Model Evaporasi Air Garam

i

MODEL EVAPORASI AIR GARAM

AKFIA RIZKA KUMALA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

ii

iii

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Model Evaporasi Air
Garam adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2016
Akfia Rizka Kumala
NIM F451130061

ii

RINGKASAN

AKFIA RIZKA KUMALA. Model Evaporasi Air Garam. Dibimbing oleh BUDI
INDRA SETIAWAN, SATYANTO KRIDO SAPTOMO, dan RUDIYANTO.
Keberhasilan produksi garam pada musim kemarau sangat ditentukan oleh
faktor cuaca selama musim produksi. Oleh sebab itu diperlukan teknologi
pembuatan garam sepanjang tahun tanpa diganggu oleh faktor iklim. Desain
evaporator garam pada penelitian ini mengacu pada dampak proses salinisasi pada
tanah. Salinisasi adalah suatu proses yang menyebabkan garam terlarut dalam air
terakumulasi di atas tanah. Akibat evaporasi tinggi dan kandungan garam tanah

tinggi, sering terjadi proses salinisasi sehingga mengakibatkan garam mengendap
di permukaan tanah.
Penelitian ini diawali dengan analisis karakteristik tanah sebagai membran
evaporator. Tabung evaporator berisi membran pasir hitam dan pasir putih.
Analisis tersebut antara lain analisis distribusi partikel tanah, konduktivitas
hidrolik jenuh (ks), bulk density (ρb), dan kadar air tanah jenuh (θs). Penelitian
terdiri dari dua perlakuan dan masing-masing dilakukan pada dua tabung.
Perlakuan pertama (P1) yakni dengan mengalirkan air garam dari tabung mariot
secara terus menerus, sehingga diasumsikan kadar air tanah (θ) dalam kondisi
stabil dan tidak jenuh. Sedangkan perlakuan kedua (P2) dilakukan dengan
memberikan genangan pada membran dan membiarkan hingga genangan air
garam menguap dan kadar air tanah berkurang. Bahan dasar berupa larutan air
garam dapur (NaCl) dengan konsentrasi 50 g/l.
Karakteristik fisik membran pasir hitam (T1) memililiki nilai ks 0.07
0.004 mm/detik, ρb sebesar 1.44 gram/cm3 dan θs sebesar 0.35 cm3/cm3.
Sementara itu, membran pasir putih (T2) memiliki nilai ks sebesar 0.12 0.009
mm/detik, ρb sebesar 1.35 gram/cm3 dan θs sebesar 0.52 cm3/cm3. Berdasarkan
hasil analisis distribusi partikel tanah, pasir hitam memiliki partikel berukuran
lebih kecil daripada pasir putih. Laju evaporasi pada membran pasir hitam (T1),
rata-rata sebesar 0.75 pada P1 dan 1.23 cm/hari pada P2. Laju evaporasi pada

membran pasir putih (T2) sebesar 0.375 pada P1 dan 0.95 cm/hari pada P2. Kadar
air tanah pada P1 cenderung konstan sedangkan P2 cenderung mengalami
penurunan. Suhu membran P1 lebih tinggi daripada membran P2. Kadar garam
pada membran cenderung tinggi pada nilai θ tinggi (0.29 m3/m3), T rendah (32 oC),
dan EC tinggi (0.9 mS/cm). Namun evaporator mampu menghasilkan garam di
atas membran pasir pada kondisi tidak tergenang. P1 menghasilkan kristal garam
14.7 gram pada P1T1 dan 15 gram pada P1T2. P2 menghasilkan garam dengan
jumlah lebih sedikit, yaitu 6 gram pada P2T1 dan 4 gram pada P2T2.
Kata kunci: air garam, evaporasi, evaporator, garam, genangan, tabung mariot

iii

SUMMARY
AKFIA RIZKA KUMALA. Brine Evaporation Model. Supervised by BUDI
INDRA SETIAWAN, SATYANTO KRIDO SAPTOMO, and RUDIYANTO.
The successful production of salt in the dry season is determined by the
weather during the production season. Therefore, we need a technology to product
salt throughout the year without interruption by climatic factors. Salt evaporator
designed in this study refers to the impact on soil salinization process. Salinization
is a process that causes the dissolved salts in the water accumulates on the ground.

Due to high evaporation and high soil salt content, salinisation process often
resulting salt settles at ground level.
This study began with an analysis of the characteristics of the soil as a
membrane evaporator. The analysis included analysis of soil particle distribution,
saturated hydraulic conductivity (ks), bulk density (ρb), and saturated soil water
content (θs). The study consisted of two treatments and each performed in two
tubes. The first treatment (P1) which flowed by brine from the mariot tube
continuously, so it was assumed the soil water content (θ) in a stable condition
and was not saturated. While the second treatment (P2) was done by giving the
puddle on the membrane and allow water to evaporate brine inundation and soil
moisture content was reduced. Evaporator tube were containing black sand (T1)
and white sand (T2) membrane. Brine in this research was made by a water
solution of common salt (NaCl) at a concentration of 50 g/l.
The physical characteristics of black sand membrane had ks value of 0.07 ±
0.004 mm/sec, ρb 1.44 gram/cm3 and θs of 0.35 cm3/cm3. Meanwhile, white sand
membrane had a ks value of 0.12 ± 0.009 mm/sec, ρb of 1.35 gram/cm3 and θs
0.52 cm3/cm3. Based on the results of the analysis of the distribution of soil
particle, the black sand had a particle size smaller than the white sand. The rate of
evaporation of the black sand membranes (T1), an average of 0.75 cm/day in P1
and 1.23 cm/day on P2. The rate of evaporation of the white sand membranes (T2)

of 0.375 on the P1 and 0.95 cm/day on P2. The water content in the soil was
relatively constant whereas P1 P2 tends to decrease. P1 membrane temperature
was higher than P2 membrane. Increase of salinity was effected by high value of θ
(0.29 mm3/mm3), low temperature (32 oC), and high EC (0.9 mS/cm). The
evaporator could product salt on the sand membrane. P1 produced more salt
crystals, ie 14.7 grams on P1T1 and 15 grams on P1T2. Meanwhile, P2 produced
salt with much smaller amounts, ie 6 grams on P2T1 and 4 grams on P2T2.
Keywords: brine, evaporation, evaporator, inundation, mariot tube, salt

iv

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


i

MODEL EVAPORASI AIR GARAM

AKFIA RIZKA KUMALA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

ii


Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Roh Santoso Budi Waspodo, MT

iv

v

PRAKATA
Puji dan syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia
yang telah diberikan sehingga tesis yang berjudul Model Evaporasi Air Garam
dapat diselesaikan. Tesis ini dimaksudkan sebagai syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan.
Naskah tesis ini tidak akan selesai tanpa bimbingan, bantuan, dan doa dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih
kepada:
1. Prof Dr Ir Budi Indra Setiawan, MAgr selaku ketua komisi
pembimbing, serta Satyanto K Saptomo, STP, MSi, Dr Rudiyanto, STP,
MSi, selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan
masukan selama penelitian berlangsung dan dalam menyusun naskah
tesis ini
2. Dr Ir Roh Santoso BW, MT selaku penguji luar komisi pada Ujian Tesis

