Kajian pemberian sinbiotik dengan dosis berbeda untuk pencegahan ko-infeksi infection myonecrosis virus dan vibrio harveyi pada udang vaname (Litopenaeus vannamei)

KAJIAN PEMBERIAN SINBIOTIK DENGAN DOSIS BERBEDA UNTUK
PENCEGAHAN KO-INFEKSI INFECTIOUS MYONECROSIS VIRUS DAN
Vibrio harveyi PADA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei)

DEWI NURHAYATI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kajian Pemberian
Sinbiotik dengan Dosis Berbeda untuk Pencegahan Ko-Infeksi Infectious
Myonecrosis Virus dan Vibrio harveyi pada Udang Vaname Litopenaeus
vannamei adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di akhir
bagian tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2014

Dewi Nurhayati
NIM C151110201

* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait

RINGKASAN
DEWI NURHAYATI. Kajian Pemberian Sinbiotik dengan Dosis Berbeda
untuk Pencegahan Ko-Infeksi Infectious Myonecrosis Virus dan Vibrio harveyi
pada Udang Vaname Litopenaeus vannamei. Dibimbing oleh WIDANARNI
dan MUNTI YUHANA
Salah satu permasalahan dalam peningkatan produksi budidaya udang
vaname (Litopenaeus vannamei) adalah serangan berbagai wabah penyakit
terutama infeksi yang disebabkan oleh virus dan bakteri. Selain itu, adanya koinfeksi atau infeksi bersama beberapa patogen pada udang vaname juga dapat
mempercepat dan meningkatkan mortalitas pada udang. Diketahui ko-infeksi

Infectious Myonecrosis Virus (IMNV) dengan berbagai dosis Vibrio harveyi dapat
mempercepat dan meningkatkan mortalitas udang dibanding dengan infeksi
tunggal IMNV. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk mengendalikan
penyakit udang adalah dengan pemberian sinbiotik (kombinasi probiotik dan
prebiotik) yang bertujuan untuk menyiapkan sistem pertahanan non spesifik udang
sehingga meningkatkan resistensi udang melawan patogen. Sinbiotik yang
digunakan adalah kombinasi antara bakteri probiotik SKT-b dan prebiotik dari
ekstrak ubi jalar varietas sukuh (Ipomoea batatas L.). Penelitian ini bertujuan
untuk mengkaji pemberian sinbiotik dengan dosis berbeda untuk pencegahan koinfeksi IMNV dan V. harveyi pada udang vaname melalui pengamatan terhadap
performa pertumbuhan, sintasan, dan respon imun. Metode penelitian meliputi
persiapan bakteri probiotik (pemurnian, identifikasi, dan Total Plating Count
(TPC) bakteri SKT-b), persiapan prebiotik (ekstraksi ubi jalar dan analisis
oligosakarida), dan uji in vivo. Pada uji in vivo, udang vaname diberi perlakuan
sinbiotik melalui pakan dengan dosis berbeda (probiotik 0% + prebiotik 0% (K-)
dan (K+), probiotik 0,5% + prebiotik 1% (A), probiotik 1% + prebiotik 2% (B),
dan probiotik 2% + prebiotik 4% (C) (� �)) selama 30 hari. Setelah itu,
dilanjutkan dengan pengujian resistensi udang vaname terhadap ko-infeksi IMNV
dan V. harveyi melalui injeksi intra muskular dan pengamatan dilakukan selama 7
hari. Parameter yang diamati meliputi kelimpahan bakteri usus, performa
pertumbuhan, respon imun, dan resistensi udang terhadap ko-infeksi IMNV dan V.

harveyi.
Ekstrak ubi jalar yang digunakan pada penelitian ini diketahui
mengandung jenis oligosakarida fruktooligosakarida (FOS), galaktooligosakarida
(GOS), dan inulin. Berdasarkan hasil penghitungan kelimpahan bakteri SKT-bR,
diketahui bahwa perlakuan sinbiotik dosis probiotik 1% (� �) + prebiotik 2%
(� �) menunjukkan jumlah bakteri SKT-bR tertinggi (3,01 LOG CFU/g). Performa
pertumbuhan udang vaname setelah pemberian perlakuan sinbiotik berbagai dosis
selama 30 hari menunjukkan bahwa perlakuan sinbiotik dengan dosis probiotik
1% + prebiotik 2% menghasilkan nilai laju pertumbuhan harian tertinggi sebesar
7,45±0,16 dan rasio konversi pakan terbaik sebesar 1,14±0,05. Berdasarkan
pengamatan terhadap respon imun, menunjukkan terjadinya peningkatan nilai
respon imun seiring dengan meningkatnya dosis sinbiotik yang diberikan. Hal ini
mengindikasikan bahwa pemberian sinbiotik melalui pakan dapat meningkatkan
sistem kekebalan tubuh dan status kesehatan pada udang vaname. Sintasan udang
vaname selama 30 hari perlakuan sinbiotik dengan dosis berbeda, tidak

menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata. Sementara itu, setelah masa uji
tantang dengan ko-infeksi IMNV dan V. harveyi menunjukkan terjadinya
penurunan sintasan udang. Sintasan terendah terjadi pada kontrol (+) yaitu sebesar
43,33% dan berbeda nyata dibandingkan dengan kontrol (-) sebesar 100% dan

seluruh perlakuan sinbiotik A, B, dan C yaitu 80%, 96,67%, dan 93,33%. Kinerja
pertumbuhan, respon imun, dan resistensi udang vaname terhadap ko-infeksi
IMNV dan V. harveyi terbaik, diperoleh pada perlakuan dosis probiotik 1% (� �)
+ prebiotik 2% (� �).
Kata Kunci: sinbiotik, ko-infeksi, IMNV, Vibrio harveyi, Litopenaeus vannamei

SUMMARY
DEWI NURHAYATI. Study of Synbiotic with Different Doses to Prevent of
Co-Infection Infectious Myonecrosis Virus and Vibrio harveyi in Vaname shrimp
Litopenaeus vannamei. Supervised by WIDANARNI dan MUNTI

YUHANA
One of the problems in white shrimp intensive culture (Litopenaeus
vannamei) is the outbreaks of infectious diseases, particularly those caused by
viruses and bacteria. Previous studies showed that shrimp diseases not only
caused by a single infection. The presence of co-infection or infection with
multiple pathogens in white shrimp may accelerate and enhance shrimp mortality.
Co-infection IMNV with different doses of V. harveyi could accelerate early
mortality and increase mortality compared with IMNV single infection. An
alternative that is used to control the disease is by administration of synbiotic

(combination of probiotic and prebiotic) to prepare shrimp innate immunity by
increasing the resistance of shrimp against pathogens. Synbiotic that used a
combination of probiotic bacteria SKT-b and prebiotic of the extract of sukuh
variety sweet potatoes (Ipomoea batatas L.).The present study aimed to determine
the most optimum combination of probiotic SKT-b and oligosaccharide extracted
from sweet potato (I. batatas L) on the growth performance, immune response
and disease resistance to co-infection with IMNV and V. harveyi of shrimp (L.
vannamei). This study includes the preparation of probiotic isolate (isolate culture,
identification, and total plating count), preparation of prebiotic (exctration from
sweet potato, and analysis of oligosaccharides), and in vivo test. In the in vivo test,
the white shrimp was given dietary of synbiotic with different doses (0% probiotic
+ 0% prebiotic (K-), (K+), 0.5% probiotic + 1%prebiotic (A), 1% probiotic +
2% prebiotic (B), 2% probiotic + 4% prebiotic (C) (� �) ) for 30 days. After that,
continued with the testing of shrimp vaname resistance against co-infections by
IMNV and V. harveyi through intramuscular injection and conducted for 7 days.
Parameters observed were intestine microbial population, growth performance,
immune responses and resistance of shrimp to co-infection and V. harveyi IMNV .
Sweet potato extract used in this study containing fructooligosaccharides
type oligosaccharides (FOS), galactooligosaccharides (GOS), and inulin . Based
on the results of the counting of the bacteria, showed that the synbiotic with

