Optimalisasi jerapan kromium trivalen oleh zeolit Lampung dengan metode lapik tetap dan perlakuan kromium limbah penyamakan kulit

OPTIMALISASI JERAPAN KROMIUM TRIVALEN OLEH
ZEOLIT LAMPUNG DENGAN METODE LAPIK TETAP DAN
PERLAKUAN KROMIUM LIMBAH PENYAMAKAN KULIT

SUKMANDIRI ANINGRUM

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006

ABSTRAK
SUKMANDIRI ANINGRUM. Optimalisasi Jerapan Kromium Trivalen oleh Zeolit
Lampung dengan Metode Lapik Tetap dan Perlakuan Kromium Limbah Penyamakan
Kulit. Dibimbing oleh ETI ROHAETI AZIS dan BETTY MARITA SOEBRATA.
Keberadaan kromium pada limbah cair penyamakan kulit memerlukan
pengolahan agar tidak mencemari lingkungan. Metode pengendapan dengan alkali lebih
efektif pada konsentrasi kromium yang tinggi dibandingkan konsentrasi rendah.
Konsentrasi kromium hasil pengendapan tersebut masih di atas ambang batas, yaitu 0.6
ppm. Oleh karena itu, kromium pada limbah cair penyamakan kulit diolah dengan

menggabungkan metode pengendapan dan penjerapan. Zeolit NaA dan NaY telah
dipercaya dapat menjerap kromium dan menurunkan konsentrasinya. Zeolit alam menarik
untuk diteliti karena merupakan sumber mineral yang melimpah di Indonesia. Penelitian
ini bertujuan menentukan kondisi optimum penjerapan zeolit Lampung terhadap kromium
trivalen dan menentukan kapasitas jerapan kromium limbah peyamakan kulit pada
kondisi optimum. Tahapan penelitian meliputi preparasi zeolit, pencirian zeolit (analisis
difraksi sinar-x, penentuan kapasitas tukar kation (KTK), dan luas permukaan zeolit),
penjerapan dengan metode lapik tetap (ragam laju alir, konsentrasi influen, dan tinggi
lapik), metode tumpak, dan perlakuan limbah penyamakan kulit (penetapan waktu
pemeraman endapan, pH, dan penjerapan pada lapik zeolit pada kondisi optimum). Zeolit
Lampung termasuk jenis klinoptilolit dengan KTK 89.62 me/100 g dan luas permukaan
37.7768 m2/g. Kondisi optimum kolom pada laju alir 7 mL/menit, konsentrasi influen 20
ppm, dan tinggi lapik 11 cm dengan kapasitas jerapan 1.9748 mg Cr/g zeolit dan efisiensi
kolom 54.63%. Metode tumpak menghasilkan kapasitas jerapan 3.0171 mg Cr/g zeolit.
Waktu pemeraman endapan dan pH yang digunakan dalam pengendapan limbah, yaitu 4
jam dan pH 9 menghasilkan konsentrasi kromium 16.9326 ppm dan kapasitas jerapan
lapik zeolit pada kondisi optimum kolom 0.1848 mg Cr/g zeolit.

ABSTRACT
SUKMANDIRI ANINGRUM. Optimization of Trivalent Chromium Adsorption by

Lampung Zeolite Using Fixed Bed Method and Treatments of Chromium in Tannery
Waste. Supervised by ETI ROHAETI AZIS and BETTY MARITA SOEBRATA.
The removal of chromium from tannery waste is needed to prevent environment
pollution. Precipitation with alkaline method is more effective in high concentration than
in low concentration. The chromium concentration after precipitation is still higher than
limit tolerance value (0.6 ppm). Therefore, the chromium in tannery waste is carried out
by combining the precipitation and adsorption methods. NaA and NaY zeolites are
believed to adsorb chromium and decrease its concentration. Natural zeolites are
interesting to be investigated because they are abundant mineral sources in Indonesia.
This research was carried out to determine the optimum condition of Lampung zeolite
for adsorbing Cr3+ and determine adsorption capacity of tannery waste in optimum
condition. The study included zeolite preparation, zeolite characterization (X-ray
diffraction analysis, cation exchange capacity [CEC] determination, and surface area),
fixed bed adsorption method (flow rates, influent concentrations, and zeolite bed heights),
batch treatment, and tannery waste treatments (ageing time determination, pH and
adsorption capacity of zeolite in optimum condition). The results showed that Lampung
zeolite was clinoptilolit with 89.62 me/100 g CEC and 37.7768 m2/g pores surface area.
The optimum column conditions were 7 mL/minute of flow rate, 20 ppm of influen
concentration, 11 cm of zeolite bed height with 1.9748 mg chromium/g zeolite of
adsorption capacity, and 54.16% column efficiency. The batch method gave 3.0171 mg

chromium/g zeolite of adsorption capacity. The chromium concentration was 16.9326
ppm after 4 hours precipitation by NaOH at pH 9. The adsorption capacity of chromium
tannery waste was 0.1848 mg/g zeolite in optimum conditions.

OPTIMALISASI JERAPAN KROMIUM TRIVALEN OLEH
ZEOLIT LAMPUNG DENGAN METODE LAPIK TETAP DAN
PERLAKUAN KROMIUM LIMBAH PENYAMAKAN KULIT

SUKMANDIRI ANINGRUM

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006


PRAKATA
Alhamdulillahhirobbilaallamiin, puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan karya ilmiah dengan
judul Optimalisasi Jerapan Kromium Trivalen oleh Zeolit Lampung dengan Metode
Lapik Tetap dan Perlakuan Kromium Limbah Penyamakan Kulit yang dilaksanakan
mulai Juli 2005 sampai Februari 2006, di Laboratorium Kimia Analitik, Departemen
Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dra. Eti Rohaeti, M.S dan Ibu Betty
Marita Soebrata S.Si, M.Si selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan, saran,
dan pengarahan kepada penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini.
Ungkapan terima kasih penulis sampaikan untuk keluarga tercinta, Bapak, Ibu, dan
adik-adik tersayang (Mpim, Adit, dan Billa) atas dukungan baik moril maupun materiil,
serta doa dan kasih sayangnya. Penulis berterimakasih kepada Om Eman, Ibu Nung, dan
seluruh staf serta laboran Kimia Analitik atas fasilitas dan bantuan yang telah diberikan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Srie, Nita, Amel, Piet, Re, Wulan, Mba Tini, Tyas,
Lia, Sekar, teman-teman seperjuangan Kimia 38, dan Andika atas semangat dan
dukungannya.
Penulis berharap karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.


Bogor, Februari 2006

Sukmandiri Aningrum

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Cilacap pada tanggal 21 Februari 1983 dari ayah Darsim
Arfandi dan ibu Royanah. Penulis merupakan putri pertama dari empat bersaudara.
Tahun 2001 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Banjar dan pada tahun yang sama
lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih
Program Studi Kimia, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah
Kimia Dasar I dan Analitik I tahun ajaran 2004/2005, mata kuliah Kimia Fisik II, Analitik
II, Kimia Fisik TPG, Kimia Lingkungan, dan Kimia Analitik I tahun ajaran 2005/2006.
Pada Tahun 2004, penulis melaksanakan praktik lapangan di Laboratorium Mikrobiologi,
LIPI Bogor.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .......................................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR


vi

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................................. vii
PENDAHULUAN .........................................................................................................

1

TINJAUAN PUSTAKA
Zeolit ....................................................................................................................
Sifat Tukar Kation dari Zeolit ..............................................................................
Jerapan ..................................................................................................................
Kromium ..............................................................................................................
Industri Penyamakan Kulit ...................................................................................

