Bibliografi PERADILAN AGAMA DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA

BIBLIOGRAFI
BUKU PERADILAN AGAMA DALAM SISTEM KETATANEGARAAN
INDONESIA

MAKALAH

Diajukan Guna Memenuhi Tugas Penyusunan Bibliografi
sebagai Pengganti Ujian Akhir Semester Gasal
dalam Mata Kuliah Peradilan dan Hukum Acara Islam
Disusun Oleh:
SAIDAH NAFISAH
12350036/AS-A/087717950342

Dosen:
Drs. Malik Ibrahim, M.Ag

AL-AHWAL ASY-SYAKHSIYYAH
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2015


IDENTIFIKASI BUKU
Judul Buku

: Peradilan Agama Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia

Penulis

: Dr. A Mukti Arto, S.H., M.Hum.

Cetakan

: I (pertama)

Penerbit

: Pustaka Pelajar

Kota Penerbit : Jakarta
Tahun Terbit : 2012


PENDAHULUAN
Peradilan Agama di Indonesia merupakan salah satu lingkungan peradilan
yang memiliki spesifikasi dan keunikan tersendiri karena ia tunduk pada dua
sistem hukum yang sumbernya berbeda. Ditinjau dari sudut asal muasal, tujuan
dibentuk dan diselenggarakan serta fungsi yang diembannya, maka ia merupakan
peradilan syariah Islam 1 dan karenanya ia, berdasarkan ideologi, tunduk pada
hukum syariah Islam. Sedang jika ditinjau dari sudut statusnya yang di bentuk dan
diselenggarakan oleh negara, maka ia merupakan Pengadilan Negara 2 dan
karenanya berdasarkan konstitusi, ia tunduk pada hukum negara. Pengadilan
merupakan bagian dari negara yang eksistensinya tidak terlepas dari sistem
ketatanegaraan yang diatur dalam undang-undang.
Pergumulan antara dua sistem hukum tersebut melahirkan peradilan
negara di bidang syariah Islam yang dalam sistem ketatanegaraan Indonesia
kemudian disebut dengan Peradilan Agama yang ternyata karena berkaitan erat
dengan aspek ideologis, filosofis, sosiologis, politis maupun yuridis terus
mengalami perkembangan yang unik dari waktu ke waktu. Perkembangan
Peradilan Agama inilah yang hendak dijadikan fokus kajian karena sangat
diperlukan dalam praktik penyelenggaraan peradilan guna melayani
perkembangan kebutuhan hukum masyarakat.

Buku ini terdiri dari 6 bab, yang masing-masing terdiri dari beberapa sub
bab. Buku ini terdiri dari 413 halaman, halaman depan berisis cover, selanjutnya 4
halaman kata pengantar, 7 halaman kata sambutan dari berbagai pihak, 4 halaman
daftar isi, 1 halaman daftar singkatan dan selanjutnya berisi pembahasan masingmasing bab dan sub bab yang diakhiri dengan daftar putaka dan riwayat hidup
penulis. Adapun perincian babnya adalah sebagai berikut:
1
Bagir Manan, Hukum Materil Perkawinan di Lingkungan Peradilan Agama, makalah
pada Seminar Nasional Hukum Materil Peradilan Agama: Antara Cita Realita dan Harapan, Pusat
Pengakajian Hukum Islam dan Masyarakat Madani & Mimbar Hukum dan Peradilan, Jakarta, 19
Februari 2009, hlm. 20.
2
Pasal 24 ayat (2) UUD 1945.

Bab I : Yang mana bab pertama berisi tentang latar belakang, fokus kajian,
kerangka teori, kerangka konseptual dan metode kajian.
Bab II: Yang mana bab kedua berisi tentang peradilan agama dalam sistem
ketatanegaraan Indonesia sebelum undang-undang nomor 7 tahun 1989 dan
peradilan syariah Islam di beberapa negara.
Bab III: Yang mana bab ketiga berisi tentang Perkembangan kedudukan peradilan
pasca undang-undang nomor 7 tahun 1989.

