Optimization of physiological conditions japanese quail (Coturnix coturnix japonica) with turmeric powder supplementation (Curcuma longa)

OPTIMALISASI KONDISI FISIOLOGIS
PUYUH JEPANG (Coturnix coturnix japonica) DENGAN
SUPLEMENTASI SERBUK KUNYIT (Curcuma longa )

TYAS RINI SARASWATI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Optimalisasi Kondisi
Fisiologis Puyuh Jepang (Coturnix coturnix japonica) dengan Suplementasi
Serbuk Kunyit (Curcuma longa) adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2013
Tyas Rini Saraswati
NRP B161090041

RINGKASAN
TYAS RINI SARASWATI. Optimalisasi Kondisi Fisiologis Puyuh Jepang
(Coturnix coturnix japonica) dengan Suplementasi serbuk Kunyit (Curcuma
longa). Dibimbing oleh WASMEN MANALU, DAMIANA RITA EKASTUTI,
dan NASTITI KUSUMORINI.

Puyuh jepang memiliki nilai ekonomis yang sangat tinggi. Produksi telur
menurun seiring dengan penurunan kondisi fisiologis puyuh, baik karena penuaan
atau stres. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengoptimalkan kondisi
fisiologis puyuh dengan suplemen serbuk kunyit. Penelitian ini dilakukan dalam
empat tahap: 1. Menentukan umur saat penurunan kondisi fisiologis hati puyuh
jepang, 2. Menentukan dosis optimal serbuk kunyit untuk memperbaiki kondisi
fisiologis puyuh jepang, 3. Mengetahui pengaruh pemberian serbuk kunyit
terhadap profil hormon reproduksi dalam satu siklus ovulasi, 4. Mengetahui
pengaruh pemberian serbuk kunyit pada waktu yang berbeda dan jenis pakan yang

berbeda pada puyuh jepang.
Penurunan kondisi fisiologis puyuh jepang terjadi setelah umur 7-8 bulan
yang ditunjukkan dengan penurunan bobot badan, prosentase bobot hati/bobot
badan, diameter hepatosit, bobot ovarium dan saluran reproduksi, serta terjadi
peningkatan kadar SGPT dan SGOT serum. Serbuk kunyit dengan dosis 54
mg/ekor/hari dapat meningkatkan fungsi hati. Kurkumin dalam serbuk kunyit
sebanyak 7,97% memiliki efek hepatoprotektif, yang didukung oleh persentase
kenaikan bobot hati / bobot badan, kadar DNA hati, diameter hepatosit, dan
penurunan kadar SGPT dan SGOT , trigliserida, dan kolesterol serum.
Kandungan fitoestrogen dalam serbuk kunyit sebesar 6,73% mampu menginduksi
peningkatan sintesis vitelogenin sebagai prekursor kuning, sehingga kadar
vitelogenin dalam darah meningkat. Sebagian vitelogenin disimpan dalam
hepatosit yang ditunjukkan dengan banyaknya vakuola dalam sitoplasma
hepatosit. Vitelogenin terutama didistribusikan ke folikel ovarium untuk
pertumbuhan hirarki folikel. Pertumbuhan hirarki folikel dapat mempercepat
pematangan folikel, yang dibuktikan dengan memperpendek waktu siklus ovulasi
sekitar 5 jam 35 menit, dan peningkatan jumlah telur. Jumlah folikel yang
diovulasikan dapat memacu pertumbuhan sel-sel kelenjar saluran reproduksi
untuk mengeluarkan putih telur, membran kerabang, dan kerabang telur. Serbuk
kunyit juga mampu meningkatkan penyerapan kalsium, sehingga dapat

meningkatkan kualitas kerabang telur. Jumlah folikel juga memberikan kontribusi
untuk meningkatkan kualitas telur yang dibuktikan dengan penurunan kolesterol,
dan lemak telur. Hal ini disebabkan meningkatnya jumlah folikel, maka lemak,
dan kolesterol akan didistribusikan ke banyak folikel. Pemberian serbuk kunyit
paling efektif jika diberikan sebelum masak kelamin. Pemberian serbuk kunyit
dapat memperpanjang produktivitas puyuh. Pemberian pakan dengan protein
lebih tinggi dari kebutuhan tidak dapat meningkatkan produktivitas puyuh.
Kata kunci: puyuh jepang, fungsi hati, serbuk kunyit, vitelogenin.

SUMMARY
TYAS RINI SARASWATI. Optimization of Physiological Conditions Japanese
Quail (Coturnix coturnix japonica) with Turmeric Powder Supplementation
(Curcuma longa). Supervised by WASMEN MANALU, DAMIANA RITA
EKASTUTI, and NASTITI KUSUMORINI.

Quail have an economic value. Egg production decreased as the decline of
the quail’s physiological conditions, either due to aging or stress. The purpose of
this study was to optimize the physiological condition of quail with turmeric
powder supplementation. The study was conducted in four stages: 1. Determining
the physiological deterioration quail, 2. Getting the optimal dose of turmeric

powder to improve quail physiological conditions, 3. Knowing the profile of
reproductive hormones in an ovulation cycle, 4. Determining the effect of
turmeric powder at different times and types of feed on Japanese quail.
The decline in quail’s liver function occurs after the age of 7-8 months as
evidenced by a decrease in body weight, percentage of liver weight / body weight,
hepatocytes diameter, ovarium and reproductive tracts weight, as well as an
increase in the levels of SGPT and SGOT serum.Turmeric powder at a dose of 54
mg / quail / day may improve liver function. Curcumin in the content of turmeric
powder at 7.97% has a hepatoprotective effect, which was supported by the
percentage increase in liver weight / body weight, DNA content of the liver,
hepatocytes diameter, and decrease in SGPT and SGOT levels, triglycerides, and
blood cholesterol. Content of phytoestrogens in turmeric powder at 6.73% was
able to induce increased synthesis vitellogenin as yolk precursor, so vitellogenin
levels in the blood rise. Most vitellogenin stored in hepatocytes was indicated by
the number of vacuoles in the cytoplasm of hepatocytes. Vitellogenin mainly
distributed to the ovarian follicle to the development hierarchy. The number of
growing follicles may accelerate follicular maturation, as evidenced by the
shortening of the cycle time of ovulation approximately 5 hours 35 minutes, and
an increase in the number of eggs. The number of follicles was ovulated that can
spur the growth of the glandular cells of the reproductive tract to secrete albumen,

shell membranes, and eggshell. Turmeric powder is also able to increase the
absorption of calcium, so it can improve the quality of the eggs. The number of
growing follicles also contributes to improving egg quality which evidenced by
the decrease in cholesterol and fat eggs. This is due to the growing number of
follicles, fat, and cholesterol will be distributed to many follicles.
Provision of turmeric powder was most effective when given before
maturity sexual. Giving turmeric may extend quail’s productivity. Feeding the
higher protein did not able to increase the productivity of quail.
Keywords:Japanese quail, liver function, turmeric powder, vitellogenin.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


OPTIMALISASI KONDISI FISIOLOGIS
PUYUH JEPANG (Coturnix coturnix japonica) DENGAN
SUPLEMENTASI SERBUK KUNYIT (Curcuma longa )

TYAS RINI SARASWATI

Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada
Program Studi Ilmu-Ilmu Faal dan Khasiat Obat

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

2

Penguji pada Ujian Tertutup:

1. Dr.Ir. Rukmiasih.MS
Staf Pengajar Departemen IPTP Fakultas Peternakan IPB
2. Dr.Drh. Wiwin Winarsih.MSi.AP.Vet
Staf Pengajar Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi FKH IPB

