60
Muhammadiyah Journal of Nursing
A. PENDAHULUAN
Pembedahan merupakan salah satu jenis penatalaksanaan pada pasien fraktur untuk
mereposisi fragmen tulang yang patah. Tindakan pembedahan tersebut menyebabkan rasa nyeri
sehingga dapat menimbulkan komplikasi yang serius dan menghambat proses pemulihan pasien
jika tidak dilakukan manajemen nyeri dengan baik. Pasien yang dilakukan tindakan operasi
mengalami nyeri akut setelah operasi sekitar 80 . Nyeri yang dialami pasien 86 dalam kategori
nyeri sedang dan berat. Kneale, 2011; Christopher, 2011 .
Nyeri setelah operasi disebabkan oleh rangsangan mekanik luka yang menyebabkan tubuh
menghasilkan mediator-mediator kimia nyeri. Mediator kimia dapat mengaktivasi nociceptor
lebih sensitif secara langsung maupun tidak langsung sehingga menyebabkan hiperalgesia.
Nyeri pasca operasi fraktur akan berdampak pada sistem endokrin yang akan meningkatkan sekresi
kortisol, katekolamin dan hormon stres lainnya. Respon fi siologis yang berpengaruh akibat nyeri
adalah takikardia, peningkatan tekanan darah, perubahan dalam respon imun, hiperglikemia.
Nyeri juga menyebabkan pasien takut untuk bergerak sehingga beresiko terjadi trombosis vena
dalam, atelektasis paru, mengurangi motilitas usus dan retensi urin Constantini A
ff aitati, 2011. Resiko masalah – masalah pasca operasi fraktur
tersebut dapat diminimalkan jika pasien dapat beradaptasi terhadap nyeri yang dialaminya.
Intervensi non farmakologis yang dapat dilakukan perawat untuk membantu pasien
beradaptasi terhadap nyeri pasca operasi adalah edukasi nyeri dan meditasi dzikir. Edukasi
nyeri dapat diberikan pada tahap pra operasi sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan
pasien mengontrol nyeri pasca pembedahan. Pada tahap preoperatif pasien mungkin
mengalami kekhawatiran terhadap rasa sakit dan ketidaknyamanan dan akibatnya pasien mungkin
mengalami kecemasan dan ketakutan. Edukasi sebelum operasi secara signifi kan memperpendek
lama tinggal di rumah sakit yaitu dari 7 hari menjadi 5 hari Jones, 2010.
Stimulus kognator dengan edukasi nyeri ini diperlukan dalam proses adaptasi terhadap nyeri
post operasi yang dialami oleh pasien. Melalui edukasi akan terjadi proses pembelajaran dan
pembelajaran merupakan upaya penambahan pengetahuan baru, sikap dan ketrampilan melalui
penguatan praktek dan pengalaman tertentu Smeltzer Bare, 2008, Potter Perry, 2009.
Meditasi dzikir merupakan bagian dari meditasi transendental yang melibatkan faktor keyakinan.
Respon relaksasi yang melibatkan keyakinan yang dianut akan mempercepat terjadinya
keadaan relaks atau dengan kata lain kombinasi respon relaksasi dengan melibatkan keyakinan
akan melipatgandakan manfaat yang didapat dari respon relaksasi. Semakin kuat keyakinan
seseorang berpadu dengan respon relaksasi maka semakin besar pula efek yang didapat.
Penelitian telah membuktikan bahwa meditasi Zikir dan relaksasi rahang pada pasien bedah
abdomen menunjukkan hasil yang signifikan mengurangi kecemasan dan nyeri post operasi
Solinan et al., 2013, terapi meditasi zikir selama 30 menit bisa mengurangi rasa sakit pasca operasi
6-8 jam dan 24-30 jam pada pasien yang menjalani operasi perut Sitepu, 2009.
Manfaat dzikir kepada pasien untuk mendapatkan respon relaksasi, ketenangan ,
kesadaran , dan kedamaian yang meningkatkan psikologis, sosial, spiritual dan status kesehatan
fisik Abdel - Khalek Lester , 2007. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
kombinasi edukasi nyeri dan meditasi dzikir terhadap adaptasi nyeri pada pasien pasca operasi
fraktur.