1
2
2
3
4


BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat .....................................................................................................
Metode Penelitian .................................................................................................

5
5

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pencirian Zeolit Lampung .................................................................................... 7
Penetapan Laju alir Optimum .............................................................................. 7
Penetapan Konsentrasi Influen Optimum ............................................................ 8
Penetapan Tinggi Lapik Optimum ....................................................................... 9
Penjerapan Cr3+ dengan Metode Tumpak ............................................................ 9
Perlakuan Limbah Penyamakan Kulit .................................................................. 10
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan ............................................................................................................... 11
Saran ..................................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 12
LAMPIRAN ............................................................................................................... ... 14


DAFTAR TABEL

Halaman

1 Pengaruh laju alir terhadap efisiensi kolom .....................................................

8

2 Pengaruh konsentrasi influen terhadap efisiensi kolom ..............................................

9

3 Pengaruh tinggi lapik terhadap efisiensi kolom ...........................................................

9

4 Pengaruh waktu pemeraman endapan terhadap konsentrasi Cr3+ dalam filtrat............ 10
5 Pengaruh pH terhadap Cr3+ dalam filtrat ..................................................................... 11
6 Analisis ion dalam filtrat pH 8..................................................................................... 11


DAFTAR GAMBAR
Halaman
4-

1 Tetrahedral-tetrahedral SiO4 dan SBU sederhana ....................................................

2

2 Pola aliran dan kurva terobosan pada metode lapik tetap ........................................

3

3 Reaksi antara kromium heksavalen dan 1,5-difenilkarbazida ....................................

4

4 Kurva terobosan pada laju alir 7, 9, dan 11 mL/menit...............................................

7


5 Pengaruh laju alir terhadap kapasitas jerapan lapik zeolit pada C/Co 0.5 ..................

8

6 Kurva terobosan pada konsentrasi influen 15, 20, dan 25 ppm ..................................

8

7 Pengaruh konsentrasi influen terhadap kapasitas jerapan lapik zeolit pada
C/Co 0.5 ......................................................................................................................

8

8 Kurva terobosan pada tinggi lapik 6, 9, dan 11 cm....................................................

9

9 Pengaruh tinggi lapik terhadap kapasitas jerapan lapik zeolit pada C/Co 0.5 ..........


9

3+

10 Pengaruh konsentrasi Cr terhadap kapasitas jerapan zeolit dengan
metode tumpak........................................................................................................... 10
11 Kurva terobosan filtrat pH 9 ...................................................................................... 11

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1 Bagan alir penelitian .................................................................................................. 15
2 Hasil analisis XRD zeolit Lampung ........................................................................... 15
3 Hasil analisis kimia zeolit Lampung .......................................................................... 16
4 Sifat fisika dan kimia zeolit alami .............................................................................. 16
5 Analisis fraksi pada laju alir 7 mL/menit dan konsentrasi 20 ppm ............................ 16
6 Kurva terobosan pada laju alir 7 mL/menit dan konsentrasi 20 ppm ........................ 17
7 Analisis fraksi pada laju alir 9 mL/menit dan konsentrasi 20 ppm ............................ 17
8 Kurva terobosan pada laju alir 9 mL/menit dan konsentrasi 20 ppm ........................ 17
9 Analisis fraksi pada laju alir 11 mL/menit dan konsentrasi 20 ppm .......................... 18
10 Kurva terobosan pada laju alir 11 mL/menit dan konsentrasi 20 ppm ...................... 18
11 Pengaruh laju alir terhadap Wb, W, Wsat, dan efisiensi kolom .................................. 19
12 Analisis fraksi pada konsentrasi influen 15 ppm ...................................................... 21
13 Kurva terobosan pada konsentrasi influen 15 ppm ................................................... 21
14 Analisis fraksi pada konsentrasi influen 25 ppm ...................................................... 21
15 Kurva terobosan pada konsentrasi influen 25 ppm ................................................... 22
16 Pengaruh konsentrasi influen terhadap Wb, W, Wsat, dan efisiensi kolom ................ 23
17 Analisis fraksi pada tinggi lapik 9 cm ....................................................................... 24
18 Kurva terobosan pada tinggi lapik 9 cm .................................................................. 24
19 Analisis fraksi pada tinggi lapik 11 cm ..................................................................... 24
20 Kurva terobosan pada tinggi lapik 11 cm ................................................................. 25
21 Pengaruh tinggi lapik terhadap Wb, W, Wsat, dan efisiensi kolom ............................ 26
22 Penentuan kapasitas jerapan zeolit terhadap Cr3+ dengan metode tumpak ............... 27
23 Penentuan konsentrasi awal kromium limbah penyamakan kulit ............................. 27
24 Penetapan waktu pemeraman endapan pada pH 8 ................................................... 28
25 Penetapan pH pengendapan ...................................................................................... 28
26 Analisis fraksi filtrat pH 9 limbah penyamakan kulit ............................................... 28
27 Kurva terobosan filtrat pH 9 limbah penyamakan kulit ............................................ 29

1

PENDAHULUAN
Perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi
mendorong
berkembangnya
industri. Tumbuh pesatnya industri membawa
dampak positif bagi taraf hidup masyarakat,
namun di sisi lain limbah buangan industri
menjadi masalah karena dapat mencemari
lingkungan. Industri penyamakan kulit adalah
agroindustri yang mengolah kulit mentah
menjadi kulit jadi. Hampir 90% industri
penyamakan kulit menggunakan kromium
trivalen dalam proses penyamakan karena
efektif, murah, dan tersedia di pasaran. Jenis
limbah yang dihasilkan dalam industri
penyamakan kulit, yaitu limbah cair, limbah
padat, dan limbah gas. Limbah cair maupun
lumpur yang dihasilkan dengan menggunakan
bahan penyamak kromium trivalen ditandai
dengan warna limbah yang kebiru-biruan.
Limbah tersebut dapat membahayakan
lingkungan karena kromium trivalen dapat
teroksidasi menjadi kromium heksavalen yang
merupakan jenis bahan berbahaya dan beracun
(B3) yang dapat membahayakan kesehatan
(Wahyuadi 2004).
Keberadaan kromium pada limbah cair
penyamakan kulit memerlukan pengolahan
agar tidak mencemari lingkungan. Metode
pengendapan menggunakan alkali seperti
NaOH, MgO, dan Ca(OH)2 telah digunakan
untuk mengatasi pencemaran kromium
trivalen dari limbah penyamakan kulit
(Esmaeili et al. 2005). Pengendapan dengan
alkali pada pH 8 lebih efektif pada konsentrasi
kromium yang tinggi dibandingkan pada
konsentrasi kromium rendah (Barros et al.
2003). Konsentrasi kromium setelah pengendapan sebesar ± 20 ppm dan nilai tersebut
masih di atas ambang batas yang diperbolehkan berdasarkan
Keputusan Menteri
Negara Lingkungan Hidup (Kep51/MENLH/
10/1995), yaitu 0.6 ppm sehingga diperlukan
metode lain. Salah satu metode yang
digunakan
adalah
penjerapan
dengan
menggunakan zeolit sintetis sebagai adsorben
telah dilaporkan Barros et al. (2002). Zeolit
sintetis NaA, NaX, dan NaY dapat menjerap
kromium trivalen yang berasal dari limbah
penyamakan kulit (Barros et al. 2003). Zeolit
sintetis mempunyai harga yang lebih mahal
dibandingkan dengan zeolit alam. Oleh karena
itu, zeolit alam yang berasal dari Lampung
dan termasuk sumber mineral melimpah di
Indonesia menarik untuk diteliti.
Ada dua metode penjerapan, yaitu batch
(tumpak) dan fixed bed (lapik tetap). Pada

