Aplikasi Mobile untuk Rekonstruksi dan Identifikasi Area Kerusakan Daun Menggunakan Convex Hull

APLIKASI MOBILE UNTUK REKONSTRUKSI DAN
IDENTIFIKASI AREA KERUSAKAN DAUN
MENGGUNAKAN CONVEX HULL

YUSRIZAL IHYA

DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Aplikasi Mobile untuk
Rekonstruksi dan Identifikasi Area Kerusakan Daun Menggunakan Convex Hull
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, 2014
Yusrizal Ihya
NIM G64104021

ABSTRAK
YUSRIZAL IHYA. Aplikasi Mobile untuk Rekonstruksi dan Identifikasi Area
Kerusakan Daun Menggunakan Convex Hull. Dibimbing oleh YENI
HERDIYENI.
Penelitian ini mengajukan metode untuk menghitung area kerusakan daun
yang terserang hama, diterapkan dalam bentuk aplikasi mobile dengan sistem
operasi Android. Aplikasi mobile ini digunakan pada mobile device (client) untuk
proses akuisisi citra dan praproses, sedangkan proses perhitungannya dilakukan di
server. Penelitian ini menggunakan metode Otsu untuk proses segmentasi citra
daun rusak dan Convex Hull untuk melakukan rekonstruksi pada area kerusakan
daun. Rekonstruksi daun dilakukan karena daun yang akan dideteksi mengalami
kerusakan sehingga bentuk aslinya sulit dikenali. Setelah dilakukan proses
rekonstruksi, bentuk asli daun tersebut dapat diidentifikasi kembali sehingga
tingkat kerusakan daun dapat dihitung. Rata-rata tingkat kesalahan akurasi hasil

rekonstruksi pada daun salam (Syzygium polyanthum), kemuning (Murraya
paniculata) dan sirih (Piper betle L) yang rusak, secara berturut-turut adalah
19.19%, 16.81% dan 22.31%. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa tingkat
kerusakan yang terjadi pada daun dan tingkat akurasi rekonstruksinya berbanding
terbalik. Algoritme Convex Hull dapat diterapkan untuk merekonstruksi kerusakan
pada daun bertulang daun menyirip, tapi tidak bisa diterapkan pada daun
bertulang daun menjari.
Kata kunci: Android, Convex Hull, OpenCV, Otsu, Segmentasi

ABSTRACT
YUSRIZAL IHYA. Mobile Application for Reconstruction and Identification of
Damaged Leaf Area Using Convex Hull. Supervised by YENI HERDIYENI.
This research proposes a method to calculate the area of damaged leaf
attacked by pests, implemented as a mobile application on the Android operating
system. The mobile application works on mobile device (client) for image
acquisition and preprocess, while the calculation are performed on the server. This
research uses Otsu method for image segmentation process and Convex Hull to
reconstruct the area of damaged leaf. Reconstruction is done because the leaves
were damaged so that their original shape was unrecognizable. After the
reconstruction, the original shape of the leaves can be identified so the level of

leaves damage can be calculated. The average error rate on the accuracy of the
reconstruction of damaged salam (Syzygium polyanthum) leaves, kemuning
(Murraya paniculata) leaves and sirih (Piper betle L) leaves is 19.19%, 16.81%
and 22.31% respectively. Evaluation results show that the level of damage that
occurs in the leaves and the reconstruction accuracy rate are inversely related.
Convex Hull algorithm can reconstruct damaged leaves that have pinnate bone,
but it is not suitable for leaves that have finger bone.
Keywords: Android, Convex Hull, OpenCV, Otsu, Segmentation

APLIKASI MOBILE UNTUK REKONSTRUKSI DAN
IDENTIFIKASI AREA KERUSAKAN DAUN
MENGGUNAKAN CONVEX HULL

YUSRIZAL IHYA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ilmu Komputer
pada
Departemen Ilmu Komputer


DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Aplikasi Mobile untuk Rekonstruksi dan Identifikasi Area
Kerusakan Daun Menggunakan Convex Hull
Nama
: Yusrizal Ihya
NIM
: G64104021

Disetujui oleh

Dr Yeni Herdiyeni, SSi, MKom
Pembimbing

Diketahui oleh


Dr Ir Agus Buono, MSi, MKom
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2012 ini ialah
pengolahan citra digital, dengan judul Aplikasi Mobile untuk Rekonstruksi dan
Identifikasi Area Kerusakan Daun Menggunakan Convex Hull.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Yeni Herdiyeni, SSi, MKom
selaku pembimbing yang telah banyak memberi saran. Di samping itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Prof Dr Aunu Rauf, MSc yang
telah membantu selama pengumpulan data, Kholis, Ngakan, Rahmat, Mega, Desta
serta rekan-rekan mahasiswa yang tergabung dalam lab CI yang telah membantu
selama pengerjaan skripsi dan pengembangan aplikasi. Ungkapan terima kasih
juga disampaikan kepada ayah, almarhumah ibu, serta seluruh keluarga, atas
segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2014
Yusrizal Ihya

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

ix

DAFTAR GAMBAR

ix

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang


1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

Ruang Lingkup Penelitian

3

TINJAUAN PUSTAKA


3

Pengelolaan Hama Terpadu (Integrated Pest Management)

3

Pengukuran Tingkat Kerusakan Tanaman

3

Android

4

Computer Vision

5

Open Computer Vision (OpenCV)


