Pelaksanaan Bantuan Hukum Kepada Masyarakat Secara Prodeo dalam Perkara Pidana oleh Pos Bantuan Hukum (Posbakum) DPC - IKADIN BANDUNG

PELAKSANAAN BANTUAN HUKUM KEPADA
MASYARAKAT SECARA PRODEO DALAM PERKARA
PIDANA OLEH POS BANTUAN HUKUM (POSBAKUM) DPC IKADIN BANDUNG

Laporan Kerja Praktek
Dosen pembimbing : Hetty Hassanah, S.H., M.H.

Diajukan Untuk Memenuhi salah satu mata kuliah kerja praktek
pada program strata 1 Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum
Universitas Komputer Indonesia

Oleh :
Maychal Saut Siburian
31609016

JURUSAN ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA
BANDUNG
2013


DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI
Nama

: Maychal Saut Siburian

NIM

: 31609016

Tempat/Tanggal Lahir

: Batumarta, 03 Juni 1989

Jenis Kelamin

: Laki-Laki

Agama


: Protestan

Telp/ Hp

: 085222252322

Alamat

: Jln. Sukasari II No.248 Rt. 06 Rw. 2
Bandung 40134

DATA PENDIDIKAN
1. Tk. Bahagia PTP N VII

1994 - 1995

2. SD Negeri 1 Batumarta

1995 - 2001


3. SLTP Negeri 3 OKU

2001 - 2004

4. SMA Negeri 2 Tanzania OKU

2004 - 2007

5. Universitas Komputer Indonesia

2009- sampai sekarang

DAFTAR ISI

Halaman
LEMBAR PENGESAHAN
PERNYATAAN KEASLIAN
KATA PENGANTAR ................................................................................


i

DAFTAR ISI.............................................................................................

iv

DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................

vi

BAB I

BAB II

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................................................

1

B. Permasalahan Hukum...................................................


4

C. Sejarah Posbakum .......................................................

4

D. Waktu kerja praktek .....................................................

6

RUANG LINGKUP BANTUAN HUKUM
A. Ketentuan Kode Etik Advokat .......................................

7

1.

Pengertian etika dan pofesi advokat ......................


8

2.

Kode etik advokat Indonesia..................................

13

3.

Pelaksanaan kode etik dan Undang-Undang
Advokat .................................................................

15

B. Perkara Hukum Pidana ................................................

19

1.


Pengertian hukum pidana .....................................

19

2.

Macam-macam perkara pidana.............................

22

C. Bantuan hukum ............................................................

25

iv

BAB III

KEGIATAN KERJA PRAKTEK

A. Pembagian Tugas ........................................................

29

B. Struktur Organisasi Posbakum DPC IKADIN
Bandung.......................................................................

BAB IV

30

PELAKSANAAN BANTUAN HUKUM KEPADA MASYARAKAT
OLEH POS BANTUAN HUKUM DPC-IKADIN BANDUNG
A. Dasar Posbakum dalam memberikan Bantuan Hukum
kepada masyarakat ......................................................

33

B. Prosedur dan proses pelaksanaan penanganan
perkara di Posbakum....................................................

1.

Prosedur Penyelenggaraan Pos Bantuan
Hukum ..................................................................

2.

37

Proses pelaksanaan penanganan perkara di
Posbakum.............................................................

BAB V

37

40

PENUTUP
A. Simpulan ......................................................................


45

B. Saran ...........................................................................

46

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................

47

LAMPIRAN

v

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat, rahmat serta karunia-NYA, akhirnya Penulis dapat menyelesaikan
penulisan laporan kerja peraktek dengan judul:


PELAKSANAAN BANTUAN

HUKUM KEPADA MASYARAKAT SECARA PRODEO DALAM PERKARA
PIDANA OLEH POS BANTUAN HUKUM (POSBAKUM) DPC - IKADIN
BANDUNG
Penulisan ini ditujukan untuk melengkapi dan memenuhi syarat mata
kuliah di Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia, Bandung. Penulis
sangat menyadari bahwa dalam penulisan ini masih jauh dari sempurna, dan
banyak kekurangan baik dalam metode penulisan, dari segi penggunaan tata
bahasa maupun dalam pembahasan materi. Semua ini dikarenakan keterbatasan
kemampuan Penulis oleh karena itu, Penulis mengharapkan saran dan kritik
yang bersifat membangun kepada Penulis, yang dikemudian hari Penulis dapat
memperbaiki segala kekuranganya. Selama penulisan ini, Penulis selalu
mendapatkan dukungan, bimbingan, dorongan, serta semangat dari semua pihak
yang telah membantu Penulis. Oleh karena itu Penulis ingin mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada pembimbing yang terhormat, yakni Yth. Ibu
Hetty Hassanah, S.H., M.H selaku Dosen Pembimbing, yang telah meluangkan
waktunya, tenaga dan fikirannya untuk membimbing Penulis dalam penulisan
Laporan kerja praktek ini dan penulis ucapkan terimakasih kepada Instansi
(Posbakum)

yang

telah

memberi

kesempatan

kepada

Penulis

untuk

melaksanakan penelitian (magang). Selain itu Penulis juga ingin mengucapkan
banyak rasa terima kasih kepada:

i

1. Yth. Bapak Dr. Ir. Eddy Suryanto Soegoto, M.Sc, selaku Rektor Universitas
Komputer Indonesia;
2. Yth. Ibu Prof. Dr. Umi Narimawati, Dra. S.E. M. Si., selaku Pembantu Rektor
I Universitas Komputer Indonesia;
3. Yth. Bapak Prof. Dr. Moh Tadjuddin, M.A., selaku Pembantu Rektor II
Universitas Komputer Indonesia;
4. Yth. Dr. Hj. Aelina Surya, Selaku Pembantu Rektor III Universitas Komputer
Indonesia;
5. Yth. Bapak Prof . Dr. I Gde Pantja Astawan, S.H., M.H., selaku Dekan
Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;
6. Yth. Bapak Prof. Dr. H . R. Otje Salman Soemadiningrat, S.H., selaku Dosen
Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;
7. Yth. Ibu Arinita Sandria, S.H., M.Hum., selaku Dosen Fakultas Hukum
Universitas Komputer Indonesia;
8. Yth. Ibu Rahmani Puspitadewi, S.H., M.Hum., selaku Dosen Fakultas Hukum
Universitas Komputer Indonesia;
9. Yth. Ibu Febilita Wulansari, S.H., selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas
Komputer Indonesia;
10. Yth ibu Yani Brilyani Tivipah, S.H., M.H., selaku Dosen Fakultas Hukum
Universitas Komputer Indonesia;
11. Yth. Ibu Rika Rosilawati R, A.Md., selaku Staf Sekretariat Fakultas Hukum
Universitas Komputer Indonesia;
12. Seluruh Staf Dosen dan Karyawan Fakultas Hukum Universitas Komputer
Indonesia.

ii

13. Yth. Bapak Heri Gunawan, S.H., M.H., selaku Ketua Posbakum DPC-IKADIN
Bandung.
14. Yth. Bapak Deni Hidayatulloh, S.H., selaku Pembimbing Kerja Praktek di
Posbakum DPC-IKADIN Bandung.
15. Yth. Ibu Ira Margaretha Mambo, S.H., M.HUM., selaku anggota Posbakum
DPC-IKADIN Bandung.
16. Seluruh Pengurus dan Anggota Posbakum DPC-IKADIN Bandung.
17. Kepada Orang Tuaku yang telah memberikan dorongan dan doa sehingga
Penulis dapat menyelesaikan Penulisan ini.
18. Buat temen-temen fakultas Hukum, Indah, Rani, Andi, Firdausi, dan temanteman yang lainnya yang selalu memberikan masukan dan spirit dalam
penulisan ini.
Dengan demikian Penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada semua
pihak yang Penulis sebutkan, dan apabila ada yang tidak tersebutkan Penulis
mohon maaf, dengan besar harapan semoga

Tulisan ini dapat bermanfaat

khususnya bagi Penulis sendiri dan umumnya bagi pembaca. Bagi para pihak
yang telah membantu dalam penulisan ini, semoga segala amal dan kebaikannya
mendapatkan balasan yang berlimpah dari Tuhan Yang Maha Esa, Amin.

