JUDUL INDONESIA: PENGARUH SUHU DAN LAMA THAWING DI DATARAN RENDAH TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU SAPI SIMMENTAL

(1)

ABSTRAK

PENGARUH SUHU DAN LAMA THAWING DI DATARAN RENDAH TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU SAPI SIMMENTAL

Oleh

NANI APRILINA

Dataran rendah pada umumnya merupakan daerah yang memiliki temperatur udara panas dan kelembaban udara yang rendah, sehingga berpengaruh terhadap suhu thawing. Thawing merupakan pencairan kembali semen yang telah dibekukan sebelum dilakukan Inseminasi Buatan (IB). Suhu dan lama thawing mempunyai pengaruh besar terhadap keadaan spermatozoa khususnya keutuhan spermatozoa dalam semen. Kombinasi suhu dan lama thawing yang baik adalah yang dapat mencegah kerusakan spermatozoa, sehingga tetap memiliki kemampuan membuahi ovum yang tinggi. Oleh karena itu, untuk mendapatkan kualitas spermatozoa semen beku Sapi Simmental yang memenuhi kriteria dalam pelaksanaan IB dibutuhkan kombinasi suhu dan lama thawing yang baik.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui berapa suhu dan lama thawing di dataran rendah pada semen beku Sapi Simmental yang paling optimal untuk digunakan dalam IB. Penelitian dilakukan bulan Maret 2014. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan pola faktorial 3x3. Faktor I yaitu suhu ( 34° C, 37° C, dan 40° C) dan Faktor II lama thawing (10 detik,15 detik, dan 20 detik) dengan 3 kali ulangan. Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah motilitas spermatozoa dan persentase spermatozoa hidup. Data hasi penelitian dianalisis dengan menggunakan Anova dan uji lanjut Duncan pada taraf 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu dan lama thawing sama-sama memberikan pengaruh terhadap kualitas spermatozoa semen beku Sapi Simmental, namun tidak memiliki interaksi diantara keduanya. Dari penelitian yang dilakukan, kualitas spermatozoa yang paling baik diperoleh pada suhu thawing 37ºC, dan pada lama thawing 15 detik. Pada suhu dan lama thawing tersebutmemiliki rata-rata kualitas yang paling tinggi diantara perlakuan yang lain. Motilitas spermatozoa pada suhu thawing 37ºC sebesar 38,33% dan lama thawing 15 detik sebesar 36,11%. Persentase spermatozoa hidup pada suhu thawing 37ºC sebesar 40,78% dan lama thawing 15 detik sebesar 38,33%.


(2)

(3)

(4)

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 30 April 1992, sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara, pasangan Bapak Zulfanidar dan Ibu Runama Hasana.

Pendidikan taman kanak-kanak di TK Dharma Wanita Palas Pasemah, Lampung Selatan, diselesaikan pada 1998; sekolah dasar di SDN 1 Penengahan Bandar Lampung diselesaikan pada 2004; sekolah lanjut tingkat pertama di SMPN 10 Bandar Lampung diselesaikan pada 2007; pendidikan sekolah menengah atas di Sekolah Menengah Teknologi Industri (SMTI) Bandar Lampung diselesaikan pada 2010.

Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian,

Universitas Lampung melalui Seleksi Nasional Mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri jalur Seleksi Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SMPTN) pada 2010. Selama menjadi mahasiswa, penulis melakukan kegiatan magang di ayam broiler di PT. Ramajaya

Farm pada tahun 2012, Praktik Umum di ayam petelur di PT. Sumber Sari Farm, dan melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Neglasari, Pringsewu.

Penulis aktif di organisasi kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa Peternakan periode 2011—2012 sebagai Anggota Bidang Penelitan dan Pengembangan, dan periode 2012—2013 sebagai Ketua Bidang Dana dan Usaha.


(6)

”Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Maka apabila Engkau telah selesai (dari sesuatu urusan), tetaplah bekerja keras

untuk urusan yang lain

QS. Al insyirah: 6-7

Dan Katakanlah : “YaRabb-ku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan.”

QS. Thaha:114

“Ini hidupku, danaku penentu kebesaran hidupku”

Mario Teguh

“MAN JADDA WAJADA MAN SHABARA DHAFARA MAN YAZRA’ YAHSUD”


(7)

Sebuah karya kecilku……

Dengan lafadz Bismillah

Ku persembahkan Karya kecil ini dengan setulus hati kepada : Allah SWT, atas kehendak-Nya semua ini ada,

atas Rahmat-Nya semua ini aku dapatkan,

dan atas kekuatan dari Nya lah aku bisa bertahan….

Ayah dan Ibu tercinta… sebagai tanda baktiku…

ini hanyalah setitik balasan yang tidak bisa dibandingkan

dengan berjuta-juta pengorbanan dan kasih sayang yang tidak pernah berakhir….

Uni dan ayukku serta seluruh keluarga besar yang sama tak sabarnya menanti

peyandangan gelar S.Pt ini….

dan untuk seseorang yang ada di ujung sana

yang senantiasa setia dan sabar menanti kehadiranku

Calon imam atas diriku, anak-anakku dan keluargaku….

Serta kepada almamaterku,

Semoga karya ini berguna dikemudian hari….


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 4

C. Kegunaan Penelitian ... 4

D. Kerangka Pemikiran ... 4

E. Hipotesis ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kondisi Lingkungan ... 8

1. Dataran rendah ... 8

2. Suhu dan kelembaban ... 8

3. Angin dan arah angin ... 8


(9)

C. Semen Sapi ... 10

D. Penyimpanan Dan Pemindahan Semen Beku ... 13

E. Thawing ... 14

1. Suhu dan lama thawing ... 14

2. Perpindahan panas ... 16

F. Evaluasi Spermatozoa... 17

G. Motilitas Spermatozoa ... 18

H. Persentase Spermatozoa Hidup ... 22

III. METODE PENELITIAN A. Waktu Dan Tempat Penelitian ... 23

B. Alat Penelitian ... 23

C. Bahan Penelitian ... 23

D. Rancangan Penelitian ... 23

E. Pelaksanaan Penelitian ... 24

F. Peubah yang Diamati ... 25

1. Molititas spermatozoa ... 25

2. Persentase spermatozoa hidup ... 26

G. Analisis Data ... 26

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian... 27

B. Persentase Motilitas Spermatozoa Setelah Thawing ... 27 32 C. Persentase Spermatozoa Hidup Setelah Thawing ... 34


(10)

V. SIMPULAN ... 41

DAFTAR PUSTAKA ... 42


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Rancangan Penelitian ... 24

2. Rata-rata motilitas spermatozoa antara setelah thawing ... 28

3. Rata-rata persentase spermatozoa hidup setelah thawing ... 34

4. Data motilitas spermatozoa (%) setelah thawing ... 47

5. Analisis ragam motilitas spermatozoa ... 47

6. Uji lanjut Duncan % motilitas spermatozoa setelah thawing ... 48

7. Data persentase spematozoa hidup setelah thawing... 49

8. Analisis ragam spermatozoa hidup ... 49

9. Uji lanjut Duncan % spermatozoa hidup setelah thawing ... 50


(12)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah

Perkembangan peternakan mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan populasi dan produksi ternak ke arah pencapaian swasembada protein hewani untuk memenuhi permintaaan konsumen dalam negeri, sekaligus memperbaiki gizi masyarakat, penyediaan bahan baku industri dan ekspor. Usaha untuk meningkatkan populasi dan produksi ternak dapat ditempuh melalui penyediaan bibit ternak yang cukup dengan mutu baik, meningkatkan kelahiran, menekan kematian dan meningkatkan produktivitas ternak.

Salah satu faktor yang harus diperhatikan untuk meningkatkan produksi ternak adalah proses reproduksi. Berbagai cara dilakukan untuk meningkatkan

reproduksi ternak salah satunya adalah pemanfaatan teknologi reproduksi. Dari semua teknik yang dilakukan pada bidang fisiologi reproduksi, Inseminasi Buatan (IB) merupakan cara paling berhasil dan dapat diterima secara luas (Lindsay et al.,

1982). Pelaksaaan IB yang baik dapat menjadi salah satu upaya meningkatkan produktivitas ternak melalui perbaikan mutu genetik ternak. Keberhasilan kebuntingan ternak melalui program IB ditentukan beberapa faktor yaitu ternak pejantan, betina, peternak dan pelaksanaan inseminasi buatan.