Penguji pada Ujian Terbuka:
1. Prof.Dr.Ir. Sofjan Iskandar M.Rur.Sc
Peneliti Utama Badan Litbang Pertanian, Balai Penelitian Ternak Ciawi
Bogor
2. Dr. Ir Rachmat Pambudy, MS
Kepala Bagian Bisnis dan Kewirausahaan Departemen Agribisnis Fakultas
Ekonomi dan Management IPB

3
Judul Disertasi: Optimalisasi Kondisi Fisiologis Puyuh Jepang (Coturnix
coturnix japonica) dengan Suplementasi Serbuk Kunyit
(Curcuma longa)
Nama
NRP


: Tyas Rini Saraswati
: B161090041

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof. Ir. Wasmen Manalu,Ph.D
Ketua

Dr drh Damiana Rita Ekastuti MS
Anggota

Dr Nastiti Kusumorini
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu-Ilmu Faal dan Khasiat
Obat


Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof drh Agik Suprayogi, MSc,Ph.D

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian:
29 Agustus 2013

Tanggal Lulus:

4

PRAKATA
Puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayahNya
sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema penelitian dengan judul :
Optimalisasi Kondisi Fisiologis Puyuh Jepang (Coturnix coturnix japonica)
dengan Suplementasi Serbuk Kunyit (Curcuma longa), telah dilaksanakan sejak
Mei 2011 sampai dengan Desember 2012.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Ir Wasmen Manalu,Ph.D, Dr
drh Damiana Rita Ekastuti,MS dan Dr Nastiti Kusumorini selaku komisi
pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, motivasi serta saran.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada orang tua, suami, anak-anak,
kakak, adik, teman-teman dan semua pihak yang telah memberikan dorongan,
bantuan moril dan materiil kepada penulis selama penelitian.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2013
Tyas Rini Saraswati

5

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

ii

DAFTAR GAMBAR


iii

DAFTAR LAMPIRAN

iv

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Hipotesis Penelitian
Manfaat Penelitian
Tingkat Kebaruan (Novelty)
Kerangka Penelitian
2 TINJAUAN PUSTAKA
Puyuh Jepang (Coturnix coturnix japonica)
Hati
Regulasi hormon reproduksi
Serbuk Kunyit dan Perbaikan Fungsi Hati
Sistem reproduksi unggas betina
Kualitas telur
Pakan

1
1
2
3
3
3
4
4
5
5
6
8
11
13
15
17

3 PENENTUAN UMUR SAAT PENURUNAN KONDISI FISIOLOGIS
HATI PADA PUYUH JEPANG (Coturnix coturnix japonica)
Abstrak
Abstract
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil dan Pembahasan
Simpulan
Daftar Pustaka

18
18
18
19
20
22
26
26

4 PENENTUAN KADAR OPTIMAL SERBUK KUNYIT UNTUK
MEMPERBAIKI KONDISI FISIOLOGIS PUYUH JEPANG
(Coturnix coturnix japonica)
Abstrak
Abstract
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil dan Pembahasan
Simpulan
Daftar Pustaka

28
28
29
30
31
33
39
39

5 PENGARUH PEMBERIAN SERBUK KUNYT TERHADAP
PROFIL HORMON REPRODUKSI

42

6
Abstrak
Abstract
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil dan Pembahasan
Simpulan
Daftar Pustaka
6 PENGARUH SUPLEMEN SERBUK KUNYIT PADA WAKTU
PEMBERIAN DAN PROTEIN PAKAN YANG BERBEDA
PADA PUYUH JEPANG (Coturnix coturnix japonica)
Abstrak
Abstract
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil dan Pembahasan
Simpulan
Daftar Pustaka
7 PEMBAHASAN UMUM
8 SIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

42
43
44
45
47
50
51

52
52
53
54
56
58
82
82
85
88
89
95

DAFTAR TABEL
1
2
3

4

5

6

7

Rataan bobot badan, prosentase bobot hati/bobot badan,
bobot hati, diameter hepatosit puyuh jepang pada berbagai umur
Rataan kadar vitelogenin, SGPT, SGOT, bobot saluran reproduksi
dan ovarium puyuh jepang pada berbagai umur
Rataan konsumsi pakan, bobot badan, bobot lemak,
bobot hati/bobot badan, diameter hepatosit, kadar vitelogenin,
SGPT, SGOT, trigliserida dan kolesterol serum puyuh jepang
pada umur 60 hari
Rataan bobot saluran reproduksi dan ovarium, panjang magnum,
isthmus, uterus, jumlah folikel, dan diameter F1 puyuh jepang
pada umur 60 hari, setelah pemberian suplemen serbuk kunyit
Rataan bobot telur awal, Indeks kuning telur, Indeks kerabang
telur, haugh unit, kadar kolesterol, lemak dan protein
telur pertama puyuh jepang
Rataan kadar kalsium pakan, serum, tulang, kerabang dan feses
puyuh jepang umur 60 hari, setelah pemberian suplemen
serbuk kunyit
Rataan konsumsi pakan harian, pertambahan bobot badan,
bobot lemak dan konsumsi minum puyuh jepang

23
25

34

37

38

39
59

7
8

9
10
11
12
13
14

15
16

Rataan prosentase bobot hati/bobot badan, bobot hati,
kadar DNA dan RNA hati, dan kadar vitelogenin dalam darah
puyuh jepang umur 9 bulan
Rataan kadar vitelogenin, SGPT, SGOT, glukosa, trigliserida,
kolesterol dan protein dalam darah puyuh jepang umur 9 bulan
Rataan jumlah telur, bobot telur, Indeks kuning telur,
Indeks kerabang telur, dan Haugh Unit puyuh jepang umur 9 bulan
Rataan lemak telur yang diproduksi pertama, bulan ke 4 dan 9
Rataan kolesterol telur yang diproduksi pertama, bulan ke 4 dan 9
Rataan protein telur yang diproduksi pertama, bulan ke4 dan 9
Rataan kadar kalsium darah, kerabang, tulang, dan feses
puyuh jepang umur 9 bulan setelah diberi perlakuan suplemen
serbuk kunyit
Rataan bobot ovarium, bobot dan panjang saluran reproduksi,
jumlah folikel, dan diameter F1 puyuh jepang umur 9 bulan
Kriteria pertumbuhan sel penyusun saluran reproduksi

61
66
69
71
71
73

74
75
76

DAFTAR GAMBAR
1 Bagan Alur Kerangka pemikiran
2 Jalur Sintesis Steroid
3 Regulasi hormon dalam biosintesis vitelogenin
4 Organ reproduksi pada puyuh betina
5 Anatomi telur dilihat dari potongan melintang telur
6 Bagan alur penelitian Tahap I
7a.Hati puyuh jepang
7 Hepatosit puyuh jepang
8 Bagan alur penelitian Tahap II
9a.Hati puyuh jepang umur 60 hari
9 Hepatosit puyuh jepang umur 60 hari
10 Hirarki folikel ovarium puyuh jepang kontrol dan setelah
pemberian serbuk kunyit 13.5 mg/ekor/hari, 27 mg/ekor/hari, dan
54 mg/ekor/hari
11 Bagan alur penelitian Tahap III
12 Grafik profil hormon progesteron pada ayam kontrol
dan ayam yang diberi perlakuan serbuk kunyit pada
satu siklus ovulasi
13 Grafik profil hormon estriol pada ayam kontrol
dan ayam yang diberi perlakuan serbuk kunyit pada
satu siklus ovulasi
14 Hirarki folikel ovarium pada ayam kontrol