combination of 1% probiotic (� �) + 2% prebiotic (� �) was the highest of SKTbR (3,01 LOG CFU/g). Growth performance of white shrimp after fed by
symbiotic with different doses for 30 days showed daily growth rate and food
conversion ratio of the shrimp were significantly different in treatment B (pre 1%
+ pro 2%) than the controls. Based on observations of an immune response, the
results showed an improve with increasing doses of synbiotic. This was indicated
that the administration of synbiotic through the feed can enhance the immune
system and the health status of white shrimp. The results of white shrimp survival
after 30 days dietary of synbiotic with different doses, was known did not show a
significantly different. Meanwhile, after a period of co-infection challenge test
and V. harveyi IMNV through injection caused a decrease in shrimp survival . The

lowest survival occurred in the control (+) (43.33 %) and significantly different
compared with control (-) (100%) and the whole treatments of synbiotic A, B, and
C were 80% , 96.67 %, and 93.33 %. The results of this study showed that
probiotic SKT-b with oligosaccharides from sweet potato (I. batatas L) in shrimp
diets can significantly improve the growth, the disease resistance by enhancing
immunity, as well as presumably modulating microflora in the shrimp's gut. The
most optimum dose of dietary synbiotic in this study was shrimp SKT-b 1% (� �)
and prebiotic 2% (� �).
Key words: synbiotic, co-infection, IMNV, Vibrio harveyi, Litopenaeus vannamei


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencamtumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

KAJIAN PEMBERIAN SINBIOTIK DENGAN DOSIS BERBEDA UNTUK
PENCEGAHAN KO-INFEKSI INFECTIOUS MYONECROSIS VIRUS DAN
Vibrio harveyi PADA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei)

DEWI NURHAYATI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains

pada
Program Studi Ilmu Akuakultur

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Dosen Penguji Tamu: Dr Ir Mia Setiawati, MSc

JudulTesis

Nama
NRP

: Kajian Pemberian Sinbiotik dengan Dosis Berbeda untuk
Pencegahan Ko-Infeksi Infectious Myonecrosis Virus danVibrio
harveyi pada Udang Vaname (Litopenaeus vannamei)
: Dewi Nurhayati
: C151110201


Komisi Pembimbing

Dr Ir Widanarni, MSi
Ketua

Dr Munti Yuhana, SPi MSi
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Akuakultur

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Widanarni, MSi

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr


Tanggal Ujian:
(tanggal pelaksanaan ujian tesis)

Tanggal Lulus:
(tanggal penandatanganan tesis
oleh Dekan Sekolah
Pascasarjana)

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat
dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik. Karya
ilmiah yang berjudul Kajian Pemberian Sinbiotik dengan Dosis Berbeda untuk
Pencegahan Ko-Infeksi Infectious Myonecrosis Virus dan Vibrio harveyi pada
Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Magister Sains, Program Studi Ilmu Akuakultur.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Ibu Dr Ir Widanarni, MSi
selaku ketua komisi pembimbing serta Ibu Dr Munti Yuhana, SPi MSi selaku
anggota komisi pembimbing atas motivasi dan bimbingan yang telah diberikan.
Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak, Ibu, dan adik-adik
serta seluruh keluarga tercinta yang tak pernah lelah untuk memberikan dorongan

dan do’a yang begitu tulus. Terima kasih juga disampaikan kepada teknisi
laboratorium, teman-teman seperjuangan di laboratorium nutrisi dan kesehatan
ikan, mahasiswa akuakultur 2011, serta semua pihak yang telah membantu baik
langsung maupun tidak langsung.
Akhir kata, penyusun berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat
bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, Januari 2014

Penulis

DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN
PRAKATA
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Hipotesis
2 TINJAUAN PUSTAKA
Infectious Myonecrosis Virus (IMNV)
Vibrio harveyi
Ko-Infeksi Patogen pada Udang Vaname
Sinbiotik
Sistem Imun Udang Vaname
3 METODE PENELITIAN
Persiapan Prebiotik (Oligosakarida)
Stok Bakteri dan Virus
Uji In Vivo
Parameter Pengamatan
Analisis Statistik
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisa Kandungan Oligosakarida
Kelimpahan Bakteri Usus
Performa Pertumbuhan
Respon Imun
Sintasan
Gejala Klinis
Konfirmasi IMNV dan Vibrio harveyi
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

i
ii
iii
iv
v
v
vi
1
1
2
2
2
3
3
4
5
6
8
10
10
12
12
14
17
17
17
18
19
21
27
29
29
30
30
30
31
35
53

DAFTAR TABEL
Halaman
1

2

3

4

Penyakit vertebrata dan invertebrata laut yang disebabkan oleh
Vibrio harveyi (Austin and Zhang 2006)

5

Jenis dan konsentrasi gula yang diidentifikasi dengan HPLC
(Marlis 2008)

7

Perlakuan dosis sinbiotik dan ko-infeksi IMNV dan V. harveyi pada
udang vaname

13

Analisa kandungan FOS, GOS, dan inulin dari ekstrak ubi jalar
varietas sukuh (TPT 5%)

18

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1

2

3

4

5

6

Infectious Myonecrosis (IMN) yang disebabkan oleh Infectious
Myonecrosis Virus (IMNV). Bentuk dan ukuran IMNV yang
menyerang Litopenaeus vannamei di Brazil (A), juvenil L.
vannamei yang terserang IMNV (B) (C), organ limfoid pada udang
yang terserang IMN umumnya mengalami hipertrofi 2-4 kali
ukuran normal seperti ditunjukkan pada lingkaran (D) (Lightner
2011)

3

Mekanisme sistem pertahanan tubuh non spesifik pada krustasea
(Smith et al. 2003)

9

Ubi jalar varietas sukuh (Ipomoea batatas L): (A) buah ubi jalar
varietas sukuh (B) tepung kukus ubi jalar varietas sukuh

10

Total Viable Bactery Count (TBC), Total Presumtive Vibrio Count
(TVC), dan Total SKT-bR Count pada usus udang vaname
(Litopenaeus vannamei) yang diberi perlakuan pakan sinbiotik
dengan dosis berbeda

19

Performa pertumbuhan, laju pertumbuhan spesifik (SGR) (A), rasio
konversi pakan (FCR) (B), udang vaname (Litopenaeus vannamei)
selama 30 hari perlakuan sinbiotik dosis berbeda (Duncan; P=0,05)

20

Total Haemocyte Count udang vaname (Litopenaeus vannamei)
pada perlakuan sinbiotik dengan dosis berbeda (Duncan; P=0,05)

22

7

8

9

10

11

12

Aktivitas Phenoloxidase udang vaname (Litopenaeus vannamei)
pada perlakuan sinbiotik dengan dosis berbeda (Duncan; P=0,05)

23

Respiratory Burst udang vaname (Litopenaeus vannamei) pada
perlakuan sinbiotik dengan dosis berbeda (Duncan; P=0,05)

25

Differential Haemocyte (DH), Sel Hialin (A), Sel Granular (B),
udang vaname (Litopenaeus vannamei) pada perlakuan sinbiotik
dengan dosis berbeda (Duncan; P=0,05)

27

Sintasan udang vaname (Litopenaeus vannamei) pada perlakuan
sinbiotik dengan dosis berbeda (Duncan; P=0,05)

