Pemodelan Frekuensi Petir di Bogor Menggunakan Pendekatan Logika Fuzzy
PEMODELAN FREKUENSI PETIR DI BOGOR
MENGGUNAKAN PENDEKATAN LOGIKA FUZZY
NURLAELA ROSDIYANA
DEPARTEMEN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemodelan Frekuensi
Petir di Bogor Menggunakan Pendekatan Logika Fuzzy adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, November 2014
Nurlaela Rosdiyana
NIM G54090050
ABSTRAK
NURLAELA ROSDIYANA. Pemodelan Frekuensi Petir di Bogor Menggunakan
Pendekatan Logika Fuzzy. Dibimbing oleh SRI NURDIATI dan ELIS
KHATIZAH.
Guinness Book of Record pada tahun 1989 dalam artikel Antara News
(2013) menunjukkan bahwa Bogor adalah salah satu daerah yang memiliki
potensi petir tertinggi di dunia. Namun, alat pencatat frekuensi petir yaitu
lightning counter sering mengalami kerusakan sehingga data frekuensi petir tidak
tercatat dengan baik. Penelitian ini dilakukan untuk membuat model frekuensi
petir di Bogor menggunakan pendekatan logika fuzzy. Metode yang digunakan
adalah metode Mamdani yang terdiri atas empat tahapan yaitu fuzzifikasi, aplikasi
fungsi implikasi, agregasi semua aturan, dan defuzzifikasi. Model yang terbentuk
mengambil input berupa suhu udara, kelembaban udara, kecepatan angin, curah
hujan dan penguapan. Output dari model ini adalah frekuensi petir. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa terdapat 81 aturan model frekuensi petir.
Keakuratan pemodelan fuzzy dapat dilihat dari nilai mean percentage absolute
error (MAPE) sebesar 17.2%.
Kata kunci: Petir, Pemodelan Fuzzy, MAPE
ABSTRACT
NURLAELA ROSDIYANA. Modelling the Frequency of Lightning in Bogor
Using Fuzzy Logic Approach. Supervised by SRI NURDIATI and ELIS
KHATIZAH.
Guinness Book of Records in 1989 as indicated in the Antara News article
(2013) showed that Bogor is one of the areas with the highest potential for
lightning in the world. However, the recording devices that count frequency
lightning are repeatedly damaged. Hence, the records are badly documented. This
study was conducted to model the frequency of lightning in Bogor using fuzzy
logic approach. The method used is the Mamdani method consists of four stages:
fuzzification, implication function application, aggregation of rules, and
defuzzification. The formed model took the following inputs: air temperature, air
humidity, wind speed, rainfall and evaporation. The output data of this model is
the frequency of lightning. The results indicate 81 rules model of lightning
frequency. Fuzzy modelling accuracy could be indicated by the mean value of the
absolute percentage error (MAPE) of 17.2%.
Keywords: lightning, fuzzy modelling, MAPE
PEMODELAN FREKUENSI PETIR DI BOGOR
MENGGUNAKAN PENDEKATAN LOGIKA FUZZY
NURLAELA ROSDIYANA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Matematika
DEPARTEMEN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Pemodelan Frekuensi Petir di Bogor Menggunakan Pendekatan
Logika Fuzzy
Nama
: Nurlaela Rosdiyana
NIM
: G54090050
Disetujui oleh
Dr Ir Sri Nurdiati, MSc
Pembimbing I
Elis Khatizah, MSi
Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Toni Bakhtiar, MSc
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul Pemodelan Frekuensi Petir
di Bogor Menggunakan Pendekatan Logika Fuzzy berhasil diselesaikan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Sri Nurdiati, MSc dan Ibu
Elis Khatizah, MSi selaku dosen pembimbing serta Bapak Dr Ir Fahren Bukhari,
MSc selaku dosen penguji yang telah memberikan bimbingan, motivasi, dan saran
selama penulisan karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan
kepada Bapak Riyadi, Ibu Siti Rohmah, Renny Yanti, Abdul Azis Maulana,
Kholifah Azzula Oktaviyani, Hafizah Risty Febrari, serta seluruh keluarga atas
doa dan kasih sayangnya. Selain itu, terimakasih juga diberikan kepada BMKG
Dramaga Bogor, Karya Salemba Empat, LAWALATA IPB, teman-teman
Matematika 46, serta semua pihak terkait yang telah membantu dalam proses
penyusunan karya ilmiah ini.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.
Bogor, November 2014
Nurlaela Rosdiyana
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
METODOLOGI
Data
Pengambilan Data
Pemodelan Fuzzy
Ukuran Kesalahan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembentukan Himpunan Fuzzy
Aplikasi Fungsi Implikasi
Agregasi Semua Aturan
Defuzzifikasi
Ukuran Kesalahan
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
1
1
2
2
2
2
4
5
6
6
11
12
12
13
13
13
13
13
15
37
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1
Gambar 2
Gambar 3
Gambar 4
Gambar 5
Gambar 6
Gambar 7
Gambar 8
Gambar 9
Gambar 10
Gambar 11
Gambar 12
Gambar 13
Histogram Suhu Udara Rata-Rata di Bogor Tahun 2012
6
Representasi Suhu Udara Rata-Rata di Bogor Tahun 2012
7
Histogram Kelembaban Udara di Bogor Tahun 2012
8
Representasi Kelembaban Udara di Bogor Tahun 2012
8
Histogram Kecepatan Angin di Bogor Tahun 2012
9
Representasi Kecepatan Angin di Bogor Tahun 2012
9
Histogram Curah Hujan di Bogor Tahun 2012
9
Representasi Curah Hujan di Bogor Tahun 2012
10
Histogram Penguapan di Bogor Tahun 2012
10
Representasi Penguapan di Bogor Tahun 2012
10
Histogram Frekuensi Petir di Bogor Tahun 2012
11
Representasi Frekuensi Petir di Bogor Tahun 2012
11
Hasil Perhitungan dari Agregasi Semua Aturan Model Frekuensi
Petir
12
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
Lampiran 4
Lampiran 5
Lampiran 6
Data iklim dan data frekuensi petir
Fungsi keanggotaan data iklim dan frekuensi petir
Aturan model frekuensi petir dengan menggunakan pendekatan
logika fuzzy
Contoh proses penggunaan fungsi implikasi
Proses agregasi semua aturan model frekuensi petir
Hasil pemodelan frekuensi petir di Bogor menggunakan
pendekatan logika fuzzy dan nilai MAPE
15
20
26
28
31
33
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bogor merupakan salah satu daerah yang berpotensi rawan petir karena
memiliki topografi yang memungkinkan tumbuhnya awan-awan konvektif di
sekitar lereng pegunungan. Sejumlah pegunungan yang mengelilingi Bogor
dengan ketinggian mencapai ribuan kaki dapat mengalihkan awan menuju
ketinggian yang potensial menimbulkan terjadinya petir (Suharsono 1982).
Daerah yang dikenal dengan julukan kota hujan ini memiliki curah hujan yang
sangat tinggi sehingga berpotensi menghasilkan petir dengan frekuensi yang besar.
Petir merupakan pelepasan muatan elektrostatis yang berasal dari badai guntur
(Hidayat 2008). Artikel Antara News (2013) menyebutkan bahwa Bogor adalah
salah satu daerah yang memiliki potensi petir sangat tinggi di dunia, tercatat
dalam Guinness Book of Record pada tahun 1989.
Petir sering terjadi pada saat hujan karena kadar air dalam udara lebih tinggi
dan mengakibatkan daya isolasi udara menurun sehingga arus menjadi lebih
mudah mengalir. Selain curah hujan, faktor yang menyebabkan terjadinya petir
adalah ketakstabilan udara, mekanisme pengangkatan masa udara (lifting),
pertumbuhan awan, kecepatan angin, suhu udara, kelembaban udara, tekanan
udara, dan penguapan (Bayong 2004). Keberadaan petir memberikan beberapa
manfaat antara lain sebagai sumber energi, pemicu terjadinya reaksi kimia dalam
pembentukan lapisan ozon, dan pembentukan NH4 untuk kesuburan tanah.
Namun, serangan petir dapat menjadi bencana. Serangan petir dapat mengganggu
transmisi listrik, menimbulkan tegangan tinggi, dan merenggut nyawa manusia
yang terkena serangan secara langsung. Bahaya yang ditimbulkan dari sambaran
petir ini sangat merugikan manusia sehingga kita perlu waspada dan hati-hati pada
saat hujan yang disertai petir (Husni 2002).
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memiliki peranan
penting dalam mengamati gejala petir di Indonesia. Menurut peneliti Jepang
Suichi Mori dalam artikel Antara News (2013), data mengenai petir dapat
digunakan untuk memprediksi cuaca secara akurat. Selain itu, data hasil penelitian
petir dapat dimanfaatkan untuk mengurangi dampak petir terhadap instalasiinstalasi petir. Bogor memiliki pencatat frekuensi petir yang terletak di Stasiun
Klimatologi Kelas 1 BMKG Dramaga, Bogor. Salah satu alat yang digunakan
dalam BMKG adalah lightning counter. Lightning counter merupakan alat
pencatat frekuensi petir dalam radius ±10 km dari sumber pengamatan. Namun,
keterbatasan sarana dalam pemeliharaan dan perawatan mengakibatkan seringnya
terjadi kerusakan pada lightning counter. Salah satu kendala dalam memperbaiki
alat tersebut adalah harus mendatangkan seorang teknisi dari kantor pusat yang
tidak bisa dilakukan sembarang waktu. Hal ini yang menyebabkan data frekuensi
petir kurang tercatat dengan baik. Kondisi alat pencatat frekuensi petir yang rusak
dapat menyulitkan para ahli dalam mengamati dan menghasilkan prediksi data
frekuensi petir. Oleh karena itu, diperlukan suatu model yang dapat membantu
para ahli dalam memprediksi sambaran petir. Salah satu cara yang dapat
dilakukan adalah membuat model yang menghubungkan antara faktor-faktor yang
memengaruhi terjadinya sambaran petir.
2
Pada karya ilmiah ini dilakukan pemodelan frekuensi petir menggunakan
pendekatan logika fuzzy yang mengadopsi pengetahuan manusia ke komputer dan
dapat menyelesaikan masalah seperti yang dilakukan para ahli. Beberapa
penelitian yang terkait dengan karya ilmiah ini adalah penelitian Akhmad Akbar
(2012) tentang Pruning pada Fuzzy Decision Tree dalam Klasifikasi Data Iklim
dan Titik Api di Daerah Tjilik Riwut, Palangkaraya, Kalimantan Selatan dan
Penelitian tentang Karakteristik Petir Terkait Curah Hujan Lebat di Wilayah
Bandung, Jawa Barat oleh Deni Septiadi (2012). Diharapkan dengan pendekatan
ini pengambilan keputusan dapat dilakukan secara tepat mendekati hasil
pengetahuan para ahli. Pada karya ilmiah ini, pemodelan frekuensi petir di Bogor
menggunakan pendekatan logika fuzzy dilakukan dengan bantuan software
matematika.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari karya ilmiah ini adalah:
1. Membuat model frekuensi petir di Bogor menggunakan pendekatan logika
fuzzy.
2. Menghitung ukuran kesalahan dari model frekuensi petir.
METODOLOGI
Data
Data yang digunakan adalah data frekuensi petir dan data iklim hasil
pengamatan tahun 2012 di Stasiun Klimatologi Kelas 1 BMKG Dramaga, Bogor.
Pengambilan Data
Suhu Udara
Suhu dapat didefinisikan sebagai tingkat panas suatu benda yang dapat
berubah sesuai tempat dan waktu (Bayong 2004). Pengukuran suhu udara hanya
memperoleh satu nilai yang menyatakan nilai rata-rata suhu udara. Suhu udara
harian rata-rata didefinisikan sebagai rata-rata pengamatan selama 24 jam yang
dilakukan setiap jam. Suhu harian rata-rata di Indonesia dapat dihitung dengan
persamaan:
dengan
adalah suhu harian rata-rata,
adalah pengamatan suhu
udara pada pukul 07.00, pukul 13.00 dan pukul 18.00 waktu setempat.
Pengukuran suhu udara rata-rata di Stasiun Klimatologi Kelas 1 BMKG
Dramaga, Bogor, menggunakan psikrometer yang terdiri atas termometer bola
kering dan bola basah. Psikrometer ditempatkan di dalam sangkar meteorologi
dengan posisi tegak. Pengamatan dilakukan tiga kali sehari yaitu pada pukul 7.00,
13.00 dan 18.00 waktu setempat.
3
Kelembaban Udara
Besaran yang dipakai untuk menyatakan kelembaban udara adalah
kelembaban relatif. Kelembaban relatif adalah perbandingan nisbah pencampuran
(r) dengan nilai jenuhnya (rs) dan dinyatakan dalam persen (Bayong 2004). Alat
yang digunakan untuk mengukur kelembaban adalah psikrometer. Cara
pengukurannya, dengan memutar psikrometer di luar sangkar meteorologi selama
1-2 menit kemudian dapat dibaca suhu dari termometer bola basah dan bola
kering. Kelembaban udara dapat dinyatakan dengan persamaan:
dengan RH adalah kelembaban relatif, e adalah tekanan uap air jenuh, dan es
adalah tekanan uap air suhu bola basah.
Tekanan uap air merupakan jumlah tekanan parsial dari uap air yang berada
di udara. Berikut persamaan dari tekanan uap air:
(
)
dengan es adalah tekanan uap air suhu bola basah dan To adalah suhu bola kering.
Tekanan uap air jenuh merupakan jumlah tekanan dari uap air yang berada
di udara saat jenuh. Tekanan uap air jenuh dapat dinyatakan dengan persamaan:
dengan e adalah tekanan uap air jenuh, Tw adalah suhu bola basah dan Pqfe adalah
tekanan udara stasiun pengamatan.
Kecepatan Angin
Gerak udara yang sejajar dengan permukaan bumi disebut angin. Udara
bergerak dari daerah yang bertekanan tinggi ke daerah yang bertekanan rendah.
Kecepatan angin tergantung pada ketinggiannya dari permukaan tanah. Dalam hal
ini, semakin tinggi posisi angin semakin cepat lajunya (Bayong 2004). Angin
diukur dengan satuan mil laut per jam atau disebut juga knot (kn) dengan 1 kn =
1.85 km jam-1 = 1.151 mil jam-1 = 0.514 m det-1 atau 1 m det-1 = 2.237 mil jam-1 =
1.944 kn. Anemometer merupakan alat yang digunakan untuk mengukur
kecepatan angin. Berbentuk seperti cup, anemometer terhubung dengan
anemograf yang berfungsi sebagai pencatat kecepatan angin. Pengukuran angin
dilakukan di puncak menara setinggi 10 m dari permukaan tanah.
Curah Hujan
Hujan dapat diartikan sebagai salah satu bentuk presipitasi uap air yang
berasal dari awan yang terdapat di atmosfer (Kartasapoetra 2004). Topografi dapat
menyebabkan keragaman curah hujan secara lokal pada suatu tempat, seperti
adanya gunung, bukit atau pegunungan yang menyebabkan hujan terjadi secara
tidak merata (Asdak 1995). Milimeter adalah satuan untuk curah hujan, artinya air
hujan yang jatuh setelah 1 mm tidak mengalir, tidak meresap, dan tidak menguap.
4
Alat untuk mengukur jumlah curah hujan disebut penakar curah hujan biasa. Pada
alat tersebut terdapat kran untuk mengeluarkan air hujan yang akan diukur dengan
menggunakan gelas ukuran. Pengamatan dilakukan setiap pukul 07.00 waktu
setempat.
Penguapan
Proses perubahan fase air atau es menjadi fase uap yang naik ke udara
disebut dengan penguapan. Besarnya penguapan tergantung pada suhu udara,
kelembaban udara, tekanan udara, dan kecepatan angin (Bayong 2004). Alat untuk
mengukur besarnya penguapan disebut evaporimeter panci. Pengamatan
dilakukan setiap pukul 07.00 waktu setempat
Frekuensi Petir
Pelepasan muatan elektrolisis yang berasal dari badai guntur dapat disebut
dengan petir. Pelepasan muatan ini disertai dengan pancaran cahaya dan radiasi
elektromagnetik. Energi pelepasan petir sangat besar sehingga menimbulkan
rentetan cahaya, panas, dan bunyi menggelegar yang disebut geluduk atau
geledek. Sedemikian besarnya energi petir itu sampai-sampai langit menjadi
terang (Byers 1997). Alat penghitung frekuensi petir adalah lightning counter
yang terhubung dengan alat digital untuk mencatat banyaknya frekuensi petir.
Proses kerjanya adalah sambaran petir yang sampai di bumi dapat tersensor
dengan lightning counter yang terhubung pada alat digital. Dari alat digital ini
dapat terlihat berapa frekuensi petir yang terjadi dalam satu hari.