B. METODE PENELI TI AN
Penelitian ini merupakan jenis penelitian Quasy – Experiment dengan Pre-Post Test Design.
Sampel dalam penelitian ini pasien operasi fraktur yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 48 orang
dengan 24 orang pada kelompok intervensi dan
61
Muhammadiyah Journal of Nursing
24 orang kelompok kontrol. Teknik sampling dalam penelitian ini menggunakan consecutive
sampling dengan pengambilan data pada bulan Juli – September 2014. Variabel penelitian meliputi
edukasi nyeri, meditasi dzikir dan adaptasi nyeri dengan sub variabel intensitas nyeri, tekanan
darah, nadi dan respirasi. Kelompok intervensi mendapatkan edukasi nyeri dengan media booklet
dan latihan meditasi dzikir pada tahap pra operasi.
Instrumen penelitian untuk mengukur intensitas nyeri mengggunakan lembar observasi
dengan Numeric Rating Scale NRS, tekanan darah dengan cara auskultasi menggunakan
sphynomanometer air raksa yang telah dilakukan kalibrasi, nadi dan respirasi menngunakan
stopwatch. Observasi intensitas nyeri, tekanan darah, nadi dan respirasi dilakukan dua kali
yaitu pada 6-8 jam dan 12-14 jam pasca operasi.. Kelompok kontrol mendapatkan perawatan pasca
operasi rutin dari ruangan.
Analisis univariat untuk karakteristik responden menggunakan prosentase sedangkan
analisis bivariat untuk mengetahui perbedaan intensitas nyeri, tekanan darah sistol dan diastole,
nadi serta respirasi responden sebelum dan sesudah dilakukan intevensi baik pada masing-
masing kelompok perlakuan dan kelompok kontrol dengan uji Wilcoxon Signed Ranks Test. Perbedaan
perubahan intensitas nyeri, tekanan darah sistol dan diastole, nadi serta respirasi pasien pada
kelompok kontrol dan intervensi setelah dilakukan intervensi dengan uji Mann Whitney test.
C. HASI L PENELI TI AN DAN
PEMBAHASAN
1. Karakteristik responden.
Tabel 1. Distribusi Frekwensi Karakteristik Responden kelompok perlakuan dan kelompok
kontrol berdasarkan jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan, jenis fraktur, jenis
anastesi dan jumlah hari sebelum di rawat di rumah sakit pasien post operasi fraktur di ruang
Flamboyan RSUD.dr. Harjono Ponorogo n=48.
Variabel Perlakuan
Kontrol Total
Jenis kelamin
Laki-laki Perempuan
Usia 11-20
21-30 31-40
41-50 51-60
58,3 41,7
12,5 4,2
45,8 25
12,5 83,3
16,7 12,5
20,9 33,3
8,3 25
70,8 29,2
12,5 12,5
39,6 16,6
18,8
Pendidikan TTS
SD SMP
SMUSMK PT
12,5 50
29,2 8,3
- 33,3
4,2 25
33,3 4,2
23 27
27 21
2 Variabel
Perlakuan Kontrol
Total Pekerjaan
Petani PNS
Swasta Wiraswasta
Pelajar Mahasiswa
Jenis Fraktur
Ekstremitas Superior
Ekstremitas Inferior
Jenis Anastesi
GA SAB
Hari rawat sebelum
operasi hari
Lebih 3 hari 62,5
- 20,8
4,2 12,5
37,5 62,5
33,3 66,7
33,3 66,7
33,3 -
33,3 16,7
16,7
45,8 54,2
50 50
41,7 58,3
48 -
27 10,4
14,6
41,7 58,3
41,7 58,3
37,5 62,5
Hasil penelitian menunjukkan rentang rata-rata umur responden adalah 31-40 tahun .
Efek usia pada sensitifi tas nyeri menunjukkan bahwa usia berpengaruh terhadap sensitifi tas
nyeri yang disebabkan karena faktor fi siologi, perubahan biokimia dan perubahan mekanisme
homeostatik dalam jalur somatosensorik
62
Muhammadiyah Journal of Nursing
yang terlibat dalam pengolahan dan persepsi nyeri. Individu usia lanjut terjadi penurunan
sensitifitas sistem syaraf sensorik akibat kerusakan dan demielinisasi dari serat syaraf
Yezierski, 2012.
