Hubungan perilaku komunikasi dengan perilaku usahatani petani minyak kayu putih: kasus di Desa Piru Kecamatan Seram Barat, Kabupaten Seram Bagian Barat

HUBUNGAN PERILAKU KOMUNIKASI DENGAN
PERILAKU USAHATANI PETANI MINYAK KAYU PUTIH
(Kasas di Desa Piru Kecatnatat~Seram Barat, Kabupaten Seram Bagian Barat)

PAULUS MELKIANUS PUTTILEIHALAT

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007

ABSTRAK
PAULUS MELKIANUS PUTTILEIHALAT. Hubungan Antara Perilaku
Komunikasi dengan Perilaku Usahatani Petani Minyak Kayu Putih (Kasus di
Desa Piru, Kecamatan Seram barat, Kabupaten Seram Bagian Barat). Dibimbing
oleh DJUARA LUBIS dan RICHARD W. E. LUMINTANG
Penelitian ini bertujuan u n t ~ ~niengetahui
k
hubungan antara karakteristik
petani dan karakteristik usahatani dengan perilaku komunikasi, dan hnbungan
antara perilaku komunikasi dengan perilaltu usahatani. Penelitian ini dilakukan di

Desa Piru, Kecamatan Serani barat, Kabupaten Seram Bagian Barat, Provinsi
Maluku.
Metode penentuan respoden dilakukan dengan cara represeniatifsample of
ir7tncr .systenz, yaitu; pengambilan secara keseluruhan (lengkap) terhadap sampel,
di~iiana semua orang mempunyai peluang yang sama untuk diwawancarai
dengan ~nelihatIiubungan-hubungan interpersonal petani dalam sruktur jaringan
komunikasi (menggunakan medode sensus). Unit analisis adalah petani minyak
kayu putih di Desa Piru sebanyak 31 orang, dan didesain sebagai penelitian
deskriptif korelasional. Data primer diperoleh melalui observasi, penyebaran
kusioner dan pendeltatan sosiometri. Analisis jaringan komunikasi menggunakan
teknik sosiometri dan hubungan antar peubah dianalisis dengan menggunakan uji
statistilt Rank Sparman dan Khi Kuadrat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) karakteristik petani dan
karakteristik usahatani yang berhubungan dengan perilaku komunikasi adalah
umur, pengalanian usahatani, dan status pekerjaan. Sedangkan karakteristik
usahatani adalah luas lahan, modal usaha dan status lahan. (2) Perilaku
Itomuniltasi (sentralitas lokal, sentralitas global, kebersamaan, dan keterdedahan
media massa) secara keseluruhan berhubungan nyata dengan perilaku usahatani
(pengetahuan, sikap, dan tindaltan) dalarn kegiatan usahatani minyak kayu putih.
ICata kunci : perilaku komunikasi, perilaku usahatani


SURATPERNYATAAN
Dengan i ~ i isaya menyatakan bahwa tesis tIubungan Perilaku Komunikasi
dengan Perilaku Usahatani Petani Minyak Kayu Putih; Kasus di Desa Piru
Kecatnatan Seram Barat, Kabupaten Seram Bagian Barat adalah karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apapun lcepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang cliterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis
lain telah disebutkan dalaln teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juli 2007

Pnulus Melkiat~~ts
Putfileil~nlat
N I M . P 054040211

HUBUNGAN PERILAKU KOMUNIKASI DENGAN
PERILAKU USAHATANI PETANI MINYAK KAYU PUTIH
(Kasus di Desa Piru Kecamatan Scram Barat, Kabupaten Seram Bagian Barat)


PAULUS MELKIANUS PUTTILEIHALAT

Tesis
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007

PRAKATA
Puji syukur periulis panjatkan kepada Yesus Kristus, atas berltat dan
Itarunia-Nya, sehingga tesis berjudul Hubungan Perilaku Komunikasi dengall
Perilaku Usahataui Petani Minyak Kayu Putih di Desa Piru Kecamatan Seram
Barat, Kabupaten Seram Bagian Barat, dapat diselesaikan.
Terima ltasih dan penghargaan penulis ucapkan kepada Ketua Komisi
Pembimbing: Dr. Ir. Djuara Lubis, MS. dan anggota Komisi Pembimbing Ir.

Richard W. E. Lurnintang, MSEA, yang telah mengarahkan dan membimbing
penulis dalam penyusunan tesis ini, serta terima kasih pula saya sampaikan
ltepada Dr. Ir. Amiruddin Saleh, MS yang telah bersedia menjadi penguji luar
komisi.
Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Rektor
Universitas Pattimura dan Dekan Fakultas Pertanian Universitas Patti~nura
Ambon yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan
studi ke Program Magister di Institut Pertanian Bogor.
Penghargaan dari rasa terima kasih penulis sampaikan kepada BUPATI
Kabupaten Seram Bagian Barat, Camat Seram Barat, dan Kepala Desa Piru yang
telah bersedia rnemberikan kesempatan bagi penulis untuk melakukan penelitian
dan semua pihak yang telah membantu penulis selama penelitian.
Ungkapan terima kasih yang sangat mendalam disampaikan kepada:
1. Almarhum Bapak Drs. Simon Puttileihalat dan Ibu Asnath Puttileihalat yang
sangat dicintai dan dihormati serta saudara-saudaraku Bu Leksi dan keluarga,
Usi An, Yopi dan keluarga, Ruth dan keluarga serta Eke yang dengan setia
da11 penuh cinta kasih selalu mendukung penulis baik dalam materi maupun
doa.

2. Bu Remon Puttileihalat dan keluarga yang selalu memberikan dukungan bagi

penulis baik dalam materi niaupun doa.
3. Yang tercinta Cristy 'Hitijahubessy yang dengan setia dan cinta selalu
memotivasi penulis untuk menyelesaikan tesis serta mendukung penulis
dalam doa.

4. Sahabat "kandungku" (teman terbaik) Roni Kesaulya dan Ema Balubull dan
lteluarga yang dengan setia dan penuh cinta kasih selalu mendukung penulis
baik dalam materi maupun doa. Thanks ya. Beta bangga punya sahabat
terbaik seperti kalian.

5. Teman-teman PERMAMA; Bu Tjo, Usi Debi, Usi Ivon, Bu Mon, Bu Nus,
Berty dan seluruh keluarga besar PERMAMA di Bogor yang telah
memberikan dorongan dan doa pada penulis.

6. Rekan-rekan mahasiswa Koinunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan
Angkatan 2004 (Ica, Pegy, Yuni, Bagio, Jufri, Dini) yang telah memberikan
dultungan dan motivasi bagi penulis
Seinoga tesis ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang memerlukannya.

Bogor,


Juli 2007

Paulus Melkianus httileihalat

DAFTAR IS1
Halaman
DAFTAR TABEL .... . . . . . ...... . . . . . . . . . . .. . . . . . . ... ...... . . . ....... ......... . .... vii
DAFTAR GAMBAR . . . ... ... . . . . . . .. . . . . . . . . . . ... ........ . ...... . . ........ .......

viii

DAFTAR LAMPIRAN ..... . . . . ... ... ...... ...... ....... ........ ................ . ix
I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Tujuan Peneliti
......................
..