28

Perubahan makro anatomi udang vaname setelah ko-infeksi V.
harveyi dan IMNV

29

Hasil pengujian PCR udang vaname terinfeksi IMNV

30

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1

Pembuatan tepung segar ubi jalar varietas sukuh

35

2

Ekstraksi oligosakarida ubi jalar varietas sukuh

36

3

Hasil penghitungan total padatan terlarut (TPT) dari ekstrak ubi
jalar varietas sukuh

37

4

Pembuatan mutan rifampisin resisten pada isolat bakteri SKT-b

38

5

Pengujian bakteri SKT-b dan V. harveyi secara in vitro

39

6

Komposisi proksimat pakan

40

7

Prosedur pembuatan media kultur bakteri

41

8

Penghitungan bakteri dengan metode hitungan cawan

42

9

Teknik pengambilan hemolymph dan penghitungan
Haemocyte Count (THC) pada udang vaname

Total
43

10 Teknik preparasi Differential Haemocyte (DH)

44

11 Analisis statistik terhadap laju pertumbuhan harian (LPH) (A) dan
rasio konversi pakan (B) udang vaname pada akhir perlakuan
sinbiotik

45

12 Analisis statistik terhadap respon imun udang vaname: Total
Haemocyte Count (THC) (A), Aktivitas Phenoloxidase (PO) (B),
Aktivitas Respiratory Burst (RB), dan Differential Haemocyte (DH)
pada sebelum dan sesudah uji tantang

46

13 Analisis statistik terhadap sintasan udang vaname pada sebelum dan
sesudah uji tantang

51

1

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Udang vaname (Litopenaeus vannamei) merupakan salah satu komoditas
ekspor unggulan dibidang perikanan. Menurut data FAO (2012), Indonesia
merupakan negara produsen udang yang menempati urutan keempat dunia setelah
negara Cina, Thailand dan Vietnam. Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP),
pada tahun 2009 menetapkan target produksi udang vaname meningkat sampai
209% menjadi sebesar 511 ribu ton untuk tahun 2014 (Ditjen Perikanan Budidaya
2010).
Salah satu permasalahan dalam peningkatan produksi budidaya udang
vaname adalah serangan berbagai wabah penyakit terutama infeksi yang
disebabkan oleh virus dan bakteri. Penyakit viral yang saat ini banyak menyerang
udang vaname di Indonesia adalah Infectious Myonecrosis (IMN) yang
disebabkan oleh Infectious Myonecrosis Virus (IMNV). IMN dapat menimbulkan
tingkat mortalitas diatas 70%. Sedangkan penyakit bakterial yang menyerang
udang vaname antara lain vibriosis yang disebabkan oleh bakteri Vibrio harveyi
(Austin and Zhang 2006). V. harveyi telah diakui sebagai patogen serius bagi
berbagai organisme akuakultur di seluruh dunia (Soto-Rodriguez et al. 2012).
Penelitian di lapangan telah menunjukkan bahwa patogen tidak hanya
menyerang udang vaname sebagai infeksi tunggal. Adanya ko-infeksi atau infeksi
bersama beberapa patogen pada udang vaname dapat mempercepat dan
meningkatkan mortalitas pada udang. Ko-infeksi virus dan bakteri yang sudah
dilaporkan antara lain White Spot Syndrome Virus (WSSV)-Vibrio campbellii
(Phuoc et al. 2009), WSSV-V. harveyi (Phuoc et al. 2009), serta IMNV-V. harveyi
(Hasan 2011). Menurut Hasan (2011), ko-infeksi IMNV dengan berbagai dosis V.
harveyi dapat mempercepat dan meningkatkan mortalitas dibanding dengan
infeksi tunggal IMNV.
Beberapa metode telah diterapkan untuk mengontrol penyakit antara lain
penggunaan antibiotik atau bahan kimia, vaksin, probiotik, penggunaan Specific
Pathogen Free (SPF)/Specific Pathogen Resistance (SPR), dan biosekuriti.
Penggunaan bahan antibiotik yang tidak tepat telah diketahui dapat menimbulkan
masalah serius berupa resistensi pada bakteri patogen (Balcazar et al. 2006) atau
terjadinya residu antibiotik pada organisme budidaya yang berbahaya bagi
konsumen (FAO 2012). Sementara itu, pengembangan vaksin untuk udang
memiliki keberhasilan yang terbatas, karena udang tidak memproduksi limfosit
dan tidak memiliki sistem imun spesifik seperti yang dimiliki vertebrata. Salah
satu alternatif yang digunakan untuk mengendalikan penyakit udang adalah
dengan pemberian sinbiotik (kombinasi antara probiotik dan prebiotik) untuk
mensiagakan atau menyiapkan sistem pertahanan non spesifik udang sehingga
meningkatkan resistensi udang melawan patogen.
Sinbiotik merupakan kombinasi seimbang probiotik dan prebiotik. Aplikasi
sinbiotik muncul sebagai strategi pengendalian biologis untuk meningkatkan
pertumbuhan dan resistensi penyakit organisme akuakultur (Cerezuela et al.
2011). Probiotik merupakan mikroba tambahan yang memberikan pengaruh
menguntungkan bagi inang melalui peningkatan nilai nutrisi pakan, respon
terhadap penyakit atau memperbaiki kualitas lingkungan (Verschuere et al. 2000).

2

Sedangkan prebiotik merupakan bahan pangan yang tidak dapat dicerna oleh
inang dan mampu dimetabolisme oleh bakteri menguntungkan yang memiliki
kemampuan untuk meningkatkan kesehatan inang (Ringo et al. 2010). Beberapa
studi menunjukkan bahwa probiotik yang diberikan bersama prebiotik pada inang
dapat meningkatkan kelangsungan hidup dan sistem imun pada udang (Li et al.
2009), lobster (Daniels et al.2010), teripang (Zhang et al. 2010), yellow croaker
(Ai et al. 2011), dan koi (Lin et al. 2012).
Probiotik yang digunakan pada penelitian ini adalah V. alginolyticus (SKTb). Berdasarkan hasil penelitian, SKT-b merupakan salah satu probiotik yang
memiliki kemampuan untuk meningkatkan resistensi udang vaname terhadap
infeksi tunggal bakteri V. harveyi (Arisa 2011) dan IMNV (Lesmanawati 2013).
Sementara itu, prebiotik yang digunakan adalah oligosakarida dari ubi jalar
varietas sukuh (Ipomoea batatas L). Diketahui kombinasi prebiotik dari ubi jalar
varietas sukuh dan bakteri NP5 pada ikan nila, telah mampu meningkatkan FCR
terbaik dibandingkan perlakuan probiotik dan prebiotik secara terpisah (Putra
2010).
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa efektivitas penggunaan probiotik
dan prebiotik tergantung pada spesies, dosis, dan lama pemberian (durasi) serta
jenis prebiotik dan probiotik (Cerezuela et al. 2011). Dosis pemberian sinbiotik
dapat menjadi faktor pembatas untuk mendapatkan hasil yang optimal pada inang.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka kajian pemberian sinbiotik dengan dosis
berbeda diharapkan dapat meningkatkan respon imun untuk pencegahan koinfeksi IMNV dan V. harveyi serta dapat meningkatkan performa pertumbuhan
pada udang vaname

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pemberian sinbiotik dengan dosis
berbeda untuk pencegahan ko-infeksi IMNV dan V. harveyi pada udang vaname
melalui pengamatan terhadap sintasan, respon imun, dan performa pertumbuhan.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat dijadikan salah satu alternatif pemecahan
masalah dalam penanggulangan ko-infeksi IMNV dan V. harveyi serta
meningkatkan produktivitas udang vaname.
Hipotesis
Pemberian sinbiotik dengan kombinasi bakteri probiotik SKT-b dan
prebiotik dari oligosakarida ubi jalar varietas sukuh dapat meningkatkan resistensi
terhadap ko-infeksi IMNV dan V. harveyi serta performa pertumbuhan udang
vaname.