Bab IV: Yang mana bab keempat berisis tentang perkembangan kelembagaan
peradilan agama pasca undang-undang nomor 7 tahun 1989
Bab V : Yang mana bab kelima berisi tentang perkembangan kompetensi peradilan
agama pasca undang-undang nomor 7 tahun 1989.
Bab VI: Sedangakan bab keenam ini berisi tentang hasil kajian dan rekomendasi.
Sasaran buku ini ditunjukkan bagi siapapun yang mempunyai kepentingan
atau tanggung jawab terhadap Peradilan Agama, terutama bagi para praktisi
hukum, baik dia hakim, panitera, juru sita, ataupun unsur pegawai Peradilan
Agama lainnya, para advokat, notaris, dan para administrator hukum, dan bagi
para pejabat yang berkompeten dalam pembinaan dan pengembangan Peradilan
Agama di Indonesia.
Bagi masyarakat pencari keadilan, terutama bagi penduduk yang beragama
Islam yang merupakan mayoritas 3, dan pencari keadilan yang mencari keadilan di
lingkungan Peradilan Agama.

3
Mahkamah Agung, Laporan Mahkamah Agung Republik Indonesia Tahun 2009,
Mahkamah Agung RI, 2010. hlm. 17.

PEMBAHASAN

Dahulu dalam sejarahnya di Indonesia, peradilan Agama memiliki
beberapa nama atau penyebutan yang beragam akibat perbedaan kebiasaan atau
dasar hukum yang berlaku pada saat itu.
Kemudian nama-nama tersebut diseragamkan oleh pasal 106 UU No. 7
Tahun 1989, yakni dengan nama: Pengadilan Agama (PA) sebagai pengadilan
tingkat pertama, dan Pengadilan Tinggi Agama (PTA) sebagai pengadilan agama
tingkat banding. Sekarang, nama Pengadilan Agama ini di Aceh diubah menjadi
Mahkamah Syar’iyah Kabupaten / Kota untuk tingkat pertama dan Mahkamah
Syar’iyah Aceh untuk tingkat banding.
Kata peradilan mempunyai tiga arti, yaitu proses, badan /kelembagaan,
dan sistem. Peradilan sebagai proses , yakni proses peradilan (litigasi) yang
berlangsung di pengadilan atau mahkamah yang prosedur atau tata caranya diatur
sesuai hukum acara yang berlaku. Peradilan sebagai badan / kelembagaan
merupakan himpunan satuan-satuan instansi pengadilan atau satuan kerja yang
menghimpun unit-unit kantor pengadilan dalam satu lingkungan peradilan, seperti
peradilan umum, lingkungan peradilan agama, dan sebagainya yang merupakan
subsistem dari sistem peradilan. Sedangkan peradilan sebagai sistem merupakan
sebuah tatanan holistik dan komprehensif yang meliputi kelembagaan, unit dan
cara kerja. Sistem peradilan disebut juga dengan sistem kekuasaan kehakiman.
Pengadilan dan mahkamah merupakan unit kerja / kantor / instansi yang

menyelenggarakan peradilan.
Selanjutnya, peradilan memang sering disimpulkan sebagai kekuasaan
negara

dalam memeriksa, menghakimi, memutus, dan menyelesaikan perkara

untuk menegakkan hukum dan keadilan, sedangkan pengadilan merupakan
penyelenggara dari peradilan itu sendiri. 4

