The Development of Soybean Grading Algorithm Using Image Processing and Artificial Neural Network

(1)

PENGEMBANGAN ALGORITMA PEMUTUAN

EDAMAME MENGGUNAKAN PENGOLAHAN CITRA

DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN

DEDY WIRAWAN SOEDIBYO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2006


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pengembangan Algoritma Pemutuan Edamame Menggunakan Pengolahan Citra dan Jaringan Syaraf Tiruan adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, April 2006

Dedy Wirawan Soedibyo


(3)

ABSTRAK

DEDY WIRAWAN SOEDIBYO. Pengembangan Algoritma Pemutuan Edamame Menggunakan Pengolahan Citra dan Jaringan Syaraf Tiruan. Dibimbing oleh I DEWA MADE SUBRATA, SUROSO, dan USMAN AHMAD.

Metode grading mempengaruhi keseragaman pada setiap kelas mutu suatu produk, dan metode grading yang baik menjadi acuan bagi produsen dan konsumen dalam menentukan harga suatu produk. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan algoritma pengolahan citra edamame yang mampu menggolongkan polong edamame dalam empat kelas mutu yaitu SQ (standart quality), SG (second grade), TG (third grade), dan RJ (reject). Sampel yang digunakan adalah 2500 polong edamame segar yang dihasilkan oleh PT. Mitra Tani Dua Tujuh Jember. Citra edamame diolah untuk mendapatkan enam parameter mutu yang sesuai dengan kriteria grading edamame yaitu panjang polong, area polong, perimeter, area cacat, indeks R (r), dan indeks G (g), yang akan digunakan sebagai input pada jaringan syaraf tiruan. Enam variasi jaringan syaraf tiruan (JST) dikembangkan untuk pelatihan JST (2000 data). Bobot-bobot dari pelatihan variasi JST terbaik digunakan pada propagasi maju untuk menduga kelas mutu data testing (500 data), kemudian diintegrasikan pada program pengolah citra edamame sehingga secara otomatis program dapat menduga kelas mutu citra edamame.

Parameter mutu hasil pengolahan citra memiliki relevansi dengan kriteria grading edamame. Variasi terbaik JST adalah variasi dengan karakteristik 20 lapisan tersembunyi dan metode normalisasi input dengan rata-rata nol dan standar deviasi satu. Validasi menunjukkan bahwa dari 500 data testing program pengolahan citra edamame memiliki akurasi 81,4 persen.


(4)

ABSTRACT

DEDY WIRAWAN SOEDIBYO. The Development of Soybean Grading Algorithm Using Image Processing and Artificial Neural Network. Under the supervision of I DEWA MADE SUBRATA, SUROSO, and USMAN AHMAD.

Grading method influences the homogeneity of each grade of such product and a good grading method provides producer and consumer with standard for the price of the product. The objective of this research was to develop a computer program of image processing and artificial neural network to identify the quality of fresh soybean into four classes namely SQ (standart quality), SG (second grade), TG (third grade), and RJ (reject) using image processing and artificial neural network. The total samples were 2500 fresh soybean produced by PT. Mitra Tani Dua Tujuh Jember. Soybean image was analyzed to get six quality parameters whose match with soybean quality criteria namely pod length, pod area, perimeter, defect area, index of red color, and index of green color. Those six quality parameters will be used as inputs of the artificial neural network (ANN). Six variations of ANN were developed for ANN training purposes (2000 data). The weights of the selected ANN architecture was used to identify the quality class of testing data (500 data), then integrated with image processing program so the program could identify soybean quality class automatically.

The quality parameter used in this research has relevancy with soybean quality criteria. The selected architecture of the ANN was the one with 20 nodes hidden layer in which normalization input data representation with zero mean and standard deviation equals one. The accuracy of image processing program observed 81, 4 percent based on the 500 testing data.


(5)

PENGEMBANGAN ALGORITMA PEMUTUAN

EDAMAME MENGGUNAKAN PENGOLAHAN CITRA

DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN

DEDY WIRAWAN SOEDIBYO

Tesis

Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2006


(6)

Judul Tesis : Pengembangan Algoritma Pemutuan Edamame Menggunakan Pengolahan Citra dan Jaringan Syaraf Tiruan

Nama : Dedy Wirawan Soedibyo

NIM : F151020021

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. I Dewa Made Subrata, M.Agr. Ketua

Dr. Ir. Suroso, M.Agr. Dr. Ir. Usman Ahmad, M.Agr.

Anggota Anggota

Diketahui Ketua Program Studi

Ilmu Keteknikan Pertanian

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Budi Indra Setiawan, M.Agr. Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc.


(7)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa sehingga karya ilmiah yang berjudul Pengembangan Algoritma Pemutuan Edamame Menggunakan Pengolahan Citra dan Jaringan Syaraf Tiruan berhasil diselesaikan. Karya ilmiah ini bertujuan untuk mengembangkan teknik pengolahan citra untuk penggolongan mutu edamame.

Penulis menyampaikan terimakasih kepada Dr. Ir. I Dewa Made Subrata, M.Agr, selaku Ketua Komisi Pembimbing, Dr. Ir. Suroso, M.Agr, dan Dr. Ir. Usman Ahmad, M.Agr, selaku Anggota Komisi Pembimbing, yang telah memberikan bimbingan dan arahan bagi kesempurnaan penulisan karya ilmiah ini. Disamping itu penghargaan penulis sampaikan kepada Direksi, Staf, dan Karyawan PT. Mitratani Dua Tujuh atas ijin yang diberikan untuk melaksanakan penelitian serta kerja sama yang baik untuk kelancaran penyelesaian karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, istri, serta seluruh keluarga besar Soedibyo Ramelan Elhar, atas sega la doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2006


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jember pada tanggal 7 Juli 1974 dari ayah Soedibyo Ramelan Elhar dan ibu Hj. Sri Hardini. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara. Pendidikan dasar dan menengah diselesaikan di Jember mulai tahun 1980 hingga 1992. Sejak tahun 1993, penulis melanjutkan pendidikan pada Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jember. Gelar sarjana Teknologi Pertanian diraih penulis pada tahun 1998. Pada tahun 2002 penulis terdaftar sebagai mahasiswa pada Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Sejak tahun 1999 penulis bekerja sebagai staf pengajar di Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jember. Penulis menikah dengan Rr. Ika Wahyurini, S.Tp pada tahun 2000 dan dikaruniai dua orang anak Muhammad Farhan Binashrillah (4 tahun) dan Muhammad Taqiyuddin al Farras (2 tahun).


(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

PENDAHULUAN Latar Belakang... 1

Tujuan Penelitian...2

TINJAUAN PUSTAKA Edamame ...3

Grading ...7

Pengolahan Citra Digital ...7

Jaringan Syaraf Tiruan ...13

PROSES PENANGANAN PASCAPANEN PADA PT. MITRATANI DUA TUJUH Penanganan Pascapanen...27

Standar Mutu Edamame di PT. Mitratani Dua Tujuh ...28

BAHAN DAN METODA PENELITIAN Waktu dan Tempat ...33

Bahan dan Alat ... 33

Metode Penelitian...34

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengolahan Citra Edamame ...43

Pendugaan Mutu Edamame dengan Jaringan Syaraf Tiruan...58

Integrasi Program Pengolahan Citra dengan Jaringan Syaraf Tiruan ...62

SIMPULAN Simpulan...66

Saran ...66


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Kriteria grading edamame di PT. Mitratani Dua Tujuh ... 32

2 Sebaran nilai R untuk pembentuk polong dan cacat ... 48

3 Sebaran nilai G pembentuk polong dan cacat ... 49

4 Sebaran nilai B pembentuk polong dan cacat... 50

5 Parameter statistik parameter mutu panjang polong ... 52

6 Parameter statistik parameter mutu area polong ... 53

7 Parameter statistik parameter mutu perimeter ... 54

8 Parameter statistik parameter mutu area cacat ... 55

9 Parameter statistik parameter mutu r ... 56

10 Parameter statistik parameter mutu g... 57

11 Hasil propagasi maju data testing... 61


(11)

PENGEMBANGAN ALGORITMA PEMUTUAN

EDAMAME MENGGUNAKAN PENGOLAHAN CITRA

DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN

DEDY WIRAWAN SOEDIBYO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2006


(12)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pengembangan Algoritma Pemutuan Edamame Menggunakan Pengolahan Citra dan Jaringan Syaraf Tiruan adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, April 2006

Dedy Wirawan Soedibyo


(13)

ABSTRAK

DEDY WIRAWAN SOEDIBYO. Pengembangan Algoritma Pemutuan Edamame Menggunakan Pengolahan Citra dan Jaringan Syaraf Tiruan. Dibimbing oleh I DEWA MADE SUBRATA, SUROSO, dan USMAN AHMAD.

Metode grading mempengaruhi keseragaman pada setiap kelas mutu suatu produk, dan metode grading yang baik menjadi acuan bagi produsen dan konsumen dalam menentukan harga suatu produk. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan algoritma pengolahan citra edamame yang mampu menggolongkan polong edamame dalam empat kelas mutu yaitu SQ (standart quality), SG (second grade), TG (third grade), dan RJ (reject). Sampel yang digunakan adalah 2500 polong edamame segar yang dihasilkan oleh PT. Mitra Tani Dua Tujuh Jember. Citra edamame diolah untuk mendapatkan enam parameter mutu yang sesuai dengan kriteria grading edamame yaitu panjang polong, area polong, perimeter, area cacat, indeks R (r), dan indeks G (g), yang akan digunakan sebagai input pada jaringan syaraf tiruan. Enam variasi jaringan syaraf tiruan (JST) dikembangkan untuk pelatihan JST (2000 data). Bobot-bobot dari pelatihan variasi JST terbaik digunakan pada propagasi maju untuk menduga kelas mutu data testing (500 data), kemudian diintegrasikan pada program pengolah citra edamame sehingga secara otomatis program dapat menduga kelas mutu citra edamame.

Parameter mutu hasil pengolahan citra memiliki relevansi dengan kriteria grading edamame. Variasi terbaik JST adalah variasi dengan karakteristik 20 lapisan tersembunyi dan metode normalisasi input dengan rata-rata nol dan standar deviasi satu. Validasi menunjukkan bahwa dari 500 data testing program pengolahan citra edamame memiliki akurasi 81,4 persen.


(14)

ABSTRACT

DEDY WIRAWAN SOEDIBYO. The Development of Soybean Grading Algorithm Using Image Processing and Artificial Neural Network. Under the supervision of I DEWA MADE SUBRATA, SUROSO, and USMAN AHMAD.

Grading method influences the homogeneity of each grade of such product and a good grading method provides producer and consumer with standard for the price of the product. The objective of this research was to develop a computer program of image processing and artificial neural network to identify the quality of fresh soybean into four classes namely SQ (standart quality), SG (second grade), TG (third grade), and RJ (reject) using image processing and artificial neural network. The total samples were 2500 fresh soybean produced by PT. Mitra Tani Dua Tujuh Jember. Soybean image was analyzed to get six quality parameters whose match with soybean quality criteria namely pod length, pod area, perimeter, defect area, index of red color, and index of green color. Those six quality parameters will be used as inputs of the artificial neural network (ANN). Six variations of ANN were developed for ANN training purposes (2000 data). The weights of the selected ANN architecture was used to identify the quality class of testing data (500 data), then integrated with image processing program so the program could identify soybean quality class automatically.

