Seleksi daya hasil, kualitas umbi, ketahanan penyakit kudis dan kestabilan klon dalam pemuliaan ubijalar
Latar Belakang
Indonesia xnerupakan negara penghasi ubijalar [Ipnroea batatas &.) Lam]
nomor dua di dunia walaupun produksi nasional 2.2 juta ton daIam tahun 1987 tebll
menurun tajarn menjadi 1.3 juta ton dalam tahun 1991 (Biro Pusat Statistik Indonesia,
1991). Salah satu faktor penyebab penurunan tersebut karena ubijalar belum
d i i t k a n untuk berbagai tujuan kegunaam Sekitar 88% produksi nasionaf
diunakan sebagai pangan pokok atau selingan. Pemanfktan ubijatar sebagai bahan
baku industri belum dikembmgkan di Indonesia.
Peranan ubijatar untuk tujuan industri dapat ditkgkatkan apabila %or
kualitas umbi rnenjadi perhatian utama dalam sasaran program pemuliaan, selain daya
hasil tinggi tahan penyakit kudis daun [ EIsinoe batatos (Viegas dan Jenkins)], dan
hama penggerek umbi [ C y hfonnicarius Wab.)]. (Dimyati, Wargiono dan Mallian,
1988). Komponen utama kualitas umbi untuk bahan baku indutri arlnlah kadar
&&an kering, pati, gula, protein, atau karoten (Ghosh, Ramanujam, Jos, Moorthy.
dan Nair, 1988; Truong
dan Fernentira, 1988).
Dalam strategi untuk rnencapai sasaran pemuliaan tanaman terdapat dua
kegiatan utama yang saling menunjang dan melengkapi, yaitu perbaikan popuksi dan
perakitan varietas (Gallais, 1979). Perbailcan pop&
merupakan
jangka
panjang dan perakitan varietas sebagai sasaran jangka pendek program pemuliaan.
Kedua kegiatan utarna tersebut harus dilakukan secara terpisah. Strategi perbaikan
populasi rnenjadi sumbu utama program pemuliaan d m dalam setiap daur
menghasilkan cabang-cabang kegiatan untuk merakit varietas barn. Kegiatan
perbaikan populasi yang dhkukan dengan terarah dan
m
t
akan menunjang
keghtan perakitan varietas baru dengan tepat guna
Populasi ubijalar Indonesia masa kini terdiri dari beberapa n i u klon dengan
sifat morfologi, daya basii W t a s umbi d m &i
sangat
beragam -warin.
ketahanan penyakit kudis yang
Sukaya, dan Hartana, 1993).
Klon-klon budidaya
tersebut mexupakan hasil seleksi massa berdasarkan selera dan budaya setempat
terhadap karakter agronomi dan g a s t r o n o e dan temdaptasi dengan ekosistem
pertanian setempat. Keanekamgarnan klon ubijalar tersebut dapat dipandaug sebagai
hasi kegiatan perbaikan populasi Dari popdasi ubijalar lokal Indonesia diharapkan
dapat diseleksi Won-klon dengan perpaduan sif%i a g ~ o w m i ,6siologi biokimia atau
ke-
terhadap hama, penyakit, dan dapat digmakm sebagai tetus dalam
program perakitan varietas baru.
Atau bila terdapat klon ubijalar bkaI yang
menampilkan kombihasi karakter penting yang kbih unggul dari pa& varietas
nasional masa kki, &pat dipertimbangkan untuk dilepas sebagai varietas nasional
baru.
Kegiatan perakitan varietas alutn sangat bermakna apabila menghasinEan
varietas baru yang berdaya hasd tinggi, berkualitas baik, tahan hama d m penyakit
utama, clan memiliki derajat k e s t a b i peragaan yang tinggi pada rentang keadaan
3
lingkungan luas (Yue, Pemg, Walter, Wassom dan L i , 1990). K e s t a b i h daya
hasil telah mnjadi sasaran setiap program pemuliaan.
Karena fkktor pembatas
tertentu, pemulia tanaman jarang menguji sifkt kualitas pada berbagai h g k w g a n
untuk memahami ciri k e s t a b b y a . Pemahaman kestabiLm ktditas basil suatu
varietas sangat penting karena berkaitan dengan mutu suatu produk a k h (Peterson,
Graybosch, Baenziger, dan Grombacher, 1992).
hkblakshmi, Bidinger, Rao, dan Raju (1992) mengtmgkapkan alasan petani
di kawasan laban kering Aftika dan Asia Selatan yang tetap membudidayakan ras
lokal Pennisetum glaucurn setempat karena memiliki kestabilan dan daya adaptasi
baik terhadap cekaman Lingkungan, walaupun berdaya has2 lebih rendah dari pada
varietas baru. Untuk meningkatkan daya has& ras lokal terpilih digunakan sebagai
tetua daIam program persilangan-puncak. Penelitian menunjukkan h i d persibngan-
puncak yang dhsilkan berdaya hasil tinggi dan tetap mempertahankan kestabilan dan
daya adaptasi terhadap cekaman lingkungan
al., 1992).
Interaksi genotipe dengan lingkungan (GxL) clan kestabih telah
menjadi perhatian pemulia tanaman (Ghaderi,
sew lama
Everson, dan Cras, 1980).
Lingkungan dapat beragam dalam keadaan iklirn, edatik, dan patogen. Interaksi GxL
mengurangi korelasi autara genotipe dengan fewtipe dan mempengaruhi kestabilan
peragaan varietas pada berbagai hgkungan tumbuh (Comstock dan Moll, 1963; Kang
clan Martin, 1987).
Interaksi GxL merupakan h a d dari perbedaan kestab-ilan
genotipe. Melalui analisis k e s t a b ' i pernukt dapat mernbedakan kelompok varietas
yang berdaya adaptasai sempit atau luas. Varietas berdaya adaptasi luas mampu
berproduksi baik pada lingkungan subur maupun kurang s u b , sedangkan yang
berdaya adaptasi sempit hanya berproduksi baik pa& salah satu dari kedua tipe
Lingkungan tersebut.
Pendekatan statistika telah dikembangkan untuk mem&kkan pengaruh GxL
Beberap metode
dan memperoleh gambaran tentang kestabilan genotipe.
pendekatan parametrik telah dikemukakan oleh
Plaisted dan Peterson (1959),
Wricke (1962), Finlay dan Wrlkinson (1963), Eberhart dan Russell (19661, Tai
(1971), Shukla (1972), dan Francis dan Kamenberg (1978).
Pendekatan non-
parametrik dikemukakan pula oleh Nassar dan Huhn (1987), Lm dan Birms (1988),
dan Huehn (1990%1990b).
Penggunaan
metode
regresi
untuk
me&irkan
kestabh
varietas
dikemukakan pertama kali oleh Mooers (1921) dan dikembmgkau oleh Yates clan
Cochran (1938), kemudian oleh Finlay dan Willrinson (1%3), dan Eberhart dan
Russell (1966).
Regresi rataan varietas terhadap indeks lingkungan yang
dikemukakan Eberhart clan Russell (1966) lebih s e r i n g d
kestabilan varietas (Hanson, 1994). Yue g
d.(1990) -kan
i
i untuk mengukur
bahwa hasit
analisis kestabilan daya hasid jagung, gandum clan canteI di beberapa lokasi pengujietn
meqgumkm metode Eberhart dan Russell menunjukkan statistik regresi lingkungan
b, lebih tepat digunakan untuk rnenduga daya adaptasi, sedangkan simpmgan
regresi
untuk
berbagai statist* kesta-bilan untuk digunakan &lam pengujian kestabilan daya hasil
klon-klon ubijalar.
Dikemukakan pula bahwa metode Eberhart dan Russel (1966)
termasuk salah satu yang layak digunakan dalam menguji kestaKlan klon ubijalar.
MeMui penelitii Hii Bersaing Perguruan Tinggi, FMIPA IPB tehh
melakukan karakterisasi awal dan evaluasi pmdahuluan dalam tahun 1992 terhadap
253 klon ubijalar lokal Indonesia asal Sumatera, Jawa dan Irian Jaya.
berlangsung di Bogor Jawa Barat clan Manokwari Irian Jaya
Percotman
Sebanyak 110 klon
ubijalar lokal yang berpotensi untuk karakter daya basil, kualitas umbi, atau toleran
penyakit kudii diseleksi dan dievaluasi kembali di kedua lokasi yang sama &lam
tahun 1993 (Ehtam,
1993, 1994, 1995). Dari basil evaluasi tersebut, diseleksi 28
klon ubijalar lokal untuk dievaluasi pada rentang keadaan hgkungan yang lebih luas.
Evaluasi terhadap tanggapan spasial rnaupun temporal pada rentang keadaan
lingkungan yang luas dihrapkan dapat menyeleksi klon ubijalar sesuai dengan tujuan
penelitian.
Tujuan
Penelitii ini bertujuan :
1. Mempertelakan keragaman sifat morfologi, daya has& dan kualitas umbi 28 klon
ubijalar lokal untuk mehalt kemungkinan hubungan antar sit3 yang berkaitan
dengan daya adaptasi klon ubijalar terhadap lingkungaa
2. Mempelajari kodrat interaksi genotipe x lingkungan karakter daya has& kadar
bahan kering. karoten, protein, gula total, dan indeks panen
3. Menyeleksi klon ubijalar dengan kombinasi sifat daya hasii tinggi, kualitas urnbi
baik, tahan penyakit kudis, dan berperagaan stam untuk keadaan lingkungan
produkt'i kurang produktii, atau keduanya.
4. Mernpelajari makna seleksi klon tetua berdaya basil stabil terhadap pemuliaan
ubijalar.
Hipotesis
1 . Terdapat keragaman kestabilan daya hasil dan kualitas umbi klon ubijalar
lokal Indonesia
2. Klon ubijalar lokal stabil memiliki potensi daya hasil dan kualitas umbi di bawah
rata-rata umum
3. Dapat diseleksi Uon ubijaIar iokal unggul untuk daya hasil dan kualitas umbi serta
resisten penyakit kudis dam Elsinoe batatas.
TINJAUAN PUSTAKA
Potensi Ubijalar
Ubijalar merupakan salah satu tamman penghasil ksrbohidrat berproduksi
tinggi di dunia dan sebagai pangan penting bagi petani di sekiar seratus negara di
daerah tropik dan subtropik (Horton, Prain dan Gregory, 1989). Tanaman tersebut
dapat tumbuh dan berproduksi pada rentang kisaran keadaan hgkungan yang luas
termasuk lahan bermasatah dan kering (Ghosh
d.,1988).
Sekitar 90% luas tanaman ubijalar di dunia terdapat di Asia, 5% di Afiilca
dan 5% lagi di negara-negara lain Cina dengan produksi per tahun sekitar 100 juta
ton merupakan negara penghasil utama, diikuti Indonesia, Uganda, Vietnam, India
dan Jepang yang mengbasilkan sekitar satu sampai dua juta ton (Horton @ gJ., 1989).
