Analisis Risiko Aliran Piroklastik Gunungapi Merapi Pasca Erupsi 2010 Menggunakan Data Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi

ANALISIS RISIKO ALIRAN PIROKLASTIK
GUNUNGAPI MERAPI PASCA ERUPSI 2010
MENGGUNAKAN DATA PENGINDERAAN JAUH
DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

FAJAR YULIANTO

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Risiko Aliran
Piroklastik Gunungapi Merapi Pasca Erupsi 2010 Menggunakan Data
Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2014
Fajar Yulianto
NIM A153120061

RINGKASAN
FAJAR YULIANTO. Analisis Risiko Aliran Piroklastik Gunungapi Merapi Pasca
Erupsi 2010 Menggunakan Data Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi
Geografis. Dibimbing oleh BOEDI TJAHJONO dan SYAIFUL ANWAR.
Kejadian erupsi Merapi pada 26 Oktober – 23 November 2010 telah
menyebabkan terjadinya kerusakan lahan pada lingkungan sekitarnya. Selain itu,
juga telah mengakibatkan jatuhnya korban jiwa dan kerugian harta benda.
Banyaknya material erupsi yang dikeluarkan berupa endapan piroklastik telah
merubah dan menutup kondisi topografi permukaan di sekitar lereng Merapi.
Perubahan morfologi pada puncak dan topografi di sekitar lereng Merapi pasca
erupsi 2010 dapat membuka peluang potensi aliran piroklastik dengan arah yang
berbeda dari kondisi sebelumnya. Selain itu, kondisi tersebut juga dapat
mempengaruhi besarnya risiko yang ditimbulkan di daerah sekitarnya.

Pada penelitian ini, analisis perubahan kondisi topografi akibat erupsi
Merapi 2010, dilakukan dengan membandingkan data Digital Elevation Model
(DEM) pada saat sebelum (pre-) dan sesudah (post-) kejadian erupsi. Pendekatan
metode Interferometri Synthetic Aperture Radar (InSAR) telah digunakan dalam
penelitian ini untuk menghasilkan data DEM. Pengolahan metode InSAR
diterapkan pada data citra satelit Advanced Land Observing Phased Array L-Band
Synthetic Aperture Radar - ALOS PALSAR level 1.0 (raw data) dengan referensi
ketinggian data DEM SRTM resolusi 30 m. Prediksi arah aliran piroklastik pasca
erupsi Merapi 2010 perlu dilakukan untuk mengetahui sejauh mana aliran
piroklastik dapat terjadi akibat perubahan kondisi topografi. Penggunaan
algoritma Monte Carlo pada software Volcanic Risk Information System (VORIS)
dalam Sistem Informasi Geografis (SIG) diterapkan dalam penelitian ini untuk
mengetahui arah aliran piroklastik. Akibat adanya perubahan kondisi topografi
pasca erupsi Merapi 2010, dapat diprediksi bahwa peluang utama aliran
piroklastik memiliki kecenderungan mengarah ke Sungai Gendol dan Sungai
Opak hingga menempuh jarak radius berturut-turut adalah 8 km dan 10 km, dan
menyebar dengan peluang kecil ke arah Sungai Woro dengan jarak 5 km dari
puncak Merapi. Peta Kerentanan Vulkanik ditentukan berdasarkan Analisis Multi
Kriteria (AMK) dari penggabungan antara aspek Fisik (F), Sosial (S), Ekonomi
(E) dan Lingkungan (L) di daerah penelitian. Mekanisme pembobotan yang

dilakukan berdasarkan Proses Hierarki Analisis (PHA) pada metode Perbandingan
Berpasangan (PB), menghasilkan formula Volc_Vulnb = ((0.31 * F) + (0.34 * S) +
(0.20 * E) + (0.16 * L)). Analisis risiko vulkanik pasca erupsi Merapi 2010 secara
skematis dapat ditentukan berdasarkan kombinasi antara peta bahaya vulkanik dan
peta kerentanan vulkanik. Bedasarkan peta bahaya hasil prediksi aliran
piroklastik, potensi risiko tinggi hingga sangat tinggi terdapat pada daerah di
sepanjang Sungai Opak sampai dengan jarak radius 10 km dari puncak Merapi
dan sepanjang Sungai Gendol dengan jarak radius sekitar 7 km dari puncak
Merapi.
Kata kunci: risiko vulkanik, penginderaan jauh, SIG, Gunungapi Merapi,
Jawa Tengah

SUMMARY
FAJAR YULIANTO. Risk analysis of pyroclastic flows of the 2010 posteruption of Merapi volcano using remotely sensed data and Geographic
Information Systems, Supervised by: BOEDI TJAHJONO and SYAIFUL
ANWAR.
Merapi volcano eruptions on 20 October - 23 November 2010 have been
caused the land degradation in the surrounding area. In addition, it has also
resulted in loss of life and property loss. The amount of material erupted, which
was issued in the form of pyroclastic deposits have been changed and close the

surface topography on the slopes of Merapi. Morphological changes in the summit
and slopes of Merapi, post of the 2010 eruption could open up opportunities
pyroclastic flows in different directions of the previous conditions. In addition,
these conditions may also affect the magnitude of the risk posed in the
surrounding area.
In this research, the analysis of changes in topography caused by the 2010
eruption of Merapi volcano, has been done by comparing the Digital Elevation
Model (DEM) data on the conditions pre- and post-eruptions. Method of
Interferometry Synthetic Aperture Radar (InSAR) has been used in this research
to generate DEM data. InSAR processing methods applied to the Advanced Land
Observing Phased Array L-Band Synthetic Aperture Radar - ALOS PALSAR
level 1.0 (raw data) with reference altitude is DEM SRTM data, which has a
resolution of 30 m. The prediction of the pyroclastic flow direction of the 2010
post-eruption of Merapi volcano needs to be conducted to determine the extent of
pyroclastic flows caused by changes topographic conditions. The use of Monte
Carlo algorithms in software Volcanic Risk Information System (VORIS) –
Geographic Information System (GIS) has been applied in this research to know
the direction of pyroclastic flows. The post-eruption conditions due to changes in
topography, can be predicted that the main opportunities flows have a tendency
lead to Gendol and Opak river up to a distance of 8 km and 10 km, and the flow is

expected to spread with low probability towards Woro river with a distance of 5
km from the peak of Merapi. The vulnerability of volcanic map has been
determined based on Multi Criteria Analysis (MCA) of the merger between
physical aspects (F), social (S), economics (E) and Environmental (L) in the
research area. Weighting mechanism, which has been done based on Analytical
Hierarchy Process (AHP) in the Pairwise Comparison method (PB), produces
formula: Volc_Vulnb = ((0.31 * F) + (0.34 * S) + (0.20 * E) + (0.16 * L)). Risk
analysis can be determined based on a combination of volcanic hazard and
vulnerability maps. Based on the prediction of the pyroclastic flow map, there is a
potential high risk areas along the Opak river up to a distance of 10 km from the
peak of Merapi and Gendol river along with a radius of about 7 km from the peak
of Merapi.
Key words: volcanic risk, remote sensing, GIS, Merapi volcano, Central Java

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan

IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

ANALISIS RISIKO ALIRAN PIROKLASTIK
GUNUNGAPI MERAPI PASCA ERUPSI 2010
MENGGUNAKAN DATA PENGINDERAAN JAUH
DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

FAJAR YULIANTO

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Mitigasi Bencana Kerusakan Lahan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2014

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Baba Barus, MSc

Judul Tesis : Analisis Risiko Aliran Piroklastik Gunungapi Merapi Pasca Erupsi
2010 Menggunakan Data Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi
Geografis
Nama
: Fajar Yulianto
NIM
: A153120061