The quality parameter used in this research has relevancy with soybean quality criteria. The selected architecture of the ANN was the one with 20 nodes hidden layer in which normalization input data representation with zero mean and standard deviation equals one. The accuracy of image processing program observed 81, 4 percent based on the 500 testing data.


(15)

PENGEMBANGAN ALGORITMA PEMUTUAN

EDAMAME MENGGUNAKAN PENGOLAHAN CITRA

DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN

DEDY WIRAWAN SOEDIBYO

Tesis

Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2006


(16)

Judul Tesis : Pengembangan Algoritma Pemutuan Edamame Menggunakan Pengolahan Citra dan Jaringan Syaraf Tiruan

Nama : Dedy Wirawan Soedibyo

NIM : F151020021

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. I Dewa Made Subrata, M.Agr. Ketua

Dr. Ir. Suroso, M.Agr. Dr. Ir. Usman Ahmad, M.Agr.

Anggota Anggota

Diketahui Ketua Program Studi

Ilmu Keteknikan Pertanian

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Budi Indra Setiawan, M.Agr. Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc.


(17)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa sehingga karya ilmiah yang berjudul Pengembangan Algoritma Pemutuan Edamame Menggunakan Pengolahan Citra dan Jaringan Syaraf Tiruan berhasil diselesaikan. Karya ilmiah ini bertujuan untuk mengembangkan teknik pengolahan citra untuk penggolongan mutu edamame.

Penulis menyampaikan terimakasih kepada Dr. Ir. I Dewa Made Subrata, M.Agr, selaku Ketua Komisi Pembimbing, Dr. Ir. Suroso, M.Agr, dan Dr. Ir. Usman Ahmad, M.Agr, selaku Anggota Komisi Pembimbing, yang telah memberikan bimbingan dan arahan bagi kesempurnaan penulisan karya ilmiah ini. Disamping itu penghargaan penulis sampaikan kepada Direksi, Staf, dan Karyawan PT. Mitratani Dua Tujuh atas ijin yang diberikan untuk melaksanakan penelitian serta kerja sama yang baik untuk kelancaran penyelesaian karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, istri, serta seluruh keluarga besar Soedibyo Ramelan Elhar, atas sega la doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2006


(18)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jember pada tanggal 7 Juli 1974 dari ayah Soedibyo Ramelan Elhar dan ibu Hj. Sri Hardini. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara. Pendidikan dasar dan menengah diselesaikan di Jember mulai tahun 1980 hingga 1992. Sejak tahun 1993, penulis melanjutkan pendidikan pada Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jember. Gelar sarjana Teknologi Pertanian diraih penulis pada tahun 1998. Pada tahun 2002 penulis terdaftar sebagai mahasiswa pada Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Sejak tahun 1999 penulis bekerja sebagai staf pengajar di Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jember. Penulis menikah dengan Rr. Ika Wahyurini, S.Tp pada tahun 2000 dan dikaruniai dua orang anak Muhammad Farhan Binashrillah (4 tahun) dan Muhammad Taqiyuddin al Farras (2 tahun).


(19)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

PENDAHULUAN Latar Belakang... 1

Tujuan Penelitian...2

TINJAUAN PUSTAKA Edamame ...3

Grading ...7

Pengolahan Citra Digital ...7

Jaringan Syaraf Tiruan ...13

PROSES PENANGANAN PASCAPANEN PADA PT. MITRATANI DUA TUJUH Penanganan Pascapanen...27

Standar Mutu Edamame di PT. Mitratani Dua Tujuh ...28

BAHAN DAN METODA PENELITIAN Waktu dan Tempat ...33

Bahan dan Alat ... 33

Metode Penelitian...34

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengolahan Citra Edamame ...43

Pendugaan Mutu Edamame dengan Jaringan Syaraf Tiruan...58

Integrasi Program Pengolahan Citra dengan Jaringan Syaraf Tiruan ...62

SIMPULAN Simpulan...66

Saran ...66


(20)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Kriteria grading edamame di PT. Mitratani Dua Tujuh ... 32

2 Sebaran nilai R untuk pembentuk polong dan cacat ... 48

3 Sebaran nilai G pembentuk polong dan cacat ... 49

4 Sebaran nilai B pembentuk polong dan cacat... 50

5 Parameter statistik parameter mutu panjang polong ... 52

6 Parameter statistik parameter mutu area polong ... 53

7 Parameter statistik parameter mutu perimeter ... 54

8 Parameter statistik parameter mutu area cacat ... 55

9 Parameter statistik parameter mutu r ... 56

10 Parameter statistik parameter mutu g... 57

11 Hasil propagasi maju data testing... 61


(21)

Halaman

1 Ilustrasi tanaman edamame ... 7

2 Elemen-elemen dalam pengolahan citra... 9

3 Skema fisiologis neuron... 15

4 Skema neuron untuk JST... 16

5 Diagram threshold logic unit (Mc Culloch and Pitts 1943) ... 16

6 JST multilayer... 19

7 Diagram alir penanganan pascapanen edamame di PT. Mitratani Dua Tujuh ... 31

8 Diagram alir penelitian... 36

9 Papan pengambilan gambar dan tata letak perangkatnya ... 38

10 Arsitektur JST... 42

11 Citra edamame pada berbagai kelas mutu... 44

12 Tampilan program pengolahan citra edamame tahap I ... 45

13 Proses penentuan area polong ... 46

14 Citra perimeter dan citra area cacat ... 47

15 Sebaran nilai R untuk pembentuk cacat dan polong ... 48

16 Sebaran nilai G untuk pembentuk cacat dan polong ... 49

17 Sebaran nilai B untuk pembentuk cacat dan polong ... 50

18 Tampilan file teks hasil pengolahan citra ... 51

19 Pola sebaran edamame pada empat kelas mutu terhadap panjang polong .... 52

20 Pola sebaran edamame pada empat kelas mutu terhadap area polong ... 53

21 Pola sebaran edamame pada empat kelas mutu terhadap perimeter... 54

22 Pola sebaran edamame pada empat kelas mutu terhadap area cacat ... 55

23 Pola sebaran edamame pada empat kelas mutu terhadap r... 56

24 Pola sebaran edamame pada empat kelas mutu terhadap g... 57

25 Perbandingan jumlah lapisan tersembunyi dan metode normalisasi data input terhadap jumlah iterasi pada enam variasi JST pada konsentrasi MSE 0,28; Lr 0,2; µ 0,9 ... 58


(22)

26 Perbandingan hasil propagasi maju pada berbagai variasi JST terhadap kesesuaian target... 61 27 Tampilan program pengolahan citra edamame tahap II ... 63 28 Tampilan file teks pengolahan citra edamame tahap II ... 63 29 Validasi program pengolahan citra tahap II ... 64


(23)

Halaman 1 Pendugaan JST variasi A6 ... 71 2 Kurva MSE pada berbagai variasi JST... 75 3 Bobot JST variasi A6 ... 76 4 Listing pemrograman matlab untuk JST variasi A6 ... 78


(24)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Edamame (Glycine max (L.) Merr.) merupakan tanaman kacang-kacangan berupa semak yang tumbuh tegak, dipanen sebagai sayuran dengan bijian yang masih mentah (pada stage R6) dan bijinya telah mengembang mengisi 80 persen hingga 90 persen lebar polongan. Seperti halnya tanaman kacang-kacangan yang lain biji varietas edamame memiliki kandungan protein yang tinggi dan bernilai gizi tinggi. Edamame sangat populer di Asia Timur, dikonsumsi sebagai makanan kecil, sayuran, bahan tambahan sup, dan diproses menjadi manisan.

Jepang merupakan negara pengkonsumsi edamame terbesar, hal ini tercermin pada kebutuhan total edamame Jepang yang terus meningkat hingga 100 000 ton pertahun pada tahun 2003. Berdasarkan data tahun 2001 kebutuhan Jepang akan edamame mencapai 70 000 ton. Kebutuhan sebanyak itu sebagian dipasok dari Cina yang menguasai 50 persen pasar edamame Jepang, disusul Taiwan (35 persen), dan sisanya disuplai Thailand, Vietnam, dan Indonesia melalui PT. Mitratani Dua Tujuh. Pada periode Januari hingga Juni 2001 volume ekspor edamame yang dipenuhi oleh Mitratani Dua Tujuh mencapai 1 388,82 ton, dengan nilai ekspor sebesar 10 346,70 juta rupiah.

Kedelai hasil rekayasa teknologi (dari sub tropis ke tropis) yang dikembangkan di Jember berpeluang merebut pasokan Taiwan, Thailand, dan Vietnam, karena selain mutunya lebih baik juga harganya murah. Selama 2001, Taiwan menjual edamame di pasar Jepang dengan harga US$ 1,65 per kg, sedangkan Thailand maupun Vietnam US$ 1,62 per kg. Sedangkan, Mitratani Dua Tujuh mampu menjual US$ 1,45 hingga US$ 1,55 per kg. Itu pun sudah dalam kemasan dengan merek dagang importir dalam bentuk edamame beku (frozen vegetable soybeans).

Sebagai produk makanan beku, edamame memerlukan penanganan lebih lanjut untuk mendapatkan edamame beku dengan kualitas yang baik. Salah satu proses penanganan pascapanen yang paling penting adalah grading, karena pasar ekspor menuntut syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi oleh eksportir dengan parameter kualitatif ataupun kuant itatif. Tidak mustahil produk yang telah dikirim


(25)

dikembalikan karena kesalahan kecil seperti terdapat lubang kecil pada polong karena tusukan serangga atau gigitan ulat, bercak kecil karena jamur, dan lain- lain.

Selama ini proses grading edamame di PT. Mitratani Dua Tujuh dilakukan secara visual dan rabaan dalam proses sortasi manual. Pemeriksaan dengan cara ini mempunyai beberapa kelemahan diantaranya membutuhkan waktu yang relatif lama, menghasilkan produk sortasi yang beragam (karena keterbatasan visual dan rabaan manusia), dan perbedaan persepsi tentang mutu produk yang disortasi karena unsur subyektifitas.

Berdasarkan hal tersebut diperlukan suatu metode yang dapat mensortasi edamame secara efektif dan efisien. Pengolahan citra merupakan suatu alternatif untuk mengatasi hal tersebut. Pengolahan citra menggunakan sistem visual berdasarkan sensor elektro-optika mempunyai kemampuan yang lebih peka, tepat, dan obyektif daripada kemampuan visual manusia. Dengan sistem pengolahan citra ini diharapkan penggolongan mutu edamame memiliki keseragaman dengan tingkat kesalahan yang rendah.

Jaringan syaraf tiruan (artificial neural network) merupakan sebuah struktur komputasi yang dikembangkan dari jaringan syaraf biologi dalam otak. Keuntungan dari metode jaringan syaraf tiruan adalah dapat membangun fungsi non linier dan hanya memerlukan data masukan dan keluaran tanpa perlu mengetahui dengan jelas proses yang terjadi dalam jaringan. Backpropagation merupakan salah satu arsitektur dalam jaringan syaraf tiruan. Kekuatan utama dari backpropagation

adalah klasifikasi patern, yaitu mengklasifikasikan pasangan input dan output. Introduksi jaringan syaraf tiruan merupakan salah satu solusi dalam proses grading

edamame.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah mengembangkan program pengolahan citra edamame yang mampu menggolongkan polong edamame dalam empat kelas mutu yaitu SQ (standart quality), SG (second grade), TG (third grade), dan RJ (reject).


