Pengembangan perikanan ikan terbang (Cypselurus spp) di Sulawesi Selatan

PENGEM13ANGAN PERIKANAN
IKAN TERBANG (Cypselurr~
spp) D I
SULAWESI SELATAN

Oleh :
Syafruddin Sihotang

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN 'BOGOR
2004

PENGEMBANGAN PENKANAN IKAN TERBANG DI

SULAWESI SELATAN
Syafruddin Sihotang " ~ o h nHaluan

' Djisman Manuruag "Akhmad Fauzi

')


Auwar Bey Pane Daniel R Monintja "
Pengembangan ikan terbang dikaji dari empat aspek yaitu Biologi, Teknologi, Sosial, dan

Ekonomi. Nelayan menangkap telur ikan terbang d e n p P-ja

sejak I968 hingga 1979 dan

rnuIai tahun 1980 dengan Bale-bale. Jepmg telah mengimpor

telur ikan terbang dari Indonesia,

tepatnya dari Sulawesi Selatan.

Spawning ground telur ikan terbang ada di Selai Makassar dan Laut Flores, dm telah

diusahakan secara intensif dengan menggunakan Pakknja d m Bale-bale.

Sejak tahun 1980

nelayan banyak menggunakan Bale-bale dari pada Pakkuja. Menggunakan Pakkaja hanya sekitar

1 % dari total penangkapan telur ikan terbang. lkan terbang menghasilkan telur sekitar 4000

sarnpai dengan 9000 butir telur sekali memijah. Pemijahan ikan terbang disebut Pelogophils dan

Pytophils yaitu meletakkan telurnya pada turnbuhan dan benda-benda teiapung di permukaan laut.

Pemijahan teIur ikan tehang dengan tipe B adalah memijah dalam waktu lama, bulan Maret
hingga September setiap tahunnya. Rata-rata umur ikan terbang dalah 18 bulan.

Fishing ground ikan terbang ada di Selat Makassar dan Laut Flores yang terletak pada
posisi 3"-5" LS dan 1 17°-1190 BT. Lokasinya di sekitar perairanjemih dengan banyak ditemukan

Sargassum. Nelayan beroperasi 3-4 orang ymg pergi untuk menangkap telur ikan terbang 4-5 kali
setiap tahunnya selarna rnusim panas. Efisiensi perahu adalah sekitar 40 % dengan waktu

pengembalian sekitar 2-5'tahun. Pada awalnya ( tahun 1968 ), bemperasi 112 kapal dan saat ini
( tahun 2002 ) telah

beroperasi 15M1 unit, serta tejadi peningkatan setiap tahunnya. Sebagai


perbandingan, produksi telur ilm t e r b g pada tahun 1968 adalah 3.8 ton dan pada tahun 2001
tetah rnencapi 420.2 ton. Operation cost setiap trip penangkotpan yaitu Rp. 11.780.000 dan Break
Event Point sebesar Rp. 176.000.000

setara dengan produksi telur sebesar 1890 kg dengan harga

telur ikan terbang Rp. 150.000.000 per kg ( tahun 2002 ).
NPC dengan nilai 0.2 dan EPC sekitar 0.7. Dan CPEU pada tahun 2001 adalah sekitar 56

p i n dan nilai yang tertinggi adalah CPUE pda tahun 1974 sekitar 90.889 p i n .
I)

Mahasiswa IPB

Kctua komisi

Anggota

DEVELOPMENT OF FISHERIES FLYING FISH
( Cypselurus spp ) ON SOUTH SUI;AWESI

Syafruddin Sihotang ''~ohnUaluan Djisman Munumng Akhmad Fauzi

'

Anwar Bey Pane 3, Daniel R-Monintja

ABSTRACT
Flying Fish ( Cypselurus sp ) is obsewed by four aspects
Technological ,Social ,and Economical asp&

.The fisherman caught

. Those are Biological

,

the fish roe of flying fish

using Pakkaja during 1968 until 1979 .Japan has been the lead to import fish roe of flying fish


from Indonesia, exactly, South Sulawesi.
The spawning gmund on Flores Sea and Makassar has been intensify exploited, the fish

roe of flying fish there ,are captured using Pakkaja and Bale-Bale . But since 1980,Fishermen
has been using Bale-Bale more than Pakkaja ,thus the using of pakkafi become only about 1 %
of total ways to capture the fish roe.
A flying fish could reproduce 4000 until 9000 eggs . The spawning flying fish caIled

pelaghopiis and phytopik when they are attached to plant or something floating on the surface of
the sea. The type B is for the fish roe of flying fish which spawning in a long period on March
until September annually. The average old of the flying fish is 18 month .

Fishing gmund of Bying fish in M a b m r Strait and Flores Sea lies on position 3'4'
and 117'-

Sla

119' Elo.The area where the water amund is clean and also the area where lot

sargassum dismvered . Fihing boat is operated by 3 4 fisher and go for fishing the fish roe of

-flying fish 4-5 annually duing the summer season. The boat's ei'ficiency is 40 % with the payback
period 2.5 year. In the beginning ( 1966 ) ,there were 112 units and now ( 2002 ) become 1 5 0 0 ,

fluctuation of pduction matter and increased annually .

On this area of study, the subject is the community or the maritime people , needless to
mention, also their habit for the o m .
For comparison, Fish Roe Production on 1968 was about 3.8 tons and in 2001, it was

about 420.2 tons . Operation cost every trip is namely Rp.11.780.000 and the Break Even Point is
Rp. 176.000.000 or the same as the fish roe production 1890 kg by price
Rp. 150.000 per kg (2002)

NPC is about

.
.

0.2 and EPC is 0.7 CPUE on 2001 was 56 points and the highest point of


CPUE was in 1974 ,it was 90.889 points

.

Development model of fish roe of flying fish cart ix translated in to mathematical system and dso
with a lot phenomenons included in the programme .
Note : 1) Post Graduate IPB,2) Cwdinatom, 3) Mcmbcra

SURAT PERNYATAAN
Saya rnenyatakan dengan sebenar - benarnya bahwa segala pernyataan dalam
disertasi saya yang berjudul :

"PENGEMBANGAN PERIKANAN IKAN TERBANG
(Cypselurusspp)DI SULAWESI SELATAN ".

Merupakan gagasan atau hasil penelitian disertasi saya sendiri, dengan
pembimbingan para Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan
rujukannya. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada

program sejenis di perguruan tinggi lain.

Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat
d iperiksa kebenarannya.

Syafruddin Sihotang

PENGEMBANGAN PERIKANAN IKAN TERBANG
(Cypselurus spp) DI SULAWESI SELATAN

Oleh:

SYAF'RUDDIN SIHOTANG

Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelat Doktor
Pada Fakultas Pascasajana, lnstitut Pertanian Bogor

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2004

Judul Disertasi :PENGEMBANGAN PERIKANAN IKAN

TERBANG ( Cypselurus spp) DI SULAWESI
SELATAN.
Nama

: Syafruddin Sihotang

Nomor Pokok

: TKL1975094

Program Studi

: Teknologi Kelautan

Menyetujui

Anggota

Tanggal Ujian : 8 Juli 2004


Anggota

,

2 9 SEP 2M14
Tanggal Lulus : ...............................

RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir tanggal 29 Desember 1957 di Barus Tapanuli Tengah
Sumatera Utara, anak pertama dari 13 bersaudara, dari ibu Siti Rabiah Tanjung
( A h ) dan Ayah Hirrnat Sihotang. Penulis menikab dengan Saadah Sudirman 1 1

Nopember 1984 dikarunia 6 orang anak 1 3 putra dan 3 putri).

Pendidi kan Sekolah Dasar dan Sekolah Lanjutan Pertama ditempuh di

Kecamatan Barus. Sekolah Lanjutan Tingkat Atas dari SMAN 1 Sibolga Lulus
tahun 1977. Keinginan untuk mengembangkan ilmu penulis diterima di Institut
Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur pemanggilan mahasiswa (PMDK)Pada tahun
197711978 pada jenjang pendidikan strata 1 (Sl). Penulis memilih Program Studi


Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (PSP) Fakultas Perikanan. Ilengan skipsi "
Pembangunan Pelabuhan Perikanan Sarnudera, Jakarta" lulus dari Fakultas
Perikanan IPB tahun 1983.

Sejak tahun 1987 diangkat d m bertugas sebagai Staf Pengajar di Fakultas

Perikanan dan Peternakan Universitas Hasanuddin Makassar. Niat untuk mencari
ilmu terus dikembangkan dengan diterimanya mengikuti Program Pascasarjana
S2 pada Program Studi Teknologi Kelautan dan dinyatakan lulus dengan judul

Thesis " Fenomena Pendugaan Densitas Ikan di Pinggiran Paparan Selat
Makassar dengan Metode Akustik Bim Ganda" pada tahun 1997.
Pada Tahun ajaran 199711998 penuiis diterima rnengikufi Program 53
pada Program Studi TKL Pascasarjana Institut Pertanian Bogor yang d i n y a h h

lulus pada 8 Juli 2004.

PRAKATA

Pengembangan perikanan ikan terbang (Cypselurw spp ) di Sulawesi

Selatan dikaji berdasarkan aspek pasar dan hal-ha1 yang terkait dengan
kontinuitas produksi, baik itu produksi telur maupun ikan terbangnya . Hingga

kini

saat

ini telur ikan terbang memiliki prospek ekonomis, yang relatif baik di

Sulawesi Selatan. Pemasaran satu-satunya saat ini hanya ke negara Jepang.
Sebelum tahun 1980 nelayan hanya menggunakan p a h a yaitu sejenis bubu

hanyut untuk menangkap ikan terbang dengan telur ikan terbangnya yang sedang

memijah tersebut. Karena harga ikan terbang relatif murah dan hanya dikonsumsi
penduduk lokal berupa i h terbang asin, dan ikan terbang asap, rnaka upaya
menangkap ikan terbang diganti dengan alat tangkap bale-bale berupa plat datar
yang berasal dari daun kelapa dan segi empat dari bambu. Saat ini (2002) hanya

sekitar 1 % saja alat tangkap pakkaja yang digunakan didaerah penelitian

(Takalar) Sulsel sebanyak 99 % afat bale-bale yang digunakan untuk menangkap
telur ikan terbang.

DaIam kajian ini aspek yang disajikan yaitu aspek Biososioekonornik ,

karena ha1 yang terkait dengan ikan terbang cukup kompleks apabila dikaji secara
menyeluruh dan memakan waktu yang panjang dan biaya yang reiatif besar

sehingga kajian ini lebih banyak dengan analisa semi kuantitatif dan analisanya

dengan aspek mode1 kualitatif.
Dihampkan dalam disertasi ini hal-ha1 yang terkait dengan penurunan

produksi atau peningkatan produksi adalah ha1 yang wajar dalam proses

.

lingkungan dan intervensi penangkapan Dalam ha1 ini penufis, menghaturkan
m a terimakasih dan penghargaan yang tulus khususnya kepada :
(1)

Bapak Prof. Dr. Ir. John Haluan MSc, sebagai Ketua Pembimbing,
Dr.Ir. Dj isman Manurung MSc, Dr. Ir. Anwar Bey Pane DEA, Dr.
1r.Akhmad Fauzi MSc, Prof. Dr. Ir, Daniel R. Monintja rnasingrnasing sebagai anggota.

(2) Rektor lnstitut Pertanian Bogor, Direktur Pascasarjana dan Ketua
Program Studi Teknologi Kelautan (TKL)IPB yang rnemberikan
kesempatan kepada penulis untuk mengikuti kuliah di Program

Pascasarjana IPB pada tahun ajaran 1997/1998.

(3) Rektor UNHAS Bapak dan ibu, staf Pengajar Fakultas Kelautan dan
Peri kanan atas segala perhatiannya.
(4) Istri tersayang Ir. Saadah M.Si dan anak-anakku M.Agus S. Sihotang,
Ahsan Abduh Andi Sihotang. M.Akbar Sihotang, Aisyah Nauii br

Sihotang, Afi Faisyah br. Sihotang dan Salma Nabila br. Sihotang.

(5). Masyarakat Galesong Utara Takalar yang banyak membantu penulis.

Penulis menerima kritik dan saran dari semua pihak untuk kesempurnaan
tulisan ini Semoga tulisan ini bermanfaat bagi pihak yang membutuhkannya.
Pengembangan perikanan ikan terbang di Sulawesi Selatan ini
membutuhkan fenomena dan karakteristik yang membutuhkan data yang lebih

banyak. Analisa secara kualitatif, karena aspek analisa model maternatis dan
menyeluruh, kebijakan pengembangan, dengan aspek bologis atau lingkungan.

Bogor Juni 2004

Syafruddin Sihotang

DAFTAR IS1
Halaman

DAFTAR IS1................................................................................

i

...

DAFTAR TABEL..........................................................................

111

DAFTAR GAMBAR ......................................................................

iv

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................... ix

1. PENDAHULUAN

...............................................................................

1

1 .1 Latar Belakang ................................................................

1

1.2 Perumusan Masalah ..........................................................

7

1.3 Tujuan Penelitian .............................................................

9

1.4 Manfaat Penelitian ..........................................................................

9

.

2 TINJAUAN PUSTAKA

...............................................................

2.1 Aspek Biologi Ikan Terbang .................................................

10
10

2.2 Aspek Teknik dan Operasi Penangkapan Telur dm Ikan Terbang...... 21

...................................................
2.4 Pendekatan Sistem..............................................................
2.5 Pendekatan Fisheries Price Policy Telur Ikan Terbang..................
2.3 AspekUsahaIkanTerbang

3.METODOLOG.I PENELITIAN ..............................................................

.

33
44

53
63

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian .......................................................

63

3.2 Bahm dan Alat yang digunakan ..................................................

63

3.3 Metode Penelitian ..........................................................................

64

3.4 Data ymg dikumpulkan.....................................................

66

3.5 Analisis Data ...................................................................

71

4 HASIL PENELITIAN

...............................................................

108

4.1 Teknologi penangkapan ikan dan telur ikan terbang.....................

108

4.2 Aspek biologis ikan terbang ............................................................

134

4.3 EkonomiTelurdanIkal~Terbang..........................................

167

4.4 Pengembangan telur ikm terbang di Sulawesi Selatan menurut

Kerangka kerja WCA (Work Cetztered Analysis) .........................

.