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Syaiful Anwar, MSc
Anggota

Dr Boedi Tjahjono, MSc
Ketua


Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Mitigasi Bencana Kerusakan Lahan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Boedi Tjahjono, MSc

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 19 September 2014

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam
penelitian yang telah dilaksanakan sejak bulan Februari - Juli 2014 adalah
Analisis Risiko Aliran Piroklastik Gunungapi Merapi Pasca Erupsi 2010

Menggunakan Data Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Boedi Tjahjono, MSc dan Dr Ir
Syaiful Anwar, MSc selaku komisi pembimbing yang telah memberikan motivasi,
arahan kepada penulis selama menjalani penelitian tesis. Terimakasih kepada Dr
Baba Barus, MSc selaku penguji luar komisi yang telah banyak memberi saran. Di
samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Lembaga Penerbangan dan
Antariksa Nasional (LAPAN) yang telah memberikan beasiswa pendidikan
sekolah pascasarjana dan ketersediaan data penginderaan jauh untuk penyusunan
tesis. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh
keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2014
Fajar Yulianto

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN


1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

3

Manfaat Penelitian

3

TINJAUAN PUSTAKA


3

METODE

7

Kerangka Penelitian

7

Lokasi Penelitian

8

Bahan dan Alat Penelitian

9

Metodologi Penelitian

9

HASIL DAN PEMBAHASAN

23

Model topografi sebelum dan sesudah erupsi Merapi 2010

23

Prediksi arah aliran piroklastik pasca erupsi Merapi 2010

29

Analisis kerentanan dan risiko vulkanik pasca erupsi Merapi
2010

44

SIMPULAN DAN SARAN

86

Simpulan

86

Saran

86

DAFTAR PUSTAKA

87

LAMPIRAN

92

RIWAYAT HIDUP

105

DAFTAR TABEL
1
2

3
4
5
6
7
8
9

10
11
12
13
14
15
16
17

18

19
20
21

Data-data yang dipergunakan dalam penelitian
Parameter input algoritma Monte Carlo untuk mensimulasikan peluang
aliran piroklastik erupsi Merapi 2010 (Sumber: Charbonnier et al.
(2013))
Skala nilai kepentingan untuk metode Perbandingan Berpasangan (PB)
Nilai Random Index (RI) pada berbagai tingkatan order (Sattry &
Sodenkamp 2008)
Indikator dalam menentukan Kerentanan Fisik di daerah penelitian
(BNPB 2012)
Indikator dalam menentukan Kerentanan Sosial di daerah penelitian
(BNPB 2012)
Indikator dalam menentukan Kerentanan Ekonomi di daerah penelitian
(BNPB 2012)
Indikator dalam menentukan Kerentanan Lingkungan di daerah
penelitian (BNPB 2012)
Estimasi perubahan kondisi topografi sebelum dan sesudah erupsi
Merapi 2010 pada penampang melintang P1, P2, P3, P4 dan P5 di
daerah penelitian
Komposisi deposit material erupsi Merapi 2010 pada 4 (empat) phase
erupsi 1, 2, 3 dan 4 (Sumber: Modifikasi dari Charbonnier et al. (2013))
Perhitungan overall accuracy cross-correlation matrix antara peta
model dengan peta referensi berdasarkan koreksi ketinggian (hc = 1 m)
Perhitungan overall accuracy cross-correlation matrix antara peta
model dengan peta referensi berdasarkan koreksi ketinggian (hc = 2 m)
Perhitungan overall accuracy cross-correlation matrix antara peta
model dengan peta referensi berdasarkan koreksi ketinggian (hc = 3 m)
Perhitungan overall accuracy cross-correlation matrix antara peta
model dengan peta referensi berdasarkan koreksi ketinggian (hc = 4 m)
Perhitungan overall accuracy cross-correlation matrix antara peta
model dengan peta referensi berdasarkan koreksi ketinggian (hc = 5 m)
Parameter input algoritma Monte Carlo untuk mensimulasikan
prediksi peluang aliran piroklastik pasca erupsi Merapi 2010
Matriks penilaian komposit dan perhitungan nilai Consistency Ratio
(CR) pada bobot sub-indikator ketersediaan Fasilitas Umum di daerah
penelitian
Matriks penilaian komposit dan perhitungan nilai Consistency Ratio
(CR) pada bobot sub-indikator ketersediaan Fasilitas Transportasi di
daerah penelitian
Matriks penilaian komposit dan perhitungan nilai Consistency Ratio
(CR) pada bobot indikator Kerentanan Fisik di daerah penelitian
Perhitungan akurasi, reliabilitas menggunakan cross-correlation matrix
peta indeks IBI dan peta referensi pada lokasi A di daerah penelitian
Perhitungan akurasi, reliabilitas menggunakan cross-correlation matrix
peta indeks IBI dan peta referensi pada lokasi B di daerah penelitian

10
13

15
17
18
21
22
22
25

28
30
30
31
31
31
37
44

47

49
53
54

22 Perhitungan akurasi, reliabilitas menggunakan cross-correlation matrix
peta indeks IBI dan peta referensi pada lokasi C di daerah penelitian
23 Perhitungan akurasi, reliabilitas menggunakan cross-correlation matrix
peta indeks IBI dan peta referensi pada lokasi D di daerah penelitian
24 Rekapitulasi akurasi, reliabilitas dan overall accuracy menggunakan
cross-correlation matrix peta indeks IBI dan peta referensi di daerah
penelitian
25 Hasil perhitungan error analysis distribusi populasi menggunakan Root
Mean Square Error (RMSE) dan Population Distribution Error (PDE)
26 Matriks penilaian komposit dan perhitungan nilai Consistency Ratio
(CR) pada bobot indikator Kerentanan Sosial di daerah penelitian
27 Estimasi perhitungan nilai luas lahan produktif dan PDRB di
Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (Sumber:
Kabupaten Dalam Angka, BPS 2013)
28 Estimasi perhitungan nilai luas lahan produktif dan PDRB di
Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah (Sumber: Kabupaten
Dalam Angka, BPS 2013)
29 Estimasi perhitungan nilai luas lahan produktif dan PDRB di
Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah (Sumber: Kabupaten Dalam
Angka, BPS 2013)
30 Estimasi perhitungan nilai luas lahan produktif dan PDRB di
Kabupaten Boyolali, Provinsi Jawa Tengah (Sumber: Kabupaten
Dalam Angka, BPS 2013)
31 Matriks penilaian komposit dan perhitungan nilai Consistency Ratio
(CR) pada bobot indikator Kerentanan Ekonomi di daerah penelitian
32 Matriks penilaian komposit dan perhitungan nilai Consistency Ratio
(CR) pada bobot indikator Kerentanan Lingkungan di daerah penelitian
33 Matriks penilaian komposit dan perhitungan nilai Consistency Ratio
(CR) pada Kerentanan Vulkanik di daerah penelitian

54
54
54

55
58
61

62

63

63

65
67
73

DAFTAR GAMBAR
1
2
3

4
5

6

Kerangka penelitian
Lokasi daerah penelitian - Gunungapi Merapi yang terletak di Provinsi
Jawa Tengah dan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Peta geologi distribusi material piroklastik pada kejadian 4 (empat)
phase erupsi Merapi 2010. (A) phase 1: 26-29 Okt 2010, (B) phase 2:
30 Okt – 3 Nov 2010, (C) phase 3: 4-5 Nov 2010, dan (D) phase 4: 623 Nov 2010 (Sumber: Charbonnier et al. (2013)
Fungsi Fuzzy Set Membership (Gemitzi et al. 2006)
DEM hasil pengolahan data citra satelit ALOS PALSAR menggunakan
metode InSAR. (A) DEM PALSAR dengan akusisi sebelum dan (B)
DEM PALSAR dengan akusisi sesudah erupsi Merapi 2010
Perbedaan nilai ketinggian antara data DEM PALSAR dengan data