3. Dr Ir M Yanuar J Purwanto, MS selaku Ketua Program Studi Teknik
Sipil dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana IPB arahan dan moivasi
untuk tetap disiplin selama tesis dan studi
4. Keluarga penulis atas bimbingan, nasihat, dukungan dan doa sehingga
penulis dapat menjalankan penelitian dan menyelesaikan naskah tesis
ini
5. Seluruh karyawan Laboratorium Wageningen Departemen Teknik Sipil
dan Lingkungan IPB yang telah memberikan bantuan selama
pelaksanaan penelitian
6. Rekan-rekan mahasiswa Teknik Sipil dan Lingkungan (Angkatan 2013)
Sekolah Pascasarjana IPB yang selalu memberi semangat serta bantuan
saat pelaksanaan penelitian dan penyusunan naskah tesis
7. Seluruh pihak-pihak pendukung kelancaran dari penelitian dan
penyusunan naskah tesis ini
Tesis ini disusun sesuai dengan ketentuan teknis penyusunan yang ada di
Institut Pertanian Bogor. Semoga ide dalam penelitian ini dapat tersampaikan
dengan baik dan memberikan manfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Bogor, Maret 2016
Akfia Rizka Kumala


vi

vii

DAFTAR ISI
RINGKASAN

ii

SUMMARY

iii

PRAKATA

iv

DAFTAR ISI


vi

DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR LAMPIRAN

viii

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
2

2
2
2

TINJAUAN PUSTAKA
Evaporasi Air Garam
Salinisasi

3
3
3

METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Alat dan Bahan
Uji Karakteristik Membran Pasir
Desain Penelitian

5
5
5
6
6

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Fisik Membran
Proses Evaporasi Air garam pada Perlakuan Tanpa dan dengan Genangan
Hasil dan Kadar Garam Optimal Berdasarkan Model ANN

8
8
9
12

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

15
15
15

DAFTAR PUSTAKA

16

LAMPIRAN

18

RIWAYAT HIDUP

44

viii

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5

Lokasi penelitian
Skema penelitian (a) tanpa genangan (P1); (b) dengan genangan (P2)
Ukuran partikel: (a) distribusi ukuran partikel; (b) sebaran normal
Konduktivitas hidrolik
Laju evaporasi (mm/hari) pada P1 (tanpa genangan) dan P2 (dengan
genangan) pada T1 (membran pasir hitam) dan T2 (membran pasir
putih)
6 Kadar air tanah volumetrik pada (a) perlakuan tanpa genangan dan (b)
dengan genangan
7 Suhu tanah pada perlakuan (a) tanpa genangan; (b) dengan genangan
8 Variasi suhu harian membran pada (a) perlakuan tanpa genangan dan
(b) dengan genangan
9 Kadar garam pada (a) perlakuan tanpa genangan dan (b) dengan
genangan
10 Grafik optimasi kadar garam berdasarkan parameter (a) suhu, (b)
kadar air, (c) konduktivitas elektrik
11 Garam di atas membran

5
7
8
8

9
10
11
12
12
13
14

DAFTAR LAMPIRAN
Kegiatan penelitian
Data hasil pengujian konduktivitas hidrolik tanah
Data pengukuran distribusi ukuran partikel membran
Data pengukuran sensor membran pasir hitam tanpa genangan
(P1T1)
5 Data pengukuran sensor membran pasir putih tanpa genangan (P1T2)
6 Data pengukuran sensor membran pasir hitam dengan genangan
(P2T1)
7 Data pengukuran sensor membran pasir hitam tanpa genangan
(P2T2)
8 Data pengamatan
9 Data hasil optimasi kadar garam (C)
10 Grafik optimasi kadar garam berdasarkan parameter kadar air dan
EC dengan T tetap
11 Grafik optimasi kadar garam berdasarkan parameter suhu dan EC
dengan kadar air tetap
12 Grafik optimasi kadar garam berdasarkan parameter suhu dan kadar
air dengan EC tetap
1
2
3
4

19
20
21
22
24
26
28
30
33
38
40
42

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Total kebutuhan garam nasional mencapai 2.6 juta ton pada tahun 2015.
Kebutuhan garam dipenuhi dari produksi nasional yang dihasilkan dari tambak
garam rakyat dan tambak garam milik PT. Garam (Persero) serta impor dari
Australia dan India. Tahun 2015, impor garam tahun 2009 mencapai 1.7 juta ton
(Saputro et al. 2011). Produksi garam di Indonesia sangat bergantung pada cuaca
dan iklim. Oleh sebab itu, garam hanya dapat diproduksi pada saat musim
kemarau. Keberhasilan produksi garam pada musim kemarau sangat ditentukan
oleh faktor cuaca selama musim produksi (Moinier 1999; Akridge 2008;
Korovessis dan Lekkas 2006; DKP 2003, Zhiling dan Guangyu 2008).
Proses pembentukan garam dipengaruhi oleh laju evaporasi dan dihambat
oleh faktor hujan dan iklim mikro penghambat evaporasi. Oleh sebab itu, suatu
teknologi diperlukan untuk memproduksi garam dalam jumlah besar dan
berkualitas baik dalam rangka memenuhi kebutuhan garam nasional ketika iklim
kurang mendukung. Awal mula upaya penulis pada penelitian ini merupakan
langkah awal untuk memperoleh ilmu dasar pembentukan garam, yakni
mengetahui model evaporasi air garam.
Proses pembuatan garam bergantung pada laju evaporasi air garam. Faktorfaktor iklim yang perlu diperhatikan pada saat produksi garam untuk
meningkatkan laju evaporasi (Moinier 1999), antara lain:
a. suhu berfungsi memanaskan molekul-molekul air pada saat penguapan
b. kelembapan udara untuk meningkatkan laju evaporasi. Jika kelembapan
tinggi, laju evaporasi menjadi rendah karena kejenuhan udara akan lebih
cepat tercapai
c. radiasi surya untuk meningkatkan energi panas saat evaporasi
d. angin berfungsi menggantikan udara jenuh dengan udara belum jenuh untuk
mendukung proses evaporasi
Bahan dasar yang digunakan pada pembuatan garam adalah air laut. Air laut
merupakan air dengan kandungan garam-garam tertentu, terutama garam
pembentuk garam dapur, yakni NaCl. Proses pembentukan kristal garam dapur
merupakan hasil proses evaporasi air laut kemudian mengendapkan kristal garam
NaCl. Pada penelitian ini menggunakan air garam sebagai bahan dasar.
Desain evaporator garam pada penelitian ini mengacu pada dampak proses
salinisasi pada tanah. Salinisasi adalah suatu proses yang menyebabkan garam
terlarut dalam air terakumulasi di atas tanah (USDA 1998). Akibat evaporasi
tinggi dan kandungan garam tanah tinggi, sering terjadi proses salinisasi sehingga
mengakibatkan garam mengendap di permukaan tanah. Oleh sebab itu, penelitian
ini didesain dengan menguapkan air garam pada membran berupa pasir untuk
menghasilkan garam pada alat evaporator.

