Uji Ketahanan Aksesi Bawang Merah Samosir Terhadap Penyakit Layu Fusarium, Busuk Umbi dan Daya Hasilnya Dalam Rangka Penyediaan Bibit Lokal Unggul

I
1

153/ILMU HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN

LAPORAN T AHUNAN

SKIM : HIBAH BERSAING

14002356

UJI KETAHANAN AKSESI BA WANG MERAH SAMOSIR
TERHADAP PENY AKIT LA YU FUSARIUM, BUSUK UMBI
DAN DAY A HASILNY A DALAM RANGKA PENYEDIAAN
BIBIT LOKAL UNGGUL

I

Tahun ke 1 dari rencana 2 tahun
TIM PENELITI
l.Dr. Ir. HASANUDDIN, MS

NIDN 0008085812
2. PROF. Dr. Ir. ROSMA Y A TI, MS
NIDN 0017105806

UNIVERSITAS SUMA TERA UT ARA
Desember 2013

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Kegiatan

Uji Ketahanan Aksesi Bawang Merah Samosir Terhadap Penyakit Layu
Fusarium, Busuk Umbi dan Daya Hasilnya dalam Rangka Penyediaan
Bibit Lokal Unggul

Nama Lengkap
NIDN
Jabatan Fungsional
Program Studi
NomorHP

Sure! (e-mail)

HASANUDDlli
0008085812
Agroekoteknologi
[email protected]

AnggotaPencliti (1)
Nama Lengkap
NIDN
Perguruan Tinggi

ROSMAYATI
0017105806
UNIVERSITAS SUMATERA UT ARA

Institusi Mitra (jib ada)
Nama Institusi Mitra
Alamat
Penanggung Jawab


Tahun Pclabanaan
Biaya Tahun Berjalan
Biaya Kescluroban
セM@

'l


セNᄋ@

'" セ@

//
m・ョセ

,

セ@


\

:; c,."'"

Q ・エ。ィオゥ@

·"-If' Df:JO...N',FAKU\1 AS PERT
セ@

'0;.

I'

w •

セ セ@

'r

Mセ


」Nセ@



Tahun ke 1 dari rencana 2 tahun
Rp. 35.000.000,00
Rp. 100.000.000,00

usu

MEDAN, 16- 12-2013,
Ketua Peneliti,

セ@

セ イM」@
(HASANUDDIN)

,.. (PROF. D

nipセkQYUXPTS@

Uji Ketahanan Aksesi Ba\vang Merah Samosir Terhadap Penyakit Layu Fusarium, Busuk
Umbi dan Daya Hasilnya dalam Rangka Penyediaan Bibit Lokal Unggul
Hasanuddin dan Rosmayati
RINGKASAN
Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan yang sejak lama telah
diusahakan oleh petani secara intensif. Namun luas tanam dan produksi bawang merah di
Sumatera Utara terus turun dalam dekade ini. Kendala yang dijumpai pada petani bawang
merah di Sumatera Utara adalah kekurangan benih unggul dan gangguan hama dan penyakit,
terutama penyakit layu Fusarium busuk umbi.
Untuk penelitian ini, pada tahun pertama telah dilakukan isolasi jamur penyebab
penyakit layu Fusarium dan busuk umbi dari daerah sentra penanaman bawang merah
Samosir di Kabupaten Samosir, pengamatan mikroskopis karakteristik morfologi Jmu

Fusarium penyebab penyakit layu Fusarium dan busuk umbi, uji virulensi jamur penyebab
penyakit layu Fusarium dan busuk umbi, uji ketahanan aksesi-aksesi bawang merah samosir
terhadap serangan penyakit layu Fusarium dan busuk umbi,
Tujuan penelitian ini adalah Mendapatkan aksesi-aksesi bawang merah Samosir yang
tahan terhadap serangan layu Fusarium yang menyerang umbi bawang merah, mengevaluasi

penampilan dan potensi daya hasil aksesi-aksesi bawang merah samosir, menentukan
variabilitas genetik dan fenotipik, menentukan heritabilitas karakter-karakter penting, dan
menentukan korelasi antar berbagai karakter penting dengan ketahanan dan daya hasil aksesiaksesi bawang merah samosir.
Dari penehtian yang telah dilaksanakan. telah diperoleh isolat Fusarium oxysporum
virulen terhadap bawang merah Samosir, dari hasil pengamatan mikroskopis isolat Fusarium

oxy.sporum membentuk mikrokonidia, klamidospora, dan hifa tipe kawin. Uji ketahaman
aksesi bawang merah Samosir diperoleh 6 aksesi bawang merah Samosir yang repatif tahan
terhadap serangan F. oxy.sporum yaitu aksesi-aksesi Lumban Suhi Dolok, Huta Ginjang,
Parsaoran, Lumban Suhitoruan, Cinta Maju, dan Simarmata, aksesi-aksesi ini berpotensi
untuk diekstark menjadi bibit unggul lokal Samosir yang toleran terhadap serangan penyakit
layu Fusarium dan busuk umbi dengan daya hasil tinggi.

Kata Kunci : Bawang merah Samosir, Tahan penyakit layu Fusarium, Bibit lokal unggul

PRAKATA
Naskah ini merupakan Laporan Tahunan Penelitian Hibah Bersaing BOPTN Tahun
Anggaran 2013, dengan Judul Penelitian Uji Ketahanan Aksesi Bawang Merah Samosir
Terhadap Penyakit Layu Fusarium, Busuk Umbi dan Daya Hasilnya dalam Rangka
Penyediaan Bibit Lokal Unggul. Dengan selesainya laporan kemajuan Penelitian ini Tim

Peneliti mengucapkan syukur kehadirat Allah SWT atas segala nikmat yang telah
dilimpahkan sehingga bagian tersulit dari pelaksanaan penelitian ini dapat diselesaikan.
Penelitian ini dibiayai oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan RI sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Penugasan
Penelitian Hibah Bersaing Tahun Anggaran 2013, dengan kontrak Nomor:
426/UNS. !.R/KEU/2013 Tanggal 03 Juni 2013.
Atas terselenggaranya Penelitian Hibah Bersaing BOPTN Tahun Anggaran 2013 ini,
Tim Peneliti mengucapkan terimakasih kepada Rektor Universitas Sumatera Utara atas
kepercayaan dan peluang yang diberikan kepada Tim Peneliti untuk mendapat pembiayaan
dalam penelitian ini. Tim Peneliti juga mengucapkan Terimakasih kepada Ketua Lembaga
Penelitian USU yang telah memberi arahan bagi terselenggaranya penelitian ini.
Bagaimanapun dalam penyelenggaraannya, penelitian ini mendapat hambatan yang
cukup berarti mengingat waktu yang terbatas sesuai dengan kontrak penelitian sedangkan
keadaan yang terjadi di lapangan telah dijumpai hal yang tidak bisa terhindarkan yaitu
terjadinya musim kemarau yang panjang di daerah penelitian sehingga petani terpaksa
menunda wak1u tanam bawang merah, sedangkan penelitian harus dia\vali dengan kegiatan
isolasi patogen yang seyogyanya hanya dapat dilakukanjika tanaman ada di lokasi penelitian,
dengan kejadian ini penelitian yang seharusnya dimulai sejak bulan Juni/Juli 2013 terpaksa
tertunda sampai minggu ke tiga bulan Agustus 2013. Namun dengan dkungan banyak pihak
penelitian telah dapat diselesaikan.

Semoga penelitian memberi manfaat sebagaimana diharapkan, baik sebagai materi
pengajaran maupun materi pengabdian dan sumbangan terhadap ilmu pengetahuan.