Bandung, Januari 2013

Penulis

iii

DAFTAR PUSTAKA
Buku
Arief S (2004), Pelaksanaan Kode Etik Profesi Hukum di Indonesia: Rekaman
Proses Workshop Kode Etik Advokat Indonesia. Jakarta : Pusat Studi
Hukum dan Kebijakan Indonesia
Chazawi A. (2002), Pelajaran Hukum Pidana I. Jakarta : Raja Grafindo Persada
Hamzah A. (1991), Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta : Rineka Cipta
Huda C (2006), Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada
Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan. Jakarta : Prenada Media
Kadafi B (2001), Advokat Indonesia Mencari Legitimas, Jakarta : Pusat Studi
Hukum & Kebijakan Indonesia (PSHK)
Kansil,Christie. (2007), Pokok-Pokok Hukum Pidana. Jakarta : Pradnya
Paramitha
Kanter,

Sianturi.

(2002),

Asas-Asas Hukum

Pidana

di

Indonesia

dan

Penerapannya. Jakarta : Sinar Grafika
Lamintang. (1997), Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung : Citra
Aditya Bakti
Mertokusumo S. (2006), Hukum Acara Perdata Indonesia, Edisi Ketujuh.
Yogyakarta : Liberty
Moeljatno. (1982), Azas-Azas Hukum Pidana. Jakarta : Rineka Cipta
Pangaribuan L. (1996), Advokat dan Contempt of Court Satu Proses di Dewan
Kehormatan Profesi. Jakarta : Djambatan

47

Peraturan Perundang-undangan
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Kode Etik Advokat
Surat Edaran Mahkamah Agung

Nomor 10 Tahun 2010 tentang Pedoman

Pemberian Bantuan Hukum
Undang-Undang Dasar 1945
Undang-undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum

Situs
http://jodisantoso.blogspot.com/2007/06/dasar-konstitusional-bantuan-hukum.
html, diakses 4 Oktober 2012 pukul 12.30 WIB
http://www.IKADIN.com diakses pada tanggal 6 Oktober 2012, Pukul 19.35 WIB
http://www.badilag.net/data/ARTIKEL/PENGERTIAN

ETIKA

DAN

PROFESI

HUKUM, diakses melalui online pada tanggal 2 Novenber 2012 pada pukul 09.00
WIB.
http://www.scribd.com/doc/8365104/PENGERTIAN-ETIKA, Diakses pada tanggal
2 November 2012 pada pukul 8.30 WIB.

Wawancara
Andi rozak, Posbakum Pada Tanggal 25 Agustus 2012 Pukul 14.30 WIB
Deni Hidayatulloh, Posbakum Pada Tanggal 26 Agustus 2012 Pukul 15.00 WIB

48

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mempertahankan hukum yang dilanggar melalui pengadilan pada
umumnya dikenakan biaya. Biaya tersebut meliputi biaya kepaniteraan dan
biaya untuk pemanggilan, pemberitahuan para pihak serta biaya materai1.
Sekiranya perkara tersebut dimintakan bantuan hukum kepada advokat
maka harus dikeluarkan biaya untuk jasa bantuan hukum bagi advokat.
Indonesia sebagai negara hukum (rechtsstaat), mengakui serta
melindungi setiap hak asasi manusia setiap individu. Pengakuan negara
terhadap hak individu ini tersirat di dalam persamaan kedudukan di hadapan
hukum bagi semua orang. Pada suatu negara hukum semua orang harus
diperlakukan sama dihadapan hukum (equility before the law). Persamaan di
hadapan hukum harus diimbangi juga dengan persamaan perlakuan (equal
teatment). Penegakan hukum melalui lembaga peradilan tidak bersifat
diskriminatif, artinya setiap orang baik mampu dan tidak mampu secara
sosial-ekonomi, berhak memperoleh pembelaan hukun di depan pengadilan.
Untuk itu diharapkan sifat pembelaan secara prodeo (cuma-cuma) dalam
perkara pidana dan perdata tidak dilihat dari aspek degradasi martabat atau
harga diri seseorang, tetapi dilihat sebagai bentuk penghargaan terhadap
hukum dan kemanusiaan yang semata-mata untuk meringankan beban
(hukum) masyarakat tidak mampu.

1

Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Edisi Ketujuh, Liberty,
Yogyakarta, 2006, Hlm 17.

1

2

Bantuan hukum merupakan hak yang dimiliki oleh setiap orang,
khususnya terhadap masyarakat tidak mampu agar yang bersangkutan
mendapatkan keadilan. Jaminan hak ini terdapat dalam standar hukum
internasional dan nasional sebagai bentuk pemenuhan hak dasar yang telah
diakui secara universal. Perolehan pembelaan dari seorang advokat atau
pembela umum (access to legal counsel) adalah hak asasi manusia setiap
orang dan merupakan salah satu unsur untuk memperoleh keadilan (access
to justice) bagi semua orang (justice for all). Tidak ada seorang pun di dalam
negara hukum yang boleh diabaikan haknya untuk memperoleh pembelaan
dari seorang advokat atau pembela umum dengan tidak memperhatikan latar
belakangnya, seperti latar belakang agama, keturunan, ras, etnis, keyakinan
politik,strata sosial-ekonomi, warna kulit dan gender.2
Program pemberian bantuan hukum terhadap masysrakat tidak
mampu telah berlangsung sejak tahun 1980 hingga sekarang. Selama kurun
waktu tersebut, banyak hal yang menunjukkan bahwa pemberian bantuan
hukum kepada masyarakat tidak mampu secara prodeo sangatlah
diperlukan. Nantinya diharapkan adanya peningkatan atau intensitas
pelaksanaan bantuan hukum dari tahun ke tahun. Arah kebijaksanaan dari
program dari bantuan hukun terhadap masyarakat tidak mampu secara
prodeo, di samping memberdayakan keberadaan dan kesamaan hukum bagi
seluruh lapisan masyarakat, juga bertujuan untuk menggugah kesadaran
dan kepatuhan hukum masyarakat, yaitu melalui penggunaan hak yang
disediakan oleh negara dalam hal membela kepentingan hukum di depan
pengadilan.
2

Frans hendra winata, “dasar konstitusional bantuan hukum” http://jodisantoso.
blogspot.com/2007/06/dasar-konstitusional-bantuan-hukum.html, diakses 4 Oktober 2012
pukul 12.30

