Studies on the behavior housewives in home pesticide usage In Special Capital Region Jakarta

PERILA
AKU PENG
GGUNAA
AN PEST
TISIDA O
OLEH
IBU
U RUMAH
H TANGG
GA DI WILAYAH
W
H DKI JA
AKARTA

TITIEK SITI YULIAN
NI

SEKOLA
AH PASC
CASARJA
ANA

IN
NSTITUT
T PERTA
ANIAN BO
OGOR
BOGO
OR
2012
2

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Perilaku Penggunaan Pestisida
oleh Ibu Rumah Tangga di Wilayah DKI Jakarta adalah karya saya sendiri dan
belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Februari 2012


Titiek Siti Yuliani
NRP: P10600001

ABSTRACT
TITIEK SITI YULIANI. Studies On The Behavior Housewives in Home
Pesticide Usage in Special Capital Region Jakarta. Under supervision of
HERMANU TRIWIDODO, KOOSWARDHONO MUDIKDJO, NURMALA K.
PANJAITAN and SYAFRIDA MANUWOTO.
Urban pests such as cockroaches, mosquitoes, flies, ants, termites and
rodents are commonly associated with health issues and some are actual disease
vectors that can cause severe health problems in a community. Currently,
mosquitoes are the main cause of the deadly human diseases, such as dengue
fever, chikungunya, and malaria. To control these pests, people commonly use
home pesticides because pesticides are considered practical, effective and
efficient. However, pesticide uses can has negatively impact human health as well
as the environment.The objectives of this study were to examine the behavior of
Jakarta residence toward home pesticides use and to assess its impact on the
incidence of poisoning the communities.The study was conducted in Jakarta
from March to December 2005, with data updated in 2010 and 2011. The object

of the research was the homemaker of the households, since women are primarily
the decision makers for pesticide application. The study sites were divided into
three categories, based on residential conditions : dirty, medium and clean.
Information of 155 respondents in several residences in the areas of Jakarta was
taken as samples. Observations on the presence of urban pests in the study were
done by method landing baiting collection for mosquito, method of
feeding to cockroaches and flies, direct counting for ants, and theswing system
for termite. The study revealed that cockroaches, mosquitoes, flies, ants and
termites are urban pests that are commonly found in households. Pesticide’s that
were mostly used has the active ingredient of cypermethrin, imiprothrin and
tansfluthrin. Results of the survey showed that 52.74% of respondents
acknowledge that TV advertising is an important source of information in
providing knowledge about the types of pesticides and 27.40% of respondents
know the types of pesticides from experience of her parent behavior. The impact
of pesticide exposure on human health can be seen from the symptoms of
poisoning or symptoms similar to intoxication. A total of 46.3% housewives
surveyed showed symptoms associated with respiratory problems, 5.9%
experienced dizziness, 11.1% felt itchy skin, 7.4% of respondents felt nausea and
vomiting and as much as 3.7% experienced fainting. Based on the survey, it is
known that the characteristic level of education and income levels affect the

attitude of homemakers (cognitive, affective and psychomotor) in pesticides used.
The attitudes in home pesticide use did not correlate with behavior on the
pesticides. Housewives behavior in pesticides use is more influenced by: (1) the
level of pest population settlements, (2) advertising and (3) the ease in obtaining
home pesticides.
Key word: Home pesticides, health, urban pests, environment.

RINGKASAN
TITIEK SITI YULIANI. Perilaku Penggunaan Pestisida oleh Ibu Rumah
Tangga di Wilayah DKI Jakarta. Dibimbing oleh, HERMANU TRIWIDODO,
KOOSWARDHONO MUDIKDJO, NURMALA K. PANJAITAN, dan
SYAFRIDA MANUWOTO.
Hama permukiman yang ada di daerah permukiman seperti kecoa, nyamuk,
lalat, rayap dan tikus dapat menularkan penyakit manusia dan menyebabkan
masalah kesehatan bagi masyarakat. Saat ini, nyamuk adalah serangga utama
yang menjadi vektor penyakit mematikan, seperti demam berdarah, cikungunya,
dan malaria. Pencegahan penyakit tersebut umumnya diutamakan pada
pengendalian vektor dengan berbagai cara, seperti aplikasi pestisida rumah
tangga, raket listrik, cara-cara tradisional lainnya yang dikembangkan oleh
komunitas (kelambu, pintu atau jendela berkassa, perangkap telur/ovitrap),

sanitasi, atau fogging. Namun masyarakat cenderung menggunakan pestisida
rumah tangga untuk mengendalikan hama permukiman yang mengganggu di
lingkungan tinggal karena dianggap lebih praktis, efektif dan efisien, sehingga
pestisida rumah tangga menjadi kebutuhan masyarakat bagi sebagian besar orang
Indonesia, terutama mereka yang tinggal di daerah perkotaan. Namun masyarakat
tidak tahu, bahwa pilihan tersebut memiliki dampak buruk terhadap kesehatan
manusia dan lingkungan.
Tujuan dari penelitian ini adalah 1) mengetahui jenis-jenis hama permukiman
dan mengkaji lingkungan yang menyebabkan munculnya hama permukiman di
Jakarta, 2) mengkaji perilaku ibu rumah tangga dalam menggunakan pestisida di
lingkungan tempat tinggal, 3) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
sikap dan perilaku penggunaan pestisida oleh ibu rumah tangga di lingkungan
tempat tinggal dan 4) mengkaji dampak penggunaan pestisida di lingkungan
rumah tangga terhadap keracunan di masyarakat.
Penelitian dilakukan di Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta mulai bulan
Maret sampai Desember 2005 dengan pemutakhiran data pada tahun 2010 dan
tahun 2011. Lokasi penelitian dibagi dalam tiga kategori kondisi permukiman
yaitu : kategori kotor, kategori sedang, dan kategori bersih. Sampel yang diambil
adalah 155 ibu rumah tangga yang ada di beberapa kelurahan di wilayah DKI
Jakarta (Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Selatan, Jakarta Barat, dan Jakarta

