Pengaruh fosfat alam dan bahan organik terhadap kelarutan pupuk P, Ciri kimia tanah, dan efisiensi Pemupukan P pada Typic Hapludox Sitiung Sumatera Barat

PENGARUH FOSFAT ALAM DAN BAHAN ORGANIK
TERHADAP KELARUTAN PUPUK, ClRl KlMlA TANAH,
DAN EFlSlENSl PEMUPUKAN P PADA TYPIC
HAPLUDOX SITIUNG SUMATERA BARAT

Oleh:
JOKO P U R N O M O
99048TNH

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002

ABSTRAK
JOKO PURNOMO. "Pengaruh Fosfat Alam dan Bahan Organik terhadap Kelarutan
Pupuk, Ciri Kimia Tanah, dan Efisiensi Pemupukan P pada Typic Hapludox Sitiung
Sumatera Barat" (Di bawah bimbingan KOMARUDDIN IDRlS sebagai ketua,
SUWARNO dan ELSJE L. SlSWORO sebagai anggota)
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian fosfat alam
(FA) dan bahan organik dari pupuk kandang kotoran sapi (pukan) terhadap kelarutan
FA, ciri kimia tanah, dan efisiensi pemupukan P tanaman jagung pada Typic

Hapludox dari Sitiung-Sumatera Barat. Penelitian terbagi dalam 3 tahap kegiatan
yaitu penelitian kelarutan FA, perubahan ciri kimia tanah, dan efisiensi pemupukan
P.
Takaran FA didasarkan pada penentuan kadar P dalam larutan sebesar 0.2
pg Plml. Untuk mencapai konsentrasi tersebut diperlukan takaran FA sebesar 298
pg Plg setara dengan 4.2 t FAIha pada inkubasi 3 minggu. Selanjutnya takaran FA
yang digunakan adalah 0, 1.05, 2.1, 4.2, 6.3, dan 8.4 t FAIha. Takaran pukan yang
digunakan adalah 0, 10, dan 20 tiha. Semua percobaan menggunakan rancangan
percobaan faktorial dalam acak lengkap. Pada percobaan kelarutan FA, faktor
pertamanya adalah pukan dengan tiga takaran, sedangkan faktor kedua adalah
urutan pemberian FA pada takaran 6.3 t/ha dan pukan yaitu: FA dan pukan diberikan
bersamaan, pukan diberikan 2 minggu sebelum FA, dan pukan diberikan 2 minggu
setelah FA. Pada percobaan perubahan ciri kimia tanah dan percobaan efisiensi
pemupukan P masing-masing digunakan 2 faktor yaitu FA dan pukan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelarutan FA pada satu minggu setelah
inkubasi sangat tinggi yaitu mencapai 90%. Baik pemberian pukan maupun
perlakuan urutan pemberian FA dan pukan tidak nyata terhadap kelarutan FA.
Perlakuan FA memberikan kenaikan nyata terhadap: pH-H20; P-Bray I, P-HCI, dan
Ca-dd, serta penurunan terhadap kejenuhan Al. Selain itu, pemberian pukan nyata
meningkatkan C-organik, P-HCI 25%, Mg-dd, K-dd, KTK efektif, dan menurunkan

kejenuhan Al. Pemberian FA nyata meningkatkan fraksi Fe-P, AI-P, dan Ca-P, tetapi
tidak nyata terhadap RS-PI sedangkan pemberian pukan tidak nyata terhadap ke
empat fraksi P tersebut. Pemberian FA takaran 6.3 tlha menghasilkan kostanta
energi jerapan P (k) dan kebutuhan P masing-masing empat kali dan tiga kali lebih
lebih kecil dibandingkan perlakuan tanpa FA, sedangkan pada pemberian pukan 20
t/ha menghasilkan nilai k dan kebutuhan P masing-masing 1.5 kali lebih kecil
dibandingkan perlakuan tanpa pukan. Pemberian FA sampai batas 2.1 t/ha dan
pukan nyata meningkatkan tinggi tanaman, bobot kering, serta serapan P tanaman
jagung. Kontribusi pukan terhadap serapan P tanaman lebih rendah dibandingkan
serapan P yang berasal dari tanah maupun fosfat alam. Pukan nyata meningkatkan
efisiensi pemupukan P sampai batas pemberian FA 2.1 t/ha.

ABSTRACT
JOKO PURNOMO. "The Effect of Phosphate Rock and Organic Matter on Fertilizer
Dissolution, Soil Chemical Properties, and Efficiency Use of P Fertilizer on Typic
Hapludox Sitiung West Sumatra". Thesis, under Advisory Committee of
KOMARUDDIN IDRlS as Head, SUWARNO and ELSJE L. SlSWORO as Members.
The objectives of the research were to study effect of rock phosphate (PR)
and organic matter from cow dung to PR dissolution, soil chemical properties, and
efficiency use of P fertilizer of corn on Typic Hapludox, Sitiung West Sumatra. The

research consisted of three part activities, namely PR dissolution, soil chemical
properties, and P fertilizer efficiency. The rate of applied PR was based on the P
concentration in solution at 0.2 pg P/ml. To obtain this concentration, it was needed
PR about 298 pg P/g equivalent to 4.2 t PR/ha at three weeks incubation. The rates
of applied PR in these experiments were 0; 1.05; 2.1; 4.2; 6.3; and 8.4 t PR/ha. And
the rates of cow dung were 0, 10, and 20 t /ha. All experiments were factorial
experiment and arranged using randomized complete design. The first factor of PR
dissolution consisted of three levels of cow dung and the second factor was
application orders of PR and cow dung - had three qualitative levels: PR and cow
dung was applied at the same time, cow dung was added two weeks before PR, and
cow dung was given two weeks after PR. In this experiment the rate of PR was 6.3
tlha. In the study of soil chemical properties and P fertilizer efficiency, there were two
factors tested, namely PR and cow dung.
Results of the study indicated that the dissolution of PR at one week after
incubation period was very high about 90%. The effect of cow dung addition and PR
application order on PR dissolution was not significant. Rock phosphate application
significantly increased pH-H20, P-Bray I, P-HCI 25%, and exchangeable Ca. In
addition, it significantly decreased of Al-saturation. On the other hand, the addition of
cow dung increased C-organic, P-HCI 25%, exchangeable Mg and K, effective of
CEC, and decreased Al saturation. The application of PR significantly enhanced FeP, AI-P, and Ca-PI but it had not significant effect on RS-P. Furthermore, the

application of cow dung had not significant effect to those P fractions.
Phosphate rock at a rate of PR of 6.3 t/ha resulted in the constant factor of P
sorption and P requirement about quarter and one-third compared to without PR.
Furthermore, those value showed two-third on at a rate of cow dung 20 t/ha
compared to without cow dung. The addition of PR and cow dung significantly
increased plant height, dry matter, and P uptake. Application of cow dung combined
with PR increased corn yield higher than that of PR or cow dung separately. The
contribution of cow dung to P uptake was smaller than that of soil and PR. Cow dung
improved the efficiency of P use at a rate of PR less than 2.1 tlha.

SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul:
Pengaruh fosfat alam dan bahan organik terhadap kelarutan pupuk,
ciri kimia tanah, dan efisiensi pemupukan P pada Typic Hapludox
Sitiung Sumatera Barat.
Adalah

benar

merupakan hasil


karya sendiri

dan

belum pernah

dipublikasikan. Semua sumberdata dan informasi yang digunakan telah
dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, I 0 Mei 2002

PENGARUH FOSFAT ALAM DAN BAHAN ORGANIK
TERHADAP KELARUTAN PUPUK P, ClRl KlMlA TANAH,
DAN EFlSlENSl PEMUPUKAN P PADA TYPIC HAPLUDOX
SlTlUNG SUMATERA BARAT

Oleh
JOKO PURNOMO
99048lTNH


Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

Magister Sains pada
Program Studi llmu Tanah

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002

Judul Feneiitian

PENGARUH FOSFAT ALAM DAN BAHAN
ORGANIK TERHADAP KELARUTAN PUPUK
P, ClRl KlMlA TANAH, DAN EFlSlENSl
PEMUPUKAN P PADA TYPIC HAPLUDOX
SlTlUNG SUMATERA BARAT

Narna Mahasiswa


Joko Purnomo

Nomor Pokok

99048lTNH

Program Studi

llmu Tanah

Menyetujui
1. Komisi Pembimbing

Dr Ir ~omdruddinIdris, MS

Ketua

Dr Ir Suwarno, MSc
Anggota


\

Ir Elsie L. Sisworo, MS APU
Anggota

Ketua Program Studi

/

Prof. Dr Ir Sudarsono

Tanggal lulus: 10 Mei 2002

Manuwoto, MSc

Penulis dilahirkan pada 1 Desember 1961 di Wonogiri, Jawa Tengah,
merupakan putera pertama dari delapan bersaudara dari pasangan Suwamo dan
Parminah. Pendidikan Sarjana Pertanian di bidang studi llmu Tanah di tempuh di
Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Malang dan lulus pada tahun 1985.
Kesempatan untuk melanjutkan ke pascasarjana (S2) diperoleh tahun 1999 di

Program Pascasarjana IPB Program Studi llmu Tanah. Satu tahun pertama penulis
membiayai studinya sendiri, dan tahun berikutnya mendapat beasiswa dari Proyek
ARM II Badan Litbang Pertanian.
Penulis bekerja sebagai peneliti pada Pusat Penelitian dan Pengembangan
Tanah dan Agroklimat di Bogor sejak tahun 1986. Saat ini penulis menjabat sebagai
Ajun Peneliti Madya bidang Kesuburan Tanah. Sebagai seorang peneliti, penulis
bergabung dalam himpunan profesi yaitu Himpunan llmu Tanah lndonesia (HITI),
dan Himpunan Agronomi lndonesia (Peragi). Sebagian tesis penulis berupa karya
ilmiah berjudul "Pengaruh fosfat alam dan pupuk kandang terhadap efisiensi
pemupukan P pada Oxisoi Sumatera Barat" telah diseminarkan di P3TIR, BATAN
pada bulan September 2001 yang akan dimuat dalam Prosiding Pertemuan llmiah
Penelitian dan Pengembangan lsotop dan Radiasi.
Penulis menikah dengan Endraswatiningrum pada tahun 1986 dan telah
dikaruniai 3 putera yaitu lntan Rachmawati Ramdani, Ananda Puteri Nurindahsari,
dan lndra Bayu Kuncoroaji.

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu Wata'ala atas
segala karunia-Nya, sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tesis ini
merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains Pada Program

Studi llmu Tanah Program Pascasarjana IPB.
Dua kendala utama untuk pengelolaan Oxisol di Indonesia adalah rendahnya
kadar P dan kadar bahan organik dalam tanah. Pupuk kandang dapat digunakan
sebagai salah satu cara untuk meningkatkan produktivitas lahan tersebut dengan
memadukan komponen "land-crop-livestock system"

berupa paket: ternak,

benihtbibit tanaman unggul, dan pengakayaan P dengan fosfat alam.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih dan memberikan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Dr. Ir. Komaruddin Idris, MS sebagai
Ketua Komisi Pembimbing; serta Dr. Ir. Suwamo MSc., dan lr. Elsje L. Sisworo, MS
APU sebagai Anggota Komisi Pembimbing, atas segala bimbingan, saran,
dorongan, dan bantuannya dari persiapan proposal penelitian hingga selesainya
tesis ini.
Selanjutnya rasa terima kasih disampaikan kepada para Dosen Program
Studi ilmu Tanah dan Tim Managemen Program Pascasarjana IPB, Dr.
Abdurachman Adimihardja selaku Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan
Tanah dan Agroklimat, Proyek ARMP II Badan Litbang Pertanian, Dr. Djoko
Santoso, Ir. I G Putu Wtgena MSi, Ir. Sukristiyonobowo MSc, Ir. Enggis Tuherkih,

dan Ir. Maryam.
Disampaikan terima kasih juga kepada semua Staf Laboratorium Kimia
Tanah dan Teknisi Rumah Kaca Laladon Puslitbang Tanah dan Agroklimat, Staf

Laboratorium Bagian Pertanian P3TIRI BATAN, Rekan-rekan Mahasiswa Program
Studi llmu Tanah, dan semua pihak yang telah membantu khususnya Sdr. Dedy
Kusnandar.
Rasa terima kasih secara khusus disampaikan kepada Ayah dan Ibuku,
Suwamo dan Parminah, lstriku tersayang "Endras" dan anak-anakku "lntan, Nanda,
dan Bayu".
Penulis menyadari bahwa tulisan ini jauh dari sempuma, namun penulis
mengharapkan

mudah-mudahan tulisan

ini

dapat

bermanfaat bagi yang

memerlukannya.

Bogor,
Penulis

Mei 2002

DAFTAR IS1
Halaman
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR

....................................................................

viii

.................................................................

xii

PENDAHULUAN
..................................................................
Latar belakang
...........................................................
Tujuan Penelitian
...........................................................
Hipotesis
...........................................................
Pendekatan Penelitian
....................................................

1
I
3
3
3

TINJAUAN PUSTAKA
............................................................
.....................................
Penyebaran dan Ciri Kimia Oxisol
Penyebaran Oxisol
....................................................
Ciri Kimia Oxisol
....................................................
Efektivitas Penggunaan FA Secara Langsung .......................
Kualitas FA
.......................................................
Ciri Kimia Tanah
.......................................................
Tanaman
.......................................................
Pengaruh FA Terhadap Ciri Kimia Tanah .............................
Pengaruh FA Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman ....
Bahan Organik dalam Tanah
............................................
Pengaruh Bahan Organik Terhadap Ketersediaan P dalam
Tanah ..........................................................................
Pengaruh Bahan Organik Terhadap Efisiensi Pemupukan P
dan Respons Tanaman....................................................
Efisiensi FA dengan Metode lsotop .....................................
BAHAN DAN METODE
..........................................................
Waktu dan Tempat ..........................................................
Bahan dan Alat
..........................................................
Pelaksanaan Percobaan
.................................................
..............................................
Penentuan Takaran FA
Kelarutan FA
...........................................................
Perubahan Ciri Kimia Tanah .........................................
Percobaan Rumah Kaca ..............................................
..........................................................
Pengolahan Data

27
27
27
28
28
30
32
38
40

HASlL DAN PEMBAHASAN
...................................................
Kelarutan FA ..................................................................
Kadar Ca-BaCI2TEA ....................................................
Kelarutan FA .............................................................
Kadar Mg-BaCI2TEA ....................................................

