Produksi antibodi monoklonal menggunakan konjugat Fumonisin B1-Ovalbumin sebagai antigen untuk deteksi Fumonisin secara imunoasai
PRODUKSI ANTIBODI MONOKLONAL MENGGUNAKAN
KONJUGAT FUMONISIN B1-OVALBUMIN SEBAGAI
ANTIGEN UNTUK DETEKSI FUMONISIN
SECARA IMUNOASAI
ROMSYAH MARYAM
,
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa disertasi yang berjudul:
PRODUKSI ANTIBODI MONOKLONAL MENGGUNAKAN KONJUGAT
FUMONISIN B1-OVALBUMIN SEBAGAI ANTIGEN UNTUK DETEKSI
FUMONISIN SECARA IMUNOASAI
adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan oleh penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka.
Bogor, Agustus 2007
Romsyah Maryam
NRP F 226014011/IPN
SUMMARY
ROMSYAH MARYAM. Production of Monoclonal Antibodies using Fumonisin
B1-Ovalbumin Conjugate as the Antigen for the Detection of Fumonisin by
Immunoassay. Under supervision of ANTON APRIYANTONO as the chairman,
RIZAL SYARIEF, FRANSISKA R. ZAKARIA and LIES PAREDE as the
advisory committee members.
Fumonisins are mycotoxins produced by Fusarium spp. mainly F.
verticillioides and F. proliferatum which are commonly found in grains such as corn,
rice dan wheat. Fumonisin B1 (FB1) the most abundant and most toxic, is classified as a
possible carcinogen for humans (Group 2B) and one of the five important mycotoxins
in the world. The toxicity of FB1 for humans and animals, as well as its economic
impact have been reported worldwide. In order to minimize the risks of FB1
contamination some countries have set the maximum levels of fumonisin in foods and
feeds. Although there is no report on mycotoxicoses related to FB1 contamination in
Indonesia, some findings indicated high concentration of fumonisin contamination in
agricultural products could affect the national income.
Analytical methods play crucial roles in the detection of fumonisin
contamination in foods and feeds. Immunoassay is one of the most reliable, rapid,
sensitive, specific, and economical method. This assay based on polyclonal or
monoclonal antibodies. The objective of this study was to produce monoclonal
antibodies (MAb) against FB1 and to generate direct competitive enzyme-linked
immunosorbent assay (dc-ELISA) for fumonisin analysis. This study includes several
activities: (1) Synthesis of fumonisin B1-Ovalbumin antigen (FB1-Ova) and the
enzyme conjugate fumonisin B1-horseraddish peroxidase (FB1-HRP), (2) Production
and characterization of monoclonal antibodies against FB1, (3) Optimization and
validation of the dc-ELISA, (4) Application of dc-ELISA for the detection of
fumonisin in foods or feeds.
FB1 used for the synthesis of FB1-Ova and FB1-HRP was isolated from F.
verticillioides and F. nygamai culture in corn which produced FB1 1.54 g/kg and 0.87
g/kg, respectively. The average of protein concentration of the antigen produced from
the conjugation of FB1 and Ova via glutaraldehyde reaction was 0.0933 ± 0.0178
mg/ml (n=5). The antigen was proven to be immunogenic to BALB/c mice and could
be used for the antibody sreening using indirect competitive ELISA (ic-ELISA). The
reaction of FB1 and HRP resulted in the formation of FB1-HRP enzyme conjugate
which could be used as a label in the analysis of FB1 by dc-ELISA.
Monoclonal antibodies were produced by fusion of the splenic lymphocytes
from the FB1-Ova immunized BALB/c mice with Sp2/0-Ag 14 myeloma cells using
polyethylene glycol (PEG 4000). Antibodies produced by the hybridoma cells were
screened, and eight clones of the hybridomas with high antibody titers were selected
for cell cloning. The highest antibody-producing hybridoma (2B2F6) was clonned by
limited dilution. The secreted antibodies from
subclone 2B1F6F7 belonged to the immunoglobulin G1 (IgG1) subclass. The
concentration of the antibodies from the supernatant and the ascitic fluids after
precipitation with ammonium sulphate and purification using HiTrap Protein A HP
were 2.81 mg/ml and 1.62 mg/ml, respectively.
The optimum condition for the dc-ELISA to detect 50 ng/ml FB1 required an
antibody dilution of 1:10,000 and a FB1-HRP enzyme conjugate dilution of 1:400. The
antibodies gave a specific reaction to FB1 with cross reactivity against fumonisin B2
(FB2) of 49%. The method sensitivity was 0,5 ng/ml with IC50 of 2,9 ng/ml. The dcELISA of spiked corn samples (40 ng FB1/g) showed good precision (SD=1.5%) and
accuracy (SD=7.7%) with FB1 recovery ranging from 88.2 to 103.1%. FB1 standards in
the concentration range of 1-50 ng/ml gave a linear response (R2= 0.9949) with
regression equation Y= 7.1862 Ln(x) + 68.35. However, the linearity was reduced by
the corn matrices (R2= 0.9841) at the same concentration range of FB1 standards. The
ELISA method developed in this research had a good agreement with high
performance liquid chromatographic method (HPLC) which indicated by the analytical
results of FB1 in corn detected by the two methods (R2 = 0.9898).
Analysis of commercial broiler dan layer feeds (n=10) using dc-ELISA
revealed the presence of FB1 in the feeds ranging between 46.1 – 482.8 ng/g for the
broiler feeds and 20.7 – 85.5 ng/g for the layer feeds. These levels were lower
compared to the FB1 levels in poultry feeds in general. During storage at ambient
temperature for six weeks, the concentration of FB1 in commercial chicken feeds
gradually increased. This indicated that the production of FB1 by Fusarium spp.
continued during the storage. However, the concentration of FB1 in both broiler and
layer feeds were still low to cause mycotoxicoses in poultry.
Direct competitive ELISA (dc-ELISA) is the most common immunoassay
method used for the analysis of mycotoxins such as fumonisin. The dc-ELISA
developed in this study using monoclonal antibodies showed a good performance when
applied for the analysis of FB1 contaminated foods and feeds. The method is suitable
for laboratories in the developing countries such as Indonesia in terms of support for
food safety programs and global trade.
Keywords: monoclonal antibody, fumonisin B1-ovalbumin conjugate, fumonisin
detection, immunoassay
RINGKASAN
ROMSYAH MARYAM.
Produksi Antibodi Monoklonal Menggunakan
Konjugat Fumonisin B1-Ovalbumin Sebagai Antigen untuk Deteksi Fumonisin
Secara Imunoasai. Di bawah bimbingan ANTON APRIYANTONO sebagai ketua
komisi pembimbing, RIZAL SYARIEF, FRANSISKA R. ZAKARIA dan LIES
PAREDE sebagai anggota.
Fumonisin adalah mikotoksin yang dihasilkan oleh kapang Fusarium spp.
terutama F. verticillioides dan F. proliferatum yang banyak dijumpai pada komoditas
pertanian seperti jagung, beras dan gandum. Fumonisin B 1 (FB1) merupakan jenis
fumonisin yang paling banyak ditemui di alam dan paling toksik, diklasifikasikan
sebagai senyawa karsinogen (Grup 2B). FB1 termasuk dalam lima mikotoksin penting
yang menjadi perhatian dunia. Toksisitas FB1 pada manusia dan hewan, serta dampak
ekonomi yang disebabkan mikotoksin ini telah banyak dilaporkan. Oleh karenanya,
untuk mengurangi risiko yang disebabkan karena kontaminasi FB1 beberapa negara
telah menetapkan batas maksimum kandungan fumonisin ini dalam bahan pangan dan
pakan. Meskipun di Indonesia belum ada laporan mengenai mikotoksikosis yang
disebabkan oleh fumonisin dan belum ada laporan mengenai kerugian ekonomi, namun
dari beberapa laporan yang mengindikasikan kontaminasi FB1 pada bahan pangan dan
pakan yang cukup tinggi dapat mempengaruhi perekonomian nasional.
Metode analisis memegang peranan penting dalam mendeteksi kontaminasi
fumonisin pada bahan pangan dan pakan. Imunoasai adalah salah satu metode yang
paling dapat diandalkan karena dengan metode ini proses analisis dapat dilakukan
secara cepat dan mudah dengan sensitivitas dan spesifitas yang tinggi, serta ekonomis.
Teknik ini menggunakan antibodi poliklonal atau monoklonal. Tujuan dari penelitian
ini yaitu memproduksi antibodi monoklonal (AbMk) spesifik terhadap FB1 dan
mengembangkan metode enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) kompetitif
langsung untuk analisis fumonisin. Penelitian ini terdiri dari beberapa kegiatan: (1)
Sintesis antigen fumonisin B1-ovalbumin (FB1-Ova) dan konjugat enzim fumonisin B1horse raddish peroxidase (FB1-HRP), (2) Produksi dan karakterisasi antibodi
monoklonal spesifik terhadap FB1, (3) Optimisasi dan validasi ELISA kompetitif
langsung, (4) Aplikasi ELISA kompetitif langsung untuk mendeteksi fumonisin pada
bahan pangan atau pakan.
FB1 yang digunakan untuk sintesis antigen FB1-Ova dan FB1-HRP diisolasi
dari biakan kapang F. moniliforme dan F. nygamai pada media jagung yang masingmasing menghasilkan FB1 1,54 g/kg dan 0,87 g/kg. Rataan konsentrasi protein dari
antigen yang dihasilkan dari konjugasi FB1 dengan Ova melalui reaksi dengan
glutaraldehida yaitu 0,0933 ± 0,00178 mg/ml (n=5). FB1-Ova yang terbentuk dari
reaksi tersebut bersifat imunogenik, terlihat dengan adanya respon antibodi pada
mencit BALB/c yang diimunisasi dengan antigen tersebut, dan dapat digunakan
sebagai pereaksi untuk pengujian antibodi secara ELISA kompetitif tidak langsung.
Reaksi antara FB1 dan enzim horseraddish peroxidase (HRP) menghasilkan FB1-HRP
enzim konjugat yang dapat digunakan sebagai label pada analisis FB1 secara ELISA
kompetitif langsung.
Antibodi monoklonal dihasilkan melalui fusi sel limfosit mencit yang
diimunisasi FB1-Ova dengan sel mieloma Sp2/0-Ag14 menggunakan polietilen glikol
(PEG 4000). Antibodi yang dihasilkan oleh hibridoma diskrining, dan delapan klon
dari sel hibrid dengan titer antibodi yang tinggi diseleksi untuk kloning sel. Hibridoma
yang menghasilkan antibodi tertinggi (2B2F6) diklon melalui pengenceran terbatas.
Antibodi yang disekresikan oleh subklon
2B2F6F7 termasuk dalam subkelas
imunoglobulin G1 (IgG1). Konsentrasi antibodi dari supernatan dan cairan asites
setelah pengendapan dengan ammonium sulfat dan pemurnian melalui kolom HiTrap
Protein A HP masing-masing 2,81 mg/ml dan 1,62 mg/ml.
Kondisi optimum ELISA tak langsung untuk mendeteksi 50 ng/ml FB1
memerlukan pengenceran antibodi 1:10.000 dan konjugat enzim FB1-HRP 1:400.
Antibodi tersebut memberikan reaksi yang spesifik terhadap FB1 dengan reaksi silang
terhadap fumonisin B2 (FB2) sebesar 49%. Sensitivitas metode ini yaitu 0,5 ng/ml
dengan IC50 2,9 ng/ml. Analisis sampel jagung yang diberi standar FB1 (40 ng/g)
secara ELISA kompetitif langsung menunjukkan presisi (SD=1,5%) dan akurasi
(SD=7,7%) yang baik dengan rekoveri berkisar antara 88,2-103,1%. FB1 standar pada
kisaran konsentrasi 1-50 ng/ml menunjukkan garis linear (R2=0,9949) dengan
persamaan regresi Y=7,1862 Ln(x) + 68,35. Namun, linearitas menurun dengan adanya
matriks jagung (R2= 0,9841) pada kisaran konsentrasi standar FB1 yang sama.
Perbandingan analisis FB1 dalam jagung (n=10) secara ELISA kompetitif langsung
dengan metode KCKT menunjukkan korelasi yang baik di antara kedua metode
tersedbut (R2=0,9898).
Analisis pakan ayam komersial (n=10) secara ELISA kompetitif langsung
menunjukkan adanya kontaminasi FB1 pada kisaran 46,1–482,8 ng/g untuk pakan
ayam pedaging dan 20,7–85,5 ng/g untuk pakan ayam petelur. Konsentrasi tersebut
lebih rendih dibandingkan dengan konsentrasi FB1 pada pakan ayam pada umumnya.