Desember 2013,
Tim Peneliti

ii

DAFTAR lSI

Halaman
RINGKASAN
PRAKATA
DAFTAR lSI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
BAB 1
PENDAHULUAN ........................................................................... .
1. 1 La tar Belakang . ... . . .. ... . .. ... .. . .. . .. . .. .. ..
............................... .

................. .
1.2 Perumusan Masalah ...
1.3 Rekam Jejak Penelitian ............................................................... .
BAB2
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... .
2.1 Bawang Merah (Allium cepa) .................................................... .
2.2 Keragaman Genetik Tanaman Bawang Merah .......................... .
2.3 Penyakit Bawang Merah ............................................................ .
BAB3
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
BAB4
METODE PENELITIAN ................................................................. .
3.1 Tern pat dan Waktu Penelitian ................... ......... ........................
3.2 Bahan dan A1at ........................ ... ...................... ..... ....................
3.3 Metode Penelitian . .. . ... .. ... . . ..
. . . .......................................... .
BAB5
HASIL DAN PEMBAHASAN .. . . .. .. .. . .. .. . . . .. .
. ......................... .
5.1 Isolasi Jamur Patogen

5.2 Karakteristik Morfologi lsolat Fusarium
5.3 Uji Virulensi Isolat Fusarium
5.4 Uji Ketahanan Aksesi Bawang Merah Samosir
BAB6
RENCANA T AHAPAN BERIKUTNYA
BAB7
KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... .
DAFTAR PUSTAKA. ....................................................................... .
LAMP IRAN

II
Ill

IV
\'

2
3

6
6
8
9
12
13
13
13
13

15
15
19

20
21
24
25
26

iii

DAFTAR T ABEL
No. Tabel
1.1

5.1

5.2

Judul Tabel

Hal.

Luas tanam, produksi, dan produktifitas bawang merah Sumatera Utara tahun
2002-2004 dan 20 l 0-2011 ............................................................................ ..
Karakteristik morfologi isolat Fusarium penyebab busuk umbi/layu Fusarium
pada bawang merah ......... .. .. .. .. .. .. ..................... .... .. .. .. .. .. ...... .. .... . .. ............

Keparahan penyakit layu Fusarium atau busuk umbi pada aksesi
bav.ang merah Samosir (%) ................................................................. .

19

21

iv

DAFT AR GAMBAR

No. Gambar
l.A

l.B

Judul Gambar
Tanaman bawang merah di lahan menunjukkan gejala serangan
penyakit layu Fusarium. ........................ .... .. ...... ......... .. .. .. .. ...... ..... .. .

Hal
17

Setelah rumpun dicabut terlihat bagian akar, umbi dan pelepah
membusuk .......... .

17

2.

Pelepah daun bawang merah bagian luar menunjukkan gejala nekrotik ...

18

3

Isolasi Fusarium dari kompleks jaringan terinfeksi dengan teknik umpan
dan kaca slaid mikroskop ..................................................................... .
Makrokonidia dan mikrokonidia .. . .. ... .... ... ... .. .... .. . ...... .. .. .. .. .... . ... ..... ..
lnterkalar klamidospora ..... .... .. .. .... .. .. .... .. .. .. .. . .. .... .. .. .. .. .. .... ... .. ... .. .. .... .
Kepadatan mikrokonidia Fusarium isolat C .. .... .. .... .... .... . .. .. ... ..... .. .. .. .. ..
Hifa tipe kawin (mating) Fusarium isolat D dan E ................... ....... ... .. .

18

4.A.
4.B
5
6

20
20
20
20

v

BAB l. PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan yang sejak lama telah
diusahakan oleh petani secara intensif. Komoditas sayuran ini termasuk ke dalam kelompok
rempah tidak bersubstitusi yang berfungsi sebagai bumbu penyedap makanan serta bahan
obat tradisional. Komoditas ini juga merupakan sumber pendapatan dan kesempatan kerja
yang memberikan kontribusi cukup tinggi terhadap perkembangan ekonomi wilayah
Bawang merah dihasilkan di 24 dari 33 propinsi di Indonesia. Propinsi penghasil utama
bawang merah, yang ditandai dengan luas areal panen di atas 1.000 hektar per tahun adalah
Sumatra Utara, Sumatra Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa
Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi Selatan. Sembilan propinsi ini menyumbang
96,5% (Jawa = 79%) dari produksi total bawang merah di Indonesia pada tahun 2004. Namun
luas tanam dan produksi bawang merah di Sumatera Utara terus turun dalam dekade ini
(Tabel 1), selain produktifitas masih jauh dari proyeksi produktifitas rata nasional 10,22
kw/ha. Kendala yang dijumpai pada petani bawang merah di Sumatera Utara adalah
kekurangan benih unggul dan gangguan hama dan penyakit, terutama penyakit Jayu dan
busuk umbi.
Tabel 1.1 Luas tanam, produksi, dan produktifitas bawang merah Sumatera Utara tahun
2002-2004 dan 2010-2011
Tahun
Produktifitas (kw/ha)
Luas Tanam (ha)
Produksi (ton)
9,29
2002
25.144
2706
2003
7,50
25.431
3391
2004
7,50
19.710
2628
2010
1379
6,83
9.413
8,64
2011
1408
12.175
Diolah dari berbagai sumber
Kabupaten Samosir adalah salah satu daerah penghasil bawang merah di Sumatera Utara.
Bawang merah Samosir mempunyai kualitas umbi yang baik terutama dari segi rasa dan
aroma yang sangat khas dan lebih menyengat. Memiliki rasa pedas dan aroma yang wangi,
warna lebih merah dan mengkilat, serta kandungan airnya lebih sedikit, tetapi ukurannya
lebih kecil dibandingkan bawang merah lainnya. Kemasyhuran bawang merah varietas
Samosir yang pernah menjadi kebanggaan daerah penghasil bawang di kawasan Danau Toba
kini hampir punah, dan ini sangat memprihatinkan. Padahal bawang merah sudah puluhan
tahun menjadi andalan Sumut, dan kini digantikan dengan varietas yang kualitasnya jauh di

bawah bawang samosir (Amara Sumut, 2012) Terjadinya pengalihan jenis bawang merah
dari varietas lokal ke varietas import dikarenakan rendahnya produktifitas dan reman
terhadap serangan hama dan penyakit.

Menurut Winarto, dkk. (20 10) pertanaman bawang

merah di sekitar kawasan Danau Toba tidak berkembang bahkan cenderung menurun akibat
serangan hama dan penyakit, teknik budidayanya masih tradisional dan belum menggunakan
varietas unggul.
Di sentra penanaman bawang merah di kabupaten Samosir banyak berkembang jenis
bawang merah yang berasal dari Jawa, Thailand, India dan jenis lokal unggul daerah yang
cukup berpotensi serta sesuai dengan agroekologinya. Varietas lokal terbentuk dari proses
adaptasi dan atau penyerbukan sendiri dalam kurun waktu yang lama, ditambah adanya
seleksi alam dan seleksi yang dilakukan oleh petani baik disengaja atau tidak telah
menimbulkan individu-individu yang memiliki ciri spesifik. Hasil penelitian yang dilakukan
dengan mengambil aksesi bawang merah di 6 kecamatan di Kabupaten Samosir di peroleh
keragaman karakter bentuk umbi, warna kulit umbi dan berat 100 umbi, keragaman terhadap
karakter berat umbi muncul dikarenakan adanya perbedaan ekologi tempat penanaman ::tksesi
bawang merah samosir

(Rosmayati, dkk., 2012). Potensi genetik aksesi-aksesi tersebut

belum teridentifikasi, oleh sebab itu perlu dilakukan evaluasi terhadap ketahanannya terhadap
penyakit-penyakit utama yang menyerang umbi bawang merah Samosir, karakter-karakter
morphologi dan komponen hasil dalam rangka untuk menghasilkan

benih bawang merah

Samosir yang memiliki sifat-sifat unggul.

