Metil-p-Hidroksibenzoat dari Fraksi Nonpolar Ekstrak Metanol Daun Ketepeng (Cassia alata)
1
METIL p-HIDROKSIBENZOAT DARI FRAKSI NONPOLAR
EKSTRAK METANOL DAUN KETEPENG (Cassia alata)
SELVIA RAHMAWATI
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
3
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Metil p-Hidroksibenzoat
dari Fraksi Nonpolar Ekstrak Metanol Daun Ketepeng (Cassia alata) adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi
ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2013
Selvia Rahmawati
NIM G44090017
5
ABSTRAK
SELVIA RAHMAWATI. Metil p-Hidroksibenzoat dari Fraksi Nonpolar Ekstrak
Metanol Daun Ketepeng (Cassia alata). Dibimbing oleh PURWANTININGSIH
SUGITA dan BUDI ARIFIN.
Ketepeng (Cassia alata) adalah tanaman perdu yang tumbuh berkelompok
dan berguna bagi kesehatan. Daunnya secara tradisional digunakan untuk
mengobati sembelit dan penyakit kulit di banyak negara seperti Indonesia.
Penelitian secara khusus pada daun ketepeng belum banyak dilakukan di
Indonesia, terutama mengenai informasi komponen kimia dalam daun tersebut.
Dalam penelitian ini, metabolit sekunder daun ketepeng dari Tangerang, Provinsi
Banten diisolasi menggunakan metode ekstraksi dan berbagai teknik
kromatografi, seperti kromatografi cair vakum, kromatografi radial, dan
kromatografi lapis tipis preparatif. Uji fitokimia ekstrak metanol menunjukkan
kandungan senyawa steroid/triterpenoid, flavonoid, alkaloid, saponin, dan tanin.
Sebanyak 4 subfraksi dari fraksi nonpolar ekstrak metanol dianalisis
menggunakan spektrofotometer resonans magnet inti. Hasil analisis menunjukkan
bahwa salah satu subfraksi dari fraksi n-heksana-etil asetat (8:2) merupakan
senyawa metil p-hidroksibenzoat, sedangkan struktur molekul dari 3 subfraksi
lainnya belum dapat ditentukan karena masih berupa campuran.
Kata kunci: Cassia alata, ketepeng, kromatografi, metil p-hidroksibenzoat
ABSTRACT
SELVIA RAHMAWATI. Methyl p-Hydroxybenzoate in Nonpolar Fraction of
Ketepeng (Cassia alata)’s Leaves’ Methanol Extract. Supervised by
PURWANTININGSIH SUGITA and BUDI ARIFIN.
Ketepeng (Cassia alata) is a herbaceous plant that grows in clusters and
beneficial for health. The leaves are traditionally used to treat constipation and
skin diseases in some countries including Indonesia. Only a few studies
specifically performed on ketepeng leaves have been done in Indonesia,
particularly regarding information about the chemical constituents. In this study,
secondary metabolites from the leaves from Tangerang, Banten Province were
isolated by extraction and various chromatography methods, such as vacuum
liquid chromatography, radial chromatography, and preparative thin layer
chromatography.
Phytochemical
test
revealed
the
presence
of
steroids/triterpenoids, flavonoids, alkaloids, saponins, and tannins. Four
subfractions in nonpolar fractions of methanol extract were analyzed using
nuclear magnetic resonance spectrophotometer. The result showed that
subfraction of n-hexane-ethyl acetate (8:2) fraction contained methyl phydroxybenzoate, whereas the molecular structure in the other 3 subfractions had
not yet been elucidated because they still contain mixture of compounds.
Key words: Cassia alata, chromatography, ketepeng, methyl p-hydroxybenzoate
7
METIL p-HIDROKSIBENZOAT DARI FRAKSI NONPOLAR
EKSTRAK METANOL DAUN KETEPENG (Cassia alata)
SELVIA RAHMAWATI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Kimia
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
9
Judul Skripsi: Metil-p-Hidroksibenzoat dari Fraksi Nonpolar Ekstrak Metanol
Daun Ketepeng (Cassia alata)
Nama
: Selvia Rahmawati
NIM
: G44090017
Disetujui oleh
Pembimbing I
Pembimbing II
Prof Dr Dra Purwantiningsih Sugita, MS
Pembimbing I
Budi Arifin, SSi, MSi
Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Dra Purwantiningsih Sugita, MS
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
11
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya
ilmiah yang berjudul Metil p-Hidroksibenzoat dari Fraksi Nonpolar Ekstrak
Metanol Daun Ketepeng (Cassia alata). Karya ilmiah ini disusun berdasarkan
penelitian yang dilaksanakan pada bulan Januari hingga Oktober 2013 di
Laboratorium Kimia Organik, Departemen Kimia, Institut Pertanian Bogor.
Penelitian ini didanai dari dana DIPA IPB BOPTN 2013 atas nama Dr Dra
Gustini Syahbirin, MS dan Tim.
Penulis mengucapkan terima kasih atas semua bimbingan, dukungan, dan
kerja sama yang telah diberikan oleh Prof Dr Dra Purwantiningsih Sugita, MS
selaku pembimbing I dan Budi Arifin SSi, MSi selaku pembimbing II. Di samping
itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Denar, Sigit, Wahyu, Ichsan, Fiya,
dan Febrina atas segala diskusi dan saran berkaitan dengan penelitian. Terima
kasih juga kepada Bapak Sabur, Ibu Yenni, Ibu Nia, dan teman-teman Kimia 46
atas bantuan yang telah diberikan selama penulis melakukan penelitian di
Laboratorium Kimia Organik. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada
Ayah, Ibu, Kakak, Adik, Amar serta keluarga atas segala doa dan kasih
sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Terima kasih.
Bogor, Desember 2013
Selvia Rahmawati
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan
Metode
Preparasi Daun C. alata
Kadar Air
Ekstraksi
Uji Fitokimia
Isolasi
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kandungan Fitokimia Ekstrak Kasar Metanol
Hasil Isolasi dan Pemurnian Komponen
Hasil Penentuan Struktur Senyawa dalam Fraksi A2 dan A4
Metil p-hidroksibenzoat
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
vii
vii
vii
1
2
2
3
3
3
3
3
4
5
5
6
121
12
15
15
15
15
189
vii
DAFTAR TABEL
Fitokimia ekstrak kasar metanol daun C. alata
5
Rendemen fraksi-fraksi hasil KCV ekstrak EtOAc daun C. alata
7
Rendemen fraksi-fraksi hasil KLT preparatif fraksi A25 daun C. alata
7
Rendemen fraksi-fraksi hasil KR dari fraksi A4
9
Data geseran kimia 1H NMR dan 13C NMR senyawa kaemferol dalam pelarut
CDCl3
12
1
13
6 Perbandingan nilai geseran kimia H NMR dan C NMR hasil penelitian
dengan hasil perhitungan untuk metil p-hidroksibenzoat dan asam pmetoksibenzoat
14
7 Perbandingan nilai geseran kimia 1H dan 13C NMR metil p-hidroksibenzoat
dengan pangkalan data spektrum di Jepang
14
1
2
3
4
5
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Tanaman C. alata
Kromatogram KLT ekstrak kasar metanol, ekstrak metanol bebas-klorofil,
tanin, dan ekstrak etil asetat bebas-tanin dari daun C. alata
Kromatogram KLT fraksi-fraksi hasil KCV dari ekstrak EtOAc
Kromatogram KLT fraksi A253 dalam 3 eluen berbeda
Kromatogram KLT 2D fraksi A253
Kromatogram KLT fraksi hasil KR dari fraksi A4
Kromatogram KLT fraksi A45
Kromatogram KLT fraksi A411 dan A412
Kromatogram KLT 2D fraksi A412
Kromatogram KLT fraksi A412 dalam 3 eluen berbeda
Kromatogram KLT fraksi A433 dalam 3 eluen berbeda
Komponen kimia flavonoid dan asam lemak yang telaj dilaporkan pada C.
alata
Dugaan struktur dasar dalam fraksi A253
Dugaan senyawa dalam fraksi A253
1
6
7
8
8
9
9
10
10
10
11
12
13
13
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Diagram alir isolasi komponen kimia dalam fraksi nonpolar daun C. alata
Hasil determinasi tanaman C. alata
Kadar air serbuk daun C. alata
Spektrum 1H NMR fraksi A45
Spektrum 1H NMR fraksi A412
Spektrum 1H NMR fraksi A433
Spektrum 1H NMR fraksi A253
Spektrum 13C NMR fraksi A253
Perhitungan geseran kimia atom H dan C pada metil p-hidroksibenzoat dan
asam p-metoksibenzoat
19
20
21
22
22
23
24
26
27
1
1
PENDAHULUAN
Fabaceae adalah famili tanaman berbunga terbesar kedua, dengan 650 genus
dan 18 000 spesies. Menurut Surjowinoto (2006), secara umum famili Fabaceae
berbentuk herba, semak, atau pohon. Daunnya majemuk berdaun tiga (trifoliet),
menyirip atau menyirip ganda, letaknya berseling atau berhadapan, dan ada
stipula. Bunganya berada dalam tandan atau berlekatan, memiliki petal 5, benang
sari biasanya 10, bakal buah menumpang, monokarp, dan bakal biji 1 sampai
banyak. Buah berupa polong (legum), merekah atau tidak merekah, biji biasanya
tanpa endosperma. Senyawa metabolit sekunder dari famili Fabaceae meliputi
glukosinolat, amina, alkaloid, terpenoid, flavonoid, katekin, dan tanin.
Farmakologi famili ini antara lain sebagai antioksidan, antimikrob, dan antijamur
(Wink 2013). Beberapa tanaman dari famili Fabaceae antara lain ialah kacang
polong, lentil, lupin, klover, alfalfa, kacang kedelai, dan tanaman dari genus
Cassia (Anonim 2000).
Genus Cassia berasal dari Asia Tenggara, Afrika, Australia Utara, dan
Amerika Latin. Genus ini memiliki 500–600 spesies, sebagian besar dari Amerika
(Sob et al. 2010). Beberapa spesies Cassia yang telah banyak diteliti antara lain C.
alata, C. fistula, C. siamea, dan C. tora (Phongpaichit et al. 2004). Senyawa
metabolit sekunder yang terdapat pada genus ini antara lain emodin, rein,
krisofanol, aloe-emodin, dan parietin (Kuo et al. 2002, Hazrina et al. 2008, dan
Hyun et al. 2009 diacu dalam Sob et al. 2010). Beberapa contoh kegunaan dari
genus Cassia di antaranya daun dan bunga C. siamea dapat digunakan sebagai
antibakteri (Bhadauria dan Singh 2011), sedangkan daun C. fistula digunakan
sebagai antioksidan (Bahorun et al. 2005).
Cassia alata (Gambar 1) adalah tanaman perdu yang banyak dikenal
masyarakat dengan nama lain seperti ketepeng cina, tabankun, saya mara, kupangkupang, acon-acon, dan gelanggang (Damayanti 1999). Tanaman ini secara
tradisional digunakan dalam pengobatan herbal untuk sembelit dan berbagai
penyakit kulit, serta sebagai antiparasit, malaria, influenza, dan bronkitis di
negara-negara seperti Indonesia, Bangladesh, Filipina, dan Jamaika (Kusmardi et
al. 2007; Levy dan Carley 2012). Potensi C. alata sebagai antimikrob juga telah
dilaporkan oleh Okwu dan Nnamdi (2011).
2
1 3
4
(a)
(b)
Gambar 1 Tanaman Cassia alata (a). Bagian-bagian tanaman: batang1, daun2,
buah3, dan bunga4 (b) (Hennebelle et al. 2009)
Beragam senyawa aktif telah diisolasi dari C. alata. Dari ekstrak etanol biji
C. alata dari Nigeria berhasil diisolasi senyawa alkaloid, yaitu kanabinoid
2
dronabinol ((S)-3-butil amino-9-metil-10,10a-dihidro-7H-benzo [c] kromen-1-ol)
(Okwu dan Nnamdi 2011). Di Bangladesh, ekstrak metanol dari daun C. alata
mengandung senyawa tanin yang termasuk turunan dari asam elagat, yaitu asam
2,3,7-tri-O-metilelagat (Alam et al. 2003). Di Nigeria, daun C. alata mengandung
senyawa flavonol (kaemferol dan kuersetin), dan senyawa flavon (kriseriol)
(Panichayupakaranant dan Kaewsuwan 2004; Ogunwande et al. 2010). Ekstrak
etanol daun C. alata mengandung flavonol glikosida, yaitu 5,7-dihidroksi-2-(4hidroksifenil)-3-[(2S, 3R, 4S ,5S ,6R)-3,4,5-trihidroksi-6-(hidroksimetil)oksan-2-il]
oksikromen-4-on (Saito et al. 2012a). Senyawa flavonoid kaemferol juga terdapat
pada ekstrak metanol daun C. alata dari Jamaika (Levy dan Charley 2012).
Menurut Saito et al. (2012b), daun C. alata yang berasal dari Brasil mengandung
senyawa kuinon, yaitu emodin, aloe-emodin, krisofanol dan isokrisofanol, dan
rein. Kandungan minyak atsiri hasil distilasi dari daun C. alata Nigeria ketika
diidentifikasi dengan alat kromatografi gas dan kromatografi gas-spektrometer
massa mengandung 1,8-sineol (39.8%), β-kariofilena (19.1%), kariofilena oksida
(12.7%), limonena (5.2%), germakrena D (5.5%), dan α-selinena (5.4%)
(Ogunwande et al. 2010). Selain itu, tanaman ini juga mengandung senyawa dari
golongan saponin, steroid (Khare 2007; Fernand et al. 2008; Kayembe et al. 2010;
Midawa et al. 2010; Levy dan Carley 2011; Odunbaku dan Ilusanya 2011; Saito et
al. 2012b), dan asam lemak (Khare 2007; Ogunwande et al. 2010; Odunbaku dan
Ilusanya 2011; Liu et al. 2009 diacu dalam Singh et al. 2012).
Penelitian secara khusus pada daun C. alata di Indonesia belum banyak
dilakukan, terutama mengenai informasi komponen kimia dalam daun. Perbedaan
tempat tumbuh akan berpengaruh pada jenis dan jumlah komponen metabolit
sekunder tanaman. Oleh sebab itu, penelitian ini bertujuan mencirikan komponen
kimia dalam daun C. alata yang tumbuh di Indonesia. Isolasi dan pencirian
dilakukan pada fraksi nonpolar dari ekstrak metanol daun.
BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan antara lain penguap putar, bejana elusi,
kromatografi cair vakum (KCV), kromatografi radial (KR), dan alat-alat kaca
yang lazim di laboratorium. Spektrum resonans magnet inti (NMR) diperoleh
dengan spektrometer JEOL ECA 500 yang bekerja pada frekuensi 500 MHz (1H)
dan 125 MHz (13C) di Pusat Penelitian Kimia LIPI, Puspiptek Serpong dan Basic
Science Centre A, Institut Teknologi Bandung.
Bahan-bahan yang dipakai adalah daun ketepeng, metanol, etil asetat
(EtOAc), kloroform-amonia, asam sulfat p.a, pereaksi Mayer, Dragendorf,
Wagner, dietil eter, asam asetat glasial, akuades, serbuk Mg, HCl p.a, pereaksi
FeCl3 1%, n-heksana, aseton, kloroform (CHCl3), diklorometana (MTC), silika
gel Merck 60G untuk KCV dan kromatografi lapis tipis (KLT) preparatif, silika
gel Merck 60 PF254 untuk KR, silika gel 60 (0.2–0.5 mm) untuk impregnasi
sampel KCV, dan KLT GF254 untuk KLT.
3
Metode
Penelitian ini terdiri atas beberapa tahap, yaitu tahap preparasi ekstrak
simplisia, uji fitokimia, isolasi dan pemurnian, serta pencirian komponen kimia.
Penelitian dilaksanakan dari bulan Januari hingga Oktober 2013 di Laboratorium
Kimia Organik dan Laboratorium Bersama, Departemen Kimia, Institut Pertanian
Bogor.
Preparasi Daun C. alata
Sampel daun C.alata diperoleh dari desa Cikasungka, Kecamatan Solear,
Tangerang, Provinsi Banten dan sampel daun yang diambil berumur tua.