Perlakuan penyimpanan kedua jenis pakan pakan tersebut pada temperatur kamar
selama enam minggu menunjukkan adanya peningkatan konsentrasi FB1. Hal ini
menunjukkan bahwa produksi FB1 oleh Fusarium spp. terus berlangsung selama
penyimpanan.
ELISA kompetitif langsung adalah metode imunoasai yang paling banyak
digunakan untuk analisis mikotoksin termasuk fumonisin. Metode ELISA kompetitif
langsung yang dikembangkan pada penelitian ini dengan menggunakan antibodi
monoklonal menunjukkan performan yang baik ketika diaplikasikan untuk
menganalisis bahan pangan dan pakan yang terkontaminasi FB1. Metode ini sesuai
untuk digunakan pada
laboratorium-laboratorium di negara berkembang seperti
Indonesia guna mendukung program keamanan pangan dan perdagangan global.
Kata kunci: antibodi monoklonal, konjugat fumonisin B1-ovalbumin, deteksi,
fumonisin, imunoasai
©Hak Cipta Milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2007
Hak Cipta Dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari IPB,
sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetakan, fotokopi, mikrofilm
dan sebagainya
PRODUKSI ANTIBODI MONOKLONAL MENGGUNAKAN
KONJUGAT FUMONISIN B1-OVALBUMIN SEBAGAI
ANTIGEN UNTUK DETEKSI FUMONISIN
SECARA IMUNOASAI
ROMSYAH MARYAM
Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor
SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup: Dr. drh. Retno D. Soejoedono, MS
Penguji Luar Komisi pada Ujian Terbuka: 1. Dr. drh. Agustin Indrawati, M.Biomed
2. Dr. Tri Budhi Murdiati, MSc.
Judul Disertasi
: Produksi antibodi monoklonal menggunakan konjugat fumonisin
B1-ovalbumin sebagai antigen untuk deteksi fumonisin secara
imunoasai
Nama Mahasiswa : Romsyah Maryam
Nomor Pokok
: F226014011
Progam Studi
: Ilmu Pangan
Disetujui:
Komisi Pembimbing
Dr.Ir. Anton Apriyantono, MS
Ketua
Prof.Dr.Ir. Rizal Syarief, DESS
Anggota
Prof.Dr. Ir.Fransiska R. Zakaria, MSc
Anggota
Drh. Lies Parede, MSc, PhD
Anggota
Ketua Program Studi Ilmu Pangan
Prof. Dr. Ir. Betty Sri Laksmi Jenie, MS
NIP. 130 516 873
Tanggal ujian: 2 Juli 2007
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Chairil Anwar Notodiputro, MS
NIP. 130 891 386
Tanggal lulus:
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang berkat rahmat, serta
taufik dan hidayahNya penulisan disertasi ini dapat diselesaikan. Disertasi berjudul
“Produksi Antibodi Monoklonal Menggunakan
Konjugat Fumonisin B1Ovalbumin Sebagai Antigen untuk Deteksi Fumonisin Secara Imunoasai” ini
merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar doktor pada Program Studi Ilmu
Pangan, Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis sampaikan ucapan terima kasih yang tulus serta
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Bapak Dr. Ir. Anton Apriyantono, MS
selaku Ketua Komisi Pembimbing atas segala bimbingan dan arahannya selama
pendidikan dan penyelesaian studi. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada
Bapak Prof. Dr. Ir. Rizal Syarief, DESS., Ibu Prof. Dr. Ir. Fransiska R. Zakaria, MSc.,
serta Ibu Drh. Lies Parede, MSc.PhD selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah
memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis selama penelitian hingga
selesainya penulisan disertasi ini. Terima kasih kepada Dr. drh. Retno D. Soejoedono,
MS selaku penguji luar komisi yang bersedia menguji pada ujian tertutup, serta Dr. drh.
Agustin Indrawati, M.Biomed dan Dr. Tri Budhi Murdiati, MSc. selaku penguji luar
komisi pada ujian terbuka Program Studi Doktor di Institut Pertanian Bogor.
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Rektor dan Pembantu Rektor IPB,
Dekan Sekolah Pasca Sarjana, Dekan dan Wakil Dekan Fakultas Teknologi Pertanian
IPB, Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB, Ketua Program Studi Ilmu
Pangan IPB untuk kesempatan yang telah diberikan kepada penulis untuk mengikuti
pendidikan S3 di IPB. Kepada Kepala Balai Besar Penelitian Veteriner (BBALITVET),
Ketua Kelti Toksikologi dan Virologi, yang telah memberikan kesempatan dan
fasilitas, serta dukungan moril bagi penulis untuk melaksanakan penelitian hingga
selesainya masa studi. Terima kasih kepada Badan Litbang Pertanian Departemen
Pertanian atas bantuan beasiswa melalui Proyek PAATP.
Terima kasih disertai rasa hormat penulis sampaikan kepada Ibunda tercinta dan
Ayahanda (almarhum) atas segala do’a restu, serta dukungannya sehingga penulis dapat
menyelesaikan studi ini. Kepada Kakak dan adik tercinta, terima kasih atas segala cinta
kasih dan dorongan semangat yang diberikan selama ini.
Terima kasih kepada Prof. DR. drh. Sjamsul Bahri, MS., drh. Indraningsih, DR.
R. Widiastuti, Sri Rachmawati, MSc, drh. Adin Priadi, Dra. Helmy Hamid, MSc. Dra.
Masniari,MS., drh. Andriani, MSi. atas segala saran dan dorongan semangatnya, dan
Zakiah Muhajan, SS,M.Hum dan seluruh staf perpustakaan BBALITVET dan IPB
yang telah membantu penelusuran literatur untuk penulisan disertasi ini. Terima kasih
kepada Siti Djuariah dan rekan-rekan di lab. Toksikologi,Virologi dan Bioteknologi
BBALITVET atas segala bantuannya selama masa penelitian. Kepada Tati Ariyanti
terima kasih atas kesediaannya menjadi proof reader pada penulisan disertasi ini.
Kepada rekan-rekan program studi IPN Mbak Mar, Rahma, Ria, Rifda,Yuyun, Bu
Asriani dan Mbak Susi, terima kasih untuk persahabatan yang tulus dan kerjasama yang
baik selama ini. Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kelancaran
penelitian hingga selesainya penulisan ini.
Menyadari akan segala kekurangan yang terdapat pada penulisan disertasi ini,
dimohon saran dan masukannya untuk perbaikan. Semoga disertasi ini bermanfaat
khususnya bagi perkembangan IPTEK dan masyarakat pada umumnya.
Bogor, Agustus 2007
Romsyah Maryam
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 18 Juni 1964 di Bogor sebagai putri ke enam
dari pasangan Bapak Madhari dan Ibu Rosmah. Penulis menempuh pendidikan sarjana
pada Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Pakuan di Bogor dan lulus pada tahun 1990. Pada tahun 1997 penulis mendapat
beasiswa AusAID untuk mengikuti pendidikan program master di School of Medicine
Queensland University, Australia dan lulus pada tahun 1999. Selanjutnya, penulis
berkesempatan untuk melanjutkan studi Progam Doktor pada Program Studi Ilmu
Pangan, Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor pada tahun 2002 dengan
beasiswa PAATP Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian.
Sejak tahun 1983 penulis bekerja sebagai teknisi di Kelti Toksikologi dan tahun
1991 mendapat promosi menjadi staf peneliti di Kelti yang sama pada Balai Besar
Penelitian Veteriner hingga saat ini. Penelitian yang dilakukan oleh penulis yaitu
bidang toksikologi, khususnya penelitian penanggulangan masalah mikotoksin dan
pengembangan metode deteksi. Sealin melaksanakan penelitian, penulis juga menjadi
anggota Perhimpunan Mikologi Kedokteran Indonesia dan Ikatan Sarjana Wanita
Indonesia. Selama masa pendidikan program S3 telah dipublikasi 2 karya ilmiah yang
berjudul “ Metode deteksi mikotoksin” dan Produksi fumonisin oleh kapang Fusarium
moniliforme dan Fusarium nygamai pada medium jagung” pada jurnal Mikologi
Kedokteran Indonesia tahun 2006. Karya-karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari
disertasi yang disusun oleh penulis.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................ vi
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
vii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................
x
PENDAHULUAN ............................................................................................
1
Latar Belakang .......................................................................................
1
Perumusan Masalah ...............................................................................
3
Tujuan Penelitian ...................................................................................
4
Manfaat Penelitian .................................................................................
5
Hipotesis ................................................................................................
5
TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................
6
Fumonisin ...........................................................................................
6
Kapang Penghasil Fumonisin ........................................................
6
Sifat Kimia Fisika .........................................................................
8
Biosintesis Fumonisin....................................................................
9
Jenis-jenis Fumonisin ....................................................................
10
Kontaminasi pada pangan/ dan pakan ...........................................
13
Metode analisis fumonisin.............................................................
16
Imunoasai ...........................................................................................
19
Peran sistem imun dan antibodi ....................................................
20
Prinsip Imunoasai .........................................................................
22
Antigen .........................................................................................
23
Antibodi .......................................................................................
24
Produksi Antibodi oleh Sel Limfosit B ........................................
25
Produksi Antibodi Monoklonal ....................................................
29
Imunisasi ................................................................................
29
Produksi dan kultur hibridoma ...............................................
30
Skrining antibodi ....................................................................
33
Karakterisasi dan purifikasi antibodi ......................................
33
Visualisasi Imunoasai .................................................................... 34
Aplikasi Antibodi Monoklonal ...................................................... 36
iii
Halaman
Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) ............................. 36
Disain dan Konfigurasi ELISA ...................................................... 37
ELISA kompetitif langsung ..................................................... 37
ELISA kompetitif tak langsung ............................................... 38
ELISA penangkap antibodi ...................................................... 40
ELISA sandwich antibodi ganda .............................................. 40
Aplikasi ELISA untuk deteki fumonisin ........................................ 40
Daftar Pustaka ..................................................................................... 42
PRODUKSI DAN ISOLASI FUMONISIN B1 DARI BIAKAN KAPANG
FUSARIUM VERTICILLIOIDES DAN FUSARIUM NYGAMAI PADA
MEDIUM JAGUNG
Abstrak ..................................................................................................
51
Abstract .................................................................................................. 51
Pendahuluan ........................................................................................... 52
Materi dan Metode ................................................................................
53
Hasil dan Pembahasan ........................................................................... 56
Kesimpulan ............................................................................................ 62
Daftar Pustaka ........................................................................................ 62
SINTESIS ANTIGEN FUMONISIN B1-OVALBUMIN DAN FUMONISIN
B1-HORSERADDISH PEROXIDASE ENZIM KONJUGAT
Abstrak .................................................................................................. 65
Abstract .................................................................................................. 66
Pendahuluan ........................................................................................... 66
Materi dan Metode ................................................................................
68
Hasil dan Pembahasan ........................................................................... 73
Kesimpulan ............................................................................................ 82
Daftar Pustaka ........................................................................................ 83
iv
Halaman
PRODUKSI DAN KARAKTERISASI ANTIBODI MONOKLONAL
TERHADAP FUMONSIN
Abstrak ..................................................................................................
86
Abstract .................................................................................................. 86
Pendahuluan ........................................................................................... 87
Materi dan Metode ................................................................................
88
Hasil dan Pembahasan ........................................................................... 96
Kesimpulan ........................................................................................... 107
Daftar Pustaka ....................................................................................... 108
STANDARDISASI DAN APLIKASI METODE ELISA BERBASIS
ANTIBODIMONOKLONAL UNTUK DETEKSI FUMONISIN PADA
PANGAN DAN PAKAN
Abstrak .................................................................................................. 110
Abstract ................................................................................................. 111
Pendahuluan .......................................................................................... 111
Materi dan Metode ............................................................................... 112
Hasil dan Pembahasan .......................................................................... 115
Kesimpulan .......................................................................................... 123
Daftar Pustaka ...................................................................................... 123
PEMBAHASAN UMUM
Produksi dan Isolasi Fumonisin ............................................................ 127
Sintesis antigen FB1-Ova dan FB1-HRP enzim konjugat ..................... 128
Produksi hibridoma melalui fusi menggunakan polietilen glikol ......... 129
Produksi dan karakterisasi antibodi monoklonal .................................. 130
Standardisasi dan aplikasi ELISA berbasis antibodi monoklonal
untuk untuk deteksi fumonisin pada bahan pangan dan pakan .............. 130
Daftar Pustaka ........................................................................................ 131
v
Halaman
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan .......................................................................................... 134
Saran ..................................................................................................... 135
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 137
LAMPIRAN ..................................................................................................... 150
vi
DAFTAR TABEL
Halaman
1
Spesies Fusarium spp. penghasil fumonisin dan pengelompokannya…….
