Nn

(1)

ABSTRACT

The floods that happen in Indonesia are generally caused by the combination of the rainfall characteristic and basin characteristic. An accurate method that can be used as orientation in seeing the response of a basin to the danger of flood is by using unit hydrograph. The analysis that is used all this time is by Synthetic Unit Hydrograph which is influenced by a certain method.

The aim of this research are to develop measured unit hydrograph at Way Kuala Garuntang Basin and Way Simpang Kiri Basin, and to compare the result of measured Unit Hydrograph with the Syntetic Unit Hydrograph which often used nowadays (Syntetic Unit Hydrograph Snyder, Gama I, and Nakayasu).

The measured unit hydrograph can be developed at minutes time step which is smaller or bigger (5, 10, 15, 30, 45, 60, 120, 180, 360 and 720 minutes), meanwhile Syntetic Unit Hydrograph can only be at hours time step. Syntetic Unit Hydrograph that come close to measured data for Way Kuala Garuntang Basin and Way Simpang Kiri Basin are Syntetic Unit Hydrograph Nakayasu Method which flow of characteristic coeffisien 0,7 and 0,4. Syntetic Unit Hidrograph Snyder and Gama I method are not suitable to be used as an artificial approach for both basin. It is possible caused by the characteristic coeffisien and the basin condition that are used are not suitable for both of basin.


(2)

ABSTRAK

Banjir di Indonesia umumnya disebabkan oleh kombinasi antara karakteristik hujan dan karakteristik DAS. Suatu metode yang akurat yang dapat dijadikan pedoman didalam melihat respon suatu DAS terhadap bahaya banjir adalah dengan hidrograf satuan. Saat ini belum ada Hidrograf Satuan Terukur (HST) untuk masing-masing DAS di Provinsi Lampung. Analisis hidrologi yang selama ini dipakai selalu meggunakan Hidrograf Satuan Sintetis (HSS) yang sangat dipengaruhi oleh metode pendekatan yang dipilih.

Tujuan penelitian ini adalah Mengembangkan Hidrograf Satuan Terukur pada DAS Way Kuala Garuntang dan DAS Way Simpang Kiri (Sub DAS Way Belau Kuripan) serta membandingkan hasil Hidrograf Satuan Terukur dengan Hidrograf Satuan Sintetis yang sering dipergunakan pada saat ini (HSS Snyder, HSS Gama I dan HSS Nakayasu).

Hidrograf Satuan Terukur dapat dikembangkan pada time step yang lebih kecil maupun yang lebih besar (5, 10, 15, 30, 45, 60, 120, 180, 360 dan 720 menit) sedangkan Hidrograf Satuan Sintetis hanya pada time step jam-jaman. Pada DAS Way Kuala Garuntang dan DAS Way Simpang Kiri metode HSS yang mendekati data terukur yaitu HSS Nakayasu dengan koefisien pengaliran 0,7 dan 0,4. Sedangkan metode HSS Snyder dan HSS Gama I kurang cocok digunakan sebagai pendekatan buatan di kedua DAS tersebut, kemungkinan dikarenakan koefisien karakteristik dan kondisi DAS tidak sesuai untuk kedua DAS tersebut.


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Data hujan yang digunakan adalah data curah hujan jangka pendek (5,10, 15, 30, 45, 60, 120, 180, 360 dan 720 menit) dan merupakan data maksimum tahunan (annual maximum series) serta distribusi yang sesuai dengan data hujan tersebut adalah distribusi Log Person Tipe III. Data yang diambil di BMG Maritim Panjang dipergunakan untuk menghitung HSS sedangkan untuk HST data yang dipergunakan diambil dari rain gauge type tipping bucket yang dipasang di lokasi penelitian.

2. HST bisa dikembangkan untuk time step yang lebih kecil maupun yang lebih besar sehingga dapat terlihat hidrograf yeng terbentuk lebih detail walaupun untuk time step yang lebih kecil grafik yang terbentuk lebih noisy (time step 5, 10, dan 15 menit), sedangkan HSS hanya dapat digunakan pada time step jam-jaman.

3. Pada kedua DAS yaitu DAS Way Kuala Garuntang dan DAS Way Simpang Kiri metode HSS yang mendekati data terukur yaitu HSS Nakayasu dengan koefisien pengaliran masing-masing DAS sebesar 0,7 dan 0,4. Sedangkan


(4)

metode HSS Snyder maupun Gama I kurang sesuai digunakan sebagai pendekatan buatan di kedua DAS tersebut, kemungkinan dikarenakan koefisien karakteristik dan kondisi DAS yang digunakan kurang sesuai untuk kedua DAS tersebut.