1.2 Perumusan Masalah
Di Provinsi Sumatera Utara khususnya Kabupaten Samosir, Humbang Hasundutan,
Simalungun dan Tapanuli Utara dikenal

sebagai daerah produsen utama bawang merah,

komoditas bawang merah unggullokal yang cukup dikenal di Sumatera Utara adalah varietas
lokal Samosir. Keunggulan varietas ini adalah mempunyai aroma yang khas, wangi dan
menyengat, warna lebih merah dan mengkilat, rasa lebih pedas, kandungan airnya lebih
sedikit meski ukurannya lebih kecil dibanding dengan varietas lainnya. Pada era tahun 70 an
bawang merah Samosir pernah mengalami kejayaan sehingga dapat di exspor ke negaranegara tetangga, bahkan pada era tersebut banyak bibit bawang merah yang di eksport ke luar
daerah khususnya ke Pulau Jawa (http://www.samosirkab.go.id, 2012), namun sekitar tahun

2005, pertanaman bawang merah di Kabupaten Samosir dan sekitarnya banyak terserang
penyakit dan hampir memusnahkan seluruh tanaman bawang merah, peristiwa ini
2

berlangsung beberapa tahun hingga membuat petani menjadi trauma dan meninggalkan
varietas lokal dan beralih ke varietas yang berasal dari Jawa, salah satunya adalah varietas
Bali. Disamping itu bawang merah lokal Samosir sendiri diperkirakan sudah ditinggalkan
oleh petani akibat sulitnya untuk memperoleh bibit. Bawang merah asal Samosir perlu
dibudidayakan kembali sebab struktur tanah di Samosir sangat cocok selain bawang merah
merupakan jenis produk tanaman unggulan di Samosir (http://www.samosirkab.go.id, 2012).
Untuk mengantisipasi masalah di atas salah satu usaha yang perlu dilakukan yaitu
mencari dan menggali varietas-varietas bawang merah yang mempunyai sifat-sifat unggul
terutama dalam hal produksi tinggi dan toleran terhadap penyakit utama yang menyerang
umbi sehingga varietas bawang merah tersebut mampu berproduksi dan menguntungkan
secara ekonomis.
Hasil penelitian

yang telah dilakukan menunjukkan

pengembangan bawang merah

samosir cukup potensial karena aksesi-aksesi bawang merah yang diperoleh dari 6 lokasi
pengamatan memperlihat ada keragaman karakter bentuk umbi, warna kulit umbi dan berat

100 umbi yang dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan bawang merah sehingga
diperoleh bib it unggul lokal (Rosmayati, dkk., 20 12) Namun aksesi-aksesi yang diperoleh
dari berbagai agroekologi disekitar Kabupaten Samosir belum diuji daya hasil dan
ketahanannya

terhadap

penyakit-penyakit

penting.

Pengujian

daya

hasil

m1

dapat

dimanfaatkan untuk mengevaluasi penampilan dan potensi hasil aksesi-aksesi bawang merah
samosir, menentukan variabilitas genetik dan fenotipik, menentukan heritabilitas karakterkarakter penting dan menentukan korelasi antar berbagai karakter penting yang semuanya
digunakan untuk Perbaikan potensi genetik dan Perakitan varietas unggul baru dan
penyediaan bibit berkualitas yang tahan terhadap serangan penyakit sehingga petani Samosir
dapat memperoleh bibit dengan mudah bila sudah tersedia pohon induk untuk dikembangkan
sebagai bibit unggullokal yang berkualitas.

1.3 Rekam Jejak Penelitian
Kebutuhan bawang merah di Sumut mencapai sekitar 73.000 ton per tahun. Karena itu, untuk
memenuhi kebutuhan terpaksa mengimpor bawang merah dari India, Pakistan dan China (Dinas
Pertanian SUMUT, 2007). Kualitas bibit bawang merah yang rendah selalu menjadi penyebab
rendahnya produktivitas di Sumatera Utara (BPTP, 2007). Kabupaten Samosir merupakan salah satu
kabupaten produsen bawang merah yang cukup tinggi di Sumatera Utara, khususnya di Kecamatan
Simanindo. Produksi yang diperoleh sepanjang tahun 2012 di Kabupaten Samosir berdasarkan angka
sementara (Asem) mencapai 12.288 ton. Per1u diteruskan upaya maksimal mengajak petani agar terns

3

membud1dayakan ba\\·ang merah di Samos1r agar produks1 b1sa dJtmgkatkan. ProduktJfitas ba,yang
mcrah samosir sampai saat bcrk1sar 88,9 b\intal per hektare m1 mas1h kalah Jauh dibandmgkan
dcngan produktifitas ba,,·ang merah dari Brcbes yang bisa mencapai 120 -

140 b\/ha

(http://\\lvw.mcdanbisnisdaily.com, 2013). Rendahnya produksi ba\Yang merah ini terkendala olch
faktor cuaca, bibit yang tidak berkualitas, belum digunakan varictas unggul

dan scrangan hama

penyakit (Winarto, dkk, 2010). Untuk meningkatkan produktifitas ba\\ang merah yaitu dengan
mcnggunakan bemh ungguL dukungan mgas1 dan pengendallan orgamsme pengganggu tanaman
Tahun 2013 pemerintah pusat melalui Dinas Pertanian Sumatera Utara (Distan Sumut)
telah mengalokasikan dana pengembangan bawang merah khusus di Kabupaten Samosir
sebesar Rp 3,045 miliar (http://www.medanbisnisdaily com, 2013). Menurut Kepala Bidang
(Kabid) Hortikultura Distan Sumut, Pengembangan bawang merah di Samosir ini untuk
meningkatkan produksi dan produktivitas serta mengembalikan kejayaan bawang merah yang
saat

m1

mengalami

penurunan

signifikan

akibat

serangan

hama

dan

penyakit

(http://\Vww.medanbisnisdaily.com, 2013). Sampai saat ini belum ada penangkar benih yang
menangkar bibit bawang merah. Akibatnya, petani kesulitan untuk mendapatkan bibit
bawang merah unggul berkualitas. Petani masih menggunakan sumber benih dari luar Sumut
seperti Jawa.
Persoalan lain adalah masalah organisme penganggu tanaman (OPT) yang menyerang
tanaman

bawah merah.

Adanya

serangan OPT membuat petani

kesulitan untuk

mengembangkan bawah merah, bahkan banyak petani yang mengalihkan tanamannya ke
komoditas lain yang bernilai jual tinggi seperti kopi.
Tingginya resiko kegagalan panen disebabkan karena adanya faktor pembatas dalam
budidaya bawang merah yaitu beratnya serangan hama dan penyakit yaitu hama Spodoptera

exigua, penyakit Alternaria, Fusarium, Antraknose (Duriat et a/, 1994). Salah satu upaya
untuk mengatasi masalah ini adalah menggunakan varietas unggul yang tahan terhadap
serangan hama-penyakit dan mampu berproduksi tinggi serta varietas tersebut disukai oleh
konsumen (Permadi, 1995).