Pada
umumnya
tanaman
m e n g h a s h karbohidrat.
ubijalar dipandang
Horton &
d.
sebagai
(1989)
tanaman
mengungkapkan
yang hanya
beberapa
keunggulan nilai nutrisi ubijalar dibandingkan dengan tanaman pangan W y a ,
terutama karena ubijalar menghasilkan kadar bahan kering dan energi yang dapat
dicerna tertinggi Walaupun kandungan protein umbi relatif rendah, kualitas
proteinnya tinggi sehingga menghasilkan jumlah protein tercerna cukup tinggi
pula (Tabel 1 ).
Umbi dan pucuk ubijalar merupakan sumber energi, mineral, protein, vitamin
A dan C yang sangat berharga.
Umbi mengandung 20-30 mg/100 gram asam
askorbat sedangkan kandungan pucuk untuk senyawa yang sama dapat lebih dari 100
mgI100 gram bahan segar. Kandungan tersebut lebih tinggi dari yang dirniliki tanaman
ubi-ubian fainnya dan beberapa tanaman sayuran utama Kultivar ubi-
berdaging
umbi jingga mengandllng S-karoten tinggi, sehingga dapat mencegah Illesalah
kekurangan vitamin A (xeroptalxnia).
Selain itu ubi rebus merupakan sumber yang
cukup b d c uIltuk thiamin (0.09mg/100 g). nibovlafin (0.06 @lo0
mg/I 00 g), d a n K (243 4
1 00 g), P (47mg/100 g), Fe (0.7 4
g), niacin (0.6
1 OO), Ca (32 rng/100
dengan yang terkandung di dalarn nasi berturut-turut sebanyak 0.02
g) d-l
mg/100 g, 0.01 mg/100 g, 04 mg/IOO g, dan 28 mgf1OO g, 28 mg/100 g, 0.2 rng1100
g, 10 mg/lOO g.
Tabel 1. Nilai produksi, energi dan protein tercerna beberapa tanamao
pangan (Horton, eta,1989)
Tanarnan
KentUbijalar
Singkong
Padl
pisang
-%
tzmah
Bahan Kering
Energi Tercema
(tma)
(juta kkal/ha)
2.3
4.0
3.4
2.6
1.5
0.9
7.1
12.6
7.3
7.1
3.9
4.1
Protein Tercerna
@a)
1%
187
32
130
36
190
Selain sebagai pangan, ubijalar sangat berpotensi sebagai pakan maupun bahan
baku iedustri
Potensi untuk bahan baku i n d b d i p e n g d oleh keragaman
komposisi kandungan kimia umbii Komposisi kimia umbi ubijalar sangat beragam
tergantung pada kultivar, iklirn, umur panen dan lama penyimpanan setem panen
(Collins, 1988). Dikemukakan bahwa kadar bahan kering umbi berkisar antara 14.7-
9
39.9%, sedan-
protein 0.5-10.4% pati 8-29%, gula total 5.6-46.8% dan minerd
0.9-1.4% bahan kering.
W u m merupakan mineral utama di dalam ubijabr.
Kandungan mineral K, P, Ca, Mg, Na, S, dan Fe di dalam umbi berturut-turut 373,
49, 30, 24, 13, 29, dan0.8 mgll00 g.
Kadar gula umbi merupakan s a h h satu War penentu kuaIitas ubijalar untuk
tujuan kegunaan tertentu. Penelitian AVRDC (1983) terhadap sernbilan kultivar yang
berkadar gula 13.8-28.2% menunjukkan sukrosa merupakan gula utama (9.5-17.3%),
sedangkan glukosa (0-2.0%), manosa (0-4.9%), arabiiosa ( 0 4 % ) dan rafinosa (01.1%) ditemukan dalam jurnlah sedikit.
Kadar B-karoten merupakan salah satu keunggulan ubijalar sebagai sumber
vitamin A. Dari total pigmen karotenoid di dalam ubijalar, Bkaroten mendcup 90%.
Varietas 'CentenieP dan 'Julian' yang b e r d a g i i jingga bextmut-turut berkadar karoten
30 041 IU (18.3 @lo0
g bahan segar) dan 40 000 IU (Wang, 1982).
Tepung ubijalar memiliki kegunaan yang sangat luas untuk keperluan industri
kbk% h-nmi, pangan, minumao non dkohol, dan kosmetik (Collins, 1984). Setiap
100 kg tepung dapat menghasilkan 14.5 liter etanol, d
i
i dengan 11.4 liter
dari kentang, 11.9 liter dari gula bit, dan 17.6 liter dari gandum Produksi ubijalar
tiap hektar Iebih tinggi dari pada jenis-jenis tanaman tersebut sehingga sangat
berpotensi sebagai penghasil etanol (Clark dan Moyer, 1988).
Di Jepang dan Taiwan tepung ubijalar diolah menjadi gula W o s a untuk
produk industri minuman seperti sprite dan coca-cola Untuk m m g h a s j i satu ton
gula fivktosa diperlukan 800 kg tepung ubijalar (Soenajo, 1984). Di Fipina telah
diproduksi minuman ringan dari gula W o s a ubijalar dengan warna aLuni jmgga
dengan kadar karoten 2000 IU (Truong dan Fermentira, 1988).
Butiran tepung ubijalar berbentuk poligon dan berukuran 10-25 p a Kadar
amilosa berkisar antara 18-22s. Tepung ubijalar dapat membentuk gelatin stabil
dengan daya rekat tinggi dan memenuhi baku mutu untuk produksi makanan, industri
biskuit, atau konveksi (Ghosh
a d.,1988).
Penyakit Kudis Ubijalar
Penyakit kudis ubijalar pertama kali dilaporkan dari Taiwan dalarn tahun 193 5 .
Agen penyebab kudii daun adalah cendawan Elsinoe batatas (stadia imperfektii
Sphacelorna batatus Saw.) (Jenkins dan Viegas, 1943). Persebaran penyakit kudis
diketahui telah meluas di Pasifik, Asia Tenggara, Jepang, Cina, Nigeria, B r a d dan
Meksiko (Wilson, Taofatofk, Pole dan Smit, 1988). Diperkidcan penyakit ini akan
teknologi intensif berskala
lebih mengganas apabii pembudidayaan mebesar untuk tujuan ekommi (Clark dan Moyer, 1988).
Cendawan Elsinoe batatus menyerang batang, tangkai dan tulang daun, dan
helai daun mu& tansman ubijalar.
Serangan penyakit menianbdkan gejala bercak
kudis berwarna keabu-abuan sampai coklat tua
Bila serangan berat, daun mu&
rnenggulung, mengeriting dan tumbuh kerdil, serta tangkai dam dan pucuk batang
terpilin (Sajise dan Capuno, 1990).
11
Kerugian yang ditimbuIkan berupa penurunan produksi umbi 20-50% pada
klon ubijalar rentan (Goodbody, 1983; R;unsey, Vawdrey, clan Hardy, 1988; Wilson
et
-
d., 1988).
Percotman di Papua Nugini menunjukkan bahwa penyakit kudis
rnenurunkan jumlah umbi 45 %, bobot umbi 26.5 %, produksi total 57 % dan umbi
yang &pat dipasarkan 34 % (Goodbody. 1983; Kanua dan Floyd, 1988).
Di
Indonesia klon ubijalar rentan yang terserang kudii menurunkan produksi sebesar
30% (Soenarjo, 1984).
Pendekatan pemuliaan ke arah varietas resisten sangat diutamakan (Wilson
al.,
-
1988).
Ketangkaan informasi pola pewaxisan genetik ketahanan dan keragaman
tkiologi cendawan Elsinoe batatas merupakan faktor penghambat ubma pemuliaan
ubijalar tahan kudis (Sajise and Capuno, 1990).
Seleksi ketahanan pada taraf kecambah biji hasil silangan dengan inokulasi
buatan Elsinoe baratus dalam program pemuliaan ketahanan di Tonga menunjukkan
pemisahan 32.5% sangat teriufkksi 27.5% terinfeksi sedang. dan 40% tidak terinfeksi
(Wilson
d.,1988).
Hasil tersebut rnenunjukkan bahwa petuang untuk merakit klon
ubijalar resisten penyakit kudis cukup terbuka
Studi Genetik dan Pemuliaan Ubijalar
Studi
genetik
rnengungkapkan
bahwa
terhadap
ukuran
beberapa
batang
sat
pendek
mofiologi
tanaman
ubijalar
dominan terhadap panjang,
menunjukkan tipe tanaman tegak dominan terhadap tipe tanaman menyebar.
S&t
tanaman berbunga dominan terhadap yang tidak berbunga.
Pigmentasi htang,
tangkai daun dan daun dominan terhadap yang tanpa pigmentasi (Pook, 1952).
Daghg umbi putih dominan tidak pen& terhadap yang b e r m Pi-
daging
umbi dikendalhm oleh beberapa gen aditif (Hernandez, Hernandez, Constantin dan
Miller. 1965).
Daya hasi dan jumlah umbi per tanaman berkorelasi positif (Warid, Dahmani
dan Kushad, 1976). Kadar bahan kering berkorelasi positif dengan kadar pati umbi
(Jones, 1977). Kadar pati d i n g m u h i secara aditif oleh poligen ( S a w 1964). Jones
(1986) mengungkap bahwa kadar bahan kering berkorelasi positif dengan daya hasil,
warna daging
umbi kadar gula, dan pati. Kadar protein berkorelasi negatif dengan
daya hasii
tetapi berkorefasi positif dengan kadar karoten. Dengan demikian
pemuliaan ubijalar &pat diarahkan untuk merakit varietas dengan daya hasil dan
kadar pati tinggi atau h
t a s dengan kadar protein dan karoten tinggi,
dan keduanya
memiliki kadar bahan kering tinggi.
Kadar gula umbi ubijalar dipengaruhi okh kehadiran enzim 8-amilase. Rasa
umbi manis disebabkan oleh keaktii enzim tersebut yang menghidrolisis pati
menjadi maltosa selama umbi disimpan atau diolah Klon ubijalar beragam dalam sifat
rasa manis.
Penelitian Kumagai, Umemura, Baba dan Iwanaga (1991) meng-
unghpkan bahwa pewarkan sifat rasa manis yang diukur dengan kebadiran enzim Bamilase dikedaljkan oleh satu ale1 resesz d i s d dengan #-urn.
Dikemukalran pula
bahwa ale1 @-am terdapat dalam kkuensi yang tinggi di dalam plasma nut%
13
ubijalar.
Pernuliaan ubijalar ke arah rasa manis rnaupun tidak manis relatif mudah
dilakukan.
Hammet, Heinande d a . Miller (1966) mengemukakan bahwa keragaman
kadar serat umbi d i p e n g d oleh dua gugus gen, satu mengedakan kehadiran serat
dan yang lainnya mengersdalikan ukuran serat. Ukuran serat dikendalikan oleh
beberapa gen dominan yang diwariskan secara sederhana.
Kadar serat total
dikendalikan oleh beberapa gen yang terpaut dengan gen-gen ukuran sera.