5 PEMBAHASAN

.........................................................................

199

209

5.1 Teknologi Penangkapan Ikan terbang dan Telur ikan terbang ..........

209

5.2 Efisiensi Penangkapan Telur Ikan Terbang ................................

218

5.3 Penangkapan Telur Ikan Terbang ............................................

219

5.4 No Overfishing. perubahan dari Pnkkajn ke Bale-hale

.................... 222

5.5 Sub-model pengembangan penangkapan perikanan telur dm ikan
terbang di Sulawesi Selatan .....................................................

229

5.6 Aspek biologi ikan terbaog ..................................................

232

5.7 Aspek sosial dan kebijakan dalam pengembangan ikan

terbang .........................................................................

. SIMPULAN DAN SARAN ..........................................................
Daftar Pustaka ....................................................................................
.................................................................................................
Lampiran
6

242
263

267
273

DAFTAR TABEL

52 .Produksi ikan terbang di Sulawesi Selatan ..........................................
53. Peningkatan pernakaian alat tangkap bale-bale

225

227
dan pnkknjn di Galesong Utara .......................................................
54 . Perkembangan harga telur ikan terbang ekspor dari Sulawesi Selatan .......... 254
55 . Margin yang diperoleh setiap pengusaha telur ikan terbang ...................... 255
256
56. Margin yang diperoleh pedagang lokal (Makassar) ..............................
57. Total penerimaan dan total biaya dalam usaha telur ikan
terbang di Sulawesi Selatan.............................................................
257

DAFTAR GAMBAR.

Halaman
1 . Bentuk telur ikan terbang (Hutomo et. ail, 1985)

...................................

2. Bubu hanyut (pakkaja)untuk menangkap telur dan ikan

terbang yang digunakan nelayan ikan terbang di desa

Pallalakkang Takalar Sulawesi Selatan..............................................
3. Bule-bale untuk menangkap telur ikan terbang, karena
bersi fat phitophils.. ....................................................................
4. Posisi seri alat tangkap bale-bale dan pakknja dengan

kapal/perahu pattorani. ...............................................................
5. Posisi paralel alat tangkap bale-bale atau pakkaja dengan

kapayperahu pattorani ..................................

.
.
.
.......................

6. Rantai tataniaga ikan terbang segar dan asap
di Sulawesi Selatan ....................................................................
7. Rantai tataniaga ikan terbang asin di Sulawesi Selatan,...... ;..................

8. Rantai tataniaga telur ikan terbang di
Sulawesi Seletan .......................................................................

9.. Peningkatan dan penurunan populasi ikan terbang dm telur ikan
di Selat Makassar dan Laut Flores.. ...............................................
10. Corporare model optimasi pengembangan perikanan telur

ikan terbang ............................................................................
1 1. Diagram alir tahapan model pengembangan perikanan telur

ikan terbang di Sulawesi Selatan....................................................

12. Tarif pada impor komoditas telur ikan terbang ...................................
13. Hubungan kornponen & subkon~ponenpada sistem

20

pengembangan ikan clan telur ikan terbang.......................................
14. Diagram alir kegiatan tahapan penyusunan perikanan ikan

...................................................................

terbang di Sulsel..

15. Diagram input output sistem model pengembangan perikanan

ikan terbang. ................................. ......................- .................
16. Rancang bangun sistem model pengembangan peri kanan

ikan terbang (Mopeperikat) di Sdawesi Seiatan................................
16. Jenjang sistem pesencanaan model

.

.

.. .

.

.

pengembangan perikanan ikan terbang.. ....... ....... . ..... ....... .......
18. Model bioeconomik untuk pengelolaan perikanan tangkap telur

..........., .....................................

ikan terbang di Sulsel.. ............

19. Network CPM penangkapan telur ikan terbang di Selat

Makassar d m Laut Flores ........................... ..............................
20. Peta Spawning ground ikan terbang di Selat Makassar

dan Laut Flores.. ................................................ ................,...
2 1. Posisi pemberat dan bale-bale dalam menangkap telur

.

ikan terbang ..................; ........,...
............... .......,..................
22.

Telur ikan terbang yang siap dipacking di CV. Sinar Laut

.........

yang berwarna kekuning-kuningandan berwama kecoklatan........
23. Pernijahan ikan terbang di Selat M&assar dan

Laut Flores........................ .......... . .... ............. ........................
25. Calcli, effortdm CPUE

..................... .
................ . ....... ..........

26. Enarn elemen dalarn kerangka kerja

Work Centered Analysis ............................................................
27. Kerangka kerj a Work - Centered Anafysis untuk subsistern pra produksi

. ..

.

.

.

penangkapan telur ikan terbang .... . ........ ...... ....... ............... .....

28 Kerangka kerja Work - Centered Analysk untuk subsislem produksi

penangkapan telur ikan terbang ...................................................
29. Kerangka keja

206

Work .Centered Analysis untuk subsistem pengolahan telur

ikanterbang................... .......................................................

207

-

30. Kerangka kej a Work Centered Analysis untuk subsistem pemasaran telur
ikan terbang...........................................................................

208

.

3 1 Perkembangan produksi telur ikan terbang tahun 1968
sld 2001

..............................................................................

32. Pemakaian bale-bale dan pakknjn .................................................

220

228

33 . Model penangkapan telur dan i kan terbang
di Sulawesi Selatan..................................................................

230

33b. Pengembangan telur dm ikm terbang dari diagram sebab akibat .............

238

34. Sub model pengembangan biologi ikan terbang ......... ,.......................

241

35. Struktur usaha ikan terbang dan yang terkait dengannya ......................

248

36 . Pola pengembangan telur ikan terbang ............................................

249

.......................................

250

38 . Perkembangan harga ekspor telur ikan terbang ke Jepang ....................

253

.........................................

254

40. Total revenue dari usaha telur ikan terbang.......................................

258

4 1 . Perkembangan total biaya usaha telur ikan terbang .............................

259

3 7. Sistem sosial pengembangan i kan terbang

39 . Total penerimaan dari telur ikan terbang

42

.

Kurva Produksi telur ikan terbang di Sulawesi Selatan.........................

261

43 . Korporasi model hasil penelitian pengembangan telur dan

ikan terbang.............................................................................

262

DAFTAR LAMPIIIAN

Hwlaman

. .

1. Jenrs-jenls ~kanterbang ....... :........................................................

274

2. Mekanisme Pengolahan Ikan Terbang di Sulawesi Selatan ......................

275

3 . Identifikasi Spesies-spesies Ikan Terbang ............................................

276

*

*

4. Hasil Sample Tangkapan Telur lkan Terbang Selama Musim

Penangkapan 5 Trip di Laut Flores dm Selat Makassar ..........................
5 .' Buayance Force dm Sittgking Force dari Peralatan Bnle-bnh

................

6. Garnbar Telur Ikan Terbang ..........................................................

279

280

281

7. Analisa Statistik Sample Penangkapan Telur Ikan

Terbang di Sulawesi Selatan ..........................................................

282

8 . Data Ikan Terbang yang Setelah Memijah (Oktober 2002) ...................... 283
9. Total Penerimaan dari data Hasil Produksi Telur Ikan

Terbang dari Sulawesi Selatan........................................................

