Tinjauan Hukum Islam Terhadap UU no.30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi

TINJAUAN RUKUM ISLAM TERRADAP UU NO 30 TARUN 2002
TENTANG KOMIS! PEMBERANTASAN KORUPSI

Oleh:
Ahmad Syaifuddin
NIM: 103045228173

KOSENTRASI SIYASAH SYAR'IYYAII
PROGRAM STUD I JINAY All SIY ASAII
FAKULTAS SYARIAR DAN RUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF IIIDAYATULLAII
JAKARTA
1429 R /2008

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP UUNO 30 TAHUN 2002
TENTANG KOMISI PEMBERNTASAN KORUPSI

Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syari'ah dan Hukum
Untuk memenuhi persyaratan memperoleh
Gelara Sarjana Hukum Islam (SHI)


O!eh
Ahmad Syaifuddin

NI!\1: 103045228173

Pembimbing

Prof. Dr. H Abdul Gani Abdullah, SH

NIP: 150077575
KONSENTRASI SIYASAH SYAR'IYYAH
PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAR
FAKULTAS SYARl' AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYA TULLAR
JAKARTA
1429 H/2008

PENGESAHAN P ANITIA UJIAN
Skripsi berjudul TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP UNDANGUNDANG NO 30 TAHUN 2003 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN

KORUPSI telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Syari'ah dan Hukum
Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta pada 28 Maret 2008. Skripsi ini
telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam
(SHI) pada Program Studi Siyasah Syar'iyyah

Jakarta, 28 Maret 2008
Mengesahkan
tas Syari'ah dan Hukum

NIP.

150 210 422

PAN/TIA UJIAN
I. Ketua
Asmawi, M.Ag.
NIP. 150 282 394
2. Sekretaris
Sri Hidayati, M.Ag.
NIP. 150 282 403

3. Pembimbing
Prof. Dr. H. Abdul Gani Abdullah, SH.
NIP. 150 077 575
4. Penguji I
Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA. MM
NIP. 150 210 422
5. Penguji II
Dr. H. Abdurrahman Dahlan, MA.
NIP. 150 234 496

(... ... ...... )

.

L1t.f
( ..

セNG@

.. )


LEMBARPERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah.

Jakarta , 17 Maret 2008

Ahmad Syaifuddin

KATAPENGANTAR

Limpahan puji kehadirat Allah SWT yang maha luhur, yang maha
melimpahkan hidayah dan iman kepada hamba-hambanya dari zaman ke zaman.

Maha Suci Allah yang menjadikan alam semesta sebagai lambang keindahannya,
sebagai lambang kesempurnaan Allah. Matahari dan bulan, bintang-bintang di
angkasa raya, setiap tetes air dan getaran ombak di lautan yang kesemuanya dijadikan
oleh Allah sebagai cermin bagi kita untuk menikmati keindahan Allah, menikmati
keagungan Allah, memahami kemuliaan Allah. Keindahan Allah Yang Maha lndah,
yang menjadikan seseorang memahami makna keindahan Allah, sirnalah seluruh
keindahan yang ada di alam semesta berganti dengan puncak kerinduaan dan nafasnafas yang merindukan dzat yang maha indah .. , Allah ...
Sholawat dan salam tercurah atas seorang pemimpin dari para dutanya
dimuka Bumi, Sayyidina Muhammad SAW, sebaik-baik makhluk dan dipenuhinya
dengan akhlak yang sempurna, satu-satunya makhluk yang menjadi pemimpin bagi
pembawa cahaya keridhoannya yang

abadi, maha suci Allah yang menjadikan

kecintaan kepada Sayyidina Muhammad SAW merupakan

kesempurnaan Iman

kepada nya, sebagaimana sabda beliau SAW : "Tiada Sempurna Iman Kalian,
sebelum aku lebih dicintainya dari anak-anaknya, ayahnya dan seluruh manusia".

(Shahih Muslim).

Pe1jalanan untuk rnenyelesaikan skripsi ini bukanlah sesuatu yang rnudah.
Sebagai harnba yang dhaif, penulis rnenyadari dengan kerendahan hati bahwa
penulisan skripsi ini banyak dibantu dan didukung oleh banyak pihak. Dalarn
kesernpatan

ini

izinkanlah penulis rnenghaturkan

ucapan

terirna kasih dan

penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:
1. Kedua orang tua penulis, ayahanda H Muhammad Yahya Azhari dan Urnrni
Halimah. Se1ia keluarga yang telah rnendukung penulis dengan sepenuh hati
dalarn rneyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM selaku Dekan

Fakultas Syari' ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah.
3. Bapak Asmawi, M.Ag selaku ketua program studi Jinayah Siyyasah
4. !bu Sri Hidayati, M.Ag selaku sekretaris progrsrn studi Jinayah Siyyasah.
5. Bapak Prof. Dr. H. Abdul Gani Abdullah, SH. Selaku pernbimbing yang telah
rnau rneluangkan waktunya untuk mernberikan ilrnunya dan birnbingannya
dalam rnenyelesaikan skripsi ini.
6. Para dosen Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah yang telah
memberikan ilmunya kepada penulis selama masa kuliah.
7. Assayyid Al Habib Muchsin bin Zaed bin Muchsin Al Athas, selaku guru
mulia penulis. Dan guru-guru penulis lainnya yang tidak dapat penulis
sebutkan namun tidak mengurangi rasa ta' dzim dan mahabbah penulis kepada
beliau-beliau.

8. Teman-teman Siyyasah Syar'iyyah angkatan 2003, Ahmad Nazir Al Batawie,
Qosim Al Batawie (makasih atas bimbingan belajar kitabnya sehingga ane
dapat lulus ujian komprehensif), lrwanto I Boncu (terns semangat Cu, jangan
putus asa. Gw yakin lo bisa nyelesain skripsi lo), Iwa, Q Roy, Husein (yang
nggak ketahuan kabarnya, semoga sehat-sehat selalu), Imaz KZ, Nasyatun,
Juju, B-Dur dan teman-teman SS yang lainnya.
9. Teman-teman penulis lainnya, khususnya Erna Dwi Rahmawati (Makasih atas

dukungannya, terns hadiri Majelis Rasulullah SAW), Ust Yudi M Yazid ,
Fatma Humaira, Hendra Saputra, crew AAM Al Falah . Dan pihak-pihak
lainnya yang telah memberikan dukungan dan bantuannya kepada penulis
sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
Semoga kebahagiaan dan kesejukan jiwa selalu menerangi hari-hari kita
semuanya . Sekali lagi terima kasih alas bantuan dan dukungannya. Hanya Allah
SWT lah yang dapat membalas kebaikan kalian semuanya..