1.3. Keguiiaan Peneht~an..............................................................

I1

TINJAUAN PUSTA
2.1. Usahatani Minyak K
......................................................
2.2. Perilaku
2.3. Perilaku
. .
2.4. Jaringan K o n ~ u n ~ k a s ~
...........................................
2.5. Keterdedahan Media Massa ..........................................................
2.6. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Komunikasi ...
2.7. Perilaku Usahatani ........................................................................

I11

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS ................................
..

3.1. Kerangka Berp~kir
3.2. Hipotesis ........................................................................................

IV

METODOLOGI PENELITI
4.1. Lokasi dan Waktu Peneli
4.2. Metode Penentuan Responden.
..
4.3. Definis~Operasional ................................................................. 35
4.4. Pengumpulan Data
37
4.5. Validitas dan Reliabilitas Instrumen
. . . . 38
4.6. Pengolahan dan Analisa Data ..................................................... 40

V

HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... 42
42

5.1. Gambaran Unium Wilayah Penelitian
5.1.l. Kabupaten Seram Bagian Barat ..........................
.
....... 42
5.1.2. Kecamatan Seram Barat .............................................. 43
5.1.3. Desa Piru
. ............................. 46
5.1.4. Karakteristik Petani dan Karakteristik Usahatani ............ 48

1
1
5
5

5.2. Perilaku Komui~iltasi dan Faktor-faktor yang Berl~ubungan 51
Dengannya ......................
.
.
.
....................................................

5.2.1. Sosigram Jaringan Komunikasi Petani Minyak Kayu 51
Putih ..........................
.
..... ................................................
5.2.2. Analisis Parameter Jaringan Komunikasi ........................ 60
5.2.2.1. Level Sistem ................................................... 60

5.2.2.2. Level Klik ......................................................
5.2.3. Keterdedahan Media Massa .............................
.
.........
5.2.4. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Perilaku
Ko~nunika
5.3. Hubungan Perilaku Komunikasi dengan Perilaku Usahatani ......
.
..........................
5.3.1. Perilaku Usahatani ..................... .
5.3.2. Analisis Hubungan Perilaku Komunikasi dengan
..................................
Perilaku Usahatani .....................

.

64
65
71

80
80
82

SIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 86
1 . Simpulan ........................................................................................ 86
2 . Saran ............................................................................................
87

LAMPIRAN ....................................................................................... 92

DAFTAR TABEL
Halaman
Jaringan komunikasi dan kriteria evaluasi.. ..............................
Perbedaan efek komunikasi dengan jaringan komunikasi ...................
J ~ ~ m llcepala
a l ~ beluarga dan jiwa di Kecalnatan Seram Barat.. ........
Jumlah penduduk menurut lapangan usaha di Kecamatan Seram
Barat .....................................................................................................
Jumlah murid berdasarkan tingkat pendidikan di Kecamatan Seram
Barat.. .............................................................................
Proporsi responden petani minyak kayu putih di Desa Piru menurut
. .
karakter~stikpetani.. ..........................................
Proporsi responden petani minyak kayu putih di Desa Piru menurut
. .
karakterist~kusahatani.. .....................................................
Nilai rata-rata, maksimum, minimum jaringan komunikasi petani
minyak kayu putih di Desa Piru ...........................................................
Nilai sentralitas lokal, kebersamaan dan keterbukaan petani minyak
kayu putih di Desa Piru
Distribusi frekuensi keterdedahan petani pada media massa
Distribusi tingkat ketersediaan informasi minyak kayu putih pada
media lnassa
Analisis hubungan antara karakteristik petani dengan perilaku
komunikasi di Desa Piru
Analisa hubungan antara karakteristik usahatani dengan perilaku
komunikasi di Desa Piru
Distribusi perilaku usahatani petani minyak kayu putih di Desa Piru
Analisa hubungan perilaku komunikasi dengan perilaku usahatani
petani minyak kayu putih di Desa Piru

DAFTAR GAMBAR
Halaman

No

1.
2.

3.

.

.

Jaringan komunikasi umum.. .................................................
Kerangka pemikiran dalam penelitian ...........................................
Sosiogram jaringan komunikasi ailtar petani illinyak kayu putih di
Desa Piru .......................................................................

11
33
53

DAFTAR LAMPIRAN
No
1.
2.

3.
4.
5.
6.
7.

Halaman
Peta wilayah desa penelitian ... ... . .. . .. . ...... . . . ..... ..... ... . .... ..
Produksi Minyak Kayu Putih di Propinsi Maluku Periode 2001 2004.......................................................................................
Nilai sentralitas lokal, sentralitas global, dan kebersamaan dalam
. .
. .
jarlngan komun~kasi..........
.
Data sosiometri jaringan komunikasi
. .........
Data status pilihan responden ............... .
.
Hasil analisis hubungan dengan menggunakan alat uji statistik Rank
Sprrrman .............................................................................................
Hasil analisis hubungan dengan menggunakan alat uji statistik Chi
Square. ............................................,..,,...,..,..,...,..,.,,...........................

88
89
90
92
93
94

97

I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) tersurat beberapa
harapan dan sekaligus tujuan bangsa Indonesia yaitu untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan mewujudkan suatu
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pemerintah dan seluruh segenap
rakyat Indonesia sama-sama berperan aktif untuk melakukan pembangunan,
termasuk pembangunan pertanian.
Otonomi daerah sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 merupakan jaminan pelaksanaan pembangunan pertanian di daerah
serta bertujuan untuk dapat mewujudkan dua hal, yaitu: (1) memberikan
kewenangan yang lebih besar kepada masyarakat uniuk mengambil keputusan
sehingga keputusan yang diambil sesuai dengan kebutuhan hidup masyarakat
setempat, (2) meningkatkan tingkat partisipasi lokal di dalam pembangunan.
Tujuan utama dari kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah adalah membuka
akses yang lebih besar kepada masyarakat untuk berpatisipasi dalam proses
pengambilan keputusan dan pelaksanaannya di daerah (Haemman, 2005).
Kabupaten