5
9
10
15
16
22
24
24
33
35
35

36
46

47

48
50

8
15 Hirarki folikel ovarium pada ayam yang diberi perlakuan
serbuk kunyit
16 Bagan alur perlakuan Tahap IV
17 Hati puyuh perlakuan A0
18 Hati puyuh perlakuan A1
19 Hati puyuh perlakuan A2
20 Hati puyuh perlakuan A3
21 Hati puyuh perlakuan A4
22 Hati puyuh perlakuan B0
23 Hati puyuh perlakuan B1
24 Hati puyuh perlakuan B2
25 Hati puyuh perlakuan B3
26 Hati puyuh perlakuan B4
27 Hirarki folikel puyuh jepang umur 9 bulan
28 Magnum puyuh jepang
29 Isthmus puyuh jepang
30 Uterus puyuh jepang

50
58
63
63
63
63
63
64
64
64
64
64
76
78
79
80

DAFTAR LAMPIRAN
1 Prosedur pengukuran bobot badan, bobot hati, bobot ovarium,
bobot saluran reproduksi, dan bobot telur
2 Prosedur pengukuran pertambahan bobot badan
3 Prosedur pengukuran konsumsi pakan
4 Prosedur pengukuran konsumsi minum
5 Pengukuran kadar SGOT serum
6 Pengukuran kadar SGPT serum
7 Prosedur Penentuan Kadar DNA
8 Penentuan Kadar RNA
9 Prosedur Penentuan Hormon Estrogen/Progesteron
10 Prosedur pengukuran kadar vitelogenin
11 Prosedur penentuan kadar kalsium
12 Prosedur penentuan kadar kolesterol telur
13 Pembuatan preparat histolog hati dan saluran reproduksi
14 Prosedrur pengukuran hirarki folikel
15 Prosedur pengukuran Indeks kuning telur (yolk)
16 Prosedur pengukuran Indeks putih telur (albumin)
17 Prosedur pengukuran Indeks kerabang telur
18 Prosedur perhitungan jumlah telur

96
96
96
96
96
96
96
97
97
97
99
100
100
101
101
101
101
102

1. PENDAHULUAN

Latar Belakang
Populasi penduduk Indonesia sekitar 220 juta orang memerlukan kesediaan
pangan hewani bermutu tinggi. Rataan konsumsi pangan hewani asal daging dan telur
bagi masyarakat Indonesia adalah 4,1 dan 0,3 g/kapita/hari. Sejak tahun 1955
Indonesia sudah mampu berswasembada telur dan daging ayam, akan tetapi
masyarakat di Indonesia baru mengkonsumsi protein hewani sebanyak 4,19
g/kapita/hari (Siswono 2005). Komponen telur, selain sebagai sumber nutrien, juga
mempunyai beberapa fungsi biologis, yang meliputi immunomodulator, antioksidan,
yang bermanfaat bagi kesehatan ( Kovacs et al. 2005).
Puyuh termasuk ternak dengan produktivitas yang relatif tinggi, mulai bertelur
sekitar umur 42 hari (Nixon 2008), dengan bobot telur sebesar 10 -11 g setiap
butirnya. Pada permulaan masa bertelur, produksi telurnya sedikit dan akan cepat
meningkat sesuai bertambahnya umur. Puyuh mencapai puncak produksi pada
minggu ke-13. Biasanya puyuh betina yang telah berumur 6-8 bulan sering diafkir
dan dijadikan puyuh pedaging (Tetty 2002).
Awal siklus reproduksi ditandai dengan sintesis vitelogenin oleh sel hati.
Vitelogenin adalah prekursor kuning telur. Pemicu sintesis vitelogenin adalah hormon
estrogen yang disintesis di bawah regulasi axis hipotalamus-hipofisis-gonad (Levi et
al. 2009). Seiring dengan bertambahnya umur, jumlah reseptor estrogen pada
sejumlah jaringan menurun. Ketika estrogen menurun produksi telur akan menurun
(Beck and Hansen 2004). Vitelogenin yang disintesis di hati, dikeluarkan ke plasma
dan diangkut ke oosit (Ito et al. 2003). Selanjutnya terjadi pertumbuhan oosit yang
diikuti dengan peningkatan akumulasi vitelogenin dalam oosit. Ovum yang sudah
matang akan berhenti menghasilkan estrogen, sebaliknya akan mensekresi
progesteron. Progesteron selanjutnya akan memacu hipofisis untuk mensekresikan
“luteinizing hormon” (LH) yang kemudian akan menginduksi ovum yang sudah
matang untuk diovulasikan ke dalam oviduk. Di dalam oviduk terjadi proses
pembentukan putih telur yang diekskresikan oleh sel epitelium dan sel kelenjar
tubuler, kemudian terjadi pembentukan kerabang telur oleh kelenjar kerabang.
Produksi telur secara terus menerus akan meningkatkan kerja hati dan organorgan reproduksi selama pembentukan telur. Hati merupakan organ yang menopang
kelangsungan hidup hampir seluruh organ lain di dalam tubuh, juga merupakan organ
yang mempunyai berbagai fungsi metabolisme serta menyediakan enzim yang
diperlukan untuk metabolisme tubuh, melakukan detoksifikasi, membentuk beberapa
hormon dan lain-lain sehingga fungsi hati secara berangsur-angsur menurun dan
akan menurunkan produktivitas.
Serum glutamic oxaloacetic transaminase (SGOT) dan serum glutamic pyruvic
transaminase (SGPT) berhubungan dengan kondisi fisiologis hati. SGOT secara
normal didapatkan pada beberapa jaringan seperti di jantung, ginjal, otak, otot, tetapi
paling banyak di hati, sedangkan SGPT secara normal terkonsentrasi di hati. Enzim

2

tersebut biasanya terdapat dalam sel. Ketika terjadi kerusakan hati, enzim-enzim
tersebut dikeluarkan dari hati ke pembuluh darah, sehingga terjadi peningkatan kadar
enzim tersebut di dalam darah (Gorman et al. 2008).
Kemampuan hati untuk melakukan regenerasi merupakan suatu proses di
bawah pengaruh aktivasi faktor transkripsi yang mengarah pada proses mitosis.
Kurkumin merupakan zat aktif pada kunyit yang ikut berperan dalam proses tersebut.
Kurkumin berperan sebagai antioksidan, antiinflamasi, antibakteri, antivirus
(Aggarwal et al. 2006).
Serbuk kunyit merupakan sumber fitoestrogen dari golongan flavonoid,
mempunyai aktivitas mengikat reseptor estrogen (Ravindar et al. 2007). Reseptor
estrogen berlokasi di sitosol atau nukleus sel-sel target. Selanjutnya ikatan
fitoestrogen dengan reseptor estrogen menyebabkan peningkatan sintesis protein
terkait, menghasilkan respon fisiologis (Levi et al. 2009).
Faktor eksternal yang mempengaruhi pembentukan telur adalah pakan. Pakan
merupakan komponen penting dalam proses pembentukan vitelogenin. Vitelogenin
pada dasarnya adalah proses akumulasi nutrien dalam sel telur, sehingga ketersediaan
nutrien pada sel telur akan menentukan kualitas telur.