5

Metode Otsu

5

Convex Hull

6

METODE

8

Akuisisi Citra

9

Segmentasi


9

Rekonstruksi

9

Perhitungan Area Kerusakan

9

Evaluasi

10

Alat

10

HASIL DAN PEMBAHASAN


10

Akuisisi Citra

11

Segmentasi

11

Rekonstruksi

12

Perhitungan Area Kerusakan

13

Evaluasi

13

Hasil dan Analisis

13

Hasil Antarmuka Sistem

20

SIMPULAN DAN SARAN

23

Simpulan

23

Saran

23

DAFTAR PUSTAKA

23

RIWAYAT HIDUP

25

DAFTAR TABEL
1 Penilaian tingkat kerusakan tanaman

4

2 Hasil rekonstruksi daun salam

13

3 Hasil rekonstruksi daun kemuning

15

4 Hasil rekonstruksi daun sirih

17

DAFTAR GAMBAR
1 Ilustrasi penilaian tingkat kerusakan tanaman

4

2 Komponen sistem operasi Android

4

3 Ilustrasi Convex Hull

6

4 Flowchart algoritme 3 koin Sklansky

7

5 Metode penelitian

8

6 Citra daun salam

11

7 Citra daun kemuning

11

8 Citra daun sirih

11

9 Daun kemuning yang belum rusak

12

10 Daun kemuning yang sudah rusak

12

11 Citra daun rusak sebelum rekonstruksi

12

12 Citra daun hasil rekonstruksi

12

13 Antarmuka menu galeri

20

14 Antarmuka menu rekonstruksi

21

15 Antarmuka hasil segmentasi

21

16 Antarmuka hasil rekonstruksi

22

17 Antarmuka menu petunjuk

22

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Salah satu permasalahan di dalam budidaya pertanian adalah serangan hama
pada komoditas pertanian. Serangan hama dapat menyebabkan kerugian ekonomis
dalam budidaya dan perawatan komoditas pertanian. Selama ini, usaha yang
dilakukan untuk mengatasi serangan hama tersebut adalah dengan penggunaan
pestisida. Penggunaan pestisida seringkali menimbulkan akibat yang kurang baik
dari sisi kesehatan untuk lingkungan di sekitarnya. Selain itu, biaya perawatan
tanaman dengan pestisida juga kurang efisien dari sisi ekonomis. Zat kimia yang
terkandung di dalam pestisida juga dapat menyebabkan kualitas komoditas
pertanian menurun. Pengelolaan Hama Terpadu (Integrated Pest Management)
merupakan salah satu upaya untuk mengendalikan dan mengatasi serangan hama
dengan cara yang ramah lingkungan. Beberapa hal yang diperhatikan dalam
Pengelolaan Hama Terpadu adalah tingkat pertumbuhan jenis tanaman, faktor
iklim dan cuaca di daerah lahan pertanian, daur hidup Organisasi Pengganggu
Tanaman (OPT) atau hama yang diamati, keberadaan predator alami dan
intensitas serangan hama terhadap komoditas pertanian (Flint et al. 2003).
Penelitian ini fokus kepada pengenalan intensitas serangan OPT atau hama
terhadap komoditas pertanian. Flint et al. (2003) memaparkan bahwa serangan
hama dibagi menjadi dua jenis, yaitu serangan langsung ke komoditas utama
tanaman dan serangan tidak langsung. Contoh serangan langsung adalah jika
komoditas utama yang digunakan pada tanaman tersebut adalah daun, kemudian
hama menyerang langsung ke daunnya sehingga tingkat produktivitas tanaman
tersebut terganggu secara langsung karena daunnya tidak bisa dipanen. Contoh
serangan tak langsung adalah jika komoditas utama yang digunakan pada tanaman
tersebut adalah buahnya, sedangkan hama menyerang daun. Tingkat produktivitas
tanaman tersebut tidak terganggu karena buahnya tetap bisa dipanen.
Mura et al. (2007) melakukan penelitian pada daun kedelai yang rusak
terserang hama. Diperoleh kesimpulan bahwa dengan menggunakan metode
komputasi dan citra dari scanner, dapat diperoleh hasil yang lebih efektif dalam
menentukan persentase kerusakan daun kedelai yang terserang hama ulat
(Anticarsia gemmatalis) daripada menghitungnya secara manual, dengan rata-rata
tingkat kesalahan akurasi sebesar 13.70%.
Salah satu elemen penting yang mendukung Pengelolaan Hama Terpadu
adalah Pengawas Organisme Pengganggu Tanaman (POPT). Pemekaran wilayah
di era otonomi daerah menyebabkan jumlah POPT belum mencapai kondisi ideal,
yaitu 1 orang di setiap kecamatan. Optimalnya kinerja POPT dalam melaksanakan
tugas di lapangan sangat dipengaruhi oleh rasio jumlah petugas POPT dengan luas
wilayah kerja pengamatan OPT (Deptan DJTP 2010). Jumlah POPT pada tahun
2010 adalah 3.183 orang, yang tersebar di 6.543 kecamatan. Kurang memadainya
jumlah POPT dapat mengakibatkan informasi hasil pengamatan serangan OPT
terlambat sehingga kegiatan operasional penanganan serta perencanaan
pengendalian OPT dalam rangka pengamanan produksi tidak optimal (Deptan
DJTP 2011). Salah satu solusi yang dapat digunakan untuk mendukung kinerja
POPT yang jumlahnya terbatas tersebut adalah penggunaan teknologi dalam

2
pertanian, misalnya penerapan aplikasi mobile untuk mengukur tingkat kerusakan
komoditas pertanian pada suatu lahan pertanian.
Penelitian ini mengajukan metode untuk menghitung area kerusakan daun
secara otomatis menggunakan aplikasi mobile. Permasalahan muncul karena daun
yang akan dideteksi mengalami kerusakan dan bentuk aslinya sebelum rusak sulit
dikenali. Oleh karena itu, penelitian ini melakukan rekonstruksi area kerusakan
daun. Dengan adanya proses rekonstruksi, daun tanaman yang rusak dapat
dibentuk kembali menjadi bentuk semula sebelum rusak, sehingga bentuk asli
daun tersebut dapat diidentifikasi kembali. Nazaré-JR et al. (2010) menggunakan
algoritme Bresenham untuk proses rekonstruksi daun kedelai yang rusak karena
terserang hama, dengan rata-rata tingkat kesalahan akurasi sebesar 7.90%.
Penelitian ini mencoba menerapkan metode Convex Hull untuk melakukan
rekonstruksi area kerusakan daun dengan aplikasi mobile. Aplikasi ini
dikembangkan dengan menggunakan sistem operasi Android.
Perumusan Masalah
Dalam penelitian ini dilakukan rekonstruksi pada daun tumbuhan yang rusak
terserang hama. Rekonstruksi tersebut dilakukan untuk membentuk kembali
kerangka daun yang rusak ke bentuk semula sebelum rusak sehingga bentuk asli
daun dapat diidentifikasi kembali. Setelah bentuk asli daun dapat diidentifikasi,
tingkat kerusakan daun dapat dihitung. Tingkat kerusakan daun dapat diukur
dengan membandingkan area daun yang rusak dengan area daun hasil
rekonstruksi yang diperkirakan bentuknya mendekati bentuk asli sebelum rusak.
Proses rekonstruksi daun rusak dalam penelitian ini menggunakan metode Convex
Hull.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1 Melakukan rekonstruksi daun yang rusak menggunakan algoritme Convex Hull.
2 Mengidentifikasi area kerusakan daun yang rusak.
3 Menentukan rata-rata tingkat kesalahan akurasi hasil rekonstruksi daun yang
rusak dengan Convex Hull.
4 Membuat aplikasi mobile untuk rekonstruksi dan identifikasi area kerusakan
daun menggunakan Convex Hull.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan solusi baru dalam
melakukan rekonstruksi dan identifikasi area kerusakan daun, yaitu dengan
menggunakan perangkat mobile. Penelitian ini juga dapat dikembangkan untuk
membantu proses monitoring dan pengelolaan serangan hama di lahan pertanian.

