Latar Belakang ANALISIS PENGARUH FAKTOR INTERNAL DAN FAKTOR EKSTERNAL TERHADAP HARGA SAHAM (Studi pada Perusahaan Industri Barang Konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2008-2015)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan ekonomi suatu negara secara keseluruhan dapat dilihat dari perkembangan pasar modal dan industri sekuritasnya. Pasar modal merupakan salah satu sarana yang paling efektif untuk para investor dalam menanamkan modalnya agar dapat memperoleh keuntungan. Secara formal pasar modal dapat didefinisikan sebagai pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik dalam bentuk modal sendiri maupun dalam bentuk hutang, baik yang diterbitkan oleh pemerintah, public authorities, maupun perusahaan swasta. Sebagai pelaksana fungsi ekonomi, pasar modal menyediakan fasilitas untuk memindahkan dana dari pihak yang memiliki kelebihan dana kepada pihak yang membutuhkan dana. Salah satu instrumen yang di perdagangkan di pasar modal adalah saham. Saham sebagai surat berharga yang di perdagangkan di pasar modal, harganya selalu mengalami fluktuasi dari satu waktu ke waktu yang lain sesuai dengan aktivitas pasar yang dipengaruhi oleh kekuatan permintaan dan penawaran saham tersebut di pasar. Apabila permintaan terhadap suatu saham lebih tinggi, maka harga saham akan bergerak naik, sebaliknya jika penawarannya lebih tinggi dan permintaannya rendah, maka harga saham akan bergerak turun Muflih, 2012 dalam Gusni, 2016:1. Selain itu berita yang beredar di pasar modal, misalnya keadaan keuangan suatu perusahaan akan mempengaruhi harga saham yang ditawarkan kepada masyarakat umum dan jenis-jenis informasi lainnya yang bisa mempengaruhi profitabilitas suatu perusahaan di masa depan. Dalam melakukan kegiatan investasi saham di pasar modal, investor perlu mengetahui dan memilih saham mana yang dapat memberikan keuntungan paling optimal bagi dana yang akan di investasikan. Investor perlu memperhatikan sejumlah informasi yang berkaitan dengan faktor yang mempengaruhi pergerakan harga saham karena dapat dijadikan pertimbangan untuk mengambil keputusan tentang saham perusahaan yang layak untuk dipilih. Tujuan utama investor melakukan menginvestasikan dananya adalah untuk memperoleh investor dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan berupa dividen atau capital gain Yuliman, 2003 dalam Syarofi, 2014:1. Investasi yang dipilih oleh investor adalah alternatif investasi yang diharapkan dapat memberikan tingkat pengembalian return yang paling tinggi. Namun kenyataannya tingkat keuntungan yang diperoleh investor sesungguhnya actual return tidak selalu sama dengan tingkat keuntungan yang diharapkan investor sebelumnya expected return. Dengan kata lain, dalam berinvestasi kemungkinan investor akan menghadapi risiko dengan terjadinya penyimpangan terhadap tingkat keuntungan yang sesungguhnya dari tingkat keuntungan yang diharapkan. Sebab investor tidak tahu pasti akan hasil yang akan diperoleh dari investasi yang dilakukannya. Semakin tinggi tingkat keuntungan yang diharapkan, maka semakin tinggi pula risiko investasi yang dihadapi oleh investor. Pengetahuan tentang risiko merupakan suatu hal yang penting untuk dimiliki oleh setiap investor maupun calon investor. Risiko investasi di pasar modal pada dasarnya terdiri atas dua risiko yaitu risiko sistematik systematic risk dan risiko tidak sistematik unsystematic risk. Husnan 2009:161 menyatakan risiko sistematik yaitu risiko yang tidak dapat dihilangkan begitu saja dengan diversifikasi, sehingga investor memiliki ketidakpastian terhadap keuntungan yang diperolehnya. Alternatif untuk dapat mengurangi ketidakpastian yang dihadapi investor adalah strategi investasi. Risiko yang relevan untuk dipertimbangkan investor dalam pengambilan keputusan investasi adalah risiko sistematik atau risiko pasar, sebab investor dapat mengeliminasi