Determinasi tumbuhan dilakukan di Herbarium Bogoriense, Pusat Penelitian
Biologi, LIPI, Cibinong, Bogor. Sampel dikeringkan pada suhu ruang selama 3–5
hari, kemudian digiling dan dihomogenkan ukurannya sehingga diperoleh serbuk
berukuran 60 mesh.
Kadar Air (AOAC 950.46 (B) 2005)
Cawan petri kosong dimasukkan ke dalam oven bersuhu 105 °C selama 3
jam, lalu didinginkan di dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 2 g sampel
ditimbang dan ditempatkan dalam cawan petri tersebut, kemudian diratakan
menggunakan spatula dan dimasukkan kembali ke dalam oven bersuhu 105 oC.
Setelah 3 jam, cawan beserta sampel dimasukkan ke dalam desikator hingga
dingin, lalu ditimbang. Proses pengeringan dan penimbangan diulangi hingga
bobotnya konstan. Uji ini dilakukan triplo.
Ekstraksi
Serbuk daun sebanyak 1 kg dimaserasi dengan 4 L metanol pada suhu ruang
selama 24 jam. Maserat dipisahkan, kemudian residu dimaserasi kembali dengan
jenis dan jumlah pelarut yang sama. Maserasi dilakukan sebanyak 3 ulangan.
Semua maserat dikumpulkan dan dipekatkan dengan penguap putar. Ekstrak
metanol diperoleh berwarna hijau tua dan dihitung rendemennya dengan kadar air
sebagai faktor koreksi.
Uji Fitokimia (Harborne 1987)
Alkaloid. Sebanyak 2 g sampel ekstrak daun dilarutkan dalam kloroform,
kemudian ditambahkan 10 mL kloroform-amoniak dan disaring. Filtrat yang
diperoleh ditetesi dengan H2SO4 2 M, kemudian dikocok hingga terbentuk 2
lapisan. Lapisan asam (tidak berwarna) dipipet ke dalam tabung reaksi kemudian
larutan dibagi 3, masing-masing ditambahkan dengan beberapa tetes pereaksi
Dragendorf, Mayer, dan Wagner. Uji akan positif alkaloid apabila berturut-turut
dihasilkan endapan yang berwarna jingga, putih kekuningan, dan cokelat.
Triterpenoid dan Steroid. Sebanyak 2 g sampel ditambahkan 25 mL
etanol, lalu dipanaskan dan disaring. Filtrat diuapkan, kemudian ditambahkan eter.
Lapisan eter dipipet dan diuji pada lempeng tetes. Jika penambahan pereaksi
Lieberman-Buchard sebanyak 3 tetes membentuk warna merah/ungu, maka
sampel positif mengandung triterpenoid. Jika terbentuk warna hijau, maka sampel
positif mengandung steroid.
4
Flavonoid dan Fenol. Sebanyak 2 g sampel ekstrak daun diekstraksi
dengan beberapa mL metanol hingga terendam, kemudian dipanaskan sampai
mendidih dan disaring. Kemudian filtrat dibagi 2, bagian pertama ditambahkan
NaOH 10%. Bila dihasilkan warna merah, berarti positif terdapat senyawa fenol
hidrokuinon. Bagian kedua digunakan untuk uji flavonoid: 5 mL filtrat dibagi ke
dalam 3 tabung reaksi, lalu masing-masing ditambahkan 0.1 g serbuk Mg, 1 mL
alkohol klorhidrat (campuran HCl 37% dan etanol 95% dengan volume yang
sama), dan 5 mL amil alkohol, dan dikocok kuat-kuat. Hasil uji positif flavonoid
ditunjukkan apabila terbentuk warna merah, kuning, atau jingga pada lapisan amil
alkohol.
Saponin dan Tanin. Sebanyak 2–4 g sampel ekstrak daun diekstraksi
dengan akuades panas, kemudian dipanaskan sampai mendidih dan disaring.
Filtrat dibagi ke dalam 2 tabung reaksi. Bagian pertama untuk uji saponin: larutan
dibiarkan agak dingin, kemudian dikocok secara tegak. Timbul busa setinggi lebih
kurang 1 cm yang stabil selama 10 menit menandakan positif terdapat saponin.
Pada tabung reaksi kedua, filtrat ditambahkan FeCl3 1%. Bila dihasilkan warna
biru atau hujau tua, menandakan positif terdapat tanin.
Isolasi (modifikasi Hermawati 2009)
Proses isolasi dilakukan dalam 2 tahapan, yaitu fraksionasi dan pemurnian.
Fraksionasi memisahkan senyawa berdasarkan kepolaran menjadi fraksi-fraksi
yang lebih sederhana. Pemurnian dilakukan untuk menghilangkan pengotor dalam
fraksi sehingga didapatkan senyawa murni. Sebanyak 100 g ekstrak kasar metanol
dilarutkan dengan 1 L metanol-air (1:1) dan didiamkan semalam. Klorofil yang
mengendap dipisahkan dan ditimbang bobotnya, kemudian ekstrak metanol bebasklorofil diekstraksi dengan etil asetat dan didiamkan sesaat hingga terbentuk 2
fase. Kedua fase tersebut dipisahkan: ekstrak air (fase bawah) merupakan tanin
dan ekstrak etil asetat (fase atas) dipekatkan dengan penguap putar, kemudian
difraksionasi menggunakan KCV. Fraksi nonpolar yang terkumpul dimurnikan
dengan KR. Diagram alir proses isolasi daun ini dapat dilihat pada Lampiran 1.
Ekstrak etil asetat difraksionasi menggunakan KCV. Eluen KCV ditentukan
dengan cara menguji pola pemisahan KLT ekstrak tersebut pada eluen tunggal
n˗heksana, kloroform, etil asetat, aseton, diklorometana, dan metanol. Eluen yang
menahan pergerakan noda dan yang menggerakkan noda hingga mendekati garis
batas pelarut digabungkan menjadi sistem eluen gradien berundak untuk KCV.
Ekstrak etil asetat yang telah diimpregnasi kemudian dielusi dengan
meningkatkan kepolaran sistem eluen tersebut. Eluat yg dihasilkan diuji pola
pemisahannya pada sistem eluen terbaik, yaitu kombinasi 2 eluen yang
menghasilkan jumlah noda terbanyak dan pola pemisahan terbaik. Eluat dengan
pola pemisahan KLT yang sama digabungkan menjadi 1 fraksi.
Pemurnian lebih lanjut menggunakan KR dengan campuran 2 eluen yang
sama seperti KCV, tetapi dengan urutan peningkatan kepolaran yang berbeda.
Eluat digabungkan menjadi 1 fraksi jika pola pemisahannya serupa, lalu setiap
fraksi dianalisis kemurniannya. Fraksi dengan noda tunggal pada KLT dianalisis
dengan spektrometer 1H dan 13C NMR.
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Surat pernyataan hasil determinasi daun ketepeng yang diperoleh dari
daerah Cikasungka, Kecamatan Solear, Tangerang ditunjukkan pada Lampiran 2.
Daun tersebut diidentifikasi sebagai spesies Senna alata (L.) Roxb atau Cassia
alata (L.) dengan famili Fabaceae. Kadar air serbuk daun C. alata kering
diperoleh sebesar 5.81% (Lampiran 3). Kadar air suatu bahan berguna untuk
mengoreksi rendemen ekstrak serta memperkirakan masa simpan bahan dan
ketahanannya terhadap mikrob. Kadar air kurang dari 10% berarti serbuk daun
dapat disimpan dalam jangka waktu yang cukup lama (Winarno 1992).
Kandungan Fitokimia Ekstrak Kasar Metanol
Serbuk daun C. alata dimaserasi pada suhu ruang untuk mencegah rusaknya
senyawa metabolit sekunder yang tidak tahan terhadap suhu tinggi. Pelarut
metanol dipilih karena mampu melarutkan hampir semua komponen baik yang
bersifat polar, semipolar, maupun nonpolar (Al-Ash’ary et al. 2010). Ekstrak
kasar metanol setelah dipekatkan berjumlah 380 g dengan rendemen 40%
berdasarkan bobot kering. Wujudnya pasta kental dengan warna hijau tua.
Uji fitokimia ekstrak kasar metanol dilakukan untuk menentukan secara
kualitatif golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak tersebut. Hasil uji
menunjukkan adanya senyawa golongan fenolik, flavonoid, steroid/triterpenoid,
saponin, dan alkaloid (Tabel 1). Flavonoid dan steroid/triterpenoid juga
teridentifikasi pada penelitian terdahulu, yaitu Soetjipto et al. (2007), Veerachari
dan Bopaiah (2012). Fenolik dan saponin tidak ditemukan pada Veerachari dan
Bopaiah (2012), sedangkan alkaloid tidak ditemukan pada Soetjipto et al. (2007).
Di Bangladesh, senyawa asam 2,3,7-tri-O-metilelagat merupakan golongan
fenolik yang berhasil diisolasi dari ekstrak metanol daun C. alata oleh Alam et al.
(2003). Senyawa flavonoid kaemferol-3-O-gentiobiosida pada ekstrak metanol
daun C. alata yang berasal dari Indonesia telah dilaporkan oleh Moriyama et al.
(2003). Singh et al. (2012) melaporkan isolasi senyawa flavonoid kaemferol dan
rein dari ekstrak air-metanol daun C. alata asal India. Dari ekstrak etanol biji C.
alata asal Nigeria berhasil diisolasi senyawa alkaloid kanabinoid dronabinol ((S)3-butilamino-9-metil-10,10a-dihidro-7H-benzo[c]kromen-1-ol)
(Okwu
dan
Nnamdi 2011). Perbedaan kandungan metabolit sekunder ini disebabkan oleh
perbedaan umur dan tempat tumbuh tanaman.
Tabel 1 Fitokimia ekstrak kasar metanol daun C. alata
Golongan Senyawa
Ekstrak metanol
(Penelitian ini)
Fenolik
Flavonoid
Steroid/Triterpenoid
Saponin
Alkaloid
+
+
+
+
+
Veerachari dan
Bopaiah (2012)
(Bangalore, India)
+
+
+
Soetjipto et al. (2007)
(Salatiga, Indonesia)
+
+
+
+
-
6
Hasil Isolasi dan Pemurnian Komponen
Proses isolasi diawali dengan penghilangan klorofil dalam ekstrak kasar
metanol. Klorofil yang terendapkan berjumlah 69 g (46%). Klorofil ini lengket
(seperti gom) dan berwarna hijau tua. Hilangnya klorofil dalam ekstrak dibuktikan
dengan hilangnya noda berwarna hijau di bawah sinar UV 254 nm dan noda warna
merah muda di bawah sinar UV 366 nm. Warna noda ini khas untuk klorofil
sebagaimana pernah dilaporkan oleh Khasanah et al. (2013). Filtrat bebas-klorofil
yang berwarna cokelat tua kemudian diekstraksi dengan etil asetat untuk
memisahkan sebagian tanin. Tanin dapat menyebabkan noda KLT mengekor
sehingga mengganggu pemisahan komponen kimia. Ekstrak pekat etil asetat
diperoleh sebanyak 26 g (31%), berwarna cokelat tua dan berbentuk seperti gom.
Selebihnya merupakan tanin yang berada dalam fase air dengan bobot 57 g (69%).
Ekstrak kasar metanol, ekstrak metanol bebas-klorofil, tanin, dan ekstrak etil
asetat bebas-tanin kemudian dianalisis dengan KLT menggunakan eluen terbaik,
yaitu n-heksana-EtOAc (4:6). Kromatogram KLT (Gambar 2) memperlihatkan
bahwa komponen senyawa dalam ekstrak terpisahkan dengan lebih jelas setelah
klorofil dan tanin dihilangkan. Masih tersisa noda tanin pada ekstrak etil asetat
yang menandakan bahwa sebagian tanin belum terpisahkan ke fase cair.
Klorofil
(a)
(b)
Gambar 2 Kromatogram KLT dalam eluen n-heksana-EtOAc (4:6), dari kiri ke
kanan: ekstrak kasar metanol (EM), ekstrak metanol bebas-klorofil
(EBK), tanin (Tn), dan ekstrak etil asetat bebas-tanin (EBT) dari
daun C. alata, diamati di bawah sinar UV 254 nm (a) dan 366 nm (b)
Ekstrak etil asetat diuji pola pemisahannya dengan beberapa eluen tunggal.
Eluen n˗heksana menahan pergerakan noda, sedangkan etil asetat menggerakkan
noda hingga mendekati garis batas pelarut. Campuran kedua eluen ini digunakan
sebagai sistem elusi gradien berundak untuk fraksionasi kasar dengan metode
KCV. Sebanyak 20.08 g ekstrak etil asetat difraksionasi dengan sistem eluen nheksana-EtOAc yang ditingkatkan kepolarannya, yaitu 1×200 mL n-heksana,
3×200 mL n-heksana-etil asetat 8:2, 3×200 mL 7:3, 3×200 mL 6:4, 3×200 mL
4:6, 2×200 mL 2:8, 2×200 mL 1:9 dan 2×200 mL etil asetat. Eluat-eluat yang
dihasilkan kemudian dianalisis pola pemisahannya menggunakan KLT dengan
eluen n-heksana-EtOAc (4:6). Eluat-eluat dengan pola pemisahan KLT yang
relatif sama digabungkan menjadi 1 fraksi. Dihasilkan 8 fraksi (fraksi A1–A8).
Pola pemisahan KLT setiap fraksi dengan eluen n-heksana-EtOAc (4:6)
ditunjukkan pada Gambar 3. Rendemen setiap fraksi ditunjukkan pada Tabel 2.
7
(a)
(b)
Gambar 3 Kromatogram KLT fraksi-fraksi hasil KCV dari ekstrak EtOAc daun
C. alata dalam eluen n-heksana-EtOAc (4:6) (dari kiri ke kanan:
fraksi A1–A8), diamati di bawah lampu UV 254 nm (a) dan 366 nm (b)
Tabel 2 Rendemen fraksi-fraksi hasil KCV ekstrak EtOAc daun C. alata
Fraksi
A1
A2
A3
A4
A5
A6
A7
A8
Nisbah
n-heksana-EtOAc
10:0
8:2
7:3
6:4
4:6 3:7 (I)
3:7 (II)
1:9
MeOH
Bobot (mg)
27.2
68.3
120.6
326.2
388.4
374.3
361.5
5876.2
Rendemen
(%)
0.13
0.34
0.60
1.60
1.93
1.86
1.79
29.25
Fraksi nonpolar hasil KCV ialah fraksi A1–A4. Fraksi A1 tidak difraksionasi
karena tidak menghasilkan noda KLT dengan eluen n-heksana-EtOAc (4:6).
Bobot yang dihasilkan agaknya disebabkan oleh pengotor yang tidak berpendar di
bawah lampu UV. Fraksi A2 difraksionasi karena hanya menghasilkan 2 noda
KLT dengan eluen CHCl3-metanol (0.5:9.5) dan bobotnya cukup besar. Sebanyak
68 mg fraksi A2 dimurnikan lebih lanjut menggunakan KR dengan sistem eluen nheksana-EtOAc yang ditingkatkan kepolarannya. Dihasilkan 8 fraksi, yaitu A21–
A28. Fraksi A25 (9.40 mg) difraksionasi kembali menggunakan KLT preparatif
dengan eluen n-heksana-CHCl3-EtOAc (7:1:2) dan diperoleh fraksi A251–A254
(Tabel 3). Uji KLT dengan sistem 3 eluen berbeda pada fraksi A253, yaitu dengan
n-heksana-MTC (6:4), n-heksana-EtOAc (5:5), dan CHCl3-metanol (9.5:0.5),
semuanya menghasilkan noda tunggal dengan Rf berturut-turut 0.01, 0.8, dan 0.06.
Berdasarkan hasil ini, fraksi tersebut diduga sudah murni dengan 1 komponen
senyawa (Gambar 4). Hasil ini didukung dengan hasil KLT 2-dimensi yang juga
hanya menunjukkan 1 noda (Gambar 5).
