INVENTARISASI JENIS-JENIS SEMUT YANG BERSIMBIOSIS DENGAN KUTU SACCHARICOCUS SACCHARI PADA PERTANAMAN TEBU

(1)

ABSTRAK

INVENTARISASI JENIS-JENIS SEMUT YANG BERSIMBIOSIS DENGAN KUTU SACCHARICOCUS SACCHARI PADA PERTANAMAN TEBU

Oleh

SLAMET RUADI

Salah satu hama yang menyerang tanaman tebu ialah kutu babi

Saccharicocus sacchari (Cockerell) (Hemiptera, Pseudococcidae). Pada umumnya penyebaran kutu tanaman tebu ini dibantu oleh semut karena antara kedua serangga ini bersimbiosis mutualistik. Atas dasar perilaku simbiosis di atas, pengendalian hama kutu pada perkebunan tebu seyogyanya juga memperhatikan dinamika

populasi semut-semut simbionnya. Penelitian ini bertujuan untuk menginventarisasi dan mengindentifikasi jenis-jenis semut yang bersimbiosis dengan kutu

Saccharicoccus sacchari pada pertanaman tebu.Penelitian dilaksanakan menggunakan metode sampling acak terpilih dengan cara mencari dan

mengumpulkan spesimen semut yang bersimbiosis dengan kutu Saccharicoccus sacchari. Pengamatan dilakukan pada dua jenis hamparan tebu, yaitu: hamparan tebu yang berumur 7 bulan dan hamparan tebu yang sudah dipanen.Pengamatan dilakukan dengan cara mencari dan mengumpulkan spesimen semut yang bersimbiosis dengan kutu S. sacchari. Dalam penelitian ini dilakukan dua tahap pelaksanaan penelitian, yaitu survei lapangan dan identifikasi.Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa jenis semut yang berada pada tunggul dan batang tebu dan diduga bersimbiosis dengan S. saccari, yaitu Paretrichina, Anoplolepis, Crematogaster, Polyrhachis, Pheidologeton, Camponotus, Tetramorium, dan Tapinoma. Jumlah kelompok semut yang paling banyak

ditemukan adalah genus Tapinoma(172 kelompok), diikuti oleh genus Paretrichina, Crematogaster, Anoplolepis, Polyrhachis, Pheidologeton, Camponotus,

Tetramorium dengan jumlah berturut–turut 63, 20, 13, 12, 8, 8, 6 kelompok. Kata kunci :Inventarisasi, jenis-jenis semut simbion, Saccharicocus sacchari,


(2)

ABSTRACT

INVENTORY OF SIMBIOTIC ANTS ASSOCIATED WITH THE PINK SUGARCANE MEALYBUG (SACCHARICOCUS SACCHARI IN

SUGARCANE FIELDS

by

SLAMET RUADI

One of the pests that attack sugarcane is the pink mealybug

(Saccharicocus sacchari Cockerell, Hemiptera: Pseudococcidae). In general, the spread of pink sugarcane mealybug is aided by ants because there is a mutualistic symbiosis between the two insects . On the basis of symbiotic behavior of the two insects, therefore, the population dynamics of simbiotic ants should be taken into consideration when a control measure for the pink sugarcane is initiated. This study aims to inventory and identify the types of symbiotic ants associated with

Saccharicoccus sacchari colonies on sugarcane fields. The survey utilized random sampling method by finding and collecting specimens of ants and pink mealybugs on two types of sugarcane fields, i.e. 7 month crops and harvested fields.Results of the survey showed that symbiotic ant taxa associated with

Saccharicocus sacchari were: Paretrichina, Anoplolepis, Crematogaster,

Polyrhachis, Pheidologeton, Camponotus, Tetramorium, and Tapinoma. The highest number of ant individual was found on Tapinoma genus (172 groups), subsequently followed bygenus Paterichina, Crematogaster, Anoplolepis, Polyrhachis,

Pheidologeton, Camponotus, Tetramorium (63, 20,13,12,8,8,and dan 6 groups) Keywords: Inventory, the types of symbiotic ants, pink sugarcane mealybug,


(3)

I. BAHAN DAN METODE

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di lahan pertanaman tebu PT Gunung Madu Plantation (GMP), Lampung Tengah dan di Laboratorium Arthropoda Jurusan Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2011.

B. Metode Penelitian

Penelitian dilaksanakan menggunakan metode sampel acak terpilih dengan cara mencari dan mengumpulkan spesimen semut yang bersimbiosis dengan kutu

Saccharicoccus sacchari pada hamparan tebu yang berumur 7 bulan serta pada hamparan tebu yang sudah dipanen. Pengamatan dilakukan dengan cara mencari dan mengumpulkan spesimen semut yang bersimbiosis dengan kutu S. sacchari. Dalam penelitian ini dilakukan dua tahap pelaksanaan penelitian, yaitu survei lapangan dan identifikasi.