3
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup pengembangan aplikasi ini adalah terbatas pada citra yang
digunakan sebagai citra input dalam aplikasi ini. Citra daun yang digunakan
adalah citra daun bertulang menyirip/tidak menjari, yaitu citra daun salam, daun
kemuning dan daun sirih.

TINJAUAN PUSTAKA
Pengelolaan Hama Terpadu (Integrated Pest Management)
Pengelolaan Hama Terpadu adalah strategi pengelolaan hama yang berfokus
pada pencegahan jangka panjang atau penekanan masalah hama dengan
mengusahakan dampak seminimal mungkin pada kesehatan manusia, lingkungan
dan organisme selain target (Flint et al. 2003).
Teknik yang digunakan dalam pengelolaan hama tersebut mengupayakan
agar pengelolaan hama dapat dilakukan secara biologis atau alami. Beberapa
teknik itu adalah menggunakan spesies tanaman alternatif atau varietas yang tahan
terhadap hama, memilih pestisida dengan tingkat kandungan racun yang rendah
sehingga tidak membahayakan manusia atau organisme selain target, mengadopsi
budidaya, pemangkasan, pemupukan atau praktik irigasi yang mampu mengurangi
masalah hama dan menciptakan habitat yang tidak memungkinkan hama untuk
berkembang biak.
Pestisida digunakan sebagai pilihan terakhir ketika monitoring hama yang
dilakukan menunjukkan bahwa penggunaan pestisida diperlukan. Pelaksanaan
program pengelolaan hama terpadu memerlukan pemahaman yang mendalam
tentang hama, sejarah kehidupan hama, kondisi lingkungan dan predator alami.
Pengetahuan tersebut perlu didukung dengan implementasi yang tepat dan teratur,
survei yang sistematis terhadap hama, perhitungan tingkat kerusakan yang terjadi
dan bukti-bukti yang menunjukkan keberadaan hama.
Pengukuran Tingkat Kerusakan Tanaman
Salah satu cara mengenali intensitas serangan hama pada komoditas
pertanian adalah dengan pemberian skor/nilai numerik untuk mengukur tingkat
kerusakan tanaman. Untuk analisis kuantitatif, pengukuran aktual atau pendugaan
visual intensitas serangan dari pengujian harus dicatat, kemudian dikonversi ke
dalam skor untuk seleksi atau mempercepat pengelompokan (Deptan Balitbang
2003). Contoh pemberian skor tersebut dapat dilihat pada Tabel 1 sedangkan
ilustrasi pemberian skor tingkat kerusakan tanaman dapat dilihat pada Gambar 1.

4
Tabel 1 Penilaian tingkat kerusakan tanaman
Skor
0
1
2
3
4
5

Kerusakan (%)
0
< (=) 10
10-20
20-40
40-70
>70

Keterangan
Tidak ada kerusakan
Luas kerusakan ± 10% dari helaian daun
Luas kerusakan 10-20% dari helaian daun
Luas kerusakan 20-40% dari helaian daun
Luas kerusakan 40-70% dari helaian daun
Luas kerusakan > 70% dari helaian daun atau
tanaman mati

Gambar 1 Ilustrasi penilaian tingkat kerusakan tanaman

Android
Android adalah sistem operasi untuk telepon seluler yang berbasis Linux.
Android menyediakan platform terbuka bagi para pengembang untuk menciptakan
aplikasi mereka sendiri, yang kemudian digunakan oleh bermacam peranti
bergerak (Speckmann 2008). Gambar 2 menunjukkan komponen utama dari
sistem operasi Android.

Gambar 2 Komponen sistem operasi Android

5
Computer Vision
Komputer dapat digunakan sebagai media penyimpanan dan pengolahan
citra digital. Citra digital adalah representasi objek fisik nyata tiga dimensi ke
dalam bentuk dua dimensi. Citra ini kemudian dapat diolah untuk mendapatkan
informasi lebih lanjut. Computer vision merupakan salah satu cabang ilmu
komputer yang berkaitan dengan analisis citra untuk keperluan ekstraksi informasi.
Computer vision merupakan metode yang mudah diaplikasikan untuk pengawasan
(control) penyakit dan hama tanaman (Pokharkar dan Thool 2012). Metode ini
dapat diaplikasikan untuk mengukur berbagai jenis gejala serangan hama, atau
dapat dikembangkan sebagai sistem pemantau tanaman secara otomatis.
Open Computer Vision (OpenCV)
OpenCV adalah library open source yang dapat digunakan untuk
mengembangkan aplikasi computer vision. OpenCV dapat diaplikasikan pada
lingkungan sistem operasi Windows, Linux, Android dan Mac dengan bahasa
pemrograman C, C++, Python dan Java. OpenCV dapat diaplikasikan untuk
kepentingan akademis maupun komersial di bawah lisensi BSD, yang
memungkinkan para pengembang aplikasi untuk menggunakan dan
mendistribusikannya secara bebas (Laganiere 2011).
Metode Otsu
Metode Otsu ditemukan oleh Nobuyuki Otsu pada tahun 1979. Pada metode
ini dilakukan pemilihan nilai ambang untuk membagi histogram citra gray level
ke dalam dua daerah yang berbeda secara otomatis (Hongzhi dan Ying 2007).
Pendekatan yang dilakukan oleh metode Otsu adalah dengan melakukan analisis
diskriminan, yaitu menentukan suatu variabel yang dapat membedakan antara dua
atau lebih kelompok yang muncul secara alami. Analisis diskriminan akan
memaksimumkan variabel tersebut agar dapat membagi objek latar depan
(foreground) dan latar belakang (background).
Citra dibagi menjadi dua kelas, yaitu C0 dan C1, dengan tingkat keabuan t
yaitu C0 = {0,1,2,...,t} dan C1 = {t+1, t+2, t+3, ..., L-1}, L merupakan jumlah total
piksel dari sebuah citra. Probabilitas tingkat keabuan setiap piksel pada level ke-i
didefinisikan dalam persamaan:

�� =



(1)

ni menyatakan jumlah piksel pada level ke-i.
n menyatakan total jumlah piksel pada citra.