3. Kejadian hujan pada tanggal 14 Februari 2010 sama dengan curah hujan rancangan (12 jam) dengan kala ulang 2 tahunan yaitu sebesar 75,6 mm/hari. Dan jika dimasukkan kedalam persamaan hidrograf satuan terukur y = 4E-13x5 - 7E-10x4 + 7E-07x3 - 0,000x2 + 0,043x + 0,646 (persamaan HST 60 Menit-an DAS Way Kuala Garuntang) maka dihasilkan debit banjir sebesar 52,09 m3/dt sedangkan dengan curah hujan yang sama untuk DAS Way Simpang Kiri dengan persamaan HST y = 8E-14x5 - 2E-10x4 + 2E-07x3 - 9E-05x2 + 0,015x + 0,337 dihasilkan debit banjir sebesar 26,60 m3/dt.

5.2 Saran

Perlu penambahan rain gauge pada beberapa daerah sepanjang DAS terutama di bagaian hulu, karena hujan sering terjadi tidak merata diseluruh DAS, sehingga jika terjadi hujan dapat diprediksi rata-rata curah hujan yang terjadi pada DAS tersebut.


(5)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Indonesia berada di daerah yang beriklim tropis dimana pada musim penghujan mempunyai curah hujan yang relatif cukup tinggi, dan seringkali mengakibatkan terjadinya banjir. Banjir adalah aliran/genangan air yang menimbulkan kerugian ekonomi atau bahkan menyebabkan kehilangan jiwa (Asdak, 1995). Aliran/genangan air ini dapat terjadi karena adanya luapan-luapan pada daerah di kanan atau kiri sungai/saluran akibat alur sungai tidak memiliki kapasitas yang cukup bagi debit aliran yang lewat (Sudjarwadi, 1987). Banjir juga merupakan suatu respon Daerah Aliran Sungai (DAS) dimana DAS merupakan suatu wilayah daratan yang secara topografik dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung dan menyimpan air hujan untuk kemudian menyalurkannya ke laut melalui sungai utama (Asdak, 2002).

Banjir di Indonesia umumnya disebabkan oleh kombinasi antara karakteristik hujan (intensitas tinggi, durasi tinggi, ketinggian hujan dan frekuensi yang cukup tinggi) dan karakteristik DAS (perubahan tata guna lahan, rusaknya sistem drainase dan penyempitan sungai). Banjir besar terakhir terjadi pada tanggal 18 Desember 2008. Ketika bencana banjir terjadi di Bandar Lampung, tidak terdapat data terukur misalkan data hujan dan aliran, sehingga solusi terhadap


(6)

permasalahan banjir yang ditawarkan masih bersifat prakiraan dan prediksi, bahkan banyak pendekatan yang bersifat kualitatif.

Pemecahan permasalahan banjir bukanlah hal yang mudah, karena harus diselesaikan secara kuantitatif, komprehensif, dan bertahap. Pemecahan tersebut menyangkut penyelesaian secara teknis dan non teknis, yang tidak akan menghasilkan suatu solusi yang baik tanpa didukung oleh data dan pendekatan yang terukur (kuantitas).

Data hidrologi daerah setempat akan membantu memahami kondisi DAS setempat serta respon DAS terhadap hujan (Kusumastuti, 2008). Proses transformasi hujan menjadi aliran pada suatu DAS sangat dipengaruhi oleh kondisi geografi, topografi, serta sifat hujan (Kusumastuti dkk, 2007; Kusumastuti dkk, 2008). Suatu metode yang akurat yang dapat dijadikan pedoman di dalam melihat respon suatu DAS terhadap bahaya banjir adalah dengan hidrograf satuan (Kusumastuti, 2008). Hidrograf aliran merupakan bagian yang sangat penting dalam mengatasi masalah-masalah yang berkaitan dengan hidrologi. Sebab hidrograf aliran dapat menggambarkan suatu distribusi waktu dari aliran permukaan di suatu tempat pengukuran dan menentukan keanerakaragaman karakteristik fisik DAS. Beberapa faktor yang mempengaruhi hidrograf antara lain adalah faktor hujan (jumlah, intensitas, distribusi, dan durasi hujan) dan faktor fisik permukaan lahan.

Hubungan antara hidrograf aliran dengan kondisi fisik DAS dapat menunjukkan sifat respon DAS terhadap masukan hujan. Respon DAS tersebut dalam konsep hidrologi disebut hidrograf satuan (unit hydrograph), yang merupakan hidrograf khas untuk satu DAS. Hidrograf satuan adalah hidrograf


(7)

limpasan langsung yang dihasilkan oleh satu satuan hujan (rainfall excess) yang tersebar merata di seluruh DAS dengan intensitas yang tetap selama satu satuan waktu tertentu.

