Kontektualisasi al-qur'an Muhammad Shahrur

1

Oleh:

SALMAN FARIS
09.2.00.1.05.01.0007

2
KATA PENGANTAR
   
Puja dan Puji Syukur kehadirat Allah SWT Tuhan Maha
Pengasih dan Penyayang. Sholawat beserta salam senantiasa tercurahkan
pada kekasih-Nya, Nabi Muh}ammad SAW, beserta keluarga, sah}abat
dan para pengikutnya.
Buku ini berasal dari studi penulis pada Sekolah Pasca Sarjana
Program Magister Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Pada mulanya, studi ini berjudul Kontekstualisasi al-Qur’a>n; Studi
Penafsiran Muh}ammad Shah}ru>r. setelah mengalami perubahan dari
bentuk aslinya, judul studi ini berubah menjadi Kontekstualisasi alQur’a>n Muh}ammad Shah}ru>r.
Perubahan ini dilakukan dengan
pertimbangan teknis, dengan tidak merubah atau mengurangi isi studi

ini.
Buku ini adalah sebuah kajian Kontekstual dalam melakukan
pembacaan terhadap teks-teks suci al-Qur’a>n dalam pandangan
Muh}ammad Shah}ru>r. pembacaan ini dilakukan agar pemahaman
terhadap ayat-ayat suci al-Qur’a>n tidak bersifat sempit (LokalTemporal), tetapi juga dapat sesuai dengan realitas kekinian sekaligus
menguatkan dictum bahwa al-Qur’a>n S{a>lih} li kulli Zama>n wa Maka>n.
Hal ini selaras dengan prinsip Penafsiran Muh}ammad Shah}ru>r yang Up

to Date.

Dengan selesainya studi ini, secara tulus penulis menyampaikan
terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada berbagai
pihak yang berkenan membantu, membimbing, memberikan kemudahan
dalam penyelesaian buku ini.
Kepada Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, M.A selaku Rektor UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. Prof. Dr. Azyumardi Azra, M.A selaku
Direktur Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
beserta para pengelola program, terutama Prof. Dr. Suwito, M.A, Dr.
Fuad jabali, M.A, dan Dr. Yusuf Rahman, M.A, berikut para dosen dan
seluruh staf Sekolah Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta yang telah mengajar dan melayani dengan penuh
keikhlasan sehingga aktivitas penulis dapat terselesaikan dengan baik.
Kepada Dr. Yusuf Rahman, M.A, atas bimbingan, arahan, dan
nasehat-nasehat positifnya yang konstruktif. Semoga Allah membalas
semuanya dengan Rahman dan Rahim-Nya, Prof. Dr. Hamdani Anwar,
M.A (Penguji), Dr. Mukhlis Hanafi, M.A (Penguji), Prof. Dr. Suwito,
M.A (Ketua Sidang Penguji) kelayakan buku ini. Pimpinan dan Staf

3
Perpustakaan Pascasarjana dan Perpustakaan Utama Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, serta Perpustakaan The Islamic
College (IC) dan Perpustakaan Iman Jama’ Jakarta, atas bantuan dan
pelayanannya selama penulis menelusuri literatur studi ini.
Kepada Prof. Dr. Ahmad Thibraya, M.A selaku rektor STAI AzZiyadah yang telah memberikan kemudahan kepada penulis dalam
memperoleh beasiswa Dosen Program magister (S-2) yang
diselenggarakan Kementerian Agama R.I.
Kedua orangtua penulis, Ayahanda Drs. Usman H.Ibrahim dan
Ibunda Ma’rifah yang telah melahirkan, membesarkan, mengarahkan dan
mendo’akan penulis sehingga akhirnya mampu menyelesaikan studi di
Program Magister ini, kaka penulis Syukran Hayati, S.Pd, dan Ainun

Rofiqah, A.Md. atas dorongan dan motivasinya. Duhai Allah Tuhan
Kami, Ampunilah Dosa Kami, Dosa kedua Orangtua Kami, Karuniakan
Rahmat dan Kasih-Mu kepada kami dan Kepada Kedua Orangtua kami
sebagaimana mereka telah mendidik kami.
Kepada my fiancée Marsha, S.Si dan keluarga yang telah
memberikan motifasi dan do’anya dalam menempuh
dan
merampungkan studi di Program Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Akhirnya, penulis berharap semoga mereka semua mendapat
balasan terbaik dari Allah SWT, dan karya ini dapat bermanfaat bagi
kehidupan, serta bernilai di sisi Yang Maha Kuasa.

4

DAFTAR ISI

ABSTRAKS » i
KATA PENGANTAR » v


TRANSLITERASI ARAB-INDONESIA » vii
DAFTAR ISI » viii
BAB I PENDAHULUAN » 1
A. Latar Belakang Masalah » 1
B. Permasalahan » 8
C. Tujuan Penelitian » 9
D. Manfaat Penelitian » 9
E. Kajian Pustaka » 10
F. Metode Penelitian » 15
G. Sistematika Pembahasan » 16
BAB II PENAFSIRAN TEKSTUAL DAN KONTEKSTUAL
TERHADAP AL-QUR’An » 20
1. Kelompok Skripturalis dan Tekstualis » 22
2. Problematika Pembacaan Teks » 23
3. Kecenderungan Penafsiran Tekstual » 34
B. Penafsiran Kontekstual Terhadap Al-Qur’a>n » 37
1. Kelompok Kontekstualis dan Substansialis » 39
2. Kecenderungan Penafsiran# Kontekstual » 40
BAB III BIOGRAFI MUH{AMMAD SHAH{RUr » 47
1. Sekilas Biografi Intelektual » 47

2. Latar Belakang Intelektual » 48
3. Muh}ammad Shah}ru>r: Sang Penggagas Qira>’ah Mu’a>s}irah » 51
B. Sikap Shahru>r Terhadap Tafsir » 55
1. Tafsir sebagai Proses » 55
2. Tafsir sebagai Produk » 58
C. Prinsip-prinsip Penafsiran Muh}ammad Shah}ru>r » 61

5
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Prinsip Dekonstruksi » 61
Prinsip Anti-Sinonimitas dan Diferensiasi » 63
Prinsip Tarti>l dan Anti- Atomistic » 70
Prinsip Penafsiran Yang Up to Date » 71
Prinsip Rasionalitas Penafsiran » 73

Prinsip Otonomi Teks » 75

BAB IV APLIKASI METODOLOGI TAFSIR KONTEKSTUAL
MUH{AMMAD SHAH{RUn » 111
2. Asba>b Al-Nuzu>l Merupakan Cacat Bagi Ulu>m al-Qur’a>n? » 113
a. Antara Asba>b al-Nuzu>l dan Muna>saba>t al-Nuzu>l ; Sebuah Polemik
Semantik » 118
b. Doktrin ‘Ada>lah Dan ‘Is}mah al-Sahabat Atas Umat Islam » 125
c. Tendensi Fanatisme Madhhab dan Golongan » 135
d. Relasi Antara al-Qur’a>n dan Asba>b al-Nuzu>l » 140
3. Penafsiran Tanpa Asba>b al-Nuzu>l; Antara Problem dan Solusi
Alternatif » 145
BAB V PENUTUP » 149
A. Kesimpulan » 149
B. Implementasi » 150
DAFTAR PUSTAKA » 151
INDEKS » 157
GLOSSARY » 161
BIOGRAFI PENULIS » 164


6

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang Masalah
Diskursus pemikiran keislaman yang berkembang di masyarakat
acapkali menempatkan al-Qur’a>n sebagai wilayah tak tersentuh
(untouchable area), karena dianggap sacral dan baku. Selanjutnya
masyarakat Muslim sendiri hanya sebatas mengiyakan, mengikuti,
sami’na> wa at}a’na>, tanpa diperkenankan mengotak-atik, apalagi
menyangkalnya.
Sikap penyakralan terhadap teks al-Qur’a>n ini pada gilirannya
akan mengantarkan umat Islam pada ‘stagnasi intelektual’ dan
keringnya diskursus pemikiran keagamaan, ketika pemahaman tekstualnormatif al-Qur’a>n tersebut dihadapkan dengan realitas kekinian. Dari
sikap ini kemudian muncullah apa yang dikenal dengan istilah ‚Islam
Fundamental‛, 1 ‚Islam Otentik‛, 2 dan berbagai macam label Islam
1