(13)

2 Ternak pejantan memengaruhi keberhasilan inseminasi buatan karena kualitas semen yang dihasilkan oleh ternak pejantan merupakan salah satu penentu

keberhasilan perkawinan. Pelaksanaan inseminasi buatan mempunyai peran besar dalam keberhasilan perkawinan karena prosedur palaksanaaan inseminasi buatan mulai dari pengamatan birahi, handling semen beku, thawing semen beku sampai dengan pelaksaan inseminasi sangat memengaruhi keberhasilan perkawinan.

Semen beku adalah semen yang telah diencerkan dan selanjutnya dibekukan jauh di bawah titik beku air yang bertujuan untuk penghentian sementara kegiatan hidup dari sel tanpa mematikan fungsi sel. Thawing dimaksudkan mencairkan kembali semen beku dengan menggunakan media. Metode thawing semen beku menjadi salah satu faktor sangat menentukan karena menurut Evans dan Maxwell (1976), thawing semen beku merupakan prosedur yang paling penting dalam inseminasi buatan. Prinsip thawing adalah peningkatan suhu semen secara gradual. Perubahan suhu yang mendadak akan menyababkan kematian

spermatozoa. Penggunaan metode thawing yang tidak tepat akan menyebabkan kerusakan spermatozoa sehingga menurunkan kualitas semen. Sampai saat ini metode thawing di beberapa inseminasi buatan sangat beragam sehingga mengakibatkan kualitas semen pasca thawing sangat beragam pula.

Untuk menghasilkan kualitas semen yang baik, Direktorat Jendral Peternakan membuat standarisasi yaitu menggunakan air suhu 27oC selama 30 detik. Namun faktor kemudahan pelaksanaan menjadi pertimbangan inseminator dalam thawing.

Sebelum digunakan semen beku harus terlebih dahulu di thawing (dicairkan kembali). Dalam perlakuan tersebut straw berada di udara luar yang dapat


(14)

3 merugikan, sehingga harus diusahakan melewati udara luar dalam waktu yang sesingkat-singkatnya sebab motilitas spermatozoa sapi menurun dengan bertambahnya lama waktu thawing (Ghustari, 1993 dan Sorensen,1975).

Dataran rendah pada umumnya merupakan daerah yang memiliki temperatur udara yang lebih panas dari pada dataran lainnya. Thawing di dataran rendah sangat berpengaruh terhadap kualitas spermatozoa karena suhu lingkungan

memiliki pengaruh pada saat thawing. Suhu lingkungan dapat memengaruhi suhu thawing karena adanya transfer panas melalui konveksi suhu lingkungan dan suhu

thawing yang dapat dipengaruhi oleh kecepatan angin (Sientje, 2003).

Banyak hal-hal yang dapat menyebabkan rendahnya kualitas semen beku terutama terhadap motilitas diantaranya suhu dan kelembaban, thawing, jarak, cara

menyimpan semen beku, dan penambahan nitrogen cair. Suhu berperan sangat besar dalam menentukan motilitas sebab kadar metabolisme dan motilitas sperma dipengaruhi suhu (Toelihere, 1993). Sampai saat ini, belum adanya data

penelitian mengenai kualitas semen beku sapi Simmental terhadap suhu dan lama

thawing di dataran rendah yang optimal.

Uraian diatas menjadi dasar diadakannya penelitian mengenai pengaruh suhu dan lama thawing di dataran rendah terhadap kualitas semen beku sapi Simmental yang dapat memberi solusi guna meningkatkan kualitas semen beku sesuai dengan syarat IB.


(15)

4

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk

1. mengetahui pengaruh suhu dan lama thawing serta interaksi antara suhu dan lama thawing terhadap kualitas semen beku sapi Simmental di dataran rendah pada suhu 34oC, 37oC, 40oC selama 10 detik, 15 detik, dan 20 detik; 2. mengetahui kualitas semen beku Sapi Simmental terbaik pada suhu dan

lama thawing 34oC, 37oC, 40oC selama 10 detik, 15 detik, dan 20 detik.

C. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat umum khususnya peternak dan inseminator tentang lama dan suhu thawing semen beku yang terbaik terhadap kualitas spermatozoa yaitu molititas sperma dan persentase spermatozoa hidup di daerah dataran rendah.

D. Kerangka Pemikiran

Sapi Simmental adalah jenis sapi jinak dan mudah dikelola, dan sapi ini di kenal penghasil daging. Sapi yang asli badannya besar dengan tulang iga yang dangkal, tetapi akhir-akhir ini tubuh yang sedang lebih disenangi. Sapi jantan beratnya 1000 – 1400 kg, sedang betina 600 – 850 kg. Masa produksi sapi betina 10 – 12 tahun. Sapi Simmental memiliki keunggulan pertumbuhan yang cepat dan harga jualnya yang tinggi. Kualitas semen yang dihasilkan oleh pejantan unggul mempunyai peranan penting dalam IB, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan dengan teliti dan hati-hati. Kriteria pejantan unggul yang baik adalah mempunyai kualitas semen yang bagus dan bobot badan yang tinggi.


(16)

5

Semen adalah sekresi kelamin hewan jantan yang secara normal diejakulasikan kedalam saluran kelamin betina sewaktukopulasi, tetapi dapat pula ditampung. Semen terdiri dari spermatozoa dan sebagian besar cairan sekresi kelenjar aksesori (plasma semen). Semen beku adalah semen yang telah diencerkan dan selanjutnya dibekukan pada suhu tertentu yang bertujuan untuk penghentian sementara kegiatan hidup dari sel tanpa mematikan fungsi sel, reaksi

metaboliknya berhenti mendekati total. Sel yang tidak bergerak menurunkan kecepatan metabolisme sehingga dapat menghemat dalam penggunaan energi sehingga proses hidup dapat berlanjut setelah pembekuan dihentikan.

Sebelum digunakan, semen yang telah dibekukan kemudian dicairkan kembali (thawing). Setelah thawing spermatozoa sebagian sudah mengalami kapasitasi sehingga daya hidupnya rendah dan motilitas progresifnya tidak sebaik

spermatozoa yang masih segar. Spermatozoa yang sudah mengalami kapasitasi akan bergerak hiperaktif atau berlebihan namun gerakannya kurang progresif (Ismaya 2009).

Pencairan kembali semen beku dapat dilakukan dengan berbagai cara dan apapun cara thawing yang dilakukan harus berpegang kepada prinsip bahwa kurva peningkatan suhu semen harus naik secara konstan sampai waktu inseminasi, sebab suhu semen beku yang naik turun sesudah thawing akan mematikan

spermatozoa.

Sayoko et al., (2007) melaporkan bahwa thawing menggunakan air hangat akan memberikan hasil persentase spermatozoa hidup lebih tinggi dibandingkan


(17)

6 dengan menggunakan air sumur. Toelihere (2003), menyatakan bahwa thawing

dilakukan dengan temperature dengan suhu 34oC selama 15 detik.

Untuk kondisi dilapangan, thawing terhadap semen beku dalam kemasan straw

sebaiknya dilakukan padasuhu 35oC selama 10-12 detik (Senger, 1987 dalam

Gustari 1993) atau dengan lama waktu 12-15 detik (Bearden dan Fuquay, 1984). Rata-rata motilitas spermatozoa tertinggi dicapai pada kombinasi perlakuan suhu air 30oC selama 15 detik yaitu sebesar 56,00%, sedangkan rata-rata motilitas

spermatozoa terendah terdapat pada perlakuan suhu air 35oC selama 45 detik yaitu sebesar 43,00% dengan rata-rata motilitas spermatozoa total adalah 48,11% (Agustian, 2001). Semakin lama waktu thawing maka umur spermatozoa

semakin menua karena persediaan substrat semakin menipis, dan pH menurun akibat akumulasi asam laktat (Bearden dan Fuquay, 1984).