8
9
14

19
24

24

7

8

9

10

11

12

13

14

15

referensi peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) di daerah penelitian. (A)
Akusisi data DEM PALSAR sebelum erupsi Merapi 2010. (B) Akusisi
data DEM PALSAR sesudah erupsi Merapi 2010
(A) dan (B) lokasi penampang melintang (profile P1 – P5) untuk
mengetahui perubahan topografi di daerah penelitian akibat erupsi
Merapi 2010. Batas warna kuning menunjukkan distribusi delineasi
material piroklastik erupsi Merapi 2010. (A) Citra satelit ASTER
tanggal 15 November 2010, dan (B) DEM PALSAR sesudah erupsi
Merapi 2010. Pada citra ASTER unsur warna dapat menunjukkan
persebaran endapan piroklastik 2010, sedangkan pada DEM PALSAR
unsur tekstur yang dapat menunjukkan persebaran tersebut.
Ekstraksi penampang melintang data DEM PALSAR sebelum dan
sesudah erupsi Merapi 2010. (A) Profil P1, (B) Profil P2, (C) Profil P3,
(D) Profil P4, dan (E) Profil P5
Sedimentasi (deposits) aliran piroklastik erupsi Merapi 2010. (A) Inset
lokasi survei lapangan yang dilakukan oleh Charbonnier et al. 2013.
(B) Lokasi Gend 3, (C) Gend 1, (D) Opak 1, dan (E) Kepu.
Keterangan: m: Massive, B: Block, L: Lapilli, dan A: Ash deposits
(Sumber: Charbonnier et al. 2013)
Hasil simulasi aliran piroklastik pada erupsi Merapi 2010 dengan
menggunakan algoritma Monte Carlo pada software VORIS
berdasarkan koreksi ketinggian hc = 1 m. (A) phase 1: 26-29 Okt 2010,
(B) phase 2: 30 Okt – 3 Nov 2010, (C) phase 3: 4-5 Nov 2010, dan (D)
phase 4: 6-23 Nov 2010
Hasil simulasi aliran piroklastik pada erupsi Merapi 2010 dengan
menggunakan algoritma Monte Carlo pada software VORIS
berdasarkan koreksi ketinggian hc = 2 m. (A) phase 1: 26-29 Okt 2010,
(B) phase 2: 30 Okt – 3 Nov 2010, (C) phase 3: 4-5 Nov 2010, dan (D)
phase 4: 6-23 Nov 2010
Hasil simulasi aliran piroklastik pada erupsi Merapi 2010 dengan
menggunakan algoritma Monte Carlo pada software VORIS
berdasarkan koreksi ketinggian hc = 3 m. (A) phase 1: 26-29 Okt 2010,
(B) phase 2: 30 Okt – 3 Nov 2010, (C) phase 3: 4-5 Nov 2010, dan (D)
phase 4: 6-23 Nov 2010
Hasil simulasi aliran piroklastik pada erupsi Merapi 2010 dengan
menggunakan algoritma Monte Carlo pada software VORIS
berdasarkan koreksi ketinggian hc = 4 m. (A) phase 1: 26-29 Okt 2010,
(B) phase 2: 30 Okt – 3 Nov 2010, (C) phase 3: 4-5 Nov 2010, dan (D)
phase 4: 6-23 Nov 2010
Hasil simulasi aliran piroklastik pada erupsi Merapi 2010 dengan
menggunakan algoritma Monte Carlo pada software VORIS
berdasarkan koreksi ketinggian hc = 5 m. (A) phase 1: 26-29 Okt 2010,
(B) phase 2: 30 Okt – 3 Nov 2010, (C) phase 3: 4-5 Nov 2010, dan (D)
phase 4: 6-23 Nov 2010
Prediksi simulasi aliran piroklastik pasca erupsi Merapi 2010 dengan
menggunakan algoritma Monte Carlo pada software VORIS
berdasarkan Volcanic Explosivity Index (VEI) – 1 dan koreksi

25

26

27

32

33

34

35

36

38

16

17

18

19

20
21
22

23
24

25
26
27
28
29

ketinggian hc = 4 m. (A) Flow length maksimum: 5 km, (B) Flow
length maksimum: 10 km, (C) Flow length maksimum: 15 km, dan (D)
Flow length maksimum: 20 km
Prediksi simulasi aliran piroklastik pasca erupsi Merapi 2010 dengan
menggunakan algoritma Monte Carlo pada software VORIS
berdasarkan Volcanic Explosivity Index (VEI) – 2 dan koreksi
ketinggian hc = 4 m. (A) Flow length maksimum: 5 km, (B) Flow
length maksimum: 10 km, (C) Flow length maksimum: 15 km, dan (D)
Flow length maksimum: 20 km
Prediksi simulasi aliran piroklastik pasca erupsi Merapi 2010 dengan
menggunakan algoritma Monte Carlo pada software VORIS
berdasarkan Volcanic Explosivity Index (VEI) – 3 dan koreksi
ketinggian hc = 4 m. (A) Flow length maksimum: 5 km, (B) Flow
length maksimum: 10 km, (C) Flow length maksimum: 15 km, dan (D)
Flow length maksimum: 20 km
Prediksi simulasi aliran piroklastik pasca erupsi Merapi 2010 dengan
menggunakan algoritma Monte Carlo pada software VORIS
berdasarkan Volcanic Explosivity Index (VEI) – 4 dan koreksi
ketinggian hc = 4 m. (A) Flow length maksimum: 5 km, (B) Flow
length maksimum: 10 km, (C) Flow length maksimum: 15 km, dan (D)
Flow length maksimum: 20 km
Perbandingan distribusi deposit material piroklastik erupsi Merapi
2010 dengan hasil prediksi peluang aliran piroklastik pasca erupsi
Merapi 2010. Dibuat berdasarkan simulasi algoritma Monte Carlo pada
software VORIS dengan input topografi DEM PALSAR pasca erupsi
Merapi 2010 pada skala VEI – 4, koreksi ketinggian hc=4 m dan flow
length maksimum: 20 km.
Zonasi keterkaitan jarak antar masing-masing indikator pada fasilitas
umum di daerah penelitian
Zonasi perhitungan total parameter Fasilitas Umum (FU)
Zonasi keterkaitan jarak antar masing-masing indikator pada fasilitas
transportasi dan penggunaan lahan (lahan terbangun/permukiman)
di daerah penelitian.
Zonasi perhitungan total indikator Fasilitas Transportasi (ST)
Zonasi perhitungan total Kerentanan Fisik (VF) berdasarkan
penggabungan total indikator Fasilitas Umum, Fasilitas Transportasi
dan Penggunaan Lahan (lahan terbangun/permukiman)
Hasil perhitungan pendekatan Index-based Built-up Index (IBI) pada
citra satelit Landsat 8 LDCM di daerah penelitian
Hasil proses klasifikasi penggunaan lahan permukiman dan nonpermukiman di daerah penelitian
Estimasi distribusi jumlah penduduk tahun 2012 di daerah penelitian
Zonasi pemetaan dasymetric pada parameter kerentanan sosial di
daerah penelitian berdasarkan skor kelas indeks
Zonasi perhitungan total kerentanan sosial (VS) dari penggabungan
total indikator jumlah penduduk, rasio jenis kelamin, rasio kemiskinan