Istilah fundamental secara etimologi berasal dari kata fundamen, yang berarti
dasar atau pokok. Sedangkan fundamentalis adalah penganut gerakan keagamaan yang

bersifat kolot dan reaksioner yang selalu merasa perlu kembali ke ajaran agama yang
asli seperti yang tersurat dalam ajaran Kitab Suci. Lihat Tim Penyusun Kamus Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai
Pustaka, 1988), 245. Istilah ini menimbulkan suatu kesan tertentu, misalnya:
ekstremisme, fanatisme, atau bahkan terorisme dalam mewujudkan dan
mempertahankan keyakinan keagamaan. Ada beberapa karakter yang menjadi platform
gerakan kaum fundamentalisme, antara lain: pertama, mereka cenderung melakukan
interpretasi literal terhadap teks-teks suci agama. Kedua, menolak pluralisme dan
relativisme. Ketiga, memonopoli kebenaran atas Tafsir agama. Keempat, gerakan
fundamentalisme mempunya korelasi dengan fanatisme, ekslusifisme, intoleran,
radikalisme, dan militanisme. Berkenaan dengan istilah ‚Islam Fundamental‛, apabila
dikaitkan dengan uraian tentang makna serta karakter paham fundamentalisme di atas,
maka dapat dikatakan bahwa ‚Islam Fundamental‛ adalah sebuah paham keislaman
yang menitik beratkan pada pemaknaan teks-teks keagamaan secara literal-tekstual,
dengan mengabaikan sisi sisi kontekstual substansifnya. Selanjutnya para penganut
paham ini disebut dengan kaum fundamentalis. Istilah fundamentalis sendiri muncul
pertama kali di kalangan beberapa sekte Protestan di Amerika-Serikat sekitar Tahun
1910-an sebagai reaksi terhadap para Teolog yang Liberal- modernis atau sekuler.
Lihat Hadimulyo, ‚Fundamentalisme Islam; Istilah yang Dapat Menyesatkan‛, Jurnal
Ulumul Qur’an, No. IV (Jakarta: LSAF dan ICMI, 1993). Gerakan antimodernisme ini

memperoleh namanya dari 12 booklet yang disebut fundamental, yang diterbitkan
antara 1910 sampai 1915. Di dalam booklet itu tokoh-tokoh fundamentalis Kristen

7
lainnya yang mengandaikan bahwa muatan al-Qur’a>n harus dimaknai
dan ditafsiri sesuai dengan teks yang ada secara literal-tekstual.3
Seiring dengan kecenderungan penafsirannya terhadap doktrin
yang bercorak rigid dan literalis, kaum fundamentalis memandang
bahwa corak pengetahuan doktrin bersifat total dan serba mencakup.
Tidak ada masalah-masalah yang berhubungan dengan kehidupan
manusia di dunia ini yang luput dari doktrin yang mencakup itu, karena
itu, Ijtihad dengan sendirinya dibatasi hanya pada masalah-masalah di
mana doktrin tidak memberikan petunjuk sampai detail-detail
persoalan.4
Di sisi lain, ada kelompok umat islam yang menganggap bahwa
al-Qur’a>n yang berisikan teks-teks itu tidak terlepas dari kondisi sosiokultural-historis di mana teks-teks tersebut turun atau diciptakan.
Kelompok yang satu ini mengandaikan bahwa muatan al-Qur’a>n harus
dimaknai dan ditafsiri sesuai dengan kondisi sosio-kultural di mana teksteks tersebut diterapkan. Dengan kata lain, penafsiran teks-teks alQur’a>n tersebut harus bersifat kontekstual sehingga mampu menjawab
problematika masyarakat yang sedang terjadi dewasa ini. Kelompok ini
sering disebut dengan istilah ‚Islam Liberal‛, 5 ‚Islam Substantif‛, 6

awal menggariskan pokok-pokok ajaran mereka, yang pada intinya adalah bahwa
doktrin Kristen sebagaimana termaktub dalam Injil tak boleh ditambah, apalagi
dikurangi. Lihat Azyumardi Azra, Konteks Berteologi di Indonesia;Pengalaman Islam
(Jakarta: Paramadina,1999), 137. Adapun istilah Fundamentalisme Islam menjadi
popular di kalangan Barat sejak revolusi Islam Iran pada tahun 1979 yang melahirkan
kekuatan revolusioner Muslim Syi’ah yang radikal dan fanatic siap mati untuk
melawan Amerika Serikat. Lihat, Azyumardi Azra, Pergolakan Politik dari
Fundamentalis, Modernis hingga Post Modernis (Jakarta: Paramadina,1996), 107.
2
Kata otentik secara etimologi berarti: asli, sah, dapat dipercaya. Robert D.
Lee, Professor ilmu politik Colorado Collage menjelaskan, menjadi otentik berarti
menjadi yang ‚sebenarnya‛ ketimbang yang tampak, yang fundamental ketimbang
yang superficial, yang asli ketimbang yang tambahan, yang benar ketimbang yang
salah. Lihat Robert D. Lee, Mencari Islam Autentik, terj. Ahmad Baiquni (Bandung:
Mizan, 2000), 199. Pengertian sesungguhnya mengenai ‚Islam Otentik‛ tidak dapat
diketahui secara pasti. Kaum Fundamentalis cenderung mengartikannya sebagai upaya
kembali ke masa lalu. Dalam artian, mengamalkan segala ajaran yang pernah dilakukan
oleh Rasulullah SAW, bersama para shabatnya, tanpa dilihat konteks sosio-kulturalhistoris secara lebih jauh.
3
Umar Shihab, Kontekstualitas al-Qur’a>n; Kajian Tematik atas Ayat-ayat

Hukum dalam al-Qur’a>n (Jakarta: Penamadani:2005), 14.
4
Yusril Ihza Mahendra, Modernisme dan Fundamentalisme dalam Politik
Islam (Jakarta:Paramadina, 1999), 31-32.
5
Definisi ‚Islam Liberal‛ tidak dapat diketahui secara pasti makna yang
sesungguhnya. Charles Kurzman mengungkapkan bahwa istilah ‚Islam Liberal‛