Seram

Bagian

Barat

mempakan

salah

satu

wilayah

di Provinsi Maluku yang memiliki potensi lahan yang baik untuk pengembangan
produksi minyak kayu putih selain di Pulau BUN. Tanaman ini tumbuh dengan
subur tanpa pembudidayaan di daerah-daerah perbukitan dengan ketinggian
kurang lebih 100 meter dari permukaan laut dan temperatur udara yang panas.
Tanaman kayu putih yang diusahakan masyarakat (petani minyak kayu putih)
memiliki ciri-ciri daun berkuncup kuning. Menumt Hatta (2003) bahwa tanaman
kayu putih yang berkuncup kuning memiliki kandungan sinoel dan rendamen
minyak lebih tinggi jika dibandingkan dengan tanaman kayu putih dengan ciri-ciri
kuncup daun benvama merah.
Potensi sumber daya alam yang tersedia, apabila didukung dengan potensi
sumber daya manusia, maka dapat memberikan hasil yang optimal. Hasil yang
optimal ditunjukkan melalui peningkatan produksi, kualitas produksi dan
semangat atau motivasi yang tinggi untuk mencari ide-ide atau gagasan-gagasan

baru yang semakin baik, sehingga diharapkan dapat memberikan kontribusi yang
tinggi bagi daerah terutama petani minyak kayu putih dan keluarganya di
pedesaan. Namun, walaupun daerah ini dikatakan sebagai daerah penghasil
minyak kayu putih dan memiliki kualitas daun yang baik, berdasarkan data Badan
Pusat Statistik Provinsi Maluku (2005), tercatat bahwa pada tahun 2001, produksi
minyak kayu putih di Maluku sebesar 80.000 liter. Pada Tahun 2002, produksi
naik sebesar 288.058 liter, dan Provinsi Maluku merupakan penyumbang terbesar
untuk produksi minyak kayu putih untuk Indonesia dibandingkan dengan Provinsi
Jawa Barat sebesar 72.062 liter dan Provinsi Jawa Timur sebesar 77.448 liter.
Tahun 2003, produksi menurun sebesar 196.594 liter, dan pada Tahun 2004
tejadi lagi peningkatan produksi sebesar 253.190 liter. Data ini menyebutkan
bahwa laju peningkatan volume produksi minyak kayu putih di Provinsi Maluku
dari tahun ke tahun belum menunjukkan peningkatan volume produksi secara
siknifikan, dan masih bersifat fluktuatif. Hal ini berkaitan dengan tragedi
kemanusiaan yang melanda Provinsi Maluku pada Tahun 1999. Tragedi ini
menyebabkan terjadinya eksodus penduduk dengan mobilitas yang tinggi untuk
mencari daerahdaerah tempat tinggal yang aman (baik dalam daerah maupun di
luar daerah Maluku) sehingga sebagian lahan tidak terkelola dan kurangnya
tenaga kerja. Hal ini juga menyebabkan sarana dan prasarana pendukung maupun
saluran informasi antara masyarakat juga menjadi hancur dan sangat terbatas
dalam berkomunikasi. Keterbatasan masyarakat dalam berinteraksi

dan

berkomunikasi menunjukkan ketersediaan informasi bagi masyarakat juga
semakin rendah, khususnya petani minyak kayu putih di Desa P ~ N .Kondisi ini
sangat tidak menguntungkan bagi petani, khususnya petani yang b a n melakukan
kegiatan usahatani minyak kayu putih pasca konflik kemanusiaan yang melanda
bumi Maluku beberapa tahun lalu.
Ketersediaan informasi tentang minyak kayu putih bagi pelaku-pelaku
usahatani minyak kayu putih di Kecamatan Seram Barat belum tersedia dengan
baik pasca konflik. Berdasarkan hasil penelitian Calvin (2004) menunjukkan
bahwa petani minyak kayu putih di Kecamatan Seram Barat kurang mendapatkan
penyuluhan tentang minyak kayu putih, sehingga petani dalam melakukan
kegiatan usahataninya masih dilakukan dengan cara-cara yang tradisonal.

Kurangnya informasi menyebabkan tingkat kontak petani dengan berbagai
sumber informasi sangat terbatas dalam pelaksanaan kegiatan usahatani minyak
kayu putih. Keterbatasan informasi umumnya disebabkan kurangnya komunikasi
antara petani dengan sumber-sumber informasi Wnyuluh, tokoh masyarakaf dan
pihak-pihak sumber informasi lainnya). Petani dalam melakukan kegiatan
usahatani selalu memperoleh informasi minyak kayu putih melalui komunikasi
interpersonal antara petani dalam lingkungannya saja, dan mengandalkan
kemampuan dan pengalaman pribadi sebagai sumber informasi. Dijelaskan juga
bahwa, media massa (media elektronik dan media cetak) juga sudah masuk di
daerah tersebut, namun informasi tentang minyak kayu putih juga kurang tersedia
dengan baik bagi petani selaku produsen minyak kayu putih baik sebelum dan
sesudah konflik tejadi.
Kondisi ini menunjukkan bahwa keterbatasan untuk mernperoleh informasi
dapat mengurangi derajad kemampuan masing-masing petani dalam melakukan
kegiatan usahataninya. Derajad kemampuan petani sangat menentukan perilaku
komunikasi petani berhubungan dengan petani lain untuk memperoleh informasi
tentang minyak kayu putih. Kesiapan masing-masing petani untuk berusaha
memperoleh informasi, dipengamhi oleh faktor personal petani (karakteristik
petani) dan faktor situasional atau faktor lingkungan yang mendukung kegiatan
usahatani tersebut (karakteristik usahatani). Faktor-faktor ini secara tidak
langsung berpengamh pada perilaku petani dalam melakukan kegiatan usahatani
minyak kayu putih, melalui perilaku komunikasinya untuk memperoleh informasi.
Oleh sebab itu, ketersediaan informasi dan kesiapan petani untuk menerima dan
berbagi infomasi, sangat membantu dalam meningkatkan mutu Sumber Daya
Manusia Pertanian (petani minyak kayu putih). Menurut

Baharsyah (1994)

mengemukakan bahwa untuk meningkatkan mutu SDM pertanian, fokus utama
perlu diarahkan pada dua hal. Pertama, peningkatan mutu penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Kedua, peningkatan mutu ketrampilan disertai dengan
pembinaan semangaf disiplin dan profesionalisme keja. Peningkatan mutu
haruslah melalui peningkatan efektivitas pendidikan, latihan dan penyuluhan
pertanian, dan penyediaan informasi relevan sehingga manusia dapat mengelola
dan memanfaatkan SDA yang tersedia sebaik mungkin.

Ketersediaan informasi yang berhubungan dengan usahatani minyak kayu
putih, apakah itu bersumber dari hubungan-hubungan interpersonal sesama petani,
maupun dari media massa, dapat memperkaya wawasan dan pengetahuan petani,
menguatkan sikap dan tingkah laku atau tindakan, selanjutnya ada kemungkinan
terjadi perubahan pada diri petani. Perubahan itu bempa pembahan sikap dan
tingkah laku atau tindakan dalam melakukan kegiatan usahatani. Diyakini bahwa
melalui hubungan-hubungan interpersonal dan informasi dari media massa kepada
petani (berkaitan dengan i~~formasi
minyak kayu putih), dapat memotivasi petani
untuk melakukan dan memperbaiki cam-cam dalam berusahatani minyak kayu
putih.
Hubungan-hubungan interpersonal petani dan keterdedahan petani terhadap
media massa untuk memperoleh informasi, dapat dianalisis melalui jaringan
komunikasi. Analisa terhadap jaringan komunikasi merupakan salah satu bentuk
analisis yang tepat untuk melihat alur pesan komunikasi. Alur pesan komunikasi
dapat terbentuk dari hubungan-hubungan

interpersonal petani. Hubungan

interpersonal yang tejadi memperlihatkan struktur jaringan komunikasi. Struktur
jaringan komunikasi akan menggambarkan pola jaringan komunikasi. Menurut
Roger dan Kincaid (1981), analisis jaringan komunikasi (communication nemork
analisys) meliputi;

(I) mengidentifikasi

klik dalam suatu sistem; (2)

mengidentifikasi peranan khusus seseomng daiam jaringan, misainya; sebagai
Iiasons, bridges dan isolated, serta (3) mengukur berbagai indikator (indeks)
stmktur komunikasi, sepefii; keterhubungan klik, keterbukaan klik, keintegrasian
klik dan lain sebagainya Jaringan ini penting dipelajari untuk melihat alur pesan
komunikasi di antam petani dalam kelompok, siapa akan berkomunikasi dengan
siapa, mengatakan apa dan selanjutnya kepada siapa.
Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan dimmuskan sebagai berikut.
1. Bagaimana hubungan karakteristik petani dan karakteristik usahatani dengan

perilaku komunikasi petani minyak kayu putih?