286

1. PENDAHULUAN
1.1 Labr W b n g

Ikan terbang (Cypselur~csspp) merupakan salah

satu

komponen utama

perikanan pelagis di Sulawesi Selatan. Ikan terbang bersounet telurnya telah

lama diusahskan oleh neiayan di Galesong Utara desa Pallalakkang Kabupaten

Takalar Sulawesi Selatan, yaitu dengan dat tangkap tradisional bubu hanyut
(Pakkaja)yang dioperasikan dengan kapaYperahu Paiforani.
Sejak tahun 1980 penggunaan pakkaja sudah mulai berkurang.

Penggunam pakkaju sejak tahun 1985 hanya tinggal 1 % saja atau berkurang

Sebanyak 99% lainnya s

d menggunakan bule-bafe. ALat hie-bale ini lebih

ringan, praktis dalam pengoperasiannya dm ramah lingkungan serta jumlah
bale-bale yang dibawa lebih banyak dibandingkan alat tangkap pukkaja.

Pakkaja dapat menangkap ikan dm telur ikan terbang, sedangkan alat
tangkap bde-bale dapat menangkap telur ikan terbangnya, sedangkan induknya

lepas kehabitat tempat pemijahannya Perubahan jenis alat tangkap yang
digunakan ini maka data hasil tmgkapan ikan terbang menurun, sedangkan telur

ikan terbang produksinya meningkat.

Terjadinya perubahan alat tanglcap dari * j u

ke aIat tangkap bate-

bale menyebabkan induk ikan terbang yang seharusnya tertangkap di pakaaja

setelah menggunakan b&-bde

meletakkan telurnya.

h terbebas dari penangkapan setelah

Hal ini 'mengakibahn terjadinya penurunan data

produksi ikm terbang, sedangh telur ikan terbang terjadi penin-

produksi. Kerangka itulah antara lain penelitian disertasi ini mengkaji dan
menganalisa dengan aspek lain seperti sosial dan ekonomi agar proses
penurunan d m peningkatan produksi telur ikan terbang d

i e .

Penangkapan telur ikan terbang saat ini menhgkat terus, ha] ini

disebabkan komoditas telur ikan terbang harganya lebih mahal dibandingkan
dengan ikan terbangnya sendiri.

Telur ikan terbang juga merupakan komdtas ekspor ke negara Jepang,
dan saat ini merupakan satu-satunya negara yang menerima komoditas ini dari

Indonesia. Sejak tahun 1968 negara Jepang telah mengimpr telur ikan terbang
dari Indonesia (Ftesosudarmo, 1995). Dari tahun 1971 sampai tahun 198 1 ekspor

telur ikan terbang ke Jepang terus meningkat setiap tahunnya rata-rata sebesar
30 % ( Statistik Perikanan Sulawesi Selatan 1990). Saat ini ekspor telur ikan
terbang terus rneningkat.

Tingginya harga telur ikan terbang mendorong terjadinya peningkatan
penangkapan telur ini secara besar-besaran. Harga telur ikan terbzlng di

Makassar sejak tahun 1998 sld 2002 kririsar mtara Rp 150.000,- dd Rp

300.000 per kg. Sedangkan harga di Jepang dm tahun 1998 s/d 2001 berkisar
25 sld US $ 50 setiap kg. Harga ikan terbang dalam 3 olahan, ikan terbang asin,

kering dan asap pa& tahun 200 1 berkisar Rp 1000s/d Rp 2500 setiap kg.

Tahun 1968. ketika penangkapan telur ikm terbang dilakukan di daerah
spawning ground di h u t Flores dm SeIat Makassar, jumlah kapal penangkapan
telur ikan terbang baru sekitar 112 unit. Saat itu teaaga penggeraknya berupa

layar, dengan alat tangkap pukkaja ( Wawancara dengan nelayan Pattorani
1998). Saat ini (tahun 2001) jumlah kapal yang menangkap teiur ikan terbang

sejumlah 1.500 unit dan melibatkan sekitar 10.000 neiayan lebih dm
menggunakan mesin sebagai tenaga penggerak,
Nelayan melakukan penangkapan ikan dan telur ikan terbang hanya pada
musirn tirnur yang dimulai pada bulan April szlmpai bulan Oktober. Banyaknya

operasi penangkapan dilakukan 5-7 trip per tahunnya. Setiap trip lamanya
sekitar satu bulan.

Selain pengkajian penurunan pduksi ikan terbang dm peningkatan

produksi telur &an terbang, perlu pula dikaji aspek yang menunjang agar terjadi
kontinuitas produksi, serta pengkajian aspek sosial ekonomi. Kontinuitas

produksi perlu dijaga agar tidak terjadi kep&

telur ikan terbang dirnasa

yang akan datang. Sebab telur ikan terbang yang punah dapat memutus mtai

siklus ikan terbang dan telur ikan terbang itu sendiri.

Telur ikan terbang di alam yang menetas dapat melakukan recruhent
clan menjadi ikan terbang muda clan seterusnya akan besar dm menjadi induk

ikan terbang dewasa dan meldmkan permijaban: Hal ini terjadi bila ti&
mengalami kematian dami ahu dimakanpredar.
Telur ikan terbang yang tertangkap bila melebihi ambang batas toleransi
penangkapan, maka pada tahapan selanjutnya sangat dhungkrnkan terjadinya

penurunan ikan dan telur ikan terbang, bahkan kepudmn ikan terbang ini bila
upaya restocking tidak dilakukan. Hal yang sama telah terjadi dengan

berkurangnya, atau hilangnya produksi ikan terubuk di perairan Bagan Siapi-api

Riau. Akibat tingginya intensitas penangkapan telur &an terubuk ini dulunya.
Telur ikan terbang di Sdawesi Selatan berdasarkan data statistik

perikanan, data eksportir, dan data Departemen Penlagangan, menunjukkan

bahwa sejak tahun 1973 sarnpai dengan tahun 2001, telur ikan terbang ini
merupakan komoditas yang cukup prospektif. Tahm 1973 s/d 1990 telur ikan
terbang mempah komoditas ekspor perikanan peringkat nomor dua dari
Sulawesi Selatan, wdaupun sejak d u n 1995 pernah mengalami penurunan

peringkat menjadi nomor empat setelah komoditas udang, ikan kakap, serta ikan
tuna.