Untuk mengantisipasi masalah di atas

perlu mencari dan

menggali varietas-varietas bawang merah yang mempunyai sifat-sifat unggul terutama
dalam hal produksi serta ketahanan terhadap hama dan penyakit utama sehingga varietas
bawang merah tersebut toleran terhadap serangan hama dan penyakit.
Data tentang keragaman karakter bentuk umbi, wama kulit umbi, berat 100 umbi jumlah
umbi, ketebalan kulit umbi, warna daging umbi bawang merah di kabupaten samosir sudah
diteliti (Rosmayati dkk, 2012). Keragaman karakter-karakter bawang merah samosir ini dapat
dimanfaatkan

untuk

mengevaluasi

karakter-karakter

mana

yang

mendukung

untuk
4

meningkatkan produktivitas dengan melakukan korelasi antara peubah-peubah agronomt,
morfologi, komponen hasil dengan hasil dan ketahanannya terhadap penyakit bawang merah
Karakter-karakter fenotipik yang diamati dapat juga digunakan sebagai dasar seleksi untuk
mendapatkan genotipa yang berproduksi tinggi.

5

Kabupaten Samosir terletak pada posisi geografis antara 2021 '38"
Lintang Utara dan 98024 '00" dan 99001 '48" Bujur Timur dengan ketinggian antara 904 s/d
2.157 meter di atas permukaan !aut.
Kabupaten Samosir merupakan daerah pulau yaitu seluruh Pulau Samosir yang
dikelilingi oleh Danau Toba ditambah sebagian wilayah daratan Pulau Sumatera. Luas
wilayahnya mencapai 2.069,05 km2, terdiri dari luas daratan 1.444,25 km2, topografi dan
kontur tanah yang beraneka ragam, yaitu datar, landai, miring dan terjal, dan luas danau
624,80 km2. Struktur tanahnya labil dan berada pada jalur gempa tektonik dan vulkanik.
Kabupaten Samosir diapit oleh 7 kabupaten sebagai batas-batas wilayah yaitu, sebelah
utara berbatasan dengan Kabupaten Karo dan Kabupaten Simalungun, sebelah Selatan
berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Utara dan Humbang Hasundutan, sebelah Barat
berbatasan dengan Kabupaten Dairi dan sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten
Sarno sir.
Daerah Kabupaten Samosir tergolong daerah beriklim tropis basah dengan suhu
berkisar antara 170C - 290C dan rata-rata kelembaban udara sebesar 85,04%. (BPS
Kabupaten Samosir, 2009).

2.1

Bawang Merah (Allium cepa)
Di Indonesia ada 10 propinsi produsen utama bawang merah, yaitu; Sumatera Utara,

Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara
Barat, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah, sedangkan di Sumatera Utara ada lima daerah
yang menjadi sentra produksi bawang merah, yakni Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan,
Simalungun, Samosir dan Tanah Karo (Dinas Pertanian SUMUT, 2007).
Kebutuhan bawang merah secara nasional terus mengalami peningkatan semng
dengan laju pertambahan jumlah penduduk. Tetapi di sisi lain produksi bawang merah
khususnya di Sumatera Utara belum dapat mencukupi kebutuhan. Kebutuhan bawang merah
di Sumut yang mencapai sekitar 73.000 ton per tahun masih memerlukan pasokan dari daerah
lain, yakni Kabupaten Brebes atau impor dari luar negeri. Tahun ini Sumut diproyeksikan
baru mampu memproduksi bawang merah sebanyak 25.552 ton (Antara Sumut, 2012).
Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan nasional. Beberapa
kendala produksi bawang merah diantaranya masih tingginya intensitas serangan hama dan

6

penyakit, ketersediaan bibit unggul belum mencukupi, belum tersedia varietas unggul yang
tahan terhadap penyakit utama, belum menerapkan teknik budidaya yang benar secara
optimal, kelembagaan petani belum dapat menjadi pendukung usahatani, skala usaha relatif
masih kecil akibat sempitnya kepemilikan lahan dan lemahnya permodalan (Baswarsiati et al,
1999, 2000).

Penyebaran benih bawang merah yang bersertifikat di Sumatera Utara masih terbatas
karena belum adanya penangkar benih ba\\ang merah yang benar-benar eksis. Untuk
mengatasi hal tersebut Dinas Pertanian Provinsi SUMUT berencana untuk mengembangkan
penangkar benih dalam penyediaan benih unggul varietas lokal samosir yang belum tersedia
(Antara Sumut, 2012). Pemerintah pusat melalui Dinas Pertanian Sumatera Utara (Distan
Sumut) untuk tahun 2013 mengalokasikan dana pengembangan bawang merah khusus di
Kabupaten Samosir sebesar Rp 3,045 miliar (http://v.ww.medanbisnisdaily com, 2013)
Pengembangan bawang merah di Samosir ini untuk meningkatkan produksi dan produktivitas
serta mengembalikan kejayaan bawang merah yang saat ini mengalami penurunan secara
signifikan akibat serangan hama dan penyakit.
Perbedaan produktivitas dari setiap varietas/kultivar tidak hanya bergantung pada
sifatnya, namun juga banyak dipengaruhi oleh situasi dan kondisi daerah, iklim, pemupukan,
pengairan dan tanah merupakan faktor penentu dalam produktivitas maupun kualitas umbi
bawang merah.
Kualitas umbi bawang merah ditentukan oleh beberapa faktor seperti warna, kepadatan,
rasa aroma dan bentuk umbi. Bawang merah yang warnanya merah, umbinya padat, rasanya
pedas, aromanya wangi jika digoreng dan bentuk lojong lebih menarik dan disukai oleh
konsumen. Faktor yang menentukan kualitas umbi bibit bawang merah adalah ukuran umbi.
Berdasarkan ukuran umbi, umbi digolongkan atas 3 kelas yaitu: 1. Umbi besar (diameter
umbi 2 1,8 em atau > 10 g); 2. Umbi sedang (diameter umbi 1,5-1,8 atau 5- 10 g); 3. Umbi
kecil (diameter umbi < 1,5 atau < 5 g). Kualitas umbi yang baik adalah umbi yang berukuran
sedang. Umbi bibit berukuran sedang merupakan umbi ganda, rata-rata terdiri dari 2 siung,
sedangkan umbi bibit berukuran besar rata-rata terdiri dari 3 siung umbi. Umbi yang besar
dapat menyediakan cadangan makanan yang banyak untuk pertumbuhan dan perkembangan
selanjutnya di lapangan. Umbi bibit yang besar( diameter 2 1,8 em) akan tumbuh lebih vigor,
menghasilkan daun-daun lebih panjang, luas daun lebih besar, sehingga dihasilkan jumlah
umbi pertanaman dan total hasil yang tinggi, namun harga umbi bibit berukuran besar mahal,
sehingga umumnya petani menggunakan umbi bibit berukuran sedang. Umbi bibit yang
berukuran kecil akan lemah pertumbuhannya dan hasilnya pun rendah (Rismunandar,
7

1986).Penggunaan umbi bibit besar tidak meningkatkan persentase bobot umbi berukuran
besar yang dihasilkan, tetapi total hasil per plot tinggi jika umbi bibit besar yang ditanam
Dalam usahatani bawang merah, benih merupakan salah satu faktor produksi yang
memerlukan biaya tinggi, dengan kebutuhan benih sekitar 800-1.200 kg/ha.

Tingginya

kebutuhan benih bawang merah baik dalam bentuk benih komersial maupun benih sumber ,
ternyata belum diikuti produksi benihnya Selain itu petani bawang merah di Indonesia
nampaknya sangat tergantung terhadap benih impor seperti varietas Super Philip dan varietas
dari Thailand, India dan Vietnam. Benih impor varietas bawang merah yang tersebar di
Indonesia merupakan bawang merah untuk konsumsi yang disimpan 2-3 bulan. Hal ini
karena belum banyak produsen yang mau bergerak di bidang perbenihan bawang merah.
(Indrawati dan Padmono, 2001 ).