3

Program pelaksanaan pemerataan dalam hal pemberian bantuan
hukum terhadap masyarakat secara prodeo, pada awal pelaksanaan di
tahun anggaran 1980/1981 sampai dengan 1993/1994 hanya disalurkan
melalui pengadilan negeri sebagai lembaga satu-satunya penyaluran dana
bantuan hukum, maka sejak tahun anggaran 1994/1995 hingga sekarang
penyaluran dana bantuan hukum di samping melalui pengadilan negeri juga
dilakukan melalui lembaga bantuan hukum yang tersebar di wilayah hukum
pengadilan negeri. Selanjutnya dana bantuan hukum bagi masyarakat tidak
mampu disalurkan melalui (1) dana bantuan hukum melalui pengadilan
negeri; atau (2) dana bantuan hukum yang disediakan oleh lembaga bantuan
hukum.
Dasar hukum dalam pelaksanaan bantuan hukum bagi golongan tidak
mampu diatur tegas dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman. Khusus yang berkaitan dengan bantuan hukum ke
pengadilan negeri diatur juga dalam Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009
tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986
tentang Pengadilan Umum jis. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004
tentang perubahan kedua atas UU No.2 Tahun 1986 tentang Peradilan
Umum, dan diatur pula dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011
tentang Bantuan Hukum.
Masyarakat tidak mampu di Indonesia sampai saat ini masih cukup
banyak. Dengan melihat maksud dan tujuan bantuan hukum yaitu
memberikan keadilan maka penulis mendapatkan suatu permasalahan yang
perlu untuk dianalisis, yakni siapa yang berhak memperoleh bantuan hukum
secara prodeo dan bagaimana pelaksaan bantuan hukum yang sesuai

4

dengan hukum positif. Untuk itu penulis akan mengambil sebuah judul yaitu
“PELAKSANAAN BANTUAN HUKUM KEPADA MASYARAKAT SECARA
PRODEO DALAM PERKARA PIDANA OLEH POS BANTUAN HUKUM
(POSBAKUM) DPC - IKADIN BANDUNG”.

B. Permasalahan Hukum
Berdasarkan pada latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut :
1.

Apa yang menjadi dasar Posbakum dalam memberikan bantuan
hukum kepada masyarakat secara prodeo?

2.

Bagaimana proses dan prosedur pelaksanaan penanganan
perkara di Posbakum?

C. Sejarah POSBAKUM
Tepat pada tanggal 30 Agustus 1964 dibentuk organisasi advokat
dengan nama Persatuan Advokat Indonesia (Peradi). Pelopornya adalah
beberapa advokat, antara lain Iskak Tjokrohadisurjo, Mohammad Roem,
Lukman

Wiradinata,

Abidin,

Hasjim

Mahdan,

Djamaludin

Datuk

Singomangkuto, Suardi Tasrif, Sukardjo, Yap Thiam Hien, Harjono
Tjitrosoebono, Nani Razak dan lainnya.3 Mereka ini tergolong generasi
pertama advokat Indonesia. Dalam perjalannya Peradi memiliki lawan.
Lawan tersebut bukan dari kalangan advokat melainkan dari pemerintah
selaku penguasa. Hal ini disebabkan karena advokat yang tergabung sering
berhadap-hadapan dengan pemerintah. Banyak kasus besar yang dibela
advokat yang tergabung dalam Peradin. Sekitar tahun 1978 terbentuk

3

http://www.IKADIN.com diakses pada tanggal 6 Oktober 2012, Pukul 19.35 WIB

5

organisasi advokat yang bernama Pusat Bantuan dan Pengabdi Hukum
Indonesia (Pusbadi) ketuanya adalah RO Tambunan. Sejak itu advokat telah
terbagi menjadi dua yaitu antara Peradi dan Pusbadi.
Ketua

Mahkamah

Agung

yang

bernama

Ali

Said,

mencoba

menyatukan semua organisasi advokat itu namun sampai pada masa
jabatan Ali Said habis semua organisasi advokat belum bisa menyatu,
sampai pada akhirnya di era kepemimpinan Menteri Kehakiman Ismail
Shaleh usaha tersebut dilakukan kembali. Pada tahun 1985 dibuatlah
kongres yang diikuti seluruh advokat dari berbagai organisasi. Pada Kongres
tersebut terbentuklah organisasi advokat yang bernama Ikatan Advokat
Indonesia (IKADIN) tepatnya pada tanggal 10 November 1985.4
Lahirnya Undang-Undang Nomor.48 Tahun 2009 tentang kekuasaan
kehakiman dan kemudian Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang
perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor

2 Tahun 1986 tentang

Peradilan Hukum dan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009, UndangUndang Nomor 51 Tahun 2009 yang mengatur bahwa setiap orang yang
tidak mampu dan tersangkut permasalahan hukum berhak memperoleh
bantuan hukum dan negara menanggung biaya perkara bagi pencari
keadilan yang tidak mampu. Dari situlah lahir Pos Bantuan Hukum di dalam
setiap pengadilan negeri dan lahirlah SEMA No. 10 Tahun 2010 tentang
Pedoman Pemberian Bantuan Hukum yang kemudian lahir pula UndangUndang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum.
Sejak itu banyaklah lahir organisasi-organisasi lain seperti Lembaga
Bantuan Hukum (LBH), namun LBH sudah menjadi organisasi yang lebih

4

Sumber : Wawancara, Andi Rozak, Pada Tanggal 25 Agustus 2012

6

mengarah ke dalam dunia politik sehingga

untuk menaungi masyarakat

maka lahirlah Pos Bantuan Hukum (Posbakum) yang telah dianjurkan bahwa
dalam

setiap Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama harus terdapat

Posbakum yang bertujuan untuk memberikan bantuan hukum agar terjamin
haknya dan mendapatkan akses keadilan bagi setiap masyarakat yang
kurang mampu secara prodeo.
Posbakum Pengadilan Negeri Klas I Bandung untuk pertama kali
dipimpin oleh bapak Nawawi. Posbakum adalah salah satu lembaga bantuan
hukum di bawah naungan PERADI (persatuan advokat indonesia),
merupakan suatu organisasi advokat tertinggi di Indonesia. Tujuan dari
Posbakum pada intinya adalah menegakkan keadilan dan juga memberikan
bantuan kepada masyarakat tidak mampu. Visi dan misi Posbakum yaitu :
Visi

: Fiat Justitia Ruat Coelum (Demi Keadilan Sekalipun Langit Runtuh)

Misi

: Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan
kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama didepan
hukum.5

Sampai saat ini posbakum Pengadilan Negeri Kelas 1 Bandung masih berdiri
dan diketuai oleh Heri Gunawan, S.H., M.H untuk periode 2010 sampai
dengan 2014.
D. Waktu Kerja Praktek
Pelaksanaan kegiatan kerja praktek yang dilakukan oleh penulis, pada
tanggal 24 Juli 2012 sampai dengan 31 Agustus 2012 di POSBAKUM DPCIKADIN Bandung JL. R.E. Martadinata No. 71-80. Pembimbing kegiatan
kerja praktek yaitu Deni Hidayatulloh, S.H.