8
‚Islam Aktual‛ 7 dan berbagai label Islam lainnya yang menunjukkan
kekinian dan penerimaannya terhadap kondisi realitas masyarakat
modern.
Fenomena di atas menunjukkan, ragam tafsir al-Qur’a>n secara
garis besar terbagi pada dua macam penafsiran yaitu: Pertama, tafsir almugkin terasa seperti sebuah kontradiksi dalam peristilahan ( a contradiction in terms ).
Karena selama berabad-abad, Barat mengenal Islam sebagai sebuah agama dengan
seperangkat unsur fanatisme, fundamentalisme, serta keterbelakangan. Kurzman
menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan konsep Liberal di sini harus dilihat sebagai
sebuah alat bantu analisis, bukan kategori yang mutlak. Selanjutnya ia memetakan tiga
tradisi umat Islam, yaitu Islam adat, Islam revivalis, dan selanjutnya Islam Liberal.
Dari ketiga kategori tentang Islam ini, menurutnya dua tradisi pertama lebih sering
digunakan oleh para pemikir dan aktivis Muslim. Sementara tradisi yang disebut
belakangan tidak terlalu dikenal. Untuk itu, ia berusaha memberikan porsi yang sama
antara ketiganya. Tradisi pertama bisa disebut sebagai ‚Islam adat‛ ( Customary
Islam), yang ditandai oleh kombinasi kebiasaan-kebiasaan kedaerahan dan kebiasaankebiasaan yang juga dilakukan di seluruh dunia Islam. Tradisi kedua adalah ‚Islam
revivalis‛, juga biasa dikenal sebagai Islamisme, fundamentalisme, atau Wahabisme.
Tradisi ini menyerang interpretasi adat yang kurang memberi perhatian terhadap inti
doktrin Islam. Sedangkan tradisi ketiga yaitu ‚Islam Liberal‛, tradisi ini didefinisikan
sebagai paham yang berbeda secara kontras dengan Islam adat dan menyerukan
keutamaan periode Islam paling awal untuk menegaskan ketidakabsahan praktikpraktik keagamaan masa kini. Islam liberal menghadirkan kembali masa lalu itu untuk
kepentingan modernitas. Karakter dari ‚Islam Liberal‛ ini antara lain adalah: Pertama,
kebebasan berpikir. Kedua, pemaknaan secara kontekstual-seubstantif terhadap teksteks keagamaan. Ketiga, mendukung demokrasi. Keempat, menyuarakan hak-hak kaum
wanita yang selama ini terabaikan. Lihat Charles Kurzman, Wacana Islam Liberal;
Pemikiran Islam Kontemporer tentang Isu-Isu Global terj. Bahrul Ulum, Heri Junaidi
(Jakarta: Paramadina,2001), xv-xvii.
6
Istilah Islam Substantif sebetulnya bukan hal baru. Menjadi lebih kaya
nuansa dan warna ketika mampu dielaborasi secara apik oleh Azyumardi Azra, yang
kemudian dituangkan menjadi judul sebuah buku ‚Islam Substantif; Agar Umat Tidak
Menjadi Buih‛. Menurut Azyumardi, apabila Islam ingin berperan lebih luas, maka
harus mengedepankan pesan-pesan moral, bukan menonjolkan symbol. Lihat
Azyumardi Azra, Islam Substantif; Agar Umat Tidak Menjadi Buih (Bandung: Mizan,
2000), 138.
7
Istilah Islam Aktual dipopulerkan oleh Kang Jalal--- sapaan akrab Dr.
Jalaluddin Rahmat. Ia menegaskan ada dua macam Islam; konseptual dan actual. Islam
konseptual terdapat dalam al-Qur’a>n, al-Sunnah, dan buku-buku atau ceramah-ceramah
tentang keislaman. Islam actual terdapat pada perilaku pemeluknya. Islam konseptual
boleh menunjukkan kebencian Islam kepada kezaliman dan dukungan kepada pihak
yang dizalimi. Tetapi, Islam konseptual tidak akan dapat menghilangkan sistem yang
zalim. Hanya Islam aktual yang mengubah sejarah. Kekuatan kaum muslim terletak
pada tindakan mereka, bukan pada teks-teks suci yang mereka yakini. Lihat Jalaluddin
Rahmat, Islam Aktual; Refleksi-Sosial Seorang Cendekiawan (Bandung: Mizan, 1998),
18.

9
Qur’a>n yang berkembang dewasa ini lebih merupakan pemahaman
langsung terhadap teks liturgis yang bersifat kebahasaan. Sedangkan
yang kedua, proses pemahaman al-Qur’a>n melalui pendekatan
hermeneutic,8 yakni pemahaman yang tidak saja dari segi narasi, tetapi
teks al-Qur’a>n dipahami sebagai sebuah teks yang bersifat historis
dengan bahasa yang lahir dalam konteks cultural teks tersebut.9
Dalam rangka kontekstualisasi ajaran-ajaran al-Qur’a>n,
setidaknya ada dua kecenderungan pemahaman dan penafsiran al-Qur’a>n
yang berkembang pada saat ini, yakni: Pertama, Kecenderungan
penafsiran tekstual. Kecenderungan penafsiran ini berupaya
‚memaksakan‛ pemahaman, penafsiran dan aplikasi ajaran-ajaran alQur’a>n di masa lalu; yakni pada saat al-Qur’a>n berkomunikasi dengan
realitas masyarakat Arabia di masa Nabi Muhammad SAW10 dan masa
generasi sahabat11, untuk diaplikasikan pada saat dan situasi kekinian.
Dengan kata lain, mereka berpegang pada dictum, sebagaimana
dikatakan oleh Abu> Zaid (1943-...):12 ‚fahm al-khit}a>b kama> fahima almu’a>s}iru>n‛ (ujaran dipahami menurut pemahaman mereka yang hidup
sezaman dengan turunnya ujaran itu).13

8

Hassan Hanafi, Dialog Agama dan Revolusi (Jakarta: Pustaka Firdaus,
1991), 1-2.
9
Nasr H{a>mid Abu> Zayd, Mafhu>m al-Nas}s}; Dira>sat fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n (Beirut:
Markaz al-Saqafi al-‘Arabi,1994), 10.
10
Ciri metode penafsiran Nabi SAW: tidak panjang lebar, sehingga penafsiran
beliau hanya berupa penjelasan terhadap ayat-ayat global, menjelaskan ayat yang
mushkil, mengkhususkan ayat yang umum, mentaqyid ayat yang mutlaq atau
menjelaskan makna suatu lafaz. Lihat Fahd b. Abd al-Rah}ma>n b. Sulaima>n al-Ru>mi,
Buh}u>th fi Us}u>l al-Tafsi>r wa mana>hijuh (Ttp: Maktabah al-Taubah, Tth), 19.
11
Pada masa sahabat ini, sumber penafsirannya adalah al-Qur’a>n itu sendiri,
hadith Nabi, ijiha>d dan Quwwat al-istinba>t}, dan ahli kitab; yakni Yahudi dan Nasrani.
Lihat Muhammad H{usein al-Dhahabi>, al-Tafsi>r wa al-Mufassiru>n Juz I, (T.tp.: Mus}’ab
bin ‘Umair: 2004), 31-38.
12
Nas}r H{a>mid Abu> Zaid (10 Juli 1943-...) adalah pemikir muslim kontemporer
asal Mesir yang dimurtad-kafirkan oleh kalangan Ulama’ Mesir, dan berakhir dengan
pengasingan dirinya ke Belanda. Ia banyak berbicara tentang kritik teks dan ulumul
Qur’a>n. Karya-karyanya antara lain: Naqd al-Khitha>b al-Di>ni> (Cairo: S{ina Li al-Nashr,
1992); Mafhu>m al-Nas}s}; Dira>sa>t fi Um al-Qur’a>n (Beirut: Markaz al-Thaqafi al‘Arabi:1994); Ishka>liya>t al-Qira>’ah wa At al-Ta’wi>l (Beirut: al-Markaz al-Thaqa>fah
al-‘Arabi; 1994). Lihat biografi kronologis Abu> Zaid dan kelengkapan karya-karyanya,
M. Nur Ichwan, Meretas Kesarjanaan Kritis al-Qur’a>n; Teori Hermeneutika Nas}r
H{a>mid Abu> Zaid (Jakarta Selatan: Teraju:2003), 185-194.
13
Nas}r H{a>mid Abu> Zaid, Teks, Otoritas, Kebenaran (Yogyakarta: LKiS:
2003), 160.

10
Contoh- sebagaimana dicontohkan Abdullah Saeed- yang paling
mudah dijumpai bagi pandangan ini adalah kelompok Tradisionalis dan
Salafi- Wahaby14 yang berkembang di beberapa Negara belahan dunia
termasuk Indonesia. 15 Pandangan dengan pendekatan tekstual ini
berusaha memahami dan menafsirkan al-Qur’an dengan bantuan
berbagai perangkat metodis ilmu tafsir klasik; ilmu Asba>b al-Nuzu>l,
ilmu Naskh-Mansu>kh, ilmu Muna>saba>t al-Aya>t, dan lain sebagainya
dengan tujuan dapat menyingkap original meaning ayat tertentu.16 Bagi
golongan ini makna al-Qur’an telah terfiksasi dan aplikatif secara
universal,17 sehingga seluruh yang tertera secara literal dalam teks alQur’an merupakan pesan yang sebenarnya dan harus diaplikasikan di
masa kini dan bahkan di masa yang akan datang.18
Kedua, Kecenderungan penafsiran kontekstual yang terbagi
menjadi dua; yakni penafsiran yang menjadikan present context dan
sosio-historical context (Asba>b al-Nuzu>l) sebagai pertimbangan dalam
penafsiran. Dalam proses penafsiran al-Qur’a>n, pandangan ini
menekankan kepada Mufassir di masa kini untuk melakukan
penyingkapan makna asli (original meaning) teks al-Qur’an terlebih
dahulu dengan menggunakan perangkat metodis ilmu Tafsir
sebagaimana tersebut di atas. Pendekatan ini menjadikan original
14