Kendala tersebut disebabkan antara lain : a) usaha

perbenihan bawang merah membutuhkan modal yang cukup tinggi dan areal serta gudang
yang luas, b) pengetahuan dan ketrampilan SDM terutama dalam produksi benih masih
rendah , c) daya simpan benih bawang merah rendah (2-5 bulan ) dengan susut bobot yang
tinggi. Varietas-varietas yang ditanam petani di Kabupaten Samosir terdiri dari varietas lokal
dan varietas introduksi , antara Jain

Bima Brebes, Kuning, Sumenep, Ampenan, Maja

Cipanas, India, Thailan dan Vietnam Di Kabupaten Brebes sebagai sentra produksi bawang
merah terbesar di Indonesia (dengan luas areal tanam 16.993 hektar) dan di Jawa Tengah
pada umumnya (dengan luas areal tanam 55.578 hektar) terdapat varietas bawang merah yang
beragam.

2.2 Keragaman Genetik Tanaman Bawang Merah
Bawang merah merupakan jenis sayuran penting di Indonesia yang

dimanfaatkan

umbi lapisnya (bulb) dan dikenal dengan nama yang berbeda di setiap daerah. Beberapa
peneliti menyebut nama latin dari bawang merah Allium cepa L. var aggregatum dengan
jumlah kromosom 2n = 16 ( Rubatzky dan Yamaguchi

1999). Di Indonesia dikenal 27

genotipe bawang merah unggul lokal. Belum semua genotipe tersebut dilepas Kementerian
Pertanian. Kultivar unggul yang sudah dilepas diantaranya adalah Maja Cipanas, Bima
Brebes, Medan dan Keling. Keunggulan setiap varietas bawang merah dinilai berdasarkan
produktivitas, mutu umbi lapis, ketahanan terhadap penyakit, ketahanan terhadap curah hujan
dan umur panen.
Menurut Rubatzky dan Yamaguchi (1999) keragaman tanaman bawang merah cukup
tinggi. Beberapa varietas dapat berbunga, menghasilkan biji dan beberapa varietas jarang
berbunga. Perbedaan susunan genetik merupakan salah satu faktor penyebab teijadinya
8

keragaman penampilan tanaman Keragaman penampilan (fenotip) tanaman akibat perbedaan
susunan genetik selalu mungkin terjadi sekalipun bahan tanaman yang digunakan berasal dari
jenis tanaman yang sama.
Keragaman genetik menempati posisi kunci dalam program pemuliaan, karena
optimalisasi atau maksimalisasi perolehan genetik akan sifat-sifat tertentu akan dapat dicapai
manakala ada cukup peluang untuk melakukan seleksi gen untuk sifat yang diinginkan
(Na'iem 2001)

Keragaman fenotip merupakan faktor yang penting dalam kegiatan

pemuliaan tanaman, terutama yang disebabkan faktor genetik. Menurut Hammer et a/.
(1995), keragaman genetik dapat disebabkan oleh persilangan dengan kultivar lain dan
mutasi.

Sedangkan faktor lingkungan yang dominan berpengaruh terhadap keragaman

fenotipe adalah lingkungan tumbuh tanaman dan bercocok tanam. Bawang merah yang
ditanam secara vegetatif, keragaman sifat-sifatnya diduga lebih banyak dipengaruhi oleh
faktor lingkungan dan teknik bercocok tanam. Keragaman sifat-sifat genetis yang secara
fenotipe ditunjukkan melalui perbedaan penampilan, variasinya akan lebih besar apabila
ditanam varietas yang berbeda secara terus menerus, teknik budidaya konvensional secara
permanen dan penanaman di daerah yang berbeda-beda Besarnya perbedaan penampilan ini
tidak sama antara tanaman yang satu dengan yang lainnya (Rice eta!., 1995).
Besarnya ragam suatu sifat/karakter tergantung pada jenis tanaman, sifat yang diukur
dan lingkungan tumbuh tanaman terutama tanah dan iklim (Poespodarsono, 1988). Sifat-sifat
kuantitatif unggul ataupun tidak unggul suatu populasi tanaman dikendalikan oleh banyak
gen yang berbeda serta berinteraksi menghasilkan fenotipe tertentu. Sifat sifat kuantitatif
seperti tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah umbi, umur panen, warna umbi, aroma, bentuk,
bobot dan ukuran diamter umbi diwariskan secara tidak sederhana (Nasir, 2001 ). Menurut
Crowder ( 1981 ), bahwa variasi karakter kuantitatif ditentukan oleh ban yak gen yang
pengaruhnya kecil terhadap karakter yang dapat diukur. Diduga pula bahwa masing-masing
gen memperlihatkan perbedaan dalam mengekspresikan karakterkarakter secara bebas, tetapi
suatu penampilan tanaman merupakan hasil kumulatif antar gen, karena itu variasi dalam
populasinya bersifat kontinyu.

2.3 Penyakit Bawang Merah
Bawang merah rentan terhadap serangan sejumlah penyakit yang disebabkan olej
jamur, bakteri, dan virus. Serangan dan keparahan penyakit bawang merah dipengaruhi oleh
iklim, rotasi tanaman, langkah-langkah pengendalian penyakit seperti penggunaan bibit
tahan, pengeringan dan kondisi penyimpanan bibit. Diantara penyakit-penyakit penting yang
9

menyerang tanaman bawang merah diantaranya Penyakit layu Fusarium (Fusanum

oxysporum), busuk akar merah muda (Pyrenochaeta terrestris), becak ungu (Alternaria
porri), dan busuk leher umbi botrytis (Botryns spp ).
a. Penyakit Layu Fusarium (Fusarium oxysporum)
Layu fusarium adalah penyakit yang disebabkan oleh cendawan Fusarium oxysporum
dan

merupakan penyakit

tular tanah

penting

secara ekonomi

di

lapang

maupun

dipenyimpanan di berbagai negara penghasil bawang merah (Rengwalska, dkk, 1986). F
ッNᄋH⦅ケセーイオュ@

menginfeksi tanaman bawang merah pada berbagai tingkatan pertumbuhan di

lapang. Di pembibitan cendawan ini menyebabkan rebah kecambah yang menginfeksi
pelepah daun muda. Pada tanaman dewasa jamur mempenetrasi pangkal daun tua
menyebabkan daun melengkung kemudian kuning dan layu dan menyebabkan kematian akar
dan umbi Pada permukaan umbi tumbuh misellium cendawan berwarna putih. Jika umbi
dipotong membujur tampak alur busuk berair kearah samping dan pangkal umbi. Pengairan
jelek dan dan kelembaban tanah tinggi mendorong perkembangan penyakit. Cendawan yang
terbawa umbi akan berkembang di penyimpanan, dan menulari umbi lain sehingga menjadi
sumber penyakit pada pertanaman berikutnya. Tanaman mudah tercabut karena pertumbuhan
akar terganggu dan membusuk. Pengendalian dengan menggunakan tanaman resisten sangat
dianjurkan meskipun genetik penyebab resisten belum diketahui. Dari percobaan persilangan
antaran A. cepa x A. fistolosum dilaporkan telah menghasilkan kultivar resisten (Abawi dan
Lorbeer, 1972).