5

Sumber : Wawancara, Deni Hidayatulloh, Pada Tanggal 26 Agustus 2012

BAB II
RUANG LINGKUP BANTUAN HUKUM

A. KETENTUAN KODE ETIK ADVOKAT
Secara historis, Advokat termasuk salah satu profesi yang tertua.
Profesi ini dinamai sebagai officium nobile, jabatan yang mulia. Penamaan
itu terjadi adalah karena aspek “kepercayaan” dari (pemberi kuasa, klien)
yang dijalankannya untuk mempertahankan dan memperjuangkan hakhaknya di forum yang telah ditentukan6.
Advokat sebagai nama resmi profesi dalam sistem peradilan kita-kita
pertama

ditemukan

dalam

ketentuan

Susunan

Kehakiman

dan

Kebijaksanaan Mengadili (RO). Advokat itu merupakan padanan dari kata
Advocaat (Belanda) yakni seseorang yang telah resmi diangkat untuk
menjalankan profesinya setelah memperoleh gelar meester in de rechten
(Mr). Lebih jauh lagi, sesungguhnya akar kata itu berasal dari kata latin
“advocare, advocator”. Oleh karena itu, tidak mengherankan kalau hampir di
setiap bahasa di dunia kata (istilah) itu dikenal.7
Profesi Advokat sebenarnya merupakan profesi yang relatif sudah tua
usianya. Jauh sebelum kemerdekaan nasional, profesi advokat sudah
dikenal dalam masyarakat Indonesia. selain advokat, pada masa sebelum
kemerdekaan nasional, kita mengenal pokrol atau sering disebut dalam
istilah bahasa Inggris bush lawyer. Mereka adalah pemuka-pemuka
masyarakat atau orang-orang biasa yang setelah memperoleh pendidikan
praktek hukum seperti; Hukum Acara Perdata, Hukum Acara Pidana, Hukum
6

Luhut M.P. Pangaribuan, Advokat dan Contempt of Court Satu Proses di
Dewan Kehormatan Profesi, Djambatan, Jakarta, 1996, hlm. 1
7
Ibid

7

8

Perdata, Hukum Pidana, diberikan izin pengadilan untuk memberikan
nasehat hukum atau melakukan pembelaan masyarakat pencari keadilan di
depan pengadilan. Para pokrol ini kemudian berpraktek pula seperti halnya
advokat. Pokrol atau bush lawyer ini sekarang sudah tidak banyak dikenal,
dan lambat laun keberadaannya juga semakin memudar
1. Pengertian Etika dan Profesi Advokat
Istilah Etika berasal dari bahasa Yunani, “ethos” yang artinya cara
berpikir, kebiasaan, adat, perasaan, sikap dan lain-lain. Dalam Kamus
Bahasa Indonesia, ada 3 (tiga) arti yang dapat dipakai untuk kata Etika
antara lain Etika sebagai sistem nilai atau sebagai nilai-nilai atau normanorma moral yang menjadi pedoman bagi seseorang atau kelompok
untuk bersikap dan bertindak. Etika juga bisa diartikan sebagai kumpulan
asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak atau moral. Selain itu,
Etika bisa juga diartikan sebagai ilmu tentang yang baik dan yang buruk
yang diterima dalam suatu masyarakat, menjadi bahan refleksi yang
diteliti secara sistematis8.
Secara umum dapat diartikan bahwa etika adalah norma-norma
sosial yang mengatur perilaku manusia secara normatif tentang apa yang
harus dilakukan dan apa yang tidak harus dilakukan, merupakan
pedoman bagi manusia untuk berperilaku dalam masyarakat. Normanorma sosial tersebut dapat dikelompokkan dalam hal yaitu norma
kesopanan atau etiket, norma hukum dan norma moral atau etika. Etiket
hanya berlaku pada pergaulan antar sesama, sedang etika berlaku kapan
saja, dimana saja, baik terhadap orang lain maupun saat sendirian.
8

ADNAN QOHAR, http://www.badilag.net/data/ARTIKEL/PENGERTIAN ETIKA
DAN PROFESI HUKUM, diakses melalui online pada tanggal 2 Novenber 2012 pada
pukul 09.00 Wib.

9

Rumusan konkret dari sistem etika bagi profesional dirumuskan
dalam suatu kode etik profesi yang secara harafiah berarti etika yang
dikodifikasi atau, bahasa awamnya, dituliskan. Bertens menyatakan
bahwa kode etik ibarat kompas yang memberikan atau menunjukkan arah
bagi suatu profesi dan sekaligus menjamin mutu moral profesi itu di dalam
masyarakat. Kode etik profesi adalah seperangkat kaedah perilaku
sebagai pedoman yang harus dipatuhi dalam mengemban suatu profesi.
Sebagai organisasi profesi, Advokat perlu memiliki Kode Etik sebagai
asas atau nilai yang berkenan dengan akhlak atau moral yang
membebankan kewajiban dan sekaligus memberikan perlindungan hukum
kepada setiap anggotanya dalam menjalankan profesinya. Advokat
sebagai profesi terhormat (officium nobile), dalam menjalankan profesinya
berada di bawah perlindungan hukum, Undang-Undang dan Kode Etik itu
sendiri, memiliki kebebasan yang didasarkan kepada kehormatan dan
kepribadian Advokat yang berpegang teguh kepada kemandirian,
kejujuran, kerahasiaan dan keterbukaan. Karenanya selaku penegak
hukum, profesi Advokat sejajar dengan instansi penegak hukum lainnya,
oleh karena itu satu sama lainnya harus saling menghargai antara teman
sejawat dan juga antara para penegak hukum lainnya. Karena itu juga,
setiap Advokat dituntut untuk tetap menjaga citra dan martabat
kehormatan profesi serta setia dan menjunjung tinggi kode etik dan
sumpah profesi, yang pelaksanaannya diawasi oleh Dewan Kehormatan
sebagai suatu lembaga yang eksistensinya telah dan harus diakui setiap
Advokat tanpa melihat dari organisasi profesi yang mana ia berasal dan
menjadi anggota. Oleh karena itu setiap Advokat yang memilih profesi itu

10

harus tunduk dan taat pada aturan berperilaku (code of conduct) yang
dikenal sebagai Kode Etik Advokat, sebelum berlakunya Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 2003.
Maksud dan tujuan kode etik ialah untuk mengatur dan memberi
kualitas kepada pelaksanaan profesi serta untuk menjaga kehormatan
dan nama baik organisasi profesi serta untuk melindungi publik yang
memerlukan jasa-jasa baik profesional. Kode etik jadinya merupakan
mekanisme pendisiplinan, pembinaan, dan pengontrolan etos kerja
anggota-anggota organisasi profesi.
Istilah profesi telah dimengerti oleh banyak orang bahwa suatu hal
yang berkaitandengan bidang tertentu atau jenis pekerjaan (occupation)
yang sangat dipengaruhi oleh pendidikan dan keahlian, sehingga banyak
orang yang bekerja tetapi belum tentu dikatakan memiliki profesi yang
sesuai. Tetapi dengan keahlian saja yangdiperoleh dari pendidikan
kejuruan, juga belum cukup untuk menyatakan suatu pekerjaan dapat
disebut profesi9. Kesimpulannya, profesi itu berintikan praktis ilmu secara
bertanggung jawab untuk menyelesaikan masalah konkret yang dihadapi
seorang warga masyarakat. Pengembanan profesi mencakup bidangbidang yang berkaitan dengan salah satu dan nilai-nilai kemanusiaan
yang fundamental, seperti keilahian (imam), keadilan (hukum), kesehatan
(dokter), sosialisasi/pendidikan (guru), informasi (jurnalis).
Etika profesi pada hakikatnya adalah kesanggupan untuk secara
seksama berupaya memenuhi kebutuhan pelayanan profesional dengan
kesungguhan,
9

kecermatan

dan

keseksamaan

http://www.scribd.com/doc/8365104/PENGERTIAN-ETIKA,
tanggal 2 November 2012 pada pukul 8.30 Wib.