Umur responden pada penelitian ini tergolong usia dewasa sehingga sensitifitas
nyeri responden belum mengalami penurunan. Menurut Roth 2007 usia berbanding terbalik
dikaitkan dengan rasa sakit, di mana pasien lebih muda melaporkan nyeri lebih tinggi
daripada pasien usia tua. Faktor budaya, seperti sikap tabah, kurangnya keakraban dengan
pelaporan nyeri lisan dapat mengakibatkan hambatan dalam pelaporan nyeri pada orang
dewasa yang lebih tua. Selain itu, pasien yang lebih tua percaya bahwa rasa nyeri adalah
bagian dari sakit dan tidak perlu dilaporkan. Gibson dan Helme,2001 dalam Roth 2007.
Jumlah dan ukuran neuron sensorik di ganglia akar dorsal meningkat pada usia dewasa dan
puncaknya pada usia paruh baya Devor, 1991 dalam Yezierski, 2012.
Jenis kelamin berpengaruh terhadap respon nyeri Kneale, 2011; Paller, 2009;
Fillingim; 2009; Kindler, 2011. Jenis kelamin perempuan lebih peka terhadap nyeri dan
derajat nyeri yang lebih besar dari pada laki- lak serta menggunakan obat penghilang rasa
sakit lebih sering daripada laki-laki Kinler, 2011; Paller, 2009. Hawthorn Redmond
1998 dalam Kneale 2011 menyebutkan bahwa laki-laki lebih mampu untuk menahan
nyeri tetapi tidak berarti laki-laki mengalami nyeri yang lebih ringan daripada perempuan.
Hal ini didukung oleh Fillingim 2009 yang menyebutkan bahwa nyeri pasca operasi saat
istirahat dan nyeri saat bergerak dalam sampel besar pasien di Cina pada jenis kelamin laki-
laki di dapatkan hasil peningkatan rasa sakit dan pemakaian morfin pasca operasi lebih
sering daripada perempuan.
Karakteristik jenis fraktur responden sebagian besar pada ekstremitas inferior.
Fraktur ekstremitas bawah merupakan jenis fraktur yang paling sering terjadi pada laki-
laki dibandingkan dengan perempuan, faktor resiko yang berhubungan dengan kecelakaan
lalu lintas, olah raga dan kecelakaan kerja Reeves, Roux Lokhart,2001, Depkes 2009.
Pasien fraktur ekstremitas bawah memiliki tingkat nyeri dan intensitas nyeri yang lebih
tinggi saat tidur dan istirahat, peningkatan resiko depresi dan kecemasan 3 bulan pasca
kejadian serta beresiko mengalami nyeri kronis pada 7 tahun Castillo, 2006.
Karakteristik berdasarkan jenis anastesi yang digunakan didapatkan hasil 66,7
dengan anastesi spinal . Penelitian Hu et al 2009 menunjukkan bahwa anastesi spinal
mengurangi resiko trombosis vena, emboli paru, mengurangi kebutuhan tranfusi darah
dan mengurangi waktu operasi pada pasien yang dilakukan operasi penggantian lutut.
Anastesi spinal tidak mengurangi nyeri pasca operasi tetapi dapat menurunkan lama rawat
inap di rumah sakit, mempercepat proses pemulihan dan rehabilitasi pasien di rumah
sakit serta mengurangi resiko delirium pasca operasi Sieber, 2010; Maefariane, 2009.
Lama hari di rumah sakit sebelum operasi rata-rata lebih dari 3 hari. Penelitian Astuti 2011
menunjukkan bahwa edukasi preoperasi yang dilakukan 2 hari sebelum operasi berpengaruh
terhadap self efficasy dan perilaku latihan post operasi pada pasien fraktur ekstremitas
bawah. Lama hari rawat lebih dari 3 hari akan memberikan kesempatan kepada responden
untuk latihan meditasi dzikir. Penelitian Perlman et al 2010 menunjukkan bahwa
responden yang melakukan latihan meditasi memiliki ketidaknyamanan nyeri yang lebih
rendah. Meditasi mindfullness yang dilakukan dengan latihan dua kali perminggu dapat
meningkatkan toleransi nyeri pada tes sensasi dingin.