41
41
41
43
44

Ciri Kimia Tanah
............................................................
................................................................
pH Tanah
................................................
C organik dan N total
........................................
Kation Dapat Dipertukarkan
................................................
Fosfor dalam Tanah
................................. ... ............
Fraksi P dalam Tanah
................................................................
Erapan P
...............................................................
Retensi P
Aluminium dan Besi dalam Tanah .................................
Pertumbuhan dan Produksi Tanaman .................................
........................................................
Tinggi Tanaman
Bobot Kering Tanaman ...............................................
.........................................
Kadar dan Serapan Fosfor
Fraksi Serapan P Tanaman .........................................
.........................................
Efisiensi Pemupukan P
KESIMPULAN DAN SARAN
.....................................................
DAFTAR PUSTAKA
................................................................
LAMPIRAN
...........................................................................

vii

DAFTAR TABEL
No.

Teks
Pengelompokan FA berdasarkan kelarutannya dalam asam
lemah.. ..........................................................................
Pengaruh Pemberian FA dan Pukan terhadap Delta pH pada 5
MSI.. ............................................................................
Pengaruh Pemberian FA dan Pukan terhadap C-organik dan Ntotal pada 5 MSI............................................................
Pengaruh Pemberian FA dan Pukan terhadap Nisbah C/N pada
5 MSI.............................................................................
Pengaruh Pemberian FA dan Pukan terhadap Kalsium dan
Magnesium Dapat Dipertukarkan yang Diekstrak dengan NHr
OAc 1 N pH 7 pada 5 MSI.................................................
Pengaruh Pemberian FA dan Pukan terhadap Kalium dan
Natrium Dapat Dipertukarkan yang Diekstrak dengan NH4-OAc
1 N pH 7 pada 5 MSI........................................................
Pengaruh Pemberian FA dan Pukan terhadap Kadar Aluminium
Dapat Dipertukarkan pada 5 MSI.........................................
Pengaruh Pemberian FA dan Pukan terhadap KB dan
Kejenuhan Al pada 5 MSI..................................................
Pengaruh Pemberian FA dan Pukan terhadap Kejenuhan
Kalsium dan Kejenuhan Magnesium pada 5 MSI.................
Pengaruh Pemberian FA dan Pukan terhadap Kadar Pterekstrak Bray I dan P-terekstrak HCI 25% pada 5 MSI ..........
Hubungan FA dan Pukan terhadap Kadar P-Bray I dan P-HCI
25 % umur 5 MSI.............................................................
Pengaruh Pemberian FA dan Pukan terhadap Kebutuhan P
untuk mencapai
.......................................................
Pengaruh Pemberian FA dan Pukan terhadap Retensi P pada
5 MSI. ..........................................................................
Pengaruh Pemberian FA dan Pukan terhadap Fe-o dan Al-o
pada 5 MSI. ...................................................................

Halaman

15. Pengaruh Pemberian FA dan Pukan terhadap Fe-d dan Al-d
pada 5 MSI. ... ... ... ... ... ...... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... .... ... ......

72

16. Pengaruh Pemberian FA dan Pukan terhadap Fe-pi dan Al-pi
pada 5 MSI. ... ... ... ... ... ... .......... ... ... ... ... ... ......... ... ... ... ... ...

73

17. Hubungan Takaran FA dan Pukan terhadap Tinggi Tanaman
Jagung pada 14 dan 40 HST... .... ..... ... ... ... ...... ... ... ... ... ... ... .

75

18. Pengaruh Pemberian FA dan Pukan terhadap Serapan P dan
Persentase Serapan P yang berasal dari FA ... ...... ... ... .. . .... ..

80

19. Pengaruh Pemberian FA dan Pukan terhadap Serapan P dan
Persentase Serapan P yang berasal dari Tanah.. . ... ......... ... ..

80

20. Pengaruh Pemberian FA dan Pukan terhadap Serapan P dan
Persentase Serapan P yang berasal dari Pukan... .... ... ... ... .....

81

Lampiran
1. Deskripsi Profil Oxisol di Lokasi Penelitian... ... ...... ... ... ... ... ... ..
2. Ciri Fisik dan Kimia Tanah dari Contoh Tanah Komposit
Sebelum Percobaan yang Diambil pada Kedalaman 0 - 30 cm

3. Ciri Fisik dan Kimia Tanah Typic Hapludox (RM-02) Sitiung Ill,
Sumatera Barat ........ ... ......... ... ..... ..... ...... ......... ... ...... ... ... .
4. Kombinasi dan Takaran Pupuk yang Digunakan pada
Percobaan Kelarutan FA di Laboratorium ..... ... ... ...... ... ... ... ... .
5. Kombinasi Takaran FA dan Pukan yang Digunakan pada
Percobaan Perubahan Ciri Kimia Tanah di Laboratorium... ... ... .
6. Kombinasi Takaran FA dan Pukan yang Digunakan pada
percobaan Respon Tanaman Jagung di Rumah Kaca.... ... ... ....

7. Kadar Hara dalam Pukan dan FA Ciamis yang Digunakan
dalam Percobaan. ... ...... ...... ... ... ... ... ... ... ......... ... ... ... ..... ... .

8. Jenis dan Takaran Pupuk Dasar yang Digunakan untuk
Percobaan di Rumah Kaca... .............. ... ... ... ...... ... ..... .........
9. Rata-rata Kadar Kalsium yang Diekstrak dengan 0.5 M BaCI2
TEA pada Berbagai lnkubasi ... ... ... ... ... ... ... ... ..... ...... ... ... .....

Rata-rata Kelarutan FA yang Ditetapkan dengan Menggunakan
Metode A Ca...................................................................
Rata-rata Kadar Magnesium yang Diekstrak dengan 0.5 M
BaC12TEA pada Berbagai Inkubasi......................................
Pengaruh Pemberian FA dan Pukan terhadap pH-H20dan pHKC1 (1:5) pada 5 MSI ........................................................
Pengaruh Pemberian FA dan Pukan terhadap pH-H20 (1:5)
pada 3 dan 9 MSI ............................................................
Pengaruh Pemberian FA dan Pukan terhadap KTKe dan K-HCI
25% pada 5 MSI ..............................................................
Pengaruh Pemberian FA dan Pukan terhadap Kadar P-larut Air
pada 3 dan 5 MSI.............................................................
Pengaruh Pemberian FA dan Pukan terhadap Kadar P-larut Air
pada 9 MSI......................................................................
Pengaruh Pemberian FA dan Pukan terhadap Kadar AI-P dan
Fe-P pada 5 MSI.............................................................
Pengaruh Pemberian FA dan Pukan terhadap Kadar Ca-P dan
RS-P pada 5 MSI. ...........................................................
Pengaruh Pemberian FA dan Pukan terhadap Erapan
Maksimum dan Konstanta Energi Jerapan pada 5 MSI ............
Pengaruh Pemberian FA dan Pukan terhadap Kebutuhan

..

Pengaruh Pemberian FA dan Pukan terhadap Kadar Fe Larut
air pada 3 MSI dan 5 MSI .................................................
Pengaruh Pemberian FA dan Pukan terhadap Fe larut 9 MSI
dan Retensi P pada 5 MSI .................................................
Pengaruh Pemberian FA dan Pukan terhadap Tinggi Tanaman
Jagung ..........................................................................
Pengaruh Pemberian FA dan Pukan terhadap Bobot Kering
dan Kadar P Tanaman Jagung ..........................................
Pengaruh Pemberian FA dan Pukan terhadap Serapan P-total
dan Efisiensi Pemupukan P... .............................................
Nilai F hitung dari Analisis Ragam untuk pH-H20dan pH-KC1 ......