Suhu dan lama thawing mempunyai pengaruh besar terhadap keadaan

spermatozoa khususnya keutuhan spermatozoa dalam semen. Kombinasi suhu dan lama thawing yang baik adalah yang dapat mencegah kerusakan spermatozoa, sehingga tetap memiliki kemampuan membuahi ovum yang tinggi. Dataran rendah pada umumnya merupakan daerah yang memiliki temperatur udara panas, sehingga berpengaruh pada saat thawing. Oleh karena itu, untuk mendapatkan kualitas spermatozoa semen beku sapi Simmental yang memenuhi kriteria dalam pelaksanaan IB dibutuhkan kombinasi suhu dan lama thawing yang baik, serta lokasi atau tempat proses thawing di dataran rendah. Dengan diketahui suhu dan lama thawing di dataran rendah secara optimal, maka penelitian ini dapat


(18)

7 memberikan solusi guna meningkatkan kualitas semen beku Sapi Simmental sesuai dengan syarat IB.

E. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut

1. terdapat pengaruh suhu dan lama thawing serta interaksi terhadap suhu dan lama thawing di dataran rendah terhadap kualitas semen beku sapi

Simmental pada suhu 34oC, 37oC, 40oC selama 10 detik, 15 detik, dan 20 detik;

2. terdapat salah satu suhu dan lama thawing yang memberikan pengaruh terbaik terhadap kualitas semen beku sapi Simmental di dataran rendah.


(19)

8

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kondisi Lingkungan

1. Dataran rendah

Dataran rendah adalah hamparan luas tanah dengan tingkat ketinggian yang di ukur dari permukaan laut adalah relatif rendah (sampai dengan 200 m dpl). Istilah ini diterapkan pada kawasan manapun dengan hamparan yang luas dan relatif datar yang berlawanan dengan dataran tinggi. Pada dataran rendah ditandai dengan suhu udara yang tinggi dan tekanan udara maupun oksigen yang tinggi Hafez (1968).

2. Kelembaban udara

Kelembaban udara adalah banyaknya kandungan uap air di atmosfer. Udara atmosfer adalah campuran dari udara kering dan uap air. Perubahan tekanan sebagian uap air di udara berhubungan dengan perubahan suhu.

(Hardjodinomo, 1975).

3. Angin dan arah angin

Angin terjadi karena adanya perbedaan tekanan udara atau perbedaan suhu udara pada suatu daerah atau wilayah. Hal ini berkaitan dengan besarnya energi panas matahari yang di terima oleh permukaan bumi. Pada suatu wilayah, daerah yang


(20)

9 menerima energi panas matahari lebih besar akan mempunyai suhu udara yang lebih panas dan tekanan udara yang cenderung lebih rendah sehingga akan terjadi perbedaan suhu dan tekanan udara antara daerah yang menerima energi panas lebih besar dengan daerah lain yang lebih sedikit menerima energi panas, akibatnya akan terjadi aliran udara pada wilayah tersebut (Lakitan,1994).

Menurut Sientje (2003), angin diturunkan oleh pola tekanan yang luas dalam atmosfir yang berhubungan dengan sumber panas atau daerah panas dan dingin pada atmosfir. Kecepatan angin selalu diukur pada ketinggian tempat ternak berada. Hal ini penting karena transfer panas melalui konveksi dan evaporasi di antara ternak dan lingkungannya dipengaruhi oleh kecepatan angin.

B. Sapi Simmental

Sapi Simmental merupakan sapi potong turunan Bos taurus yang dikembangkan di Lembah Simme, Switzerland dan Swiss. Pertumbuhan ototnya bagus dan penimbunan lemak di bawah kulit rendah. Jenis sapi ini dikembangkan di Australia dan Selandia Baru sejak tahun 1972 lewat introduksi semen beku dari Inggris dan Kanada. Simmental berwarna merah, bervariasi mulai dari yang gelap sampai hampir kuning dengan totol-totol serta mukanya yang berwarna putih. Sapi ini terkenal karena kemampuannya menyusui anak yang baik serta

pertumbuhannya juga cepat, badannya panjang dan padat. Sapi ini termasuk yang berukuran berat baik pada kelahiran, penyapihan maupun saat mencapai dewasa (Blakely dan Bade, 1991).


(21)

10 Anak sapi yang berumur 2 tahun pertumbuhannya pesat sekali. Semua jenis hijauan dapat diberikan pada sapi ini termasuk jerami kering. Sapi yang berumur 23 bulan bobotnya mencapai 800 kg dan pada umur 2,5 tahun bobot sapi

mencapai 1,1 ton sistem pemeliharaan ternak sapi yang baik akan memberikan hasil produksi yang baik pula. Sistem pemeliharaan pada ternak sapi yang sering digunakan terdiri atas tiga bagian yaitu ekstensif, intensif dan semi intensif (Sanvorini, 2002).

Sapi Simmental memiliki keunggulan pertumbuhan yang cepat dan harga jualnya yang tinggi. Kualitas semen yang dihasilkan oleh pejantan unggul mempunyai peranan penting dalam IB, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan dengan teliti dan hati-hati. Kriteria pejantan unggul yang baik adalah mempunyai kualitas semen yang bagus dan bobot badan yang tinggi.

C. Semen Sapi

Semen adalah sekresi kelamin hewan jantan yang secara normal diejakulasikan ke dalam saluran kelamin betina sewaktu kopulasi, tetapi dapat pula ditampung. Semen berasal dari pejantan unggul, digunakan untuk inseminasi buatan, semen beku sapi adalah semen yang berasal dari pejantan sapi terpilih yang diencerkan sesuai prosedur dan dibekukan pada suhu minus 196°C. Ada beberapa faktor yang dapat memengaruhi kualitas dan kuantisa semen, salah satu faktor yang memengaruhi kualitas dan kuantitas semen adalah bobot badan. Menurut Susilawati, et al.,(1993) semen yang berkualitas dari seekor penjantan unggul dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: berat badan, umur pejantan, sifat genetik, suhu dan musim, frekuensi ejakulasi dan makanan.


(22)

11

Semen terdiri dari spermatozoa dan sebagian besar cairan sekresi kelenjar aksesori (plasma semen). Volume semen dan jumlah spermatozoa yang diejakulasi pada sapi jantan sangat bervariasi (Turman dan Rich 2010). Hal ini tergantung dari masing-masing ternak individu, umur, musim, nutrisi, bangsa ternak, frekuensi ejakulasi, libido, dan kondisi dari ternak tersebut. Dalam keadaan normal, semen yang lebih kental mengandung spermatozoa yang lebih banyak dibandingkan dengan spermatozoa yang encer. Semen sapi normal berwarna seperti susu atau krem keputih-putihan dan keruh. Konsentrasi

spermatozoa sapi normal adalah antara 0,8 –2,0 x 109spermatozoa/ml (Garner dan Hafez 2000)

Semen beku adalah semen yang telah diencerkan dan selanjutnya dibekukan pada suhu tertentu yang bertujuan untuk penghentian sementara kegiatan hidup dari sel tanpa mematikan fungsi sel, reaksi metaboliknya berhenti mendekati total. Sel yang tidak bergerak menurunkan kecepatan metabolisme sehingga dapat menghemat dalam penggunaan energi sehingga proses hidup dapat berlanjut setelah pembekuan dihentikan. Pembuatan semen beku merupakan teknik penyimpanan semen yang efektif karena dapat disimpan dalam waktu yang lama (Vishwanath dan Shannon 2000). Spermatozoa yang telah dibekukan dan dicairkan kembali (thawing) akan menghasilkan spermatozoa yang sebagian sudah mengalami kapasitasi sehingga daya hidupnya rendah dan motilitas progresifnya tidak sebaik spermatozoa yang masih segar. Spermatozoa yang sudah mengalami kapasitasi akan bergerak hiperaktif atau berlebihan namun gerakannya kurang progresif (Ismaya 2009).


