Upaya kesehatan kerja di puskesmas

(1)

UPAYA KESEHATAN KERJA DI PUSKESMAS

Oleh :

Isyatun Mardhiyah Syahri, SKM,M.Kes

NIP. 19770130 200604 2 001

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Alah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya

sehingga tulisan ini dapat diselesaikan dengan baik.

Tulisan tentang Upaya kesehatan kerja di puskesmas ini disusun sebagai salah satu

syarat untuk memenuhi kreteria fungsional dosen di universitas sumatera utara. Tulisan ini

berisi tentang pelaksanaan upaya kesehatan kerja yang ada dipuskesmas dengan tujuan untuk

memeliharan dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat pekerja, mencegah timbulnya

gangguan kesehatan serta melindungi pekerja dari bahaya kesehatan diwilayah kerja

puskesmas.

Semoga tulisan ini dapat bermanfaat serta memberikan sumbangan yang berharga

dalam peningkatan upaya kesehatan kerja di puskesmas.

Medan, Oktober 2011 Penulis


(4)

ABSTRAK

Upaya kesehatan kerja dipuskesmas ditujukan untuk melindungi pekerja agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerja. Upaya kesehatan kerja yang dimaksud meliputi pekerja disektor formal dan informal dan berlaku bagi setiap orang selain pekerja yang berada dilingkungan tempat kerja. Berdasarkan Kepmenkes Nomor 128/MENKES/SK/II/2004 tentang kebijakan dasar puskesmas menyatakan bahwa puskesmas merupakan unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab dalam menyelenggarakan pembangunan kesehatan diwilayah kerjanya termasuk upaya kesehatan kerja.

Menurut International Labaour Organisation (ILO) diketahui bahwa 1,2 juta orang meninggal setiap tahun karena kecelakaan kerja atau penyakit akibat hubungan kerja (PAHK). Dari 250 juta kecelakaan, 3000.000 orang meninggal dan sisanya meninggal karena PAHK oleh sebab itu diperkirakan ada 160 juta PAHK baru setiap tahunnya. Melihat data tersebut maka sangat perlu diberikan perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja kepada masyarakat pekerja di wilayah kerja puskesmas dengan tujuan meningkatkan kemampuan pekerja untuk menolong dirinya sendiri sehingga terjadi peningkatan status kesehatan dan akhirnya peningkatan produktivitas kerja .

Adapun sasaran dari program ini adalah pekerja di sektor kesehatan antara lain masyarakat pekerja di puskesmas, balai pengobatan/poliklinik, laboraturium kesehatan, Pos Upaya Kesehatan Kerja (Pos UKK), Jaringan dokter perusahaan bidang kesehatan kerja, masyarakat pekerja diberbagai sektor pembangunan, dunia usaha dan lembaga swadaya masyarakat. Untuk menerapkan pelayanan kesehatan kerja di puskesmas, secara umum kita dapat melihat langkah-langkah yang dapat diterapkan sebagaimana yang tertuang dalam pedoman pelayanan kesehatan kerja yang meliputi perencanaan, pelaksanaaan dan evaluasi serta memperhatikan aspek indikator yang harus dipenuhi.

Strategi yang dikembangkan adalah dengan cara terpadu dan menyeluruh dalam pola pelayanan kesehatan puskesmas dan rujukan, dilakukan melalui pelayanan kesehatan paripurna, yang meliputi upaya peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit akibat kerja, penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. Serta peningkatan pelayanan kesehatan kerja dilaksanakan melalui peran serta aktif masyakarat khususnya masyarakat pekerja.


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

Kata Pengantar ……… i

Abstrak ……… ii

Daftar Isi ……… iii

BAB I PENDAHULUAN ………. 1

BAB II PERMASALAHAN ………. 3

BAB III PEMBAHASAN ………. 3

A. Perencanaan ……….. 5

B. Pelaksanaan ……….. 6

C. Evaluasi ……….. 10

D. Indikator ………. 12

BAB IV PENUTUP ………. 12


(6)

UPAYA KESEHATAN KERJA DI PUSKESMAS

I. PENDAHULUAN

Dalam UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pada pasal 164 disebutkan bahwa upaya kesehatan kerja ditujukan untuk melindungi pekerja agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerja. Upaya kesehatan kerja yang dimaksud meliputi pekerja disektor formal dan informal dan berlaku bagi setiap orang selain pekerja yang berada dilingkungan tempat kerja.