1. Survei Lapangan

Survei dilakukan pada tiga hamparan tebu yang paling dominan di daerah tersebut. Variabel pengamatan pada studi ini adalah karakter morfologi semut yang bersimbiosis dengan kutu S. sacchari, yaitu petiol, antena (jumlah ruas


(4)

keseluruhan, jumlah ruas terujung yang berbentuk seperti gada, panjang skapus), mesosoma (duri atau gerigi mesosoma, duri atau gerigi propodeum tampak samping), mata (ukuran dan bentuk, letak tampak depan), dan gaster (ukuran tergum, warna).

Pencarian sarang semut dilakukan dengan cara mencari kelompok kutu dan semut pada tunggul-tunggul tebu dan batang tebu yang berumur 7 bulan. Apabila kelompok kutu dan semut telah ditemukan kemudian diberi tanda dengan memancangkan patok kayu yang berlabel sebagai tanda. Kelompok kutu dan semut pertama yang ditemukan tersebut digunakan sebagai titik pusat observasi berikutnya. Pengamatan berikutnya dilakukan untuk mencari sarang semut pada radius 4 m dari titik pusat pengamatan (kelompok kutu dan semut) dengan cara membentangkan tali rafia kearah Utara, Barat, Selatan, dan Timur sejauh 4 m. Selanjutnya dilakukan pembongkaran tunggul dan pelepah batang tebu untuk mencari kelompok kutu dan sarang semut setiap 1 m pada arah Utara, Barat, Selatan, dan Timur. Setiap kelompok dan sarang semut diambil sampel semut untuk diidentifikasi.

2. Identifikasi

Identifikasi semut dilaksanakan dengan menggunakan morfologi eksternal tubuh semut. Pemeriksaan ciri-ciri morfologi semut sampai pada taraf genus dilakukan dengan menggunakan mikroskop stereo binokuler dan menggunakan rujukan buku identifikasi semut Hashimoto (2003). Hasil identifikasi selanjutnya dicocokkan dan dibandingkan dengan spesimen koleksi semut penelitian BGBD


(5)

(Below Ground Biodiversity) Fakultas Pertanian Unila serta dengan gambar-gambar semut Sumatra.


(6)

INVENTARISASI SEMUT-SEMUT YANG BERSIMBIOSIS

DENGAN KUTU

SACCHARICOCUS SACCHARI

PADA

PERTANAMAN TEBU

(Skeripsi)

Oleh

SLAMET RUADI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2012


(7)

INVENTARISASI SEMUT-SEMUT YANG BERSIMBIOSIS

DENGAN KUTU

SACCHARICOCUS SACCHARI

PADA

PERTANAMAN TEBU

Oleh

Slamet Ruadi

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar

SARJANA PERTANIAN

Pada

Jurusan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2012


(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Morfologi semut ... 9

2. Bagan identifikasi semut genus Paratrechina ... 15

3. Bagan identifikasi semut genus Camponotus ... 16

4. Bagan identifikasi semut genus Anoplolepis ... 17

5. Bagan identifikasi semut genus Crematogaster ... 18

6. Bagan identifikasi semut genus Polyrhachis ... 19

7. Bagan identifikasi semut genus Pheidologeton ... 20

8. Bagan identifikasi semut genus Tetramorium ... 21

9. Bagan identifikasi semut genus Tapinoma ... 22

10. Jumlah keberadaan koloni semut : (a) RGM 2000-612, (b) RGM 1999-599, (c) RGM 2000-1010 pada hamparan tunggul tebu dan batang tebu berumur 7 bulan ... 23


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... ii

DAFTAR GAMBAR ... iii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

A. Tanaman Tebu ... 4

B. Kutu Tanaman ... 5

C. Semut ... 7

III. BAHAN DAN METODE ... 11

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 11

B. Metode Penelitian... 11

1. Survei Lapangan... 11

2. Identifikasi... 12

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 14

A. Identifikasi... 14

B. Hasil Pengamatan ... 23

1. Kelompok pada Hamparan Tunggul Tebu ... 24

2. Kelompok Semut pada Hamparan TanamanTebu Berumur Tujuh Bulan ... 25


(10)

V. KESIMPULAN ... 27 DAFTAR PUSTAKA ... 28 LAMPIRAN ... 30


(11)

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. 2009. Luas tanaman perkebunan besar menurut jenis tanaman, Indonesia (000Ha), 1995-2009. Tersedia dalam:

www.BPS.go.id. Diakses tanggal 20 April 2011.

Beardsley, J. W. 1962. Notes on the Biology of the Pink Sugar Cane Mealybug, Saccharicoccus sacchari (Cockerell), in Hawaii

(Homoptera:Pseudococcidae).Tersedia dalam

https://scholarspace.manoa.hawaii.edu/handle/10125/10849. Diakses pada tanggal 19 April 2011.

Bolton, B. (2003). A new general catalogue of the ants of the world. Harvard University Press, Cambridge, MA. 504 pp.

Borror, D.J., C.A. Triplehorn dan N.F. Johnson. 1996. Pengenalan Pelajaran Serangga. Edisi keenam. Diterjemahkan oleh S. Partosoedjono dan M.D. Brotowidjoyo. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 1084 hlm. Dakir. 2009. Keaneka Ragaman dan Komposisi Spesies Semut

(Hymenoptera:Formicidae) pada Vegetasi Mangrove Kabupaten Kolaka Sulawesi Tenggara dan Muara Angke Jakarta. (Tesis) Intistut Pertanian Bogor. Bogor.