Hidrograf satuan dapat dibuat jika tersedia pasangan data hujan dan debit aliran, tetapi selama ini jika tidak tersedia kedua data tersebut maka hidrograf satuan dibuat secara sintetik yaitu hidrograf satuan sintetis. Hidrograf Satuan Sintetis (HSS), yaitu hidrograf satuan yang tidak berdasarkan data terukur. Hidrograf Satuan Sintetis menggunakan suatu pendekatan terhadap karakteristik DAS (Kusumastuti, 2008). Terdapat beberapa model Hidrograf Satuan Sintetis diantaranya HSS Snyder , HSS Nakayasu, dan HSS Gama I.

Setiap DAS seharusnya memiliki hidrograf satuan tertentu, karena hidrograf satuan merupakan suatu pedoman di dalam melihat respon suatu DAS terhadap bahaya banjir. Beberapa penelitian mengenai Hidrograf Satuan Terukur yang telah dilakukan diantaranya oleh Jayadi dan Sujono. (2007) di DI Yogyakarta, Sukoso (2004) di DI Yogyakarta, dan Tunas dkk. (2008) di Sulawasi Tengah. Data hidrograf yang dilakukan pada daerah studi tersebut adalah data yang diperoleh berdasarkan waktu kenaikan, durasi, rata-rata debit puncak banjir, volume, rasio puncak dan serta berhubungan juga dengan karakteristik fisik DAS seperti luas area, bentuk, kemiringan, kerapatan aliran, relief DAS, serta kombinasi dari semuanya. Saat ini belum ada Hidrograf Satuan Terukur (HST) untuk masing-masing DAS di Provinsi Lampung. Analisis hidrologi yang selama ini dipakai selalu meggunakan Hidrograf Satuan Sintetis (HSS) yang sangat dipengaruhi oleh metode pendekatan yang dipilih. Oleh karena itu diperlukan pembuatan hidrograf satuan terukur sehingga akan didapatkan data yang lebih akurat di dalam


(8)

mendeskripsikan respon suatu DAS,karena hidrograf satuan terukur dibuat berdasarkan data primer setempat. Hasil pembuatan HST akan dibandingkan dengan HSS yang sering digunakan pada saat ini yaitu HSS Snyder, HSS Gama I, HSS Nakayasu.

Penelitian ini akan dilakukan di DAS Way Kuala Garuntang serta di DAS Way Simpang Kiri yang merupakan Sub DAS Way Belau Kuripan. DAS ini dipilih karena memiliki cakupan area terbesar sehingga dapat mewakili DAS-DAS yang ada.

1.2 Perumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah HST DAS Way Kuala Garuntang dan DAS Way Simpang Kiri (Sub DAS Way Belau Kuripan)?

2. Bagaimanakah hasil perbandingan antara HST dan HSS (Snyder, Gama I dan Nakayasu)?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini berdasarkan masalah yang dirumuskan yaitu:

1. Mengembangkan Hidrograf Satuan Terukur pada DAS Way Kuala Garuntang dan DAS Way Simpang Kiri (Sub DAS Way Belau Kuripan).

2. Membandingkan hasil Hidrograf Satuan Terukur dengan Hidrograf Satuan Sintetis yang sering dipergunakan pada saat ini (HSS Snyder, HSS Gama I dan HSS Nakayasu).


(9)

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Memberikan informasi mengenai Hidrograf Satuan Terukur untuk dijadikan pedoman di dalam melihat respon suatu DAS.

2. Mengetahui Hidrograf Satuan Sintetis yang mana yang cenderung mendekati Hidrograf Satuan Terukur untuk wilayah yang diteliti.

1.5 Batasan Masalah

Batasan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengukur tinggi muka air, kecepatan, dan tampang melintang (cross section) pada titik kontrol yang terletak pada Sungai Way Kuala Garuntang dan Sungai Way Simpang Kiri.

2. Mengukur tinggi hujan dengan menggunakan alat pengukur hujan otomatis tipe tipping bucket.

3. Membuat Hidrograf Satuan Terukur untuk wilayah DAS Way Kuala Garuntang dan DAS Way Simpang Kiri.

4. Membandingkan Hidrograf Satuan Terukur dengan Hidrograf Satuan Sintetis (HSS Snyder, HSS Gama I dan HSS Nakayasu).


(1)

metode HSS Snyder maupun Gama I kurang sesuai digunakan sebagai pendekatan buatan di kedua DAS tersebut, kemungkinan dikarenakan koefisien karakteristik dan kondisi DAS yang digunakan kurang sesuai untuk kedua DAS tersebut.