3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Infectious Myonecrosis Virus (IMNV)
Penyakit IMN merupakan salah satu penyakit viral udang vaname yang
terdaftar sebagai virus penting oleh FAO/OIE (Asian Region) pada Januari tahun
2006 (Ligtner 2011). Pada tahun 2002, Infectious Myonecrosis Virus (IMNV)
diidentifikasi sebagai agen penyebab penyakit IMN yang menyerang otot pada
udang Litopenaeus vannamei di timur laut Brazil (Teixeira-Lopes et al. 2011) dan
dilaporkan telah menjangkiti udang vaname yang dibudidayakan di Indonesia
pada tahun 2006 (Senapin et al. 2007). Perkiraan kerugian akibat IMN di
Indonesia sudah berjumlah lebih dari $ 1 milyar pada tahun 2010. IMN pada
udang vaname yang disebabkan oleh IMNV dapat dilihat pada Gambar 1.

(A)

(B)

(C)

(D)

Gambar 1. Infectious Myonecrosis (IMN) yang disebabkan oleh IMNV. Bentuk
dan ukuran IMNV yang menyerang Litopenaeus vannamei di Brazil
(A), juvenil L. vannamei yang terserang IMNV (B) (C), organ limfoid
pada udang yang terserang IMN umumnya mengalami hipertrofi 2-4
kali ukuran normal seperti ditunjukkan pada lingkaran (D) (Lightner
2011).
Partikel IMNV merupakan jenis virus double stranded RNA (dsRNA), dari
famili Totiviridae berbentuk ikosahedral dengan diameter 40 nm (Poulus et al.
2006). Organ target IMNV adalah otot dan organ limfoid. Jaringan yang terinfeksi
yaitu otot skeletal (abdomen), ekor, hemosit, parenchymal cells organ limfoid,
dan otot cardiac (Tang et al. 2005).

4

Berdasarkan laporan dari Poulos et al. (2006), indeks kematian kumulatif
udang budidaya akibat infeksi IMNV dapat mencapai 70%. Morbiditas dan
mortalitas dapat terjadi pada seluruh stadia, tetapi udang juvenil paling rentan
terhadap mortalitas. Selain itu, penyakit IMNV ini dapat menyerang udang
vaname yang dibudidayakan pada media air laut ataupun air payau bersalinitas
rendah (Lightner et al. 2004).

Vibrio harveyi
Vibrio harveyi adalah bakteri berpendar yang bersifat Gram negatif
(Austin and Zhang 2006). V. harveyi telah diakui sebagai patogen yang serius
untuk berbagai organisme akuatik dalam akuakultur di seluruh dunia (SotoRodriguez et al. 2012). Sampai saat ini, V. harveyi merupakan patogen yang
paling mematikan dan umum menyerang budidaya udang (Austin and Zhang
2006; Gomez et al. 2009). Bakteri V. harveyi merupakan salah satu patogen yang
menjadi penyebab penyakit Luminous Vibriosis pada udang vaname (Tabel 1).
Penyakit vibriosis pada budidaya udang terjadi pada stadia larva sampai dewasa.
Tanda-tanda vibriosis meliputi kerusakan jaringan dan nekrosis, pertumbuhan
lambat, metamorfosis larva lambat dan tubuh tidak normal, bioluminescence
(udang bersinar dalam gelap), opacity otot, melanisation, midgut kosong dan
anoreksia (Karunasagar et al. 1994).
V. harveyi tergolong dalam divisi Bacteria, kelas Shyzomycetes, ordo
Eubacteria, famili Vibrionaceae dan genus Vibrio. Bakteri Vibrio memiliki
karakteristik sel tunggal, berbentuk batang pendek yang bengkok (koma) atau
lurus, bersifat motil, ukuran sel 1-4 mikron, berpendar dan mempunyai flagella di
salah satu kutubnya. Sifat biokimia Vibrio ini yaitu oksidase positif, fermentatif
terhadap glukosa. Bakteri V. harveyi menghasilkan lisin dekarboksilase, nitrat
reduktase dan sitokrom oksidase serta enzim amilase, kitinase dan lipase (LavillaPitogo et al. 1990). Protease, phospolipase, haemolysin atau eksotoksin
merupakan faktor patogenitas penting V. harveyi. V. harveyi akan terlihat
berpendar jika diamati di ruang gelap dan pendarannya dapat bertahan 2-3 hari
pada media Thiosulphate Citrate Bile-Salt Sucrose (TCBS). Kemampuan
berpendar merupakan hasil aktivitas enzim luciferase yang dapat berfungsi
sebagai katalisator dalam proses oksidasi reduksi. Proses oksidasi melibatkan
flavin mononukleotida dan aldehid alifatik rantai panjang sebagai substratnya.
Senyawa-senyawa tersebut masing-masing diubah menjadi flavin mononukelotida
dan asam lemak disertai dengan pelepasan emisi cahaya dengan panjang
gelombang 490 nm (Lavilla-Pitogo et al. 1990).

5

Tabel 1. Penyakit vertebrata dan invertebrata laut yang disebabkan oleh Vibrio
harveyi (Austin and Zhang 2006)
Inang
Vertebrates
Jack crevalle
(Caranx hippos)

Nama Penyakit

Referensi

Deep dermal lesions

Kraxbergger-Beatty et al. (1990)

Various fish species

Gastro-enteritis

Lee et al. (2002)

Various fish species

Eye lesions

Ishimaru and Muroga (1997)

Summer flounder
(Paralichthys dentatus)

Infectious necrotizing
enteritis

Soffientino et al. (1999) and Lee
et al. (2002)

Sandbar shark
(Carcharhinus plumbeus)
Lemon shark
(Negraprion brevirostris)

Vasculitis

Grimes et al. (1984b) and
Colwell and Grimes (1984)

Sandbar shark

Skin ulcer

Bertone et al. (1996)

Japanese abalone

White spot on the foot

Nishimori et al. (1998)

Penaeid shrimp

Luminous vibriosis

Prayitno and Latchford (1995)

Penaeid shrimp

Bolitas negricans

Robertson et al. (1998)

Sea cucumber
(Holothuria scabra)

Skin ulceration

Becket et al. (2004)

Vasculitis

Invertebrates

Ko-Infeksi Patogen pada Udang Vaname
Beberapa penelitian di lapangan telah menunjukkan adanya ko-infeksi atau
infeksi bersama beberapa patogen pada udang vaname. Ko-infeksi tersebut dapat
disebabkan oleh 2 atau lebih patogen viral, patogen viral-bakterial dan antar
bakterial. Hasil penelitian Teixeira-Lopes et al. (2011), menemukan ko-infeksi
secara alami untuk pertama kalinya pada udang vaname yang disebabkan oleh
Infectious Hypodermal and Hematopoietic Virus (IHHNV) dan IMNV di timur
laut Brazil.
Ko-infeksi dapat meningkatkan mortalitas dan kerentanan udang terhadap
penyakit. Ko-infeksi WSSV dan bakteri V. campbellii 104 CFU/udang
menyebabkan kematian 100% pada 84 hpi (hours post infection). Sementara itu,
infeksi tunggal V. campbelli 104 CFU/udang tidak menyebabkan kematian dan
infeksi tunggal WSSV menyebabkan mortalitas 100% pada 156 hpi (Phuoc et al.
2009). Sedangkan ko-infeksi WSSV dengan V. harveyi strain BB120 106
CFU/udang menyebabkan mortalitas 80% dalam 360 hpi, dan infeksi tunggal V.