Jakarta, April 2008

Ahmad Syaifuddin

DAFTARISI

KATA PENGANTAR
DAFTARISI

BABI

BAB II


BAB III

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

I

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

7

D. Tinjauan Pustaka

7


E. Metode Penelitian dan Tekhnik Penulisan

10

F. Sistematika Penulisan

11

TINJAUAN UMUMTENTANG KORUPSI
A. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Korupsi

13

B. Akibat Perbuatan Korupsi

30

C. Upaya Penanggulangan Korupsi

36


TINJAUAN UMUM TNTANG UU NO 30 TAHUN 2002
TENTANGKPK
A. Sekilas Tentang UU No 30 T;;ihun
2002
-,--

39

B. Sekilas Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi

41

BABIV

TIN.JAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP UU NO 30 TAHUN
2002 TENT ANG KPK

BABY

A. Korupsi Dalam Islam

54

B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap UU No 30 Tahun 2002

61

C. Perlunya UU No 30 Tahun 2002

64

PENUTUP
A. Kesimpulan

66

B. Saran

68

DAFT AR PUST AKA
LAMPIRAN

BABI
PENDAHULUAN
A. Latar Bclakang Masalah
Cita-cita para pendiri bangsa untuk memajukan kesejahtraan umum dan
mencerdaskan kehidupan bangsa masih belum menjadi kenyataan. Penyebab
utamanya, para penyelenggara negara (eksekutif, legislatif, dan yudikatif) masih
lebih mengutamakan menyejahterakan diri sendiri. Mereka dengan alasan demi
kesejahtraan um um, bisa merancang sebuah tindakan yang justru memperkaya diri
sendiri. 1
Diantara

masalah

fundamental

dalam

kehidupan

kenei;,uraan

dan

kemasyarakatan adalah korupsi 2 . Menurut Fockema Andrea, kata korupsi berasal
dari bahasa latin corruptio atau

corruptus. Selanjutnya disebutkan bahwa

corruptio itu pula berasal pula dari asal kata corrumpere, suatu kata latin yang
lebih tua. Dari bahasa latin itulah turun ke banyak bahasa Eropa seperti Inggris,
yaitu corruption, corrupt, Prancis, yaitu corruption, dan Belanda, yaitu corruptie

(korruptie ). Kita dapat memberanikan diri bahwa dari bahasa Belanda inilah kata
itu turun ke bahasa Indonesia, yaitu "korupsi"

3

Korupsi adalah suatu permasalahan besar yang merusak keberhasilan
pembangunan nasional. Korupsi menjadikan ekonomi menjadi berbiaya tinggi,

1

"Indonesia Sarang Korupsi Sistemik", Berita Indonesia, 21 Juni 2007, h.15

2

Mochtar Lubis, Bunga Rampai Korupsi (Jakarta, LP3ES, 1995), h.86

3

Andi I-famzah, Pe111berantasan Korupsi Me/a/ui lfukiun Pidana Nasional dan
!nternasional (Jakarta, PT Raja Grafindo, 2006),h.4

2

4

politik yang tidak sehat, dan moralitas yang terus-menerus merosot. Korupsi
merupakan sebuah konsep yang sangat akrab di telinga semua orang Indonesia.
Hampir setiap hari media massa mengungkapkan gejala-gejala penyelewengan
dan penyalahagunaan dana, waktu, kekuasaan, dan fasilitas yang ada yang
merupakan berbagai macam gejala korupsi. Kendatipun semua orang tidak
menerima prkatik-praktik korupsi, tetapi korupsi hampir rnelibatkan semua orang.
Korupsi tidak hanya dilakukan oleh pejabat, pengusaha, dan kaum pegawai, tetapi
juga dilakukan oleh orang-orang yang berhubungan dengan lembaga-lembaga
sosial dan bahkan lembaga keagamaan. Di mana pun ketika ada kesempatan,
orang akan melakukan korupsi.5
Di Indonesia, korupsi bukan saja merupakan gejala kehidupan individu
(pribadi), masyarakat (kelompok dan golongan), atau negara (sistem politik dan
pemerintahan). Lebih dari itu, tindakan tercela itu sudah menjadi salah satu
masalah utama dan mendesak. Di katakan seperti itu, karena korupsi merupakan
realita penyalahgunan kekuasaan di setiap sendi kehidupan masyarakat. Penelitian
berskala internasional, regional, dan nasional telah mernbuktikan ha! itu.
Diternukan, bahwa Indonesia adalah negara terkorup kedua di Asia dan pe1iama di
ASEAN 6 . Bangsa ini pun terperanjat ketika Dato Param Curnaraswamy, pelapor
khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa menyimpulkan bahwa korupsi diperadilan

4

Tim ICCE UIN Jakarta, Dernokrasi, Hak Asasi A1anusia, Dan Masyarakat Madani (
Jakarta, UIN, 2006),H.216
5

Muna\var Fuad Noeh, Is/a111 Dan Gerakan Moral Anti Korupsi (Jakarta, Zihru'l l-Iakin1,
1997), Cet. Pertama, h.13
6

Arbi Sanit, ed., Korupsi Di Negeri Kazan Beraga111a Jkhtiar Membangun Fiqh Anti

Korupsi (Jakarta, P3M, 2004), h.45

3

Indonesia adalah salah satu yang terburuk di dunia yang mungkin hanya bisa
disamai oleh Meksiko. Bahkan di mata orang bisnis, khususnya para investor
Asia, korupsi di Indonesia, dalam ha! ini adalah korupsi di Pengadilan , Indonesia
memperoleh skor 9,92 dari skala I sampai l 0 dengan eatatan yang mendapat skor
I adalah yang terbaik dan yang mendapat skor l 0 adalah yang terburuk. Skor ini
tepat berada di atas India yang memperoleh angka 9,26 dan Vietnam yang
mendapatkan skor 8,75 7
Tragisnya, walau hampir semua orang Indonesia menilai korupsi adalah
jahat dan buruk- dan arena itu harus diberantas-, tetapi pejabat dan instansi yang
berwe:iang memberantasnya, beke1ja setengah hati dan asal-asalan. Sehingga,
basil tindakan itu jauh dari memuaskan. Malah berbagai tokoh dan lembaga
kekuasaan, terkesan kuat memberikan proteksi kepada para koruptor. Lebih parah
lagi, dalam pergaulan sehari-hari, tidak ada pembedaan antara koruptor dengan
orang jujur. Koruptor dihormati karena kekayaan dan kekuasaan atau karena
sumbangannya kepada warga masyarakat.
Sudah bukan menjadi rahasia umum, bahwa hampir semua instansi
pemerintah di Indonesia sudah menjadi sarang korupsi sistemik. Di sebut korupsi
sistemik karena sudah menyatu dan membudaya dalam sistem birokrasi, serta bisa
berlangsung dengan mulus dan dalam waktu lama tanpa bisa terendus semua
penegak hukum dan aparat penegak hukum. Karena rancangannya memang dibuat
sedemikian rupa sistemik, dan lepas dari jeratan hukum. Celah hukum
dimanfaatkan betul untuk berlaku korup. Semua prosedur administratif dibuat

7

Arya Maheka, A1engenali Dan A!fe111berantas Korupsi (Jakarta, KPK, t.th), h.2

4

sedemikian rupa atau sama sekali barang bukti tidak ada yang tersisa, semua
dibuat terlihat rapi dan sesuai prosedur. Kalaupun dugaan korupsi sempat masuk
ranah hukum, gantian aparat penegak hukum malah bisa masuk jaringan korupsi
yang sistemik itu. 8
Masyarakat sudah terlanjur akrab dengan berbagai istilah yang termasuk
dalam kategori korupsi. Kita mengenal istilah sogok, uang kopi, salam tempel,
uang semir, uang pelican atau pelumas, uang pelancar dan beragam bentuk
pelesetan lainnya. Dengan sendirinya, para aparat yang melakukan korupsi
tersebut seperti biasanya mengeluarkan izin, lisensi, fasilitas, rekomendasi, yang
menguntukan pemberi suap. Akhirnya, korupsi meajadi pola

ォ・イセ。@

rutin dan

keseharian, karena adanya saling menguntungkan bagi kelanggengan jabatan dan
pembangunan itu sendiri. Dengan kata lain istilah pungli (pungutan liar) yang
amat merugikan masyarakat, akhirnya diterima sebagai pungmi (pungutan resmi)
yang makin membudayakan praktik korupsi. 9
Dilarangnya perbuatan korupsi dalam Islam terdapat dalam Al Qur'an
surat Al Baqarah ayat 188:

Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain
diantara kamu denganjalan bathil danjanganlah kamu membmva urusan harta
itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian dari pada harta benda

8

"Indonesia Sarang Korupsi Sistemik", Berita Indonesia, 21Juni2007, h.15

9

Munawar Fuad Noeh, Isla111 Dan Gerakan Moral Anti Korupsi (Jakarta, Zihru'l Hakim,

1997), Cet. Pertama, h.41-42

5

orang lain itu dengan ja/an berbuat dosa. Padahal kamu mengetahui (QS Al
Baqarah: 188/ 0
Menurut Muhammad Ali As Says, mernakan harta dengan bathil itu ada
dua cara, yang pe1tama; mengambil dengan cara yang dzalirn, sepe1ti mencuri dan
sebagainya , kedua; mendapatkannya dengan cara yang dilarang, seperti judi dan
cara-cara lain yang dilarang oleh syara' .