(26)

TINJAUAN PUSTAKA

Edamame Sejarah Singkat

Edamame (mao dou dalam bahasa China) tercatat sebagai tanaman yang dibudidayakan di China pada tahun 200 sebelum masehi, sebagai tanaman obat (Shurtleff and Aoyagi, tidak di publikasikan) dan bahkan saat ini masih popular sebagai tanaman obat (Jian 1984).

Meskipun edamame dikenalkan di China sejak dahulu, edamame baru dipasarkan di Jepang (dikenal sebagai aomame) di Engishiki pada tahun 972 sesudah masehi. Produk tersebut ditawarkan dalam bentuk segar, berupa polong bertangkai di kuil Budha. (Igata 1977). Jepang adalah produsen komersial edamame terbesar, menghasilkan hampir 105 000 ton pada 1988, selain itu Jepang juga merupakan importir edamame terbesar, memasukkan hampir 33 000 ton pada 1989 (MAFF 1990). Hampir semua orang Jepang mengkonsumsi edamame segar selama musim panas (Kono 1986).

Edamame dikenal dengan berbagai nama di Amerika Utara. Umumnya dikenal sebagai vegetable soybean, atau beer bean, edible soybean, fresh green soybean, garden soybean, green soybean, green-mature soybean, green vegetable soybean, immature soybean, large-seeded soybean, dan nama Jepang: edamame.

Negara lain produsen edamame komersial meliputi Argentina, Australia, Israel, Mongolia, New Zealand, dan Thailand. Pertanian edamame juga ditemukan di Bhutan, Brazil, Britain, Chile, France, Germany, Indonesia, Malaysia, Nepal, Philippines, Singapore, dan Sri Lanka (Wang et al 1979). USA Edamame Research, telah melakukan penelitian tentang edamame selama 50 tahun. Dorsett dan Morse mengumpulkan germplasm pada 1929 - 1931, dan Morse menggunakannya untuk mengembangkan 49 varietas edamame (Hymowitz 1984).

Sentra Penanaman Edamame di Indonesia

Pengembangan edamame secara besar-besaran di Indonesia baru terdapat di Jawa Timur. Salah satu perusahaan yang mengembangkan budi daya kedelai edamame berskala besar adalah PT. Mitratani Dua Tujuh. Pengembangan yang dilakukan perusahaan itu melibatkan petani di sekitar Kabupaten Jember.


(27)

Jenis produk edamame yang dipasarkan oleh PT. Mitratani Dua Tujuh adalah edamame beku (frozen vegetable soybeans), yang merupakan tipe edamame terbesar yang diimport oleh pasar negara Jepang, berupa tipe lepas (detached type), yang dibekukan menggunakan teknik kriogenik metode Individual Quick Frozen (IQF). Selain dalam bentuk edamame beku PT. Mitratani Dua Tujuh juga memasarkan edamame dalam bentuk bijian (mukimame) (BPEN 2003).

Budidaya edamame berskala besar juga dilakukan oleh BUMN Kehutanan yakni PT. Perhutani. Areal budi daya kedelai edamame yang dikembangkan Perhutani berada di empat wilayah yaitu Banyuwangi 900 hektar, Bondowoso 400 hektar, Jember 300 hektar, serta Blitar 300 hektar (BPEN 2003).

Jenis dan Varietas Tanaman Edamame

Edamame merupakan species yang sama dengan kedelai, tetapi berbiji lebih besar, rasa yang lebih manis, tekstur yang lebih lembut, dan lebih mudah dicerna.

Klasifikasi botani tanaman edamame adalah sebagai berikut: Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Polypetales

Famili : Leguminoceae Sub Famili : Papilionoideae

Genus : Glycine

Spesies : Glycine max (L.) Merr.

Orang Jepang mengklasifikasikan edamame sebagai tipe musim panas dan tipe musim gugur (Kono 1986). Hampir semua varietas edamame musim panas memiliki sifat sensitif terhadap temperatur, sedangkan tipe musim gugur, sejumlah kecil varietasnya sensitif terhadap panjang hari. Edamame tipe musim panas ditanam pada musim semi dan dipanen belum matang setelah 75 hingga 100 hari, sedangkan tipe musim gugur ditanam pada awal musim panas dan dipanen 105 hari setelah tanam atau lebih.

Varietas dengan kualitas spesial yang memiliki keunggulan tertentu meliputi: Fukura's dengan sifat yang manis, Kinshu's dengan sifat polong yang berwarna gelap, Mikawashima's dengan polong berbiji tiga, Osodefuri's rasa yang baik, Shiroge's dengan dahan yang banyak, dan Tsurunoko's dengan biji yang besar.


(28)

5

Varietas dengan kualitas negatif yang memiliki kekurangan meliputi: Fukura's dengan sifat polong yang mudah pecah, Mikawashima's dengan sifat pertumbuhan yang merambat, Okuhara's bersifat periode panen yang lambat, Sapporo-midori's kurang tahan pada suhu rendah, dan Tsurunoko's dengan sifat tumbuhan yang tinggi.

Manfaat Tanaman

Edamame dikonsumsi sebagai makanan kecil, sayuran, bahan tambahan sup, ataupun diproses menjadi manisan. Jika dikonsumsi sebagai makanan kecil, polong dimasak ringan dalam air mendidih yang mengandung garam. Cara makannya adalah dengan menekan polong untuk mendesak biji supaya masuk kedalam mulut. Sebagai sayuran, biji edamame digunakan sebagai campuran salad, atau dikombinasikan dengan sayuran lain. Sebagai sup dikenal di Jepang sebagai gojiru

dan zunda mochi adalah jenis makanan yang menggunakan pasta edamame manis. Pemasaran edamame umumnya dijual dalam bentuk polongan segar berikut dengan daun, batang, dan akar; atau dilepaskan dari batang dengan pengemasan beku, baik itu berupa polongan ataupun bijian.

Standar Mutu Edamame

Kualitas edamame dievaluasi oleh distributor dan konsumen dari sisi kenampakan, aroma, rasa, ketahanan tekstur setelah dimasak. Polong edamame lebih disukai yang lemb ut, tangkai polong berwarna coklat muda atau abu-abu, polong mengandung dua atau tiga biji, kebanyakan polong memiliki panjang lima centimeter, tiap 500 gramnya berisi tidak lebih dari 175 polong, berat 100 biji harus mencapai 30 gram, polong berwarna hijau seutuhnya tanpa tanda atau warna kuning, dan polong tidak boleh cacat (IDA 1990).

Di Iwate Prefecture (IDA 1990), edamame grade A harus memiliki 90 persen atau lebih polongan yang berisi dua atau tiga biji. Polong harus berbentuk sempurna, hijau seutuhnya, dan tidak menunjukkan tanda-tanda luka atau noda. Edamame grade B harus memiliki 90 persen atau lebih polongan yang berbiji dua atau tiga, warna polong bisa hijau muda, beberapa polong terdapat noda, luka, berubah bentuk, pendek, atau biji dengan ukuran kecil. Sedangkan hal- hal yang tidak boleh terdapat pada kedua grade tersebut adalah polong terlalu matang,


(29)

terkena penyakit, rusak karena serangga, hanya mengandung satu biji, berubah bentuk, kekuningan, robek, ternoda, atau kurang masak.

Proses Pascapanen Edamame

Proses penanganan pascapanen pada produk edamame segar dilakukan untuk mempertahankan kesegaran dan rasa. Metode precooling untuk edamame segar diaplikasikan pada suhu 0o C hingga 3o C (Tsay et al 1991). Metode Air-cooling, vacuum-Air-cooling, dan penggunaan air es adalah tiga metode precooling

yang efektif untuk edamame. Penyimpanan edamame pada 0o C dan kelembaban relatif 95 persen akan mempertahankan warna hijau polong, rasa, dan berat. Pada penyimpanan yang baik, edamame akan mempertahankan rasa dan kenampakan lebih dari dua minggu (Chiba 1991).

Proses penanganan edamame beku (frozen vegetable soybeans) membutuhkan beberapa perlakuan khusus sebagai berikut ini.

1 Perlakuan blanching 95° C konstan selama dua menit akan menghasilkan edamame beku yang mudah terlepas jika ditekan dengan jari.

2 Setelah blanching dan cooling, diharapkan temperatur dari polong kurang dari 16° C.

3 Disarankan untuk segera melakukan proses pembekuan setelah blanching untuk menghindarkan peningkatan temperatur biji yang dapat menyebabkan tingginya persentase polong berwarna gelap dan memar pada polong yang tidak diinginkan.

4 Pembekuan menggunakan teknologi kriogenik dengan metode Individual quick freezing (IQF), baik menggunakan karbon dioksida (CO2) dan nitrogen cair (liquid nitrogen) menghasilkan polong beku dengan kualitas yang memuaskan. 5 Penyimpanan beku pada suhu dibawah minus 18o C (Nguyen 1998).


(30)

7

Gambar 1 Ilustrasi tanaman edamame Grading

Grading merupakan salah satu proses penanganan pascapanen. Tujuan

grading adalah menggolongkan kelas mutu dari suatu produk menjadi beberapa kelas. Perbedaan yang muncul dari suatu jenis produk disebabkan karena faktor genetik, lingkungan, dan teknik budidaya. Keseragaman produk merupakan tujuan dari grading. Sehingga dari satu kelas mutu yang seragam dapat ditentukan nilai dari kelas tersebut dibandingkan dengan kelas mutu yang lain. Hal ini pulalah yang mendasari bahwa teknik grading akan memberikan acuan antara produsen dan konsumen terhadap harga suatu produk. Variabel yang digunakan untuk menentukan mutu produk antara lain ukuran, bobot, warna, bentuk, kemasakan, kebebasan dari hama penyakit, dan kebebasan dari benda-benda asing. Cara pengklasifikasian suatu produk adalah berdasarkan persyaratan minimal dari masing- masing kelas yang telah ditentukan oleh suatu panitia (Pantastico 1993).

Pengolahan Citra Digital

Pengertian pengolahan citra (image processing) sedikit berbeda dengan pengertian machine vision, meskipun keduanya seolah-olah dapat dipergunakan dengan maksud yang sama. Kata image processing dipergunakan bila hasil olahan data yang berupa citra, adalah bentuk citra yang lain yang mengandung atau memperkuat informasi khusus pada citra hasil olahan sesuai dengan tujuannya (Ahmad 2005).


(31)

Teknik pengolahan citra digital adalah salah satu metode yang cukup potensial digunakan untuk pengukuran / pengujian dan klasifikasi suatu bahan secara otomatis, obyektif dan konsisten, dengan kapasitas besar dan tidak memerlukan banyak tenaga kerja. Pemahaman tentang hubungan formasi geometri citra dan representasi citra di dalam komputer penting untuk memahami bagaimana citra disimpan dan diolah.

Teknik pengolahan citra mampu untuk menganalisa penampilan suatu bahan berdasarkan ukuran, warna dan bentuk. Citra merupakan hasil proyeksi dua-dimensi dari benda tiga-dimensi, sehingga informasi tidak bisa didapat begitu saja, melainkan harus diperbaiki. Untuk memperbaiki informasi tersebut, diperlukan pengetahuan dan proyeksi geometri dari obyek dalam suatu pemandangan.