2

Perumusan Masalah
Rumusan masalah dari penelitian ini adalah:
1. Bagaimana karakteristik fisik membran pasir pada penelitian?
2. Bagaimana proses evaporasi air garam pada membran pasir yang dialiri air
garam dari bawah dan atas permukaan membran?
3. Apakah rancangan alat evaporator menghasilkan garam dapur?
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui karakteristik fisik membran pasir yang digunakan pada penelitian
2. Mengetahui proses evaporasi air garam pada membran pasir yang dialiri air
garam dari bawah dan atas permukaan
3. Menghasilkan kristal garam dapur
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian bagi masyarakat ilmiah dapat dijadikan sebagai dasar
proses evaporasi air garam. Pada akhirnya hasil penelitian ini dapat digunakan
oleh industri dan masyarakat sebagai acuan pengembangan produksi garam dan
air tawar, maupun proses evaporasi air garam yang lain.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dari penelitian ini:
1. Penelitian ini dilakukan dengan bahan berupa larutan garam dengan
konsentrasi 50 gram/liter
2. Membran yang diteliti berupa pasir dengan dua jenis yang berbeda, yakni pasir
hitam dan pasir putih
3. Penelitian ini dilakukan pada skala laboratorium

3

TINJAUAN PUSTAKA
Evaporasi Air Garam
Akridge (2008) melakukan analisis evaporasi air garam untuk menghasilkan
garam kristal. Garam yang diproduksi dihitung menggunakan rumus:
(1)
Adapun ms adalah masa (kg) kristal garam, mw adalah masa (kg) air yang
terevaporasi, dan S adalah konsentrasi air garam mula-mula dalam wt% NaCl,
Rumus tersebut berlaku dengan asumsi garam terlarut merupakan sodium klorida
murni, sehingga kehadiran komponen kecil lain akan memberikan dampak pada
simulasi numerik.
Modivikasi persamaan Penman (1948) oleh Akridge (2008) dalam
perhitungan laju evaporasi pada produksi garam adalah sebagai berikut:
(2)
Adapun E adalah laju evaporasi (mm/hari), λ adalah kalo laten, ∆ adalah gradient
tekanan uap dengan kurva temperatur, γ adalah konstanta psychrometrik, Rn
adalah radiasi surya netto, f (u) adalah fungsi anginserta es dan e adalah tekanan
uap jenuh dan tekanan uap actual udara ambien.
Leon-Hidalgo et al. (2009) menginformasikan bahwa penambahan
konsentrasi NaCl pada larutan garam akan menurunkan tekanan uap. Selain itu,
tekanan uap ditentukan oleh kandungan garam-garam dari air laut. Adapun NaCl
memiliki tekanan uap yang lebih rendah daripada air murni, namun lebih tinggi
daripada MgSO4 dan garam-garam lain yang terkandung.
Model numerik yang dikembangkan dari persamaan evaporasi Penman
memberikan hasil yang signifikan antara hasil model dengan hasil observasi
evaporasi dan produksi garam di Pegaraman La Plasita pada tahun 2000. Akan
tetapi model numerik tidak memberikan hasil signifikan dengan hasil observasi
pegaraman di Teluk Hangchou, China pada abad ke-18 (Akridge 2008).
Gran et al. (2011) memodelkan evaporasi air garam menggunakan prinsip
proses termodinamik. Proses tersebut fokus pada keseimbangan masa air (water
balance), yakni pada fase cair dan gas, masa udara (air balance) terlarut di dalam
air dan dalam bentuk gas pada tekanan tertentu, serta keseimbangan energy
(energy balance). Persamaan dan parameter model numerik Gran et al. (2011)
meliputi model modifikasi model van Genuchten, fungsi permeabilitas relatif.
Hukum Darcy, Hukum Fick’s, dan persamaan psikrometrik.
Salinisasi
Salinisasi adalah suatu proses yang menyebabkan garam terlarut dalam air
terakumulasi di atas tanah (USDA 1998). Dampak salinisasi antara lain dapat

4

menghambat pertumbuhan tanaman dengan membatasi kemampuan tanaman
untuk mengambil air. Faktor-faktor pendukung salinisasi antara lain proses
hidrologi, iklim, irigasi drainase, tutupan lahan dan karakteristik perakaran, serta
pertanian. Kejadian yang mempengaruhi salinisasi antara lain keberadaan garam
dalam tanah, laju evaporasi yang tinggi, serta curah hujan tahunan rendah.
Jumlah garam tinggi di dalam tanah mengakibatkan akar tanaman
memerlukan upaya lebih besar untuk mengambil air dari tanah. Tanah salin
memicu gangguan fisiologi dan metabolik tanaman, sehingga berdampak pada
pertumbuhan, produktivitas, dan kualitas tanaman (Jouyban 2012). Salinisasi
mampu mennurunkan kualitas air tanah dan sumber-sumber air seperti kolam dan
rawa.
Salinitas adalah keberadaan garam terarut dalam konsentrasi yang
berlebihan dalam larutan tanah atau keadaan tinggi/rendah kadar garam di dalam
tanah. Semakin tinggi salinitas tanah, semakin tinggi pula daya hantar listrik
(DHL) larutan tanah. Salinitas dapat diestimasi melalui pengukuran electric
conductivity (EC) tanah (Rhoades et al. 1999).
Proses salinisasi mengakibatkan garam-garam memasuki pori-pori tanah
dan terbentuk kristal garam pada permukaan tanah. Xue dan Akae (2010)
mengemukakan bahwa keberadaan garam pada permukaan tanah akibat proses
difusi, dispersi, dan evaporasi air garam dapat menghambat laju evaporasi. Pada
lapisan bawah zona evaporasi, tanah menjadi cenderung lembap, air mengalir ke
atas dalam bentuk cair dan ke bawah dalam bentuk gas. Pada permukaan zona
evaporasi, tanah bersifat sangat kering dan mengandung garam (Gran et al 2011).
Penguapan terjadi jika air meluap atau tekstur tanah menjadi halus. Abdelrady
(2013) mengungkapkan bahwa air dengan kandungan garam 100 gram/liter dan
300 gram/liter akan mengalami penurunan laju evaporasi 3.4% dan 31.9%. Hasil
penelitian tentang kadar garam berpengaruh terhadap evaporasi juga diungkapkan
oleh Abdelrady (2013); Gran et al. (2011); Xue dan Akae (2010); Zhang et al.
(2013a); Zhang et al. (2013b).

5

METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di laboratorium Wageningen Institut Pertanian
Bogor (Gambar 1) serta Laboraturium Mekanika Tanah, Fakultas Teknologi
Pertanian, IPB. Penelitian dimulai pada Maret 2015 sampai November 2015.