Constantin, Jones, dan Hernandez (1 977) rnengernukakan bahwa pemberian
kalium 0-140 kgha di empat lokasi percobaan lebih berpengaruh terhadap komponen
kualitas umbi dlkdingkan dengan pemberian fosfat 0-73.90 kgha.
pemberian kalium menuruDkan kadar bahan kering dan sedikit
*
Peningkatan
&&m
kadar
serat kasar. Pemberian pupuk K dan P bersarna-sama tidak mernpengaruhi kadar
karoten dan kadar serat kasar umbi. Dikemukakan pula bahwa walaupun terdapat
keragarnan, secara u m u m lokasi dan tahun tidak mempengaruhi kualitas umbi
Keterwarisan merupakan ukura. hubungan antara nilai enotipe dengan nilai
pemukan. Nilai keterwarisan
(h2) beberapa
sifat tanaman ubijalar tercantum dalam
Tabel 2. Keterwarisan diukur sebagai nisbah ragam &hat perterhadap total ragam fenotipe
genotipe
w>
(Vd.
Jones (1 986) memegasken bahwa nilai keterwarisan tidak mengukur siht yang
diingini, juga secara langsung tidak mengukur fkekuensi tipe tanaman yang buruk
terhadap yang baik. Selain itu, nilai keterwarisan yang tinggi tidak mengukur baik
14
buruk bahan pemuliaan, kecuali bahwa tetua superior cenderung rnenghasilkim zuriat
superior.
Tabel 2. Nilai keterwarisan (b2) beberapr sifnt ubijalar (Jones, 1986)
h2
Sifat
(Oh)
Daya Hasil
Bobot Umbi
Warna Kulit Umbi
Warna Daging Umbi
W a r Bahan Kering
Kadar Pratein
Kadar Serat
Panjang Batang
Resistensi
Cylas puncricollis
41
4 1-+4
44
81
66
53k14
65+12
57
81
60
84
Teknik
Statistika
Pustaka
Var-Cov
Regresi
Var-Cov
Var-Cov
Var-Cov
Regresi
Regresi
Var-Cov
Var-Cov
Var-Cov
Var-Cov
Jones, 1969
Jones, 1978
Li, 1975
Jones, 1969
Jones, 1969
Jones, 1977
Jones, 1977
Li, 1977
Jones, 1969
Jones, 1969
Hahq 1982
Analisis Kestabilan Genetik
Percobaan pengujian kuhivar di beberapa hghmgan yang berbeda mem-
bangkitkan data fenotipe daya hasi dan siht-siht lain yang diamati Data tersebut
muncuI sebagai & i t
perhunbuhan dan
pengaruh bersama faktor genetik dan Lingkungan selama
perkembangan tanaman. Saling pengaruh antara kedua faktor
tersebut dikenal sebagai interaksi genotipe x hgkungan (GxL) 50 %, dan K, < KK rata-rataumum
4. Analisis Gugus
Analisis gugus merupakan salah satu alternatif penunjang analisiis k e s t a b i
berdasarkan teknik regresi, terutama apabii banyak klon uji menunjukkan interaksi
genotipe x lingkungan sangat nyata (Ghaderi, Everson, dan Cress, 1980; Carver,
Smith dan England, 1987;
Hanson, 1994). Hasii anal%= gugus memberikan
gambaran u m u m tentang pengebmpokan klon b e r k k a n kemiripan tanggapan dan
menunjang seleksi tetua.
Strategi penggugusan berhirarki dengan jarak Euclides digunakan untuk
mengelornpokkan lokasi berdasarkan daya adaptasi klon dan pengelompokan klon
ubijalar ke dalam gugus dengan kemiripan
daya adaptasi terhadap hgkungan
Analisis gugus kdasarkan interaksi GxL dilakukan untuk mengelornpokkan Lokasi
(Ghaderi &
d.,1980; Carver
&., 1987). Setiap lokasi dinyatakan sebagai
satu
vektor yang mu-unsurnya khubungan dengan pengaruh interaksi GxL. Koefisien
jarak Euclides diiuga antar semua kemungkinan pasangan lokasi dalam satu ruang
berdimensi 30. Penggugusan dimulai dengan membentuk satu gugus dari dua lokasi
terdekat berdasarkan interaksi GxL dan d i i j u t k a n secara berumtan sarnpai mencakup semua bkasi clan rnernbentuk satu gugus tuggal.
Untuk mengelompokka.
klon berdasarkan kemiripan daya adaptasi, setiap klon dinyatakan sebagai satu vektor
yang unsur-unsurnya berhubungan dengan daya tanggap fknotipe dalam setiap 12
lingkungan tumbuh Koefisin jarak Euclides antar klon ubijalar diduga berdasarkan
mode1 geometri berdimensi 12.
Percobaan 2
Evaluasi Ketahanan Alarni Klon Ubijalar Terhadap Penyakit Kudis
Baban Taoaman
Bahan tanaman terdiri dari 30 klon ubijalar.
Untuk mendapatkan h b n
tanaman yang bebas kudis, umbi tiap klon uji ditanam di pot. Tiga tunas sehat dari
setiap poi dipertahankan untuk pengujian ketahanan alami.
Metode Percobsan
Percobaan berlangsung pada bulan November 1995-Februa~i1996. Sebulan
sebelum pot berisi tunas sebat d i p i i ke lapangan, tempat percobaan diianami
Kabsan untuk
klon ubijalar sangat peka, yaitu klon G-09, G-022, S-150, dan &etas
memperoleh gambaran tentang inokuhun alami dan sebagai sumber inokulutn Pot
den-
tanaman ubijalar berumur satu eengah butan (tinggi tunas s
e
w 25 cm)
ditempatkan di sela bedeng sumber inoLculum Penataan mengjkuti mncangan acak
kelompok dengan tiga ulangen Pengamatan dilakukan terhadap perkembangan
j&
bercak yang terarnati di batang setiap hari selarna 100 hari Data &ringkas
rnenjadi pengarnatan berkala lima hari.
Serangan kudis dinyatakan dalam %
mengikuti metode Sajise dan Capuno (1990) yang dimow.
Lima
skala dipakai,
0-10 bercak/30 cm, 11-20 b e r c a 3 0 cm, 21-30 bercak/30 cm, 31-40 bercaW3O cm,
dan jumlah di atas 41 bercaW30 c m batang berturut-twut menggambsrkan tingkat
serangan 0-20%, 214%
4 1,-60%, 6 1-80% dan diatas 800/0Analisis Data
Dua peubah digunakan untuk me&
taraf
ketahanan
kton, yaitu laju
perkem- bangan penyakit kudis (Nilai-r) dan daemh di bawah kurva laju
perkemberngan penyakit ( N i - A ) (Singh dan Rao, 1989). Nilai-r dan nilai-A dihitung
sebagai berikut (Broscious, Pataky, dan Kirby, 1987):
r = l/(t,,
- t,)[logit X,, - logit X,),
ti adakh waktu pengamatan ke-i setelah tanggal pengamatan pertama (hari)
dan Xi adalah persen serangan kudii pada pengamatan ke ti.
Seieksi Klon Ubijalar Loknl
Seleksi d
i
i
s e h h untuk rnemperoleh
klon ubijaiar stabd, juga
untuk
penampilan karakter daya Mil dan kualitas umbi di atas rata-rata unmm serta tahan
penyakit
M
i
.Sekksi
simultan d
i
i terhadap peubah kestabih d m rataan
daya has& kadar bahan kering, protein, gula total, karoten, dan ketahanan penyakit.
Hasil seleksi simultan digunakan untuk menentukan klon lokal yang berperagaan kbih
baik dari pada varietas pembatxhg di hgkungan kurang subur, lingkungan subur,
atau di kedua tipe ljngkungan tersebut.
HASIL D A N PEMBAHASAN
Lokasi Percobaan
Seleksi genotipe berdaya adaptasi luas telah menjadi sasaran umum pemuliaan
tanaman Kestabilan genotipe berdasarkan konsep agronomi untuk karakter tertentu
dijadikan ukuran untuk menilai daya adaptasi d a . menyeleksi bahan genetik.
Percobaan ini bertujuan menilai kestabilan beberapa karakter ekonomi klon ubijak.
Seleksi terhadap k e s t a b i i klon &&an pemuliaan akan lebih berdayaguna apabii
dilakukan pada rentang keadaan lingkungan yang beragam
Pertimbangan untuk
memilih jumlah lokasi atau ternpat pengujian serta musim tanam dipengaruhi o b h
tujuan dan strategi pendekatan pemuliaan yang akan diterapkan dan berkaitan dengan
bentuk tanggap lingkungan yang diharapkan. Keputusan yang
diambil mem-
pertimbangan faktor keragaman lingkungan dan harapan bagaimana klon akan
b e ~ t e r a k s idengan -or
lingkungan.
PenampiIan klon di suatu lingkungan dan
tanggap yang dl'berikan terhadap perbedaan satu atau beberapa aspek lingkungan
diperlukan untuk mengidentifikasi klon yang bernilai komersial atau digunakan sebagai
balzan genetik daIam program pemuliaan.
Karena itu pengungkapan keragaman
hgkungan tempat pelaksanaan percobaan sangat penting.
Keragamaa Lingkungaa Percobaan
Enarn lokasi, tiga di Irian Jaya dan tiga di Jawa Barat terpilib menjadi tempat
percobaan.
Percoban dilaksanakan selarna dua m u s h tanam di tiap lokasi.
Perbedaan jarak letak petak percobaan antara musim tanam pertama clan kedua di
lokasi Pacet sekitar 20 meter sedangkan di lokasi lain kurang dari lima meter. M u s h
tanam pertama berIangsung dari pertengaban bulan Agustus sampai dengan Desember
1994 dart diharapkan mewakili periode musirn kering. Musirn tanam kedua dari bulan
Januari sampai dengan April 1995, d i p k a n sebagai periode b a . Keadaan urnurn
lokasi percobaan meneakup kedudukan geografi, elevasi dan jenis tanah di lokasi
percobaan tercantum dalam Tabel 3.
Tabel 3. Kedudukan geografi, elevasi dan jenis tanah enam lokasi percobaan
Lokasi
Sandi
Kedudukan
BT
LS
Elevasi
(m dpl)
KP. Pacet
PCT
107'.001
6.0'.44.01
106*.45'
KP. Muam
MRA
6.0°.45.0'
106'.45'
6.0*.30.0'
KP. Darmaga
DMG
13S0.59'
KP. Wameoa
0.4'. 0.4'
WMN
MGP
134'.05'
0.4". 0.5'
KP. Manggoapi
133*.10'
0.0'. 0.4'
KP. Prafi
PRF
Sumber : Stasiun iklim di tiap lokasi ~ercobaan
BT = Bujur ~ i m u rLS
, = Lintang Selatan
dpl = di atas permukaan laut
Dua lokasi percobaan betternpat di dataran tin&
1150
260
250
1550
110
45
Jenis
Tanah
Andosol
Latosol
Latosol
Inseptisol
Alfiil
Entisol
yaitu Wamena di Irian Jaya
clan Pacet di Jawa Barat, berturut-turut berelevasi 1550 dan 1150 meter di atas
permukaan laut. Lokasi h y a bertempat di dataran rendah dengan kisaran elevasi
45-260 meter di atas permukaan laut. Data hasid analisis kesuburan
tanah di lokasi
percobaan dan data iklirn selama percobaan berlangsung disajikan berturut-turut dalam
Tabel 4 dan Tabel 5.
Tabel 4. Data kesuburan taaab di tiap lokasi percobaan
r
P-tersedia
Basa dapat ditukar
(Bray Oben)
p H C-organik
(H,O) (Walker &
Black)
Lokasi
Ca
(%I
KP.
KP.
KP.
KP.