11

Usaha untuk memberantas korupsi sudah menjadi masalah global, bukan
lagi nasional atau regional. Gejala korupsi ada pada setiap negara, terutama yang
sedang membangun sudah hampir rnenjadi conditio sine qua non. Ada usaha
terutama karena desakan rakyat banyak agar korupsi dibabat habis kalau perlu
dengan hukuman darurat, seperti pidana yang berat, sistern pernbalikan beban
pernbuktian, pernbebasan penanganan korupsi dari instansi normal ke suatu badan
independent yang dijarnin integritasnya 12 .
Ada banyak cara untuk menanggulangi korupsi, antara lain dengan
pernbentukan lernbaga khusus yang independent yang bertugas rnenangani
masalah korupsi. Di Indonesia saat ini terdapat sebuah lembaga yang menangani
masalah korupsi yaitu KPK (Komisi Pernberantasan Korupsi) yang berdasarkan
pada Undang-Undang No 30 talllm 2002. Dengan di tetapkannya Undang-Undang
Nomor 30 tahun 2002 tentang komisi pemberantasan kornpsi yang mulai berlaku
sejak tanggal 27 Desember 2002, dapat di lihat sebagai titik cerah yang membawa

!O

Al Qur'anul Karim

11

Muhammad Ali As Says, Tafsir Ayat Al Ahkam (Beiruut, Darul Al Fikr, t th), Jilid 2,

h.86
12

Andi Hamzah, Perbandingan Pen1berantasan Korupsi Di Berbagai Negara (Jakarta,
Sinar Grafika, Cet kedua 2005), h.6

6

harapan dalam usaha pemberantasan korupsi di Indonesia. Artinya, dengan
diadakannya perubahan terhadap Undang-Undang No 31 tahun 1999 oleh
Undang-Undang

No 20 tahun 200 I yang kemudian disusul dengan adanya

Undang-Undang No 30 tahun 2002, diharapkan Undang-Undang ini dapat lebih
mampu memenuhi dan mengantisipasi perkembangan hukum masyarakat dalam
rangka mencegah dan memberantas secara efektif setiap bentuk tindak pidana
yang sangat merugikan keuangan negara.
Oleh karena itu, penulis memberanikan diri untuk mengangkat skrpsi ini
dengan judul " TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP UU NO 30
TA!ll.JN 2002 TENTANG KOMISI PEMBRANTASAN KORUPSI"
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Permasalahan korupsi adalah masalah yang sangat perlu mendapatkan
penanggulangan secara serius, karena masalah korupsi ini hampir setiap hari
menjadi bahan pembicaraan masyarakat. Berita masalah korupsi ini hampir setiap
hari menghiasi media, baik media massa ataupun media elektronik.
Dalam skripsi ini penulis akan membatasi diri pada " tinjauan hukum
Islam terhadap UU No 30 tahun 2002 tentar.g Komisi Pemberaatasan Korupsi".
Dari pembatasan masalah diatas dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut
I. Bagaimanakah pandangan hukum Islam teradap korupsi?

2. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap Undang-Undang No 30 tahun
2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi?

7

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
I. Untuk mengetahui dan mendapatkan gambaran yang jelas tentang upaya

penyelenggaraan negara yang bebas korupsi.
2. Untuk mengetahui bagaimana pandangan Islam tentang korupsi
3. Untuk mengetahui bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap UndangUndang No 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi
4. Untuk menegetahui apakah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah
memenuhi kebutuhan penaggulangan korupsi yang diperlukan
5. Untuk menegetahui apakah Komisi Pemberantasan Kort.psi (KPK) di
Indonesia ini sudah sesuai dengan hukum Islam.
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
I. Secara teoritis sebagai upaya menambah khazanah pengetahuan di
bidang hukum ketatanegaraan Islam dan hukum ketatanegaraan pada
umumnya, khususnya mengenai penaggulangan korupsi melalui lembaga
negara.
2. Secara praktis agar masyarakat mengetahui tentang kiprah Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam penanganan masalah korupsi.

D. Tinjauan Pustaka
Untuk menunjang penulisan skripsi ini, dan sebagai bahan untuk
mendukung skripsi ini maka beberapa literatur untuk kesempurnaan bahan
penulisan skripsi ini diantaranya bersumber dari buku-buku yang berkaitan
dengan penulisan skripsi ini

8

Mengenali dan memberantas korupsi karya Alya Jvlaheka. Buku ini
menerangakan tentang pengertian korupsi, ciri-ciri korupsi, jenis-jenis korupsi,
sebab-sebab korupsi, motivasi korupsi. Dalam buku ini juga dibahas mengenai
pemberantasan korupsi dari masa ke masa. Selain itu juga, buku ini membahas
tentang visi dan misi, asas-asas, tugas dan wewenang, struktur organisasi, sumber
keuangan, tempat kedudukan, peratnggungjawaban kepada publik dari Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK).

Terapi Penyakit Korupsi Dengan Tazkiyatun Nafi· kwya Abu Fida' Abdur
Rafi. Dalam buku ini dijelaskan bahwa korupsi di Indonesia seperti cerita yang tak
kunjung selesai. Entah, sudah bera;.a banyak uang negara - yang seharusnya untuk
kesejahtraan rakyat - di rampas oleh orang-orang yang hanya memikirkan
bagaimana memperkaya diri sendiri. Kerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
tidak mungkin diharapkan dapat menuntaskan persoalan tersebut. Jadi, salah satu
earn adalah dengan membentengi diri dengan tazkiyatun nafs (penyucian jiwa).
Buku ini secra rinci menjelaskaN apa-apa saja yang termasuk dalam kategori
korupsi, seperti suap, hadiah dengan tujuan tertentu, dan lain-lain. Selain itu,
dalam buku ini juga disertakan 12 terapi yang dapat kita manfaatkan agar
terhindar dari penyakit korupsi.

Korupsi Di Negeri Kaum Beragama lkhtiar Membangun Fiqh Anti
Korupsi karya Arbi Sanit dan Suharko. Dalam buku ini dijelaskan bahwa korupsi
di Indonesia sudah sangat sistemik. Karena itu pada titik tertentu bersifat "saling
menguntungkan" dan juga kuat diwarnai nuansa kultural. Dimana ini biasanya
secara salah kaprah lalu dianggap sudah membudaya. Yang memprihatinkan

9

justru ketika anggapan membudayanya korupsi ini makin menguat, sebenarnya
posisi keyakinan keberagamaan di negeri ini menjadi ironi dan dipertanyakan
relevansinya. Tak adakah hubungan kesalehan dalam keberagamaan dengan
pengurangan tindak korupsi? Atau sebetulnya memang ada yang salah dalam
corak keberagamaan kita, sehingga bisa dikatakan: sholat ya, korupsi jalan terus.
Pertanyaan-pertanyaan sejenis itu masih bisa muncul tetapi ironi tersebut jelas
menunjukan betapa selama ini keberagamaan di negeri ini gaga! menunbuhkan
kepekaan moral dalam peta kesadaran umatnya menghadapi kejahatan korupsi.
Kesadaran demikian semestinya mendorong kaum beragama tergugah untuk
mp•nbangun corak keberagamaan yang peduli pada pemberantasan korupsi yang
sudah membuat keterpurukan dan kebangkrutan bangsa di segala bidang. Buku ini
menyajikan secra cukup lengkap respon, pokok pikiran dan gagasan yang
berkembang mengenai keprihatinan kalangan agamawan atas praktik korupsi.
Sekaligus juga menggambarkan bagaimana kalangan agamawan berupaya
mereflesikan dirinya sendiri dengan merumuskan landasan teologis penolakan
korupsi dalam koridor fiqhiyyah yang lebih rinci.