(23)

12

Dari segi fisiologis, plasma semen berfungsi sebagai sarana transportasi sperma pada saat melalui saluran reproduksi jantan ketika ejakulasi, mengaktifkan untuk sperma non motil dan sebagai bahan penyangga yang kaya akan nutisi yang berperan untuk membantu sperma supaya tetap hidup setelah dipindahkan ke dalam saluran reproduksi betina (Evan dan Maxwell, 1987). Plasma semen terdiri atas zat-zat organik dan anorganik. Zat-zat organik yang dikandung plasma semen terdiri atas fosforilkolin, gliserilfosforilkolin, asam sitrat, fruktosa, inositol, sorbitol, ergotonin, dan sperumin sedangkan zat-zat anorganik yang dikandungnya terdiri atas kalium, kalsium, dan bikarbonat. Dengan adanya komponen kimiawi tersebut pH semen sekitar 7,0 dengan tekanan osmotik sama dengan tekanan osmotik darah yaitu 0,9% NaCl (Partodiharjo, 1982).

Sel sperma terdiri atas kepala, leher, dan ekor. Sperma terdiri atas

deoksiribonukleoprotein dan mukopolisakarida. Deoksiribonukleoprotein

terdapat dalam nukleus dan kepala sperma, sedangkan mukopolisakarida terdapat dalam kromosom yang berfungsi sebagai pembungkus kepala sperma yang terikat di dalam molekul protein. Plasmalogen atau lemak terdapat pada leher, badan, dan ekor sperma. Plasmalogen berfungsi sebagai sarana repirasi bagi sperma dan ditutup oleh selubung protein berbentuk keratin (Salisbury dan VanDemark, 1985) Model pengemasan semen beku yang biasa digunakan menurut Hafez (1993) yaitu:

1. straw yang terbuat dari polivinil klorida, terdapat dua ukuran yaitu ministraw

berisi 0,25 ml dan midistraw berisi 0,5 ml semen; 2. ampul gelas berisi 0,5-1 ml semen;


(24)

13 3. pellet berisi 0,1-0,2 ml semen.

Umur dan daya guna semen yang dibekukan akan bertahan lama karena

pembekuan adalah menghentikan sementara kegiatan hidup dari sel (metabolisme sel) tanpa mematikan fungsi sel dimana proses hidup dapat terus berlanjut setelah pembekuan dihentikan. Jadi, pada prinsipnya menggunakan faktor penurunan temperatur untuk mempertahankan daya hidup dan kemampuan fertilisasi

spermatozoa (Partodiharjo, 1982).

D. Penyimpanan dan Pemindahan Semen Beku

Semen beku harus disimpan pada suhu yang sangat dingin dan yang umum dilakukan adalah menyimpannya dalam kontainer berisi nitrogen cair bersuhu -196oC (-320oF). Metode lain yang digunakan adalah penyimpanan secara mekanik bersuhu -110 oC (-166oF) dan CO2 padat atau es kering

bersuhu -79 oC (-110 oF) (Sorensen, 1975).

Pada saat proses pemindahan semen tidak boleh mengalami temperature

shock atau perbedaan suhu yaitu perbedaan antara suhu semen dengan suhu lingkungan serta tidak boleh terkena sinar matahari secara langsung.

Untuk mengantisipasi hal tersebut, diperlukan syarat-syarat pemindahan semen beku yang baik adalah sebagai berikut:

1. pemindahan semen beku harus dilakukan dengan cepat (maksimal 5 detik) dan sebaiknya dilakukan dengan pinset;

2. pemindahan semen harus menggunakan goblet dan dilakukan dalam rendaman nitrogen cair pada storage kontainer;


(25)

14 3. diusahan terhindar dari angin dan sinar matahari.

Perlu diperhatikan bahwa kira-kira 50% sampai 70% sel-sel sperma akan mati atau imotil karena proses pembekuan (BIB Lembang, 1997).

Selama penyimpanan dalam jangka waktu yang lama aktivitas gerakan dan metabolisme yang dilakukan oleh sperma membutuhkan energi yang besar. Oleh karena itu, lama hidup sperma sangat terbatas pada energi yang terkandung di dalam tubuhnya dan plasma semen.

E. Thawing

Pencairan kembali semen beku dapat dilakukan dengan berbagai cara dan apapun cara thawing yang dilakukan harus berpegang kepada prinsip bahwa kurva peningkatan suhu semen harus naik secara konstan sampai waktu inseminasi, sebab suhu semen beku yang naik turun sesudah thawing akan mematikan

spermatozoa, maka disarankan agar memegang straw pada bagian ujungnya untuk menghindari pengaruh suhu panas yang mengalir dari tangan (Toelihere, 1993 Dan BIB Lembang, 1997).

Adapun yang dapat memengaruhi thawing yaitu: 1. Suhu dan lama thawing

Selk (2002) menyatakan bahwa untuk menghindari bahaya cold shock pada straw

beku dilakukan thawing selama 10 sampai 60 detik menggunakan air hangat. Toelihere (2003) menyatakan bahwa thawing dilakukan dengan temperatur dengan suhu 34oC selama 15 detik. Sayoko et al., (2007) menyatakan bahwa


(26)

15

thawing menggunakan air hangat akan memberikan hasil persentase spermatozoa

hidup lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan air sumur. lama thawing 30 detik memberikan hasil lebih baik terhadap persentase

spermatozoa hidup dari pada thawing selama 15 detik. Temperature

thawing 21-25oC dengan waktu di bawah satu menit memperoleh tingkat motilitas 51, 17% lebih baik dari temperatur thawing 5oC yang memiliki motilitas sebesar 45,95% (Adikarta dan Listiana Wati, 2001). Oleh karena itu dianjurkan untuk

thawing tidak lebih dari 60 detik dan menggunakan air hangat guna mengurangi mortalitas spermatozoa.

Pada proses thawing, straw dipindahkan dari kontainer ke media thawing. Dalam perlakuan tersebut straw berada di udara luar yang berpotensi merusak. Lama

thawing adalah 15 detik, yaitu yang dibutuhkan agar semen beku mencair dengan sempurna. Sesudah pencairan kembali, semen beku merupakan barang rapuh dan tidak dapat bertahan lama seperti semen cair (Toelihere, 1993).

Di Jerman Barat bagian Utara, metode thawing terhadap straw dilakukan pada air bersuhu 34oC selama 15 detik, terhadap ampul digunakan air bersuhu 40oC selama 35-40 detik. Di Amerika, metode Thawing dilakukan dengan memasukkan straw

kedalam air es yang bersuhu 5oC selama 5-6 menit. Untuk Indonesia metode

thawing yang paling praktis adalah dengan menggunakan air kran atau sumur, dengan catatan semen yang sudah dicairkan harus diinseminasikan dalam waktu kurang dari 5 menit (Toelihere, 1993). Persentase motilitas tertinggi dicapai pada waktu segera setelah semen beku dicairkan kembali dan akan menurun seiring bertambahnya waktu sesudah thawing (Gustari, 1993).


(27)

16

Semakin cepat perubahan suhu thawing dapat mengurangi tekanan spermatozoa

dan melewati masa tidak stabil (kritis) dengan cepat, sehingga spermatozoa hidup dan normal lebih banyak. Lama pencelupan pada air thawing yang pendek memberikan spermatozoa yang hidup lebih maksimal. Suhu danlama thawing

mempunyai pengaruh besar terhadap keadaan spermatozoa khususnya keutuhan

spermatozoa dalam semen. Kombinasi suhu dan lama thawing yang baik adalah yang mengakibatkan sedikit kerusakan spermatozoa, sehingga tetap memiliki kemampuan membuahi ovum yang tinggi (Handiwirawan, et al 1997).