7
2
Jenis-jenis fumonsin dan gugus fungsinya ……………………………..... 10
3
Kontaminasi fumonisin pada berbagai jenis komoditas pertanian
yang digunakan sebagai bahan pangan maupun pakan di Indonesia .......... 15
4
Perbedaan sifat antara sistem imun no spesifik dan spesifik ...................... 21
5
Perbedaaan sifat antara antibodi poliklonal dan monoklonal ..................... 29
6
Galur-galur mieloma dan limfoblastoid yang dapat digunakan untuk
produksi hibridoma .................................................................................... 31
7
Perlakuan pada produksi fumonisin dengan menggunakan media jagung . 55
8
Jadual imunisasi mencit BALB/c untuk pembuatan antiserum ................
9
Komposisi gel elektroforesis yang digunakan untuk konfirmasi
70
pembentukan antigen FB1-Ova dan FB1-HRP enzim konjugat..................
72
10
Pengukuran protein dari antigen FB1-Ova dengan spektrofotometer .......
78
11
Pengukuran protein dari FB1-HRP enzim konjugat dengan
spektrofotometer................................................................................ .......
81
12
Program imunisasi mencit BALB/c dangan FB1-Ova secara intra vena ..
90
13
Respon antibodi yang terdeteksi pada serum mencit yang diimunisasi
Dengan FB1-Ova pada pengenceran 1:5.000 ............................................
14
97
Pengukuran protein dari antibodi dalam supernatan setelah pemurnian
melalui kolom HiTrap Protein A HP dengan spektrofotometer .............. 102
15
Pengukuran protein dari antibodi dalam cairan asites mencit
setelah pemurnian melalui kolom HiTrap Protein A HP pada
spektrofotometer ...................................................................................... 103
16
Rekoveri FB1 pada sampel jagung yang dideteksi menggunakan
metode ELISA kompetitif langsung berbasis antibodi monoklonal ......... 116
17
Analisis FB1 pada jagung dengan ELISA kompetitif langsung dan
KCKT ....................................................................................................... 126
18 Konsentrasi FB1 dalam pakan ayam pedaging selama penyimpanan …… 121
19
Konsentrasi FB1 dalam pakan ayam petelur selama penyimpanan .......... 121
vii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Kontaminasi kapang Fusarium spp. pada jagung hibrida lokal,
morfologi F. verticillioides dan F. nygamai koleksi Bbalitvet
Culture Collection (BCC) ...........................................................................
8
2. Struktur dasar fumonisin (Rheeder et al. 2002) .........................................
8
3 Bosintesis fumonisin (Abbas et a.l 1996) ...................................................
9
4 Struktur kimia fumonisin B1 (EHC 2000) ..................................................
10
5 Perbandingan struktur fumonisin dan sfingosin .........................................
12
6 Struktur dasar imunoglobulin (Ig) ..............................................................
25
7 Kinetika respons antibodi: Pembentukan IgM sebagai respon primer dan
pembentukan IgG pada respon sekunder ..................................................
26
8 Antigen dengan berbagai epitop ...............................................................
26
9 Produksi antibodi poliklonal oleh sel B ....................................................
27
10 Produksi antibodi monoklonal oleh sel B ................................................
28
11 Struktur kimia polietilen glikol (PEG) ......................................................
32
12 Sistem seleksi dengan medium HAT ........................................................
33
13 Tahapan pada ELISA kompetitif langsung (Rittenberg 1990) ..................
38
14 Tahapan pada ELISA kompetitif tidak langsung (Rittenberg 1990)..........
39
15 Kontaminasi alami kapang Fusarium spp. pada jagung lokal ...................
54
16 Pertumbuhan kapang F. moniliforme dan F. nygamai pada media PDA
setelah inkubasi 7 hari pada suhu 25oC dan 37oC .....................................
57
17 Pertumbuhan kapang F. moniliforme dan F. nygamai pada media jagung
setelah inkubasi 7 hari ...............................................................................
57
18 Pola produksi FB1 oleh F. Moniliforme dan F. nygamai pada media
jagung dengan suhu penyimpanan 25oC dan 37oC ...................................
59
19 Konsentrasi FB1 pada tiap fraksi ekstrak biakan F. verticillioides ............
60
20 Fumonisin B1 pada ekstrak biakan F. moniliforme setelah pemurnian
melalui XAD-2 dan deteksi dengan HPLC ...............................................
61
21 Reaksi pada sintesis antigen FB1-Ova melalui jalur glutaraldehida .........
75
viii
Halaman
22
Konfigurasi antigen FB1-Ova, antiserum, goat anti-mouse IgG-HRP enzim
konjugat pada dot blot immunoassay dan ELISA tidak langsung ............. 76
23
Konfirmasi hasil sintesis antigen FB1-Ova ............................................... 77
24
Konfirmasi pembentukan FB1-HRP dan ELISA kompetitif langsung ...... 79
25
Konfigurasi antibodi/antiserum, antigen, FB1-HRP enzim konjugat
pada ELISA kompetitif langsung ..............................................................
26
80
Konfirmasi pembentukan FB1-Ova dan FB1-HRP dengan
SDS-PAGE ...............................................................................................
27
82
Pertumbuhan sel mieloma Sp2/0-Ag14 pada fasa logaritmik dalam
medium RPMI mengandung 10% FBS ....................................................
98
28
Proses fusi antara sel mieloma dengan sel limfosit .................................
99
29
Klon-klon dari sel hibridoma yang tumbuh 6 minggu setelah fusi ..........
99
30
Proses kloning dari sel hibridoma dan kultur sel dari klon 2B1F6
dalam medium RPMI mengandung 10% FBS ......................................... 100
31
Grafik pertumbuhan sel hibridoma klon 2B1F6 yang dikultur kembali
dalam medium RPMI setelah penyimpanan dalam nitrogen cair selama
satu bulan ................................................................................................. 101
32
Pola grafik fraksinasi imunoglobulin G (IgG) dari supernatan pada
kolom HiTrap Protein A HP ...................................................................
33
Pola grafik fraksinasi imunoglobulin G1 (IgGi) dari cairan asites
pada kolom HiTrap Protein A HP ..........................................................
34
102
104
Uji sub kelas imunoglobulin (Ig) yang disekresikan sel hibridoma
subklon 2B1F6F7 pada supernatan dengan ELISA penangkap
menggunakan kit identifikasi subkelas imunoglobulin (Sigma) .............
35
105
Konfigurasi ELISA pada pengujian subkelas imunoglubulin dari
Antibodi monoklonal (AbMk) yang dihasilkan oleh sel hibridoma subklon
2B1F6F7 ...................................................................................................
36
105
Analisis imunoglobulin dalam supernatan dan asites mencit setelah
purifikasi melalui kolom HiTrap Protein A HP .....................................
106
ix
Halaman
37
Performan standar FB1 dan FB2 yang dideteksi secara ELISA
kompetitif lansung menggunakan antibodi monoklonal (supernatan)
dari subklon 2B1F6F7 .............................................................................. 118
38
Pola grafik ELISA kompetitif langsung dan linearitas FB1
menggunakan antibodi monoklonal (supernatan) dari klon 2B1F6 ...
39
118
Kurva kalibrasi standar FB1 dalam matriks jagung pada pengujian
FB1 secara ELISA kompetitif langsung ................................................. 119
40
Korelasi metode ELISA kompetitif langsung dengan menggunakan
AbMk dari klon 2B1F6 dan kromatografi cair kinerja tinggi
(KCKT) .................................................................................................
41
120
Pengaruh penyimapanan terhadap konsentrasi FB1 pada pakan
yang disimpan selama 42 hari (6 minggu) ............................................
122
x
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Pembuatan pereaksi ................................................................................... 150
2 Medium dan pereaksi yang digunakan untuk pembiakan sel .................... 153
3 Prosedur ELISA tidak langsung untuk uji antibodi pada serum, supernatan
atau cairan asites ........................................................................................ 154
4 Prosedur ELISA kompetitif langsung untuk mendeteksi fumonisin.......... 155
5 Titer antibodi serum (antiserum) dari mencit yang diimunisasi dengan
antigen FB1-Ova ........................................................................................ 156
6 Pengujian antibodi yang disekresikan oleh sel hibridoma ........................
157
7 Pengujian antibodi yang dihailkan oleh subklon 2B1F6F7 dalam
supernatan dan cairan asites .....................................................................
158
8 Penentuan kondisi optimum antigen, antibodi dan enzim konjugat untuk
pengujian antibodi secara ELISA tidak langsung ....................................
159
9 Skrining antibodi dari kultur sel hibridoma .............................................
160
10 Uji linieritas, sensitivitas dan IC50 secara ELISA kompetiti langsung ....
162
11 Analisis FB1 dalam pakan ayam pedaging secara ELISA kompetitif
langsung ....................................................................................................
163
12 Analisis FB1 dalam pakan ayam petelur secara\ ELISA kompetitif
langsung .. ................................................................................................... 164
13 Analisis varian (ANOVA) perlakuan penyimpanan pakan ayam pedaging
dan petelur .................................................................................................. 165
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kondisi iklim di Indonesia dengan suhu, kelembaban, dan curah hujan
yang tinggi sangat kondusif bagi pertumbuhan kapang penghasil mikotoksin.
Kontaminasi mikotoksin seringkali dijumpai pada bahan pangan dan pakan
terutama yang berasal dari produk pertanian. Hal ini perlu mendapat perhatian
karena selain berbahaya bagi
kesehatan manusia dan hewan, kontaminasi
mikotoksin juga menurunkan kualitas dan kuantitas produk pertanian sehingga
berdampak bagi perekonomian.
Fumonisin merupakan salah satu mikotoksin yang ditemukan di sebagian
besar negara-negara di dunia, terutama di negara beriklim tropis dan subtropis.
Fumonisin dihasilkan oleh kapang Fusarium spp. terutama F. verticillioides (= F.
moniliforme) dan F. proliferatum. Fumonisin semakin menjadi perhatian dunia
dan termasuk lima mikotoksin penting yang dijadikan persyaratan mutu produk
pertanian dan hasil olahannya pada perdagangan dunia.
Fumonisin B1 (FB1) adalah jenis fumonisin yang paling toksik dan banyak
ditemukan di alam. IARC (1993) mengklasifikasikan FB1 sebagai karsinogen
golongan 2B, yaitu senyawa yang mungkin dapat menyebabkan kanker pada
manusia. Berbagai penyakit seperti kanker esofagus dan kerusakan ginjal
dilaporkan berkaitan erat dengan konsumsi bahan pangan yang terkontaminasi
FB1.
FB1 ditemukan pada berbagai komoditi pertanian, seperti jagung, beras,
gandum, sorgum, dan hasil olahannya.
Selain itu, FB1 juga ditemukan pada
komoditi lainnya seperti tanaman obat dan teh hitam. Kontaminasi FB1 pada
pakan ternak menimbulkan sindroma yang disebut ”leukoencephalomalacia”
(LEM) pada kuda, pembengkakan paru-paru pada babi, kanker hati dan ginjal
pada tikus, serta imunosupresi pada ayam. Selain itu juga menyebabkan adanya
residu pada daging, hati dan ginjal (Smith & Thakur 1996), serta susu (Spotti et
al. 2001).
Pada umumnya konsentrasi FB1 yang terdeteksi pada jagung di atas 300
mg/kg (EMAN 2003). Di negara tempat terjadinya kasus kanker esofagus seperti
2
Afrika Selatan konsentrasi FB1 tertinggi 118 mg/kg pada jagung, sedangkan di
Cina berkisar antara 0,5-16 mg/kg. Ali et al. (1998) mendeteksi FB1 pada jagung
asal Jawa Tengah pada kisaran konsentrasi 0,02-2,44 mg/kg. Sedangkan
Yamashita et al. (1995) melaporkan bahwa kontaminasi FB1 pada jagung di
provinsi yang sama berkisaran antara 0,05-1,8 mg/kg. Sementara itu, rataan FB1
pada jagung yang digunakan sebagai bahan baku pakan di Jawa Barat sebesar 12,9
mg/kg (Maryam et al. 2000b).
FB1 stabil terhadap panas dan tidak rusak selama proses produksi, oleh
karena itu pemaparannya pada manusia cukup tinggi. Menurut laporan EHC
(2000) pemaparan FB1 di Kanada berkisar antara 0,017-0,089 µg/kg BB/hari,
USA 0,08 µg/kg BB/hari, Eropa 0,006-7,1 µg/kg BB/hari, dan tertinggi di Afrika
Selatan yaitu 14-440 µg/kg BB/hari. Berdasarkan data tersebut pada pertemuan
Joint FAO/WHO Expert committe on Food Additives (JECFA) tahun 2001
ditentukan batas konsumsi FB1 yaitu 2 µg/kg BB/hari.