27.

Nilai F hitung dari Analisis Ragam untuk C-organik dan N-total 5
MSI ...... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ...... ... ... ... ...

28.

Nilai F hitung dari Analisis Ragam untuk Kation dapat
dipertukarkan 5 MSI ... ... ...... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ...

29. Nilai F

hitung dari Analisis Ragam untuk KTKe dan Kejenuhan
Basa 5 MSI ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ..... ... ... ... ... ... ... .... ...

111

30.

Nilai F hitung dari Analisis Ragam untuk P dan K-HCI 25% ... ... ...

Ill

31.

Nilai F hitung dari Analisis Ragam untuk Fraksi P ... ... ... ... ... . .....

111

32.

Nilai F hit,ng dari Analisis Ragam untuk Kapasitas Erap, Energi
... ... ...... ... ..... ... ... ..
Konstanta Jerapan (k) dan Kebutuhan

33.

Nilai F hitung dari Analisis Ragam untuk Rentensi P, kadar Felarut air ... ... ... ... ... .... ......... ... ... ... ... ...... ... ... ... ... ... ... ... ... ..

34.

Nilai F hitung dari Analisis Ragam untuk Fraksi Al dan Fe ..... ... ...

35.

Nilai F

36. Nilai F

dari Analisis Ragam untuk Produksi Tanaman .... ..

hitung dari Analisis Ragam untuk Fraksi Serapan P dan
Efisiensi Pemupukan P ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ...... ... ... ... ... ..

DAFTAR GAMBAR
No.

Halaman

1. Hubungan FA yang Ditambahkan dengan Kadar P-larut Air
pada 2, 3, dan 4 MSI... ... ... ..... ... ... ... ...... ... ... ... .... ... ... ... ......

Hubungan antara Lama Inkubasi, Urutan Pemberian FA
Takaran 6.3 t/ha dan Pukan, terhadap Kadar Ca-BaC12TEA.. . ..
Hubungan antara Lama Inkubasi, dan Urutan Pemberian FA
Takaran 6.3 t/ha dan Pukan terhadap Kelarutan FA ... ... ... ... ... ..
Hubungan antara Lama lnkubasi dan Urutan Pemberian FA
Takaran 6.3 t/ha dan Pukan terhadap Kadar Mg-BaCI2TEA .....
Hubungan antara Takaran FA dan Pukan terhadap pH-H20
(1:5) pada 3, 5, dan 9 MSI. ... ... ... ...... ... ... ... ... ... ...... ... ...... ...
Hubungan antara Takaran FA terhadap Kadar Al, Ca, dan KTKe
pada 5 MSI... ... ... ...... ... ... ............ ... ... ... ... ... ...... ... ... ... ... ... .
Hubungan antara Takaran Pukan terhadap Kadar Al, Ca, dan
KTKe pada 5 MSI... ... ... ..... ... ... ... ... ..... ... ... ...... ... ... ... ... ... ...
Hubungan antara pH-H20dengan Kejenuhan Al dan KB pada 5
MSI.. . ... ... ... ... ...... ... ........... ... ... ... ... ...... ...... ... ... ...... ... ... ...
Hubungan antara Takaran FA dan Pukan terhadap Kadar Plarut Air pada 3, 5 dan 9 MSI... ... ... ... . ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ...
Hubungan antara P-Bray I dengan P-larut Air pada 5 MSI ... ... ..
Bentuk P-anorganik dalam tanah Sebelum Percobaan dan pada
5 MSI ... ... ... ... ... ... ... ... ..... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ...
Hubungan antara Takaran FA dan Pukan terhadap Kadar AI-P
dan Fe-P pada 5 MSI...... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... .
Hubungan antara Takaran FA dan Pukan terhadap Kadar Ca-P
dan RS-P pada 5 MSI ... ... ...... ... ... ... ...... ... ... ...... ... ... ... ... ...
Hubungan antara Bentuk-bentuk P dengan P-Bray I pada 5
MSI. ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... .. . ... ... ... ... ... ... ... ... ..... ..... ...

15. Hubungan antara Takaran FA dan Pukan terhadap Konstanta
Energi Jerapan, Erapan Maksimum, dan Kebutuhan P pada 5
MSI ...............................................................................

68

16. Hubungan antara Pemberian FA dan Pukan terhadap Fe-Larut
Air pada 3, 5 dan 9 MSI. ....................................................

73

17. Hubungan Takaran FA dan Pukan dengan Tinggi Tanaman
pada 14 HST (a) dan 40 HST (b)..........................................

74

18. Hubungan antara Takaran FA Pukan dengan Bobot Kering
Tanaman (a) dan Hasil Relatif (b) ........................................

76

19. Hubungan antara Takaran FA dan Pukan dengan Kadar P
Tanaman (a) dan Serapan P-total (b) ....................................

77

20. Pengaruh Pemberian FA dan Pukan terhadap Proporsi Serapan
P oleh Tanaman ...............................................................

79

21. Hubungan antara FA dan Pukan terhadap Efisiensi Pemupukan
P ..................................................................................

82

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan konsumen pupuk fosfat yang cukup besar. Dalam
kumn waktu 1990 - 1993 penggunaan pupuk fosfat dalam bentuk TSP atau SP 36
sekitar 1.25 juta tonttahun. Dari jumlah tersebut yang disalurkan untuk tanaman
pangan sekitar 78

-

85 % (Abdurachman, Adiningsih, dan Nursyamsi, 2001)

Penyaluran pupuk TSPISP 36 pada tahun 1998 mengalami penurunan sebesar 0.26
juta atau sekitar 27% dibandingkan penyaluran 5 tahun sebelumnya. Penurunan ini
berkaitan erat dengan dihapuskannya subsidi pupuk tahun 1998, sehingga harga
pupuk semakin mahal. Terjadi kesenjangan penggunaan pupuk untuk tanaman
pangan yaitu antara lahan sawah dan lahan kering. Sekitar 80% dari total pupuk P
tersebut diperuntukkan lahan sawah intensifikasi yang diduga telah jenuh oleh fosfat
(Sri Adiningsih, Kumia, dan Sri Rochayati, 1998). Oleh sebab itu, perlu adanya
realokasi distribusi pupuk P dari lahan sawah yang diduga telah jenuh P ke areal
yang sangat memerlukan P seperti pada Oxisol.
Di lndonesia terdapat sekitar 20.7 juta tanah mineral masam dengan lereng
kurang dari 15 % yang umumnya kahat fosfat (Sri Adiningsih et a/. 1998). Fosfat
alam (FA) merupakan salah satu altematif pupuk sumber fosfat yang dapat
digunakan untuk menanggulangi kekahatan P pada tanah-tanah tersebut. Fosfat
alam dapat digunakan secara langsung tanpa harus diproses dalam pabrik.
lndonesia mempunyai deposit FA sebesar 7 - 8 juta ton dengan kadar P2O5
sangat bervariasi antara 1 - 38 % (Moersidi, 1999). Fosfat alam lokal seperti FA
Ciamis mempunyai reaktivitas yang sama dengan TSP (Mulyadi dan Pumomo,
1999), tetapi banyak juga FA yang mempunyai reaktivitas yang rendah. Menurut
Nugroho (1999) untuk meningkatkan reaktivitas FA yang rendah dapat dilakukan

