2. Karakterisasi Fisik Phantom Thyroid
Karakterisasi fisik yang dilakukan adalah pengujian kebocoran phantom dari
bahan radionuklida. Hasil yang didapat menunjukkan tidak adanya celah yang
memungkinkan terjadinya kebocoran cairan berwarna yang di masukkan dalam Phantom.
Dapat disimpulkan bahwa, pada phantom dianggap tidak terjadi kebocoran dari
radionuklida.
3. Pengukuran Nilai Aktivitas
131
I
Pada awalnya, dilakukan pengukuran aktivitas
131
I yang akan dimasukkan ke dalam phantom
untuk diteliti. Bahan
131
I yang digunakan, didapat dari 2590 kBq
131
I yang diletakkan di dalam wadah vial. Dari wadah
tersebut, bahan diambil sebagian untuk dimasukkan ke dalam phantom. Bagian yang
tersisa digunakan sebagai referensi nilai aktivitas, yang diukur menggunakan dose
calibrator
. Nilai aktivitas sisa yang terukur di dose calibrator
pada hari kedua adalah 684,5 kBq. Dengan memperhitungkan faktor
peluruhan, dapat dihitung nilai aktivitas pada hari pertama sebesar 746,2789 kBq. Sehingga,
bisa disimpulkan aktivitas
131
I pada hari pertama yang berada di dalam phantom adalah
2590 – 746,2789 kBq = 1843,72 kBq. Pada hari kedua, bahan sudah mengalami peluruhan
sehingga aktivitasnya menjadi 1691,27 kBq. Pengukuran cacahan mulai dilakukan pada
hari kedua. Hari kedua ini merupakan hari ke nol pengukuran, dan nilai aktivitas pada hari
ini adalah nilai aktivitas nol A
untuk perhitungan selanjutnya. Hasil pengukuran
dan perhitungan aktivitas selengkapnya bisa dilihat pada Lampiran 5.
4. Pengukuran Nilai cps
Pengukuran nilai cps menggunakan alat WBC. Hasil pengukuran seperti pada
lampiran 5. Dari hasil tersebut, dapat diamati bahwa nilai cps menurun dengan
bertambahnya hari Gambar 7.
Jika dibuat kurva hubungan antara cps terhadap waktu hari, diperoleh bentuk
penurunan cps secara eksponensial. Hal ini dikarenakan cps berbanding
lurus dengan aktivitas nilai aktivitas menurun secara eksponensial terhadap waktu.
2000 4000
6000 8000
10000 12000
14000 16000
18000 20000
0.00 5.00
10.00 15.00
20.00 25.00
30.00 35.00
40.00 45.00
50.00
waktu hari cp
s cacah
an p
e r
seko n
Posisi A Posisi B
Posisi C
Gambar 7 Kurva hubungan antara cacahan per sekon cps terhadap waktu hari.
5. Pengaruh Jarak terhadap Cacahan
Pengukuran cps dilakukan pada 3 posisi yang berbeda seperti diperlihatkan oleh
Gambar 4. Hasil pengukuran ditampilkan di lampiran 5. Hasil yang didapat menunjukkan
bahwa nilai cps di posisi B lebih kecil dibandingkan dengan posisi A pada waktu
pengukuran yang sama. Demikian juga untuk posisi C, nilai cps lebih kecil dibandingkan
dengan nilai pada posisi B maupun A pada waktu pengukuran yang sama.
Jika dihitung penurunan nilai cps pada posisi B dan C relatif terhadap posisi A, akan
didapatkan persentase penurunan nilai cps seperti Tabel 1 di bawah.
Tabel 1 Persentase penurunan nilai cps di B
dan C relatif terhadap nilai cps di A.
cps A – cpsB cpsA
cps A – cpsC cpsA
Hari ke
Penurunan cps di B relatif
terhadap cps di A
Penurunan cps di C relatif
terhadap cps di A
0 84,89 99,77
3 87,20 99,83
7 87,48 99,88
10 87,98 99,85
14 88,80 99,83
17 88,71 99,86
21 88,43 99,85
24 89,28 99,89
28 88,41 99,88
31 89,21 99,87
38 89,16 99,97
42 89,27 99,95
45 89,82 100,00
Persen rata- rata 88,36
99,88
Penentuan titik A sebagai referensi diambil karena pada jarak tersebut kesalahan
pengukuran yang disebabkan oleh alat lebih kecil.