6

harveyi strain BB120 tidak menyebabkan mortalitas pada dosis injeksi 106
CFU/udang (Phuoc et al. 2009). Ko-infeksi IMNV dengan berbagai dosis V.
harveyi juga telah dilaporkan dapat mempercepat awal mortalitas dan
meningkatkan mortalitas dibandingkan dengan infeksi tunggal IMNV (Hasan
2011). Dalam penelitian tersebut diketahui bahwa infeksi V. harveyi 107 CFU/ml
tidak menyebabkan mortalitas, dan infeksi tunggal IMNV menyebabkan
mortalitas diawali pada hari ke-10 pasca infeksi dengan kumulatif 13.33%,
sedangkan ko-infeksi virus IMNV dan V. harveyi 107 CFU/ml menyebabkan awal
mortalitas udang lebih cepat (hari ke-4 pasca infeksi) dengan kumulatif lebih
tinggi yaitu 40%.

Sinbiotik
Sinbiotik adalah suplemen gizi yang menggabungkan probiotik dan
prebiotik, sehingga dapat meningkatkan efek menguntungkan pada inang.
Sinbiotik mempengaruhi inang dengan cara meningkatkan kelangsungan hidup
dan masuknya mikroba hidup melalui suplemen makanan dalam saluran
pencernaan yang secara selektif mampu merangsang pertumbuhan dan
mengaktifkan metabolisme bakteri yang dapat meningkatkan kesehatan inang
(Cerezuela et al. 2011).
Probiotik adalah aplikasi mikroba hidup yang memiliki efek
menguntungkan pada inang dengan memodifikasi komunitas mikroba inang atau
lingkungan sekitarnya, untuk meningkatkan efisiensi pakan atau meningkatkan
nilai gizi, meningkatkan respon inang terhadap penyakit, atau meningkatkan
kualitas lingkungan (Verschuere et al. 2000). Probiotik yang telah digunakan
sebagai agen kontrol biologi dalam akuakultur adalah dari kelompok genus
Lactobacillus, Bacillus, Micrococcus, Pseudomonas, Vibrio and Aeromonas
(Nayak 2010). Beberapa probiotik memberi efek manfaatnya dengan
menghasilkan molekul antibakteri seperti bakteriosin yang secara langsung
mampu menghambat bakteri lain atau virus dan aktif berpartisipasi dalam
memerangi infeksi. Selain itu menghambat pergerakan bakteri lain di dinding usus
(translokasi), meningkatkan fungsi penghalang mukosa dengan meningkatkan
produksi respon imun non spesifik atau memodulasi inflamasi (Cerezuela et al.
2011).
Prebiotik menawarkan metode alternatif untuk memanipulasi mikroba
endogenous untuk meningkatkan kesehatan inang (Cerezuela et al. 2011).
Prebiotik adalah bahan makanan tidak tercerna, yang bersifat menguntungkan
bagi inang dengan secara selektif merangsang pertumbuhan sejumlah bakteri
tertentu di usus. Mekanisme potensi prebiotik mencakup meningkatkan
/menurunkan bakteri usus tertentu yang secara selektif memodulasi sitokin dan
produksi antibodi, meningkatkan produksi asam lemak rantai pendek pada usus
dan meningkatkan pengikatan asam lemak pada reseptor protein G-coupled pada
leycocytes, peningkatan interaksi reseptor karbohidrat pada sel epitel usus dan sel
imun. Berdasarkan hasil penelitian pada beberapa parameter, prebiotik dapat
meningkatkan pertumbuhan, konversi pakan, mikrobiota usus, kerusakan
sel/morfologi, resistensi terhadap bakteri patogen dan parameter sistem imun non
spesifik seperti aktivitas pelengkap alternatif (ACH50), aktivitas lisozim, aktivitas

7

haemaglutination alami, respiratory burst, aktivitas superoksida dismutase dan
aktivitas fagositosis (Mahious et al. 2006; Ringo et al. 2010).
Prebiotik tidak dapat dipisahkan dengan probiotik, karena target prebiotik
adalah memacu pertumbuhan bakteri probiotik (Schrezenmeir and Vrese 2001).
Prebiotik yang umum digunakan dalam akuakultur adalah inulin,
fructooligosaccharides (FOS), fructooligosaccharides rantai pendek (scFOS),
mannanoligosaccharides (MOS), galactooligosaccharides (GOS), xylooligo
sakarides (XOS), arabinoxylooligosaccharides (Axos), isomaltooligosaccharides
(IMO) dan GroBiotic-A (Ringo et al. 2010).
Prebiotik juga dapat ditemukan secara alami dari berbagai jenis bahan
tanaman pangan. Salah satunya berasal dari jenis tanaman umbi yaitu ubi jalar
(Ipomoea batatas L) (Moongngram et al. 2011). Komposisi kimia ubi jalar
bervariasi tergantung pada waktu panen, varietas, dan proses pengolahan (Marlis
2008). Kandungan gula yang terdapat pada ubi jalar varietas sukuh terdiri dari
fruktosa, glukosa, sukrosa, maltose, inulin dan maltotriosa (Marlis 2008).
Berdasarkan penelitian Marlis (2008), tepung ubi jalar yang mengalami
pengolahan memiliki potensi prebiotik karena masih mengandung oligosakarida
yaitu maltosa dan maltotriosa. Kandungan gula dari ekstrak tepung kukus ubi jalar
varietas sukuh memiliki kandungan ologosakarida terbesar yaitu mencapai 0,34%
(Tabel 2).
Tabel 2. Jenis dan konsentrasi gula yang diidentifikasi dengan HPLC (Marlis
2008)
Jenis gula
Konsentrasi gula tepung ubi jalar (% bk)
Segar
Panggang
Kukus
Sangrai
Drum
dried
Fruktosa
0,33
0,29
0,19
0,32
0,43
Glukosa
0,23
0,24
0,28
0,21
0,26
Sukrosa
2,06
1,33
1,60
2,52
2,84
Maltosa
0,26
2,04
3,52
0,29
0,71
Total gula
2,88
3,9
5,59
3.34
4,24
sederhana (A)
Maltotriosa
0,01
0,03
0,14
Tidak
0,04
terdeteksi
Rafinosa
0,03
0.10
0,20
0,01
0,19
Total
0,04
0,13
0,34
0,01
0,23
oligosakarida (B)
Total A+B
2,92
4,03
5,93
3,35
4,47
Sinbiotik mengacu pada suplemen gizi yang menggabungkan probiotik
dan prebiotik dalam bentuk sinergisme. Ketika dua bahan gizi atau suplemen yang
diberikan bersamaan, efek positif yang dihasilkan umumnya mengikuti salah satu
dari tiga pola: aditivitas, sinergisme atau potensiasi. Efek aditif terjadi ketika efek
dari dua bahan yang digunakan bersama-sama mendekati dengan jumlah dari efek
bahan individu. Dalam kasus sinergisme, dikatakan terjadi ketika efek gabungan
dari dua produk secara signifikan lebih besar daripada jumlah efek dari setiap
agen yang diberikan sendiri (Cerezuela et al. 2011).