Pemodelan Fuzzy
Logika fuzzy digunakan sebagai cara untuk memetakan permasalahan dari
input menuju ke output. Model logika fuzzy memungkinkan pembuatan keputusan
yang relatif dalam suatu lingkungan ketidaktentuan dan ketidakteraturan (Zadeh
1996). Hal yang harus dipahami dalam logika fuzzy adalah variabel dan himpunan
fuzzy. Salah satu aplikasi dari logika fuzzy adalah sistem inferensi fuzzy (Fuzzy
Inference Sytem/ FIS), yaitu sistem komputasi yang bekerja atas dasar prinsip
penalaran fuzzy. Metode yang digunakan dalam karya ilmiah ini adalah metode
Mamdani atau dikenal dengan metode maximum-minimum yang dapat menerima
masukan dari manusia, intuitif, dan berdasarkan penalaran manusia (Kusumadewi
dan Purnomo 2010). Ebrahim Mamdani memperkenalkan metode tersebut pada
tahun 1975. Tahapan mendapatkan output, yaitu:
1. Pembentukan himpunan fuzzy
Fuzzifikasi merupakan proses mengubah variabel tegas menjadi variabel
fuzzy (Frans Susilo 2006). Variabel ditentukan berdasarkan proses yang akan
dilakukan. Data dari masing-masing variabel dibuat histogram untuk melihat
trend data. Himpunan fuzzy pada metode Mamdani dibagi menjadi satu atau
lebih himpunan. Fungsi keanggotaan adalah suatu bentuk untuk mencari nilai
keanggotaan. Nilai keanggotaan pada himpunan fuzzy terletak pada rentang 0
sampai 1. Nilai keanggotaan diperlukan untuk memberikan bobot pada suatu
variabel, sehingga variabel tersebut dapat dinyatakan dengan nilai.
2. Aplikasi fungsi implikasi
5
Penyusunan basis aturan berupa implikasi fuzzy yang menyatakan relasi antara
variabel input dan output. Fungsi implikasi yang digunakan dalam metode
Mamdani adalah min dengan operator and pada setiap aturan. Metode ini
mengambil nilai keanggotaan terkecil antarelemen pada himpunan yang sesuai.
Persamaan dari setiap aturan dalam fungsi implikasi, yaitu:
IF (x1 is A1) and (x2 is A2) THEN y is B
dengan A dan B adalah himpunan fuzzy, sedangkan x dan y merupakan variabel
fuzzy. Proposisi yang mengikuti IF disebut anteseden, sedangkan proposisi
yang mengikuti THEN disebut konsekuen (Kusumadewi dan Purnomo 2010).
3. Agregasi semua aturan
Agregasi semua aturan menggunakan metode max. Solusi himpunan fuzzy
dapat diperoleh dengan cara mengambil nilai maksimum aturan, kemudian
menggunakannya untuk memodifikasi daerah fuzzy, dan mengaplikasikannya
ke output dengan menggunakan operator or. Secara umum dituliskan:
adalah nilai keanggotaan solusi fuzzy sampai aturan ke-i dan
adalah nilai keanggotaan konsekuen fuzzy aturan ke-i (Kusumadewi
dan Purnomo 2010).
dengan
4. Defuzzifikasi
Defuzzifikasi adalah proses pengubahan output fuzzy ke output crisp
(Marimin, 2002). Input dari proses defuzzifikasi adalah suatu himpunan fuzzy
yang diperoleh dari agregasi semua aturan fuzzy, sedangkan output yang
dihasilkan berupa bilangan pada domain himpunan fuzzy tersebut
(Kusumadewi dan Purnomo 2010). Proses defuzzifikasi menggunakan metode
centroid (composite moment) dengan output diperoleh mengambil titik pusat
daerah fuzzy. Secara umum dituliskan:
∫
∫
∑
∑
( )
( )
dengan adalah titik pusat, z adalah domain himpunan fuzzy, dan µ adalah
derajat keanggotaan.
Ukuran Kesalahan
The Mean Absolute Percentage Error (MAPE) dapat dihitung dengan cara
kesalahan absolut pada tiap periode dibagi dengan nilai observasi yang nyata pada
6
periode tersebut (Makridakis et.al 1995). MAPE dapat digunakan untuk
membandingkan metode dan ramalan terbaik dalam menyusun model kontinu.
MAPE mengindikasi seberapa besar kesalahan dalam hasil ramalan bila
dibandingkan dengan nilai nyata. MAPE mengukur ketepatan nilai dugaan model
yang dinyatakan dalam bentuk persentase absolut kesalahan. Persamaan MAPE
dapat dituliskan:
E ∑
-
E
dengan
dimana Fi adalah data aktual pada periode ke-i, Fi* adalah nilai ramalan pada
periode ke-i, dan n adalah banyaknya periode waktu.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian ini, faktor-faktor terjadinya petir hanya dibatasi sampai data
iklim saja seperti: suhu udara rata-rata, penguapan, kecepatan angin, kelembaban
udara, dan curah hujan, sedangkan untuk data petir menggunakan data frekuensi
petir. Data dapat dilihat pada Lampiran 1.
Pemodelan Fuzzy
1. Pembentukan Himpunan Fuzzy
Variabel input berupa suhu udara rata-rata, kelembaban udara, kecepatan
angin, penguapan, curah hujan, dan variabel output berupa frekuensi petir.
Suhu Udara
Data tegas dari suhu udara rata-rata dibuat histogram sehingga dapat terlihat
trend datanya. Penentuan fungsi keanggotaan dapat dilakukan setelah melihat
trend data suhu udara rata-rata.
7
6
5
Frekuensi 4
3
2
1
0
6
4
1 1
5 5 5
4
1 2 1 1 1 1
2 2
6 6
5
5 5
2 3 2
6
4
2 1
1 1 1
Suhu Udara Rata-Rata (oC)
Gambar 1 Histogram Suhu Udara Rata-Rata di Bogor Tahun 2012
Langkah fuzzifikasi selanjutnya adalah mengubah nilai tegas suhu udara
rata-rata menjadi nilai samar. Nilai fuzzy diubah dengan cara mengklasifikasi nilai
tegas suhu udara rata-rata berdasarkan histogramnya. Dengan demikian
didapatkan variabel input berupa suhu udara rata-rata (T). Jika x menyatakan suhu
udara rata-rata, maka himpunan fuzzy yang terbentuk terdiri atas: Sangat Rendah
7
(SRe) dengan x < 25.1 oC, Rendah (Re) dengan 25.1 oC ≤ x < 25.5 oC, Normal (N)
dengan 25.5 oC ≤ x < 26.4 oC, Sedang (S) dengan 26.4 oC ≤ x < 26.9 oC, dan
Tinggi (T) dengan x ≥ 26.9 oC.
Suhu udara rata-rata (T) memiliki fungsi keanggotaan dengan bentuk
trapesium sebagai berikut:
≥
≤
{
≤ ≤
≤
≥
≤ ≤
≤ ≤
≤ ≤
{
≤
≥
≤ ≤
≤ ≤
≤ ≤
{
≤
≥
≤ ≤
≤ ≤
≤ ≤
{
≤
{
≤ ≤
≥
Representasi untuk variabel suhu udara diperlihatkan pada Gambar 2.
Suhu Udara Rata-Rata
SRe
Re
N
S
T
1
Degree of membership
0.8
0.6
0.4
0.2
0
20
21
22
23
24
T (oC)
25
26
27
Gambar 2 Representasi Variabel Suhu Udara Rata-Rata di Bogor Tahun 2012
8
Kelembaban Udara
Histogram variabel input kelembaban udara sebagai berikut.
12
2 2 2 2 2 4 3 6 2
8
7 8 6 3 4 1 2 2 1 1
5 7
69
74
75
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
94
95
96
98
More
14
12
10
Frekuensi 8
6
4
2
0
Kelembaban Udara (%)
Gambar 3 Histogram Kelembaban Udara di Bogor Tahun 2012
Variabel input berupa kelembaban udara (RH). Jika x menyatakan
kelembaban udara, maka himpunan fuzzy yang terbentuk terdiri atas: Rendah (Re)
dengan x < 83 %, Sedang (S) dengan 83 % ≤ x < 94 %, dan Tinggi (T) dengan x ≥
94%.
Kelembaban udara (RH) memiliki fungsi keanggotaan dengan bentuk
trapesium sebagai berikut:
≥
≤
{
≤ ≤
≤
≥
≤ ≤
≤ ≤
≤ ≤
{
≤
{
≤ ≤
≥
Representasi variabel kelembaban udara diperlihatkan pada Gambar 4.
Kelembaban Udara
Re
S
T
1
Degree of membership
0.8
0.6
0.4
0.2
0
70
75
80
85
RH (%)
90
95
Gambar 4 Representasi Kelembaban Udara di Bogor Tahun 2012
9
Kecepatan Angin
Histogram untuk variabel input kecepatan angin sebagai berikut.
10
8
6
Frekuensi
4
2
0
8
6
1211
5
2133
6
4
5
5
3
5
3
5
2323
23113111
Kecepatan Angin (Kn)
Gambar 5 Histogram Kecepatan Angin di Bogor Tahun 2012
Variabel input berupa kecepatan angin (A). Jika x menyatakan kecepatan
angin, maka himpunan fuzzy yang terbentuk terdiri atas: Sangat Lemah (SL)
dengan x < 3.1 kn, Lemah (L) dengan 3.1 kn ≤ x < 3.9 kn, Sedang (S) dengan 3.9
kn ≤ x < 4.4 kn, Kuat (K) dengan 4.4 kn ≤ x < 5.2 kn, dan Sangat Kuat (SK)
dengan x ≥
kn. Fungsi keanggotaan kecepatan angin yang memiliki bentuk
trapesium dapat dilihat pada Lampiran 2.
Representasi variabel kecepatan angin diperlihatkan pada Gambar 6.
Kecepatan Angin
SL
L
S
K
SK
1
Degree of membership
0.8
0.6
0.4
0.2
0
2.5
3
3.5
4
4.5
A (Kn)
5
5.5
6
6.5
Gambar 6 Representasi Kecepatan Angin di Bogor Tahun 2012
Curah Hujan
Histogram untuk variabel input curah hujan sebagai berikut.
Curah Hujan
3
2
2
Frekuensi
2
2
1
11 111 1111111111111111111111111111 11111111111111111111111111111111
0.4
0.9
1.4
2.3
3.8
4.1
5.5
6.2
7.5
8
8.7
9.6
10.8
12
15.8
18.2
22.2
27.7
36.7
42.2
53.3
58.2
More
0
Curah Hujan (mm)
Gambar 7 Histogram Curah Hujan di Bogor Tahun 2012
10
Variabel input berupa curah hujan (CH). Jika x menyatakan curah hujan,
maka himpunan fuzzy yang terbentuk terdiri atas: Sangat Ringan (SRi) dengan x <
1 mm, Ringan (Ri) dengan 1 mm ≤ x < 9.6 mm, Sedang (S) dengan 9.6 mm ≤ x <
34.5 mm, dan Lebat (Le) dengan x ≥
mm Fungsi keanggotaan curah hujan
yang memiliki bentuk trapesium dapat dilihat pada Lampiran 2.
Representasi variabel curah hujan diperlihatkan pada Gambar 8.
Curah Hujan
SRiRi
1
S
Le
Degree of membership
0.8
0.6
0.4
0.2
0
0
20
40
60
CH (mm)
80
100
Gambar 8 Representasi Curah Hujan di Bogor Tahun 2012
Penguapan
Histogram untuk variabel input penguapan sebagai berikut.
6
5
5
4
4
4 4
3 3
4
3
2211 112 22 21211
3
33
11
12 2
1
3
111 111
0
2.4
2.6
2.9
3.3
3.5
3.7
3.9
4.1
4.3
4.5
4.7
4.9
5.1
5.3
5.5
5.8
6
6.4
6.9
7.3
7
6
5
4
Frekuensi 3
2
1
0
Penguapan (mm)
Gambar 9 Histogram Penguapan di Bogor Tahun 2012
Variabel input berupa penguapan (P). Jika x menyatakan penguapan, maka
himpunan fuzzy yang terbentuk terdiri atas: Sangat Rendah (SRe) dengan x < 3.3
mm, Agak Rendah (ARe) dengan 3.3 mm ≤ x < 4.2 mm, Rendah (Re) dengan 4.2
mm ≤ x < 4.6 mm, Sedang (S) dengan 3.3 mm ≤ x < 4.6 mm, dan Lebat (Le)
dengan x ≥
mm Fungsi keanggotaan penguapan yang memiliki bentuk
trapesium dapat dilihat pada Lampiran 2.
Representasi variabel penguapan diperlihatkan pada Gambar 10.
Penguapan
SRe
ARe
Re
S
AT
T
ST
1
Degree of membership
0.8
0.6
0.4
0.2
0
0
1
2
3
4
P (mm)
5
6
Gambar 10 Representasi Penguapan di Bogor Tahun 2012
7
11
Frekuensi Petir
Histogram untuk variabel output frekuensi petir sebagai berikut.
1
4
7
11
14
23.6
26
36
42
56
69
80
89
115
147
202
251
353
453
506
652
855
7
6
5 66
4 5
Frekuensi 3
2
33
1
22121222111111112121111111111112 111111121111111111111111111
0
Petir
Gambar 11 Histogram Frekuensi Petir di Bogor Tahun 2012
Variabel input berupa frekuensi petir (PETIR). Jika x menyatakan frekuensi
petir, maka himpunan fuzzy yang terbentuk terdiri atas: A dengan x < 4, B1
g
≤x< B
g
≤x< 0 C
g
0≤x<
D
g
≤x
< 23, D2 dengan 24 ≤ x <
E
g
≤x<
F
g
≤ x < 55, F2
g
≤ x < 70, F3 dengan 70 ≤ x < 85, G
g
≤ x < 99, H1 dengan 99
≤ x < 132, H2 denga
≤x<
I
g
≤x<
J
g
≤x<
J
g
≤x<
J
g
≤x<
J
g
≤ x < 446,
J
g
≤x<
J
g
≤x< 0 J
g
0 ≤ x < 523, J8
g
≤x< 0 J
g
0 ≤ x < 855, dan J10 dengan x ≥ 855. Fungsi
keanggotaan frekuensi petir yang memiliki bentuk trapesium dapat dilihat pada
Lampiran 2.
Representasi variabel frekuensi petir diperlihatkan pada Gambar 12.
Frekuensi Petir
B1
B2
A
D
C
D2
1
E
F1
F2
F3
G
H1 H2
1
I
J1 J2
J3
J4
J5
J6
J7
J8
400
PETIR
500
600
J9
J10
Degree of membership
0.8
0.6
0.4
0.2
0
100
200
300
700
800
Gambar 12 Representasi Frekuensi Petir di Bogor Tahun 2012
2. Aplikasi Fungsi Implikasi
Basis aturan disusun berupa implikasi fuzzy yang menyatakan relasi antara
variabel input dengan variabel output. Banyaknya aturan dapat ditentukan dari
banyaknya nilai linguistik untuk masing-masing variabel input fuzzy (Frans Susilo
2006). Artinya jumlah maksimum aturan yang terbentuk dapat ditentukan dengan
jumlah himpunan fuzzy pada variabel input. Variabel input pada karya ilmiah ini
seperti suhu udara rata-rata memiliki lima himpunan fuzzy, kelembaban udara
12
memiliki tiga himpunan fuzzy, kecepatan angin memiliki lima himpunan fuzzy,
curah hujan memiliki empat himpunan fuzzy, dan penguapan memiliki tujuh
himpunan fuzzy, maka akan terdapat 2 100 aturan. Namun, aturan yang mungkin
dan sesuai dengan basis pengetahuan ada 81 aturan (Lampiran 3).
Himpunan fuzzy pada setiap variebel diawali dengan mengaplikasikan
fungsi implikasi untuk setiap aturan. Aplikasi fungsi implikasi ini berfungsi untuk
mencari suatu nilai fuzzy output dari fuzzy input. Prosesnya adalah suatu nilai
fuzzy yang berasal dari tahap fuzzifikasi dimasukkan ke dalam sebuah aturan yang
telah dibuat untuk dijadikan sebuah fuzzy output. Pada metode Mamdani, fungsi
implikasi yang digunakan adalah metode min dengan operator fuzzy and, oleh
karena metode min yang digunakan maka input terkecil yang akan diambil.
Contoh proses penggunaan fungsi implikasi dapat dilihat pada Lampiran 4.
3. Agregasi Semua Aturan
Suatu keputusan didasarkan pada pengujian semua aturan, maka aturan
harus dikombinasikan dalam beberapa cara untuk membuat keputusan. Agregasi
adalah proses dimana himpunan fuzzy yang mewakili output dari setiap aturan
digabungkan ke dalam himpunan fuzzy tunggal. Agregasi hanya terjadi sekali
untuk setiap output variabel. Output dari proses agregasi adalah salah satu
himpunan fuzzy untuk setiap variabel output.
Agregasi semua aturan menggunakan metode max dengan operator fuzzy or.
Dengan demikian, solusi himpunan fuzzy diperoleh dengan cara mengambil nilai
maksimum aturan. Setelah itu, output didapatkan dengan cara defuzzifikasi.
Agregasi semua aturan dilakukan dengan menggunakan bantuan toolbox yang
terdapat pada software matematika. Proses agregasi semua aturan dapat dilihat
pada Lampiran 5.
