Bovine Thelaziosis in Kupang District Livestock

21

THELAZIOSIS PADA TERNAK SAPI POTONG PETERNAKAN RAKYAT
DI KABUPATEN KUPANG

DEWI F. L. DJUNGU

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

ii

iii

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Thelaziosis pada Ternak
Sapi Potong Peternakan Rakyat di Kabupaten Kupang adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun

kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2014
Dewi F. L. Djungu
B252110041

iv

RINGKASAN
DEWI DJUNGU. Thelaziosis pada Ternak Sapi Potong Peternakan Rakyat di
Kabupaten Kupang. Dibimbing oleh ELOK BUDI RETNANI dan YUSUF
RIDWAN
Thelaziosis adalah kecacingan pada mata yang disebabkan oleh nematoda.
Siklus hidup cacing ini memerlukan inang antara lalat dari famili Muscidae.
Kabupaten Kupang merupakan daerah yang memiliki potensi peternakan sapi
potong yang cukup besar. Umumnya sapi potong di Kabupaten Kupang dipelihara

secara tradisional dengan cara digembalakan di padang penggembalaan. Metode
pemeliharaan ini memiliki risiko terinfeksi oleh berbagai penyakit diantaranya
thelaziosis. Informasi thelaziosis di Kabupaten Kupang sangat minim. Penelitian
ini dilakukan untuk mengetahui spesies Thelazia, tingkat prevalensi, derajat
infeksi, gejala klinis dan faktor risiko terkait kejadian thelaziosis.
Survei thelaziosis di Kabupaten Kupang dilakukan dengan menggunakan
metode cross-sectional. Sebanyak 385 ekor sapi diambil sebagai sampel dari 96
peternakan yang dipilih secara acak dari tiga kecamatan dari Kabupaten Kupang.
sampel sapi diamati gejala klinis akibat thelaziosis dan cacing yang terdapat pada
mata sapi dikoleksi menggunakan pinset setelah di berikan cairan anestesi lokal
(10% Xylocaine). Informasi tentang umur ternak, sumber daya manusia dan
manajemen peternakan yang berpotensi sebagai faktor risiko thelaziosis diperoleh
melalui wawancara menggunakan metode kuesioner. Pengaruh berbagai faktor
risiko terhadap nilai prevalensi thelaziosis dianalisis menggunakan chi-square,
sedangkan untuk mengetahui besarnya pengaruh setiap faktor risiko dianalisis
menggunakan regresi logistik.
Sebanyak 357 cacing (157 jantan dan 210 betina) yang dikoleksi dari 23
ekor sapi yang terinfeksi, dengan rataan jumlah cacing sebanyak 32.92 ± 21.03
ekor. Berdasarkan hasil pengamatan morfometrik, cacing yang ditemukan
diidentifikasi sebagai spesies Thelazia rhodesii. Hasil penelitian menunjukkan

prevalensi thelaziosis rhodesii 5.97 % (23/385), sebanyak 22 ekor sapi yang
terinfeksi menunjukkan gejala klinis yaitu lakrimasi yang berlebihan dan
konjungtivitis yang mengarah ke keratokonjungtivitis, sementara satu ekor sapi
menunjukkan ulserasi. Hasil analisis terhadap faktor risiko infeksi menunjukkan
bahwa sapi yang berumur >6-12 bulan dan >12 bulan memiliki prevalensi lebih
tinggi dari sapi yang berumur 0-6 bulan (P