2. Bagaimana hubungan perilaku komunikasi dengan perilaku usahatani petani
minyak kayu putih?

1.2. Tujnan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka penelitian ini bertujuan untuk :
1 Mengetahui hubungan karakteristik petani dan karakteristik usahatani dengan
munikasi petani minyak kayu putih

2.

bungan perilaku komunikasi dengan perilaku usahatani petani
minyak kayu putih.

1.3. Kegunaan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian maka penelitian ini
berguna untuk :
1. Memberikan masukan bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya
disiplin Ilmu Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan.
2. Hasil Penelitian ini diharapkan dipakai sebagai pelengkap untuk penelitian

lebih lanjut bagi pihak-pihak yang tertarik untuk meneliti masalah yang
berkaitan dengan perilaku komunikasi petani minyak kayu putih.

3. Sebagai bahan kajian dalam rangka ikut memperluas teknik analisis jaringan
komunikasi antara petani minyak kayu putih dengan sumber-sumber informasi
lainnya dalam meningkatkan peluang agribisnis.

11. TJNJAUAN PUSTAKA

2.1. Usahatani Minyak Kayu Putih

2.1.1. Tanaman Kayu Putih
Tanaman kayu putih merupakan tanaman yang tidak asing bagi
masyarakat Indonesia, karena dapat menghasilkan minyak kayu putih (cajoput oit)
yang berkhasiat sebagai obaf insektisida dan wangi-wagian. Tanaman ini dapat
digunakan untuk konservasi lahan kritis dan kayunya dapat digunakan untuk
berbagai keperluan, seperti dalam proses pemanasan minyak kayu putih dalam
wadah penyulingan dan lain-lain.
Jenis tanaman kayu putih terdiri dari dua jenis, yaitu; tanaman kayu putih
yang berjenis daun hijau dan jenis daun merah. Berdasarkan hasil penelitian, yang
berdaun hijau memiliki kandungan atau kadar sinoel dalam daun lebih banyak dari
tanarnan yang berdaun merah (Hatta,

2003). Tanaman ini dapat tumbuh di

dataran rendah dan di dataran tinggi (pegunungan) dengan kondisi lahan yang
kritis dan temperatur udara yang panas.
Tanaman kayu putih yang tumbuh di daerah pegunungan biasanya memiliki
kadar sinoel di dalam daun dan menghasilkan minyak lebih banyak jika
dibandingkan dengan tanaman kayu putih yang berada di daerah yang berdataran
rendah dan berawah (Hattzz 2003). Tanaman ini akan mengeluarkan banyaknya
daun setelah tejadi kebakaran lahan yang disebabkan tingginya suhu udara.
Dalam setahun dilakukan pemanenan daun kayu putih sebanyak dua kali untuk
kelangsungan produksi. Daun yang masih terlalu muda atau sudah terlampau tua
akan menghasilkan rendamen minyak sedikit dengan mutu yang rendah. Tempat
penimbunan daun sebelum disuling sebaiknya dibuat dalam bentuk rak-rak atau
menebarkan daun di lantai yang kering dengan ketinggian kurang lebih 20
sentimeter (cm), dengan kondisi suhu kamar dan sirkulasi udara yang terbatas. Hal
ini dilakukan untuk mencegah terjadinya fermentasi daun yang dapat menurunkan
kadar sinoel dalam daun.
Bahan-bahan yang digunakan dalam proses penyulingan atau destilasi yaitu;
ketel penyulingan (wadah tempat penyulingan), bak pendingin atau kondensor
yang b e h n g s i mengubah uap menjadi air, tungku atau perapian yang berhngsi

untuk kebutuhan kalori pembakaran, dan alat penampung minyak yang berfungsi
untuk memisahkan air dan minyak, dengan waktu penyulingan antara 3 sampai
dengan 4 jam. Selesai penyulingan kemudian minyak disuling di dalam botol atau
drumdrum tempat penampungan kemudian ditutup rapat-rapat mulut botol atau
drum untuk menghindari penguapan.
2.1.2. Produksi dan Pemasaran Minyak Kayu Putih
Di Indonesia ada beberapa daerah yang memproduksi minyak kayu putih,
seperti di Jawa Barat dan Jawa Timur, NTT, Papua dan Maluku. Luas areal
tanaman kayu putih di daerah Jawa secara keseluruhan kurang lebih 26.714 hektar
(Toni, 2005). Produksi minyak kayu putih di Provinsi Jawa Barat pada Tahun
2000 mencapai 56.219 ton, pada Tahun 2001 mencapai 56.754 ton, dan pada
Tahun 2002 mencapai 72.062 ton. Provinsi Jawa Timur Tahun 2000 mencapai
72.062 ton, Tahun 2001 mencapai 73.089 ton, dan Tahun 2002 mencapai 77.48
ton (Parem, 2005). Negara yang menjadi tujuan eksport produksi minyak kayu
putih antara lain; Hongkong, Jepang, Taiwan, Malaysia, RRC, India, Nepal dan
beberapa negara lain yang ada di benua Eropa dan Benua Amerika. Kondisi ini
menunjukkan bahwa permintaan terhadap produksi minyak kayu putih cukup
tinggi.
Menurut Toni (2005), secara kuantitas produksi minyak kayu putih di
Indonesia belum dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri, sehingga untuk
pemenuhannya hams dilakukan impor tambahan minyak kayu putih dari luar
negeri sebanyak 1000 ton olahan per tahun untuk dapat memenuhi kebutuhan atau
permintaan minyak kayu putih di dalam negeri. Oleh sebab itu, pemerintah perlu
memperluas lahan pohon kayu putih seluar 56.000 hektar, dan senantiasa
memberikan penyuluhan, pembimbingan, informasi pasar yang relevan, dan
teknologi yang memadai sehingga dapat merangsang petani produsen untuk
melakukan kegiatan produksi.
Di Provinsi Maiuku, hutan kayu putih tumbuh secara alami dan tersebar di
beberapa tempaf seperti di Pulau Buruh dan Pulau Seram dengan luas lahan
kurang lebih 120 hektar dan 50 hektar (Balai Ristand Indag Ambon, 2003). Jenis
tanaman kayu putih yang tumbuh dan diusahakan oleh masyarakat setempat
adalah bejenis daun hijau, dengan rata-rata produksi minyak kayu putih berkisar

