air 30 liter dan kepadatan
udang 15 ekor/akuarium. Kualitas air dalam akuarium selama perlakuan
dipertahankan stabil dengan penyiponan dan pergantian air setiap hari sebanyak
10%. Kualitas air selama penelitian adalah temperatur 28-29oC, salinitas 29-32
ppt, oksigen terlarut 4,5-6,5 mg/l; pH 7,4-7,5; dan ammonia-nitrogen 0,005-0,016
mg/l.
Persiapan Pakan Uji
Pakan yang digunakan pada penelitian ini berupa pelet komersil dengan
kandungan protein sebesar 40%. Pakan uji dibuat dengan menambahkan sinbiotik
pada pakan udang dengan mencampurkan sinbiotik 1 dosis (1% probiotik + 2%
prebiotik) dan putih telur sebanyak 2% sebagai bahan perekat, pakan kontrol
ditambahkan dengan 2% putih telur tanpa penambahan sinbiotik (Nurhayati et al.
2014).
Aplikasi Sinbiotik pada Udang Vaname
Aplikasi sinbiotik melalui pakan dilakukan selama 30 hari menggunakan
rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari lima perlakuan dengan tiga
ulangan (Tabel 2). Udang diberi pakan sebanyak 4 kali dalam sehari (pukul 08.00,
12.00, 16.00 dan 20.00 WIB) dengan feeding rate sebesar 10-12% berat biomassa.
Tabel 2. Perlakuan pemberian sinbiotik dengan frekuensi berbeda dan uji tantang
dengan ko-infeksi IMNV dan V. harveyi
Perlakuan
Keterangan
Kontrol - Pemberian pakan tanpa sinbiotik dan tanpa ko-infeksi oleh IMNV
dan V. harveyi
Kontrol + Pemberian pakan tanpa sinbiotik dengan ko-infeksi IMNV dan V.
harveyi
P1
Pemberian pakan dengan sinbiotik setiap hari serta ko-infeksi
IMNV dan V. harveyi
P2
Pemberian pakan dengan sinbiotik tiga hari sekali serta ko-infeksi
IMNV dan V. harveyi
P3
Pemberian pakan dengan sinbiotik tujuh hari sekali serta ko-infeksi
IMNV dan V. harveyi

Uji Tantang
Uji tantang dilakukan pada akhir perlakuan sinbiotik, dimaksudkan untuk
menguji kinerja sinbiotik terhadap resistensi udang vaname yang diinfeksi oleh
IMNV dan V. harveyi. Pengamatan uji tantang dilakukan selama tujuh hari setelah
infeksi IMNV.
Udang yang telah diberi pakan perlakuan selama 30 hari dipuasakan
selama satu hari kemudian diinfeksi dengan IMNV dan tiga hari kemudian dengan

12

V. harveyi (kecuali kontrol negatif). Infeksi dilakukan dengan cara injeksi secara
intramuskular pada bagian punggung antara segmen kedua dan ketiga sebanyak
masing-masing 100 µl (Selvin dan Lipton 2003). Sebelum digunakan ekstraksi
IMNV dicampur dengan PBS sebanyak 1:1. Kepadatan bakteri V. harveyi yang
digunakan adalah 103 CFU/ml (LD50).

Penghitungan Populasi Bakteri di Usus
Penghitungan jumlah bakteri di usus dilakukan pada akhir perlakuan
sinbiotik (hari ke-30). Penghitungan jumlah bakteri dalam usus udang terdiri dari
total viable bacterial count (TBC), total presumptive vibrio count (TVC) dan total
SKT-bR count. Usus diambil sebanyak 0,1 g yang dikumpulkan dari 3-5 ekor
udang kemudian dihomogenkan dalam larutan phosphat buffer saline (PBS)
sebanyak 0,9 ml. Penghitungan bakteri menggunakan metode hitung cawan sebar,
dengan menggunakan media SWC (Sea Water Complete) agar untuk perhitungan
TBC, media spesifik TCBS (Thiosulfate Citrate Bilesalt Sucrose) agar untuk
perhitungan TVC dan media spesifik TCBS-rif agar (50 µg/ml) untuk perhitungan
SKT-bR.