risiko tidak sistematik melalui pembentukan portofolio investasi Aftita dan Widyawati, 2014:2. Dalam literatur keuangan, risiko sistematik atau risiko pasar sering din yatakan dengan beta β. Dengan demikian untuk kepentingan investasi, investor harus menaksir besarnya beta saham sebagai ukuran risiko investasi di pasar modal. Dalam melakukan investasi di pasar modal, investor memiliki banyak pilihan, salah satunya yaitu saham perusahaan yang terdaftar di industri barang konsumsi. Sektor industri barang konsumsi adalah industri yang terdiri dari perusahaan yang menghasilkan produk berupa barang yang dipakai secara langsung atau tidak langsung oleh konsumen untuk keperluan pribadi atau rumah tangga, di mana sebagian besar barang-barang tersebut digunakan untuk tujuan konsumsi pribadi. Sektor industri barang konsumsi erat kaitannya dengan kebutuhan pokok manusia karena produknya dapat langsung dinikmati dan digunakan oleh konsumen. Sehingga secara tidak langsung, sektor industri barang konsumsi dapat merepresentasikan seberapa besar tingkat konsumtif masyarakat. Industri barang konsumsi merupakan industri yang cukup pesat perkembangannya dan sangat penting peranannya dalam perekonomian Indonesia. Hal ini menunjukkan di tengah situasi perekonomian global yang sedang tidak menentu ini saham di sektor barang konsumsi tersebut mampu bertahan. Banyak investor yang lebih senang menginvestasikan dananya pada perusahaan industri barang konsumsi ini karena sektor saham yang kinerjanya meningkat setiap tahun dan merupakan salah satu sektor yang menawarkan saham-saham yang memiliki prospek yang menguntungkan. Perusahaan yang tergabung ke dalam industri barang konsumsi memiliki tingkat persaingan yang tinggi, sehingga menuntut kinerja perusahaan yang selalu prima agar unggul dalam persaingan. Kondisi ini turut mempengaruhi pergerakan harga saham emiten dalam sektor barang konsumsi, ketertarikan investor terhadap saham perusahaan tersebut tercermin dari fluktuasi sahamnya di BEI. Perkembangan harga saham pada suatu perusahaan mencerminkan nilai saham perusahaan tersebut, sehingga kemakmuran dari pemegang saham dicerminkan dari harga pasar sahamnya. Menurut Jogiyanto 2013:88 harga saham merupakan harga yang terjadi di pasar bursa pada saat tertentu dan harga 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 HARGA SAHAM saham tersebut ditentukan oleh pelaku pasar. Sedangkan Darmadji dan Fakhruddin 2012:102 menyatakan harga saham merupakan harga yang terjadi di bursa pada waktu tertentu. Dalam investasi saham terdapat dua faktor yang mempengaruhi harga saham yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor inetrnal yang dimaksudkan adalah faktor yang dipengaruhi oleh kemampuan suatu perusahaan dalam menangani kinerja perusahan baik ekonomi maupun manajemen finansialnya. Sedangkan faktor eksternal meliputi kondisi ekonomi yang terjadi di suatu negara. Pada penelitian ini faktor internal yang akan diteliti adalah Price Earning Ratio PER, Return On Assets ROA, dan risiko sistematis Beta. Sedangkan faktor eksternal adalah inflasi, tingkat suku bunga dan harga minyak dunia. Seiring dengan berkembangnya perekonomian, harga saham pada industri barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia BEI pun mengalami fluktuasi. Berikut ini disajikan gambar harga saham industri barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia BEI periode 2008-2015. Sumber : www.idx.co.id, data diolah Gambar 1.1 Rata-Rata Harga Saham Industri Barang Konsumsi Periode 2008-2015 Berdasarkan dari gambar diatas, dapat dilihat bahwa pergerakan harga saham pada tahun 2008-2015 pada sektor yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia BEI cenderung naik yaitu secara berurut sebesar 7.85 7.21 2.17 3.76 0.17 1.82. Hal ini yang menjadikan investor menanamkan sejumlah dananya pada saham yang terdaftar di sektor barang