Gamal, E, H. Mohamed, Sanaa, A. M. Ibrahim dan Fatma, A. Moharum. 2009.

Effect of Saccharicoccus sacchari (Cockerell) infestation levels on sugarcane physical and chemical properties. Plant Protection Research Institute. Dokki. Giza 12618. Egypt.

Hashimoto,Y. 2003. Identification guide to the Ant Genera Of Borneo. Buku Inventory & Collection, Total Protocol for Understanding of Biodiversity. Hlm 89 – 162.

Maharlika, F. 2009. Pengaruh Perlakuan Air Panas Untuk Mengurangi Intensitas SCSMV (Sugarcane streak mosaic virus) pada Bibit Tebu(Saccharum officinarum L) Varietas Ps 864. (Skripsi) Universitas brawijaya. Malang. Tersidia dalam http://elib.ub.ac.id/ bitstream//Pengaruh- Perlakuan-Air-Panas-untuk-Mengurangi-Intensitas Sugarcane-streak-mosaic-virus-Pada-Bibit-Tebu Saccharum-officinarum.pdf. Diakses pada tanggal 20 April 2011.


(12)

Rabou, A. 2006. Biological Control Saccharicoccus Sacchari (Coccoidea: Pseudococcidae) on sugar cane in Egypt using imported and indigenous natural enemies. Mesir. Tersedia dalamhttp:/ /www. isa.utl. pt/files/pub /issis /Abd- Rabou_19_24/24_Abd-Rabou. Diakses tanggal 20 April 2011.

Susilo, F.X. 2011. Keberadaan Serangga Di Ekosistem Pertanian:

Keanekaragaman, Interelasi dan Prospek Pengelolaannya secara Bio-Rasional. Orasi Ilmiah dalam Rangka Pengukuhan Profesor Tetap Bidang Entomologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung 23 Februari 2011.

Sutardjo, R. dan M. Edhi. 2009. Budidaya Tanaman Tebu. Bumi Aksara Jakarta.

Yadava, R.L. 1966. Morphology of the male pink sugarcane mealybug,

Saccharicoccus sacchari Cockerell (Pseudococcidae: Homoptera). Part I. Macropterous form. Agra University Journal. (15): 71-129.

Yasin, N, Istianingsih, L.Wibowo, dan F.X.Susilo. 2004. Kepadatan populasi predator, Pesaing, dan Simbion Kutu Daun Tanaman Kacang Panjang Pasca Aplikasi Insektisida. Jurnal Hama dan Penyakit Tumbuhan Tropika. 4 (2):62-68.


(13)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tebu (Saccharum officinarum L) merupakan tanaman yang diusahakan sebagai tanaman industri perkebunan. Tebu termasuk tanaman yang berasal dari keluarga rumput-rumputan (Poaceae) dan hanya dapat tumbuh di daerah beriklim tropis. Tanaman tebu merupakan tanaman penghasil gula yang merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia (Sutardjo dan Edhi, 2009). Menurut Badan Pusat Statistik (2009), luas areal pertanaman tebu di Indonesia diperkirakan mencapai 4.438.000 juta ha dan pada tahun 2009 produksi tebu Indonesia mencapai 2.849.769 ton. Dengan jumlah penduduk sebanyak 237.641.326 jiwa, potensi konsumsi gula Indonesia dapat mencapai 3,2 juta ton per tahun. Pada keadaan seperti ini Indonesia harus mengimpor gula dari luar negeri untuk menutupi defisit gula.

Kurangnya produksi gula nasional disebabkan oleh banyak faktor seperti alih fungsi lahan perkebunan, penurunan produktivitas lahan, serangan hama dan penyakit tanaman. Salah satu hama yang menyerang tanaman tebu ialah kutu babi

Saccharicoccus sacchari (Cockerell) (Hemiptera, Pseudococcidae). Hama ini menyerang tanaman tebu dengan cara menusukkan stilet pada jaringan ujung akar yang baru terbentuk atau mata tunas dan menghisap cairan tanaman. Kutu dapat hidup pada sisa tunggul tebangan yang belum mati. Tanaman tebu yang diserang


(14)

oleh S. sacchari menjadi layu dan menguning; pada kondisi serangan parah tanaman bisa mati (Franke et al., 1999 dalamRabou, 2006). Pada umumnya penyebaran kutu tanaman dibantu oleh semut karena antara kedua serangga ini bersimbiosis mutualistik. Semut memakan embun madu (honeydew) yang disekresikan oleh kutu tanaman, sedangkan kutu tanaman memanfaatkan semut untuk perpindahan, penyebaran, dan perlindungan dari pemangsanya. Semut juga merangsang kutu tanaman untuk lebih aktif makan. Aktivitas makan kutu

tanaman yang meningkat memfasilitasi reproduksi kutu tanaman yang lebih tinggi dan ekskresi embun madu yang lebih banyak (Borror et al., 1996). Embun madu merupakan cairan pekat, likat, dan mengandung zat gizi. Cairan ini disukai berbagai jenis semut (Yasin et al., 2004).