39

40

41

42

45
46
47

48
50

52
53
57
58
60

30

31

32

33

34

35
36

37

38
39

40

dan rasio kelompok umur, berdasarkan mekanisme pembobotan pada
metode Perbandingan Berpasangan pada penilaian tim ahli (pakar)
Zonasi indikator dalam penentuan Kerentanan Ekonomi (VE) di daerah
penelitian. (A) Estimasi luas lahan produktif budidaya tanaman
pangan. (B) Estimasi luas lahan produktif budidaya tanaman
holtikultura. (C) indikator Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).
Zonasi perhitungan total Kerentanan Ekonomi (VE) dari
penggabungan total indikator lahan produktif (LP) dan PDRB di
daerah penelitian berdasarkan mekanisme pembobotan pada metode
Perbandingan Berpasangan pada penilaian tim ahli (pakar).
Zonasi indikator dalam penentuan Kerentanan Lingkungan (VL) di
daerah penelitian. (A) Estimasi kelas luas hutan (B) Estimasi kelas luas
semak belukar.
Zonasi perhitungan total Kerentanan Lingkungan (VL) berdasarkan
mekanisme pembobotan pada metode Perbandingan Berpasangan dari
penilaian tim ahli (pakar) pada penggabungan total parameter luas
hutan dan semak belukar di daerah penelitian
Perbandingan peta bahaya aliran piroklastik pasca erupsi Merapi 2010
dari hasil simulasi dan peta kawasan rawan bencana (KRB) dari Badan
Geologi ESDM
Peta Kawasan Rawan Bencana (KRB) pasca erupsi Merapi tahun 2010
Badan Geologi Kementerian ESDM, (Sumber: Mei et al. 2013)
Peta Kerentanan Vulkanik di daerah penelitian, berdasarkan
penggabungan parameter Kerentanan Fisik, Sosial, Ekonomi dan
Lingkungan
Risiko vulkanik berdasarkan prediksi bahaya simulasi aliran piroklastik
pasca erupsi Merapi 2010 dan Kerentanan Vulkanik di daerah
penelitian
Risiko vulkanik berdasarkan bahaya Kawasan Rawan Bencana (KRB)
pasca erupsi Merapi 2010 dan kerentanan vulkanik di daerah penelitian
Zonasi perhitungan total Kerentanan Fisik (VF) berdasarkan indikator
BNPB dengan justifikasi mengacu pada penelitian sebelumnya oleh
Lavigne (1999), Quesada et al. (2007), Sagala & Yasaditama (2012)
Zonasi perhitungan total Kerentanan Ekonomi (VE) berdasarkan
indikator BNPB dengan justifikasi mengacu pada penelitian
sebelumnya oleh Cutter et al. (2000); Quesada et al. (2007); Habibi dan

65

67

68

69

70

71
72

74

75
78

80

Buchori (2013)
41

Zonasi perhitungan total Kerentanan Lingkungan (VL) berdasarkan
indikator BNPB dengan justifikasi mengacu pada penelitian
sebelumnya oleh Cutter et al. (2000); Quesada et al. (2007); Habibi dan

81

Buchori (2013)
42

43

Peta Kerentanan Vulkanik di daerah penelitian, berdasarkan indikator
BNPB dengan justifikasi mengacu pada penelitian sebelumnya yang
meliputi penggabungan parameter Kerentanan Fisik, Sosial, Ekonomi,
dan Lingkungan
Risiko Vulkanik berdasarkan prediksi bahaya simulasi aliran

82

83

44

piroklastik pasca erupsi Merapi 2010 dan Kerentanan Vulkanik di
daerah penelitian, dengan indikator BNPB yang dijustifikasi mengacu
pada penelitian sebelumnya
Risiko Vulkanik berdasarkan bahaya Kawasan Rawan Bencana (KRB)
pasca erupsi Merapi 2010 dan Kerentanan Vulkanik di daerah
penelitian, dengan indikator BNPB yang dijustifikasi mengacu pada
penelitian sebelumnya

84

DAFTAR LAMPIRAN
1
2

Daftar partisipasi pakar (ahli) dan kuisioner penelitian

92
Perhitungan overall accuracy cross-correlation matrix pada peta hasil 100

simulasi algoritma Monte Carlo dengan peta referensi

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia secara geografis dan geologis terletak pada daerah tektonik aktif.
Adanya pertemuan tiga lempeng tektonik aktif, yaitu: Lempeng Pasifik (bagian
timur), Euro-Asia (bagian utara) dan Indo-Australia (bagian selatan) telah
mengakibatkan Indonesia menjadi salah satu negara yang rawan terhadap bencana
alam. Ketiga lempeng tersebut bergerak dan saling bertumbukan, sehingga
lempeng Indo-Australia menunjam ke bawah dari lempeng Euro-Asia dan
menimbulkan gempa bumi, munculnya jalur gunungapi, sesar dan patahan
(Sutikno 2007). Sebaran gunungapi di Indonesia merupakan bagian dari rangkaian
gunungapi Sirkum Pasifik yang terbentuk sebagai akibat tumbukan lempenglempeng tersebut. Gunungapi tersebut membentuk jalur melengkung (active
volcanic arc) seperti busur, yang dapat dibagi menjadi empat busur utama, yaitu:
(a) Busur gunungapi Sunda, merupakan deretan gunungapi yang terletak di Pulau
Sumatera, Jawa dan Kepulauan Nusa Tenggara Barat hingga Timur, (b) Busur
gunungapi Banda, merupakan deretan gunungapi yang terletak di Kepulauan
Banda, (c) Busur gunungapi Maluku, merupakan deretan gunungapi yang tersebar
di Kepulauan Maluku - Halmahera dan (d) Busur gunungapi Sulawesi Utara Sangihe, merupakan deretan gunungapi yang tersebar di Sulawesi Utara dan
Kepulauan Sangihe atau Sangir-Talaud (Hamilton 1989).
Gunungapi Merapi merupakan salah satu gunungapi aktif di Indonesia
yang terletak di Pulau Jawa dengan tipe stratovolcano. Gunungapi tersebut
memiliki dua dapur magma, dimana interval waktu antar erupsi merupakan waktu
terjadinya beberapa aktivitas di dapur magma yang pertama. Meningkatnya suhu
dan tekanan pada dapur magma pertama menyebabkan pergerakan magma menuju
ke dapur magma kedua. Adanya peningkatan aktivitas secara terus menerus
menyebabkan magma bergerak ke daerah bertekanan rendah menuju permukaan
melalui kawah (vent) dan membentuk kubah lava (BPPTK 2010). Pertumbuhan
kubah lava yang terbentuk oleh Merapi berpotensi untuk runtuh (collapsed)
karena adanya pengaruh gaya gravitasi dan tekanan tenaga endogen dari dalam
bumi (Voight et al. 2000). Guguran kubah lava tersebut dapat membentuk suatu
aliran piroklastik, sebagai bahaya primer dari Merapi yang bersifat merusak,
mematikan, memiliki temperatur dan kecepatan tinggi untuk meluncur (Hartini
2010). Bahaya tersebut tentunya akan mempunyai dampak risiko tinggi apabila
terjadi di wilayah dengan penduduk yang relatif padat dan terdapat beberapa
fasilitas infrastruktur yang penting (Yulianto & Parwati 2012). Sebagai fenomena
alam, erupsi gunungapi merupakan bahaya alam (natural hazard) yang tidak dapat
dihindari keberadaan maupun kejadiannya (Zen 2009).
Kejadian bencana dapat mengakibatkan perubahan kondisi bentang lahan
(landscape) di permukaan bumi. Catatan sejarah erupsi Merapi selalu
menunjukkan arah bahaya vulkanik yang berbeda pada setiap kejadiannya. Hal ini
terjadi karena adanya perubahan kondisi topografi baik di puncak maupun di
sekitar lereng Merapi (Darmawan 2012; Charbonnier et al. 2013). Topografi dapat
memberikan pengaruh dominan dalam menentukan arah bahaya erupsi (Felpeto et
al. 2007). Bencana dapat mengakibatkan timbulnya korban jiwa, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda dan gangguan psikologis. Dampak atau akibat
dari bencana dapat dikurangi dengan usaha dan kegiatan pengurangan risiko