konsumsi. Sedangkan pada tahun 2015 pergerakan harga saham mengalami penurunan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu sebesar 2.85. Menurut Brigham dan Houtson 2010:9 dalam Wahyuni 2013:4 mengungkapkan bahwa harga saham berubah dari waktu ke waktu seiring dengan perubahan kondisi dan informasi baru yang diperoleh investor tentang prospek perusahaan. Perubahan harga saham dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor internal dan eksternal perusahaan. Faktor internal merupakan faktor yang berkaitan dengan kinerja keuangan, struktur permodalan, reputasi perusahaan dan lain sebagainya. Faktor internal dapat diubah, dikendalikan dan disempurnakan oleh perusahaan sehingga diharapkan dapat memberikan manfaat atau keuntungan bagi para pemangku kepentingan. Sementara faktor eksternal merupakan faktor yang berhubungan dengan kejadian di luar perusahaan yang berkaitan dengan keadaan sosial ekonomi suatu negara yang tidak dapat diubah atau dikendalikan seperti kondisi makro ekonomi yang meliputi pertumbuhan ekonomi, inflasi, tingkat suku bunga, harga minyak dunia dan lain-lain. Faktor eksternal sangat penting, untuk mengetahui secara keseluruhan yang dapat dijadikan sebagai pertimbangan apakah kondisi ekonomi saat ini baik atau tidak untuk melakukan investasi saham. Faktor internal dan eksternal ini dapat dijadikan sebagai informasi oleh para investor dalam memprediksi harga saham. Pada umumnya, jika faktor internal dan eksternal berada dalam keadaan yang baik, maka investor akan tertarik untuk menanamkan modalnya pada suatu perusahaan, sehingga permintaan terhadap saham akan meningkat yang berakibat pada naiknya harga saham perusahaan. Faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi harga saham suatu perusahaan cukup banyak. Namun, yang digunakan dalam penelitian ini hanya 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 PER beberapa faktor. Faktor internal yang digunakan antara lain yaitu price earning ratio, return on assets, dan risiko sistematik, sedangkan faktor eksternal yang digunakan yaitu inflasi, tingkat suku bunga dan harga minyak dunia. Price Earning Ratio merupakan salah satu dari rasio pasar yang digunakan untuk memprediksi harga saham. Price Earning Ratio PER menggambarkan apresiasi pasar terhadap kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba Darmadji dan Fakhrudin, 2012:156 . Rasio PER yang tinggi akan mengindikasikan tingginya harga saham perusahaan yang menunjukkan semakin baik kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba, dan semakin tingginya apresiasi investor terhadap kinerja peruasahan. Perusahaan yang memiliki tingkat pertumbuhan yang tinggi dianggap mempunyai prospek yang baik pada masa yang akan datang dan biasanya memiliki PER yang tinggi, sebaliknya perusahaan yang memiliki pertumbuhan yang rendah, umumnya mempunyai PER yang rendah juga Hanafi, 2013:43. Gambar berikut menunjukkan perkembangan rata-rata Price Earning Ratio industri barang konsumsi periode 2008-2015. Sumber : www.idx.co.id, data diolah Gambar 1.2 Rata-Rata Price Earning Ratio Industri Barang Konsumsi periode 2008-2015 Berdasarkan gambar di atas, terlihat rata-rata Price Earning Ratio PER sektor cenderung berfluktuasi sepanjang tahun 2008 – 2015. Pada tahun 2009 Price Earning Ratio mengalami kenaikan sebesar 105.09. Pada tahun 2010 dan 2011 mengalami penurunan sebesar 16.41 dan 8.28. Kemudian pada tahun 2012 kembali mengalami kenaikan sebesar 5.08. Namun pada tahun 2013 kembali mengalami penurunan sebesar 40.76. Pada tahun 2014 mengalami kenaikan yang paling tajam yaitu sebesar 150.32, tetapi pada tahun 2015 kembali mengalami penurunan sebesar 18.40. Penurunan rata-rata PER yang terjadi pada tahun 2010, 2011 dan 2013 tidak diikuti dengan penurunan harga saham pada sektor barang konsumsi, justru harga saham mengalami kenaikan. Kondisi ini bertentangan dengan