Beberapa penelitian yang menerapkan teknik pengolahan citra dalam bidang pertanian antara lain: pengembangan sistem kontrol pertumbuhan cabe berdasarkan pengolahan citra dan jaringan syaraf tiruan (Suroso et al 2001); mengkaji sifat fisik mangga gedong dengan menggunakan sis tem pengolahan citra (Budiastra et al 1995); sistem sortasi untuk buah apel dengan menggunakan image processing (Rehkugler et al 1989).

Pengolahan citra merupakan proses pengolahan dan analisa citra yang banyak melibatkan persepsi visual. Proses ini mempunyai data masukan dan informasi keluaran yang berbentuk citra. Dalam pengolahan citra digital, citra masukan diperoleh melalui suatu kamera yang di dalamnya terdapat suatu alat digitasi yang mengubah citra masukan berbentuk analog menjadi citra digital, dimana citra yang direkam maupun sensor yang digunakan mempunyai kedudukan atau posisi yang tetap.

Menurut Arimurthy dan Setiawan (1992) komputer digital hanya memproses suatu citra dalam bentuk digital. Citra digital dapat diperoleh dari suatu sistem penangkap citra digital (digitizer) yang melakukan penjelajahan suatu citra membentuk suatu matrik, dimana eleme n-elemennya menyatakan nilai intensitas cahaya pada suatu himpunan diskrit dari titik-titik. Sistem tersebut merupakan bagian depan dari suatu sistem pengolah citra seperti terlihat pada Gambar 2.


(32)

9

SENSOR PENGUBAH ANALOG KE DI GI TAL

CI TRA

MASUKAN KOMPUTER

DI GI TAL

PENYI MPAN BI NGKAI CI TRA MONI TOR PERAGA

Gambar 2 Elemen-elemen dalam pengolahan citra Perangkat Keras Pengolahan Citra

Komponen utama dari perangkat keras citra digital adalah komputer dan alat peraga. Proses pengolahan citra umumnya dilakukan dari piksel ke piksel yang bersifat paralel.

Perangkat keras pengolahan citra terdiri dari beberapa sub sistem yaitu komputer, masukan video, keluaran video, kontrol proses interaktif penyimpanan berkas citra, dan perangkat keras sistim pengolahan citra.

Sub sistem masukan video digunakan untuk memasukkan data citra. Data citra berasal dari alat perekam dan pembaca video, hasil foto melalui sistim kamera atau gambar yang diubah menjadi berkas digital.

Sensor citra yang umum digunakan berupa kamera CCD (charge coupled device), kamera ini menghasilkan sebuah sinyal citra yang dapat digambarkan sebagai sinyal analog dari bentuk gelombang listrik. Sinyal analog ini kemudian dikonversi menjadi sinyal digital oleh sebuah analog-digital (A/D) converter. Selanjutnya sinyal digital keluaran A/D converter ditransmisikan kepada memori citra digital. Perangkat lainnya adalah unit display untuk memonitor citra yang ditangkap oleh kamera, menampilkan citra yang sudah diproses, dan sebagainya. Selain itu diperlukan peralatan tambahan berupa lampu- lampu khusus untuk mensuplai cahaya yang cukup dan diatur sedemikian rupa sehingga iluminasi merata pada seluruh objek yang akan ditangkap citranya (Ahmad 2005).

Sub sistem berikutnya adalah bagian keluaran video yang mengeluarkan hasil proses pengolahan citra. Hasil proses dapat berupa bentuk cetakan gambar, hasil plotter atau bentuk peragaan melalui layar peraga suatu monitor video.

Sub sistem kontrol proses interaktif digunakan untuk melaksanakan komunikasi antara pemakai dan mesin. Sedangkan sub sistem penyimpan berkas


(33)

citra terdiri dari keping penyimpan berukuran besar maupun kecil yang berfungsi sebagai memori.

Perangkat Lunak Pengolahan Citra

Perangkat lunak (software) yang digunakan pada image processing

tergantung pada jenis image frame grabber yang digunakan. Biasanya setiap pembelian paket image digitizer, paket tersebut telah dilengkapi dengan perangkat lunak untuk menggunakannya.

Gambar yang telah tertangkap kamera diubah menjadi citra digital dan ditempatkan dalam memori komputer dalam file berekstension TIFF atam BMP. Selanjutnya data citra diolah kembali atau langsung disimpan pada media penyimpanan data dalam bentuk citra digital.

Komputer merupakan sebuah perangkat digital oleh karena itu fungsi- fungsi yang kontinyu tidak dapat direpresentasikan secara persis oleh komputer. Dari variabel yang kontinyu harus dirubah variabel digital berupa titik-titik yang terbatas dalam komputer. Ini disebut dengan pengambilan sampel dan kuantisasi.

Umumnya citra dibentuk dari kotak-kotak persegi empat yang teratur (piksel). Piksel merupakan elemen citra yang terkecil dengan panjang polong horizontal dan vertikal antar piksel adalah sama pada seluruh bagian citra. Setiap piksel diwakili oleh sebuah nilai dalam bilangan bulat (integer). Seringkali bilangan bulat tersebut besarnya 8-bit, dengan selang 0 – 255 dimana 0 untuk warna hitam, 255 untuk warna putih, dan tingkat abu-abu berada diantaranya. Nilai bilangan 0 hingga 255 merupakan nilai intensitas dari suatu piksel.

Proses merepresentasikan citra dalam suatu nilai bit tertentu disebut dengan proses kuantisasi citra. Suatu proses kuantisasi citra dapat juga dilakukan pada tingkat intensitas 32, 64, 128, dan 512, bahkan untuk bidang kedokteran dapat mencapai 4096 tingkat.

Ukuran dari suatu citra merupakan jumlah banyaknya piksel yang dikandung sebuah citra. Ukuran citra dikenal sebagai resolusi dan dinyatakan sebagai ukuran panjang kali lebar dari satuan piksel. Resolusi 65536 piksel merupakan ukuran piksel 256 (lebar) x 256 (pajang).


(34)

11

Segmentasi Citra

Segmentasi citra adalah proses memisahkan suatu region dengan latar belakang, hasil dari segmentasi citra disebut sebagai citra biner. Region adalah sekumpulan piksel yang terkoneksi satu sama lain dan mempunyai sifat yang secara umum sama. Region penting dalam pengolahan citra, karena region mungkin berkorespondensi dengan beberapa obyek dalam dunia nyata.

Dalam citra biner hanya ada dua tingkat intensitas, yaitu terang dan gelap. Pada kuantisasi 256 tingkat intensitas, nilai 255 merup akan intensitas yang terang, dan nilai 0 untuk intensitas gelap. Umumnya region diberi tingkat intensitas terang, sedangkan untuk latar belakang diberi intensitas gelap, tetapi tentu saja keadaan ini dapat berubah tergantung dari sisi mana pengamat hendak melakukan analisis.

Teknik sederhana memisahkan region dengan latar belakang pada citra

greyscale (abu-abu) adalah thresholding yang menghasilkan citra biner. Apabila nilai intensitas suatu obyek berada pada suatu interval, dan nilai intensitas latar belakang berada di luar selang interval tersebut, maka operasi thresholding

dapat dilakukan dengan memberikan nilai batas minimal atau maksimal selang intensitas obyek yang berdekatan dengan selang interval latar belakang (threshold

metode manual).

Citra denga n karakteristik pencahayaan tertentu memiliki nilai threshold

yang spesifik. Oleh karena itu suatu nilai threshold tidak dapat digunakan pada semua citra, tergantung pada pengamatan citra yang disegmentasi. Demikian pula dengan citra yang komplek, adakalanya proses threshold sederhana sulit dilakukan. Oleh karena itu dikembangkan metode threshold yang lain sebagai berikut ini. 1 Threshold dengan Metode P-Tile

Metode P-Tile menggunakan pengetahuan tentang region atau ukuran dari obyek yang diinginkan untuk melakukan threshold citra. Dengan kata lain persentase region terhadap keseluruhan citra perlu diketahui. Metode ini sangat terbatas penggunaannya.

2 Threshold dengan Metode Iterasi

Metode Iterasi dibangun dengan cara memilih nilai kira-kira untuk threshold


(35)

yang baru akan memberikan nilai pemisahan yang lebih baik dari nilai sebelumnya.

Proses perhitungan dari beberapa fitur pengolahan citra dilakukan pada citra biner, seperti pengukur an area, jarak, titik pusat, dan faktor bentuk. Oleh karena itu sebelum dilakukan pengukuran variabel diatas, proses segmentasi perlu dilakukan. Area

Area merupakan salah satu ciri umum yang dapat digunakan untuk mengenali obyek. Area merupakan ukuran dari suatu obyek yang dinyatakan dalam satuan piksel. Pengetahuan tentang area sangat membantu dalam mengidentifikasikan obyek jika dibandingkan dengan noise. Noise umumnya memiliki ukuran yang jauh lebih kecil daripada obyek. Dalam pengolahan citra digital, area dapat digunakan pula sebagai salah satu penentuan standar mutu produk.

Perimeter

Perimeter adalah batas daerah yang dimiliki oleh suatu region terhadap

background. Jika S merupakan region dan S’ merupakan background, maka batas daerah merupakan sekumpulan piksel dari S yang mempunyai 4 – tetangga dari S’. Bagian dalam region yang bukan merupakan batas daerah disebut dengan interior. Faktor Bentuk

Faktor bentuk merupakan salah satu sifat geometri. Umumnya faktor bentuk merupakan suatu rasio antara area dengan perimeter atau rasio antara area dengan panjang maksimal suatu citra. Ada dua faktor bentuk yang umum digunakan yaitu

compactness (kekompakan) dan roundness (kebundaran). Ukuran dari dua macam faktor bentuk ini dapat digunakan untuk menentukan jenis suatu obyek dari suatu citra, ataupun digunakan sebagai patokan mutu suatu jenis obyek.

Pengolahan Warna

Warna adalah tidak lebih dari sekedar respon psycho-physiological dan intensitas yang berbeda (Ahmad 2005). Energi dari cahaya ditangkap oleh mata dan diterjemahkan oleh otak sebagai warna. Persepsi warna dalam pengolahan citra tergantung pada tiga faktor yaitu (1) spectral reflectance (menentukan bagaimana suatu permukaan memantulkan warna), (2) spectral content (kandungan warna dari


(36)

13

cahaya yang menyinari permukaan), dan (3) spectral response (kemampuan merespon warna dari sensor dalam imaging system).

Model warna telah banyak dikembangkan oleh para ahli seperti model RGB (red, green, blue), model CMYK (cyan, magenta, yellow, black), YCbCr (luminase dan dua komponen krominasi Cb dan Cr) dan HSI (hue, saturation, intensity). Model warna RGB merupakan model warna pokok aditif dimana warna dibentuk dengan mengkombinasikan energi cahaya dari ketiga warna pokok dalam berbagai perbandingan. Display komputer menggunakan model warna RGB.

Salah satu cara menghitung nilai warna dan menafsirkan hasilnya dalam model warna RGB adalah dengan melakukan normalisasi terhadap ketiga sinyal warna tersebut. Normalisasi dilakukan bila sejumlah citra ditangkap dengan penerangan yang berbeda-beda. Hasil perhitungan tiap sinyal warna pokok yang telah dinormalisasi akan menghilangkan pengaruh penerangan, sehingga nilai setiap sinyal warna dapat dibandingkan satu sama lainnya walaupun berasal dari citra dengan kondisi penerangan yang tidak sama, asalkan tidak ekstrim perbedaannya (Ahmad 2005).