Dengan berbagai modelnya, aliran ini mensosok figurkan generasi Salaf alS{a>lih{; yakni para pendahulu umat Islam yang mencakup tiga generasi; sahabat, tabi’in
dan tabi’in al-yabi’in. Lihat Abd al-Mun’im al-H{afni>, Ensiklopedi Golongan,
Kelompok, Aliran, Madzhab, Partai dan Gerakan Islam terj. Muhtarom, (JakartaSelatan: Grafindo: 2006), 534-537. Lihat edisi Arabnya Mausu>’ah al-H{ara>kat wa alMadza>hib al-Isla>miyah fi al-A’la>m, cet II (Kairo: Maktabah Madbuli:1999). Lihat juga
Haedar Nashir, Gerakan Islam Syari’at; Reproduksi Salafiyah Ideologis di Indonesia

(Jakarta: PSAP: 2007), 116-145.
15
Gerakan Salafi radikal yang berkembang di Indonesia antara lain: FPI, HTI,
IM, Laskar Jihad (Laskar kemiliteran yang bubar pada masa kepresidenanMegawatiHamzah Haz, dan sekarang yang masih aktif adalah FKAWJ, pen) dan MMI. Jamhari
dan Jajang Jahroni (penyunting), Gerakan Salafi Radikal di Indonesia (Jakarta: Raja
Grafindo: 2004).
16
Sahiron Syamsuddin, ‚Tipologi dan Proyeksi Penafsiran Kontemporer
Terhadap al-Qur’a>n‛, Jurnal Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’a>n dan Hadits UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta, Vol.8, No.2 (Juli: 2007), 198-200.
17
Abdullah Saeed, Interpreting the Qur’a>n; Towords a Contemporary
Approach (New York: Roudledge: 2006), 3.
18
Karena, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Taimiyah (661-728 H) bahwa
Rasulullah SAW telah menjelaskan seluruh makna al-Qur’an kepada para sahabatnya,
sebagaimana beliau telah menjelaskan kepada mereka seluruh lafal-lafalnya. Lihat
Ibnu Taimiyah, Muqaddimah fi Us}u>l al- Tafsi>r, Tahqiq Adnan Z., (Kuwait: Da>r alQur’a>n: 1971), cet I, 35.

11

meaning (makna historis) hanya sebagai pijakan awal untuk menafsirkan

al-Qur’an di masa kini, dan di saat yang sama mereka tidak
memandangnya sebagai pesan utama al-Qur’a>n, justru bagi pandangan
ini, yang terpenting adalah pesan atau maksud al-Qur’an yang berada di
balik makna literal itu, atau dalam bahasa Rahman (w. 1988 M) 19
dengan double movementnya20 disebut ideal moral dan Abu> Zaid (1943...) disebut maghza> (signifikansi)21. Inilah yang harus diaplikasikan di
saat ini dan yang akan datang.
Kecenderungan kontekstual lainnya adalah penafsiran yang
menjadikan present context sebagai pertimbangan dalam penafsiran dan
di saat yang sama mengabaikan historical context (Asba>b al-Nuzu>l).
Pandangan ini meyakini bahwa teks al-Qur’an adalah rekaman kala>m
Allah SWT yang abadi dan universal,sehingga dalam menafsirkan alQur’an tak ada keharusan untuk mempelajari Asba>b al-Nuzu>l (konteks
turunnya ayat)22 dan sejarah Muhammad SAW. Bagi mereka cukuplah
teks al-Qur’a>n berbicara sendiri pada pembacanya, dan jika setiap
pembacaan harus selalu dikembalikan ke masa lalu; yakni situasi Arab
ketika ia diturunkan, maka makna universalitasnya akan berkurang. 23
Dan dalam pandangan inilah Muh}ammad Shah}ru>r berada. Bagi
Muh}ammad Shahru>r al-Qur’an hanya bisa dipahami melalui wujud alam
semesta beserta fenomenanya, dan melalui jendela Asma> al-H{usna> yang
terjelma dalam fenomena dan wujud alam semesta ini. Oleh karena itu

19

Fazlur Rahman (1919-1988) adalah tokoh pemikir asal Pakistan bermadzhab
H{anafi. Karya-karyanya antara lain: Islam and Modernity; Transformation of an
Intellectual Tradition (Chicago: the University of Chicago Press, 1982); Major Themes
of The Qur’an (Chicago: Bibliotheca Islamica: 1980); Islamic Modernism; Its Scope,
Method, and Alternatives, International Journal of Middle Eastern Studies, Vol I, No.4
(1970). Lihat karya-kayanya yang lain dalam Ahmad Syukri Saleh, Metodologi Tafsir
al-Qur’an Dalam Pandangan Fazlur Rahman (Jakarta: Gaung Persada Press: 2007).
20
Rumusan definitive double movement yang dikembangkan oleh Rahman
dipengaruhi oleh pemikiran al-Sya>tibi dalam hal pentingnya memahami al-Qur’an
sebagai suatu ajaran yang padu dan kohesif. Kemudian pandangan ini oleh Rahman
diasimilasikan ke dalam bangunan metodologisnya.
21
Nas{r H{a>mid Abu> Zaid, Naqd al-Khit}a>b al-Di>ni> (Kairo: S{ina> li al-Nasyr,
1992), 142-143.
22
Kontras dengan pendapat al-Suyu>ti yang menyatakan bahwa Asba>b al-Nuzu>l
merupakan bagian terpenting dalam penafsiran. Lihat Jala>l al Din al- Suyu>ti, al-Tah}bi>r
fi ‘#Ilm al-Tafsi>r tah}qi>q Fath}i ‘Abd al-Qadi>r (Kairo: Da>r al-Mana>r: 1986), 86.
23
Komaruddin, Menafsirkan Kehendak Tuhan, 164. Lihat juga Muhammad
Syahru>r, Nah}w Usu>l Jadi>dah li al-Fiqh al-Isla>mi> (Damaskus; al-Aha>li:2000), cet I, 9394.

12
alam semesta sebagai satu keseluruhan tidak dapat diketahui secara
penuh kecuali oleh Allah SWT.24
Dengan demikian menurut Muh}ammad Shahru>r, penafsiran
generasi muslim awal terpagari oleh ruang dan waktu, pun penafsiran ala
Nabi Muh}ammad SAW hanyalah kebenaran awal dalam sebuah
penafsiran, dan bukan yang terakhir kalinya. Artinya Muh}ammad
Shahru>r hanya mengakui adanya relativitas segala jenis penafsiran. Ini
berarti pula bahwa memahami dan melakukan pembacaan terhadap alQur’a>n 25 saat ini harus disesuaikan dengan pengalaman dan
perkembangan ilmu pengetahuan; baik eksakta maupun non- eksakta di
saat seorang Mufassir berhadapan dan berdialog dengan al-Qur’a>n.
Implikasinya adalah bahwa pendekatan yang dipilih Muh}ammad
Shahru>r mengharuskan untuk menjauhkan Asba>b al-Nuzu>l dari Ilmuilmu al-Qur’a>n.26 Menurutnya, konsep Asba>b al-Nuzu>l dan Naskh adalah
saudara kembar dan merupakan cacat terbesar dalam ulu>m al-Qur’a>n
Baginya, Asba>b al-Nuzu>l yang menjadi pegangan mayoritas Muslim
hingga saat ini, hanyalah menjelaskan sejarah bentu penafsiran atau
pemahaman pada Abad ketujuh dan proses interaksi antara manusia
dengan ayat-ayat al-Qur’an pada saat itu. Sedangkan pada saat ini;
yakni abad keduapuluh, hal itu sudah tidak diperlukan lagi. Sebab
makna al-Qur’an eksis pada dirinya sendiri, sehingga tidak terikat pada
proses perjalanan sejarah.27
Di samping mengabaikan historical context dalam pembacaan alQur’a>n, Shah}ru>r juga mengkritik Asba>b al-Nuzu>l yang biasa dijadikan
alat bantu dalam menafsirkan al-Qur’a>n oleh umumnya sarjana muslim.
Kritikan itu dituangkan dalam sub bab tersendiri, bahwa peletakan ilmu
Asba>b al-Nuzu>l disebabkan; 1.) adanya fanatisme madzhab dan
golongan dalam transmisi periwayatan, dan 2.) adanya doktrin keadilan
sahabat yang ditanamkan dalam jiwa umat Islam. Hal ini didasarkan
pada riwayat-riwayat yang tersajikan dalam kitab Asba>b al-Nuzu>l karya