C0 dan C1 direpresentasikan sebagai objek utama dan background, dengan
kemungkinan pada kedua kelas adalah ω0 dan ω1 sesuai persamaan:

�0 =


�=0 ��

(2)

6

�1 =

�−1
�=�+1 ��

(3)

Rata-rata dari dua kelas dapat dihitung menggunakan persamaan:

�0 � =
�1 � =


�=0 � �

(4)

�−1
�=�+1 � �

(5)

� 0 � � 1 (�)
�1 �

Total rata-rata dari keseluruhan citra didefinisikan dalam persamaan:

�� =

�−1
�=0 ��

(6)

Nilai threshold terbaik t* dapat diperoleh dari persamaan:
��
{� � − � � 2 + �1 (�1 − � � )2 }
� ∗ = ���
0≤�≤� 0 0

(7)

Convex Hull

Convex Hull didefinisikan sebagai set cembung terkecil dari S. Jika S terdiri
atas satu set titik-titik dalam sebuah bidang, bayangkan di sekeliling set tersebut
dibentangkan karet gelang, kemudian ketika karet gelang tersebut dilepaskan,
maka set terluar yang dikelilingi karet gelang tersebut itulah yang disebut Convex
Hull (Preparata dan Shamos 1985). Ilustrasinya dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Ilustrasi Convex Hull
Fungsi di dalam OpenCV menemukan Convex Hull dari set titik-titik
bidang 2 dimensi menggunakan algoritme Sklansky yang memiliki kompleksitas
O(N logN) (OpenCV Developers Team 2013). Sklansky (1982) mengusulkan
menggunakan algoritme 3 koin untuk menemukan Convex Hull dari n-poligon
sederhana.
Flowchart dari alur kerja algoritme 3 koin Sklansky dapat dilihat pada Gambar 4.

7

Gambar 4 Flowchart algoritme 3 koin Sklansky
Tahapan-tahapan algoritme 3 koin yang digunakan Sklansky adalah sebagai
berikut:
1

Temukan titik-titik sudut dari n-poligon dengan melakukan scanning ke
kontur n-poligon tersebut.
2 Temukan titik sudut paling ekstrem dari n-poligon, yaitu titik dengan
koordinat y terkecil, kemudian beri label p0. Jika ada lebih dari satu titik
yang memiliki koordinat y yang sama, p0 adalah titik yang memiliki
koordinat x terkecil.
3 Lakukan sorting pada setiap titik sudut selain p0 secara radial. Berikan
label (p1, p2, pn+1) pada setiap titik tersebut dengan menggunakan p0
sebagai titik awal.
4 Tempatkan tiga koin pada titik p0, p1, p2. Masing-masing diberi label
“pprev”, “pcur” dan “pnext” secara berturut-turut.

8
5

Lakukan:
Jika (posisi tiga koin membentuk garis yang berlawanan arah jarum jam)
- Pindahkan posisi koin “pcur” ke titik di di belakang koin “pprev”.
- Hapus atau abaikan titik yang ditempati koin “pcur” sebelumnya dan
edge yang menghubungkannya.
- Ubah label koin “pcur” menjadi “pprev” dan “pprev” menjadi “pcur”.
Jika (posisi tiga koin membentuk garis yang searah jarum jam atau
membentuk garis lurus)
- Pindahkan posisi koin “pprev” ke titik di depan koin “pnext”.
- Ubah label koin “pprev” menjadi “pnext”, “pnext” menjadi “pcur”,
dan “pcur” menjadi “pprev”.
Lakukan perulangan langkah no. 4 sampai koin “pnext” berada di posisi
titik p0 lagi dan posisi ketiga koin membentuk garis yang searah jarum jam
atau membentuk garis lurus.
6 Titik dan edge yang telah terhubung semua merupakan bentuk Convex
Hull dari n-poligon tersebut.

METODE
Aplikasi mobile untuk rekonstruksi dan identifikasi area kerusakan daun
bekerja pada mobile device (client) dan server. Pada sisi client, citra input
diperoleh langsung dari kamera ponsel atau dari citra yang telah disimpan pada
gallery ponsel. Selanjutnya citra input akan dikirimkan ke server melalui jaringan
internet untuk dilakukan proses selanjutnya. Hasil dari rekonstruksi citra daun
akan ditampilkan di sisi client (mobile device). Alur dari metode penelitian ini
dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Metode penelitian

