PENELITIAN TAHAP II: VERIFIKASI DIGITAL

IV. PENELITIAN TAHAP II: VERIFIKASI DIGITAL

4.1 PENDAHULUAN

Telah diketahui sebelumnya bahwa interferensi antara suara jantung dan suara pernafasan selama ini hanya dipahami sebagai suara pengganggu (noise).

Suara jantung dipandang sebagai suara yang mengganggu proses evaluasi suara pernafasan (Ghaderi et al., 2011), atau sebaliknya, suara pernafasan merupakan suara pengganggu dalam proses evaluasi suara jantung. Meskipun sulit dilakukan, cara pandang tersebut memunculkan upaya-upaya untuk meminimasi atau menghilangkan suara gangguan tersebut [Ghaderi et al., 2011; Jin et al., 2009; Falk & Chan, 2008; Cortes et al., 2006; Hossain & Moussavi, 2003; Yi & Zhang, 2001; Hadjileontiadis & Panas, 1997].

Hasil penelitian tahap pertama menunjukkan bahwa suara jantung dan suara pernafasan terbukti menghasilkan interferensi. Suara interferensi ini menghasilkan perbedaan pada pola spektral hasil rekaman suara jantung, yang muncul dalam bentuk frekuensi, intensitas suara, dan warna suara. Meskipun nilai intensitas suara sudah bisa dideteksi, hasil penelitian tahap pertama tersebut belum dapat menentukan besaran frekuensi interferensi yang menyebabkan perbedaan. Hal ini terjadi karena data tahap pertama tidak dilengkapi data EKG yang dapat digunakan untuk menjustifikasi posisi suara S1, S2, S3 atau S4, pada interval rekaman. Penelitian tahap kedua ini dilakukan untuk mendapatkan verifikasi dan mengeksplorasi lebih jauh karakteristik suara interferensi, khususnya jika dikaitkan dengan acuan-acuan pengukuran parameter fisiologis umum.

4.2 METODE PENELITIAN

Penelitian tahap II dimaksudkan untuk menguji karakteristik sinkronisasi suara interferensi. Dalam hal ini dibutuhkan data suara jantung, EKG, dan siklus pernafasan yang direkam secara bersamaan. Kebutuhan ini hanya bisa dilakukan melalui peralatan perekam berbasis digital. Data-data untuk verifikasi didapatkan dari Amit et al. [2009], tim peneliti pada School of Computer Science, Tel-Aviv University, Israel. Skema peralatan yang digunakan untuk pengambilan data ditampilkan pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1.: Peralatan penelitian Amit et al. [2009].

Sistem data akuisisi Amit et al. [2009] memiliki 5 buah sensor yang terdiri atas 2 transduser kontak tipe piezoelektrik (PPG sensor model 3, OHK Medical Devices, Haifa, Israel) untuk merekam suara jantung; 1 transduser tekanan pernafasan buatan Validyne Northridge California; dan 2 titik kontak EKG lead tunggal buatan Atlas Researchers Hod-Hasharon Isreal. Unit ADC terdiri atas pre- amplifier buatan Alpha-Omega Nazareth Israel yang dihubungkan pada ADC buatan National Instruments Austin Texas dengan kapasitas 11.025 data/detik dan ukuran sampel 16 bit. Data digital direkam melalui perangkat lunak berbasis Mathlab (SigView.m).

Data-data dari Amit et al. [2009] meliputi data suara jantung, tekanan pernafasan yang diukur di mulut, dan data EKG single-lead yang direkam secara simultan. Data diambil dari 12 sukarelawan berbadan sehat dengan rentang usia 29 ±

12 tahun, terdiri atas 4 perempuan dan 8 lelaki. Protokol riset pengambilan data telah disetujui Komisi Etik setempat dan semua relawan telah menyatakan persetujuannya dalam Letter of informed consent. Data dan jumlah relawan ini sesuai dengan perhitungan jumlah sampel pada penelitian tahap I.

4.3 HASIL DAN ANALISIS

4.3.1 Data hasil penelitian.

Data mentah dari alat perekam diakuisisi menggunakan Program SigView.m [Amit et al., 2009] berbasis Mathlab R2009a. Contoh hasil tampilan data dalam bentuk grafik suara jantung (HS-L), elektrisitas jantung (EKG), dan tekanan tidal pernafasan (PRS), dapat dilihat pada Gambar 4.2. Dari grafik akuisisi data mentah tersebut, dilakukan kuantifikasi secara random dengan menggunakan program analisis gambar ImageJ ver. 5.0. Proses kuantifikasi dilakukan untuk mendapatkan data nilai tegangan gelombang R EKG (mvolt), tekanan pernafasan tidal (mbar), dan intensitas suara jantung (dB).