KP.
KP.
L
Pacet
Muara
Darmaga
Wamena
Manggoapi
Pmfi
4.73
5.45
5.50
7.45
6.55
5.55
I
@Pm>
0.62
0.52
1.55
4.26
2.62
0.66
I
1
.....
I
I
I
....,
2.50
3.83
5.50
0.99
2.33
1.67
7.60
11.90
12.60
38.20
19.40
10.40
2.5
2.4
0.7
3.2
20.6
15.7
I
M g I K ~KTK
(me1100 g)
0.85
0.97
1.08
0.18
0.13
0.32
I
24.3
25.9
32.7
27.2
233
175
I
I
Catatan : Dianalisis di Labomtorium Jurusan Tanah, Faperta IPB.
Analisis komponen utama terhadap data peubah h g k m g a n fisik kesuburan
tanah dan iklim dilakukan untuk melacak keragaman lingkungan percobaan dan
mengelompokkannya berdasarkan kemiripan aspek
komponen utama terhadap rnatriks ragam--am
ragam pada komponen utama pertama sangat tinggii
hgkungan. Hasil analisis
data hgkxmgan menunjukkau
Sumbangan kedua komponen
m a m a pertama terhadap keragaman totd mencapai 99.9%.
Korelasi antara peubah awal dan komponen utruna terkait digunakan untuk
rnengungkap peubah yang memberikan sumbangan berarti bagi keragaman b g k u g a n
Korelasi antar peubah dengan komponen utama tercantum dalam Tabel 6.
U r n
hara, M g , K, dan iklim, jumlah curah hujan (CH), hari hujan (HH), suhu minimum
(T-minimum)clan maksimum (T-maksimum) di tiap lokasi merupakan komponen
utama yang rnembedakan lingkungan percobaan. Ju&
curah hujan dan hari hujan
mernberikan sumbangan terbesar pada komponen utama pertama dan kedua. Kedua
unsur tersebut lebih diutamakan dalam menguraikan lingkungan percobaan.
Tabel 5. Total curab hujan dan jumlah hari hujan empat bnlan, rataan subu
minimum dam maksimum, dan lama penyinarctn hanan d i tiap
Liugkungan
CH
fmm)
Lingkungan
1. KP. Pacet '94
2. KP. Pacet '95
3. KP. Muara194
4. KP. Muara '95
5. KP. Darmaga '94
6. KP. Darmaga '95
7. KP. Wamena '94
8. KP. Wamena '95
9. KP. Manggoapi '94
10. KP. Manggoapi '95
11. KP. Prafi '94
12. KP. Prafi '95
HH
T-min
('3
T-maks
("C)
LPM
(Ye)
1
1391
(
59
Sumber : Stasiun iklim di tiap lokasi percobaan.
CH = c u r a h huja;, ~ F I = j " m l a hhari hujan,
T-min = suhu minimum, T-maks=suhu maksimum,
LPM = lama p e n y i n a r ~ n l h a r i
G r a pola persebaran curah hujan clan jumlah hari hujan b u h a a selama
percobaan tercantum dalam Gambar 1. Gainbar
1A memperlihatkan bahwa di
awal periode musim tanam pertarna, 1994/1995, percoban berlangsung pada bulan
yang relatifkering. J u m h h curah hujan selama kurun waMu empat bulan percobam di
lokasi Pacet, Wamena, Manggoapi, d m Prafi berkisac antara 526-775 mm, lebih
rendah dibandingkan dengan di lokasi Muara dan Dannaga yang mencapai jumlah
1135 mm dan 1706 mm Di m u s h tanam kedua, lokasi Muara dan Darmaga tetap
rnenunjukkan total curah hujantertinggi selama empat bulan pelaksanaan percobaan,
berturut-turut 1625 mm dan 1457 mm Curah hujan terendah pada periode yang sama
terjadi di lokasi Wamena dan Praf3, berturut-turut dengan 919 mm dan 1081 mm.
JumIah hari hujan total di tiap lokasi selama ernpat buian m u s h tanam pertberkisar antara 43-71 hari+ Sedangkan untuk mush tanam kedua, kisarannya 59-101
hari.
Tabel 6. Korelasi antar peubab lingkungan dengan kedua
komponen utama pertama
Peubah
Lingkungan
PH(H,O)
C-Organik
P-tersedia
Ca
M g
K
KTK
CH
HH
T-minimum
T-maksimum
LPM
Klasifikasi Lingkungan Percobaan
Komponen Utarna ( C )
1
2
-0.4776
03128
-0.4458
0.4807
-0.4853
-0.4577
-0.4229
0.5039
0.6516
0.4245
0.7044
-0.0315
0.3909
0.1526
0.9900
-0.0013
0.4513
0.8526
0.0712
-0.6273
0.1861
-0.7418
-0.5166
-0.6965
1
f
E
600
--
500
--
Z
I
loo
Aug Sep OM
Nov Des Jan Feb Mar
Apr
I
I
25
i
3
m
29
I
C
15
Ic 10
1
I s 5
OMGP
0
I
Gambar 1. Grafik curafi hujan (A) dan hari hujan (B) bulanan di tiap
lokasi percobaan
terbobot Euclides. Dendrogram kelompok lingkungan percobaan berdasarkan jarak
EucIides dan basii pemetaan skor komponen pertama (Cl) clan kedua (C2) ditampilkan
dalarn Gambar 2.
Kedua pendekatan memberikan has2 penggugusan yang serupa.
Pemotongan hirarki pada titik h i 18 (Gambar 2A) mengelompokkan 12 Iingkungan
percobaan ke dalam enam kelompok yang relatif berkemiripan Keragaman antarkelompok 63%. Hasil pengelompokan tercantum dalam Tabel 7.
Dengan ti&
memasukkan fdctor tinggi tempat dalam analisis gugus,
hgkungan Wamena atau Pacet di dataran tinggi tergugus dalam kelompok yang sama
dengan lingkungan percobaan di dataran rendah
L
i
a
n Wamena-94 ter-
kelompok dengan Lingkungan Manggoapi-94, Wamena-95 dengan Muara-94, Pacet-94
dengan Pr&-94,
dan Pacet-95 dengan Darmaga-95 dan Pr&-95.
Sedangkan
lingkungan Manggoapi-95 terkelompok tersendiri.
Tabel 7. Hasil peogelompokan lingkungangan percobaan
berdasarkan data iklim dao kesubumn tanah
No. Kelompok
1
2
3
4
5
6
14
15
16
17
18
19
Lokasi Prcobaan
Pacet-94, Prafi-94
Wamena-94, Manggoapi-94
Warnena 95, Muara-94
Pacet-95, Darmaga-95, Pmfi-95
Muara-95, Darmaga-94
Manggoapi-95
Tabel 7 rnemperlihatkan bahwa antar musirn tanam di satu lokasi tidak tergabung dalam satu kelompok.
Hal ini menandakan m u s h tanam pertama relatif
berbeda dengan rnusirn tanam kedua di masing-masing lokasi percobaan. Kelompok
18 berdasarkan skor komponen utama (Gambar 2B) terdiri dari lingkungan Muara-95
dan Darmaga-94 k c i r i jumlah curah hujan relatif tinggi s e w percobaan
berlangsung. Sedangkan kelompok 15 yang terdiri dari lingkungan Wamena-94 dan
Manggoapi-94, bercm jumlah curah hujan relatif reladah
Dari hasil pengelompokan dengan jar& Euclides dan slcor komponen utama
disimpulkan bahwa lingkungan tempat percobaan cukup beragam.
Pacet-95 dan Darmaga-95 di Jawa Barat yang tergabung &lam
Lingkungan
satu kelornpok
(kelompok 17) dan berkemiripan dalarn hgkungan fisik kesuburan tanah, jumlah
curah hujan dan hari hujan, tetapi sangat berbeda &lam elevasi, &pat digunakan
untuk memperoleh garnbaran tentang tanggap klon terhadap tinggi ternpat untuk
karakter yang diamati di lokasi iawa Barat.
Keragrmman Morfologi Klon Ubijalar
Pemuliaan tanaman bertujuan pada upaya memperbaiki kuantitas dan kualitas
tanaman budidaya.
Keragaman plasma nut%
rnenyeleksi b h a n genetik.
merupaican syarat utama untuk
Klon-klon ubijalar lokal yang digunakan sebagai bahan
genetik dalam percobaan ini berasal dari beberapa dnerah di Indonesia yang perlu
diungkap keragamannya Informasi tentang keragannrn diperIukan pula untuk
m e n g k l a s i i i klon ubijalar untuk tujuan pemuliaan.
rnemberikan gam-
Hasil m
i akan
tentang derajat hubungan antar kion u b i . di dalarn populasi
bahan percobaan. Karena tanaman ubijalar bertaraf heksaploid, tiap klon berderajat
19
16
15
18
17
KELOMPOK LINGKUNGAM
Gambar 2. Dendrogram Jarak Euclidea (A) dan Kefompok Lingkungan Percobaan
Berdasarkm Skor Komponen UtPnu. (B)
heterosigositas tinggi. Pengungkapan derajat hubungan antar klon ubijalar di dalam
populasi bahan percobaan memiliki makna penting dalam merancang strategi
pemuliaan, terutama untuk pengbibridan. Klon-klon berkerabat dekat cenderung me-
miliki kerniripan genetik. Upaya untuk mernasukkan satu atau dua karakter penting
tertentu dan rnempertahankan karakter penting lainnya yang telah dim=
suatu klon
ubijaIar akan lebih tepat guna apabiia penghibridan dilakukan antar klon berkerabat
dekat.
Keragaman Karakter Kualitatif
Analisis Korespondensi
Deskripsi tujuh belas karakter kualitatif morfologi batang, daun dan umbi tiap
klon ubijalar hasit pengamatan dari percobaan di Kebun Percobam Muara tercanlum
dalam Tabel Lampiran 4. Data morfologi bunga tidak termasuk karena tidak semua
klon berbunga selama masa percobaan.
Analisis korespondensi terhadap data kualitat~f morfologi dilakukan untuk
memperoleh
gambaran tentang keragaman
klon.
Hasil analisis tercantum dalarn
Tabel 8. Ketiga komponen utama pertama memberikan sumbangan 57.1% dari total
keragaman. Karakter warna sekunder batang (WSB), tipe cuping d a m (TCD), jumIah
cuping daun (JCD), bentuk cuping daun tengah (BCT), pigmentasi tulang daun
abrtksial (PTA), clan warna daging umbi (WDU) menonjoI pa& komponen utarna
Tabel 8. Hasil analisis korespondensi uotuk deskriptor karakter kualitatif
morfologi 30 k l o m ubijalar
O/o
Sumbangam
ma daun dew-
,warna daun muda
A, pigmentasi tulang daun
m,pigmentasi tanghi daun
BUU, bentuk umum umbi
BPU, beotuk pewukaan umbi
WKU, warna utama kulit umbi
WDU, warna utama daging umbi
GDU, getab daging umbi
ODU, oksidasi daging umbi
0.4897
0.4364
-0.4678
0.1975
1.5068
-0.1570
0.2147
1.2218
0.4150
-0.7478
-2.5437
-0.8855
-0.8151
-0.1932
-0.7673
2.1163
-0.0034
-2.1179
0.9079
0.8041
0.7972
-
(WCTB), wama daun muda (WDM), pigrnent
Indonesia xnerupakan negara penghasi ubijalar [Ipnroea batatas &.) Lam]
nomor dua di dunia walaupun produksi nasional 2.2 juta ton daIam tahun 1987 tebll
menurun tajarn menjadi 1.3 juta ton dalam tahun 1991 (Biro Pusat Statistik Indonesia,
1991). Salah satu faktor penyebab penurunan tersebut karena ubijalar belum
d i i t k a n untuk berbagai tujuan kegunaam Sekitar 88% produksi nasionaf
diunakan sebagai pangan pokok atau selingan. Pemanfktan ubijatar sebagai bahan
baku industri belum dikembmgkan di Indonesia.