b. Busuk Akar Merah Muda (Pyrenochaeta terrestris)
Penyakit busuk akar merah muda disebabkan oleh jamur Pyrenochaeta terrestris,
jamur ini termasuk yang menyerang berbagai jenis tanaman seperti Timun, Wortel, Bayam,
Strawberrie, dan tidak kurang dari 50 jenis tanaman graminiae lainnya, namun bawang merah
dan bawang putih adalah yang paling rentan dibanding lainnya (Abawi dan Lorbeer, 1972).
Infeksi P. terrestris di duga telah menjadi jalan masuk infeksi F. oxysporum dan menjadi
serangan kedua penyakit ini pada umbi bawang merah semakin kompleks. Cara pengendalian
penyakit ini yang paling baik adalah dengan mengembangkan varitas tahan. Beberapa materi
jenis bawang yang memiliki karakter tahan terhadap P. terrestris diantaranya A. fistulosum,

A. ampeloprasum, A. achoenoprasum, dan A. cepa subsp ascolanicum (Lacy an Roberts,
1982)

10

c. Penyakit Becak Ungu ffrotol (Alternaria porri)
Penyakit busuk umbi atau trotol disebabkan oleh cendawan Alternari porii. Menular
lewat udara dan umbi. Organ penularnya (konidium) dibentuk malam hari, bertahan dan
musim ke musim pada sisa tanaman serta disebarkan oleh angin kepermukaan inang,
konidium berkecambah membentuk misellium. Infeksi penyakit melalui stomata dan luka
pada jaringan permukaan daun. Kelembaban udara yang tinggi serta suhu udara 30-32°C
memacu perkembangan penyakit

Becak kecil pada daun yang melekuk ke dalam dan

berwarna putih sampai kelabu merupakan gejala awal penyakit. Bercak berkembang
menyerupai cincicn berwarna agak ungu. Bagian tepi becak berwarna agak merah dikelilingi
zona kuning yang dapat meluas ke bagian atas dan bawah becak Pada cuaca lembab
permukaan becak ditutupi oleh konidium berwama coklat hingga hitam. Ujung daun sakit
menjadi kering. Becak lebih banyak didapat pada daun tua. Penyakit juga menyebabkan umbi
busuk agak

berair dimulai dari bagian leher, umbi sakit berwarna kuning sampai merah

kecoklatan. Jika miselium cendawan yang berwarna gelap berkembang , bagian umbi yang
sakit berubah menjadi kering berwarna gelap

d. Penyakit busuk leher umbi botrytis (Botrytis spp)
Penyakit busuk leher umbi botrytis seperti nama penyakitnya disebabkan oleh jamur

Botlytis spp. Botlytis menyebabkan busuk leher umbi dan menyebabkan masalah utama
selama dalam penyimpanan bibit sebelum tanam. Gejala serangan awal dimulai dari lapang
dan menjadi lebih parah selama dalam penyimpanan. Gejala dimulai dari timbulnya lesi kecil
berwarna coklat atau abu-abu di pangkal umbi, kadang mislium dapat dilihat disekitar lesi.
Miselium abu-abu kemudian berkembang meluas dan berubah warna menjadi coklat pada
lapisan umbi terluar sampai lapisan ke tiga. Sklerotia dapat terbentuk selama siklus hidupnya,
mula-mula sklerotia berwama putih kemudian berubah menjadi hitam. Botrytis adalah jamur
tular tanah yang dapat bertahan lama di dalam tanah. Jamur ini bertahan pada sisa-sisa
bawang sebagai spora atau sklerotia.

11

BAB 3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

3.1. Tujuan PeneJitian
- Mendapatkan aksesi-aksesi bawang merah Samosir yang tahan terhadap penyakit layu
Fusarium dan penyakit utama yang menyerang umbi bawang merah.
Mendapatkan aksesi-aksesi bawang merah Samosir berdaya hasil tinggi untuk
dikembangkan sebagai bibit unggul lokal

3.2 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini untuk mendapatkan bibit bawang merah unggul yang tahan
terhadap serangan penyakit layu Fusarium dan berdaya hasil tinggi

Luaran yang

diharapkan dari hasil penelitian adalah berupa terpenuhi kebutuhan bibit lokal unggul
bagi petani bawang merah di Kabupaten Samosir dan sekitarnya sebagai sentra penghasil
bawang merah Sumatera Utara.

12

BAB 4. METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Rangkaian penelitian ini dilkasanakan di sentra-sentra bawang merah di Sumatera
Utara diantaranya sumber inokulum patogen penyebab penyakit layu Fusarium atau
busuk umbi diisolasi dari lahan petani bawang merah disekitar Pulau Samosir,
Kabupaten Samosir, percobaan inokulasi dan uji ketahanan dilaksanakan di Tongging,
Kecamatan Merek, Kabupaten Karo ( daerah dengan ketinggian dari permukaan air
Danau Toba relatif sama dengan Pulau Samosir), dan Uji Laboratorium di Laboratorium
Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertnian USU Medan. Waktu pelaksanaan mulai dari bulan
Juni 2013 sampai dengan Oktober 2013.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah aksesi bawang merah
Samosir (20 aksesi) yang diperoleh dari 5 kecamatan di kabupaten Samosir dan varietas
unggul dataran tinggi tahan terhadap penyakit yang sudah dilepas oleh pemerintah
sebagai pembanding Pengujian laboratorium menggunakan bahan media isolasi dan
pertumbuhan jamur seperti Agar kentang dekstros, kaldu kentang dekstros, dan bahanbahan lain untuk keperluan sterilisasi bahan, alat, dan ruangan. Pupuk yang digunakan
dalam penelitian ini adalah Urea, TSP, dan KCL. Dosis ditentukan dengan menggunakan
rekomendasi umum yang sudah dikeluarkan oleh instansi pemerintah. Alat yang
digunakan merupakan alat-alat yang umum dipakai dalam budidaya tanaman bawang
merah seperti cangkul, garu dan lain-lain, dan juga alat tulis yang dibutuhkan pada saat
pengamatan.

3.3 Metode Penelitian

Penelitian dilakukan 2 tahap yaitu Tahun I di Laboratorium dan percobaan di lahan
dalam polibeg dan Tahun II dilapangan.
Penelitian di Laboratorium dan percobaan polibeg di Tahun I akan dilaksanakan selama
kurang lebih 5 bulan antara bulan Juni 2013 sampai dengan Oktober 2013 dengan
tahapan sebagai berikut:

a. Isolasi jamur patogen

13

lsolasi jamur patogen dilakukan terutama untuk mendapatkan isolat Fusarium
penyebab penyakit layu dan jamur-jamur patogen lain penyebab penyakit busuk umbi
Isolasi dilakukan dengan mengambil tanaman bawang merah di lahan petani Samosir
yang menunjukkan gejala terserang penyakit layu Fusarium dan gejala serangan
penyakit umbi. Bahan tanaman terserang di bawa ke laboratorium penyakit tumbuhan
Fakultas Pertanian USU untuk perlakuan selanjutnya diantaranya: i. isolasi patogen,
Kultur murni isolat jamur, Postulate Koch (Uji virulensi ), dilanjutkan dengan
Perbanyakan dan Penyimpanan isolat patogen terpilih
Untuk menghindari kontaminasi bakteri, maka pada isolasi patogen dilakukan
dengan tehnik umpan yaitu dengan mensterilkan terlebih dahulu umbi kentang
dengan merendam dalam larutan 1% NaOCI selama 20 menit, kemudian umbi
kentang secara aseptik disayat dengan ketebalan 3-4 mm menggunakan pisau steril,
sayatan umbi kentang ini diletakkan dalam cawan petri steril yang telah dialas dengan
kertas saring steril yang dilembabkan dengan air suling steriL Di atas sayatan kentang
tersebut diletakkan kaca slaid mikroskop steril, kemudian bagian tanaman terinfeksi
yang telah mendapat perlakuan sterilisasi permukaan dengan larutan 1% NaOCI
selama 3 menit dan dicuci dengan air suling steril sebanyak 3 kali, diletakkan di atas
kaca slaid mikroskop. Perlakuan ini diinkubasi tanpa cahaya selama lebih kurang 5
hari pada temperatur 25 - 26°C. Miselium yang tumbuh dari jaringan tanaman ke
arah sayatan kentang akan mengkoloni dalam waktu 5-7 hari, koloni ini kemudian di
sub kulturkan ke dalam medium Low Strength PDA (Muthomi, eta/., 2008) (PDA 17
g, KH2P04 1,0 g, KN03 1,0 g, MgS04 0,5 g, Agar 10 g) untuk mendapatkan biakan
murni isolat Fusarium penyebab penyakit layu dan busuk umbi bawang merah.