Atas dasar perilaku simbiosis di atas, pengendalian hama kutu pada perkebunan tebu seyogyanya juga memperhatikan dinamika populasi semut-semut

simbionnya. Dalam beberapa hal, tindakan pengendalian semut dapat

dimanfaatkan sebagai salah satu strategi dalam pengendalian kutu tanaman karena pengendalian semut, terutama secara kimiawi, relatif lebih mudah daripada

mengendalikan kutu tanaman (Sudarsono, komunikasi pribadi). Oleh karena hingga pada saat ini belum diperoleh informasi jenis-jenis semut apa saja yang berasosiasi dengan kutu S. sacchari pada pertanaman tebu maka jenis-jenis semut simbion hama ini perlu diinventarisasi dan diidentifikasi.


(15)

Penelitian ini bertujuan untuk menginventarisasi jenis-jenis semut yang bersimbiosis dengan kutu Saccharicoccus sacchari pada pertanaman tebu.


(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tanjung senang pada tanggal 14 April 1987, sebagai anak kedua dari dua bersaudara pasangan Bapak Nur Hadi dan Ibu Trisnawati. Pada tahun 2000, penulis menyelesaikan Pendidikan Sekolah Dasar di SDN 1 Tanjung Senang, Bandar Lampung. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTPN 19 Bandar Lampung, diselesaikan pada tahun 2003. Sekolah Menengah Umum di SMAN 12 Bandar Lampung, diselesaikan pada tahun 2006.

Pada tahun 2006, penulis terdaftar sebagai Mahasiswa Jurusan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Dalam menempuh perkuliahan penulis aktif dalam Organisasi HIMAPROTEKTA 2007/2008 sebagai Anggota bidang Pengabdian pada masyarakat, tahun 2008/2009 sebagai Sekretaris bidang Pengkaderan, tahun 2009/2010 penulis juga aktif dalam Organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) sebagai Kepala Departemen Hubungan kepada Masyarakat. Penulis melaksanakan Praktikum Umum di Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (BALITTRO) Bogor-Jawa Barat.


(17)

SANWACANA

Syukur Alhamdulillah senantiasa terucap melalui lisan dan hati kita pada Allah SWT, yang telah memberi limpahan rahmat Iman, Islam, kesempatan, dan cinta pada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Inventarisasi Semut-Semut Yang Bersimbiosis Dengan Kutu Saccharicoccus Sacchari Pada Pertanaman Tebu ”. Sholawat serta salam selalau tercurah pada bimbingan kita Rasulullah SAW, sebagai pemimpin umat manusia dan suri-tauladan sepanjang zaman.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Ir. Hamim Sudarsono, M.Sc., selaku Pembimbing Utama atas ide penelitian, arahan, bimbingan, dan saran yang diberikan selama pelaksanaan penelitian sampai proses penulisan skripsi.

2. Ibu Ir. Indriyati selaku Pembimbing Kedua atas saran dan bimbingan yang diberikan dalam proses penyelesaian skripsi ini.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. F.X. Susilo, M, Sc., selaku Pembahas atas saran dan kritik yang diberikan selama penulisan skripsi.

4. Ibu Ir. Titik Nur Aeny, M. Sc., selaku Pembimbing Akademik.

5. Bapak Prof. Dr. Ir. Purnomo, M.S., selaku Ketua Jurusan Proteksi Tanaman. 6. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas

Pertanian Universitas Lampung.

7. Kedua orang tua (Ayah dan Ibu), kakaku (Sigi Sugiarto) serta keluarga besarku atas doa, dukungan serta kasih sayang selama ini. Fitriyani, S.P., atas doa, bantuan, kebaikan, kasih sayang, kebersamaan serta motivasi yang telah diberikan selama kulih sampai sekarang.

8. Deni Oktadinata, S.P., Nur Jumhar Ruanda, S.P., Nungki Purnomo, S.Pi., Ivayani, S. P., atas kebersamaan, persahabatan dan bantuannya selama penelitian. Sahabat-sahabatku dan teman-temanku yang memberikan motivasi : Imas Vita Mulisa, S.P., Ratih Pratiwi, S.P., Katrin Kenese, S. P., Sisca Rofa Maya S.P., Novitasari Darwin, Arif, Agung.


(18)

I Wayan Rudiawan, S.Pd., Rafsanjani, S.T., Wely Setiawan, S.T., Yudha, S.E., Keluarga besar Angkatan 06 (Candra Gotama, S.P,. Widiantoro, S.P., Wahyu, Bezi Astriana, S.P., Elmy Gifta Valentin, S.P., Novi Susanti, S.P., Sri Heni Oktaviani , S.P., Ni Wayan Ike Puspa Martina, S.P., Welfa Hamer, S.P., Riska Febriana, S.P., Agis, Kristina, S.P., Mirra Oktavianti, S.P., Tria Agustina, S.P., Zaza Pregina, S.P.) terima kasih atas bantuan dan

semangatnya selama penelitian. Serta teman-teman HPT 2003 (Ikhsan dkk), 2004 (Rahmad Tyas, S.P., Lulus Satria, S.P. dkk), 2005 (David Darmawan, S.P., Lia dkk) dan 2007 (Tedy, Badrus, Parman, Leo, Alex, Meri, Eka, Kiki, Ria, Setenia, Septi, Yani dkk) seta semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terima kasih untuk kebersamannya selama ini dan membantu penulis dalam melaksanakan penelitian ini.