2
bencana melalui manajemen yang baik, sehingga dampak dari suatu kejadian
bencana dapat diminimalisir (BNPB 2012).
Perumusan Masalah
Lereng Gunungapi Merapi merupakan wilayah yang subur dan berpotensi
baik untuk lahan pertanian. Kondisi tersebut sangat mendukung dan menjadi daya
tarik tersendiri bagi penduduk setempat untuk tinggal di daerah tersebut. Ancaman
vulkanik Merapi seakan sudah menjadi bagian dari adaptasi lingkungan bagi
penduduk setempat. Penduduk, rumah, lahan pertanian, ternak dan aset lainnya
merupakan bagian penting dari elemen risiko (risk) yang perlu diwaspadai
terhadap kemungkinan bahaya erupsi Merapi agar tidak menimbulkan korban jiwa
dan kerugian yang relatif besar (Darmawan 2012).
Kejadian erupsi Merapi telah mengakibatkan beberapa dampak, seperti:
kerusakan lingkungan, degradasi lahan, korban jiwa, harta benda dan lain-lainnya.
Dampak dari beberapa kejadian erupsi Merapi telah tercatat sejak tahun 1822.
Pada tahun 1900 erupsi Merapi telah mengakibatkan rusaknya lima desa, dan
menewaskan lebih dari 100 korban jiwa. Pada tahun 1920, 1932, 1961, 1996,
1973, 1974, 1975, 1976, 1994, 1995, 1996 dan 1998 telah mengakibatkan lebih
dari 300 orang korban jiwa dan lebih dari 500 rumah rusak (Lavigne et al. 2000;
Yulianto & Parwati 2012; Yulianto et al. 2013). Kejadian erupsi Merapi tahun
2010 merupakan erupsi terbesar yang pernah terjadi sejak tahun 1900. Erupsi
tersebut telah mengakibatkan lebih dari 368 korban jiwa dan lebih dari ratusan
ribu jiwa harus diungsikan ke wilayah aman dengan jarak radius 25 km dari
puncak Merapi (Aisyah et al. 2010; Darmawan 2012). Selain itu, kejadian
tersebut juga mengakibatkan rusaknya beberapa fasilitas infrastruktur, jaringan
listrik dan telekomunikasi, permukiman dan ketersediaan air bersih (BNPB 2010).
Kejadian erupsi Merapi 2010 selain mengakibatkan jatuhnya korban jiwa,
kerugian harta benda, juga telah menyebabkan terjadinya kerusakan lahan pada
lingkungan sekitarnya. Banyaknya material erupsi yang keluar berupa endapan
piroklastik telah merubah dan menutup kondisi topografi permukaan di sekitar
lereng Merapi. Endapan material tersebut ditransportasi melalui alur-alur sungai
yang memiliki hulu di puncak Merapi. Selain itu, perubahan morfologi puncak
Merapi juga semakin terbuka terutama ke arah tenggara hingga selatan
(Darmawan 2012; Yulianto et al. 2013).
Melihat kondisi dan permasalahan tersebut, adanya perubahan pada
morfologi puncak dan topografi di sekitar lereng Merapi pasca erupsi 2010 maka
dapat membuka peluang terjadinya aliran piroklastik dengan arah yang berbeda
dari kondisi sebelumnya. Selain itu, kondisi tersebut juga akan mempengaruhi
besarnya risiko yang ditimbulkan di daerah sekitarnya. Upaya mitigasi perlu
dilakukan untuk mengurangi tingkat risiko yang mungkin akan terjadi akibat
bahaya erupsi Merapi, yaitu dengan melakukan inventarisasi informasi-informasi
terkait, seperti: peta aliran piroklastik maupun peta risiko berdasarkan hasil
analisis terhadap kemungkinan terjadinya bencana erupsi mendatang. Berdasarkan
uraian perumusan masalah tersebut diatas, maka terdapat beberapa pertanyaanpertanyaan penelitian yang mendasari dilakukannya penelitian ini, yaitu:
(1) Bagaimanakah perubahan kondisi topografi pasca erupsi Merapi 2010 di
daerah penelitian?

3
(2) Bagaimanakah arah aliran piroklastik pacsa erupsi Merapi 2010
berdasarkan perubahan kondisi topografi di daerah penelitian?
(3) Bagaimanakah kerentanan dan risiko vulkanik pasca erupsi Merapi 2010
di daerah penelitian?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian latar belakang, perumusan permasalahan, dan
pertanyaan-pertanyaan penelitian, maka tujuan penelitian ini adalah:
(1) Membuat model topografi pada kondisi saat sebelum dan sesudah erupsi
Merapi 2010 di daerah penelitian.
(2) Memprediksi arah aliran piroklastik pasca erupsi Merapi 2010 di daerah
penelitian.
(3) Menganalisis kerentanan dan risiko vulkanik pasca erupsi Merapi 2010 di
daerah penelitian.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah:
(1) Memberikan masukan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang dapat digunakan untuk inventarisasi analisis bahaya dan
risiko vulkanik, khususnya di daerah penelitian.
(2) Memberikan masukan terhadap pemerintah pusat, pemerintah daerah dan
beberapa instansi terkait yang dapat digunakan untuk mengambil
kebijakan dan keputusan dalam manajemen risiko bencana di daerah
penelitian.

TINJAUAN PUSTAKA
UNISDR (2009) telah mendefinisikan bencana, bahaya, kerentanan dan
risiko yang dapat dijabarkan sebagai berikut: (a) bencana (disaster) adalah
gangguan terhadap fungsi masyarakat yang menyebabkan kehilangan jiwa, materi,
dan kerusakan lingkungan; (b) bahaya (hazard) adalah fenomena yang berpotensi
merusak atau mengancam kehidupan manusia dan lingkungan sekitarnya; (c)
kerentanan (vulnerability) adalah tingkat kehilangan suatu komponen dari
masyarakat dan lingkungan sekitarnya yang terdapat dalam suatu risiko yang
diakibatkan oleh munculnya suatu fenomena dan (d) risiko (risk) adalah tingkat
kerugian yang dihasilkan dari interaksi antara bahaya dan kerentanan.
Gunungapi Merapi dapat dikategorikan sebagai gunungapi aktif dengan
tipe stratovolcano yang dicirikan dengan bentuk kerucut dan berlereng curam.
Gunungapi tersebut mempunyai tipe erupsi khusus, sehingga disebut sebagai tipe
erupsi Merapi. Tipe erupsi Merapi dicirikan dengan adanya suatu guguran kubah
lava yang membentuk aliran dan disebut sebagai aliran piroklastik (BPPTK 2010;
Yulianto et al. 2013). Istilah piroklastik berasal dari Bahasa Yunani, yaitu: “pyro,
artinya: api” dan “klatos, artinya: rusak”, sehingga dapat digambarkan sebagai
bahaya vulkanik dengan material yang terbentuk dari fragmentasi magma dan
batuan hasil erupsi gunungapi dan bersifat merusak, mematikan, memiliki
temperatur dan kecepatan tinggi untuk meluncur (Hartini 2010). Ukuran material
penyusun piroklastik mulai dari bomb (batuan berukuran lebih dari 256 mm,