b. Karakteristik Morfologi Isolat Fusarium
Pengenalan terhadap karakteristik morfologi kultur murn1 isolat Fusarium
dilakukan menggunakan mikroskop kompon untuk mencirikan isolat Fusarium
berdasarkan ada atau tidaknya mikro dan makro konidia, bentuk konidia, bentuk dan
ciri miselium, ada atau tidaknya klamidospora, posisi klamidospora terhadap
miselium, dan ada atau tidaknya jenis miselium kawin. Pengenalan karakteristik isolat

Fusarium dilakukan terhadap semua isolat yang diperoleh dari kegiatan isolasi dengan
mengkulturkan isolat dalam medium Synthetic Nutrien Agar (Nirenberg, 1981)
(KH2P04 1,0 g, KN0 3 1,0 g, MgS04 0,5 g, KCL 0,5 g, Glukosa 0,2, Agar 20 g).

14

c. tJji virulensi isolat Fusarium
Jamur patogen terisolasi sebagai penyebab penyakit layu Fusarium dan penyakit
busuk umbi diuji virulensinya terhadap tanaman bawang merah yang rentan dan
varitas unggul yang telah dilepas pemerintah Skrining strain virulen ini penting untuk
memperoleh isolat yang akan digunakan untuk uji ketahanan aksesi-aksesi bawang
merah Samosir, uji virulensi dilakukan menurut metode Rengwalska dan Simon
( 1986), Smith (2009), dan Alves-Santos (2002) Isolat Fusarium di kulturkan pada
media PDA selama 7 hari pada suhu kamar (± 24°C) tanpa tambahan pencahayaan. Ke
dalam kultur kemudian ditambahkan 20 ml air suling steril kemudian diguncang
secara perlahan dengan tangan. Kertas saring steril (Whatman diameter 90 mm)
kemudian direndam kedalam petri tersebut selama 2 jam untuk menyerap konidia.
Kertas saring ini kemudian dipindahkan kedalam cawan Petri 90 mm steril. Tiga siung
umbi bawang merah yang telah berakar ( di inkubasikan selama 10 hari di at as kertas
saring wakman lembab dalam kotak plastik) dipotong ujung akarnya 1 em,
dicecahkan kedalam suspensi konidia dan diletakkan pada kertas saring yang telah
menyerap konidia tersebut di atas. Perlakuan ini diinkubasi selama 7 hari pada suhu
kamar tanpa penyinaran tambahan di laboratorium. Virulensi isolat Fusarium di
evaluasi dengan persentase akar yang menimbulkan gejala nekrotik. Jika akar
terinfeksi lebih dari 30% maka isolat jamur dianggap virulen

d. Uji ketahanan aksesi bawang merah Samosir
Uji ketahanan bawang merah aksesi Samosir dilakukan untuk memperoleh aksesi
yang tahan terhadap serangan penyakit layu Fusarium dan penyakit busuk umbi.
Untuk pengujian ini akan dipilih 20 aksesi bawang merah dari sekitar Kabupaten
Samosir (kecamatan Simanindo sebanyak 8 aksesi, kecamatan Sianjur Mula-Mula 6
aksesi, kecamatan Harian 1 aksesi, Kecamatan Pangururan 2 aksesi, Kecamatan Sitiotio 3 aksesi, dan varitas Maja sebagai varietas unggul dataran tinggi yang sudah
dilepas oleh pemerintah sebagai pembanding) yang akan diinfeksikan dengan jamur
patogen virulen yang telah diperoleh dari pengujian sebelumnya. Uji ketahanan
bawang merah aksesi Samosir akan dilakukan di lahan petani bawang merah di Desa
T ongging kecamatan Merek berhampiran dengan pantai Danau T oba dengan
menanam bibit dalam polibeg. Uji ketahanan aksesi Samosir dilakukan menurut
metode Gorenz dkk, (1949) yang telah dimodifikasi oleh Nicholas dkk, (1960) dalam

Rengwalska dan Simon ( 1986) berdasarkan gejala keparahan penyakit yang
dinyatakan dalam % sebagai berikut

Keparahan Penyakit
KP

KP
n
V
N
Z

=

..
. . ·_ z
.,

=-'---'- - - ,.
·'-

'1 :1 !\>:.
!,_,

'-·

. --

= Keparahan Penyakit
Jumlah tanaman terserang
= skala serangan
= Jumlah seluruh tanaman yang di amati dalam tiap ulangan
= Skala serangan tertinggi
=

Skala gejala serangan (Rengwalska dan Simon, 1986)
1 = tidak ada gejala serangan
2 = > 10% akar busuk
3 = 10-30% akarbusuk
4 = 30- 50% akar busuk, 10% lapis umbi busuk
5 = semua akar busuk, l 0 - 30 % lapis umbi busuk
6 = semua akar busuk, > 30% lapis umbi busuk, atau seluruh daun mati.
Untuk uji virulensi tanaman dalam polibeg diinokulasi dengan suspensi konidia
6

dengan kerapatan 10 konidia per ml air suling steril, konidia di panen dari kultur

Fusarium berumur 6-7 hari dalam media kaldu nutien (Nutrien Broth)(Muthomi et al.,
2008). Tiap polibeg diinokulasi dengan 5 ml suspensi konidia. Percobaan virulensi
dilaksanakan dengan desain percobaan acak kelompok non faktorial dengan 3
ulangan, masing-masing ulangan dengan 3 polibeg rumpun tanaman sampel. Inokulasi
dilakukan pada umur tanaman 30 hari setelah tanam. Pengamatan keparahan penyakit
dilakukan setelah tanaman berumur 2 bulan atau setelah timbulnya gejala serangan
sampai tanaman berumur 3 bulan atau jika serangan telah mencapai skala 6.

16

BAB 5. BASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Isolasi Jamur Patogen
Patogen diisolasi dengan mengambil jaringan terinfeksi dari tanaman yang menunjukkan
gejala serangan layu Fusarium (Gambar I), dari tanaman yang terserang diambil jaringan
pelepah daun bagian dalam yang menunjukkan gejala nekrotik (Gambar 2). Isolasi dapat
dilakukan dari akar atau umbi yang busuk tapi akan terlalu tinggi persentase kegagalan
isolasi karena gejala busuk pada akar dan umbi telah banyak dijumpai jamur dan bakteri
sekunder, karena itu isolasi lebih baik dilakukan dari jaringan daun atau pelepah daun
yang menunjukkan gejala nekrotik. Hasil isolasi patogen dengan metode teknik umpan
juga menunjukkan hasil yang lebih baik (Gambar 3), metode ini dapat membantu isolasi
yang lebih cepat dan terhindar dari kontaminasi bakteri, hal ini karena bakteri tidak dapat
tumbuh dan berkembang di atas kaca slaid, sementara miselium yang tumbuh dapat
berkembang terus dan mencapai ke media sayatan kentang, miselium dari media sayatan
kentang ini kemudian di isolasi untuk untuk mendapatkan isolat Fusarium. Hasil
pengamatan mikroskop menunjukkan bahwa isolat murni adalah jamur Fusarium.