mengupayakan

Diakses

pada

11

pengerahan

keahlian

dan

kemahiran

berkeilmuan

dalam

rangka

pelaksanaan kewajiban masyarakat sebagai keseluruhan terhadap para
warga masyarakat yang membutuhkannya, yang bermuatan empat
kaidah pokok yaitu Pertama, profesi harus dipandang dan dihayati
sebagai suatu pelayanan dengan tidak mengacu pamrih10. Kedua, selaku
mengacu kepada kepentingan atau nilai-nilai luhur sebagai norma kritik
yang memotivasi sikap dan tindakan. Ketiga,

berorientasi pada

masyarakat sebagai keseluruhan. Keempat, semangat solidaritas antar
sesama rekan seprofesi demi menjaga kualitas dan martabat profesi.11
Dalam konteks profesi, kode etik memiliki karakteristik antara lain :
a.

Merupakan produk terapan, sebab dihasilkan berdasarkan
penerapan etis atas suatu profesi tertentu.

b.

Kode

etik

dapat

berubah

dan

diubah

seiring

dengan

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek).
c.

Kode etik tidak akan berlaku efektif bila keberadaannya di-drop
begitu saja dari atas sebab tidak akan dijiwai oleh cita-cita dan
nilai yang hidup dalam kalangan profesi sendiri.

d.

Kode etik harus merupakan self-regulation (pengaturan diri)
dari profesi itu sendiri yang prinsipnya tidak dapat dipaksakan
dari luar.

e.

Tujuan utama dirumuskannya kode etik adalah mencegah
perilaku yang tidak etis.12

10

Sidharta Arief. B, Pelaksanaan Kode Etik Profesi Hukum di Indonesia:
Rekaman Proses Workshop Kode Etik Advokat Indonesia, Pusat Studi Hukum dan
Kebijakan Indonesia, Jakarta, 2004, hlm. 18
11
Ibid, hlm 18
12
Binziad Kadafi, et. Al., Advokat Indonesia Mencari Legitimas, Pusat Studi
Hukum & Kebijakan Indonesia (PSHK), Jakarta, 2001, hlm. 253

12

Proses

pembentukan

kode

etik

dapat

disimpulkan

bahwa

pembentukan ini mengandung tiga maksud yakni, (i) menjaga dan
meningkatkan kualitas moral; (ii) menjaga dan meningkatkan kualitas
keterampilan teknis; dan (iii) melindungi kesejahteraan materiil para
pengemban profesi. Kesemua maksud tersebut tergantung pada
prasyarat utama. Begitu juga halnya dengan profesi hukum. Setiap profesi
hukum mempunyai fungsi dan peranan tersendiri dalam rangka
mewujudkan

Pengayoman

hukum

berdasarkan

Pancasila

dalam

masyarakat, yang harus diterapkan sesuai dengan mekanisme hukum
berdasarkan

perundang-undangan

yang

berlaku

(memenuhi

asas

legalitas dalam Negara hukum).yaitu menimbulkan kepatuhan bagi yang
terikat oleh kode etik tersebut.
Profesi hukum adalah profesi untuk mewujudkan ketertiban
berkeadilan yang memungkinkan manusia dapat menjalani kehidupannya
secara wajar (tidak perlu tergantung pada kekuatan fisik maupun
finansial)13. Hal ini dikarenakan Ketertiban berkeadilan adalah kebutuhan
dasar manusia; dan Keadilan merupakan Nilai dan keutamaan yang
paling luhur serta

merupakan unsur esensial dan martabat manusia.

Pengemban profesi hukum itu mencakup 4 (empat) bidang karya hukum,
yaitu: 1) Penyelesaian konflik secara formal (peradilan yang melibatkan
profesi hakim, Advokat, dan Jaksa); 2) Pencegahan konflik (perancangan
hukum); 3) Penyelesaian konflik secara informal (mediasi, negoisasi); 4)
Penerapan hukum di luar konflik.

13

Adnan Qohar, Opcit, hlm 8

13

Setiap profesi hukum harus mampu membina dan mengembangkan
cara kerja profesional yang sebaik-baiknya berdasarkan etika profesi
yang luhur. Bagi profesi-profesi yang dalam melaksanakan tugasnya
bersifat mandiri dan tidak boleh dipengaruhi oleh pihak luar, maka
kemandirian/kebebasan

dalam tugasnya haruslah selalu diimbangi

dengan rasa tanggung jawab yang lebih besar pula, karena ia sendirilah
yang bertanggung jawab sepenuhnya atas karyanya kepada hati nurani
dan keyakinan hukumnya sendiri, kepada masyarakat dan akhirnya
kepada Tuhan Yang Maha Esa Mengetahui. Jadi kebebasan yang
bertanggung jawab sesuai dengan sumpah jabatannya.
2. Kode Etik Advokat Indonesia
Advokat sebagai profesi terhormat (officium nobile) yang dalam
menjalankan profesinya berada di bawah perlindungan hukum, Undangundang dan kode etik, memiliki kebebasan yang didasarkan kepada
kehormatan dan kepribadian Advokat yang berpegang teguh kepada
kemandirian, kejujuran, kerahasiaan, dan keterbukaan.
Bab II Pasal 2 Kode Etik Advokat Indonesia Tentang Kepribadian
Advokat, disebutkan:
“Advokat Indonesia adalah warga Negara Indonesia yang bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, bersikap satria, jujur dalam
mempertahankan keadilan dan kebenaran dilandasi moral yang tinggi,
luhur dan mulia, dan yang dalam melaksanakan tugasnya menjunjung
tinggi hukum, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, kode etik
Advokat serta sumpah jabatannya”.
Isi pasal di atas adalah kepribadian yang dimiliki oleh setiap advokat.
Kode etik yang mengatur kepribadian seorang advokat sangat berkaitan
erat dengan etika. Etika merupakan filsafat moral untuk mendapatkan
petunjuk tentang perilaku yang baik, berupa nilai-nilai luhur dan aturan-

14

aturan pergaulan yang baik dalam hidup bermasyarakat dan kehidupan
pribadi seseorang.
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 huruf a, Kode Etik
Advokat Indonesia dapat disimpulkan bahwa seorang advokat, dalam
menjalankan profesinya, harus selalu berpedoman kepada :
a. Kejujuran profesional (professional honesty), sebagai mana
terungkap dalam pasal 3 huruf a Kode Etik Advokat Indonesia
dalam kata-kata “Oleh karena tidak sesuai dengan keahilannya”,
dan
b. Suara hati nurani (dictate of conscience), keharusan setiap
advokat untuk berlaku adil dan jujur sesuai dengan hati dan
nuraninya, itu berarti seorang advokat dapat menolak perilaku
yang menyimpang dari konteks keadilan.
Proses penegakan hukum ini, para lawyers baik di bidang legislatif,
eksekutif, dan yudikatif, maupun dibidang pemberian jasa hukum harus
berperan secara positif-konstruktif untuk ikut menegakkan hukum yang
berkeadilan. Janganlah berperan secara negatif-destraktif

dengan

menyalahgunakan hukum, sehingga akhir-akhir ini muncul tuduhan
adanya “mafia peradilan”, penyelewengan hukum, kolusi hukum dan
penasehat hukum yang pinter-busuk (“advocaat in kwade zaken”) yang
memburamkan Negara Indonesia sebagai Negara hukum.
Negara Indonesia merupakan Negara hukum yang berdasarkan dan
berideologikan Pancasila yang mutlak harus menjadi tujuan dan arah
pembangunan bangsa, Negara, pemerintahan (dalam arti luas) dan
konstellasi ketatanegaraan kita.