metode tumpak penjerap dan zat yang akan
dijerap melalui pengocokkan dalam waktu
tertentu sehingga terjadi kesetimbangan.
Metode ini kurang cocok diterapkan pada
industri karena membutuhkan energi lebih
banyak, yaitu untuk pengocokan dan
penyaringan. Hal tersebut kurang ekonomis
dilihat dari segi biaya sehingga digunakan,
yaitu dengan metode lapik tetap. Metode
penjerapan lapik tetap umum digunakan dalam
pengolahan limbah industri dalam volume
yang besar (Benefield et al. 1982). Zeolit yang
telah diaktivasi dengan pemanasan ditempatkan dalam kolom sebagai lapik dan limbah
penyamakan sebagai influen.
Penelitian bertujuan menentukan kondisi
optimum laju alir, konsentrasi influen, dan
tinggi lapik terhadap jerapan Cr3+ oleh zeolit
Lampung melalui penetapan kapasitas jerapan
pada C/Co 0.5 dan efisiensi kolom,
menentukan waktu pemeraman endapan dan
pH pengendapan limbah penyamakan kulit,
serta menentukan kapasitas jerapan zeolit
terhadap filtrat hasil pengendapan limbah
penyamakan kulit pada kondisi optimum
kolom. Hipotesis penelitian adalah kondisi
optimum laju alir, konsentrasi influen , dan
tinggi lapik dapat digunakan untuk perlakuan
limbah penyamakan kulit.

TINJAUAN PUSTAKA
Zeolit
Mineral zeolit pertama kali ditemukan
pada tahun 1756 oleh Baron Cronsted seorang
ahli mineral berkebangsaan Swedia. Kata
zeolit berasal dari bahasa Yunani, yaitu zein
yang berarti mendidih dan lithos yang berarti
batuan. Zeolit akan kehilangan air bila
dipanaskan, sehingga disebut sebagai batu
mendidih (Ming dan Mumpton 1989). Zeolit
telah ditemukan dalam bentuk sedimen yang
terjadi akibat proses alterasi dari debu-debu
vulkanis oleh air danau. Air danau menjadi
basa karena debu-debu vulkanis yang
terhidroksida.
Zeolit
biasanya
masih
tercampur dengan mineral-mineral lainnya
seperti kalsit, gipsum, feldspar, dan kuarsa.
Zeolit alam merupakan mineral senyawa
alumino silikat terhidrasi dari kation logam
alkali dan alkali tanah yang mempunyai
kerangka struktur berongga. Unit pembangun
kerangka zeolit adalah SiO44- dan AlO45-

yang

masing-masing

tetrahedral.

Secara umum rumus kimia untuk zeolit, yaitu

2

(Mx+, My2+)(Al(x + 2y)Sin-(x + 2y)O2n). mH2O

Sifat Tukar Kation dari Zeolit

M+, M2+ adalah logam monovalen dan logam
divalen. Kation-kation yang terdapat dalam
tanda kurung pertama adalah kation dapat
tukar (exchangable cations), sedangkan tanda
kurung kedua menyatakan kation struktural
(penyusun dasar) karena bersama-sama
dengan atom O menyusun kerangka zeolit. m
adalah suatu bilangan tertentu yang khas
untuk zeolit (Ming dan Mumpton 1989).
Kerangka zeolit divisualisasikan sebagai
tetrahedral-tetrahedral SiO44- dan AlO45sebagai unit bangun primer (Primary Building
Unit)
yang
bergabung
bersama-sama
membentuk pola geometri tertentu, yaitu unit
bangun sekunder, Secondary Building Unit
(SBU). Unit bangun primer adalah tetrahedral
dari 4 atom oksigen dengan ion pusat
tetrahedral Si4+ dan Al3+, semua atom oksigen
mengambil bagian antara 2 tetrahedral. Unit
bangun
sekunder
merupakan
susunan
tetrahedral-terahedral yang membentuk cincin
seperti cincin tunggal dari jenis lingkar empat,
enam, delapan, dan prisma heksagonal
(Gambar 1).

Kedudukan ion silikon sebagai ion pusat
pada bentuk tetrahedral dapat diganti oleh
aluminium merupakan suatu proses tanpa
mengalami perubahan bentuk. Penggantian
suatu ion bervalensi tiga (Al3+) untuk satu ion
bervalensi empat (Si4+) menimbulkan muatan
negatif pada struktur kerangka zeolit. Muatan
ini dinetralisasi oleh kation dari golongan
alkali maupun alkali tanah seperti Na+, K+,
Ca2+, dan Mg2+ (Ming dan Mumpton 1989).
Kation dapat tukar pada zeolit hanya
terikat lemah di sekitar pusat tetrahedral Al,
jadi dapat dihilangkan atau ditukar secara
mudah melalui pencucian zeolit dengan
larutan pekat dari kation lain. Kemampuan
pertukaran ion zeolit merupakan parameter
utama dalam menentukan kualitas zeolit yang
digunakan. Kemampuan pertukaran dinyatakan sebagai kapasitas tukar kation (KTK) atau
cation exchange capacity (CEC). KTK dapat
dinyatakan sebagai jumlah mili ekivalen ion
logam yang dapat diserap maksimum oleh 1 g
zeolit dalam kondisi kesetimbangan. KTK
pada zeolit sebesar
200─500 cmol/Kg
terutama ditentukan oleh fungsi derajat
substitusi Al3+ atau Fe3+ pada kerangka.
Derajat substitusi yang besar berarti
diperlukan lebih banyak kation alkali atau
alkali tanah untuk menetralkannya, akibatnya
KTKnya semakin besar. Zeolit sintetik A
dengan nisbah Si/Al 1:1 mempunyai KTK
yang lebih besar, yaitu 540 cmol/Kg daripada
mordenit dengan nisbah Si/Al 5:1 dengan
KTK 220 cmol/Kg (Ming dan Mumpton
1989).

O
O

O

Si

O
O

O

O

Si

O

O
O

O
O

4

Si

O

Si

O
O

O

Si

O

O

(a)
a
a
a

S4R

S6R

S8R

4DR
(b)

D6R

D8R

Gambar 1 (a) Tetrahedral-tetrahedral SiO44yang dihubungkan satu sama lain
dengan atom O (b) SBU sederhana:
Single-4-Ring (S4R), S6R, S8R,
Double-4-Ring (D4R), D6R, dan
D8R.
Klasifikasi zeolit dan tektosilikat salah
satunya
berdasarkan
topologi.
Dari
pengelompokkan tersebut diperoleh 10 grup,
yaitu
analcime,
natrolite,
heulandite,
philipsite, mordenite, chabazite, faujasite,
laumontite, pentasil, dan clatharet. Zeolit alam
di Indonesia umumnya dari jenis klinoptilolit
dan mordenit. Jenis klinoptilolit mempunyai
rumus kimia Na6[(AlO2)6(SiO2)30]24H2O,
sedangkan mordenit mempunyai rumus
kimia
Na8[(AlO2)8(SiO2)40]24H2O (Barrer
1982).