Selain efeknya pada kesehatan manusia dan hewan, kontaminasi fumonisin
berdampak terhadap perekonomian suatu negara. Kerugian ekonomi yang dialami
Amerika mencapai US $40 juta, sedangkan kerugian yang lebih besar dilaporkan
di alami Cina, Argentina, dan negara-negara di Afrika. Hal ini disebabkan karena
semakin ketatnya standar yang diterapkan oleh negara-negara di dunia (Wu 2006).
Meskipun di Indonesia belum ada laporan mengenai kerugian ekonomi dan
mikotoksikosis pada manusia dan hewan yang disebabkan oleh fumonisin, namun
data penelitian yang mengindikasikan adanya kontaminasi FB1 pada produk
pertanian dengan konsentrasi yang tinggi akan berdampak terhadap perekonomian
nasional.
Untuk mengetahui adanya kontaminasi fumonisin pada suatu komoditi
dibutuhkan metode analisis yang dapat diandalkan. Metode analisis memiliki
peranan penting dalam menentukan kualitas produk pertanian dan hasil
olahannya. Analisis fumonisin umumnya menggunakan metode khromatografi,
seperti khromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) atau khromatografi gas / cair spektroskopi massa (GC/LC-MS) yang
membutuhkan peralatan dan pereaksi
yang mahal, serta waktu analisis yang lama. Metode lain seperti biosensor,
imunosensor, imunohistokimia, polymerase chain reaction (PCR) atau PCR-
3
ELISA juga telah dikembangkan untuk deteksi fumonisin dan kapang Fusarium
spp. penghasil fumonisin, namun metode-metode tersebut masih jarang digunakan
karena membutuhkan ketrampilan yang tinggi.
Di antara metode analisis, imunoasai merupakan metode yang paling
mudah diaplikasikan, cepat, sensitif, spesifik dan tidak membutuhkan pereaksi
atau peralatan yang mahal (Chu 1996). Salah satu metode imunoasai yang banyak
dikembangkan yaitu enzyme-linked immunoassay (ELISA) dengan menggunakan
antibodi poliklonal atau monoklonal.
Penggunaan antibodi poliklonal tidak
spesifik karena dapat bereaksi positif dengan senyawa yang memiliki struktur
mirip fumonisin sehingga menyebabkan kesalahan dalam pengukuran dan kurang
sensitif. Untuk mengatasi permasalahan tersebut dikembangkan teknik ELISA
dengan menggunakan antibodi monoklonal.
Produksi antibodi monoklonal untuk deteksi fumonisin dikembangkan
dengan menggunakan imunogen FB1-KLH (Barna-Vetro et al. 2000), fumonisin
B1-cholera toxin (FB1-CT) dan anti-idiotipe. Namun, untuk proses konjugasi
dengan KLH dibutuhkan FB1 yang banyak (>700 molar). Konjugasi FB1 dengan
CT menghasilkan titer antibodi dengan sensitivitas yang rendah sehingga perlu
ditingkatkan melalui kompleks avidin dan streptavidin (Yeung & Newsome,
1995), begitu pula dengan FB1-BSA (Azcona-Olivera et al. 1992a). Oleh
karenanya diperlukan suatu protein pembawa yang dapat berkonjugasi dengan
FB1 secara mudah, aman dan ekonomis. Ovalbumin (Ova) dapat dijadikan sebagai
protein pembawa untuk membuat antigen.. Sejauh ini, FB1-Ova umumnya
digunakan sebagai antigen pelapis pada pelat ELISA (Azcona-Olivera et al. 1992)
sehingga dapat diasumsikan bahwa FB1-Ova dapat menstimulasi respon imun
untuk memproduksi antibodi. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka pada
penelitian ini digunakan FB1-Ova sebagai antigen untuk menghasilkan antibodi
monoklonal melalui produksi sel hibridoma.
Perumusan Masalah
Teknik deteksi yang cepat, sensitif dan spesifik mempunyai peranan
penting dalam mencegah dan mengurangi efek fumonisin terhadap kesehatan
manusia dan hewan, serta kerugian ekonomi. Imunoasai merupakan teknik deteksi
4
yang memenuhi kriteria tersebut. Dengan deteksi cepat, kerugian dan bahaya yang
ditimbulkan oleh adanya fumonisin pada bahan pangan dan pakan dapat dimonitor
sehingga mutu dan keamanannya dapat terjaga. Pengembangan imunoasai untuk
deteksi fumonisin dapat dilakukan dengan menggunakan antibodi poliklonal
maupun monoklonal, namun ditinjau dari spesifitas dan sensitivitasnya antibodi
monoklonal lebih baik daripada antibodi poliklonal.
Untuk menghasilkan antibodi monoklonal dibutuhkan imunogen. Oleh
karena fumonisin merupakan senyawa dengan bobot molekul rendah, maka
dibutuhkan suatu protein pembawa untuk menjadikannya senyawa imunogenik
yang dapat menstimulasi pembentukan antibodi. Protein pembawa yang sering
digunakan adalah KLH dan CT. Meskipun kedua protein tersebut memberikan
respon antibodi yang baik, namun KLH sulit diperoleh dan harganya mahal
sedangkan CT bersifat toksik dan berbahaya. Ovalbumin (Ova) mempunyai
prospek yang baik untuk digunakan sebagai protein pembawa alternatif karena
dapat dikonjugasikan dengan FB1 secara mudah, ekonomis dan aman.
Tujuan Penelitian
Tujuan umum dari penelitian ini yaitu produksi antibodi monoklonal
dengan menggunakan FB1-Ova sebagai imunogen untuk mendeteksi fumonisin
pada bahan pangan atau pakan secara ELISA.
Untuk deteksi fumonisin secara ELISA tak langsung dibutuhkan antibodi
spesifik dan FB1-HRP enzim konjugat, maka tujuan khusus dari penelitian ini
adalah: (1) Sintesis antigen FB1-Ova dan FB1-HRP enzim konjugat, (2) Produksi
antibodi monoklonal menggunakan FB1-Ova sebagai antigen, (3) Penentuan
kondisi
optimum
dan
standardisasi
ELISA
kompetitif
langsung
yang
dikembangkan untuk mendeteksi fumonisin melalui pengukuran presisi, akurasi,
sensitivitas, spesifitas, linieritas, pengaruh matriks sampel dan perbandingan
dengan metode KCKT.
5
Manfaat Penelitian
Diharapkan metode imunoasai yang dikembangkan pada penelitian ini
dapat diaplikasikan untuk deteksi kontaminasi fumonisin pada bahan pangan dan
pakan. Hasil penelitian ini juga dapat dimanfaatkan oleh laboratoriumlaboratorium pengujian, para peneliti, produsen pangan dan pakan.
Hipotesis
FB1-Ova dapat digunakan sebagai antigen untuk memproduksi sel
hibridoma penghasil antibodi monoklonal yang digunakan sebagai pereaksi
imunoasai (ELISA) untuk mendeteksi fumonisin.
TINJAUAN PUSTAKA
Fumonisin
Fumonisin adalah kelompok mikotoksin yang dihasilkan oleh kapang
Fusarium spp. yang pertama kali diisolasi oleh Gelderbloom et al. pada tahun
1988 dari biakan F. verticillioides (F.moniliforme).
Kontaminasi fumonisin
tersebar luas di berbagai negara di dunia, terutama negara beriklim tropis dan sub
tropis. Fumonisin terdiri dari 4 kelompok utama, yaitu grup A, B, C, dan P. Grup
B paling banyak ditemukan di alam dan paling beracun dibandingkan kelompok
lainnya (Rheeder et al. 2002).
Kapang Penghasil Fumonisin
Fumonisin umumnya dihasilkan oleh kapang Fusarium spp. terutama F.
verticillioides dan F. proliferatum. Selain Fusarium spp. kapang lainnya seperti
Alternaria alternata juga dilaporkan dapat memproduksi fumonisin selama proses
metabolismenya (Abbas & Riley 1996, Mirocha et al. 1996).
Fusarium spp. merupakan kapang tidak sempurna yang hidup sebagai
saprofit atau parasit terhadap inangnya. Sebagai saprofit, spora kapang ini dapat
bertahan di dalam tanah selama bertahun-tahun (soil born pathogen), membentuk
konidia berwarna putih, kuning, orange, atau merah sebagai ciri dari masingmasing spesiesnya (Pitt dan Hocking, 1997).
Infeksi Fusarium spp. biasanya dimulai sejak masa tanam (field fungi)
dan menghasilkan fumonisin serta mikotoksin fusarium lainnya. Produksi
fumonisin ini terus berlanjut hingga masa penyimpanan terutama jika manajemen
pada pra-panen dan pasca-panen kurang baik. Sebagai contoh, pengendalian
kapang dan proses pengeringan yang kurang memadai merupakan faktor utama
penyebab kontaminasi fumonisin. Infeksi F. verticillioides menyebabkan busuk
batang dan tongkol pada jagung (Kommedahl & Windells 1989, De Leon &
Pandey 1989, Desjardin & Plattner 2000). Rheeder et al. (2002) melaporkan
bahwa di alam terdapat 15 spesies Fusarium spp. yang dapat menghasilkan
fumonisin yang dibagi ke dalam empat kelompok (Tabel 1). Pada tabel tersebut
7
terlihat bahwa F. verticillioides, F. proliferatum, dan F. nygamai menghasilkan
empat kelompok utama fumonisin, yaitu grup A, B, C, dan P.
Tabel 1 Spesies Fusarium spp. penghasil fumonisin dan pengelompokannya
Kelompok
Fusarium spp.
F. verticolloides
Fumonisin yang dihasilkan
FA1-3, FB1-5, iso-FB1, FAK1, FBK1, FC1,4,
FP1-3, PH1a-b
Liseola
F. sacchari
FB1
F. fujikoroi
FB1
F. proliferatum
FA1-3, FB1-5, FAK1, FBK1, FC1, FP1-3,
PH1a-b
F. subglutinans
FB1
F. thapsinum
FB1-3
F. anthophilum
FB1-2
F. globosum
FB1-3
F. nygamai
FA1-3, FB1-5, FAK1, FBK1, FC1, FP1,
PH1a-b
Dlaminia
F. dlamini
FB1
F. napiforme
FB1
F. pseudonygamai
FB1-2
F. andiyazi
FB1
F. oxysporum
FA1,3-4, N-asetil- FC1, iso-FC1, N-asetil-isoPC1, OH-FC1, N-asetil-OH-FC1
Elogans
F. oxysporum var.
FB1-j
redulens
Arthrosporiella
F. polyphialidicum
FB1
Sumber: Rheeder et al. 2002
Spesies kapang Fusarium yang sering ditemukan di Indonesia adalah F.
verticillioides yang berpotensi menghasilkan fumonisin (Miller et al. 1993, 1996,
Dharmaputera et al. 1996, Ali et al. 1998, Trisiwi 1996). Kapang F. verticillioides
dan F. nygamai yang diisolasi dari jagung asal Jawa Barat dan dibiakan pada
medium jagung dapat menghasilkan fumonisin B1 masing-masing sebesar 12,80
g/kg dan 1,11 g/kg (Maryam 2000a). Hal ini menunjukkan bahwa kedua kapang
8
tersebut merupakan kapang yang sangat potensil sebagai penghasil FB1, sehingga
baik untuk digunakan untuk produksi FB1. Kontaminasi kapang Fusarium spp.
pada jagung hibrida lokal, morfologi kapang F. verticillioides dan F. nygamai
terlihat pada Gambar 1.
F. verticillioides
F. nygamai
Gambar 1 Kontaminasi kapang Fusarium spp. pada jagung lokal, morfologi
F. verticillioides dan
F. nygamai dari BBALITVET Culture
Collection (BCC)
Sifat Kimia Fisika
Fumonisin merupakan senyawa yang memiliki struktur kimia serupa
dengan sfingosin, yaitu senyawa yang berperan penting dalam proses metabolisme
sel. Karena kemiripan struktur keduanya, sintesis fumonisin dianalogikan melalui
jalur yang sama dengan sfingosin. Struktur inti dari senyawa fumonisin terlihat
pada Gambar 2. Senyawa-senyawa fumonisin bersifat polar, sehingga mudah larut
dalam air dan pelarut organik polar seperti metanol dan campuran asetonitril-air
(EHC 2000).
R4
R1
CH3
OH
R7
R2
CH3
R3
R5
R6
Gambar 2 Struktur dasar fumonisin (Rheeder et al. 2002)
9
Biosintesis Fumonisin
Biosintesis fumonisin terjadi melalui proses kondensasi heksadekanoilkoenzim A (palmitat KoA, C16) dengan serin atau alanin.