9
Akuisisi Citra
Citra yang digunakan sebagai input adalah citra dalam bentuk RGB yang
diperoleh langsung dari kamera ponsel atau dari citra yang telah disimpan di
dalam gallery ponsel. Citra input diletakkan pada background putih saat
pengambilan citra agar citra yang diproses tidak terganggu oleh background yang
beragam. Selanjutnya, citra RGB yang semula berukuran 5184x3456 piksel
diubah menjadi citra grayscale dan diubah ukurannya menjadi 270x180 piksel
menggunakan scaling untuk meringankan kinerja aplikasi saat citra dikirim ke
server.
Segmentasi
Citra grayscale yang telah mengalami scaling dikonversi ke dalam bentuk
citra biner menggunakan metode Otsu di tahapan segmentasi ini. Segmentasi
dilakukan agar tahapan rekonstruksi dapat dilakukan.
Rekonstruksi
Proses rekonstruksi ini diperlukan untuk memperoleh citra daun yang tidak
rusak, sehingga bisa digunakan untuk menghitung seberapa besar area kerusakan
daun. Pada tahap ini, dilakukan proses deteksi sudut pada titik-titik terluar daun
yang rusak. Kemudian dengan metode Convex Hull, titik-titik sudut yang telah
terdeteksi tersebut dihubungkan dengan garis, sehingga area daun yang rusak
dapat tertutup kembali sesuai dengan kontur daun sebelum rusak.
Perhitungan Area Kerusakan
Berdasarkan penelitian Nazaré-JR et al. (2010), tingkat kerusakan yang
terjadi pada daun dapat diestimasi dengan mencari selisih antara luas area citra
daun rusak yang telah direkonstruksi dengan luas area citra daun rusak sebelum
direkonstruksi.
Pada tahapan ini dilakukan perhitungan untuk mengestimasi seberapa besar
area kerusakan yang terjadi pada daun dengan menggunakan persamaan:
IDAMAGED = IFINAL – ISEG

(9)

ISEG diperoleh dari perhitungan jumlah piksel putih pada citra daun rusak
hasil segmentasi.
IFINAL diperoleh dari perhitungan jumlah piksel putih pada citra daun hasil
rekonstruksi.
Kemudian, dengan menggunakan nilai IDAMAGED dapat dihitung persentase
tingkat kerusakan pada daun dengan persamaan:
P=

IDAMAGED
IFINAL

* 100%

(10)

10
Evaluasi
Setelah dilakukan perhitungan untuk mengestimasi seberapa besar area
kerusakan daun, kemudian dilakukan perhitungan tingkat kesalahan akurasi hasil
rekonstruksi kerusakan daun, yang diterapkan dalam persamaan:
∆I
IORI

* 100%

(11)

∆� diperoleh dari selisih antara IFINAL dan IORI

IORI diperoleh dari perhitungan jumlah piksel putih pada citra daun asli
sebelum rusak.
IFINAL diperoleh dari perhitungan jumlah piksel putih pada citra hasil
rekonstruksi.
Tahapan evaluasi ini dilakukan untuk melihat seberapa tepat akurasi dari
rekonstruksi area kerusakan daun menggunakan Convex Hull.
Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Perangkat lunak:





Microsoft Windows XP Professional SP2
Microsoft Visual C++ 2005
Eclipse
Android SDK Windows

Perangkat keras:




Processor Intel Celeron M 1,6 GHz
RAM 1,5 GB
Harddisk 240 GB

HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam penelitian ini dilakukan proses rekonstruksi daun yang rusak. Untuk
mengukur seberapa besar akurasi proses rekonstruksi, data yang diambil pertama
kali adalah citra daun sebelum rusak. Kemudian daun yang belum rusak tersebut
dirusak secara manual untuk memperoleh citra daun yang rusak. Citra daun
sebelum rusak dan citra daun setelah dirusak secara manual tersebut disimpan di
dalam gallery ponsel.
Dengan metode pengambilan data ini, citra daun yang belum rusak dan daun
yang telah rusak dapat dibandingkan. Dengan perbandingan tersebut, dapat
diketahui besar area kerusakan yang terjadi pada daun tersebut. Selain itu, dapat

11
diperoleh juga perbandingan antara citra daun hasil rekonstruksi dengan citra daun
asli sebelum rusak. Dengan begitu dapat diukur tingkat akurasi algoritme Convex
Hull yang digunakan dalam proses rekonstruksi.
Akuisisi Citra
Citra yang digunakan sebagai input adalah citra daun salam, daun kemuning
dan daun sirih sebanyak 45 citra, masing-masing terdiri dari 15 citra. Citra yang
digunakan sebagai input diletakkan pada background putih saat pengambilan citra,
agar citra yang diproses tidak terganggu oleh background yang beragam. Citra
RGB yang masuk kemudian diubah ke dalam bentuk grayscale. Selanjutnya, citra
grayscale yang semula berukuran 5184x3456 piksel diubah ukurannya menjadi
270x180 piksel tanpa mengubah proporsi citra dengan melakukan proses scaling,
agar proses yang berjalan di aplikasi nanti menjadi lebih ringan. Contoh sampel
citra daun salam, daun kemuning dan daun sirih dapat dilihat pada Gambar 6,
Gambar 7, dan Gambar 8.

Gambar 6 Citra daun salam

Gambar 7 Citra daun kemuning

Gambar 8 Citra daun sirih
Segmentasi
Citra grayscale yang telah mengalami proses scaling kemudian diubah ke
mode biner menggunakan metode Otsu. Contoh hasil segmentasi dapat dilihat
pada Gambar 9 dan Gambar 10.

12

Gambar 9 Daun kemuning yang belum rusak

Gambar 10 Daun kemuning yang sudah rusak
Rekonstruksi
Dalam proses rekonstruksi daun rusak, digunakan algoritme Convex Hull
untuk mendeteksi titik terluar dari bentuk geometri daun tersebut. Setelah titik
terluar dari bentuk geometri daun terdeteksi, titik-titik tersebut dihubungkan
dengan garis. Jika tiap titik terluar telah terhubung dengan garis, selanjutnya
bagian di dalam garis tersebut diisi dengan warna putih untuk menutup area
kerusakan daun. Contoh citra daun rusak sebelum proses rekonstruksi dapat
dilihat di Gambar 11. Contoh citra daun hasil rekonstruksi dapat dilihat pada
Gambar 12.

Gambar 11 Citra daun rusak sebelum rekonstruksi

Gambar 12 Citra daun hasil rekonstruksi

13
Perhitungan Area Kerusakan
Setelah citra daun rusak telah direkonstruksi. Pada tahapan ini dilakukan
perhitungan untuk mengestimasi seberapa besar area kerusakan daun dengan
menggunakan persamaan (10).
Evaluasi
Setelah dilakukan perhitungan untuk mengestimasi seberapa besar area
kerusakan yang terjadi pada daun. Kemudian dilakukan perhitungan tingkat
kesalahan akurasi hasil rekonstruksi kerusakan daun dengan menggunakan
persamaan (11). Tahapan ini dilakukan untuk melihat seberapa tepat akurasi dari
rekonstruksi area kerusakan daun menggunakan Convex Hull.
Hasil dan Analisis
Hasil perhitungan estimasi persentase kerusakan daun dan hasil rekonstruksi
masing-masing sampel citra daun dapat dilihat pada Tabel 2, Tabel 3, dan Tabel 4.