Gambar 1 Lokasi penelitian
Alat dan Bahan
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian meliputi:
a. Tabung mariot dan tabung evaporator berdiameter 4 inci dengan perlengkapan
berupa selang dan katup, lampu 75 watt, kipas angin, dan kabel listrik
b. Penyangga membran pasir berupa kain dan tutup pipa
c. Alat untukpengukuran θ, Tsoil, dan EC berupa sensor 5-TE dan GS-3
d. Alat untuk menyimpan hasil pengukuran sensor secara otomatis berupa data
logger Decagon
e. Alat untuk mengukur masa berupa timbangan digital
f. Alat uji konduktivitas hidrolik jenuh dengan metode falling head
g. Alat uji tekstur berupa saringan berdiameter 2 mm; 0.84 mm, 0.42 mm; 0.25
mm; 0.105 m; dan 0.074 mm
h. Oven untuk pengering
i. Perangkat komputer untuk mengunduh data pengukuran sensor dan analisis
data penelitian
j. Program Ms. Excel, Ms. Word, Backpropagation ANN, dan Autocad
Bahan
a. Larutan garam yang dibuat dari garam meja (NaCl) kristal dengan konsentrasi
50 gram/liter
b. Membran berupa pasir putih dan pasir hitam dengan tinggi 0.8 cm

6

Uji Karakteristik Membran Pasir
Penelitian ini diawali dengan analisis karakteristik tanah sebagai membran
evaporator. Tabung evaporator berisi membran pasir hitam dan pasir putih. Uji
karakteristik tanah dilakukan dengan melakukan analisis distribusi partikel tanah,
konduktivitas hidrolik jenuh (ks), bulk density (ρb), dan kadar air tanah jenuh (θs).
Analisis distribusi partikel tanah dilakukan dengan menggunakan saringan.
Konduktivitas hidrolik jenuh (ks) dianalisis dengan menggunakan uji falling head,
yakni mengukur waktu yang diperlukan air melewati sampel tanah pada ring
sample. Bulk density (ρb) dan kadar air tanah jenuh (θs) diukur dengan
membandingkan massa tanah dalam kondisi jenuh air dengan massa tanah pada
kondisi kering setelah dioven.
Analisis distribusi ukuran partikel tanah dilakukan menggunakan model
persamaan Setiawan dan Nakano (1993)
(3)
dengan σ adalah persentase partikel berukuran lebih kecil dari diameter φ (mm)
dan a, b, c adalah parameter hasil analisis solver pada microsoft excel. Pada
pengujian pasir hitam nilai a1, b1, c1 berturut-turut sebesar 0.002; 1.06; dan
3449.9. Pada pasir putih, nilai a1, b1, c1 berturut-turut sebesar 0.03; 1.98; dan
10887.8.
Desain Penelitian
Penelitian dirancang menggunakan dua desain evaporator. Evaporator
pertama (P1) menggunakan tabung mariot dan evaporator kedua (P2) tanpa
menggunakan tabung mariot. P1 mengalirkan air garam dari tabung mariot
berdiameter 6 inci secara terus-menerus dengan debit 0.002 mm/detik, hingga
nilai θ diasumsikan mendekati nilai θs. P2 dilakukan dengan menggenangkan air
garam di atas membran dan dibiarkan hingga air garam menguap. P1 merupakan
simulasi pembuatan garam seperti kejadian salinisasi tanah akibat intrusi air laut.
Tanah terkontaminasi air garam secara terus menerus dalam kondisi stabil dari
bawah permukaan. Tabung mariot digunakan untuk mengontrol air salin masuk ke
dalam evaporator sehingga kadar air tetap atau stabil pada P1. Ketika kadar air
membran pada tabung evaporator berkurang karena mengalami evaporasi, air
salin dari tabung mariot secara otomatis akan mengalir menuju evaporator dan
membasahi membran. Kadar air dari membran dibuat tidak sampai jenuh. P2
merupakan simulasi pembuatan garam dari genangan di atas tanah. Bahan dasar
pebuatan garam adalah larutan air garam dapur (NaCl) dengan konsentrasi 50 g/l.
Konsenrasi air garam tersebut melebihi salinias air laut yang bernilai sekitar
35,000-42,000 ppm atau 35-42 g/l (Biyantoro dan Basuki 2007). Konsentrasi air
garam ini mengandung garam NaCl murni, sedangkan air laut mengandung
garam-garam lain, seperti Fe, Pb, Cd, Cu, Mn, Mg dll.
Penelitian ini didesain untuk melihat proses evaporasi air garam pada
membran pasir yang tidak tergenang (Gambar 2a) dan tergenang oleh air garam
(Gambar 2b). Evaporasi air garam di dalam evaporator didukung oleh kalor yang

7

berasal dari bola lampu dan kipas angin yang memindahkan uap air yang
terbentuk di lingkungan sekitar evaporator sehingga berpindah ke tempat lain.
Proses evaporasi yang diujicobakan mengikuti prinsip neraca air, energi, dan
massa garam terlarut yang telah disimulasikan Gran et al. (2011).
Pengukuran suhu tanah, kadar air, dan electric conductivity (EC) dilakukan
dengan menggunakan sensor dengan pencatatan setiap 1 jam. Pengukuran
parameter tersebut dilakukan dengan menggunakan sensor GS3 dan 5TE. Sensor
5TE ditancapkan pada membran tabung 1 (pasir hitam) dan GS3 pada membran
tabung 2 (pasir putih). Kedua sensor tersebut mengukur suhu tanah dalam satuan
derajat Celcius, kadar air tanah dalam m3/m3, dan EC dalam
milisiemens/centimeter (ms/cm). Sensor EC memberikan informasi tentang
salinitas tanah (UN FAO 2005) dan konduktivitas elektrik tanah (Grisso et al.
2009). Nilai salinitas dikonversi dari satuan ms/cm ke dalam satuan gram/liter
garam dengan cara melakukan kalibrasi kandungan garam dalam larutan yang
dicampurkan dengan tanah. Menduga kadar garam dalam satuan gram/liter
dilakukan dengan menggunakan metode Artificial Neural Network (ANN) dengan
data input berupa data kadar air volumetrik, suhu tanah, dan EC yang terukur pada
saat kalibrasi. Hal ini didasarkan pada pernyataan Rhoades et al. (1999) bahwa
kadar garam tanah dapat diukur dengan menggunakan EC dan dipengaruhi oleh
suhu dan kadar air.

(a)
(b)
Gambar 2 Skema penelitian (a) tanpa genangan (P1); (b) dengan genangan (P2)
Data evaporasi harian diukur dari perubahan tinggi muka air tabung mariot
untuk P1. Sedangkan untuk P2, laju evaporasi dihitung dari selisih perubahan
tinggi air tergenang di atas membran dibagi waktu. Kemudian data dianalisis
untuk melihat proses evaporasi pada masing-masing perlakuan.

8

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Fisik Membran

kumulatif lolos (%)

Tabung 1 berupa membran pasir hitam dengan ρb sebesar 1.44 gram/cm3 dan
θs sebesar 0.35 cm3/cm3, sedangkan tabung 2 berupa membran pasir putih dengan
ρb sebesar 1.35 gram/cm3 dan θs sebesar 0.52 cm3/cm3. Nilai tersebut
menunjukkan bahwa pasir hitam memiliki proporsi kadar air yang lebih kecil pada
kondisi jenuh, namun memiliki jumlah partikel pasir yang lebih banyak daripada
pasir putih.
Berdasarkan hasil analisis distribusi partikel tanah, pasir hitam memiliki
partikel berukuran lebih kecil daripada pasir putih (Gambar 3a). Partikel
berdiameter kurang dari 0.25 mm lebih banyak ditemukan pada pasir hitam
daripada pasir putih, yakni berturut-turut 60% dan 40%. Pasir hitam mengandung
partikel berdiameter kurang dari 0.1 mm sebanyak 39% sedangkan pasir putih
sebanyak 17%. Sebaran normal (Gambar 3b) menunjukkan bahwa pasir putih
memiliki partikel yang lebih seragam daripada pasir hitam. Akan tetapi pasir putih
didominasi oleh partikel lebih besar daripada pasir hitam.
100.0
90.0
80.0
70.0
60.0
50.0
40.0
30.0
20.0
10.0
0.0
0.01