4.3.2 Analisis statistik gelombang R-EKG. Berdasarkan data hasil kuantifikasi, analisis deskriptif, uji normalitas dan homogenitas data gelombang R-EKG ditampilkan pada Tabel 4.1. Uji perbedaan data kondisi BB dan TN ditampilkan pada Tabel 4.2. Karakteristik data rata-rata BB dan TN ditunjukkan pada Gambar 4.3.

Dari Tabel 4.1. tampak bahwa data gelombang R-EKG mengikuti standar normal meskipun terdapat beberapa obyek yang tersebar jauh dari nilai rata-ratanya. Sementara itu, uji perbedaan nilai data untuk kondisi bernafas bebas dan menahan nafas menunjukkan mayoritas nilai signifikan di atas p = 0,05. Artinya, nilai gelombang R-EKG tidak dipengaruhi siklus pernafasan. Hasil uji ini didukung tampilan grafik nilai rata-rata antara kondisi BB – TN yang nyaris menumpuk (nilai dan polanya sama).

Gambar 4.2.: Contoh data hasil akuisisi SigView untuk interval 25 detik. Berurutan dari atas adalah grafik data suara jantung (HSL), elektrisitas jantung (EKG), dan tekanan tidal pernafasan (PRS). Dari grafik PRS tampak bahwa obyek bernafas bebas selama 13 detik (dari 10 detik yang diminta) dan berikutnya menahan nafas selama 12 detik (dari 15 detik yang diminta).

Tabel 4.1. Hasil Uji Deskriptif, Normalitas dan Homogenitas Gel. R-EKG

Smirnov a Shapiro-Wilk

Skewness Kurtosis

Std. Error Statistic Std. Error NDBB

Statistic Std. Error

.845 1.926 1.741 ND2BB

.845 -1.354 1.741 ND2TN

.845 -1.841 1.741 NGTN

.845 -1.542 1.741 NMBB

1.741 NM2BB

.845 -1.158 1.741 NM2TN

.845 -1.654 1.741 NM3BB

.845 -1.304 1.741 NM3TN

.845 -.551 1.741 OGBB

.845 -.136 1.741 RSBB

.845 -.759 1.741 RSTN

.845 -.703 1.741 SB

.845 -1.932 1.741 SSTN

.845 -1.686 1.741 ZMBB

.845 -1.190 1.741 GATN

a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance. Sumber: Hasil Olah Data

Tabel 4.2. Hasil Uji Beda Nilai BB – TN Gelombang R EKG

Paired Differences

(2-tailed) Pair 1

t Sig.

Mean Std. Deviation Std. Error Mean

-.904 .408 Pair 2 ND2BB - ND2TN -2.50500

NDBB - NDTN -1.68000

-2.179 .081 Pair 4 NMBB - NMTN

NGBB - NGTN -4.55667

-.171 .871 Pair 5 NM2BB - NM2TN 7.05167

Pair 6 NM3BB - NM3TN -1.51500

-2.132 .086 Pair 7 OGBB - OGTN -4.37333

Pair 8 RSBB - RSTN 10.93500

-2.000 .102 Pair 10 STBB - STTN

Pair 9 SB - SSTN

-.569 .594 Pair 11 ZMBB - ZMTN -3.10167

Pair 12 GABB - GATN -1.08667

Sumber: Hasil Olah Data

No. Obyek

BB TN

Gambar 4.3. : Karakteristik data gelombang R EKG dalam kondisi BB dan TN.

4.3.3 Analisis statistik tekanan tidal pernafasan.

Berdasarkan data hasil kuantifikasi, analisis deskriptif, uji normalitas dan homogenitas data tekanan pernafasan ditampilkan pada Tabel 4.3. Uji perbedaan data selisih kondisi BB terhadap rata-rata obyek ditampilkan pada Tabel 4.4. Selisih nilai tersebut mengindikasikan nilai tekanan tidal pernafasan. Karakteristik nilai tidal pernafasan ditunjukkan pada Gambar 4.4.

Dari Tabel 4.3. tampak bahwa tekanan pernafasan mengikuti standar normal dan homogen, meskipun terdapat beberapa data yang menyimpang dari garis normal. Homogenitas data tersebut didukung hasil uji perbedaan nilai menggunakan Friedman test, dimana nilai signifikannya p = 1. Artinya, pola tekanan tidal seluruh obyek menunjukkan keseragaman. Hasil uji ini didukung tampilan grafik nilai tekanan tidal dimana kisaran nilainya berada pada level yang sama.