Karena adanya
kemiripan struktur yang dimiliki fumonisin dan sfingosine, biosintesis fumonisin
pada tanaman terjadi melalui proses yang sama dengan sfingolipid yang terbentuk
melalui proses kondensasi heksadekanoil-koenzim A (palmitat, C16) dengan serin
atau alanin menghasilkan 1-hidroksi-2D-amino-3-okso o
KONJUGAT FUMONISIN B1-OVALBUMIN SEBAGAI
ANTIGEN UNTUK DETEKSI FUMONISIN
SECARA IMUNOASAI
ROMSYAH MARYAM
,
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa disertasi yang berjudul:
PRODUKSI ANTIBODI MONOKLONAL MENGGUNAKAN KONJUGAT
FUMONISIN B1-OVALBUMIN SEBAGAI ANTIGEN UNTUK DETEKSI
FUMONISIN SECARA IMUNOASAI
adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan oleh penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka.
Bogor, Agustus 2007
Romsyah Maryam
NRP F 226014011/IPN
SUMMARY
ROMSYAH MARYAM. Production of Monoclonal Antibodies using Fumonisin
B1-Ovalbumin Conjugate as the Antigen for the Detection of Fumonisin by
Immunoassay. Under supervision of ANTON APRIYANTONO as the chairman,
RIZAL SYARIEF, FRANSISKA R. ZAKARIA and LIES PAREDE as the
advisory committee members.
Fumonisins are mycotoxins produced by Fusarium spp. mainly F.
verticillioides and F. proliferatum which are commonly found in grains such as corn,
rice dan wheat. Fumonisin B1 (FB1) the most abundant and most toxic, is classified as a
possible carcinogen for humans (Group 2B) and one of the five important mycotoxins
in the world. The toxicity of FB1 for humans and animals, as well as its economic
impact have been reported worldwide. In order to minimize the risks of FB1
contamination some countries have set the maximum levels of fumonisin in foods and
feeds. Although there is no report on mycotoxicoses related to FB1 contamination in
Indonesia, some findings indicated high concentration of fumonisin contamination in
agricultural products could affect the national income.
Analytical methods play crucial roles in the detection of fumonisin
contamination in foods and feeds. Immunoassay is one of the most reliable, rapid,
sensitive, specific, and economical method. This assay based on polyclonal or
monoclonal antibodies. The objective of this study was to produce monoclonal
antibodies (MAb) against FB1 and to generate direct competitive enzyme-linked
immunosorbent assay (dc-ELISA) for fumonisin analysis. This study includes several
activities: (1) Synthesis of fumonisin B1-Ovalbumin antigen (FB1-Ova) and the
enzyme conjugate fumonisin B1-horseraddish peroxidase (FB1-HRP), (2) Production
and characterization of monoclonal antibodies against FB1, (3) Optimization and
validation of the dc-ELISA, (4) Application of dc-ELISA for the detection of
fumonisin in foods or feeds.
FB1 used for the synthesis of FB1-Ova and FB1-HRP was isolated from F.
verticillioides and F. nygamai culture in corn which produced FB1 1.54 g/kg and 0.87
g/kg, respectively. The average of protein concentration of the antigen produced from
the conjugation of FB1 and Ova via glutaraldehyde reaction was 0.0933 ± 0.0178
mg/ml (n=5). The antigen was proven to be immunogenic to BALB/c mice and could
be used for the antibody sreening using indirect competitive ELISA (ic-ELISA). The
reaction of FB1 and HRP resulted in the formation of FB1-HRP enzyme conjugate
which could be used as a label in the analysis of FB1 by dc-ELISA.
Monoclonal antibodies were produced by fusion of the splenic lymphocytes
from the FB1-Ova immunized BALB/c mice with Sp2/0-Ag 14 myeloma cells using
polyethylene glycol (PEG 4000). Antibodies produced by the hybridoma cells were
screened, and eight clones of the hybridomas with high antibody titers were selected
for cell cloning. The highest antibody-producing hybridoma (2B2F6) was clonned by
limited dilution. The secreted antibodies from
subclone 2B1F6F7 belonged to the immunoglobulin G1 (IgG1) subclass. The
concentration of the antibodies from the supernatant and the ascitic fluids after
precipitation with ammonium sulphate and purification using HiTrap Protein A HP
were 2.81 mg/ml and 1.62 mg/ml, respectively.
The optimum condition for the dc-ELISA to detect 50 ng/ml FB1 required an
antibody dilution of 1:10,000 and a FB1-HRP enzyme conjugate dilution of 1:400. The
antibodies gave a specific reaction to FB1 with cross reactivity against fumonisin B2
(FB2) of 49%. The method sensitivity was 0,5 ng/ml with IC50 of 2,9 ng/ml. The dcELISA of spiked corn samples (40 ng FB1/g) showed good precision (SD=1.5%) and
accuracy (SD=7.7%) with FB1 recovery ranging from 88.2 to 103.1%. FB1 standards in
the concentration range of 1-50 ng/ml gave a linear response (R2= 0.9949) with
regression equation Y= 7.1862 Ln(x) + 68.35. However, the linearity was reduced by
the corn matrices (R2= 0.9841) at the same concentration range of FB1 standards. The
ELISA method developed in this research had a good agreement with high
performance liquid chromatographic method (HPLC) which indicated by the analytical
results of FB1 in corn detected by the two methods (R2 = 0.9898).
Analysis of commercial broiler dan layer feeds (n=10) using dc-ELISA
revealed the presence of FB1 in the feeds ranging between 46.1 – 482.8 ng/g for the
broiler feeds and 20.7 – 85.5 ng/g for the layer feeds. These levels were lower
compared to the FB1 levels in poultry feeds in general. During storage at ambient
temperature for six weeks, the concentration of FB1 in commercial chicken feeds
gradually increased. This indicated that the production of FB1 by Fusarium spp.
continued during the storage. However, the concentration of FB1 in both broiler and
layer feeds were still low to cause mycotoxicoses in poultry.
Direct competitive ELISA (dc-ELISA) is the most common immunoassay
method used for the analysis of mycotoxins such as fumonisin. The dc-ELISA
developed in this study using monoclonal antibodies showed a good performance when
applied for the analysis of FB1 contaminated foods and feeds. The method is suitable
for laboratories in the developing countries such as Indonesia in terms of support for
food safety programs and global trade.
Keywords: monoclonal antibody, fumonisin B1-ovalbumin conjugate, fumonisin
detection, immunoassay
RINGKASAN
ROMSYAH MARYAM.
Produksi Antibodi Monoklonal Menggunakan
Konjugat Fumonisin B1-Ovalbumin Sebagai Antigen untuk Deteksi Fumonisin
Secara Imunoasai. Di bawah bimbingan ANTON APRIYANTONO sebagai ketua
komisi pembimbing, RIZAL SYARIEF, FRANSISKA R. ZAKARIA dan LIES
PAREDE sebagai anggota.
Fumonisin adalah mikotoksin yang dihasilkan oleh kapang Fusarium spp.
terutama F. verticillioides dan F. proliferatum yang banyak dijumpai pada komoditas
pertanian seperti jagung, beras dan gandum. Fumonisin B 1 (FB1) merupakan jenis
fumonisin yang paling banyak ditemui di alam dan paling toksik, diklasifikasikan
sebagai senyawa karsinogen (Grup 2B). FB1 termasuk dalam lima mikotoksin penting
yang menjadi perhatian dunia. Toksisitas FB1 pada manusia dan hewan, serta dampak
ekonomi yang disebabkan mikotoksin ini telah banyak dilaporkan. Oleh karenanya,
untuk mengurangi risiko yang disebabkan karena kontaminasi FB1 beberapa negara
telah menetapkan batas maksimum kandungan fumonisin ini dalam bahan pangan dan
pakan. Meskipun di Indonesia belum ada laporan mengenai mikotoksikosis yang
disebabkan oleh fumonisin dan belum ada laporan mengenai kerugian ekonomi, namun
dari beberapa laporan yang mengindikasikan kontaminasi FB1 pada bahan pangan dan
pakan yang cukup tinggi dapat mempengaruhi perekonomian nasional.
Metode analisis memegang peranan penting dalam mendeteksi kontaminasi
fumonisin pada bahan pangan dan pakan. Imunoasai adalah salah satu metode yang
paling dapat diandalkan karena dengan metode ini proses analisis dapat dilakukan
secara cepat dan mudah dengan sensitivitas dan spesifitas yang tinggi, serta ekonomis.
Teknik ini menggunakan antibodi poliklonal atau monoklonal. Tujuan dari penelitian
ini yaitu memproduksi antibodi monoklonal (AbMk) spesifik terhadap FB1 dan
mengembangkan metode enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) kompetitif
langsung untuk analisis fumonisin. Penelitian ini terdiri dari beberapa kegiatan: (1)
Sintesis antigen fumonisin B1-ovalbumin (FB1-Ova) dan konjugat enzim fumonisin B1horse raddish peroxidase (FB1-HRP), (2) Produksi dan karakterisasi antibodi
monoklonal spesifik terhadap FB1, (3) Optimisasi dan validasi ELISA kompetitif
langsung, (4) Aplikasi ELISA kompetitif langsung untuk mendeteksi fumonisin pada
bahan pangan atau pakan.
FB1 yang digunakan untuk sintesis antigen FB1-Ova dan FB1-HRP diisolasi
dari biakan kapang F. moniliforme dan F. nygamai pada media jagung yang masingmasing menghasilkan FB1 1,54 g/kg dan 0,87 g/kg. Rataan konsentrasi protein dari
antigen yang dihasilkan dari konjugasi FB1 dengan Ova melalui reaksi dengan
glutaraldehida yaitu 0,0933 ± 0,00178 mg/ml (n=5). FB1-Ova yang terbentuk dari
reaksi tersebut bersifat imunogenik, terlihat dengan adanya respon antibodi pada
mencit BALB/c yang diimunisasi dengan antigen tersebut, dan dapat digunakan
sebagai pereaksi untuk pengujian antibodi secara ELISA kompetitif tidak langsung.
Reaksi antara FB1 dan enzim horseraddish peroxidase (HRP) menghasilkan FB1-HRP
enzim konjugat yang dapat digunakan sebagai label pada analisis FB1 secara ELISA
kompetitif langsung.
Antibodi monoklonal dihasilkan melalui fusi sel limfosit mencit yang
diimunisasi FB1-Ova dengan sel mieloma Sp2/0-Ag14 menggunakan polietilen glikol
(PEG 4000). Antibodi yang dihasilkan oleh hibridoma diskrining, dan delapan klon
dari sel hibrid dengan titer antibodi yang tinggi diseleksi untuk kloning sel. Hibridoma
yang menghasilkan antibodi tertinggi (2B2F6) diklon melalui pengenceran terbatas.
Antibodi yang disekresikan oleh subklon
2B2F6F7 termasuk dalam subkelas
imunoglobulin G1 (IgG1). Konsentrasi antibodi dari supernatan dan cairan asites
setelah pengendapan dengan ammonium sulfat dan pemurnian melalui kolom HiTrap
Protein A HP masing-masing 2,81 mg/ml dan 1,62 mg/ml.
Kondisi optimum ELISA tak langsung untuk mendeteksi 50 ng/ml FB1
memerlukan pengenceran antibodi 1:10.000 dan konjugat enzim FB1-HRP 1:400.
Antibodi tersebut memberikan reaksi yang spesifik terhadap FB1 dengan reaksi silang
terhadap fumonisin B2 (FB2) sebesar 49%. Sensitivitas metode ini yaitu 0,5 ng/ml
dengan IC50 2,9 ng/ml. Analisis sampel jagung yang diberi standar FB1 (40 ng/g)
secara ELISA kompetitif langsung menunjukkan presisi (SD=1,5%) dan akurasi
(SD=7,7%) yang baik dengan rekoveri berkisar antara 88,2-103,1%. FB1 standar pada
kisaran konsentrasi 1-50 ng/ml menunjukkan garis linear (R2=0,9949) dengan
persamaan regresi Y=7,1862 Ln(x) + 68,35. Namun, linearitas menurun dengan adanya
matriks jagung (R2= 0,9841) pada kisaran konsentrasi standar FB1 yang sama.
Perbandingan analisis FB1 dalam jagung (n=10) secara ELISA kompetitif langsung
dengan metode KCKT menunjukkan korelasi yang baik di antara kedua metode
tersedbut (R2=0,9898).
Analisis pakan ayam komersial (n=10) secara ELISA kompetitif langsung
menunjukkan adanya kontaminasi FB1 pada kisaran 46,1–482,8 ng/g untuk pakan
ayam pedaging dan 20,7–85,5 ng/g untuk pakan ayam petelur. Konsentrasi tersebut
lebih rendih dibandingkan dengan konsentrasi FB1 pada pakan ayam pada umumnya.
Perlakuan penyimpanan kedua jenis pakan pakan tersebut pada temperatur kamar
selama enam minggu menunjukkan adanya peningkatan konsentrasi FB1. Hal ini
menunjukkan bahwa produksi FB1 oleh Fusarium spp. terus berlangsung selama
penyimpanan.