8

Berbagai faktor seperti spesies, waktu pemberian dan suplemen dosis serta
jenis prebiotik dan probiotik secara signifikan dapat mempengaruhi aktivitas
sinbiotik (Cerezuela et al. 2011). Menurut penelitian Li et al. (2009) aplikasi
sinbiotik kombinasi 0,2% isomaltooligosakarida dengan 108 CFU PB/g pakan
menghasilkan efek signifikan sinergis positif terhadap sistem kekebalan udang
terhadap penyakit. Penelitian lainnya Lin et al. (2012), menunjukkan bahwa
penambahan kombinasi 0,1 % probiotik Bacillus coagulans dan 0,2% prebiotik
COS (chitosan oligosaccharides) dalam pakan memiliki efek sinergis dalam
meningkatkan kekebalan dan resistensi penyakit pada ikan koi (Cyprinus carpio
koi). Sementara itu, hasil penelitian Geraylou et al. (2013), probiotik
Lactobacillus lactis STG45 dosis 109 CFU/g dan 2% arabinoxylanoligosaccharides (Axos) menyebabkan perubahan signifikan dalam mikrobiota
usus , kinerja pertumbuhan yang membaik dan meningkatkan respon imun pada
ikan Siberian sturgeon.
Sistem Imun Udang Vaname
Udang tidak memiliki respon imun spesifik (adaptive immunity) dan
sepenuhnya tergantung pada respon imun nonspesifik (innate immunity). Respon
imun nonspesifik terdiri atas respon selular dan respon humoral (Gambar 2) .
Respon selular berupa aktivitas sel-sel hemosit yang memiliki peran penting
dalam sistem pertahanan tubuh. Hemosit krustasea dan invertebrata lain
memainkan peranan penting dalam sistem pertahanan tubuh terhadap patogen
seperti virus, bakteri, fungi, protozoa, dan metazoa (Rodriquez and Le Muollac
2000; Smith et al. 2003). Hemosit mengeluarkan partikel asing dalam hemocoel
melalui aktivitas fagositosis, enkapsulasi dan agregasi nodular. Hemosit berperan
dalam penyembuhan luka melalui ‘cellular clumping’ serta membawa dan
melepaskan sistem prophenoloxidase (proPO). Selain itu hemosit juga berperan
dalam sintesa dan pelepasan molekul penting hemolim seperti α2-macroglobulin,
aglutinin, dan peptida antibakteri (Rodiguez and Le Moullac 2000; Smith et al.
2003). Dalam kondisi tidak terinfeksi, faktor-faktor imun-reaktif (misalnya
peroxinectin, antibacterial peptides, komponen penggumpal, disimpan dalam
keadaan tidak aktif dalam hemosit (Smith et al. 2003).
Enzim phenoloxidase (PO) terdapat dalam hemolymph sebagai inactive proenzyme yang disebut proPO. Sistem proPO merupakan salah satu sistem
pertahanan dominan pada krustasea yang berefek pada perilaku sel, pembebasan
dan aktivasi molekul fungsional penting serta netralisasi dari agen infektif (Smith
et al. 2003). Transformasi proPO menjadi PO melibatkan beberapa reaksi yang
dikenal sebagai proPO activing system (sistem aktivasi proPO). Sistem ini
terutama diaktifkan oleh beta glukan, dinding sel bakteri dan lipopolisakarida
(LPS). Sistem proPO dapat digunakan sebagai marker kesehatan udang dan
lingkungan karena perubahan sistem proPO berkorelasi dengan tahap infeksi dan
variasi lingkungan.

9

{ }

Β-1,3-glucan binding
protein (ΒGBP)

Semigranular
haemocytes

Granular
haemocytes

Β-1,3-glucan
Peptidoglycan
Live bacteria
Bacterial antigen

Inactive
Serine
Proteinase
(proppA)

Hyalinocytes
Degranulation

Prophenoloxidase (pPO)
Active Serine
Proteinase
(ppA)
Phenoloxidase (PO)

Utilisation of phenolic
compunds

Antibacterial
peptides

Peroxinectin

Phagocytosis and
concomitant release
of reactive oxygen
and nitrogen

Degranulation

Unregulated
Reduction in circulating
damage to the host
haemocytes number
tissues

Gambar 2. Mekanisme sistem pertahanan tubuh non spesifik pada krustasea
(Smith et al. 2003).
Fagositosis merupakan reaksi yang paling umum dalam pertahanan seluler
udang. Proses fagositosis dimulai dengan perlekatan (attachment) dan penelanan
(ingestion) partikel mikroba ke dalam sel fagosit. Sel fagosit kemudian
membentuk vakuola pencernaan (digestive vacuola) yang disebut phagosome
(Rodriquez and Le Moullac 2000). Lysosome (granula dalam sitoplasma fagosit)
kemudian menyatu dengan phagosome membentuk phagolysosome.
Mikroorganisme selanjutnya dihancurkan dan debris mikroba dikeluarkan dari
dalam sel melalui proses egestion. Pemusnahan partikel mikroba yang difagositik

10

melibatkan pelepasan enzim ke dalam phagosome dan produksi Reactive Oxygen
Intermediate (ROI) yang kini disebut respiratory burst (Rodriquez and Le
Moullac 2000).
Klasifikasi tipe hemosit pada krustasea berdasarkan keberadaan
cytoplasmic granules, yaitu sel hialin (HCS), sel hemosit semigranular (SGHs)
dan sel hemosit granular (GHS) (Smith et al. 2003; Hauton 2012). Sel hialin
merupakan tipe sel yang paling kecil dengan rasio nukleus sitoplasma tinggi dan
tanpa atau hanya sedikit granula sitoplasma; sel granular merupakan tipe sel
paling besar dengan nukleus yang lebih kecil dan terbungkus dengan granula; sel
semi-granular merupakan tipe sel diantara hialin dan sel granular. HCS memiliki
peran dalam fagositosis sementara SGHs memiliki peran dalam enkapsulasi,
pengenalan awal, melanisation dan koagulasi di sebagian kelompok dan GHS
berfungsi dalam proses melanisation, menghasilkan dan mengeluarkan peptida
antimikroba dan terlibat dalam reaksi sitotoksik (Smith et al. 2003).

3 METODE PENELITIAN
Persiapan Prebiotik (Oligosakarida)
Pembuatan Tepung Kukus Ubi Jalar (Marlis 2008)
Ubi jalar segar dibersihkan dan dikupas, lalu diiris dengan menggunakan
pisau. Setelah itu, ubi jalar dikeringkan dalam oven pengering pada suhu 55oC
selama 5 jam atau hingga irisan ubi jalar dapat dipatahkan dengan tangan. Irisan
ubi jalar kemudian digiling dengan willey mill dan diayak pada size 60 mesh.
Tahapan dalam pembuatan tepung segar ubi jalar dapat dilihat pada Lampiran 1.
Sebanyak 500 gram tepung segar ubi jalar ditambahkan air dengan
perbandingan 1:1 (w/v) dan dikukus pada suhu 100oC selama 30 menit. Hasil
pengukusan tersebut dikeringkan dalam oven pada suhu 55oC selama 18 jam
(Gambar 3).

(A)

(B)

Gambar 3. Ubi jalar varietas sukuh (Ipomoea batatas L): (A) buah ubi jalar
varietas sukuh (B) tepung kukus ubi jalar varietas sukuh.