Gambar 1. A Tanaman bawang merah di lahan menunjukkan gejala serangan
penyakit Iayu Fusarium. B. Setelah rumpun dicabut terlihat bagian akar, umbi dan
pelepah membusuk

17

8
,/

A

/'

Gambar 2. Pelepah daun bawang merah bagian luar menunjukkan gejala nekrotik (A),
Pelepah daun bagian dalam sebagai sumber inokulum (B).

B

Gambar 3. Isolasi Fusarium dari komplekjaringan terinfeksi dengan teknik umpan dan
kaca slaid mikroskop.
A.
Pertumbuhan miselium diatas umpan sayatan umbi kentang
B.
Lingkaran umpan sayatan umbi kentang
C.
Jaringan pelepah daun bawang merah terinfeksi Fusarium
D.
Slaid kaca mikroskop steril (objek glas mikroskop)
Pertumbuhan miselium jamur dari jaringan di atas media isolasi membutuhkan 3- 4
hari untuk berkembang, sementara itu dari komplek jaringan terinfeksi juga banyak
dijumpai massa sel bakteri yang pertumbuhannya lebih cepat dari miselium jamur yaitu
18 - 24 jam, itu sebabnya isolasi jamur patogen merupakan pekerjaan yang masih sulit
dilakukan karena didominasi oleh massa bakteri. Dengan menggunakan slaid kaca
mikroskop telah menghambat pertumbuhan bakteri karena tidak terkontak langsung
dengan media, sedangkan miseliwn jamur dapat tumbuh merambat di atas slaid kaca
18

mikroskop menuju ke sumber makanan. Dengan demikian isolasi jamur patogen dapat
dilakukan tanpa kontaminasi bakteri Dari kegiatan isolasi jamur sampai pembuatan
kultur murni kemudian telah diperoleh 5 (lima) isolat }'usarium dengan perbedaan
penampakan warna koloni dan bentuk aerial miselium diatas permukaan koloni.

5.2 Karakteristik Morfologi Isolat Fusarium
Isolasi dari jaringan pelepah daun bagian dalam yang menunjukkan gejala nekrotik
( dari rumpun tanaman bawang dengan umbi busuk dan gejala daun layu dan kering)
telah diperoleh 5 (lima) jenis isolat Fusarium dengan ciri-ciri mikroskopis sebagai
berikut (Tabel 5.1)
Tabel 5 .1. Karaktenst1k mortologi 1solat r usarium penyebab busuk umbi/layu Fusanum
pada bawang merah
Fusarium
Isolat
Fusarium A

Warna Dasar
Koloni
Putih

Fusarium B

Merah Muda

++

++

+

Fusarium C

Merah Muda

+

+++

+

Fusarium D

Merah Muda

+++

+

+

Fusarium E

Ungu

+++

+

+

Keterangan : +++

=

Konidia
Makro
Mikro
++++
+

Padat, ++ = Banyak, + = Ada, -

Klamidospora
+

=

Hifa Tipe Kawin

Tidak ada

Fusarium isolat A dengan warna dasar koloni putih membentuk makrokonidia dan
mikrokonidia dengan kepadatan tinggi, hasil pengamatan Fusarium isolat A tidak
ditemukan hifa tipe kawin tapi ditemukan klamidospora yang dibentuk pada posisi
interkalar (Gambar 4)
Seperti halnya pada Fusarium A, }'usarium B isolat berwarna merah muda membentuk
makrokondia, mikrokonidia, kalmidospora, tapi tidak ditemukan organ seksual seperti
hifa tipe kamin. Fusarium isolat C, membentuk mikrokonidia lebih padat daripada
makrokonidia, warna koloni merah muda, tidak membentuk hifa tipe kawin, dan
membentuk interkalar klamidospora (Gambar 5).

Fusarium isolat D dan E, tidak membentu makromkonidia tapi membentuk mikrokonidia
dengan kerapatan tinggi, keistimewaan isolat D dan E adalah ditemukannya hifa tipe
kawin (Gambar 6)

19

Gambar
4.A.
mikrokonidia

セM

セG@

Makrokonidia

dan

Gambar 4.B.Interkalar Klamidospora
HセI@

.::
;

Gam bar
5.
Kepadatan
Fusarium isolat C.

mikrokonidia

Gambar 6. Hifa tipe kawin Fusarium
isolat D, ditemukanjuga pada isolat E
HセI@

Lima isolat Fusarium hasil isolasi selanjutnya dilakukan uji virulensi untuk
menentukan isolat patogen Fusarium ックケNセーイオュ@

Pengamatan mikroskop dari biakan

mumi menunjukkan bahwa massa miselium menghasilkan konidia dengan ciri-ciri

Fusarium oxysporum seperti membentuk massa mikrokonidia yaitu konidia Fusarium
yang hanya terdiri dari 1 sel dan sedikit membentuk makrokonidia yang terdiri dari 2 - 3
sel (Gambar7). Selanjutnya isolat mumi digunakan sebagai sumber inokulum untuk
percobaan uji Virulensi patogen dan Uji Ketahanan bawang merah aksesi Samosir.

5.3.

Uji virulensi isolat Fusarium
Hasil uji virulensi menunjukkan tiga isolat Fusarium yaitu isolat D, isolat C dan isolat
E menunjukkan virulensi yang tinggi terhadap imbi bawang merah varitas Maja dimana
isolat D menginfkesi rata-rata 50% dari jumlah helai akar tiap umbi, isolat C dan E
menginfeksi kurang dari 30% jumlah akar tiap umbi. Selanjutnya dalam penelitian ini
akan digunakan isolat D sebagai isolat Fusarium oxysporum patogen untuk uji ketahanan
aksesi bawang merah Samosir.

20

5.4 Uji ketahanan aksesi bawang merah Samosir
Uji Statistik terhadap data persentase keparahan penyakit layu Fusarium atau busuk
umbi terhadap aksesi bawang merah Samosir dari 20 desa 5 kecamatan adalah sebagai
berikut (Tabel 5.2)
Tabel 5.2. Keparahan penyakit layu Fusarium atau busuk umbi pada aksesi bawang
merah Samosir (%)
Aksesi Bawang Merah Samosir

Keparahan Penyakit

(%)

88,88889
Siboro
88,88889
Unjur
88,88889
Cinta Dame
83,33333
Sangkal
Maja
83,33333
77,77778
Simanindo
77,77778
Martoba
Janji Martahan
77,77778
72,22222
Dosroha
Sianjur Mulamula
72,22222
Hutarihit
72,22222
72,22222
Ginolat
72,22222
Buntu Mauli
Ambarita
66,66667
66,66667
Singkam
61,11111
Simarmata
61,11111
Cinta Maju
55,55556
Lumban Suhitoruan
55,55556
Parsaoran
50,0000
Huta Ginjang
44,44444
Lumban Suhi Dolok
Keterangan : Huruf yang sama pada kolom menunjukkan tidak
.01 berdasarkan uji jarak ganda Duncan

Notasi (. 01)
A
AB
ABC
ABCD
ABC DE
ABCDEF
ABCDEFG
ABCDEFGH
DEFGHI
DEFGHIJ
DEFGHIJK
DEFGHIJKL
DEFGHIJKLM
FGHIJKLMN
FGHIJKLMNO
IJKLMNOP
IJKLMNOPQ
NOPQR
NOPQR
PQR
R
berbeda nyata pada taraf

Tabel 2 di atas menunjukkan bahwa uji keparahan penyakit tel