Parameter Pertumbuhan
Laju Pertumbuhan Harian
Laju pertumbuhan harian (LPH) diukur pada akhir perlakuan sinbiotik
selama 30 hari. Menurut Huissman (1987), laju pertumbuhan harian dapat
dihitung dengan menggunakan rumus berikut:
1 x 100%

α=

Keterangan:
α
= Laju pertumbuhan harian (%)
Wt
= Bobot rata-rata udang pada akhir penelitian (gram)
Wo
= Bobot rata-rata udang pada awal penelitian (gram)
t
= Periode pemeliharaan
Rasio Konversi Pakan
Rasio konversi pakan (FCR) diukur pada akhir perlakuan sinbiotik selama
30 hari. Menurut Zonneveld et al. (1991), rasio konversi pakan selama penelitian
dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
FCR = (

+

)

Keterangan:
FCR = Rasio konversi pakan
F
= Jumlah pakan (gram)
Bt
= Biomassa udang pada akhir penelitian (gram)

13

Bm
Bo

= Biomassa udang yang mati (gram)
= Biomassa udang pada awal penelitian (gram)

Parameter Respon Imun
Hemosit Total
Hemosit total diukur pada akhir perlakuan sinbiotik (sebelum uji tantang)
dan setelah uji tantang. Hemosit total diamati dengan langkah-langkah berikut
hemolim udang diambil sebanyak 0,1 ml dari pangkal kaki renang pertama
dengan menggunakan jarum suntik yang sudah berisi 0,3 ml antikoagulan Nasitrat 3,8%, Campuran yang diperoleh kemudian dihomogenkan dan diteteskan ke
haemositometer setelah tetesan pertama dibuang, selanjutnya jumlah sel per ml
diamati di bawah mikroskop dengan pembesaran 400 kali (Sang et al. 2009).
Hemosit total dihitung dengan menggunakan rumus:
THC = rata-rata jumlah sel terhitung x

1

x FP

Keterangan: FP = faktor pengencer
Diferensial Hemosit
Diferensial hemosit diukur pada akhir perlakuan sinbiotik (sebelum uji
tantang) dan setelah uji tantang. Hemolim udang yang telah diambil diteteskan
pada gelas objek dan dibuat preparat ulas, kemudian dikering udarakan lalu
difiksasi dengan metanol 100% selama 5 menit. Setelah itu dikering udarakan
kembali lalu diwarnai dengan larutan Giemsa 10% selama 10 menit (Sang et al.
2009). Preparat diamati dengan menggunakan mikroskop dan dibedakan jumlah
sel hialin dan granular. Persentase hemosit dihitung dengan menggunakan rumus:
Jenis sel hemosit (%) =

x 100%

Aktivitas Phenoloxidase
Aktivitas phenoloxidase dilakukan pada akhir perlakuan sinbiotik
(sebelum uji tantang) dan setelah uji tantang. Aktivitas phenoloxidase diukur
dengan menggunakan spektrofotometrik dengan mencatat perubahan bentuk
dopachrome yang diproduksi dari L-dihidroxyphenylalanine (L-DOPA). Hemolim
yang telah diencerkan disentrifus 700 rpm pada suhu 4 oC selama 20 menit.
Larutan supernatan yang dihasilkan dibuang dan pellet dicuci, kemudian
dilarutkan kembali dengan cacodylatecitrate buffer (0,01M sodium cacodylate;
0,45 M sodium chloride; 0,01 M trisodium citrate; pada pH 7,0) lalu disentrifus
kembali. Pellet yang telah dilarutkan dengan 200 ml cacodylate buffer dan 100 ml
aliquot kemudian diinkubasi dengan 50 ml trypsin (T-0303, Sigma, 1 mg/ml)
yang berfungsi sebagai pengaktif selama 10 menit pada suhu 25-26oC; kemudian
ditambahkan 50 ml L-DOPA, yang dilanjutkan dengan 800 ml cacodylate buffer
selama 5 menit. Kemudian optical density diatur pada 490 nm. Larutan kontrol

14

yang terdiri dari 100 µl larutan sel, 50 µl cacodylate buffer (untuk mengganti
trypsin), dan 50 µl L-DOPA, digunakan untuk kontrol aktivitas phenoloxidase
semua larutan yang diuji. Optical density aktivitas phenoloxidase udang yang
diuji diekpresikan oleh bentuk dopachrome 100 µl hemolim (Hsieh et al. 2008).
Aktivitas Respiratory Burst
Pengukuran aktivitas respiratory burst dilakukan pada akhir perlakuan
sinbiotik (sebelum uji tantang) dan setelah uji tantang. Aktivitas respiratory burst
hemosit dihitung dengan menggunakan reduksi Nitroblue Tetrazolium (NBT)
menjadi formazan dalam kadar negatif superoxide (Cheng et al. 2004). Sebanyak
100 µl hemolim yang telah diberikan antikoagulan dimasukan kedalam tube,
kemudian diinkubasi selama 30 menit pada suhu ruang. Tube kemudian
disentrifuge 3000 rpm selama 20 menit. Plasma dibuang dan 100 µ l zymosan
(0,3% dalam modifikasi larutan Hank’s Balanced Salt lengkap 10 mM calcium
chloride; 3 mM magnesium chloride dan 5 mM magnesium sulfate) ditambahkan
dan dibiarkan bereaksi selama 2 jam pada suhu ruang. Setelah itu, disentrifus
3000 rpm selama 10 menit dan supernatan dibuang, lalu hemosit dicuci dua kali
dengan menggunakan 100 µl methanol 70% lalu dikering udarakan. Pellet yang
terbentuk dilarutkan kedalam 120 µl, 2 M KOH dan 140 µl dimethyl sulfoxide
(DMSO). Optical density diatur pada 630 nm menggunakan microplate reader.
Respiratory burst diekspresikan sebagai NBT-reduction dalam 10 µl hemolim.