Jerapan
Akumulasi partikel pada permukaan zat
padat disebut jerapan (Atkins 1990). Zeolit
dapat digunakan sebagai zat penjerap karena
zeolit merupakan kristal yang unik dengan
volume kosong yang berkisar dari 20%─50%
dan luas permukaan internalnya mencapai
ratusan ribu m2/kg. Penggunaan zeolit sebagai
penjerap didehidrasi untuk menghilangkan
air dengan cara pemanasan pada suhu 350 oC.
Setelah dehidrasi, kation-kation akan kembali
pada posisi di permukaan dalam dari saluran,
yaitu dekat dengan Al.
Sistem saluran
mungkin berdimensi satu, dimensi dua, atau
dimensi tiga (Ming dan Mumpton 1989).
Ada dua metode penjerapan, yaitu metode
batch (tumpak) dan metode fixed bed (lapik
tetap). Pada metode tumpak, penjerap dan zat
yang dijerap kontak dalam waktu tertentu

3

sehingga terjadi kesetimbangan. Jerapan fase
padat-cair ini mencapai kesetimbangan saat
penjerap telah jenuh oleh zat terjerap. Zat yang
tidak terjerap dipisahkan dari penjerap dengan
cara penyaringan.
Metode lapik tetap merupakan metode
penjerapan dengan menempatkan penjerap
dalam kolom sebagai lapik dan zat yang akan
dijerap dialirkan ke dalam kolom tersebut
sebagai influen. Larutan yang keluar dari
kolom merupakan sisa zat yang tidak terjerap,
disebut efluen (Schroedi 1977). Mekanisme
penjerapan pada metode lapik tetap dapat
dijelaskan sebagai berikut: awalnya influen
akan kontak dengan lapik zeolit bagian atas,
lalu influen mengikuti aliran ke bawah kolom
(Gambar 2). Panjang daerah lapik merupakan
daerah terjadinya proses penjerapan paling
besar disebut daerah jerapan. Setelah daerah
lapik bagian atas jenuh, daerah jerapan akan
berpindah ke bagian bawah. Saat daerah
jerapan mencapai tepi lapik bawah kolom,
konsentrasi efluen naik dengan cepat setelah
mencapai titik break point, B (titik patah).
Kurva yang memperlihatkan fenomena
tersebut disebut breakthrough curve (kurva
terobosan) atau kurva bentuk S.

Gambar 2 Pola aliran dan kurva terobosan
pada metode lapik tetap.
Kurva terobosan merupakan hubungan
antara volume efluen dengan (C/Co). Co
merupakan konsentrasi influen, sedangkan C
konsentrasi efluen (Benefield et al. 1982).
Volume efluen saat titik patah (VB),
sedangkan VE adalah volume efluen saat C/Co
0.95. Pada titik-titik tersebut dapat ditentukan
kapasitas jerapannya. Selain itu, pada C/Co 0.5
ditentukan juga kapasitas jerapannya karena
pada titik tersebut umumnya proses penjerapan
dihentikan dan lapik harus sudah diganti.
Berdasarkan kapasitas jerapan pada C/Co 0.05
dan 0.95 dapat ditentukan efisiensi kolom.
Efisiensi kolom merupakan ukuran suatu lapik
dapat bekerja dengan baik atau tidak. Faktor-

faktor yang memengaruhi efisiensi kolom,
yaitu laju alir, konsentrasi influen, dan tinggi
lapik.
Kromium
Kromium merupakan salah satu logam
berat yang termasuk dalam unsur transisi
golongan VI-B periode 4. Kromium
mempunyai nomor atom 24 dan nomor massa
51.996 merupakan logam berwarna putih
perak dan lunak jika dalam keadaan murni
dengan massa jenis 7.9 g/cm3 mempunyai titik
leleh 1875 oC dan titik didih 2658 oC
(Sugiyarto 2003). Kromium dapat membentuk
tiga macam senyawa yang masing-masing
berasal dari proses oksidasi CrO (kromium
oksida), yaitu +2 disebut kromium divalen, +3
disebut kromium trivalen, dan +6 disebut
kromium heksavalen. Kromium divalen
kurang stabil dan bersifat pereduksi kuat,
kromium trivalen suatu penyusun yang stabil
dan bersifat amfoter, sedangkan kromium
heksavalen sebagai bahan kimia yang banyak
digunakan di
bidang industri (Bastarach
2002).
Kromium trivalen merupakan bentuk yang
paling banyak berada di lingkungan. Kromium
trivalen dibutuhkan untuk kesehatan manusia,
karena bersama-sama dengan insulin dapat
menjaga kadar gula darah. Jumlah kromium
rata-rata yang masuk ke dalam tubuh orang
dewasa sehari-hari berkisar antara 0.03─0.1
mg, lebih dari 90% berasal dari makanan.
Pada konsentrasi yang rendah kromium
trivalen
berguna
untuk
metabolisme
karbohidrat pada mamalia dan mengaktifkan
insulin. Apabila terjadi kekurangan kromium
maka akan mengganggu pertumbuhan dan
proses metabolisme lemak dan protein. Pada
tingkat yang lebih tinggi dapat menimbulkan
keracunan secara akut ditandai dengan gejala
mual, sakit perut, kejang, dan koma.
Keracunan secara kronis dapat mengenai
organ-organ tertentu seperti efek pada paruparu, ginjal, dan hati (Kusnoputranto 1996).
Kromium heksavalen memiliki sifat yang
lebih toksik dibandingkan kromium trivalen.
Respon yang umum, yaitu terjadi alergi kulit.
Kromium heksavalen dapat menyebabkan
kerusakan hati, ginjal, perdarahan, kerusakan
saluran pernapasan, dan kanker paru-paru.
Pajanan jangka panjang terhadap saluran
pernapasan dan kulit dapat menyebabkan
peradangan rongga hidung, perdarahan hidung
dan jaringan ulkus kulit (Kusnoputranto
1996).

4

Beberapa metode telah digunakan untuk
pengukuran kromium total dan kromium
heksavalen pada berbagai material seperti
tanah dan air. Salah satunya adalah spektrofotometri sinar tampak. Kromium heksavalen
bila ditambah 1,5-difenilkarbazida (DPC)
dalam larutan asam membentuk kompleks
berwarna merah violet yang intensitasnya
sebanding dengan banyaknya kromium
heksavalen
dalam
contoh.
Reaksi
pembentukan kompleks Cr(VI) dengan DPC
disajikan pada Gambar 3. Pewarnaan dengan
DPC cukup sensitif dengan nilai absorptivitas
molar kira-kira 40.000 Lmol-1cm-1 pada 540
nm (Clesceri 1989). Untuk mengukur
kromium total dengan metode spektrofotometri diperlukan suatu pengoksidasi sehingga
kromium dengan tingkat oksidasi lebih rendah
dapat dianalisis dengan metode ini. Menurut
Clesceri (1989) oksidator yang dapat
digunakan diantaranya KMnO4, K2S2O8, dan
HClO4. Selain itu, Noroozifar (2003)
melaporkan bahwa serium juga efektif untuk
mengoksidasi kromium trivalen menjadi
kromium heksavalen. Kemampuan serium
(CeIV) dalam mengkonversi kromium trivalen
menjadi kromium heksavalen sebesar
100.01% (Wijayanti 2005), nilai ini lebih baik
bila dibandingkan dengan KMnO4 yang
mampu mengkonversi 91.00% (Martha 2004).