Tabel 2 Hasil rekonstruksi daun salam
No

Citra Daun
Asli

Citra Daun
Rusak

Citra Daun
Rekonstruksi

IORI
(piksel)

ISEG
(piksel)

IFINAL
(piksel)

1
6025

5985

5813

5737

5670

5574

3.14 %

2.55 %

3.51%

5.57 %

2.17 %

4.78%

6.70 %

2.05 %

5.89%

7.67 %

1.92 %

7.48%

9.16 %

1.84 %

6141

5
6025

0.66%

6149

4
6025

Persentase
Kesalahan
Akurasi
Rekonstruksi

6156

3
6025

Estimasi
Persentase
Kerusakan
Daun

6179

2
6025

Persentase
Kerusakan
Daun

6136

14
No

Citra Daun
Asli

Citra Daun
Rusak

Citra Daun
Rekonstruksi

IORI
(piksel)

ISEG
(piksel)

IFINAL
(piksel)

6
6025

5475

5248

4703

4193

3353

2916

2651

2348

2005

0.96 %

21.94%

18.77 %

3.90 %

30.40%

20.56 %

12.39 %

44.34%

30.25 %

20.21 %

51.60%

27.12 %

33.59 %

56%

30.64 %

36.56 %

61.02%

28.98 %

45.12 %

66.72%

27.51 %

54.09 %

3306

14
6025

13.73 %

3822

13
6025

12.89%

4001

12
6025

1.39 %

4807

11
6025

10.38 %

5278

10
6025

9.12%

5790

9
6025

Persentase
Kesalahan
Akurasi
Rekonstruksi

6083

8
6025

Estimasi
Persentase
Kerusakan
Daun

6109

7
6025

Persentase
Kerusakan
Daun

2766

15
No

Citra Daun
Asli

Citra Daun
Rusak

Citra Daun
Rekonstruksi

IORI
(piksel)

ISEG
(piksel)

IFINAL
(piksel)

15
6025

1522

Persentase
Kerusakan
Daun

Estimasi
Persentase
Kerusakan
Daun

Persentase
Kesalahan
Akurasi
Rekonstruksi

74.73%

17.91 %

69.22 %

1854

Rata-rata tingkat kesalahan akurasi rekonstruksi

19.19 %

Berdasarkan hasil perhitungan yang diperoleh pada Tabel 2. Persentase
tingkat kesalahan akurasi hasil rekonstruksi pada citra daun salam ke-1 sampai
citra ke-7 semakin menurun, kemudian mengalami kenaikan pada citra ke-8
sampai citra ke-15. Tingkat keberhasilan rekonstruksi kerusakan daun terbaik
terjadi pada citra daun salam ke-7 dengan persentase kesalahan akurasi
rekonstruksi 0.96%. Algoritme Convex Hull masih dapat bekerja dengan baik
sampai pada tingkat kerusakan 12.89% di citra ke-7. Ketika kerusakan daun lebih
besar dari 12.89%, akurasi rekonstruksi kerusakan daun semakin menurun.

Tabel 3 Hasil rekonstruksi daun kemuning
No

Citra Daun
Asli

Citra Daun
Rusak

Citra Daun
Rekonstruksi

IORI
(piksel)

ISEG
(piksel)

IFINAL
(piksel)

1
6013

5942

5785

5678

5557

1.18%

3.68 %

2.59 %

3.79%

6.13 %

2.49 %

5.57%

7.45 %

2.02 %

7.58%

9.13 %

1.69 %

6135

4
6013

Persentase
Kesalahan
Akurasi
Rekonstruksi

6163

3
6013

Estimasi
Persentase
Kerusakan
Daun

6169

2
6013

Persentase
Kerusakan
Daun

6115

16
No

Citra Daun
Asli

Citra Daun
Rusak

Citra Daun
Rekonstruksi

IORI
(piksel)

ISEG
(piksel)

IFINAL
(piksel)

5
6013

5423

5282

5132

4669

4212

3732

3188

2771

2464

1.53 %

14.65%

15.54 %

1.04 %

22.35%

22.13 %

0.28 %

29.95%

26.49 %

4.70 %

37.93%

30.15 %

11.14%

46.98%

33.14 %

20.70 %

53.91%

25.93 %

37.78 %

59.02%

29.03 %

42.25 %

3741

13
6013

13.48 %

4768

12
6013

12.15%

5343

11
6013

1.61 %

5730

10
6013l

11.24 %

5996

9
6013

9.81%

6076

8
6013

Persentase
Kesalahan
Akurasi
Rekonstruksi

6105

7
6013

Estimasi
Persentase
Kerusakan
Daun

6110

6
6013

Persentase
Kerusakan
Daun

3472

17
No

Citra Daun
Asli

Citra Daun
Rusak

Citra Daun
Rekonstruksi

IORI
(piksel)

ISEG
(piksel)

IFINAL
(piksel)

14
1978

6013

1522

Estimasi
Persentase
Kerusakan
Daun

Persentase
Kesalahan
Akurasi
Rekonstruksi

67.10%

29.53 %

53.31 %

74.68%

17.91 %

69.16 %

2807

15
6013

Persentase
Kerusakan
Daun

1854

Rata-rata tingkat kesalahan akurasi hasil rekonstruksi

16.81 %

Berdasarkan hasil perhitungan yang diperoleh pada Tabel 3. Persentase
tingkat kesalahan akurasi hasil rekonstruksi pada citra daun salam ke-1 sampai
citra ke-8 semakin menurun, kemudian mengalami kenaikan pada citra ke-9
sampai citra ke-15. Tingkat keberhasilan rekonstruksi kerusakan daun kemuning
terbaik terjadi pada citra daun salam ke-8 dengan persentase kesalahan akurasi
rekonstruksi 0.28%. Algoritme Convex Hull masih dapat bekerja dengan baik
sampai pada tingkat kerusakan 22.35% di citra ke-8. Ketika kerusakan daun lebih
besar dari 22.35%, akurasi rekonstruksi kerusakan daun semakin menurun.
Tabel 4 Hasil rekonstruksi daun sirih
No