4
berbentuk bulat), block (hampir sama dengan bomb tapi berbentuk runcing),
kerakal, kerikil, pasir, debu dan gas (Yamashita & Miyamoto 1993; Muridan
1997).
Charbonnier et al. (2013) dalam penelitiannya melakukan evaluasi aliran
piroklastik pada kejadian erupsi Merapi 2010. Metodologi penelitian, dalam
melakukan pemetaan aliran piroklastik tersebut memiliki kesamaan dengan
penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Charbonnier dan Gertisser
(2012) dan Darmawan (2012). Penggunaan software Titan2D dan Volcflow
diterapkan pada penelitian tersebut untuk memodelkan aliran piroklastik pada
kejadian erupsi Merapi tahun 2006 dan 2010. Data DEM Merapi (courtesy of C.
Gerstenecker, TU Darmstadt, Germany), dengan resolusi 15 m dan akurasi
vertikal ± 9 m yang menggambarkan kondisi topografi digunakan sebagai salah
satu masukan (input) data untuk pemetaan bahaya piroklastik. Update data DEM
untuk simulasi erupsi Merapi tahun 2006 dan 2010 dilakukan melalui penyesuaian
modifikasi (modification adjustments) pada data DEM. Modifikasi data DEM
pada penelitian tersebut hanya dilakukan pada area puncak Merapi, sedangkan,
pada daerah sekitarnya yang telah mengalami perubahan topografi akibat erupsi
sebelumnya atau proses lain tidak dimodifikasi. Hal ini tentu akan memberikan
pengaruh pada hasil simulasi bahaya aliran piroklastik yang dikontrol oleh
topografi.
Penelitian ini mempunyai topik yang sama dengan penelitian yang telah
dilakukan sebelumnya oleh Charbonnier dan Gertisser (2012) dan Charbonnier et
al. (2013). Namun dalam penelitian ini, metodologi untuk update data DEM
didasarkan pada pendekatan Interferometry. Pendekatan ini dilakukan dengan
pengolahan data master dan slave citra Synthetic Aperture Radar (SAR), atau
disebut sebagai Interferometry Synthetic Aperture Radar (InSAR) (e.g., Massonnet
& Feigl 1998; Sambodo & Soleh 2011; Philibosian & Simons 2011). Algoritma
Monte Carlo digunakan dalam penelitian ini untuk membuat model bahaya
peluang aliran piroklastik. Algoritma tersebut awalnya dikembangkan oleh
Felpeto et al. (2007) untuk simulasi numerik aliran lava. Selanjutnya, dalam
penelitian ini diaplikasikan untuk mensimulasikan peluang aliran piroklastik.
Pendekatan algoritma Monte Carlo dipilih dalam penelitian ini untuk
melakukan pemetaan aliran piroklastik di daerah penelitian. Model algoritma
Monte Carlo mengasumsikan bahwa topografi sebagai faktor utama yang
menentukan jalannya aliran piroklastik. Konsep pendekatan yang digunakan
dalam model ini adalah sistem aliran piksel yang diterapkan pada data elevasi
ketinggian atau topografi dalam hal ini aliran dapat menyebar dari satu tempat ke
tempat lainnya pada 8 (delapan) piksel tetangga. Peluang aliran suatu sel dapat
dihitung berdasarkan rasio antara jumlah sel yang telah dialiri terhadap total sel
yang telah dihitung (Felpeto et al. 2007). Penggunaan metode ini memiliki
beberapa kelebihan jika dibandingkan dengan penggunaan metode dari penelitian
yang telah dilakukan sebelumnya, diantaranya adalah: penggunaan parameter
input data yang relatif lebih sedikit dengan proses yang relatif cepat untuk
pemetaan aliran piroklastik. Hal tersebut, tentunya dapat diaplikasikan untuk
kegiatan respon cepat (quick response) dan pemetaan cepat (rapid mapping).
Selain itu, penggunaan metode ini tidak menuntut kemampuan dari pengguna
(user) yang harus memiliki keahlian komputasi atau bahasa program komputer.

5
Pada umumnya, penggunaan metode dari penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya menuntut kemampuan tersebut, dengan proses yang relatif lama.
Pembuatan model topografi dapat dilakukan dengan menggunakan
pendekatan metode InSAR. InSAR adalah salah satu metode yang dapat digunakan
untuk mengekstraksi informasi ketinggian atau topografi dari suatu permukaan
bumi yang didasarkan pada perhitungan informasi beda phase. Perhitungan
informasi beda phase tersebut dilakukan pada dua buah citra satelit SAR yang
memiliki satu lintasan orbit yang sama, tetapi memiliki waktu akusisi perekaman
yang berbeda. Pola gelap terang yang dihasilkan dalam proses interferometri
mengandung informasi beda ketinggian yang dapat diekstraksi menjadi data DEM
(Sambodo & Soleh 2011). Penggunaan metode ini efektif dan baik digunakan
untuk merepresentasikan informasi topografi dalam bentuk DEM, meskipun
tingkat pengolahan data yang relatif sulit dan akurasi yang diperoleh masih kurang
baik jika dibandingkan dengan metode pengukuran lainnya, seperti: survei
lapangan menggunakan Global Positioning System (GPS) atau perhitungan
ketinggian berdasarkan paralaks pada citra stereo satelit penginderaan jauh sensor
optik (Kriswati et al. 2012). Masing-masing metode tersebut mempunyai
kelebihan dan kekurangan apabila digunakan dalam pembuatan DEM. Metode
pengukuran lapangan membutuhkan titik pengukuran yang banyak dan menyebar
untuk menghasilkan suatu DEM yang baik, selain itu diperlukan juga waktu yang
relatif lama dan biaya yang mahal untuk operasionalnya. Pada citra paralaks
sensor optik mudah diproses untuk menghasilkan DEM dengan akurasi tinggi,
namun permasalahan atmosferik dan tutupan awan menjadi kendala utama dalam
penggunaan metode ini. Adapun, pada citra satelit dengan sensor SAR tidak
terpengaruh dengan kondisi atmosferik, awan dan cuaca yang buruk, serta waktu
perekaman data yang dapat dilakukan baik pada siang hari maupun malam hari
(Trisakti & Pradana 2006). Berdasarkan kondisi lingkungan di sekitar Merapi
yang selalu tertutup oleh awan, dan kondisi medan di lapangan yang relatif sulit
untuk dijangkau, memungkinkan penggunaan metode InSAR dapat diterapkan
dalam membangun model topografi di daerah penelitian.
Habibi dan Buchori (2013) telah melakukan penelitian terkait model
spasial kerentanan sosial, ekonomi, dan kelembagaan terhadap bencana
Gunungapi Merapi di Kecamatan Dukun dan Srumbung, Kabupaten Magelang,
Provinsi Jawa Tengah. Metodologi yang dipergunakan dalam penelitian tersebut
menggunakan pendekatan pemodelan spasial SIG untuk mengolah dan
menganalisis basis data kerentanan sosial, ekonomi, dan kelembagaan kawasan
rawan bencana Gunungapi Merapi. Dari penelitian tersebut, salah satunya
diperoleh informasi terkait peta tingkat kerentanan sosial, ekonomi, dan
kelembagaan di daerah penelitian. Kelemahan dari penyajian peta tersebut masih
direpresentasikan dalam bentuk peta choropleth, dimana informasi yang
dihasilkan masih dalam bentuk satuan unit administrasi wilayah, yang kurang
merefleksikan distribusi penduduk dalam menggambarkan kerentanan sosial,
ekonomi dan kelembagaan di daerah tersebut.
Potensi Kerentanan Sosial dapat dianalisis dengan memasukan indikator
jumlah penduduk sebagai salah satu inputnya, dalam hal ini berkaitan dengan
distribusi penduduk di daerah penelitian. Data demografi yang berkaitan dengan
jumlah penduduk pada umumnya dapat diperoleh dalam bentuk tabel statistik dan
disajikan secara spasial mengacu pada batas unit administrasi suatu daerah.