teori yang dikemukakan oleh Sharpe, Gordoon dan Baley 2006 dalam Ratih, Apriatni, dan Saryadi 2013:10 , yang menyatakan bahwa perusahaan dengan peluang tingkat pertumbuhan tinggi biasanya mempunyai PER yang tinggi pula yang menunjukkan bahwa pasar mengharapkan pertumbuhan laba pada masa yang akan datang. Semakin besar PER semakin tinggi pula harga saham. Penelitian terdahulu yang meneliti pengaruh Price Earning Ratio PER terhadap harga saham antara lain yaitu Suharno 2016, Safitri 2013, Abigael dan Ika 2008, menyatakan bahwa Price Earning Ratio berpengaruh signifikan terhadap harga saham. Hasil tersebut bertentang dengan penelitian yang dilakukan oleh Salman 2011 yang menunjukkan bahwa Price Earning Ratio tidak memiliki pengaruh terhadap harga saham. Return On Asset ROA juga banyak digunakan untuk memprediksi harga saham. ROA mengukur seberapa baik manajemen menggunakan semua aktiva untuk menghasilkan keuntungan atau laba. ROA dapat membantu perusahaan yang telah menjalankan praktik akuntansi dengan baik untuk dapat mengukur efisiensi penggunaan modal yang menyeluruh, yang sensitif terhadap setiap hal yang mempengaruhi keadaan keuangan perusahaan sehingga dapat diketahui posisi perusahaan terhadap industri. Gambar berikut menunjukkan perkembangan rata-rata Return On Asset periode 2008-2015. Sumber : www.idx.co.id, data diolah Gambar 1.3 Rata-Rata Return on Assets Industri Barang Konsumsi periode 2008-2015 Pada gambar diatas, terlihat rata-rata Return on Assets ROA pada sektor barang konsumsi dari tahun 2008-2015 terus mengalami fluktuasi. Pada tahun 2009 dan 2010 return on assets terus mengalami kenaikan sebesar 14.24 dan 9.14. Pada tahun 2011 mengalami penurunan sebesar 22.75. Pada tahun 2012 kembali mengalami kenaikan sebesar 5.11. Namun pada tahun 2013 dan 2014 kembali turun sebesar 5.66 dan 29.36 dan pada tahun 2015 kembali naik sebesar 2.38. Menurut Rahmi, Arfan dan Jalaluddin 2013:4, semakin tinggi rasio return on assets menunjukkan bahwa perusahaan semakin efektif dalam memanfaatkan aktiva untuk menghasilkan laba bersih setelah pajak, yang juga dapat diartikan bahwa kinerja perusahaan semakin efektif. Hal ini akan meningkatkan daya tarik perusahaan kepada investor dan akan berdampak pada kenaikan harga saham dari perusahaan tersebut di pasar modal, dengan kata lain ROA akan berpengaruh terhadap harga saham perusahaan. Pada kenyataannya, rata-rata Return on Assets pada sektor barang konsumsi pada tahun 2009-2015 berbanding terbalik dengan harga sahamnya, yang mana pada tahun 2011, 2013 dan 2014 harga saham pada sektor barang konsumsi mengalami kenaikan, sedangkan pada tahun 2015 mengalami penurunan sebesar 2.85. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang mana menurut 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00 16.00 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 ROA Robert Ang 1997 dalam Abigael dan Ika 2008:78, menyatakan bahwa semakin besar ROA, maka semakin baik karena tingkat keuntungan yang dihasilkan perusahaan dari pengelolaan asetnya semakin besar, dengan pengelolaan aset yang semakin efisien maka tingkat kepercayaan investor terhadap perusahaan akan meningkat yang nantinya akan meningkatkan harga saham Safitri, 2013:2. Penelitian terdahulu yang mengkaji pengaruh Return on Assets terhadap harga saham dilakukan oleh Abigael dan Ika 2008, Rahmi, Arfan dan Jalaluddin 2013, dan Suharno 2016, menunjukkan bahwa Return on Assets berpengaruh signifikan terhadap harga saham. Hasil tersebut bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Safitri 2013, dan Aulianisa 2013 yang menunjukkan bahwa Return on Assets tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap harga saham. Risiko sistematik merupakan risiko yang tidak dapat dieliminasi oleh diversifikasi. Risiko sistematik merupakan risiko dari sekuritas atau portofolio yang relatif terhadap risiko