15

Dalam Negara hukum berdasarkan Pancasila berlaku 3 asas pokok,
yaitu:
a. Asas

Wibawa

Hukum

(berlakunya

asas

legalitas,

Kunstitutsionalitas dan supremasi hukum);
b. Asas

Pengayoman

diperlambangkan
menjamin

dan

Hukum

sebagai
melindungi

(dimana

pohon
hak-hak

hukum

beringin
dan

yang

Pengayoman

kewajiban asasi

warganegara);
c. Asas Kepastian Hukum (dimana adanya jaminan hukum atau
dasar hukum yang digunakan dalam menegakkan hukum,
kebenaran dan keadilan berdasarkan perikemanusiaan yang adil
dan beradab).
Setiap advokat, di dalam menjalankan profesinya sebagai profesi
yang dinamik dan terhormat (officium nobile) haruslah memegang teguh
dan mengamalkan Pancasila sebagai dasar Negara dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia dan melaksanakan tugas profesi
sebagai

pemberi

jasa

hukum

akan

bertindak

jujur,

adil,

dan

bertanggungjawab berdasarkan hukum dan keadilan (Pasal 4 ayat (2) UU
No. 18 Tahun 2003 Tentang Advokat).

3. Pelaksanaan Kode Etik dan Undang-Undang Advokat
Berkaitan dengan Undang-Undang Advokat Nomor 18 tahun 2003
maka disusun Kode Etik Advokat Indonesia, hal ini bertujuan untuk
menjaga martabat dan kehormatan profesi Advokat (Pasal 26 Bab IX ayat
1); UU tersebut juga mengatur bagaimana seorang Advokat wajib tunduk

16

dan mematuhi kode etik profesi Advokat dan ketentuan tentang Dewan
Kehormatan Organisasi Advokat (ayat 2); Kode etik profesi Advokat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan (ayat 3); Pengawasan atas pelaksanaan
kode etik profesi Advokat dilakukan oleh Organisasi Advokat (ayat 4).
Kode etik juga mengatur tentang susunan, tugas, dan kewenangan
Dewan Kehormatan Organisasi Advokat.
Intinya, Kode Etik Advokat dan Undang-Undang Advokat mengatur
tentang hubungan Advokat dengan Klien dan Hubungan Advokat dengan
teman sejawat. Hubungan antara Advokat dengan klien diatur di dalam
Pasal 4 Kode Etik Advokat, yaitu:
a. Advokat dalam perkara-perkara perdata harus mengutamakan
penyelesaian dengan jalan damai.
b. Advokat tidak dibenarkan memberikan keterangan yang dapat
menyesatkan klien mengenai perkara yang sedang diurusnya.
c. Advokat

tidak dibenarkan menjamin kepada kliennya bahwa

perkara yang ditanganinya akan menang.
d. Dalam

menentukan

besarnya

honorarium

Advokat

wajib

mempertimbangkan kemampuan klien.
e. Advokat tidak dibenarkan membebani klien dengan biaya-biaya
yang tidak perlu.
f. Advokat

dalam

mengurus

perkara

cuma-cuma

harus

memberikan perhatian yang sama seperti terhadap perkara
untuk mana ia menerima uang jasa.

17

g. Advokat harus menolak mengurus perkara yang menurut
keyakinannya tidak ada dasar hukumnya.
h. Advokat wajib memegang rahasia jabatan tentang hal-hal yang
diberitahukan oleh klien secara kepercayaan dan wajib tetap
menjaga rahasia itu setelah berakhirnya hubungan antara
advokat dan klien itu.
i. Advokat tidak dibenarkan melepaskan tugas yang dibebankan
kepadanya pada saat yang tidak menguntungkan posisi klien
atau pada saat tugas itu akan dapat menimbulkan kerugian yang
tidak dapat diperbaiki lagi bagi klien yang bersangkutan, dengan
tidak mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
3 huruf (a).
j. Advokat mengurus kepentingan bersama dari dua pihak atau
lebih harus mengundurkan diri sepenuhnya dari pengurusan
kepentingan-kepentingan tersebut, apabila dikemudian hari
timbul pertentangan kepentingan antara pihak-pihak yang
bersangkutan.
k. Hak retensi Advokat terhadap klien diakui sepanjang tidak akan
menimbulkan kerugian kepentingan klien.14
Hubungan antara Advokat dengan klien sangat erat kaitannya
dengan pekerjaan uatama Advokat sebagai profesi seperti: a) pemberian
nasihat hukum kepada masyarakat yang memerlukannya; b) pembelaan
kepentingan masyarakat; c) membuat draf kontrak (perjanjian) bagi
kepentingan para pihak yang berminat untuk mengadakan hubungan

14

Kode Etik Advokat Indonesia

18

dagang atau hubungan kerja; d) memfasilitasi kepentingan masyarakat
yang

menjadi

kliennya

dalam

suatu

proses

perundingan

guna

menyelesaikan perselisihan hukum; e) dan lain-lain bentuk pelayanan
hukum yang diperlukan dunia usaha.
Adapun hubungan antar Advokat dengan Teman Sejawat, diatur di
dalam Pasal 5 Kode Etik Advokat, yaitu:
a. Hubungan antara teman sejawat Advokat harus dilandasi sikap
saling menghormati, saling menghargai dan saling mempercayai.
b. Advokat jika membicarakan teman sejawat atau jika berpapasan
satu sama lain dalam sidang pengadilan, hendaknya tidak
menggunakan kata-kata yang tidak sopan baik secara lisan
maupun tertulis.
c. Keberatan-keberatan terhadap tindakan teman sejawat yang
dianggap bertentangan dengan kode etik Advokat harus diajukan
kepada Dewan Kehormatan untuk diperiksa dan tidak dibenarkan
untuk disiarkan. Melalui media massa atau cara lain.
d. Advokat tidak diperkenankan menarik atau merebut seorang
klien dari teman sejawat.
e. Apabila klien hendak mengganti Advokat, maka Advokat yang
baru hanya dapat menerima perkara itu setelah menerima bukti
pencabutan pemberian kuasa kepada Advokat semula dan
berkewajiban mengingatkan klien untuk memenuhi kewajibannya
apabila masih ada terhadap Advokat semula.
f. Apabila suatu perkara kemudian diserahkan oleh klien terhadap
Advokat baru, maka Advokat semula wajib memberikan