dengan pengasaman sebagian. Kanabo dan Gilkes (1988a) mengemukakan bahwa
kelarutan FA makin tinggi dengan semakin kecilnya ukuran butir.
Fosfat alam sebagai pupuk telah banyak diteliti dan dipergunakan secara
langsung ke dalam tanah (Moersidi, 1999). ldris (1995a) dan Sri Adiningsih et al.
(1998) mengemukakan bahwa FA mempunyai efektivitas yang hampir sama,
bahkan mempunyai efek residu yang lebih baik dari TSP atau SP 36, harga setiap
kg P205lebih murah, menghemat tenaga kerja karena FA dapat diberikan dalam
takaran tinggi sekaligus, sehingga tidak haws diberikan setiap musim tanam. Selain
itu pemberian fosfat alam mempunyai efek pengapuran yaitu sebagai sumber Ca,
sekaligus memperbaiki ciri kimia tanah. ldris (1995b) mengemukakan bahwa
pemberian FA dapat menurunkan Al-dd, dan kejenuhan Al, dan meningkatkan pH
tanah masam.
Moersidi (1993) dan Hue dalam lyamuremye, Dick, dan Baham (1996)
mengemukakan bahwa pemupukan P anorganik lebih efisien bila diberikan
bersama-sama dengan bahan organik. Pemberian bahan organik dapat menurunkan
erapan P maksimum, kebutuhan pupuk PI kelarutan Al, dan Fe. Bahan organik
dalam tanah dapat berfungsi meningkatkan ketersediaan unsur hara, pH tanah,
aktivitas mikroorganisme, dan jumlah A1 yang terkelat oleh senyawa humik pada
Typic Haplohumult (Winarso, 1996 dan lyamuremye et al., 1996), serapan P dan Mg
oleh tanaman (Nursyamsi et al., 1997 dan Kasno et a/., 1997). Moersidi (1999)
melaporkan bahwa pemberian bahan organik pada Ultisol dari Lebak dapat
meningkatkan kadar P terekstrak Bray I.

Tujuan Penelitian
1. Mempelajari pengaruh FA dan pupuk kandang kotoran sapi (pukan) tehadap

perubahan ciri kimia Oxisol dari Sitiung-Sumatera Barat.
2. Mempelajari peranan pukan dalam mempengaruhi kelarutan FA.
3. Mempelajari urutan pemberian FA dan pukan tehadap kelarutan FA.

4. Mempelajari serapan dan efisiensi pemupukan P dengan teknik radioisotop 3 2 ~ .

Hipotesis
1. Pemberian FA dan pukan dapat memperbaiki ciri kimia Oxisol dari Sitiung

Sumatera Barat, di antaranya adalah: meningkatkan pH, P-tersedia, kation dapat
dipertukarkan (Ca, Mg, dan K), serta menurunkan kadar Al-dd dan erapan P.
2. Pemberian pukan dapat meningkatkan kelarutan FA.
3. Pemberian FA yang didahului oleh pemberian pukan menghasilkan kelarutan FA

yang lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian pukan yang didahului FA.
4. Pemberian pukan dapat meningkatkan efisiensi pemupukan P.

Pendekatan Penelitian
Penelitian ini terdiri atas dua tahap kegiatan penelitian yaitu penelitian di
laboratorium dan penelitian di rumah kaca. Penelitian di laboratorium meliputi
penentuan takaran FA, kelarutan FA, dan perubahan ciri kimia tanah sebagai akibat
pemberian FA dan pukan. Percobaan rumah kaca meliputi respons tanaman jagung
dan tingkat efisiensi pemupukan P.

TINJAUAN PUSTAKA
Penyebaran dan Ciri Kimia Oxisol
Penyebaran Oxisol
Luas total Oxisol di Indonesia diperkirakan 8.085 juta ha yang tersebar di
Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, lrian Jaya, dan Jawa masing-masing seluas 4.016,
2.449, 0.789, 0.296, dan 0.135 juta ha (Puslittanak, 1997). Data tersebut
menunjukkan bahwa Oxisol mempunyai penyebaran yang cukup luas. Penggunaan
lahan pada Oxisol antara lain untuk pertanian tanaman pangan, perkebunan, dan
hutan. Penggunaan Oxisol untuk budidaya pertanian menghadapi banyak kendala
antara lain: kapasitas tukar kation (KTK) tanah sangat rendah, miskin hara makro
seperti: N, P, K, Ca, Mg, dan S; fiksasi P tinggi, kadar bahan organik rendah,
pencucian hara yang tinggi, serta peka terhadap erosi.

Ciri Kimia Oxisol
Oxisol adalah tanah mineral yang kaya seskuioksida, telah mengalami
pelapukan lanjut, dan banyak terdapat di daerah tropis (Hidayat, 1996). Menurut
USDA (1998), Oxisol adalah tanah-tanah yang: (1) mempunyai horison oksik yang
batas atasnya berada pada kedalaman 150 cm atau kurang dari permukaan tanah
mineral, dan tidak mempunyai horison kandik yang batas atasnya berada pada
kedalaman tersebut, atau (2) Pada fraksi halus antara pennukaan tanah dan
kedalaman 18 cm (setelah dicampur) kadar liatnya 40% atau lebih (berdasar bobot),
dan horison kandik yang mempunyai mineral mudah lapuk memenuhi syarat horison
oksik dan batas atasnya berada pada kedalaman 100 cm atau kurang dari
perrnukaan tanah mineral.

Secara umum Oxisol mengandung mineral-mineral yang mudah lapuk sangat
rendah yaitu kurang dari 10% dan mineral sukar melapuk sangat tinggi sehingga
kurang layak untuk mendukung kesuburan tanah secara alami. Kapasitas tukar
kation (KTK) tanah yang ditetapkan dengan NH40Ac IN pH 7 sangat rendah yaitu
kurang dari 16 cmol (+)/kg liat atau KTK efekti adalah sama atau kurang dari 12
cmol (+)/kg liat. Fraksi liat tersusun dari mineral liat tipe 1:l terutama kaolinit dengan
seskuioksida Fe dan Al, tanpa atau dengan sedikit mineral 2:1.Curah hujan yang
tinggi dan terletak di daerah tropik dengan suhu tinggi menyebabkan tingkat
pelapukan tanah sangat intensif. Tingginya curah hujan menyebabkan pencucian
kation sangat intensif, sehingga jumlah kation yang hilang dari daerah perakaran
sangat tinggi. Oleh sebab itu ketersediaan kation seperti Ca, Mg, K, dan Na sangat
rendah. Karena KTK tanah rendah, maka tanah kurang mampu untuk memegang
kation walaupun diberikan dalarn jumlah banyak. Pemupukan tidak efisien karena
kation berpeluang untuk segera tercuci jika tejadi hujan. Dengan tercucinya kation
basa, maka Al dan Fe yang relatif tidak mudah tercuci menjadi dominan, sehingga
kadar A1 dan Fe menjadi tinggi yang diikuti oleh kemasaman tanah yang tinggi juga.
Di lain pihak, beberapa anion seperti fosfat akan dijerap kuat oleh liat khususnya
seskuioksida (Rachim, 1997).
Berdasarkan asal muatan pada permukaan, koloid tanah dapat dibedakan
dua jenis muatan yaitu muatan permanen @emanent charge) dan muatan
tergantung pH atau muatan variabel (variable charge). Muatan perrnanen tejadi
sebagai akibat dari subtitusi kation pada kisi-kisi mineral liat oleh kation lain yang
mempunyai valensi lebih rendah, sedangkan muatan tergantung pH berasal dari
protonisasi atau deprotonisasi gugus hidroksida Al atau Fe, dan bahan organik atau
patahan ikatan pada ujung kristal liat Tanah yang mempunyai perkembangan lanjut