4
Lihat Cik Hasan Bisri, Peradilan, hlm., 6. Lihat juga Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005) hlm. 7

Buku ini memberikan gambaran bagaimana perkembangan Peradilan
Agama secara kronologis sejak dari kelahiran, perkembangan sampai menjadi
bagian dari salah satu kekuatan pelaksanaan kekuasaan kehakiman di Indonesia,
dan berada satu atap di bawah Mahkamah Agung R.I. sejajar dengan lingkungan
peradilan lain yang kedudukannya di jamin oleh konstitusi UUD 1945. Aspek
ketatanegaraan Peradilan Agama itulah permasalahan yang menjadi titik fokus
dalam menelususri jejak sejarah perkembangan kedudukan, kelembagaan, dan

kompetensi Peradilan Agama di Indonesia. Buku ini terdiri dari 413 halaman.
Sebagaimana diutarakan sebelumnya, buku ini merupakan salah satu
upaya bagi penulis untuk menemukan apa yang terjadi di balik fenomena
perkembangan Peradilan Agama, serta mengungkapkan kebenaran secara
sistematis, metodologis, dan konsisten.5
Pembahasan pada buku ini diawali dengan menguraikan latar belakang,
fokus,teori dan metode kajian. Dimualai dengan membahas tentang latar belakang
dan fokus kajian yang berisis 11 halaman lalu membahas kerangka teori, kerangka
konseptual, dan metode kajian. Namun penjelasan di bab ini terlalu panjang
namun cukup jelas jadi lebih terkesan untuk pembaca malas memahami mulai dari
bab pertama.
Pada bab II, disebutkan bahwa Peradilan Agama di Indonesia bermula dari
peradilan syariah islam yang diselenggarakan oleh masyarakat dan kemudian pada
masa kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara ditingkatkan menjadi pengadilan
negara dan selanjutnya pada 1882 oleh pemerintah kolonial Belanda diakui
menjadi pengadilan negara yang terus berlanjut sampai sekarang. Peradilan
syariah Islam merupakan suatu sistem peradilan yang dibentuk dan
diselenggarakan oleh penguasa (negara) atas dasar perintah Allah SWT, dalam
ajaran agama Islam dan merupakan bagian tak terpisahkan dalam kehidupan
beragama, bermasyarakat, dan bernegara.

5
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji , Kajian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,
Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hlm.1

Pada bab-bab selanjutnya, buku ini memaparkan kedudukan, kelembagaan
dan kompetensi

Peradilan Agama pasca undang-undang. Kedudukan berarti

status, tingkatan atau martabat. 6Dalam buku ini yang dimaksud dengan kedudukan
Peradilan Agama ialah kedudukan pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama
sebagai Pengadilan Syariah Negara yang sesungguhnya dalam sebuah sistem
ketatanegaraan.
Namun kedudukan Peradilan Agama dalam sistem ketatanegaraan
Indonesia perkembangannya semakin mantap yang saat ini hampir mencapai
kriteria yang di harapkan, yakni sesuai dengan kehidupan dan sistem
ketatanegaraan menurut UUD 1945 dan prinsip-prinsip peradilan syariah islam
sehingga dikategorikan sebagai Pengadilan Negara yang sesungguhnya.
Beberapa hal yang masih belum memenuhi kriteria sebagai Pengadilan
Negara yang sesungguhnya adalah mengenai pengakuan terhadap kedudukan

protokol ketua, wakil ketua, dan hakim dan kedudukannya sebagai pejabat negara
yang belum diatur secara rinci untuk kemudian direalisasikan sebagai ujud
penghargaan yang sesungguhnya.
Kelembagaan berasal dari kata lembaga yang berarti badan organisasi
yang bertujuan melakukan penyelidikan keilmuan atau melakukan suatu usaha.
Kelembagaan berarti sesuatu mengenai lembaga-lembaga atau bersifat lembaga.
Kelembagaan Peradilan Agama dalam struktur organisasi negara
perkembangannya semakin mantap hingga saat ini hampir mendekati
kesempurnaan berdasarkan prinsip-prinsip kelembagaan peradilan negara, yakni
sebagai lembaga peradilan negara dan simbol syariah Islam dalam hidup
ketatanegaraan Indonesia,
Sedangkan kompetensi artinya kewenangan (kekuasaan) untuk
menentukan (memutuskan) sesuatu. Kompetensi pengadilan adalah kekuasaan
untuk menerima, memeriksa, dan mengadili serta menyelesaikan setiap perkara