pasar, dan dapat diukur dengan koefisien beta. Beta suatu sekuritas adalah kuantitatif yang mengukur sensitivitas keuntungan dari suatu sekuritas dalam merespon pergerakan harga pasar sekuritas. Semakin tinggi tingkat beta, semakin tinggi pula risiko sistematik yang tidak dapat dihilangkan karena diversifikasi. Risiko sistematis menurut Husnan 2009:161 dalam Aftita dan Widyawati 2014:2 yaitu risiko yang tidak dapat dihilangkan begitu saja dengan diversifikasi, sehingga investor memiliki ketidak pastian terhadap keuntungan yang diperolehnya. Diversifikasi risiko ini sangat penting untuk investor, karena dapat meminimumkan risiko tanpa harus mengurangi return yang diterima. Dalam literatur keuangan, risiko sistematik atau risiko pasar sering dinyatakan dengan beta β. Gambar berikut menunjukkan perkembangan rata-rata risiko sistematis periode 2008-2015. 0.0000 0.2000 0.4000 0.6000 0.8000 1.0000 1.2000 1.4000 1.6000 1.8000 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 BETA Sumber : www.idx.co.id, data diolah Gambar 1.4 Rata-Rata Risiko Sistematis Beta Industri Barang Konsumsi periode 2008-2015 Berdasarkan gambar diatas, rata-rata Beta pada sektor barang konsumsi pada tahun 2008-2015 terus mengalami kenaikan dan penurunan. Pada tahun 2009 Beta mengalami penurunan sebesar 25.17. Pada tahun 2010 terjadi kenaikan yang tajam sebesar 177.11. Namun pada tahun 2011 dan 2012 kembali pengalami penurunan sebesar 22.47 dan 37.73. Tetapi pada tahun 2013 dan 2014 kembali naik sebesar 42.38 dan 10.16. Namun pada tahun 2015 kembali turun sebesar 56.23. Menurut Rahmi, Arfan dan Jalaluddin 2013:6 secara analogis, adanya kaitan antara saham individual dengan pasar membawa pemikiran bahwa besarnya risiko sistematik suatu saham seharusnya dapat diperkirakan dari aspek fundamental perusahaan dengan karakteristik pasar. Jika aspek fundamental keuangan tersebut diketahui maka akan sangat membantu investor dalam menganalisa kepekaan pergerakan return saham terhadap pergerakan harga saham. Pada kenyataannya, pada tahun 2009, 2013, dan 2014 rata-rata Beta yang meningkat tidak membuat harga saham mengalami penurunan tetapi juga mengalami peningkatan sebesar 7.85, 0.17, dan 1.82. Hal ini tidak sesuai dengan teori menurut Tendelilin 2001:68 dalam Tiningrum 2012:13 semakin besar beta suatu sekuritas semakin besar kepekaan return sekuritas tersebut 2 4 6 8 10 12 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 INFLASI terhadap perubahan return pasar. Dengan kata lain semakin berisiko suatu investasi yang ditunjukkan oleh koefisien betanya semakin rendah pula harga sahamnya. Penelitian terdahulu yang mengkaji pengaruh risiko sistematis terhadap harga saham dilakukan oleh Setianingrum 2009 dan Hijriah 2007 menunjukkan bahwa risiko sistematis tidak berpengaruh terhadap harga saham. Hasil tersebut bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Amanda dan Pratomo 2013, Rahmi, Arfan dan Jalaluddin 2013 dan Maryanne 2009 yang menunjukkan bahwa risiko sistematis memiliki pengaruh terhadap harga saham. Peningkatan inflasi secara relatif merupakan sinyal negatif bagi pemodal di pasar modal. Inflasi meningkatkan pendapatan dan biaya perusahaan. Jika peningkatan biaya produksi lebih tinggi dari peningkatan harga yang dapat dinikmati oleh perusahaan maka profitabilitas perusahaan akan turun. Jika profit yang diperoleh perusahaan kecil, hal ini akan mengakibatkan para investor enggan menanamkan dananya di perusahaan tersebut sehingga harga saham menurun Kewal, 2012:55. Gambar berikut menunjukkan perkembangan rata-rata inflasi periode 2008-2015. Sumber : www.idx.co.id, data diolah Gambar 1.5 Rata-Rata Tingkat Inflasi periode 2008-2015 Berdasarkan gambar diatas, rata-rata inflasi pada tahun 2008-2015 terus mengalami kenaikan dan penurunan. Pada tahun 2009 mengalami penurunan sebesar 74.9 lalu pada tahun 2010 mengalami kenaikan sebesar 