Timur).
Hama permukiman yang diamati dalam penelitian ini adalah hama yang
termasuk jenis serangga. Data pestisida rumah tangga diperoleh dengan
mengamati kemasan pestisida yang digunakan oleh responden serta pestisida yang
ada di pasar. Parameter yang diamati terhadap pestisida rumah tangga adalah
nama dagang, jenis formulasi, jenis bahan aktif, hama sasaran dan tanda bahaya
yang tercantum dalam label kemasan pestisida. Penelitian ini menggunakan data
primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara terstruktur,
pengamatan perilaku dan kegiatan penghuni rumah tangga, serta pengamatan
lingkungan sekitar permukiman.
Hasil pengamatan mengungkapkan bahwa masyarakat sangat terganggu
dengan kehadiran hama permukiman seperti nyamuk, semut, kecoa, lalat dan
rayap. Hasil pengamatan di lapangan diperoleh berbagai jenis serangga hama

permukiman yaitu nyamuk (Culex sp. dan Aedes spp.), kecoa (Periplaneta
americana), semut (Formicidae), dan lalat (Musca domestica) dan rayap. Hama
permukiman tersebut ditemukan di semua wilayah Jakarta pada tiga kategori
permukiman bersih, sedang dan kotor. Meskipun populasi semut paling tinggi,
tetapi masyarakat merasa bahwa hama yang paling mengganggu adalah nyamuk.
Hal ini disebabkan atas kekhawatiran masyarakat terhadap serangan penyakit

demam berdarah.
Dalam mengendalikan hama permukiman, masyarakat DKI Jakarta
cenderung menggunakan pestisida untuk mengendalikannya. Hal ini dapat dilihat
dari sebanyak 95.48% ibu rumah tangga menggunakan pestisida.
Hasil analisis sikap dalam ranah kognitif (pengetahuan) menunjukkan
bahwa sebagian besar (89.68%) responden tahu bahwa ada beberapa serangga
yang dapat menularkan penyakit pada manusia, seperti nyamuk menyebabkan
penyakit demam berdarah, malaria, dan chikungunya; kecoa dan lalat dapat
menyebabkan penyakit disentri dan kolera. Hanya sejumlah kecil 10.32 %
responden menyatakan tidak tahu bahwa serangga dapat menimbulkan penyakit
pada manusia. Sikap responden pada ranah afeksi terhadap anggapan pestisida
adalah racun dan pestisida tidak membahayakan diri dan keluarganya diperoleh
pernyataan yang menarik yaitu sebanyak 25.49% responden setuju bahwa
pestisida adalah racun, namun responden juga berpendapat bahwa pestisida tidak
membahayakan dirinya dan keluarganya (17.97%).
Berdasarkan pengetahuan tentang dampak negatif penggunaan pestisida dan
kemungkinan untuk mengurangi penggunaan pestisida, responden masih akan
menggunakan pestisida dengan alasan masih banyak gangguan hama di rumah
(61.31%), belum ada pestisida yang lebih bagus atau pestisida alami yang lebih
bagus (6.57%), resiko adanya penyakit yang ditularkan oleh hama permukinan

yang masih tinggi (6.57%), serta sebanyak 2.19% responden mengatakan tidak
ada pemikiran untuk mengurangi penggunaan pestisida karena menganggap
bahwa hama hanya bisa dibunuh dengan menggunakan pestisida.
Hasil survei menunjukkan, 52.35% responden membaca petunjuk
penggunaan sebelum menggunakan pestisida. Hasil pengamatan menunjukkan
bahwa penulisan dalam label terlalu kecil-kecil, tidak mencantumkan tanda atau
simbol bahaya pestisida, serta ada beberapa pestisida tidak mencantumkan
kandungan bahan aktif dan antidot. Hal ini menyulitkan ibu rumah tangga untuk
membaca dan memahami aturan pemakaian yang tercantum dalam label.
Diketahui sebanyak 61.90% responden tidak menggunakan pestisida sesuai
petunjuk dalam label, hal ini sejalan dengan pengamatan bahwa sebanyak 96.64%
responden membuang kemasan pestisida ke tempat sampah di sekitar rumah
mereka dan sebanyak 81.21% responden menyimpan pestisida rumah tangga
yang tidak habis antara lain di tempat yang mudah dijangkau serta tidak terhindar
dari pandangan anak-anaknya. Terkait waktu penggunaan pestisida, sebagian
besar (65,3%) responden menggunakan pestisida pada malam saja, sebanyak 6.7%
responden menggunakan pestisida hanya pagi dan malam serta tiga kali sehari
yaitu pagi, siang dan malam. Hal itu menunjukkan bahwa pestisida diaplikasikan
secara terjadwal oleh ibu rumah tangga, hanya sebanyak 14.0% responden
menggunakan pestisida bila perlu saja yaitu apabila ada hama. Demikian pula,

penggunaan pestisida berdasarkan musim diketahui bahwa sebagian besar (48.2%)

ibu rumah tangga menggunakan pada saat musim kemarau daripada musim
penghujan (8.0%), sedangkan sebanyak 43.8% responden menggunakan pada
musim kemarau dan hujan. Artinya, ibu rumah tangga menggunakan pestisida
tidak mengenal musim.
Dampak dari paparan pestisida terhadap kesehatan manusia dilihat dari
gejala keracunan atau gejala mirip keracunan pada responden. Survei
menunjukkan bahwa responden yang pernah mengalami keracunan, 46.3%
responden pernah keracunan dengan gejala sesak nafas, 25.9% responden
keracunan dengan gejala pusing-pusing, 11.1% mengalami gata-gatal di kulit,
7.4% lagi mengalami mual-mual atau muntah, bahkan 3.7% responden pernah
pingsan setelah melakukan penyemprotan pestisida cair di kamar. Sebanyak 5.6%
dengan gejala keracunan pestisida lainnya seperti karena kelalaian dan upaya
bunuh diri dengan menggunakan pestisida. Responden yang pernah keracunan
tersebut berada di hampir semua wilayah Jakarta.
Berdasarkan hasil survei ibu rumah tangga tentang sumber informasi terlihat
bahwa 52.74% responden menyatakan bahwa iklan TV merupakan sumber
informasi yang penting dalam memberikan pengetahuan tentang jenis pestisida
dan sebanyak 27.40% responden mengetahui jenis pestisida dari pengalaman

masa lalunya yaitu mengikuti jejak orang tuanya.
Sikap dan media informasi mempengaruhi perilaku responden dalam
memilih dan menggunakan pestisida rumah tangga. Sikap ibu rumah tangga yang
positif ternyata tidak diikuti oleh perilaku baik dari ibu rumah tangga dalam
menggunakan pestisida rumah tangga. Perilaku ibu rumah tangga yang tidak
sesuai dengan penggunaan pestisida yang baik adalah: (1) penggunaan pestisida
yang tidak sesuai petunjuk, (2) penggunaan pestisida yang terjadwal rutin tanpa
memperhatikan ada atau tidaknya hama, dan (3) penggunaan pestisida yang
dilakukan sepanjang tahun tanpa memperhatikan musim.
Kata kunci : Pestisida rumah tangga, bahan aktif, hama permukiman, ibu rumah
tangga, dan lingkungan.