9. Karyawan Laboratorium HPT : Pak Paryadi, Mba Uum, Mas Iwan, Mas Rahmat, terima kasih atas bantuan yang telah diberikan selama pelaksanaan penelitian.

Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan yang telah diberikan dan penulis semoga skripsi ini dapar bermanfaat untuk semua pihak. Amien.

Penulis,


(19)

I.TINJAUAN PUSTAKA

A. Tanaman Tebu

Tebu (Saccharum officinarum L.) termasuk dalam suku Poaceae, yaitu jenis rumput-rumputan dan hanya tumbuh di daerah beriklim tropis termasuk Indonesia. Dalam marga Saccharum terdapat lima jenis tebu, yaitu

S. officinarum L., S. sinense Roxb., S. barberi Jeswit., S. spontaneum L. dan S. robustum Brandes & Jesw. Di antara kelima spesies ini, S. officinarum L. merupakan penghasil gula utama, sedangkan spesies-spesies lainnya mengandung kadar gula sedang sampai rendah. Mulai dari pangkal sampai ujung batang tebu mengandung air gula dengan kadar mencapai 20% (Indriani dalam Maharlika, 2009).

Secara morfologi tanaman tebu dapat dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu batang, daun, akar dan bunga (Indriani dan Sumiarsih dalam Maharlika, 2009). Tebu termasuk tanaman monokotil, berakar serabut dan memiliki batang beruas dari bagian pangkal sampai puncak. Tinggi batang tebu dapat mencapai 2-4 m. Pada buku tanaman tebu terdapat mata tunas dan ruas-ruas berlilin. Daun tebu adalah daun tidak lengkap, yang terdiri dari pelepah dan helaian daun yang berpangkal pada buku-buku. Pada pangkal helaian dan pelepah daun terdapat ligula dengan panjang 2-3 cm.


(20)

Pertumbuhan tanaman tebu yang optimal memerlukan curah hujan yang merata hingga tanaman berumur 8 bulan, dan kebutuhan ini berkurang sampai menjelang panen. Tanaman tebu tumbuh baik pada daerah beriklim panas dan lembab, dengan suhu udara 28-340 C dan kelembaban di atas 70%. Media tanam yang baik adalah tanah subur dan cukup air tetapi tidak tergenang. Jika ditanam pada lahan sawah, irigasi pengairan harus mudah diatur. Tanaman tebu tumbuh baik pada ketinggian tempat 5-500 m dpl (Maharlika, 2009).

B. Kutu Tanaman Saccharicoccus sacchari

Menurut Yadava (1966), taksonomi S. sacchari adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia

Phylum : Arthropoda Class : Insecta Ordo : Hemiptera Famili : Pseudococcidae Genus : Saccharicoccus

Spesies : Saccharicoccus sacchari

S. sacchari memiliki tubuh memanjang oval, berukuran cukup besar (7 mm), bentuknya cembung jika dilihat secara lateral, tubuh berwarna merah muda dan tubuhnya mengandung lilin bertepung yang tipis dengan warna tubuh tanpa daerah kosong memanjang pada bagian punggung. Reproduksi S. sacchari berlangsung secara seksual dan partenogenesis. Siklus hidup S. sacchari betina berlangsung rata-rata 54,8 hari (instar 1, instar 2, dan dewasa). Di negara bagian


(21)

California (AS), siklus hidup S. sacchari di laboratorium berlangsung sekitar 30 hari dan serangga betinanya mengalami tiga instar sebelum menjadi dewasa .

S. sacchari betina dewasa dapat menghasilkan lebih dari 1.000 telur (Beardsley, 1962). Kutu S. sacchari hidup di bawah tanaman tebu dan ketika populasinya tinggi hama ini menghisap cairan tanaman tebu sehingga menyebabkan gejala menguning pada tanaman dan bahkan dapat menimbulkan kematian dan kekerdilan. Akibat dari serangan S. sacchari dapat berkurangnya berat batang (5,03-34,23%), tinggi batang (2,16-6,93%), jumlah buku (8,18-29,07%), berat cairan (2,26-31,62%) dan dapat menyebabkan kehilangan kandungan sukrosa (6,24-27,87%), brix (4,95-13,47%), pol (5,29-32,6%), kemurnian (1,41-16,87%), gula (3,53-7,68%) dan serat (1,28-3,85%) (El-Dein et al., 2009).

Penyebaran kutu babi S. sacchari terjadi di berbagai Negara di antaranya Mesir, Australia, Hawai, Kuba. Kutu babi ini menjadi hama utama pada tanaman tebu di Negara mesir (Rabou, 2006). Di Indonesia, hama S. sacchari belum dilaporkan bahwa hama ini menjadi hama utama tetapi berpotensi menyebabkan kerugian besar apabila populasi semut pada hamparan meningkat.