2. Perpindahan panas

Perpindahan panas dapat mempengaruhi suatu zat atau benda, perpindahan panas dapat di bedakan menjadi 3 yaitu:

a. Konveksi adalah perpindahan panas yang disertai dengan perpindahan zat perantaranya. Perpindahan panas secara Konveksi terjadi melalui aliran zat;

b. Radiasi adalah perpindahan panas tanpa melalui perantara. Merupakan proses terjadinya perpindahan panas (kalor) tanpa menggunakan zat perantara;

c. Konduksi adalah perpindahan panas melalui zat perantara. Namun, zat tersebut tidak ikut berpindah ataupun bergerak. Pada konduksi

perpindahan energi panas (kalor) tidak di ikuti dengan zat perantaranya


(28)

17

F. Evaluasi semen beku

Evaluasi atau pemeriksaan semen merupakan suatu tindakan yang perlu dilakukan untuk mengetahui kualitas dan kuantitas semen (Kartasudjana 2001). Evaluasi yang dilakukan meliputi persentase motilitas spermatozoa, persentase

spermatozoa, hidup dan persentase membran plasma utuh. Evaluasi kualitas semen beku dilakukan setelah pencairan kembali atau post thawing. Evaluasi ini meliputi penghitungan persentase hidup dan gerakan individual dari spermatozoa.

Berdasarkan petunjuk teknis pengawasan mutu bibit ternak standar minimal untuk semen beku yang baik mengandung 25 juta spermatozoa / 0,25 ml dan motilitas

post thawing sebesar 40% (Ditjennak 2009). Motilitas sering dijadikan indikator fertilitas spermatozoa. Pengujian motilitas dilakukan untuk mengetahui

pergerakan dari ekor spermatozoa. Namun demikian pergerakan spermatozoa

dipengaruhi juga oleh integritas struktur morfologi spermatozoa. Persentase motilitas merupakan persentase spermatozoa yang bergerak progresif ke depan. Evaluasi dilakukan dengan cara mengamati spermatozoa pada 10 lapang pandang yang berbeda dengan mikroskop cahaya pembesaran 400x. Angka yang diberikan berkisar antara 0% hingga 100% (Turman dan Rich 2010).

Teknik pewarnaan eosin-nigrosin dilakukan untuk penilaian spermatozoa hidup. Teknik pewarnaan differensial eosin nigrosin merupakan teknik yang sederhana untuk pengujian spermatozoa hidup. Zat warna eosin akan diserap oleh

spermatozoa yang mati sehingga akan berwarna merah atau merah muda akibat permeabilitas dinding sel meninggi pada sel spermatozoa yang mati, sedangkan nigrosin akan mewarnai latar dari spermatozoa.


(29)

18

Pewarna eosin digunakan karena mempunyai sifat asam sehingga mampu

mendeteksi sperma yang bersifat basa hidup atau tidak. Jika eosin dipertemukan dengan sperma yang masih hidup maka cairan eosin tidak dapat masuk ke sperma, dikarenakan selaput sperma yang sama asamnya dengan eosin sehingga saling tolak-menolak. Sedangkan jika sperma mati kemungkinan selaputnya juga rusak, maka eosin dapat masuk ke tubuh sperma.Setelah ditetesi eosin, maka preparat diletakkan dibawah mikroskop, diamati spermatozoa hidup dengan perbesaran 100x. Setelah didapatkan fokus kemudian diamati dan difoto menggunakan kamera digital dan diperoleh hasil pewarnaan sperma (Narato, 2009).

G. Motilitas Spermatozoa

Motilitas adalah jumlah yang bergerak maju ialah jumlah spermatozoa semua dikurangi jumlah mati. Dianggap normal jika motil laju > 40 %. Menurut Rehan

et al.,(1975) dalam Yatim (1984), yang normal % motilnya ialah 63 ± 16 SD dengan range 10—95, namun penelitian melaporkan spermatozoa yang tidak bergerak belum tentu mati, mungkin ada sesuatu zat sitotoksin atau antibodi yang membuatnya tidak bergerak.

Keanekaragaman metabolisme spermatozoa memungkinkan pegendalian aktivitas metabolisme dengan merubah faktor lingkungan tertentu seperti suhu, jumlah substrat, koloid, serta ion-ion atau gas dalam lingkungannya, yang dapat memperpanjang daya fertilitas spermatozoa diluar tubuh, sehingga terdapat keterkaitan antara proses metabolisme spermatozoa dan pergerakan spermatozoa


(30)

19 Menurut Toelihere (1985), faktor-faktor yang mempengaruhi metabolisme

spermatozoa yaitu: 1. Suhu

Suhu yang tinggi dapat meningkatkan angka metabolisme dan menurunkan ketahanan spermatozoa hidup. Bila suhu dinaikkan mencapai 50oC maka molititas spermatozoa akan terhenti, karena ketahanan substrat, menurunnya pH akibat akumulasi asam laktat, atau kombinasi kedua faktor tersebut dan

penyimpanan spermatozoa pada suhu rendah dapat menekan angka metabolisme tetapi fertilitas spermatozoa masih dapat dipertahankan;

2. Konsentrasi

Peningkatan konsentrasi spermatozoa pada ejakulasi normal akan menurunkan angka metabolisme. Potassium merupakan kation utama dalam sel spermatozoa

dan sodium merupakan kation utama dalam plasma seminalis. Potasium merupakan penghambat alamiah metabolisme spermatozoa sehingga dengan meningkatnya konsentrasi sel spermatozoa akan menurunkan angka metabolisme; 3. Tekanan osmosis

Sperma tetap motil dalam waktu lama di dalam media yang osotonik. Pengencer yang bersifat hipotonik dan hipertonik akan menurunkan angka metabolisme. Membran spermatozoa bersifat semipermeabel, pengencer yang bersifat hipotonik dan hipertonik akan mengakibatkan transfer air melalui membran sehingga

integritas sel; 4. Hormon

Testoteron dan beberapa androgen lain akan menurunkan angka metabolisme. Cairan dalam saluran reproduksi betina akan meningkatkan aktivitas metabolisme


(31)

20 yang ditunjukkan dengan meningkatnya motilitas spermatozoa, terutama

disebabkan oleh estrogen. 5. Zat anti bakteri

Penisilin dan dihidrostreptomisin atau neomisin sering ditambahakan ke dalam semen untuk mengontrol perkembangan bekteri sehingga persaingan penggunaan substrat dapat dihindari;

6. Gas

Konsentrasi karbondioksida yang rendah akan menstimulasi metabolisme aerob, oksigen yang dibutuhkan akan memacu respirasi sel sehingga dapat meningkatkan proses metabolisme aerob spermatozoa;

7. Pengaruh cahaya

Sinar matahari yang langsung mengenai spermatozoa akan menurunkan motilitas, angka metabolisme, dan fertilitas spermatozoa karena meningkatnya suhu. Sinar atau cahaya dapat menyebabkan suatu reaksi fotokemis di dalam sperma, yang menghasilkan hidrigen peroksida dalam jumlah yang toksik;

8. pH

aktivitas optimum enzim-enzim pada spermatozoa berlangsung pada pH 7,0 (6,9-7,5 tergantung jenis spesies). Aktivitas metabolisme tertinggi dicapai pada pH mendekati pH netral. Pada pH asam angka metabolisme akan turun dan pada pH basa angka metabolisme akan meningkat, namun spermatozoa akan cepat kelelahan.

Untuk mengetahui motilitas spermatozoa dilakukan cara yaitu sampel semen diteteskan diatas gelas objek dan ditutup cover glass dan diamati menggunakan mikroskop dengan perbesaran 400 kali. Penilaian dilakukan dengan menghitung


(32)

21 persentase spermatozoa yang pergerakannya progresif maju ke depan

dibandingkan dengan yang tidak bergerak sebanyak ± 100 spermatozoa dengan satuan persen (Partodiharjo, 1992).

% Motilitas Spermatozoa

=

total � �� � � yang diamati

jumlah � �� � � progresif x100%

Penilaian semen menurut Toelihere (1981), dapat ditentukan sebagai berikut: a. 0 % : spermatozoa tidak bergerak;

b. 0-30 % : gerakan berputar ditempat; bergerak progresif; c. 30-50 % : gerakan berayun atau melingkar; bergerak progresif; d. 50–80 % : ada gerakan massa; bergerak progresif;

e. 80–90% : ada gelombang; pergerak progresif;

f. 90 – 100 % : gelombang sangat cepat; pergerak sangat progresif;

Penilaian gerakan individual spermatozoa menggunakan mikroskop dan melihat pola pergerakan progresif atau gerakan aktif maju ke depan merupakan gerakan terbaik. Gerakan melingkar atau gerakan mundur merupakan tanda cold shock

atau media yang kurang isotonik terhadap semen. Gerakan berayun dan berputar-putar di tempat biasanya terlihat pada semen yang sudah tua dan apabila

kebanyakan spermatozoa berhenti bergerak dan dianggap mati. Motilitas

spermatozoa dipengaruhi oleh kemampuan metabolisme spermatozoa yang ditunjang oleh lingkungan yaitu suhu dan komponen-komponen yang terdapat di dalam medium (Toelihere,1993).