ELISA kompetitif langsung adalah metode imunoasai yang paling banyak
digunakan untuk analisis mikotoksin termasuk fumonisin. Metode ELISA kompetitif
langsung yang dikembangkan pada penelitian ini dengan menggunakan antibodi
monoklonal menunjukkan performan yang baik ketika diaplikasikan untuk
menganalisis bahan pangan dan pakan yang terkontaminasi FB1. Metode ini sesuai
untuk digunakan pada
laboratorium-laboratorium di negara berkembang seperti
Indonesia guna mendukung program keamanan pangan dan perdagangan global.
Kata kunci: antibodi monoklonal, konjugat fumonisin B1-ovalbumin, deteksi,
fumonisin, imunoasai
©Hak Cipta Milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2007
Hak Cipta Dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari IPB,
sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetakan, fotokopi, mikrofilm
dan sebagainya
PRODUKSI ANTIBODI MONOKLONAL MENGGUNAKAN
KONJUGAT FUMONISIN B1-OVALBUMIN SEBAGAI
ANTIGEN UNTUK DETEKSI FUMONISIN
SECARA IMUNOASAI
ROMSYAH MARYAM
Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor
SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup: Dr. drh. Retno D. Soejoedono, MS
Penguji Luar Komisi pada Ujian Terbuka: 1. Dr. drh. Agustin Indrawati, M.Biomed
2. Dr. Tri Budhi Murdiati, MSc.
Judul Disertasi
: Produksi antibodi monoklonal menggunakan konjugat fumonisin
B1-ovalbumin sebagai antigen untuk deteksi fumonisin secara
imunoasai
Nama Mahasiswa : Romsyah Maryam
Nomor Pokok
: F226014011
Progam Studi
: Ilmu Pangan
Disetujui:
Komisi Pembimbing
Dr.Ir. Anton Apriyantono, MS
Ketua
Prof.Dr.Ir. Rizal Syarief, DESS
Anggota
Prof.Dr. Ir.Fransiska R. Zakaria, MSc
Anggota
Drh. Lies Parede, MSc, PhD
Anggota
Ketua Program Studi Ilmu Pangan
Prof. Dr. Ir. Betty Sri Laksmi Jenie, MS
NIP. 130 516 873
Tanggal ujian: 2 Juli 2007
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Chairil Anwar Notodiputro, MS
NIP. 130 891 386
Tanggal lulus:
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang berkat rahmat, serta
taufik dan hidayahNya penulisan disertasi ini dapat diselesaikan. Disertasi berjudul
“Produksi Antibodi Monoklonal Menggunakan
Konjugat Fumonisin B1Ovalbumin Sebagai Antigen untuk Deteksi Fumonisin Secara Imunoasai” ini
merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar doktor pada Program Studi Ilmu
Pangan, Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis sampaikan ucapan terima kasih yang tulus serta
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Bapak Dr. Ir. Anton Apriyantono, MS
selaku Ketua Komisi Pembimbing atas segala bimbingan dan arahannya selama
pendidikan dan penyelesaian studi. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada
Bapak Prof. Dr. Ir. Rizal Syarief, DESS., Ibu Prof. Dr. Ir. Fransiska R. Zakaria, MSc.,
serta Ibu Drh. Lies Parede, MSc.PhD selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah
memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis selama penelitian hingga
selesainya penulisan disertasi ini. Terima kasih kepada Dr. drh. Retno D. Soejoedono,
MS selaku penguji luar komisi yang bersedia menguji pada ujian tertutup, serta Dr. drh.
Agustin Indrawati, M.Biomed dan Dr. Tri Budhi Murdiati, MSc. selaku penguji luar
komisi pada ujian terbuka Program Studi Doktor di Institut Pertanian Bogor.
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Rektor dan Pembantu Rektor IPB,
Dekan Sekolah Pasca Sarjana, Dekan dan Wakil Dekan Fakultas Teknologi Pertanian
IPB, Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB, Ketua Program Studi Ilmu
Pangan IPB untuk kesempatan yang telah diberikan kepada penulis untuk mengikuti
pendidikan S3 di IPB. Kepada Kepala Balai Besar Penelitian Veteriner (BBALITVET),
Ketua Kelti Toksikologi dan Virologi, yang telah memberikan kesempatan dan
fasilitas, serta dukungan moril bagi penulis untuk melaksanakan penelitian hingga
selesainya masa studi. Terima kasih kepada Badan Litbang Pertanian Departemen
Pertanian atas bantuan beasiswa melalui Proyek PAATP.
Terima kasih disertai rasa hormat penulis sampaikan kepada Ibunda tercinta dan
Ayahanda (almarhum) atas segala do’a restu, serta dukungannya sehingga penulis dapat
menyelesaikan studi ini. Kepada Kakak dan adik tercinta, terima kasih atas segala cinta
kasih dan dorongan semangat yang diberikan selama ini.
Terima kasih kepada Prof. DR. drh. Sjamsul Bahri, MS., drh. Indraningsih, DR.
R. Widiastuti, Sri Rachmawati, MSc, drh. Adin Priadi, Dra. Helmy Hamid, MSc. Dra.
Masniari,MS., drh. Andriani, MSi. atas segala saran dan dorongan semangatnya, dan
Zakiah Muhajan, SS,M.Hum dan seluruh staf perpustakaan BBALITVET dan IPB
yang telah membantu penelusuran literatur untuk penulisan disertasi ini. Terima kasih
kepada Siti Djuariah dan rekan-rekan di lab. Toksikologi,Virologi dan Bioteknologi
BBALITVET atas segala bantuannya selama masa penelitian. Kepada Tati Ariyanti
terima kasih atas kesediaannya menjadi proof reader pada penulisan disertasi ini.
Kepada rekan-rekan program studi IPN Mbak Mar, Rahma, Ria, Rifda,Yuyun, Bu
Asriani dan Mbak Susi, terima kasih untuk persahabatan yang tulus dan kerjasama yang
baik selama ini. Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kelancaran
penelitian hingga selesainya penulisan ini.
Menyadari akan segala kekurangan yang terdapat pada penulisan disertasi ini,
dimohon saran dan masukannya untuk perbaikan. Semoga disertasi ini bermanfaat
khususnya bagi perkembangan IPTEK dan masyarakat pada umumnya.
Bogor, Agustus 2007
Romsyah Maryam
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 18 Juni 1964 di Bogor sebagai putri ke enam
dari pasangan Bapak Madhari dan Ibu Rosmah. Penulis menempuh pendidikan sarjana
pada Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Pakuan di Bogor dan lulus pada tahun 1990. Pada tahun 1997 penulis mendapat
beasiswa AusAID untuk mengikuti pendidikan program master di School of Medicine
Queensland University, Australia dan lulus pada tahun 1999. Selanjutnya, penulis
berkesempatan untuk melanjutkan studi Progam Doktor pada Program Studi Ilmu
Pangan, Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor pada tahun 2002 dengan
beasiswa PAATP Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian.
Sejak tahun 1983 penulis bekerja sebagai teknisi di Kelti Toksikologi dan tahun
1991 mendapat promosi menjadi staf peneliti di Kelti yang sama pada Balai Besar
Penelitian Veteriner hingga saat ini. Penelitian yang dilakukan oleh penulis yaitu
bidang toksikologi, khususnya penelitian penanggulangan masalah mikotoksin dan
pengembangan metode deteksi. Sealin melaksanakan penelitian, penulis juga menjadi
anggota Perhimpunan Mikologi Kedokteran Indonesia dan Ikatan Sarjana Wanita
Indonesia. Selama masa pendidikan program S3 telah dipublikasi 2 karya ilmiah yang
berjudul “ Metode deteksi mikotoksin” dan Produksi fumonisin oleh kapang Fusarium
moniliforme dan Fusarium nygamai pada medium jagung” pada jurnal Mikologi
Kedokteran Indonesia tahun 2006. Karya-karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari
disertasi yang disusun oleh penulis.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................ vi
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
vii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................
x
PENDAHULUAN ............................................................................................
1
Latar Belakang .......................................................................................
1
Perumusan Masalah ...............................................................................
3
Tujuan Penelitian ...................................................................................
4
Manfaat Penelitian .................................................................................
5
Hipotesis ................................................................................................
5
TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................
6
Fumonisin ...........................................................................................
6
Kapang Penghasil Fumonisin ........................................................
6
Sifat Kimia Fisika .........................................................................
8
Biosintesis Fumonisin....................................................................
9
Jenis-jenis Fumonisin ....................................................................
10
Kontaminasi pada pangan/ dan pakan ...........................................
13
Metode analisis fumonisin.............................................................
16
Imunoasai ...........................................................................................
19
Peran sistem imun dan antibodi ....................................................
20
Prinsip Imunoasai .........................................................................
22
Antigen .........................................................................................
23
Antibodi .......................................................................................
24
Produksi Antibodi oleh Sel Limfosit B ........................................
25
Produksi Antibodi Monoklonal ....................................................
29
Imunisasi ................................................................................
29
Produksi dan kultur hibridoma ...............................................
30
Skrining antibodi ....................................................................
33
Karakterisasi dan purifikasi antibodi ......................................
33
Visualisasi Imunoasai .................................................................... 34
Aplikasi Antibodi Monoklonal ...................................................... 36
iii
Halaman
Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) ............................. 36
Disain dan Konfigurasi ELISA ...................................................... 37
ELISA kompetitif langsung ..................................................... 37
ELISA kompetitif tak langsung ............................................... 38
ELISA penangkap antibodi ...................................................... 40
ELISA sandwich antibodi ganda .............................................. 40
Aplikasi ELISA untuk deteki fumonisin ........................................ 40
Daftar Pustaka ..................................................................................... 42
PRODUKSI DAN ISOLASI FUMONISIN B1 DARI BIAKAN KAPANG
FUSARIUM VERTICILLIOIDES DAN FUSARIUM NYGAMAI PADA
MEDIUM JAGUNG
Abstrak ..................................................................................................
51
Abstract .................................................................................................. 51
Pendahuluan ........................................................................................... 52
Materi dan Metode ................................................................................
53
Hasil dan Pembahasan ........................................................................... 56
Kesimpulan ............................................................................................ 62
Daftar Pustaka ........................................................................................ 62
SINTESIS ANTIGEN FUMONISIN B1-OVALBUMIN DAN FUMONISIN
B1-HORSERADDISH PEROXIDASE ENZIM KONJUGAT
Abstrak .................................................................................................. 65
Abstract .................................................................................................. 66
Pendahuluan ........................................................................................... 66
Materi dan Metode ................................................................................
68
Hasil dan Pembahasan ........................................................................... 73
Kesimpulan ............................................................................................ 82
Daftar Pustaka ........................................................................................ 83
iv
Halaman
PRODUKSI DAN KARAKTERISASI ANTIBODI MONOKLONAL
TERHADAP FUMONSIN
Abstrak ..................................................................................................
86
Abstract .................................................................................................. 86
Pendahuluan ........................................................................................... 87
Materi dan Metode ................................................................................
88
Hasil dan Pembahasan ........................................................................... 96
Kesimpulan ........................................................................................... 107
Daftar Pustaka ....................................................................................... 108
STANDARDISASI DAN APLIKASI METODE ELISA BERBASIS
ANTIBODIMONOKLONAL UNTUK DETEKSI FUMONISIN PADA
PANGAN DAN PAKAN
Abstrak .................................................................................................. 110
Abstract ................................................................................................. 111
Pendahuluan .......................................................................................... 111
Materi dan Metode ............................................................................... 112
Hasil dan Pembahasan .......................................................................... 115
Kesimpulan .......................................................................................... 123
Daftar Pustaka ...................................................................................... 123
PEMBAHASAN UMUM
Produksi dan Isolasi Fumonisin ............................................................ 127
Sintesis antigen FB1-Ova dan FB1-HRP enzim konjugat ..................... 128
Produksi hibridoma melalui fusi menggunakan polietilen glikol ......... 129
Produksi dan karakterisasi antibodi monoklonal .................................. 130
Standardisasi dan aplikasi ELISA berbasis antibodi monoklonal
untuk untuk deteksi fumonisin pada bahan pangan dan pakan .............. 130
Daftar Pustaka ........................................................................................ 131
v
Halaman
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan .......................................................................................... 134
Saran ..................................................................................................... 135
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 137
LAMPIRAN ..................................................................................................... 150
vi
DAFTAR TABEL
Halaman
1
Spesies Fusarium spp. penghasil fumonisin dan pengelompokannya…….