6
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai
Pustaka, Jakarta, 1999, hlm. 278.

yang diajukan kepadanya. 7Kompetensi ini merupakan implementasi dari tugas

pokoknya sebagai pelaku kekuasaan kehakiman 8 yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
Kompetensi Peradilan Agama pasca UU No.7 Tahun 1989, yakni dalam
UU No.3 Tahun 2006 dan UU No. 11 Tahun 2006, terus mengalami
perkembangan sangat signifikasi dan bersifat memulihkan kembali kompetensi
aslinya hingga pada saat ini telah mendekati kesempurnaan menurut konsep
Peradilan syariah Islam yang seutuhnya ( kafaah) dan andal, meskipun belum
sepenuhnya berhasil.
Sebagaimana dipaparkan di atas, buku ini membuktikan bahwa kedudukan
kelembagaan Peradilan Agama terus mengalami perkembangan yang sangat
segnifikan sehingga hampir memenuhi harapan, yakni sesuai dengan kehidupan
ketatanegaraan menurut UUD 1945 meskipun dalam beberapa hal masih belum
memenuhi kriteria yang diharapkan.
Dari segi tata cetak buku ini terlalu rumit dan tergolong sukar untuk di
baca, namun penulis selalu memaparkan kesimpulan di akhir bab nya yang
memudahkan pembaca untuk memahami dengan mudah bahasan dalam suatu bab
tersebut. Penulispun kurang singkat dalam memaparkan pembahasannya.
Dibandingkan buku lain yang sejenis mengenai Peradilan Agama, tentu
buku ini bisa menjadi acuan bagi para masyarakat pencari keadilan karena buku
ini masih berupa buku baru yang memuat tentang penjelasan Peradilan Agama

dalam ketatanegaraan Indonesia yang terbaru, yang masih jarang kita temui
pembahasan tentang buku seperti ini di kancah luar.

7
Pengertian ini diambil dari bunyi pasal 2 UU No.14 Tahun 1970 tentang KetentuanKetentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. Meskipun UU tersebut telah dicabut, namun pengertian
ini dalam praktik peradilan masih berjalan dan sangat relevan untuk menjadi definisi tentang
kekuasaan mengadili.
8
Jimly Asshiddieqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Rajawali Press, Jakarta, 2009,
hlm. 310.

PENUTUP
Secara ringkas, buku Peradilan Agama Dalam Sistem Ketatanegaraan
Indonesia ini memang ditunjukkan bagi kalangan yang berkepentingan untuk
melihat gambaran panjang Peradilan Agama sebagai peradilan syariah Islam
dalam sistem ketatanegaraan Indonesia dilihat dari kajian historis, filosofis
ideologis, politis yuridis, futuristis dan pragmatis sejak dari kelahirannya di surau
sampai masuk di Mahkamah Agung sebagai Pengadilan Negara pelaku kekuasaan
kehakiman di bidang hukum syariah Islam. Selain itu masih banyak lagi temuan
lain yang sangat bermanfaat untuk dijadikan rujukan dalam menyelesaikan
berbagai masalah di lingkungan Peradilan Agama. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi setiap orang yang membutuhkan.

DAFTAR PUSTAKA
Asshiddieqi, Jimly, 2009, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta:
Rajawali Press.
Bisri, Cik Hasan, 2003, Peradilan Agama di Indonesia, cet. IV, Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,1999, Kamus Besar Bahasa Indonesia, .
Jakarta: Balai Pustaka.
Tresna, R, 1978, Peradilan Di Indonesia Dari Abad Ke Abad, cet. III, Jakarta:
Pradnya Paramita.
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, 2006, Kajian Hukum Normatif Suatu
Tinjauan Singkat, Jakarta: Raja Grafindo Persada.