150.4. pada tahun 2011 kembali mengalami penurunan sebesar 45.5. Namun pada tahun 2012 dan 2013 kembali naik sebesar 13.5 dan 94.9. Pada tahun 2014 dan 2015 kembali turun sebesar 0.2 dan 59.9. Tingkat inflasi yang tinggi biasanya dikaitkan dengan kondisi ekonomi yang terlalu panas overheated, artinya kondisi ekonomi mengalami permintaan atas produk yang melebihi kapasitas penawaran produknya, sehingga harga‐harga cenderung mengalami kenaikan. Inflasi yang terlalu tinggi juga akan menyebabkan penurunan daya beli uang. Di samping itu, inflasi yang tinggi juga bisa mengurangi tingkat pendapatan ril yang diperoleh investor dari investasinya Kewal, 2012:54. Kondisi demikian akan menyebabkan menurunnya permintaan terhadap saham sehingga secara langsung akan berpengaruh terhadap turunnya harga saham. Pada kenyataannya, pada tahun 2010 dan 2012 rata-rata inflasi yang meningkat tidak membuat harga saham mengalami penurunan tetapi juga mengalami peningkatan sebesar 7.21 dan 3.76. Hal ini tidak sesuai dengan teori menurut Eduardus Tandelilin 2001:214 melihat bahwa peningkatan inflasi secara relatif merupakan signal negatif bagi pemodal di pasar modal. Hal ini dikarenakan peningkatan inflasi akan meningkatkan biaya perusahaan. Jika peningkatan biaya produksi lebih tinggi dari peningkatan harga yang dapat dinikmati oleh perusahaan, maka profitabilitas perusahaan akan turun. Secara langsung, inflasi mengakibatkan turunnya profitabilitas dan daya beli uang. Secara tidak langsung inlasi mempengaruhi lewat perubahan tingkat bunga. Penelitian terdahulu yang mengkaji pengaruh inflasi terhadap harga saham dilakukan oleh Maryanne 2009, Kewal 2012, Amin 2012 hasil penelitiannya mengatakan bahwa tingkat inflasi tidak berpengaruh terhadap harga saham. Hasil tersebut bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Krisna 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 SUKU BUNGA dan Wirawati 2013 yang menyatakan bahwa tingkat inflasi berpengaruh terhadap harga saham. Tingkat suku bunga menyatakan tingkat pembayaran atas pinjaman atau investasi lain, di atas perjanjian pembayaran kembali, yang dinyatakan dalam persentase tahunan menurut Dornbusch, et.al., 2008:43 dalam Kewal 2012:58. Suku bunga dapat mempengaruhi keputusan individu terhadap pilihan yaitu membelanjakan uang lebih banyak atau menyimpan uangnya dalam bentuk tabungan. Gambar berikut menunjukkan perkembangan rata-rata inflasi periode 2008-2015. Sumber : www.idx.co.id, data diolah Gambar 1.6 Rata-Rata Tingkat Suku Bunga periode 2008-2015 Pada gambar diatas, rata-rata tingkat suku bunga tahun 2008-2015 mengalami kenaikan dan penurunan. Seperti pada tahun 2009 yang mengalami penurunan sebesar 29.7 dan 2011 dan 2012 juga mengalami penurunan sebesar 7.7 dan 4.2. Namun pada tahun 2013 dan 2014 tingkat suku bunga mengalami kenaikan sebesar 30.4 dan 3.3. Tetapi pada tahun 2015 kembali turun sebesar 3.2. Tingkat suku bunga yang meningkat akan meningkatkan suku bunga yang diisyaratkan atas investasi pada suatu saham. Di samping itu, tingkat suku bunga yang meningkat bisa juga menyebabkan investor menarik investasinya pada saham dan memindahkannya pada investasi berupa tabungan ataupun deposito. Oleh karena itu tingkat suku bunga yang tinggi merupakan sinyal negatif terhadap harga saham. Pada kenyataannya, pada tahun 2013 dan 2014 rata-rata tingkat suku bunga yang meningkat tidak membuat harga saham mengalami penurunan tetapi juga mengalami peningkatan sebesar 0.17 dan 1.82. Dan pada tahun 2015 yang mana rata-rata tingkat suku bunga mengalami penurunan yang juga diikuti penurunan harga saham sebesar 2.85. Hal ini tidak sesuai dengan teori menurut Tandelilin 2001:213 yang mana tingkat suku bunga yang meningkat bisa menyebabkan investor menarik investasinya pada saham dan memindahkannya pada investasi berupa tabungan ataupun deposit. Artinya tingkat bunga yang