Peranan ubijatar untuk tujuan industri dapat ditkgkatkan apabila %or
kualitas umbi rnenjadi perhatian utama dalam sasaran program pemuliaan, selain daya
hasil tinggi tahan penyakit kudis daun [ EIsinoe batatos (Viegas dan Jenkins)], dan
hama penggerek umbi [ C y hfonnicarius Wab.)]. (Dimyati, Wargiono dan Mallian,
1988). Komponen utama kualitas umbi untuk bahan baku indutri arlnlah kadar
&&an kering, pati, gula, protein, atau karoten (Ghosh, Ramanujam, Jos, Moorthy.
dan Nair, 1988; Truong
dan Fernentira, 1988).
Dalam strategi untuk rnencapai sasaran pemuliaan tanaman terdapat dua
kegiatan utama yang saling menunjang dan melengkapi, yaitu perbaikan popuksi dan
perakitan varietas (Gallais, 1979). Perbailcan pop&
merupakan
jangka
panjang dan perakitan varietas sebagai sasaran jangka pendek program pemuliaan.
Kedua kegiatan utarna tersebut harus dilakukan secara terpisah. Strategi perbaikan
populasi rnenjadi sumbu utama program pemuliaan d m dalam setiap daur
menghasilkan cabang-cabang kegiatan untuk merakit varietas barn. Kegiatan
perbaikan populasi yang dhkukan dengan terarah dan
m
t
akan menunjang
keghtan perakitan varietas baru dengan tepat guna
Populasi ubijalar Indonesia masa kini terdiri dari beberapa n i u klon dengan
sifat morfologi, daya basii W t a s umbi d m &i
sangat
beragam -warin.
ketahanan penyakit kudis yang
Sukaya, dan Hartana, 1993).
Klon-klon budidaya
tersebut mexupakan hasil seleksi massa berdasarkan selera dan budaya setempat
terhadap karakter agronomi dan g a s t r o n o e dan temdaptasi dengan ekosistem
pertanian setempat. Keanekamgarnan klon ubijalar tersebut dapat dipandaug sebagai
hasi kegiatan perbaikan populasi Dari popdasi ubijalar lokal Indonesia diharapkan
dapat diseleksi Won-klon dengan perpaduan sif%i a g ~ o w m i ,6siologi biokimia atau
ke-
terhadap hama, penyakit, dan dapat digmakm sebagai tetus dalam
program perakitan varietas baru.
Atau bila terdapat klon ubijalar bkaI yang
menampilkan kombihasi karakter penting yang kbih unggul dari pa& varietas
nasional masa kki, &pat dipertimbangkan untuk dilepas sebagai varietas nasional
baru.
Kegiatan perakitan varietas alutn sangat bermakna apabila menghasinEan
varietas baru yang berdaya hasd tinggi, berkualitas baik, tahan hama d m penyakit
utama, clan memiliki derajat k e s t a b i peragaan yang tinggi pada rentang keadaan
3
lingkungan luas (Yue, Pemg, Walter, Wassom dan L i , 1990). K e s t a b i h daya
hasil telah mnjadi sasaran setiap program pemuliaan.
Karena fkktor pembatas
tertentu, pemulia tanaman jarang menguji sifkt kualitas pada berbagai h g k w g a n
untuk memahami ciri k e s t a b b y a . Pemahaman kestabiLm ktditas basil suatu
varietas sangat penting karena berkaitan dengan mutu suatu produk a k h (Peterson,
Graybosch, Baenziger, dan Grombacher, 1992).
hkblakshmi, Bidinger, Rao, dan Raju (1992) mengtmgkapkan alasan petani
di kawasan laban kering Aftika dan Asia Selatan yang tetap membudidayakan ras
lokal Pennisetum glaucurn setempat karena memiliki kestabilan dan daya adaptasi
baik terhadap cekaman Lingkungan, walaupun berdaya has2 lebih rendah dari pada
varietas baru. Untuk meningkatkan daya has& ras lokal terpilih digunakan sebagai
tetua daIam program persilangan-puncak. Penelitian menunjukkan h i d persibngan-
puncak yang dhsilkan berdaya hasil tinggi dan tetap mempertahankan kestabilan dan
daya adaptasi terhadap cekaman lingkungan
al., 1992).
Interaksi genotipe dengan lingkungan (GxL) clan kestabih telah
menjadi perhatian pemulia tanaman (Ghaderi,
sew lama
Everson, dan Cras, 1980).
Lingkungan dapat beragam dalam keadaan iklirn, edatik, dan patogen. Interaksi GxL
mengurangi korelasi autara genotipe dengan fewtipe dan mempengaruhi kestabilan
peragaan varietas pada berbagai hgkungan tumbuh (Comstock dan Moll, 1963; Kang
clan Martin, 1987).
Interaksi GxL merupakan h a d dari perbedaan kestab-ilan
genotipe. Melalui analisis k e s t a b ' i pernukt dapat mernbedakan kelompok varietas
yang berdaya adaptasai sempit atau luas. Varietas berdaya adaptasi luas mampu
berproduksi baik pada lingkungan subur maupun kurang s u b , sedangkan yang
berdaya adaptasi sempit hanya berproduksi baik pa& salah satu dari kedua tipe
Lingkungan tersebut.
Pendekatan statistika telah dikembangkan untuk mem&kkan pengaruh GxL
Beberap metode
dan memperoleh gambaran tentang kestabilan genotipe.
pendekatan parametrik telah dikemukakan oleh
Plaisted dan Peterson (1959),
Wricke (1962), Finlay dan Wrlkinson (1963), Eberhart dan Russell (19661, Tai
(1971), Shukla (1972), dan Francis dan Kamenberg (1978).
Pendekatan non-
parametrik dikemukakan pula oleh Nassar dan Huhn (1987), Lm dan Birms (1988),
dan Huehn (1990%1990b).
Penggunaan
metode
regresi
untuk
me&irkan
kestabh
varietas
dikemukakan pertama kali oleh Mooers (1921) dan dikembmgkau oleh Yates clan
Cochran (1938), kemudian oleh Finlay dan Willrinson (1%3), dan Eberhart dan
Russell (1966).
Regresi rataan varietas terhadap indeks lingkungan yang
dikemukakan Eberhart clan Russell (1966) lebih s e r i n g d
kestabilan varietas (Hanson, 1994). Yue g
d.(1990) -kan
i
i untuk mengukur
bahwa hasit
analisis kestabilan daya hasid jagung, gandum clan canteI di beberapa lokasi pengujietn
meqgumkm metode Eberhart dan Russell menunjukkan statistik regresi lingkungan
b, lebih tepat digunakan untuk rnenduga daya adaptasi, sedangkan simpmgan
regresi
untuk
berbagai statist* kesta-bilan untuk digunakan &lam pengujian kestabilan daya hasil
klon-klon ubijalar.
Dikemukakan pula bahwa metode Eberhart dan Russel (1966)
termasuk salah satu yang layak digunakan dalam menguji kestaKlan klon ubijalar.
MeMui penelitii Hii Bersaing Perguruan Tinggi, FMIPA IPB tehh
melakukan karakterisasi awal dan evaluasi pmdahuluan dalam tahun 1992 terhadap
253 klon ubijalar lokal Indonesia asal Sumatera, Jawa dan Irian Jaya.
berlangsung di Bogor Jawa Barat clan Manokwari Irian Jaya
Percotman
Sebanyak 110 klon
ubijalar lokal yang berpotensi untuk karakter daya basil, kualitas umbi, atau toleran
penyakit kudii diseleksi dan dievaluasi kembali di kedua lokasi yang sama &lam
tahun 1993 (Ehtam,
1993, 1994, 1995). Dari basil evaluasi tersebut, diseleksi 28
klon ubijalar lokal untuk dievaluasi pada rentang keadaan hgkungan yang lebih luas.
Evaluasi terhadap tanggapan spasial rnaupun temporal pada rentang keadaan
lingkungan yang luas dihrapkan dapat menyeleksi klon ubijalar sesuai dengan tujuan
penelitian.
Tujuan
Penelitii ini bertujuan :
1. Mempertelakan keragaman sifat morfologi, daya has& dan kualitas umbi 28 klon
ubijalar lokal untuk mehalt kemungkinan hubungan antar sit3 yang berkaitan
dengan daya adaptasi klon ubijalar terhadap lingkungaa
2. Mempelajari kodrat interaksi genotipe x lingkungan karakter daya has& kadar
bahan kering. karoten, protein, gula total, dan indeks panen
3. Menyeleksi klon ubijalar dengan kombinasi sifat daya hasii tinggi, kualitas urnbi
baik, tahan penyakit kudis, dan berperagaan stam untuk keadaan lingkungan
produkt'i kurang produktii, atau keduanya.
4. Mernpelajari makna seleksi klon tetua berdaya basil stabil terhadap pemuliaan
ubijalar.
Hipotesis
1 . Terdapat keragaman kestabilan daya hasil dan kualitas umbi klon ubijalar
lokal Indonesia
2. Klon ubijalar lokal stabil memiliki potensi daya hasil dan kualitas umbi di bawah
rata-rata umum
3. Dapat diseleksi Uon ubijaIar iokal unggul untuk daya hasil dan kualitas umbi serta
resisten penyakit kudis dam Elsinoe batatas.
TINJAUAN PUSTAKA
Potensi Ubijalar
Ubijalar merupakan salah satu tamman penghasil ksrbohidrat berproduksi
tinggi di dunia dan sebagai pangan penting bagi petani di sekiar seratus negara di
daerah tropik dan subtropik (Horton, Prain dan Gregory, 1989). Tanaman tersebut
dapat tumbuh dan berproduksi pada rentang kisaran keadaan hgkungan yang luas
termasuk lahan bermasatah dan kering (Ghosh
d.,1988).
Sekitar 90% luas tanaman ubijalar di dunia terdapat di Asia, 5% di Afiilca
dan 5% lagi di negara-negara lain Cina dengan produksi per tahun sekitar 100 juta
ton merupakan negara penghasil utama, diikuti Indonesia, Uganda, Vietnam, India
dan Jepang yang mengbasilkan sekitar satu sampai dua juta ton (Horton @ gJ., 1989).
Pada
umumnya
tanaman
m e n g h a s h karbohidrat.
ubijalar dipandang
Horton &
d.
sebagai
(1989)
tanaman
mengungkapkan
yang hanya
beberapa
keunggulan nilai nutrisi ubijalar dibandingkan dengan tanaman pangan W y a ,
terutama karena ubijalar menghasilkan kadar bahan kering dan energi yang dapat
dicerna tertinggi Walaupun kandungan protein umbi relatif rendah, kualitas
proteinnya tinggi sehingga menghasilkan jumlah protein tercerna cukup tinggi
pula (Tabel 1 ).