Sintasan
Sintasan udang vaname diamati pada akhir perlakuan sinbiotik selama 30
hari (sebelum uji tantang) dan setelah uji tantang, dengan menggunakan rumus
(Soleimani et al. 2012) sebagai berikut:
Survival =
Keterangan:
Nf
No

x 100%

= Jumlah udang pada akhir penelitian (ekor)
= Jumlah udang pada awal penelitian (ekor)

Pengujian Udang Terinfeksi IMNV dan V. harveyi
Pengujian udang terinfeksi IMNV dan V. harveyi dilakukan pada akhir uji
tantang. Hal ini dilakukan untuk membuktikan virus dan bakteri yang
menginfeksi. Uji PCR dilakukan pada akhir uji tantang untuk membuktikan
bahwa udang terinfeksi oleh IMNV pada Laboratorium Uji Loka Pemeriksaan
Penyakit Ikan dan Lingkungan (LP2IL), Serang menggunakan Nugen diagnostic
kits. Udang yang digunakan untuk uji PCR adalah udang yang menunjukkan
gejala klinis terinfeksi IMNV. Gejala klinis yang diamati antara lain adanya warna
putih lebam di dalam jaringan pada segmen abdomen ke arah ekor hingga warna
merah muda pada ekor. Pembuktian bakteri dilakukan dengan metode gores
kuadran pada media TCBS-Rif (50 µg/ml). Hepatopankreas udang yang terinfeksi
diambil kemudian dilakukan metode gores kuadran.

15

Analisis Data
Data performa pertumbuhan (laju pertumbuhan spesifik harian dan rasio
konversi pakan) dan respon imun (hemosit total, diferensial hemosit, aktivitas
phenoloxidase dan aktivitas respiratory burst) dan sintasan yang diperoleh diuji
secara statistik (α=0,05) dengan menggunakan software statistik SPSS 16 dan
apabila berbeda nyata dilanjutkan dengan uji beda nyata Duncan. Data kandungan
oligosakarida dan populasi bakteri di usus diuji secara deskriptif.

4.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Oligosakarida Ubi Jalar Varietas Sukuh
Hasil uji kandungan oligosakarida tepung kukus ubi jalar varietas sukuh
dengan HPLC menunjukkan bahwa ubi jalar varietas sukuh mengandung FOS,
GOS dan inulin (Tabel 3). Ubi jalar diketahui mengandung oligosakarida yang
tidak dapat dicerna (Non Digestible Oligosaccharides) yang dapat berfungsi
sebagai prebiotik (Marlis 2008).
Tabel 3. Hasil analisis oligosakarida ubi jalar varietas sukuh dengan HPLC
No.
Parameter
Unit
Hasil
1.
FOS
g/100 g
1.015
2.
GOS
g/100 g
1.488
3.
Inulin
g/100 g
1.115
FOS, GOS dan inulin merupakan prebiotik yang biasa digunakan pada
akuakultur. FOS dapat difermentasikan oleh bakteri tertentu yang dapat
menghasilkan enzim pemecah FOS seperti lactobacillus dan bifidobacter
(Delgado et al. 2011). Pakan yang ditambah dengan FOS dapat mendukung
pertumbuhan dan kelangsungan hidup bakteri dalam saluran GI inang.
Selanjutnya penambahan FOS dan inulin dalam pakan telah menunjukkan
peningkatan pertumbuhan dan/atau kelangsungan hidup hewan air.
GOS adalah prebiotik yang dihasilkan melalui konversi enzimatik
terutama galaktosa, laktosa dan molekul glukosa. Penambahan 2% GOS dalam
pakan meningkatkan performa pertumbuhan secara signifikan (Hoseinifar et al.
2013). Beberapa penelitian telah melaporkan kinerja pertumbuhan yang membaik
dari spesies ikan yang diberi prebiotik (Merrifield et al. 2010; Ringo et al. 2010;
Soleimani et al. 2012). Namun, Grisdale-Helland et al. (2008), melaporkan bahwa
penambahan 1% GOS dalam pakan tidak mempengaruhi performa pertumbuhan
dari Atlantic salmon (S. salar) dan Hybrid striped bass (M. chrysops x M.
saxatilis). Perbedaan hasil tersebut dapat disebabkan oleh perbedaan cara
pemberian, dosis pemberian, jenis prebiotik dan morfologi usus serta beberapa
parameter penting lainya seperti spesies ikan dan waktu pemberian prebiotik serta
tahap perkembangan ikan yang digunakan dalam penelitian (Hoseinifar et al.
2013).