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumber. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah; dan Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar
IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis

dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

PERILAKU PENGGUNAAN PESTISIDA OLEH
IBU RUMAH TANGGA DI WILAYAH DKI JAKARTA

TITIEK SITI YULIANI

Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor
pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup :
1. Dr. Ir. Idham Sakti Harahap, M.Sc.
Staf Pengajar
Departemen Proteksi Tanaman
Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Bogor
2.

Dr. Ir. Siti Amanah, M.Sc.
Staf Pengajar
Departemen Komunikasi dan Pengembangan
Masyarakat
Fakultas Ekologi Manusia
Institut Pertanian Bogor
Bogor

Penguji Luar Komisi pada Ujian Terbuka :
1.

Dr. Ir. Damayanti Buchori, M.Sc.
Staf Pengajar
Departemen Proteksi Tanaman
Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Bogor

2.

Prof. Dr. Ir. Y. Andi Trisyono, M.Sc.
Staf Pengajar
Jurusan Perlindungan Tanaman
Fakultas Pertanian
Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta

PRAKATA

Alhamdulillah hirobbil alamin penulis panjatkan ke-hadirat Allah SWT
karena ridho dan barokahNya sehingga penelitian dan penulisan disertasi ini dapat
diselesaikan.
Penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada Dr. Ir.
Hermanu Triwidodo, M.Sc., Prof. Dr. Ir. Kooswardhono Mudikdjo, M.Sc., Dr.
Nurmala K.Panjaitan, MS.,DEA, dan Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc atas
segala kesabaran dan bimbingan, kritik, saran, serta dukungan yang sangat besar
dalam penulis menyelesaikan disertasi ini. Ucapan terima kasih juga penulis
sampaikan kepada Quality Undergraduate of Education (QUE) Project,
Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian IPB yang telah memberi
beasiswa dan dana sandwich untuk kegiatan Program Doktor ini. Terima kasih
juga penulis sampaikan kepada Ketua Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas
Pertanian IPB yang telah memberikan izin kepada penulis untuk menyelesaikan
Program Doktor ini.
Penulis mengucapkan terima kasih atas perhatian, bantuan, pemberian
semangatnya dalam penyelesaian penulisan disertasi ini kepada semua temanteman Departemen Proteksi Tanaman, juga teman-teman: Septiva Herlin
sekeluarga, Sigit Pamungkas, Sri Mulyati, Alfian, Rr. Laras Anjarsari, Damayanti,
Dede Sukaryana, Sutarya serta kepada semua pihak yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu.
Rasa hormat dan terima kasih yang tak terhingga penulis persembahkan
kepada kedua almarhum orang tua kandung dan suami tercinta H. Hardono
Pujosatoto. Terima kasih yang tulus kepada anak-anakku: Iriadona Sekarani,
Anggi Pradityo, menantu Cahyo Ari Wibowo, cucu Rakha Arya Wibowo; adikadik dan kakakku tersayang: Hj. Endang Wahyuni sekeluarga, Dwi Wahyudianto
sekeluarga, Ebar Eko Supriyanto sekeluarga, Yayuk Setyowati sekeluarga, Cipit
Sri Mujiasih sekeluarga, dan alm. Naniek Tri Suharyani sekeluarga atas segala
perhatian, dukungan, pemberian semangat, dan doa-doanya selalu.
Akhirnya penulis berharap semoga apa yang telah dihasilkan ini dapat
bermanfaat sebagai petunjuk untuk memperbaiki kesehatan masyarakat dan
lingkungan dari paparan pestisida rumah tangga.

Bogor, Januari 2012
Titiek Siti Yuliani

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABE .............................................................................................
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................
PENDAHULUAN ..........................................................................................
Latar Belakang ...........................................................................................
Perumusan Masalah ....................................................................................
Tujuan Penelitian ........................................................................................
Manfaat Penelitian ......................................................................................

xix
xxi
xxiv
1
1
5
6
6

TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................
Interaksi Manusia dengan Lingkungan ......................................................
Pengendalian Hama Permukiman ...............................................................
Pestisida ......................................................................................................
Dampak Pestisida Rumah Tangga ..............................................................

7
7
16
18
23

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN .....................
Kerangka Pemikiran ...................................................................................
Hipotesis Penelitian .....................................................................................

29
29
33

METODOLOGI PENELITIAN .......................................................................
Lokasi dan Waktu Penelitian ......................................................................
Populasi dan Sampel Penelitian .................................................................
Rancangan Penelitian .................................................................................
Data dan Instrumentasi ...............................................................................
Metode Pengumpulan Data Hama Permukiman .......................................
Metode Pengumpulan Data Pestisida .........................................................
Analisis Data ..............................................................................................

35
35
36
37
37
40
42
42

Definisi Operasional .......................................................................................
GAMBARAN UMUM ....................................................................................
Gambaran Umum Lokasi Penelitian ...........................................................
Gambaran Umum Responden .....................................................................

43
49
49
68

HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................
Sumber Informasi .......................................................................................
Ranah Pengetahuan Responden...................................................................
Ranah Afektif Responden terhadap Penggunaan Pestisida .........................
Ranah Psikomotorik Responden terhadap Penggunaan Pestisida ...............
Perilaku Responden Menggunakan Pestisida ..............................................
Menggunakan Jenis Pestisida .................................................................
Cara Menggunakan Pestisida..................................................................
Biaya Rata-Rata yang Dikeluarkan untuk Membeli Pestisida................
Pengendalian Hama dengan Cara Non-Kimiawi ....................................

73
73
76
82
91
93
93
100
105
106

Halaman
Hubungan antara Sikap dan Perilaku Penggunaan Pestisida ..................
Dampak Penggunaan Pestisida ...............................................................

107
115

KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................
Kesimpulan .................................................................................................
Saran ...........................................................................................................

119
119
119

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................

121

LAMPIRAN ....................................................................................................