350
300
250
200
150
100
50

0.1
diameter (mm)

data pasir hitam

1

data pasir putih

0
0.001

0.01
0.1
1
diameter (mm)
pasir hitam

10

pasir putih

ks (mm/detik)

(a)
(b)
Gambar 3 Ukuran partikel: (a) distribusi ukuran partikel; (b) sebaran normal
0.14
0.12
0.10
0.08
0.06
0.04
0.02
0.00
1

2

3
4
ulangan
pasir hitam
pasir putih

5

Gambar 4 Konduktivitas hidrolik

9

Kemampuan tanah melewatkan air pada kondisi jenuh, ketika seluruh poripori tanah terisi oleh air digambarkan dari nilai ks (Delgado-Rodriguez et al.
2011). Membran pasir putih memiliki nilai konduktivitas hidrolik tinggi, yakni
rata-rata 0.12 0.009 mm/detik, sedangkan membran pasir hitam melewatkan air
rata-rata 0.07 0.004 mm/detik (Gambar 4). Pasir putih memiliki ukuran partikel
besar dengan konduktivitas hidrolik jenuh lebih tinggi daripada pasir hitam. Hal
ini sesuai dengan pernyataan Gulser dan Cdanemir (2014) serta Schuhmann et al.
(2011) bahwa semakin banyak partikel dengan ukuran besar, semakin tinggi pula
konduktivitas hidrolik jenuh dari tanah tersebut.
Proses Evaporasi Air garam pada Perlakuan Tanpa dan dengan Genangan
Evaporasi merupakan salah satu faktor pendukung pembentukan garam dan
salinisasi (Abdelrady 2013; Gran et al. 2011; Xue dan Akae 2010; Zhang et al.
2013a; Zhang et al. 2013b). Gambar 5 memberikan informasi perbedaan
evaporasi pada empat kondisi, yakni tabung tanpa genangan pada membran pasir
hitam (P1T1) dan membran pasir putih (P1T2) serta tabung dengan genangan
pada membran pasir hitam (P2T1) dan membran pasir putih (P2T2).

laju evaporasi (cm)

3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
P1T1

hari ke-2

P1T2
P2T1
perlakuan
hari ke-3

hari ke-4

P2T2

hari ke-5

Gambar 5 Laju evaporasi (mm/hari) pada P1 (tanpa genangan) dan P2 (dengan
genangan) pada T1 (membran pasir hitam) dan T2 (membran pasir
putih)
Laju evaporasi pada P1, yakni P1T1 dan P1T2 cenderung mengalami
penurunan pada pengamatan hari ke-4 dan ke-5 (Gambar 5). Laju evaporasi P1T1
pada awal pengamatan mencapai 1.7 cm/hari, sedangkan P1T2 hanya sebesar 0.4
cm/hari. Setelah mengalami salinisasi, beberapa rongga pori-pori tanah terisi oleh
larutan garam sehingga mengalami penurunan kemampuan evaporasi. Abdelrady
(2013) mengungkapkan bahwa air dengan kandungan garam 100 gram/liter dan
300 gram/liter akan mengalami penurunan laju evaporasi 3.4% dan 31.9%. Partikel
pasir putih lebih besar, sehingga rongga udara antar partikel menjadi lebih luas.

10

0.6

0.6

0.5

0.5

Kadar air (m3/m3)

Kadar air (m3/m3)

Partikel dengan rongga udara luas memberikan ruang larutan garam untuk mengisi.
Keberadaan garam di antara partikel tersebut menyebabkan penuruan kemampuan
evaporasi. Dengan demikian, laju evaporasi pada membran pasir putih lebih kecil
daripada pasir hitam.
Laju evaporasi pada P2 memberikan nilai lebih tinggi daripada membran tanpa
genangan (Gambar 5). Evaporasi hanya diukur di atas membran, sehingga
evaporasi lebih banyak dipengaruhi oleh kemampuan air di atas membran
kemudian mengubah menjadi kalor laten untuk evaporasi. Laju evaporasi pada
membran pasir hitam (T1), rata-rata sebesar 0.75 pada P1 dan 1.23 cm/hari pada
P2. Laju evaporasi pada membran pasir putih (T2) sebesar 0.375 pada P1 dan 0.95
cm/hari pada P2. Laju evaporasi tinggi tersebut disebabkan oleh kemampuan air di
permukaan membran untuk menyerap dan mengubah kalor menjadi kalor laten
lebih tinggi daripada air pada pori-pori tanah P1. Laju evaporasi air laut dengan
konsentrasi 40 gram/liter adalah 0.6 cm/hari (Kokya dan Kokya 2006). Laju
evaporasi pada penelitian ini cenderung lebih tinggi pada P2. Kondisi ini terjadi
karena lingkungan penelitian dibuat sedemikian rupa sehingga mendukung
percepatan evaporasi.
Proses evaporasi air garam memberikan dampak perubahan kadar air
volumetrik berdasarkan pengamatan sensor. Kadar air volumetrik membran P1
cenderung stabil, yakni 0.25 0.01 m3/m3 pada T1 dan 0.1 0.005 m3/m3 pada
T2 (Gambar 6a). P1 melibatkan tabung mariot untuk mengontrol ketinggian air
garam pada tabung evaporator sehingga kadar air cenderung stabil. Membran
pasir hitam dan putih pada P1 hanya dibasahi oleh air garam, tetapi tidak sampai
tergenang. Air garam mengalir dari tabung mariot menuju bagian bawah membran
tabung evaporator kemudian secara bersamaan dilakukan upaya penguapan
dengan bantuan energi bola lampu di atas tabung evaporator. Pengurangan kadar
air pada membran pasir akibat proses evaporasi selalu digantikan oleh air garam
dari tabung mariot.

0.4
0.3
0.2
0.1
0.0

0.4
0.3
0.2
0.1
0.0

1 11 21 31 41 51 61 71 81
Waktu (jam)
P1T1
P1T2

(a)

1

11 21 31 41 51 61 71 81
Waktu (jam)
P2T1

P2T2

(b)

Gambar 6 Kadar air tanah volumetrik pada (a) perlakuan tanpa genangan dan (b)
dengan genangan
Sementara itu, P2 menunjukkan kadar air jenuh sebesar 0.35 m3/m3 pada
membran T1 dan 0.52 m3/m3 pada T2 (Gambar 6b). Kadar air T1 menurun ketika

11

50

50

45

45

40

40

Suhu (oC)

Suhu (oC)

genangan air garam telah habis, sehingga air di dalam pori-pori membran
mengalami evaporasi. Hal serupa juga terjadi pada T2, tetapi air garam pada T2
surut lebih lambat. Hal ini terkait dengan laju evaporasi pada pasir hitam
cenderung lebih tinggi daripada pasir putih.