H

H

N

N

HN

N

C

2

H

+ Cr(VI)

O

HN

N
H

N

N

O

Cr

O

N

NH

C
C

N
H

N
H

Gambar 3 Reaksi antara kromium heksavalen
dan 1,5-difenilkarbazida
(Clesceri et al. 1989).
Industri Penyamakan Kulit
Industri penyamakan kulit adalah industri
yang mengolah
kulit mentah menjadi
lembaran-lembaran kulit jadi. Proses ini
bertujuan mengubah kulit mentah agar tahan
terhadap pengaruh mikroorganisme, kimia,
dan fisik (Fahidin 1999). Proses dalam
industri
penyamakan
kulit
dapat

dikelompokkan menjadi tiga tahap, yaitu
proses prapenyamakan, penyamakan, dan
pasca penyamakan (Wahyuadi 2004).
Proses prapenyamakan (Beam house
operations) terdiri dari beberapa tahapan.
Tahapan-tahapan tersebut adalah perendaman
(soaking), pengapuran (liming), pembuangan
bulu dan daging (unhairing and fleshing)
pembuangan kapur (deliming), pelumatan
(bating), dan pemikelan (pickling). Tujuan
dari
proses
pra
penyamakan,
yaitu
mempersiapkan kulit untuk dimasuki bahan
penyamak, menghilangkan bagian-bagian
kulit yang tidak perlu, dan memperbesar pori
kolagen sehingga bahan penyamak dapat
masuk.
Proses penyamakan pada prinsipnya
memasukkan zat penyamak ke dalam jaringan
serat kulit (kolagen). Jenis bahan penyamak
yang dapat digunakan, yaitu bahan penyamak
nabati, sintesis, aldehid atau minyak, dan
penyamakan mineral. Bahan penyamak
mineral yang sering digunakan adalah
Cr2(SO4)3. Kulit mengandung jenis protein
utama, yaitu kolagen yang akan bereaksi
membentuk senyawa kompleks kromiumi
yang menyebabkan kulit menjadi liat, lentur,
dan tahan terhadap pengaruh bakteri dan suhu
(Fahidin 1999).
Proses pasca penyamakan mencakup
netralisasi, pewarnaan, dan pelemakan. Proses
netralisasi hanya dilakukan untuk kulit-kulit
yang disamak dengan kromium, sedangkan
untuk kulit yang disamak dengan nabati,
minyak, maupun samak sintetis tidak perlu
dinetralkan. Proses penyamakan tidak
mengubah penampilan dari kulit yang
disamak.
Industri penyamakan kulit secara garis
besar menghasilkan tiga jenis limbah, yaitu
limbah cair, limbah padat, dan limbah gas.
Ketiga limbah tersebut dihasilkan dari
berbagai proses yang terjadi dalam pra
penyamakan,
penyamakan
dan
pasca
penyamakan. Proses penyamakan yang
menggunakan bahan penyamak kromium
valensi 3 akan menghasilkan limbah yang
mengandung kromium. Selain itu juga,
terdapat logam-logam lain seperti kalium,
kalsium, dan magnesium yang berasal dari
proses pengapuran. Limbah yang mengandung
kromium trivalen membahayakan lingkungan
karena kromium trivalen dapat berubah
menjadi kromium heksavalen yang bersifat
toksik (Wahyuadi 2004).

5

BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan adalah
CrCl3.6H2O (Merck), Titrisol standar CrCl3
(Merck), Ce(NH4)2(SO4)3, air bebas ion, 1,5difenilkarbazida, NaOH, H2SO4, HNO3, zeolit
alam Lampung (+20─40 mesh), perangkat
lunak curve expert, dan limbah penyamakan
kulit PT Sinar Gunung Putri.
Alat-alat yang digunakan adalah
seperangkat spektrofotometer SPECTRONIC
20D+, neraca analitik, pH meter, Vorteks, alat
kocok, kolom gelas bercerat (diameter 1cm,
panjang 30 cm), corong, gelas piala, tabung
reaksi, labu takar, batang pengaduk, kaca
arloji, pipet volumetrik, pipet Mohr, pipet
tetes, gelas ukur, tabung contoh, dan bulb.
Metode Penelitian
Penelitian meliputi beberapa tahap, yaitu
preparasi zeolit, pencirian zeolit, penjerapan
Cr3+ dengan metode lapik tetap dan metode
tumpak, dan perlakuan limbah penyamakan
kulit (Lampiran 1). Preparasi zeolit meliputi
penggilingan, pengayakan, dan aktivasi.
Tahap pencirian terdiri atas penentuan jenis
zeolit berdasarkan hasil dari Badan Penelitian
dan Pengembangan Industri, Balai Besar
Keramik, Bandung. KTK berdasarkan hasil
dari Puslitbang Teknologi Mineral dan
Batubara, Bandung. Luas permukaan zeolit
berdasarkan
hasil
dari
Laboratorium
Mekanika Reservoir, Departemen Metode
Perminyakan, Bandung.
Penjerapan Cr3+ dengan metode lapik tetap
dilakukan untuk penentuan kondisi optimum
kolom meliputi ragam laju alir, tinggi lapik,
dan konsentrasi influen. Ragam laju alir yang
digunakan, yaitu 7, 9, 11 mL/menit (Barros et
al. 2002), tinggi lapik zeolit yang digunakan
6, 9, 11 cm, dan konsentrasi influen (Co) 15,
20, 25 ppm. Penentuan laju alir, tinggi lapik
dan
konsentrasi
influen
optimum
menggunakan larutan CrCl3.6H2O sebagai
sumber Cr3+. Influen dialirkan dalam kolom,
kemudian efluen yang diperoleh ditentukan
konsentrasinya dengan menggunakan metode
spektrofotometri. Penentuan konsentrasi Cr3+
dalam bentuk teroksidasi, yaitu Cr(VI) dengan
pengoksidasi Ce(IV) dan pengompleks 1,5difenilkarbazida. Dari data yang diperoleh
menggunakan
dibuat kurva terobosan
perangkat lunak curve expert sehingga dapat
ditentukan kapasitas jerapan pada C/Co 0.05,

0.5, dan 0.95 serta efisiensi kolom. Kondisi
optimum laju alir, konsentrasi influen, dan
tinggi lapik ditentukan berdasarkan nilai
kapasitas jerapan pada C/Co 0.5 dan efisiensi
kolom maksimum. Metode tumpak dilakukan
untuk penentuan kapasitas jerapan tertinggi
pada beberapa konsentrasi Cr3+.
Perlakuan terhadap limbah penyamakan
kulit adalah sebagai berikut: pengukuran
konsentrasi kromium awal, pengukuran pH
awal, pengendapan dengan NaOH meliputi
penetapan waktu pemeraman endapan dan pH,
penjerapan filtrat hasil pengendapan dengan
metode lapik tetap dan penimbangan endapan.
Preparasi zeolit
Zeolit Lampung dihaluskan dan diayak
dengan ukuran +20─40 mesh, lalu dipanaskan
dalam oven pada suhu 200 oC selama 4 jam.
Setelah itu, zeolit hasil pemanasan disimpan
dalam wadah yang kedap udara.
Penentuan konsentrasi kromium dan kurva
standar
Agar
dapat
dianalisis
dengan
spektrofotometer, maka Cr3+ perlu dioksidasi
menjadi Cr6+. Oksidator yang digunakan, yaitu
larutan Ce(IV) 0.4%. Larutan Ce(IV) dibuat
dengan cara melarutkan 0.4 g Ce(NH4)2(SO4)3
dalam 100 mL HNO3 0.5 M. Sebanyak 10 mL
larutan contoh dimasukkan dalam tabung
reaksi, kemudian ditambah 1 mL larutan
Ce(IV) dan dikocok. Setelah itu ditambah 7
tetes H2SO4 18 N dan 0.2 mL 1,5difenilkarbazida, lalu dikocok dan dibiarkan
10 menit sebelum diukur serapannya pada
panjang gelombang 540 nm. Konsentrasi Cr3+
ditentukan dengan kurva standar. Pembuatan
kurva standar menggunakan larutan standar
Cr3+ dengan konsentrasi Cr3+ 0, 0.3, 0.5, 1.0,
1.5, 2.0, dan 2.5 ppm, prosedur selanjutnya
seperti penentuan kromium larutan contoh.
Pengukuran dilakukan juga pada larutan
blanko. Data yang diperoleh kemudian dibuat
kurva hubungan antara konsentrasi dan
absorbans.
Penjerapan Cr3+ dengan metode Lapik
Tetap
Persiapan kolom. Sebanyak 5 g zeolit
dimasukkan dalam gelas piala yang berisi air
bebas ion, kemudian zeolit dimasukkan ke
dalam kolom yang sudah dilapisi glass wool
pada bagian bawahnya. Air bebas ion
dialirkan ke dalam kolom sampai dengan
efluen jernih.