seperti Oxisol dicirikan oleh proporsi muatan tergantung pH yang dominan. Pada
kondisi alamiah tanah ini dapat mempunyai muatan netto positif atau n e w
tergantung pada pH tanahnya.
Sifat tanah yang spesifik pada tanah dengan muatan tergantung pH adalah
titik muatan no1 (TMN atau pHo) atau zero point of charge (ZPC). Titik muatan no1
adalah suatu kondisi yang menunjukkan jumlah muatan positif sama dengan jumlah
muatan negatif (Uehara dan Gilman, 1981). Rendahnya muatan negatif pada tanah
dengan tingkat pelapukan lanjut ditunjukkan oleh pH0 yang cukup tinggi (Oades et
a/. dalam Anda, 1999). Sebagai contoh, Oxisol Queensland mempunyai pH0 sekitar

6.5 dengan jumlah muatan perrnanen hanya 1-2 cmol(+)/kg, jika pH0 diturunkan,
maka KTK yang berasal dari muatan tergantung pH akan meningkat secara tajam.
Anda (1999) mendapatkan nilai pH0 sekitar 3.5 pada Oxisol Situng-Sumatera Barat
dan Oxisol Sonay-Sulawesi Tenggara. Pada Oxisol Sonay, semakin dalam harison
tanah semakin tinggi nilai pHo, sedangkan pada Oxisol Sitiung ha1 tersebut tidak
terjadi. Lebih tingginya pH0 pada Oxisol Sonay berkaitan erat dengan kandungan
besi bebas yang makin tinggi. Apabila pH tanah ditingkatkan maka muatan negatif
akan meningkat dan muatan positif (jika ada) akan menurun, sebaliknya jika pH
diturunkan hingga di bawah pH0 maka jumlah muatan netto positif akan meningkat.
Pada Oxisol yang mempunyai pH di bawah pH0 akan menyebabkan muatan
nettonya menjadi positii. Pada tanah yang demikian pemberian pupuk KC1 atau
kapur sangat tidak efisien, karena kation akan cepat tercuci yang disebabkan oleh
komponen tanah akan menolak kation tersebut. Sebaliknya, pemberian pupuk dalam
bentuk anion seperti fosfat akan cepat juga dijerap oleh tanah. Usaha meningkatkan
muatan negatif dan mempertahankan pH tanah di atas pH0 adalah dengan cara
pengelolaan tanah yang tepat.

Ciri lain yang menonjol dari Oxisol adalah kemampuan mengerap P dan
retensi fosfat yang tinggi. Erapan fosfat pada Oxisol dari Pelaihari, Kalimantan
Selatan sangat tinggi yaitu dapat mencapai 1519 - 2546 pg P/g tanah (Hidayat
1996). Sementara Wigena (2001) melaporkan bahwa kemampuan mengerap P
sebesar 1428 ppm P dijumpai pada Oxic Dystrudept Jambi. Anda (1999)
melaporkan bahwa retensi fosfat pada Oxisol Sitiung dan Sonay adalah tinggi
masing-masing sekitar 51 - 57% dan 51 - 78 %.

Efektivitas Penggunaan FA Secara Langsung
Tanah mineral masam dan bertereng kurang dari 15 % di Indonesia sangat
luas yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai areal pertanian. Kendala
pengelolaan tanah tersebut di antaranya adalah rendahnya kadar P dalam tanah.
Untuk meningkatkan produktivitas tanah tersebut dapat dilakukan dengan
meningkatkan kadarnya dalam tanah, salah satu altematifnya adalah dengan
menggunakan fosfat alam.
Keuntungan penggunaan FA se&ra langsung antara lain adalah: harga
setiap kg P2O5lebih murah, dapat digunakan secara langsung, efektivitasnya yang
hampir sama dengan TSP atau SP 36, menghemat tenaga kerja (Sri Adiningsih et
a/., 1998; Rajan, Watkinson, dan Sinclair, 1996). Selain itu, FA mempunyai
kandungan unsur hara lain seperti Ca, Mg, Cu, dan Zn yang relatif lebih tinggi
dibandingkan pupuk buatan, sehingga FA dapat berfungsi juga untuk memperbaiki
ciri kimia tanah (Moersidi, 1999).
Menurut Rajan et a/. (1996) walaupun mempunyai keunggulan, FA yang
digunakan secara langsung mempunyai beberapa kelemahan antara lain: (a) tidak
semua tanah atau tanaman cocok dengan penggunaan FA, (b) jika FA berkadar P

rendah faktor jarak pedu dipertimbangkan karena akan menyebabkan harganya
menjadi lebih mahal dari TSPISP 36, (c) penggunaan FA yang berupa tepung halus
menyulitkan aplikasinya di lapangan, dan (d) bewariasinya kualitas FA menyulitkan
dalam standarisasi mutu, pengadaan, perdagangan dan pemakaian (Sri Adiningsih

et a/., 1998 dan Moersidi, 1999). Standarisasi dan pengawasan mutu sangat
diperlukan untuk menghindari salah pilih atau manipulasi, dan yang lebih penting
adalah petani sebagai konsumen tidak dirugikan.
Bolland dan Gilkes (1990) melaporkan bahwa penggunaan FA pada tanahtanah di Australia Barat banyak mengalami kendala terutama dalam ha1 rendahnya
kelarutan dalam tanah. Rendahnya kelarutan FA di Australia Barat disebabkan oleh
tanahnya tidak terlalu kahat P dan pH tanah tidak masam, dan kadar Al dan H'
relatif rendah.
Efektivitas penggunaan FA yang digunakan secara langsung dipengaruhi
oleh beberapa faktor antara lain: (1) kualitas FA, (2) sifat tanah, dan (3) tanaman.

Kualitas FA

Fosfat alam merupakan produk yang berasal dari deposit alam yang
kemudian digilingldihaluskan dengan ukuran tertentu. Penggunaan FA sebagai
pupuk P yang digunakan secara langsung pedu memperhatikan beberapa faktor
utama yang dapat mempengaruhi efektivitasnya, di antaranya yaitu: sifat mineralogi
dan kimia FA, kelarutannya dalam tanah, kandungan PI tanggap tanaman, dan
efisiensi penggunaannya.
Menurut tejadinya, FA dapat digolongkan dalam deposit endapan laut, apatit
batuan beku, fosfat sisa pelapukan, batuan tetfosfatisasi, dan guano (Moersidi,
1999). Cadangan batuan fosfat dunia dari deposit tersebut berturut-turut adalah

sebesar 19.705,852, 1.225 juta ton, dan guano kurang dari satu juta ton (Carthmrt
dalam Moersid, 1999). Cadangan deposit FA di Indonesia sekitar 7 - 8 juta ton. Di
Jawa dan Madura, sebagian besar FA terdapat di daerah pegunungan karang, batu
gamping atau dolomitik. Eksplorasi tahun 1990 oleh Direktorat Geologi dan Mineral,
Departemen Pertambangan menemukan cadangan baru FA dari endapan laut di
Kalipucang Ciamis, Jawa Barat dengan kadar 20 - 38 % PzOs. Besamya cadangan
FA tersebut adalah sebesar 2

- 4 juta

ton. Stratifikasi FA pada lokasi tersebut

adalah batu gamping masif, batu gamping bioklastik, berpasir, dan terakhir adalah
batu gamping berkarbon dengan kadar P2O5secara berurutan adalah 0.39 - 3.22,
27.8-39.1, 3.0- 18.3, danO.l- 11.6% (Moersidi, 1999).
Berdasarkan kandungan kationnya, FA digolongkan sebagai aluminium
(besi) fosfat, kalsium-aluminium (besi) fosfat dan kalsium fosfat. Jika penggolongan
FA berdasarkan anion yang mensubstitusi fosfat, FA dikelompokkan dalam karbonat
apatit, fluor apatit, klour apatit, dan hidroksi apatit apabila posisi tetra hedral fosfat
berturut-turut disubstitusi oleh ~

0, F', ~
CI-, dan
~ OH- .