Tabel 4.3. Hasil Uji Deskriptif, Normalitas dan Homogenitas Tekanan Pernafasan

Smirnov a Shapiro-Wilk

Skewness Kurtosis

Stat Error ND

Stat Std. Std. Error

Stat Std. Error

-.585 .845 -1.550 1.741 ND2

.167 .845 -1.080 1.741 NM

.505 .845 -1.711 1.741 NM2

-.947 .845 -.016 1.741 OG

-.916 .845 -.276 1.741 RS

-.668 .845 -1.618 1.741 SS

.949 .845 -.387 1.741 GA 355.000

.880 .845 .678 1.741 a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.

Sumber: Hasil Olah Data

Tabel 4.4. Hasil Uji Beda Nilai (Friedman Test) Tekanan Pernafasan

Asymp. Sig.

Sumber: Hasil Olah Data

Gambar 4.4. : Karakteristik tekanan tidal

4.3.4 Analisis sinkronisasi.

Dari analisis deskriptif telah dibuktikan bahwa siklus kelistrikan jantung yang diwakili oleh data tegangan gelombang R-EKG tidak terpengaruh oleh siklus pernafasan. Data tekanan pernafasan juga telah terbukti mengikuti kaidah normalitas dan homogenitas data. Dengan demikian kedua jenis data ini memenuhi persyaratan untuk digunakan sebagai data analisis sinkronitas, dan dimanfaatkan sebagai standar acuan untuk mengevaluasi karakteristik suara interferensi antara suara jantung dan suara pernafasan.

Untuk data detak jantung yang memuat kurang dari 20 kali gelombang R, Cysarz et al. [2004] menyebutkan ada 2 metode berbasis analisis bivarian yang menawarkan kemudahan dan

akurasi dalam pendeteksian sinkronisasi kardiorespirasi, yaitu metode Synchronization  dan Phase Recurrences. Dalam penelitian ini dipilih metode Phase Recurrences karena lebih mudah dipahami. Rumusan matematis yang digunakan untuk proses analisis metode ini (acuan identifikasi variabel ditunjukkan pada Gambar 4.5.) adalah:

a. jarak relatif antara titik inspirasi dan gelombang R yang mengikutinya

b. syarat sinkronisasi fase

Syarat sinkronisasi fase tersebut di atas membutuhkan nilai k setidaknya sama dengan 2m. Hal ini hanya bisa dipenuhi jika jumlah siklus pernafasan yang terekam juga sebanyak k. Dalam analisis ini syarat sinkronisasi akhirnya merujuk pada acuan definisi kondisi ideal sinkron yaitu, nilai  pada setiap siklus pernafasan seharusnya sama. Pergeseran nilai  mengindikasikan derajat kesinkronannya. Pergeseran nilai  ditetapkan berada pada batas rentang kepercayaan statistik, yaitu

rata-rata  2 standar deviasi ( = x  2  ). Rentang kepercayaan ini memberikan demikian tingkat kepercayaan sinkronitas sebesar 95%, dengan derajat kesalahan 5%.

Hasil analisis sinkronisasi (Tabel 4.5.) menunjukkan bahwa siklus pernafasan rata-rata terjadi 3 kali dalam rentang 10 detik, dimana di setiap siklusnya, terjadi rata- rata 4 gelombang R EKG. Temuan ini sejalan dengan referensi [Klabunde, 2004]. Penentuan nilai fase  menunjukkan bahwa semua data memenuhi kaidah sinkronitas kardiorespirasi, artinya semua obyek penelitian, secara fisiologis, bisa Hasil analisis sinkronisasi (Tabel 4.5.) menunjukkan bahwa siklus pernafasan rata-rata terjadi 3 kali dalam rentang 10 detik, dimana di setiap siklusnya, terjadi rata- rata 4 gelombang R EKG. Temuan ini sejalan dengan referensi [Klabunde, 2004]. Penentuan nilai fase  menunjukkan bahwa semua data memenuhi kaidah sinkronitas kardiorespirasi, artinya semua obyek penelitian, secara fisiologis, bisa

Gelombang R

Interval n 1

Gambar 4.5. : Identifikasi variable analisis sinkronisasi Phase Recurrences mengikuti metode Cysarz et al. [2004]. Garis merah tegak menandai 1 siklus pernafasan yang menjadi acuan perhitungan m gelombang R. Phase  i adalah titik waktu terjadinya gelombang R ke-i.