antara 32.494 ton sampai 265.013 ton per tahun (Balai Ristand lndag Ambon,
2003). Produksi hasil olahan minyak kayu putih sebagian besar dipasarkan ke
Pulau Jawa dalam bentuk kemasan botol atau drum yang tidak berlebel, oleh
agen-agen minyak kayu putih di daerah. Ada juga yang dipasarkan di dalam
daerah saja.
Kegiatan produksi minyak kayu putih di Kabupaten Seram Bagian Barat,
masih menggunakan cam-cara yang lama atau tradisional dalam proses
pengolahannya. Kondisi ini juga kurang didukung dengan ketersediaan informasi
yang relevan, modal usaha dan bantuan lembaga ekonomi bagi petani, sehingga
belum menimbulkan gairah petani untuk melakukan kegiatan usahatani minyak
kayu putih secara optimal. Petani dalam memasarkan produksinya sebagian besar
hanya berlaku di daerah tempat tinggalnya saja, dan mengharapkan ada pedagang
yang datang untuk membeli, baik pedagang pada tingkat desa, kabupaten, antar
pulau maupun pesanan dari konsumen. Harga yang dijual oleh masing-masing
petani pun bervariasi tergantung pendekatan antara pedagang dengan petani.
Umumnya dalam posisi tawar menawar, petani selalu berada pada posisi yang
tidak menguntungkan, disebabkan karena kebutuhan ekonominya.
2.2. Perilaku
2.2.1. Pengertian Periiaku

Perilaku merupakan hasil interaksi antara individu baik yang timbul dalam
dirinya (faktor personal) maupun faktor-faktor yang berpengaruh yang datang dari
luar individu atau faktor situasional (Rakhmat 2002). Faktor personal dapat
berupa struktur biologis dalam diri manusia menyangkut genetika, sistem syaraf,
dan sistem hormunal. Shuktur genetik dapat mempengaruhi kecerdasan,
kemampuan sensasi dan emosi. Stmktur sistem syaraf dapat mengatur pekerjaan
otak dan proses pengolahan informasi dalam jiwa manusia Sistem hormunal
dapat mempengaruhi mekanisme biologis dan proses psikologis manusia. Faktor
situasional dapat berupa faktor ekologi, faktor sosial, faktor teknologi, faktor
temporal dan faktor-faktor lain yang berada di sekeliling manusia itu berada. Oleh
sebab itu,

perilaku memang merupakan hasil interaksi yang menarik antara

keunikan individu dengan keumuman situasional.

Menurut Walgito (2002). perilaku dalam pengertian yang luas adalah
perilaku yang nampak (over behavior) dan perilaku yang tidak nampak (inert
behavior). Hal tersebut (aktivitas motorik) terrnasuk aktivitas emosional dan
kognitif. Perilaku yang ada pada individu atau organisme tidak timbul dengan
sendirinya, tetapi sebagai akibat dari stimulus yang diterima oleh organisme yang
bersangkutan baik stimulus ekstemal maupun stimulus internal. Perilaku
dibedakan menjadi, (I) perilaku yang alami (innate behavior), (2) perilaku operan
(operant behavior). Perilaku alami adalah perilaku yang dibawah sejak organisme
dilahirkan dan perilaku operan adalah perilaku yang dibentuk melalui proses
belajar. Perilaku yang refleksif merupakan perilaku yang terjadi sebagai reaksi
secara spontan terhadap stimulus yang mengenai organisme bersangkutan.
Dikatakan bahwa, pada manusia perilaku psikologis inilah yang dominan, di mana
sebagian besar perilaku yang dibentuk diperoleh melalui proses belajar. Perilaku
disebabkan oleh insting, karena merupakan perilaku yang innate, perilaku bawaan
dan insting akan mengalami perubahan karena pengalaman.
Perilaku adalah segala tindak tanduk ucapan maupun perbuatan seseorang
yang dapat diamati baik secara langsung maupun tidak langsung melalui panca
indera (Slamet, 1978). Wardhani yang diacu dalam Tomatala (2004) menjelaskan
bahwa, perilaku merupakan fungsi gabungan dari situasi dan sikap-sikap yang
dibawah individu kepada situasi dan situasi kompleks yang memuat sejumlah
sikapsikap sekaligus menjadi relevan, sekali situasi itu sudah terperinci, maka
perilaku menjadi semacam resultante dari berbagai sikap yang relevan.
Soedjanvo (1993) menunjukkan beberapa karakteristik perilaku, yaitu:
1. Arah perilaku, menunjukkan apakah seseorang menyetujui atau tidak
menyetujui, apakah mendukung atau tidak mendukung, apakah memihak atau
tidak

memihak,

apakah

menggunakan

tidak

menggunakan,

atau

memanfaatkan atau tidak memanfaatkan suatu obyek. Seorang yang
mempunyai perilaku mendukung suatu obyek mempunyai sikap positif
terhadap obyek tersebut.
2.

Intensitas atau kekuatan perilaku, menunjukkan bahwa perilaku untuk setiap
orang itu belum tentu sama. Dua orang boleh mempunyai sikap positif

terhadap suatu obyek, namun mungkin beda perilakunya yaitu ada yang
berperilaku positif dan betperilaku negatif.

3.

Kekuasaan perilakq menunjukkan luasnya cakupan aspek obyek perilaku
yang disetujui atau tidak disetujui seseorang.

4.

Konsistensi perilaku, ditunjukkan oleh kesesuaian antara pemyataan perilaku
yang dikemukakan oleh subyek, dengan responsnya terhadap obyek perilaku
tersebut.

Konsistensi

perilaku juga

ditunjukkan

oleh tidak

adanya

keseimbangan dalam perbuatan seseorang. Sekali waktu berperilaku setuju
dan waktu yang lain berperilaku tidak mendukung obyek tersebut.

5. Spontanitas yaitu sejauh mana kesiapan subyek untuk menyatakan
perilakunya secara spontan. Suatu perilaku mempunyai spontanitas yang
tinggi apabila perbuatamya itu tanpa perlu mengadakan pengungkapan atau
desakan agar subyek menyatakan perilakunya.

2.3. Perilaku Komuoikasi
Setiap tindak komunikasi selalu ada konsekuensi. Sepetti dikatakan Hovland
yang di acu dalam Effendy (2001) bahwa komunikasi adalah proses mengubah
perilaku orang lain (communication is the proces to mod13 the behavior of other
individuals). Menurut Jahi (1998), ada tiga efek komunikasi massa, yaitu kognitif,
afektif, dan konotif. Efek kognitif meliputi peningkatan kesadatan, belajar dan
tambahan pengetahuan. Efek afektif berhubungan dengan emosi, perasaan dan
sikap (attitude). Efek konatif berhubungan dengan perilaku dan niat untuk
melakukan sesuatu menurut cara tettentu.
Istilah perilaku komunikasi (communication behavior) berarti tindakan atau
kegiatan seseorang, kelompok atau khalayak, ketika terlibat dalam proses
komunikasi (Effendy, 2001). Berlo (1960) menyatakan bahwa perilaku
komunikasi

seseorang menjadi kebiasaan

perlakuannya. Hasil penelitian

Megawati yang diacu dalam Ichwanudin (1988) menyebutkan bahwa perilaku
komunikasi kelompok tani penghijauan berhubungan dengan tingkat keterdedahan
media massa. Berdasarkan tinjauan di atas, perilaku komunikasi adalah ciriciri
yang nampak atau melekat dalam din individu yang menjadi kebiasaan dalam

perlakuannya ketika terlibat dalarn proses komunikasi dengan pihak lain (individu
maupun kelompok).