Islam Dan Gerakan Moral Anti Korupsi karya Munawar Fuad Noeh.
Dalam buku ini dijelaskan bahwa fenomena korupsi apabila ditilik lebih cermat,
bagaimana pada akhirnya berpangkal pada sistem nilai yang dianut dan dipilih
oleh tiap individu. Sisitem nilai ini beroperasi pada wilayah kesadaran, persepsi,
mental, dan etos tiap individu yang bersifat subjektif, tetapi menentukan pola
tindakan. Dalam konteks ini, korupsi merupakan problem etika. Islam sebagai
sistem nilai, memegang peranan penting untuk memberikan pencerahan nilai,

10

penyadaran moral, perbaikan mental, atau penyempurnaan akhlak, dengan
memanfaatkan potensi baik pada tiap individu, yakni nurani. Dan memang
penyempurnaan akhlak itulah misi profrtik Islam. Buku ini menjelaskan tentang
anatomi korupsi, korupsi dalam perspektif Islam, dan kebijakan negara untuk
memberantas korupsi.

E. Metode Penelitian dan Tekhnik Pennlisan
l .Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam skripsi ini adalah jenis
penelitian kepustakaan (library research), yaitu penelitian dengan earn
mengumpulkan bahan-bahan yang berasal dari buku-buku, artikel-artikel,
makalah, majalah, koran serta bahau-bahan lainnya yang ada kaitannya
dengan masalah yang diangkat.
2.Tekhnik Pengumpulan Data
Tekhnik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah tekhnik kepustakaan, yaitu dengan membaca buku atau literatur yang
relevan dengan topik masalah dalam penelitian ini.
3.Sumber Data
a. Data Primer, yaitu Al Qur'anul karim dan Hadist sebagai sumber utama
hukum Islam. Dan Undang-Undang No 30 tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Korupsi, serta buku-buku lain yang berkaitan dengan
bahasan penulis.

11

b. Data Skunder yang penulis gunakan dalam penulisan skripsi ini yaitu
aiiikel-artikel

dan

makalah-makalah

yang

berkaitan

dengan

permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini
4.Tekhnik Analisa Data
Pada tahap analisis data, data diolah dan dimanfaatkan sedemikian
rupa sampai berhasil menyimpulkan kebenaran-kebenaran yang dapat dipakai
untuk menjawab persoalan yang diajukan dalam penelitian. Adapun data-data
tersebut dianalisis dengan metode deskriptif analisis, yaitu suatau metode
menganalisis den menjelaskan suatu permasalahan dengan memberikan suatu
gambaran secara jelas hingga cenemukan jawaban yang diharapkan.
5.Tekhnik Penulisan
Adapun tekhnik penulisan skripsi ini, penulis mengacu pada buku

"Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syari'ah dan Hukum Universitas Islam
Negari Syarif Hidayatu/lah Jakarta tahun 2007"
F. Sistematika Penulisan
Dalam pembahasan skripsi ini penulis membagi pada lima bab, dengan
sistematika sebagai barikut:
Bab I. Pendahuluan
Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian
dan tekhnik penulisan, sistematika penulisan.

12

Bab IL Tinjauan umum tentang korupsi
Bab

ini

berisi tentang

faktor-faktor

penyebab,

akibat

dan

upaya

penanggulangan korupsi
Bab III. Tiqjauan umum tentang Undang-Undang No 30 tahun 2002 dan
KPK
Bab ini berisi sekilas tentang Undang-Undang No 30 tahun 2002,
Wewenang dan tugas dari Komisi Pemberantasan Korupsi
Bab IV. Ti1tjauan hukum Islam terhadap UU No 30 tahun 2002 tentang KPK
Bab ini berisi tentang korupsi dalam Islam, dan tinjauan Hukum Islam
terhadap UU No 30 tahun 2002, perlunya UU No 30 tahun 2002
Bab V. Penutup
Bab ini berisi tentang kesimpulan pembahasan dan saran-saran penulis.

BABII
TINJAUAN UMUM TENTANG KORUPSI
A. Faktor-faktor penyebab terjadinya korupsi

Korupsi, siapa yang tidak kenal istilah ini. Usia korupsi, sebagai suatu
gejala sosial, terhitung tua. Mungkin sama tuanya dengan umur prostitusi. Dalam
sejarahnya, korupsi muncul dengan berbagai bentuk. Sepanjang sejarahnya pula,
korupsi berhasil menanamkan akarnya ke dalam nilai budaya berbagai masyarakat
dan bangsa. Hingga saat ini, korupsi dan praktik-praktik pendukungnya, sepetii
kolusi dan manipulasi telah menjadi salah satu isu besar. Sampai akhirnya, pada
tingkat tertentu, korupsi dianggap sebagai gejala wajar ualam kehidupan
keseharian

Pada mulanya pemahaman korupsi mulai berkembang di barat

(permulaan abad ke l 9, yaitu setelah adanya revolusi Prancis, Inggris, dan
Amerika) ketika perinsip pemisahan antara keuangan umum/negara dan keuangan
pribadi mulai diterapkan. Penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan pribadi
khususnya dalam soal keuangan dianggap sebagai korupsi.

1

Banyak pendapat yang mengemukakan tentang korupsi, diantaranya : AS
Hornby E.V. Gatenby dan H Wakefield mengatakan, korupsi(Corruption), adalah
the offering and accepting of bibes (penawaran/pemberian dan penerimaan suap).
dikatakannya juga, "corruption is decay", yang berarti kebusukan atau kerusakan.
Sudah tentu yang dimaksudkankan "busuk" atau "rusak" itu, ialah moral atau
akhlak dari oknum yang melakukan perbuatan korupsi tersebut. 2 Sedangkan

1

Arya Maheka, Mengena/i Dan Memberantas Korupsi (Jakarta, KPK, t.th), h.13

14

rnenurut Klitgaard korupsi adalah ajakan (dari seorang pejabat publik) dengan
pertimbangan-pertirnbangan yang tidak semestinya (misalnya suap) untuk
melakukan pelanggaran tugas. 3
Selain itu para ahli juga mencoba merumuskan korupsi, yang jika dilihat
dari struktrur bahasa dan cara penyampaiannya yang berbeda, tetapi pada
hakekatnya mempunyai rnakna yang sama. Kartono (1983) rnemberi batasan
korupsi sebagai tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan
guna mengeduk keuntungan pribadi, rnerugikan kepentingan umum dan negara.
Jadi korupsi merupakan gejala salah pakai dan salah urns dari kekuasaan, demi
keuntungan pribadi, salah

tll"U[

terhadap sumber-surnber kekayaan negara dengan

menggunakan wewenang dan kekuatan-kekuatan formal (misalnya dengan alasan
hukum dan kekuatan senjata) untuk mernperkaya diri sendiri. Korupsi terjadi
disebabkan adanya penyalahgunaan wewenang dan jabatan yang dimiliki oleh
pejabat atau pegawai demi kepentingan pribadi dengan rnengatasnamakan pribadi
atau keluarga, sanak saudara dan teman. Wertheim (dalam Lubis, 1970)
menyatakan bahwa seorang pejabat dikatakan melakukan tindakan korupsi bila ia
menerima hadiah dari seseorang yang bertujuan rnempengaruhinya agar ia
mengambil keputusan yang menguntungkan kepentingan si pemberi hadiah.
Kadang-kadang orang yang menawarkan hadiah dalam bentuk balas jasa juga
termasuk dalam korupsi. Selanjutnya, Wertheim menambahkan bahwa balas jasa
dari pihak ketiga yang diterima atau diminta oleh seorang pejabat untuk