6

Penetapan kondisi optimum kolom.
Prosedur awal yang dilakukan seperti
persiapan kolom. Selanjutnya larutan Cr3+
dengan konsentrasi 20 ppm dialirkan
menggunakan corong pisah. Cerat kolom dan
corong pisah diatur sehingga kecepatan
penetesannya sama. Laju alir yang digunakan
diatur sesuai dengan yang diinginkan. Tiap 20
mL efluen ditampung dalam botol contoh,
prosedur selanjutnya seperti pada penentuan
kromium. Dari data yang diperoleh dibuat
kurva terobosan, yaitu hubungan antara
volume efluen dan C/Co. Berdasarkan kurva
terobosan ditentukan kapasitas jerapan pada
C/Co 0.05, 0.5, 0.95 serta efisiensi kolom.
Kapasitas jerapan (Wb) pada C/Co 0.05
dihitung menggunakan persamaan:
Wb = FA x (t 0 .05 - La 0 .05 )
mz

Kapasitas jerapan (W) pada C/Co 0.5
dihitung menggunakan persamaan:
W = FA x (t 0 .5 - La 0 .5 )
mz

Kapasitas jerapan pada C/Co 0.95 (Wsat)
dihitung menggunakan persamaan:
Wsat = FA x (t 0 .95 - La 0 .95 )
mz

Efisiensi
kolom
dapat
dihitung
menggunakan persamaan:
% Efisiensi kolom = Wb x 100%
Wsat
Keterangan:
t0.05 = waktu pada C/Co 0.05 (menit)
= waktu pada C/Co 0.5 (menit)
t0.5
t0.95 = waktu pada C/Co 0.95 (menit)
Wb = kapasitas jerapan pada C/Co 0.05
(mg Cr/g zeolit)
W
= kapasitas jerapan pada C/Co 0.5
(mg Cr/g zeolit)
Wsat = kapasitas jerapan pada C/Co 0.95
(mg Cr/g zeolit)
= laju alir zat terlarut per satuan luas
FA
penampang lapik (mg/menit cm2)
La
= luas daerah dibawah kurva C/Co
0.05, 0.5, dan 0.95 (menit)
mz = massa zeolit per unit area lapik
(g/cm2)
Prosedur dan perhitungan tersebut dilakukan
pada ragam laju alir, konsentrasi influen, dan
tinggi lapik. Ragam laju alir yang digunakan
7, 9, 11 mL/menit dan penetapan laju alir
optimum pada konsentrasi influen 20 ppm
dan tinggi lapik 6 cm. Ragam konsentrasi
influen, yaitu 15, 20, 25 ppm dan penetapan
konsentrasi influen optimum pada laju alir
optimum dan tinggi lapik 6 cm. Ragam
tinggi lapik 6, 9, 11 cm dan penetapan

tinggi lapik optimum menggunakan laju alir
dan konsentrasi influen optimum. Berdasarkan
data yang diperoleh dianalisis pengaruh laju
alir, konsentrasi influen, dan tinggi lapik
terhadap kurva terobosan, kapasitas jerapan
pada C/Co 0.5, dan efisiensi kolom.
Penjerapan Cr3+ dengan metode tumpak
Sebanyak 1 gram zeolit dimasukkan ke
dalam erlenmeyer yang berisi 50 mL larutan
40
ppm.
Campuran
dikocok
Cr3+
menggunakan alat kocok dengan kecepatan
350 rpm selama 48 jam. Sesudah itu,
campuran disentrifus untuk memisahkan
larutan dari zeolit. Supernatan yang diperoleh
ditentukan konsentrasi Cr3+ sebagai Cr3+ yang
tidak terjerap sesuai dengan prosedur
penentuan kromium. Perlakuan diulangi pada
ragam konsentrasi 60, 80, dan 100 ppm.
Kapasitas jerapan dihitung menggunakan
rumus:
Kapasitas jerapan = V(Co-C)
m

Keterangan:
V = volume larutan (mL)
Co = konsentrasi larutan awal (ppm)
C = konsentrasi larutan akhir (ppm)
m = massa zeolit (g)
Perlakuan Limbah Penyamakan Kulit
Penetapan konsentrasi awal. Pengukuran
konsentrasi kromium awal pada limbah cair
penyamakan kulit dilakukan dengan cara
mengencerkan sejumlah larutan contoh
diencerkan sehingga diperoleh konsentrasi
sekitar 0.1─2.5 ppm. Prosedur selanjutnya
seperti prosedur penentuan kromium.
Penetapan waktu pemeraman endapan.
Sebanyak 150 mL limbah cair penyamakan
kulit dimasukkan dalam gelas piala.
Selanjutnya pH awal limbah diukur
menggunakan pHmeter. Setelah itu ditambah
NaOH 1.5 M dengan kecepatan penetesan 3
mL/menit. Selama penambahan NaOH,
larutan tetap diaduk menggunakan magnetic
stirer. Penambahan NaOH dilakukan sampai
larutan mencapai pH 8. Setelah itu, larutan
dan endapan dibiarkan dengan waktu
pemeraman endapan 4, 6, dan 24 jam.
Endapan yang diperoleh lalu disaring dengan
kertas saring whatman dan dikeringkan dalam
oven 105 oC selama 24 jam, kemudian
ditimbang bobot endapannya. Filtrat yang
diperoleh ditentukan konsentrasinya dengan
prosedur seperti prosedur penentuan kromium.
Dari data yang diperoleh dapat dihitung
konsentrasi kromium pada filtrat sehingga

7

dapat ditentukan waktu pemeraman endapan
optimum,
yaitu
yang
menghasilkan
pengurangan konsentrasi kromium terbesar
pada larutan.
Penetapan pH. Sebanyak 100 mL limbah
cair penyamakan kulit dimasukkan dalam
gelas piala. Prosedur selanjutnya seperti
penetapan waktu pemeraman endapan tetapi
waktu pemeraman endapan yang digunakan
adalah waktu pemeraman endapan optimum.
Nilai pH yang digunakan, yaitu pH 8 dan 9.
Dari data yang diperoleh dapat dihitung
konsentrasi kromium pada filtrat dan bobot
NaOH
yang
digunakan.
Berdasarkan
konsentrasi kromium yang diperoleh pada
filtrat dapat ditentukan pH pengendapan.
Bobot NaOH (g) dapat dihitung
menggunakan persamaan:
Bobot NaOH (g) =VNaOH x CNaOH x BM NaOH
Keterangan:
= volume NaOH (mL)
VNaOH
= konsentrasi NaOH (M)
CNaOH
BM NaOH = bobot molekul NaOH (g/mol)
Penjerapan filtrat hasil pengendapan
dengan metode lapik tetap. Pengendapan
limbah penyamakan kulit menggunakan waktu
pemeraman endapan dan pH yang telah
diperoleh
sebelumnya.
Filtrat
hasil
pengendapan dialirkan dalam kolom yang
telah disiapkan sesuai prosedur persiapan
kolom. Laju alir dan tinggi lapik yang
digunakan merupakan hasil penetapan kondisi
optimum kolom. Kapasitas jerapan dihitung
menggunakan persamaan-persamaan seperti
pada penentuan kondisi optimum kolom.