2.4. Jariogan Komunikasi
2.4.1. Pengertian Jaringan Komunikasi
Jaringan komunikasi (communication Network) adalah suatu hubungan yang
relatif stabil antara dua individu atau lebih yang terlibat dalam proses pengiriman
dan penerimaan informasi (Rogers dan Kincaid, 1981). Hal ini sependapat dengan
Lewis (1987) yang mengatakan bahwa jaringan komunikasi adalah sistem yang
merupakan garis komunikasi yang menghubungkan pengirim pesan dengan
penerima pesan. Rogers (1983) mengemukakan bahwa jaringan komunikasi
adalah suatu jaringan yang terdiri dari individu-individu yang d i n g berhubungan
oleh arus komunikasi yang terpola. Pemyataan ini diperkuat oleh Berger dan
Chaffe yang diacu dalam Purnomo (2002) menyatakan bahwa jaringan
komunikasi sebagai suatu pola yang teratur dari kontak-kontak antara individu
yang dapat diidentifikasi sebagai pertukaran informasi yang dialami seseorang di
daiam sistem sosialnya.
Robins yang diacu dalam Mislini (2006) berpendapat bahwa jaringan
komunikasi adalah dimensi vertikal dan horisontal dalam komunikasi organisasi
yang dibangunkan dalam bermacam-macam pola. Jaringan komunikasi dibagi
daiam lima macam jaringan, yaitu; jaringan rantai, jaringan Y, roda, lingkaran dan
jaringan semua saluran, seperti terlihat pada Gambar 1 berikut ini:

Rantai

Y

Rodatstar

Semua saluran

Gambar I Jaringan komunikasi umum (Robbins, 1984)

Lingkaran

Berdasarkan kriteria tersebut bahwa tidak ada satupun jaringan yang akan
menjadi terbaik untuk semua kejadian. Apabila kecepatan yang penting, maka
jaringan Foda dan semua saluran yang lebih disukai. Jaringan rantai, jaringan Y
dan jaringan roda mendapat nilai tinggi untuk kecermatamya Susunan jaringan
semua saluran adalah yang terbaik apabila tujuannya adalah untuk mencapai
kepuasan pegawai yang tinggi. Tabel I menunjukkan bahwa untuk mengukur
efektifitas jaringan komunikasi maka dapat menggunakan empat kriteria.
Tabel 1 Jaringan komunikasi dao kriteria evaluasi
Jenis Jaringan Komunikasi
Kriteria

Rantai

Y

Rods

Lingkaran

Kecepatan

Sedang

Sedang

Cepat

Lamban

Semua
Saluran
Cepat

Kecermatan

Tinggi

Tinggi

Tinggi

Rendah

Sedang

Sedang

Sedang

Tinggi

Tidak ada

Sedang

Sedang

Rendah

Tinggi

Timbulnya
Pemimpin
Ada Moril

Tidak ada
Tinggi

Sumber: Robins, SP (1984)

Berkaitan dengan prespektifjaringan, maka ada beberapa konsep yang perlu
dipahami, sehingga dapat mempertajam analisis terhadap jaringan komunikasi,
yaitu konsep jaringan sentralisasi versus desentralisasi. Konsep ini kemudian
dikenal dengan jaringan komunikasi model Y,bintang, all chonnel, rantai, konsep
independen di mana anggota bebas dari pemilihan terhadap posisinya untuk
menjadi apa kemudian informasi (berkomunikasi) lebih dapat terpuaskan, Beebe
dan Masterson yang diacu dalam Mislini (2006).
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan
pengertian jaringan komunikasi secara lebih khusus sesuai dengan penelitian ini,
yaitu suatu rangkaian hubungan di antara individu-individu, sehingga membentuk
pola-pola atau model-model jaringan komunikasi tertentu.

2.4.2. Analisa Jaringan Komunikasi
Komunikasi diberi batasan sebagai suatu proses di mana para partisipan
membuat dan membagi informasi antara satu sama lain dengan tujuan mencapai
suatu saling pengertian. Komunikasi selalu merupakan tindakan bemama, suatu
proses bersama dalam berbagi informasi antara dua atau lebih orang-orang
(Suprapto, 2006). Konsepsi analisis jaringan komunikasi menekankan komunikasi
dianggap sebagai suatu proses saling tukar-menukar informasi. Analisis jaringan
komunikasi dalam perilaku manusia maka digunakan pendekatan komunikasi
konvergen (Kincaid dan Schramm, 1987). Komunikasi konvergen, masalahmasalah pokok yang ditayangkan oleh peneliti komunikasi, berubah dari
efek komunikasi

"

"

apa

kepada apa yang dilakukan manusia dalam berkomunikasi

(Suprapto, 2006).
Komunikasi konvergen adalah suatu kecenderungan menuju suatu titik yang
sama atau menuju satu sama lain. Proses komunikasi konvergen dapat
berlangsung di mana dua orang atau lebih berpatisipasi dalam tukar menukar
informasi untuk mencapai suatu saling pengertian antara yang satu dengan yang
lainnya. Pada waktu yang bersamaan maka dapat pula tejadi suatu kecenderungan
menjauh atau memisah satu sama lain yang disebut divergensi. Meskipun saling
pengertian merupakan tujuan atau fungsi utama komunikasi, tetapi ha1 ini bukan
pengertian absolut karena tidak adanya ketidak pastian pada pertukaran informasi.
Namun beberapa pertukaran lingkaran pertukaran informasi mengenai suatu topik
mungkin menambah saling pengertian, tetapi tidak melengkapinya. Hal ini karena
pengertian bersama tidak pernah dicapai secara mutlak, mengingat kenyataan
bahwa pengertian bersama seperti halnya pengertian, merupakan proses
pertanyaan yang tidak pernah mengenal akhir, oleh dua orang atau lebih. Proses
bertanya ini selalu dapat berlanjut terus, memasuki tingkat pengertian bersama
yang lebih mendalam iagi.
Rogers dan Kincaid (1981),

menegaskan

bahwa analisis jaringan

komunikasi merupakan metode penelitian untuk mengidentifikasi struktur
komunikasi dalam suatu sistem, di mana data hubungan mengenai arus
komunikasi dianalisis dengan menggunakan beberapa tipe hubungan interpersonal
sebagai unit analisis. Lebih lanjut salah satu tujuan penelitian komunikasi dengan

menggunakan analisis jaringan komunikasi adalah untuk memahami gambaran
umum mengenai interaksi manusia dalam suatu sistem. Analisa jaringan
komunikasi mendeskipsikan hubungan-hubungan antara unsur dan hubungannya
dengan struktur komunkasi interpersonal. Shuktur komunikasi itu sendiri adalah
susunan dari unsur-unsur yang berlainan yang dapat dikenal melalui pola arus
komunikasi dalam suatu sistim. Tabel 2 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
antara efek komunikasi dengan jaringan komunikasi.
Tabel 2 Perbedaan efek komunikasi dengan jaringan komunikasi
Keterangan

Pendekatan
Efek Komunikasi

Analisa
Jaringan Komunikasi

Model linier

Model konvergen
.