4.3.5 Analisis statistik suara jantung.

Analisis deskriptif, uji normalitas, dan uji homogenitas suara jantung ditunjukkan pada Tabel 4.6. Jika mengikuti kriteria Kolmogorov-Smirnov tampak bahwa seluruh data masuk dalam kriteria normal. Kurva normal pada Gambar 4.6a. menguatkan hasil ini. Hasil plotting kurva normal dari data lainnya menunjukkan pola yang sama. Jika mengikuti kriteria Shapiro-Wilk tidak demikian halnya. Kelompok- kelompok data tersebut cenderung menjauhi garis normal. Grafik sebaran data pada Gambar 4.6b. mendukung hasil ini. Uji homogenitas data juga menunjukkan bahwa meskipun rekaman suara jantung menunjukkan kesamaan pada seluruh obyek, namun data-datanya tersebar jauh dari nilai rata-rata. Grafik rata-rata suara jantung BB dan TN juga menunjukkan pola yang identik, bahkan nyaris bertumpuk (Gambar 4.7), meski di beberapa tempat terdapat selisih.

Selisih nilai yang tampak tipis pada grafik tidak didukung analisis statistik untuk uji perbedaan nilai (Tabel 4.7.). Hasil uji beda nilai menunjukkan bahwa 7 dari

12 data berbeda secara signifikan, sementara 2 dari 5 data yg mendukung kesamaan, nilai signifikansinya mendekati batas bawah. Artinya, data-data tersebut cenderung mengarah pada pembuktian hipotesis bahwa proses pernafasan mempengaruhi intensitas suara jantung secara signifikan.

Tabel 4.5. Ringkasan hasil analisis sinkronisasi

 siklus

 gel R / siklus

Rata-rata

Obyek

Konklusi respirasi (n)

Kriteria

respirasi (m)

Sinkronitas

Sinkron ND

GA 2 5,5

Sinkron ND2

Data dinyatakan Sinkron NG

sinkron Sinkron NM

jika nilai  Sinkron NM2

terletak pada Sinkron NM3

rentang Sinkron OG

-  i  Sinkron RS

Sinkron SS

Sinkron ZM

Sinkron Rata-

N ref = 1,6 – 3 siklus / 10 detik rata

3 4 M ref = 12 siklus / 10 detik [Klabunde, 2004]

Sumber : Hasil olah data

Gambar 4.6. : a). Contoh plot normalitas untuk data ND. Nilai expected normal-nya terletak antara -2 dan 2, b) Ilustrasi sebaran data eksperimen. Histogram untuk data tiap kelompok telah dilengkapi penanda posisi rata-rata, standar deviasi dan batas kesalahan nilai rata-rata. Data-data yang harus dieksklusi karena berada di luar wilayah juga ditunjukkan.

Tabel 4.6. Hasil Uji Deskriptif, Normalitas dan Homogenitas Intensitas Suara Jantung

Skewness Kurtosis Statistic

Mean

StDev

Kolmogorov a

Smirnov Shapiro-Wilk

Std. Error

Statistic Std. Error

Statistic Std. Error

NDBB 86.6617 5.80344

-.434 .845 -1.693 1.741 NDTN

.827 .845 .832 1.741 ND2BB

.453 .845 -.116 1.741 ND2TN

-1.097 .845 -.407 1.741 NGBB

.537 .845 -.030 1.741 NMTN

1.741 NM2BB

-1.206 .845 1.816 1.741 NM2TN

1.741 NM3BB

-.419 .845 -1.764 1.741 NM3TN

-.911 .845 -.389 1.741 STBB

-.416 .845 -1.807 1.741 STTN

a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.

4.3.6 Perbandingan visual. Dengan mengacu bahwa data suara jantung menunjukkan kecenderungan untuk terpengaruh siklus pernafasan, analisis visual terhadap spektral suara bisa dilakukan. Secara visual, contoh data suara dalam kondisi bernafas bebas dan menahan nafas untuk penelitian tahap II ditunjukkan dalam Gambar 4.8. Grafik seluruh data dapat dilihat pada Lampiran. Contoh hasil analisis spektral dalam rentang 1 detik dan perbedaan-perbedaan yang tampak dari kondisi BB - TN ditunjukkan pada Gambar 4.9. Dalam hal ini ditemukan bahwa selain menunjukkan adanya perbedaan nilai variabel, pada gambar spektral kondisi TN muncul fenomena hilangnya sinyal data (signal missing) dan pergeseran fase (phase shifting).