2

Prof Dr Baharuddin Lopa SI-I, Kejahatan Kon1psi dan Penegakan Huku111 (Jakarta:
Kompas, Agustus 2001), h.67
3

Robert Klitgaard, A1en1bas111i Korupsi (Jakarta: yayasan Obor, 2005), h.29

15

diteruskan kepada keluarganya atau paitainya I kelompoknya atau orang-orang
yang mempunyai hubungan pribadi dengannya, juga dapat dianggap sebagai
korupsi. Dalam keadaan yang demikian, jelas bahwa ciri yang paling menonjol di
dalam korupsi adalah tingkah laku pejabat yang melanggar azas pemisahan antara
kepentingan pribadi dengan kepentingan masyarakat, pemisahan keuangan pribadi
dengan masyarakat. 4
Di tanah air kita, persoalan korupsi nyaris menjadi ha! yang biasa. Korupsi
di Indonesia telah me1tjadi persoalan struktural, kultural dan personal. Persoalan
struktural karena telah melekat dalam sistem pemerintahan, termasuk partai
politik, institusi militer, aparat penegak hukum, dan sebagainya. dari pusat hingga
bawah. sedangkan persoalan kultural karena adanya kelaziman kolektif yang telah
diterima menjadi kebiasaan dalam masyarakat di berbagai lingkungan sosial.
Persoalan personal karena mentalitas korupsi yang menyatu dalam kepribadian
orang Indonesia pada umumnya.5
Tindak korupsi bukanlah peristiwa yang berdiri sendiri. Perilaku korupsi
menyangkut berbagai hal yang sifatnya kompleks. Faktor-faktor penyebabnya bisa
dari internal pelaku-pelaku korupsi, tetapi bisa juga bisa berasal dari situasi
lingkungan yang kondusif bagi seseorang untuk melakukan korupsi. Berikut ini
adalah aspek-aspek penyebab seseorang berbuat Korupsi.

4

6

Erika Revida," Korupsi Di Indonesia: Masalah Dan Solusinya" artikel ini dikases pada

14 Februari 2008 dari http://\VVl\V.transparansi.or.id/
5

"Pen1berantasan Korupsi Di Indonesia", Ikhlas Beran1al, No 37 tahun VIII Agustus

2005,h.19
6

Artikei ini diakses pada 11 Februari 2008 dari http://\V\V\V.transparansi.or.id/

16

1. Faktor Internal

a. Persepsi terhadap korupsi
Persoalan bahwa korupsi adalah sebuah perbuatan kriminal dan kejahatan
sebenarnya tidak perlu diperdebatkan lagi. Meskipun demikian, ada anggapan
yang mengatakan bahwa korupsi bersifat fungsional, karena disebut dapat
rneningkatakan derajat ekonorni seseorang. Karenanya, uang suap dianggap dapat
mernberi konstribusi positif, yaitu dapat rnengatasi rigiditas dan kompleksitas
sistem adrninistrasi yang kaku. Bahkan, beberapa bentuk korupsi juga disinyalir
dapat rnernberi andil bagi pernbangunan politik dengan cara penguatan partai
politik tertentu. 7
Selain itu, pengalihan sejurnlah dana ke kantong pribadi dinilai dapat
rnernberikan usaha-usaha produktif, rnisalnya, kesernpatan rnelakukan korupsi
rnungkin berguna bagi peningkatan mutu atau kinerja pegawai negeri. Karena gaji
PNS yang kecil, rnaka korupsi pun disinyalir dapat mernenuhi I rnernbantu
kebutuhan-kebutuhan dasar kehidupan PNS dan keluarganya.
Mengenai rnasalah kurangnya gaj i atau pendapatan pegawai Negeri di
Indonesia telah dikupas oleh B Soedarso yang rnenyatakan antara lain.
"Pada urnurnnya orang menghubung-hubungkan tumbuh subumya korupsi sebab
sebab yang paling garnpang dihubungkan misalnya kurang gaji pejabat-pejabat,
buruknya ekonomi, mental pejabat yang kurang baik, adrninistrasi dan manajernen
yang kacau yang rnenghasilkan adanya prosedur yang berliku-liku dan
sebagainya." 8

7

Dzuriyatun Toyibah, Sebab-Sebab Korupsi, dalam Karlina 1-Ielmanita, ed., Pendidikan
Anti Korupsi di Perguruan Tinggi (Jakarta: Center For The Study of Relegion and Culture,
2006),h.66
8
Andi Han1zah, Pe1nberantasan Korupsi lvfelalui Hukum Pidana nasional dan
fnternasional (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), h 13

17

Namun dernikian, kurangnya gaji dan pendapatan pegawai negeri rnemang
faktor yang paling menonjol dalam arti merata dan meluasnya korupsi di
Indonesia. Patut diingat bahwa kurangnya gaji pegawai negeri ini dibandingkan
dengan kebutuhannya, semakin gawat manakala diperhatikan kebutuhan yang
semakin meningkat sebagai akibat kemajuan tekhnologi. Sebelum tahun 1981,
banyak daerah di Indonesia yang belum dapat menikmati siaran televisi sehingga
belurn dibutuhkan pesawat televisi di sana. Akan tetapi, setelah televisi sampai ke
pelosok-pelosok tanah air, antara lain dengan bantuan Menteri Pertahanan dan
Kearnanan, kebutuhan televisi rnenjadi kebuthuhan yang mendesak sampai ke
desa-desa. Kebutuhan pesm·:at televisi sebenarnya merupakan hal yang relatif
sulit dipenuhi jika pegawai negeri kecil hanya mengandalkan gaji atau pendapatan
yang resrni. Selanjutnya kemajuan tekhnologi terus melaju, rnisalnya barangbarang elektronik yang pada umurnnya didarnbakan oleh setiap pegawai negeri
seperti perubahan televisi layar cembung menjadi layar datar, disusul munculnya
video recorder, kemudian handphone yang semakin hari semakin kecil dan
canggih dan seterusnya. Pada tahun 50-an pegawai negeri hingga tingkat
menengah masih umum berkendaraan sepeda ke kantor. Pada tahun 70-an dan 80an ha! seperti itu merupakan suatu kelainan, apalagi di millennium ketiga ini,
mobil-mobil semakin mewah dan didambakan oleh semua pegawai. Semua itu
rnenam bah be ban kebutuhan pegawai negeri. Beban yang berat itu masih
ditambah dengan sistem mencicil, kartu kredit yang memudahkan pengambilan
barang-barang itu, tetapi mengakibatkan pemotongan gaji sampai kadang-kadang

18

pegawai yang bersangkutan hanya menerima amplop kosong setiap bulan.
Kurangnya gaji dan pemotongan-pemotongan gaji yang banyak, sebagai penyebab
korupsi, ditulis juga oleh Wertheim yang menceritakan bahwa hal yang demikian
terjadi pada pegawai

voe dahulu di Jawa.