Perumusan Masalah
Penurunan produktivitas puyuh disebabkan banyak faktor. Salah satu faktor
adalah berkurangnya fungsi hati maupun sel-sel penghasil komponen telur lainnya,
yang disebabkan organ-organ tersebut terus menerus mensintesis komponenkomponen telur. Keadaan tersebut menyebabkan melemahnya aktivitas fisiologis
organ, sehingga mempercepat terjadinya degenerasi sel hati, dan akan diikuti dengan
penurunan produksi vitelogenin. Hal ini merupakan salah satu penyebab mengapa
hanya beberapa folikel yang mengalami ovulasi, dan banyak yang mengalami atresia
karena menerima jumlah vitelogenin secara tidak proporsional.
Kurkumin diketahui dapat memperbaiki fungsi hati, dengan cara mempercepat
regenerasi sel hati dan melindungi hati dari pengaruh zat racun yang dapat merusak
fungsi hati. Kandungan fitoestrogen dalam serbuk kunyit dapat menstimulasi fungsi
hati dalam metabolisme substrat maupun sintesis vitelogenin yang berlangsung secara
maksimum.
Studi ilmiah yang mendukung manfaat serbuk kunyit yang mengandung
kurkumin dan senyawa lainnya untuk menginduksi fungsi hati dalam meningkatkan
sintesis vitelogenin pada burung puyuh belum dilakukan. Pemberian serbuk kunyit
dapat mengantisipasi masalah bertambahnya umur agar tetap berdaya guna,
produktif, bebas dari penyakit yang berat, dan dengan status fungsional yang baik.
Berdasarkan uraian tersebut di atas timbul pemikiran bagaimana peran
kurkumin dalam serbuk kunyit dalam memperbaiki fungsi hati dan organ-organ
reproduksi sehingga mampu meningkatkan biosintesis vitelogenin dan komponen
penyusun telur lainnya sebagai upaya meningkatkan produktivitas puyuh.

3

Tujuan Penelitian
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Penelitian ini bertujuan untuk :
Mengetahui waktu terjadinya penurunan fungsi hati dalam biosintesis vitelogenin
pada puyuh jepang.
Mendapatkan dosis optimal serbuk kunyit dalam memperbaiki fungsi hati untuk
biosintesis vitelogenin.
Menganalisis perubahan fisiologis puyuh jepang setelah diberi suplemen serbuk
kunyit.
Membuktikan bahwa terjadi perbaikan fungsi hati dan organ reproduksi pada
puyuh jepang yang diberi suplemen serbuk kunyit.
Membuktikan terjadi peningkatan produktivitas dan kualitas puyuh jepang yang
diberi suplemen serbuk kunyit.
Mendapatkan perbedaan profil hormon estriol, progesteron dalam satu siklus
ovulasi pada hewan kontrol dan setelah pemberian serbuk kunyit.
Mengamati pengaruh suplemen serbuk kunyit pada waktu pemberian dan protein
pakan yang berbeda pada puyuh jepang.

Hipotesis Penelitian
1.
2.
3.

4.

5.
6.

Penurunan fungsi hati pada periode tertentu akan diikuti dengan penurunan
biosintesis vitelogenin.
Terdapat perbedaan fisiologis puyuh jepang sebelum dan sesudah diberi
suplemen serbuk kunyit.
Suplemen serbuk kunyit dapat mengoptimalkan kondisi fisiologis dan penundaan
penuaan puyuh jepang dengan meningkatnya perbaikan fungsi hati dan organ
reproduksi.
Suplemen serbuk kunyit akan meningkatkan produktivitas dan kualitas puyuh
jepang dengan meningkatnya bobot tubuh, peningkatan fungsi hati, vitelogenin,
peningkatan kualitas dan jumlah telur.
Pemberian serbuk kunyit mempengaruhi profil hormon estriol dan progesteron
dalam darah.
Pakan dan waktu pemberian serbuk kunyit yang tepat akan meningkatkan
produktivitas dan kualitas telur burung puyuh.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi ilmiah tentang potensi
pemberian serbuk kunyit dalam optimalisasi kondisi fisiologis dan penundaan proses
penuaan puyuh jepang (Coturnix coturnix japonica), terutama berkaitan dengan
mekanisme peran kurkumin dan senyawa lain pada serbuk kunyit dalam meregulasi
fungsi seluler tubuh sebagai upaya peningkatan produktivitas.

4

Tingkat Kebaruan (Novelty)
Penelitian mengenai perlakuan pemberian suplemen serbuk kunyit dalam
optimalisasi kondisi fisiologis dan penundaan penuaan pada puyuh jepang (Coturnix
coturnix japonica) dalam rangka peningkatan produktivitas melalui perbaikan fungsi
hati, biosintesis vitelogenin, komponen penyusun telur dan penanda fisiologis
lainnya, merupakan penelitian yang pertama kali dilakukan.

Kerangka Pemikiran
Bertambahnya umur puyuh menyebabkan terjadi penurunan fungsi hati dan
organ reproduksi. Penurunan organ reproduksi puyuh betina seiring bertambahnya
umur menyebabkan berkurangnya sekresi hormon estrogen. Hal ini merupakan
penyebab terjadinya penurunan sintesis prekursor kuning telur (vitelogenin) oleh hati.
Hati berperan dalam mensintesis vitelogenin, yang akan didistribusikan ke folikel
ovarium. Berkurangnya produksi vitelogenin menyebabkan semakin banyak folikel
yang tidak berkembang dan mengalami atresia. Usaha untuk mengatasi masalah ini,
dengan melakukan penelitian menggunakan serbuk kunyit yang dicampurkan dalam
pakan. Serbuk kunyit mengandung kurkumin yang bersifat sebagai hepatoprotektor
dan fitoestrogen yang mampu berperan sebagai estrogen yang dapat menstimulasi
hati untuk mensintesis vitelogenin.
Dari uraian tersebut dapat dijelaskan bahwa bertambahnya umur akan
menurunkan produktivitas puyuh. Untuk mengetahui bagaimana peran serbuk kunyit
dalam optimalisasi dan perbaikan kondisi fisiologis hati dapat diketahui dari kegiatan
penelitian yang dibagi atas empat tahap. Penelitian dilakukan dengan metode yang
spesifik yang hasil dan pembahasannya disampaikan pada bagian tersendiri dari
disertasi ini, dengan judul :
1. Penentuan umur saat penurunan kondisi fisiologis hati pada puyuh jepang
2. Penentuan kadar optimal serbuk kunyit untuk memperbaiki kondisi fisiologis
puyuh jepang.
3. Pengaruh pemberian serbuk kunyit terhadap profil hormon reproduksi dalam satu
siklus ovulasi.
4. Pemberian suplemen serbuk kunyit pada waktu pemberian dan protein pakan
yang berbeda pada puyuh jepang.

5

UMUR PUYUH JEPANG

FUNGSI
HATI

ORGAN
REPRODUKSI

SERBUK KUNYIT



Kurkumin
Fitoestrogen

PAKAN

HORMON

VITELOGENIN

HIRARKI FOLIKEL

PRODUKTIVITAS
Gambar 1 Bagan Alur Kerangka Pemikiran

2. TINJAUAN PUSTAKA
Puyuh jepang (Coturnix coturnix japonica)
Puyuh jepang dikelompokkan ke dalam kelas dengan susunan taksonomi
sebagai berikut :
Kelas
: Aves
Ordo
: Galiformes
Sub Ordo
: Phasianoidae
Famili
: Phasianidae
Sub Famili : Phasianinae
Genus
: Coturnix
Species
: Coturnix- coturnix japonica (Nixon 2008).