11

Ekstraksi Oligosakarida (Muchtadi 1989)
Pada proses ekstraksi, sebanyak 100 gram tepung kukus ubi jalar
disuspensikan ke dalam 1 L etanol 70% dan diaduk selama 15 jam menggunakan
magnetic stirer pada suhu ruang. Penyaringan dilakukan dengan menggunakan
kertas saring whatman no.1 dan residu dibilas dengan menggunakan etanol 70%.
Filtrat yang diperoleh dipekatkan menggunakan evaporator vakum pada suhu
40oC. Hasil pemekatan disentrifuse pada 5000 rpm selama 10 menit untuk
mengendapkan kotoran, sehingga ekstrak mudah disterilisasi dengan kertas saring.
Tahapan pembuatan ekstrak oligosakarida dapat dilihat pada Lampiran 2.
Pengukuran Konsentrasi Oligosakarida (Apriyantono 1989)
Pengukuran konsentrasi oligosakarida atau Total Padatan Terlarut (TPT)
bertujuan untuk mengetahui kepekatan padatan terlarut prebiotik yang diperlukan
pada pengujian in vivo. Cawan porselin dikeringkan selama 2 jam dalam oven
100oC, kemudian didinginkan dalam desikator hingga diperoleh berat tetap.
Cawan tersebut kemudian ditimbang (a gram). Sebanyak 1 ml oligosakarida yang
diekstraksi dari ubi jalar ditempatkan dalam cawan porselen tersebut dan
ditimbang (b gram). Kemudian dimasukkan ke dalam oven selama 24 jam dengan
suhu 100oC. Setelah kering, cawan didinginkan dalam desikator selama 10 menit
atau hingga berat cawan stabil, kemudian cawan tersebut ditimbang (c gram).
Total padatan terlarut dihitung dari hasil perbandingan berat ekstrak setelah
dikeringkan dengan berat ekstrak sebelum dikeringkan. Rumus yang digunakan
untuk TPT yaitu sebagai berikut:
TPT =
Keterangan:

c−a
× 100 %


a = berat cawan sebelum diisi ekstrak oligosakarida
b = berat cawan setelah diisi ekstrak oligosakarida
c = berat cawan sebelum diisi ekstrak oligosakarida dan di oven 24
jam

Konsentrasi oligosakarida (prebiotik) yang digunakan pada penelitian ini
adalah konsentrasi TPT 5% (Marlis 2008). Hasil penghitungan TPT dapat dilihat
pada Lampiran 3.
Analisis Kandungan Oligosakarida
Analisis oligosakarida dilakukan dengan menggunakan High Performance
Liquid Chromatography (HPLC). Analisa ini bertujuan untuk mengetahui jenis
dan konsentrasi oligosakarida yang terkandung dalam prebiotik hasil ekstraksi.
Kolom yang digunakan adalah carbohydrate column (4,6 mm x 250 mm), ukuran
partikel 4 µm dengan refraktif indeks detector dan berlaju alir (flow rate) 2,0
ml/menit. Fase gerak yang digunakan adalah asetonitril dan air dengan
perbandingan asetonitril: aquabidest (80:20). Volume sampel yang diinjeksikan
adalah 20 µl dengan temperatur kolom 40oC. Standar gula yang digunakan adalah
fruktooligosakarida (FOS), galaktooligosakarida (GOS), dan inulin.

12

Stok Bakteri dan Virus
Bakteri Probiotik SKT-bR
Bakteri probiotik SKT-b merupakan bakteri Vibrio alginolyticus yang
diperoleh dari hasil penapisan pada media kultur Skeletonema sp. di lingkungan
pembenihan udang windu, Labuan Banten (Widanarni et al. 2003). Bakteri SKT-b
dibuat resisten terhadap antibiotik rifampisin sebagai penanda molekuler untuk
membedakan bakteri yang diinokulasikan dengan bakteri yang sebelumnya telah
ada pada media pemeliharaan maupun tubuh udang. Tahapan dalam Pembuatan
bakteri menjadi resisten terhadap rifampisin (RfR) dapat dilihat pada Lampiran 4.
Untuk selanjutnya bakteri SKT-b yang telah resisten rifampisin disebut dengan
SKT-bR. Bakteri dikultur ulang dan dimurnikan. Lalu dikonfirmasi melalui uji
morfologi, fisiologi dan biokimia serta ditentukan nilai Total Plating Count
(TPC). Hasil Pengujian SKT-bR ditampilkan dalam Lampiran 5.
Bakteri Vibrio harveyi
Jenis bakteri patogen yang digunakan pada penelitian ini adalah V. harveyi
MR 5339. Isolat V. harveyi merupakan koleksi Laboratorium Kesehatan Ikan,
Departemen Budidaya Perairan, Institut Pertanian Bogor. Bakteri dikultur ulang
dan dimurnikan. Lalu dikonfirmasi melalui uji morfologi, fisiologi dan biokimia
serta ditentukan nilai Total Plating Count (TPC). Hasil pengujian V. harveyi MR
5339 ditampilkan dalam Lampiran 5.
Virus IMN (Infectious Myonecrosis)
Udang vaname positif IMNV didapatkan dari Balai Pengembangan
Budidaya Air Payau (BPBAP) Situbondo, Jawa Timur. Prosedur pembuatan
ekstrak IMNV adalah daging udang positif IMNV dicacah (tanpa hepatopankreas,
usus, dan karapas), kemudian dilarutkan dalam PBS (10x) dan sentrifuse pada
suhu 4 oC dengan kecepatan 6500 rpm selama 20 menit. Setelah itu supernatan
diambil dan dimasukkan dalam mikrotube baru. Selanjutnya mikrotube
disentrifuse dengan kecepatan 13.000 rpm (4 oC) selama 20 menit. Supernatan
diambil dan difilter dengan syringe filter (0,45 µm) yang diekstrak untuk
didapatkan stok virus IMNV. Hasil ekstrak virus IMNV disimpan pada suhu 70oC.

Uji In Vivo
Uji in vivo dilakukan dalam dua tahap yaitu aplikasi sinbiotik pada udang
vaname melalui pakan dan pengujian resistensi udang vaname terhadap ko-infeksi
IMNV dan V. harveyi. Pengujian dilakukan sebanyak lima perlakuan dan tiga kali
ulangan (Tabel 3).

13

Tabel 3. Perlakuan dosis sinbiotik dan ko-infeksi IMNV dan V. harveyi pada
udang vaname.
No
Perlakuan Keterangan
1
KPemberian pakan tanpa penambahan sinbiotik dan tanpa
perlakuan ko-infeksi (kontrol negatif)
2
K+
Pemberian pakan tanpa penambahan sinbiotik serta
perlakuan ko-infeksi (kontrol positif)
3
A
Pemberian pakan dengan penambahan sinbiotik dosis A
(probiotik sebesar 0,5% dan prebiotik sebesar 1%) serta
perlakuan ko-infeksi
4
B
Pemberian pakan dengan penambahan sinbiotik dosis B
(probiotik sebesar 1% dan prebiotik sebesar 2%) serta
perlakuan ko-infeksi
5
C
Pemberian pakan dengan penambahan sinbiotik dosis C
(probiotik sebesar 2% dan prebiotik sebesar 4%) serta
perlakuan ko-infeksi.
Aplikasi Sinbiotik pada Udang Vaname
Pemberian sinbiotik berbagai dosis (probiotik 0% + prebiotik 0% (K-) dan
(K+), probiotik 0,5% + prebiotik 1% (A), probiotik 1% + prebiotik 2% (B),
probiotik 2% + prebiotik 4% (C)) dilakukan selama 30 hari pemeliharaan.
Perlakuan diberikan melalui pakan untuk membandingkan efektivitas dosis
sinbiotik dalam meningkatkan performa pertumbuhan dan sistem imun pada
udang vaname.
a. Persiapan wadah dan media pemeliharaan
Wadah pemeliharaan berupa akuarium kaca berukuran 60x30x40 cm3.
Sebelum digunakan, wadah didesinfeksi dengan klorin 100 ppm selama 24 jam.
Wadah dibilas dengan air tawar dan dijemur di bawah sinar matahari untuk
menghilangkan residu klorin. Setelah itu akuarium ditutup dengan plastik hitam
untuk mengurangi intensitas cahaya yang masuk. Masing-masing akuarium
dilengkapi dengan shelter (pipa paralon 0,5 inchi), batu aerasi, dan jaring penutup.
Bagian atas akuarium diberi lampu pijar (40 Watt) yang berfungsi untuk
mempertahankan suhu pada malam hari. Air laut yang digunakan pada penelitian
ini berasal dari pantai Ancol. Air laut disimpan dalam tandon dan didesinfeksi
dengan klorin 30 ppm selama 24 jam. Setelah itu residu klorin dihilangkan dengan
menambahkan Na-Thiosulfat 15 ppm dan diaerasi. Setiap akuarium diisi air laut
dengan volume 30 liter. Kualitas air dalam akuarium selama perlakuan,
dipertahankan stabil dan pergantian air dilakukan 10%/hari. Kotoran dan sisa
pakan yang terakumulasi dalam akuarium dikeluarkan melalui penyiponan.
o
Kualitas air media pemeliharaan selama penelitian adalah temperatur air 28-29 C,
salinitas 29-32 ppt, amonia-nitrogen 0,005-0,016 mg/l, oksigen 4,5– 6,5 mg/l, pH
7,4-7,5.
b. Organisme uji
Organisme uji adalah udang Litopenaeus vannamei Specific Pathogen
Free (SPF) terhadap White Spot Syndrome Virus (WSSV), Infectious Hypodermal
and Hematopoietic Necrosis (IHHNV), Taura Syndrome Virus (TSV), dan