b. Moralitas dan lntegritas Jndividu
Persoalan moralitas banyak dihubungkan dengan pemahaman dan
internalisasi nilai-nilai keagamaan pada seseorang. Agama dalam hal ini Islam
misalnya, mengajarkan manusia manusia untuk tidak mencuri, karena Allah SWT
akan mengancam tindakan pencurian dengan siksa didunia (potong tangan) dan
diakhirat. Agama juga mengajarkan bahwa sebaik-baiknya manusia adalah yang
paling bermanfaat bagi orang lain. Pengingkaran terhadap prinsip-prinsip agama
ini menjadikan individu tidak memiliki moralitas.
Mercie Elide, seorang teolog Rumania, pernah berujar; "Orang beragama
adalah orang yang dapat membedakan mana yang suci dan mana yang tidak. Dan
dia cenderung melakukan yang suci." Pernyataan ini menunjukkan, orang yang
memiliki

kesadaran beragama sejati, akan cenderung

menjalankan ajaran

agamanya (yang memang mencerminkan kesucian) dan meninggalkan yang tidak
suci. Konsekuensinya, orang yang mengaku beragama, tapi justru mempraktikkan
perilaku tidak suci, semisal korupsi, tidak layak menyandang predikat "orang
beragama." Sebab, apalah artinya beragama, bila perilakunya menyirnpang dari
semangat ajaran agama yang didewakannya. Ini tak ubahnya perilaku fasiq atau
fajir; yakni melakukan kejahatan kernanusiaan dengan berlindung di balik ajaran
suci agarna. Tapi, itulah fenomena yang terjadi ditengah-tengah rnasyarakat kita,

19

masyarakat yang

begitu membanggakan dan menjunjung tinggi nilai-nilai

agama. 9
Ada benarnya pendapat Franz Magnis Suseno bahwa agama telah gaga!
menjadi pembendung moral bangsa dalam mencegah korupsi karena perilaku
masyarakat yang memeluk agama itu sendiri. Pemeluk agama mengangap agama
hanya berkutat pada masalah bagaimana tata cara beribadah saja. Sehingga nyaris
agama tidak berfungsi dalam mernainkan peran sosial. Menurut Franz, sebenarnya
agama bisa rnemainkan peran yang lebih besar dalam konteks kehidupan sosial
dibandingkan institusi lainnya. Sebab, agama memiliki relasi atau hubungan
emosional dengan pemeluknya. Jika diterapkan dengan ;,enar kekuatan relasi
emosional yang dimiliki agama bisa menyadarkan umat bahwa korupsi bisa
membawa dampak yang sangat buruk. 10

2. Faktor Eksternal
a. Sistem Hukum
Penyebab korupsi sering dilihat dari seberapa besar efektifitas sisitem
hukum untuk mencegahnya. Triesman melihat, sisitem hukum comman law yang
disusun oleh hakim berdasarkan pengalaman ternyata lebih efektif daripada sistem
hukum berdasarkan Undang-Undang yang dibuat oleh pemerintah bersama para
ilmuwan. Akan tetapi sistem tersebut hanya efektif dalam mencegah korupsi di
negara yang memiliki administrasi hukmn yang efektif dengan tardisi keadilan
yang kuat seperti di Australia dan Singapura. Sedangkan sistem hukum dimana

9

Nurul I-Iuda Maarif," Korupsi dan Problem Kesadaran Beragama",artike! ini diakses

pada 13 Februari 2008 dari \VW\V. mambaussholihin.com
10

Arya Maheka, Afengenali Dan Me111berantas Korupsi (Jakarta: KPK, t.th), h 24

20

hakim memiliki banyak kewenangan akan mendorong perilaku korupsi bila
diterapkan di negara yang tidak memiliki peradilan yang independent

dan

administrasi sistem hukum yang yang efektif seperti terjadi di Thailand dan
Liberia.
Dengan kata lain sistem hukum yang tidak efektif sangat berpengaruh
terhadap munculnya perilaku korup. Wewenang yang sangat besar yang dimiilki
oleh pejabat lebih sering membuat mereka tergoda untuk melakukan perbuatan
korupsi. Dalam ha! ini pendekatan order paradigm mengangap manusia sebagai
makhluk yang mementingkan diri sendiri dan memiliki nafsu yang cenderung
untuk merugikan orang !ah: lebih banyak terbukti dalam dunia nyata. Oleh karena
itu diperlukan aturan-aturan yang ketat agar tercipta keteraturan.
Bagaimana dengan sistem hukum di Indonesia? Suatu kondisi yang sangat
memprihatinkan adalah bahwa masyarakat baru bisa tertib, jika hukum dijalankan
dengan serius dan tegas. Lihat saja kebiasaan di masyarakat, ketika melanggar
peraturan lalu lintas, biasanya mereka akan berusaha untuk mengelak dari proses
hukum. Ada anggapan umum, dari pada berhubungan dengan persoalan hukum
yang rumit, akan lebih mudah dan murah, jika di selesaikan secara kekeluargaan
dan damai. Hal itu terjadi karena aparat mudah di sogok, sehingga pelanggaranpelanggaran dengan mudah dilakukan oleh masyarakat. Mungkin kita sudah
terbiasa mendengar ungkapan "polisi dikasih 20.000 juga diam". Alasan
ketidakadaan dana operasional untuk menyelesaikan perkara membuat aparat
"kecanduan" untuk mendapatkan uang, dan masyarakat juga lebih suka
mengambil jalan pintas.

21

b. Sistem politik
Struktur dan sistem politik biasanya dipahami sebagai proses bagaimana
kekuasaan didapatkan dan dijalankan. Meskipun prilaku penggelapan dan
penyuapan adalah ha! yang sudah lama te1jadi, cara pandang politik tradisional
yang membenarkan seorang raja untuk menggunakan penghasilan negara demi
kepentingan keluarga, keagungan pribadi dan dinasti, tampaknya juga memberi
pengaruh. Dalam sistem tradisional, pejabat menggunakan penghasilan dari
jabatannya untuk menunjukan keagungannya sebagai pejabat negara. Dalam
sistem
sebagai

ini tidak hanya raja yang menjadi negara, pejabat bisa dipersepsikan
negara.

Karenanya

secara

tradisional,

pejabat

merasa

berhak

menggunakan kekayaan negara untuk pribadi.
Oleh karena itu, wajar jika Huntington melihat taransisi dari pemerintahan
tradisional memuu pemerintahan modern menjadi salah satu penyebab korupsi.
Meskipun sisitem pemerintahan sudah menjadi demokrasi, tetapi prilaku birokrasi
masih tetap birokrasi tardisional. Mereka menganggap milik publik sebagai milik
pribadi sehingga memperlakukan harta publik semau sendiri.
Sistem yang berkembang lebih berorientasi pada hubungan patron client
yaitu satu hubungan personal antara pimpinan dan bawahan yang tidak
berdasarkan asas persamaan. Hubungan patron client ini akan lebih mudah
dipahami dalam perspektif pe11ukaran. Baik patron (pimpinan) maupun client
(bawahan) memiliki hubungan yang saling membutuhkan. Pimpinan memberikan
peke1jaan,

perlindungan,

sedangkan bawahan memberikan

penghormatan,

dukungan poltik dan lain-lain. Hubungan yang semacam ini merupakan hubungan

22

yang tidak seimbang dan tidak menerapkan apa yang disebut dengan management

by objective.
Sisitem politik akomodasi dan sistem politik dagang sapi juga memilki
pola yang mirip dengan hubungan patron client. Seorang presiden, gubernur,
bupati dan lain-lain mendapatkan jabatannya dengan dibantu oleh tim sukses.
Dalam hubungan politis semacam itu, selalu ada 'kepentingan" mengapa seorang
mau menjadi pendukung atau tim sukses calon. Jika calonnya menang, maka
anggota tim sukses itu berharap untuk bisa menduduki jabatan tertentu. Jika ia
pengusaha,