6
Ketersedian data secara spasial biasanya direpresentasikan dalam bentuk peta
choropleth (Liu et al. 2006; Harvey 2008; Bajat et al. 2011). Dalam penyajiannya,
kelemahan peta choropleth terletak pada informasi data yang dihasilkan oleh unit
sensus penduduk, karena memilki keseragaman dalam unit administrasi dan tidak
merefleksikan distribusi penduduk yang sebenarnya (Hay et al. 2005; Langford et
al. 2008; Lung et al. 2013). Untuk mengatasi kelemahan dari penggunaan metode
choropleth tersebut, beberapa penelitian telah dikembangkan untuk melakukan
penurunan data sensus melalui pemetaan dasymetric (Tian et al. 2005; Briggs et al.
2006).
Pemetaan dasymetric merupakan salah satu metode pemetaan tematik
berbasis wilayah yang menghasilkan informasi spasial lebih rinci (Khomarudin
2010). Pemetaan dasymetric memiliki keunggulan dalam menghasilkan peta
distribusi populasi yang lebih realistis jika dibandingkan dengan pemetaan
choropleth. Hal ini dapat dilakukan dengan proses tumpang susun (overlay) data
sensus penduduk dan batas administrasi wilayah dengan informasi penggunaan
lahan atau penutup lahan berbasis Sistem Informasi Geografis (SIG) (Bajat et al.
2011; Linard et al. 2013). Beberapa metode dalam mengestimasi distribusi
penduduk telah dikembangkan dengan menggunakan data penginderaan jauh,
seperti yang telah dilakukan pada penelitian sebelumnya oleh Zha et al. (2003);
Xu (2007); Briggs et al. (2006); Khomarudin (2010); Alahmadi et al. (2013).
Zha et al. (2003) melakukan klasifikasi wilayah urban menggunakan citra
Landsat ETM dengan pendekatan Normalized Difference Built-up Index (NDBI).
Selanjutnya, Xu (2007) melakukan pengembangan NDBI dalam mengekstrak
wilayah terbangun (built-up area) dengan menggunakan pendekatan Index-based
Built-up Index (IBI) yang dikombinasikan dari tiga parameter indeks, yaitu: NDBI,
Soil Adjusted Vegetation Index (SAVI) dan Modified Normalized Difference Water
Index (MNDWI). Briggs et al. (2006) dalam penelitiannya melakukan pemodelan
distribusi penduduk menggunakan pemetaan dasymetric. Penelitian tersebut
dilakukan dengan mengkombinasikan analisis berbasis GIS dengan mengunakan
data penutup lahan. Informasi penutup lahan diturunkan melalui data Defense
Meteorological Satellite Program (DMSP) yang dapat digunakan untuk
menunjukkan indikator dimana penduduk tersebut tinggal. Khomarudin (2010)
dalam penelitiannya telah melakukan klasifikasi permukiman menggunakan data
TerraSAR-X, yang didasarkan pada penggunaan analisis speckle dirvergence dan
neighborhood.
Pemetaan
distribusi
penduduk
dilakukan
dengan
mengkombinasikan hasil klasifikasi permukiman dengan data sensus penduduk
yang dimodelkan berdasarkan aktivitasnya pada saat siang dan malam hari.
Alahmadi et al. (2013) dalam penelitiannya telah menggunakan citra Landsat
ETM dan data sensus penduduk untuk menurunkan data informasi populasi
penduduk. Distribusi penduduk dalam penelitiannya diperkirakan berdasarkan
pada jumlah penduduk rata-rata per unit hunian dengan penutup lahan.
Selanjutnya, hasil dari model tersebut digunakan sebagai peta referensi dalam
mengevaluasi model lainnya.
BNPB (2012) telah membuat Pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana
melalui Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana No. 02 tahun
2012. Potensi kerentanan pada setiap bencana dapat dikategorikan ke dalam
kerentanan fisik, sosial, ekonomi, dan lingkungan. Kerentanan Fisik adalah suatu
kondisi fisik (infrastruktur) yang rawan terhadap faktor bahaya tertentu.

7
Kerentanan Sosial adalah suatu kondisi tingkat kerapuhan sosial pada suatu
wilayah dalam menghadapi bahaya. Kerentanan Ekonomi adalah suatu kondisi
tingkat kerepuhan ekonomi pada suatu wilayah dalam menghadapi bencana.
Kerentanan Lingkungan adalah suatu kondisi tingkat kerapuhan lingkungan pada
suatu wilayah yang rawan terhadap bencana. Analisis risiko dapat digambarkan
secara skematis melalui kombinasi antara bahaya dan kerentanan dari suatu
bencana. Penilaian risiko dilakukan melalui konsep tumpang susun (overlay)
antara peta bahaya dan kerentanan, dimana pada dasarnya operasi yang dilakukan
diaplikasikan melalui penggunaan perhitungan nilai atribut untuk memberikan
penilaian risiko. Penilaian risiko (risk) bencana tersebut dilakukan dengan
mengidentifikasi tingkat bahaya (hazard) dan kerentanan (vulnerability) (Wisner
et al. 2004).

METODE
Kerangka Penelitian
Kerangka penelitian ini disusun berdasarkan uraian latar belakang,
perumusan masalah dan tinjauan pustaka yang dapat disajikan dalam Gambar 1.
Kejadian erupsi gunungapi merupakan salah satu dari bahaya proses alam (natural
hazard) yang tidak dapat dihindari keberadaan maupun kejadiannya. Erupsi
Merapi 2010 telah mengakibatkan korban jiwa, kerugian harta benda dan
menyebabkan terjadinya kerusakan lahan pada lingkungan di daerah sekitarnya.
Selain itu, kejadian tersebut telah merubah kondisi puncak dan menutup topografi
di sekitar lereng Merapi dengan endapan material piroklastik. Hal ini tentunya
akan membuka peluang terjadi aliran piroklastik dengan arah aliran yang berbeda
dari kondisi sebelumnya, dan mempengaruhi risiko yang ditimbulkan di daerah
sekitarnya. Upaya mitigasi perlu dilakukan untuk mengurangi risiko akibat erupsi
Merapi, dengan melakukan inventarisasi terhadap informasi terkait, seperti: peta
aliran piroklastik dan risiko berdasarkan hasil analisis terhadap kemungkinan
terjadinya bencana erupsi di waktu yang akan datang. Mekanisme terjadinya
perubahan topografi dapat dilakukan dengan meng-update dan memantau
ketersediaan data DEM yang dapat merepresentasikan kondisi topografi di daerah
penelitian. Data DEM dapat digunakan untuk memberikan informasi ketinggian
dalam bentuk sel piksel Digital Number (DN). Ketersediaan dan keterbaharuan
data tersebut sangat penting digunakan sebagai salah satu input data dalam
melakukan pemetaan aliran piroklastik dengan pendekatan algoritma Monte Carlo,
karena topografi merupakan faktor dominan yang dapat menentukan arah
pergerakan material erupsi. Penggunaan metode InSAR dapat memberikan
peluang yang cepat dalam hal penyediaan data DEM terbaru untuk melakukan
pemantauan terhadap perubahan kondisi topografi sesuai dengan karakteristik dan
kondisi medan di daerah penelitian. Analisis Kerentanan Vulkanik ditentukan
berdasarkan metode spasial AMK pada aspek fisik, sosial, ekonomi, dan
lingkungan. Analisis penilaian terhadap Risiko Vulkanik dilakukan dengan
mengidentifikasi bahaya dan kerentanan berdasarkan hasil analisis dari indikator
yang telah ditentukan untuk memperkirakan kemungkinan terjadinya bencana
pasca erupsi Merapi 2010.