Umbi dan pucuk ubijalar merupakan sumber energi, mineral, protein, vitamin
A dan C yang sangat berharga.
Umbi mengandung 20-30 mg/100 gram asam
askorbat sedangkan kandungan pucuk untuk senyawa yang sama dapat lebih dari 100
mgI100 gram bahan segar. Kandungan tersebut lebih tinggi dari yang dirniliki tanaman
ubi-ubian fainnya dan beberapa tanaman sayuran utama Kultivar ubi-
berdaging
umbi jingga mengandllng S-karoten tinggi, sehingga dapat mencegah Illesalah
kekurangan vitamin A (xeroptalxnia).
Selain itu ubi rebus merupakan sumber yang
cukup b d c uIltuk thiamin (0.09mg/100 g). nibovlafin (0.06 @lo0
mg/I 00 g), d a n K (243 4
1 00 g), P (47mg/100 g), Fe (0.7 4
g), niacin (0.6
1 OO), Ca (32 rng/100
dengan yang terkandung di dalarn nasi berturut-turut sebanyak 0.02
g) d-l
mg/100 g, 0.01 mg/100 g, 04 mg/IOO g, dan 28 mgf1OO g, 28 mg/100 g, 0.2 rng1100
g, 10 mg/lOO g.
Tabel 1. Nilai produksi, energi dan protein tercerna beberapa tanamao
pangan (Horton, eta,1989)
Tanarnan
KentUbijalar
Singkong
Padl
pisang
-%
tzmah
Bahan Kering
Energi Tercema
(tma)
(juta kkal/ha)
2.3
4.0
3.4
2.6
1.5
0.9
7.1
12.6
7.3
7.1
3.9
4.1
Protein Tercerna
@a)
1%
187
32
130
36
190
Selain sebagai pangan, ubijalar sangat berpotensi sebagai pakan maupun bahan
baku iedustri
Potensi untuk bahan baku i n d b d i p e n g d oleh keragaman
komposisi kandungan kimia umbii Komposisi kimia umbi ubijalar sangat beragam
tergantung pada kultivar, iklirn, umur panen dan lama penyimpanan setem panen
(Collins, 1988). Dikemukakan bahwa kadar bahan kering umbi berkisar antara 14.7-
9
39.9%, sedan-
protein 0.5-10.4% pati 8-29%, gula total 5.6-46.8% dan minerd
0.9-1.4% bahan kering.
W u m merupakan mineral utama di dalam ubijabr.
Kandungan mineral K, P, Ca, Mg, Na, S, dan Fe di dalam umbi berturut-turut 373,
49, 30, 24, 13, 29, dan0.8 mgll00 g.
Kadar gula umbi merupakan s a h h satu War penentu kuaIitas ubijalar untuk
tujuan kegunaan tertentu. Penelitian AVRDC (1983) terhadap sernbilan kultivar yang
berkadar gula 13.8-28.2% menunjukkan sukrosa merupakan gula utama (9.5-17.3%),
sedangkan glukosa (0-2.0%), manosa (0-4.9%), arabiiosa ( 0 4 % ) dan rafinosa (01.1%) ditemukan dalam jurnlah sedikit.
Kadar B-karoten merupakan salah satu keunggulan ubijalar sebagai sumber
vitamin A. Dari total pigmen karotenoid di dalam ubijalar, Bkaroten mendcup 90%.
Varietas 'CentenieP dan 'Julian' yang b e r d a g i i jingga bextmut-turut berkadar karoten
30 041 IU (18.3 @lo0
g bahan segar) dan 40 000 IU (Wang, 1982).
Tepung ubijalar memiliki kegunaan yang sangat luas untuk keperluan industri
kbk% h-nmi, pangan, minumao non dkohol, dan kosmetik (Collins, 1984). Setiap
100 kg tepung dapat menghasilkan 14.5 liter etanol, d
i
i dengan 11.4 liter
dari kentang, 11.9 liter dari gula bit, dan 17.6 liter dari gandum Produksi ubijalar
tiap hektar Iebih tinggi dari pada jenis-jenis tanaman tersebut sehingga sangat
berpotensi sebagai penghasil etanol (Clark dan Moyer, 1988).
Di Jepang dan Taiwan tepung ubijalar diolah menjadi gula W o s a untuk
produk industri minuman seperti sprite dan coca-cola Untuk m m g h a s j i satu ton
gula fivktosa diperlukan 800 kg tepung ubijalar (Soenajo, 1984). Di Fipina telah
diproduksi minuman ringan dari gula W o s a ubijalar dengan warna aLuni jmgga
dengan kadar karoten 2000 IU (Truong dan Fermentira, 1988).
Butiran tepung ubijalar berbentuk poligon dan berukuran 10-25 p a Kadar
amilosa berkisar antara 18-22s. Tepung ubijalar dapat membentuk gelatin stabil
dengan daya rekat tinggi dan memenuhi baku mutu untuk produksi makanan, industri
biskuit, atau konveksi (Ghosh
a d.,1988).
Penyakit Kudis Ubijalar
Penyakit kudis ubijalar pertama kali dilaporkan dari Taiwan dalarn tahun 193 5 .
Agen penyebab kudii daun adalah cendawan Elsinoe batatas (stadia imperfektii
Sphacelorna batatus Saw.) (Jenkins dan Viegas, 1943). Persebaran penyakit kudis
diketahui telah meluas di Pasifik, Asia Tenggara, Jepang, Cina, Nigeria, B r a d dan
Meksiko (Wilson, Taofatofk, Pole dan Smit, 1988). Diperkidcan penyakit ini akan
teknologi intensif berskala
lebih mengganas apabii pembudidayaan mebesar untuk tujuan ekommi (Clark dan Moyer, 1988).
Cendawan Elsinoe batatus menyerang batang, tangkai dan tulang daun, dan
helai daun mu& tansman ubijalar.
Serangan penyakit menianbdkan gejala bercak
kudis berwarna keabu-abuan sampai coklat tua
Bila serangan berat, daun mu&
rnenggulung, mengeriting dan tumbuh kerdil, serta tangkai dam dan pucuk batang
terpilin (Sajise dan Capuno, 1990).
11
Kerugian yang ditimbuIkan berupa penurunan produksi umbi 20-50% pada
klon ubijalar rentan (Goodbody, 1983; R;unsey, Vawdrey, clan Hardy, 1988; Wilson
et
-
d., 1988).
Percotman di Papua Nugini menunjukkan bahwa penyakit kudis
rnenurunkan jumlah umbi 45 %, bobot umbi 26.5 %, produksi total 57 % dan umbi
yang &pat dipasarkan 34 % (Goodbody. 1983; Kanua dan Floyd, 1988).
Di
Indonesia klon ubijalar rentan yang terserang kudii menurunkan produksi sebesar
30% (Soenarjo, 1984).
Pendekatan pemuliaan ke arah varietas resisten sangat diutamakan (Wilson
al.,
-
1988).
Ketangkaan informasi pola pewaxisan genetik ketahanan dan keragaman
tkiologi cendawan Elsinoe batatas merupakan faktor penghambat ubma pemuliaan
ubijalar tahan kudis (Sajise and Capuno, 1990).
Seleksi ketahanan pada taraf kecambah biji hasil silangan dengan inokulasi
buatan Elsinoe baratus dalam program pemuliaan ketahanan di Tonga menunjukkan
pemisahan 32.5% sangat teriufkksi 27.5% terinfeksi sedang. dan 40% tidak terinfeksi
(Wilson
d.,1988).
Hasil tersebut rnenunjukkan bahwa petuang untuk merakit klon
ubijalar resisten penyakit kudis cukup terbuka
Studi Genetik dan Pemuliaan Ubijalar
Studi
genetik
rnengungkapkan
bahwa
terhadap
ukuran
beberapa
batang
sat
pendek
mofiologi
tanaman
ubijalar
dominan terhadap panjang,
menunjukkan tipe tanaman tegak dominan terhadap tipe tanaman menyebar.
S&t
tanaman berbunga dominan terhadap yang tidak berbunga.
Pigmentasi htang,
tangkai daun dan daun dominan terhadap yang tanpa pigmentasi (Pook, 1952).
Daghg umbi putih dominan tidak pen& terhadap yang b e r m Pi-
daging
umbi dikendalhm oleh beberapa gen aditif (Hernandez, Hernandez, Constantin dan
Miller. 1965).
Daya hasi dan jumlah umbi per tanaman berkorelasi positif (Warid, Dahmani
dan Kushad, 1976). Kadar bahan kering berkorelasi positif dengan kadar pati umbi
(Jones, 1977). Kadar pati d i n g m u h i secara aditif oleh poligen ( S a w 1964). Jones
(1986) mengungkap bahwa kadar bahan kering berkorelasi positif dengan daya hasil,
warna daging
umbi kadar gula, dan pati. Kadar protein berkorelasi negatif dengan
daya hasii
tetapi berkorefasi positif dengan kadar karoten. Dengan demikian
pemuliaan ubijalar &pat diarahkan untuk merakit varietas dengan daya hasil dan
kadar pati tinggi atau h
t a s dengan kadar protein dan karoten tinggi,
dan keduanya
memiliki kadar bahan kering tinggi.
Kadar gula umbi ubijalar dipengaruhi okh kehadiran enzim 8-amilase. Rasa
umbi manis disebabkan oleh keaktii enzim tersebut yang menghidrolisis pati
menjadi maltosa selama umbi disimpan atau diolah Klon ubijalar beragam dalam sifat
rasa manis.
Penelitian Kumagai, Umemura, Baba dan Iwanaga (1991) meng-
unghpkan bahwa pewarkan sifat rasa manis yang diukur dengan kebadiran enzim Bamilase dikedaljkan oleh satu ale1 resesz d i s d dengan #-urn.
Dikemukalran pula
bahwa ale1 @-am terdapat dalam kkuensi yang tinggi di dalam plasma nut%
13
ubijalar.
Pernuliaan ubijalar ke arah rasa manis rnaupun tidak manis relatif mudah
dilakukan.
Hammet, Heinande d a . Miller (1966) mengemukakan bahwa keragaman
kadar serat umbi d i p e n g d oleh dua gugus gen, satu mengedakan kehadiran serat
dan yang lainnya mengersdalikan ukuran serat. Ukuran serat dikendalikan oleh
beberapa gen dominan yang diwariskan secara sederhana.
Kadar serat total
dikendalikan oleh beberapa gen yang terpaut dengan gen-gen ukuran sera.
Constantin, Jones, dan Hernandez (1 977) rnengernukakan bahwa pemberian
kalium 0-140 kgha di empat lokasi percobaan lebih berpengaruh terhadap komponen
kualitas umbi dlkdingkan dengan pemberian fosfat 0-73.90 kgha.
pemberian kalium menuruDkan kadar bahan kering dan sedikit
*
Peningkatan
&&m
kadar
serat kasar. Pemberian pupuk K dan P bersarna-sama tidak mernpengaruhi kadar
karoten dan kadar serat kasar umbi. Dikemukakan pula bahwa walaupun terdapat
keragarnan, secara u m u m lokasi dan tahun tidak mempengaruhi kualitas umbi
Keterwarisan merupakan ukura. hubungan antara nilai enotipe dengan nilai
pemukan. Nilai keterwarisan
(h2) beberapa
sifat tanaman ubijalar tercantum dalam
Tabel 2. Keterwarisan diukur sebagai nisbah ragam &hat perterhadap total ragam fenotipe
genotipe
w>
(Vd.