19

kepadanya semua surat dan keterangan yang penting untuk
mengurus perkara itu, dengan memperhatikan hak retensi
Advokat terhadap klien tersebut.15

B. PERKARA HUKUM PIDANA
1. Pengertian Hukum Pidana
Sebelum membahas mengenai perkara hukum pidana, tentunya
terlebih dahulu mengetahui pengertian dari hukum pidana. Berbagai penulis
telah mencoba untuk membuat rumusan-rumusan hukum pidana, namun
kata-kata hukum pidana merupakan kata-kata yang memiliki lebih dari satu
pengertian. Pengertian hukum pidana menurut para ahli adalah sebagai
berikut :
a. Prof.Dr. W.L.G. Lemaire
Menurut Prof. Lemaire “hukum pidana itu terdiri dari normanorma yang berisi keharusan-keharusan dan larangan-larangan
yang (oleh pembentuk undang-undang) telah dikaitkan dengan
suatu sanksi berupa hukuman, yakni suatu penderitaan yang
bersifat khusus. Dengan demikian dapat juga dikatakan, bahwa
hukum pidana itu merupakan suatu sistem norma-norma yang
menentukan terhadap tindakan-tindakan yang mana (hal melakukan
sesuatu atau tidak melakukan sesuatu) dan dalam keadaankeadaan bagaimana hukuman itu dapat dijatuhkan, serta hukuman

15

Ibid

20

yang bagaimana dapat dijatuhkan bagi tindakan-tindakan (hal
melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu).16
b. W.F.C. van Hattum
Hukum pidana adalah suatu keseluruhan dari asas-asas dan
peraturan-peraturan yang diikuti oleh negara atau suatu masyarakat
hukum umum lainnya, dimana mereka itu sebagai pemelihara dari
ketertiban hukum umum telah melarang dilakukannya tindakantindakan yang bersifat melanggar hukum dan telah mengaitkan
pelanggaran

terhadap

peraturan-peraturannya

dengan

suatu

penderitaan yang bersifat khusus berupa hukuman.17
c. Prof.Simons
Menurut Simons hukum pidana itu dapat dibagi menjadi
hukum pidana dalam arti objektif atau strafrecht in objectieve zin
dan hukum pidana dalam arti subjektif atau strafrecht in subjectieve
zin.Hukum pidana dalam arti objek tif adalah hukum pidana yang
berlaku, atau yang juga disebut sebagai hukum positif atau ius
poenale18.
d. Moeljatno
Hukum pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum
yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan
aturan-aturan untuk:
1) Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh
dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau

16

Prof. Lemaire dalam buku : Lamintang,”Dasar-Dasar Hukum Pidana
Indonesia”,Citra Aditya Bakti,Bandung 1997, Hlm-2.
17
W.F.C. van Hattum : Ibid.
18
Prof.Simons : Ibid, Hlm-3.

21

sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa
melanggar larangan tersebut;
2) Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka
yang

telah

melanggar

larangan-larangan

itu

dapat

dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah
diancamkan;
3) Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana
itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka
telah melanggar larangan tersebut.19
e. Hazewinkel-Suringa
Hukum pidana adalah sejumlah peraturan hukum yang
mengandung larangan dan perintah atau keharusan yang terhadap
pelanggarannya diancam dengan pidana (sanksi hukum) bagi
barang siapa yang membuatnya.20
Melihat dari beberapa pendapat yang telah dikutip tersebut dapat
diambil gambaran tentang hukum pidana, bahwa hukum pidana setidaknya
merupakan hukum yang mengatur tentang:
1)

Larangan untuk melakukan suatu perbuatan;

2)

Syarat-syarat agar seseorang dapat dikenakan sanksi pidana;

3)

Sanksi pidana apa yang dapat dijatuhkan kepada seseorang yang
melakukan suatu perbuatan yang dilarang (delik);

4)

19
20

Cara mempertahankan/memberlakukan hukum pidana.

Moeljatno, Azas-Azas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 1982, Hlm 1.
Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana,Rineka Cipta, Jakarta, 1991, Hlm 4

22

2.

Macam-Macam Perkara Pidana
Perkara pidana berarti permasalahan dalam hukum pidana.
Tentunya permasalahan tersebut perlu diselesaikan dengan hukum
positif yang berlaku. Perkara pidana dalam penulisan ini adalah tindak
pidana.
Istilah tindak pidana terdapat dalam WvS Hindia Belanda yaitu
”strafbaar feit”, tetapi tidak ada penjelasan resmi tentang apa yang
dimaksud dengan strafbaar feit itu. Karena itu para ahli hukum berusaha
untuk memberikan arti dan isi dari istilah itu, namun sayangnya sampai
kini belum ada keseragaman pendapat.21
Beberapa sarjana Indonesia mengemukakan strafbaar feit sebagai
perbuatan pidana, peristiwa pidana, tindak pidana, perbuatan yang
boleh dihukum, pelanggaran pidana dan delik. Kesimpangsiuran
perumusan ini semakin bertambah saat dalam perundang-undangan
Indonesia telah menggunakan seluruh istilah yang telah disebutkan di
atas, dalam berbagai undang-undang. Istilah tersebut juga digunakan
oleh para sarjana Indonesia diantaranya22:
a. Perbuatan yang boleh dihukum, digunakan oleh MR.Karni,
Susilo, H.J Van Schravendijk.
b. Peristiwa pidana, digunakan oleh MR.R.Tresna, E.Utrecht,
Wirjono Prodjodikoro.
c. Tindak pidana, digunakan oleh Satochid Kartanegara, Subekti
Kemudian muncul beberapa penafsiran mengenai strafbaar feit,
diantaranya adalah :
21

Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana I,Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2002, hlm, 67
22
Andi Hamzah, op cit, hlm 86

23

a. Peristiwa pidana yang juga disebut sebagai tindak pidana
(delict) ialah suatu perbuatan atau rangkaian perbuatan yang
dapat dikenakan hukuman pidana. Istilah peristiwa pidana atau
tindak pidana adalah sebagai terjemahan dari istilah bahasa
Belanda strafbaarfeit atau delict.23
b. Tindak pidana adalah perbuatan atau serangkaian perbuatan
yang padanya dilekatkan sanksi pidana. Jika dilihat dari
istilahnya, hanya sifat-sifat dari perbuatan saja yang melakukan
tindak pidana tersebut menjadi bagian dari persoalan lain, yaitu
pertanggungjawaban pidana.24
c. Tindak pidana adalah sebagai suatu tindakan pada tempat,
waktu dan keadaan tertentu yang dilarang (atau diharuskan)
dan diancam dengan pidana oleh undang-undang, bersifat
melawan hukum serta dengan kesalahan dilakukan oleh
seseorang (yang mampu bertangung jawab).25
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana merupakan peraturan
(konvensi) yang mengatur mengenai aturan-aturan tindak pidana. Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana dibagi atas tiga buku yakni :
a. Buku pertama : mengatur mengenai aturan umum
b. Buku kedua : mengatur mengenai kejahatan
c. Buku ketiga : mengatur mengenai pelanggaran

23

C.S.T Kansil dan Christie S.T Kansil, Pokok-Pokok Hukum Pidana, Pradnya
Paramitha, Jakarta, 2007, hlm.37.
24
Chairul Huda, Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada
Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan, Prenada Media, Jakarta, 2006, hlm.15.
25
E.Y Kanter dan S.R Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan
Penerapannya, Sinar Grafika, Jakarta, 2002, hlm.211