Tabel 3 Rendemen fraksi-fraksi hasil KLT preparatif fraksi A25
Fraksi
A251
A252
A253
A254
Massa (mg)
2.4
2.9
3.2
1.3
Rendemen (%)
26
31
34
14
8
(a)
(b)
(c)
Gambar 4 Kromatogram KLT fraksi A253 dalam 3 eluen berbeda; n-heksanaMTC (5:5) (a), n-heksana-EtOAc (6:4) (b), dan CHCl3-metanol
(0.5:9.5) (c), diamati di bawah lampu UV 254 nm
B
A
kloroform-metanol (9.5:0.5)
(a)
Gambar 5
A
C
D
D
B
n-heksana-EtOac (7:3)
C
(b)
Kromatogram KLT 2D fraksi A253 dalam eluen CHCl3-metanol
(9.5:0.5) (a) dan n-heksana-EtOAc (7:3) (b), diamati di bawah lampu
UV 254 nm
Fraksi A3 tidak difraksionasi karena menghasilkan noda yang cukup banyak
pada uji KLT dan bobotnya lebih kecil daripada fraksi A4 dan A5. Fraksi A4 yang
jumlahnya lebih banyak daripada fraksi A2 dan masih tergolong nonpolar juga
dipilih untuk dimurnikan menggunakan KR. Digunakan sistem eluen n-heksanaEtOAc yang ditingkatkan kepolarannya. Fraksi A5–A8 tidak dipilih karena kurang
nonpolar sekalipun bobot yang dihasilkan lebih besar daripada fraksi A4. Fraksi
A4 dimurnikan lebih lanjut menggunakan KR dengan sistem eluen n-heksanaEtOAc yang ditingkatkan kepolarannya. Diperoleh 5 fraksi, yaitu A41–A45, yang
kemudian dianalisis KLT dengan eluen n-heksana-EtOAc (5:5) (Gambar 6).
Massa setiap fraksi tersebut ditunjukkan pada Tabel 4.
9
(a)
Gambar 6
(b)
Kromatogram KLT ekstrak metanol (EM), ekstrak bebas-klorofil
(EBK), ekstrak bebas-tanin (EBT), fraksi hasil KR dari fraksi A4
(A41–A45) dalam eluen n-heksana-EtOAc (5:5), diamati di bawah
lampu UV 254 nm (a) dan 366 nm (b)
Tabel 4 Rendemen fraksi-fraksi hasil KR dari fraksi A4
Fraksi
A41
A42
A43
A44
A45
Massa (mg)
30.3
5.6
30.8
6.1
35.2
Rendemen (%)
12.9
2.4
13.1
2.6
14.9
Fraksi A45 yang bobotnya terbesar menunjukkan komponen tunggal
senyawa dengan nilai Rf 0.63 pada uji KLT dengan eluen n-heksana-EtOAc-asam
asetat (4:6:0.5) (Gambar 7). Penambahan asam asetat pada eluen ini bertujuan
memperjelas bahwa noda tersebut tunggal dan bulat. Pendarannya kuat di bawah
sinar UV 254 nm dan berbentuk minyak berwarna cokelat muda.
Rf ~ 0.63
Gambar 7
(a) (b)
Kromatogram KLT fraksi A45 dalam eluen n-heksana-EtOAc-asam
asetat (4:6:0.5) diamati di bawah lampu UV 254 nm (a) dan 366 nm
(b)
Fraksi A41 dan A43 yang bobotnya cukup besar dan hampir sama masing-masing
juga dimurnikan lebih lanjut menggunakan KR dengan sistem eluen n-heksanaEtOAc yang ditingkatkan kepolarannya. Kedua fraksi ini hanya menghasilkan 3
noda pada uji KLT, yang terpisahkan dengan baik. Fraksionasi fraksi A41
menghasilkan 2 fraksi, yaitu A411 yang memiliki 2 noda dengan Rf 0.95 dan
0.89, serta A412 yang memiliki noda tunggal dengan Rf 0.23 pada eluen nheksana-EtOAc (8:2) (Gambar 8). Massa setiap fraksi ditunjukkan pada Tabel 4.
Fraksi A412 berpendar dengan warna kuning di bawah sinar UV 254 dan 366 nm,
berbentuk serabut kristal dan berwarna kuning.
10
Rf ~ 0.95
Rf ~ 0.89
Rf ~ 0.23
(a)
(b)
Gambar 8 Kromatogram KLT fraksi A411 dan A412 dalam eluen n-heksanaEtOAc (8:2), diamati di bawah lampu UV 254 nm (a) dan 366 nm (b)
Serabut kristal ini kemudian dicuci dengan n-heksana dan diuji
kemurniannya dengan KLT 2D (Gambar 9) dan KLT dengan 3 sistem eluen
berbeda, yaitu CHCl3-aseton (9:1), n-heksana-EtOAc (7:3), dan n-heksana-CHCl3
(1:9) (Gambar 10). Kromatogram KLT 2D menunjukkan noda tunggal, demikian
pula 3 sistem eluen berbeda menghasilkan nilai Rf berturut-turut 0.80, 0.43, dan
0.05. Berdasarkan hasil ini, fraksi A412 diduga telah murni.
B
A
kloroform-metanol (9.5:0.5)
Gambar 9
A
C
D
D kloroform-aseton (9:1)
B
C
Kromatogram KLT 2D fraksi A412 dalam eluen CHCl3-metanol
(9.5:0.5) (a) dan CHCl3-aseton (9:1) (b), diamati di bawah lampu
UV 254 nm
(1) (2) (3)
(1) (2) (3)
(a)
(b)
Gambar 10 Kromatogram KLT fraksi A412 dalam 3 eluen berbeda: CHCl3-aseton
(9:1) (1), n-heksana-EtOAc (7:3) (2), dan n-heksana-CHCl3 (1:9) (3),
diamati di bawah lampu UV 254 nm (a) dan 366 nm (b)
Fraksionasi fraksi A43 menghasilkan 6 fraksi, yaitu A431–A436, lebih banyak
daripada fraksi-fraksi dari fraksi A41. Pola pemisahan KLT dengan eluen nheksana-EtOAc (5:5) menunjukkan hanya fraksi A433 (3.3 mg) yang menghasilkan
noda tunggal. Uji kemurnian fraksi A433 dengan KLT pada sistem 3 eluen berbeda,
yaitu n-heksana-EtOAc (8:2), MTC-EtOAc (8:2), dan CHCl3-EtOAc (9:1)
11
semuanya menghasilkan noda tunggal dengan Rf berturut-turut 0.26, 0.72, dan
0.33 (Gambar 11).
(1) (2) (3) (1) (2) (3)
(a)
(b)
Gambar 11 Kromatogram KLT fraksi A433 dalam 3 eluen berbeda: n-heksanaEtOAc (8:2) (1), MTC-EtOAc (8:2) (2), dan CHCl3-EtOAc (9:1) (3),
diamati di bawah lampu UV 254 nm (a) dan 366 nm (b)
Hasil Penentuan Struktur Senyawa dalam Fraksi A2 dan A4
Berdasarkan hasil pencirian dengan 1H NMR, fraksi A45 belum murni
(Lampiran 4). Senyawa golongan asam lemak diduga membentuk sinyal-sinyal di
daerah alifatik, sementara keberadaan sinyal proton vinilik di 5.5 dan 6.6 ppm
belum diketahui sumbernya. Spektrum 1H NMR fraksi A412 (Lampiran 5) juga
menunjukkan bahwa fraksi ini belum murni. Diduga masih terkandung 2 senyawa,
yaitu golongan asam lemak (sinyal-sinyal di daerah alifatik) dan flavonoid
(sinyal-sinyal di daerah aromatik). Spektrum 1H NMR fraksi A433 tidak
menunjukkan sinyal-sinyal yang jelas di daerah aromatik, agaknya disebabkan
oleh sampel yang berjumlah sedikit sehingga larutan uji sangat encer, sementara
sinyal-sinyal alifatik kemungkinan berasal dari golongan asam lemak (Lampiran
6). Senyawa flavonoid yang telah diisolasi dari ekstrak metanol daun C. alata asal
Thailand adalah 3,5,7-trihidroksi-2-(4-hidroksifenil)-4H-kromen-4-on (kaemferol)
(Panichayupakaranant dan Kaewsuwan 2004) (Gambar 12). Data geseran kimia
1
H dan 13C NMR senyawa tersebut ditunjukkan pada Tabel 5. Sementara asam
lemak yang telah dilaporkan terkandung dalam daun C. alata adalah asam stearat
dan asam palmitat (Oguwande et al. 2010) (Gambar 12).
12
Kaemferol
(Panichayupakaranant dan Kaewsuwan 2004)
Asam heksadekanoat (asam palmitat) (Ogunwande et al. 2011)
Asam oktadekanoat (asam stearat) (Ogunwande et al. 2011)
Gambar 12 Komponen kimia flavonoid dan asam lemak yang telah dilaporkan
pada C. alata
Tabel 5
Data geseran kimia 1H dan 13C NMR senyawa kaemferol dalam pelarut
CDCl3 (Panichayupakaranant dan Kaewsuwan 2004)
Atom C/H
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1’
2’/6’
3’/5
4’
H 500 MHz (ppm)
(multiplisitas, J dalam
Hz, jumlah H)
6.18 (1H, 1.9, d)
6.38 (1H, 1.9, d)
8.07 (2H, 9.0, d)
6.90 (2H, 9.0, d)
-
C 125
MHz
(ppm)
158.27
137.12
177.67
162.50
99.29
165.57
94.49
160.54
104.56
123.75
130.67
116.31
158.27
Metil p-Hidroksibenzoat (Metil Paraben)
Fraksi A253 berbentuk gom berwarna hijau muda dengan Rf
0.78 pada
eluen n-heksana-EtOAc (6:4). Jumlah yang diperoleh sebanyak 3.2 mg dengan
rendemen 34% dari fraksi A25. Spektrum 1H dan 13C NMR fraksi A253 (Lampiran
8 dan 9) dianalisis sebagai berikut. Sinyal singlet (3H) di 3.90 ppm diidentifikasi
sebagai gugus metoksi. Dua sinyal doblet (2H) di 6.85 dan 7.95 ppm dengan
tetapan kopling sama menunjukkan struktur cincin aromatik benzena
13
terdisubstitusi para (Gambar 13). Salah satu sinyal yang berada di medan atas
(upfield) (6.85 ppm), menunjukkan adanya sumbangan-elektron dari substituen di
posisi orto. Substituen penyumbang-elektron tersebut diduga adalah gugus –
OCH3 atau –OH. Sinyal lainnya di 7.95 ppm berada di medan bawah (downfield),
menunjukkan adanya substituen penarik-elektron di posisi orto. Kemungkinan
substituen penarik-elektron tersebut adalah –CO2H atau –CO2R. Geseran kimia
proton aromatik tanpa substituen lazimnya di sekitar 7.4 ppm. Spektrum ini pun
masih memperlihatkan sedikit pengotor yang diduga berupa asam lemak di daerah
1–2 ppm.
Gambar 13 Dugaan struktur dalam dari fraksi A253 benzena terdisubstitusi para
dengan substituen: penarik-elektron (X) dan penyumbang-elektron
(Y)
Spektrum 13C NMR menunjukkan 6 sinyal yang berasal dari 8 karbon.
Sinyal di 167.00 ppm merupakan sinyal khas gugus karbonil asam karboksilat atau
ester (160-180 ppm). Dua sinyal karbon sp2 di 132.09 dan 115.35 ppm memiliki
intensitas 2 kali lebih tinggi, menunjukkan bahwa masing-masing mewakili 2
atom karbon yang ekuivalen (homotopik). Sinyal di 52.09 ppm sesuai dengan
gugus metoksi. Sinyal karbon sp2 di 122.98 ppm dan 159.92 ppm memiliki
intensitas yang rendah dan hampir sama dengan intensitas derau (noise). Kedua
sinyal ini dianalisis berasal dari C-kuaterner. Sinyal yang lebih ke medan bawah
(159.92 ppm) menunjukkan bahwa atom C-kuaterner tersebut mengikat substituen
penarik-elektron yang lebih kuat. Analisis spektrum 1H dan 13C NMR ini
menghasilkan 2 kemungkinan senyawa, yaitu metil p-hidroksibenzoat atau asam
p-metoksibenzoat (Gambar 14).
(a)
(b)
Gambar 14 Dugaan senyawa dalam fraksi A253: metil p-hidroksibenzoat (a)
atau asam p-metoksi benzoat (b)
14
Untuk memastikan dugaan senyawa dalam fraksi A253, maka dibandingkan
data spektrum 1H dan 13C NMR hasil penelitian dibedakan dengan hasil
perhitungan geseran kimia berdasarkan Silverstein et al. (2005) (Lampiran 9).
Hasil perbandingan (Tabel 6) menunjukkan bahwa nilai geseran kimia hasil
penelitian memiliki nilai lebih mendekati perhitungan nilai geseran kimia untuk
senyawa metil p-hidroksibenzoat daripada senyawa asam p-metoksibenzoat. Jadi,
fraksi A253 hasil pencirian ini diduga senyawa metil p-hidroksibenzoat.
Tabel 6
Perbandingan nilai geseran kimia 1H dan 13C NMR hasil penelitian
dengan hasil perhitungan berdasarkan Silverstein et al. (2005) untuk
metil p-hidroksibenzoat dan asam p-metoksibenzoat
Metil phidroksibenzoat
(Perhitungan geseran
kimia)
Asam pmetoksibenzoat
(Perhitungan geseran
kimia)
C 125 MHz
(ppm)
H (ppm)
C (ppm)
H (ppm)
C (ppm)
122.98
132.09
115.35
159.92
52.09
167.00
-
7.90
6.91
-
123.20
131.30
115.70
159.90
-
8.06
7.02
-
123.70
130.80
114.50
164.20
-
Fraksi A253 (CDCl3)
Atom
C/H
1
2/6
3/5
4
OCH3
C=O
OH
H 500 MHz
(ppm)
(multiplisitas, J
dalam Hz,
jumlah H)
7.95 (d, 8.43, 2H)
6.85 (d, 8.43, 2H)
3.90 (s, 3H)
-
Dugaan ini diperkuat dengan membandingkan data spektrum 1H dan 13C
NMR hasil penelitian dengan pangkalan data spektrum untuk metil-phidroksibenzoat (SDBS). Hasil pembandingan (Tabel 7) nilai geseran kimia yang
tidak berbeda jauh. Oleh karena itu, senyawa dalam fraksi A253 disimpulkan
sebagai metil p-hidroksibenzoat.
Tabel 7
Perbandingan nilai geseran kimia 1H dan 13C NMR metil phidroksibenzoat dengan pangkalan data spektrum di Jepang (SDBS)
Atom
C/H
1
2/6
3/5
4
OCH3
C=O
OH
Metil p-hidroksibenzoat hasil
isolasi (CDCl3)
H 500 MHz
(ppm)
C 125
(multiplisitas, J
MHz
dalam Hz,
(ppm)
jumlah H)
122.98
7.95 (d, 8.43, 2H)
132.09
6.85 (d, 8.43, 2H)
115.35
159.92
3.9 (s, 3H)
52.09
167.00
-
Metil p-hidroksibenzoat
(SDBS)
H (ppm)
C (ppm)
7.84
6.88
3.80
-
122.11
131.98
115.39
160.62
52.12
167.72
-
Metil p-hidroksibenzoat belum pernah dilaporkan dari hasil isolasi daun C.
alata maupun pada genus Cassia dan famili Fabaceae (Wink 2013), tetapi pernah
15
dilaporkan dari tanaman famili lain. Di antaranya, senyawa ini dilaporkan telah
diisolasi dari daun Nerium oleander yang berasal dari Shambat (Almahy dan
Khalid 2006), tanaman Stocksia brahuica di Pakistan (Ali et al. 1998), dari akar
Oxalis teburosa (Bais et al. 2003), dan ekstrak metanol kulit akar Zanthoxylum
ailanthoides asal Taiwan (Cheng et al. 2003).
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Hasil uji fitokimia ekstrak metanol daun C. alata menunjukkan kandungan
senyawa steroid/triterpenoid, flavonoid, alkaloid, saponin, dan tanin. Subfraksi
A253 dalam fraksi n-heksana-etil asetat (8:2) dari ekstrak metanol daun C. alata
diidentifikasi sebagai metil p-hidroksibenzoat. Senyawa dalam 3 subfraksi lainnya
belum dapat ditentukan strukturnya karena masih berupa campuran.
Saran
Diperlukan perbanyakan jumlah sampel agar fraksi A412 dapat difraksionasi
lebih lanjut dan dapat diidentifikasi struktur flavonoid yang ada di dalamnya.
Selain itu, komponen nonpolar seperti asam lemak perlu dihilangkan dengan nheksana terlebih dahulu agar tidak mengganggu analisis spektroskopi. Studi
kandungan kimia juga perlu dilanjutkan ke fraksi semipolar dan fraksi polar.