Pengendalian kutu S. sacchari dapat dilakukan dengan cara pengendalian biologi, pengendalian mekanik, serta penggunaan tanaman resisten. Pengendalian biologi adalah penggunaan makhluk hidup untuk membatasi populasi organisme

pengganggu tumbuhan (OPT) dapat dilakukan dengan memanfaatkan musuh alami hama ini seperti parasitoid Anagyrus greeni dan A. pseudoccoci serta predator Chrysoperla carnea dan Coccinella undecimpunctata. Pengendalian mekanik dilakukan dengan mencegah semut yang simbion terhadap kutu dengan aplikasi kapur anti semut, aplikasi insektisida selektif dan efektif sesuai


(22)

dosis/konsentrasi yang direkomendasikan. Penggunaan tanaman resisten dilakukan dengan cara menanam varietas yang tahan terhadap serangan OPT tertentu (Rabou, 2006).

C. Semut

Semut termasuk ke dalam Kingdom Animalia, Filum Arthropoda, Kelas Insekta Ordo Hymenoptera, dan Famili Formicidae. Semut adalah serangga eusosial yang hidup berkoloni dan terdiri dari tiga kasta, yaitu kasta semut ratu, semut jantan, dan semut pekerja (Borror et a1., 1996). Semut kasta ratu memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan kasta lainnya dan biasanya bersayap namun sayap ini akan terlepas setelah penerbangan perkawinan. Semut jantan biasanya memiliki sayap dengan ukuran tubuh lebih kecil daripada semut kasta ratu. Semut jantan berumur lebih pendek dan mati setelah kawin. Semut pekerja adalah semut betina yang mandul dan tidak bersayap. Semut biasanya membuat sarang dalam tanah pada serat-serat kayu yang telah lapuk, dan pada tanaman atau pohon-pohon. Namun ada juga semut yang bersifat karnivora dan menghisap cairan tumbuhan (Borror et a1., 1996).

Secara morfologi semut memiliki ciri-ciri hewan kelompok serangga pada umumnya, yaitu memiliki tiga segmen tubuh utama: kepala, toraks, abdomen. Ciri khas dari semut adalah ruas abdomennya yang bersatu dan menyempit pada ruas ke-3 dan ke-4 dibelakang toraks serta selain itu antenanya yang membentuk siku (genikulatus) dengan memiliki ruas pangkal yang panjang dilanjutkan dengan ruas-ruas pendek di bagian depan (Borror et al.,1996). Semut memiliki


(23)

Oleh karena itu, hal yang pertama diamati dalam proses identifikasi semut adalah bagian abdomen yang mengalami penyempitan atau pengecilan (Hasmi et al., 2006 dalam Dakir, 2009).

Petiole adalah ruas kedua abdomen, biasanya membentuk tegakan yang disebut nodus atau sisik petiole. Pada petiole terdapat reduncule yang membentuk tangkai panjang di depan nodus petiole, tetapi bila pada tangkai tidak terdapat petiole itu disebut dengan petiole yang asli. Semut-semut yang memiliki petiole ditemukan pada subfamili Dolichodeinae, Formicinae, dan yang memiliki dua pengecilan (yaitu petiole dan postpetiole) ditemukan pada subfamili Myrmicinae (Bolton, 2003 dalam Dakir, 2009 ).

Bagian penting lainnya yang sering dipakai dalam identifikasi semut adalah karakteristik antena, mata, mesosoma, dan gaster. Antena pada semut memiliki 4-12 ruas dan ujungnya dapat berbentuk pemukul. Posisi mata pada semut biasanya ditemukan pada posisi garis tengah kepala atau mengarah kebagian belakang dengan ukuran yang besar, sedang dan kecil (Bolton, dalam Dakir, 2009).

Mesosoma tersusun dari protoraks, mesotoraks, dan metatoraks yang sebenarnya adalah bagian-bagian, dari notum, pleuron, dan sternum (Agusti et al., 2000 dalam Dakir, 2009).

Gaster adalah bagian tubuh semut paling belakang yang bentuknya membulat. Gaster semut tersusun dari ruas ketiga atau keempat abdomen hingga ruas ketujuh abdomen. Bagian gaster yang paling penting dalam identifikasi semut yaitu


(24)

rambut-rambut halus pada ujung gaster pada beberapa jenis. Pada ujung gaster umumnya terdapat duri (Bolton, 2003 dalam Dakir, 2009).

Gambar 1. Morfologi semut (Bolton, 1995)

Sebagian besar semut dapat hidup atau bersimbion dengan kutu karena memanfaatkan embun madu yang dihasilkan oleh kutu. Hewan sosial ini

menggunakan embun madu sebagai pakan sementara kehadiran semut-semut itu menjadi penghalang musuh alami untuk menyerang kutu (Yasin et al., 2004). Interaksi antara semut dan kutu ditunjukkan dengan adanya kerjasama antara

Lekukan metanotum

kepala

embelan di bawah petiole

Carina frons Cabir occiput

Tergum

Sternum koksa Spirakel

Flagelum Mata

Tampak samping semut ponerine

Kepala semut Ponerine Tampak samping semut ponerine


(25)

kedua serangga ini. Selanjutnya peningkatan populasi kutu tanaman akan menghasilkan lebih banyak embun madu sehingga menarik kehadiran lebih banyak semut pada koloni kutu tanaman (Susilo, 2011).