(33)

22

H. Persentase Spermatozoa hidup

Persentase spermatozoa hidup sangat dipengaruhi oleh suhu, sinar matahari secara langsung dan goncangan yang berlebihan Toelihere (1993). Pengamatan gerakan individu dilihat dengan mikroskop, dihitung di semua lapangan pandang. Metode pewarnaan eosin 2% adalah metode yang dilakukan dalam pemeriksaan

persentase spermatozoa hidup. Perhitungan persentase spermatozoa hidup menurut Mumu (2009) adalah sebagai berikut:

% Spermatozoa hidup

=

sel sperma hidup


(34)

23

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada 8 Maret 2014 sampai dengan 24 Maret 2014 di Kecamatan Labuhan Maringgai Kabupaten Lampung Timur.

B. Alat Penelitian

Peralatan yang digunakan dalam penelitian yaitu ; kontainer, gunting, pinset, kertas tissue, thermohigrometer, stopwatch, ember, mikroskop, gelas obyek, gelas penutup, pemanas buncen, alat hitung.

C. Bahan Penelitian

1. Straw semen beku sapi Simmental sebanyak 27 straw;

2. Air bersuhu 34oC, 37oC, 40oC; 3. Eosin 2%.

D. Rancangan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan pola faktorial 3x3. Faktor I yaitu suhu ( 34° C, 37° C, dan 40° C) dan faktor II lama thawing (10 detik , 15 detik, dan 20 detik) dengan 3 perlakuan dan 3 ulangan.


(35)

24

Tabel 1. Rancangan Penelitian

Lama Thawing Suhu Thawing

(detik) 34oC 37oC 40oC

10

3 straw 3 straw 3 straw

15

3 straw 3 straw 3 straw

20

3 straw 3 straw 3 straw

E. Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini yaitu:

1. pengambilan straw sapi Simmental di Balai Inseminasi Buatan (BIB) Poncowati, Lampung tengah.

a. mengambil straw di BIB Pocowati, Lampung Tengah sebanyak 27 straw; b. memasukkan ke dalam kontainer;

c. membawa straw ke Lampung Timur.

2. menyiapkan air dengan suhu 34oC, 37oC,dan 40oC; 3. pemeriksaan motilitas spermatozoa (Tolihere, 1993).

a. mengambil semen beku dengan kemasan straw dari kontainer kemudian

thawing dengan air yang besuhu 34oC, 37oC,dan 40oC selama 10 detik, 15 detik dan 20 detik (masing-masing 3 straw);

b. meneteskan semen dari straw pada gelas obyek kemudian menutup dengan gelas penutup;

c. memeriksa menggunakan mikroskop dengan pembesaran sedang (10x40); d. menentukan persentase motilitas spermatozoa sesuai dengan kriteria yang


(36)

25

4. pemeriksaan persentase spermatozoa hidup (Mumu, 2009).

a. meneteskan satu tetes eosin 2% pada ujung gelas obyek yang bersih; b. meneteskan semen segar dengan ukuran yang sama dengan pewarna pada

ujung gelas obyek yang sama;

c. menempelkan ujung gelas obyek yang lain atau ujung gelas penutup pada kedua cairan sehingga keduanya bercampur, kemudian didorong ke ujung gelas obyek;

d. mengeringkan preparat ulas dengan cara menggerakkan diatas nyala lilin atau pemanas buncen;

e. memeriksa spermatozoa yang hidup dan mati dengan menggunakan mikroskop pada pembesaran sedang (10x40). Spermatozoa yang hidup tidak berwarna, sedangkan spermatozoa yang mati akan berwarna merah atau merah muda. Jumlah spermatozoa yang dihitung minimal 210 sel; f. menghitung persentase spermatozoa hidup.

F. Peubah yang diamati

Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah motilitas dan persentase

spermatozoa hidup. 1. Motilitas spermatozoa

Penilaian semen menurut Toelihere (1981), dapat ditentukan sebagai berikut: a. 0 % : spermatozoa tidak bergerak;

b. 0-30 % : gerakan berputar ditempat; bergerak progresif; c. 30-50 % : gerakan berayun atau melingkar; bergerak progresif;


(37)

26

d. 50–80 % : ada gerakan massa; bergerak progresif; e. 80–90% : ada gelombang; pergerak progresif;

f. 90 – 100 % : gelombang sangat cepat; pergerak sangat progresif;

2. Persentase spermatozoa hidup

Perhitungan persentase spermatozoa hidup menurut Mumu (2009) adalah sebagai berikut:

% Spermatozoa Hidup

=

sel sperma hidup

sel sperma hidup+sel sperma mati

x

100%

G. Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis ragam secara statistik pada taraf nyata 5% kemudian diuji lanjut dengan menggunakan uji Duncan pada taraf 5%.


(38)

1

V. KESIMPULAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. terdapat pengaruh (P<0,05) antara suhu dan lama thawing terhadap

persentase motilitas dan persentase spermatozoa hidup setelah thawing, tetapi tidak terdapat interaksi (P>0,05) antara suhu dan lama thawing

terhadap persentase motilitas dan persentase spermatozoa hidup setelah

thawing;

2. suhu 37oC dan lama thawing 15 detik memberikan pengaruh yang terbaik terhadap kualitas semen beku sapi Simmental di dataran rendah.

B. Saran

Adapun saran dari hasil penelitian ini yaitu:

1. bagi inseminator yang bertugas di daerah dataran rendah jika melakukan Inseminasi Buatan (IB) menggunakkan semen sapi Simmental disarankan untuk melakukan thawing pada suhu 37oC selama 15 detik;

2. diharapkan adanya penelitian lebih lanjut di dataran sedang mengenai suhu dan lama thawing terhadap kualitas semen beku sapi Simmental.


(39)

42

DAFTAR PUSTAKA

Adikarta EW dan A Listianawati.2001. Pengaruh Suhu danWaktu Penyimpanan Semen Beku Sapi FH Post Thawing Terhadap Kualitas Sperma Post kapasiti. J. tropical animal special edition (april) 2001 : 85-90

Agustian, R. 2001. Perbandingan Suhu Air Dan Lama Thawing Terhadap Kualitas Semen Beku Sapi.Skripsi.Fakultas Pertanian.Univeritas Lampung. Bandar Lampung

Balai Inseminasi Buatan Lembang. 1997 . Diktat Pelatihan Penanganan Semen Beku. Direktorat Jenderal Peternakan. Balai Inseminasi Buatan Lembang. Bandung

Bearden, H. J. and J.W. Fuquay. 1984. Applied Animal Reproduction. Second Edition. Reston Publishing Company, inc. A Prentice-hall Company, Reston. Virgina

Blakely, J and D.H Bade.1991.IlmuPeternakan 4th ed. Terjemahan Bambang Sri Hardono. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta

Darnel, J., Lodish, H and Baltimore, D., 1990. Molecular Cell Biology.2th ed.Sci. Am. Book.

Datta, U., Sekar, M. C., Hembram, M. L., and Dasgupta, R., 2009. Development of a New Methode to Preserve Caprine Cauda Epididymal Spermatozoa in situ at 10oC.Procedings. Departement of Veterinary Gynaecologyand Obstetrics Faculty of Veterinary and Animal Sciences West Bengal University of Animal and Fishery Sci

[Ditjennak] Direktorat Jenderal Peternakan. 2009. Strategi Penguatan Produksi Daging Dalam Negeri Jakarta. Departemen Pertanian

Evans, G and W.M.C. Maxwell.1976.Salamon’sArtifical Insemination Of Sheep and Goats. Butter worth, Sydney

..1987.Salamon’s Artificial Insemination of Sheep and Goat Animal. Butter Warthay. Sidney Australia.