tinggi adalah signal negatif bagi harga saham. Penelitian terdahulu yang mengkaji pengaruh tingkat suku bunga terhadap harga saham dilakukan oleh Kewal 2012, Krisna dan Wirawati 2013 dan Syarofi 2014 hasil penelitiannya mengatakan bahwa tingkat suku bunga tidak berpengaruh terhadap harga saham. Berbeda dengan Amin 2012 yang menyatakan bahwa tingkat suku bunga berpengaruh terhadap harga saham. Minyak merupakan faktor penting dalam kebutuhan hidup manusia dan sebagai bahan baku industri. Perubahan harga minyak dunia diprediksi memiliki pengaruh terhadap harga saham perusahaan, karena minyak bumi merupakan salah satu sumber energi yang digunakan oleh perusahaan dalam melakukan proses produksi. Meningkatnya harga minyak akan berpengaruh pada kenaikan biaya produksi. Akibatnya terjadi penurunan penawaran yang akan berdampak pada kenaikan harga. Sumber : www.idx.co.id, data diolah Gambar 1.7 Rata-Rata Harga Minyak Dunia periode 2008-2015 Pada gambar diatas dapat dilihat, perkembangan harga minyak dunia dari tahun 2008-2015 mengalami fluktuasi. Seperti pada tahun 2009 yang mengalami penurunan sebesar 46.64 tetapi pada tahun 2010-2013 harga minyak dunia mengalami kenaikan sebesar 22.71, 20.40, 5.71 dan 31.31. Namun pada tahun 2014 dan 2015 kembali turun sebesar 2.95 dan 42.09. Investor di pasar modal menganggap bahwa dengan naiknya permintaan minyak secara global merupakan pertanda membaiknya pemulihan ekonomi global paska krisis. Sebaliknya, turunnya permintaan minyak secara global mencerminkan melemahnya pemulihan ekonomi global. Dengan demikian, jika harga minyak dunia meningkat, ekspektasi terhadap membaiknya kinerja perusahaan-perusahaan juga akan meningkat dan otomatis harga sahamnya akan ikut meningkat Syarofi, 2014:75. Pada kenyataannya, pada tahun 2009 dan 2014 harga minyak dunia yang mengalami penurunan tidak membuat harga saham mengalami penurunan tetapi sebaliknya. Harga saham pada sektor barang konsumsi mengalami peningkatan sebesar 7.85, dan 1.82. Penelitian terdahulu yang mengkaji pengaruh harga minyak dunia terhadap harga saham dilakukan oleh Witjaksono 2010, Syarofi 2014, dan Handiani 2014 hasil penelitiannya mengatakan bahwa harga minyak dunia berpengaruh Rp0 Rp200,000 Rp400,000 Rp600,000 Rp800,000 Rp1,000,000 Rp1,200,000 Rp1,400,000 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 HARGA MINYAK DUNIA Rp terhadap harga saham. Berbeda dengan Hanafiah, Sudjana, dan Sulasmiyati 2015 yang menyatakan bahwa harga minyak dunia tidak berpengaruh terhadap harga saham. Berdasarkan fenomena di atas, maka penulis ingin meneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul “Analisis Pengaruh Faktor Internal Dan Faktor Eksternal Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Sektor Industri Barang konsumsi Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2008- 2015 ” 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah variabel Price Earning Ratio PER berpengaruh terhadap harga saham perusahaan sektor industri barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2008-2015? 2. Apakah variabel Return on Assets ROA berpengaruh terhadap harga saham perusahaan sektor industri barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2008-2015? 3. Apakah variabel risiko sistematis Beta berpengaruh terhadap harga saham perusahaan sektor industri barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2008-2015? 4. Apakah variabel inflasi berpengaruh terhadap harga saham perusahaan sektor industri barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2008-2015? 5. Apakah variabel tingkat suku bunga berpengaruh terhadap harga saham perusahaan sektor industri barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2008-2015? 6. Apakah variabel harga minyak dunia berpengaruh terhadap harga saham perusahaan sektor industri barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2008-2015?