DAFTAR PUSTAKA
[AOAC] Association of Official Analytical Chemists. 2005. Official Methods of
Analysis of AOAC International. AOAC 950.46 (B) 2005. Maryland (US):
AOAC.
[Anonim]. 2000. Familly Fabaceae. [Internet]. [diunduh 2013 Jul 24]. Tersedia
pada:http://www.freewebs.com/arl_ipb_2006/deskripsi/climber_fabaceae.
pdf.
Al-Ashary MN, Supriyanti FMT, Zackiyah. 2010. Penentuan pelarut terbaik
dalam mengekstraksi senyawa bioaktif dari kulit batang Artocarpus
heterophyllus. J Sains Teknol Kim. 1(2):150-158.
Alam A, Mamedov VA, Gubaidullin AT, Kalita D, Tsuboi S. 2003. Isolation and
identification of 2,3,7-tri-O-methylellagic acid from Cassia alata leaves. J
Nat Med. 57(2):73.
Ali Z, Viqar UA, Muhammad Z, Rasool BT. 1998. Benzoic acid derivatives from
Stocksia brahuica. Phytochemistry. 8(2):1271-1273.
Almahy AH, Khalid EH. 2006. Chemical examination of the leaves of Nerium
oleander. Int J Trop Med. 1(2):58-61.
16
Bahorun T, Neergheen VS, Aruoma OI. 2005. Phytochemical constituents of
Cassia fistula. J African Biotechnol. 4(13):1530-1540.
Bais HP, Ramarao V, Orge MV. 2003. Root specific elicitation and exudation of
fluorescent β-carbolinesin transformed root cultures of Oxalis tuberosa.
Plant Physiol Biochem. 41(4):345–353.
Bhadauria S, Singh H. 2011. Bioactive nature of flavonoids from Cassia siamea
and Lantana camara. Indian Fundamental Appl Life Sci. 1(2):107-110.
Cheng Mj, Tsai IL, Chen IS. 2003. Chemical constituents from the root bark of
Formosan Zanthoxylum ailanthoides. J Chinese Chem Soc. 50(6):12411246.
Damayanti EK. 1999. Kajian tumbuhan obat berdasarkan kelompok penyakit
penting pada berbagai etnis di Indonesia [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Fernand VE, Dinh DT, Washington SJ, Fakayode SO, Losso JN, Ravenswaay
RIO, Warner IM. 2008. Determination of pharmacologically active
compounds in root extracts of Cassia alata L. by use of high performance
liquid chromatography. Talanta. 74(4):896-902.
Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia. Padmawinata K, Soediro I, penerjemah.
Terjemahan dari: Phytochemical Methods. Bandung (ID): Penerbit ITB
Hennebelle T, Bernard W, Henry J, Sevser S, Francois B. 2009. Senna alata.
Fitoterapia 80(7):385-393.
Hermawati E. 2009. Metabolit sekunder dari salah satu tumbuhan obat Indonesia:
daun Desmodium triquentrum Linn. (Farbaceae) [skripsi]. Bandung (ID):
Institut Teknologi Bandung.
Kayembe J R, Taba KM, Ntumba K, Tshiongo MTC, Kazadi TK. 2010. In vitro
antimalarial activity of 20 quinones isolated from four plants used by
traditional healers in The Democratic Republic of Congo. J Med Plant Res.
4(11):991-994.
Khare CP. 2007. Indian Medicinal Plants: An Illustrated Dictionary. London
(GB): Springer-Verlag.
Khasanah N, Wuryanti, Suci N. 2013. Isolasi dan penentuan aktivitas spesifik
klorofilase dari daun mahoni (Swietenia mahagoni). Chem Info. 1(1):386392.
Kusmardi, Kumala S, Triana EE. 2007. Efek imunomodulator ekstrak daun
ketepeng cina (Cassia alata L.) terhadap aktivitas dan kapasitas fagositosis
makrofag. Makara Kesehatan. 11(2):50-53.
Levy AS, Carley SK. 2012. Cytotoxic activity of hexane extracts of Psidium
guajava L (Myrtaceae) and Cassia alata L (Caesalpineaceae) in Kasumi-1
and OV2008 cancer cell lines. Trop Pharmaceut Res. 11(2):201-207.
Midawa SM, Ali BD, Mshelia BZ, Johnson J. 2010. Cutaneous wound healing
activity of the ethanolic extracts of the leaf of Senna alata L (Fabaceae).
Biol Sci Bioconserv. 2:63-68.
Moriyama H, Toru I, Masahiro N, Yoshimi M. 2003. HPLC quantification of
kaempferol-3-O-gentiobioside in Cassia alata. Fitoterapia. 74(5):425-430.
doi:10.1016/S0367-326X(03)00058-3.
Odunbaku OA, Ilusanya OAF. 2011. Synergistic effects of etanol leaf extracts of
Senna alata and antimicrobial drugs on some pathogenic microbes. Adv
Environ Biol. 5(8):2162-2165.
17
Ogunwande I A, Flamini G, Cioni PL, Omikorede O, Azeez RA, Ayodele AA,
Kamil YO. 2010. Aromatic plants growing in Nigeria: essential oil
constituents of Cassia alata (Linn.) Roxb. and Helianthus annuus L. Rev
Nat Prod. 4(4):211-217.
Okwu DE, Nnamdi FU. 2011. Cannabinoid dronabinol alkaloid with antimicrobial
activity from Cassia alata Linn. Der Chemica Sinica. 2(2):247-254.
Phanichayupakaranant P, Kaewsuwan S. 2004. Bioassay-guided isolation of the
antioxidant constituent from Cassia alata L. leaves. J Sci Technool.
26(1):103-107.
Phongpaichit S, Pujenjob N, Rukachaisirikul V, Ongsakul M. 2004. Antifungal
activity from leaf extracts of Cassia alata L., Cassia fistula L. and Cassia
tora L. Songklanakarin J Sci Technol. 26(5):741-748.
[SDBS] Spectral Database for Organic Compounds. Anisic acid. [Internet]
[diunduh 2013 Nov 21]. Tersedia pada: http://www.chemspider.com/
Datasource Details.
[SDBS] Spectral Database for Organic Compounds. Methyl Paraben. [Internet]
[diunduh 2013 Nov 21]. Tersedia pada: http://www.chemspider.com/
Datasource Details.
Saito ST, Silva G, Santos RX, Gosmann G, Pungartnik C, Brendel M. 2012.
Astragalin from Cassia alata induces DNA adducts in vitro and repairable
DNA damage in the yeast Sacharomyces cerevisiae. Int J Mol Sci. 13(3):
2846-2862. doi:10.3390/ijms13032846.
Saito ST, Trentin DS, Macendo AJ, Pungartnik C, Gosmann G, Silveira JDS,
Guecheva TN, Henriques JAP, Brendel M. 2012. Bio-guided fractionation
shows Cassia alata extract to inhibit Staphylococus epidermis and
Pseudomonas aeruginosa growth and biofilm formation. Evidence-Based
Complementary
and
Alternative
Medicin.
20(12)
:1-13.
doi:10.1155/2012/867103.
Silverstein RM, Webster FX, Kiemle DJ. 2005. Spectrometic Identification of
Organic Compounds. ed. ke-7. New Jersey (US): Wiley.
Singh B, Nadkarni JR, Vishwakarma RA, Bharate SB, Nivsarkar M, Anandjiwala
S. 2012. The hydroalcoholic extract of Cassia alata (Linn.) leaves and its
major compound rhein exhibits antiallergic activity via mast cell
stabilization and lipoxygenase inhibition. J Ethnopharmacol. 141(1):469473. doi: 10.1016/j.jep.2012.03.012.
Sob SVT, Wabo HK, Tchinda AT, Tane P, Ngadjui BT, Ye Y. 2010.
Anthraquinones, sterols, triterpenoids and xanthones from Cassia
obtusifolia. Biochem Syst Ecol. 38(3):342-345. doi :10.1016/j.bse.2010.
02.002
Soetjipto H, Kristijanto AI, Asmarowati RS. 2007. Toksisitas ekstrak kasar dan
daun ketepeng cina (Sena alata L Roxb.) terhadap larva udang Artemia
Salina Leach. Biota. 12(2):78-82.
Surjowinoto M. 2006. Flora. Jakarta (ID): Pradnya Paramita.
Veerachari U, Bopaiah AK. 2012. Phytochemical investigation of the ethanolic,
methanolic, and ethyl acetate extracts of the leaves of six Cassia spesies. J
Chem Pharm Res. 3(5):574-583.
Winarno FG. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): Gramedia.
18
Wink M. 2013. Evolution of secondary metabolites in legumes (Fabaceae). South
African Botany. 51(8):1026-1034.
19
Lampiran 1 Diagram alir isolasi daun C. alata
Serbuk daun C. alata (1000.39 g)
- Dimaserasi (MeOH) 3×24 jam
- Disaring
- Dipekatkan
Residu
Ekstrak kasar MeOH (380.48 g)
Ekstrak kasar MeOH sisa
(228.91 g)
Ekstrak kasar MeOH (151.58 g)
-Dilarutkan (MeOH-air = 1:1)
-Disaring
Klorofil (69.13 g)
Filtrat MeOH-air
-Diekstraksi EtOAc (3x)
-Dipekatkan
Ekstrak EtOAc (25.25 g)
Tanin (56.81 g)
-KCV
Fraksi nonpolar
A1 (27.20 mg)
A2 (68.30 mg)
A3 (120.60 mg)
Fraksi polar
Fraksi semipolar
A5 (388.40 mg)
A4 (326.20 mg)
A6 (374.30 mg)
A8 (5876.30 mg)
KR
KR
A7 (361.50 mg)
A41……A45
A21……A211
A251..A254
KLTP
A25
A41 (30.30 mg)
A43 (30.0 mg)
KR
KR
A253 (3.3 mg)
-KLT 2D
-NMR
Metil p-hidroksibenzoat
A431….A435
A411 (2.00 mg)
-KLT 2D
-NMR
Campuran senyawa
A412 (5.00 mg)
A433 (3.3 mg)
NMR
Campuran senyawa
A45 (35.20 mg)
NMR
Campuran senyawa
20
Lampiran 2 Hasil determinasi tanaman C. alata
21
Lampiran 3 Kadar air serbuk daun C. alata
Ulangan
Bobot
serbuk (g)
1
2
3
2.0099
2.0075
2.0039
Bobot
serbuk
jam ke-5
(g)
1.8960
1.8956
1.8910
Rerata
Bobot
serbuk
jam ke-6
(g)
1.8931
1.8912
1.8853
Contoh perhitungan:
Ulangan 1
o ot a al – o ot kering
Kadar air (%) =
o ot a al
=
2 0099 g 1.8931 g
2.0099 g
= 5.81%
erata
100%
5.81% 5.79% 5.92%
5.84 %
3
Bobot
serbuk
jam ke-7
(g)
1.8994
1.8983
1.8926
100%
Kadar
Air (%)
5.81
5.79
5.92
5.84
22
Lampiran 4 Spektrum 1H NMR fraksi A45
K
e
l
i
m
p
a
h
a
n
δ (ppm)
23
Lampiran 5 Spektrum 1H NMR fraksi A412
K
e
l
i
m
p
a
h
a
n
Asam Lemak
Flavonoid
δ (ppm)
24
Lampiran 6 Spektrum 1H NMR fraksi A433
K
e
l
i
m
p
a
h
a
n
δ (ppm)
25
Lampiran 7 Spektrum 1H fraksi A253
K
e
l
i
m
p
a
h
a
n
Pengotor
δ (ppm)
26
Lampiran 8 Spektrum 13C NMR fraksi A253
K
e
l
i
m
p
a
h
a
n
δ (ppm)
27
Perhitungan geseran kimia atom H dan C pada metil p-hidroksi
benzoat dan asam p-metoksibenzoat
Lampiran 9
Efek substituen pada geseran kimia karbon benzena (128.5 ppm) (Silverstein et al.
2005)
Substituen
-OH
-(C=O)OCH3
-OCH3
-COOH
C-1 (ppm)
26.6
2.0
35.7
-7.7
C-2 (ppm)
-12.7
1.2
-14.0
1.0
C-3 (ppm)
1.6
-0.1
2.3
-14.4
C-4 (ppm)
-7.3
4.8
-4.8
31.4
Perhitungan geseran kimia:
C
1
2
3
4
δ
(ppm)
-5.3
2.8
-12.8
31.4
C
1
2
3
4
δ
(ppm)
2.0
1.2
-0.1
4.8
C
4
3
2
1
δ
(ppm)
-7.3
1.6
-12.7
26.6
C1 = 128.5 + 2.0 + (–7.3) = 123.2 ppm
C2/6 = 128.5 + 1.2 + 1.6 = 131.3 ppm
C3/5 = 128.5 + (– 0.1) + (–12.7) = 115.7 ppm
C4 = 128.5 + 4.8 + 26.6 = 159.9 ppm
C
1
2
3
4
δ
(ppm)
-4.8
2.3
-14.4
31.4
C
1
2
3
4
δ
(ppm)
2.9
1.3
0.4
4.3
C
4
3
2
1
δ
(ppm)
-7.7
1.0
-14.4
31.4
C1 = 128.5 + 2.9 + (–7.7) = 123.7 ppm
C2/6 = 128.5 + 1.3 + 1.0 = 130.8 ppm
C3/5 = 128.5 + ( 0.4) + (–14.4) = 114.5 ppm
C4 = 128.5 + 4.3 + 31.4 = 164.2 ppm
(a) Perhitungan geseran kimia atom karbon
Efek substituen pada geseran kimia proton benzena (7.36 ppm) (Silverstein et al.
2005)
Substituen
-OH
-(C=O)OCH3
-OCH3
-COOH
Zorto
-0.53
0.68
-0.45
0.77
Perhitungan geseran kimia:
H = 7.36 + Zorto + Zmeta + Zpara
H2/6 = 7.36 + 0.68 + (–0.14) = 7.90 ppm
H3/5 = 7.36 + (–0.53) + 0.08 = 6.91 ppm
Zmeta
-0.14
0.08
-0.07
0.11
Zpara
-0.43
0.19
-0.41
-0.25
H = 7.36 + Zorto + Zmeta + Zpara
H2/6 = 7.36 + 0.77 + (–0.07) = 8.06 ppm
H3/5 = 7.36 + (–0.45) + 0.11 = 7.02 ppm
(b) Perhitungan geseran kimia atom hidrogen
28
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 8 Januari 1991, merupakan anak
kedua dari 3 bersaudara dari pasangan Mad Hasyim dan Siti Mulyati. Penulis
menyelesaikan pendidikan di SMAN 6 Bogor pada tahun 2009. Pada bulan Juli
2009, penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah aktif di Ikatan Mahasiswa
Kimia (Imasika) IPB pada tahun 2010–2012 sebagai staf Departemen Peningkatan
Kualitas dan Keprofesian Mahasiswa (PK2M), dan Bina Desa (Bindes) FMIPA
pada tahun 2010–2011. Selama 2 tahun penulis diamanahkan mengajar les privat
di bimbingan belajar K-Nia dan Alumni. Selain itu, penulis pernah menjadi
asisten praktikum Kimia TPB pada tahun ajaran 2010/2011, Kimia Organik
Layanan S1 Biokimia pada tahun 2011/2012, Kimia Fisik Layanan S1 ITP
2012/2013, dan Praktikum Kimia Organik Berbasis Kompetensi 2012/2013.
Bulan Juli–Agustus 2012, penulis berkesempatan melaksanakan praktik lapangan
di Balai Besar Pascapanen Pertanian (BB Pascapanen Pertanian) dengan judul
laporan “Pengaruh Konsentrasi EDTA Dan Asam Tartarat Terhadap Kualitas
Minyak Nilam”.