(40)

43 Garner DLE dan Hafez ESE. 2000. Spermatozoa dan Seminal Plasma Dalam:

Hafez B, Hafes ESE. Reproduction in farm animals, 7thed. USA: Lippincott Williams and Wilkins. Pp. 96-109

..1968. Adaptation of Domestic Animals. Lea Febiger, Philadelphia. P. 74 -116.

Ghustari.1993. Spermatozoa dan Seminal Plasma Dalam: Hafez B, Hafes ESE. Reproduction in farm animals, 7thed.USA: Lippincott Williams and Wilkins. Pp. 96-109

Hafez. 1993. Spermatozoa and Seminal Plasma in Reproduction In Farm Animals. Edited by E.S.E.Hafez. 6thedition. Lea and Febiger, Philadelphia Hafez and Elliot. 1954. Adaptation of Domestic Animals. Lea Febiger,

Philadelphia. P. 74 -116.

Handiwirawan E. 1997. Pengaruh Lama dan Temperatur Thawing Semen Beku pada Inseminasi Buatan Sapi FH di Kecamatan Jabung Kabupaten Malang. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Jilid II.

Puslitbangnak:311‐316.

Hardjodinomo, Soekirno.1975, IlmuIklimdanPengairan,Binacipta, Bandung. Ikhsan. 1992. Manajemen Reproduksi. Fakultas Peternakan Universitas

Brawijaya, Malang

Ismaya. 2009. Konversi Spermatozoa: Perkembangan, Hasil, dan Potensi di Masa Datang, pidato pengukuhan jabatan guru besar : rapat terbuka majelis guru besar. Yogyakarta 30 Maret

Kartasudjana R.2001. Teknik Inseminasi Buatan Pada Ternak. Jakarta; Departemen Pendidikan Nasional

Lakitan, 1994.Dasar-dasar Klimatologi, PT. Raja Grafindo. Persada, Jakarta. Lindsay, D.R.,K.WEntwistle dan A. Winantha. 1982. Reproduksi Ternak di

Indonesia. Fakultas Peternakan dan Perikanan Universitas Brawijaya Malang Mumu, M. I. 2009. Viabilitas Semen Sapi Simmental yang Dibekukan

Menggunakan Krioprotektal Gliserol.UniversitasTadulako, Sulawesi Tengah. (Skripsi).

Narato.2009. Teknik Pengawetan dan Pewarnaan


(41)

44 Oldeman and P.B Tomlinson.1978.Tropical Trees and Forest.An Architectural

Analysis Springer.Verlag. Germany. 441p

Parks. J. E and Graham. J. K., 1992. Effects of Cryopreservation Procedures on Sperm Membranes.Theriogenology. 30. 209-22

Partodihardjo,S.1982. Ilmu Reproduksi Hewan. Mutiara Sumber Widya,Jakarta . .1992. Fisiologi Reproduksi Hewan. Mutiara Sumber Widya. IPB. Bogor

Pramunico, A. 2003.Pengaruh Suhu dan Lama Thawing Semen Beku terhadap Motilitas dan Persentase Spermatozoa Hidup pada Sapi Limousin. Skripsi Sarjana Peternakan. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro,

Semarang

Salisbury,G.W.dan N.L.Van Demark.1985. Alih Bahasa oleh R.Djanuar. Fisiologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan Pada Sapi. Gadjah Mada University Press,Yogyakarta

Samsudewa. D dan Suryawijaya., A. 2008. Pengaruh Berbagai Methode Thawing terhadap Kualitas Semen Beku Sapi.Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro. Semarang. Sanvorini, S. 2002. Pemeliharaan Ternak. Balai Pengkajian Teknolgi Pertanian,

Sumatera Selatan

Sayoko Y, M Hartono, dan PE Silotonga. 2007. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Persentase Spermatozoa Hidup Semen Beku Sapi Pada

Berbagai Inseminator di Lampung Tengah. Kumpulan Abstrak Skripsi Jurusan Produksi Ternak. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung

Selk. 2002. Artifical Inseminator for Beef Cattle. http://www.osuextra.com Sientje.2003.Stres Panas Pada Sapi Perah Laktasi. IPB. Bogor

Sorensen, Jr. A.M. 1975. Animal Reproduction Prinsiples and Practices, McGraw Hill-Book Company. New York.

Tambing. S.N., M. R. Toelihere, T.L. Yusuf dan I.K.Sutama.2000. Motilitas daya hidup tudung akrosom utuh semen kambing peranakan etawah pada berbagai suhu thawing. Pros. Seminar Nasional Peranakan dan Veteriner. 18 - 19 oktober 1999. Puslitbang Peternakan, Bogor.

Toelihere, M.R. 1985. Fisiologi Reproduksi pada ternak. Angkasa Bandung. Bandung


(42)

45

..1993. Inseminasi Buatan PadaTernak. Penerbit Angkasa Bandung. 292 Halaman

, Yusuy TL, Purwantara B, Situmorang P. 2003. Karakteristik Penampilan Reproduksi Pejantan Domba Garut. JITV 8(2): 134 --140 Turman EJ and Rich TD. 2010. Reproductive Tract Anatomy and Physiologi of

The bull Extension Beef Cattle Resource Committee Beef Handbook Vishwanath R, Shannon P. 2000. Storage Of bonive Semen In liquid An frozen

State. AnimReprod: 23-53

Waluyo L. 2008. Teknik dan Metode Dasar dalam Mikrobiologi. Universitas Muhammadiyah Malang Press. Malang.

Watson, P. F. 1996. Cooling of Spermatozoa and Freezing Capacity.Reprod. Dom. Anim. 31 : 135 – 140.

Yatim, Wildan. 1984. Embriologi untuk Mahasiswa Biologi dan Kedokteran. Tarsito Press, Bandung.

Yudhaningsih, H. 2004. Kualitas dan Integritas Membran Spermatozoa Sapi Madura Menggunakan Motilitas dan Pengencer yang Berbeda Selam Proses Pembekuan Semen. Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas Brawijaya. Malang

Zenichiro. 2002. Intruksi Praktis Teknologi Prosesing Semen Beku pada Sapi. Balai Besar Inseminasi Buatan Singosari- JICA. Malang

http://www.lampungtimurkab.go.id/index.php?mod=menu_2andopt=sm_10 http://www.miung.com/2013/05/pengertian-perpindahan-panas-konveksi.html


(1)

d. 50–80 % : ada gerakan massa; bergerak progresif; e. 80–90% : ada gelombang; pergerak progresif;

f. 90 – 100 % : gelombang sangat cepat; pergerak sangat progresif; 2. Persentase spermatozoa hidup

Perhitungan persentase spermatozoa hidup menurut Mumu (2009) adalah sebagai berikut:

% Spermatozoa Hidup

=

sel sperma hidup

sel sperma hidup+sel sperma mati

x100%

G. Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis ragam secara statistik pada taraf nyata 5% kemudian diuji lanjut dengan menggunakan uji Duncan pada taraf 5%.


(2)

V. KESIMPULAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. terdapat pengaruh (P<0,05) antara suhu dan lama thawing terhadap

persentase motilitas dan persentase spermatozoa hidup setelah thawing, tetapi tidak terdapat interaksi (P>0,05) antara suhu dan lama thawing terhadap persentase motilitas dan persentase spermatozoa hidup setelah thawing;

2. suhu 37oC dan lama thawing 15 detik memberikan pengaruh yang terbaik terhadap kualitas semen beku sapi Simmental di dataran rendah.