6

Puyuh jepang merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang, ukuran tubuh
relatif kecil, berkaki pendek. Puyuh jepang merupakan bangsa burung liar yang
pertama kali diternakkan di Amerika Serikat tahun 1870 dan terus dikembangkan ke
penjuru dunia. Di Indonesia puyuh mulai dikenal dan diternakkan semenjak akhir
tahun 1979. Ternak puyuh memiliki potensi besar untuk dikembangkan seperti halnya
ternak ayam, karena puyuh memiliki sifat-sifat dan kemampuan menguntungkan
antara lain:
1. Puyuh jepang dipelihara untuk diambil telur dan dagingnya.
2. Kebutuhan pakan sangat sedikit, yaitu 14 g/ekor/hari. Puyuh dewasa
memerlukan makanan sekitar 20 g/ekor/hari.
3.
Mencapai dewasa kelamin pada umur muda, yaitu 42 hari atau 6 minggu.
4.
Lama menetas singkat, yaitu 16-17 hari (Nixon 2008).

Hati
Hati merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh dan terdiri dari dua lobus,
yaitu lobus kanan dan kiri (Reavill 2005). Tiap lobus tersusun atas unit-unit kecil
yang disebut lobulus. Lobulus terdiri dari sel-sel hati, disebut hepatosit. Hepatosit dan
jaringan hati mudah mengalami regenerasi.
Hati menerima darah dari 2 sumber, yaitu arteri hepatika (banyak mengandung
oksigen) dan vena porta (kaya zat gizi, yang menerima darah dari lambung, usus,
pankreas dan limpa). Kedua sumber tersebut mengalir ke kapiler hati yang disebut
sinusoid, kemudian diteruskan ke vena sentralis di setiap lobulus. Aliran darah dari
semua lobulus menuju ke vena hepatika kemudian dialirkan ke vena kava inferior.
Darah mudah masuk dan keluar hati melalui vena porta dan vena kava (Reavill 2005).
Fungsi Hati
1. Hati merupakan tempat aktivitas metabolik bagi karbohidrat, protein, dan lipid.
Hati juga menyimpan energi dalam bentuk glikogen dan menguraikan hasil sisa
protein menjadi asam urat yang dikeluarkan melalui ginjal.
2. Hepatosit bertanggung jawab untuk konjugasi bilirubin dan ekskresi ke dalam
saluran empedu.
3. Hati mendetoksifikasi banyak produk metabolik, obat, dan toksin sebelum
diekskresikan ke dalam urin.
4. Pada unggas hati juga berfungsi sebagai organ tempat biosintesis vitelogenin.
Vitelogenin
Vitelogenin merupakan prekursor kuning telur yang disintesis dalam hati.
Vitelogenin unggas terdiri dari dua polipeptida dan di dalamnya berisi lipovitelin dan
fosvitin. Fosvitin, adalah glycofosfoprotein. Lipovitelin adalah lipofosfoprotein,
20% berupa lipid, yang sebagian besar terfosforilasi, dan 80% berupa protein. Protein
kuning telur disintesis dalam hati yang diinduksi oleh estrogen (Yamashita et al.
2011).

7

Estrogen meningkatkan konsentrasi trigliserida dalam sel hati, yang umumnya
mengandung asam lemak dengan 16 karbon (trigliserida dengan 53 dan 55 atom
karbon. Kolesterol hati terdapat dalam bentuk kolesterol bebas. Perlakuan estrogen
meningkatkan trigliserida plasma 55 kali, phospholipid plasma 3 kali dan kolesterol
kurang lebih dua kali.
Metabolisme asam lemak, trigliserida, kolesterol dan lipoprotein
Asam lemak terutama dibentuk di hati dengan glukosa makanan sebagai sumber
utama karbon. Melalui glikolisis glukosa dirubah menjadi piruvat yang masuk ke
dalam mitokondria dan membentuk asetil KoA dan oksaloasetat. Kedua senyawa ini
bergabung membentuk sitrat. Sitrat diangkut ke sitosol, tempat zat ini diurai
membentuk asetil KoA. Enzim pengatur utama untuk proses ini, asetil KoA
karboksilase, membentuk malonil KoA dari asetil KoA. Rantai asam lemak yang
terbentuk diperpanjang melalui penambahan secara bersambungan unit 2 karbon yang
disediakan oleh malonil KoA. NADPH yang dihasilkan melalui jalur pentose fosfat
menyediakan eqivalen pereduksi. Sewaktu mencapai panjang 16 karbon, rantai asam
lemak ini dibebaskan sebagai palmitat. Setelah diaktifkan palmitat dapat diperpanjang
atau mengalami desaturasi untuk membentuk serangkaian asam lemak. Asam lemak
yang dibentuk di dalam sel atau diperoleh dari makanan digunakan oleh berbagai
jaringan untuk membentuk triasilgliserol. Triasilgliserol dikemas bersama apoprotein
dan lemak lain dalam lipoprotein berdensitas sangat rendah (VLDL) dan disekresikan
ke aliran darah (Marks 1996).
Kolesterol diperoleh dari makanan atau disintesis melalui jalur yang terdapat
pada hampir semua sel tubuh, terutama di sel hati dan usus. Prekursor untuk sintesis
kolesterol adalah asetil KoA yang dapat dibentuk dari glukosa, asam lemak atau asam
amino. Dua molekul asetil KoA membentuk asetoasetil KoA yang bergabung dengan
molekul asetil KoA lainnya membentuk hidroksimetilglutaril KoA (HMG-KoA).
Reduksi HMG-KoA menghasilkan mevalonat. Reaksi yang dikatalisis oleh HMGKoA reduktase, ini adalah reaksi penentu kecepatan pembentukan kolesterol.
Mevalonat menghasilkan unit-unit isoprene yang akhirnya bergabung membentuk
sequalen. Siklikasi sequalen menghasilkan system cincin steroid, dan sejumlah reaksi
selanjutnya menghasilkan kolesterol (Hu et al. 2010).
Triasilgliserol yang terbentuk di dalam retikulum endoplasma halus di dalam
hati, dikemas bersama kolesterol, fosfolipid dan protein (disintesis di retikulum
endoplasma kasar) membentuk VLDL, kemudian dibawa ke ovarium untuk
digunakan sebagai penyusun kuning telur (Watson 2002; Salvante et al. 2007).
Aktivitas dan kerusakan sel hati
Produksi telur secara terus menerus setelah masak kelamin akan meningkatkan
kerja hati. Aktivitas sel hati yang terus menerus dalam biosintesis vitelogenin akan
menyebabkan perubahan homeostasis tubuh dan dapat memicu terjadinya
ketidakseimbangan antara produksi radikal bebas dan sistem pertahanan antioksidan
dalam tubuh (Watson 2002).