3. Kejadian hujan pada tanggal 14 Februari 2010 sama dengan curah hujan rancangan (12 jam) dengan kala ulang 2 tahunan yaitu sebesar 75,6 mm/hari. Dan jika dimasukkan kedalam persamaan hidrograf satuan terukur y = 4E-13x5 - 7E-10x4 + 7E-07x3 - 0,000x2 + 0,043x + 0,646 (persamaan HST 60 Menit-an DAS Way Kuala Garuntang) maka dihasilkan debit banjir sebesar 52,09 m3/dt sedangkan dengan curah hujan yang sama untuk DAS Way Simpang Kiri dengan persamaan HST y = 8E-14x5 - 2E-10x4 + 2E-07x3 - 9E-05x2 + 0,015x + 0,337 dihasilkan debit banjir sebesar 26,60 m3/dt.

5.2 Saran

Perlu penambahan rain gauge pada beberapa daerah sepanjang DAS terutama di bagaian hulu, karena hujan sering terjadi tidak merata diseluruh DAS, sehingga jika terjadi hujan dapat diprediksi rata-rata curah hujan yang terjadi pada DAS tersebut.


(2)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Indonesia berada di daerah yang beriklim tropis dimana pada musim penghujan mempunyai curah hujan yang relatif cukup tinggi, dan seringkali mengakibatkan terjadinya banjir. Banjir adalah aliran/genangan air yang menimbulkan kerugian ekonomi atau bahkan menyebabkan kehilangan jiwa (Asdak, 1995). Aliran/genangan air ini dapat terjadi karena adanya luapan-luapan pada daerah di kanan atau kiri sungai/saluran akibat alur sungai tidak memiliki kapasitas yang cukup bagi debit aliran yang lewat (Sudjarwadi, 1987). Banjir juga merupakan suatu respon Daerah Aliran Sungai (DAS) dimana DAS merupakan suatu wilayah daratan yang secara topografik dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung dan menyimpan air hujan untuk kemudian menyalurkannya ke laut melalui sungai utama (Asdak, 2002).

Banjir di Indonesia umumnya disebabkan oleh kombinasi antara karakteristik hujan (intensitas tinggi, durasi tinggi, ketinggian hujan dan frekuensi yang cukup tinggi) dan karakteristik DAS (perubahan tata guna lahan, rusaknya sistem drainase dan penyempitan sungai). Banjir besar terakhir terjadi pada tanggal 18 Desember 2008. Ketika bencana banjir terjadi di Bandar Lampung, tidak terdapat data terukur misalkan data hujan dan aliran, sehingga solusi terhadap


(3)

permasalahan banjir yang ditawarkan masih bersifat prakiraan dan prediksi, bahkan banyak pendekatan yang bersifat kualitatif.

Pemecahan permasalahan banjir bukanlah hal yang mudah, karena harus diselesaikan secara kuantitatif, komprehensif, dan bertahap. Pemecahan tersebut menyangkut penyelesaian secara teknis dan non teknis, yang tidak akan menghasilkan suatu solusi yang baik tanpa didukung oleh data dan pendekatan yang terukur (kuantitas).

Data hidrologi daerah setempat akan membantu memahami kondisi DAS setempat serta respon DAS terhadap hujan (Kusumastuti, 2008). Proses transformasi hujan menjadi aliran pada suatu DAS sangat dipengaruhi oleh kondisi geografi, topografi, serta sifat hujan (Kusumastuti dkk, 2007; Kusumastuti dkk, 2008). Suatu metode yang akurat yang dapat dijadikan pedoman di dalam melihat respon suatu DAS terhadap bahaya banjir adalah dengan hidrograf satuan (Kusumastuti, 2008). Hidrograf aliran merupakan bagian yang sangat penting dalam mengatasi masalah-masalah yang berkaitan dengan hidrologi. Sebab hidrograf aliran dapat menggambarkan suatu distribusi waktu dari aliran permukaan di suatu tempat pengukuran dan menentukan keanerakaragaman karakteristik fisik DAS. Beberapa faktor yang mempengaruhi hidrograf antara lain adalah faktor hujan (jumlah, intensitas, distribusi, dan durasi hujan) dan faktor fisik permukaan lahan.