maka

ia berharap

untuk bisa mendapatkan prioritas dalam

menge1jakan proyek-proyek pemerintah. Apalagi, bi!;: si pengusaha sudah
melakukan investasi dalam bentuk pembiayaan kampanye dan dana-dana politik
lainnya. Disinilah terjadi hubungan timbal batik (recipropcity) yang menuntut
calon

yang

didukung

untuk

membalas

budi

terhadap

kebaikan

dan

mengembalikan modal yang sudah dikeluarkan. Kerena berbentuk balas budi
maka presiden, gubernur, bupati atau pejabat politis lainnya sulit diharapkan
untuk bertindak tegas terhadap perilaku penyelewengan yang dilakukan oleh
pendukung-pendukungnya. Belum lagi j ika si pejabat tersebut sebenarnya
memiliki motif untuk memperkaya diri ketika ia berkuasa.
c. Budaya lembaga (corporate culture)
Faktor selanjutnya yang menjadi penyebab korupsi adalah faktor budaya
lembaga (corporate culture). Corporate culture adalah kebiasaan kerja seluruh
perangkat perusahaan dengan lembaga baik manajemen maupun seluruh lapisan
ka1yawan yang dibentuk dan dibakukan serta diterima sebagai standar perilaku

23

kerja, serta membuat seluruh perangkat terikat pada lembaga. Inti dari corporate

culture adalah nilai (value) yang menjadi landasan kerja.
N ilai-nilai yang menjadi landasan kerja bisa berasal dari ajaran agama
maupun tradisi. Misalnya saja keberhasilan kaum Tionghoa seringkali dijelaskan
karena pengaruh ajaran-ajaran Tionghoa yang beberapa prinsip dasar seperti
toleransi,

rasa sayang

sesama manusia,

kerukunan

keluarga,

solidaritas

masyarakat, mengutamakan pendidikan moral dan ilmu. Dalam etika protestan
sebagaimana di bahas oleh Max Webber, terdapat prinsip-prinsip: ke1ja keras,
hemat, disiplin. Adapun dalam ajaran Islam terdapat nilai-nilai yang seharusnya
menjadi rujukan corpcate culture seperti keharusan untuk bekerja keras dan
selalu bekerja sama untuk kebaikan, bersikap profesional, jujur, tidak sating
menipu, dan tidak sating bennusuhan.
Tingkat korupsi yang sangat akut di Indonesia, sebagai negara dengan
mayoritas penduduk beragama Islam memang sangat disayangkan. Ajaran Islam
yang memiliki nilai-nilai luhur sebagai inspirasi untuk tumbuhnya corporate

culture yang modern belum terbukti. Sebaliknya yang terjadi adalah budaya
keserakahan yang melahirkan korupsi dan budaya korupsi terhadap waktu,
tanggung jawab, sarana dan prasarana, dan dana. Belum terjadi budaya kerja yang
diajarkan oleh Sayyidina Umar bin Khattab yang mau terjun langsung dalam
manajemen pemerintahan, dan tidak segan-segan menindak staf yang salah. Ia
juga selalu memperhatikan kemaslahatan umum, dengan menerapkan hidup
sederhana dan menekan keadilan bagi si miskin dan si kaya.

25

e. Sistem pendidikan
Di alas segala faktor yang sudah disebut diatas, memang sudah saatnya
jika dunia pendidikan melakukan instropeksi diri. Lembaga pendidikan sebagai
lembaga pencerahan yang mendidik sisiwa dan mahasisiwa untuk lebih kritis,
paham dengan kenyataan, dan bisa menyelesaikan persoalan-persoalan hidup
masih dipertanyakan. Dengan sistem pendidikan yang sering kali lebih
mempraktekan sisitem gaya bank sebagaimana dikritik oleh Pailo Freire dan Ivan
Ilich ternyata hanya merupakan proses pembodohan terhadap peserta didik.
Persoalan ini tentu saja menjadi persoalan yang sangat krusial. !ndikator
keberhasilan belajar yang hanya dilihat dari nilai yan,; didapatkan si murid, tentu
membuat tenaga pendidik memiliki peluang untuk melakukan penyelewengan I
korupsi dengan memberikan nilai tidak berdasarkan kemampuan tetapi faktor lain.
Selain itu kecendnmgan peserta didik untuk melakukan negosisasi dalam
mendapatkan nilai juga menjadi persoalan yang sangat memprihatinkan.
f, Sistem ekonomi

Persoalan kemisikinan dan gaji yang idak memadai meqjadi faktor yang
sangat klasik untuk membenarkan tindakan korupsi. Pegawai kelurahan mencari
tarnbahan dengan menarik uang administrasi seikhlasnya. Pegawai kepolisian
meminta pelapor tindak kejahatan untuk ikut membiayai operasional biaya
perkara, guru mengharapkan lladiah dari siswa sebagai ungkapan terima kasih.
Dan banyak modus-modus operandi lainnya. Akan tetapi, persoalannya apakah
perbuatan itu berhenti sampai kebutuhan tercukupi, atau sebaliknya menjadi
ketagihan untuk mendapatkan uang yang lebih banyak?

26

Disisi lain terdapat suatu kenyataan di mana korupsi uang lebih parah
dampaknya adalah korupsi yang dilakukan oleh para pegawai BUMN uang
gajinya sudah sangat tinggi. Demikian juga korupsi yang melibatkan pengusaha,
presiden, militer dan sebagainya.
Analisa yang lebih detil lagi tentang penyebab korupsi diutarakan oleh
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam bukunya be1judul
"Strategi Pemberantasan Korupsi," antara lain :
1. Aspek lndividu Pelaku

a. Sifat tamak manusia
Kemungkinan orang melakukan korupsi bukan karena orangnya miskin
atau penghasilan tak cukup. Kemungkinan orang tersebut sudah cukup kaya,
tetapi masih punya hasrat besar untuk memperkaya diri. Unsur penyebab korupsi
pada pelaku semacam itu datang dari dalam diri sendiri, yaitu sifat tamak dan
rakus.
b. Moral yang kurang kuat
Seorang yang moralnya tidak kuat cenderung mudah tergoda untuk
melakukan korupsi. Godaan itu bisa berasal dari atasan, teman setingkat,
bawahanya, atau pihak yang lain yang memberi kesempatan untuk itu.
c. Penghasilan yang kurang mencukupi
Penghasilan seorang pegawai dari suatu pekerjaan selayaknya memenuhi
kebutuhan hidup yang wajar. Bila ha! itu tidak terjadi maka seseorang akan
berusaha memenuhinya dengan berbagai cara. Tetapi bila segala upaya dilakukan
ternyata sulit didapatkan, keadaan semacam ini yang akan memberi peluang besar

27

untuk melakukan tindak korupsi, baik itu korupsi waktu, tenaga, pikiran dalam
arti semua curahan peluang itu untuk keperluan di luar pekerjaan yang
seharusnya.
d. Kebutuhan hidup yang mendesak
Dalam rentang kehidupan ada kemungkinan seseorang mengalami situasi
terdesak dalam hal ekonomi. Keterdesakan itu membuka ruang bagi seseorang
untuk mengambil jalan pintas diantaranya dengan melakukan korupsi.
e. Gaya hidup yang konsumtif
Kehidupan di kota-kota besar acapkali mendorong gaya hidup seseong
konsumtif. Perilaku konsumtif semacam ini bila tidak diimbangi dengan
pendapatan yang memadai akan membuka peluang seseorang untuk melakukan
berbagai tindakan untuk memenuhi hajatnya. Salah satu kemungkinan tindakan itu
adalah dengan korupsi.
f. Malas atau tidak mau kerja

Sebagian orang ingin mendapatkan hasil dari sebuah peke1jaan tanpa
keluar keringat alias malas beke1ja. Sifat semacam ini akan potensial melakukan
tindakan apapun dengan cara-cara mudah dan cepat, diantaranya melakukan
korupsi.
g. Ajaran agama yang kurang diterapkan
Indonesia dikenal sebagai bangsa religius yang tentu akan melarang tindak
korupsi dalam bentuk apapun. Kenyataan di lapangan menunjukkan bila korupsi
masih berjalan subur di tengah masyarakat. Situasi paradok ini menandakan
bahwa ajaran agama kurang diterapkan dalam kehidupan.