4. Defuzzifikasi
Hasil agregasi semua aturan berupa himpunan fuzzy, oleh karena itu perlu
dilakukan proses defuzzifikasi untuk memperoleh nilai berupa anggota himpunan
crisp (tegas). Metode yang digunakan pada kasus ini adalah metode centroid,
yaitu dengan mengambil titik pusat himpunan fuzzy tersebut.
1
µPETIR (x) 0.5
Frekuensi
petir = 75
0
46
55
69
70
80
85
89
99
115
132
PETIR
7
Gambar 13 Hasil Perhitungan dari Agregasi Semua Aturan Model Frekuensi Petir
Dengan demikian dihasilkan bila T (suhu udara) sebesar 25.2 0C dan RH
(kelembaban udara) sebesar 84 % dan A (kecepatan angin) sebesar 3.9 kn dan CH
(curah hujan) sebear 26.3 mm dan P (penguapan) sebesar 7.3 mm, maka diperoleh
prediksi frekuensi petir yang terjadi adalah 75.
13
Ukuran kesalahan
Nilai MAPE berdasarkan data dan model yang digunakan pada karya ilmiah
ini adalah sebesar 17.2%. Nilai MAPE tersebut dapat mengindikasi seberapa besar
kesalahan dalam menyusun model frekuensi petir. Ukuran kesalahan sebesar
17.2% merupakan dugaan model yang dinyatakan dalam bentuk persentase
absolut kesalahan. Nilai keakuratan tersebut belum dapat dikatakan baik atau
buruk dari suatu model karena belum ada acuan dari peneliti sebelumnya
mengenai model frekuensi petir. Hasil perhitungan nilai MAPE dapat dilihat pada
Lampiran 6.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Logika fuzzy dapat digunakan dalam membuat model frekuensi petir,
sehingga memungkinkan untuk memprediksi frekuensi petir ketika lightning
counter mengalami gangguan. Pada karya ilmiah ini, didapatkan nilai MAPE
sebesar 17.2% berdasarkan dengan data dan model frekuensi petir pada tahun
2012.
Saran
Pemodelan frekuensi petir yang lebih baik dapat menggunakan data lebih
dari satu tahun agar dapat memperkecil ukuran kesalahan.
DAFTAR PUSTAKA
Akbar Akhmad. 2012. Pruning pada Fuzzy Decision Tree dalam Klasifikasi Data
Iklim dan Titik Api di Daerah Tjilik Riwut, Palangkaraya, Kalimantan Selatan
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Asdak C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta
(ID): Gajah Muda University Press.
Byers JR. 1997. Element of Cloud Physics. Chicago (US): The University of
Chicago Press.
Susilo Frans SJ. 2003. Himpunan dan Logika Kabur Serta Aplikasinya.
Yogyakarta (ID): Graha Ilmu Yogyakarta.
Hidayat S. 2008. Ketika Petir Menyambar Tower BTS [internet]. [diacu 2013
November 10]. Tersedia pada: http://www.wordpress.com/2008/04/10/html.
Husni M. 2002. Mengenal Bahaya Petir. Jurnal Meteorologi dan Geofisika Vol 3
No. 4 Oktober - Desember 2002. Jakarta (ID).
Kusumadewi S, Purnomo H. 2010. Analisis Logika Fuzzy untuk Mendukung
Keputusan. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu.
Makridakis S, Wheelwright SC, McGee VE. 1995. Metode dan Aplikasi
Peramalan. Adriyanto US dan Basith A, penerjemah. Jakarta (ID): Erlangga.
14
Marimin. 2002. Teori dan Aplikasi Sistem Pakar dalam Teknologi Manajerial.
Bogor (ID): IPB Press – Pascasarjana IPB.
Maryati. 2013. Periset Jepang Teliti Petir di Bogor. Antara News. D0-18.
Septiadi Deni. 2012. Karakteristik Petir Terkait Curah Hujan Lebat di Wilayah
Bandung, Jawa Barat [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Suharsono H. 1982. Beberapa Aspek Iklim Bogor [Skripsi]. Bogor (ID): Jurusan
Agrometeorologi Departemen Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor.
Tjasyono Bayong HK. 2004. Klimatologi Edisi Ke-2. Bandung (ID): ITB Press.
Zadeh L. 1996. Fuzzy Logic: Computing with words, IEEE Transactions on Fuzzy
System.
20
Lampiran 1 Data iklim dan data frekuensi petir
DATA IKLIM 2012
Lokasi
Stasiun Klimatologi Dramaga Bogor
Lintang
06o 31' LS
Bujur
106o 44' BT
Elevasi
207 m
TEMPERATUR (0C)
TGL
Januari
Februari
RH (%)
RATA-RATA
MAX
MIN
ANGIN RATA-RATA
ARAH
KEC.
ANGIN
ANGIN (kn)
CURAH
HUJAN
(mm)
PENGUAPAN
(mm)
CUACA KHUSUS
CUACA
F. PETIR
6
24.1
29.4
22.4
94
NW
3.5
18.3
4.2
RA+TS
89
10
24.3
29.8
23
88
W
4.8
8
3.3
RA+TS
69
18
26
31.4
23.4
85
W
4
18.2
3.6
RA+TS
3
19
25.5
31.8
21.8
85
N
3.8
0
5
RA+TS
10
23
25.3
28.4
24.4
81
W
5.4
8.7
5.3
RA+TS
4
26
26.8
29.6
23.4
79
NW
2.5
7.5
2.4
RA+TS
174
1
25.5
30.2
22
88
N
2.5
8.8
4.4
RA+TS
13
3
24.2
30.2
22.5
91
NW
3.3
2.8
3.5
RA+TS
2
4
25.2
30.2
22.2
69
N
3.4
4.5
2.7
RA+TS
55
5
26
32.2
22.3
85
NW
3.7
-
2.5
TS
14
6
25.5
30.2
21.3
85
W
4.6
-
6.9
TS
3
8
26.6
33.4
22.8
86
N
4.2
6
6
RA+TS
1
10
25.3
32.6
22.2
84
N
4.1
29.5
5.3
RA+TS
88
11
25.2
32.6
21.9
84
N
3.9
26.3
7.3
RA+TS
76
12
26.5
31.4
22.8
86
N
4.1
53.3
6.7
RA+TS
6
15
16
TEMPERATUR (0C)
TGL
Maret
April
RH (%)
ANGIN RATA-RATA
ARAH
KEC.
ANGIN
ANGIN (kn)
CURAH
HUJAN
(mm)
PENGUAPAN
(mm)
RATA-RATA
MAX
MIN
16
26.2
31.4
23.8
85
N
4.7
1
19
24.4
28
22.4
92
NW
2.9
20
24.9
32
22.2
86
N
21
25.9
32
22.2
86
22
25.8
31.4
23.6
91
23
26.6
32
23.2
87
24
26.7
32.2
23.6
25
26.3
33.4
26
24.4
32
27
25.6
28
CUACA KHUSUS
CUACA
F. PETIR
5.3
RA+TS
155
44.5
5.4
RA+TS
251
2.3
11
4.1
RA+TS
3
W
4.2
18.5
4.6
RA+TS
174
NW
2.8
0.2
5
RA+TS
7
N
3.9
42.2
5.9
RA+TS
725
88
N
3.3
9.8
4.9
RA+TS
41
23.8
87
N
3.6
-
5.6
TS
147
23.1
94
E
5.7
27.7
5.5
RA+TS
523
30.4
22
85
N
4.3
56.2
5.6
RA+TS
453
25.9
32.1
23.8
87
W
3.1
2.3
3.7
RA+TS
58
29
24.2
29.5
23.2
98
NW
3.5
10.8
3.6
RA+TS
855
1
19.2
29.8
23
89
N
3.4
34.5
3.9
RA+TS
88
2
26.1
32.4
22.6
81
NW
2.8
8.4
4
RA+TS
2
3
27.2
33.4
22.8
74
W
4.9
0.4
5.5
RA+TS
1
5
26.6
31.4
23.2
78
W
2.8
6.2
1.7
RA+TS
1
6
26.9
32
23.4
81
N
6.7
1.2
7.2
RA+TS
89
28
26.5
33
21.2
83
N
3.9
15.8
3.2
RA+TS
56
29
25.7
33
22.7
86
NW
3.8
3.8
5.1
RA+TS
2
30
25.8
31
23.4
87
N
3.5
8.5
4.9
RA+TS
136
31
25.7
32.4
22.4
88
N
3.9
-
3.9
TS
17
1
25.8
32.5
23
89
N
3.3
1
5.3
RA+TS
36
17
TEMPERATUR (0C)
TGL
Mei
RH (%)
ANGIN RATA-RATA
ARAH
KEC.
ANGIN
ANGIN (kn)
CURAH
HUJAN
(mm)
PENGUAPAN
(mm)
RATA-RATA
MAX
MIN
2
25.2
32.6
22
86
W
3.4
12
3
24.6
29.6
22.6
91
N
4.4
5
25.1
30.2
22.6
89
W
3.1
11
25.1
31.6
22.8
86
S
12
25.9
32.2
22.8
86
W
13
26.9
32.6
24
85
14
26.5
32.6
23
15
26.7
32
16
26.9
33
17
25.7
18
CUACA KHUSUS
CUACA
F. PETIR
3.5
RA+TS
42
7.8
4.9
RA+TS
12
0.5
3.6
RA+TS
107
5.2
0
4.6
TS
2
3.4
9.6
2.9
RA+TS
353
N
4.7
22.2
4.8
RA+TS
506
83
SE
4.5
16.6
6.7
RA+TS
23
23.4
84
N
4.6
41.2
6.7
RA+TS
500
22.4
81
N
3.8
0
3.3
TS
29
31.8
23
86
E
5.2
116
XX
RA+TS
345
26.4
33.4
22.2
83
N
3.7
1.7
3.6
RA+TS
88
19
25.6
31.2
24
95
W
4.4
72.6
XX
RA+TS
508
20
25.7
32.4
23
91
E
2.8
15.1
2.6
RA+TS
287
21
25.7
31.6
23.8
89
N
3.6
4
4.2
RA+TS
202
22
26
30.4
24
90
S
2.8
5.5
3.4
RA+TS
248
25
26.9
34
23.2
79
W
3.5
0
4.9
TS
2
26
26.4
33
22.1
81
S
5
10
6.4
RA+TS
3
27
27.8
33.6
24
78
N
4.7
0
5
RA+TS
24
28
26.9
32.8
23.2
82
N
4
0
5.3
TS
5
29
25.9
28.6
24.2
89
C
4.2
0
4.7
RA+TS
99
30
24.2
30
24
96
SE
2.9
1.5
1.7
RA+TS
3
1
26.4
32.8
22.2
79
N
3.9
24.3
2.6
RA+TS
12
3
26
33
23.8
90
NW
3.7
7.7
5.5
RA+TS
705
17
18
TEMPERATUR (0C)
TGL
4
Juni
Juli
Agustus
September
RH (%)
RATA-RATA
MAX
MIN
25.9
32.7
21.2
83
ANGIN RATA-RATA
ARAH
KEC.
ANGIN
ANGIN (kn)
N
3.6
CURAH
HUJAN
(mm)
PENGUAPAN
(mm)
44.1
CUACA KHUSUS
F. PETIR
5.9
CUACA
RA+TS
89
437
446
6
27
32.2
23.8
83
N
4.1
0.9
4.3
RA+TS
7
24.2
28.7
23.4
95
W
4.3
3.5
3.8
RA+TS
18
25.6
31.8
22.8
88
C
5.2
0.3
5.2
RA+TS
1
19
26.4
32.7
22
83
N
4
14.5
4.3
RA+TS
26
25
25.8
33
21.4
80
N
3.9
36.7
5.8
RA+TS
15
5
26.2
29.4
24.4
88
N
2.6
-
3.2
TS
33
7
26.6
32
22.1
86
N
4.2
36.8
2.6
RA+TS
70
8
25.9
33.4
23.6
87
N
2.7
0
3.7
RA+TS
4
9
26.4
30.2
22.6
88
C
3.4
11.5
5.2
RA+TS
36
12
26.5
32.7
22.8
84
S
4.2
0.8
4.6
RA+TS
115
15
25.5
32.6
22.2
82
N
2.8
0.4
4.5
RA+TS
2
16
25.6
32.8
20.6
77
W
4.5
5
4.7
RA+TS
8
24
26.5
33.2
22.8
83
N
4.4
4.1
5.3
RA+TS
46
12
26.1
32.5
22
88
N
3.7
17.4
3.4
RA+TS
10
13
25.1
32.6
21
79
N
4
1.4
5.5
RA+TS
39
1
25
32.6
21
80
N
4.7
-
5.8
TS
11
3
25.5
32.5
20.2
69
N
4.7
-
4.7
TS
3
7
24.8
33.4
22.6
84
N
3.7
8.9
4.2
RA+TS
5
8
25.4
32.6
21
77
N
4.9
58.2
5.6
RA+TS
232
13
25.6
33
21.2
81
N
5.1
7
5.4
RA+TS
29
30
26.3
32.9
21.8
74
N
4.6
3.9
4.2
RA+TS
25
1
25.1
33.3
19.8
75
N
4
9.6
5.9
RA+TS
132
19
TEMPERATUR (0C)
TGL
RH (%)
ANGIN RATA-RATA
ARAH
KEC.
ANGIN
ANGIN (kn)
CURAH
HUJAN
(mm)
PENGUAPAN
(mm)
RATA-RATA
MAX
MIN
10
25.4
34.6
22.2
80
N
4.9
-
16
26.9
34
21.6
75
N
4.8
-
CUACA KHUSUS
CUACA
F. PETIR
5.8
TS
1
5.8
TS
7
Sumber: Stasiun Klimatologi Kelas 1 BMKG Dramaga, Bogor.
19
20
Lampiran 2 Fungsi keanggotaan data iklim dan frekuensi petir
Fungsi keanggotaan kecepatan angin:
≥
≤
{
≤ ≤
≤
≥
≤ ≤
≤ ≤
≤ ≤
{
≤
≥
≤ ≤
≤ ≤
≤ ≤
{
≤
≥
≤ ≤
≤ ≤
≤ ≤
{
≤
≥
{
≤ ≤
Fungsi keanggotaan curah hujan:
≥
≤0
{
0
0
≤0
0
≥
≤ ≤
≤
{
≤ ≤
≤
≤ ≤
21
≤
≥
≤ ≤
≤ ≤
≤ ≤
{
≤
≥
{
≤ ≤
Fungsi keanggotaan penguapan:
≥
≤
{
≤ ≤
≤
≥
≤ ≤
≤ ≤
{
≤ ≤
≤
≥
≤ ≤
≤ ≤
{
≤ ≤
≤
≥
≤ ≤
≤ ≤
{
≤ ≤
≤
≥
≤ ≤
≤ ≤
{
≤ ≤
22
≤
≥
≤ ≤
≤ ≤
≤ ≤
{
≤
≤
{
≤ ≤
Fungsi keanggotaan frekuensi petir:
≥
≤
{
≤ ≤
≤
≥
≤ ≤
≤ ≤
≤ ≤
{
≤
≥ 0
≤ ≤
{
0
≤ ≤ 0
≤
≥
≤ ≤ 0
≤ ≤
{
≤ ≤
≤
≥
≤ ≤
≤ ≤
{
≤ ≤
23
≤
≥
≤ ≤
≤ ≤
≤ ≤
{
≤
≥
≤ ≤
≤ ≤
≤ ≤
{
≤
≥
≤ ≤
≤ ≤
≤ ≤
{
≤
≥ 0
≤ ≤
{
≤ ≤
0
≤ ≤ 0
≤
≥
≤ ≤ 0
≤ ≤ 0
{
≤ ≤
0
≤ 0
≥
≤ ≤
≤ ≤
{
≤ ≤
≤
≥
≤ ≤
≤ ≤
{
≤ ≤
24
≤
≥
≤ ≤
≤ ≤
{
≤ ≤
≤
≥
≤ ≤
{
≤ ≤
≤
≥
≤ ≤ 00
≤ ≤
{
0
≤ ≤
≤
≥
≤ ≤
≤ ≤
{
≤ ≤
≤
≥
≤ ≤
≤ ≤
{
≤ ≤
≤
≥
≤ ≤
≤ ≤
{
≤ ≤
≤
≥
≤ ≤
≤ ≤
{
≤ ≤
25
≤
≥ 0
≤ ≤
{
≤ ≤ 00
0
≤ ≤ 0
00
≤ 00
≥
≤ ≤ 0
≤ ≤ 0
≤ ≤
{
{
0
≤ 0
≥
≤ ≤
≤ ≤
0
≤ ≤ 0
≤
≥
≤ ≤ 0
≤ ≤
≤ ≤
{
≤
{
≤ ≤
≥
26
Lampiran 3 Aturan model frekuensi petir dengan menggunakan pendekatan
logika fuzzy
No.