dilihat pada Lampiran 4. Zeolit Lampung
termasuk dalam zeolit dengan kadar Si sedang.
Daya pertukaran ion dari zeolit maksimum bila
perbandingan Si/Al mendekati 1 (Sutarti &
Rachmawati 1994).
Perbedaan komposisi
kimia maupun mineral zeolit alam disebabkan
oleh perubahan struktur lapisan kerak bumi
selama proses pembentukan mineral (Ming
dan Mumpton 1989).
Nilai KTK yang diperoleh sebesar 89.62
me/100 g. Hal ini berarti bahwa 89.62 me ion
NH4+ dapat bertukar dengan ion-ion yang
terkandung dalam 100 gram zeolit. Dari hasil
analisis diperoleh luas permukaan spesifik
zeolit Lampung 37.7768 m2/g.
Penetapan Laju Alir Optimum
Pola penjerapan zeolit terhadap Cr3+ pada
beberapa laju alir disajikan dalam kurva
terobosan pada Gambar 4. Kurva terobosan
tersebut diperoleh berdasarkan hasil analisis
fraksi efluen (Lampiran 5-10). Kurva yang
diperoleh menunjukkan bahwa pada laju alir
tinggi kurva semakin curam dan pendek,
sedangkan pada laju alir rendah kurva lebih
landai dan lebar. Laju alir 11 mL/menit
menghasilkan kurva yang curam sehingga titik
patah lebih cepat tercapai dan terjadi pada
volume efluen 85.90 mL, sedangkan pada laju
alir 7 mL/menit dan 9 mL/menit titik patah
dicapai pada volume efluen yang lebih tinggi,
yaitu 301.22 mL dan 106.26 mL. Oleh karena
itu, kurva pada laju alir rendah lebih landai.
Peningkatan laju alir juga menyebabkan
volume efluen pada titik jenuh menurun
sehingga kurva yang diperoleh akan lebih
pendek.

Pencirian Zeolit Lampung
Zeolit alam memerlukan pencirian untuk
mengetahui sifat-sifat fisik dan kimianya.
Penampakan secara visual menunjukkan zeolit
Lampung berwarna putih. Pencirian yang
dilakukan diantaranya dengan difraksi sinar-X
(XRD), analisis kapasitas tukar kation, dan
isoterm BET (Brunauer-Emmett-Teller).
Analisis mineral dengan XRD menunjukkan bahwa zeolit asal Lampung mengandung
klinoptilolit 94.24% dan Alpha Quartz 5.76%
(Lampiran 2). Komposisi kimia menunjukkan
bahwa nisbah Si/Al zeolit Lampung 5.24
(Lampiran 3). Nilai tersebut masih berada
dalam kisaran nisbah Si/Al, yaitu 4.3-5.3 dapat

C/Co

HASIL DAN PEMBAHASAN

1.00
0.90
0.80
0.70
0.60
0.50
0.40
0.30
0.20
0.10
0.00
0

200

400

600

800

1000 1200

Volume efluen (ml)
7 (ml/menit)

9 (ml/menit)

11 (ml/menit

Gambar 4 Kurva terobosan pada laju alir
7, 9, dan 11 mL/menit.
 
Peningkatan laju alir menghasilkan
penurunan kapasitas jerapan pada C/Co 0.5
(Gambar 5). Kapasitas jerapan tertinggi, yaitu
1.8786 mg Cr/g zeolit pada laju alir 7
mL/menit. Hal tersebut disebabkan oleh waktu
kontak antara Cr3+ dalam larutan dan zeolit

8

pada laju alir 7 mL/menit lebih lama sehingga
memungkinkan jumlah Cr3+ yang terjerap
lebih banyak dibandingkan pada laju alir 9 dan
11 mL/menit. Laju alir yang tinggi menyebabkan waktu kontak antara Cr3+ dalam larutan
dan zeolit relatif singkat sehingga Cr3+ belum
terjerap ke dalam pori zeolit, larutan harus
sudah keluar kolom karena terdorong oleh
larutan yang baru masuk ke kolom.
Kapasitas jerapan
(mg Cr/g zeolit)

2

1.8786
1.3988

1.5

1.1194

1
0.5

fraksi efluen (Lampiran 12-15). Pengaruh
konsentrasi influen terhadap kurva terobosan
menurut Babu dan Gupta (2004), makin
rendah konsentrasi influen makin landai dan
lebar kurva yang diperoleh. Kecenderungan
serupa untuk pengaruh konsentrasi terhadap
kurva juga diamati pada hasil penelitian.
Berdasarkan kurva terobosan yang diperoleh
nampak bahwa peningkatan konsentrasi
influen menghasilkan volume efluen pada titik
patah menurun. Titik patah untuk konsentrasi
influen 15 ppm dicapai pada volume efluen
243.49 mL, sedangkan pada konsentrasi
influen 20 ppm dan 25 ppm sebesar 179.16
mL dan 118.6 mL.
1

0
7

9

11

0 .8

Gambar 5 Pengaruh laju alir terhadap
kapasitas jerapan lapik zeolit pada
C/Co 0.5.

C/Co

Laju alir (ml/menit)

0 .6
0 .4
0 .2
0
0

Tabel 1 Pengaruh laju alir terhadap efisiensi
kolom
Laju alir

Wb

Wsat

(ml/menit) (mg Cr/g zeolit) (mg Cr/g zeolit)

Efisiensi
(%)

7

0.7071

2.404

29.41

9

0.2085

1.7713

20.9

11

0.2766

1.7568

18.74

300

600

900

12 0 0

150 0

Volume efluen (ml)
15 ppm

20 ppm

25 ppm

Gambar 6 Kurva terobosan pada konsentrasi
influen 15, 20, dan 25 ppm.
Pengaruh konsentrasi influen terhadap
kapasitas jerapan pada C/Co 0.5 disajikan pada
Gambar 7. Kapasitas jerapan tertinggi
diperoleh pada konsentrasi influen 20 ppm,
yaitu 2.1849 mg Cr/g zeolit. Pada konsentrasi
25 ppm kapasitas jerapan lebih rendah, hal
tersebut dapat disebabkan oleh zeolit yang
telah jenuh sehingga tidak bisa menjerap Cr3+
lagi. Selain itu, pada konsentrasi influen tinggi
mengandung lebih banyak jumlah Cr3+
sehingga kerapatan Cr3+ tinggi dan terjadi
persaingan Cr3+ yang tersedia untuk dijerap
zeolit.
2.5

Kapasitas jerapan
(mg Cr/g zeolit)

Peningkatan laju alir menyebabkan
penurunan efisiensi kolom (Tabel 2 dan
Lampiran 11). Efisiensi kolom tertinggi
dicapai pada laju alir 7 mL/menit, yaitu
29.41%. Nilai Wb dan Wsat pada 7 mL/menit
lebih tinggi dibandingkan pada 9 dan 11
mL/menit, hal ini disebabkan oleh waktu
kontak antara Cr3+ dalam larutan dengan zeolit
lebih lama sehingga jumlah Cr3+ terjerap lebih
banyak. Hasil tersebut mendukung penelitian
yang telah dilakukan oleh Zhao et al. (1988),
bahwa peningkatan laju alir menghasilkan
penurunan efisiensi kolom karena pada laju
alir tinggi waktu kontak zat terlarut dengan
penjerap lebih cepat. Laju alir optimum pada 7
mL/menit karena mempunyai kapasitas
jerapan dan efisiensi kolom maksimum.