Individual

Beberapa tipe hubungan interpersonal
Indeks dari struktur komunikasi
(contoh: indek keterkaitan dan indek
integrasi)

Model yang
digunakan pada
pendekatai ini
Unit analisis
Tujuan variabelvariabel
independen
Tujuan variabelvariabel
dependen

Karakteristik individu

Efek dari komunikasi 1. Siapa berkomunikasi dengan siapa
(pengetahuan, sikap, 2. Persetujuan dan pengertian individan atau perilaku
du dalam jaringan
yang nyata)

Sumber: Rogers (1986)
Inti dari perbedaan di atas adalah bahwa komunikasi konvergen sebagai
proses pertukaran informasi dengan satu atau lebih individu lainnya, sementara
komunikasi linier adalah sebagai proses komunikasi satu arah. Analisis jaringan
komunikasi menggambarkan jaringan hubungan interpersonal yang dihasilkan
lewat pertukaran informasi dalam struktur komunikasi interpersonal. Rogers
(1986) mendefinisikan bahwa jaringan komunikasi terdiri dari saling keterkaitan
antara individu-individu yang dihubungkan oleh arus atau alur komunikasi yang
terpola.
Beberapa ha1 yang dapat dilakukan dalam jaringan komunikasi, yaitu: (I)
mengidentifikasi klik dalam suatu sistim; (2) mengidentifikasi peranan khusus
seseorang dalam jaringan, misalnya; sebagai liaisons, bridges dan isolated; dan

(3) mengukur berbagai

indikator

(indeks) stmktur komunikasi

seperti

keterhubungan klik, keterbukaan klik, keintegrasian klik dan lain sebagainya. Klik

adalah bagian dari sistem (sub sistem) di mana anggota-anggotanya relatif lebih
sering berinteraksi satu sama lain dibandingkan dengan anggota-anggota lainnya
dalam sistem komunikasi (Rogers dan Kincai41981).
Dasar untuk mengetahui apakah individu-individu itu dapat dimasukan ke
dalam suatu klik atau tidak, ada tiga kritera yang dapat digunakan untuk
mengidentifikasi klik, yaitu: (1) setiap klik minimal harus terdiri dari tiga anggota;

(2) setiap anggota klik minimal hams mempunyai derajad keterhubungan 50
persen dari hubungan-hubungannya di dalam klik; dan (3) selumh anggota klik
baik secara langsung maupun tidak langsung hams saling berhubungan melalui
suatu rantai hubungan hadic yang berlangsung secara kontinyu dan menyeluruh
di dalam klik (Rogers dan Kincaid, 1981).
Pengidentifikasian klik juga dipakai untuk mengukur derajad stmlaur
komunikasinya. Melalui klik juga dapat dilacak tingkat keinovatian anggotaanggotanya yaitu dengan melihat tingkat (derajad) keterbukaan dari klik (Clique
Openness). Keterbukaan suatu klik dapat dilihat dari pola hubungan antara
anggota-anggotanya dengan individu-individu di luar batas klik tersebut. Semakin
banyak angota klik yang berhubungan dengan anggota lain di luar klik tersebuf
maka semakin tinggi derajad keterbukaan klik tersebut. Semakin tinggi derajat
keterbukaan klik berarti semakin banyak informasi-informasi bam yang diterima
oleh anggota-anggota klik. Oleh karenanya suatu klik yang lebih terbuka, secara
teoiritis akan membawa anggota-anggota klik lebih inovatif.
Liason adalah seorang individu yang menghubungkan dua klik atau lebih
dalam suatu sistem, namun tidak menjadi anggota klik manapun. Bridge adalah
seorang individu yang menghubungkan dua klik atau lebih dalam suatu sistem,
dan menjadi anggota dari klik-klik tersebut. Isolated adalah individu yang tidak
menjadi angota dalam suatu sistem atau individu yang tidak terlibat dalam
jaringan komunikasi (Rogers dan Kincaid, 1981).
Knoke dan Kuklinski yang diacu dalam Setyanto (1 993) menegaskan bahwa
analisa jaringan komunikasi mempunyai dua konsep dasar tentang tingkah laku
sosial, yakni; (1) dalam analisis jaringan harus dilihat bahwa keterlibatan individu
yang ada di dalamnya tidak hanya seorang melainkan melibatkan banyak pelaku
yang berpatisipasi dalam sistem sosial itu. Sifat hubungan yang terdapat pada

individu juga terdapat individu lain yang terlibat dan mungkin dapat
mempengaruhi terhadap persepsi, kepercayaan dan tindakan dari masing-masing
individu. Analisis jaringan, langkah-langkah ini tidak hanya berhenti pada
penjumlahan dari tingkah laku sosial saja, dan (2) di dalam jaringan per111
diperhatikan berbagai tingkatan struktur dalam sistem. Sebab suatu struktur sosial
tertentu berisi keteraturan pola hubungan dari suatu keadaan konkrit.
Muhamad (1995), menyatakan

bahwa

untuk mengetahui jaringan

komunikasi serta perannya dapat digunakan analisis jaringan. Hasil analisis
jaringan dapat mengetahui bentuk hubungan atau koneksi orang-orang dalam
organisasi serta kelompok tertentu (klik), keterbukaan satu kelompok dengan
kelompok lainnya dan orang-orang yang memegang peranan utama dalam
organisasi. Beberapa istilah komunikasi yaitu:
1. Opinion leader yaitu pemimpin informal dalam organisasi. Mereka ini

tidaklah selalu orang-orang yang mempunyai otoritas formal dalam organisasi
tetapi membimbing tingkah laku anggota organisasi dan mempengaruhi
keputusan mereka
2. Gate keepers adalah individu yang mengontrol arus informasi di antara

anggota organisasi.

Mereka

berada

di

tengah

suatu jaringan

dan

menyampaikan pesan dari satu orang kepada orang lain atau tidak
memberikan informasi. Gate keepers dapat menolong anggota penting dari
organisasi seperti pimpinan, menghindarkan informasi yang terlampau banyak
dengan jalan hanya memberikan informasi yang penting-penting saja terhadap
mereka. Dalam ha1 ini gate keepers mempunyai kekuasaan dalam
memutuskan apakah suatu informasi penting atau tidak.

3. Bridge adalah anggota kelompok atau klik dalam suatu organisasi yang
menghubungkan kelompok itu dengan anggota kelompok lain. lndividu ini
membantu saling memberi informasi di antara kelompok-kelompok dan
mengkoordinasikan kelompok.