T
RH
A
CH
P
PETIR
1
IF
SRe
AND
Re
AND
K
AND
Sri
AND
T
THEN
C
2
IF
SRe
AND
S
AND
SL
AND
S
AND
AR
THEN
A
3
IF
SRe
AND
S
AND
SL
AND
Le
AND
T
THEN
J2
4
IF
SRe
AND
S
AND
L
AND
Ri
AND
AR
THEN
A
5
IF
SRe
AND
S
AND
L
AND
Le
AND
AR
THEN
G
6
IF
SRe
AND
S
AND
K
AND
Ri
AND
AR
THEN
F2
7
IF
SRe
AND
S
AND
K
AND
Ri
AND
AT
THEN
C
8
IF
SRe
AND
T
AND
SL
AND
Ri
AND
SR
THEN
A
9
IF
SRe
AND
T
AND
L
AND
S
AND
AR
THEN
J10
10
IF
SRe
AND
T
AND
L
AND
S
AND
R
THEN
G
11
IF
SRe
AND
T
AND
S
AND
Ri
AND
AR
THEN
J4
12
IF
SRe
AND
T
AND
SK
AND
S
AND
T
THEN
J8
13
IF
Re
AND
Re
AND
L
AND
Ri
AND
SR
THEN
F2
14
IF
Re
AND
Re
AND
S
AND
Ri
AND
T
THEN
F1
15
IF
Re
AND
Re
AND
S
AND
S
AND
T
THEN
H2
16
IF
Re
AND
Re
AND
K
AND
Sri
AND
T
THEN
A
17
IF
Re
AND
Re
AND
K
AND
Le
AND
T
THEN
J1
18
IF
Re
AND
S
AND
SL
AND
Sri
AND
AR
THEN
F3
19
IF
Re
AND
S
AND
L
AND
Sri
AND
SR
THEN
G
20
IF
Re
AND
S
AND
L
AND
Sri
AND
AR
THEN
H1
21
IF
Re
AND
S
AND
L
AND
S
AND
AR
THEN
F1
22
IF
Re
AND
S
AND
S
AND
Sri
AND
AR
THEN
G
23
IF
Re
AND
S
AND
S
AND
S
AND
ST
THEN
F3
24
IF
Re
AND
S
AND
SK
AND
Sri
AND
S
THEN
A
25
IF
N
AND
Re
AND
SL
AND
Sri
AND
R
THEN
A
26
IF
N
AND
Re
AND
SL
AND
Ri
AND
AR
THEN
A
27
IF
N
AND
Re
AND
S
AND
Le
AND
T
THEN
D1
28
IF
N
AND
Re
AND
K
AND
Ri
AND
R
THEN
D2
29
IF
N
AND
Re
AND
K
AND
Ri
AND
S
THEN
B2
30
IF
N
AND
Re
AND
K
AND
Ri
AND
T
THEN
E
31
IF
N
AND
Re
AND
K
AND
Sri
AND
S
THEN
A
32
IF
N
AND
S
AND
SL
AND
Sri
AND
AT
THEN
B2
33
IF
N
AND
S
AND
SL
AND
Ri
AND
AR
THEN
J2
34
IF
N
AND
S
AND
SL
AND
Ri
AND
R
THEN
D1
35
IF
N
AND
S
AND
SL
AND
S
AND
SR
THEN
J3
36
IF
N
AND
S
AND
SL
AND
Sri
AND
SR
THEN
E
37
IF
N
AND
S
AND
L
AND
Sri
AND
SR
THEN
C
38
IF
N
AND
S
AND
L
AND
Sri
AND
AT
THEN
C
39
IF
N
AND
S
AND
L
AND
Ri
AND
AR
THEN
F2
27
No.
T
RH
A
CH
P
PETIR
40
IF
N
AND
S
AND
L
AND
Ri
AND
R
THEN
I
41
IF
N
AND
S
AND
L
AND
Ri
AND
AT
THEN
H2
42
IF
N
AND
S
AND
L
AND
Ri
AND
T
THEN
J9
43
IF
N
AND
S
AND
L
AND
S
AND
SR
THEN
J4
44
IF
N
AND
S
AND
L
AND
S
AND
AR
THEN
C
45
IF
N
AND
S
AND
L
AND
Sri
AND
SR
THEN
D1
46
IF
N
AND
S
AND
L
AND
Sri
AND
T
THEN
H2
47
IF
N
AND
S
AND
L
AND
Le
AND
T
THEN
J5
48
IF
N
AND
S
AND
S
AND
Sri
AND
S
THEN
H1
49
IF
N
AND
S
AND
S
AND
S
AND
AR
THEN
A
50
IF
N
AND
S
AND
S
AND
S
AND
S
THEN
I
51
IF
N
AND
S
AND
S
AND
Sri
AND
AR
THEN
D1
52
IF
N
AND
S
AND
S
AND
Le
AND
T
THEN
J8
53
IF
N
AND
S
AND
S
AND
Le
AND
T
THEN
J5
54
IF
N
AND
S
AND
K
AND
Ri
AND
T
THEN
H2
55
IF
N
AND
S
AND
K
AND
Sri
AND
ST
THEN
A
56
IF
N
AND
S
AND
SK
AND
Sri
AND
AT
THEN
A
57
IF
N
AND
S
AND
SK
AND
Le
AND
SR
THEN
J3
58
IF
N
AND
T
AND
K
AND
Le
AND
SR
THEN
J7
59
IF
S
AND
Re
AND
SL
AND
Ri
AND
SR
THEN
I
60
IF
S
AND
Re
AND
S
AND
S
AND
SR
THEN
C
61
IF
S
AND
Re
AND
K
AND
S
AND
T
THEN
A
62
IF
S
AND
S
AND
L
AND
Ri
AND
AR
THEN
G
63
IF
S
AND
S
AND
L
AND
S
AND
AT
THEN
E
64
IF
S
AND
S
AND
L
AND
S
AND
AT
THEN
F1
65
IF
S
AND
S
AND
S
AND
Sri
AND
S
THEN
H1
66
IF
S
AND
S
AND
S
AND
Ri
AND
T
THEN
A
67
IF
S
AND
S
AND
S
AND
S
AND
SR
THEN
F2
68
IF
S
AND
S
AND
S
AND
S
AND
R
THEN
D2
69
IF
S
AND
S
AND
S
AND
Le
AND
SR
THEN
F3
70
IF
S
AND
S
AND
S
AND
Le
AND
T
THEN
J9
71
IF
S
AND
S
AND
K
AND
Ri
AND
T
THEN
F1
72
IF
S
AND
S
AND
K
AND
S
AND
ST
THEN
D2
73
IF
S
AND
S
AND
K
AND
Le
AND
ST
THEN
J6
74
IF
T
AND
Re
AND
L
AND
Sri
AND
AR
THEN
E
75
IF
T
AND
Re
AND
L
AND
Sri
AND
AT
THEN
A
76
IF
T
AND
Re
AND
K
AND
Sri
AND
T
THEN
A
77
IF
T
AND
Re
AND
K
AND
Sri
AND
AT
THEN
D2
78
IF
T
AND
Re
AND
K
AND
Sri
AND
T
THEN
B2
79
IF
T
AND
Re
AND
SK
AND
Ri
AND
ST
THEN
G
80
IF
T
AND
S
AND
S
AND
Sri
AND
R
THEN
G
81
IF
T
AND
S
AND
K
AND
S
AND
S
THEN
J7
28
20
Lampiran 4 Contoh proses penggunaan fungsi implikasi
Aturan 6
Jika T (suhu udara) Sangat Rendah dan RH (kelembaban udara) Sedang dan A (kecepatan angin) Kuat dan CH (curah hujan) Sedang
dan P (penguapan) Agak Rendah, maka PETIR F2 dengan frekuensi petir antara 55 sampai 70.
(
0
C
000
)
C
0
81 : µT SRe (25.2)=0 dan 82 : µRH S (84)=1 dan 83 : µA K (3.9)=0 dan 84 : µCH S (26.3)=0 dan 85 : µP ARe (7.3)=0
maka
g : µPETIR F2 (76)=0
Aturan 23
Jika T (suhu udara) Rendah dan RH (kelembaban udara) Sedang dan A (kecepatan angin) Sedang dan CH (curah hujan) Sedang dan
P (penguapan) Sangat Tinggi, maka PETIR F3 dengan frekuensi petir antara 70 sampai 85.
(
C
0
0
C
)
3
81 : µT Re (25.2)=1 dan 82 : µRH S (84)=1 dan 83 : µA S (3.9)=1 dan 84 : µCH S (26.3)=0.67 dan 85 : µP ST (7.3)=1
maka
g : µPETIR F3 (76)=0.67
Aturan 48
Jika T (suhu udara) Normal dan RH (kelembaban udara) Sedang dan A (kecepatan angin) Sedang dan CH (curah hujan) Sangat
Ringan dan P (penguapan) Sedang, maka PETIR
g
≤ x < 132.
(
0
C
0
C
)
81 : µT N (25.2)=0 dan 82 : µRH S (84)=0 dan 83 : µA S (3.9)=0 dan 84 : µCH SRi (26.3)=0 dan 85 : µP S (7.3)=1
maka
g : µPETIR H1 (76)=0
29
30
4
Aturan 79
Jika T (suhu udara) Tinggi dan RH (kelembaban udara) Rendah dan A (kecepatan angin) Sangat Kuat dan CH (curah hujan) Ringan
dan P (penguapan) Sangat Tinggi, maka PETIR G dengan frekuensi petir antara 85 sampai 99.
(
C
0000
0
K
C
)
81 : µT T (25.2)=0 dan 82 : µRH Re (84)=0 dan 83 : µA SK (3.9)=0 dan 84 : µCH Ri (26.3)=0 dan 85 : µP ST (7.3)=1
maka
g : µPETIR G (76)=0
5
Lampiran 5 Proses agregasi semua aturan model frekuensi petir
Input fuzzy
Aplikasi fungsi implikasi (min)
31
Seluruh aturan sebanyak 81 diagregasi, maka hasil agregasi semua aturan (max) model frekuensi petir sebagai berikut.
32
6
7
Lampiran 6 Hasil pemodelan frekuensi petir di Bogor menggunakan pendekatan logika fuzzy dan nilai MAPE
No.
Suhu
Udara
Rata-Rata
(0C)
Fuzzy
T
RH
(%)
Fuzzy
RH
Kec.
Angin
(kn)
Fuzzy
A
Curah
Hujan
(mm)
Fuzzy
CH
Penguapan
(mm)
Fuzzy
P
F.
Petir
Fuzzy
F Petir
Fuzzy
F*Petir
F*
Petir
|PEi|
(%)
1
25
SRe
80
Re
4.7
K
0
Sri
5.8
T
11
C
A
2
24.9
SRe
86
S
2.3
SL
11
S
4.1
AR
3
A
A
2
1
81.8
66.7
3
24.4
SRe
92
S
2.9
SL
44.5
Le
5.4
T
251
J2
J2
258
2.8
4
24.2
SRe
91
S
3.3
L
2.8
Ri
3.5
AR
2
A
A
1
50
0
5
19.2
SRe
89
S
3.4
L
34.5
Le
3.9
AR
88
G
G
89
6
24.3
SRe
88
S
4.8
K
8
Ri
3.3
AR
69
F2
F2
61
11.6
7
24.6
SRe
91
S
4.4
K
7.8
Ri
4.9
AT
12
C
B2
10
16.7
8
24.2
SRe
96
T
2.9
SL
1.5
Ri
1.7
SR
3
A
A
1
66.7
4.8
9
24.2
SRe
98
T
3.5
L
10.8
S
3.6
AR
855
J10
J9
814
10
24.1
SRe
94
T
3.5
L
18.3
S
4.2
R
89
G
G
89
0
11
24.2
SRe
95
T
4.3
S
3.5
Ri
3.8
AR
437
J4
J4
395
9.6
12
24.4
SRe
94
T
5.7
SK
27.7
S
5.5
T
523
J8
J8
602
15.1
9.1
13
25.2
Re
69
Re
3.4
L
4.5
Ri
2.7
SR
55
F2
F2
60
14
25.1
Re
79
Re
4
S
1.4
Ri
5.5
T
39
F1
F1
45
15.4
15
25.1
Re
75
Re
4
S
9.6
S
5.9
T
132
H2
H2
143
8.3
16
25.4
Re
80
Re
4.9
K
0
Sri
5.8
T
1
A
A
1
0
7.8
17
25.4
Re
77
Re
4.9
K
58.2
Le
5.6
T
232
J1
I
214
18
25.2
Re
89
S
3
SL
0
Sri
3.3
AR
80
F3
H1
101
26.3
19
25.2
Re
87
S
3.6
L
0
Sri
2.6
SR
85
G
G
88
3.5
20
25.1
Re
89
S
3.1
L
0.5
Sri
3.6
AR
107
H1
H1
109
1.9
F1
45
7.1
21
25.2
Re
86
S
3.4
L
12
S
3.5
AR
42
F1
33
34
8
No.
Suhu
Udara
Rata-Rata
(0C)
Fuzzy
T
RH
(%)
Fuzzy
RH
Kec.
Angin
(Kn)
Fuzzy
A
Curah
Hujan
(mm)
Fuzzy
CH
Penguapan
(mm)
Fuzzy
P
F.
Petir
Fuzzy
F Petir
Fuzzy
F*Petir
F*
Petir
|PEi|
(%)
23
25.2
Re
84
S
3.9
S
26.3
S
7.3
ST
76
F3
F3
75
1.3
24
25.1
Re
86
S
5.2
SK
0
Sri
4.6
S
2
A
A
1
50
50
25
25.5
N
82
Re
2.8
SL
0.4
Sri
4.5
R
2
A
A
1
26
26.1
N
81
Re
2.8
SL
8.4
Ri
4
AR
2
A
A
1
50
27
25.8
N
80
Re
3.9
S
36.7
Le
5.8
T
15
D1
D1
18
20
28
26.3
N
74
Re
4.6
K
3.9
Ri
4.2
R
25
D2
D1
23
8
12.5
29
25.6
N
77
Re
4.5
K
5
Ri
4.7
S
8
B2
B2
9
30
25.6
N
81
Re
5.1
K
7
Ri
5.4
T
29
E
E
30
3.4
31
25.5
N
69
Re
4.7
K
0
Sri
4.7
S
3
A
A
1
66.7
32
25.8
N
91
S
2.8
SL
0.2
Sri
5
AT
7
B2
B2
9
28.6
3.6
33
26
N
90
S
2.8
SL
5.5
Ri
3.4
AR
248
J2
J2
257
34
25.5
N
88
S
2.5
SL
8.8
Ri
4.4
R
13
D1
D1
18
38.5
35
25.7
N
91
S
2.8
SL
15.1
S
2.6
SR
287
J3
J3
306
6.6
36
26.2
N
88
S
2.6
SL
0
Sri
3.2
SR
33
E
E
31
6.1
18.2
37
25.8
N
86
S
3.1
L
0
Sri
2.6
SR
11
C
D1
13
38
25.5
N
85
S
3.8
L
0
Sri
5
AT
10
C
B2
10
0
39
25.9
N
87
S
3.1
L
2.3
Ri
3.7
AR
58
F2
F2
60
3.4
40
25.7
N
89
S
3.6
L
4
Ri
4.2
R
202
I
I
184
8.9
5.1
41
25.8
N
87
S
3.5
L
8.5
Ri
4.9
AT
136
H2
H2
143
42
26
N
90
S
3.7
L
7.7
Ri
5.5
T
705
J9
J9
741
5.1
43
25.9
N
86
S
3.4
L
9.6
S
2.9
SR
353
J4
J4
395
11.9
44
26.1
N
88
S
3.7
L
17.4
S
3.4
AR
10
C
C
10
0
D1
14
0
45
26
N
85
S
3.7
L
0
Sri
2.5
SR
14
D1
9
No.
Suhu
Udara
Rata-Rata
(0C)
Fuzzy
T
RH
(%)
Fuzzy
RH
Kec.
Angin
(kn)
Fuzzy
A
Curah
Hujan
(mm)
Fuzzy
CH
Penguapan
(mm)
Fuzzy
P
F.
Petir
Fuzzy
F Petir
Fuzzy
F*Petir
F*
Petir
|PEi|
(%)
46
26.3
N
87
S
3.6
L
0
Sri
5.6
T
147
H2
H2
143
2.7
47
25.9
N
83
S
3.6
L
44.1
Le
5.9
T
446
J5
J5
458
2.7
10.1
48
25.9
N
89
S
4.2
S
0
Sri
4.7
S
99
H1
H1
109
49
26
N
85
S
4
S
18.2
S
3.6
AR
3
A
A
1
66.7
50
25.9
N
86
S
4.2
S
18.5
S
4.6
S
174
I
I
184
5.7
51
25.7
N
88
S
3.9
S
0
Sri
3.9
AR
17
D1
D1
18
5.9
11.5
52
25.8
N
83
S
3.9
S
55.1
Le
6.1
T
652
J8
J8
577
53
25.6
N
85
S
4.3
S
56.2
Le
5.6
T
453
J5
J8
577
27.4
54
26.2
N
85
S
4.7
K
1
Ri
5.3
T
155
H2
H2
143
7.7
55
25.5
N
85
S
4.6
K
0
Sri
6.9
ST
3
A
A
1
66.7
0
56
25.6
N
88
S
5.2
SK
0.3
Sri
5.2
AT
1
A
A
1
57
25.7
N
86
S
5.2
SK
116
Le
0
SR
345
J3
J3
308
10.7
58
25.6
N
95
T
4.4
K
72.6
Le
0
SR
508
J7
J7
509
0.2
59
26.8
S
79
MENGGUNAKAN PENDEKATAN LOGIKA FUZZY
NURLAELA ROSDIYANA
DEPARTEMEN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemodelan Frekuensi
Petir di Bogor Menggunakan Pendekatan Logika Fuzzy adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, November 2014
Nurlaela Rosdiyana
NIM G54090050
ABSTRAK
NURLAELA ROSDIYANA. Pemodelan Frekuensi Petir di Bogor Menggunakan
Pendekatan Logika Fuzzy. Dibimbing oleh SRI NURDIATI dan ELIS
KHATIZAH.
