Kedudukan Anak Perempuan Dalam Hukum Waris Adat Pada Masyakakat Nias

Kedudukan Anak Perempuan Dalam Hukum Waris Adat
Pada Masyakakat Nias
( Sudi Di Kabupaten Nias )
Fanotona Laia
Sekolah Pascasarjana
Program Studi Magister Kenotariatan
Universitas Sumatera Utara
Abstrak
Sistem pewarisan di Indonesia dapat dilakukan menurut Hukum Islam, Hukum Perdata
Barat atau Burgerlijk Wetboek (BW) dan menurut Hukum Adat. Pada prinsipnya hukum waris itu
sama yaitu peralihan hak pewaris atas suatu harta benda kepada orang lain yang berkedudukan
sebagai ahli waris dari si pewaris oleh karena pewarisan, namun didalam proses pelaksanaanya
adalah berbed, di mana Hukum Islam dan BW menganut azas kematian, sedangkan menurut
Hukum Adat dapat dilakukan selagi pewaris masih hidup yang dilakukan menurut sistem
keturunan, sistem pewarisan mayorat, sistem pewarisan kolektif dan sistem pewarisan individual
berdasarkan sistem kekerabatan yang dianut oleh masyarakat yang bersangkutan. Ada tiga sistem
kekerabaatan di Indonesia yaitu sistem Patrilineal, Matrilineal dan Parental atau Bilateral.
Masyakat Nias termaksud kelompok masyarakat yang menganut sistem kekerabatan Patrilineal.
Pada kenyataannya, kelompok masyarakat yang menganut sistem kekerabatan yang sama tidak
selalu menganut sistem hukum adat yang sama karena masih dijumpai perbedaan- perbedaan baik
dalam sistem perkawinannya maupun dalam sistem pewarisannya.

Penelitian ini akan menjelaskan tentang kedudukan anak perempuan dalam hukum waris
adat pada masyarakat Nias berdasarkan hasil metode pendekatan maslah dari segi peraturan
perundang-undangan yang dihubungkan dengan kenyataan yang terjadi dalam praktek kehidupan
bermasyarakat. Untuk menelusuri hal-hal tersebut dilakukan penelitian yang bersifat deskriptif
analitis dengan pendekatan yuridis sosiologis. Lokasi penelitian dilakukan di Kecamatan
Gunungsitoli, Kabupaten Nias dan Kecamatan Gomo, Kabupaten Nias Selatan (Hasil pemekaran
Kabupaten Nias), Propinsi Sumatera Utara. Data primer diperoleh dari hasil wawancara langsung
dengan responden. Untuk melengkapi data diperlukan tambahan informasi dari nara sumber lain
yaitu Tokoh Adat, Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, Pengadilan dan Praktisi Hukum. Untuk
mendapatkan data sekunder dilakukan dengan penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan.
Analisis data dilakukan secara kualitatif dan disajikan secara deskriptif yang kemudian ditarik
suatu kesimpulan dengan metode berpikir induktif dan deduktif.
Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa perkawinan pada masyarakat Nias
dilangsungkan dengan jujur. Asal usul harta warisan menurut hukum adat Nias adalah harta
bawaan yang diperoleh suami-isteri sebelum pernikahan yang kemudian secara otomatis menjadi
harta bersama setelah perkawinan. Sistem pembagian warisan menurut hukum adat Nias
dilakukan dengan sistem pewarisan individual atau perorangan. Kedudukan anak perempuan
dalam hukum waris adat Nias tidak terhitung sebagai ahli waris dari harta peninggalan orang
tuanya dan bagian yang diterima oleh anak perempuan hanya bersifat pemberian yang merupakan
tanda kasih sayang orang tua kepada anaknya.

Disarankan kepada instansi terkait atau Lembaga Pemerintah melalui Perguruan Tinggi
melalui Perguruan Tinggi maupun Lembaga Swasta untuk melakukan penyuluhan hukum kepada
masyarakat di Kecamatan Gunung Sitoli, Kabupaten Nias dan masyarakat di Kecamatan Gomo,
Kabupaten Nias Selatan (hasil pemekaran Kabupaten Nias) terutama mengenai produk hukum
Mahkamah Agung yang berkaitan dengan hukum waris adat, khususnya hak mewaris bagi anak
perempuan terhadap harta kekayaan orang tuanya.

1
e-USU Repository ©2005 Universitas Sumatera Utara

Kata Kunci:
- Kedudukan anak perempuan
- Hukum waris adat
- Masyarakat Nias

2
e-USU Repository ©2005 Universitas Sumatera Utara