Lehr dan McClean dalam Sri Adiningsih et a/. (1998), McClellan dan
Kauwenberg (1992), Chien (1992), dan Moersidi (1999) mengemukakan bahwa
besamya karbonat yang mensubtitusi fosfat berpengaruh besar terhadap kelarutan
FA apatit Semakin tinggi jumlah karbonat yang mensubtitusi fosfat menyebabkan
reaktivitas FA semakin tinggi. Hal ini bemubungan dengan panjang sumbu a dari
kristal hexagonal mineral apatit, makin banyak subtitusi karbonat makin pendek
sumbu a-nya. Subtitusi karbonat pada batuan apatit bila diurut dari rendah ke tinggi
adalah fluor apatit, batuan metamorf, dan tertinggi adalah batuan sedimen.
Penilaian kualitas FA sebagai pupuk dapat dilakukan secara kimia yang
ditetapkan dengan pengekstrak asam lemah, seperti asam sitrat 2% atau asam

format 2%, atau dapat juga ditetapkan dengan asam kuat' seperti HCI untuk
mengetahui kadar total P205.Menurut Sri Adiningsih et al. (1998), penilaian kualitas
FA sebaiknya berdasarkan pada ekstrak asam lemah, bukan berdasar kandungan
total P2O5,karena kadar P total tidak mencerminkan kadar P yang larut Rajan et al.
(1996) mengemukakan bahwa terdapat korelasi nyata yang positif antara kelarutan
FA dengan P larut dalam asam sitrat 2% dan asam format 2%. Widjaja Adhi,
Moersidi, dan Lukman Hakim (1985; mengemukakan bahwa P-larut asam sitrat 2%
dapat digunakan sebagai indeks efektivitas FA. Berdasarkan kelarutannya dalam
asam lemah, FA dapat dikelompokkan dalam tiga kelas yaitu tinggi, sedang, dan
rendah (Tabel 1).
Tabel 1. Pengelompokan FA berdasarkan Kelarutannya dalam Asam Lemah
(Diamond dalam McCleHand dan Van Kauwenvergh, 1992)
Kelas
Tinggi
Sedang
Rendah

NH4-sitrat(netral)
> 5.4
3.2 - 4.5
< 2.7

Kelarutan FA (%)
Asam sitrat 2 %
> 9.4
6.7 - 8.4
< 6.0

Asam format 2%
> 13.0
7.0 - 10.8
< 5.8

Terdapat banyak metode yang dikembangkan untuk memprediksi kelarutan
dan recovery FA yang digunakan. Salah satunya dikembangkan oleh Chang dan
Jackson (1957) yang kemudian dimodifikasi oleh Syers et al. (1973). Metode ini
dilakukan dengan mengukur FA yang tersisa dalam tanah berdasarkan fraksi P
inorganik dalam tanah. Metode ini sebetulnya dikembangkan untuk mengetahui
karakteristik distribusi bentuk-bentuk P dalam tanah, tetapi dalam perkembangan
berikutnya dapat juga digunakan untuk menghitung kelarutan FA. Kelarutan FA
dihitung berdasarkan selisih antara kadar Ca-P pada tanah yang dipupuk dengan FA
dengan Ca-P pada perlakuan tanpa FA.

Hughes dan Gilkes (1984) mengembangkan metode untuk memperkirakan
kelarutan FA dari peningkatan Ca dapat ditukar (ACa) dari tanah yang dipupuk
dengan FA dikurangi dengan tanpa FA. Pada metode ACa diasumsikan bahwa Ca
yang dilepas oleh FA terakumulasi dalam tanah sebagai Ca dapat dipertukarkan
(Ca-dd) yang diekstrak dengan pengekstrak tertentu, Ca-P dapat ditransforrnasikan
ke dalam bentuk AI-P ataupun Fe-P. Hughes dan Gilkes (1984) menyarankan
menggunakan pengekstrak BaClzyang disangga pada pH alkalin yaitu pada pH 8.2.
Penggunaan pengekstrak yang tidak disangga pada pH alkalin dapat melarutkan Aldd atau H-dd ke dalam tanah saat ekstraksi. Metode ACa adalah metode yang
sederhana dan tidak disarankan digunakan pada percobaan rumah kaca, lapang
atau inkubasi yang terbuka yang dimungkinkan Ca-dd dapat hilang diserap tanaman
ataupun tercuci. Pada kondisi inkubasi tertutup dapat juga terjadi hasil kelarutan FA
yang overestimate pada FA yang mempunyai kandungan CaC03 cukup tinggi
karena kelarutan CaC03 lebih cepat dibandingkan FA,

sehingga dapat

meningkatkan jumlah Ca-dd yang diukur (Rajan eta/., 1996).
Kelarutan FA dapat ditentukan juga dengan pengekstrak 0.5 M NaHC03
(Olsen dan Watanabe, 1957). Kelarutan FA ditetapkan berdasar selisih kadar P dari
tanah yang diperlakukan dengan FA dan tanpa FA (ABicp-P). Metode ini kemudian
dimodifikasi dan dikembangkan Hughes dan Gilkes (1994) untuk menilai kelarutan
FA pada tanah di Barat Daya Australia.
Sjarif (1992) dalam penelitiannya menggunakan metode ACa untuk
mengetahui kelarutan FA North Carolina (NC) pada Andisol Indonesia mendapatkan
kelarutan hampir 100 % dicapai pada 100 hari setelah inkubasi. Peningkatan
kelarutan FA tidak selalu diikuti dengan peningkatan P-tersedia yang diekstrak

dengan Bray I maupun Olsen. Prasetyo (1993) dalam penelitiannya pada Oxisol,
Jonggol-Jawa Barat mendapatkan bahwa nilai ABicp-P berkorelasi sangat erat
dengan Al-dd, semakin makin besar Al-dd semakin besar juga ABicpP. Hal ini
terjadi karena kelarutan FA memerlukan cukup suplai H'. Nugroho (1999) dalam
penelitiannya dengan metode ACa mengemukakan bahwa semakin tinggi kadar P
dalam FA dan semakin tinggi pengasaman semakin tinggi kelarutan FA.
Salah satu cara untuk meningkatkan reaktivitas FA dapat dilakukan dengan
pengasaman sebagian (Partially Acidulated Rock Phosphate = PARP) dengan asam
kuat seperti asam sulfat. Kelarutan PARP larut air dan asam sitrat umumnya lebih
tinggi dibandingkan FA tanpa pengasaman. Untuk meningkatkan kelarutan FA dapat
dilakukan juga dengan mencampurkan bubuk belerang ke dalam FA (Sholeh et a/.,
2001). Semakin tinggi taraf pemberian belerang semakin tinggi juga kelarutan FA

yang diestimasi dari meningkatnya kadar P-Bray I dan kadar Ca-dd dalam tanah
pada umur 8 minggu setelah inkubasi.
Fosfat alam yang digunakan secara langsung reaktivitasnya dipengaruhi oleh
ukuran butir. Makin halus ukuran butir FA makin reaktif, karena semakin tinggi
permukaan FA yang bersentuhan dengan permukaan koloid tanah. Kanabo dan
Gilkes (1988a) mengemukakan bahwa dari keempat kelompok ukuran butir FA NC
yaitu 150 - 250; 106 - 125; 45