Hubungan antara hidrograf aliran dengan kondisi fisik DAS dapat menunjukkan sifat respon DAS terhadap masukan hujan. Respon DAS tersebut dalam konsep hidrologi disebut hidrograf satuan (unit hydrograph), yang merupakan hidrograf khas untuk satu DAS. Hidrograf satuan adalah hidrograf


(4)

limpasan langsung yang dihasilkan oleh satu satuan hujan (rainfall excess) yang tersebar merata di seluruh DAS dengan intensitas yang tetap selama satu satuan waktu tertentu.

Hidrograf satuan dapat dibuat jika tersedia pasangan data hujan dan debit aliran, tetapi selama ini jika tidak tersedia kedua data tersebut maka hidrograf satuan dibuat secara sintetik yaitu hidrograf satuan sintetis. Hidrograf Satuan Sintetis (HSS), yaitu hidrograf satuan yang tidak berdasarkan data terukur. Hidrograf Satuan Sintetis menggunakan suatu pendekatan terhadap karakteristik DAS (Kusumastuti, 2008). Terdapat beberapa model Hidrograf Satuan Sintetis diantaranya HSS Snyder , HSS Nakayasu, dan HSS Gama I.

Setiap DAS seharusnya memiliki hidrograf satuan tertentu, karena hidrograf satuan merupakan suatu pedoman di dalam melihat respon suatu DAS terhadap bahaya banjir. Beberapa penelitian mengenai Hidrograf Satuan Terukur yang telah dilakukan diantaranya oleh Jayadi dan Sujono. (2007) di DI Yogyakarta, Sukoso (2004) di DI Yogyakarta, dan Tunas dkk. (2008) di Sulawasi Tengah. Data hidrograf yang dilakukan pada daerah studi tersebut adalah data yang diperoleh berdasarkan waktu kenaikan, durasi, rata-rata debit puncak banjir, volume, rasio puncak dan serta berhubungan juga dengan karakteristik fisik DAS seperti luas area, bentuk, kemiringan, kerapatan aliran, relief DAS, serta kombinasi dari semuanya. Saat ini belum ada Hidrograf Satuan Terukur (HST) untuk masing-masing DAS di Provinsi Lampung. Analisis hidrologi yang selama ini dipakai selalu meggunakan Hidrograf Satuan Sintetis (HSS) yang sangat dipengaruhi oleh metode pendekatan yang dipilih. Oleh karena itu diperlukan pembuatan hidrograf satuan terukur sehingga akan didapatkan data yang lebih akurat di dalam


(5)

mendeskripsikan respon suatu DAS,karena hidrograf satuan terukur dibuat berdasarkan data primer setempat. Hasil pembuatan HST akan dibandingkan dengan HSS yang sering digunakan pada saat ini yaitu HSS Snyder, HSS Gama I, HSS Nakayasu.

Penelitian ini akan dilakukan di DAS Way Kuala Garuntang serta di DAS Way Simpang Kiri yang merupakan Sub DAS Way Belau Kuripan. DAS ini dipilih karena memiliki cakupan area terbesar sehingga dapat mewakili DAS-DAS yang ada.

1.2 Perumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah HST DAS Way Kuala Garuntang dan DAS Way Simpang Kiri (Sub DAS Way Belau Kuripan)?

2. Bagaimanakah hasil perbandingan antara HST dan HSS (Snyder, Gama I dan Nakayasu)?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini berdasarkan masalah yang dirumuskan yaitu:

1. Mengembangkan Hidrograf Satuan Terukur pada DAS Way Kuala Garuntang dan DAS Way Simpang Kiri (Sub DAS Way Belau Kuripan).

2. Membandingkan hasil Hidrograf Satuan Terukur dengan Hidrograf Satuan Sintetis yang sering dipergunakan pada saat ini (HSS Snyder, HSS Gama I dan HSS Nakayasu).


(6)

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Memberikan informasi mengenai Hidrograf Satuan Terukur untuk dijadikan pedoman di dalam melihat respon suatu DAS.

2. Mengetahui Hidrograf Satuan Sintetis yang mana yang cenderung mendekati Hidrograf Satuan Terukur untuk wilayah yang diteliti.

1.5 Batasan Masalah

Batasan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengukur tinggi muka air, kecepatan, dan tampang melintang (cross section) pada titik kontrol yang terletak pada Sungai Way Kuala Garuntang dan Sungai Way Simpang Kiri.

2. Mengukur tinggi hujan dengan menggunakan alat pengukur hujan otomatis tipe tipping bucket.

3. Membuat Hidrograf Satuan Terukur untuk wilayah DAS Way Kuala Garuntang dan DAS Way Simpang Kiri.

4. Membandingkan Hidrograf Satuan Terukur dengan Hidrograf Satuan Sintetis (HSS Snyder, HSS Gama I dan HSS Nakayasu).