35
30
25

35
30
25

20

20
1

11

21

31

41

51

61

Waktu (jam)
P1T1

(a)

71

81

1

11

21

31

41

51

61

71

81

Waktu (jam)
P1T2

P2T1

P2T2

(b)

Gambar 7 Suhu tanah pada perlakuan (a) tanpa genangan; (b) dengan genangan
Selain itu, energi panas dari bola lampu dan variasi suhu harian di sekitar
lingkungan penelitian memberikan dampak pada perubahan suhu membran dan
proses evaporasi air garam. Suhu membran pasir putih (T2) cenderung lebih tinggi
daripada suhu membran pasir hitam (T1) (Gambar 7). Suhu P1T2 mencapai nilai
maksimum 41.2 oC pada sore hari dan nilai minimum 33.9 oC pada pagi hari.
Kondisi ini merupakan dampak dari fluktuasi suhu harian akibat energi matahari
yang cukup besar pada siang hari dan rendah pada pagi hari (Neuberger et al.
2014). Suhu P1T1 lebih rendah, mencapai nilai maksimum 37.5 oC pada sore hari
dan nilai minimum 25.5 oC pada pagi hari. Hal ini terjadi karena kadar air di
dalam membran pasir putih tanpa genangan lebih rendah daripada membran pasir
hitam pada perlakuan serupa (Gambar 7a). Nobel dan Geller (1987)
mengemukakan bahwa suhu maksimal tanah kering mencapai 45 oC, sedangkan
tanah lembap 30 oC, merupakan akibat dari peningkatan kapasitas kalor
volumetrik seiring dengan peningkatan kadar air tanah. Alnefaie dan AbuHamdeh (2013) mengemukakan bahwa kalor spesifik meningkat seiring dengan
peningkatan kadar air tanah.
Suhu P2 juga mengalami peningkatan seiring pertambahan waktu. Hal ini
disebabkan oleh penurunan kadar air membran tanpa ada suplai air garam
(Gambar 7b). Membran P2T2 cenderung mengalami fluktuasi suhu harian tetap
sejak awal hingga akhir percobaan. P2T1 cenderung mengalami kenaikan suhu
pada akhir percobaan. Hal ini terjadi karena laju evaporasi pasir putih lebih rendah
daripada pasir hitam. Oleh sebab itu kadar air T1 lebih cepat berkurang sehingga
suhu harian lebih cepat meningkat.
Jika semua suhu pada masing-masing perlakuan dibandingkan, suhu P1
lebih tinggi daripada P2. Hal ini disebabkan oleh dampak keberadaan air pada P2
lebih banyak daripada P1. Pelepasan kalor oleh bola lampu akan diserap oleh air
karena berkapasitas kalor lebih besar daripada tanah. Oleh sebab itu kalor tersebut
lebih banyak digunakan untuk menguapkan air dalam bentuk panas laten.

12

50

50

45

45

40

40

Suhu (oC)

35
30
25

35
30
25

15:00
18:00
21:00
0:00
3:00
6:00
9:00
12:00
15:00
18:00
21:00
0:00
3:00

20

20
15:00
18:00
21:00
0:00
3:00
6:00
9:00
12:00
15:00
18:00
21:00
0:00
3:00

Suhu (oC)

Sedangkan pada P1, jumlah air sedikit hanya mampu menampung sedikit kalor
kemudian diubah menjadi panas laten. Ketika kalor sampai ke permukaan
membran lebih banyak, suhu membran menjadi lebih tinggi.
Suhu membran pasir hitam dan putih mengalami titik puncak maksimum
dan minimum mengikuti variasi suhu harian akibat pengaruh radiasi surya
lingkungan. Pasir hitam dan putih pada P1 dan P2 mengalami titik maksimum
pada pukul 14:00 – 16:00 WIB dan minimum pada pukul 05:00 – 07:00 WIB.
Pukul 14:00 – 16:00 WIB merupakan waktu-waktu terpanas karena matahari
memancarkan radiasi optimal sekitar pukul 12:00 – 13:00 WIB, sedangkan
puncak terdingin pada pukul 06:00 – 09:00 WIB (Gambar 8).

Waktu (jam)
P1T1

Waktu (jam)
P1T1

P1T2

(a)

P1T2

(b)

Gambar 8 Variasi suhu harian membran pada (a) perlakuan tanpa genangan dan
(b) dengan genangan
Hasil dan Kadar Garam Optimal Berdasarkan Model ANN

10.0
8.0
6.0
4.0
2.0
0.0

Kadar garam (g/l)

Kadar garam (g/l)

Kadar garam tinggi seringkali menyebabkan salinisasi pada tanah. Oleh
sebab itu, kondisi kadar garam pada membran pasir diamati dan dikonversi pada
satuan konsentrasi garam, yakni gram/liter. Kadar garam pada P1T1 tidak konstan
(Gambar 9a), seperti kondisi grafik kadar air P1T1. Sedangkan kadar garam pada
membran dengan genangan lebih besar daripada membran tanpa genangan
(Gambar 9b). Hal ini sesuai dengan pernyataan Grisso et al. 2009 bahwa kadar air
mempengaruhi nilai EC tanah.

1

11 21 31 41 51 61 71 81
Waktu (jam)
P1T1
P1T2

10.0

5.0

0.0
1 11 21 31 41 51 61 71 81
Waktu (jam)
P2T1
P2T2

(a)
(b)
Gambar 9 Kadar garam pada (a) perlakuan tanpa genangan dan (b) dengan
genangan

13

Kadar garam (C) diduga menggunakan model ANN berdasarkan input
parameter T, θ, dan EC. Hasil pendugaan menunjukkan bahwa kadar garam dalam
membran evaporator paling tinggi dihasilkan pada saat suhu minimal, yakni 32 oC
(Gambar 10a). Kadar garam akan menurun seiring dengan peningkatan suhu.
Penurunan kadar garam akan berkurang setelah mencapai suhu 35 oC, pada nilai
EC berapa pun. Kondisi ini mengakibatkan grafik kadar garam pada P2 lebih
tinggi daripada kadar garam pada P1 (Gambar 9b).
θ = 0.23
6.00

0.2

5.50

0.3

5.00
4.50

0.4

4.00

0.5

3.50

0.6

3.00

0.7
30

35

T (oC)

32

5.50

y(32) = 3.3x + 4.15
33

5.00

34

4.50

35

4.00

36

3.50

y (38)= 0.49x + 3.7

37

3.00

0.8

40

o

Suhu ( C)

6.00

C (gram/liter)

C (gram/liter)

EC = 0.2

EC
(mS/cm)

38

0.2

0.25

0.3

θ (mm3/mm3)

0.9

(a)

(b)

C (gram/liter)

T=32 oC
kadar air
(m3/m3)

6.00
5.50
5.00
4.50
4.00
3.50
3.00

0.23
0.24
y(0.23) = 0.0334x + 4.93

0.25
0.26

0

0.5

1

0.27

EC (mS/cm)