24

Shahru>r, Nahw Us{u>l Jadi>dah, 53-54.
Shah}ru>r menggunakan istilah ‚Qira>’ah atau pembacaan‛ mengacu pada
wahyu yang pertama kali turun. Menurutnya pembacaan adalah mencari dalil ( Istidla>l),
merenungi (ta’ammul), menemukan (idra>k), memaparkan (Isti’ra>d{) dan menganalisa
(Tah{li>l), yang mana seorang pembaca setelah melakukan aktivitas pembacaan ini akan
sampai kepada suatu pemahaman apa yang ia baca. Lihat Shahru>r, Nah{w Us{u>l Jadi>dah,
117.
26
Shah}ru>r, Nah{w Usu>l Jadi>dah, 93-94.
27
Shah}ru>r, Nah{w Usu>l Jadi>dah, 230.
25

13
al-Wa>h}idi dan al-Suyu>ti>. Sebab, keduanya banyak dikenal di kalangan;
baik muslim maupun non-muslim.
Model pembacaan Muh}ammad Shahru>r terhadap al-Qur’a>n inilah
yang membuat penulis ingin mengetahui lebih dalam Kontekstualisasi
al-Qur’an seperti apa menurut pandangan Muh}ammad Shah}ru>r.
B. PERMASALAHAN
1. Identifikasi Masalah
Setidaknya ada dua tipologi kecenderungan penafsiran al-Qur’an
yang berkembang di kalangan Muslim hingga saat ini:
a. Penafsiran yang cenderung tekstual. Golongan ini berpandangan
bahwa begitu pentingnya unsur konteks historis dalam menafsirkan
al-Qur’an, sehingga bentuk pemahaman, penafsiran dan aplikasi
ajaran-ajaran al-Qur’an di masa Nabi SAW dan generasi muslim awal
harus diaplikasikan di masa kini dan masa yang akan datang. Jadi,
konteks saat ini tidak ada bedanya dengan konteks masa lalu. Sebab,
makna al-Qur’an telah terfiksasi dan aplikatif secara universal.
Pandangan ini dipegang oleh golongan Tradisionalis dan Salafi-

Wahaby.

b. Penafsiran yang cenderung kontekstual. Dalam hal ini terbagi
menjadi; pertama, penafsiran yang mempertimbangkan present
context dan konteks historis. Pandangan menilai penting historical
context ( Asba>b al-Nuzu>l) untuk mencari original meaning teks alQur’a>n. Tetapi itu hanya sebagai pijakan awal untuk membaca yang
kemudian dapat terkuak maksud dan tujuan di balik makna literalnya.
Maksud di balik makna literal itulah yang harus diaplikasikan di masa
kini dan masa yang akan datang. Kedua, penafsiran yang
mempertimbangkan present context, tetapi mengabaikan konteks
historis dan Shahru>r mengamini pendapat ini. Pandangan ini menilai
teks al-Qur’an adalah rekaman kala>m Allah SWT yang abadi dan
universal, sehingga tidak ada keharusan untuk mempelajari Asba>b alNuzu>l dan sejarah Nabi SAW. Sebab al-Qur’an diperuntukkan bagi
orang-orang yang masih hidup dan berakal di saat ini, bukan untuk
orang yang sudah mati dan sudah berlalu.
2. Pembatasan Masalah
Dalam mempersiapkan suatu kajian ilmiah, termasuk hal yang
penting adalah membatasi permasalahan agar pembahasan tidak
melebar. Mengingat pemikiran Shah}ru>r banyak tertuang dan terserak,

14
setidaknya dalam lima buku karyanya, 28 Maka dalam penelitian ini
pembahasan dibatasi hanya mengenai kontekstualitas al-Qur’an dalam
pandangan Muh}ammad Shah}ru>r.
3. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang menjadi fokus penelitian ini, yakni
membahas lebih mendalam tentang perbedaan antara Tekstualitas dan
Kontekstualitas dalam memahami ayat-ayat al-Qur’an, bagaimana
pandangan Muh}ammad Shah}ru>r dalam memahami kontekstualitas alQur’an tersebut, agar rumusan masalah dapat dijawab, maka dibuat
daftar pertanyaan sebagai berikut:
Bagaimana paradigma berpikir Muh}ammad Shah}ru>r tentang pengabaian
Asba>b al-Nuzu>l dalam upaya mengkontekstualkan penafsiran al-Qur’a>n
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pandangan
pemahaman tekstualis dan kontekstualis, dan yang terpenting adalah
bagaimana pandangan Muh}ammad Shah}ru>r tentang Kontekstualitas
dalam pemahaman al-Qur’an.
D. Manfaat Penelitian
1. Secara Teoritis
Kegunaannya secara teoritis adalah sebagai usaha untuk menambah
khazanah ilmiah tentang pemahaman dalam bidang Tafsi>r atau ilmu
Tafsi>r khususnya kajian yang berkaitan dengan kontekstualitas alQur’a>n. Kajian ini juga berguna untuk menyadarkan penulis dan
pembaca bahwa kajian Tafsi>r tidak pernah berhenti, akan tetapi akan
terus berjalan secara dinamis bersamaan dengan berjalannya zaman. Di
samping itu, penelitian ini juga diharapkan akan menarik minat bagi
para peneliti Tafsi>r berikutnya.

28

Karya-karya Shah}ru>r yang berupa buku dan sudah menyebar sampai ke
Indonesia terdapat empat kitab: al-Kita>b wa al-Qur’a>n; Qira>’ah Mu’a>s}irah terbit 1990,
Dira>sa>t Isla>miyyah Mu’a>s}irah fi al-Daulah wa al-Mujtama’ terbit 1994, al-Isla>m wa alIma>n; Manz}u>ma>t al-Qiya>m terbit 1996, dan Nah}w Usu>l Jadi>dah li al Fiqh al-Isla>mi;
Fiqh Mar’ah terbit 2000. Semuanya diterbitkan oleh al-Aha>li sebagai penerbit yang
biasa digunakan oleh Muh}ammad Shah}ru>r dalam mempropagandakan pemikirannya di
samping media televise dan internet. Lihat selengkapnya karya-karya Muh}ammad
Shah}ru>r yang bisa di down-load secara gratis (kecuali buku yang kelima) dan
dialognya dengan para netter di http://www.shahrour.org

15
2. Secara Praktis
Kegunaannya secara praktis adalah sebagai salah satu usaha untuk
mengetahui dan memahami paradigm Muh}ammad Shah}ru>r terhadap
Penafsiran al-Qur’a>n secara kontekstual, yang hasilnya dapat diketahui
kontribusi Muhammad Shah}ru>r bagi perkembangan pemahaman
penafsiran, demi perkembangan pemikiran masyarakat Islam secara
umum, serta diharapkan dapat menjadi sumber inspirasi bagi seluruh
kalangan dalam upaya memahami al-Qur’an.
E. Kajian Pustaka
Upaya mendialogkan teks al-Qur’an yang terbatas dengan
konteks yang tak terbatas telah dilakukan oleh umat Muslim sejak dulu
hingga saat ini. Sebagai fakta historisnya adalah sejumlah teks hasil
kajian mengenai berbagai dimensi al-Qur’an yang lahir dari wacana para
intelektual Muslim dari masa ke masa. 29 Salah satunya adalah usaha
yang dilakukan oleh Shah}ru>r untuk menyelaraskan teks tertulis; alQur’an dengan teks terbuka; alam semesta sesuai dengan pengalaman
dan perkembangan ilmu pengetahuan, tanpa memperhatikan historical
context; dimana seorang penafsir menafsirkan al-Qur’an dengan hanya
present context; di mana seorang penafsir menafsirkan al-Qur’an sesuai
dengan pengalaman, ruang dan waktu saat ia sedang berdialog
dengannya. Hal itu dalam rangka kontekstualisasi ajaran-ajaran yang
cocok disegala waktu dan tempat.
Kajian-kajian lain yang berkaitan dengan kontekstualitas alQur’an antara lain; Taufik Adnan Amal dan samsu Riza Panggabean
menulis A Contextual approach to the Qur’a>n.30 Tulisan ini menawarkan
29