126

DAFTAR TABEL
Halaman
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

17
18
19
20
21
22
23

Klasifikasi toksisitas dan simbol bahaya pestisida ………... …..
Perkembangan jumlah dan bahan aktif pestisida rumah tangga
Contoh beberapa bahan aktif pestisida dan potensi bahayanya
pada kesehatan manusia ………………………………………...
Penentuan sampel penelitian …………………………………...
Kondisi air sungai di DKI Jakarta berdasarkan
keperuntukkannya …………………………………………….
Kondisi situ dan dan nilai IKA situ di DKI Jakarta …..………...
Persentase responden berdasarkan persepsi tentang jenis hama
yang ada di lingkungannya ……………………….…..………...
Luas wilayah, jumlah penduduk dan kepadatan penduduk
provinsi DKI Jakarta pada tahun 2009………………..………...
Distribusi responden berdasarkan umur ………….…..………...
Distribusi responden berdasarkan pendidikan ………..………...
Distribusi responden berdasarkan status pendapatan per bulan..
Distribusi responden berdasarkan jumlah anggota keluarga …...
Kasus penyakit menular (demam berdarah, diare, malaria dan
filariasis) di provinsi DKI Jakarta tahun2007.......…...………...
Kategori toksisitas bahan aktif yang digunakan responden ….....
Kategori golongan bahan aktif yang digunakan responden ..…...
Hasil uji Chi square antara sikap (kognitif, afektif dan
psikomotorik) dan perilaku ibu rumah tangga dalam pemakaian
dosis pestisida …………………………………….…..………...
Keeratan hubungan antara sikap (kognitif, afektif dan
psikomotorik) dan perilaku dalam pemakaian dosis pestisida …
Hasil uji Chi square antara sikap (kognitif, afektif dan
psikomotorik) dengan frekuensi menggunakan pestisida ….…...
Keeratan hubungan antara sikap (kognitif, afektif dan
psikomotorik) dengan frekuensi menggunakan pestisida ……....
Hasil uji Chi square antara sikap (kognitif, afektif dan
psikomotorik) dengan waktu penggunaan pestisida …..……......
Keeratan hubungan antara sikap (kognitif, afektif dan
psikomotorik) dengan waktu penggunaan pestisida ……….…...
Hasil uji Chi square antara sikap dengan penggunaan pestisida
Keeratan hubungan antara sikap dengan penggunaan pestisida

21
22
26
35
52
35
63
67
69
70
71
71
78
97
98

108
109
110
110
111
111
112
112

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1

Bagan kerangka pemikiran ………………………………….......

32

2

Peta DKI Jakarta ……………………………………………….

49

3

Kondisi lingkungan tinggal ……………………………………..

56

4

Kondisi permukiman yang rimbun dengan tanaman ………...

57

5

Tempat atau lokasi ditemukannya hama permukiman ...........

58

6

Pengetahuan responden tentang musuh alami hama
permukiman…………….......................................................

58

Hewan yang dianggap responden sebagai musuh alami hama
permukiman ……………………………..……………………..

59

Gambaran rumah responden berdasarkan ada tidaknya hama
permukiman ………………………………………………..…..

60

9

Jenis hama permukiman yang diamati ………………………..…

61

10

Jumlah hama (ekor) per unit contoh di DKI Jakarta …………….

62

11

Persentase responden yang mengendalikan hama permukiman

64

12

Kebijakan pemerintah untuk pengasapan/fogging ……………..

65

13

Persentase responden terhadap sumber informasi yang dianggap
paling penting dalam memilih pestisida ……….……………….

73

Persentase responden tentang sumber informasi untuk memilih
jenis pestisida yang biasa digunakan …………………………..

74

Persentase responden tentang sumber informasi penggunaan
dosis pestisida ……….…………………………………………..

75

Pengetahuan responden tentang penyakit yang disebabkan oleh
serangga atau hama ….………………………………………….

76

Persentase responden tentang pengetahuan jenis penyakit yang
disebabkan oleh serangga atau hama ……………………….….

77

Pengetahuan responden terhadap penyebab munculnya hama
permukiman ……………………………………………………..

79

19

Persentase jumlah responden tentang biopestisida.....................

81

20

Pengetahuan responden tentang efek penggunaan pestisida
terhadap lingkungan atau resiko terhadap binatang peliharaan

81

Persentase
sikap
responden
terhadap
program
pengasapan/fogging oleh petugas ……..…………………….....

83

Persentase responden dalam memilih pengendalian hama
berwawasan lingkungan walaupun harganya jauh lebih mahal

84

7
8

14
15
16
17
18

21
22

Halaman
23

Persentase responden yang rela mengeluarkan uang lebih banyak
untuk pengendali hama yang aman dan tidak berbahaya …….

85

Persentase responden dalam memilih pestisida karena lebih
simpel, murah dan efektif ………………………………………

86

Persentase responden tentang anggapan pestisida berdampak
buruk pada lingkungan ………………………………………....

87

Persentase
responden yang menganggap pestisida tidak
berwawasan lingkungan ….....................................................

88

Persentase responden yang menyatakan bahwa pestisida adalah
racun …….………………………………………………….........

88

Persentase responden yang menyatakan pestisida tidak
membahayakan diri dan keluarganya ………………….............

89

29

Persentase responden tidak peduli dengan dampak pestisida ..…

90

30

Persentase responden dalam ranah afektif dalam penggunaan
pestisida …………………………………………………………..

90

Persentase responden tentang berfikir ada kemungkinan
mengurangi pemakaian pestisida di masa depan ……..………..

91

Cara lain untuk mengendalikan serangga hama selain dengan
menggunakan pestisida …………………………………………

92

33

Jumlah responden yang menggunakan pestisida …..………….

93

34

Bentuk formulasi pestisida yang digunakan responden .……….

94

35

Persentase responden yang menggunakan bahan aktif Pestisida

96

36

Peningkatan jumlah pestisida rumah tangga dan bahan aktif ……

99

37

Pestisida rumah tangga yang didaftarkan sesuai hama sasaran ….

100

38

Responden yang membaca petunjuk penggunaan sebelum
menggunakan pestisida …………………………………………

100

Responden yang menggunakan pestisida sesuai petunjuk
penggunaan ……………………………………………………..

101

Persentase responden terhadap tempat penyimpanan pestisida
rumah tangga ……………………………………………………

102

Persentase responden terhadap penggunaan pestisida rumah
tangga ……………………………………………………………

103

42

Persentase frekuensi penggunaan pestisida rumah tangga ……

104

43

Persentase waktu penggunaan pestisida rumah tangga …………

104

44

Persentase responden menggunakan pestisida pada musim
kemarau dan hujan …………………………………..…………

105

24
25
26
27
28

31
32

39
40
41

Halaman
45

Persentase responden dalam pembelian ………..………………

106

46

Cara pengendalian hama non- kimiawi …..……………………

106

47

Persentase responden yang menggunakan pengendalian nonkimiawi …………………………………………………….……

107

Persentase responden tentang pengetahuan kemungkinan
mengurangi pemakaian pestisida ……..…..……………………

114

Persentase responden terhadap alasan tetap menggunakan
pestisida rumah tangga ……………….…..……………………

115

Persentase responden yang pernah mengalami gejala keracunan
atau gejala mirip keracunan pestisida rumah tangga …………

116

Jenis formulasi pestisida rumah tangga penyebab keracunan ……

117

48
49
50
51

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1
2

Definisi operasional, indikator dan pengukuran peubah
penelitian ……………………………………………………….