Jones (1 986) memegasken bahwa nilai keterwarisan tidak mengukur siht yang
diingini, juga secara langsung tidak mengukur fkekuensi tipe tanaman yang buruk
terhadap yang baik. Selain itu, nilai keterwarisan yang tinggi tidak mengukur baik
14
buruk bahan pemuliaan, kecuali bahwa tetua superior cenderung rnenghasilkim zuriat
superior.
Tabel 2. Nilai keterwarisan (b2) beberapr sifnt ubijalar (Jones, 1986)
h2
Sifat
(Oh)
Daya Hasil
Bobot Umbi
Warna Kulit Umbi
Warna Daging Umbi
W a r Bahan Kering
Kadar Pratein
Kadar Serat
Panjang Batang
Resistensi
Cylas puncricollis
41
4 1-+4
44
81
66
53k14
65+12
57
81
60
84
Teknik
Statistika
Pustaka
Var-Cov
Regresi
Var-Cov
Var-Cov
Var-Cov
Regresi
Regresi
Var-Cov
Var-Cov
Var-Cov
Var-Cov
Jones, 1969
Jones, 1978
Li, 1975
Jones, 1969
Jones, 1969
Jones, 1977
Jones, 1977
Li, 1977
Jones, 1969
Jones, 1969
Hahq 1982
Analisis Kestabilan Genetik
Percobaan pengujian kuhivar di beberapa hghmgan yang berbeda mem-
bangkitkan data fenotipe daya hasi dan siht-siht lain yang diamati Data tersebut
muncuI sebagai & i t
perhunbuhan dan
pengaruh bersama faktor genetik dan Lingkungan selama
perkembangan tanaman. Saling pengaruh antara kedua faktor
tersebut dikenal sebagai interaksi genotipe x hgkungan (GxL) 50 %, dan K, < KK rata-rataumum
4. Analisis Gugus
Analisis gugus merupakan salah satu alternatif penunjang analisiis k e s t a b i
berdasarkan teknik regresi, terutama apabii banyak klon uji menunjukkan interaksi
genotipe x lingkungan sangat nyata (Ghaderi, Everson, dan Cress, 1980; Carver,
Smith dan England, 1987;
Hanson, 1994). Hasii anal%= gugus memberikan
gambaran u m u m tentang pengebmpokan klon b e r k k a n kemiripan tanggapan dan
menunjang seleksi tetua.
Strategi penggugusan berhirarki dengan jarak Euclides digunakan untuk
mengelornpokkan lokasi berdasarkan daya adaptasi klon dan pengelompokan klon
ubijalar ke dalam gugus dengan kemiripan
daya adaptasi terhadap hgkungan
Analisis gugus kdasarkan interaksi GxL dilakukan untuk mengelornpokkan Lokasi
(Ghaderi &
d.,1980; Carver
&., 1987). Setiap lokasi dinyatakan sebagai
satu
vektor yang mu-unsurnya khubungan dengan pengaruh interaksi GxL. Koefisien
jarak Euclides diiuga antar semua kemungkinan pasangan lokasi dalam satu ruang
berdimensi 30. Penggugusan dimulai dengan membentuk satu gugus dari dua lokasi
terdekat berdasarkan interaksi GxL dan d i i j u t k a n secara berumtan sarnpai mencakup semua bkasi clan rnernbentuk satu gugus tuggal.
Untuk mengelompokka.
klon berdasarkan kemiripan daya adaptasi, setiap klon dinyatakan sebagai satu vektor
yang unsur-unsurnya berhubungan dengan daya tanggap fknotipe dalam setiap 12
lingkungan tumbuh Koefisin jarak Euclides antar klon ubijalar diduga berdasarkan
mode1 geometri berdimensi 12.
Percobaan 2
Evaluasi Ketahanan Alarni Klon Ubijalar Terhadap Penyakit Kudis
Baban Taoaman
Bahan tanaman terdiri dari 30 klon ubijalar.
Untuk mendapatkan h b n
tanaman yang bebas kudis, umbi tiap klon uji ditanam di pot. Tiga tunas sehat dari
setiap poi dipertahankan untuk pengujian ketahanan alami.
Metode Percobsan
Percobaan berlangsung pada bulan November 1995-Februa~i1996. Sebulan
sebelum pot berisi tunas sebat d i p i i ke lapangan, tempat percobaan diianami
Kabsan untuk
klon ubijalar sangat peka, yaitu klon G-09, G-022, S-150, dan &etas
memperoleh gambaran tentang inokuhun alami dan sebagai sumber inokulutn Pot
den-
tanaman ubijalar berumur satu eengah butan (tinggi tunas s
e
w 25 cm)
ditempatkan di sela bedeng sumber inoLculum Penataan mengjkuti mncangan acak
kelompok dengan tiga ulangen Pengamatan dilakukan terhadap perkembangan
j&
bercak yang terarnati di batang setiap hari selarna 100 hari Data &ringkas
rnenjadi pengarnatan berkala lima hari.
Serangan kudis dinyatakan dalam %
mengikuti metode Sajise dan Capuno (1990) yang dimow.
Lima
skala dipakai,
0-10 bercak/30 cm, 11-20 b e r c a 3 0 cm, 21-30 bercak/30 cm, 31-40 bercaW3O cm,
dan jumlah di atas 41 bercaW30 c m batang berturut-twut menggambsrkan tingkat
serangan 0-20%, 214%
4 1,-60%, 6 1-80% dan diatas 800/0Analisis Data
Dua peubah digunakan untuk me&
taraf
ketahanan
kton, yaitu laju
perkem- bangan penyakit kudis (Nilai-r) dan daemh di bawah kurva laju
perkemberngan penyakit ( N i - A ) (Singh dan Rao, 1989). Nilai-r dan nilai-A dihitung
sebagai berikut (Broscious, Pataky, dan Kirby, 1987):
r = l/(t,,
- t,)[logit X,, - logit X,),
ti adakh waktu pengamatan ke-i setelah tanggal pengamatan pertama (hari)
dan Xi adalah persen serangan kudii pada pengamatan ke ti.
Seieksi Klon Ubijalar Loknl
Seleksi d
i
i
s e h h untuk rnemperoleh
klon ubijaiar stabd, juga
untuk
penampilan karakter daya Mil dan kualitas umbi di atas rata-rata unmm serta tahan
penyakit
M
i
.Sekksi
simultan d
i
i terhadap peubah kestabih d m rataan
daya has& kadar bahan kering, protein, gula total, karoten, dan ketahanan penyakit.
Hasil seleksi simultan digunakan untuk menentukan klon lokal yang berperagaan kbih
baik dari pada varietas pembatxhg di hgkungan kurang subur, lingkungan subur,
atau di kedua tipe ljngkungan tersebut.
HASIL D A N PEMBAHASAN
Lokasi Percobaan
Seleksi genotipe berdaya adaptasi luas telah menjadi sasaran umum pemuliaan
tanaman Kestabilan genotipe berdasarkan konsep agronomi untuk karakter tertentu
dijadikan ukuran untuk menilai daya adaptasi d a . menyeleksi bahan genetik.
Percobaan ini bertujuan menilai kestabilan beberapa karakter ekonomi klon ubijak.
Seleksi terhadap k e s t a b i i klon &&an pemuliaan akan lebih berdayaguna apabii
dilakukan pada rentang keadaan lingkungan yang beragam
Pertimbangan untuk
memilih jumlah lokasi atau ternpat pengujian serta musim tanam dipengaruhi o b h
tujuan dan strategi pendekatan pemuliaan yang akan diterapkan dan berkaitan dengan
bentuk tanggap lingkungan yang diharapkan. Keputusan yang
diambil mem-
pertimbangan faktor keragaman lingkungan dan harapan bagaimana klon akan
b e ~ t e r a k s idengan -or
lingkungan.
PenampiIan klon di suatu lingkungan dan
tanggap yang dl'berikan terhadap perbedaan satu atau beberapa aspek lingkungan
diperlukan untuk mengidentifikasi klon yang bernilai komersial atau digunakan sebagai
balzan genetik daIam program pemuliaan.
Karena itu pengungkapan keragaman
hgkungan tempat pelaksanaan percobaan sangat penting.
Keragamaa Lingkungaa Percobaan
Enarn lokasi, tiga di Irian Jaya dan tiga di Jawa Barat terpilib menjadi tempat
percobaan.
Percoban dilaksanakan selarna dua m u s h tanam di tiap lokasi.
Perbedaan jarak letak petak percobaan antara musim tanam pertama clan kedua di
lokasi Pacet sekitar 20 meter sedangkan di lokasi lain kurang dari lima meter. M u s h
tanam pertama berIangsung dari pertengaban bulan Agustus sampai dengan Desember
1994 dart diharapkan mewakili periode musirn kering. Musirn tanam kedua dari bulan
Januari sampai dengan April 1995, d i p k a n sebagai periode b a . Keadaan urnurn
lokasi percobaan meneakup kedudukan geografi, elevasi dan jenis tanah di lokasi
percobaan tercantum dalam Tabel 3.
Tabel 3. Kedudukan geografi, elevasi dan jenis tanah enam lokasi percobaan
Lokasi
Sandi
Kedudukan
BT
LS
Elevasi
(m dpl)
KP. Pacet
PCT
107'.001
6.0'.44.01
106*.45'
KP. Muam
MRA
6.0°.45.0'
106'.45'
6.0*.30.0'
KP. Darmaga
DMG
13S0.59'
KP. Wameoa
0.4'. 0.4'
WMN
MGP
134'.05'
0.4". 0.5'
KP. Manggoapi
133*.10'
0.0'. 0.4'
KP. Prafi
PRF
Sumber : Stasiun iklim di tiap lokasi ~ercobaan
BT = Bujur ~ i m u rLS
, = Lintang Selatan
dpl = di atas permukaan laut
Dua lokasi percobaan betternpat di dataran tin&
1150
260
250
1550
110
45
Jenis
Tanah
Andosol
Latosol
Latosol
Inseptisol
Alfiil
Entisol
yaitu Wamena di Irian Jaya
clan Pacet di Jawa Barat, berturut-turut berelevasi 1550 dan 1150 meter di atas
permukaan laut. Lokasi h y a bertempat di dataran rendah dengan kisaran elevasi
45-260 meter di atas permukaan laut. Data hasid analisis kesuburan
tanah di lokasi
percobaan dan data iklirn selama percobaan berlangsung disajikan berturut-turut dalam
Tabel 4 dan Tabel 5.
Tabel 4. Data kesuburan taaab di tiap lokasi percobaan
r
P-tersedia
Basa dapat ditukar
(Bray Oben)
p H C-organik
(H,O) (Walker &
Black)
Lokasi
Ca
(%I
KP.
KP.
KP.
KP.
KP.
KP.