Karya-karya hasil kajian al-Qur’a>n beserta pengarangnya lihat Jala>l al-Di>n
al-Suyu>t}i, T{abaqa>t al-Mufassiri>n (Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyyah:Tth); Shamsu alDi>n Muh}ammad b. ‘Ali b. Ah}mad al Da>wu>di, T{abaqa>t al-Mufassiri>n, tah}qiq ‘Ali
Muh}ammad‘Umar, (T.tp: Maktabah Wahbah:1971); ‘An min S{adr al-Isla>m h}atta> al-‘As}r al-H{a>d}ir (Lebanon: Madrasah Nuwaih}id alThaqa>fiyyah: 1988); Muh}ammad H{usein al-Dhahabi>, al-Tafsi>r wa al-Mufassiru>n (T.tp.:
Mus’ab bin ‘Umair: 2004); ‘Ali> Shawwa>h} Ish}aq> , Mu’jam mus}annafa>t al-Qur’an alKari>m (Riyad}: Da>r al-Rifa>’i: 1984), cet I,. Karya-karya tafsir dalam konteks
keindonesiaan, lihat Howard M. Federspiel, Kajian al-Qur’an di Indonesia; Dari
Mahmud Yunus Hingga Quraish Shihab (Bandung: Mizan: 1996). Kemudian penelitian
ini dilanjutkan oleh Islah Gusmian dalam Khazanah Tafsir Indonesia; dari
Hermeneutika Hingga Ideologi (Jakarta: JIL:2005), 11-14.
30
Taufik Adnan Amal dan Samsu Rizal Panggabean, A Contextual Approach
To The Qur’a>n, dalam Abdullah Saeed, Approach To The Qur’a>n In Contemporary
Indonesia (London: Oxford University Press:2005), 107-118.

16
pendekatan kontekstual dalam penafsiran al-Qur’a>n. Tafsir Sosial;
Mendialogkan Teks dengan Konteks,31 tulisan Waryono Abdul Ghafur.
Buku itu mengupayakan kontekstualisasi ayat-ayat social dengan cara
mengawinkan teks dengan konteks. Sajiannya menggunakan
peendekatan tematik sebagaimana umumnya; menempatkan Asba>b alNuzu>l; baik mikro maupun makro sebagai alat penting untuk menggali
makna dan mengungkap pesan dan isi kandungan al-Qur’a>n.

Kontekstualitas al-Qur’a>n; Kajian Tematik Atas Ayat-Ayat Hukum
Dalam al-Qur’a>n, tulisan Umar Shihab. 32 Buku ini menampilkan

sajiannya dengan menggunakan metode tematik yang memandang alQur’an sebagai satu kesatuan yang utuh dengan mengutip beberapa
pendapat Fazlur Rahman, ia menegaskan pentingnya historical context
baik secara micro maupun macro dalam menafsirkan al-Qur’a>n, sehingga
dalam menangkap pesan al-Qur’an tidak terjebak pada sisi teks belaka.

Al-Qur’a>n Berbicara; Kajian Kontekstual Berbagai Persoalan,

tulisan Imam Muchlas,33 kajian ini menggunakan metode tematik yang
tentu saja menempatkan historical context sebagai sesuatu yang
signifikan dalam menafsirkan al-Qur’a>n. Sajian buku ini tidak jauh beda
dengan buku-buku di atas. ‛Orientasi Tekstual dan Kontekstual Dalam
Penafsiran al-Qur’a>n; Melacak Akar Perbedaan Penafsiran Terhadap alQur’a>n‛. 34 Tesis ini memetakan orientasi atau kecenderungan dalam
penafsiran; yakni tekstualis-skripturalis dan kontekstualis-substansialis.
Namun sayangnya belum mengcover model pembacaan Shah}ru>r. ‚Teks,
Konteks dan Kontekstualisasi; Hermeneutika dalam Tafsir al-Mana>r dan
Tafsir al-Azhar‚ tulisan Fahruddin Faiz. 35 Tulisan ini membuktikan
bahwa dalam dua Tafsir itu sudah menunjukkan operasi hermeneutic;
yakni reproduksi makna teks supaya bisa dipahami dan berfungsi dalam
konteks yang berbeda.

31

Waryono Abdul Ghafur, Tafsir Sosial; Mendialogkan Teks dengan Konteks,
cet I (Yogyakarta: elSAQ: 2005).
32
Umar Shihab, Kontekstualitas al-Qur’a>n; Kajian Tematik Atas Ayat Hukum
Dalam al-Qur’an, ed. M. Noer (Jakarta: Permadani: 2005).
33
Imam Muchlas, al-Qur’an Berbicara; Kajian Kontekstual Berbagai Persoalan
(Pustaka Progressif: Surabaya: 1996).
34
Didi Junaidi, ‚Orientasi Tekstual dan Kontekstual dalam Penafsiran alQur’a>n; Melacak Akar Perbedaan Penafsiran Terhadap Al-Qur’a>n‛ (Tesis S2 Program
Tafsir Hadits, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005).
35
Fahruddin Faiz, ‚Teks, Konteks dan Kontekstualisasi; Hermeneutika dalam
Tafsir Al- Manar dan tafsir Al-Azhar‛ (Tesis S2 Program Studi Agama dan Filsafat;
UIN Sunan Kalijaga: Yogyakarta: 2001).

17
Kajian-kajian yang berkaitan dengan pemikiran-pemikiran
Shah}ru>r yang dianggap controversial di kalangan sarjana Muslim
umumnya, mendapatkan berbagai respon dan apresiasi. Respon yang
berupa kritik tampak jelas pada buku yang berjudul al-Markisla>miyah
wa al-Qur’a>n, mulai dari kritikan terhadap pencampuradukkan oleh
Shahru>r terhadap istilah Jadi>dah dan Mu’a>sirah sampai pada masalahmasalah yang berkaitan dengan gender termasuk masalah pakaian
wanita dan waris. Nasr H{a>mid Abu> Zaid tokoh pemikir Muslim
Kontemporer, dalam bukunya yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia, Teks Otoritas Kebenaran juga menyayangkan tentang
kenaifan metodologi pembacaan kontemporer yang dikembangkan oleh
Muh}ammad Shah}ru>r.36
Berbeda dengan para sarjana Muslim yang melayangkan kritik
terhadap Muh}ammad Shahru>r apresiasi positif justru muncul dari para
Islamolog Barat. Di antara mereka adalah Charles Kurzman dalam
bukunya Liberal Islam; A Sourcebook, yang telah diterjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia, ia memasukkan Muh}ammad Shahru>r ke dalam
kelompok Islam Liberal37dan memuat tulisannya dalam buku tersebut.38
Tulisan lain mengenai pemikiran Muh}ammad Shahru>r dalam
bentuk artikel juga banyak ditemukan, misalnya ‚Metode Interaktualitas