8

Peningkatan aktivitas sel seiring dengan bertambahnya umur ditandai dengan
penurunan progresif fungsi selular. Penuaan berhubungan dengan perubahan
morfologi hati seperti penurunan bobot hati disebabkan aliran darah menurun. Dalam
proses penuaan, pembentukan radikal bebas endogen dihasilkan di dalam mitokondria
diduga menyebabkan kerusakan pada DNA mitokondria (Anantharaju et al. 2002).
Kerusakan sel hati menyebabkan fungsi hati secara berangsur-angsur menurun dan
akan menurunkan produktivitas. Penurunan fungsi hati pada burung puyuh dapat
menurunkan produksi vitelogenin.
Tes untuk menguji fungsi hati, dengan mengukur keberadaan enzim dalam
darah seperti kadar SGPT dan SGOT serum. SGOT singkatan dari Serum glutamat
oksaloasetat transaminase, sebuah enzim yang secara normal berada di sel hati dan
organ lain. SGOT dikeluarkan ke dalam darah ketika hati rusak, sedangkan SGPT
adalah singkatan dari Serum Glutamic Piruvic Transaminase, enzim ini banyak
terdapat di hati. Dalam uji SGOT dan SGPT, hati dapat dikatakan rusak bila jumlah
enzim tersebut dalam plasma lebih besar dari kadar normalnya (Aggarwal et al.
2006). SGOT dan SGPT dalam darah meningkat secara linier dengan bertambahnya
umur (Biswas et al. 2010).
Tikus yang diinduksi dengan CCl 4 secara akut dan sub akut mengalami
kerusakan hati. Pemberian kurkumin secara signifikan mengurangi kerusakan hati
dan menurunkan kadar SGOT dan SGPT dalam darah (Park et al. 2000).

Regulasi hormon reproduksi
Hipotalamus – hipofisis – gonad
Fungsi ovarium unggas melibatkan fungsi neuroendokrin yang disampaikan
dari hipotalamus dan kelenjar hipofisis ke ovarium dan juga diantara jaringanjaringan ovarium itu sendiri. Awal siklus reproduksi pada puyuh jepang ditandai
dengan sintesis vitelogenin. Pemicu ekspresi vitelogenin adalah hormon steroid
ovarium yaitu estrogen yang disintesis di bawah regulasi axis hipotalamus- hipofisisgonad (Etches 1996)
Bagian dari hipotalamus yang dibutuhkan untuk fungsi reproduksi meliputi
kompleks nukleus infundibular, yang mengandung fotoreseptor hipotalamus, daerah
preoptik dan daerah supraoptik yang mengandung sel-sel yang memproduksi
gonadotropin releasing hormone (GnRH). Pesan dicatat/diterima oleh hipotalamus
dan ditransmisikan ke kelenjar hipofisis anterior. Sel-sel gonadotropik berespon
meningkatkan sekresi LH dan FSH ke dalam sistem sirkulasi. FSH dan LH keduanya
meregulasi pertumbuhan folikel dan mempertahankan hirarki folikel besar diisi yolk.
LH adalah stimulator steroid paling aktif dari hirarki folikel. LH menstimulasi
steroidogenesis pada folikuler dan menginisiasi ovulasi pada burung. FSH
menstimulasi steroidogenesis dan menginduksi ovulasi (Etches 1996).
Estrogen merupakan salah satu hormon steroid yang disintesis oleh sel-sel teka
eksterna. Estrogen yang terdapat dalam darah memberikan rangsangan balik terhadap
hipofisis dan hipotalamus untuk memacu sintesis GnRH. GnRH yang dihasilkan

9

bekerja untuk merangsang hipofisis dalam melepaskan gonadotropin. Gonadotropin
yang dihasilkan nantinya berperan dalam proses biosintesis estrogen pada lapisan
granulosa. Siklus hormon terus berjalan di dalam tubuh selama terjadinya proses
vitelogenesis. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi
estrogen akan meningkatkan konsentrasi vitelogenin darah dan konsentrasi estrogen
yang tinggi dijumpai pada saat vitelogenesis (Chandrashekar et al. 2004).
Metabolisme estrogen
Hormon estrogen merupakan salah satu hormon steroid reproduksi, karena
mempunyai struktur kimia berintikan steroid. Sintesis hormon estrogen terjadi di
dalam sel-sel teka dan sel-sel granulosa ovarium, di mana kolesterol merupakan zat
prekursor dari hormon ini, yang pembentukannya melalui beberapa rangkaian reaksi
enzimatik. LH diketahui berperan dalam sel teka untuk meningkatkan aktivitas enzim
pembelah rantai sisi kolesterol melalui pengaktivan ATP menjadi cAMP, dan dengan
melalui beberapa proses reaksi enzimatik terbentuklah androstenedion, kemudian
androstenedion yang dibentuk dalam sel theka berfusi ke dalam sel granulosa,
selanjutnya melakukan aromatisasi membentuk estron dan estradiol 17 β.
Cholesterol
Pregnenolone

Progesteron

17-hydroxy pregnenolon

Dehydroepiandrosterone

17-hydroxy progesterone

Androstenedion

Estron
Estradiol

Testosteron
11-keto-testosteron

Gambar 2. Jalur sintesis steroid (Levi et al. 2009)
Aksi fisiologis estrogen pada vitelogenesis
Vitelogenin diangkut dalam darah menuju oosit, lalu diserap secara selektif dan
disimpan sebagai kuning telur. Vitelogenesis meliputi beberapa rangkaian proses :
1. Adanya sirkulasi estrogen dalam darah memacu hati untuk mensintesis dan
mensekresikan vitelogenin yang merupakan prekursor protein kuning telur.
2. Vitelogenin diedarkan menuju lapisan permukaan oosit yang sedang tumbuh.
3. Secara selektif, vitelogenin akan ditangkap oleh reseptor dalam endositosis.
4. Terjadi translokasi sitoplasma membentuk badan kuning telur bersamaan dengan
pembelahan proteolitik dari vitelogenin menjadi subunit lipoprotein kuning telur,
lipovitelin, dan fosvitin.
Adanya vitelogenin menunjukkan terjadinya akumulasi lipoprotein kuning telur
di dalam oosit (Levi et al. 2009).

10

Regulasi perkembangan folikel
Sebelum terbentuk kuning telur, sejumlah folikel kecil menghasilkan
dehydroepiandrosteron (DHEA), androstenedione dan estrogen. Ketika folikel
menjadi matang, maka folikel terbesar akan kehilangan kemampuan untuk
menghasilkan estrogen dan menghasilkan sejumlah besar progesteron. Progesteron
menginduksi pelepasan LH yang bekerja melalui umpan balik positif yang akhirnya
menyebabkan ovulasi. Peningkatan umur, menurunkan produksi gonadotropin dari
kelenjar hipofisis anterior pada respon terhadap GnRH (Ottinger and Lavoie 2007),
menghasilkan reduksi jumlah folikel, sehingga folikel yang besar tidak selalu
tersedia untuk ovulasi dan kecepatan bertelur menurun.
Folikel post ovulasi
Setelah mengalami ovulasi, folikel yang kosong akan mengkerut. Pada unggas
tidak terdapat korpus luteum. (Biswas et al. 2010).