- 53 dan < 38 pm menghasilkan kelarutan FA

semakin tinggi dengan semakin kecilnya ukuran butir. Gilkes dan Bolland (1992)
memperkuat hasil penelitian sebelumnya bahwa pemberian FA NC 3.5 pglg yang
diinkubasi selama 35 hari menunjukkan penurunan kelarutan dari 19% pada ukuran
butir < 38 pm menjadi 12% pada ukuran butir antara 150 - 250 p.m.

Relative agronomic effectiveness (RAE) dapat dipergunakkan juga untuk
menilai kualitas FA berdasarkan tanggap tanaman. Penentuan RAE dapat dilakukan
di rumah kaca atau di lapang dengan membandingkan pengaruh pemberian FA
dengan pupuk P baku yaitu TSP atau SP 36. Hammond dan Leon dalam McClelland
dan Van Kauwenvergh (1992) mengelompokkan kelarutan FA dalam empat tingkat
yaitu: tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah dengan nilai RAE masing-masing
> 90,90 - 70,70

- 30 dan < 30 %.

Ciri Kimia Tanah
Khasawneh dan Doll (1978) serta Gilkes dan Bolland (1992) mengidentifikasi
beberapa ciri kimia tanah yang dapat mengendalikan kelarutan FA dalam tanah
diantaranya adalah:
1. Konsentrasi H' dalam larutan tanah dan daya sangga H' dalam tanah.
2. Konsentrasi P larut dan daya sangga P dalam tanah.
3. Kosentrasi Ca larut dan daya sangga Ca dalam tanah.
4. Kadar bahan organik dalam tanah.

Chien (1992) melaporkan bahwa peningkatan pH tanah dapat menurunkan
kelarutan FA. Kelarutan FA dapat ditunjukkan oleh reaksi sederhana sebagai berikut
(Rajan et a/., 1996):
CaiO(P04)6F2+ 12 H20

10 ca2++ 6H2POi+ 2 F + 120H-

Keseimbangan reaksi diatas adalah:
[ ~ a ' ~ [] 'H
~~ P O
[FI~~ ~ ~

-----------[OH+]'~

-

KsP

-----

KW'~

Hidrolisis FA menghasilkan anion seperti OH-dan F ke dalam larutan tanah. Semua
anion tersebut dalam tanah masam akan bereaksi dengan H' (Chien, 1977 dan
Chien, 1992). Netralisasi fosfat dan anion lain pada tanah masam deh H' &pat
dikatakan sebagai daya dorong (driving force) kelarutan FA baik karbon apatit
ataupun flour apatit. Berdasarkan reaksi keseimbangan di atas menunjukkan bahwa
semakin besar penyediaan proton menyebabkan kelarutan FA semakin tinggi.
Reaksi tersebut juga dapat menjelaskan mengapa kelarutan FA relatif cepat pada
tanah masam dan relatif lambat pada tanah alkalin. Prasetyo (1993) dalam
penelitiannya pada tanah-tanah rnerah di Jawa Barat rnengemukakan bahwa
kelarutan FA nyata berkorelasi positif dengan Aldd dan H'. Sementara itu, Boland
dan Hedley dalam Rajan et al. (1996) mendapatkan korelasi negatif antara pH-H20
dengan P-tersedia yang diekstrak dengan 0.5 M NaOH.
Berdasar hukum aksi masa, konsentrasi hasil kelarutan (solubility product)
yang meningkat akan menekan kelarutan FA (Rajan et a/., 1996). Jika konsentrasi
anion hasil reaksi lebih besar dari nilai K,

maka FA menjadi tidak larut. Konsentrasi

fosfat dalam tanah pada kondisi alami adalah sangat rendah yaitu sekitar lo-' M dan
mempunyai fluktuasi yang kecil. Menurut Kirk dan Nye dalam Rajan et al. (1996)
daya sangga P relatif rendah dalam mempengaruhi kelarutan FA.
Kadar ~ a dalam
' ~ tanah lebih beffluktuasi dibandingkan kadar P dalam
tanah. Kadar ~ a rata-rata
' ~
adalah sebesar

loa

M, dengan demikian kadar ~ a ' ~

tanah lebih besar peranannya dalam mempengaruhi kelarutan FA dibandingkan
kadar fosfat. Kadar Ca dalam larutan tanah berkorelasi negatif dengan kelarutan FA.
Pupuk P yang larut air seperti TSP maupun SP 36 akan lebih efektif bila
diberikan dalam barisan tanaman, sedangkan FA akan lebih efektif bila disebarkan
ke seluruh perrnukaan tanah (Kanabo dan Gilkes, 1988b). Pumomo dan Black

dalam Rajan et a/. (1996) mengemukakan bahwa bobot kering tanaman gandum
tertinggi dicapai pada pemberian FA NC yang diaduk merata dengan tanah, diikuti
dengan pemberian FA yang disebar dipermukaan, dan FA yang diberikan dalam
barisan tanaman. Rendahnya kelarutan FA dalam barisan tanaman disebabkan
rendahnya penyediaan H' dan terakumulasinya hasil reaksi dari kelarutan FA,
seperti Ca dan P.
Menurut Rajan et a/. (1996), bahan organik dapat meningkatkan kelarutan FA
sedikitnya oleh dua alasan yaitu: (1) bahan organik mempunyai KTK yang besar
(lebih 200 cmollkg), (2) trasforrnasi kimia dan mikrobilogi menghasilkan asam-asam
organik. Selain itu, bahan organik dapat meningkatkan kelarutan FA melalui
peningkatan daya sangga Ca, menghasilkan proton, dan pengkelatan kation.

Tanaman
Tanaman dapat mempengaruhi kelarutan FA melalui sekresinya diantaranya
adalah mengubah pH pada rizosfer. Perubahan pH pada rizosfer mengakibatkan
ketidakseimbangan anion dan kation. Jika jumlah ekuivalen kation yang diserap
melebihi anion, maka tanaman akan melepas H'

ke larutan tanah untuk

mempertahankan muatan listrik pada interface akar-tanah, pada kondisi demikian
pH tanah menurun. Sebaliknya, jika anion yang diserap lebih banyak dari kation,
akan terjadi eflux OH' dan akan teQadi HCG-, maka terjadi peningkatan pH pada
rizosfer (Rajan et a/., 1996).

Pengaruh FA terhadap Ciri Kimia Tanah
Pemberian FA ke dalam tanah akan mengakibatkan perubahan-perubahan
reaksi dan keseimbangan baru dalam tanah, walaupun lambat dalam melepas P.
Pemberian FA dapat meningkatkan kadar P dalam tanah, serta kadar hara lain
seperti Ca.
Pemberian