Penulis juga mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa Penelitian (PKMP)
pada tahun 2011–2012 uang berjudul “Aplikasi Teknologi Membran Ultrafiltrasi
dari Limbah Bonggol Nanas yang Mampu Menyerap Logam Berat untuk
Pengolahan Virgin Coconut Oil (VCO) yang Kaya Kandungan Asam Laurat
(Lauric Acid)”. Pada tahun 2012–2013, penulis kembali mengikuti PKM dengsn
judul “Analisis Potensi Tanaman Mata Lele (Lemna sp.) sebagai Adsorben Logam
erat Cr dan P ” dan ”Hubungan Kadar Logam Kuku Siswa Sekolah Dasar dan
Pend
METIL p-HIDROKSIBENZOAT DARI FRAKSI NONPOLAR
EKSTRAK METANOL DAUN KETEPENG (Cassia alata)
SELVIA RAHMAWATI
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
3
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Metil p-Hidroksibenzoat
dari Fraksi Nonpolar Ekstrak Metanol Daun Ketepeng (Cassia alata) adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi
ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2013
Selvia Rahmawati
NIM G44090017
5
ABSTRAK
SELVIA RAHMAWATI. Metil p-Hidroksibenzoat dari Fraksi Nonpolar Ekstrak
Metanol Daun Ketepeng (Cassia alata). Dibimbing oleh PURWANTININGSIH
SUGITA dan BUDI ARIFIN.
Ketepeng (Cassia alata) adalah tanaman perdu yang tumbuh berkelompok
dan berguna bagi kesehatan. Daunnya secara tradisional digunakan untuk
mengobati sembelit dan penyakit kulit di banyak negara seperti Indonesia.
Penelitian secara khusus pada daun ketepeng belum banyak dilakukan di
Indonesia, terutama mengenai informasi komponen kimia dalam daun tersebut.
Dalam penelitian ini, metabolit sekunder daun ketepeng dari Tangerang, Provinsi
Banten diisolasi menggunakan metode ekstraksi dan berbagai teknik
kromatografi, seperti kromatografi cair vakum, kromatografi radial, dan
kromatografi lapis tipis preparatif. Uji fitokimia ekstrak metanol menunjukkan
kandungan senyawa steroid/triterpenoid, flavonoid, alkaloid, saponin, dan tanin.
Sebanyak 4 subfraksi dari fraksi nonpolar ekstrak metanol dianalisis
menggunakan spektrofotometer resonans magnet inti. Hasil analisis menunjukkan
bahwa salah satu subfraksi dari fraksi n-heksana-etil asetat (8:2) merupakan
senyawa metil p-hidroksibenzoat, sedangkan struktur molekul dari 3 subfraksi
lainnya belum dapat ditentukan karena masih berupa campuran.
Kata kunci: Cassia alata, ketepeng, kromatografi, metil p-hidroksibenzoat
ABSTRACT
SELVIA RAHMAWATI. Methyl p-Hydroxybenzoate in Nonpolar Fraction of
Ketepeng (Cassia alata)’s Leaves’ Methanol Extract. Supervised by
PURWANTININGSIH SUGITA and BUDI ARIFIN.
Ketepeng (Cassia alata) is a herbaceous plant that grows in clusters and
beneficial for health. The leaves are traditionally used to treat constipation and
skin diseases in some countries including Indonesia. Only a few studies
specifically performed on ketepeng leaves have been done in Indonesia,
particularly regarding information about the chemical constituents. In this study,
secondary metabolites from the leaves from Tangerang, Banten Province were
isolated by extraction and various chromatography methods, such as vacuum
liquid chromatography, radial chromatography, and preparative thin layer
chromatography.
Phytochemical
test
revealed
the
presence
of
steroids/triterpenoids, flavonoids, alkaloids, saponins, and tannins. Four
subfractions in nonpolar fractions of methanol extract were analyzed using
nuclear magnetic resonance spectrophotometer. The result showed that
subfraction of n-hexane-ethyl acetate (8:2) fraction contained methyl phydroxybenzoate, whereas the molecular structure in the other 3 subfractions had
not yet been elucidated because they still contain mixture of compounds.
Key words: Cassia alata, chromatography, ketepeng, methyl p-hydroxybenzoate
7
METIL p-HIDROKSIBENZOAT DARI FRAKSI NONPOLAR
EKSTRAK METANOL DAUN KETEPENG (Cassia alata)
SELVIA RAHMAWATI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Kimia
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
9
Judul Skripsi: Metil-p-Hidroksibenzoat dari Fraksi Nonpolar Ekstrak Metanol
Daun Ketepeng (Cassia alata)
Nama
: Selvia Rahmawati
NIM
: G44090017
Disetujui oleh
Pembimbing I
Pembimbing II
Prof Dr Dra Purwantiningsih Sugita, MS
Pembimbing I
Budi Arifin, SSi, MSi
Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Dra Purwantiningsih Sugita, MS
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
11
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya
ilmiah yang berjudul Metil p-Hidroksibenzoat dari Fraksi Nonpolar Ekstrak
Metanol Daun Ketepeng (Cassia alata). Karya ilmiah ini disusun berdasarkan
penelitian yang dilaksanakan pada bulan Januari hingga Oktober 2013 di
Laboratorium Kimia Organik, Departemen Kimia, Institut Pertanian Bogor.
Penelitian ini didanai dari dana DIPA IPB BOPTN 2013 atas nama Dr Dra
Gustini Syahbirin, MS dan Tim.
Penulis mengucapkan terima kasih atas semua bimbingan, dukungan, dan
kerja sama yang telah diberikan oleh Prof Dr Dra Purwantiningsih Sugita, MS
selaku pembimbing I dan Budi Arifin SSi, MSi selaku pembimbing II. Di samping
itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Denar, Sigit, Wahyu, Ichsan, Fiya,
dan Febrina atas segala diskusi dan saran berkaitan dengan penelitian. Terima
kasih juga kepada Bapak Sabur, Ibu Yenni, Ibu Nia, dan teman-teman Kimia 46
atas bantuan yang telah diberikan selama penulis melakukan penelitian di
Laboratorium Kimia Organik. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada
Ayah, Ibu, Kakak, Adik, Amar serta keluarga atas segala doa dan kasih
sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Terima kasih.
Bogor, Desember 2013
Selvia Rahmawati
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan
Metode
Preparasi Daun C. alata
Kadar Air
Ekstraksi
Uji Fitokimia
Isolasi
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kandungan Fitokimia Ekstrak Kasar Metanol
Hasil Isolasi dan Pemurnian Komponen
Hasil Penentuan Struktur Senyawa dalam Fraksi A2 dan A4
Metil p-hidroksibenzoat
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
vii
vii
vii
1
2
2
3
3
3
3
3
4
5
5
6
121
12
15
15
15
15
189
vii
DAFTAR TABEL
Fitokimia ekstrak kasar metanol daun C. alata
5
Rendemen fraksi-fraksi hasil KCV ekstrak EtOAc daun C. alata
7
Rendemen fraksi-fraksi hasil KLT preparatif fraksi A25 daun C. alata
7
Rendemen fraksi-fraksi hasil KR dari fraksi A4
9
Data geseran kimia 1H NMR dan 13C NMR senyawa kaemferol dalam pelarut
CDCl3
12
1
13
6 Perbandingan nilai geseran kimia H NMR dan C NMR hasil penelitian
dengan hasil perhitungan untuk metil p-hidroksibenzoat dan asam pmetoksibenzoat
14
7 Perbandingan nilai geseran kimia 1H dan 13C NMR metil p-hidroksibenzoat
dengan pangkalan data spektrum di Jepang
14
1
2
3
4
5
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Tanaman C. alata
Kromatogram KLT ekstrak kasar metanol, ekstrak metanol bebas-klorofil,
tanin, dan ekstrak etil asetat bebas-tanin dari daun C. alata
Kromatogram KLT fraksi-fraksi hasil KCV dari ekstrak EtOAc
Kromatogram KLT fraksi A253 dalam 3 eluen berbeda
Kromatogram KLT 2D fraksi A253
Kromatogram KLT fraksi hasil KR dari fraksi A4
Kromatogram KLT fraksi A45
Kromatogram KLT fraksi A411 dan A412
Kromatogram KLT 2D fraksi A412
Kromatogram KLT fraksi A412 dalam 3 eluen berbeda
Kromatogram KLT fraksi A433 dalam 3 eluen berbeda
Komponen kimia flavonoid dan asam lemak yang telaj dilaporkan pada C.
alata
Dugaan struktur dasar dalam fraksi A253
Dugaan senyawa dalam fraksi A253
1
6
7
8
8
9
9
10
10
10
11
12
13
13
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Diagram alir isolasi komponen kimia dalam fraksi nonpolar daun C. alata
Hasil determinasi tanaman C. alata
Kadar air serbuk daun C. alata
Spektrum 1H NMR fraksi A45
Spektrum 1H NMR fraksi A412
Spektrum 1H NMR fraksi A433
Spektrum 1H NMR fraksi A253
Spektrum 13C NMR fraksi A253
Perhitungan geseran kimia atom H dan C pada metil p-hidroksibenzoat dan
asam p-metoksibenzoat
19
20
21
22
22
23
24
26
27
1
1
PENDAHULUAN
Fabaceae adalah famili tanaman berbunga terbesar kedua, dengan 650 genus
dan 18 000 spesies. Menurut Surjowinoto (2006), secara umum famili Fabaceae
berbentuk herba, semak, atau pohon. Daunnya majemuk berdaun tiga (trifoliet),
menyirip atau menyirip ganda, letaknya berseling atau berhadapan, dan ada
stipula. Bunganya berada dalam tandan atau berlekatan, memiliki petal 5, benang
sari biasanya 10, bakal buah menumpang, monokarp, dan bakal biji 1 sampai
banyak. Buah berupa polong (legum), merekah atau tidak merekah, biji biasanya
tanpa endosperma. Senyawa metabolit sekunder dari famili Fabaceae meliputi
glukosinolat, amina, alkaloid, terpenoid, flavonoid, katekin, dan tanin.
Farmakologi famili ini antara lain sebagai antioksidan, antimikrob, dan antijamur
(Wink 2013). Beberapa tanaman dari famili Fabaceae antara lain ialah kacang
polong, lentil, lupin, klover, alfalfa, kacang kedelai, dan tanaman dari genus
Cassia (Anonim 2000).
Genus Cassia berasal dari Asia Tenggara, Afrika, Australia Utara, dan
Amerika Latin. Genus ini memiliki 500–600 spesies, sebagian besar dari Amerika
(Sob et al. 2010). Beberapa spesies Cassia yang telah banyak diteliti antara lain C.
alata, C. fistula, C. siamea, dan C. tora (Phongpaichit et al. 2004). Senyawa
metabolit sekunder yang terdapat pada genus ini antara lain emodin, rein,
krisofanol, aloe-emodin, dan parietin (Kuo et al. 2002, Hazrina et al. 2008, dan
Hyun et al. 2009 diacu dalam Sob et al. 2010). Beberapa contoh kegunaan dari
genus Cassia di antaranya daun dan bunga C. siamea dapat digunakan sebagai
antibakteri (Bhadauria dan Singh 2011), sedangkan daun C. fistula digunakan
sebagai antioksidan (Bahorun et al. 2005).
Cassia alata (Gambar 1) adalah tanaman perdu yang banyak dikenal
masyarakat dengan nama lain seperti ketepeng cina, tabankun, saya mara, kupangkupang, acon-acon, dan gelanggang (Damayanti 1999). Tanaman ini secara
tradisional digunakan dalam pengobatan herbal untuk sembelit dan berbagai
penyakit kulit, serta sebagai antiparasit, malaria, influenza, dan bronkitis di
negara-negara seperti Indonesia, Bangladesh, Filipina, dan Jamaika (Kusmardi et
al. 2007; Levy dan Carley 2012). Potensi C. alata sebagai antimikrob juga telah
dilaporkan oleh Okwu dan Nnamdi (2011).
2
1 3
4
(a)
(b)
Gambar 1 Tanaman Cassia alata (a). Bagian-bagian tanaman: batang1, daun2,
buah3, dan bunga4 (b) (Hennebelle et al. 2009)
Beragam senyawa aktif telah diisolasi dari C. alata. Dari ekstrak etanol biji
C. alata dari Nigeria berhasil diisolasi senyawa alkaloid, yaitu kanabinoid
2
dronabinol ((S)-3-butil amino-9-metil-10,10a-dihidro-7H-benzo [c] kromen-1-ol)
(Okwu dan Nnamdi 2011). Di Bangladesh, ekstrak metanol dari daun C. alata
mengandung senyawa tanin yang termasuk turunan dari asam elagat, yaitu asam
2,3,7-tri-O-metilelagat (Alam et al. 2003). Di Nigeria, daun C. alata mengandung
senyawa flavonol (kaemferol dan kuersetin), dan senyawa flavon (kriseriol)
(Panichayupakaranant dan Kaewsuwan 2004; Ogunwande et al. 2010). Ekstrak
etanol daun C. alata mengandung flavonol glikosida, yaitu 5,7-dihidroksi-2-(4hidroksifenil)-3-[(2S, 3R, 4S ,5S ,6R)-3,4,5-trihidroksi-6-(hidroksimetil)oksan-2-il]
oksikromen-4-on (Saito et al. 2012a). Senyawa flavonoid kaemferol juga terdapat
pada ekstrak metanol daun C. alata dari Jamaika (Levy dan Charley 2012).
Menurut Saito et al. (2012b), daun C. alata yang berasal dari Brasil mengandung
senyawa kuinon, yaitu emodin, aloe-emodin, krisofanol dan isokrisofanol, dan
rein. Kandungan minyak atsiri hasil distilasi dari daun C. alata Nigeria ketika
diidentifikasi dengan alat kromatografi gas dan kromatografi gas-spektrometer
massa mengandung 1,8-sineol (39.8%), β-kariofilena (19.1%), kariofilena oksida
(12.7%), limonena (5.2%), germakrena D (5.5%), dan α-selinena (5.4%)
(Ogunwande et al. 2010). Selain itu, tanaman ini juga mengandung senyawa dari
golongan saponin, steroid (Khare 2007; Fernand et al. 2008; Kayembe et al. 2010;
Midawa et al. 2010; Levy dan Carley 2011; Odunbaku dan Ilusanya 2011; Saito et
al. 2012b), dan asam lemak (Khare 2007; Ogunwande et al. 2010; Odunbaku dan
Ilusanya 2011; Liu et al. 2009 diacu dalam Singh et al. 2012).
Penelitian secara khusus pada daun C. alata di Indonesia belum banyak
dilakukan, terutama mengenai informasi komponen kimia dalam daun. Perbedaan
tempat tumbuh akan berpengaruh pada jenis dan jumlah komponen metabolit
sekunder tanaman. Oleh sebab itu, penelitian ini bertujuan mencirikan komponen
kimia dalam daun C. alata yang tumbuh di Indonesia. Isolasi dan pencirian
dilakukan pada fraksi nonpolar dari ekstrak metanol daun.
BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan antara lain penguap putar, bejana elusi,
kromatografi cair vakum (KCV), kromatografi radial (KR), dan alat-alat kaca
yang lazim di laboratorium. Spektrum resonans magnet inti (NMR) diperoleh
dengan spektrometer JEOL ECA 500 yang bekerja pada frekuensi 500 MHz (1H)
dan 125 MHz (13C) di Pusat Penelitian Kimia LIPI, Puspiptek Serpong dan Basic
Science Centre A, Institut Teknologi Bandung.
Bahan-bahan yang dipakai adalah daun ketepeng, metanol, etil asetat
(EtOAc), kloroform-amonia, asam sulfat p.a, pereaksi Mayer, Dragendorf,
Wagner, dietil eter, asam asetat glasial, akuades, serbuk Mg, HCl p.a, pereaksi
FeCl3 1%, n-heksana, aseton, kloroform (CHCl3), diklorometana (MTC), silika
gel Merck 60G untuk KCV dan kromatografi lapis tipis (KLT) preparatif, silika
gel Merck 60 PF254 untuk KR, silika gel 60 (0.2–0.5 mm) untuk impregnasi
sampel KCV, dan KLT GF254 untuk KLT.
3
Metode
Penelitian ini terdiri atas beberapa tahap, yaitu tahap preparasi ekstrak
simplisia, uji fitokimia, isolasi dan pemurnian, serta pencirian komponen kimia.
Penelitian dilaksanakan dari bulan Januari hingga Oktober 2013 di Laboratorium
Kimia Organik dan Laboratorium Bersama, Departemen Kimia, Institut Pertanian
Bogor.
Preparasi Daun C. alata
Sampel daun C.alata diperoleh dari desa Cikasungka, Kecamatan Solear,
Tangerang, Provinsi Banten dan sampel daun yang diambil berumur tua.
Determinasi tumbuhan dilakukan di Herbarium Bogoriense, Pusat Penelitian
Biologi, LIPI, Cibinong, Bogor. Sampel dikeringkan pada suhu ruang selama 3–5
hari, kemudian digiling dan dihomogenkan ukurannya sehingga diperoleh serbuk
berukuran 60 mesh.