Gambar 3 Regulasi hormon dalam biosintesis vitelogenin (Chandrashekar et al. 2004)

Serbuk Kunyit dan Perbaikan Fungsi Hati
Kunyit
Kunyit merupakan tanaman asli Indonesia. Kunyit mempunyai nama latin
Curcuma longa Linn, merupakan tanaman yang mudah diperbanyak dengan stek

11

rimpang. Bibit rimpang harus cukup tua. Kunyit tumbuh dengan baik di tanah yang
tata pengairannya baik, curah hujan 2.000 mm sampai 4.000 mm tiap tahun dan di
tempat yang sedikit terlindung. Rimpang kunyit berwarna kuning sampai kuning
jingga. Kunyit mengandung senyawa yang terdiri dari kurkumin,
desmetoksikurkumin, bisdesmetoksikurkumin dan zat-zat bermanfaat lainnya seperti
minyak atsiri yang terdiri dari keton (sesquiterpen, turmeron, tumeon), zingiberen,
felandren, sabinen, borneol dan sineil. Kunyit juga mengandung lemak, karbohidrat,
protein, pati, vitamin C, dan garam-garam mineral yaitu zat besi, fosfor dan kalsium
(Ide 2011).
Kurkumin sebagai hepatoprotektor
Kurkumin diketahui sebagai zat yang banyak manfaatnya, terutama sebagai
hepatoprotektor. Kurkumin diketahui membantu proses perbaikan fungsi hati, dengan
cara mempercepat regenerasi sel hati dan melindungi hati dari pengaruh zat racun
yang dapat merusak hati. Kurkumin mempunyai efek hepatoprotektif dari berbagai
macam hepatotoksik. Ekstrak kasar akar Curcuma longa pada kadar 100 mg/kg berat
badan mempunyai efek hepatoprotektif dan melindungi integritas struktur sel hati
tikus yang diinduksi parasetamol (Somchit et al. 2005).
Hati sering merupakan organ target sebagian besar toksikan yang memasuki
tubuh melalui saluran pencernaan. Hati memiliki kemampuan untuk melakukan
biotransformasi dan mengeluarkan bahan kimia tersebut dari tubuh. Hati memiliki
konsentrasi tinggi enzim metabolisme xenobiotik, terutama sitokrom P450, yang
membuat toksikan menjadi kurang toksik, lebih larut air sehingga lebih mudah
diekskresikan. Toksikan dimetabolisme secara ekstensif oleh hati melalui tiga jalur
utama; sulfonasi, glucuronidasi dan oksidasi (Farghaly and Hussein 2010). Selain
berkhasiat mengatasi gangguan hati, kurkumin merangsang produksi cairan empedu
yang akan memecah lemak. Akibatnya proses pencernaan lebih lancar. Kurkumin
berpotensi antidiabetes karena mampu melipatgandakan kerja insulin. Konsumsi
kurkumin tidak menimbulkan toksisitas. Dosis akut dengan 500 mg/kg berat badan
tidak menginduksi polikromik eritrosit (Negi et al. 2007).
Kurkumin mempunyai aktivitas anti bakteri, anti oksidan dan anti inflamasi
Kurkumin mempunyai rumus molekul C 21 H 20 O 6 dengan bobot molekul 368.91
(Gantait et al. 2011). Desmetoksi kurkumin mempunyai rumus molekul C 20 H 18 O 5
dengan bobot molekul 338, diduga gugusan aktif kurkuminoid terletak pada gugus
metoksi. Gugus hidroksil fenolat yang terdapat dalam struktur kurkuminoid
menyebabkan kurkuminoid mempunyai aktivitas antimikroba. Zat tersebut dapat
bersifat bakterisidal (membunuh bakteri), bakteristastik (menghambat pertumbuhan
bakteri), fungisidal (membunuh kapang), fungistatik (menghambat pertumbuhan
kapang), dan menghambat germinasi spora bakteri.
Kurkumin memiliki aktivitas antioksidan. Kurkumin ditemukan menjadi
“scavenger” superoksida. Kurkumin menghambat peroksidasi lipid (Kohli et al.
2005). Kurkumin mempunyai peran antiinflamasi, efek anti virus dan juga dianggap
sebagai pembersih
oksigen reaktif dan spesies nitrogen. Aktivitas tersebut
bertanggung jawab atas kemampuan kurkumin untuk melindungi DNA terhadap

12

kerusakan yang disebabkan radikal bebas dan melindungi hepatosit dari berbagai
racun. Kurkumin berpotensi sebagai antiinflamasi (Chattopadhyay et al. 2004;
Nagpal and Sood 2013). Kurkumin menghambat metabolisme asam arakidonat,
siklooksigenase (COX), lipoxygenase (LOX), dan sitokin (interleukin dan tumor
necrosis factor) Nuklir faktor-kB (Schulz 2008).
Kurkumin berperan dalam detoksifikasi hati
Kurkumin merupakan fitokimia yang penting dalam detoksifikasi. Kurkumin
merupakan antioksidan dan mempunyai peran dalam detoksifikasi Fase I dan Fase II.
Kurkumin mempunyai aktivitas antikarsinogenik pada beberapa jaringan. Hambatan
induksi kanker yang disebabkan oleh berbagai agen penyebab kanker dihubungkan
dengan kemampuan kurkumin untuk menghambat enzim detoksifikasi tertentu dan
mempertinggi beberapa reaksi fase II seperti kuinon reduktase dan glukoronidasi.
Kerusakan hati pada tikus yang diinduksi dengan CCl 4 dapat diperbaiki dengan
pemberian ekstrak cair akar kunyit dengan dosis 50 mg/kg berat badan (Sengupta et
al. 2011). Tidak ada laporan tentang toksisitas pemberian ekstrak kunyit baik secara
akut dan kronis pada dosis standar bahkan pada dosis yang sanyat tinggi sekitar 100
mg/kg berat badan (Sengupta et al. 2011).
Peran serbuk kunyit terhadap pertumbuhan
Pertumbuhan merupakan pertambahan dan pembesaran sel. Proses ini dialami
oleh semua sel dalam tubuh. Organisme yang sedang tumbuh mengalami perubahan
berat atau ukuran tubuh dengan cara yang sangat teratur.
Kurkumin berpengaruh terhadap faktor pertumbuhan. Faktor tersebut adalah
NF- kB (faktor nuklir kappa B), berperan penting dalam imunitas dan pertumbuhan
sel. Tugas mereka adalah untuk menghancurkan jaringan lama dan memulai
konstruksi baru. Dengan mempengaruhi NF- kB, kurkumin memodulasi dan
mempercepat proses perbaikan/regenerasi sel (Ravindar et al. 2007). Beberapa
peneliti menunjukkan bahwa pemberian kurkumin mampu memacu pertumbuhan.
Kurkumin dapat digunakan sebagai bahan aditif dalam ransum babi untuk pemacu
pertumbuhan (Sinaga 2009). Pemberian tepung kunyit sebagai pakan tambahan pada
ayam broiler dengan dosis 0,5% memberikan hasil pertambahan bobot badan tertinggi
(1.344,5 gram), dan meningkatkan jumlah sel eritrosit dan leukosit.
Pengaruh serbuk kunyit terhadap sintesis vitelogenin
Kunyit mengandung fitoestrogen yang tinggi (Ravindar et al. 2007).
Fitoestrogen merupakan senyawa tumbuhan yang secara struktural dan fungsional
mirip dengan estrogen dan memiliki berbagai aktivitas estrogenik pada hewan.
Fitoestrogen dapat mengikat pada reseptor estrogen. Potensi estrogenik senyawa ini
juga telah diteliti dalam beberapa spesies ikan. Diet fitoestrogen menghasilkan
perubahan besar di tingkat plasma vitelogenin (Turker dan Bozcaarmutlu 2009).
Penelitian untuk menentukan apakah ada hubungan antara fitoestrogen dengan
produksi protein vitelogenin pada ikan cyprinidae telah dilakukan. Ekstrak kedelai
(mengandung fitoestrogen) menurunkan indeks gonadosomatik jantan (GSI), tetapi
GSI betina meningkat pada diet sampai 500 mg / kg ekstrak kedelai, dan kemudian

13

menurun pada dosis yang lebih tinggi. Perubahan GSI dan vitelogenin menjadi
penanda sensitif untuk mendeteksi paparan fitoestrogen. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa paparan fitoestrogen
ekstrak kedelai secara signifikan
menginduksi produksi vitelogenin.
Tingginya tingkat vitelogenin plasma dan tingkat produksi vitelogenin
bertepatan dengan konsentrasi peningkatan signifikan fitoestrogen kedelai dalam
pakan. Kadar vitelogenin ikan mas meningkat pada pemberian ekstrak kedelai
dengan kadar 10.000 mg / kg dalam makanan selama 180 hari. Persentase vitelogenin
yang diproduksi oleh ikan betina meningkat secara bertahap dengan meningkatnya
ekstrak kedelai dalam makanan dari konsentrasi 250, 500, 1.000 dan 10.000 mg / kg
ekstrak kedelai diet (Turker dan Bozcaarmutlu 2009). Senyawa fitoestrogen juga
berpengaruh terhadap perkembangan alat reproduksi.