L
Pacet
Muara
Darmaga
Wamena
Manggoapi
Pmfi
4.73
5.45
5.50
7.45
6.55
5.55
I
@Pm>
0.62
0.52
1.55
4.26
2.62
0.66
I
1
.....
I
I
I
....,
2.50
3.83
5.50
0.99
2.33
1.67
7.60
11.90
12.60
38.20
19.40
10.40
2.5
2.4
0.7
3.2
20.6
15.7
I
M g I K ~KTK
(me1100 g)
0.85
0.97
1.08
0.18
0.13
0.32
I
24.3
25.9
32.7
27.2
233
175
I
I
Catatan : Dianalisis di Labomtorium Jurusan Tanah, Faperta IPB.
Analisis komponen utama terhadap data peubah h g k m g a n fisik kesuburan
tanah dan iklim dilakukan untuk melacak keragaman lingkungan percobaan dan
mengelompokkannya berdasarkan kemiripan aspek
komponen utama terhadap rnatriks ragam--am
ragam pada komponen utama pertama sangat tinggii
hgkungan. Hasil analisis
data hgkxmgan menunjukkau
Sumbangan kedua komponen
m a m a pertama terhadap keragaman totd mencapai 99.9%.
Korelasi antara peubah awal dan komponen utruna terkait digunakan untuk
rnengungkap peubah yang memberikan sumbangan berarti bagi keragaman b g k u g a n
Korelasi antar peubah dengan komponen utama tercantum dalam Tabel 6.
U r n
hara, M g , K, dan iklim, jumlah curah hujan (CH), hari hujan (HH), suhu minimum
(T-minimum)clan maksimum (T-maksimum) di tiap lokasi merupakan komponen
utama yang rnembedakan lingkungan percobaan. Ju&
curah hujan dan hari hujan
mernberikan sumbangan terbesar pada komponen utama pertama dan kedua. Kedua
unsur tersebut lebih diutamakan dalam menguraikan lingkungan percobaan.
Tabel 5. Total curab hujan dan jumlah hari hujan empat bnlan, rataan subu
minimum dam maksimum, dan lama penyinarctn hanan d i tiap
Liugkungan
CH
fmm)
Lingkungan
1. KP. Pacet '94
2. KP. Pacet '95
3. KP. Muara194
4. KP. Muara '95
5. KP. Darmaga '94
6. KP. Darmaga '95
7. KP. Wamena '94
8. KP. Wamena '95
9. KP. Manggoapi '94
10. KP. Manggoapi '95
11. KP. Prafi '94
12. KP. Prafi '95
HH
T-min
('3
T-maks
("C)
LPM
(Ye)
1
1391
(
59
Sumber : Stasiun iklim di tiap lokasi percobaan.
CH = c u r a h huja;, ~ F I = j " m l a hhari hujan,
T-min = suhu minimum, T-maks=suhu maksimum,
LPM = lama p e n y i n a r ~ n l h a r i
G r a pola persebaran curah hujan clan jumlah hari hujan b u h a a selama
percobaan tercantum dalam Gambar 1. Gainbar
1A memperlihatkan bahwa di
awal periode musim tanam pertarna, 1994/1995, percoban berlangsung pada bulan
yang relatifkering. J u m h h curah hujan selama kurun waMu empat bulan percobam di
lokasi Pacet, Wamena, Manggoapi, d m Prafi berkisac antara 526-775 mm, lebih
rendah dibandingkan dengan di lokasi Muara dan Dannaga yang mencapai jumlah
1135 mm dan 1706 mm Di m u s h tanam kedua, lokasi Muara dan Darmaga tetap
rnenunjukkan total curah hujantertinggi selama empat bulan pelaksanaan percobaan,
berturut-turut 1625 mm dan 1457 mm Curah hujan terendah pada periode yang sama
terjadi di lokasi Wamena dan Praf3, berturut-turut dengan 919 mm dan 1081 mm.
JumIah hari hujan total di tiap lokasi selama ernpat buian m u s h tanam pertberkisar antara 43-71 hari+ Sedangkan untuk mush tanam kedua, kisarannya 59-101
hari.
Tabel 6. Korelasi antar peubab lingkungan dengan kedua
komponen utama pertama
Peubah
Lingkungan
PH(H,O)
C-Organik
P-tersedia
Ca
M g
K
KTK
CH
HH
T-minimum
T-maksimum
LPM
Klasifikasi Lingkungan Percobaan
Komponen Utarna ( C )
1
2
-0.4776
03128
-0.4458
0.4807
-0.4853
-0.4577
-0.4229
0.5039
0.6516
0.4245
0.7044
-0.0315
0.3909
0.1526
0.9900
-0.0013
0.4513
0.8526
0.0712
-0.6273
0.1861
-0.7418
-0.5166
-0.6965
1
f
E
600
--
500
--
Z
I
loo
Aug Sep OM
Nov Des Jan Feb Mar
Apr
I
I
25
i
3
m
29
I
C
15
Ic 10
1
I s 5
OMGP
0
I
Gambar 1. Grafik curafi hujan (A) dan hari hujan (B) bulanan di tiap
lokasi percobaan
terbobot Euclides. Dendrogram kelompok lingkungan percobaan berdasarkan jarak
EucIides dan basii pemetaan skor komponen pertama (Cl) clan kedua (C2) ditampilkan
dalarn Gambar 2.
Kedua pendekatan memberikan has2 penggugusan yang serupa.
Pemotongan hirarki pada titik h i 18 (Gambar 2A) mengelompokkan 12 Iingkungan
percobaan ke dalam enam kelompok yang relatif berkemiripan Keragaman antarkelompok 63%. Hasil pengelompokan tercantum dalam Tabel 7.
Dengan ti&
memasukkan fdctor tinggi tempat dalam analisis gugus,
hgkungan Wamena atau Pacet di dataran tinggi tergugus dalam kelompok yang sama
dengan lingkungan percobaan di dataran rendah
L
i
a
n Wamena-94 ter-
kelompok dengan Lingkungan Manggoapi-94, Wamena-95 dengan Muara-94, Pacet-94
dengan Pr&-94,
dan Pacet-95 dengan Darmaga-95 dan Pr&-95.
Sedangkan
lingkungan Manggoapi-95 terkelompok tersendiri.
Tabel 7. Hasil peogelompokan lingkungangan percobaan
berdasarkan data iklim dao kesubumn tanah
No. Kelompok
1
2
3
4
5
6
14
15
16
17
18
19
Lokasi Prcobaan
Pacet-94, Prafi-94
Wamena-94, Manggoapi-94
Warnena 95, Muara-94
Pacet-95, Darmaga-95, Pmfi-95
Muara-95, Darmaga-94
Manggoapi-95
Tabel 7 rnemperlihatkan bahwa antar musirn tanam di satu lokasi tidak tergabung dalam satu kelompok.
Hal ini menandakan m u s h tanam pertama relatif
berbeda dengan rnusirn tanam kedua di masing-masing lokasi percobaan. Kelompok
18 berdasarkan skor komponen utama (Gambar 2B) terdiri dari lingkungan Muara-95
dan Darmaga-94 k c i r i jumlah curah hujan relatif tinggi s e w percobaan
berlangsung. Sedangkan kelompok 15 yang terdiri dari lingkungan Wamena-94 dan
Manggoapi-94, bercm jumlah curah hujan relatif reladah
Dari hasil pengelompokan dengan jar& Euclides dan slcor komponen utama
disimpulkan bahwa lingkungan tempat percobaan cukup beragam.
Pacet-95 dan Darmaga-95 di Jawa Barat yang tergabung &lam
Lingkungan
satu kelornpok
(kelompok 17) dan berkemiripan dalarn hgkungan fisik kesuburan tanah, jumlah
curah hujan dan hari hujan, tetapi sangat berbeda &lam elevasi, &pat digunakan
untuk memperoleh garnbaran tentang tanggap klon terhadap tinggi ternpat untuk
karakter yang diamati di lokasi iawa Barat.
Keragrmman Morfologi Klon Ubijalar
Pemuliaan tanaman bertujuan pada upaya memperbaiki kuantitas dan kualitas
tanaman budidaya.
Keragaman plasma nut%
rnenyeleksi b h a n genetik.
merupaican syarat utama untuk
Klon-klon ubijalar lokal yang digunakan sebagai bahan
genetik dalam percobaan ini berasal dari beberapa dnerah di Indonesia yang perlu
diungkap keragamannya Informasi tentang keragannrn diperIukan pula untuk
m e n g k l a s i i i klon ubijalar untuk tujuan pemuliaan.
rnemberikan gam-
Hasil m
i akan
tentang derajat hubungan antar kion u b i . di dalarn populasi
bahan percobaan. Karena tanaman ubijalar bertaraf heksaploid, tiap klon berderajat
19
16
15
18
17
KELOMPOK LINGKUNGAM
Gambar 2. Dendrogram Jarak Euclidea (A) dan Kefompok Lingkungan Percobaan
Berdasarkm Skor Komponen UtPnu. (B)
heterosigositas tinggi. Pengungkapan derajat hubungan antar klon ubijalar di dalam
populasi bahan percobaan memiliki makna penting dalam merancang strategi
pemuliaan, terutama untuk pengbibridan. Klon-klon berkerabat dekat cenderung me-
miliki kerniripan genetik. Upaya untuk mernasukkan satu atau dua karakter penting
tertentu dan rnempertahankan karakter penting lainnya yang telah dim=
suatu klon
ubijaIar akan lebih tepat guna apabiia penghibridan dilakukan antar klon berkerabat
dekat.
Keragaman Karakter Kualitatif
Analisis Korespondensi
Deskripsi tujuh belas karakter kualitatif morfologi batang, daun dan umbi tiap
klon ubijalar hasit pengamatan dari percobaan di Kebun Percobam Muara tercanlum
dalam Tabel Lampiran 4. Data morfologi bunga tidak termasuk karena tidak semua
klon berbunga selama masa percobaan.
Analisis korespondensi terhadap data kualitat~f morfologi dilakukan untuk
memperoleh
gambaran tentang keragaman
klon.
Hasil analisis tercantum dalarn
Tabel 8. Ketiga komponen utama pertama memberikan sumbangan 57.1% dari total
keragaman. Karakter warna sekunder batang (WSB), tipe cuping d a m (TCD), jumIah
cuping daun (JCD), bentuk cuping daun tengah (BCT), pigmentasi tulang daun
abrtksial (PTA), clan warna daging umbi (WDU) menonjoI pa& komponen utarna
Tabel 8. Hasil analisis korespondensi uotuk deskriptor karakter kualitatif
morfologi 30 k l o m ubijalar
O/o
Sumbangam
ma daun dew-
,warna daun muda
A, pigmentasi tulang daun
m,pigmentasi tanghi daun
BUU, bentuk umum umbi
BPU, beotuk pewukaan umbi
WKU, warna utama kulit umbi
WDU, warna utama daging umbi
GDU, getab daging umbi
ODU, oksidasi daging umbi
0.4897
0.4364
-0.4678
0.1975
1.5068
-0.1570
0.2147
1.2218
0.4150
-0.7478
-2.5437
-0.8855
-0.8151
-0.1932
-0.7673
2.1163
-0.0034
-2.1179
0.9079
0.8041
0.7972
-
(WCTB), wama daun muda (WDM), pigrnent