Fenomena pergeseran fase dan hilangnya sinyal hanya dapat dianalisis jika berbentuk data numerik. Fenomena pergeseran fase menunjukkan perbedaan waktu terjadinya suara, maka dapat diwakili oleh data selisih waktu terjadinya sinyal. Fenomena hilangnya sinyal merupakan wujud dari perbedaan intensitas suara yang ekstrem, sehingga dapat didekati dengan mencari selisih intensitas suara antara kondisi BB dan TN pada obyek-obyek yang mengalaminya. Selisih intensitas suara ini sebenarnya merupakan wujud gelombang interferensi suara. Data kuantifikasi kedua fenomena spektral tersebut ditampilkan pada Tabel 4.8.

Hasil uji korelasi antara kuantifikasi fenomena spektral dengan karakteristik sinyal EKG dan siklus pernafasan ditampilkan pada Tabel 4.9. Dari hasil uji tersebut tampak bahwa fenomena pergeseran fase memiliki korelasi dengan siklus pernafasan (dalam variabel rata-rata tekanan tidal), sementara fenomena hilangnya sinyal berkorelasi dengan sinyal EKG (dalam variabel selisih rata-rata tinggi gelombang R dari kondisi BB dan TN).

No. Obyek

BB TN

Gambar 4.7. : Karakteristik nilai absolut data rata-rata intensitas suara BB – TN untuk tahap II

Tabel 4.7. Hasil Uji t Untuk Perbedaan Intensitas Suara Data Tahap II

Sig. (2-tailed) Pair 1 NDBB - NDTN

Pair 2 ND2BB - ND2TN

Pair 3 NGBB - NGTN

Pair 4 NMBB - NMTN

Pair 5 NM2BB - NM2TN

Pair 6 NM3BB - NM3TN

Pair 7 OGBB - OBTN

Pair 8 RSBB - RSTN

Pair 9 SB - SSTN

Pair 10 STBB - STTN

Pair 11 ZMBB - ZMTN

Pair 12 GABB - GATN

Sumber : Hasil Olah Data

Gambar 4.8. : Grafik waktu vs amplitudo data tahap II (pembesaran 100x) untuk obyek ND-P1- R0-2 dalam kondisi BB (biru) dan TN (merah).

Beda frekuensi

Beda intensitas

Signal

Phase shifting

missing

Gambar 4.9. : Hasil analisis spektral data tahap II untuk kondisi bernafas bebas (atas) dan menahan nafas (bawah). Warna menunjukkan besaran intensitas suara, sumbu horisontal menunjukkan besaran waktu (fase), dan sumbu vertikal menunjukkan besaran frekuensi suara

Tabel 4.8. Data Kuantifikasi Fenomena Spektral

Numerik ND

INTFR: selisih intensitas suara (nilai interferensi), SHFT: pergeseran fase Sumber: Hasil Olah Data

Tabel 4.9. Hasil Uji Korelasi Fenomena Spektral

INTFR

SHFT

.677 * -.026 DEKG

Pearson Correlation

Sig. (2-tailed)

Pearson Correlation

Sig. (2-tailed)

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). DEKG: selisih rata-rata tinggi gelombang R kondisi BB dan TN PRS: rata-rata tekanan tidal siklus pernafasan

Sumber: Hasil Olah Data

4.3.7 Karakteristik suara interferensi.

Selisih rata-rata intensitas suara jantung dalam kondisi bernafas bebas dan menahan nafas, sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.8. adalah perwujudan gelombang interferensi. Untuk melihat karakteristik gelombang interferensi, analisis statistik dan tampilan grafik data gelombang tersebut ditunjukkan pada Tabel 4.10., Gambar 4.10. dan Gambar 4.11. Analisis statistik yang dilakukan termasuk menguji perbedaan karakteristik gelombang interferensi individual (antar obyek) yang ditunjukkan pada Gambar 4.10. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa data interferensi gelombang suara jantung dan suara pernafasan mengikuti kaidah normalitas dan berkarakteristik homogen, tetapi sebaran datanya cukup tinggi. Hal ini mengindikasikan adanya variabilitas gelombang interferensi antar obyek. Hasil uji Friedman menunjukkan bahwa variabilitas itu memang terjadi mengingat data-data antar obyek secara statistik berbeda secara signifikan (p = 0,002). Karakteristik gelombang interferensi lebih mendekati karakteristik sinyal EKG (Gambar 4.11.). Hal ini sesuai dengan uji korelasi grafik spektral.