Jika indeks warna merah (r), indeks warna hijau (g), dan indeks warna biru (b) adalah notasi untuk normalisasi sinyal warna, maka dirumuskan persamaan sebagai berikut ini.

r = R / (R+G+B) g = G / (R+G+B) b = B / (R+G+B)

Jaringan Syaraf Tiruan

Jaringan syaraf tiruan lahir dari usaha memodelkan otak manusia karena manusia dianggap sebagai sistem yang paling sempurna. Berbagai usaha memodelkan otak manusia telah dilakukan dan memunculkan tiga golongan model. Adapun golongan tersebut adalah sebagai berikut ini.

Golongan pertama meniru pola manusia dalam mengambil keputusan. Golongan ini disebut sebagai sistem pakar (expert system). Golongan kedua menirukan cara kerja manusia yang tidak pernah dilakukan dalam variabel tegas


(37)

(crisp). Semua variabel yang diolah dalam otak manusia bersifat samar (fuzzy). Dengan menggabungkan variabel samar dengan sistem pakar maka lahirlah logika samar (fuzzy logic). Golongan ketiga lahir dari usaha memodelkan sel syaraf. Oleh karena itu disebut sebagai jaringan syaraf tiruan (artificial neural network).

Model jaringan syaraf tiruan (JST) pertamakali dikenalkan oleh Mc. Culloh dan Pitts sebagai komputasi aktifitas syaraf. Hasil karyanya kemudian menjadi arah bagi penelitian dibidang ini pada masa berikutnya. Hebb mempostulatkan bahwa

neuron berhubungan satu sama lain pada pola terorganisasi secara mandiri. Hubungan secara kontinyu berubah ketika sebuah organisasi mempelajari suatu tugas baru yaitu penjelasan mengenai model syaraf biologis.

Pada tahun 1958 Rosenblat et al, menemukan aturan pelatihan untuk pertama kalinya pada perceptron. Minsky dan Papert (1969), mengemukakan bahwa perceptron sangat terbatas digunakan sebagai metode perhitungan pada kehidupan nyata. Bernard Widrow menemukan unsur neural sederhana yang hampir sama dengan perceptron yang dinamakan ADALINE (adaptive linier neuron), dan jaringan multi layernya dikenal sebagai MADALINE (multiple adalines). Berikutnya Widrow juga mengembangkan prosedur pelatihan terawasi yang dikenal sebagai Least Mean Square (LMS) atau Widrow-Hoff learning method. Pada era selajutnya JST berkembang sedemikian hingga ditemukan berbagai macam metode dan aturan pelatihan.

Sebuah JST yang berorientasi pada aplikasi memiliki tiga karakteristik sebagai berikut ini.

1 Bersifat adaptif, artinya JST mampu mengubah parmeter dan struktur dirinya berdasarkan masukan yang diberikan, serta menangani masukan yang sebelumnya belum pernah dikenal sebelumnnya.

2 Merupakan proses non linier, fungsi aktifasi merupakan unit non linier JST. 3 Merupakan proses paralel, seperti halnya sistem syaraf biologis jutaan neuron

yang dimilikinya bekerja secara paralel sehingga masing- masing melakukan proses secara bersamaan.

Sifat-sifat di atas membedakan antara JST dengan metoda komputasi yang konvensional yang umumnya tidak bersifat adaptif dan linier. Sifat adaptif menjadikan JST menjadi sistem yang fleksibel dalam menghadapi suatu persoalan.


(38)

15

Fleksibelitasnya menjadikan JST sangat sesuai dengan persoalan yang tidak memiliki model matematik yang cukup baik.

Sifat non linier merupakan kekuatan dari JST yang lain. Di sisi lain metode konvensional terlalu rumit dan tidak disukai apabila memasuki model yang non linier. Padahal sebagian besar permasalahan di dunia nyata membawa sifat ketidak linieran. Sifat pemrosesan secara paralel menjadikan sifat JST menjadi sangat penting seiring dengan meningkatnya kompleksitas permasalahan.

Neuron Biologis

Jaringan syaraf tiruan merupakan jaringan yang dibuat dengan meniru jaringan syaraf manusia dengan diilhami oleh struktur dan cara kerja otak dan sel syaraf manusia. Otak manusia mengandung kurang lebih 1011 neuron dan sekitar 104 hubungan per neuron. Sebuah neuron mengandung soma (badan sel), axon

(pengirim sinyal) dan dendrite (penerima sinyal). Yang menghubungkan antara satu neuron dan neuron yang lain adalah synapse (sinapsis). Dendrite berfungsi sebagai penerima sinyal dari neuron lain melalui sinapsis sedangkan axon berfungsi meneruskan sinyal ke ujung serat yang berhubungan dengan sinapsis.

Sebuah neuron akan bereaksi apabila potensial listrik mencapai suatu batasan tertentu (threshold). Cara kerja dari neuron adalah dengan menjumlahkan sinyal yang masuk melalui dendrite yang berasal dari axon neuron lain yang dikalikan dengan pembobot sinapsis. Proses pelatihan terjadi dengan perubahan pada sinapsis. Ada dua jenis sinapsis yakni sinapsis yang bersifat membangkitkan (exite) dan sinapsis yang bersifat menghambat (inhibit). Sinyal yang masuk dijumlahkan oleh badan sel dan dikonversi oleh fungsi aktifasi tertentu sehingga menghasilkan sinyal pemicu yang dialirkan ke neuron melalui akson. Skema fisiologis neuron dapat dilihat pada Gambar 3.

NEURON

NEURON SYNAPSES

AXON DENDRI TES

Arah Aliran


(39)

Representasi Matematis dari Neuron

Model matematik orde pertama dari neuron dapat dilihat pada gambar berikut ini.

1

0.1

>2 Akumulasi

dan Pelipatan

Threshold

0.5

Output Bobot atau kekuatan dari hubungan

Gambar 4 Skema neuron untuk JST

Hubungan (connection) yang masuk pada neuron digambarkan dengan garis

input dengan bobot tertentu. Neuron hanya melakukan akumulasi dan memberik an nilai pembatas (threshold) untuk pulsa yang datang dari input. Jika sebuah pulsa datang dari suatu hubungan, maka pulsa tersebut akan dilipatkan nilainya dengan suatu nilai yang disebut dengan bobot dari hubungan yang menentukan kepentingan dari hubungan tersebut (identik dengan besar kecilnya ukuran dendrit biologis). Nilai dari hubungan-hubungan diakumulasikan menjadi nilai overall unit aktifasi, melewati nilai batas tertentu, dan akan mengeluarkan pulsa jika nilai overall

mencapai nilai batas tersebut. Keluaran dari tahap threshold akan menjadi masukan dari neuron yang lain, dan terbentuklah suatu jaringan syaraf yang lengkap.

Fungsi operasi diatas diaplikasikan pada neuron buatan dan dikenal sebagai

Threshold Logic Unit (TLU) dikemukakan oleh McCulloch and Pitts (1943). Berikut ini adalah gambaran dari konsep yang dikemukakan oleh McCulloch and Pitts dan disempurnakan oleh Rosenblat (1958).

y

a y

: dilipatkan oleh bobot w1

w2

wn

. . .


(40)

17

Elemen dasar yang membangun sebuah JST adalah sebuah simpul (unit). Simpul berfungsi untuk mengubah sinyal masukan menjadi sebuah keluaran. Model ini mempunyai masukan berupa x1, x2, ..., xn, bobot adalah w1, w2, ..., wn. Sinyal

berharga 0 dan 1 yang merupakan nilai boolean (hal ini sesuai denga n contoh gerbang logika dalam rangkaian elektronika).

Nilai aktifasi (a) adalah sebagai berikut ini.

a = w1x1 + w2x2 + ..., wnxn atau (1)

=

= n

i i ix

w 1

α (2)

Keluaran dari y diberikan dengan membandingkan nilai aktivasi dengan nilai batas (threshold) sebagai berikut ini.

1 if a = ? y =

0 if a < ? (3)

Threshold (?) seringkali bernilai 0, fungsi threshold sering disebut sebagai fungsi step atau pembatas keras.

Cara kerja dari TLU adalah menjumlahkan seluruh masukan setelah diberi pembobot dan menyesuaikan hasil penjumlahan ini ke dalam sebuah fungsi aktifasi yang berfungsi untuk mengubah suatu nilai tidak terbatas (unbounded) menjadi nilai yang terbatas (bounded) atau dikenal dengan fungsi pemampat. Pada model asli Rosenblatt fungsi yang digunakan adalah fungsi pembatas keras seperti pada gambar diatas.

Jika dianalogikan dengan neuron biologis, munculnya aksi potensial disimbolkan dengan nilai biner 1 dan jika tidak disimbolkan dengan nilai biner 0.

Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Minsky dan Papert (1969), bahwa perceptron terbatas penggunaannya sebagai metode perhitungan pada aplikasi nyata, masalah akan timbul jika masukan yang diumpankan adalah bilangan real, dan bilangan real pada keluaran. Proses analisa matematis untuk jaringan semacam ini cukup kompleks, dan dapat dilakukan dengan salah satu varian dari JST yaitu

multilayer perceptron.

Penggunaan bilangan real untuk masukan dan keluaran mensyaratkan penggunaan threshold dengan fungsi matematis antara lain fungsi sigmoid, arctangen, arcsin, dan lain- lain. Fungsi yang digunakan haruslah mulus dan


(41)

kontinyu (tidak diperkenankan menggunakan potongan fungsi linier atau fungsi step) dan mempunyai nilai batas atas dan batas bawah absolut. Fungsi sigmoid merupakan fungsi yang umum digunakan dalam JST .

Arsitektur Multilayer Neural Network

Kemampuan dari sebuah simpul terbatas pada pengenalan pola-pola yang linier dan fungsi- fungsi logika sederhana. Kemampuan lebih tinggi dapat diperoleh dengan menggabungkan beberapa simpul membentuk JST. Gambar 6 menunjukkan skema dari JST lapisan multilayer.

Hal yang terpenting dari JST bukan hanya bagaimana neuron diimplementasikan tetapi juga bagaimana hubungan antar neuron dibangun (seringkali disebut dengan arsitektur).

Arsitektur JST dibagi menjadi empat golongan sebagai berikut ini. 1 JST lapisan tunggal (single layer neural network).

2 JST lapisan majemuk (multi layer neural network). 3 JST arah depan (feedforward neural network). 4 JST recurent (recurent neural network).

Beberapa pengertian dari JST :

1 Simpul (unit) adalah elemen pengolahan yang terkecil

2 Lapis (layer) adalah kelompok simpul-simpul yang paralel. Berdasarkan lokasi dibedakan menjadi lapisan masukan (input layer), lapisan tersembunyi (hidden layer), dan lapisan keluaran (output layer).

3 Sampel adalah sepasang masukan (input) dan keluaran (output) yang diberikan pada JST pada proses pelatihan (trainning).


(42)

19

1

2

3

n

1

2

3

p . . .

xi

vij

wjk

. . .

yk zj

Gambar 6 JST multilayer

Notasi yang digunakan: Xi : masukan

Vi j : nilai pembobot antara lapisan i dan lapisan j (lapisan masukan dan lapisan tersembunyi)

Zj : keluaran pada simpul j (pada lapisan tersembunyi)

Wjk : nilai pembobot antara lapisan j dan lapisan k (lapisan tersembunyi dan lapisan keluaran)

Yk : keluaran dari simpul k (lapisan keluaran)

Setiap lingkaran yang terdapat pada Gambar 6 merupakan simpul yang melakukan perhitungan kecuali pada lapisan masukan. Lapisan tersembunyi dan lapisan keluaran melakukan perhitungan dengan fungsi tertentu yang disebut dengan fungsi aktifasi. Fungsi aktifasi merupakan suatu fungsi kontinyu, monoton tidak turun, keluaran terbatas, dan mudah untuk dideferensialkan. Lapisan tersembunyi pada JST bisa lebih dari satu lapisan. Menurut Wang et al (1991) pemakaian lebih dari satu lapisan tersembunyi tidak akan meningkatkan kinerja dari jaringan.