8
Kejadian erupsi Merapi 2010
Perubahan kondisi topografi
(Topografi sebagai faktor penentu
pola dan arah aliran piroklastik)
Peluang arah aliran piroklastik
dengan arah berbeda dari erupsi
sebelumnya
Mempengaruhi tingkat kerentanan
dan Risiko Vulkanik di daerah
penelitian

Analisis aliran piroklastik pasca
erupsi Merapi 2010

Analisis Kerentanan Vulkanik pasca
erupsi Merapi 2010

Pemetaan aliran piroklastik
Algoritma Monte Carlo
(Topografi InSAR)

Pemetaan Kerentanan Vulkanik
(Fisik, Sosial, Ekonomi dan
Lingkungan)

Analisis Risiko aliran piroklastik
pasca erupsi Merapi 2010

Gambar 1. Kerangka penelitian

Lokasi Penelitian
Gunung Merapi secara geografis terletak pada posisi koordinat
7°32′26.99″LS and 110°26′41.34″BT, dengan elevasi ketinggian 2,914 meter di
atas permukaan air laut. Secara administrasi wilayah, lokasi daerah penelitian
terletak pada dua provinsi yang berbeda di Pulau Jawa, yaitu: Provinsi Jawa
Tengah dan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Gunungapi tersebut pada jarak
radius 0 hingga 30 km dari puncak Merapi dikelilingi secara administrasi oleh 4
wilayah kabupaten, yaitu: Sleman (Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta),
Magelang, Klaten, dan Boyolali (Provinsi Jawa Tengah) (Gambar 2). Gunung
Merapi dapat dikategorikan ke dalam kelompok gunungapi muda di Pulau Jawa
bagian selatan, yang terletak pada zona subduksi, yaitu pertemuan antara lempeng
tektonik Indo-Australia dengan Eurasia yang mempunyai karakteristik erupsi
eksplosif dari magma yang bersifat andesitic (Lavigne et al. 2000; Yulianto et al.
2013).

9

Gambar 2. Lokasi daerah penelitian - Gunungapi Merapi yang terletak di Provinsi
Jawa Tengah dan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas data spasial dan
data tabular yang dapat disajikan dalam Tabel 1. Adapun alat yang digunakan
dalam penelitian ini berupa seperangkat komputer dengan perangkat lunak
(software), yaitu: Microsoft office, SAR Scape ENVI ver 4.8, VORIS ver 2.0.1,
ArcGIS, dan beberapa peralatan penunjang lainnya, seperti: Global Positioning
System (GPS), kamera dijital.
Metodologi Penelitian
Metodologi penelitian yang dilakukan dapat dibagi menjadi 2 tahapan,
yaitu: (1) pengumpulan dan perolehan data, (2) pengolahan dan analisis data.

10

Pengumpulan dan Perolehan Data
Data yang dipergunakan dalam penelitian ini merupakan data primer dan
sekunder. Data primer terdiri dari data berupa citra satelit penginderaan jauh,
sedangkan data sekunder terdiri dari data hasil pengukuran atau pengamatan yang
telah dilakukan oleh peneliti atau instansi terkait, berupa data spasial dan tabular.
Tabel 1. Data-data yang dipergunakan dalam penelitian
Data

Akusisi

Skala/resolusi spasial Sumber data

Citra Satelit SAR
ALOS PALSAR L 1.0
ALOS PALSAR L 1.0
ALOS PALSAR L 1.0
ALOS PALSAR L 1.0

29 Jan 2010
16 Mar 2010
30 Nov 2010
01 Feb 2011

30 meter
30 meter
30 meter
30 meter

JAXA/ LAPAN
JAXA/ LAPAN
JAXA/ LAPAN
JAXA/ LAPAN

Citra Satelit Optik
Landsat 8 LDCM

24 Jun 2013

30 m (band 1 - 7),
15 m (pankromatik)
30 m

USGS

Tahun 19981999
Tahun 2010

1:25,000

BIG

1:25,000

LAPAN

Tahun 2010

1:50,000

BPPTK

-

BPS

-

BPS

-

Referensi

ASTER
Peta Pendukung
Peta Rupa Bumi
Indonesia
Peta Penggunaan
Lahan
Peta Kawasan Rawan
Bencana Merapi

Dokumen yang terkait

RESILIENSI REMAJA PASCA BENCANA ERUPSI MERAPI TAHUN 2010 Resiliensi Remaja Pasca Bencana Erupsi Merapi Tahun 2010.

0 1 17

MITIGASI BENCANA LAHAR HUJAN GUNUNGAPI MERAPI BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DAN Mitigasi Bencana Lahar Hujan Gunungapi Merapi Berbasis Sistem Informasi Geografis dan Penginderaan Jauh di Sub DAS Kali Putih Kabupaten Magelang.

0 3 15

MITIGASI BENCANA LAHAR HUJAN GUNUNGAPI MERAPI BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DAN Mitigasi Bencana Lahar Hujan Gunungapi Merapi Berbasis Sistem Informasi Geografis dan Penginderaan Jauh di Sub DAS Kali Putih Kabupaten Magelang.

0 3 11

ANALISIS TINGKAT KERUSAKAN PENGGUNAAN LAHAN AKIBAT BANJIR LAHAR PASCA ERUPSI GUNUNGAPI MERAPI Analisis Tingkat Kerusakan Penggunaan Lahan Akibat Banjir Lahar Pasca Erupsi Gunungapi Merapi Tahun 2010 Di Sub Das Kali Putih.

0 0 13

ANALISIS TINGKAT KERUSAKAN PENGGUNAAN LAHAN AKIBAT BANJIR LAHAR PASCA ERUPSI GUNUNGAPI MERAPI Analisis Tingkat Kerusakan Penggunaan Lahan Akibat Banjir Lahar Pasca Erupsi Gunungapi Merapi Tahun 2010 Di Sub Das Kali Putih.

0 0 18

PENDAHULUAN Analisis Kerusakan Permukiman Akibat Banjir Lahar Pasca Erupsi Gunungapi Merapi 2010 di Sebagian Kabupaten Magelang.

0 1 16

DAFTAR PUSTAKA Analisis Kerusakan Permukiman Akibat Banjir Lahar Pasca Erupsi Gunungapi Merapi 2010 di Sebagian Kabupaten Magelang.

0 0 4

ANALISIS KERUSAKAN PERMUKIMAN AKIBAT BANJIR LAHAR PASCA ERUPSI GUNUNGAPI MERAPI 2010 DI SEBAGIAN Analisis Kerusakan Permukiman Akibat Banjir Lahar Pasca Erupsi Gunungapi Merapi 2010 di Sebagian Kabupaten Magelang.

1 2 14

penyusunan sistem informasi bahaya dan risiko bencana gunungapi merapi pasca erupsi 2010

0 0 12

PERUBAHAN MORFOLOGI SUNGAI CODE AKIBAT ALIRAN LAHAR PASCA ERUPSI GUNUNGAPI MERAPI TAHUN 2010

0 0 6