36

Abu Zaid, Teks Otoritas Kebenaran, 104-148. Dalam kesempatan lain ia
juga menganggap bahwa analaisis teks ala Syahru>r masih kurang layak untuk kategori
kajian kesarjanaan yang serius. Lihat Nasr H{am
> id Abu> Zaid, Mengurai Benang Kusut
Teori Pembacaan Kontemporer, dalam pengantar buku karya Shah}ru>r Prinsip dan
Dasar Hermeneutika Al-Qur’an Kontemporer, terj. Sahiron Syamsuddin dan
Burhanudin Dzikri (Yogyakarta: eLSAQ: 2004), 20
37
Charlez Kurzman membagi Islam Liberal kepada tiga bagian: 1) Syari’ah
Liberal (Liberal Shari’a); yakni argumentasi yang menyatakan bahwa syari’ah bersifat
liberal pada dirinya sendiri jika dipahami secara tepat; 2) Syari’ah yang diam ( Silent
Shari’a); yakni argumentasi yang menyatakan bahwa syari’ah tidak memberi jawaban
yang jelas mengenai topic-topik tertentu, dan 3) Syari’ah yang ditafsirkan (Interpreted
Shari’a), yakni bentuk argumentasi Islam Liberal yang paling dekat dengan perasaan
atau pikiran-pikiran Barat. Pandangan ini menyatakan bahwa syari’ah ditengahi oleh
penafsiran manusia. Dalam pandangan ini, syari’ah merupakan hal yang berdimensi
ilahiya Sedangkan penafsiran-penafsiran manusia dapat menimbulkan konflik dan
kekeliruan. Lihat Charlez kurzman, ed., Wacana Islam Liberal; Pemikiran Islam
Kontemporer tentang Isu-Isu Global, xxxii-xiii.
38
Tulisan Shah}ru>r yang dimuat dan telah diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia adalah Islam dan Konferensi Dunia tentang Perempuan di Beijing tahun
1995. Lihat Charlez Kurzman, ed., Wacana Islam Liberal; Pemikiran Islam
Kontemporer tentang Isu-Isu Global, 210-218.

18
Shahru>r Dalam Penafsiran al-Qur’an‛ tulisan Sahiron Syamsuddin. 39
Tulisan ini secara spesifik membahas tentang metode intratekstualis dan
analisis paradigm-sintagmatis yang diusung oleh Muh}ammad Shahru>r
sebagai sumbangsih yang bermanfaat secara metodologis dalam kajian
‚al-Qur’a>n. Mempertimbangkan Metodologi Tafsir Shah}ru>r‛ tulisan
Abdul Mustaqim. 40 Tulisan ini mencoba mengeksplorasi metodologi
penafsiran yang dikembangkan oleh Muh}ammad Shahru>r dalam rangka
merespon problematika kontemporer. ‚Konsep Wahyu al-Qur’an
Perspektif Shah}ru>r‛ tulisan Sahiron Syamsuddin.41
Sementara itu, para mahasiswa juga melakukan penelitian
terhadap pemikiran Muh}ammad Shah}ru>r berupa skripsi, Tesis dan
Desertasi. Setidaknya karya-karya tersebut dapat ditemukan di
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan Universitas
Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. Karya-karya itu antara lain:
‚Poligami Dalam Pandangan Muh}ammad Syahru>r; Tela’ah atas Q.S: An
Nisa’ ayat 3 dan 129‛ tulisan Sirojuddin.42 Skripsi ini menekankan pada
aspek Tafsir gender menyangkut masalah poligami yang terkandung
dalam surat an-Nisa’ ayat 3 dan 129. ‚Studi Perbandingan Penafsiran
antara Muh}ammad ‘Abduh dan Muh}ammad Syahru>r Terhadap Ayatayat Gender dalam al-Qur’a>n‛ tulisan Faizal Asdar Bakri.43 Tulisan ini
memperbandingkan penafsiran ayat-ayat gender antara ‘Abduh dan
Shah}ru>r yang sama-sama mendasarkan penafsirannya pada nilai
universalitas al-Qur’a>n. ‚Wasiat dan Waris dalam al-Qur’an Perspektif
Muh}ammad Syah}ru>r‚ tulisan Fahrur Rozi. 44 Tesis ini menyoroti
39

Sahiron Syamsuddin, ‚Metode Intertekstualitas Muh}ammad Syahru>r dalam
Penafsiran al-Qur’an‛, dalam Abdul Mustaqim dan Sahiron Syamsuddin (ed.), Studi alQur’an Kontemporer; Wacana Baru Berbagai Metodologi Tafsir (Yogyakarta: Tiara
Wacana Yogya: 2002), 131-149.
40
Abdul Mustaqim, ‚Al-Qur’a>n Mempertimbangkan Metodologi Tafsir
Shah}ru>r‛, dalam Sahiron Syamsuddin, et, al, Hermeneutika al-Qur’an Mazhab Yogya
(Yogyakarta: Forstudia dan Islamika: 2003), 121-140.
41
Sahiron Syamsuddin, ‚Konsep Wahyu al-Qur’a>n Perspektif Syahru>r‛, Jurnal
Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an dan Hadits UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Vol. 1, No. 1,
(2000).
42
Sirojuddin, ‚Poligami dalam Pandangan Muhammad Syahru>r; Tela’ah atas
Q.S An-Nisa’ ayat 3 dan 129‛ (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2004).
43
Faizal Asdar Bakri, ‚Studi Perbandingan Penafsiran antara Muh}ammad
‘Abduh dan Muh}ammad Syahru>r Terhadap Ayat-Ayat Gender dalam al-Qur’a>n‛ (Tesis
S2 Konsentrasi Tafsir Hadith UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006).
44
Fahrur Rozi, ‚Wasiat dan Waris dalam al-Qur’a>n Perspektif Muh}ammad
Syah}ru>r‛ (Tesis S2 Program Tafsir Hadith, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006).

19
masalah wasiat dan waris dalam pemikiran Muh}ammad Shah}ru>r.
‚Pendekatan Strukturalisme Linguistik dalam Tafsir al-Qur’a>n
Kontemporer ‚ala‛ M. Syah}ru>r‛ karya Ahmad Zaki Mubarak.45 Buku ini
menyoroti pemikiran Shah}ru>r dari sisi strukturalisme linguistik yang
digagas oleh Ferdinand de Saussure dalam metodologi penafsirannya.
‚Rekonstruksi Pemikiran Hukum Islam; Analisis Terhadap Teori Limit
Muh}ammad Syah}ru>r dalam al-Kitab wa al-Qur’a>n; Qira’ah Mu’a>s}irah‛
tulisan Moh. Khusen. 46 Tulisan ini hanya berkutat pada pembahasan
tentang teori batas yang dikembangkan oleh Shah}ru>r dalam pemikiran
hukum Islam. ‚Pemikiran Muh}ammad Syahru>r dalam Ilmu Us}ul> Fiqh;
Teori H}udu>d Sebagai Alternatif Pengembangan Ilmu Us}ul> al-Fiqh‛
tulisan Muhyar Fanani. 47 Desertasi 612 halaman ini mendapatkan
ucapan terimakasih dari Shah}ru>r melalui faks. Tulisan ini membahas
tentang tawaran teori batas yang dikembangkan oleh Shah}ru>r dalam
pengembangan Ilmu Us}ul> al-Fiqh. ‚Pandangan Muh}ammad Syah}ru>r
Tentang Islam dan Iman‛ karya M. Zainal Abidin. 48 Tulisan ini
mengkaji pemikiran Shah}ru>r tentang konsep Iman dan Islam. ‚Sunnah
Sebagai Sumber Hukum Islam dalam Pemahaman Syah}ru>r dan alQard}aw
> i‛ tulisan Alamsyah.49 Tulisan ini mencoba memperbandingkan
pemikiran Muh}ammad Shah}ru>r dan al-Qard}a>wi tentang posisi sunnah
sebagai sumber hukum Islam. ‚Epistemologi Tafsir Kontemporer; Studi
Komparatif Antara Fazlur Rahman dan Muh}ammad Syah}ru>r‛ tulisan