Citra Daun
Asli

Citra Daun
Rusak

Citra Daun
Rekonstruksi

IORI
(piksel)

ISEG
(piksel)

IFINAL
(piksel)

1
7456

7435

7337

7201

Persentase
Kesalahan
Akurasi
Rekonstruksi

0.28%

3.54 %

3.26 %

1.59%

4.81 %

3.26 %

3.42%

6.35 %

3.03 %

7708

3
7456

Estimasi
Persentase
Kerusakan
Daun

7708

2
7456

Persentase
Kerusakan
Daun

7689

18
No

Citra Daun
Asli

Citra Daun
Rusak

Citra Daun
Rekonstruksi

IORI
(piksel)

ISEG
(piksel)

IFINAL
(piksel)

4
7456

7073

6815

6665

6381

5980

5527

5022

4506

4168

1.71 %

10.60%

11.52 %

1.02 %

14.41%

10.89 %

4.11 %

19.79%

12.39 %

9.22 %

25.87%

14.69 %

15.07 %

32.64%

15.81 %

24.99 %

39.56%

16.49 %

38.17 %

44.09%

20.02 %

43.08 %

5396

12
7456

10.16 %

5965

11
7456

8.59%

6479

10
7456

2.94 %

6826

9
7456

7.93 %

7161

8
7456

5.13%

7533

7
7456

Persentase
Kesalahan
Akurasi
Rekonstruksi

7586

6
7456

Estimasi
Persentase
Kerusakan
Daun

7682

5
7456

Persentase
Kerusakan
Daun

5211

19
No

Citra Daun
Asli

Citra Daun
Rusak

Citra Daun
Rekonstruksi

IORI
(piksel)

ISEG
(piksel)

IFINAL
(piksel)

13
7456

3900

3439

3108

Persentase
Kesalahan
Akurasi
Rekonstruksi

47.69%

22.48 %

48.20 %

53.87%

25.30 %

61.94 %

58.31%

27.14 %

74.77 %

4604

15
7456

Estimasi
Persentase
Kerusakan
Daun

5031

14
7456

Persentase
Kerusakan
Daun

4266

Rata-rata tingkat kesalahan akurasi hasil rekonstruksi

22.31 %

Berdasarkan hasil perhitungan yang diperoleh pada Tabel 4, citra daun sirih
ke-1 dan ke-2 memiliki persentase kerusakan sebesar 0.28% dan 1.59% serta
memiliki estimasi persentase kerusakan sebesar 3.54% dan 4.81%. Meskipun
memiliki persentase kerusakan dan estimasi persentase kerusakan yang berbeda,
tapi citra ke-1 dan citra ke-2 memiliki kesalahan akurasi rekonstruksi sama, yaitu
3.26%. Hal ini disebabkan karena kerusakan pada daun berbentuk lubang yang
terjadi di dalam area daun dan tidak merusak kontur daun. Karena tidak merusak
kontur daun, sehingga hasil rekonstruksi kedua citra tersebut sama.
Tingkat keberhasilan rekonstruksi kerusakan daun sirih terbaik terjadi pada
citra daun salam ke-6 dengan persentase kesalahan akurasi rekonstruksi 1.02%.
Algoritme Convex Hull masih dapat bekerja dengan baik sampai pada tingkat
kerusakan 10.60% di citra ke-6. Ketika kerusakan daun lebih besar dari 10.60%,
akurasi rekonstruksi kerusakan daun semakin menurun.
Setelah dilakukan perhitungan terhadap estimasi tingkat kerusakan daun dan
tingkat kesalahan akurasi hasil rekonstruksi citra daun, dapat dianalisis bahwa
semakin besar kerusakan yang terjadi pada daun, terutama yang merusak kontur
asli daun tersebut, semakin kecil area daun yang dapat direkonstruksi. Sehingga
hasil rekonstruksi kerusakan pada daun juga semakin jauh dari bentuk asli citra
daun sebelum terjadi kerusakan. Dengan kata lain, semakin besar kerusakan yang
terjadi pada daun, semakin turun pula tingkat akurasi rekonstruksi daun tersebut.
Dalam hal ini, algoritme Convex Hull memiliki batas maksimal kerusakan daun
yang masih dapat direkonstruksi kerusakannya. Berdasarkan hasil yang
ditampilkan pada Tabel 2, Tabel 3 dan Tabel 4, dapat dilihat bahwa algoritme
Convex Hull masih dapat melakukan rekonstruksi kerusakan daun dengan baik
pada citra daun salam dengan batas maksimal kerusakan 12.89%. Ketika tingkat
kerusakan daun salam lebih besar dari 12.89%, maka akurasi rekonstruksi

20
algoritme Convex Hull semakin menurun. Hal serupa juga terjadi pada citra daun
kemuning dan sirih. Citra daun kemuning memiliki batas maksimal kerusakan
22.35% dan citra daun sirih memiliki batas maksimal kerusakan 10.60%.
Tingkat akurasi rekonstruksi daun rusak juga dipengaruhi oleh bentuk
kontur daun asli yang belum rusak. Algoritme Convex Hull memiliki kelemahan
untuk melakukan rekonstruksi kerusakan pada daun yang memiliki kontur asli
terlalu banyak lengkungan dan bertulang daun menjari. Algoritme Convex Hull
hanya dapat melakukan proses rekonstruksi pada daun yang memiliki kontur asli
tidak terlalu banyak lengkungan dan memiliki tulang daun menyirip.
Hasil Antarmuka Sistem
Antarmuka aplikasi mobile RecLeaf terdiri dari 3 menu utama, yaitu menu
galeri, menu rekonstruksi dan menu petunjuk.
Menu galeri digunakan untuk melihat galeri dari daun sampel yang
digunakan. Antarmuka menu galeri dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13 Antarmuka menu galeri
Menu rekonstruksi digunakan untuk menjalankan tahapan pra proses dan
rekonstruksi citra daun rusak. Citra daun rusak diambil dari galeri ponsel.
Antarmuka menu rekonstruksi dapat dilihat pada Gambar 14.