127

Uji Statistik Chi Square ………......................................….........

133

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penggunaan pestisida mengundang pro dan kontra, sebagian masyarakat
menganggap bahwa penggunaan pestisida merupakan cara bagi masyarakat dan
anggota keluarganya untuk terhindar dari berbagai penyakit manusia yang
disebabkan oleh hama permukiman, sementara itu sebagian lainnya mempunyai
anggapan bahwa penggunaan pestisida dalam jangka panjang akan mengancam
kesehatan masyarakat serta mencemari lingkungan.
Telah banyak diketahui bahwa pergulatan antara manusia dan hama telah
terjadi selama adanya peradaban manusia. Salah satu contoh dibidang pertanian
adalah pergulatan antara petani dan serangga hama. Tidak berbeda jauh di
permukiman, pergulatan penghuni rumah tangga dengan hama permukiman juga
telah berlangsung sejak dulu hingga kini.
Interaksi antara penghuni rumah tangga dan hama permukiman merupakan
suatu interkasi yang dinamis diantara komponen lingkungan untuk masing-masing
mempertahankan hidup. Hama permukiman membutuhkan manusia untuk
kelangsungan hidupnya, sementara penghuni rumah tangga menghindari
keberadaan hama juga untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, karena
hama permukiman menularkan sejumlah penyakit, seperti demam berdarah,
malaria, chikungunya, diare dan disentri.
Kasus DBD di Indonesia pada tahun 2007 yang tertinggi adalah di provinsi
Jawa Tengah dengan 24.069 kasus, 335 orang meninggal, di Jawa Barat ada
28.071 kasus, sebanyak 277 orang meninggal, dan di Provinsi DKI Jakarta dengan
31.428 kasus, sebanyak 85 orang diantaranya meninggal (Siswono 2008). Sejak
pertama kali ditemukan pada tahun 1972,

jumlah kasus menunjukan

kecenderungan meningkat baik dalam jumlah maupun luas wilayah yang
terjangkit setiap tahunnya. Tiap tahun tidak sedikit penduduk, khususnya di
Provinsi DKI Jakarta, yang menjadi korban karena penyakit ini. Selama 39 tahun
ini DBD di Jakarta belum berhasil ditanggulangi dan selalu terjadi peningkatan
dari tahun ke tahun (Yuniarti 2008). Kepadatan penduduk dan kondisi lingkungan
tinggal mempengaruhi tingkat kerawanan penyakit demam berdarah.

2
Dalam Hadi dan Koesharto (2006) disebutkan berbagai jenis bakteri patogen
yang berhasil diisolasi dari lalat rumah (Musca domestica) yang diperoleh dari
tempat pembuangan sampah dan kandang ayam antara lain adalah Enterobacter
aerogenes, E. aggolerans, Escheria coli, Pseudomonas sp. dan Salmonella sp.
Bakteri-bakteri tersebut dapat menyebabkan penyakit lambung dan usus seperti
disentri dan diare, salmonellosis (tifoid, paratifoid dan keracunan makanan) dan
kolera. Pada beberapa kasus, lalat rumah dapat juga berfungsi sebagai vektor
penyakit kulit seperti lepra dan yaws (frambusia atau patek). Hama permukiman
lainnya, seperti rayap juga menimbulkan masalah yaitu memakan struktur kayu
bangunan. Nandika (2003) melaporkan rata-rata persentase serangan rayap pada
bangunan perumahan di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Bandung dan
Batam mencapai 70%. Di Jakarta dan sekitarnya jenis rayap tanah yang
menyerang bangunan adalah Macrotermes dan Odontotermes.
Untuk mengendalikan populasi hama permukiman yang menjadi vektor
penyakit

demam

berdarah

dan

penyakit

lainnya,

masyarakat

terpaksa

menggunakan pestisida rumah tangga1. Dengan tingkat serangan yang tinggi dan
terjadi setiap tahun, jumlah rumah tangga di DKI Jakarta yang menggunakan
pestisida rumah tangga termasuk dalam tiga besar di Indonesia setelah propinsi
Jawa Barat dan Jawa Timur (BPS 2001). Begitu juga untuk pengendalian rayap,
teknologi yang banyak dipakai sekarang ini oleh jasa pengendali hama/pest
control adalah dengan menggunakan pestisida berupa injeksi termisida pada
bangunan yang telah terserang (Nandika 2003).
Dengan semakin banyak pengguna pestisida rumah tangga, jenis pestisida
rumah tangga dan bahan aktifnya pun mengalami peningkatan. Ini terlihat pada
jenis pestisida permukiman yang semakin banyak didaftarkan dan mendapat
perizinan beredar di pasar. Pada tahun 2004 jumlah pestisida yang mendapat ijin
untuk beredar di pasar sebanyak 208 merk dagang dengan bahan aktif sebanyak
48 jenis. Sementara pada tahun 2011, jumlah merk dagang yang mendapat ijin
1

Pestisida rumah tangga: pestisida yang digunakan untuk pemberantasan vektor penyakit menular, misalnya
serangga dan tikus, atau untuk pengendalian hama di rumah-rumah, tempat kerja, tempat umum lain
termasuk sarana angkutan dan tempat penyimpanan/pergudangan.

3
edar meningkat menjadi sebanyak 383 merk dagang dengan bahan aktif sebanyak
71 jenis (Departemen Pertanian Jakarta tahun 2004, 2007, 2008, 2010, dan 2011)
Kekhawatiran yang tinggi akan terjangkit berbagai penyakit yang ditularkan
oleh hama permukiman mendasari alasan masyarakat untuk menggunakan
pestisida rumah tangga. Hal ini dapat dimengerti ketika melihat tingkat kematian
yang tinggi akibat penyakit demam berdarah dan semakin meluasnya daerah
penyebaran epidemi penyakit-penyakit di atas.