Penurunan peringkat ini karena komoditas udang, kakap d m tuna

mengalami penhgkatan volume. Tetapi dari volume ekspor telur ikan terbang
terjadi peningkatan yang nyata (BPS,Statistik Perikman Sulsel 1973 sld 2002).
Saat ini usaha penangkapan telur ikan terbang dalam setiap tripnya, dm sample

penelitian disertasi ini masih mencapai diatas BEP.
Pusat perikanan telur ikan terbang di Indonesia adalah Kabupaten
Takalar Sulawesi Selatan. Ikan terbang ini menghasilkan komoditi telur dm
i h y a sendiri. &an terbangnya sendiri disebut dengan narna, tukg-fuing

(Makassar), torani (Bugis ), touraloi (Mandar). Pada tahun 1997 di Kabupaten
Majene perikanan telur ikan terbang sudah mulai diusabkan oleh nelayan,
narnun belum berproduksi sebanyak di Kabupaten Takalar Propinsi Sulawesi
Selatan.
Ekspor telur ikan terbang terus berfluktuasi sesuai dengan j d a h

produksi per tahun. Pada umumnya terjadi peningkatan penangkapan telur ikan
terbang dilihat dari jumlah armada dan intensitas penangkapannya, Oleh sebab
itu untuk mengantisipasi agar tidak terjadi penurunan produksi dimasa depan,

maka perlu dikaji berbagai aspek yang mempengaruhi populasi clan produksi

telur ikan terbang dikawasan ini yaitu kawasan perairan Laut Flores dan Selat
Makassar. Karena daerah ini merupakan b r a b habitat dari ikan terbang di

Sulawesi Selatan. Pengkajian ini selain bemanfaat bagi pengelolaan perikanan
ikan terbang di kawasan ini juga dapat diterapkan didaerah lain di Indonesia

yang berpotensi sebagai daerah ikan texbang.
Berdasarkan statistik perikmml laut tahun 1981, menunjukkan pada

tahun 1980 ikan terbang yang tertangkap di Sulawesi Selatan sebanyak 5,4 % (

8.447ton) dari total ikan yang tertangkap didaerah ini @wi ponggo et.d 1983,
Resosudarmo 1995). Pada tahun 1987,yaitu statist& Perikanan 1988 terjadi

penurunan sebesar 3,6 % dari seluruh ikan yang tertangkap diperairan h u t
Flores. Pada tahun 1988 data Statistik Perkman Sulawesi Selatan menunjukkan

bahwa pada tahun 1989 praduksi ikan terbang menjadi 5.183 ton, maka dengan
demikian telah terjadi penurunan produksi ikan terbang sebanyak 3.364 ton dari
tahun 198 1 sampai dengan tahun 1988. Salah satu penyebab penurunan data
tersebut adalah terjadinya perubahan dat tangkap pukkaja ke bale-bale
Kawasan pmijahan telur ikan terbang di Xndonwk~ada berapa lokasi
yaihr (1) Selat Makassar. (2) Laut Flores. (3) h u t Natuna. (4) Laut Aru clan

A d h a Irian Jaya. ( 5 ) Bagian Utara Sulawesi Utara (6) Perairan SeJatan Bali

dan Jawa Timur. (7) Pmtai Barat Sumateta Barat, (8) Sabang Aceh. (9)
Sarnudera Indonesia (10) h u t Halmahera (1 1) h u t Banda dan sekitamya.
Dan 1I lokasi yang kemungkinan ada masing-masing daerah spawning
groutzd-nya, baru p m h m Selat Makassar dan h u t Flores yang sudah

diusahakan untuk pemghpan telur ikan terbangnya, sdangkan daerah lainnya

belum diupayakan s e c m baik. Kedua perairan a b u t d h a d b & m oleh
nelayan Sulawesi Selatan untuk pmnghpm ikan terbang d m telur ikan
terbang.

Penangkapan ikan terbang selainpakkaja ,juga dilakukan dengan gillnet

oleh nelayan di Kabupaten Selayar, Majene dan juga aelayan Flores NTT.
Berdasarkan kondisi tersebut diatas bahwa perilcanan ilran terbang dan
telur ikan terbang d h j i dengan berbagai aspek yang mempengaruhmya sepert.
(1 ) Aspek teknis. (2) Aspek Ekonornis. (3) Aspek Biologis. (4.) Aspek Sosial.
Penelitian tentang perikanan ikan terbang clan ha1 yang terkait dengan
telur ikan terbang saat ini rnasih sangat sedikit informasinya, sehingga saat ini

perlu didekati dengan kajian teknis dan ekonomis saja dahulu. Oleh karena itu

akan dilakukan pendekatan berbagai model pengembangan melalui pendekatan
sistem dengan daminasi aspek Teknoekonomi.

Elemen yang m e r n p g d aspek perikanan ikan terbmg tersebut dapat
dikaji keterkaitannya yang dikaji secara holistik sehingga pola pengembangan

ikan terbang dapat diwujudkan dengan baik.

Pengembangan perikanan ikan terbang selma ini telah beberapa yang
mengarab kepada upaya pelestariannya, misalnya perkdzm orientasi dari

penggunaan alat tangkap pukkuja yang digantikan dengan alat tangkap Mebale Dengan perubahan penggunaan dat tmskap ini akan memberikan peluang
kepada induk &an terbang memijah. S e a m fakta bahwa ikan terbang memiliki
single kohort, yang dalam siklus hidupnya sekitar 18 bulan ymg dibuat dalm

penentuan model biologinya oleh (Khokiattiwong 1988 yang diacu oleh

Resosudamo 1995). Di Selat Makassar dan Laut Flores diperkirakan ikm

terbang hanya mmnpu memijah 1 kali per siklus hidupnya, dan ikan terbang

akan mengalami mortalitas darni atau dimakan oleh predator.

Masalah ikan terbmg adalah men@

y y a pelestariannya. Karena

telur ikan terbang saat ini pemanfbainnya tens meningkat dengan bertambahnya
armada penangkapan telur ikan terbang.
Agar kontinutas ketersediaan telur

ikan &bang tetap terjamin, maka

permasalahan yang berhubungan dengan kontinuitas tersebut perlu diwujudkan
seperti : (1) Permasalahan aspek teknis yaitu mengenai aspek penangketpan dm
jumlah upaya penangkapan dm perkembangannya (2) Permasalahan aspk

ekonomi yaitu mengenai aspek pasar dan kaitannya dengan Bioekonomi. (3)
Permasalahan mengenai aspek biologi yaitu krkaitan dengan aspek
pernijahannya dan perhitungan terhadap upaya d m model Bioekominya. (4)
Permadahan dalam aspek sosial yaitu mpek knaga kej a dan aspek spiritual
serta ritual yang diyakini oleh masyarakat nelayan Paftora~zi(5) Aspek

kebijakan yaitu pola perlindungan terhadap fishing ground yang dilindungi dan
j uga upaya restocking bagi ikan terbang.
Upaya kontinuitas produksinya harus; terus diupayakan, baik dengan
upaya pengendaliannya, atau untuk peningkatannya. Hal yang akan dicari solusi

permasalahannya sebagai berikut:

(1)

Membuat

suatu

rumusan

mengenai

pengembangan

agar

kontinuitas produksi telur ikan terbang dapat diwujudkan khusus di
Selat Makassar dm Laut Fores.

(2) Membuat solusi pemecahan masalah mengenai sistem dengan

pengembangan perikanan telur ikan terbang yang dikaji berdasarkan

Biososioekonomi sehingga autara eiemen didaiamnya sating terkait
dapat dilihat secara holististik;

1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
(1)

Mendapatkan konsep pengembangan perikanan ikan terbang meldui
pendekatm sistem dengm berbagai asp& y
w terkait dengan didekati dua
pola yaitu (a) pola utama yang dominm dengan Tekno-ekonomi @) pola

tambahan adalah dengan Biologi dan Sosiologi,
(2)

Untuk rnelihat keterkaitan, teknik dan opemi penangkapan telur ikan
terbang dan ikan terbangnya di Sulawesi Selatan.