Berdasarkan laporan (Susilo (2005), Susilo dan Hazairin (2006) dan Susilo et al., (2010) dalam susilo, 2011) dalam data dan kelompok fungsi semut-semut yang ditemukan pada tanah dan semut-semut yang berasosiasi dengan serasah di Jambi dan Lampung Barat terdapat beberapa genus dan subfamili semut yang berperan sebagai semut simbion. Jenis-jenis simbion ini adalah Dolichoderus

(Dolichoderinae), Iridomyrmex (Dolichoderinae), Philidris (Dolichoderinae),

Tapinoma (Dolichoderinae), Technomyrmex (Dolichoderinae), Acropyga

(Formicinae), Oecophylla (predator+simbion) (Formicinae), Pseudolasius


(26)

V. SIMPULAN DAN SARAN

1. Setelah diidentifikasi diketahui beberapa jenis semut yang berada pada tunggul dan batang tebu, yaitu Paratrechina, Anoplolepis, Crematogaster, Polyrhachis, Pheidologeton, Camponotus, Tetramorium, dan Tapinoma.

2. Jumlah kelompok semut yang paling banyak ditemukan adalah genus

Tapinoma yaitu 172 kelompok, diikuti genus lainnya Paratrechina, Crematogaster, Anoplolepis, Polyrhachis, Pheidologeton, Camponotus, Tetramorium dengan jumlah berturut–turut 63, 20, 13, 12, 8, 8, 6 kelompok.


(1)

California (AS), siklus hidup S. sacchari di laboratorium berlangsung sekitar 30 hari dan serangga betinanya mengalami tiga instar sebelum menjadi dewasa . S. sacchari betina dewasa dapat menghasilkan lebih dari 1.000 telur (Beardsley, 1962). Kutu S. sacchari hidup di bawah tanaman tebu dan ketika populasinya tinggi hama ini menghisap cairan tanaman tebu sehingga menyebabkan gejala menguning pada tanaman dan bahkan dapat menimbulkan kematian dan kekerdilan. Akibat dari serangan S. sacchari dapat berkurangnya berat batang (5,03-34,23%), tinggi batang (2,16-6,93%), jumlah buku (8,18-29,07%), berat cairan (2,26-31,62%) dan dapat menyebabkan kehilangan kandungan sukrosa (6,24-27,87%), brix (4,95-13,47%), pol (5,29-32,6%), kemurnian (1,41-16,87%), gula (3,53-7,68%) dan serat (1,28-3,85%) (El-Dein et al., 2009).

Penyebaran kutu babi S. sacchari terjadi di berbagai Negara di antaranya Mesir, Australia, Hawai, Kuba. Kutu babi ini menjadi hama utama pada tanaman tebu di Negara mesir (Rabou, 2006). Di Indonesia, hama S. sacchari belum dilaporkan bahwa hama ini menjadi hama utama tetapi berpotensi menyebabkan kerugian besar apabila populasi semut pada hamparan meningkat.

Pengendalian kutu S. sacchari dapat dilakukan dengan cara pengendalian biologi, pengendalian mekanik, serta penggunaan tanaman resisten. Pengendalian biologi adalah penggunaan makhluk hidup untuk membatasi populasi organisme

pengganggu tumbuhan (OPT) dapat dilakukan dengan memanfaatkan musuh alami hama ini seperti parasitoid Anagyrus greeni dan A. pseudoccoci serta predator Chrysoperla carnea dan Coccinella undecimpunctata. Pengendalian mekanik dilakukan dengan mencegah semut yang simbion terhadap kutu dengan aplikasi kapur anti semut, aplikasi insektisida selektif dan efektif sesuai


(2)

dosis/konsentrasi yang direkomendasikan. Penggunaan tanaman resisten dilakukan dengan cara menanam varietas yang tahan terhadap serangan OPT tertentu (Rabou, 2006).

C. Semut

Semut termasuk ke dalam Kingdom Animalia, Filum Arthropoda, Kelas Insekta Ordo Hymenoptera, dan Famili Formicidae. Semut adalah serangga eusosial yang hidup berkoloni dan terdiri dari tiga kasta, yaitu kasta semut ratu, semut jantan, dan semut pekerja (Borror et a1., 1996). Semut kasta ratu memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan kasta lainnya dan biasanya bersayap namun sayap ini akan terlepas setelah penerbangan perkawinan. Semut jantan biasanya memiliki sayap dengan ukuran tubuh lebih kecil daripada semut kasta ratu. Semut jantan berumur lebih pendek dan mati setelah kawin. Semut pekerja adalah semut betina yang mandul dan tidak bersayap. Semut biasanya membuat sarang dalam tanah pada serat-serat kayu yang telah lapuk, dan pada tanaman atau pohon-pohon. Namun ada juga semut yang bersifat karnivora dan menghisap cairan tumbuhan (Borror et a1., 1996).