Untuk mencegah terjangkit

penyakit tersebut masyarakat secara aktif dan intensif melakukan upaya
pengendalian serangga vektor penyakit demam berdarah baik melalui cara 3M
(menguras, menutup tempat air, dan mengubur barang bekas), memakai kelambu
ketika tidur serta mengenakan pakaian tertutup (Kusriastuti 2003), juga pestisida
rumah tangga.
Faktor lingkungan sangat berpengaruh terhadap perkembangan populasi
hama. Secara umum faktor tersebut terdiri atas faktor abiotik, faktor biotik dan
faktor sosial budaya. Faktor fisik atau abiotik adalah faktor tak hidup yang
mempengaruhi perkembangan serangga. Beberapa faktor fisik utama, yaitu: suhu,
kelembaban, iklim, ketersediaan makanan dan kondisi lingkungan tinggal. Faktor
biotik adalah faktor hidup yang mempengaruhi perkembangan populasi serangga,
yang terdiri dari golongan tumbuhan, hewan maupun manusia (Sigit et al. 2006).
Faktor sosial budaya meliputi perilaku manusia seperti perilaku masyarakat
perkotaan. Kota Jakarta banyak pendatang yang berasal dari daerah-daerah miskin
untuk bekerja, mereka biasanya mencari tempat permukiman yang sesuai dengan
pendapatannya. Oleh karena itu, terciptalah daerah-daerah kumuh yang tatanan
maupun sanitasinya jauh dari memenuhi syarat, misalnya tidak adanya irigasi air
limbah rumah tangga, tidak tersedianya tempat sampah, dan tatanan tempat
tinggal yang saling berdekatan tanpa ventilasi (Hadi dan Koesharto 2006). Hal ini
semua dapat memicu perkembangan serangga terutama nyamuk.
Masyarakat ingin menyelamatkan diri dari penyakit-penyakit epidemi
sehingga menggunakan pestisida rumah tangga, namun penggunaan pestisida
dapat menimbulkan dampak negatif terhadap manusia itu sendiri dan
lingkungannya, seperti keracunan, resistensi hama, resurjensi hama, dan
terbunuhnya organisme bukan sasaran. Masyarakat nampaknya belum paham

4
benar akan dampak negatif ini.

Survei Lembaga Penelitian dan Pendidikan

Konsumen (LP2K) Semarang tahun 1992, kaum perempuan di daerah Gunung
Pati, Semarang kebanyakan (67 persen) tidak tahu bahwa pestisida berbahaya bagi
kesehatan dan lingkungan mereka. Sebanyak 97 persen tidak mengetahui gejala
keracunan. Tiga orang yang mengetahui gejala keracunan hanya mampu
menyebutkan dua jenis keracunan akibat pestisida, yaitu pusing-pusing dan mulut
berbuih (Pesticide Action Network 1993).
Keterbatasan pengetahuan tentang pestisida ini juga terjadi pada kalangan
petani. Petani di Kabupaten Tegal mempunyai tingkat pengetahuan yang rendah
terhadap pengelolaan pestisida yang sesuai dengan prinsip kehati-hatian. Hal ini
tercermin dari kebiasaan petani dalam mencampur pestisida yang masuk dalam
kategori sangat berbahaya (IB) dan yang dilarang (Hidayat et al. 2010). Penelitian
ini juga menemukan bahwa ada kaitan yang nyata antara pengetahuan dan
tindakan petani dalam aplikasi serta penanganan pestisida dengan tingkat gejala
keracunan yang dialami oleh petani. Walaupun di negara berkembang
menggunakan pestisida 25% dari total penggunaan pestisida di seluruh dunia,
tetapi dalam hal kematian akibat pestisida 99% terjadi di negara-negara
berkembang. Penyebabnya adalah rendahnya tingkat pendidikan petani-petani di
negara-negara berkembang sehingga cara penggunaan pestisida sangat tidak aman
(Miller 2004), dia mengamati keterkaitan pendidikan petani dengan cara
penggunaan pesisida.
Dampak penyalah-gunaan DDT dan 12 pestisida yang mengandung bahan
aktif berbahaya mendorong Indonesia menetapkan keputusan bersama tentang
pelarangan penggunaan DDT yang dituangkan dalam Peraturan Perundangan oleh
Menteri Dalam Negeri, Menteri Kesehatan, dan Menteri Pertanian sejak tahun
1983. Namun, sampai saat ini penggunaan pestisida DDT diduga masih beredar di
negara-negara berkembang (Cunningham dan Barbara 1995). Seperti pemberitaan
di ESA Newsletter (2002), bahwa FAO memperkirakan lebih dari 500.000 ton
pestisida lama yang tidak digunakan dan telah dilarang (masa berlakunya sudah
habis atau kadaluarsa) masih berada di hampir semua negara berkembang dan
negara-negara peralihan/transisi. Sebanyak 80% pestisida dari 500.000 ton
pestisida yang sudah lama (kadaluarsa) diduga diaplikasikan di negara

5
berkembang. Di beberapa negara miskin, bahan-bahan kimia tidak ditangani atau
disimpan sesuai standar minimal. Produk racun tinggi mudah didapatkan dan
tersedia di kios-kios sampai toko besar, sementara pakaian pelindung seringkali
terlalu mahal untuk petani kecil atau tidak mungkin menggunakan dalam kondisi
kelembaban dan lingkungan yang panas (ESA Newsletter 2002).
Keprihatinan pada penggunaan pestisida yang semakin meningkat dan
kekurang hati-hatian masyarakat dalam penggunaannya memunculkan pertanyaan,
faktor apakah yang mendorong masyarakat untuk selalu menggunakan pestisida?
Perumusan Masalah
Pada saat ini pestisida rumah tangga semakin banyak beredar dengan
berbagai merk dagang dan kandungan bahan aktif yang ternyata dapat berbahaya
bagi manusia. Sementara itu kasus-kasus DBD yang menyebabkan kematian di
Indonesia juga semakin meningkat. Alasan khawatir terjangkit DBD mendorong
masyarakat rutin menggunakan pestisida meskipun mereka juga menggunakan
pengendalian non-kimia. Didukung oleh media massa, pestisida rumah tangga
semakin dikenal masyarakat dan digunakan secara rutin oleh masyarakat.
Sementara masyarakat nampaknya tidak sadar akan bahaya yang datang dari
penggunaan pestisida secara berlebihan. Dikhawatirkan penggunaan pestisida
akan semakin meningkat di kemudian hari, sehingga dapat membahayakan
masyarakat dan lingkungan.
Berdasarkan ulasan tersebut, maka penekanan permasalahan dalam
penelitian ini adalah:
1.
2.
3.
4.
5.