Aturan pelatihan dari JST bertujuan untuk mengubah-ubah faktor pembobot dan merupakan serangkaian algoritma yang dapat beradaptasi sehingga diperoleh pembobot yang diinginkan. Metode pelatihan dalam JST terdiri dari tiga macam yaitu pelatihan terawasi (supervised learning), pelatihan tak terawasi (unsupervised learning), dan pelatihan perkuatan (reinforced learning).

Pelatihan terawasi merupakan proses pelatihan menggunakan pembanding pada keluaran JST sehingga diperoleh sinyal kesalahan (error). Besarnya kesalahan


(43)

ini digunakan untuk menata faktor pembobot pada jaringan sehingga diperoleh keluaran jaringan yang mendekati keluaran yang diinginkan. Prinsip kerja jaringan berdasarkan kesalahan yang digunakan untuk mengkoreksi faktor pembobot jaringan ini disebut dengan error correction learning. Algoritma dari error correction learning ini adalah metode pelatihan penurunan gradien yaitu kuadrat rata-rata terkecil (least mean square) dan propagasi balik kesalahan (error backpropagation) (Demuth et al 1998).

Pelatihan tidak terawasi tidak memerlukan pola sasaran sehingga tidak ada proses pembandingan keluaran terhadap respon yang diharapkan. JST dengan pelatihan tidak terawasi dapat belajar dengan cara memasukkan data ke dalam jaringan, dan jaringan-jaringan membentuk kelas-kelas tertentu dan mengklasifikasikan data masukan dalam kelas tertentu. Algoritma metode pelatihan ini dapat ditemukan pada jaringan Hamming, Linsker, dan Kohonen (Peterson 1996).

Pelatihan perkuatan berhubungan dengan pembaruan pembobot jaringan dengan mengevaluasi sinyal. Hal yang membedakan dengan pelatihan terawasi adalah pada pelatihan terawasi sinyal pembanding dianggap sebagai sinyal yang benar. Algoritma yang menggunakan metode pelatihan ini adalah learning automata.

Backpropagation

Kekuatan utama dari backpropagation adalah klasifikasi patern, yaitu mengklasifikasikan pasangan input dan output. Selain itu jaringan syaraf

backpropagation juga dapat digunakan untuk memprediksi output suatu sistem, ataupun pengolahan sinyal digital.

Jika data diaplikasikan pada JST dan outputnya tidak sesuai dengan yang diharapkan, maka yang dilakukan adalah memodifikasi bobot hubungan. Karena bobot awal adalah acak, maka kemungkinan mendapatkan output tidak sesuai dengan yang diharapkan tinggi. Untuk meningkatkan kinerja jaringan tidak dapat dilakukan dengan hanya memodifikasi bobot hubungan, karena ketidaktahuan akan kontribusi masing- masing bobot hubungan terhadap kesalahan output. Oleh karena itu digunakan algoritma yang secara efisien dapat memodifikasi hubungan atau faktor bobot untuk meminimisasi kesalahan (error) dari output.


(44)

21

Algoritma yang digunakan pada kondisi diatas adalah error corection learning yang dapat ditemukan pada backpropagation. Proses pelatihan (training) dari backpropagation terdiri atas beberapa tahap sebagai berikut ini.

1 Pemilihan dan persiapan data training.

2 Persiapan bobot awal.

3 Modifikasi bobot hubungan neuron.

4 Iterasi. 5 Validasi.

1. Pemilihan dan Persiapan Data Training

Pemilihan dan persiapan data training merupakan faktor yang penting dalam algoritma backpropagation. Berikut ini hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan dan persiapan data training.

1 JST tidak berguna jika hanya menganalisa hanya satu contoh pasangan

input / output saja. JST tidak akan dapat menduga karakteristik dari data input

dari hanya satu contoh saja, sehingga diperlukan banyak contoh pasangan

input / output untuk mendapatkan pendugaan klasifikasi yang benar.

2 Prosedur training yang baik adalah menyusun data dengan range yang lebar. Untuk permasalahan yang lebih komplek diperlukan sampel yang lebih banyak. Data harus menunjukkan semua perbedaan karakter yang diminati. Sangat penting untuk memilih sampel yang tidak mengandung faktor dominan yang bukan pokok permasalahan. Sebagai contoh adalah JST untuk pengklasifikasian tank angkatan darat Amerika. Contoh yang digunakan adalah tank Soviet pada berbagai sudut dan jarak pada keadaan hari cerah, dan contoh tank Amerika pada hari yang berawan. Bisa dikatakan bahwa jaringan tersebut lebih handal untuk mengklasifikasikan cuaca dari pada untuk mengidentifikasi tank lawan.

3 Jika memungkinkan pada saat pelatihan, diberikan noise atau dilakukan pengacakan dari sampel. Metode ini akan memberikan kemampuan jaringan untuk mengatasi noise dan variasi alami pada data nyata, sehingga akan meningkatkan kehandalan jaringan.


(45)

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa suatu JST akan menghasilkan keluaran yang baik, sebaik data training yang diberikan.

2. Inialisasi Pembobot

Pembobot mula- mula dipilih secara acak dengan bilangan acak kecil, atau ditentukan dengan metode Nguyen-Widrow.

3. Modifikasi Bobot Hubungan Neuron

Gambar 6 menunjukkan masukan xi diberikan pada lapisan masukan, simpul

pada lapisan masukan akan mendistribusikan sinyal tersebut ke simpul pada lapisan tersembunyi. Masukan pada lapisan tersembunyi disebut dengan nilai zinj.

Persamaan untuk mendapatkan zinj adalah sebagai berikut ini.

= = n i ij i

inj xv

z 1

(4)

Setelah memasuki simpul pada lapisan tersembunyi maka akan terjadi perhitungan masukan zinj dengan fungsi aktifasi. Fungsi aktifasi yang digunakan

adalah fungsi sigmoid.

) exp( 1 1 ) ( x x f σ − + = (5)

dimana x : nilai masukan

s : konstanta persamaan sigmoid

Nilai keluaran pada lapisan tersembunyi zj merupakan hasil masukan zinj ke

fungsi aktifasi

)

( inj

j f z

z = (6)

zj kemudian menjadi masukan lapisan keluaran

jk j p

j nk

i z w

y

=

=

1

(7) Masukan pada lapisan keluaran (yink) akan mengalami perhitungan pada

simpul keluaran dengan fungsi aktifasi )

( ink

k f y


(46)

23

Aturan belajar diturunkan dengan mengoptimasi suatu fungsi harga (cost function). Harga yang digunakan adalah jumlah kuadrat galat (sum squared error) sebagai berikut ini

= − = m k k k y t E 1 2 2

1 ( ) (9)

dimana tk : keluaran sebenarnya (target)

yk: keluaran JST

Diferensial dari persamaan (9) terhadap wjk maka

jk w E ∂ ∂ =

[

]

      ∂ ∂

= m k k k jk y t w 1 2 2 1

=

{

21

[

( )

]

2

}

ink k jk y f t w − ∂ ∂

=

[

]

( ink) jk

k

k f y

w y t ∂ ∂ − −

=

[

]

'( ) ( ink) jk

ink k

k f y

w y f y t ∂ ∂ − − =

[

]

j ink k

k y f y z

t − '( )

= j k z ∂ − (10)

Dari persamaan diatas maka dapat ditentukan perubahan pembobot antara lapisan keluaran dan lapisan tersembunyi sebagai berikut

j k

jk z

w =α δ

∆ (11)

dimana a : konstanta learning rate

Dari diferensial persamaan (9) terhadap vij maka didapat

ij v

E

∂ ∂

=

[

]

k

ij m k k k y v y t ∂ ∂ − −

=1

=

[

]

ink

ij ink m k k k y v y f y t ∂ ∂ − −

= ) ( ' 1 = ( ) 1 ink m k ij k y v

= ∂ ∂ − δ = ( ) 1 j m k ij jk k z v w

= ∂ ∂ − δ =     −

= ) ( ' 1 inj m k jk k

i w f z

x δ

= i j x


(47)

Dari persamaan (12) dapat ditentukan perubahan pembobot antara lapisan tersembunyi dan lapisan masukan sebagai berikut

i j

ij x

v =α δ

∆ (13)

Prosedur memperbarui pembobot adalah jk

jk

jk new w old w

w ( )= ( )+∆ (14)

ij ij

ij new v old v

v ( )= ( )+∆ (15)

sedangkan pengaruh konstanta momentum terhadap perubahan nilai pembobot adalah

) ( )

1

(t z w t

wjk + = k j + ∆ jk

∆ αδ µ (16)

) ( )

1

(t x v t

vij + = j i + ∆ ij

∆ αδ µ (17)

dimana µ : konstanta momentum

Dalam proses pelatihan JST terdapat dua permasalahan yang harus diperhatikan, berkaitan dengan metode heuristik untuk perbaikan kinerja jaringan, yaitu:

1 Harga konstanta learning rate (a) yang menentukan besarnya perubahan pembobot. Nilai learning rate antara 0 hingga 0,9. Semakin besar nilai konstanta learning rate maka semakin cepat jaringan melakukan proses belajar, tetapi apabila nilai konstanta learning rate terlalu besar akan membuat jaringan melompati nilai minimum lokalnya sehingga jaringan berosilasi, yang berakibat kinerja jaringan kurang stabil.

2 Proses menuju jumlah kuadrat kesalahan terkecil jaringan dapat memasuki minimum lokal sehingga proses pelatihan tidak dilanjutkan meskipun belum mencapai harga jumlah kuadrat kesala han minimum global. Hal ini terjadi karena nilai learning rate yang kecil

Berdasarkan hal diatas untuk memperbaiki proses pelatihan dilakukan perbaikan dengan menambahkan nilai momentum (µ) antara 0 hingga 0,9, sehingga nilai learning rate dapat ditingkatkan dan osilasi pada jaringan diminimumkan.

Metode heuristik yang lain adalah dengan cara menambahkan layer pada

hidden unit, menambahkan hubungan pada input unit ke output unit, dan merubah fungsi aktifasi.


(48)

25

4. Iterasi

Keseluruhan proses dilakukan pada setiap contoh dan dilakukan iterasi hingga jaringan mencapai keadaan optimum. Proses pelatihan JST dengan menggunakan propagasi balik dilakukan terus- menerus sehingga nilai galat minimum global tercapai. Ada beberapa cara menghentikan pelatihan JST dengan algoritma backpropagation yaitu:

1 Berdasarkan gradien

Pada metode ini pelatihan dapat dihentikan bila harga galat telah mencapai nilai yang sangat kecil, karena gradien bernilai kecil tidak selalu berarti JST berada di dekat titik minimum, karena semua titik minimum, maksimum, maupun belok stasioner akan memiliki gradien nol. Kelemahan dari metode ini terletak pada proses penghentian pada titik yang salah

2 Berdasarkan kuadrat kesalahan (sum square error)

Metode ini menghentikan pelatihan jika kesalahan telah mencapai nilai

threshold yang ditentukan. Namun cara kedua ini membutuhkan informasi mengenai nilai minimum tersebut.