16

Inulin adalah oligosakarida yang biasa digunakan sebagai prebiotik pada
manusia atau pakan hewan. Inulin memiliki banyak manfaat dalam akuakultur
diantaranya dapat menstimulasi mikroba baik dalam usus, menekan patogen dan
meningkatkan sistem imun, walaupun dalam dosis tinggi mungkin berdampak
negatif pada morfologi usus (Ringo et al. 2010).

Penghitungan Populasi Bakteri di Usus Udang
Jumlah bakteri total (TBC), bakteri Vibrio total (TVC) dan bakteri
probiotik SKT-bR total di usus udang setelah pemberian pakan perlakuan selama
30 hari disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Penghitungan populasi bakteri di usus udang (L. vannamei)
Perlakuan
Bakteri Total
Bakteri Vibrio Total
Bakteri Probiotik
(CFU/g)
(CFU/g)
SKT-bR Total
(CFU/g)
Kontrol (-)
6,00 x 105
2,00 x 103
5
3
Kontrol (+)
5,00 x 10
3,00 x 10
P1
2,21 x 107
2,31 x 105
1,83 x 104
P2
1,34 x 107
1,73 x 105
1,23 x 102
P3
3,22 x 106
1,03 x 104
9,51 x 101
Keterangan: P1: pemberian sinbiotik setiap hari; P2: pemberian sinbiotik tiga hari
sekali; P3: pemberian sinbiotik tujuh hari sekali.
Pemberian sinbiotik selama 30 hari meningkatkan jumlah bakteri di dalam
usus udang. Peningkatan jumlah bakteri tidak hanya terjadi pada jumlah bakteri
total pada usus udang namun juga jumlah bakteri Vibrio dan probiotik SKT-bR.
Hal ini ditunjukkan oleh jumlah bakteri pada perlakuan sinbiotik lebih tinggi
dibandingkan dengan kontrol.
Menurut Ai et al. (2011), bakteri pada saluran pencernaan mengambil
bagian dalam dekomposisi nutrisi, memberikan makroorganisme dengan bahan
aktif secara fisiologis seperti enzim, asam amino dan vitamin, dengan demikian
memfasilitasi peman

Dokumen yang terkait

Co-infection of Infectious Myonecrosis Virus (IMNV) and Vibrio harveyi in Pacific White Shrimp (Litopenaeus vannamei)

0 6 116

Application of probiotic, prebiotic and synbiotic to enchance the immune response of shrimp Litopenaeus vannamei against Vibrio harveyi infection

0 7 145

Pemberian prebiotik, probiotik, dan sinbiotik untuk pengendalian ko-infeksi bakteri Vibrio harveyi dan IMNV (Infectious Myonecrosis Virus) pada udang vaname Litopenaeus vanname

0 3 77

Kinerja Imunitas Udang Vaname Litopenaeus Vannamei Dalam Teknologi Bioflok dan Probiotik Terhadap Koinfeksi Infectious Myonecrosis Virus dan Vibrio harveyi

0 4 77

Synbiotic Application for Pacific White Shrimp Litopenaeus vannamei: Resistance to Infectious Myonecrosis Virus and Growth

2 15 126

Kajian pemberian sinbiotik dengan dosis berbeda untuk pencegahan ko-infeksi infection myonecrosis virus dan vibrio harveyi pada udang vaname (Litopenaeus vannamei)

0 6 127

Synbiotic Application for Pacific White Shrimp Litopenaeus vannamei Resistance to Infectious Myonecrosis Virus and Growth

1 10 69

Application of probiotic, prebiotic and synbiotic to enchance the immune response of shrimp Litopenaeus vannamei against Vibrio harveyi infection

0 2 82

Co infection of Infectious Myonecrosis Virus (IMNV) and Vibrio harveyi in Pacific White Shrimp (Litopenaeus vannamei)

0 3 65

Quorum sensing-disrupting compounds protect larvae of the giant freshwater prawn Macrobrachium rosenbergii from Vibrio harveyi infection.

0 0 4