Hama permukiman apa saja yang ditemukan di permukiman wilayah DKI
Jakarta?
Faktor-faktor lingkungan apa saja yang menyebabkan munculnya hama
permukiman di Jakarta?
Faktor-faktor apa yang mempengaruhi sikap dan perilaku penggunaan
pestisida oleh ibu rumah tangga di lingkungan tempat tinggal?
Bagaimana perilaku ibu rumah tangga dalam menggunakan pestisida di
lingkungan tempat tinggal?
Bagaimana dampak penggunaan pestisida terhadap gejala keracunan di
masyarakat?

6
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1.

Mengetahui jenis-jenis hama permukiman yang ada di Jakarta.

2.

Mengkaji lingkungan yang menyebabkan munculnya hama permukiman di
Jakarta.

3.

Mengkaji perilaku ibu rumah tangga dalam menggunakan pestisida di
lingkungan tempat tinggal.

4.

Menganalisis

faktor-faktor

yang

mempengaruhi

sikap

dan

perilaku

penggunaan pestisida oleh ibu rumah tangga di lingkungan tempat tinggal.
5.

Mengkaji dampak penggunaan pestisida di lingkungan rumah tangga terhadap
keracunan di masyarakat.
Manfaat Penelitian
Kegunaan yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah :

1.

Memberikan informasi serangga hama permukiman di lingkungan tempat
tinggal.

2.

Memberikan

informasi

tentang

perilaku

penduduk

Jakarta

tentang

penggunaan pestisida rumah tangga.
3.

Memberikan masukan kepada masyarakat dalam memilih dan menggunakan
produk pestisida rumah tangga secara lebih baik dan rasional.

4.

Memberikan masukan kepada pemerintah untuk memperbaiki konsep
penataan lingkungan permukiman terkait ketersediaan dan pemeliharaan
sarana dan prasarana, serta teknik pengendalian hama permukiman
berwawasan lingkungan.

TINJAUAN PUSTAKA
Interaksi Manusia dengan Lingkungan
Dalam ekosistem, interaksi antara manusia dengan organisme lainnya
bersifat dinamis. Interaksi tersebut seringkali terjadi dalam bentuk kompetisi,
contohnya interaksi antara petani dan hama. Hama dipandang merugikan oleh
petani karena dapat menyebabkan kegagalan panen. Kekhawatiran terhadap
serangan hama mendorong petani menggunakan pestisida secara intensif.
Sebagian besar petani berkeyakinan bahwa pestisida dapat menghindarkan
tanaman dari serangan hama, sehingga memicu penggunaan pestisida dari waktu
ke waktu.
Berbeda dengan petani, pada isu hama permukiman, ukuran tingkat
kerugian tidak hanya diukur dampak ekonominya saja, tetapi juga diukur dampak
kesehatan dan tingkat gangguan atas kenyamanan hidup manusia. Keberadaan
hama permukiman di lingkungan tinggal manusia tidak dapat terlepas dari
aktivitas manusia itu sendiri. Namun sulit bagi manusia untuk berbagi ruang hidup
dengan hama tersebut. Manusia menganggap bahwa hama permukiman
merupakan kelompok hewan yang menjijikkan, merugikan kesehatan manusia
serta mengganggu kenyamanan hidup. Hal ini disebabkan kekhawatiran manusia
terhadap penyakit yang ditularkan oleh hama permukiman, diantaranya penyakit
demam berdarah dengue yang ditularkan oleh nyamuk dari genus Aedes spp.
DKI Jakarta merupakan propinsi dengan jumlah penderita DBD terbanyak.
Pada tahun 2003, jumlah kasus serangan DBD sebanyak 14.071 orang. Jumlah
penderita ini meningkat pada tahun 2004 menjadi 20.640 orang (Dinas Kesehatan
Propinsi DKI Jakarta 2004 dalam Sungkar 2007). Serangan tersebut cenderung
menurun pada tahun 2005 yang mencapai 874 orang dan meningkat lagi pada
tahun 2009 dengan jumlah penderita mencapai 18.343 kasus. Pada tahun 2010
terjadi serangan sebanyak 8.388 kasus.
Kekhawatiran terhadap penyakit tersebut menyebabkan masyarakat tidak
bisa menerima kehadiran hama permukiman dan organisme lainnya, termasuk
organisme musuh alami. Oleh sebab itu masyarakat mempunyai keinginan yang
kuat untuk mengendalikan hama. Sebagian besar masyarakat menggunakan

8
pestisida untuk mengendalikan hama permukiman. Walaupun dikhawatirkan
membawa dampak kesehatan dan dampak lingkungan, namun penggunaan
pestisida yang intensif pada area permukiman menjadi kebutuhan masyarakat
guna mendapatkan rasa aman dari kekhawatiran atas serangan penyakit yang
ditularkan oleh hama permukiman.
Manusia dengan Lingkungan Fisik
Menurut Istamar Syamsuri et al. 2004, lingkungan fisik atau abiotik adalah
salah satu komponen dalam ekosistem. Komponen abiotik adalah segala sesuatu
yang tidak bernyawa. Beberapa contoh lingkungan fisik yang berkaitan dengan
hama permukiman yaitu suhu, kelembapan, iklim, ketersediaan makanan,
konstruksi bangunan, sarana sanitasi dasar permukiman, dan topografi.
1.

Suhu
Secara umum serangga memiliki kisaran suhu tertentu untuk hidupnya,

misalnya nyamuk mempunyai kisaran suhu optimum antara 25–27 oC. Di luar
kisaran suhu tersebut, perkembangan populasi nyamuk akan terganggu.
2.

Kelembaban
Kelembaban tanah, udara, dan tempat hidup serangga merupakan faktor

penting yang mempengaruhi distribusi, kegiatan, dan perkembangan serangga.
Menurut Mardihusodo dalam Yudhastuti (2005), kelembaban udara yang berkisar
81.5–89.5% merupakan kelembaban yang optimal untuk proses pembentukan
embrio dan ketahanan hidup embrio nyamuk.
3.

Iklim
Iklim sangat berpengaruh terhadap perkembangan populasi serangga.

Contoh yang menarik adalah peledakan populasi ulat bulu di beberapa wilayah di
Indonesia pada tahun 2011. Boer (Boer dalam Kompas 2011) mengatakan bahwa
ledakan populasi ulat bulu dipengaruhi oleh terjadinya fenomena perubahan iklim.
4.