1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah untuk :
(1)

Agar kelestarian telur ikan terbang dapat diwujudkan secara terns menerus

dengan prediksi konsep utam Tekno-ekonomi dan tambahan Biologi dan

Sosiologi yang diterapkan sehingga kebijakan untuk mengatur usaha
perikanan telur ikan terbang dapat direalisasikan. Karena p

e

w telur

ikan terbaag smt ini ada kecenderungan meaingkat penangkapannya.
(2)

Agar perikanan telur ikan terbang dapat bekernbang secara lesturi di

Sulawesi Selatan pada masa yang akan datarig, dm juga daerah lainnya
seperti Kabupaten Takalar.

2. TINJAUAN PUSTAKA

Ikan terbang temasuk suku exocotidae yang mempunyai enam marga

yaitu: Oxyporhamphus, Fodhtor, Parexocoetus, Exocaetus, Cypselurus dan
Prognicthys . Ikan ini dijumpai hampir di semua perairan tropis dan subtropis.
Saat ini diketahui ada sekitar 53 spesies ikan terbang. Di perairan Indonesia

ditemukan sebanyak 18 spesies ( Parin 1960 ddam Hutomo et al, 1985).

Morfologi ikan terbang memiliki ha1 yang spesifik. Tubuhnya bulat
inemanjang seperti cerutu (oblong), agak masif pada bagian samping. Kedua
d m g n y a sama panjang, rahang bawah agak lebih menonjol terutama pada

individu muda dari genera Oxyporhamphus dan Fodiator. Sirip pectoral panjang
yang rnerupakan adaptasi agar bisa terbang melayang di udara terbuka. Sirip

pectoral ini mengandung banyak duri lemah sehingga memperkuat struktur
sayap ketika melakukan penerbangan di udam Duri p e m a tidak bemabang.
Sirip ventral panjang atau pendek, tertanam pada bagian abdominal dengan

enam buah duri lemah yang bercabang. Sirip ekor bercagak (deeply emarghute)

dengan bagian bawah lebih panjang. Garis lateral terdapat di bagian bawah
tubuh. Sisik sikloid, berukuran relatif lebih besar dan rnudah lepas. Giginya
kecil, tumbuh pada kedua rahang.

Pada beberap spesies Cypselum gigi giginya tumbuh pada pelatin.
Pada Fodictor dan Parexucoetus gigi juga tumbuh pa& vormer, dm lidah.
Ukuran sirip, panjang kepala, tinggi serta lebar tubuh juga beragam, dan hd ini
tergantung umur ikan terbang tersebut ( Parin 1960 ddam Hutomo et al, 1985)

Pada ikan terbang yang termasuk famili Exocoetidae memiliki enam
genera yang terdapat pada semua lautan ( kecudi Fodiator ti&

terdapat di

Samudera Hindia); Weber dan De Beufard (1922) dalam Hutomo M. et al,
(1 985).

Hubbs dan h p a , (1946) membag Cypselurus kepada 3 Sub genus
yaitu (1)

Hirundinchtys. (2) Cypselurus. (3) Cheilopodon. Sub genus

Cheilopodon dapat dibedakan dari yang lain menurut -at

&ur hidupnya.

Menurut Nelson (19941, sistematika ikan terbang dibagi kedalam

delapan genera yaitu Cypselurus ; Cheilopodon ; Hbmdichtys ; Prognichtys;
Danichtys, Exocoetus ; Fodiator dan Parexocoetus yang terdiri dari kkitar 48
spesies.

Beberapa jenis ikan terbang menurut koleksi identifikasi Parin (1960)

dalam Hutomo M. et d, (1985) adalab sebagai krikut: Ogporhamphus
micropterus- micropfern ( Cuvier & Valenciensis). Parexocoetw meMo-mento

(Cuvier & Valenciencis);Emcoetus valitas (Linnaeus) ;Cypselurus oxycephaltls
( Bleeker) Cypselursts poeciZ2optem (Cuvier & Valenciennes) ; Cypselurrcs

afrisignis ( Jenkins); Cyp.selwrts suttoni ( Whittley) Cypselurus spiloptem (

Cuvier & Valencienaes) ;C y p s e l w Katoptron (Bleeker ) ;Cypselurrrsfurcatus
( Mitchl ) ; Cypselum arttonchichi ( Wood & Scultz) ; Qpselurus unicolor (

Cuvier & Valenciennes); Cypselurtcs oligolepis (Bleeker); Cypselurus comatus

nareshi ( Gunther ); Cypselurus opisthopus (Bleeker).
Sisternatika menurut Weber dan Beaufort (1 922) mengklasifikasikan

ikan terbang kedalam : Phylum Chordata, ; Sub phylum Vertebrata

; Kelas

Pisces ; Sub Kelas Telsostei ; Ordo Sygmenthonatha ;Farnili Exocotidae, Genus
Cypselurus dan spesies Cypselurur spp
Sistematika ikan terbang menurut Nelson (1 976 ) addah sebagai berikut
P'nylum Chordata ; Sub phylum Vertebrata; Super kelas Gnathosmata; Kelas

Osteichthyes; Sub Kelas Actinopterigii; I&
Enteleostei;

Sub Ordo Exocoetidei;

Kelas Teleostei;

Famili Exocoetidae;

Divisio

Sub Farnili

Exocotidae; Genus Cypselurus; Spesies CypseIwm Spp.
Sedangkan Weber dan de Beaufort (1 922) mengklasifikasikan ikan
terbang yang ditemukan diperairan tropis ke dalam Phylum Chordata; Sub

Phylum Vertebrata; Kelas Pisces Sub Kelas Teleostei; Ordo Sygenthonatha, Sub
Ordo-Exocotidae ; Genus Cypselurus dengan spesies Cypselurru spp.
Saanh (1968) menyatakan bahwa &an

torani termasuk Famili

Exocoetidae empat genera yaitu : Paraexcoetus, Evolantia, Exocoetus dan
Cypselurus dan spesies Cypselurus spp. .

Pada ikm terbang yang termasuk faili Exocoetidae mengandung enam
genera yang terdapat pada semua lautan; kecuali Fodiator tidak terdapat di

Samudera Hindia. Nama spesies beberapa ikan terbang, yaitu Oxporamphus

microprenu micropterus Cuvier & Valenciencies Parecocoetus mento-menlo
Cuvier & VaIenciewies Erocoehrs wlitans (Linnaeus);

Cypselurus

oxycephalus (Bleeker);Cypselm poeciZZopterus ( Cuvier & Valenciennes);

C'ypselurw atrisignis (Jennkins) ; Cypselurlrs poecillopterus ( Whitley &

Colefax) ; Cypselurus fircuh~s( Mitchill); Cypselurus spilopterus (Cuvier &

Valenciennes); Cypseiurw antoncichi (Wood & Schult);

C'selurus unicolar

(Cuvier&Valenciemes); Cypselurus oligolepis (Bleeker); C~seIauuscomahrs
nareshi (Gunther); Cypselurus opisthopus (Bleeker). Kode identifikasi spesies
tersebut disajikan lampiran 3.

Taksonomi genus C'selurus saat ini belurn banyak dipelajari. Keragaan
bentuk perkembangan dan masa rnuda sampai waktu dewasa menunjukkan
bahwa penelitian Iebih lanjut terhadap genus dan spesies ikan terbang masih
memungkmkan akan menghasilkan spesies bam yang lebih banyak lagi.