(c)
Gambar 10 Grafik optimasi kadar garam berdasarkan parameter (a) suhu, (b)
kadar air, (c) konduktivitas elektrik
Kadar garam hasil estimasi ANN ini juga sensitif dengan peningkatan
kadar air (θ). Namun peningkatan kadar garam berdasarkan kadar air ditentukan
oleh suhu. Suhu rendah mengakibatkan sensitifitas C terhadap θ semakin tinggi
(Gambar 10b). Sementara itu pada suhu 32 oC, kenaikan θ sebesar 1 mm3/ mm3
dapat meningkatkan C sebesar 3.3 gram/liter. Sedangkan pada suhu 38 oC,
kenaikan θ sebesar 1 mm3/ mm3 hanya menaikkan kadar garam sebesar 0.49
gram/liter. Hal ini menunjukkan bahwa hasil estimasi garam menggunakan ANN
ini bernilai tinggi jika suhu membran rendah. Pada saat suhu membran rendah,
kemampuan evaporasi berkurang sehingga kadar garam banyak mengendap di
dalam membran, sehingga kadar garam terukur pada membran lebih tinggi. Selain
itu, semakin banyak kandungan air pada membran, kandungan garam lebih
banyak terakumulasi di dalam membran.
Kadar garam meningkat dengan peningkatan nilai konduktivitas elektrik
(EC), tetapi pada level yang rendah, yakni sebesar 0.0334 gram/liter setiap

14

massa kristal garam (gram)

kenaikan 1 mS/cm. Peningkatan nilai C serupa dan sebanding dengan peningkatan
C pada nilai θ berbeda. Namun demikian, kadar air tinggi tetap menunjukkan
kadar garam tinggi pada suhu dan EC sama (Gambar 10c).
Setelah evaporasi berlangsung, air salin akan meninggalkan garam di
permukaan membran. Hal ini terjadi karena garam tidak ikut menguap bersama
uap air tetapi tetap tinggal di atas permukaan membran dan membentuk kristal
garam (Gambar 11). Garam tersebut terlarut dalam air salin mengisi pori-pori
membran kemudian mengalami penguapan (Saxton dan Rawls 2006). Garam
kristal terbentuk di atas membran pada P1 lebih banyak daripada pada P2. Hal ini
menunjukkan bahwa ketika evaporasi air salin disuplai terus menerus oleh air
salin dari bawah permukaan tanah, kristal garam akan terakumulasi terus menerus
hingga kondisi jenuh. Namun ketika evaporasi air salin disebabkan oleh genangan
air salin maka jumlah garam yang terbentuk cenderung tetap sejumlah kandungan
garam yang terdapat di dalam air salin tersebut.
16
14
12
10
8
6
4
2
0
P1T1

P1T2
P2T1
perlakuan

P2T2

Gambar 11 Garam di atas membran
Perlakuan tanpa genangan mengendapkan garam di atas membran sekitar
15 gram, baik pasir hitam maupun pasir putih (Gambar 11). Perlakuan dengan
genangan hanya mengendapkan 6 gram di atas membran pasir hitam (P2T1) dan 4
gram di atas membran pasir putih (P2T2). Akan tetapi hasil P2 menunjukkan nilai
kadar garam tinggi pada membran. Membran pada kondisi tergenang mengandung
kadar garam tinggi karena suhu relatif rendah dan kadar air tinggi. Akan tetapi,
garam kristal hasil evaporasi didapatkan dalam jumlah banyak pada kondisi tanpa
genagan. Berdasarkan percobaan tersebut simulasi pembuatan garam
menggunakan tabung mariot dengan cara mengalirkan air garam terus menerus ke
atas membran tanpa menggenangi membran dalam durasi sama dapat
memproduksi garam lebih banyak daripada penguapan air garam pada kondisi
tergenang.

15

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Karakteristik fisik membran pasir hitam memililiki nilai ks 0.07 0.004
mm/detik, ρb sebesar 1.44 gram/cm3 dan θs sebesar 0.35 cm3/cm3. Sementara itu,
membran pasir putih memiliki nilai ks sebesar 0.12 mm/detik, ρb sebesar 1.35
gram/cm3 dan θs sebesar 0.52 cm3/cm3. Pasir hitam memiliki partikel berukuran
lebih kecil daripada pasir putih.
Laju evaporasi pada membran pasir hitam (T1), rata-rata sebesar 0.75 pada
P1 dan 1.23 cm/hari pada P2. Laju evaporasi pada membran pasir putih (T2)
sebesar 0.375 pada P1 dan 0.95 cm/hari pada P2. Kadar air tanah pada membran
teraliri air garam terus menerus cenderung konstan sedangkan membran tergenang
cenderung mengalami penurunan. Suhu membran tanpa genangan lebih tinggi
daripada membran dengan genangan air garam. Suhu membran berfluktuasi
mengikuti suhu harian. Sedangkan kadar garam membran sensitif dengan
perubahan suhu, kadar air dan kadar garam.
Membran evaporator mengandung kadar garam optimum pada suhu rendah,
o
3 C, kadar air tertinggi 0.29 mm3/ mm3, dan konduktivitas elektrik tertinggi 0.9
mS/cm, yakni pada kondisi tergenang. Namun evaporator mampu menghasilkan
garam di atas permukaan membran terbanyak pada kondisi tidak tergenang.
Perlakuan tanpa genangan menghasilkan kristal garam lebih banyak, yaitu 14.7
gram pada pasir hitam dan 15 gram pada pasir putih. Sementara itu, perlakuan
dengan genangan menghasilkan garam dengan jumlah lebih sedikit, yaitu 6 gram
pada pasir hitam dan 4 gram pada pasir putih.
Saran
Saran untuk pengembangan penelitian berdasarkan hasil penelitian antara
lain:
- Membran evaporator perlu dikembangkan selain menggunakan pasir untuk
menghasilkan garam lebih berkualitas.
- Penelitian lanjutan perlu dilakukan untuk melihat model evaporasi air garam
dengan mengadopsi kejadian salinisasi.
- Teknologi produksi garam berdasarkan hasil penelitian adalah pengaliran air
garam secara perlahan-lahan tetapi terus menerus. Namun masih perlu kajian
lebih detail tentang teknologi pembuatan garam di Indonesia agar tidak
terganggu oleh gangguan cuaca dan iklim.