Tabel 4.10. Hasil Uji Statistik Data Gelombang Interferensi

Statistic Std. Error Friedman Test Statistic

Kolmogorov-Smirnov a Shapiro-Wilk

Descriptives

3.31239 N 6 INTFR

Std. Deviation 11.47447

Chi-Square 29.821

INTFR

a. Lilliefors Significance Correction Skewness

1.232 Asymp. Sig. .002

Sumber: Hasil Olah Data

GA Gambar 4.10. : Variasi pola gelombang suara interferensi dari obyek penelitian tahap II

Gambar 4.11. : Karakteristik rata-rata intensitas gelombang suara interferensi, nilai gelombang

R EKG dan tekanan pernafasan tidal dari obyek penelitian tahap II

4.3.8 Eksplorasi hubungan simultan antar variabel.

Hasil analisis pada sub-sub bab terdahulu memberikan bukti adanya hubungan-hubungan parsial antara tekanan tidal pernafasan (PRS), nilai elektrisitas jantung (EKG), dan suara jantung (HS). Hubungan simultan antar ketiga variabel belum tampak. Untuk itu diperlukan uji korelasi 3 dimensi, tetapi hanya dapat dilakukan terhadap data bernafas bebas. Hasil uji dirangkum pada Tabel 4.11. Dari uji korelasi tersebut tampak bahwa data tekanan pernafasan (PRS) memiliki korelasi yang tinggi dengan data elektrisitas jantung (EKG), sementara korelasi PRS dengan suara jantung (HS) dan EKG dengan HS, tidak cukup tinggi. Korelasi PRS dan EKG dikuatkan oleh grafik tiga dimensi pada Gambar 4.12.

Grafik hubungan 3D ini menunjukkan adanya perulangan pola. Delapan dari duabelas grafik jejaring memperlihatkan bahwa suara jantung (HS) hanya bervariasi di arah diagonal bidang PRS – EKG. Hasil yang serupa muncul pada grafik kontur yang menunjukkan nilai HS sebagai noktah-noktah warna mengikuti arah diagonal. Beberapa obyek tidak menunjukkan adanya pola tersebut. Sebagai ilustrasi diambil data obyek NM-P1-R0-2 dan NM3-P1-R0-2. Perbedaan grafik 3D antara kedua obyek sangat menyolok (Gambar 4.13.). Jika ditelusuri pada rekaman EKG sebagai acuan standar dasar analisis kinerja jantung, pola EKG kedua obyek tersebut secara umum tidak menunjukkan adanya perbedaan. Perbedaan baru tampak saat dilakukan pengukuran terhadap nilai VAT (ventricle activation time) dan amplitudo gelombang R. Perbedaan juga muncul pada saat dilakukan pengukuran fase gelombang R-EKG dan fase suara jantung (Gambar 4.14). Perbedaan ini bisa jadi merupakan indikasi kondisi patologis.

Tabel 4.11. Hasil Uji Korelasi untuk 3 Variabel

Obyek

Nilai Korelasi Pearson untuk EKG – PRS EKG – HS PRS – HS

Keterangan: Warna merah menunjukkan korelasi yg lemah, hitam cukup berkorelasi, biru memiliki korelasi kuat [Sumber: Hasil Olah Data]

Surface Plot of HS-BB vs ECG-BB; PRS

Contour Plot of HS-BB vs ECG-BB; PRS

Perulan gan pol a 8000

-10000 < -10000 – -5000 -7500

HS-BB

– -2500 -5000 -7500 5000

C G -B B 4000

PRS -290

-310 -300

Gambar 4.12.: Grafik hubungan tiga dimensi antara tekanan tidal pernafasan (PRS), elektrisitas jantung (EKG), dan suara jantung (HS). Data diambil dari obyek ND-P1-R0-2. Tampak data suara jantung (HS) mengikuti arah diagonal bidang PRS-EKG. Pada grafik kontur pola diagonal tersebut tampak pada noktah- noktah intensitas suara (HS).

-300 -275 -25 -250

PRS

Gambar 4.13. : Perbandingan grafik 3D antara obyek (atas) NM yang mengikuti pola diagonal dan, (bawah) NM3 yang tidak mengikuti pola diagonal. Rekaman EKG kedua obyek menunjukkan pola serupa.