21

Gambar 14 Antarmuka menu rekonstruksi
Hasil segmentasi citra daun rusak dapat dilihat pada Gambar 15. Sedangkan
hasil rekonstruksi daun rusak dan perhitungan area kerusakan daun dapat dilihat
pada Gambar 16.

Gambar 15 Antarmuka hasil segmentasi

22

Gambar 16 Antarmuka hasil rekonstruksi
Menu petunjuk digunakan untuk melihat petunjuk penggunaan aplikasi
mobile RecLeaf. Antarmuka menu petunjuk dapat dilihat pada Gambar 17.

Gambar 17 Antarmuka menu petunjuk

23

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dalam rekonstruksi dan
identifikasi area kerusakan daun ini, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1

2

3

4

5

Rekonstruksi daun yang rusak dapat dilakukan menggunakan algoritme
Convex Hull, dengan ketentuan bahwa kontur asli daun yang akan
direkonstruksi tidak terlalu banyak lengkungan dan memiliki tulang daun
menyirip.
Rata-rata tingkat kesalahan akurasi hasil rekonstruksi pada daun salam yang
rusak adalah 19.19 %, sedangkan pada daun kemuning adalah 16.81 % dan
pada daun sirih sebesar 22.31 %.
Algoritme Convex Hull dapat melakukan rekonstruksi kerusakan daun dengan
baik pada citra daun salam dengan batas maksimal kerusakan 12.89%. Ketika
tingkat kerusakan daun salam lebih besar dari 12.89%, maka akurasi
rekonstruksi algoritme Convex Hull semakin menurun. Hal serupa juga terjadi
pada citra daun kemuning dan sirih. Citra daun kemuning memiliki batas
maksimal kerusakan 22.35% dan citra daun sirih memiliki batas maksimal
kerusakan 10.60%.
Semakin besar kerusakan yang terjadi pada daun, semakin turun pula tingkat
akurasi rekonstruksi daun tersebut, dikarenakan semakin kecil area daun yang
dapat direkonstruksi menggunakan Convex Hull.
Rekonstruksi dan identifikasi area kerusakan daun menggunakan Convex Hull
dapat diterapkan dalam bentuk aplikasi mobile.
Saran

Beberapa hal yang perlu dikembangkan lebih lanjut dari penelitian ini antara
lain sebagai berikut:
1

Melakukan proses rekonstruksi daun yang rusak menggunakan algoritme
selain Convex Hull.
2 Menggunakan algoritme yang dapat melakukan proses rekonstruksi area
kerusakan daun yang memiliki kontur dan bentuk yang beraneka ragam.
3 Mengembangkan aplikasi mobile untuk rekonstruksi dan identifikasi area
kerusakan daun yang dapat menggunakan citra input dengan background
dinamis, selain background berwarna putih.

DAFTAR PUSTAKA
[Deptan Balitbang] Departemen Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian Komisi Nasional Plasma Nutfah. 2003. Panduan Sistem

24
Karakterisasi dan Evaluasi Tanaman Padi. Bogor (ID): Sekretariat Komisi
Nasional Plasma Nutfah.
[Deptan DJTP] Kementrian Pertanian, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. 2010.
Pedoman Pelaksanaan Perlindungan Tanaman Pangan Tahun 2010. Jakarta
(ID): Deptan.
[Deptan DJTP] Kementrian Pertanian, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. 2011.
Laporan Tahunan 2010. Jakarta (ID): Deptan.
Flint ML, Daar S, Molinar R. 2003. Establishing Integrated Pest Management
Policies and Programs: A Guide for Public Agencies. University of California
ANR Publication. 8093:1-13.
Hongzhi W, Ying D. 2007. An Improved Image Segmentation Algorithm Based
on Otsu Method. International Symposium on Photoelectronic Detection and
Imaging. Proc. of SPIE Vol. 6625, 66250I, (2008) · 0277-786X/08/$18 · doi:
10.1117/12.790781.
Laganiere R. 2011. OpenCV 2 Computer Vision Application Programming
Cookbook. Birmingham (GB): Packt Publishing.
Mura WD, Oliveira AL, Sgarbi EM, Sachs LG. 2007. Detecção automática da
área foliar da soja danificada pelalagarta utilizando processamento digital de
imagens.[Tanggal tidak diketahui]. [Kota tidak diketahui]:WUW-SIBGRAB,
hlm 1–4.
Nazaré-JR AC, Menotti D, Neves JMR. 2010. Automatic detection of the
damaged leaf area in digital images of soybean. IWSSIP 2010 - 17th
International Conference on Systems, Signals and Image Processing. [Edisi
dan Halaman tidak diketahui].
OpenCV Developers Team. 2013. The OpenCV Reference Manual, Release
2.4.6.0. [Kota dan Penerbit tidak diketahui].
Pokharkar SR, Thool VR. 2012. Early Pest Identification in Greenhouse Crops
using Image Processing Techniques. International Journal of Computer
Science and Network (IJCSN). 1(3).
Preparata FP dan Shamos MI. 1985. Computational Geometry: an Introduction.
New York (US): Springer-Verlag New York Inc.
Sklansky J. 1982. Finding the Convex Hull of a Simple Polygon. [Tanggal tidak
diketahui]. [Kota tidak diketahui]: PRL 1, hlm 79-83.
Speckmann B. 2008. The Android Mobile Platform [tesis]. Michigan (US):
Eastern Michigan University. Department of Computer Science. Eastern
Michigan University.

25

RIWAYAT HIDUP
Penulis merupakan putra kedua dari pasangan Zaenal Hasan dan Noor Ayda
(Alm) yang dilahirkan di Kudus pada tanggal 17 Oktober 1989. Penulis
menyelesaikan pendidikan di sekolah dasar pada tahun 2001 di SD Negeri
Demaan III. Pada tahun 2001 penulis melanjutkan pendidikan ke sekolah
menengah pertama di SMP Negeri 2 Kudus dan lulus pada tahun 2004. Pada
tahun 2007 penulis menyelesaikan sekolah menengah atas di SMA Negeri 1
Kudus. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai Mahasiswa Program
Diploma III di Program Keahlian Teknik Komputer angkatan 44 Institut Pertanian
Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI).
Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di Program Sarjana Alih Jenis Ilmu
Komputer Institut Pertanian Bogor pada tahun 2010.