24

Macam-macam tindak pidana terdapat dalam kitab undangundang hukum pidana dan diatur juga di luar kitab undang-undang
hukum pidana. Tindak Pidana yang sering kali masuk dalam perkara
pidana dan ditangani oleh Posbakum yaitu :
a. Tindak pidana narkotika, diatur dalam Undang-Undang Nomor
35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
b. Tindak pidana penganiayaan, bab XX pasal 351-358 Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana.
c. Tindak pidana pencurian, bab XXII pasal 362-367 Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana.
d. Tindak pidana korupsi, diatur dalam Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi.
e. Tindak pidana pemerasan dan pengancaman, bab XXIII pasal
368-371 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
f. Tindak pidana perjudian, pasal 303 Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana.
g. Tindak pidana penipuan, pasal 378 Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana.
h. Tindak pidana penggelapan, bab XXIV pasal 372-377 Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana.
Tentunya masih banyak lagi macam-macam tindak pidana yang
dapat ditangani oleh Posbakum, baik di dalam maupun di luar Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana. Intinya, Posbakum dalam memberikan

25

bantuan hukum, tidak semua permasalahan hukum dapat dijadikan
perkara hukum, sebab tidak semua masalah, pengaduan dari
masyarakat yang diajukan merupakan masalah hukum. Sekalipun
merupakan masalah hukum dan ada dasar hukumnya namun dapat
diselesaikan dengan perdamaian.
C. BANTUAN HUKUM
Indonesia sebagai negara hukum, tentunya masyarakat memiliki hak
dan kewajiban. Hak memperoleh bantuan hukum adalah bagian dari
peradilan yang adil dalam prinsip hukum. Pasal 27 ayat (1) dinyatakan,
bahwa segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan
tidak ada kecualinya. Persamaan di hadapan hukum tersebut dapat
terealisasi dan dapat dinikmati oleh masyarakat apabila ada kesempatan
yang sama untuk mendapatkan keadilan. Persamaan dihadapan hukum
harus diiringi pula dengan berbagai kemudahan untuk mendapatkan
keadilan, termasuk didalamnya pemenuhan hak atas bantuan hukum.
Sebelum adanya Undang-Undang Bantuan Hukum, terdapat Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 2008 tentang Persyaratan
dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma. Peraturan
tersebut, memberikan pengertian mengenai bantuan hukum secara cumacuma yaitu jasa hukum yang diberikan advokat tanpa menerima pembayaran
honorarium meliputi pemberian konsultasi hukum, menjalankan kuasa,
mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain
untuk kepentingan pencari keadilan yang tidak mampu.

26

Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat diketahui bahwa dalam
bantuan hukum terdapat beberapa unsur, yaitu :
1.

Penerima bantuan hukum adalah fakir miskin atau orang yang
tidak mampu secara ekonomi.

2.

Bantuan hukum diberikan baik di dalam maupun di luar proses
peradilan.

3.

Bantuan hukum diberikan baik dalam lingkup peradilan pidana,
perdata, maupun tata usaha negara.

4.

Bantuan hukum diberikan secara cuma-cuma.

Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 mengatakan bahwa:
“setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian
hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum”. Pasal
tersebut tentunya dapat dijadikan dasar hukum yang tepat untuk hak
memperoleh perlindungan dengan maksud yaitu bantuan hukum yang adil.
Dasar pemberian bantuan hukum diatur dalam

Undang-Undang

Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum. Berdasarkan pasal 2
Undang-Undang Nomor 16

Tahun

2011

tentang

pelaksanaan bantuan hukum berdasarkan asas:
1.

keadilan;

2.

persamaan kedudukan di dalam hukum;

3.

keterbukaan;

4.

efisiensi;

5.

efektivitas; dan

6.

akuntabilitas

Bantuan

Hukum,

27

Enam asas di atas merupakan dasar yang dijadikan oleh Posbakum
dalam pelaksanaannya memberikan bantuan hukum secara prodeo. Adapun
tujuan Posbakum dalam memberikan bantuan hukum terdapat dalam pasal 3
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 yaitu:
1.
2.
3.
4.

Menjamin dan memenuhi hak bagi Penerima Bantuan Hukum
(fakir miskin) untuk mendapatkan akses keadilan;
Mewujudkan hak konstitusional segala warga negara sesuai
dengan prinsip persamaan kedudukan di dalam hukum;
Menjamin
kepastian
penyelenggaraan
Bantuan
Hukum
dilaksanakan secara merata di seluruh wilayah Negara Republik
Indonesia; dan
Mewujudkan peradilan yang efektif, efisien, dan dapat
dipertanggungjawabkan.

Akses keadilan sebagai salah satu hak dasar yang bersifat universal,
yang ditujukan bagi masyarakat kurang mampu dan termarjinalisasi, agar
mereka dapat menggunakan sistem hukum untuk meningkatkan hidupnya.
Karena itu pengalaman di berbagai negara dalam memberikan bantuan
hukum bagi warga negara yang tergolong miskin atau tidak mampu adalah
relevan dalam mewujudkan negara hukum yang demokratis. Hal ini tentu
berlaku bagi Negara Republik Indonesia yang juga merupakan negara
hukum yang demokratis (konstitusionalisme).
Fakta empiris menunjukkan bahwa dalam masyarakat telah terdapat
berbagai

lembaga

bantuan

hukum baik berupa lembaga swadaya

masyarakat maupun yang dikelola oleh fakultas hukum di perguruan tinggi
yang telah memberikan bukti konkret dan kontribusi luar biasa terhadap
warga negara Indonesia yang miskin atau tidak mampu untuk mendapatkan
akses keadilan.
Tujuan penyusunan kebijakan Bantuan Hukum adalah untuk menjamin
dan memenuhi hak bagi fakir miskin untuk mendapatkan akses keadilan,

28

baik di dalam maupun di luar proses peradilan; mewujudkan hak
konstitusional warga negara sesuai dengan prinsip persamaan di hadapan
hukum: menjamin kepastian penyelenggaraan bantuan hukum dilaksanakan
secara

merata

mewujudkan

diseluruh
peradilan

dipertanggungjawabkan.

wilayah

Negara

Republik

yang

efektif,

efisien,

Indonesia;
dan

dan
dapat

BAB III
KEGIATAN KERJA PRAKTEK

A. Pembagian Tugas
Pelaksanaan kerja praktek yang dilakukan oleh penulis bertempat di
Pos Bantuan Hukum (POSBAKUM) DPC-IKADIN Bandung yang dimulai
dari tanggal 23 Juli 2012 sampai 31 Agustus 2012, penulis melakukan
beberapa kegiatan. Adapun kegiatan yang dilakukan pada saat
pelaksanaan kerja praktek, adalah sebagai berikut :
1. Penulis

mempelajari

dan

membuat

beberapa

draf-draf

yang

diperlukan dalam proses pelaksanaan bantuan hukum. Sebagai
contoh adalah membuat Surat Keterangan Tidak Mampu, Surat
Penunjukan Kuasa (Surat Kuasa), Surat Permohonan, dan lain-lain
2. Mengikuti beberapa sidang yang sedang ditangani oleh POSBAKUM,
dan kemudian mencatat siapa hakim m