Secara morfologi semut memiliki ciri-ciri hewan kelompok serangga pada umumnya, yaitu memiliki tiga segmen tubuh utama: kepala, toraks, abdomen. Ciri khas dari semut adalah ruas abdomennya yang bersatu dan menyempit pada ruas ke-3 dan ke-4 dibelakang toraks serta selain itu antenanya yang membentuk siku (genikulatus) dengan memiliki ruas pangkal yang panjang dilanjutkan dengan ruas-ruas pendek di bagian depan (Borror et al.,1996). Semut memiliki


(3)

Oleh karena itu, hal yang pertama diamati dalam proses identifikasi semut adalah bagian abdomen yang mengalami penyempitan atau pengecilan (Hasmi et al., 2006 dalam Dakir, 2009).

Petiole adalah ruas kedua abdomen, biasanya membentuk tegakan yang disebut nodus atau sisik petiole. Pada petiole terdapat reduncule yang membentuk tangkai panjang di depan nodus petiole, tetapi bila pada tangkai tidak terdapat petiole itu disebut dengan petiole yang asli. Semut-semut yang memiliki petiole ditemukan pada subfamili Dolichodeinae, Formicinae, dan yang memiliki dua pengecilan (yaitu petiole dan postpetiole) ditemukan pada subfamili Myrmicinae (Bolton, 2003 dalam Dakir, 2009 ).

Bagian penting lainnya yang sering dipakai dalam identifikasi semut adalah karakteristik antena, mata, mesosoma, dan gaster. Antena pada semut memiliki 4-12 ruas dan ujungnya dapat berbentuk pemukul. Posisi mata pada semut biasanya ditemukan pada posisi garis tengah kepala atau mengarah kebagian belakang dengan ukuran yang besar, sedang dan kecil (Bolton, dalam Dakir, 2009).

Mesosoma tersusun dari protoraks, mesotoraks, dan metatoraks yang sebenarnya adalah bagian-bagian, dari notum, pleuron, dan sternum (Agusti et al., 2000 dalam Dakir, 2009).

Gaster adalah bagian tubuh semut paling belakang yang bentuknya membulat. Gaster semut tersusun dari ruas ketiga atau keempat abdomen hingga ruas ketujuh abdomen. Bagian gaster yang paling penting dalam identifikasi semut yaitu acidopera yang merupakan lubang yang melingkar yang ditumbuhi


(4)

rambut-rambut halus pada ujung gaster pada beberapa jenis. Pada ujung gaster umumnya terdapat duri (Bolton, 2003 dalam Dakir, 2009).

Gambar 1. Morfologi semut (Bolton, 1995)

Sebagian besar semut dapat hidup atau bersimbion dengan kutu karena memanfaatkan embun madu yang dihasilkan oleh kutu. Hewan sosial ini

menggunakan embun madu sebagai pakan sementara kehadiran semut-semut itu menjadi penghalang musuh alami untuk menyerang kutu (Yasin et al., 2004). Interaksi antara semut dan kutu ditunjukkan dengan adanya kerjasama antara

Lekukan metanotum

kepala

embelan di bawah petiole

Carina frons Cabir occiput

Tergum

Sternum koksa Spirakel

Flagelum Mata

Tampak samping semut ponerine

Kepala semut Ponerine Tampak samping semut ponerine


(5)

kedua serangga ini. Selanjutnya peningkatan populasi kutu tanaman akan menghasilkan lebih banyak embun madu sehingga menarik kehadiran lebih banyak semut pada koloni kutu tanaman (Susilo, 2011).

Berdasarkan laporan (Susilo (2005), Susilo dan Hazairin (2006) dan Susilo et al., (2010) dalam susilo, 2011) dalam data dan kelompok fungsi semut-semut yang ditemukan pada tanah dan semut-semut yang berasosiasi dengan serasah di Jambi dan Lampung Barat terdapat beberapa genus dan subfamili semut yang berperan sebagai semut simbion. Jenis-jenis simbion ini adalah Dolichoderus

(Dolichoderinae), Iridomyrmex (Dolichoderinae), Philidris (Dolichoderinae), Tapinoma (Dolichoderinae), Technomyrmex (Dolichoderinae), Acropyga (Formicinae), Oecophylla (predator+simbion) (Formicinae), Pseudolasius (Formicinae), Solenopsis (predator+simbion) (Myrmicinae) (Susilo, 2011).


(6)

V. SIMPULAN DAN SARAN

1. Setelah diidentifikasi diketahui beberapa jenis semut yang berada pada tunggul dan batang tebu, yaitu Paratrechina, Anoplolepis, Crematogaster, Polyrhachis, Pheidologeton, Camponotus, Tetramorium, dan Tapinoma.

2. Jumlah kelompok semut yang paling banyak ditemukan adalah genus Tapinoma yaitu 172 kelompok, diikuti genus lainnya Paratrechina, Crematogaster, Anoplolepis, Polyrhachis, Pheidologeton, Camponotus, Tetramorium dengan jumlah berturut–turut 63, 20, 13, 12, 8, 8, 6 kelompok.