Jumlah telur dari Cypselurus oxycepkalrrs yang dianalisa dari tingkat
kematangan gonad TKG IV dari beberapa sampel ikan terbang betina dari Laut

Flores ada sebanyak 4.000 butir minimum sampai 9000 butir maksimum. Suhu

di sekitar spawning ground di h u t FIores berkisar 3O0-36,5' C . Diameter telur

ikan terbang yang masih matang beckism antara 1,49- 1,79 rnm, sedan*

ikan terbang yang masih muda berdiameter 0,09

telur

- 029 mm dan masih Mam

jaringan ovari.

-

Sebaran GeografIk b n Terbang

Sebaran geogmiis ikan terbang yaitu menghuni lapisan permulcaan Impis

dan sub tropis, mulai dari Samudera Pasifik, Hindia dan Atiantik serta lautan
disekitamya ( Tahl 1). Batasan sebaran paling utmt di Samudera Pasifdc, mulai
dari bagian selatan perairan Jepang melintmi Selat Tsuguru sampai ke pantai

California. Di Sarnudera Atlmtik mulai dari Brazilia sampai ke Tanjung

Harapan, melalui Tasmania clan Selandia Baru dan berakhir dj pantai Chili.

Sebaran ikan terbang ini dibatasi oleh isoterrn 20' C. Ada juga ikan terbang
yang toleran terhadap suhu dingin seperti Cypsciurus heteropturus, Cypselurus

pinnuti-barbarus clan Prugnichiys rondehfi; yang dapat menembus jauh
melampaui batas-yang disebutkan diatas sampai ke bagian utara Hokkaido di

Samudera Pasifik, Selat Channel dan bahkan ke Selatan Norwegia di Samudera
Atfantik. Jurnlah spesies terbanyak terdapat di wilayab khatulistiwa dan makin

ke Selatan atau ke Utara makin sedikit spesies ( Parin 1960)
Rangkuman sebaran geografik yang ada yang dibuat Parin (1 960) yang
teIah dikurnpulkan dari berbagai pustaka mengenai sebaran ikan terbang.

Sebaran geografik ikan terbang di dunia disajikan pada Tabel 1 . Namun bila
penelitian lebih banyak dan ditemukan spesies bam maka sebaran geograf~kini

akan bertambah. Penelitian yang paling banyak tentang ikan terbang baru di
Samudera Atlantik. Sedangkan data ikan terbang di Samudera Hindia dan

Pasifik masih relatif sedikit dipelajari.

Bruun ( 1935) dan Breeder ( 1938) te1a.h mendapatkan 17 spesies, 16
spesies diantaranya didapatkan dibagian barat dan 1 2 spsies dibagian timur.
Enarn spesies di dapatkan di Laut Tengah, termasuk satu spesies di Indo Pasifik

yaitu Purexocoetus menfo-noerrto yang rnenyusup ke laut itu melalui Terusan

Suez.
Penelitian yang dianalisa sejak tahun 1922 oleh Wekr clan de Beaufort
(1922) ddarn Hutorno et al., ( 1.935) menetapkan spesies-spesies Cypselurus

nigr&innis; Cypselurus hexagona dan Cypselurus bilobatus dengan spesimen

ikan terbang yang relatif masih muda Smith (1 935); Bruun (1935) dalarn

Hutomo et at, (1985) hanya melaporkan lima spesies di bagian Afrika, delapan
spesies dari Madagaskar dan A-

Timur; dua spesies dilaporkan dari Laut

Merah dm dua spesies dari Laut Arab. Menurut Munro (1 955) dalam Hotomo et
at., (1 985)

lebih kurang delapan spesies menghuni perairan sekitar India d m

Srilangka. Publikasi terakhir mengenai ikan terbang ditulis oleh Parin ( 196 1)
dalam Hutomo et d.,(1 985)
Tidak kurang dari 16 sampai 20 spesies ikan terbang yang terdapat di
perairan Filipina. Lebih kurang 10 spesies terdizpat di bagian Selatan Cina.

Sekitar 25 spesies didapatkan diperairan Jepang dm sekitamya termasuk Korea.
Sekitar 20 spesies ditemukan di. perairan Pulau-pdau Hawai. Di perairan
Australia dihuni 10 spesies.

Daerah penanglcapan ikan terbang di Sulawesi Selatan di Selat Makassar

dm Laut Flores, yaitu pada posisi 3-5' LS
(1 977)

clan 1 17- 1 19' 13T, Nessa et al,

Tabel 1. Sebaran geografi ikan terbang di berbagai samudera di dunia

SamuSpecim

dera

Samudera
Hindia

Sarnudera

Pasifik

= Sarnudera Atlanlk (SA) Bagian Barat
= SA bagian timur
= h u t Temgah
= Afrika Sdatan

= h u t Merah

= h u t Arab.
= India dan Srilanka
= Iada Malaya
= Australia dan Selandh Baru
= Filipins
= Cina

= Jepamg dun wkitarnyr

= Oceallja
= Hawaii
= Amerika Tengab
= KaliforPia
= Peru

Sumber: Nessa (1977), Parin (1960). Breeder (1938), Bnnm (1935)
Tanda (+) = Terdapat ikm terbang diperairan tersebPt
(-) = Tfdak terdapat ikan terbrng dipcrairaa tersebut.

Makanan danTingkat Reproduksi
Makanan ikan terbang umumnya adalah plankton. Menurut AIi (1981)

makanan spesies Cypsdutrss ~ c e p h d u adalah
s
plankton. lkan ini habitatnya di
Laut Flores. Total makanan yang diperoleh 70.93 % addah jenis Cmstawa,

20,69 % adalah Diatomae serta Cktognatha hanya sekitar 8,3 8 %. Komposisi
makanan ikan terbang disajikan pada Tabel 2 berikut ini.

Tabel 2. Jenis Plankton makanan ikan terbang (Cypselurru oxycephalus) di
Laut Flores
No

1 Kelompok

1 Persentase I

Jenis Biota

~olkanan

1

AlgaDiatomae

20.19

2

Cmstacea

70.93

I

3 ( Chaetognatha
Sumber: Ali (1 981)

I

( 8.38

Cossinodiscus;Bidulphiu,Chaetoceros
Rhizosoleniu, Thlassiosira ;Planhniella
Copepoda; Euphasid; Cludocera,
Amphip0da;Decapoda;Mysid
I

I ~ugittr.

Ikan terbang jantan Cypselurus oxycephalur terdapat pada kisaran
panjang 180-230 mrn. Sedangkan ikan terbang betina memijah pada ukuran
panjang total 170-200 mm. Umurnnya ikan yang tertangkap di Laut Flores

adalah kelornpok yang telumya sudah masak (Tingkat kematangan IV). km
terbang betina di Selat Makassar yang telah memijah pada bulan Juni dan

mencapai persentase yang tertinggi pada bulan Juli dan terus menurun sampai

bulan September.
Menurut Nessa (1977) bahwa CypseJurus ogcepltalus di Laut Flores
sudah mulai memijah sebelum bulan Juni. Hal ini terlihat bahwa pada bdan Mei

musim penangkapan telur ikan terbang sudah dimulai. Pada bulan September
masih diperoleh ikan terbang yang rnemijah masih ada telur yang menempel di
bale-bale atau pakkaja, Ikan ini memijah di Laut Flores pada musim timw

sampai permulaan musim barat atau sekitar bulan Mei sld bulan Oktober.