Dari data tersebut diperoleh bahwa pada perpindahan jarak dari 34 cm ke 87 cm,
terjadi kehilangan cacahan rata-rata sebesar 88,36. Sedangkan untuk perpindahan dari
34 cm ke 164 cm terjadi kehilangan cacahan rata-rata sebesar 99,88.
Hal ini dikarenakan pengaruh jarak terhadap cacahan mengikuti kaidah yang ada,
yaitu menggunakan inverse square law :
2 2
1 1
2
⎟⎟ ⎠
⎞ ⎜⎜
⎝ ⎛
= d
d A
A
10 Keterangan :
A = nilai aktivitas Bq
d = jarak cuplikan terhadap detektor pada
posisi sejajar cm. Karena nilai aktivitas sebanding
dengan cps, maka :
2 2
1 1
2
⎟⎟ ⎠
⎞ ⎜⎜
⎝ ⎛
= d
d cps
cps
11 Perhitungan pengaruh jarak terhadap
nilai cps dilakukan pada posisi B dan C, dengan nilai cps pada posisi A sebagai nilai
perbandingan awal. Hasil perhitungan menurut inverse square law ditampilkan pada
lampiran 5.
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa jarak mempengaruhi hasil cacahan.
Hasil yang diperoleh pada posisi B, atau 87 cm dari detektor, tidak berbeda jauh antara
teori dengan kenyataan. Jika dibuat kurva hubungan antara jumlah cacahan per sekon
terhadap waktu untuk posisi B dari hasil pengukuran dan perhitungan, didapat kurva
seperti Gambar 8.
cpst = 2668.8e
-0.0846 t
cpst = 3100.4e
-0.0788 t
0.00 500.00
1000.00 1500.00
2000.00 2500.00
3000.00 3500.00
10 20
30 40
50
waktu hari caca
h a
n per
se ko
n c
p s
Pengukuran Perhitungan
Expon. Perhitungan Expon. Pengukuran
Gambar 8 Kurva hubungan antara cacahan per sekon cps terhadap waktu hari
untuk posisi B, antara pengukuran dan perhitungan.
Dari Gambar 8 diatas diperoleh untuk pengukuran, cps berkurang dengan secara
eksponensial menurut persamaan : cps
t
= 3100.4e
-0.0788 t
Sedangkan untuk perhitungan, cps berkurang secara eksponensial menurut persamaan :
cps
t
= 2668.8e
-0.0846 t
Pengukuran untuk posisi C, perbedaan antara teori dan kenyataan di lapangan jauh
berbeda. Jika dibuat kurva hubungan antara jumlah cacahan per sekon terhadap waktu
untuk posisi C dari hasil pengukuran dan perhitungan, didapat kurva seperti gambar 9.
0.00 100.00
200.00 300.00
400.00 500.00
600.00 700.00
800.00 900.00
10 20
30 40
50
waktu hari caca
h a
n p e
r sekon
c p
s
Perngukuran Perhitungan
Gambar 9 Kurva hubungan antara cacahan per sekon cps terhadap waktu hari
untuk posisi C, antara pengukuran dan perhitungan.
Gambar 9 menunjukkan bahwa untuk pencacahan pada jarak 164 cm dari detektor
kurang optimal. Hal ini tidak sesuai dengan spesifikasi alat dikatakan mampu mencacah
dari posisi kepala hingga kaki yang jaraknya + 167 cm dari detektor. Pada posisi tersebut
perhitungan pengaruh jarak terhadap hasil cacah alat tidak dapat dilakukan dengan
persamaan 11.
6. Kalibrasi Whole Body Counter