4. Cosmopolite adalah individu yang menghubungkan organisasi dengan
lingkungannya. Mereka ini mengumpulkan informasi dari sumber-sumber
yang ada dalam lingkungan dan memberikan informasi mengenai organisasi
kepada orang-orang tertentu dalam lingkungannya.

5. Liason sama peranannya dengan bridge tetapi individu itu sendiri bukanlah
anggota dari satu kelompok tetapi merupakan penghubung di antara satu
kelompok dengan kelompok lainnya lndividu ini juga membantu dalam
berbagai infonnasi yang relevan di antara kelompok-kelompok organisasi.
6. Isolate adalah anggota organisasi yang mempunyai kontak terbatas dengan
orang lain dalam organisasi. Orang-orang ini menyembunyikan diri dalam
organisasi atau diasingkan oleh teman-temannya.
Menurut Scot yang diacu dolam Sopiana (2003), indikator untuk
menganalisa jaringan komunikasi terdiri atas 5 (lima) bagian, yaitu;
1. Koneksi (Connectedness) adalah derajad di mana anggota-anggota sistem

berhubungan dengan anggota-anggota lain dalam sistem. Nilai Connecredness
diukur dengan membandingkan semua ikatan yang sedang terbentuk dengan
kemungkinan hubungan yang mungkin terjadi.
2. Keterjangkauan (Reachabilify) adalah jumlah hubungan yang menghubungkan

seorang individu dengan individu lain dalam jaringan.
3. Reciprociry adalah persetujuan dua orang tentang eksistensi hubungan mereka.
4. Kebersamaan (Betwenness) adalah frekuensi di mana satu titik terletak di

antara titik-titik pada jarak yang menghubungkan mereka. Behvenness diukur
dari indeks potensi kontrol komunikasi (perantara informasi/penghubung).
5. Sentralitas (Cenrraliry) adalah derajat dimana seseorang berhubungan dengan

seseorang yang lain dalam sistem, sehingga sentralitas juga dapat digunakan
untuk mengukur keterunggulan seseorang dalam sistem.
Sentralitas terdiri atas; sentralitas lokal (local cenrralify) dan sentralitas
global (global cenfralify). Sentralitas lokal adalah derajad di mana seorang
individu berhubungan dengan individu yang lain dalam sistem. Sentralitas lokal
menunjukkan jumlah hubungan yang dapat dibuat individu dengan individu lain
dalam sistem. Sentralitas global digunakan untuk mengukur tingkat pentingnya
seseorang dalam jaringan atau disebut closeness centrality dalam konsep Freeman
(Borgatti dan Freeman yang diacu dalam Mislini, 2006). Indeks memperlihatkan
posisi seseorang dalam sistem. Nilai sentralitas global menunjukkan jumlah ikatan
yang seseorang butuhkan untuk menghubungi semua titik dalam jaringan (Scot
yang diacu dalam Mislini, 2006). Semakin kecil nilai sentralitas global

menunjukkan semakin muda bagi seseorang untuk menghubungi semua titik
dalam jaringan. Hasil penelitian Wunawarsih yang diacu dalam Mislini (2006)
ditemukan bahwa nelayan dengan sentralitas lokal dan kebersamaan yang tinggi
lebih muda untuk beradaptasi karena aktif melakukan interaksi dengan warga
masyarakat lainnya sehingga dapat rnemperoleh infonnasi yang berkaitan dengan
adaptasi di lokasi pemukiman. Nelayan yang mempunyai nilai sentralitas global
rendah lebih mudah beradaptasi dan mempunyai kemampuan yang tinggi dalam
menghubungi semua individu dalam sistem.

2.4.3. Struktur Jaringan Komunikasi
Jaringan dalam sosiologi lazim dikonsepsikan sebagai suatu tipe hubungan
antara aktor, ditandai oleh bentuk interaksi timbal balik yang simetris. Setiap
hubungan antar aktor yang terjalin dalam masyarakat adalah suatu bentuk jaringan
(the building block of network) karena merupakan dasar hubungan sosial yang
berbeda melahirkan jaringan yang berbeda pula (Usman yang diacu dalam
Muksin, 2002). Menurut Rogers dan Kincaid (1981), dalam menjalin hubungan

-

sosial, setiap aktor membawa ciri-ciri kepribadiannya sendiri, sehingga
konfigurasi masuknya atau keluamya seorang aktor dalam jalinan hubungan sosial
mempengaruhi struktur interaksi yang diciptakan. Hasil penelitian Muksin (2002),
menunjukkan bahwa pola komunikasi yang terbentuk pada anggota KTMS adalah
pola roda merupakan komunikasi yang memusat pada satu orang. Anggota KTMS
melakukan komunikasi dengan pola memusat dengan pusat utama komunikasi
adalah ketua kelompok.
Rogers dan Kincaid (1981), membedakan pola atau model jaringan
komunikasi ke dalam jaringan personal jari-jari (radial personal network) dan
jaringan personal saling mengunci (interlocking personal network). Model
jaringan demikian bersifat memusat dan menyebar. Jaringan personal yang
memusat (interlocking) mempunyai derajad integrasi yang tinggi. Sementara
jaringan personal yang menyebar (radial) mempunyai derajat integrasi yang
rendah, namun mempunyai sifat keterbukaan terhadap lingkungannya. Rogers dan
Kincaid menegaskan,

individu yang terlibat dalam jaringan komunikasi

interlocking terdiri dari individu-individu yang homopili, namun kurang terbuka
terhadap lingkungannya.

2.5. Keterdedahan Media Massa

Media adalah alat atau sarana yang digunakan untuk menyampaikan pesan
dari komunikator kepada khalayak (Cangara, 2000). Media komunikasi yang
dimaksud adalah media m a s y yakni media elektronik (radio dan televisi) dan
media cetak (surat kabar, majalah, buky brosur, leaflet, dan lain-lain). Kedua
media massa tersebut termasuk media moderen yang paling berhasil menyiarkan
hasil pembangunan ke seluruh penjuruh negeri, di mana media tersebut
mempunyai kemampuan meliput wilayah yang luas dan dapat melangkah batasbatas literasi (Jahi, 1988). Menurut Van den Ban and Hawkins (1999), media
massa dapat digunakan untuk mengubah pola perilaku, terutama yang kecil dan
relatif kurang, atau pembahan untuk memenuhi keinginan yang ada.
Depari dan McAndrews (1998), mengatakan bahwa peranan media massa
dalam pembangunan adalah sebagai agen pembaharu (agent of social chnnge).
Letak peranannya adalah membantu mempercepat proses peralihan masyarakat
yang tradisional menjadi masyarakat moderen.
Informasi baru tentang pertanian yang dikomunikasikan melalui berbagai
macam saiuran, secara umum dapat diklasifikasikan (Rogers, 1966) sebagai
berikut:
1. Media massa terdiri dari majalah pertanian, surat kabar, siaran pertanian
melalui radio dan televisi.
2. Sumber informasi terdiri dari tetangga, peta