2

2.1849

2.0463

1.7455

1.5
1
0.5
0
15

20

25

Konsentrasi (ppm)

Penetapan Konsentrasi Influen Optimum
Pengujian pengaruh konsentrasi influen
dilakukan pada laju alir optimum, yaitu 7
mL/menit dan tinggi lapik 6 cm. Kurva
terobosan dengan ragam konsentrasi influen
15, 20, dan 25 ppm disajikan pada Gambar 6
yang diperoleh berdasarkan hasil analisis

Gambar 7 Pengaruh
konsentrasi
influen
terhadap kapasitas jerapan lapik
zeolit pada C/Co 0.5.
Efisiensi
kolom
menurun
dengan
bertambahnya konsentrasi influen (Zhao et al.
1988). Penurunan efisiensi kolom tersebut
disebabkan oleh penurunan Wb, sedangkan

9

pada Wsat yang diperoleh meningkat (Tabel 4
dan Lampiran 16). Pada konsentrasi influen 15
ppm diperoleh efisiensi kolom tertinggi, yaitu
33.82%. Berdasarkan nilai kapasitas jerapan
yang diperoleh, maka konsentrasi influen
optimum pada 20 ppm.

Konsentrasi
(ppm)

Wb

influen

Wsat

Efisiensi

(mg Cr/g zeolit) (mg Cr/g zeolit)

(%)

15

0.7138

2.1104

33.82

20

0.8225

2.7962

29.42

25

0.6054

2.9093

20.81

2 .5

Kapasitas jerapan
(mg Cr/g zeolit)

Tabel 2 Pengaruh
konsentrasi
terhadap efisiensi kolom

Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kapasitas jerapan pada C/Co 0.5 meningkat
dengan bertambahnya tinggi lapik. Kapasitas
jerapan maksimum dicapai pada tinggi lapik
11 cm, yaitu 1.9748 mg Cr/g zeolit (Gambar 9
dan Lampiran 21). Menurut Babu dan Gupta
(2004) bahwa semakin tinggi lapik daerah
jerapan semakin panjang sehingga jumlah Cr3+
lebih banyak terjerap pada lapik dan
menghasilkan kapasitas jerapan yang tinggi.

Penetapan Tinggi Lapik Optimum
Penetapan tinggi lapik optimum pada laju
alir optimum 7 mL/menit dan konsentrasi
influen optimum 20 ppm. Pengaruh tinggi
lapik terhadap kurva terobosan disajikan pada
Gambar 8 yang diperoleh berdasarkan hasil
analisis fraksi efluen (Lampiran 17-20). Berdasarkan kurva terobosan yang diperoleh
nampak bahwa bertambahnya tinggi lapik
menghasilkan bentuk kurva yang hampir sama.
Semakin tinggi lapik, kurva yang diperoleh
semakin landai dan lebar. Menurut Mc Cabe et
al. (2001), meskipun bentuk kurva terobosan
sama namun terjadi pergeseran titik patah.
Kecenderungan serupa diperoleh pada hasil
penelitian, yaitu volume efluen pada titik patah
mengalami peningkatan dengan bertambahnya
tinggi lapik. Hal ini disebabkan oleh daerah
jerapan semakin panjang dengan bertambahnya tinggi lapik sehingga semakin tinggi
volume influen yang diperlukan untuk
mencapai titik patah. Titik patah untuk tinggi
lapik 11 cm dicapai pada volume efluen
627.87 mL, sedangkan pada tinggi lapik 6 cm
dan 9 cm sebesar 179.63 mL dan 357.68 mL.

2

1.8785

1.8838

1.9748

6

9

11

1.5
1
0 .5
0

T inggi lapik (cm)

Gambar 9 Pengaruh tinggi lapik terhadap
kapasitas jerapan lapik zeolit pada
C/Co 0.5.
Efisiensi kolom meningkat dengan
bertambahnya tinggi lapik (Tabel 6). Hal ini
disebabkan oleh daerah jerapan yang panjang
sehingga Cr3+ yang terjerap semakin banyak.
Kapasitas jerapan pada titik patah dan titik
jenuh meningkat sehingga lapik zeolit yang
bekerja akan semakin besar. Efisiensi tertinggi
diperoleh pada tinggi lapik 11 cm yaitu
54.63%. Hal tersebut berarti bahwa 6 cm dari
tinggi lapik total dapat bekerja dengan baik.
Tabel 3 Pengaruh tinggi lapik terhadap
efisiensi kolom
T.unggun*
(cm)

Wb

Wsat

(mg Cr/g zeolit) (mg Cr/g zeolit)

Efisiensi
(%)

6

0.7072

2.4041

29.42

9

0.9935

2.4783

40.16

11

1.0661

2.383

54.63

* Tinggi lapik

1

Penjerapan Cr3+ dengan Metode Tumpak

C/Co

0.8
0.6
0.4
0.2
0
0

400

800

1200

1600 2000 2400

Volume efluen (ml)
6 (c m )

9 (c m )

11 (c m )

Gambar 8 Kurva terobosan pada tinggi lapik
6, 9, dan 11 cm.

Perlakuan
tumpak
pada
zeolit
menunjukkan
kapasitas
jerapan
yang
meningkat seiring dengan peningkatan
konsentrasi Cr3+ seperti disajikan pada Gambar
10. Kapasitas jerapan tertinggi, yaitu 3.0171
mg Cr/g zeolit pada konsentrasi 100 ppm
(Lampiran 22). Pengocokan dengan waktu
yang relatif lama pada metode tumpak mampu
memaksa Cr3+ terjerap pada pori zeolit
sehingga terjadi kesetimbangan dan diperoleh
kapasitas jerapan lebih tinggi.

10

Kapasitas jerapan
(mg Cr/g zeolit)

4
3
2

2.404

2.7094

3.0171

1.5835

1
0
40
60
80 100
3+
Konsentrasi Cr (ppm)

Gambar 10 Pengaruh
konsentrasi
Cr3+
terhadap
kapasitas
jerapan
zeolit dengan metode tumpak.
Metode
tumpak
dan
lapik
tetap
menghasilkan nilai kapasitas jerapan yang
berbeda. Kapasitas jerapan lapik zeolit pada
kondisi optimum dengan metode lapik tetap,
yaitu 1.9748 mg Cr/g zeolit, sedangkan pada
metode tumpak diperoleh 3.0171 mg Cr/g
zeolit. Nilai tersebut menunjukkan bahwa
kapasitas jerapan pada metode tumpak lebih
baik dibandingkan dengan metode lapik.
Kapasitas jerapan yang rendah pada metode
lapik tetap dipengaruhi oleh laju alir,
konsentrasi influen, dan tinggi lapik. Pada
metode lapik tetap, kerja lapik biasanya
dihentikan pada saat C/Co 0.5 dengan
pertimbangan konsentrasi efluen sudah
mencapai setengah dari influen. Pada kondisi
tersebut sebenarnya lapik belum jenuh dan
lapik masih bekerja, lapik telah jenuh bila
efluen yang keluar mencapai 95% dari
konsentrasi infl