14

Infectious Myonecrosis Virus (IMNV). Udang vaname diperoleh dari hatchery
komersial di Anyer, Banten. Perlakuan diberikan pada udang dengan berat ratarata 0,3 ± 0.02 g. Udang dipelihara dalam lingkungan terkontrol pada akuarium
dengan kepadatan 15 ekor/akuarium selama 30 hari. Pakan yang diberikan berupa
pakan komersil dengan frekuensi pemberian sebanyak empat kali sehari.
c. Pembuatan pakan perlakuan
Perlakuan sinbiotik diberikan ke udang melalui pakan berupa pelet udang
komersial dan binder berupa putih telur sebanyak 2% dari bobot pelet. Bakteri
SKT-bR dan ekstraksi oligosakarida ditambahkan ke pakan dengan dosis sesuai
perlakuan (probiotik 0,5% + 1% prebiotik (A), probiotik 1% + prebiotik 2% (B),
probiotik 2% + prebiotik 4% (C)). Pakan untuk udang kontrol juga ditambahkan
putih telur 2% tanpa bakteri SKT-bR dan oligosakarida. Pelet dikeringanginkan
selama 15 menit, dibungkus dalam plastik tertutup dan disimpan pada suhu 4oC.
Pembuatan pakan perlakuan dilakukan setiap hari dan diberikan ke udang pada
empat kali pemberian pakan, yaitu pada pukul 08.00, 12.00, 16.00, dan 20.00
WIB. Hasil proksimat pakan uji dapat dilihat pada Lampiran 6.
Pengujian Resistensi Udang Vaname terhadap Ko-Infeksi (Uji Tantang)
Uji tantang dilakukan untuk mengevaluasi kinerja sinbiotik dalam
meningkatkan resistensi udang vaname terhadap ko-infeksi IMNV dan V. harveyi.
Udang yang telah diberi pakan perlakuan selama 30 hari, dipuasakan selama 24
jam. Pada hari ke 32 udang diinfeksi dengan IMNV (kecuali kontrol negatif)
melalui injeksi bagian punggung antara segmen tiga dan empat. Dosis virus yang
diberikan sebanyak 100 µL/udang. Setelah itu dilakukan kultur bakteri V. harveyi
yang digunakan untuk infeksi selanjutnya pada udang melalui injeksi setelah 72
jam penyuntikan virus. Kepadatan bakteri V. harveyi yang digunakan adalah 103
CFU/mL. Pengamatan dilakukan selama tujuh hari setelah infeksi pertama. Pakan
yang diberikan pada perlakuan uji tantang adalah pelet udang komersial tanpa
penambahan sinbiotik.

Parameter Pengamatan
Penghitungan Kelimpahan Bakteri Usus
Penghitungan kelimpahan bakteri dilakukan dengan metode hitungan
cawan sebar (Madigan et al. 2003). Usus udang (berat 0,1 g) yang dikumpulkan
dari 3-5 ekor udang pada masing-masing akuarium dihomogenisasi dalam 0,9 ml
phosphate buffer saline (PBS) steril. Pengamatan yang dilakukan meliputi Total
Viable Bacterial Count (TBC), Total Presumtive Vibrio Count (TVC) dan Total
SKT-bR Count. Media yang digunakan pada percobaan ini adalah Sea Water
Complete (SWC) agar, media selektif Thiosulphate Citrate Bile-Salt Sucrose
(TCBS) agar, dan TCBS agar+Rif 50 µg/ml. Prosedur pembuatan media dan
penghitungan bakteri dengan metode hitungan cawan sebar dapat dilihat pada
Lampiran 7 dan 8.

15

Performa Pertumbuhan
a. Laju pertumbuhan harian (LPH)
Nilai LPH selama pemeliharaan dengan perlakuan sinbiotik dosis berbeda
dihitung berdasarkan Huisman (1987) dengan menggunakan rumus berikut:
LPH (%) =



��

��

− 1 × 100%

Keterangan :
We
= Bobot rata-rata udang pada akhir perlakuan
Ws
= Bobot rata-rata udang pada awal perlakuan
d
= Periode pemeliharaan
b. Rasio konversi pakan (FCR)
Rasio konversi pakan selama pemeliharaan dengan perlakuan sinbiotik
dosis berbeda dihitung berdasarkan Zonneveld et al. (1991) dengan menggunakan
rumus berikut:
� �=


�+ �− �

Keterangan:
FCR = Konversi pakan
F
= Jumlah pakan (gram)
Bt
= Biomassa udang pada saat akhir pelakuan (g)
Bm
= Biomassa udang yang mati saat perlakuan (g)
Bo
= Biomassa udang pada saat awal perlakuan (g)
Parameter Siste

Dokumen yang terkait

Pemberian sinbiotik dengan frekuensi berbeda pada pakan udang vaname Litopenaeus vannamei untuk pencegahan IMNV (Infectious Myonecrosis Virus)

2 23 83

Pemberian sinbiotik dengan dosis berbeda pada pakan udang vaname untuk pencegahan infeksi IMNV (Infectious Myonecrosis Virus)

0 8 88

Pemberian prebiotik, probiotik, dan sinbiotik untuk pengendalian ko-infeksi bakteri Vibrio harveyi dan IMNV (Infectious Myonecrosis Virus) pada udang vaname Litopenaeus vanname

0 3 77

Kinerja Imunitas Udang Vaname Litopenaeus Vannamei Dalam Teknologi Bioflok dan Probiotik Terhadap Koinfeksi Infectious Myonecrosis Virus dan Vibrio harveyi

0 4 77

Aplikasi Probiotik dengan Dosis Berbeda untuk Pencegahan Infeksi IMNV (Infectious Myonecrosis Virus) pada Udang Vaname Litopenaeus vannamei

4 10 74

Pemberian sinbiotik dengan dosis prebiotik berbeda untuk pencegahan infeksi IMNV (Infectious Myonecrosis Virus) pada pemeliharaan udang vaname Litopenaeus vannamei

0 5 71

Efek Pemberian Mikrokapsul Sinbiotik dengan Frekuensi Berbeda terhadap Infeksi Vibrio harveyi pada Udang Vaname (Litopenaeus vannamei)

0 3 65

Pemberian Mikrokapsul Sinbiotik dengan Dosis Berbeda melalui Pakan untuk Pencegahan Vibriosis pada Udang Vaname (Litopenaeus vannamei)

0 7 45

Sinbiotik untuk pencegahan infeksi IMNV (Infectious Myonecrosis Virus) pada udang vaname Litopenaeus vannamei

0 3 5

Efek Pemberian Mikrokapsul Sinbiotik Dengan Dosis Berbeda Pada Udang Vaname Litopenaeus Vannamei Yang Diko Infeksi Wssv Dan Vibrio Harveyi

0 7 38