1.3 Tujuan Penelitian

Dokumen yang terkait

ANALISIS PENGARUH FAKTOR INTERNAL DAN FAKTOR EKSTERNAL TERHADAP HARGA SAHAM (Studi pada Perusahaan Industri Barang Konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2008-2015)

0 3 8

ANALISIS PENGARUH FAKTOR INTERNAL DAN FAKTOR EKSTERNAL TERHADAP HARGA SAHAM (Studi pada Perusahaan Industri Barang Konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2008-2015)

0 2 2

ANALISIS PENGARUH FAKTOR INTERNAL DAN FAKTOR EKSTERNAL TERHADAP HARGA SAHAM (Studi pada Perusahaan Industri Barang Konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2008-2015)

1 7 39

ANALISIS PENGARUH FAKTOR INTERNAL DAN FAKTOR EKSTERNAL TERHADAP HARGA SAHAM (Studi pada Perusahaan Industri Barang Konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2008-2015)

0 0 1

ANALISIS PENGARUH FAKTOR INTERNAL DAN FAKTOR EKSTERNAL TERHADAP HARGA SAHAM (Studi pada Perusahaan Industri Barang Konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2008-2015)

0 0 1

ANALISIS PENGARUH FAKTOR INTERNAL DAN FAKTOR EKSTERNAL TERHADAP HARGA SAHAM (Studi pada Perusahaan Industri Barang Konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2008-2015)

0 0 1

ANALISIS PENGARUH FAKTOR INTERNAL DAN FAKTOR EKSTERNAL TERHADAP HARGA SAHAM (Studi pada Perusahaan Industri Barang Konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2008-2015)

0 0 5

ANALISIS PENGARUH FAKTOR INTERNAL DAN FAKTOR EKSTERNAL TERHADAP HARGA SAHAM (Studi pada Perusahaan Industri Barang Konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2008-2015)

0 0 4

ANALISIS PENGARUH FAKTOR INTERNAL DAN FAKTOR EKSTERNAL TERHADAP HARGA SAHAM (Studi pada Perusahaan Industri Barang Konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2008-2015)

0 0 2

ANALISIS PENGARUH FAKTOR INTERNAL DAN FAKTOR EKSTERNAL TERHADAP HARGA SAHAM (Studi pada Perusahaan Industri Barang Konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2008-2015)

0 0 2