63
Muhammadiyah Journal of Nursing
2. Perbedaan Intensitas Nyeri, Tekanan darah, Nadi dan Respirasi
Tabel 2 Perubahan Intensitas nyeri dan tanda-tanda vital sebelum perlakuan
dan sesudah perlakuan pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol pasien
post operasi fraktur di ruang Flamboyan RSUD.dr. Harjono Ponorogo n=48.
Variabel Rerata
Sebelum Perlakuan
Rerata 6-8
jam pasca
operasi p-value
Rerata 12-14
jam pasca
operasi p-value
Nyeri P Nyeri K
7 6,45
5,7 6,33
0,00 0,15
4,1 6,29
0,00 0,63
TD Sistol P
124 124
0,65 120
0,02 TD Sistol
K 119
119 1,00
117 0,34
TD Diastol
P 80,4
79,7 0,39
75 0,007
TD Diastol
K 78,1
78,1 1,00
78,7 0,89
Nadi P 81,9
81,4 0.24
79,6 0,13
Nadi K 81,6
80,5 0,14
80 0,15
RR P 20,08
19,6 0,08
19,1 0,06
RR K 20,8
20,6 0,41
20,2 0,08
Ket : P=kelompok perlakuan, K=kelompok kontrol, p 0,05
Tabel 3 Perbedaan perubahan Intensitas nyeri dan tanda-tanda vital antara kelompok
perlakuan dan kelompok kontrol pasien post operasi fraktur di ruang Flamboyan
RSUD.dr. Harjono Ponorogo n=48.
Variabel Rerata
Perubahan 6-8 jam
pasca operasi
P-value Rerata
Perubahan 112-14
jam pasca operasi
P-value Nyeri P
1,25 0,00
2,87 0,00
Variabel Rerata
Perubahan 6-8 jam
pasca operasi
P-value Rerata
Perubahan 112-14
jam pasca operasi
P-value Nyeri K
0,08 0,12
TD Sistol P
0,41 0,64
4,58 0,15
TD Sistol K
2,08 TD Diastol
P 0,62
0,64 5,41
0,09 TD Diastol
K -0,58
Nadi P 0,87
0,53 2,25
0,75 Nadi K
1,08 1,66
Respirasi P
Respirasi K
0,41 0,16
0,31 0,91
0,58 0,41
Ket : P=kelompok perlakuan, K=kelompok kontrol p 0,05
Hasil analisis statistik menunjukkan edukasi nyeri dan meditasi dzikir efektif untuk
menurunkan intensitas nyeri pada kelompok perlakuan. Perbedaan intensitas nyeri antara
kelompok perlakuan dan kelompok kontrol juga menunjukkan perbedaan yang signifi kan
p 0,05. Edukasi pra operasi bermanfaat untuk mengurangi intensitas nyeri, meningkatkan
kepuasan pengobatan dan mengurangi hambatan dalam managemen nyeri dan
pasien yang mendapatkan pendidikan nyeri terjadi penurunan intensitas nyeri secara
signifikan. Hasil penelitian Jones 2010 menunjukkan bahwa pendidikan pra operasi
dapat mengurangi lama tinggal di rumah sakit pada pasien penggantian sendi lutut dari 7 hari
menjadi 5 hari. Yildirim, 2007; Lai, 2004
E d u k a s i n ye r i p r a o p e r a s i d a p a t memberikan keyakinan kepada pasien bahwa
pasien dapat mengontrol rasa nyeri yang dirasakan setelah operasi. Keyakinan yang
di peroleh melalui edukasi juga bermanfaaat
64
Muhammadiyah Journal of Nursing
untuk mengembangkan kepercayaan diri pasien untuk melakukan kegiatan tertentu
setelah operasi yaitu meditasi dzikir sebagai bentuk manajemen nyeri setelah operasi.
Edukasi nyeri yang diberikan kepada pasien akan membuat pasien berfi kir positif terhadap
nyeri yang akan di alaminya setelah operasi, karena pikiran positif adalah syarat terbaik
untuk membantu pengeluaran endorfin Haruyama, 2013. Edukasi nyeri yang
diberikan sebelum operasi akan mengurangi kesalahpahaman pasien terhadap nyeri karena
kesalahpahaman tentang kontrol nyeri dapat menyebabkan menejemen nyeri yang kurang
memadai, pasien dan keluarga mungkin tidak patuh terhadap pengobatan karena percaya
bahwa nyeri merupakan sesuatu yang alami terjadi Wells et al., 2003; Po
t er et al., 2003; Kneale, 2011.