Guinness Book of Record pada tahun 1989 dalam artikel Antara News
(2013) menunjukkan bahwa Bogor adalah salah satu daerah yang memiliki
potensi petir tertinggi di dunia. Namun, alat pencatat frekuensi petir yaitu
lightning counter sering mengalami kerusakan sehingga data frekuensi petir tidak
tercatat dengan baik. Penelitian ini dilakukan untuk membuat model frekuensi
petir di Bogor menggunakan pendekatan logika fuzzy. Metode yang digunakan
adalah metode Mamdani yang terdiri atas empat tahapan yaitu fuzzifikasi, aplikasi
fungsi implikasi, agregasi semua aturan, dan defuzzifikasi. Model yang terbentuk
mengambil input berupa suhu udara, kelembaban udara, kecepatan angin, curah
hujan dan penguapan. Output dari model ini adalah frekuensi petir. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa terdapat 81 aturan model frekuensi petir.
Keakuratan pemodelan fuzzy dapat dilihat dari nilai mean percentage absolute
error (MAPE) sebesar 17.2%.
Kata kunci: Petir, Pemodelan Fuzzy, MAPE
ABSTRACT
NURLAELA ROSDIYANA. Modelling the Frequency of Lightning in Bogor
Using Fuzzy Logic Approach. Supervised by SRI NURDIATI and ELIS
KHATIZAH.
Guinness Book of Records in 1989 as indicated in the Antara News article
(2013) showed that Bogor is one of the areas with the highest potential for
lightning in the world. However, the recording devices that count frequency
lightning are repeatedly damaged. Hence, the records are badly documented. This
study was conducted to model the frequency of lightning in Bogor using fuzzy
logic approach. The method used is the Mamdani method consists of four stages:
fuzzification, implication function application, aggregation of rules, and
defuzzification. The formed model took the following inputs: air temperature, air
humidity, wind speed, rainfall and evaporation. The output data of this model is
the frequency of lightning. The results indicate 81 rules model of lightning
frequency. Fuzzy modelling accuracy could be indicated by the mean value of the
absolute percentage error (MAPE) of 17.2%.
Keywords: lightning, fuzzy modelling, MAPE
PEMODELAN FREKUENSI PETIR DI BOGOR
MENGGUNAKAN PENDEKATAN LOGIKA FUZZY
NURLAELA ROSDIYANA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Matematika
DEPARTEMEN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Pemodelan Frekuensi Petir di Bogor Menggunakan Pendekatan
Logika Fuzzy
Nama
: Nurlaela Rosdiyana
NIM
: G54090050
Disetujui oleh
Dr Ir Sri Nurdiati, MSc
Pembimbing I
Elis Khatizah, MSi
Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Toni Bakhtiar, MSc
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul Pemodelan Frekuensi Petir
di Bogor Menggunakan Pendekatan Logika Fuzzy berhasil diselesaikan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Sri Nurdiati, MSc dan Ibu
Elis Khatizah, MSi selaku dosen pembimbing serta Bapak Dr Ir Fahren Bukhari,
MSc selaku dosen penguji yang telah memberikan bimbingan, motivasi, dan saran
selama penulisan karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan
kepada Bapak Riyadi, Ibu Siti Rohmah, Renny Yanti, Abdul Azis Maulana,
Kholifah Azzula Oktaviyani, Hafizah Risty Febrari, serta seluruh keluarga atas
doa dan kasih sayangnya. Selain itu, terimakasih juga diberikan kepada BMKG
Dramaga Bogor, Karya Salemba Empat, LAWALATA IPB, teman-teman
Matematika 46, serta semua pihak terkait yang telah membantu dalam proses
penyusunan karya ilmiah ini.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.
Bogor, November 2014
Nurlaela Rosdiyana
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
METODOLOGI
Data
Pengambilan Data
Pemodelan Fuzzy
Ukuran Kesalahan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembentukan Himpunan Fuzzy
Aplikasi Fungsi Implikasi
Agregasi Semua Aturan
Defuzzifikasi
Ukuran Kesalahan
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
1
1
2
2
2
2
4
5
6
6
11
12
12
13
13
13
13
13
15
37
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1
Gambar 2
Gambar 3
Gambar 4
Gambar 5
Gambar 6
Gambar 7
Gambar 8
Gambar 9
Gambar 10
Gambar 11
Gambar 12
Gambar 13
Histogram Suhu Udara Rata-Rata di Bogor Tahun 2012
6
Representasi Suhu Udara Rata-Rata di Bogor Tahun 2012
7
Histogram Kelembaban Udara di Bogor Tahun 2012
8
Representasi Kelembaban Udara di Bogor Tahun 2012
8
Histogram Kecepatan Angin di Bogor Tahun 2012
9
Representasi Kecepatan Angin di Bogor Tahun 2012
9
Histogram Curah Hujan di Bogor Tahun 2012
9
Representasi Curah Hujan di Bogor Tahun 2012
10
Histogram Penguapan di Bogor Tahun 2012
10
Representasi Penguapan di Bogor Tahun 2012
10
Histogram Frekuensi Petir di Bogor Tahun 2012
11
Representasi Frekuensi Petir di Bogor Tahun 2012
11
Hasil Perhitungan dari Agregasi Semua Aturan Model Frekuensi
Petir
12
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
Lampiran 4
Lampiran 5
Lampiran 6
Data iklim dan data frekuensi petir
Fungsi keanggotaan data iklim dan frekuensi petir
Aturan model frekuensi petir dengan menggunakan pendekatan
logika fuzzy
Contoh proses penggunaan fungsi implikasi
Proses agregasi semua aturan model frekuensi petir
Hasil pemodelan frekuensi petir di Bogor menggunakan
pendekatan logika fuzzy dan nilai MAPE
15
20
26
28
31
33
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bogor merupakan salah satu daerah yang berpotensi rawan petir karena
memiliki topografi yang memungkinkan tumbuhnya awan-awan konvektif di
sekitar lereng pegunungan. Sejumlah pegunungan yang mengelilingi Bogor
dengan ketinggian mencapai ribuan kaki dapat mengalihkan awan menuju
ketinggian yang potensial menimbulkan terjadinya petir (Suharsono 1982).
Daerah yang dikenal dengan julukan kota hujan ini memiliki curah hujan yang
sangat tinggi sehingga berpotensi menghasilkan petir dengan frekuensi yang besar.
Petir merupakan pelepasan muatan elektrostatis yang berasal dari badai guntur
(Hidayat 2008). Artikel Antara News (2013) menyebutkan bahwa Bogor adalah
salah satu daerah yang memiliki potensi petir sangat tinggi di dunia, tercatat
dalam Guinness Book of Record pada tahun 1989.
Petir sering terjadi pada saat hujan karena kadar air dalam udara lebih tinggi
dan mengakibatkan daya isolasi udara menurun sehingga arus menjadi lebih
mudah mengalir. Selain curah hujan, faktor yang menyebabkan terjadinya petir
adalah ketakstabilan udara, mekanisme pengangkatan masa udara (lifting),
pertumbuhan awan, kecepatan angin, suhu udara, kelembaban udara, tekanan
udara, dan penguapan (Bayong 2004). Keberadaan petir memberikan beberapa
manfaat antara lain sebagai sumber energi, pemicu terjadinya reaksi kimia dalam
pembentukan lapisan ozon, dan pembentukan NH4 untuk kesuburan tanah.
Namun, serangan petir dapat menjadi bencana. Serangan petir dapat mengganggu
transmisi listrik, menimbulkan tegangan tinggi, dan merenggut nyawa manusia
yang terkena serangan secara langsung. Bahaya yang ditimbulkan dari sambaran
petir ini sangat merugikan manusia sehingga kita perlu waspada dan hati-hati pada
saat hujan yang disertai petir (Husni 2002).
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memiliki peranan
penting dalam mengamati gejala petir di Indonesia. Menurut peneliti Jepang
Suichi Mori dalam artikel Antara News (2013), data mengenai petir dapat
digunakan untuk memprediksi cuaca secara akurat. Selain itu, data hasil penelitian
petir dapat dimanfaatkan untuk mengurangi dampak petir terhadap instalasiinstalasi petir. Bogor memiliki pencatat frekuensi petir yang terletak di Stasiun
Klimatologi Kelas 1 BMKG Dramaga, Bogor. Salah satu alat yang digunakan
dalam BMKG adalah lightning counter. Lightning counter merupakan alat
pencatat frekuensi petir dalam radius ±10 km dari sumber pengamatan. Namun,
keterbatasan sarana dalam pemeliharaan dan perawatan mengakibatkan seringnya
terjadi kerusakan pada lightning counter. Salah satu kendala dalam memperbaiki
alat tersebut adalah harus mendatangkan seorang teknisi dari kantor pusat yang
tidak bisa dilakukan sembarang waktu. Hal ini yang menyebabkan data frekuensi
petir kurang tercatat dengan baik. Kondisi alat pencatat frekuensi petir yang rusak
dapat menyulitkan para ahli dalam mengamati dan menghasilkan prediksi data
frekuensi petir. Oleh karena itu, diperlukan suatu model yang dapat membantu
para ahli dalam memprediksi sambaran petir. Salah satu cara yang dapat
dilakukan adalah membuat model yang menghubungkan antara faktor-faktor yang
memengaruhi terjadinya sambaran petir.
2
Pada karya ilmiah ini dilakukan pemodelan frekuensi petir menggunakan
pendekatan logika fuzzy yang mengadopsi pengetahuan manusia ke komputer dan
dapat menyelesaikan masalah seperti yang dilakukan para ahli. Beberapa
penelitian yang terkait dengan karya ilmiah ini adalah penelitian Akhmad Akbar
(2012) tentang Pruning pada Fuzzy Decision Tree dalam Klasifikasi Data Iklim
dan Titik Api di Daerah Tjilik Riwut, Palangkaraya, Kalimantan Selatan dan
Penelitian tentang Karakteristik Petir Terkait Curah Hujan Lebat di Wilayah
Bandung, Jawa Barat oleh Deni Septiadi (2012). Diharapkan dengan pendekatan
ini pengambilan keputusan dapat dilakukan secara tepat mendekati hasil
pengetahuan para ahli. Pada karya ilmiah ini, pemodelan frekuensi petir di Bogor
menggunakan pendekatan logika fuzzy dilakukan dengan bantuan software
matematika.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari karya ilmiah ini adalah:
1. Membuat model frekuensi petir di Bogor menggunakan pendekatan logika
fuzzy.
2. Menghitung ukuran kesalahan dari model frekuensi petir.
METODOLOGI
Data
Data yang digunakan adalah data frekuensi petir dan data iklim hasil
pengamatan tahun 2012 di Stasiun Klimatologi Kelas 1 BMKG Dramaga, Bogor.
Pengambilan Data
Suhu Udara
Suhu dapat didefinisikan sebagai tingkat panas suatu benda yang dapat
berubah sesuai tempat dan waktu (Bayong 2004). Pengukuran suhu udara hanya
memperoleh satu nilai yang menyatakan nilai rata-rata suhu udara. Suhu udara
harian rata-rata didefinisikan sebagai rata-rata pengamatan selama 24 jam yang
dilakukan setiap jam. Suhu harian rata-rata di Indonesia dapat dihitung dengan
persamaan:
dengan
adalah suhu harian rata-rata,
adalah pengamatan suhu
udara pada pukul 07.00, pukul 13.00 dan pukul 18.00 waktu setempat.
Pengukuran suhu udara rata-rata di Stasiun Klimatologi Kelas 1 BMKG
Dramaga, Bogor, menggunakan psikrometer yang terdiri atas termometer bola
kering dan bola basah. Psikrometer ditempatkan di dalam sangkar meteorologi
dengan posisi tegak. Pengamatan dilakukan tiga kali sehari yaitu pada pukul 7.00,
13.00 dan 18.00 waktu setempat.
3
Kelembaban Udara
Besaran yang dipakai untuk menyatakan kelembaban udara adalah
kelembaban relatif. Kelembaban relatif adalah perbandingan nisbah pencampuran
(r) dengan nilai jenuhnya (rs) dan dinyatakan dalam persen (Bayong 2004). Alat
yang digunakan untuk mengukur kelembaban adalah psikrometer. Cara
pengukurannya, dengan memutar psikrometer di luar sangkar meteorologi selama
1-2 menit kemudian dapat dibaca suhu dari termometer bola basah dan bola
kering. Kelembaban udara dapat dinyatakan dengan persamaan:
dengan RH adalah kelembaban relatif, e adalah tekanan uap air jenuh, dan es
adalah tekanan uap air suhu bola basah.
Tekanan uap air merupakan jumlah tekanan parsial dari uap air yang berada
di udara. Berikut persamaan dari tekanan uap air:
(
)
dengan es adalah tekanan uap air suhu bola basah dan To adalah suhu bola kering.
Tekanan uap air jenuh merupakan jumlah tekanan dari uap air yang berada
di udara saat jenuh. Tekanan uap air jenuh dapat dinyatakan dengan persamaan:
dengan e adalah tekanan uap air jenuh, Tw adalah suhu bola basah dan Pqfe adalah
tekanan udara stasiun pengamatan.
Kecepatan Angin
Gerak udara yang sejajar dengan permukaan bumi disebut angin. Udara
bergerak dari daerah yang bertekanan tinggi ke daerah yang bertekanan rendah.
Kecepatan angin tergantung pada ketinggiannya dari permukaan tanah. Dalam hal
ini, semakin tinggi posisi angin semakin cepat lajunya (Bayong 2004). Angin
diukur dengan satuan mil laut per jam atau disebut juga knot (kn) dengan 1 kn =
1.85 km jam-1 = 1.151 mil jam-1 = 0.514 m det-1 atau 1 m det-1 = 2.237 mil jam-1 =
1.944 kn. Anemometer merupakan alat yang digunakan untuk mengukur
kecepatan angin. Berbentuk seperti cup, anemometer terhubung dengan
anemograf yang berfungsi sebagai pencatat kecepatan angin. Pengukuran angin
dilakukan di puncak menara setinggi 10 m dari permukaan tanah.
Curah Hujan
Hujan dapat diartikan sebagai salah satu bentuk presipitasi uap air yang
berasal dari awan yang terdapat di atmosfer (Kartasapoetra 2004). Topografi dapat
menyebabkan keragaman curah hujan secara lokal pada suatu tempat, seperti
adanya gunung, bukit atau pegunungan yang menyebabkan hujan terjadi secara
tidak merata (Asdak 1995). Milimeter adalah satuan untuk curah hujan, artinya air
hujan yang jatuh setelah 1 mm tidak mengalir, tidak meresap, dan tidak menguap.
4
Alat untuk mengukur jumlah curah hujan disebut penakar curah hujan biasa. Pada
alat tersebut terdapat kran untuk mengeluarkan air hujan yang akan diukur dengan
menggunakan gelas ukuran. Pengamatan dilakukan setiap pukul 07.00 waktu
setempat.
Penguapan
Proses perubahan fase air atau es menjadi fase uap yang naik ke udara
disebut dengan penguapan. Besarnya penguapan tergantung pada suhu udara,
kelembaban udara, tekanan udara, dan kecepatan angin (Bayong 2004). Alat untuk
mengukur besarnya penguapan disebut evaporimeter panci. Pengamatan
dilakukan setiap pukul 07.00 waktu setempat
Frekuensi Petir
Pelepasan muatan elektrolisis yang berasal dari badai guntur dapat disebut
dengan petir. Pelepasan muatan ini disertai dengan pancaran cahaya dan radiasi
elektromagnetik. Energi pelepasan petir sangat besar sehingga menimbulkan
rentetan cahaya, panas, dan bunyi menggelegar yang disebut geluduk atau
geledek. Sedemikian besarnya energi petir itu sampai-sampai langit menjadi
terang (Byers 1997). Alat penghitung frekuensi petir adalah lightning counter
yang terhubung dengan alat digital untuk mencatat banyaknya frekuensi petir.
Proses kerjanya adalah sambaran petir yang sampai di bumi dapat tersensor
dengan lightning counter yang terhubung pada alat digital. Dari alat digital ini
dapat terlihat berapa frekuensi petir yang terjadi dalam satu hari.