7
2
Jenis-jenis fumonsin dan gugus fungsinya ……………………………..... 10
3
Kontaminasi fumonisin pada berbagai jenis komoditas pertanian
yang digunakan sebagai bahan pangan maupun pakan di Indonesia .......... 15
4
Perbedaan sifat antara sistem imun no spesifik dan spesifik ...................... 21
5
Perbedaaan sifat antara antibodi poliklonal dan monoklonal ..................... 29
6
Galur-galur mieloma dan limfoblastoid yang dapat digunakan untuk
produksi hibridoma .................................................................................... 31
7
Perlakuan pada produksi fumonisin dengan menggunakan media jagung . 55
8
Jadual imunisasi mencit BALB/c untuk pembuatan antiserum ................
9
Komposisi gel elektroforesis yang digunakan untuk konfirmasi
70
pembentukan antigen FB1-Ova dan FB1-HRP enzim konjugat..................
72
10
Pengukuran protein dari antigen FB1-Ova dengan spektrofotometer .......
78
11
Pengukuran protein dari FB1-HRP enzim konjugat dengan
spektrofotometer................................................................................ .......
81
12
Program imunisasi mencit BALB/c dangan FB1-Ova secara intra vena ..
90
13
Respon antibodi yang terdeteksi pada serum mencit yang diimunisasi
Dengan FB1-Ova pada pengenceran 1:5.000 ............................................
14
97
Pengukuran protein dari antibodi dalam supernatan setelah pemurnian
melalui kolom HiTrap Protein A HP dengan spektrofotometer .............. 102
15
Pengukuran protein dari antibodi dalam cairan asites mencit
setelah pemurnian melalui kolom HiTrap Protein A HP pada
spektrofotometer ...................................................................................... 103
16
Rekoveri FB1 pada sampel jagung yang dideteksi menggunakan
metode ELISA kompetitif langsung berbasis antibodi monoklonal ......... 116
17
Analisis FB1 pada jagung dengan ELISA kompetitif langsung dan
KCKT ....................................................................................................... 126
18 Konsentrasi FB1 dalam pakan ayam pedaging selama penyimpanan …… 121
19
Konsentrasi FB1 dalam pakan ayam petelur selama penyimpanan .......... 121
vii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Kontaminasi kapang Fusarium spp. pada jagung hibrida lokal,
morfologi F. verticillioides dan F. nygamai koleksi Bbalitvet
Culture Collection (BCC) ...........................................................................
8
2. Struktur dasar fumonisin (Rheeder et al. 2002) .........................................
8
3 Bosintesis fumonisin (Abbas et a.l 1996) ...................................................
9
4 Struktur kimia fumonisin B1 (EHC 2000) ..................................................
10
5 Perbandingan struktur fumonisin dan sfingosin .........................................
12
6 Struktur dasar imunoglobulin (Ig) ..............................................................
25
7 Kinetika respons antibodi: Pembentukan IgM sebagai respon primer dan
pembentukan IgG pada respon sekunder ..................................................
26
8 Antigen dengan berbagai epitop ...............................................................
26
9 Produksi antibodi poliklonal oleh sel B ....................................................
27
10 Produksi antibodi monoklonal oleh sel B ................................................
28
11 Struktur kimia polietilen glikol (PEG) ......................................................
32
12 Sistem seleksi dengan medium HAT ........................................................
33
13 Tahapan pada ELISA kompetitif langsung (Rittenberg 1990) ..................
38
14 Tahapan pada ELISA kompetitif tidak langsung (Rittenberg 1990)..........
39
15 Kontaminasi alami kapang Fusarium spp. pada jagung lokal ...................
54
16 Pertumbuhan kapang F. moniliforme dan F. nygamai pada media PDA
setelah inkubasi 7 hari pada suhu 25oC dan 37oC .....................................
57
17 Pertumbuhan kapang F. moniliforme dan F. nygamai pada media jagung
setelah inkubasi 7 hari ...............................................................................
57
18 Pola produksi FB1 oleh F. Moniliforme dan F. nygamai pada media
jagung dengan suhu penyimpanan 25oC dan 37oC ...................................
59
19 Konsentrasi FB1 pada tiap fraksi ekstrak biakan F. verticillioides ............
60
20 Fumonisin B1 pada ekstrak biakan F. moniliforme setelah pemurnian
melalui XAD-2 dan deteksi dengan HPLC ...............................................
61
21 Reaksi pada sintesis antigen FB1-Ova melalui jalur glutaraldehida .........
75
viii
Halaman
22
Konfigurasi antigen FB1-Ova, antiserum, goat anti-mouse IgG-HRP enzim
konjugat pada dot blot immunoassay dan ELISA tidak langsung ............. 76
23
Konfirmasi hasil sintesis antigen FB1-Ova ............................................... 77
24
Konfirmasi pembentukan FB1-HRP dan ELISA kompetitif langsung ...... 79
25
Konfigurasi antibodi/antiserum, antigen, FB1-HRP enzim konjugat
pada ELISA kompetitif langsung ..............................................................
26
80
Konfirmasi pembentukan FB1-Ova dan FB1-HRP dengan
SDS-PAGE ...............................................................................................
27
82
Pertumbuhan sel mieloma Sp2/0-Ag14 pada fasa logaritmik dalam
medium RPMI mengandung 10% FBS ....................................................
98
28
Proses fusi antara sel mieloma dengan sel limfosit .................................
99
29
Klon-klon dari sel hibridoma yang tumbuh 6 minggu setelah fusi ..........
99
30
Proses kloning dari sel hibridoma dan kultur sel dari klon 2B1F6
dalam medium RPMI mengandung 10% FBS ......................................... 100
31
Grafik pertumbuhan sel hibridoma klon 2B1F6 yang dikultur kembali
dalam medium RPMI setelah penyimpanan dalam nitrogen cair selama
satu bulan ................................................................................................. 101
32
Pola grafik fraksinasi imunoglobulin G (IgG) dari supernatan pada
kolom HiTrap Protein A HP ...................................................................
33
Pola grafik fraksinasi imunoglobulin G1 (IgGi) dari cairan asites
pada kolom HiTrap Protein A HP ..........................................................
34
102
104
Uji sub kelas imunoglobulin (Ig) yang disekresikan sel hibridoma
subklon 2B1F6F7 pada supernatan dengan ELISA penangkap
menggunakan kit identifikasi subkelas imunoglobulin (Sigma) .............
35
105
Konfigurasi ELISA pada pengujian subkelas imunoglubulin dari
Antibodi monoklonal (AbMk) yang dihasilkan oleh sel hibridoma subklon
2B1F6F7 ...................................................................................................
36
105
Analisis imunoglobulin dalam supernatan dan asites mencit setelah
purifikasi melalui kolom HiTrap Protein A HP .....................................
106
ix
Halaman
37
Performan standar FB1 dan FB2 yang dideteksi secara ELISA
kompetitif lansung menggunakan antibodi monoklonal (supernatan)
dari subklon 2B1F6F7 .............................................................................. 118
38
Pola grafik ELISA kompetitif langsung dan linearitas FB1
menggunakan antibodi monoklonal (supernatan) dari klon 2B1F6 ...
39
118
Kurva kalibrasi standar FB1 dalam matriks jagung pada pengujian
FB1 secara ELISA kompetitif langsung ................................................. 119
40
Korelasi metode ELISA kompetitif langsung dengan menggunakan
AbMk dari klon 2B1F6 dan kromatografi cair kinerja tinggi
(KCKT) .................................................................................................
41
120
Pengaruh penyimapanan terhadap konsentrasi FB1 pada pakan
yang disimpan selama 42 hari (6 minggu) ............................................
122
x
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Pembuatan pereaksi ................................................................................... 150
2 Medium dan pereaksi yang digunakan untuk pembiakan sel .................... 153
3 Prosedur ELISA tidak langsung untuk uji antibodi pada serum, supernatan
atau cairan asites ........................................................................................ 154
4 Prosedur ELISA kompetitif langsung untuk mendeteksi fumonisin.......... 155
5 Titer antibodi serum (antiserum) dari mencit yang diimunisasi dengan
antigen FB1-Ova ........................................................................................ 156
6 Pengujian antibodi yang disekresikan oleh sel hibridoma ........................
157
7 Pengujian antibodi yang dihailkan oleh subklon 2B1F6F7 dalam
supernatan dan cairan asites .....................................................................
158
8 Penentuan kondisi optimum antigen, antibodi dan enzim konjugat untuk
pengujian antibodi secara ELISA tidak langsung ....................................
159
9 Skrining antibodi dari kultur sel hibridoma .............................................
160
10 Uji linieritas, sensitivitas dan IC50 secara ELISA kompetiti langsung ....
162
11 Analisis FB1 dalam pakan ayam pedaging secara ELISA kompetitif
langsung ....................................................................................................
163
12 Analisis FB1 dalam pakan ayam petelur secara\ ELISA kompetitif
langsung .. ................................................................................................... 164
13 Analisis varian (ANOVA) perlakuan penyimpanan pakan ayam pedaging
dan petelur .................................................................................................. 165
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kondisi iklim di Indonesia dengan suhu, kelembaban, dan curah hujan
yang tinggi sangat kondusif bagi pertumbuhan kapang penghasil mikotoksin.
Kontaminasi mikotoksin seringkali dijumpai pada bahan pangan dan pakan
terutama yang berasal dari produk pertanian. Hal ini perlu mendapat perhatian
karena selain berbahaya bagi
kesehatan manusia dan hewan, kontaminasi
mikotoksin juga menurunkan kualitas dan kuantitas produk pertanian sehingga
berdampak bagi perekonomian.
Fumonisin merupakan salah satu mikotoksin yang ditemukan di sebagian
besar negara-negara di dunia, terutama di negara beriklim tropis dan subtropis.
Fumonisin dihasilkan oleh kapang Fusarium spp. terutama F. verticillioides (= F.
moniliforme) dan F. proliferatum. Fumonisin semakin menjadi perhatian dunia
dan termasuk lima mikotoksin penting yang dijadikan persyaratan mutu produk
pertanian dan hasil olahannya pada perdagangan dunia.
Fumonisin B1 (FB1) adalah jenis fumonisin yang paling toksik dan banyak
ditemukan di alam. IARC (1993) mengklasifikasikan FB1 sebagai karsinogen
golongan 2B, yaitu senyawa yang mungkin dapat menyebabkan kanker pada
manusia. Berbagai penyakit seperti kanker esofagus dan kerusakan ginjal
dilaporkan berkaitan erat dengan konsumsi bahan pangan yang terkontaminasi
FB1.
FB1 ditemukan pada berbagai komoditi pertanian, seperti jagung, beras,
gandum, sorgum, dan hasil olahannya.
Selain itu, FB1 juga ditemukan pada
komoditi lainnya seperti tanaman obat dan teh hitam. Kontaminasi FB1 pada
pakan ternak menimbulkan sindroma yang disebut ”leukoencephalomalacia”
(LEM) pada kuda, pembengkakan paru-paru pada babi, kanker hati dan ginjal
pada tikus, serta imunosupresi pada ayam. Selain itu juga menyebabkan adanya
residu pada daging, hati dan ginjal (Smith & Thakur 1996), serta susu (Spotti et
al. 2001).
Pada umumnya konsentrasi FB1 yang terdeteksi pada jagung di atas 300
mg/kg (EMAN 2003). Di negara tempat terjadinya kasus kanker esofagus seperti
2
Afrika Selatan konsentrasi FB1 tertinggi 118 mg/kg pada jagung, sedangkan di
Cina berkisar antara 0,5-16 mg/kg. Ali et al. (1998) mendeteksi FB1 pada jagung
asal Jawa Tengah pada kisaran konsentrasi 0,02-2,44 mg/kg. Sedangkan
Yamashita et al. (1995) melaporkan bahwa kontaminasi FB1 pada jagung di
provinsi yang sama berkisaran antara 0,05-1,8 mg/kg. Sementara itu, rataan FB1
pada jagung yang digunakan sebagai bahan baku pakan di Jawa Barat sebesar 12,9
mg/kg (Maryam et al. 2000b).
FB1 stabil terhadap panas dan tidak rusak selama proses produksi, oleh
karena itu pemaparannya pada manusia cukup tinggi. Menurut laporan EHC
(2000) pemaparan FB1 di Kanada berkisar antara 0,017-0,089 µg/kg BB/hari,
USA 0,08 µg/kg BB/hari, Eropa 0,006-7,1 µg/kg BB/hari, dan tertinggi di Afrika
Selatan yaitu 14-440 µg/kg BB/hari. Berdasarkan data tersebut pada pertemuan
Joint FAO/WHO Expert committe on Food Additives (JECFA) tahun 2001
ditentukan batas konsumsi FB1 yaitu 2 µg/kg BB/hari.
Selain efeknya pada kesehatan manusia dan hewan, kontaminasi fumonisin
berdampak terhadap perekonomian suatu negara. Kerugian ekonomi yang dialami
Amerika mencapai US $40 juta, sedangkan kerugian yang lebih besar dilaporkan
di alami Cina, Argentina, dan negara-negara di Afrika. Hal ini disebabkan karena
semakin ketatnya standar yang diterapkan oleh negara-negara di dunia (Wu 2006).