Informasi pre operasi secara signifikan mengurangi kecemasan pada pasien yang
akan menjalani operasi Chau, 2004. Selain itu pendidikan tentang fi siologi nyeri akan
meningkatkan ambang nyeri dan meningkatkan perilaku dalam melakukan gerakan untuk
mengurangi nyeri pada pasien WAD whiplash associated disorders kronik Oosterwijck,
2011.
Meditasi dzikir sebagai bentuk relaksasi untuk menurunkan nyeri pasca operasi juga
memberikan dampak terhadap penurunan intensitas nyeri pada pasien pasca operasi
fraktur. Latihan meditasi dzikir dapat mengurangi rasa sakit karena merangsang
keluarnya hormon beta endorphin dari dalam tubuh sebagai morphin alami. Meditasi
bertujuan agar gelombang alfa menjadi dominan di otak. Jika otak berosilasi dalam
wilayah alfa, banyak hormon kebahagiaan yaitu beta endorphin dikeluarkan Haruyama,
2013. Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya oleh Solinan 2013
dan Sitepu 2009 yang menunjukkan hasil bahwa meditasi dzikir berpengaruh terhadap
penurunan intensitas nyeri pasca operasi. Gelombang alfa yang mendominasi otak
saat meditasi akan menyebabkan kondisi damai, tenang dan rileks sedangkan dzikir
dapat digunakan sebagai sarana transendensi, yaitu ketika seseorang ingat kepada Allah
dengan disertai sikap penyerahan sehingga seseorang akan terbawa pada kondisi pasif dan
hal ini akan sangat efektif bila digabungkan dengan teknik relaksasi. Respon relaksasi
yang melibatkan keyakinan yang dianut akan mempercepat terjadinya keadaan relaks,
dengan kata lain kombinasi respon relaksasi dengan melibatkan keyakinan akan melipat
gandakan manfaat yang didapat dari respon relaksasi.
Meditasi dzikir berperan dalam susunan syaraf pusat dengan bekerja sesuai teori gate
control, dimana aktivasi pusat otak yang tinggi dapat menyebabkan gerbang sunsum tulang
menutup sehingga memodulasi dan mencegah input nyeri untuk masuk ke pusat otak yang
lebih tinggi untuk dinterpretasikan sebagai pengalaman nyeri Melzack Wall,1999 dalam
Sitepu, 2009. Meditasi dzikir pada kelompok perlakuan dilakukan dengan mengucapkan
Subhanallah Maha suci Allah, Alhamdullilah segala puji bagi Allah, Allahuakbar Allah
Maha Besar , Lailaha-illallah Tiada Tuhan selain Allah dengan nada suara rendah dan
berulang – ulang sebanyak 33 kali dalam waktu 25 menit untuk satu putaran. Pada
proses meditasi dzikir konsentrasi pikiran dilakukan pada Allah secara terus menerus,
tanpa henti dan secara sadar. Meditasi dzikir dilakukan dengan totalitas baik kognitif
atau emosional terhadap penguasa alam semesta. Pikiran positif dan keyakinan akan
kemampuan mengotrol nyeri yang diberikan melalui edukasi nyeri dan meditasi dzikir yang
dilakukan pasien sebagai bentuk relaksasi untuk mencegah stimulus nyeri masuk kedalam
65
Muhammadiyah Journal of Nursing
otak sangat bermanfaat untuk membantu pasien mengontrol nyeri pasca operasi fraktur.
Oleh karena itulah pasien yang melakukan meditasi dzikir memiliki intensitas nyeri yang
lebih rendah daripada kelompok kontrol.
Tekanan darah sistol dan diastol pada kelompok perlakuan mengalami penurunan
yang signifikan p 0,05. Namun tidak terdapat perbedaan tekanan darah, nadi dan
respirasi antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol p,05. Hasil penelitian
Nindich et al., 2009 menyatakan bahwa meditasi transendental secara signifi kan dapat
menurunkan tekanan darah, tekanan psikologis dan peningkatan koping pada 298 mahasiswa.