Pemodelan Fuzzy
Logika fuzzy digunakan sebagai cara untuk memetakan permasalahan dari
input menuju ke output. Model logika fuzzy memungkinkan pembuatan keputusan
yang relatif dalam suatu lingkungan ketidaktentuan dan ketidakteraturan (Zadeh
1996). Hal yang harus dipahami dalam logika fuzzy adalah variabel dan himpunan
fuzzy. Salah satu aplikasi dari logika fuzzy adalah sistem inferensi fuzzy (Fuzzy
Inference Sytem/ FIS), yaitu sistem komputasi yang bekerja atas dasar prinsip
penalaran fuzzy. Metode yang digunakan dalam karya ilmiah ini adalah metode
Mamdani atau dikenal dengan metode maximum-minimum yang dapat menerima
masukan dari manusia, intuitif, dan berdasarkan penalaran manusia (Kusumadewi
dan Purnomo 2010). Ebrahim Mamdani memperkenalkan metode tersebut pada
tahun 1975. Tahapan mendapatkan output, yaitu:
1. Pembentukan himpunan fuzzy
Fuzzifikasi merupakan proses mengubah variabel tegas menjadi variabel
fuzzy (Frans Susilo 2006). Variabel ditentukan berdasarkan proses yang akan
dilakukan. Data dari masing-masing variabel dibuat histogram untuk melihat
trend data. Himpunan fuzzy pada metode Mamdani dibagi menjadi satu atau
lebih himpunan. Fungsi keanggotaan adalah suatu bentuk untuk mencari nilai
keanggotaan. Nilai keanggotaan pada himpunan fuzzy terletak pada rentang 0
sampai 1. Nilai keanggotaan diperlukan untuk memberikan bobot pada suatu
variabel, sehingga variabel tersebut dapat dinyatakan dengan nilai.
2. Aplikasi fungsi implikasi
5
Penyusunan basis aturan berupa implikasi fuzzy yang menyatakan relasi antara
variabel input dan output. Fungsi implikasi yang digunakan dalam metode
Mamdani adalah min dengan operator and pada setiap aturan. Metode ini
mengambil nilai keanggotaan terkecil antarelemen pada himpunan yang sesuai.
Persamaan dari setiap aturan dalam fungsi implikasi, yaitu:
IF (x1 is A1) and (x2 is A2) THEN y is B
dengan A dan B adalah himpunan fuzzy, sedangkan x dan y merupakan variabel
fuzzy. Proposisi yang mengikuti IF disebut anteseden, sedangkan proposisi
yang mengikuti THEN disebut konsekuen (Kusumadewi dan Purnomo 2010).
3. Agregasi semua aturan
Agregasi semua aturan menggunakan metode max. Solusi himpunan fuzzy
dapat diperoleh dengan cara mengambil nilai maksimum aturan, kemudian
menggunakannya untuk memodifikasi daerah fuzzy, dan mengaplikasikannya
ke output dengan menggunakan operator or. Secara umum dituliskan:
adalah nilai keanggotaan solusi fuzzy sampai aturan ke-i dan
adalah nilai keanggotaan konsekuen fuzzy aturan ke-i (Kusumadewi
dan Purnomo 2010).
dengan
4. Defuzzifikasi
Defuzzifikasi adalah proses pengubahan output fuzzy ke output crisp
(Marimin, 2002). Input dari proses defuzzifikasi adalah suatu himpunan fuzzy
yang diperoleh dari agregasi semua aturan fuzzy, sedangkan output yang
dihasilkan berupa bilangan pada domain himpunan fuzzy tersebut
(Kusumadewi dan Purnomo 2010). Proses defuzzifikasi menggunakan metode
centroid (composite moment) dengan output diperoleh mengambil titik pusat
daerah fuzzy. Secara umum dituliskan:
∫
∫
∑
∑
( )
( )
dengan adalah titik pusat, z adalah domain himpunan fuzzy, dan µ adalah
derajat keanggotaan.
Ukuran Kesalahan
The Mean Absolute Percentage Error (MAPE) dapat dihitung dengan cara
kesalahan absolut pada tiap periode dibagi dengan nilai observasi yang nyata pada
6
periode tersebut (Makridakis et.al 1995). MAPE dapat digunakan untuk
membandingkan metode dan ramalan terbaik dalam menyusun model kontinu.
MAPE mengindikasi seberapa besar kesalahan dalam hasil ramalan bila
dibandingkan dengan nilai nyata. MAPE mengukur ketepatan nilai dugaan model
yang dinyatakan dalam bentuk persentase absolut kesalahan. Persamaan MAPE
dapat dituliskan:
E ∑
-
E
dengan
dimana Fi adalah data aktual pada periode ke-i, Fi* adalah nilai ramalan pada
periode ke-i, dan n adalah banyaknya periode waktu.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian ini, faktor-faktor terjadinya petir hanya dibatasi sampai data
iklim saja seperti: suhu udara rata-rata, penguapan, kecepatan angin, kelembaban
udara, dan curah hujan, sedangkan untuk data petir menggunakan data frekuensi
petir. Data dapat dilihat pada Lampiran 1.
Pemodelan Fuzzy
1. Pembentukan Himpunan Fuzzy
Variabel input berupa suhu udara rata-rata, kelembaban udara, kecepatan
angin, penguapan, curah hujan, dan variabel output berupa frekuensi petir.
Suhu Udara
Data tegas dari suhu udara rata-rata dibuat histogram sehingga dapat terlihat
trend datanya. Penentuan fungsi keanggotaan dapat dilakukan setelah melihat
trend data suhu udara rata-rata.
7
6
5
Frekuensi 4
3
2
1
0
6
4
1 1
5 5 5
4
1 2 1 1 1 1
2 2
6 6
5
5 5
2 3 2
6
4
2 1
1 1 1
Suhu Udara Rata-Rata (oC)
Gambar 1 Histogram Suhu Udara Rata-Rata di Bogor Tahun 2012
Langkah fuzzifikasi selanjutnya adalah mengubah nilai tegas suhu udara
rata-rata menjadi nilai samar. Nilai fuzzy diubah dengan cara mengklasifikasi nilai
tegas suhu udara rata-rata berdasarkan histogramnya. Dengan demikian
didapatkan variabel input berupa suhu udara rata-rata (T). Jika x menyatakan suhu
udara rata-rata, maka himpunan fuzzy yang terbentuk terdiri atas: Sangat Rendah
7
(SRe) dengan x < 25.1 oC, Rendah (Re) dengan 25.1 oC ≤ x < 25.5 oC, Normal (N)
dengan 25.5 oC ≤ x < 26.4 oC, Sedang (S) dengan 26.4 oC ≤ x < 26.9 oC, dan
Tinggi (T) dengan x ≥ 26.9 oC.
Suhu udara rata-rata (T) memiliki fungsi keanggotaan dengan bentuk
trapesium sebagai berikut:
≥
≤
{
≤ ≤
≤
≥
≤ ≤
≤ ≤
≤ ≤
{
≤
≥
≤ ≤
≤ ≤
≤ ≤
{
≤
≥
≤ ≤
≤ ≤
≤ ≤
{
≤
{
≤ ≤
≥
Representasi untuk variabel suhu udara diperlihatkan pada Gambar 2.
Suhu Udara Rata-Rata
SRe
Re
N
S
T
1
Degree of membership
0.8
0.6
0.4
0.2
0
20
21
22
23
24
T (oC)
25
26
27
Gambar 2 Representasi Variabel Suhu Udara Rata-Rata di Bogor Tahun 2012
8
Kelembaban Udara
Histogram variabel input kelembaban udara sebagai berikut.
12
2 2 2 2 2 4 3 6 2
8
7 8 6 3 4 1 2 2 1 1
5 7
69
74
75
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
94
95
96
98
More
14
12
10
Frekuensi 8
6
4
2
0
Kelembaban Udara (%)
Gambar 3 Histogram Kelembaban Udara di Bogor Tahun 2012
Variabel input berupa kelembaban udara (RH). Jika x menyatakan
kelembaban udara, maka himpunan fuzzy yang terbentuk terdiri atas: Rendah (Re)
dengan x < 83 %, Sedang (S) dengan 83 % ≤ x < 94 %, dan Tinggi (T) dengan x ≥
94%.
Kelembaban udara (RH) memiliki fungsi keanggotaan dengan bentuk
trapesium sebagai berikut:
≥
≤
{
≤ ≤
≤
≥
≤ ≤
≤ ≤
≤ ≤
{
≤
{
≤ ≤
≥
Representasi variabel kelembaban udara diperlihatkan pada Gambar 4.
Kelembaban Udara
Re
S
T
1
Degree of membership
0.8
0.6
0.4
0.2
0
70
75
80
85
RH (%)
90
95
Gambar 4 Representasi Kelembaban Udara di Bogor Tahun 2012
9
Kecepatan Angin
Histogram untuk variabel input kecepatan angin sebagai berikut.
10
8
6
Frekuensi
4
2
0
8
6
1211
5
2133
6
4
5
5
3
5
3
5
2323
23113111
Kecepatan Angin (Kn)
Gambar 5 Histogram Kecepatan Angin di Bogor Tahun 2012
Variabel input berupa kecepatan angin (A). Jika x menyatakan kecepatan
angin, maka himpunan fuzzy yang terbentuk terdiri atas: Sangat Lemah (SL)
dengan x < 3.1 kn, Lemah (L) dengan 3.1 kn ≤ x < 3.9 kn, Sedang (S) dengan 3.9
kn ≤ x < 4.4 kn, Kuat (K) dengan 4.4 kn ≤ x < 5.2 kn, dan Sangat Kuat (SK)
dengan x ≥
kn. Fungsi keanggotaan kecepatan angin yang memiliki bentuk
trapesium dapat dilihat pada Lampiran 2.
Representasi variabel kecepatan angin diperlihatkan pada Gambar 6.
Kecepatan Angin
SL
L
S
K
SK
1
Degree of membership
0.8
0.6
0.4
0.2
0
2.5
3
3.5
4
4.5
A (Kn)
5
5.5
6
6.5
Gambar 6 Representasi Kecepatan Angin di Bogor Tahun 2012
Curah Hujan
Histogram untuk variabel input curah hujan sebagai berikut.
Curah Hujan
3
2
2
Frekuensi
2
2
1
11 111 1111111111111111111111111111 11111111111111111111111111111111
0.4
0.9
1.4
2.3
3.8
4.1
5.5
6.2
7.5
8
8.7
9.6
10.8
12
15.8
18.2
22.2
27.7
36.7
42.2
53.3
58.2
More
0
Curah Hujan (mm)
Gambar 7 Histogram Curah Hujan di Bogor Tahun 2012
10
Variabel input berupa curah hujan (CH). Jika x menyatakan curah hujan,
maka himpunan fuzzy yang terbentuk terdiri atas: Sangat Ringan (SRi) dengan x <
1 mm, Ringan (Ri) dengan 1 mm ≤ x < 9.6 mm, Sedang (S) dengan 9.6 mm ≤ x <
34.5 mm, dan Lebat (Le) dengan x ≥
mm Fungsi keanggotaan curah hujan
yang memiliki bentuk trapesium dapat dilihat pada Lampiran 2.
Representasi variabel curah hujan diperlihatkan pada Gambar 8.
Curah Hujan
SRiRi
1
S
Le
Degree of membership
0.8
0.6
0.4
0.2
0
0
20
40
60
CH (mm)
80
100
Gambar 8 Representasi Curah Hujan di Bogor Tahun 2012
Penguapan
Histogram untuk variabel input penguapan sebagai berikut.
6
5
5
4
4
4 4
3 3
4
3
2211 112 22 21211
3
33
11
12 2
1
3
111 111
0
2.4
2.6
2.9
3.3
3.5
3.7
3.9
4.1
4.3
4.5
4.7
4.9
5.1
5.3
5.5
5.8
6
6.4
6.9
7.3
7
6
5
4
Frekuensi 3
2
1
0
Penguapan (mm)
Gambar 9 Histogram Penguapan di Bogor Tahun 2012
Variabel input berupa penguapan (P). Jika x menyatakan penguapan, maka
himpunan fuzzy yang terbentuk terdiri atas: Sangat Rendah (SRe) dengan x < 3.3
mm, Agak Rendah (ARe) dengan 3.3 mm ≤ x < 4.2 mm, Rendah (Re) dengan 4.2
mm ≤ x < 4.6 mm, Sedang (S) dengan 3.3 mm ≤ x < 4.6 mm, dan Lebat (Le)
dengan x ≥
mm Fungsi keanggotaan penguapan yang memiliki bentuk
trapesium dapat dilihat pada Lampiran 2.
Representasi variabel penguapan diperlihatkan pada Gambar 10.
Penguapan
SRe
ARe
Re
S
AT
T
ST
1
Degree of membership
0.8
0.6
0.4
0.2
0
0
1
2
3
4
P (mm)
5
6
Gambar 10 Representasi Penguapan di Bogor Tahun 2012
7
11
Frekuensi Petir
Histogram untuk variabel output frekuensi petir sebagai berikut.
1
4
7
11
14
23.6
26
36
42
56
69
80
89
115
147
202
251
353
453
506
652
855
7
6
5 66
4 5
Frekuensi 3
2
33
1
22121222111111112121111111111112 111111121111111111111111111
0
Petir
Gambar 11 Histogram Frekuensi Petir di Bogor Tahun 2012
Variabel input berupa frekuensi petir (PETIR). Jika x menyatakan frekuensi
petir, maka himpunan fuzzy yang terbentuk terdiri atas: A dengan x < 4, B1
g
≤x< B
g
≤x< 0 C
g
0≤x<
D
g
≤x
< 23, D2 dengan 24 ≤ x <
E
g
≤x<
F
g
≤ x < 55, F2
g
≤ x < 70, F3 dengan 70 ≤ x < 85, G
g
≤ x < 99, H1 dengan 99
≤ x < 132, H2 denga
≤x<
I
g
≤x<
J
g
≤x<
J
g
≤x<
J
g
≤x<
J
g
≤ x < 446,
J
g
≤x<
J
g
≤x< 0 J
g
0 ≤ x < 523, J8
g
≤x< 0 J
g
0 ≤ x < 855, dan J10 dengan x ≥ 855. Fungsi
keanggotaan frekuensi petir yang memiliki bentuk trapesium dapat dilihat pada
Lampiran 2.
Representasi variabel frekuensi petir diperlihatkan pada Gambar 12.
Frekuensi Petir
B1
B2
A
D
C
D2
1
E
F1
F2
F3
G
H1 H2
1
I
J1 J2
J3
J4
J5
J6
J7
J8
400
PETIR
500
600
J9
J10
Degree of membership
0.8
0.6
0.4
0.2
0
100
200
300
700
800
Gambar 12 Representasi Frekuensi Petir di Bogor Tahun 2012
2. Aplikasi Fungsi Implikasi
Basis aturan disusun berupa implikasi fuzzy yang menyatakan relasi antara
variabel input dengan variabel output. Banyaknya aturan dapat ditentukan dari
banyaknya nilai linguistik untuk masing-masing variabel input fuzzy (Frans Susilo
2006). Artinya jumlah maksimum aturan yang terbentuk dapat ditentukan dengan
jumlah himpunan fuzzy pada variabel input. Variabel input pada karya ilmiah ini
seperti suhu udara rata-rata memiliki lima himpunan fuzzy, kelembaban udara
12
memiliki tiga himpunan fuzzy, kecepatan angin memiliki lima himpunan fuzzy,
curah hujan memiliki empat himpunan fuzzy, dan penguapan memiliki tujuh
himpunan fuzzy, maka akan terdapat 2 100 aturan. Namun, aturan yang mungkin
dan sesuai dengan basis pengetahuan ada 81 aturan (Lampiran 3).
Himpunan fuzzy pada setiap variebel diawali dengan mengaplikasikan
fungsi implikasi untuk setiap aturan. Aplikasi fungsi implikasi ini berfungsi untuk
mencari suatu nilai fuzzy output dari fuzzy input. Prosesnya adalah suatu nilai
fuzzy yang berasal dari tahap fuzzifikasi dimasukkan ke dalam sebuah aturan yang
telah dibuat untuk dijadikan sebuah fuzzy output. Pada metode Mamdani, fungsi
implikasi yang digunakan adalah metode min dengan operator fuzzy and, oleh
karena metode min yang digunakan maka input terkecil yang akan diambil.
Contoh proses penggunaan fungsi implikasi dapat dilihat pada Lampiran 4.
3. Agregasi Semua Aturan
Suatu keputusan didasarkan pada pengujian semua aturan, maka aturan
harus dikombinasikan dalam beberapa cara untuk membuat keputusan. Agregasi
adalah proses dimana himpunan fuzzy yang mewakili output dari setiap aturan
digabungkan ke dalam himpunan fuzzy tunggal. Agregasi hanya terjadi sekali
untuk setiap output variabel. Output dari proses agregasi adalah salah satu
himpunan fuzzy untuk setiap variabel output.
Agregasi semua aturan menggunakan metode max dengan operator fuzzy or.
Dengan demikian, solusi himpunan fuzzy diperoleh dengan cara mengambil nilai
maksimum aturan. Setelah itu, output didapatkan dengan cara defuzzifikasi.
Agregasi semua aturan dilakukan dengan menggunakan bantuan toolbox yang
terdapat pada software matematika. Proses agregasi semua aturan dapat dilihat
pada Lampiran 5.