Sound generation delay = 40 ms

R-wave amplitude = 2,1 mV

VAT = 124 ms

Sound generation

delay = 20 ms

R-wave amplitude = 1,89 mV

VAT = 111 ms

Gambar 4.14. : Hasil pengukuran VAT, amplitudo gelombang R-EKG, dan selisih fase gelombang R dan HS.

4.4 PERBANDINGAN HASIL PENELITIAN TAHAP I DAN II

Data yang diperoleh dari kedua tahap penelitian di atas menunjukkan perbedaan yang signifikan antara suara jantung yang direkam pada saat bernafas bebas dengan kondisi menahan nafas. Rata-rata selisih perbedaan intensitas suara, dari kedua kondisi tersebut, pada tiap obyek penelitian ditampilkan pada Tabel 4.12. berikut.

Tabel 4.12. Rata-rata selisih intensitas suara dari kondisi BB – TN Tahap I dan II

Obyek No.

Std. Error Mean Tahap1

Mean

Std. Deviation

1.2295 Pair 1 Tahap2

Sumber : Hasil Olah Data

Tabel 4.13. Uji Perbedaan Data Tahap I dan II

Paired Differences

t df Std. Error Sig. (2- Mean

95% Confidence Interval of the

Std. Deviation

Difference tailed)

Mean

Upper Pair

Lower

Tahap1 - 1 Tahap2

Sumber : Hasil olah data

Uji statistik pada Tabel 4.13. menunjukkan bahwa data hasil penelitian tahap

I dan II tidak berbeda secara sigifikan. Hal ini juga tampak dari nilai rata-ratanya yang hanya berselisih 0,2 dB. Grafik rata-rata kedua data tersebut juga menunjukkan pola yang sama (Gambar 4.15.). Hal ini berarti bahwa perbedaan cara pengambilan data, spesifikasi peralatan, dan variabilitas obyek penelitian tidak mempengaruhi hasil analisis. Jadi, modifikasi stetoskop standar yang dikoneksikan ke program perekam berbasis Windows, bisa digunakan untuk mendeteksi suara interferensi antara suara jantung dan suara pernafasan. Secara spektral, meskipun menggunakan metode pembangkitan spektrum yang berbeda, hasil penelitian tahap I dan II menunjukkan I dan II tidak berbeda secara sigifikan. Hal ini juga tampak dari nilai rata-ratanya yang hanya berselisih 0,2 dB. Grafik rata-rata kedua data tersebut juga menunjukkan pola yang sama (Gambar 4.15.). Hal ini berarti bahwa perbedaan cara pengambilan data, spesifikasi peralatan, dan variabilitas obyek penelitian tidak mempengaruhi hasil analisis. Jadi, modifikasi stetoskop standar yang dikoneksikan ke program perekam berbasis Windows, bisa digunakan untuk mendeteksi suara interferensi antara suara jantung dan suara pernafasan. Secara spektral, meskipun menggunakan metode pembangkitan spektrum yang berbeda, hasil penelitian tahap I dan II menunjukkan

sS n sita

No. Obyek Tahap 1

Tahap 2

Gambar 4.15.: Rata-rata selisih intensitas suara antara kondisi bernafas bebas dan menahan nafas untuk penelitian tahap I dan II

4.5 PEMBAHASAN

Hasil analisis statistik menghasilkan temuan bahwa sinyal EKG yang diwakili oleh nilai tegangan gelombang R tidak dipengaruhi siklus pernafasan. Nilai gelombang R yang direkam dalam kondisi bernafas bebas tidak berbeda dengan kondisi saat menahan menahan nafas. Meskipun variabilitas di antara obyek terjadi, uji normalitas dan homogenitas data gelombang R menunjukkan hasil positif. Perilaku normalitas dan homogenitas data juga ditemukan pada tekanan pernafasan yang mewakili siklus pernafasan obyek. Kondisi kedua jenis data ini memungkinkan terjadinya analisis sinkronisasi kardiorespirasi untuk menguji kondisi fisiologis obyek.

Analisis sinkronisasi berbasis phase recurrences menunjukkan bahwa data- data penelitian mengikuti pola sinkron. Artinya terdapat keselarasan antara siklus jantung dan siklus pernafasan. Sinkronisasi kardiorespirasi merupakan indikasi kenormalan kondisi obyek secara fisiologis (sehat). Hal ini juga berarti bahwa karakteristik suara jantung, yang direkam bersamaan dengan data EKG dan tekanan pernafasan, akan mengikuti pola sinkron. Artinya, secara fisiologis dapat dikatakan bahwa data tersebut bersumber dari obyek yang sehat. Rata-rata data hasil analisis menunjukkan nilai sinkronitas yang sesuai dengan referensi yaitu 3 siklus pernafasan dan 12 detak jantung per 10 detik [Klabunde, 2004]. Siklus-siklus tersebut terjadi dalam rentang nilai fase yang diijinkan.