Hasil penelitian ini juga diperkuat oleh temuan Barnes et al., 2004, bahwa meditasi dapat
menurunkan tekanan darah dan denyut jantung pada remaja dengan normotensif.
Meditasi akan merangsang efek relaksasi yang di mediasi oleh interaksi antara
katekolamin dan opiat endogen serta keluarnya oksida nitrat. Oksida nitrat akan mengakti
k an guanylate cyclase cGMP sehingga akan terjadi
vasodilatasi dan relaksasi membran otot polos, selain itu dengan meditasi akan diperoleh
ketenangan dan pengaturan pernafasaan sehingga akan terjadi penurunan tekanan
darah dan nadi Solomon 2006; Hayen, 2006
Dzikir berarti ingat kepada Allah, ingat ini tidak hanya sekedar menyebut nama Allah
dalam lisan atau dalam pikiran dan hati. akan tetapi dzikir yang dimaksud adalah
ingat akan Zat, Sifat dan Perbuatan-Nya kemudian memasrahkan hidup dan mati
kepada-Nya. Sikap pasrah yang mendasari dzikir merupakan sikap pasif yang mutlak
dibutuhkan dalam relaksasi Purwanto, 2007. Relaksasi akan menyebabkan penurunan
rangsang terhadap stressor yang kemudian akan direspon oleh hipotalamus dengan
menurunkan pengaturan sekresi hormon kortisol, ephineprin dan norephineprin dalam
pembuluh darah sehingga mengakibatkan penurunan aktivitas simpatis dan terjadi
vasodilatasi pembuluh darah di seluruh tubuh sehingga akan menurunkan tahanan perifer
yang berdampak pada penurunan tekanan darah Guyton Hall,2006.
Perbedaan nadi dan respirasi rate sebelum dan sesudah intervensi tidak mengalami
penurunan yang signifikan p 0,05. Hasil penelitian ini di dukung oleh Sitepu 2009 dan
Soliman 2013 yang menyatakan bahwa tidak ada pengaruh meditasi dzikir terhadap respon
fisiologis tubuh tekanan darah, nadi dan respirasi . Penelitian lain menunjukkan bahwa
berbagai macam meditasi jika dilakukan secara teratur dan dalam jangka waktu yang
lama dapat berpengaruh terhadap tekanan darah Nindich, 2009, tekanan darah dan
denyut jantung Barnesa, 2001; Vernon, 2004, variabilitas denyut jantung Krygier, 2013
, respirasi Fiorentini, 2013; Raichur, 2010. Penelitian Raichur et al, 2010 penurunan
pernafasan terjadi setelah dua belas latihan meditasi.
Efek penurunan tekanan darah, nadi dan respirasi dari meditasi pada berbagai penelitian
diatas dilakukan dengan jangka waktu yang dengan rata-rata latihan meditasi lebih dari
satu bulan. Meditasi yang dilakukan dengan latihan teratur dan jangka waktu yang lama
akan membantu individu mengendalikan emosi sehingga berdampak pada fungsi sistem
syaraf otonom yang mengendalikan tekanan darah, nadi dan respirasi. Pada penelitian
ini responden berlatih meditasi dzikir dua hari sebelum operasi dengan jadwal latihan
minimal 2 kali perhari dan responden tidak dilatih untuk memfokuskan dan melatih
pengaturan pernafasan selama meditasi dzikir. Sebelum meditasi dzikir responden melakukan
nafas dalam sebagai sarana untuk masuk dalam kondisi meditasi sehingga tidak berpengaruh
terhadap penurunan frekwensi pernafasan
66
Muhammadiyah Journal of Nursing
secara signifi kan. Individu yang sering melakukan meditasi
akan mengalami penurunan ketegangan dan kecemasan akibat penurunan stimulus pada
sistem limbik sebagai pusat pengontrol emosi dan perilaku serta pengontrol sistem syaraf
otonom. Selain itu meditasi akan menyebabkan kondisi hipometolik dalam tubuh sehingga
akan berdampak pada penurunan konsumsi oksigen, penurunan denyut jantung dan
tekanan darah. Menurut peneliti perbedaan waktu dari latihan meditasi dzikir pada
responden penelitian inilah yang menyebabkan tidak ditemukannya perbedaan perubahan
tekanan darah,nadi dan respirasi dengan kelompok kontrol.
D. KESI MPULAN, KETERBATASAN