4. Defuzzifikasi
Hasil agregasi semua aturan berupa himpunan fuzzy, oleh karena itu perlu
dilakukan proses defuzzifikasi untuk memperoleh nilai berupa anggota himpunan
crisp (tegas). Metode yang digunakan pada kasus ini adalah metode centroid,
yaitu dengan mengambil titik pusat himpunan fuzzy tersebut.
1
µPETIR (x) 0.5
Frekuensi
petir = 75
0
46
55
69
70
80
85
89
99
115
132
PETIR
7
Gambar 13 Hasil Perhitungan dari Agregasi Semua Aturan Model Frekuensi Petir
Dengan demikian dihasilkan bila T (suhu udara) sebesar 25.2 0C dan RH
(kelembaban udara) sebesar 84 % dan A (kecepatan angin) sebesar 3.9 kn dan CH
(curah hujan) sebear 26.3 mm dan P (penguapan) sebesar 7.3 mm, maka diperoleh
prediksi frekuensi petir yang terjadi adalah 75.
13
Ukuran kesalahan
Nilai MAPE berdasarkan data dan model yang digunakan pada karya ilmiah
ini adalah sebesar 17.2%. Nilai MAPE tersebut dapat mengindikasi seberapa besar
kesalahan dalam menyusun model frekuensi petir. Ukuran kesalahan sebesar
17.2% merupakan dugaan model yang dinyatakan dalam bentuk persentase
absolut kesalahan. Nilai keakuratan tersebut belum dapat dikatakan baik atau
buruk dari suatu model karena belum ada acuan dari peneliti sebelumnya
mengenai model frekuensi petir. Hasil perhitungan nilai MAPE dapat dilihat pada
Lampiran 6.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Logika fuzzy dapat digunakan dalam membuat model frekuensi petir,
sehingga memungkinkan untuk memprediksi frekuensi petir ketika lightning
counter mengalami gangguan. Pada karya ilmiah ini, didapatkan nilai MAPE
sebesar 17.2% berdasarkan dengan data dan model frekuensi petir pada tahun
2012.
Saran
Pemodelan frekuensi petir yang lebih baik dapat menggunakan data lebih
dari satu tahun agar dapat memperkecil ukuran kesalahan.
DAFTAR PUSTAKA
Akbar Akhmad. 2012. Pruning pada Fuzzy Decision Tree dalam Klasifikasi Data
Iklim dan Titik Api di Daerah Tjilik Riwut, Palangkaraya, Kalimantan Selatan
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Asdak C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta
(ID): Gajah Muda University Press.
Byers JR. 1997. Element of Cloud Physics. Chicago (US): The University of
Chicago Press.
Susilo Frans SJ. 2003. Himpunan dan Logika Kabur Serta Aplikasinya.
Yogyakarta (ID): Graha Ilmu Yogyakarta.
Hidayat S. 2008. Ketika Petir Menyambar Tower BTS [internet]. [diacu 2013
November 10]. Tersedia pada: http://www.wordpress.com/2008/04/10/html.
Husni M. 2002. Mengenal Bahaya Petir. Jurnal Meteorologi dan Geofisika Vol 3
No. 4 Oktober - Desember 2002. Jakarta (ID).
Kusumadewi S, Purnomo H. 2010. Analisis Logika Fuzzy untuk Mendukung
Keputusan. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu.
Makridakis S, Wheelwright SC, McGee VE. 1995. Metode dan Aplikasi
Peramalan. Adriyanto US dan Basith A, penerjemah. Jakarta (ID): Erlangga.
14
Marimin. 2002. Teori dan Aplikasi Sistem Pakar dalam Teknologi Manajerial.
Bogor (ID): IPB Press – Pascasarjana IPB.
Maryati. 2013. Periset Jepang Teliti Petir di Bogor. Antara News. D0-18.
Septiadi Deni. 2012. Karakteristik Petir Terkait Curah Hujan Lebat di Wilayah
Bandung, Jawa Barat [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Suharsono H. 1982. Beberapa Aspek Iklim Bogor [Skripsi]. Bogor (ID): Jurusan
Agrometeorologi Departemen Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor.
Tjasyono Bayong HK. 2004. Klimatologi Edisi Ke-2. Bandung (ID): ITB Press.
Zadeh L. 1996. Fuzzy Logic: Computing with words, IEEE Transactions on Fuzzy
System.
20
Lampiran 1 Data iklim dan data frekuensi petir
DATA IKLIM 2012
Lokasi
Stasiun Klimatologi Dramaga Bogor
Lintang
06o 31' LS
Bujur
106o 44' BT
Elevasi
207 m
TEMPERATUR (0C)
TGL
Januari
Februari
RH (%)
RATA-RATA
MAX
MIN
ANGIN RATA-RATA
ARAH
KEC.
ANGIN
ANGIN (kn)
CURAH
HUJAN
(mm)
PENGUAPAN
(mm)
CUACA KHUSUS
CUACA
F. PETIR
6
24.1
29.4
22.4
94
NW
3.5
18.3
4.2
RA+TS
89
10
24.3
29.8
23
88
W
4.8
8
3.3
RA+TS
69
18
26
31.4
23.4
85
W
4
18.2
3.6
RA+TS
3
19
25.5
31.8
21.8
85
N
3.8
0
5
RA+TS
10
23
25.3
28.4
24.4
81
W
5.4
8.7
5.3
RA+TS
4
26
26.8
29.6
23.4
79
NW
2.5
7.5
2.4
RA+TS
174
1
25.5
30.2
22
88
N
2.5
8.8
4.4
RA+TS
13
3
24.2
30.2
22.5
91
NW
3.3
2.8
3.5
RA+TS
2
4
25.2
30.2
22.2
69
N
3.4
4.5
2.7
RA+TS
55
5
26
32.2
22.3
85
NW
3.7
-
2.5
TS
14
6
25.5
30.2
21.3
85
W
4.6
-
6.9
TS
3
8
26.6
33.4
22.8
86
N
4.2
6
6
RA+TS
1
10
25.3
32.6
22.2
84
N
4.1
29.5
5.3
RA+TS
88
11
25.2
32.6
21.9
84
N
3.9
26.3
7.3
RA+TS
76
12
26.5
31.4
22.8
86
N
4.1
53.3
6.7
RA+TS
6
15
16
TEMPERATUR (0C)
TGL
Maret
April
RH (%)
ANGIN RATA-RATA
ARAH
KEC.
ANGIN
ANGIN (kn)
CURAH
HUJAN
(mm)
PENGUAPAN
(mm)
RATA-RATA
MAX
MIN
16
26.2
31.4
23.8
85
N
4.7
1
19
24.4
28
22.4
92
NW
2.9
20
24.9
32
22.2
86
N
21
25.9
32
22.2
86
22
25.8
31.4
23.6
91
23
26.6
32
23.2
87
24
26.7
32.2
23.6
25
26.3
33.4
26
24.4
32
27
25.6
28
CUACA KHUSUS
CUACA
F. PETIR
5.3
RA+TS
155
44.5
5.4
RA+TS
251
2.3
11
4.1
RA+TS
3
W
4.2
18.5
4.6
RA+TS
174
NW
2.8
0.2
5
RA+TS
7
N
3.9
42.2
5.9
RA+TS
725
88
N
3.3
9.8
4.9
RA+TS
41
23.8
87
N
3.6
-
5.6
TS
147
23.1
94
E
5.7
27.7
5.5
RA+TS
523
30.4
22
85
N
4.3
56.2
5.6
RA+TS
453
25.9
32.1
23.8
87
W
3.1
2.3
3.7
RA+TS
58
29
24.2
29.5
23.2
98
NW
3.5
10.8
3.6
RA+TS
855
1
19.2
29.8
23
89
N
3.4
34.5
3.9
RA+TS
88
2
26.1
32.4
22.6
81
NW
2.8
8.4
4
RA+TS
2
3
27.2
33.4
22.8
74
W
4.9
0.4
5.5
RA+TS
1
5
26.6
31.4
23.2
78
W
2.8
6.2
1.7
RA+TS
1
6
26.9
32
23.4
81
N
6.7
1.2
7.2
RA+TS
89
28
26.5
33
21.2
83
N
3.9
15.8
3.2
RA+TS
56
29
25.7
33
22.7
86
NW
3.8
3.8
5.1
RA+TS
2
30
25.8
31
23.4
87
N
3.5
8.5
4.9
RA+TS
136
31
25.7
32.4
22.4
88
N
3.9
-
3.9
TS
17
1
25.8
32.5
23
89
N
3.3
1
5.3
RA+TS
36
17
TEMPERATUR (0C)
TGL
Mei
RH (%)
ANGIN RATA-RATA
ARAH
KEC.
ANGIN
ANGIN (kn)
CURAH
HUJAN
(mm)
PENGUAPAN
(mm)
RATA-RATA
MAX
MIN
2
25.2
32.6
22
86
W
3.4
12
3
24.6
29.6
22.6
91
N
4.4
5
25.1
30.2
22.6
89
W
3.1
11
25.1
31.6
22.8
86
S
12
25.9
32.2
22.8
86
W
13
26.9
32.6
24
85
14
26.5
32.6
23
15
26.7
32
16
26.9
33
17
25.7
18
CUACA KHUSUS
CUACA
F. PETIR
3.5
RA+TS
42
7.8
4.9
RA+TS
12
0.5
3.6
RA+TS
107
5.2
0
4.6
TS
2
3.4
9.6
2.9
RA+TS
353
N
4.7
22.2
4.8
RA+TS
506
83
SE
4.5
16.6
6.7
RA+TS
23
23.4
84
N
4.6
41.2
6.7
RA+TS
500
22.4
81
N
3.8
0
3.3
TS
29
31.8
23
86
E
5.2
116
XX
RA+TS
345
26.4
33.4
22.2
83
N
3.7
1.7
3.6
RA+TS
88
19
25.6
31.2
24
95
W
4.4
72.6
XX
RA+TS
508
20
25.7
32.4
23
91
E
2.8
15.1
2.6
RA+TS
287
21
25.7
31.6
23.8
89
N
3.6
4
4.2
RA+TS
202
22
26
30.4
24
90
S
2.8
5.5
3.4
RA+TS
248
25
26.9
34
23.2
79
W
3.5
0
4.9
TS
2
26
26.4
33
22.1
81
S
5
10
6.4
RA+TS
3
27
27.8
33.6
24
78
N
4.7
0
5
RA+TS
24
28
26.9
32.8
23.2
82
N
4
0
5.3
TS
5
29
25.9
28.6
24.2
89
C
4.2
0
4.7
RA+TS
99
30
24.2
30
24
96
SE
2.9
1.5
1.7
RA+TS
3
1
26.4
32.8
22.2
79
N
3.9
24.3
2.6
RA+TS
12
3
26
33
23.8
90
NW
3.7
7.7
5.5
RA+TS
705
17
18
TEMPERATUR (0C)
TGL
4
Juni
Juli
Agustus
September
RH (%)
RATA-RATA
MAX
MIN
25.9
32.7
21.2
83
ANGIN RATA-RATA
ARAH
KEC.
ANGIN
ANGIN (kn)
N
3.6
CURAH
HUJAN
(mm)
PENGUAPAN
(mm)
44.1
CUACA KHUSUS
F. PETIR
5.9
CUACA
RA+TS
89
437
446
6
27
32.2
23.8
83
N
4.1
0.9
4.3
RA+TS
7
24.2
28.7
23.4
95
W
4.3
3.5
3.8
RA+TS
18
25.6
31.8
22.8
88
C
5.2
0.3
5.2
RA+TS
1
19
26.4
32.7
22
83
N
4
14.5
4.3
RA+TS
26
25
25.8
33
21.4
80
N
3.9
36.7
5.8
RA+TS
15
5
26.2
29.4
24.4
88
N
2.6
-
3.2
TS
33
7
26.6
32
22.1
86
N
4.2
36.8
2.6
RA+TS
70
8
25.9
33.4
23.6
87
N
2.7
0
3.7
RA+TS
4
9
26.4
30.2
22.6
88
C
3.4
11.5
5.2
RA+TS
36
12
26.5
32.7
22.8
84
S
4.2
0.8
4.6
RA+TS
115
15
25.5
32.6
22.2
82
N
2.8
0.4
4.5
RA+TS
2
16
25.6
32.8
20.6
77
W
4.5
5
4.7
RA+TS
8
24
26.5
33.2
22.8
83
N
4.4
4.1
5.3
RA+TS
46
12
26.1
32.5
22
88
N
3.7
17.4
3.4
RA+TS
10
13
25.1
32.6
21
79
N
4
1.4
5.5
RA+TS
39
1
25
32.6
21
80
N
4.7
-
5.8
TS
11
3
25.5
32.5
20.2
69
N
4.7
-
4.7
TS
3
7
24.8
33.4
22.6
84
N
3.7
8.9
4.2
RA+TS
5
8
25.4
32.6
21
77
N
4.9
58.2
5.6
RA+TS
232
13
25.6
33
21.2
81
N
5.1
7
5.4
RA+TS
29
30
26.3
32.9
21.8
74
N
4.6
3.9
4.2
RA+TS
25
1
25.1
33.3
19.8
75
N
4
9.6
5.9
RA+TS
132
19
TEMPERATUR (0C)
TGL
RH (%)
ANGIN RATA-RATA
ARAH
KEC.
ANGIN
ANGIN (kn)
CURAH
HUJAN
(mm)
PENGUAPAN
(mm)
RATA-RATA
MAX
MIN
10
25.4
34.6
22.2
80
N
4.9
-
16
26.9
34
21.6
75
N
4.8
-
CUACA KHUSUS
CUACA
F. PETIR
5.8
TS
1
5.8
TS
7
Sumber: Stasiun Klimatologi Kelas 1 BMKG Dramaga, Bogor.
19
20
Lampiran 2 Fungsi keanggotaan data iklim dan frekuensi petir
Fungsi keanggotaan kecepatan angin:
≥
≤
{
≤ ≤
≤
≥
≤ ≤
≤ ≤
≤ ≤
{
≤
≥
≤ ≤
≤ ≤
≤ ≤
{
≤
≥
≤ ≤
≤ ≤
≤ ≤
{
≤
≥
{
≤ ≤
Fungsi keanggotaan curah hujan:
≥
≤0
{
0
0
≤0
0
≥
≤ ≤
≤
{
≤ ≤
≤
≤ ≤
21
≤
≥
≤ ≤
≤ ≤
≤ ≤
{
≤
≥
{
≤ ≤
Fungsi keanggotaan penguapan:
≥
≤
{
≤ ≤
≤
≥
≤ ≤
≤ ≤
{
≤ ≤
≤
≥
≤ ≤
≤ ≤
{
≤ ≤
≤
≥
≤ ≤
≤ ≤
{
≤ ≤
≤
≥
≤ ≤
≤ ≤
{
≤ ≤
22
≤
≥
≤ ≤
≤ ≤
≤ ≤
{
≤
≤
{
≤ ≤
Fungsi keanggotaan frekuensi petir:
≥
≤
{
≤ ≤
≤
≥
≤ ≤
≤ ≤
≤ ≤
{
≤
≥ 0
≤ ≤
{
0
≤ ≤ 0
≤
≥
≤ ≤ 0
≤ ≤
{
≤ ≤
≤
≥
≤ ≤
≤ ≤
{
≤ ≤
23
≤
≥
≤ ≤
≤ ≤
≤ ≤
{
≤
≥
≤ ≤
≤ ≤
≤ ≤
{
≤
≥
≤ ≤
≤ ≤
≤ ≤
{
≤
≥ 0
≤ ≤
{
≤ ≤
0
≤ ≤ 0
≤
≥
≤ ≤ 0
≤ ≤ 0
{
≤ ≤
0
≤ 0
≥
≤ ≤
≤ ≤
{
≤ ≤
≤
≥
≤ ≤
≤ ≤
{
≤ ≤
24
≤
≥
≤ ≤
≤ ≤
{
≤ ≤
≤
≥
≤ ≤
{
≤ ≤
≤
≥
≤ ≤ 00
≤ ≤
{
0
≤ ≤
≤
≥
≤ ≤
≤ ≤
{
≤ ≤
≤
≥
≤ ≤
≤ ≤
{
≤ ≤
≤
≥
≤ ≤
≤ ≤
{
≤ ≤
≤
≥
≤ ≤
≤ ≤
{
≤ ≤
25
≤
≥ 0
≤ ≤
{
≤ ≤ 00
0
≤ ≤ 0
00
≤ 00
≥
≤ ≤ 0
≤ ≤ 0
≤ ≤
{
{
0
≤ 0
≥
≤ ≤
≤ ≤
0
≤ ≤ 0
≤
≥
≤ ≤ 0
≤ ≤
≤ ≤
{
≤
{
≤ ≤
≥
26
Lampiran 3 Aturan model frekuensi petir dengan menggunakan pendekatan
logika fuzzy
No.