Sistem reproduksi unggas betina
Ovarium
Ovarium pada unggas berbentuk seperti buah anggur yang terletak pada rongga
perut berdekatan dengan ginjal kiri dan bergantung pada ligamentum meso-ovarium.
Jumlah folikel dapat mencapai lebih dari 12.000 buah. Namun, sel telur yang mampu
masak hanya beberapa buah saja. Ovarium sebelah kiri pada unggas betina
berkembang baik, sedangkan ovarium kanan tidak fungsional, dan strukturnya
rudimenter (Etches 1996).
Saluran reproduksi
Saluran reproduksi betina terdiri dari infundibulum, magnum, isthmus, uterus,
dan vagina. Secara garis besar jaringan penyusun saluran reproduksi terdiri dari
tunika serosa, tunika muskularis, tunika mukosa. Mukosa magnum mengandung
lipatan primer dan beberapa lipatan sekunder. Mukosa magnum terdiri dari epitel
yang dibatasi oleh sel sel epitel kolumner bersilia (non sekretoris), sel goblet (sel
sekretoris, tidak bersilia), dan terdapat sel kelenjar tubuler di bawah epithelium.
Tunika serosa dan tunika muskularis pada magnum sangat tipis (Sturkie 2000).
Isthmus tersusun oleh kelenjar yang sebagian besar menyerupai magnum,
dengan lipatan sekunder pada mukosa lebih banyak daripada magnum, epithelium
berselang seling antara sel bersilia dengan sel sekretoris, sel epithelium isthmus lebih
tinggi daripada sel epithelium pada magnum, tunika muskularisnya lebih tebal dari
magnum.
Uterus juga dikenal sebagai kelenjar kerabang. Lipatan mukosa sangat tinggi
dan berkelok kelok. Sel-sel bersilia dan sel sekretoris yang membatasi epithelium
uterus tersusun dalam satu lapis tunggal, dengan posisi nukleus untuk sel sel bersilia
di bagian apikal, sedangkan nucleus sel sel sekretoris di bagian basal, sehingga
membentuk “pseudostratified“ atau seolah olah tersusun lebih dari satu lapis.
Terdapat banyak granula di bagian apikal sel epitelium. Silia pada epithelium uterus

14

lebih berkembang dari pada epithelium pada magnum dan isthmus, tunika muskularis
lebih tebal (Sturkie 2000).
Pembentukan kerabang telur
Kualitas kerabang dipengaruhi faktor lingkungan, seperti temperatur dan stres,
faktor-faktor nutrisi seperti keberadaan diet dan kadar mineral seperti fosfor dan
klorida. Kerabang telur sangat penting untuk keberhasilan perkembangan embrio,
sebagai proteksi dari kerusakan, infeksi dan memberikan sumber kalsium untuk
perkembangan skelet. Perkembangan kerabang yang lebih tebal tidak diinginkan,
karena akan mengurangi pertukaran gas dan air dan membuat lebih sulit untuk
penetasan telur. Proses mineralisasi, yang melibatkan protein matriks kerabang dan
kristal garam kalsium mempengaruhi kekuatan kerabang (Squires 2003).
Unggas petelur mempunyai adaptasi fisiologi dalam memfasilitasi absorpsi,
deposisi dan penyimpanan Ca2+ dari makanan dan menggunakan CO 2 terlarut dalam
darah untuk mensintesis ion karbonat dalam kerabang telur. Konsentrasi Ca2+ dalam
plasma darah meningkat ± 100 µg/ ml pada keseluruhan pembentukan kerabang.
(Etches 1996).
Metabolisme Kalsium (Ca2+)
Sumber utama Ca2+ adalah makanan. Kalsium yang dikonsumsi disimpan
dalam crop, dan dilarutkan dalam lingkungan asam pada proventrikulus. Ion Ca2+
melewati bagian atas usus halus dimana Ca2+ ditransfer ke darah dari sistem vaskuler.
Ca2+ dapat digunakan secara langsung pada pembentukan kerabang atau disimpan
pada tulang. Sejumlah kecil Ca2+ diekskresikan melalui urin dan sejumlah signifikan
diekskresikan melalui feses (Etches 1996).
Simpanan depot Ca2+ pada tulang berkembang di bawah pengaruh stimulasi
estrogen, dimana konsentrasi hormon tersebut meningkat saat masak kelamin
(Squires 2003). Penggunaan cadangan Ca2+ tulang terjadi ketika konsentrasi Ca2+
plasma menurun selama periode kalsifikasi. Kadar Ca2+ yang tetap dalam darah
dipertahankan dengan memobilisasi Ca2+ dari tulang dan membutuhkan partisipasi
osteoklas dengan cara mereabsorpsi tulang, khususnya ketika distimulasi oleh
hormon paratiroid (PTH).
Absorpsi Ca2+ dari saluran gastrointestinal dan pelepasan Ca2+ dari tulang
dimaksimalkan oleh pengaruh metabolit aktif vitamin D, yaitu 1,25
dihydroxycholecalciferol. Diet sumber vitamin D3 dirubah menjadi 25hydroxycholecalciferol oleh hati dan hidroksilasi kedua kalinya dalam ginjal untuk
menghasilkan 1,25 dihydroxycholecalciferol, yang menstimulasi aktivitas osteoklas
pada tulang dan absorpsi Ca2+ dari intestinum. Jika kedua sumber Ca2+ tidak cukup,
konsentrasi Ca2+ yang rendah pada cairan ekstraseluler menstimulasi sekresi PTH
dari kelenjar paratiroid. Peningkatan konsentrasi PTH meningkatkan konsentrasi
plasma Ca2+ secara langsung oleh stimulasi aktivitas osteoklas pada tulang dan secara
tidak langsung oleh tambahan konversi 25-hydroxycholecalciferol menjadi 1,25
dihydroxycholecalciferol.(Etches 1996).

15

Vagina
Vagina berupa saluran pendek dimana telur melewatinya ketika dipindahkan
dari kelenjar kerabang ke kloaka selama oviposisi. Lapisan otot sirkuler vagina
berkembang baik, meskipun baik lapisan-lapisan berkontribusi untuk kontraksi
muskuler yang memaksa telur keluar. Mukosa kurang berkembang, dibatasi dengan
sel bersilia. Sel tidak bersilia dan bersilia mensekresikan asam mukopolisakarida
(Etches 1996).

Gambar 4 Organ reproduksi pada puyuh betina (http://chickscope.beckman.uiuc.edu
resources egg_to_chicks/formation.html)
Oviposisi
Pengeluaran telur yang sudah mengalami kalsifikasi penuh dari saluran
reproduksi membutuhkan koordinasi aktivitas muskuler dari kelenjar kerabang.
Pengeluaran telur diinisiasi oleh endokrin preovulasi. Ovum turun melalui
infundibulum, magnum dan isthmus. Kontraksi muskulus di sekitar