B. Saran

Adapun saran dari hasil penelitian ini yaitu:

1. bagi inseminator yang bertugas di daerah dataran rendah jika melakukan Inseminasi Buatan (IB) menggunakkan semen sapi Simmental disarankan untuk melakukan thawing pada suhu 37oC selama 15 detik;

2. diharapkan adanya penelitian lebih lanjut di dataran sedang mengenai suhu dan lama thawing terhadap kualitas semen beku sapi Simmental.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Adikarta EW dan A Listianawati.2001. Pengaruh Suhu danWaktu Penyimpanan Semen Beku Sapi FH Post Thawing Terhadap Kualitas Sperma Post kapasiti. J. tropical animal special edition (april) 2001 : 85-90

Agustian, R. 2001. Perbandingan Suhu Air Dan Lama Thawing Terhadap Kualitas Semen Beku Sapi.Skripsi.Fakultas Pertanian.Univeritas Lampung. Bandar Lampung

Balai Inseminasi Buatan Lembang. 1997 . Diktat Pelatihan Penanganan Semen Beku. Direktorat Jenderal Peternakan. Balai Inseminasi Buatan Lembang. Bandung

Bearden, H. J. and J.W. Fuquay. 1984. Applied Animal Reproduction. Second Edition. Reston Publishing Company, inc. A Prentice-hall Company, Reston. Virgina

Blakely, J and D.H Bade.1991.IlmuPeternakan 4th ed. Terjemahan Bambang Sri Hardono. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta

Darnel, J., Lodish, H and Baltimore, D., 1990. Molecular Cell Biology.2th ed.Sci. Am. Book.

Datta, U., Sekar, M. C., Hembram, M. L., and Dasgupta, R., 2009. Development of a New Methode to Preserve Caprine Cauda Epididymal Spermatozoa in situ at 10oC.Procedings. Departement of Veterinary Gynaecologyand Obstetrics Faculty of Veterinary and Animal Sciences West Bengal University of Animal and Fishery Sci

[Ditjennak] Direktorat Jenderal Peternakan. 2009. Strategi Penguatan Produksi Daging Dalam Negeri Jakarta. Departemen Pertanian

Evans, G and W.M.C. Maxwell.1976.Salamon’sArtifical Insemination Of Sheep and Goats. Butter worth, Sydney

..1987.Salamon’s Artificial Insemination of Sheep and Goat Animal. Butter Warthay. Sidney Australia.


(4)

Garner DLE dan Hafez ESE. 2000. Spermatozoa dan Seminal Plasma Dalam: Hafez B, Hafes ESE. Reproduction in farm animals, 7thed. USA: Lippincott Williams and Wilkins. Pp. 96-109

..1968. Adaptation of Domestic Animals. Lea Febiger, Philadelphia. P. 74 -116.

Ghustari.1993. Spermatozoa dan Seminal Plasma Dalam: Hafez B, Hafes ESE. Reproduction in farm animals, 7thed.USA: Lippincott Williams and Wilkins. Pp. 96-109

Hafez. 1993. Spermatozoa and Seminal Plasma in Reproduction In Farm Animals. Edited by E.S.E.Hafez. 6thedition. Lea and Febiger, Philadelphia Hafez and Elliot. 1954. Adaptation of Domestic Animals. Lea Febiger,

Philadelphia. P. 74 -116.

Handiwirawan E. 1997. Pengaruh Lama dan Temperatur Thawing Semen Beku pada Inseminasi Buatan Sapi FH di Kecamatan Jabung Kabupaten Malang. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Jilid II.

Puslitbangnak:311‐316.

Hardjodinomo, Soekirno.1975, IlmuIklimdanPengairan,Binacipta, Bandung. Ikhsan. 1992. Manajemen Reproduksi. Fakultas Peternakan Universitas

Brawijaya, Malang

Ismaya. 2009. Konversi Spermatozoa: Perkembangan, Hasil, dan Potensi di Masa Datang, pidato pengukuhan jabatan guru besar : rapat terbuka majelis guru besar. Yogyakarta 30 Maret

Kartasudjana R.2001. Teknik Inseminasi Buatan Pada Ternak. Jakarta; Departemen Pendidikan Nasional

Lakitan, 1994.Dasar-dasar Klimatologi, PT. Raja Grafindo. Persada, Jakarta. Lindsay, D.R.,K.WEntwistle dan A. Winantha. 1982. Reproduksi Ternak di

Indonesia. Fakultas Peternakan dan Perikanan Universitas Brawijaya Malang Mumu, M. I. 2009. Viabilitas Semen Sapi Simmental yang Dibekukan

Menggunakan Krioprotektal Gliserol.UniversitasTadulako, Sulawesi Tengah. (Skripsi).

Narato.2009. Teknik Pengawetan dan Pewarnaan


(5)

Oldeman and P.B Tomlinson.1978.Tropical Trees and Forest.An Architectural Analysis Springer.Verlag. Germany. 441p

Parks. J. E and Graham. J. K., 1992. Effects of Cryopreservation Procedures on Sperm Membranes.Theriogenology. 30. 209-22

Partodihardjo,S.1982. Ilmu Reproduksi Hewan. Mutiara Sumber Widya,Jakarta . .1992. Fisiologi Reproduksi Hewan. Mutiara Sumber Widya. IPB. Bogor

Pramunico, A. 2003.Pengaruh Suhu dan Lama Thawing Semen Beku terhadap Motilitas dan Persentase Spermatozoa Hidup pada Sapi Limousin. Skripsi Sarjana Peternakan. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro,

Semarang

Salisbury,G.W.dan N.L.Van Demark.1985. Alih Bahasa oleh R.Djanuar. Fisiologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan Pada Sapi. Gadjah Mada University Press,Yogyakarta

Samsudewa. D dan Suryawijaya., A. 2008. Pengaruh Berbagai Methode Thawing terhadap Kualitas Semen Beku Sapi.Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro. Semarang. Sanvorini, S. 2002. Pemeliharaan Ternak. Balai Pengkajian Teknolgi Pertanian,

Sumatera Selatan

Sayoko Y, M Hartono, dan PE Silotonga. 2007. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Persentase Spermatozoa Hidup Semen Beku Sapi Pada

Berbagai Inseminator di Lampung Tengah. Kumpulan Abstrak Skripsi Jurusan Produksi Ternak. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung

Selk. 2002. Artifical Inseminator for Beef Cattle. http://www.osuextra.com Sientje.2003.Stres Panas Pada Sapi Perah Laktasi. IPB. Bogor

Sorensen, Jr. A.M. 1975. Animal Reproduction Prinsiples and Practices, McGraw Hill-Book Company. New York.

Tambing. S.N., M. R. Toelihere, T.L. Yusuf dan I.K.Sutama.2000. Motilitas daya hidup tudung akrosom utuh semen kambing peranakan etawah pada berbagai suhu thawing. Pros. Seminar Nasional Peranakan dan Veteriner. 18 - 19 oktober 1999. Puslitbang Peternakan, Bogor.

Toelihere, M.R. 1985. Fisiologi Reproduksi pada ternak. Angkasa Bandung. Bandung


(6)

..1993. Inseminasi Buatan PadaTernak. Penerbit Angkasa Bandung. 292 Halaman

, Yusuy TL, Purwantara B, Situmorang P. 2003. Karakteristik Penampilan Reproduksi Pejantan Domba Garut. JITV 8(2): 134 --140 Turman EJ and Rich TD. 2010. Reproductive Tract Anatomy and Physiologi of

The bull Extension Beef Cattle Resource Committee Beef Handbook Vishwanath R, Shannon P. 2000. Storage Of bonive Semen In liquid An frozen

State. AnimReprod: 23-53

Waluyo L. 2008. Teknik dan Metode Dasar dalam Mikrobiologi. Universitas Muhammadiyah Malang Press. Malang.

Watson, P. F. 1996. Cooling of Spermatozoa and Freezing Capacity.Reprod. Dom. Anim. 31 : 135 – 140.

Yatim, Wildan. 1984. Embriologi untuk Mahasiswa Biologi dan Kedokteran. Tarsito Press, Bandung.

Yudhaningsih, H. 2004. Kualitas dan Integritas Membran Spermatozoa Sapi Madura Menggunakan Motilitas dan Pengencer yang Berbeda Selam Proses Pembekuan Semen. Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas Brawijaya. Malang

Zenichiro. 2002. Intruksi Praktis Teknologi Prosesing Semen Beku pada Sapi. Balai Besar Inseminasi Buatan Singosari- JICA. Malang

http://www.lampungtimurkab.go.id/index.php?mod=menu_2andopt=sm_10 http://www.miung.com/2013/05/pengertian-perpindahan-panas-konveksi.html