Meskipun di Indonesia belum ada laporan mengenai kerugian ekonomi dan
mikotoksikosis pada manusia dan hewan yang disebabkan oleh fumonisin, namun
data penelitian yang mengindikasikan adanya kontaminasi FB1 pada produk
pertanian dengan konsentrasi yang tinggi akan berdampak terhadap perekonomian
nasional.
Untuk mengetahui adanya kontaminasi fumonisin pada suatu komoditi
dibutuhkan metode analisis yang dapat diandalkan. Metode analisis memiliki
peranan penting dalam menentukan kualitas produk pertanian dan hasil
olahannya. Analisis fumonisin umumnya menggunakan metode khromatografi,
seperti khromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) atau khromatografi gas / cair spektroskopi massa (GC/LC-MS) yang
membutuhkan peralatan dan pereaksi
yang mahal, serta waktu analisis yang lama. Metode lain seperti biosensor,
imunosensor, imunohistokimia, polymerase chain reaction (PCR) atau PCR-
3
ELISA juga telah dikembangkan untuk deteksi fumonisin dan kapang Fusarium
spp. penghasil fumonisin, namun metode-metode tersebut masih jarang digunakan
karena membutuhkan ketrampilan yang tinggi.
Di antara metode analisis, imunoasai merupakan metode yang paling
mudah diaplikasikan, cepat, sensitif, spesifik dan tidak membutuhkan pereaksi
atau peralatan yang mahal (Chu 1996). Salah satu metode imunoasai yang banyak
dikembangkan yaitu enzyme-linked immunoassay (ELISA) dengan menggunakan
antibodi poliklonal atau monoklonal.
Penggunaan antibodi poliklonal tidak
spesifik karena dapat bereaksi positif dengan senyawa yang memiliki struktur
mirip fumonisin sehingga menyebabkan kesalahan dalam pengukuran dan kurang
sensitif. Untuk mengatasi permasalahan tersebut dikembangkan teknik ELISA
dengan menggunakan antibodi monoklonal.
Produksi antibodi monoklonal untuk deteksi fumonisin dikembangkan
dengan menggunakan imunogen FB1-KLH (Barna-Vetro et al. 2000), fumonisin
B1-cholera toxin (FB1-CT) dan anti-idiotipe. Namun, untuk proses konjugasi
dengan KLH dibutuhkan FB1 yang banyak (>700 molar). Konjugasi FB1 dengan
CT menghasilkan titer antibodi dengan sensitivitas yang rendah sehingga perlu
ditingkatkan melalui kompleks avidin dan streptavidin (Yeung & Newsome,
1995), begitu pula dengan FB1-BSA (Azcona-Olivera et al. 1992a). Oleh
karenanya diperlukan suatu protein pembawa yang dapat berkonjugasi dengan
FB1 secara mudah, aman dan ekonomis. Ovalbumin (Ova) dapat dijadikan sebagai
protein pembawa untuk membuat antigen.. Sejauh ini, FB1-Ova umumnya
digunakan sebagai antigen pelapis pada pelat ELISA (Azcona-Olivera et al. 1992)
sehingga dapat diasumsikan bahwa FB1-Ova dapat menstimulasi respon imun
untuk memproduksi antibodi. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka pada
penelitian ini digunakan FB1-Ova sebagai antigen untuk menghasilkan antibodi
monoklonal melalui produksi sel hibridoma.
Perumusan Masalah
Teknik deteksi yang cepat, sensitif dan spesifik mempunyai peranan
penting dalam mencegah dan mengurangi efek fumonisin terhadap kesehatan
manusia dan hewan, serta kerugian ekonomi. Imunoasai merupakan teknik deteksi
4
yang memenuhi kriteria tersebut. Dengan deteksi cepat, kerugian dan bahaya yang
ditimbulkan oleh adanya fumonisin pada bahan pangan dan pakan dapat dimonitor
sehingga mutu dan keamanannya dapat terjaga. Pengembangan imunoasai untuk
deteksi fumonisin dapat dilakukan dengan menggunakan antibodi poliklonal
maupun monoklonal, namun ditinjau dari spesifitas dan sensitivitasnya antibodi
monoklonal lebih baik daripada antibodi poliklonal.
Untuk menghasilkan antibodi monoklonal dibutuhkan imunogen. Oleh
karena fumonisin merupakan senyawa dengan bobot molekul rendah, maka
dibutuhkan suatu protein pembawa untuk menjadikannya senyawa imunogenik
yang dapat menstimulasi pembentukan antibodi. Protein pembawa yang sering
digunakan adalah KLH dan CT. Meskipun kedua protein tersebut memberikan
respon antibodi yang baik, namun KLH sulit diperoleh dan harganya mahal
sedangkan CT bersifat toksik dan berbahaya. Ovalbumin (Ova) mempunyai
prospek yang baik untuk digunakan sebagai protein pembawa alternatif karena
dapat dikonjugasikan dengan FB1 secara mudah, ekonomis dan aman.
Tujuan Penelitian
Tujuan umum dari penelitian ini yaitu produksi antibodi monoklonal
dengan menggunakan FB1-Ova sebagai imunogen untuk mendeteksi fumonisin
pada bahan pangan atau pakan secara ELISA.
Untuk deteksi fumonisin secara ELISA tak langsung dibutuhkan antibodi
spesifik dan FB1-HRP enzim konjugat, maka tujuan khusus dari penelitian ini
adalah: (1) Sintesis antigen FB1-Ova dan FB1-HRP enzim konjugat, (2) Produksi
antibodi monoklonal menggunakan FB1-Ova sebagai antigen, (3) Penentuan
kondisi
optimum
dan
standardisasi
ELISA
kompetitif
langsung
yang
dikembangkan untuk mendeteksi fumonisin melalui pengukuran presisi, akurasi,
sensitivitas, spesifitas, linieritas, pengaruh matriks sampel dan perbandingan
dengan metode KCKT.
5
Manfaat Penelitian
Diharapkan metode imunoasai yang dikembangkan pada penelitian ini
dapat diaplikasikan untuk deteksi kontaminasi fumonisin pada bahan pangan dan
pakan. Hasil penelitian ini juga dapat dimanfaatkan oleh laboratoriumlaboratorium pengujian, para peneliti, produsen pangan dan pakan.
Hipotesis
FB1-Ova dapat digunakan sebagai antigen untuk memproduksi sel
hibridoma penghasil antibodi monoklonal yang digunakan sebagai pereaksi
imunoasai (ELISA) untuk mendeteksi fumonisin.
TINJAUAN PUSTAKA
Fumonisin
Fumonisin adalah kelompok mikotoksin yang dihasilkan oleh kapang
Fusarium spp. yang pertama kali diisolasi oleh Gelderbloom et al. pada tahun
1988 dari biakan F. verticillioides (F.moniliforme).
Kontaminasi fumonisin
tersebar luas di berbagai negara di dunia, terutama negara beriklim tropis dan sub
tropis. Fumonisin terdiri dari 4 kelompok utama, yaitu grup A, B, C, dan P. Grup
B paling banyak ditemukan di alam dan paling beracun dibandingkan kelompok
lainnya (Rheeder et al. 2002).
Kapang Penghasil Fumonisin
Fumonisin umumnya dihasilkan oleh kapang Fusarium spp. terutama F.
verticillioides dan F. proliferatum. Selain Fusarium spp. kapang lainnya seperti
Alternaria alternata juga dilaporkan dapat memproduksi fumonisin selama proses
metabolismenya (Abbas & Riley 1996, Mirocha et al. 1996).
Fusarium spp. merupakan kapang tidak sempurna yang hidup sebagai
saprofit atau parasit terhadap inangnya. Sebagai saprofit, spora kapang ini dapat
bertahan di dalam tanah selama bertahun-tahun (soil born pathogen), membentuk
konidia berwarna putih, kuning, orange, atau merah sebagai ciri dari masingmasing spesiesnya (Pitt dan Hocking, 1997).
Infeksi Fusarium spp. biasanya dimulai sejak masa tanam (field fungi)
dan menghasilkan fumonisin serta mikotoksin fusarium lainnya. Produksi
fumonisin ini terus berlanjut hingga masa penyimpanan terutama jika manajemen
pada pra-panen dan pasca-panen kurang baik. Sebagai contoh, pengendalian
kapang dan proses pengeringan yang kurang memadai merupakan faktor utama
penyebab kontaminasi fumonisin. Infeksi F. verticillioides menyebabkan busuk
batang dan tongkol pada jagung (Kommedahl & Windells 1989, De Leon &
Pandey 1989, Desjardin & Plattner 2000). Rheeder et al. (2002) melaporkan
bahwa di alam terdapat 15 spesies Fusarium spp. yang dapat menghasilkan
fumonisin yang dibagi ke dalam empat kelompok (Tabel 1). Pada tabel tersebut
7
terlihat bahwa F. verticillioides, F. proliferatum, dan F. nygamai menghasilkan
empat kelompok utama fumonisin, yaitu grup A, B, C, dan P.
Tabel 1 Spesies Fusarium spp. penghasil fumonisin dan pengelompokannya
Kelompok
Fusarium spp.
F. verticolloides
Fumonisin yang dihasilkan
FA1-3, FB1-5, iso-FB1, FAK1, FBK1, FC1,4,
FP1-3, PH1a-b
Liseola
F. sacchari
FB1
F. fujikoroi
FB1
F. proliferatum
FA1-3, FB1-5, FAK1, FBK1, FC1, FP1-3,
PH1a-b
F. subglutinans
FB1
F. thapsinum
FB1-3
F. anthophilum
FB1-2
F. globosum
FB1-3
F. nygamai
FA1-3, FB1-5, FAK1, FBK1, FC1, FP1,
PH1a-b
Dlaminia
F. dlamini
FB1
F. napiforme
FB1
F. pseudonygamai
FB1-2
F. andiyazi
FB1
F. oxysporum
FA1,3-4, N-asetil- FC1, iso-FC1, N-asetil-isoPC1, OH-FC1, N-asetil-OH-FC1
Elogans
F. oxysporum var.
FB1-j
redulens
Arthrosporiella
F. polyphialidicum
FB1
Sumber: Rheeder et al. 2002
Spesies kapang Fusarium yang sering ditemukan di Indonesia adalah F.
verticillioides yang berpotensi menghasilkan fumonisin (Miller et al. 1993, 1996,
Dharmaputera et al. 1996, Ali et al. 1998, Trisiwi 1996). Kapang F. verticillioides
dan F. nygamai yang diisolasi dari jagung asal Jawa Barat dan dibiakan pada
medium jagung dapat menghasilkan fumonisin B1 masing-masing sebesar 12,80
g/kg dan 1,11 g/kg (Maryam 2000a). Hal ini menunjukkan bahwa kedua kapang
8
tersebut merupakan kapang yang sangat potensil sebagai penghasil FB1, sehingga
baik untuk digunakan untuk produksi FB1. Kontaminasi kapang Fusarium spp.
pada jagung hibrida lokal, morfologi kapang F. verticillioides dan F. nygamai
terlihat pada Gambar 1.
F. verticillioides
F. nygamai
Gambar 1 Kontaminasi kapang Fusarium spp. pada jagung lokal, morfologi
F. verticillioides dan
F. nygamai dari BBALITVET Culture
Collection (BCC)
Sifat Kimia Fisika
Fumonisin merupakan senyawa yang memiliki struktur kimia serupa
dengan sfingosin, yaitu senyawa yang berperan penting dalam proses metabolisme
sel. Karena kemiripan struktur keduanya, sintesis fumonisin dianalogikan melalui
jalur yang sama dengan sfingosin. Struktur inti dari senyawa fumonisin terlihat
pada Gambar 2. Senyawa-senyawa fumonisin bersifat polar, sehingga mudah larut
dalam air dan pelarut organik polar seperti metanol dan campuran asetonitril-air
(EHC 2000).
R4
R1
CH3
OH
R7
R2
CH3
R3
R5
R6
Gambar 2 Struktur dasar fumonisin (Rheeder et al. 2002)
9
Biosintesis Fumonisin
Biosintesis fumonisin terjadi melalui proses kondensasi heksadekanoilkoenzim A (palmitat KoA, C16) dengan serin atau alanin.
Karena adanya
kemiripan struktur yang dimiliki fumonisin dan sfingosine, biosintesis fumonisin
pada tanaman terjadi melalui proses yang sama dengan sfingolipid yang terbentuk
melalui proses kondensasi heksadekanoil-koenzim A (palmitat, C16) dengan serin
atau alanin menghasilkan 1-hidroksi-2D-amino-3-okso o