Kadar Air (AOAC 950.46 (B) 2005)
Cawan petri kosong dimasukkan ke dalam oven bersuhu 105 °C selama 3
jam, lalu didinginkan di dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 2 g sampel
ditimbang dan ditempatkan dalam cawan petri tersebut, kemudian diratakan
menggunakan spatula dan dimasukkan kembali ke dalam oven bersuhu 105 oC.
Setelah 3 jam, cawan beserta sampel dimasukkan ke dalam desikator hingga
dingin, lalu ditimbang. Proses pengeringan dan penimbangan diulangi hingga
bobotnya konstan. Uji ini dilakukan triplo.
Ekstraksi
Serbuk daun sebanyak 1 kg dimaserasi dengan 4 L metanol pada suhu ruang
selama 24 jam. Maserat dipisahkan, kemudian residu dimaserasi kembali dengan
jenis dan jumlah pelarut yang sama. Maserasi dilakukan sebanyak 3 ulangan.
Semua maserat dikumpulkan dan dipekatkan dengan penguap putar. Ekstrak
metanol diperoleh berwarna hijau tua dan dihitung rendemennya dengan kadar air
sebagai faktor koreksi.
Uji Fitokimia (Harborne 1987)
Alkaloid. Sebanyak 2 g sampel ekstrak daun dilarutkan dalam kloroform,
kemudian ditambahkan 10 mL kloroform-amoniak dan disaring. Filtrat yang
diperoleh ditetesi dengan H2SO4 2 M, kemudian dikocok hingga terbentuk 2
lapisan. Lapisan asam (tidak berwarna) dipipet ke dalam tabung reaksi kemudian
larutan dibagi 3, masing-masing ditambahkan dengan beberapa tetes pereaksi
Dragendorf, Mayer, dan Wagner. Uji akan positif alkaloid apabila berturut-turut
dihasilkan endapan yang berwarna jingga, putih kekuningan, dan cokelat.
Triterpenoid dan Steroid. Sebanyak 2 g sampel ditambahkan 25 mL
etanol, lalu dipanaskan dan disaring. Filtrat diuapkan, kemudian ditambahkan eter.
Lapisan eter dipipet dan diuji pada lempeng tetes. Jika penambahan pereaksi
Lieberman-Buchard sebanyak 3 tetes membentuk warna merah/ungu, maka
sampel positif mengandung triterpenoid. Jika terbentuk warna hijau, maka sampel
positif mengandung steroid.
4
Flavonoid dan Fenol. Sebanyak 2 g sampel ekstrak daun diekstraksi
dengan beberapa mL metanol hingga terendam, kemudian dipanaskan sampai
mendidih dan disaring. Kemudian filtrat dibagi 2, bagian pertama ditambahkan
NaOH 10%. Bila dihasilkan warna merah, berarti positif terdapat senyawa fenol
hidrokuinon. Bagian kedua digunakan untuk uji flavonoid: 5 mL filtrat dibagi ke
dalam 3 tabung reaksi, lalu masing-masing ditambahkan 0.1 g serbuk Mg, 1 mL
alkohol klorhidrat (campuran HCl 37% dan etanol 95% dengan volume yang
sama), dan 5 mL amil alkohol, dan dikocok kuat-kuat. Hasil uji positif flavonoid
ditunjukkan apabila terbentuk warna merah, kuning, atau jingga pada lapisan amil
alkohol.
Saponin dan Tanin. Sebanyak 2–4 g sampel ekstrak daun diekstraksi
dengan akuades panas, kemudian dipanaskan sampai mendidih dan disaring.
Filtrat dibagi ke dalam 2 tabung reaksi. Bagian pertama untuk uji saponin: larutan
dibiarkan agak dingin, kemudian dikocok secara tegak. Timbul busa setinggi lebih
kurang 1 cm yang stabil selama 10 menit menandakan positif terdapat saponin.
Pada tabung reaksi kedua, filtrat ditambahkan FeCl3 1%. Bila dihasilkan warna
biru atau hujau tua, menandakan positif terdapat tanin.
Isolasi (modifikasi Hermawati 2009)
Proses isolasi dilakukan dalam 2 tahapan, yaitu fraksionasi dan pemurnian.
Fraksionasi memisahkan senyawa berdasarkan kepolaran menjadi fraksi-fraksi
yang lebih sederhana. Pemurnian dilakukan untuk menghilangkan pengotor dalam
fraksi sehingga didapatkan senyawa murni. Sebanyak 100 g ekstrak kasar metanol
dilarutkan dengan 1 L metanol-air (1:1) dan didiamkan semalam. Klorofil yang
mengendap dipisahkan dan ditimbang bobotnya, kemudian ekstrak metanol bebasklorofil diekstraksi dengan etil asetat dan didiamkan sesaat hingga terbentuk 2
fase. Kedua fase tersebut dipisahkan: ekstrak air (fase bawah) merupakan tanin
dan ekstrak etil asetat (fase atas) dipekatkan dengan penguap putar, kemudian
difraksionasi menggunakan KCV. Fraksi nonpolar yang terkumpul dimurnikan
dengan KR. Diagram alir proses isolasi daun ini dapat dilihat pada Lampiran 1.
Ekstrak etil asetat difraksionasi menggunakan KCV. Eluen KCV ditentukan
dengan cara menguji pola pemisahan KLT ekstrak tersebut pada eluen tunggal
n˗heksana, kloroform, etil asetat, aseton, diklorometana, dan metanol. Eluen yang
menahan pergerakan noda dan yang menggerakkan noda hingga mendekati garis
batas pelarut digabungkan menjadi sistem eluen gradien berundak untuk KCV.
Ekstrak etil asetat yang telah diimpregnasi kemudian dielusi dengan
meningkatkan kepolaran sistem eluen tersebut. Eluat yg dihasilkan diuji pola
pemisahannya pada sistem eluen terbaik, yaitu kombinasi 2 eluen yang
menghasilkan jumlah noda terbanyak dan pola pemisahan terbaik. Eluat dengan
pola pemisahan KLT yang sama digabungkan menjadi 1 fraksi.
Pemurnian lebih lanjut menggunakan KR dengan campuran 2 eluen yang
sama seperti KCV, tetapi dengan urutan peningkatan kepolaran yang berbeda.
Eluat digabungkan menjadi 1 fraksi jika pola pemisahannya serupa, lalu setiap
fraksi dianalisis kemurniannya. Fraksi dengan noda tunggal pada KLT dianalisis
dengan spektrometer 1H dan 13C NMR.
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Surat pernyataan hasil determinasi daun ketepeng yang diperoleh dari
daerah Cikasungka, Kecamatan Solear, Tangerang ditunjukkan pada Lampiran 2.
Daun tersebut diidentifikasi sebagai spesies Senna alata (L.) Roxb atau Cassia
alata (L.) dengan famili Fabaceae. Kadar air serbuk daun C. alata kering
diperoleh sebesar 5.81% (Lampiran 3). Kadar air suatu bahan berguna untuk
mengoreksi rendemen ekstrak serta memperkirakan masa simpan bahan dan
ketahanannya terhadap mikrob. Kadar air kurang dari 10% berarti serbuk daun
dapat disimpan dalam jangka waktu yang cukup lama (Winarno 1992).
Kandungan Fitokimia Ekstrak Kasar Metanol
Serbuk daun C. alata dimaserasi pada suhu ruang untuk mencegah rusaknya
senyawa metabolit sekunder yang tidak tahan terhadap suhu tinggi. Pelarut
metanol dipilih karena mampu melarutkan hampir semua komponen baik yang
bersifat polar, semipolar, maupun nonpolar (Al-Ash’ary et al. 2010). Ekstrak
kasar metanol setelah dipekatkan berjumlah 380 g dengan rendemen 40%
berdasarkan bobot kering. Wujudnya pasta kental dengan warna hijau tua.
Uji fitokimia ekstrak kasar metanol dilakukan untuk menentukan secara
kualitatif golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak tersebut. Hasil uji
menunjukkan adanya senyawa golongan fenolik, flavonoid, steroid/triterpenoid,
saponin, dan alkaloid (Tabel 1). Flavonoid dan steroid/triterpenoid juga
teridentifikasi pada penelitian terdahulu, yaitu Soetjipto et al. (2007), Veerachari
dan Bopaiah (2012). Fenolik dan saponin tidak ditemukan pada Veerachari dan
Bopaiah (2012), sedangkan alkaloid tidak ditemukan pada Soetjipto et al. (2007).
Di Bangladesh, senyawa asam 2,3,7-tri-O-metilelagat merupakan golongan
fenolik yang berhasil diisolasi dari ekstrak metanol daun C. alata oleh Alam et al.
(2003). Senyawa flavonoid kaemferol-3-O-gentiobiosida pada ekstrak metanol
daun C. alata yang berasal dari Indonesia telah dilaporkan oleh Moriyama et al.
(2003). Singh et al. (2012) melaporkan isolasi senyawa flavonoid kaemferol dan
rein dari ekstrak air-metanol daun C. alata asal India. Dari ekstrak etanol biji C.
alata asal Nigeria berhasil diisolasi senyawa alkaloid kanabinoid dronabinol ((S)3-butilamino-9-metil-10,10a-dihidro-7H-benzo[c]kromen-1-ol)
(Okwu
dan
Nnamdi 2011). Perbedaan kandungan metabolit sekunder ini disebabkan oleh
perbedaan umur dan tempat tumbuh tanaman.
Tabel 1 Fitokimia ekstrak kasar metanol daun C. alata
Golongan Senyawa
Ekstrak metanol
(Penelitian ini)
Fenolik
Flavonoid
Steroid/Triterpenoid
Saponin
Alkaloid
+
+
+
+
+
Veerachari dan
Bopaiah (2012)
(Bangalore, India)
+
+
+
Soetjipto et al. (2007)
(Salatiga, Indonesia)
+
+
+
+
-
6
Hasil Isolasi dan Pemurnian Komponen
Proses isolasi diawali dengan penghilangan klorofil dalam ekstrak kasar
metanol. Klorofil yang terendapkan berjumlah 69 g (46%). Klorofil ini lengket
(seperti gom) dan berwarna hijau tua. Hilangnya klorofil dalam ekstrak dibuktikan
dengan hilangnya noda berwarna hijau di bawah sinar UV 254 nm dan noda warna
merah muda di bawah sinar UV 366 nm. Warna noda ini khas untuk klorofil
sebagaimana pernah dilaporkan oleh Khasanah et al. (2013). Filtrat bebas-klorofil
yang berwarna cokelat tua kemudian diekstraksi dengan etil asetat untuk
memisahkan sebagian tanin. Tanin dapat menyebabkan noda KLT mengekor
sehingga mengganggu pemisahan komponen kimia. Ekstrak pekat etil asetat
diperoleh sebanyak 26 g (31%), berwarna cokelat tua dan berbentuk seperti gom.
Selebihnya merupakan tanin yang berada dalam fase air dengan bobot 57 g (69%).
Ekstrak kasar metanol, ekstrak metanol bebas-klorofil, tanin, dan ekstrak etil
asetat bebas-tanin kemudian dianalisis dengan KLT menggunakan eluen terbaik,
yaitu n-heksana-EtOAc (4:6). Kromatogram KLT (Gambar 2) memperlihatkan
bahwa komponen senyawa dalam ekstrak terpisahkan dengan lebih jelas setelah
klorofil dan tanin dihilangkan. Masih tersisa noda tanin pada ekstrak etil asetat
yang menandakan bahwa sebagian tanin belum terpisahkan ke fase cair.
Klorofil
(a)
(b)
Gambar 2 Kromatogram KLT dalam eluen n-heksana-EtOAc (4:6), dari kiri ke
kanan: ekstrak kasar metanol (EM), ekstrak metanol bebas-klorofil
(EBK), tanin (Tn), dan ekstrak etil asetat bebas-tanin (EBT) dari
daun C. alata, diamati di bawah sinar UV 254 nm (a) dan 366 nm (b)
Ekstrak etil asetat diuji pola pemisahannya dengan beberapa eluen tunggal.
Eluen n˗heksana menahan pergerakan noda, sedangkan etil asetat menggerakkan
noda hingga mendekati garis batas pelarut. Campuran kedua eluen ini digunakan
sebagai sistem elusi gradien berundak untuk fraksionasi kasar dengan metode
KCV. Sebanyak 20.08 g ekstrak etil asetat difraksionasi dengan sistem eluen nheksana-EtOAc yang ditingkatkan kepolarannya, yaitu 1×200 mL n-heksana,
3×200 mL n-heksana-etil asetat 8:2, 3×200 mL 7:3, 3×200 mL 6:4, 3×200 mL
4:6, 2×200 mL 2:8, 2×200 mL 1:9 dan 2×200 mL etil asetat. Eluat-eluat yang
dihasilkan kemudian dianalisis pola pemisahannya menggunakan KLT dengan
eluen n-heksana-EtOAc (4:6). Eluat-eluat dengan pola pemisahan KLT yang
relatif sama digabungkan menjadi 1 fraksi. Dihasilkan 8 fraksi (fraksi A1–A8).
Pola pemisahan KLT setiap fraksi dengan eluen n-heksana-EtOAc (4:6)
ditunjukkan pada Gambar 3. Rendemen setiap fraksi ditunjukkan pada Tabel 2.
7
(a)
(b)
Gambar 3 Kromatogram KLT fraksi-fraksi hasil KCV dari ekstrak EtOAc daun
C. alata dalam eluen n-heksana-EtOAc (4:6) (dari kiri ke kanan:
fraksi A1–A8), diamati di bawah lampu UV 254 nm (a) dan 366 nm (b)
Tabel 2 Rendemen fraksi-fraksi hasil KCV ekstrak EtOAc daun C. alata
Fraksi
A1
A2
A3
A4
A5
A6
A7
A8
Nisbah
n-heksana-EtOAc
10:0
8:2
7:3
6:4
4:6 3:7 (I)
3:7 (II)
1:9
MeOH
Bobot (mg)
27.2
68.3
120.6
326.2
388.4
374.3
361.5
5876.2
Rendemen
(%)
0.13
0.34
0.60
1.60
1.93
1.86
1.79
29.25
Fraksi nonpolar hasil KCV ialah fraksi A1–A4. Fraksi A1 tidak difraksionasi
karena tidak menghasilkan noda KLT dengan eluen n-heksana-EtOAc (4:6).
Bobot yang dihasilkan agaknya disebabkan oleh pengotor yang tidak berpendar di
bawah lampu UV. Fraksi A2 difraksionasi karena hanya menghasilkan 2 noda
KLT dengan eluen CHCl3-metanol (0.5:9.5) dan bobotnya cukup besar. Sebanyak
68 mg fraksi A2 dimurnikan lebih lanjut menggunakan KR dengan sistem eluen nheksana-EtOAc yang ditingkatkan kepolarannya. Dihasilkan 8 fraksi, yaitu A21–
A28. Fraksi A25 (9.40 mg) difraksionasi kembali menggunakan KLT preparatif
dengan eluen n-heksana-CHCl3-EtOAc (7:1:2) dan diperoleh fraksi A251–A254
(Tabel 3). Uji KLT dengan sistem 3 eluen berbeda pada fraksi A253, yaitu dengan
n-heksana-MTC (6:4), n-heksana-EtOAc (5:5), dan CHCl3-metanol (9.5:0.5),
semuanya menghasilkan noda tunggal dengan Rf berturut-turut 0.01, 0.8, dan 0.06.
Berdasarkan hasil ini, fraksi tersebut diduga sudah murni dengan 1 komponen
senyawa (Gambar 4). Hasil ini didukung dengan hasil KLT 2-dimensi yang juga
hanya menunjukkan 1 noda (Gambar 5).