16

DAFTAR PUSTAKA
Abdelrady AR. 2013. Evaporation Over Fresh and Saline Water Using SEBS
[tesis]. Enschede (NL): The University of Twente.
Alnefaie KA, Abu-Hamdeh NH. 2013. Specific heat and volumetric heat capacity
of some saudian soils as affected by moisture and density. Jeddah (SA):
International Conference on Mechanics, Fluids, Heat, Elasticity and
Electromagnetic Fields. hlm 139-143.
Akridge DG. 2008. Methods for calculating brine evaporation rates during salt
production. J. Archeol. Sci. 35:1453-1462.
Biyantoro D, Basuki KT. 2007. Pengukuran dan analisis unsur-unsur pada air
laut muria unuk air primer. Yogyakarta, Indonesia. Yogyakarta (ID): PPIPDIPTN. hlm 68-73.
Delgado-Rodriguez O, Peinado-Guevara HJ, Green Ruiz CR, Herrera Barrientos
J, Shevnin V. 2011. Determination of hydraulic conductivity and fines
content in soils near an unlined irrigation canal in Guasave, Sinaloa,
Mexico. J. Soil Sci. Plant Nutr.11(3):13-31.
[DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan. 2003. Pemberdayaan Garam Rakyat.
Jakarta (ID): Dirjen Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Pemasaran.
Gran M, Carrera J, Olivella S, Saaltink MW. 2011. Modelling evaporation process
in a saline soil from saturation to oven dry condition. Hydrol. Earth Syst.
Sci. Disc. 8: 529-554.
Grisso R, Alley M, Holshouser D, Thomason W. 2009. Precision farming tools:
soil electrical conductivity. Virginia (VA): Virginia State University. 442:1-6.
Gulser C, Candemir F. 2014. Using soil moisture constants and physical
properties to predict saturated hydraulic conductivity. Eurasian J. Soil Sci.
3:77-81.
Jouyban Z. 2012. The effects of salt stress on plant growth. Tech J. Eng. Apl. Sci.
2 (1): 7-10.
Kokya, B. A., & Kokya, T. A. 2006. Proposing a formula for the evaporation
measurement from salt water resources. Hydrol. Processes. 22:2005-2012.
Korovessis NA, Lekkas TD. 2006. Comparison of solar saltworks with saline
coastal wetlands. Santorini Island (GR): The 1st of the International
Conference on the Ecological Importance of Solar Saltworks (CEISSA 06).
hlm 52-61.
Moinier B. 1999. The appropriate size of saltworks to meet environmental and
production requirements. Paris (FR): Post Conference Symposium
proceeding saltworks: Preserving Saline Coastal Ecosystem. hlm 49-65
Neuberger P, Adamovsky R, Sed’ova M. 2014. Temperatures and heat flows in a
soil enclosing a slinky horizontal heat exchanger. Energies. 7:972-987.
Nobel PS, Geller GN. 1987. Temperature modelling of wet and dry desert soils.
Journal of Ecology. 75(1): 247-258.
Rhoades, JD, Chanduvi, F, Lesch, S. 1999. Soil Salinity Assessment: Methods and
Interpretations of Electrical Conductivity [paper]. Rome (IT): FAO. 57
Saputro GB, Hartini S, Setyawan IE, Rosaji FSC, Adzan G, Handayani W,
Nurhidayat F, Yowono DM. 2011. Informasi Geospasial Lahan Garam
Indonesia. Bogor (ID): Pusat Survey Sumber Daya Alam Laut Bakosurtanal

17

Saxton KE, Rawls WJ. 2006. Soil water characteristic estimates by texture and
organic matter for hydrologic solutions. Soil Sci. Soc. Am. J. 70:1569-1578.
Setiawan BI, Nakano M. 1993. On the Determination of Unsaturated Hydraulic
Conductivity from Soil Moisture Profiles and from Water Retention Curves.
Soil Sci. Soc. Am. J. 156(6):389-395.
Schuhmann R, Koniger F, Emmerich K, Stefanescu E, Stacheder M. 2011.
Determination of hydraulic conductivity based on (soil) - moisture content
of fine grained soils, hydraulic conductivity – issues. Determination and
applications. Prof. LakshmananElango (Ed.) [Internet]. [diunduh 15 Agustus
2015];
ISBN:
978-953-307-288-3.
Tersedia
pada:
http://www.intechopen.com/books/hydraulic-conductivity-issuesdeterminationand-applications/determination-of-hydraulic-conductivitybased-on-soil-moisture-content-of-fine-grained-soils
[UN FAO] United Nations Food and Agriculture Organization. 2005. 20 hal
untuk diketahui tentang dampak air laut pada lahan pertanian di propinsi
NAD. (panduan lapang). [diunduh 28 Desember 2015]. Tersedia pada:
http://www.fao.org/ag/tsunami/docs/20_things_on_salinity_bahasa.pdf
[USDA] US Department of Agriculture. 1998. Soil quality resources cocerns:
Salinization (Soil Quality Information Sheet). Washington (US): USDA
Natural Resources Conservation Service. [diunduh pada 28 Desember 2015].
Tersedia pada: http://www.nrcs.usda.gov/Internet/FSE_DOCUMENTS/nrcs
142p2_053151.pdf
Xue Z, Akae T. 2010. Effect of soil water content and salinity on daily
evaporation from soil column. J. Am. Sci. 6(8):576-580.
Zhang C, Li L, Lockington D. 2013a. Numerical study of evaporation-induced
salt accumulation and precipitation in bare saline soils: mechanism and
feedback. Water Resour. Res. 50:8084-8016.
Zhang C, Xu XW, Lei JQ, Hill RL, Zhao Y. 2013b. The effects of soil salt crusts
on soil evaporation chemical changes in different ages of Taklimakan
Desertbelts. J. Soil Sci. Plant Nutr. 13(4):1019-1028.
Zhiling J, Guangyu Y. 2008. The promotion of salt quality trough optimizing
brine concentration a new technique “bidirectional brine concentration”. J.
Glob. NEST. 11(1):58-63.

18

LAMPIRAN

19

Lampiran 1 Kegiatan penelitian
Gambar

Keterangan Gambar
Membran 2 tanpa genangan menjadi kering
setelah terevaporasi dan tampak endapan
garam di atas membran

Penggenangan membran oleh larutan garam
dengan kedalaman genangan 0.8 cm

Kondisi membran yang mulai mengering
akibat evaporasi

Membran yang telah kering mengendapkan
garam di permukaan membran dan siap
dipanen

Kondisi lingkungan evaporator yang
dilengkapi bola lampu 75 Watt dan kipas
angin

20

Lampiran 2 Data hasil pengujian konduktivitas hidrolik tanah

sampel tanah
a. Pasir hitam
waktu (detik)
pasir hitam (mm/detik)
ks1-ksrata-rata (mm/detik)
(ks1-ksrata-rata)^2
StDev (mm/detik)
m0 (gram)
ma (gram)
mb (gram)
b. Pasir putih
waktu (detik)
pasir putih (mm/detik)
ks2-ksrata-rata (mm/detik)
(ks2-ksrata-rata)^2
StDev (mm/detik)
m0 (gram)
ma (gram)
mb (gram)

1

2

t(detik)
3

9.58
0.076
0.0055
0.0000304
0.0
124.7
303.5
269.0

10.12
10.44
0.072
0.070
0.0015
-0.0007
0.0000021 0.0000006

5.62
0.129
0.0130
0.0001689
0.0091838
123.4
310.2
258

5.98
6.34
0.122
0.115
0.0052
-0.0017
0.0000271 0.0000029
0.0092
ms (gram)
134.6
ρb (g/cm3)
1.346

ms (gram)
ρb (g/cm3)

144.3
1.443

4

5 Rata-rata

10.53
11.1
0.069
0.066
-0.0013
-0.0049
0.0000018 0.0000239
mw (gram)
Ɵ w (g/cm3)

34.5
0.345

6.66
6.79
0.109
0.107
-0.0072
-0.0093
0.0000520 0.0000865
mw (gram)
Ɵ b (gram/cm3)

0.070

52.2
0.522

0.116

21

Lampiran 3 Data pengukuran distribusi ukuran partikel membran
a.

data pasir putih

Diameter (mm)

masa
(gram)
1.9

kumulatif
lolos
100.0

%kumulatif
lolos
100

model

0.84

11.4

98.1

98.1

99.92

0.42

42.9

86.7

86.7

83.81

8.32

0.25

26.8

43.8

43.8

47.84

16.35

0.105

13.0

17.0

17

11

36.02

0.074

0.5

4.0

4

5.66

2.74

3.5

3.5

2