28

2. Aspek Organisasi
a. Kurang adanya sikap keteladanan pimpinan
Posisi

pemimpin

dalam

suatu

lembaga formal

maupun

informal

mempunyai pengaruh penting bagi bawahannya. Bila pemimpin tidak bisa
memberi keteladanan yang baik di hadapan bawahannya, rnisalnya berbuat
korupsi, maka kemungkinan besar bawahnya akan mengarnbil kesempatan yang
sarna dengan atasannya.
b. Tidak adanya kultur organisasi yang benar
Kultur organisasi biasanya punya pengaruh kuat terhadap anggotanya.
Apabila kultur organisasi tidak dikelola dengan bai'.:, akan rnenimbulkan berbagai
situasi tidak kondusif mewarnai kehidupan organisasi. Pada posisi dernikian
perbuatan negatif, seperti korupsi rnemiliki peluang untuk te1jadi.
c. Sistirn akuntabilitas yang benar di instansi pemerintah yang kurang memadai
Pada institusi pemerintahan umumnya belum merumuskan dengan jelas
visi dan misi yang diembannya dan juga belum rnerurnuskan dengan tujuan dan
sasaran yang harus dicapai dalam periode tertentu guna mencapai misi tersebut.
Akibatnya, terhadap instansi pemerintah sulit dilakukan penilaian apakah instansi
tersebut berhasil mencapai sasaranya atau tidak. Akibat lebih lanjut adalah
kurangnya perhatian pada efisiensi penggunaan sumber daya yang dimiliki.
Keadaan ini memunculkan situasi organisasi yang kondusifuntuk praktik korupsi.
d. Kelemahan sistim pengendalian manajernen
Pengendalian manajemen merupakan salah satu syarat bagi tindak
pelanggaran

korupsi

dalarn

sebuah

organisasi.

Sernakin

longgar/lemah

29

pengendalian manajemen sebuah organisasi akan semakin terbuka perbuatan
tindak korupsi anggota atau pegawai di dalamnya.
e. Manajemen cenderung menutupi korupsi di dalam organisasi
Pada umumnya jajaran manajemen selalu menutupi tindak korupsi yang
dilakukan oleh segelintir oknum dalam organisasi. Akibat sifat tertutup ini
pelanggaran korupsi justru terus berjalan dengan berbagai bentuk.
3. Aspek Tempat Individu dan Organisasi Berada
a. Nilai-nilai di masyarakat kondusif untuk te1jadinya korupsi Korupsi bisa
ditimbulkan

oleh

budaya masyarakat.

Misalnya,

masyarakat menghargai

seseorang karen2 kekayaan yang dimilikinya. Sikap ini seringkali membuat
masyarakat tidak kritis pada kondisi, misalnya dari mana kekayaan itu didapatkan.
b. Masyarakat kurang menyadari sebagai korban utama korupsi Masyarakat masih
kurang menyadari bila yang paling dirugikan dalam korupsi itu masyarakat.
Anggapan masyarakat umum yang rugi oleh korupsi itu adalah negara. Padahal
bila negara rugi, yang rugi adalah masyarakat juga karena proses anggaran
pembangunan bisa berkurang karena dikorupsi.
c. Masyarakat kurang menyadari bila dirinya terlibat korupsi Setiap korupsi pasti
melibatkan anggota masyarakat. Hal ini kurang disadari oleh masyarakat sendiri.
Bahkan seringkali masyarakat sudah terbiasa terlibat pada kegiatan korupsi seharihari dengan cara-cara terbuka namun tidak disadari.
d. Masyarakat kurang menyadari bahwa korupsi akan bisa dicegah dan diberantas
bila masyarakat ikut aktif. Pada umumnya masyarakat berpandangan masalah

30

korupsi itu tanggung jawab pemerintah. Masyarakat kurang menyadari bahwa
korupsi itu bisa diberantas hanya bila masyarakat ikut melakukannya.
e. Aspek peraturan perundang-undangan Korupsi mudah timbul karena adanya
kelemahan di dalam peraturan perundang-undangan yang dapat mencakup adanya
peraturan yang monopolistik yang hanya menguntungkan kroni penguasa, kualitas
peraturan yang kurang memadai, peraturan yang kurang disosialisasikan, sangsi
yang terlalu ringan, penerapan sangsi yang tidak konsisten dan pandang bulu,
serta lemahnya bi dang evaluasi dan revisi peraturan perundang-undangan. 11

B. Akibat perbuatan korupsi
Korupsi dapat diibaratkan sebagai penyakit menular yang

ュ・ゥャセ[@

dampak sangat buruk terhadap kondisi sosial dan ekonomi masyarakat. Dampak
buruk yang terkandung dalam perbuatan yang dapat didefinisikan sebagai segala
penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan dengan tujuan untuk

bentuk

memperkaya diri atau kalangan sendiri-yang sangat dirahasiakan terhadap pihakpihak lain di luar kalangan sendiri itu 12, dalam garis besarnya adalah sebagai
berikut:
Dalam perspektif ekonorni ada beberapa dampak korupsi yang bisa
diajukan, antara lain sebagai berikut: Pertarna, terjadinya inefisiensi hingga
menyebabkan biaya

11

12

Artikel ini diakses pada 11 Februari 2008 dar

Dokumen yang terkait

PENULISAN HUKUM / SKRIPSI KEWENANGAN JAKSA DALAM PEMBERANTASAN KORUPSI SETELAH DIBERLAKUKANNYA UNDANG-UNDANG NO 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI.

0 2 11

BAB 1 PENDAHULUAN KEWENANGAN JAKSA DALAM PEMBERANTASAN KORUPSI SETELAH DIBERLAKUKANNYA UNDANG-UNDANG NO 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBER

0 3 9

BAB III PENUTUP KEWENANGAN JAKSA DALAM PEMBERANTASAN KORUPSI SETELAH DIBERLAKUKANNYA UNDANG-UNDANG NO 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI

0 2 5

ANALISIS FIKIH SIYASAH TERHADAP KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM UNDANG-UNDANG N0MOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI.

0 0 88

UNDANG UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2002 TTG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

0 0 42

UU No 30 Tahun 2002: Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

0 0 26

UNDANG-UNDANG NO 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

0 0 19

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

0 0 7

KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI SEBAGAI LEMBAGA NEGARA PENEGAK HUKUM DALAM MENANGANI TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG (MONEY LOUNDRING) BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2002 UNDANG-UNDANG NO 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PI

0 0 5

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP JAMINAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI SAKSI PELAPOR TINDAK PIDANA KORUPSI MENURUT UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI - eprint UIN Raden Fatah Palembang

0 0 117