3 Berdasarkan jumlah iterasi

Proses pelatihan dapat dihentikan bila jumlah iterasi tertentu telah dilakukan, dengan suatu kepercayaan bahwa pada iterasi tersebut JST mencapai minimum global

4 Validasi silang

Suatu metode yang pada pelatihannya menggunakan set data lain untuk menguji kemajuan dari proses belajar. Pelatihan dihentikan jika kinerja generalisasi tidak lagi membaik. Metode ini dilakukan dengan membagi pasangan pelatihan

(patern) menjadi dua kelompok, yaitu kelompok pelatihan dan

kelompok validasi. 5. Pengujian

Proses ini melakukan pengujian terhadap kinerja JST. Jika memungkinkan data yang digunakan adalah data nyata dimana jaringan belum pernah menganalisa dan tidak pernah muncul pada input.


(49)

Ada beberapa macam cara pengujian kinerja JST, berikut ini adalah dua diantaranya.

MSE (mean square error)

Kinerja JST didasarkan atas nilai MSE (mean square error) pada proses generalisasi terhadap contoh data validasi. Semakin kecil nilai MSE semakin baik kinerja dari JST . Persamaan MSE adalah sebagai berikut ini.

2 1

) (

1

i n

i

i y

t n

MSE=

=

dimana: ti = nilai aktual yi = nilai prediksi JST

n = jumlah contoh pada pengujian Validasi

Validasi dilakukan sebagai pengujian kinerja atau ketepatan prediksi JST terhadap contoh yang diberikan selama proses pelatihan. Proses ini dilakukan dengan memberikan sampel data yang lain dari proses pelatihan, dan melihat kemampuan JST memberikan jawaban yang benar.

Validasi model dirumuskan dengan persamaan:

% 100

(%) x

B A Validasi

    =

dimana: A = Jumlah hasil pendugaan yang sama dengan target B = Jumlah data


(50)

PROSES PENANGANAN PASCAPANEN PADA

PT. MITRATANI DUA TUJUH

Penanganan Pascapanen

Proses penerimaan mengawali proses penanganan pascapanen pada PT. Mitratani Dua Tujuh. Edamame yang telah dipanen diterima dalam keadaan bebas dari batang dan daun ditempatkan dalam keranjang-keranjang plastik. Setelah dilakukan penimbangan, edamame diumpankan ke dalam blower dengan menggunakan small conveyor. Pembersihan kotoran dilakukan dengan menggunakan dua buah blower. Kemudian dengan inlet conveyor, edamame yang bersih akan memasuki mesin size grade, yang merupakan proses sortasi pertama berdasarkan ukuran. Pada mesin size grade, edamame dengan ukuran yang kecil akan berjatuhan, sedangkan edamame dengan ukuran sesuai toleransi akan lolos.

Proses berikutnya edamame dikirimkan melalui outlet conveyor dari size grading menuju ke bak pencucian. Setelah dilakukan pencucian, edamame dimasukkan dalam keranjang bersih menuju ke bagian grading.

Sebelum dilakukan proses grading, dilakukan proses analisa fisik (sampel sebanyak 500 gram setiap tujuh keranjang edamame atau kurang lebih 85 kilogram) sebagai acuan untuk me ngidentifikasi adanya ulat.

Proses grading membagi edamame dalam 4 kelas mutu yaitu SQ, SG, TG, dan RJ. Keempat kelas mutu tersebut ditampung dalam keranjang bersih lalu direndam dalam larutan klorin 150 ppm selama 20 menit. Selanjutnya edamame ditempatkan pada keranjang menuju proses washing. Proses washing dilakukan dengan menggunakan mesin yang membersihkan kotoran dan bulu edamame. Pada mesin washing terdapat conveyor yang berhubungan dengan mesin blanching.

Proses blanching bertujuan untuk memperlunak jaringan dan membunuh mikroorganisme patogen dan perusak. Temperatur kerja blancher adalah 95o C dan lama blanching adalah dua menit, menggunakan sumber panas uap dari boiler.

Tahapan cooling pada pengolahan edamame dimaksudkan untuk menyiapkan bahan sebelum dilakukan penggaraman. Ada dua tahapan cooling, yang pertama dilakukan untuk menurunkan suhu bahan setelah blanching, dan yang kedua dilakukan untuk menyiapkan edamame untuk proses penggaraman.


(51)

Proses penggaraman merupakan proses yang dilakukan untuk membuat edamame salt long blanching (SLB). Penggaraman dilakukan dengan larutan garam 15 persen selama 30 menit untuk Super SLB, dan 20 menit untuk regular SLB. Setelah dilakukan penggaraman edamame ditiriskan terlebih dahulu, sebelum memasuki proses blanching. Blancing kedua dilakukan selama 30 detik. Sama dengan prosedur diatas, setelah dilakukan blanching dilakukan proses cooling dua tahap untuk menyiapkan bahan menuju proses pembekuan.

Sebelum dilakukan pembekuan, bahan dilewatkan pada mesin vibrator, yang akan menghilangkan air yang masih melekat pada bahan sekaligus meratakan tumpukan edamame, sehingga pada proses pembekuan didapatkan edamame yang lepas- lepas dan tidak bergumpal.

Proses pembekuan menggunakan metode individual quick frozen (IQF) dengan medium nitrogen cair atau freon dan suhu pendinginan minus 30o C. Hasil dari proses pembekuan ini adalah bahan beku dengan suhu kurang dari minus 18o C.

Tahapan berikut adalah packaging, dimana pada tahapan ini dilakukan final sorting, kemudian pengemasan dalam plastik dan karton. Pada proses ini edamame yang telah dimasukkan dalam karton diperiksa kebersihannya dengan menggunakan

metal detector. Proses identifikasi ini mengakhiri proses penaganan pascapanen edamame, berikutnya edamame yang siap diekspor ini disimpan dalam cold storage

untuk menunggu pengiriman. Gambar 7 memperlihatkan diagram alir proses penanganan edamame di PT. Mitratani Dua Tujuh.

Standar Mutu Edamame di PT. Mitratani Dua Tujuh

Proses grading akan menentukan kelas mutu dari edamame ya ng diproduksi oleh perusahaan. Kriteria pemutuan yang dimiliki oleh perusahaan adalah meliputi variabel sebagai berikut ini.

1 Jumlah Polong

Variabel ini dihitung berdasarkan jumlah polong edamame per 500 gram. Semakin sedikit polong yang terkandung, maka semakin tinggi grade dari edamame.

2 Warna


(1)

Output JST Pembulatan node output Status Pendugaan No

SQ SG TG RJ SQ SG TG RJ SQ SG TG RJ Pendugaan Kelas Mutu

69 0,979 0,768 0,884 -0,674 -0,986 0,987 -1,000 -1,000 1 1 1 -1 -1 1 -1 -1 1 1 1 1 S Q S G T G R J 70 0,997 0,731 0,999 0,223 -0,789 0,743 -1,000 -1,000 1 1 1 1 -1 1 -1 -1 1 0 1 1 S Q SQ T G R J 71 0,938 -0,659 0,823 -0,557 -1,000 0,849 -0,977 -0,988 1 -1 1 -1 -1 1 -1 -1 0 1 1 1 SG S G T G R J 72 0,998 0,992 0,829 -0,673 -0,919 0,766 -1,000 -1,000 1 1 1 -1 -1 1 -1 -1 1 1 1 1 S Q S G T G R J 73 0,925 0,745 0,909 -0,998 -0,997 0,911 -1,000 -1,000 1 1 1 -1 -1 1 -1 -1 1 1 1 1 S Q S G T G R J 74 0,993 0,326 0,997 -0,742 -0,936 0,729 -1,000 -1,000 1 1 1 -1 -1 1 -1 -1 1 1 1 1 S Q S G T G R J 75 0,771 0,164 0,881 -0,199 -1,000 0,992 -0,998 -1,000 1 1 1 -1 -1 1 -1 -1 1 1 1 1 S Q S G T G R J 76 0,997 0,771 0,964 -0,559 -0,981 0,962 -0,998 -0,586 1 1 1 -1 -1 1 -1 -1 1 1 1 1 S Q S G T G R J 77 0,994 0,898 0,942 -0,716 -0,847 0,922 -0,989 -1,000 1 1 1 -1 -1 1 -1 -1 1 1 1 1 S Q S G T G R J 78 0,958 0,845 0,786 0,138 -1,000 0,978 -0,845 -0,939 1 1 1 1 -1 1 -1 -1 1 0 1 1 S Q SQ T G R J 79 0,838 0,928 0,970 0,378 -0,124 -0,575 -1,000 -1,000 1 1 1 1 -1 -1 -1 -1 1 0 0 1 S Q SQ RJ R J 80 0,827 0,066 0,999 0,215 -0,915 0,591 -0,917 -1,000 1 1 1 1 -1 1 -1 -1 1 0 1 1 S Q SQ T G R J 81 0,948 0,360 0,986 0,155 -0,015 0,406 0,333 0,138 1 1 1 1 -1 1 1 1 1 0 1 0 S Q SQ T G SQ 82 0,994 0,349 0,999 -0,295 -0,969 0,897 -1,000 -1,000 1 1 1 -1 -1 1 -1 -1 1 1 1 1 S Q S G T G R J 83 0,997 -0,123 0,999 0,163 -0,999 0,933 -1,000 -1,000 1 -1 1 1 -1 1 -1 -1 0 0 1 1 SG SQ T G R J 84 1,000 0,919 0,956 -0,845 -0,869 0,718 -0,675 -1,000 1 1 1 -1 -1 1 -1 -1 1 1 1 1 S Q S G T G R J 85 0,999 0,997 1,000 -0,490 -0,989 0,949 0,696 -0,968 1 1 1 -1 -1 1 1 -1 1 1 1 0 S Q S G T G SG 86 1,000 0,854 0,996 0,484 0,728 0,087 0,560 -1,000 1 1 1 1 1 1 1 -1 1 0 0 0 S Q SQ SQ SG 87 1,000 0,810 1,000 -0,069 -0,925 0,793 -0,736 -0,938 1 1 1 -1 -1 1 -1 -1 1 1 1 1 S Q S G T G R J 88 0,677 -0,278 0,545 -0,241 -0,999 0,982 -0,993 -1,000 1 -1 1 -1 -1 1 -1 -1 0 1 1 1 SG S G T G R J 89 1,000 0,953 0,229 0,297 -0,001 0,020 -0,896 -0,999 1 1 1 1 -1 1 -1 -1 1 0 1 1 S Q SQ T G R J 90 0,897 0,043 0,812 -1,000 -0,701 0,288 -1,000 -0,465 1 1 1 -1 -1 1 -1 -1 1 1 1 1 S Q S G T G R J 91 0,996 0,071 0,182 -0,193 -0,109 0,042 -0,977 -0,935 1 1 1 -1 -1 1 -1 -1 1 1 1 1 S Q S G T G R J 92 0,953 -0,190 0,228 -0,619 -0,155 0,831 -1,000 -1,000 1 -1 1 -1 -1 1 -1 -1 0 1 1 1 SG S G T G R J 93 0,968 0,878 0,783 -0,996 -0,991 0,887 -0,999 -0,992 1 1 1 -1 -1 1 -1 -1 1 1 1 1 S Q S G T G R J 94 0,999 0,981 -0,417 -1,000 -0,973 0,934 -0,999 -1,000 1 1 -1 -1 -1 1 -1 -1 1 0 1 1 S Q RJ T G R J 95 0,810 0,314 0,999 0,323 -0,687 0,983 -0,693 -1,000 1 1 1 1 -1 1 -1 -1 1 0 1 1 S Q SQ T G R J 96 1,000 0,704 0,653 -0,992 -0,955 0,880 -0,488 -1,000 1 1 1 -1 -1 1 -1 -1 1 1 1 1 S Q S G T G R J 97 0,999 0,592 0,656 -0,064 -1,000 0,994 -0,999 -1,000 1 1 1 -1 -1 1 -1 -1 1 1 1 1 S Q S G T G R J 98 0,957 0,377 0,903 -0,562 -0,645 0,629 -0,289 -0,457 1 1 1 -1 -1 1 -1 -1 1 1 1 1 S Q S G T G R J 99 0,695 0,159 0,597 -0,995 -1,000 0,990 -0,926 -1,000 1 1 1 -1 -1 1 -1 -1 1 1 1 1 S Q S G T G R J 100 0,741 -0,164 1,000 -0,349 -0,991 0,936 -0,973 -1,000 1 -1 1 -1 -1 1 -1 -1 0 1 1 1 SG S G T G R J 101 0,998 0,048 0,371 -0,965 -0,457 0,289 -1,000 -1,000 1 1 1 -1 -1 1 -1 -1 1 1 1 1 S Q S G T G R J 102 0,988 0,988 0,794 -0,467 -1,000 0,153 -0,999 -1,000 1 1 1 -1 -1 1 -1 -1 1 1 1 1 S Q S G T G R J 103 0,921 0,500 0,876 -0,842 -0,615 0,731 -0,800 -0,882 1 1 1 -1 -1 1 -1 -1 1 1 1 1 S Q S G T G R J