Ketersediaan makanan
Untung (2006) mengatakan bahwa penanaman satu komoditas secara terus-

menerus tidak memutuskan siklus hidup hama. Hal ini karena makanan hama
tersebut tersedia sepanjang musim. Dalam konteks hama permukiman, manusia

9
memproduksi makanan setiap hari, padahal sisa makanan dan sampah organik
merupakan media perkembangbiakan lalat. Sepanjang ketersediaan makanan dan
ruang untuk hidup tersedia, maka hama permukiman akan tetap ada.
5.

Konstruksi bangunan
Keberadaan hama permukiman merupakan hasil perilaku manusia. Manusia

membangun rumah tinggal untuk dirinya, sekaligus membuatkan habitat bagi
hama permukiman. Bahkan beberapa jenis serangga tertentu seperti lalat dan
kecoa telah beradaptasi dengan kehidupan manusia semenjak manusia membentuk
rumah tinggal. Hama permukiman menyukai ruangan yang kurang ventilasi,
kurang cahaya, lembab, kotor dan penuh barang, seperti dapur, saluran air, dan
gudang. Sementara kondisi di luar bangunan rumah tinggal yang banyak terdapat
sampah, selokan air macet dan berisi air comberan, penuh dengan gulma dan
semak-semak, seringkali dimanfaatkan hama sebagai tempat berlindung dan
beristirahat serta berkembang biak.
6.

Sarana sanitasi dasar pada lingkungan tinggal
Pertambahan penduduk seringkali berkaitan dengan menurunnya kualitas

sanitasi lingkungan. Pertumbuhan jumlah penduduk tidak diimbangi dengan
pembangunan fasilitas sanitasi dasar yang tidak memadai, misalnya selokan yang
mampet dan tidak tersedia tempat pembuangan sampah. Kaleng atau ember bekas
yang dibuang sembarangan karena tidak adanya fasilitas pembuangan sampah
akan terisi air hujan dan menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk. Akibatnya
terjadinya epidemi penyakit yang ditularkan oleh hewan, misalnya penyakit DBD.
Manusia dengan Lingkungan Biotik
Lingkungan biotik adalah segala mahluk hidup yang ada di sekitar individu
baik tumbuhan, hewan, manusia dan mikroorganisme. Dalam suatu ekosistem,
tiap unsur biotik berinteraksi antar biotik dan juga dengan lingkungan fisik/abiotik
(Supardi 2003). Suatu ekosistem akan menjamin keberlangsungan kehidupan
apabila lingkungan itu dapat mencukupi kebutuhan minimum dari organisme.

10
Hama permukiman merupakan bagian dari faktor biotik yang juga dapat
mempengaruhi kualitas lingkungan. Interaksi manusia dengan hama permukiman
meliputi ambang toleransi dan monitoring status hama.
1.

Manusia dengan Hama Permukiman
a. Ambang Toleransi. Istilah hama dalam ekosistem permukiman tergantung

pada nilai ambang toleransi manusia yang menempati ekosistem tersebut.
Ambang toleransi tersebut kerapkali dihitung bukan hanya dalam nilai ekonomi
semata, melainkan juga nilai kesehatan, rasa aman, dan estetika. Nilai ambang
setiap manusia tergantung pada status sosial, tingkat pendidikan, dan budaya
(Flint dan Bosch 2002). Menurut Sigit et al. (2006) ambang batas atau toleransi
masyarakat terhadap hama rumah tangga berbeda-beda, bahkan hotel atau ruang
perkantoran memberlakukan toleransi nol atau zero tolerance terhadap
keberadaan hama permukiman. Kondisi zero tolerance ini juga berlaku bagi
serangga/ hewan yang berperan sebagai musuh alami bagi hama permukiman,
misalnya laba-laba, cicak, dan tokek.
Walaupun aktivitas manusia memberikan ruang hidup bagi manusia, tetapi
sulit bagi manusia untuk berbagi ruang hidup dengan hama-hama tersebut.
Manusia menganggap bahwa hama permukiman merupakan kelompok hewan
yang menjijikkan, merugikan kesehatan manusia serta mengganggu kenyamanan
hidup. Masyarakat mendefinisikan hama berdasarkan faktor-faktor berikut: 1)
tingkat bahaya, kerugian atau gangguan yang mungkin ditimbulkan oleh hama
tersebut; 2) tingkat populasi hama di lingkungan permukiman; 3) tingkat toleransi
pemukim terhadap keberadaan hama di lingkungannya.
Meskipun ambang toleransi masyarakat tergantung pada individu, namun
tetap diperlukan penetapan ambang batas, terutama untuk pengendalian
pengendalian kimiawi. Sebagai contoh fogging terhadap nyamuk demam berdarah
dilakukan ketika terjadi KLB atau ketika dalam penyelidikan epidemiologis
ditemukan penderita DBD lainnya (satu atau lebih) atau menemukan minimal tiga
orang diduga DBD dan ditemukan jentik minimal 5% dari jumlah rumah yang
diperiksa.

11
b.

Monitoring Status Hama. Untuk mengetahui batas ambang kendali

tersebut, diperlukan monitoring populasi hama. Monitoring untuk hama
permukiman, lebih diperuntukkan untuk menentukan jenis pengendalian fogging
untuk hama nyamuk, misalnya berdasarkan hasil monitoring tersebut dapat
diputuskan perlu atau tidaknya dilakukan pengasapan atau fogging.
Salah satu contoh kegiatan monitoring yang lain yaitu melakukan kegiatan
pemeriksaan jentik berkala atau PJB. Pemeriksaan jentik berkala ini dimaksudkan
untuk memantau dan mendata keberadaan jumantik di rumah-rumah yang ada di
sekitar lingkungannya. Pemantauan status hama ini telah dilakukan di beberapa
wilayah di Jakarta dan sekitarnya seperti Bekasi, Bogor, Depok dan Tangerang.
2. Faktor biotik yang mempengaruhi perkembangan hama permukiman
a. Tumbuhan. Dalam ekosistem, tumbuhan berperan sebagai produsen atau
penyedia makanan bagi organisme konsumen tingkat terendah hingga
tertinggi. Contohnya nyamuk jantan memakan nektar dari tumbuhan. Selain
itu, tumbuhan juga dapat bermanfaat bagi hama permukiman sebagai tempat
istirahat atau tempat perlindungan.
b. Musuh alami. Musuh alami adalah organisme yang memakan serangga
permukinan. Musuh alami terdiri dari predator, parasitoid, maupun patogen.
Dalam sebuah ekosistem, keberadaan musuh alami dan organisme netral
inilah yang menjaga keseimbangan populasi hama.
c. Organisme non-musuh alami (netral). Organisme netral yaitu organisme
yang tidak berperan sebagai mangsa, predator ataupun parasitoid tetapi ia