45

Buku yang awalnya susunan skripsi ini selesai ditulis tahun 2005 oleh
mahasiswa UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta. Lihat Ahmad Zaki Mubarak,
‚Pendekatan Strukturalisme Linguistik dalam Tafsir al-Qur’a>n Kontemporer ‚ala‛ M.
Syahru>r‛ (Yogyakarta: elSAQ, 2007).
46
Moh. Khusen, ‚Rekonstruksi Pemikiran Hukum Islam; Analisis Terhadap
Teori Limit Muh}ammad Syah}ru>r dalam al-Kita>b wa al-Qur’a>n; Qira’ah Mu’a>s}irah‛
(Tesis S2 Program Studi Pemikiran Hukum Islam; UIN Sunan Kalijaga: Yogyakarta,
2003).
47
Muhyar Fanani, ‚Pemikiran Muh}ammad Syah}ru>r dalam Ilmu Us}u>l al-Fiqh;
Teori H}udu>d Sebagai Alternatif Pengembangan ilmu Us}u>l al-Fiqh‛ (Disertasi S3
Program Studi Ilmu Agama Islam UIN Sunan Kalijaga: Yogyakarta, 2005).
48
M. Zainal Abidin, ‚Pandangan Muh}ammad Syah}r u>r tentang Islam dan Iman‛
(Tesis S2 Program Studi Agama dan Filsafat Islam; UIN Sunan Kalijaga: Yogyakarta,
2003).
49
Alamsyah, ‚Sunnah Sebagai Sumber Hukum Islam dalam Pemahaman
Syah}ru>r dan al-Qard}a>wi‛ (Disertasi S3 Program Studi Ilmu Agama Islam; UIN Sunan
kalijaga: Yogyakarta, 2007).

20
Abdul Mustaqim.50 Tulisan ini hanya berusaha menemukan persamaan
dan perbedaan antara keduanya. Perbedaan mendasar antara keduanya
adalah masalah otonomi teks. Jika Shah}ru>r menganggap bahwa teks itu
independent secara mutlak, maka Rahman sebaliknya.
Menurut penulis, dari berbagai tulisan tersebut dirasa belum cukup
dimana kajiannya terfokus pada metodologi penafsiran Muh}ammad
Shah}ru>r, terutama yang berkaitan langsung dengan kajian
Kontekstualitas al-Qur’a>n, oleh karena itu penulis menganggap bahwa
penelitian ini perlu untuk dilakukan.
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Dilihat dari sudut lapangan yang dijadikan objek penelitian,
maka penelitian dalam tesis ini termasuk dalam kategori penelitian
pustaka (Library research), karena data yang diteliti dan kesimpulan
yang akan dihasilkan adalah berbentuk sekumpulan teks tertulis. Hal ini
adalah perbedaan mendasar antara penelitian Kualitatif dan Penelitian
Kuantitatif. 51 Penelitian Kualitatif didefinisikan oleh Bogdan dan
Taylor sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata tertulis dari objek yang diamati.52
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif, karena data yang
dijadikan objek penelitian adalah buku-buku Tafsir karya Muh}ammad
Shah}ru>r. Pendekatan Kualitatif dicirikan dengan karakteristik yang
bersifat ilmiyah, deskriftif, analitis dan membangun ‚teori dari dalam‛
(Grounded Theory). 53 Deskriftif di sini dimaksudkan bahwa peneliti
membuat deskripsi secara sistematis, factual, dan akurat mengenai
fakta dari data-data yang ada. 54 Adapun analitis di sini dimaksudkan
bahwa data-data yang telah dideskripsikan, kemudian dianalisa menurut
isinya. Maka dalam penelitian ini akan digunakan teknik analisis isi
(content analysis), yaitu suatu teknik yang digunakan untuk
50

Abdul Mustaqim, ‚Epistemologi Tafsir Kontemporer; Studi Komparatif
antara Fazlur Rahman dan Muh}ammad Syah}ru>r‛ (Disertasi S3 Program Studi Ilmu
Agama Islam; UIN Sunan Kalijaga: Yogyakarta, 2007).
51
Lexy J Moeloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya: 2007), 3.
52
Lexy J Moeloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, 4.
53
Kirk, Jarome & Marc Miller, Reliability and Validity in Qualitative
Research (Beverly Hill: Sage Publication: 1986), 9.
54
Lihat Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian (Jakarta: Rajawali Press,
2002), 18.

21
menganalisa makna yang terkandung dalam data yang dihimpun melalui
penelitian kepustakaan.
2. Sumber Data
Dalam penelitian ini, sumber yang dihimpun terdiri dari sumber
primer dan sekunder. Sumber primer dalam penelitian ini adalah karyakarya Shah}ru>r, yakni: al-Kita>b wa al-Qur’a>n; Qira>’ah Mu’a>sirah, dan
Nah}w Usu>l Jadi>dah Li al-Fiqh al-Isla>mi. Sedangkan data-data yang
berkaitan dengan Shahru>r dan kontekstualitas al-Qur’an penulis jadikan
sebagai sumber sekunder (secondary resources). Sumber sekunder
diperlukan dalam rangka memperluas cakrawala untuk mempertajam
analisis persoalan.
G. Sistematika Pembahasan
Untuk memperoleh gambaran yang utuh dan menyeluruh, tesis
ini ditulis dengan menggunakan sistematika pembahasan sebagai
berikut:
Pada Bab Pertama penulis menyajikan Pendahuluan yang mencakup
latar belakang penulisan tesis, permasalahan yang akan dibahas dalam
penulisan tesis, mencakup juga (identifikasi masalah, pembatasan
masalah, dan perumusan masalah), tujuan penelitian tesis, manfaat yang
didapat dari penulisan tesis, kajian pustaka yakni membahas tentang
siapa saja yang telah menghasilkan karya-karya yang berkaitan dengan
tema yang penulis bahas, metodologi penelitian, dan sistematika
pembahasan. Pada Bab kedua, penulis membahas tentang penafsiran
tekstual dan kontekstual terhadap al-qur’a>n. Bab ini terdiri dari beberapa
sub bab; yakni penafsiran tekstual terhadap al-Qur’a>n meliputi:
kelompok skripturalis dan kontekstualis, penulis mengcounter siapa saja
yang termasuk ke dalam dua golongan ini, problematika pembacaan
teks, di dalamnya penulis menghadirkan tentang problem apa saja yang
timbul akibat banyaknya system pembacaan teks, kecenderungan
penafsiran tekstual, kecenderungan penafsiran kontekstual terhadap alQur’a>n. Pada Bab ketiga, penulis mulai membahas tentang biografi,
kiprah dan karya-karya yang dihasilkan oleh tokoh yang penulis teliti
yakni Muh}ammad Shah}ru>r, yang terpenting di sini adalah prinsip-prinsip
apa sajakah yang digunakan oleh Muh}ammad Shah}ru>r dalam
menafsirkan al-Qur’a>n. Bab keempat, penulis membahas tentang Ta’wi>l
dan H}udu>d terhadap ayat-ayat al-Risa>lah dan al-Nubuwwah, di
dalamnya membahas tentang dua metode tafsir kontekstual yang
ditawarkan oleh Muh}ammad Shah}ru>r, yakni; Pertama, metode takwil

22
yang dimaksudkan untuk memahami ayat-ayat Nubuwwah yang inti
kandungannya adalah ilmu pengetahuan atau science; dan kedua, metode
ijtihad dengan menggunakan teori H{udu>d yang dimaksudkan untuk
memahami ayat-ayat hukum dan membuktikan elastisitas hukum Islam,
dan terakhir penulis membahas juga tentang berbagai macam
problematika Asba>b al-Nuzu>l dalam tafsir kontekstual. Dan dalam Bab
terakhir yakni bab kelima, penulis mencakup tentang kesimpulan
singkat dari apa yang sudah penulis bahas dari keseluruhan bab-bab
sebelumnya.

23
BAB II
PENAFSIRAN TEKSTUAL DAN KONTEKSTUAL
TERHADAP AL-QUR’An merupakan sumber rujukan yang paling pertama
dalam ajaran Islam. Ia diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad
SAW untuk disampaikan kepada umat manusia. Hakikat diturunkannya
al-Qur’a>n adalah menjadi acuan moral secara universal bagi umat
manusia untuk memecahkan problema sosial yang timbul di tengahtengah m