(2)

Output JST Pembulatan node output Status Pendugaan No

SQ SG TG RJ SQ SG TG RJ SQ SG TG RJ Pendugaan Kelas Mutu

104 0,952 0,717 -0,104 -0,946 -1,000 0,991 -0,986 -1,000 1 1 -1 -1 -1 1 -1 -1 1 0 1 1 S Q RJ T G R J 105 0,951 -0,646 -0,137 -0,997 -0,911 0,708 -0,960 0,005 1 -1 -1 -1 -1 1 -1 1 0 0 1 0 SG RJ T G T G 106 0,985 -0,392 0,872 -0,991 -1,000 0,995 -0,995 -0,998 1 -1 1 -1 -1 1 -1 -1 0 1 1 1 SG S G T G R J 107 1,000 0,927 0,887 -0,108 -0,987 0,970 -0,986 -1,000 1 1 1 -1 -1 1 -1 -1 1 1 1 1 S Q S G T G R J 108 0,997 0,889 0,794 0,397 0,121 0,538 -0,525 -0,943 1 1 1 1 1 1 -1 -1 1 0 0 1 S Q SQ SQ R J 109 0,897 0,338 -0,714 -0,686 -1,000 0,997 -1,000 -1,000 1 1 -1 -1 -1 1 -1 -1 1 0 1 1 S Q RJ T G R J 110 1,000 0,159 0,969 0,114 -0,993 0,962 -1,000 -1,000 1 1 1 1 -1 1 -1 -1 1 0 1 1 S Q SQ T G R J 111 0,997 0,333 0,256 0,473 -0,994 0,992 -1,000 -1,000 1 1 1 1 -1 1 -1 -1 1 0 1 1 S Q SQ T G R J 112 0,994 0,612 0,091 -0,931 -0,999 0,999 -0,256 -0,997 1 1 1 -1 -1 1 -1 -1 1 1 1 1 S Q S G T G R J 113 0,967 0,929 -0,204 0,725 -0,987 0,999 -0,376 0,086 1 1 -1 1 -1 1 -1 1 1 0 1 0 S Q T G T G T G 114 0,994 0,354 0,999 0,014 -0,960 0,749 -1,000 -0,760 1 1 1 1 -1 1 -1 -1 1 0 1 1 S Q SQ T G R J 115 0,949 0,616 -0,899 -1,000 -0,521 0,691 -0,707 -0,744 1 1 -1 -1 -1 1 -1 -1 1 0 1 1 S Q RJ T G R J 116 -0,080 0,031 0,931 -0,999 -0,289 0,621 -0,984 -0,965 -1 1 1 -1 -1 1 -1 -1 0 1 1 1 T G S G T G R J 117 0,696 -0,178 0,957 -0,136 -1,000 0,989 -0,991 -1,000 1 -1 1 -1 -1 1 -1 -1 0 1 1 1 SG S G T G R J 118 0,991 -0,283 1,000 0,082 -0,996 0,939 0,744 0,407 1 -1 1 1 -1 1 1 1 0 0 1 0 SG SQ T G SQ 119 0,596 -0,220 1,000 0,941 -0,991 0,981 -0,973 -1,000 1 -1 1 1 -1 1 -1 -1 0 0 1 1 SG SQ T G R J 120 1,000 0,554 0,674 0,414 -1,000 0,992 -0,173 -0,278 1 1 1 1 -1 1 -1 -1 1 0 1 1 S Q SQ T G R J 121 1,000 0,991 0,088 -0,747 -0,992 0,986 -0,949 -1,000 1 1 1 -1 -1 1 -1 -1 1 1 1 1 S Q S G T G R J 122 0,897 -0,495 0,662 -0,470 -1,000 0,992 -1,000 -1,000 1 -1 1 -1 -1 1 -1 -1 0 1 1 1 SG S G T G R J 123 0,961 0,700 0,153 -0,986 -0,989 0,974 -0,988 -1,000 1 1 1 -1 -1 1 -1 -1 1 1 1 1 S Q S G T G R J 124 0,481 0,675 -0,016 -1,000 -0,995 0,992 -0,656 -0,999 1 1 -1 -1 -1 1 -1 -1 1 0 1 1 S Q RJ T G R J 125 0,772 0,666 0,926 -0,066 -0,301 0,680 -0,961 -1,000 1 1 1 -1 -1 1 -1 -1 1 1 1 1 S Q S G T G R J

Jumlah pendugaan tepat 97 76 120 114 Jumlah 407

Persentase (%) 77,6 60,8 96,0 91,2 Persentase (%) 81,4 Keterangan: Status pendugaan : 1 (benar)


(3)

Lampiran 2 Kurva MSE pada berbagai variasi JST

A1

A2

A3


(4)

Lampiran 3 Bobot JST variasi A6

Bobot lapisan input ke lapisan tersembunyi

0,0545

0,7021 -0,0132

2,9653 -0,1820 -0,0133

-0,5182 -0,8234 -0,8029 -1,2024 -0,2046 -0,7326

0,3192 -0,0358

0,4198

1,1305 -1,1640

0,3147

0,3042

0,4189

0,2933 -0,6500 -1,9645

1,0243

1,0817

0,2156

0,2573 -0,2375

0,0036 -0,4022

0,1456

1,1657 -0,3502

1,3750 -0,1177 -0,1495

-0,2082

0,4844

0,4833

1,5369 -0,9768

0,7113

0,9832 -0,0693 -0,5781 -0,8430

0,2018

0,1744

-0,1898 -1,3964 -0,7447

0,5852

0,1665

0,6638

-0,2758 -1,4671 -0,4839

1,1064 -0,3048 -0,9136

0,0098

1,2191 -0,5440 -1,0914

0,9007 -0,6445

1,1583

0,2397

0,9769 -0,3178

1,1138

0,0547

0,2582

1,3354

0,2974

0,8959

0,6521 -0,3610

0,2410 -0,1980

0,0420

0,8099

0,3489

1,0165

-0,3729 -0,2535

0,1678

0,7508

0,1484 -0,2318

-0,0544 -0,4353

0,7123 -0,1438 -0,2994 -0,4789

0,4556 -0,2463

0,9151 -0,9693

1,4426

0,8198

-0,4574 -2,7869 -0,3573 -0,3651

0,4371 -0,1175

-0,0627 -0,8768 -0,1099

2,9195

0,0592 -0,0920

-0,3090

0,3571

0,4373 -0,2960 -0,8114

0,0656

Bobot bias lapisan input ke lapisan tersembunyi

-1,2578

-1,2709

-1,0617

-0,7112

-0,2233

-0,1734

0,2089

-1,2562

0,5559

-0,2087

0,1375

0,3826

0,7447

1,0096

1,3317

-0,5860

0,1055

-2,7570

-0,4612

0,2079


(5)

Bobot lapisan tersembunyi ke lapisan output

Kolom 1 sampai kolom 8

-1,7047

-1,8048

-1,6700

1,2135

-1,0153

-1,7634

0,2880

0,6970

-2,5439

-0,4544

-0,4411

-1,1437

-0,2637

0,7117

1,8147

1,9472

Kolom 9 sampai kolom 16

-1,2396

0,0878

0,7601

-1,7057

1,4998

-1,7496

-1,5784

0,2703

0,8753

1,3134

1,7516

0,5794

-0,4411

0,4311

-0,9499

1,3567

Kolom 17 sampai kolom 20

1,3535 -1,4555

1,6155

0,5196

-0,1763

2,5662 -2,9097

1,4235

Bobot bias lapisan tersembunyi ke lapisan output

-0,6258


(6)

Lampiran 4 Listing pemrograman matlab untuk JST variasi A6

Import Wizard created variables in the current workspace.

>> P=Inp';

>> T=Tgt';

>> Y=Sim';

>> [pn,meanp,stdp]=prestd(P);

>> net=newff(minmax(pn),[20 2],{'tansig','tansig'},'traingdm');

>> net.trainParam.show=500;

>> net.trainParam.lr=0.2;

>> net.trainParam.epochs=100000;

>> net.trainParam.goal=0.28;

>> net.IW{1,1}=IW11';

>> net.LW{2,1}=LW21';

>> net.b{1}=b1';

>> net.b{2}=b2';

>> net=train(net,pn,T);

TRAINGDM, Epoch 0/100000, MSE 1. 43808/0.28, Gradient 0.934411/1e-010

TRAINGDM, Epoch 500/100000, MSE 0.386131/0.28, Gradient 0.0245322/1e-010

TRAINGDM, Epoch 1000/100000, MSE 0.342087/0.28, Gradient 0.0173612/1e-010

TRAINGDM, Epoch 1500/100000, MSE 0.319309/0.28, Gradient 0.012988/1e-010

TRAINGDM, Epoch 2000/100000, MSE 0.306223/0.28, Gradient 0.00995783/1e-010

TRAINGDM, Epoch 2500/100000, MSE 0.298176/0.28, Gradient 0.00808657/1e-010

TRAINGDM, Epoch 3000/100000, MSE 0.292503/0.28, Gradient 0.00705157/1e-010

TRAINGDM, Epoch 3500/100000, MSE 0.287972/0.28, Gradient 0.00642484/1e-010

TRAINGDM, Epoch 4000/100000, MSE 0.28267/0.28, Gradient 0.00629612/1e-010

TRAINGDM, Epoch 4407/100000, MSE 0.279996/0.28, Gradient 0.00537992/1e-010

TRAINGDM, Performance goal met.

>> yn=trastd(Y,meanp,stdp);

>> zn=sim(net,yn);