Pada analisis suara jantung, selisih nilai intensitas suara antara suara jantung dalam kondisi bernafas bebas dan kondisi menahan nafas merupakan indikasi nilai interferensi antara suara jantung dan suara pernafasan. Meskipun hasil statistik menunjukkan karakteristik normal dan homogen pada data intensitas suara jantung, sebaran data juga tampak lebar. Perbedaan nilai antara kondisi BB dan TN tidak mutlak terjadi karena beberapa data justru menunjukkan kesamaan perilaku. Namun demikian bisa dikatakan bahwa suara interferensi memang ada dan didukung oleh analisis spektral.

Analisis visual terhadap grafik spektral suara jantung BB dan TN menunjukkan bahwa suara BB menghasilkan intensitas suara lebih tinggi, dan rentang frekuensi yang lebih lebar. Pada beberapa obyek tampak bahwa suara BB bernilai lebih rendah dari suara TN. Hal ini diduga terjadi pada siklus ekspirasi. Fenomena ini bukanlah penyimpangan pola karena siklus inspirasi dan ekspirasi mempunyai dampak yang berlawanan terhadap suara jantung. Siklus inspirasi menguatkan suara jantung sementara siklus ekspirasi sebaliknya, menghasilkan efek melemahkan. Hal ini sesuai dengan pola hubungan fisioanatomi kardiorespirasi pada kerangka konseptual. Hasil analisis visual terhadap grafik spektral juga menghasilkan temuan adanya komponen sinyal spektral yang hilang dan terjadinya pergeseran fase. Fenomena ini berkorelasi dengan kondisi fisiologis obyek yang diwakili oleh siklus EKG dan siklus pernafasan. Hilangnya sinyal spektral berkorelasi dengan siklus EKG, sementara pergeseran fase berkorelasi dengan siklus pernafasan.

Suara interferensi yang diindikasikan oleh selisih intensitas suara BB – TN menunjukkan perilaku normal dan homogen diantara 12 obyek. Hal ini mengindikasikan bahwa pola suara interferensi tidak dipengaruhi oleh perbedaan karakteristik obyek seperti usia, berat dan tinggi badan, maupun jenis kelamin. Meskipun demikian, masih diperlukan verifikasi lebih lanjut tentang hal ini dengan melibatkan variabilitas dan jumlah obyek yang lebih besar. Selain itu juga ditemukan bahwa pola grafik suara interferensi menunjukkan kecenderungan sama dengan pola grafik gelombang R EKG. Hal ini mendukung hasil analisis yang menyatakan bahwa hilangnya sinyal spektral suara pernafasan berkorelasi dengan siklus EKG.

4.6 KESIMPULAN

Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil kesimpulan bahwa suara interferensi antara suara jantung dan paru:

1. muncul dalam bentuk perbedaan intensitas suara dan frekuensi. Intensitas suara interferensi berkisar pada nilai -45,2  7,8 dB, dapat dideteksi pada rentang frekuensi 100 – 120 Hz.

2. lebih mudah dideteksi dan dianalisis menggunakan parameter warna suara (timbre), yang tampak pada gambar spektral.

3. memunculkan fenomena hilangnya sinyal dan pergeseran fase spektral yang berkorelasi dengan siklus EKG dan siklus pernafasan sehingga bisa dijadikan sebagai parameter fisiologis kinerja jantung.

4. memiliki karakteristik yang cenderung sama dengan karakteristik sinyal EKG.

4.7 SARAN

Munculnya parameter baru dari hubungan tiga dimensi antara suara jantung, tekanan pernafasan, dan tinggi gelombang R-EKG menunjukkan bahwa metode analisis kinerja jantung masih menawarkan peluang tinggi untuk dieksplorasi. Sistem perekaman data dan analisis hasil rekaman dalam penelitian ini masih dilakukan secara terpisah (tertunda), atau belum berjalan secara seketika (real time). Kondisi ini kurang efisien jika diterapkan untuk keperluan klinis. Dengan demikian perlu didesain peralatan perekam berbasis digital yang bisa mengintegrasikan data suara jantung, tekanan pernafasan, dan tinggi gelombang R-EKG, dimana proses analisisnya berjalan secara seketika.