T
RH
A
CH
P
PETIR
1
IF
SRe
AND
Re
AND
K
AND
Sri
AND
T
THEN
C
2
IF
SRe
AND
S
AND
SL
AND
S
AND
AR
THEN
A
3
IF
SRe
AND
S
AND
SL
AND
Le
AND
T
THEN
J2
4
IF
SRe
AND
S
AND
L
AND
Ri
AND
AR
THEN
A
5
IF
SRe
AND
S
AND
L
AND
Le
AND
AR
THEN
G
6
IF
SRe
AND
S
AND
K
AND
Ri
AND
AR
THEN
F2
7
IF
SRe
AND
S
AND
K
AND
Ri
AND
AT
THEN
C
8
IF
SRe
AND
T
AND
SL
AND
Ri
AND
SR
THEN
A
9
IF
SRe
AND
T
AND
L
AND
S
AND
AR
THEN
J10
10
IF
SRe
AND
T
AND
L
AND
S
AND
R
THEN
G
11
IF
SRe
AND
T
AND
S
AND
Ri
AND
AR
THEN
J4
12
IF
SRe
AND
T
AND
SK
AND
S
AND
T
THEN
J8
13
IF
Re
AND
Re
AND
L
AND
Ri
AND
SR
THEN
F2
14
IF
Re
AND
Re
AND
S
AND
Ri
AND
T
THEN
F1
15
IF
Re
AND
Re
AND
S
AND
S
AND
T
THEN
H2
16
IF
Re
AND
Re
AND
K
AND
Sri
AND
T
THEN
A
17
IF
Re
AND
Re
AND
K
AND
Le
AND
T
THEN
J1
18
IF
Re
AND
S
AND
SL
AND
Sri
AND
AR
THEN
F3
19
IF
Re
AND
S
AND
L
AND
Sri
AND
SR
THEN
G
20
IF
Re
AND
S
AND
L
AND
Sri
AND
AR
THEN
H1
21
IF
Re
AND
S
AND
L
AND
S
AND
AR
THEN
F1
22
IF
Re
AND
S
AND
S
AND
Sri
AND
AR
THEN
G
23
IF
Re
AND
S
AND
S
AND
S
AND
ST
THEN
F3
24
IF
Re
AND
S
AND
SK
AND
Sri
AND
S
THEN
A
25
IF
N
AND
Re
AND
SL
AND
Sri
AND
R
THEN
A
26
IF
N
AND
Re
AND
SL
AND
Ri
AND
AR
THEN
A
27
IF
N
AND
Re
AND
S
AND
Le
AND
T
THEN
D1
28
IF
N
AND
Re
AND
K
AND
Ri
AND
R
THEN
D2
29
IF
N
AND
Re
AND
K
AND
Ri
AND
S
THEN
B2
30
IF
N
AND
Re
AND
K
AND
Ri
AND
T
THEN
E
31
IF
N
AND
Re
AND
K
AND
Sri
AND
S
THEN
A
32
IF
N
AND
S
AND
SL
AND
Sri
AND
AT
THEN
B2
33
IF
N
AND
S
AND
SL
AND
Ri
AND
AR
THEN
J2
34
IF
N
AND
S
AND
SL
AND
Ri
AND
R
THEN
D1
35
IF
N
AND
S
AND
SL
AND
S
AND
SR
THEN
J3
36
IF
N
AND
S
AND
SL
AND
Sri
AND
SR
THEN
E
37
IF
N
AND
S
AND
L
AND
Sri
AND
SR
THEN
C
38
IF
N
AND
S
AND
L
AND
Sri
AND
AT
THEN
C
39
IF
N
AND
S
AND
L
AND
Ri
AND
AR
THEN
F2
27
No.
T
RH
A
CH
P
PETIR
40
IF
N
AND
S
AND
L
AND
Ri
AND
R
THEN
I
41
IF
N
AND
S
AND
L
AND
Ri
AND
AT
THEN
H2
42
IF
N
AND
S
AND
L
AND
Ri
AND
T
THEN
J9
43
IF
N
AND
S
AND
L
AND
S
AND
SR
THEN
J4
44
IF
N
AND
S
AND
L
AND
S
AND
AR
THEN
C
45
IF
N
AND
S
AND
L
AND
Sri
AND
SR
THEN
D1
46
IF
N
AND
S
AND
L
AND
Sri
AND
T
THEN
H2
47
IF
N
AND
S
AND
L
AND
Le
AND
T
THEN
J5
48
IF
N
AND
S
AND
S
AND
Sri
AND
S
THEN
H1
49
IF
N
AND
S
AND
S
AND
S
AND
AR
THEN
A
50
IF
N
AND
S
AND
S
AND
S
AND
S
THEN
I
51
IF
N
AND
S
AND
S
AND
Sri
AND
AR
THEN
D1
52
IF
N
AND
S
AND
S
AND
Le
AND
T
THEN
J8
53
IF
N
AND
S
AND
S
AND
Le
AND
T
THEN
J5
54
IF
N
AND
S
AND
K
AND
Ri
AND
T
THEN
H2
55
IF
N
AND
S
AND
K
AND
Sri
AND
ST
THEN
A
56
IF
N
AND
S
AND
SK
AND
Sri
AND
AT
THEN
A
57
IF
N
AND
S
AND
SK
AND
Le
AND
SR
THEN
J3
58
IF
N
AND
T
AND
K
AND
Le
AND
SR
THEN
J7
59
IF
S
AND
Re
AND
SL
AND
Ri
AND
SR
THEN
I
60
IF
S
AND
Re
AND
S
AND
S
AND
SR
THEN
C
61
IF
S
AND
Re
AND
K
AND
S
AND
T
THEN
A
62
IF
S
AND
S
AND
L
AND
Ri
AND
AR
THEN
G
63
IF
S
AND
S
AND
L
AND
S
AND
AT
THEN
E
64
IF
S
AND
S
AND
L
AND
S
AND
AT
THEN
F1
65
IF
S
AND
S
AND
S
AND
Sri
AND
S
THEN
H1
66
IF
S
AND
S
AND
S
AND
Ri
AND
T
THEN
A
67
IF
S
AND
S
AND
S
AND
S
AND
SR
THEN
F2
68
IF
S
AND
S
AND
S
AND
S
AND
R
THEN
D2
69
IF
S
AND
S
AND
S
AND
Le
AND
SR
THEN
F3
70
IF
S
AND
S
AND
S
AND
Le
AND
T
THEN
J9
71
IF
S
AND
S
AND
K
AND
Ri
AND
T
THEN
F1
72
IF
S
AND
S
AND
K
AND
S
AND
ST
THEN
D2
73
IF
S
AND
S
AND
K
AND
Le
AND
ST
THEN
J6
74
IF
T
AND
Re
AND
L
AND
Sri
AND
AR
THEN
E
75
IF
T
AND
Re
AND
L
AND
Sri
AND
AT
THEN
A
76
IF
T
AND
Re
AND
K
AND
Sri
AND
T
THEN
A
77
IF
T
AND
Re
AND
K
AND
Sri
AND
AT
THEN
D2
78
IF
T
AND
Re
AND
K
AND
Sri
AND
T
THEN
B2
79
IF
T
AND
Re
AND
SK
AND
Ri
AND
ST
THEN
G
80
IF
T
AND
S
AND
S
AND
Sri
AND
R
THEN
G
81
IF
T
AND
S
AND
K
AND
S
AND
S
THEN
J7
28
20
Lampiran 4 Contoh proses penggunaan fungsi implikasi
Aturan 6
Jika T (suhu udara) Sangat Rendah dan RH (kelembaban udara) Sedang dan A (kecepatan angin) Kuat dan CH (curah hujan) Sedang
dan P (penguapan) Agak Rendah, maka PETIR F2 dengan frekuensi petir antara 55 sampai 70.
(
0
C
000
)
C
0
81 : µT SRe (25.2)=0 dan 82 : µRH S (84)=1 dan 83 : µA K (3.9)=0 dan 84 : µCH S (26.3)=0 dan 85 : µP ARe (7.3)=0
maka
g : µPETIR F2 (76)=0
Aturan 23
Jika T (suhu udara) Rendah dan RH (kelembaban udara) Sedang dan A (kecepatan angin) Sedang dan CH (curah hujan) Sedang dan
P (penguapan) Sangat Tinggi, maka PETIR F3 dengan frekuensi petir antara 70 sampai 85.
(
C
0
0
C
)
3
81 : µT Re (25.2)=1 dan 82 : µRH S (84)=1 dan 83 : µA S (3.9)=1 dan 84 : µCH S (26.3)=0.67 dan 85 : µP ST (7.3)=1
maka
g : µPETIR F3 (76)=0.67
Aturan 48
Jika T (suhu udara) Normal dan RH (kelembaban udara) Sedang dan A (kecepatan angin) Sedang dan CH (curah hujan) Sangat
Ringan dan P (penguapan) Sedang, maka PETIR
g
≤ x < 132.
(
0
C
0
C
)
81 : µT N (25.2)=0 dan 82 : µRH S (84)=0 dan 83 : µA S (3.9)=0 dan 84 : µCH SRi (26.3)=0 dan 85 : µP S (7.3)=1
maka
g : µPETIR H1 (76)=0
29
30
4
Aturan 79
Jika T (suhu udara) Tinggi dan RH (kelembaban udara) Rendah dan A (kecepatan angin) Sangat Kuat dan CH (curah hujan) Ringan
dan P (penguapan) Sangat Tinggi, maka PETIR G dengan frekuensi petir antara 85 sampai 99.
(
C
0000
0
K
C
)
81 : µT T (25.2)=0 dan 82 : µRH Re (84)=0 dan 83 : µA SK (3.9)=0 dan 84 : µCH Ri (26.3)=0 dan 85 : µP ST (7.3)=1
maka
g : µPETIR G (76)=0
5
Lampiran 5 Proses agregasi semua aturan model frekuensi petir
Input fuzzy
Aplikasi fungsi implikasi (min)
31
Seluruh aturan sebanyak 81 diagregasi, maka hasil agregasi semua aturan (max) model frekuensi petir sebagai berikut.
32
6
7
Lampiran 6 Hasil pemodelan frekuensi petir di Bogor menggunakan pendekatan logika fuzzy dan nilai MAPE
No.
Suhu
Udara
Rata-Rata
(0C)
Fuzzy
T
RH
(%)
Fuzzy
RH
Kec.
Angin
(kn)
Fuzzy
A
Curah
Hujan
(mm)
Fuzzy
CH
Penguapan
(mm)
Fuzzy
P
F.
Petir
Fuzzy
F Petir
Fuzzy
F*Petir
F*
Petir
|PEi|
(%)
1
25
SRe
80
Re
4.7
K
0
Sri
5.8
T
11
C
A
2
24.9
SRe
86
S
2.3
SL
11
S
4.1
AR
3
A
A
2
1
81.8
66.7
3
24.4
SRe
92
S
2.9
SL
44.5
Le
5.4
T
251
J2
J2
258
2.8
4
24.2
SRe
91
S
3.3
L
2.8
Ri
3.5
AR
2
A
A
1
50
0
5
19.2
SRe
89
S
3.4
L
34.5
Le
3.9
AR
88
G
G
89
6
24.3
SRe
88
S
4.8
K
8
Ri
3.3
AR
69
F2
F2
61
11.6
7
24.6
SRe
91
S
4.4
K
7.8
Ri
4.9
AT
12
C
B2
10
16.7
8
24.2
SRe
96
T
2.9
SL
1.5
Ri
1.7
SR
3
A
A
1
66.7
4.8
9
24.2
SRe
98
T
3.5
L
10.8
S
3.6
AR
855
J10
J9
814
10
24.1
SRe
94
T
3.5
L
18.3
S
4.2
R
89
G
G
89
0
11
24.2
SRe
95
T
4.3
S
3.5
Ri
3.8
AR
437
J4
J4
395
9.6
12
24.4
SRe
94
T
5.7
SK
27.7
S
5.5
T
523
J8
J8
602
15.1
9.1
13
25.2
Re
69
Re
3.4
L
4.5
Ri
2.7
SR
55
F2
F2
60
14
25.1
Re
79
Re
4
S
1.4
Ri
5.5
T
39
F1
F1
45
15.4
15
25.1
Re
75
Re
4
S
9.6
S
5.9
T
132
H2
H2
143
8.3
16
25.4
Re
80
Re
4.9
K
0
Sri
5.8
T
1
A
A
1
0
7.8
17
25.4
Re
77
Re
4.9
K
58.2
Le
5.6
T
232
J1
I
214
18
25.2
Re
89
S
3
SL
0
Sri
3.3
AR
80
F3
H1
101
26.3
19
25.2
Re
87
S
3.6
L
0
Sri
2.6
SR
85
G
G
88
3.5
20
25.1
Re
89
S
3.1
L
0.5
Sri
3.6
AR
107
H1
H1
109
1.9
F1
45
7.1
21
25.2
Re
86
S
3.4
L
12
S
3.5
AR
42
F1
33
34
8
No.
Suhu
Udara
Rata-Rata
(0C)
Fuzzy
T
RH
(%)
Fuzzy
RH
Kec.
Angin
(Kn)
Fuzzy
A
Curah
Hujan
(mm)
Fuzzy
CH
Penguapan
(mm)
Fuzzy
P
F.
Petir
Fuzzy
F Petir
Fuzzy
F*Petir
F*
Petir
|PEi|
(%)
23
25.2
Re
84
S
3.9
S
26.3
S
7.3
ST
76
F3
F3
75
1.3
24
25.1
Re
86
S
5.2
SK
0
Sri
4.6
S
2
A
A
1
50
50
25
25.5
N
82
Re
2.8
SL
0.4
Sri
4.5
R
2
A
A
1
26
26.1
N
81
Re
2.8
SL
8.4
Ri
4
AR
2
A
A
1
50
27
25.8
N
80
Re
3.9
S
36.7
Le
5.8
T
15
D1
D1
18
20
28
26.3
N
74
Re
4.6
K
3.9
Ri
4.2
R
25
D2
D1
23
8
12.5
29
25.6
N
77
Re
4.5
K
5
Ri
4.7
S
8
B2
B2
9
30
25.6
N
81
Re
5.1
K
7
Ri
5.4
T
29
E
E
30
3.4
31
25.5
N
69
Re
4.7
K
0
Sri
4.7
S
3
A
A
1
66.7
32
25.8
N
91
S
2.8
SL
0.2
Sri
5
AT
7
B2
B2
9
28.6
3.6
33
26
N
90
S
2.8
SL
5.5
Ri
3.4
AR
248
J2
J2
257
34
25.5
N
88
S
2.5
SL
8.8
Ri
4.4
R
13
D1
D1
18
38.5
35
25.7
N
91
S
2.8
SL
15.1
S
2.6
SR
287
J3
J3
306
6.6
36
26.2
N
88
S
2.6
SL
0
Sri
3.2
SR
33
E
E
31
6.1
18.2
37
25.8
N
86
S
3.1
L
0
Sri
2.6
SR
11
C
D1
13
38
25.5
N
85
S
3.8
L
0
Sri
5
AT
10
C
B2
10
0
39
25.9
N
87
S
3.1
L
2.3
Ri
3.7
AR
58
F2
F2
60
3.4
40
25.7
N
89
S
3.6
L
4
Ri
4.2
R
202
I
I
184
8.9
5.1
41
25.8
N
87
S
3.5
L
8.5
Ri
4.9
AT
136
H2
H2
143
42
26
N
90
S
3.7
L
7.7
Ri
5.5
T
705
J9
J9
741
5.1
43
25.9
N
86
S
3.4
L
9.6
S
2.9
SR
353
J4
J4
395
11.9
44
26.1
N
88
S
3.7
L
17.4
S
3.4
AR
10
C
C
10
0
D1
14
0
45
26
N
85
S
3.7
L
0
Sri
2.5
SR
14
D1
9
No.
Suhu
Udara
Rata-Rata
(0C)
Fuzzy
T
RH
(%)
Fuzzy
RH
Kec.
Angin
(kn)
Fuzzy
A
Curah
Hujan
(mm)
Fuzzy
CH
Penguapan
(mm)
Fuzzy
P
F.
Petir
Fuzzy
F Petir
Fuzzy
F*Petir
F*
Petir
|PEi|
(%)
46
26.3
N
87
S
3.6
L
0
Sri
5.6
T
147
H2
H2
143
2.7
47
25.9
N
83
S
3.6
L
44.1
Le
5.9
T
446
J5
J5
458
2.7
10.1
48
25.9
N
89
S
4.2
S
0
Sri
4.7
S
99
H1
H1
109
49
26
N
85
S
4
S
18.2
S
3.6
AR
3
A
A
1
66.7
50
25.9
N
86
S
4.2
S
18.5
S
4.6
S
174
I
I
184
5.7
51
25.7
N
88
S
3.9
S
0
Sri
3.9
AR
17
D1
D1
18
5.9
11.5
52
25.8
N
83
S
3.9
S
55.1
Le
6.1
T
652
J8
J8
577
53
25.6
N
85
S
4.3
S
56.2
Le
5.6
T
453
J5
J8
577
27.4
54
26.2
N
85
S
4.7
K
1
Ri
5.3
T
155
H2
H2
143
7.7
55
25.5
N
85
S
4.6
K
0
Sri
6.9
ST
3
A
A
1
66.7
0
56
25.6
N
88
S
5.2
SK
0.3
Sri
5.2
AT
1
A
A
1
57
25.7
N
86
S
5.2
SK
116
Le
0
SR
345
J3
J3
308
10.7
58
25.6
N
95
T
4.4
K
72.6
Le
0
SR
508
J7
J7
509
0.2
59
26.8
S
79