Tabel 3 Rendemen fraksi-fraksi hasil KLT preparatif fraksi A25
Fraksi
A251
A252
A253
A254
Massa (mg)
2.4
2.9
3.2
1.3
Rendemen (%)
26
31
34
14
8
(a)
(b)
(c)
Gambar 4 Kromatogram KLT fraksi A253 dalam 3 eluen berbeda; n-heksanaMTC (5:5) (a), n-heksana-EtOAc (6:4) (b), dan CHCl3-metanol
(0.5:9.5) (c), diamati di bawah lampu UV 254 nm
B
A
kloroform-metanol (9.5:0.5)
(a)
Gambar 5
A
C
D
D
B
n-heksana-EtOac (7:3)
C
(b)
Kromatogram KLT 2D fraksi A253 dalam eluen CHCl3-metanol
(9.5:0.5) (a) dan n-heksana-EtOAc (7:3) (b), diamati di bawah lampu
UV 254 nm
Fraksi A3 tidak difraksionasi karena menghasilkan noda yang cukup banyak
pada uji KLT dan bobotnya lebih kecil daripada fraksi A4 dan A5. Fraksi A4 yang
jumlahnya lebih banyak daripada fraksi A2 dan masih tergolong nonpolar juga
dipilih untuk dimurnikan menggunakan KR. Digunakan sistem eluen n-heksanaEtOAc yang ditingkatkan kepolarannya. Fraksi A5–A8 tidak dipilih karena kurang
nonpolar sekalipun bobot yang dihasilkan lebih besar daripada fraksi A4. Fraksi
A4 dimurnikan lebih lanjut menggunakan KR dengan sistem eluen n-heksanaEtOAc yang ditingkatkan kepolarannya. Diperoleh 5 fraksi, yaitu A41–A45, yang
kemudian dianalisis KLT dengan eluen n-heksana-EtOAc (5:5) (Gambar 6).
Massa setiap fraksi tersebut ditunjukkan pada Tabel 4.
9
(a)
Gambar 6
(b)
Kromatogram KLT ekstrak metanol (EM), ekstrak bebas-klorofil
(EBK), ekstrak bebas-tanin (EBT), fraksi hasil KR dari fraksi A4
(A41–A45) dalam eluen n-heksana-EtOAc (5:5), diamati di bawah
lampu UV 254 nm (a) dan 366 nm (b)
Tabel 4 Rendemen fraksi-fraksi hasil KR dari fraksi A4
Fraksi
A41
A42
A43
A44
A45
Massa (mg)
30.3
5.6
30.8
6.1
35.2
Rendemen (%)
12.9
2.4
13.1
2.6
14.9
Fraksi A45 yang bobotnya terbesar menunjukkan komponen tunggal
senyawa dengan nilai Rf 0.63 pada uji KLT dengan eluen n-heksana-EtOAc-asam
asetat (4:6:0.5) (Gambar 7). Penambahan asam asetat pada eluen ini bertujuan
memperjelas bahwa noda tersebut tunggal dan bulat. Pendarannya kuat di bawah
sinar UV 254 nm dan berbentuk minyak berwarna cokelat muda.
Rf ~ 0.63
Gambar 7
(a) (b)
Kromatogram KLT fraksi A45 dalam eluen n-heksana-EtOAc-asam
asetat (4:6:0.5) diamati di bawah lampu UV 254 nm (a) dan 366 nm
(b)
Fraksi A41 dan A43 yang bobotnya cukup besar dan hampir sama masing-masing
juga dimurnikan lebih lanjut menggunakan KR dengan sistem eluen n-heksanaEtOAc yang ditingkatkan kepolarannya. Kedua fraksi ini hanya menghasilkan 3
noda pada uji KLT, yang terpisahkan dengan baik. Fraksionasi fraksi A41
menghasilkan 2 fraksi, yaitu A411 yang memiliki 2 noda dengan Rf 0.95 dan
0.89, serta A412 yang memiliki noda tunggal dengan Rf 0.23 pada eluen nheksana-EtOAc (8:2) (Gambar 8). Massa setiap fraksi ditunjukkan pada Tabel 4.
Fraksi A412 berpendar dengan warna kuning di bawah sinar UV 254 dan 366 nm,
berbentuk serabut kristal dan berwarna kuning.
10
Rf ~ 0.95
Rf ~ 0.89
Rf ~ 0.23
(a)
(b)
Gambar 8 Kromatogram KLT fraksi A411 dan A412 dalam eluen n-heksanaEtOAc (8:2), diamati di bawah lampu UV 254 nm (a) dan 366 nm (b)
Serabut kristal ini kemudian dicuci dengan n-heksana dan diuji
kemurniannya dengan KLT 2D (Gambar 9) dan KLT dengan 3 sistem eluen
berbeda, yaitu CHCl3-aseton (9:1), n-heksana-EtOAc (7:3), dan n-heksana-CHCl3
(1:9) (Gambar 10). Kromatogram KLT 2D menunjukkan noda tunggal, demikian
pula 3 sistem eluen berbeda menghasilkan nilai Rf berturut-turut 0.80, 0.43, dan
0.05. Berdasarkan hasil ini, fraksi A412 diduga telah murni.
B
A
kloroform-metanol (9.5:0.5)
Gambar 9
A
C
D
D kloroform-aseton (9:1)
B
C
Kromatogram KLT 2D fraksi A412 dalam eluen CHCl3-metanol
(9.5:0.5) (a) dan CHCl3-aseton (9:1) (b), diamati di bawah lampu
UV 254 nm
(1) (2) (3)
(1) (2) (3)
(a)
(b)
Gambar 10 Kromatogram KLT fraksi A412 dalam 3 eluen berbeda: CHCl3-aseton
(9:1) (1), n-heksana-EtOAc (7:3) (2), dan n-heksana-CHCl3 (1:9) (3),
diamati di bawah lampu UV 254 nm (a) dan 366 nm (b)
Fraksionasi fraksi A43 menghasilkan 6 fraksi, yaitu A431–A436, lebih banyak
daripada fraksi-fraksi dari fraksi A41. Pola pemisahan KLT dengan eluen nheksana-EtOAc (5:5) menunjukkan hanya fraksi A433 (3.3 mg) yang menghasilkan
noda tunggal. Uji kemurnian fraksi A433 dengan KLT pada sistem 3 eluen berbeda,
yaitu n-heksana-EtOAc (8:2), MTC-EtOAc (8:2), dan CHCl3-EtOAc (9:1)
11
semuanya menghasilkan noda tunggal dengan Rf berturut-turut 0.26, 0.72, dan
0.33 (Gambar 11).
(1) (2) (3) (1) (2) (3)
(a)
(b)
Gambar 11 Kromatogram KLT fraksi A433 dalam 3 eluen berbeda: n-heksanaEtOAc (8:2) (1), MTC-EtOAc (8:2) (2), dan CHCl3-EtOAc (9:1) (3),
diamati di bawah lampu UV 254 nm (a) dan 366 nm (b)
Hasil Penentuan Struktur Senyawa dalam Fraksi A2 dan A4
Berdasarkan hasil pencirian dengan 1H NMR, fraksi A45 belum murni
(Lampiran 4). Senyawa golongan asam lemak diduga membentuk sinyal-sinyal di
daerah alifatik, sementara keberadaan sinyal proton vinilik di 5.5 dan 6.6 ppm
belum diketahui sumbernya. Spektrum 1H NMR fraksi A412 (Lampiran 5) juga
menunjukkan bahwa fraksi ini belum murni. Diduga masih terkandung 2 senyawa,
yaitu golongan asam lemak (sinyal-sinyal di daerah alifatik) dan flavonoid
(sinyal-sinyal di daerah aromatik). Spektrum 1H NMR fraksi A433 tidak
menunjukkan sinyal-sinyal yang jelas di daerah aromatik, agaknya disebabkan
oleh sampel yang berjumlah sedikit sehingga larutan uji sangat encer, sementara
sinyal-sinyal alifatik kemungkinan berasal dari golongan asam lemak (Lampiran
6). Senyawa flavonoid yang telah diisolasi dari ekstrak metanol daun C. alata asal
Thailand adalah 3,5,7-trihidroksi-2-(4-hidroksifenil)-4H-kromen-4-on (kaemferol)
(Panichayupakaranant dan Kaewsuwan 2004) (Gambar 12). Data geseran kimia
1
H dan 13C NMR senyawa tersebut ditunjukkan pada Tabel 5. Sementara asam
lemak yang telah dilaporkan terkandung dalam daun C. alata adalah asam stearat
dan asam palmitat (Oguwande et al. 2010) (Gambar 12).
12
Kaemferol
(Panichayupakaranant dan Kaewsuwan 2004)
Asam heksadekanoat (asam palmitat) (Ogunwande et al. 2011)
Asam oktadekanoat (asam stearat) (Ogunwande et al. 2011)
Gambar 12 Komponen kimia flavonoid dan asam lemak yang telah dilaporkan
pada C. alata
Tabel 5
Data geseran kimia 1H dan 13C NMR senyawa kaemferol dalam pelarut
CDCl3 (Panichayupakaranant dan Kaewsuwan 2004)
Atom C/H
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1’
2’/6’
3’/5
4’
H 500 MHz (ppm)
(multiplisitas, J dalam
Hz, jumlah H)
6.18 (1H, 1.9, d)
6.38 (1H, 1.9, d)
8.07 (2H, 9.0, d)
6.90 (2H, 9.0, d)
-
C 125
MHz
(ppm)
158.27
137.12
177.67
162.50
99.29
165.57
94.49
160.54
104.56
123.75
130.67
116.31
158.27
Metil p-Hidroksibenzoat (Metil Paraben)
Fraksi A253 berbentuk gom berwarna hijau muda dengan Rf
0.78 pada
eluen n-heksana-EtOAc (6:4). Jumlah yang diperoleh sebanyak 3.2 mg dengan
rendemen 34% dari fraksi A25. Spektrum 1H dan 13C NMR fraksi A253 (Lampiran
8 dan 9) dianalisis sebagai berikut. Sinyal singlet (3H) di 3.90 ppm diidentifikasi
sebagai gugus metoksi. Dua sinyal doblet (2H) di 6.85 dan 7.95 ppm dengan
tetapan kopling sama menunjukkan struktur cincin aromatik benzena
13
terdisubstitusi para (Gambar 13). Salah satu sinyal yang berada di medan atas
(upfield) (6.85 ppm), menunjukkan adanya sumbangan-elektron dari substituen di
posisi orto. Substituen penyumbang-elektron tersebut diduga adalah gugus –
OCH3 atau –OH. Sinyal lainnya di 7.95 ppm berada di medan bawah (downfield),
menunjukkan adanya substituen penarik-elektron di posisi orto. Kemungkinan
substituen penarik-elektron tersebut adalah –CO2H atau –CO2R. Geseran kimia
proton aromatik tanpa substituen lazimnya di sekitar 7.4 ppm. Spektrum ini pun
masih memperlihatkan sedikit pengotor yang diduga berupa asam lemak di daerah
1–2 ppm.
Gambar 13 Dugaan struktur dalam dari fraksi A253 benzena terdisubstitusi para
dengan substituen: penarik-elektron (X) dan penyumbang-elektron
(Y)
Spektrum 13C NMR menunjukkan 6 sinyal yang berasal dari 8 karbon.
Sinyal di 167.00 ppm merupakan sinyal khas gugus karbonil asam karboksilat atau
ester (160-180 ppm). Dua sinyal karbon sp2 di 132.09 dan 115.35 ppm memiliki
intensitas 2 kali lebih tinggi, menunjukkan bahwa masing-masing mewakili 2
atom karbon yang ekuivalen (homotopik). Sinyal di 52.09 ppm sesuai dengan
gugus metoksi. Sinyal karbon sp2 di 122.98 ppm dan 159.92 ppm memiliki
intensitas yang rendah dan hampir sama dengan intensitas derau (noise). Kedua
sinyal ini dianalisis berasal dari C-kuaterner. Sinyal yang lebih ke medan bawah
(159.92 ppm) menunjukkan bahwa atom C-kuaterner tersebut mengikat substituen
penarik-elektron yang lebih kuat. Analisis spektrum 1H dan 13C NMR ini
menghasilkan 2 kemungkinan senyawa, yaitu metil p-hidroksibenzoat atau asam
p-metoksibenzoat (Gambar 14).
(a)
(b)
Gambar 14 Dugaan senyawa dalam fraksi A253: metil p-hidroksibenzoat (a)
atau asam p-metoksi benzoat (b)
14
Untuk memastikan dugaan senyawa dalam fraksi A253, maka dibandingkan
data spektrum 1H dan 13C NMR hasil penelitian dibedakan dengan hasil
perhitungan geseran kimia berdasarkan Silverstein et al. (2005) (Lampiran 9).
Hasil perbandingan (Tabel 6) menunjukkan bahwa nilai geseran kimia hasil
penelitian memiliki nilai lebih mendekati perhitungan nilai geseran kimia untuk
senyawa metil p-hidroksibenzoat daripada senyawa asam p-metoksibenzoat. Jadi,
fraksi A253 hasil pencirian ini diduga senyawa metil p-hidroksibenzoat.
Tabel 6
Perbandingan nilai geseran kimia 1H dan 13C NMR hasil penelitian
dengan hasil perhitungan berdasarkan Silverstein et al. (2005) untuk
metil p-hidroksibenzoat dan asam p-metoksibenzoat
Metil phidroksibenzoat
(Perhitungan geseran
kimia)
Asam pmetoksibenzoat
(Perhitungan geseran
kimia)
C 125 MHz
(ppm)
H (ppm)
C (ppm)
H (ppm)
C (ppm)
122.98
132.09
115.35
159.92
52.09
167.00
-
7.90
6.91
-
123.20
131.30
115.70
159.90
-
8.06
7.02
-
123.70
130.80
114.50
164.20
-
Fraksi A253 (CDCl3)
Atom
C/H
1
2/6
3/5
4
OCH3
C=O
OH
H 500 MHz
(ppm)
(multiplisitas, J
dalam Hz,
jumlah H)
7.95 (d, 8.43, 2H)
6.85 (d, 8.43, 2H)
3.90 (s, 3H)
-
Dugaan ini diperkuat dengan membandingkan data spektrum 1H dan 13C
NMR hasil penelitian dengan pangkalan data spektrum untuk metil-phidroksibenzoat (SDBS). Hasil pembandingan (Tabel 7) nilai geseran kimia yang
tidak berbeda jauh. Oleh karena itu, senyawa dalam fraksi A253 disimpulkan
sebagai metil p-hidroksibenzoat.
Tabel 7
Perbandingan nilai geseran kimia 1H dan 13C NMR metil phidroksibenzoat dengan pangkalan data spektrum di Jepang (SDBS)
Atom
C/H
1
2/6
3/5
4
OCH3
C=O
OH
Metil p-hidroksibenzoat hasil
isolasi (CDCl3)
H 500 MHz
(ppm)
C 125
(multiplisitas, J
MHz
dalam Hz,
(ppm)
jumlah H)
122.98
7.95 (d, 8.43, 2H)
132.09
6.85 (d, 8.43, 2H)
115.35
159.92
3.9 (s, 3H)
52.09
167.00
-
Metil p-hidroksibenzoat
(SDBS)
H (ppm)
C (ppm)
7.84
6.88
3.80
-
122.11
131.98
115.39
160.62
52.12
167.72
-
Metil p-hidroksibenzoat belum pernah dilaporkan dari hasil isolasi daun C.
alata maupun pada genus Cassia dan famili Fabaceae (Wink 2013), tetapi pernah
15
dilaporkan dari tanaman famili lain. Di antaranya, senyawa ini dilaporkan telah
diisolasi dari daun Nerium oleander yang berasal dari Shambat (Almahy dan
Khalid 2006), tanaman Stocksia brahuica di Pakistan (Ali et al. 1998), dari akar
Oxalis teburosa (Bais et al. 2003), dan ekstrak metanol kulit akar Zanthoxylum
ailanthoides asal Taiwan (Cheng et al. 2003).
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Hasil uji fitokimia ekstrak metanol daun C. alata menunjukkan kandungan
senyawa steroid/triterpenoid, flavonoid, alkaloid, saponin, dan tanin. Subfraksi
A253 dalam fraksi n-heksana-etil asetat (8:2) dari ekstrak metanol daun C. alata
diidentifikasi sebagai metil p-hidroksibenzoat. Senyawa dalam 3 subfraksi lainnya
belum dapat ditentukan strukturnya karena masih berupa campuran.
Saran
Diperlukan perbanyakan jumlah sampel agar fraksi A412 dapat difraksionasi
lebih lanjut dan dapat diidentifikasi struktur flavonoid yang ada di dalamnya.
Selain itu, komponen nonpolar seperti asam lemak perlu dihilangkan dengan nheksana terlebih dahulu agar tidak mengganggu analisis spektroskopi. Studi
kandungan kimia juga perlu dilanjutkan ke fraksi semipolar dan fraksi polar.