Pada bulan September jumlah ikan terbang maupun telurnya yang
tertangkap sudah menurun, maka nelayan ikan terbang sudah b e r b g

rnelakukan penangkapan. Menurunnya hail tangkapan ini, disebabkan telah
menurunnya. ikan terbang yang memijah. Zkan terbang yang sudah memijah

telah beruaya ke tempat lain.

Ikan terbang yang tertangkap merupakan ikan yang melakukan
pemijahan dengm tanda keadaan ikan tersebut terlihat dan testis ikan terbang
jantan. Berdasarkan pengamatan masih diperoleh sisa sperma berwarna putih
pada bagian saluran pelepasan sperma. lkan terbang betina masih terdapat sisa
telur pada bagian belakang ovarium dan pelepasan telur berwarna kemerah-

merahan atau kekuning-bgan, Berdasarkan Efendi(l997) tipe pemijshan

ikan terbang ini termasuk kategori B dari empat tipe pemijahan ikan. Tipe B ini
yaitu pemijahan berlangsung satu kali satu tahun tetapi dalam waktu y m g lama

yaitu bulan Maret sampai dengan September setiap tahunnya.

Berdasarkan cara pemijahannya ikan terbang terrnasuk golongan ikan
pelapopltlih dan pkytopyh yaitu ikan yang rnelekatkan telumya pada tumbuhan
atau benda terapung (Nikolsky, 1963). Sifat ikan terbang yang meletakkan

telurnya inilah muncul inisiatifmemakai pakkuju atau b&-bale yang diranmg
oleh nelayan Desa Pdlalakkang Kabupaten Takalar Sulawesi Selatan. Pukknja
dm bale-bale ini diberikan rumput laut atau daun kelapa, agar ikan terbang

rneletakkan telurnya.
Telur ikan terbang (Exocoetus) tidak mempunyai gelembung minyak.
Selaput luar diliputi oleh umbai-umbai yang berbentuk benang. Umbai-umbai
tersebut berkembang paling lebat pada telur yang menempel pada Diatomae dan

benda terapung atau melekat satu sama lainnya yaitu (Fodiator, Parexomitus,
Cypselurus, Herundichthys dan Donichthys). Telur jenis ini lebih berat

benang. Umbai-umbai tersebut bekernbang paling lebat pada telur yang

menempel pada Diatomae dan benda terapung atau melekat satu sama lainnya
yaitu (Fodiator, Parexocoitus, Cypsefurus, Herundichthys dan Donichthys).

Telur jenis ini lebih berat massanya dari pada massa air. Telur-telur yang
terapung, umbai-umbai tersebut sangat sedikit pada (Oxyporhampus) atau tidak
ada sama sekali pada (Exomitus) (Hutomo et al,. 1985). Bentuk telur ikan
terbang disajikan pada Gambar 1.

Pengkajian sediaan merupakan usaha penting dala~n menunjang
pengelolaan perikanan. Ikan terbang perlu juga dikaj i sediaan stoknya dengan

berbagai metode. Sampai saat ini dengan teknik pengkajian stok telur ikan
terbang masih sulit dirumuskan ketersediaan stok populasi ikannya. Memakai

dual bim, dan split bin1 masih terbatas karena keberadaan pengukuran pada

umumnya di bawah kedalaman 2 m. Kita ketahui ikan terbang habitatnya pada
daerah tersebut sehingga walaupun dilakukan pengukuran tidak akan terukur.

A. Prognichthys

B. Fodiator

C.Cypselurus sp
D. Cypselurus sp

E. Cypselurus sp.

F. Oxypurhamphus

Gambar I . Bentuk telur ikan terbang (Hutomo er al,l985)dirnodifikasi oleh
Sihotang. S. 2001

2.2 AspekTekaikdan Opemsi Pen~ngkapsnTdur dan l h n

Terbang ,
Alat penangkapan telur ikan terbang ada dua jenis yaitu pakkaja dan
balebale. Tahap awal sejak operasi penangkapan telur ikan terbang populer

pada tahun $968, komditas telur ikan t e h g menjdi komoditas ekspor yang

cukup penting dari Sulawesi Selatan. Tujuan ekspor telur ikan terbang sejak
tahun 1973 sampai 200 1 adalah ncgara Jepang.

Pakkuja merupakan bubu hanyut dan dioperasikan berpasangan

memanjang di lokasi fislrhg-ground. Saat ini penggunaan pukkrdu sudah
populer digunakan, setelah diintrodusir alat tangkap btrle-brrk .yang lebih praktis
penggunaannya. Bait-bale bcntuknya Iebih sederhana, lcbih ~nudah dibuat,

lebih ringan dan memakan tempat yang sedikit dan dapat dibawa lebih banyak.
Sifat ikan terbang yang meletakkan telurnya pada benda tcrapung (plrifuphils)
tersebut yang dimanfaatkan olch nelayan.

Setiap kapal paitoruni dapat mernbawa bale-bale sckitar 400-1 000

lembar. Alat ini, dioperasikan berpasangan seri dilokasi daerah penangkapan.
Saa ini alat tangkap pakkuju masih sering dibawa sekitar 4-1 0 unit dan

dioperasikan bersama dengan bale-bale yang jumlahnya jauh lebih besar.
Daerah penangkapan telur ikan terbang adalah di perairan jernih di
sekitar daerah upwelling dan banyak ditemukan apungan kayu dan rumput laut
(Sargassum).

Pada Gambar 3 berikut ini adalah alat tangkap bale-bale berbentuk segi
empat yang lebih efisien dan ringan membawanya dan dapat dibawa dalam

junllah yang banyak. Sejak tahun 1980 alat ini diintrodusir nelayan dan saat ini

lebih memasyarakat penggunaannya.
Operasi penangkapan dengan menggunakan alat pukkaja dan bale-bale
mirip, yaitu berpasangan dan lurus rnemanjang. Penarikan dilakukan searah
dengan arah angin. S a t operasi penangkapan kapal pattorani rnengapung

mengikuti arus.

Berdasarkan cara pemijahan ikan terbang yang termasuk golongan ikan
pelagop1tyl.s dm phytophyls yaitu ikan melekatkan telurnya pada tumbuhan atau

benda-benda terapung (Nikolsky, 1963). Ikan terbang rnelengketkan telurnya
pada sargassum dan rumput Iaut lainnya serta potongan-potongan apungan kayu

di perairan yang relatif jemih dekat dengan daerah up-welling. Sifat ikan
terbang seperti inilah yang dimanfaatkan oleh nelayan untuk menangkap telur
ikan terbang yaitu membuat apungan daun kelapa berjejer memanjang seri dan
paralel yang diikatkan ke kapal Iperahu pattorani dengan alat tangkap pakkaja
dm bale-baie.

Setting dilakukan pada sore hari dan besok harinya pada pagi hari
dilakukan hauling, Telur ikan terbang yang terkumpul dari h a i l penangkapan
dijemur langsung dipanas matahari di atas geladak kapallperahu pattorani.
Operasi penangkapan setiap tripnya dilakukan setiap hari selama satu bulan.

Pada Gambar 4 dan Gambar 5 berikut hi disajikan pola operasi
penangkapan telur ikan terbang dengan