DAFTAR PUSTAKA
[AOAC] Association of Official Analytical Chemists. 2005. Official Methods of
Analysis of AOAC International. AOAC 950.46 (B) 2005. Maryland (US):
AOAC.
[Anonim]. 2000. Familly Fabaceae. [Internet]. [diunduh 2013 Jul 24]. Tersedia
pada:http://www.freewebs.com/arl_ipb_2006/deskripsi/climber_fabaceae.
pdf.
Al-Ashary MN, Supriyanti FMT, Zackiyah. 2010. Penentuan pelarut terbaik
dalam mengekstraksi senyawa bioaktif dari kulit batang Artocarpus
heterophyllus. J Sains Teknol Kim. 1(2):150-158.
Alam A, Mamedov VA, Gubaidullin AT, Kalita D, Tsuboi S. 2003. Isolation and
identification of 2,3,7-tri-O-methylellagic acid from Cassia alata leaves. J
Nat Med. 57(2):73.
Ali Z, Viqar UA, Muhammad Z, Rasool BT. 1998. Benzoic acid derivatives from
Stocksia brahuica. Phytochemistry. 8(2):1271-1273.
Almahy AH, Khalid EH. 2006. Chemical examination of the leaves of Nerium
oleander. Int J Trop Med. 1(2):58-61.
16
Bahorun T, Neergheen VS, Aruoma OI. 2005. Phytochemical constituents of
Cassia fistula. J African Biotechnol. 4(13):1530-1540.
Bais HP, Ramarao V, Orge MV. 2003. Root specific elicitation and exudation of
fluorescent β-carbolinesin transformed root cultures of Oxalis tuberosa.
Plant Physiol Biochem. 41(4):345–353.
Bhadauria S, Singh H. 2011. Bioactive nature of flavonoids from Cassia siamea
and Lantana camara. Indian Fundamental Appl Life Sci. 1(2):107-110.
Cheng Mj, Tsai IL, Chen IS. 2003. Chemical constituents from the root bark of
Formosan Zanthoxylum ailanthoides. J Chinese Chem Soc. 50(6):12411246.
Damayanti EK. 1999. Kajian tumbuhan obat berdasarkan kelompok penyakit
penting pada berbagai etnis di Indonesia [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Fernand VE, Dinh DT, Washington SJ, Fakayode SO, Losso JN, Ravenswaay
RIO, Warner IM. 2008. Determination of pharmacologically active
compounds in root extracts of Cassia alata L. by use of high performance
liquid chromatography. Talanta. 74(4):896-902.
Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia. Padmawinata K, Soediro I, penerjemah.
Terjemahan dari: Phytochemical Methods. Bandung (ID): Penerbit ITB
Hennebelle T, Bernard W, Henry J, Sevser S, Francois B. 2009. Senna alata.
Fitoterapia 80(7):385-393.
Hermawati E. 2009. Metabolit sekunder dari salah satu tumbuhan obat Indonesia:
daun Desmodium triquentrum Linn. (Farbaceae) [skripsi]. Bandung (ID):
Institut Teknologi Bandung.
Kayembe J R, Taba KM, Ntumba K, Tshiongo MTC, Kazadi TK. 2010. In vitro
antimalarial activity of 20 quinones isolated from four plants used by
traditional healers in The Democratic Republic of Congo. J Med Plant Res.
4(11):991-994.
Khare CP. 2007. Indian Medicinal Plants: An Illustrated Dictionary. London
(GB): Springer-Verlag.
Khasanah N, Wuryanti, Suci N. 2013. Isolasi dan penentuan aktivitas spesifik
klorofilase dari daun mahoni (Swietenia mahagoni). Chem Info. 1(1):386392.
Kusmardi, Kumala S, Triana EE. 2007. Efek imunomodulator ekstrak daun
ketepeng cina (Cassia alata L.) terhadap aktivitas dan kapasitas fagositosis
makrofag. Makara Kesehatan. 11(2):50-53.
Levy AS, Carley SK. 2012. Cytotoxic activity of hexane extracts of Psidium
guajava L (Myrtaceae) and Cassia alata L (Caesalpineaceae) in Kasumi-1
and OV2008 cancer cell lines. Trop Pharmaceut Res. 11(2):201-207.
Midawa SM, Ali BD, Mshelia BZ, Johnson J. 2010. Cutaneous wound healing
activity of the ethanolic extracts of the leaf of Senna alata L (Fabaceae).
Biol Sci Bioconserv. 2:63-68.
Moriyama H, Toru I, Masahiro N, Yoshimi M. 2003. HPLC quantification of
kaempferol-3-O-gentiobioside in Cassia alata. Fitoterapia. 74(5):425-430.
doi:10.1016/S0367-326X(03)00058-3.
Odunbaku OA, Ilusanya OAF. 2011. Synergistic effects of etanol leaf extracts of
Senna alata and antimicrobial drugs on some pathogenic microbes. Adv
Environ Biol. 5(8):2162-2165.
17
Ogunwande I A, Flamini G, Cioni PL, Omikorede O, Azeez RA, Ayodele AA,
Kamil YO. 2010. Aromatic plants growing in Nigeria: essential oil
constituents of Cassia alata (Linn.) Roxb. and Helianthus annuus L. Rev
Nat Prod. 4(4):211-217.
Okwu DE, Nnamdi FU. 2011. Cannabinoid dronabinol alkaloid with antimicrobial
activity from Cassia alata Linn. Der Chemica Sinica. 2(2):247-254.
Phanichayupakaranant P, Kaewsuwan S. 2004. Bioassay-guided isolation of the
antioxidant constituent from Cassia alata L. leaves. J Sci Technool.
26(1):103-107.
Phongpaichit S, Pujenjob N, Rukachaisirikul V, Ongsakul M. 2004. Antifungal
activity from leaf extracts of Cassia alata L., Cassia fistula L. and Cassia
tora L. Songklanakarin J Sci Technol. 26(5):741-748.
[SDBS] Spectral Database for Organic Compounds. Anisic acid. [Internet]
[diunduh 2013 Nov 21]. Tersedia pada: http://www.chemspider.com/
Datasource Details.
[SDBS] Spectral Database for Organic Compounds. Methyl Paraben. [Internet]
[diunduh 2013 Nov 21]. Tersedia pada: http://www.chemspider.com/
Datasource Details.
Saito ST, Silva G, Santos RX, Gosmann G, Pungartnik C, Brendel M. 2012.
Astragalin from Cassia alata induces DNA adducts in vitro and repairable
DNA damage in the yeast Sacharomyces cerevisiae. Int J Mol Sci. 13(3):
2846-2862. doi:10.3390/ijms13032846.
Saito ST, Trentin DS, Macendo AJ, Pungartnik C, Gosmann G, Silveira JDS,
Guecheva TN, Henriques JAP, Brendel M. 2012. Bio-guided fractionation
shows Cassia alata extract to inhibit Staphylococus epidermis and
Pseudomonas aeruginosa growth and biofilm formation. Evidence-Based
Complementary
and
Alternative
Medicin.
20(12)
:1-13.
doi:10.1155/2012/867103.
Silverstein RM, Webster FX, Kiemle DJ. 2005. Spectrometic Identification of
Organic Compounds. ed. ke-7. New Jersey (US): Wiley.
Singh B, Nadkarni JR, Vishwakarma RA, Bharate SB, Nivsarkar M, Anandjiwala
S. 2012. The hydroalcoholic extract of Cassia alata (Linn.) leaves and its
major compound rhein exhibits antiallergic activity via mast cell
stabilization and lipoxygenase inhibition. J Ethnopharmacol. 141(1):469473. doi: 10.1016/j.jep.2012.03.012.
Sob SVT, Wabo HK, Tchinda AT, Tane P, Ngadjui BT, Ye Y. 2010.
Anthraquinones, sterols, triterpenoids and xanthones from Cassia
obtusifolia. Biochem Syst Ecol. 38(3):342-345. doi :10.1016/j.bse.2010.
02.002
Soetjipto H, Kristijanto AI, Asmarowati RS. 2007. Toksisitas ekstrak kasar dan
daun ketepeng cina (Sena alata L Roxb.) terhadap larva udang Artemia
Salina Leach. Biota. 12(2):78-82.
Surjowinoto M. 2006. Flora. Jakarta (ID): Pradnya Paramita.
Veerachari U, Bopaiah AK. 2012. Phytochemical investigation of the ethanolic,
methanolic, and ethyl acetate extracts of the leaves of six Cassia spesies. J
Chem Pharm Res. 3(5):574-583.
Winarno FG. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): Gramedia.
18
Wink M. 2013. Evolution of secondary metabolites in legumes (Fabaceae). South
African Botany. 51(8):1026-1034.
19
Lampiran 1 Diagram alir isolasi daun C. alata
Serbuk daun C. alata (1000.39 g)
- Dimaserasi (MeOH) 3×24 jam
- Disaring
- Dipekatkan
Residu
Ekstrak kasar MeOH (380.48 g)
Ekstrak kasar MeOH sisa
(228.91 g)
Ekstrak kasar MeOH (151.58 g)
-Dilarutkan (MeOH-air = 1:1)
-Disaring
Klorofil (69.13 g)
Filtrat MeOH-air
-Diekstraksi EtOAc (3x)
-Dipekatkan
Ekstrak EtOAc (25.25 g)
Tanin (56.81 g)
-KCV
Fraksi nonpolar
A1 (27.20 mg)
A2 (68.30 mg)
A3 (120.60 mg)
Fraksi polar
Fraksi semipolar
A5 (388.40 mg)
A4 (326.20 mg)
A6 (374.30 mg)
A8 (5876.30 mg)
KR
KR
A7 (361.50 mg)
A41……A45
A21……A211
A251..A254
KLTP
A25
A41 (30.30 mg)
A43 (30.0 mg)
KR
KR
A253 (3.3 mg)
-KLT 2D
-NMR
Metil p-hidroksibenzoat
A431….A435
A411 (2.00 mg)
-KLT 2D
-NMR
Campuran senyawa
A412 (5.00 mg)
A433 (3.3 mg)
NMR
Campuran senyawa
A45 (35.20 mg)
NMR
Campuran senyawa
20
Lampiran 2 Hasil determinasi tanaman C. alata
21
Lampiran 3 Kadar air serbuk daun C. alata
Ulangan
Bobot
serbuk (g)
1
2
3
2.0099
2.0075
2.0039
Bobot
serbuk
jam ke-5
(g)
1.8960
1.8956
1.8910
Rerata
Bobot
serbuk
jam ke-6
(g)
1.8931
1.8912
1.8853
Contoh perhitungan:
Ulangan 1
o ot a al – o ot kering
Kadar air (%) =
o ot a al
=
2 0099 g 1.8931 g
2.0099 g
= 5.81%
erata
100%
5.81% 5.79% 5.92%
5.84 %
3
Bobot
serbuk
jam ke-7
(g)
1.8994
1.8983
1.8926
100%
Kadar
Air (%)
5.81
5.79
5.92
5.84
22
Lampiran 4 Spektrum 1H NMR fraksi A45
K
e
l
i
m
p
a
h
a
n
δ (ppm)
23
Lampiran 5 Spektrum 1H NMR fraksi A412
K
e
l
i
m
p
a
h
a
n
Asam Lemak
Flavonoid
δ (ppm)
24
Lampiran 6 Spektrum 1H NMR fraksi A433
K
e
l
i
m
p
a
h
a
n
δ (ppm)
25
Lampiran 7 Spektrum 1H fraksi A253
K
e
l
i
m
p
a
h
a
n
Pengotor
δ (ppm)
26
Lampiran 8 Spektrum 13C NMR fraksi A253
K
e
l
i
m
p
a
h
a
n
δ (ppm)
27
Perhitungan geseran kimia atom H dan C pada metil p-hidroksi
benzoat dan asam p-metoksibenzoat
Lampiran 9
Efek substituen pada geseran kimia karbon benzena (128.5 ppm) (Silverstein et al.
2005)
Substituen
-OH
-(C=O)OCH3
-OCH3
-COOH
C-1 (ppm)
26.6
2.0
35.7
-7.7
C-2 (ppm)
-12.7
1.2
-14.0
1.0
C-3 (ppm)
1.6
-0.1
2.3
-14.4
C-4 (ppm)
-7.3
4.8
-4.8
31.4
Perhitungan geseran kimia:
C
1
2
3
4
δ
(ppm)
-5.3
2.8
-12.8
31.4
C
1
2
3
4
δ
(ppm)
2.0
1.2
-0.1
4.8
C
4
3
2
1
δ
(ppm)
-7.3
1.6
-12.7
26.6
C1 = 128.5 + 2.0 + (–7.3) = 123.2 ppm
C2/6 = 128.5 + 1.2 + 1.6 = 131.3 ppm
C3/5 = 128.5 + (– 0.1) + (–12.7) = 115.7 ppm
C4 = 128.5 + 4.8 + 26.6 = 159.9 ppm
C
1
2
3
4
δ
(ppm)
-4.8
2.3
-14.4
31.4
C
1
2
3
4
δ
(ppm)
2.9
1.3
0.4
4.3
C
4
3
2
1
δ
(ppm)
-7.7
1.0
-14.4
31.4
C1 = 128.5 + 2.9 + (–7.7) = 123.7 ppm
C2/6 = 128.5 + 1.3 + 1.0 = 130.8 ppm
C3/5 = 128.5 + ( 0.4) + (–14.4) = 114.5 ppm
C4 = 128.5 + 4.3 + 31.4 = 164.2 ppm
(a) Perhitungan geseran kimia atom karbon
Efek substituen pada geseran kimia proton benzena (7.36 ppm) (Silverstein et al.
2005)
Substituen
-OH
-(C=O)OCH3
-OCH3
-COOH
Zorto
-0.53
0.68
-0.45
0.77
Perhitungan geseran kimia:
H = 7.36 + Zorto + Zmeta + Zpara
H2/6 = 7.36 + 0.68 + (–0.14) = 7.90 ppm
H3/5 = 7.36 + (–0.53) + 0.08 = 6.91 ppm
Zmeta
-0.14
0.08
-0.07
0.11
Zpara
-0.43
0.19
-0.41
-0.25
H = 7.36 + Zorto + Zmeta + Zpara
H2/6 = 7.36 + 0.77 + (–0.07) = 8.06 ppm
H3/5 = 7.36 + (–0.45) + 0.11 = 7.02 ppm
(b) Perhitungan geseran kimia atom hidrogen
28
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 8 Januari 1991, merupakan anak
kedua dari 3 bersaudara dari pasangan Mad Hasyim dan Siti Mulyati. Penulis
menyelesaikan pendidikan di SMAN 6 Bogor pada tahun 2009. Pada bulan Juli
2009, penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah aktif di Ikatan Mahasiswa
Kimia (Imasika) IPB pada tahun 2010–2012 sebagai staf Departemen Peningkatan
Kualitas dan Keprofesian Mahasiswa (PK2M), dan Bina Desa (Bindes) FMIPA
pada tahun 2010–2011. Selama 2 tahun penulis diamanahkan mengajar les privat
di bimbingan belajar K-Nia dan Alumni. Selain itu, penulis pernah menjadi
asisten praktikum Kimia TPB pada tahun ajaran 2010/2011, Kimia Organik
Layanan S1 Biokimia pada tahun 2011/2012, Kimia Fisik Layanan S1 ITP
2012/2013, dan Praktikum Kimia Organik Berbasis Kompetensi 2012/2013.
Bulan Juli–Agustus 2012, penulis berkesempatan melaksanakan praktik lapangan
di Balai Besar Pascapanen Pertanian (BB Pascapanen Pertanian) dengan judul
laporan “Pengaruh Konsentrasi EDTA Dan Asam Tartarat Terhadap Kualitas
Minyak Nilam”.
Penulis juga mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa Penelitian (PKMP)
pada tahun 2011–2012 uang berjudul “Aplikasi Teknologi Membran Ultrafiltrasi
dari Limbah Bonggol Nanas yang Mampu Menyerap Logam Berat untuk
Pengolahan Virgin Coconut Oil (VCO) yang Kaya Kandungan Asam Laurat
(Lauric Acid)”. Pada tahun 2012–2013, penulis kembali mengikuti PKM dengsn
judul “Analisis Potensi Tanaman Mata Lele (Lemna sp.) sebagai Adsorben Logam
erat Cr dan P ” dan ”Hubungan Kadar Logam Kuku Siswa Sekolah Dasar dan
Pend