Program kesehatan kerja merupakan suatu upaya pemberian perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja bagi masyarakat pekerja yang bertujuan untuk memeliharan dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat pekerja, mencegah timbulnya gangguan kesehatan, melindungi pekerja dari bahaya kesehatan serta menempatkan pekerja dilingkungan kerja yang sesuai dengan kemampuan fisik dan psikis pekerja. Upaya kesehatan kerja mencakup kegiatan pelayanan, pendidikan dan pelatihan serta penelitian di bidang kesehatan melalui upaya peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit termasuk pengendalian faktor resiko, penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan termasuk pemulihan kapasitas kerja (Depkes RI, 2005).

Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) adalah unit fungsional

pelayanan kesehatan terdepan sebagai unit pelaksana teknis dinas kesehatan kota atau kabupaten yang melaksanakan upaya penyuluhan, pencegahan dan penanganan kasus-kasus penyakit di wilayah kerjanya, secara terpadu dan terkoordinasi. Puskesmas merupakan tempat kerja serta berkumpulnya orang-orang sehat (petugas dan pengunjung) dan orang-orang sakit (pasien), sehingga puskesmas merupakan tempat kerja yang mempunyai resiko kesehatan maupun penyakit akibat kecelakaan kerja. Oleh karena itu petugas puskesmas tersebut mempunyai resiko tinggi karena sering kontak dengan agent penyakit menular, dengan darah dan cairan tubuhmaupun tertusuk jarum suntik bekas yang mungkin dapat berperan sebagai transmisi beberapa penyakit seperti hepatitis B, HIV AIDS dan juga potensial sebagai media penularan penyakit yang lain.


(7)

Menurut Hudoyo (2004) yang dikutip oleh Depkes RI (2007) resiko petugas puskesmas terhadap kesehatan dan penyakit akibat kecelakaan kerja dapat digambarkan bahwa rendahnya perilaku petugas kesehatan dipuskesmas terhadap kepatuhan melaksanakan setiap prosedur tahapan kewaspadaan universal dengan benar hanya 18,3%, status vaksinasi hepatitis B petugas kesehatan puskesmas masih rendah sekitar 12,5%, riwayat pernah tertusuk jarum bekas sekitar 84,2%.

Melihat hal diatas tentunya kita perlu menyadari bahwa dalam lingkup pekerjaan dibidang kesehatan mempunyai banyak resiko terhadap para pekerjanya, sehingga muncul pertanyaan dalam benak kita bagaimana pula dengan lingkup pekerjaan lain yang bukan bidang kesehatan.

Kalau kita lihat dari gambaran masalah kesehatan kerja yang mencakup angka kesakitan dan kematian akibat kerja dan akibat hubungan kerja dari International Labaour Organisation (ILO) yaitu 1,2 juta orang meninggal setiap tahun karena kecelakaan kerja atau penyakit akibat hubungan kerja (PAHK). Dari 250 juta kecelakaan, 3000.000 orang meninggal dan sisanya meninggal karena PAHK.Diperkirakan ada 160 juta PAHK baru setiap tahunnya. Sedangkan untuk besaran masalah kesehatan kerja yang menyangkut angka kesakitan dan kematian akibat kerja dari beberapa penelitian diperoleh gambaran bahwa lebih dari 50% pekerja Indonesia peserta jamsostek mengidap penyakit kulit akibat masuknya zat kimia melalui kulit dan pernafasan.Nelayan penyelam tradisional di pulau bungin, NTB menderita nyeri persendian 57,5% dan gangguan pendengaran 11,3%. Pandai besi menderita gangguan/pengurangan tajam pendengaran 30-54%. Dan penyelam tradisional menderita kelainan pernafasan berupa sesak nafas (Depkes RI, 2005).

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa dikalangan petani sering terjadi keracunan pestisida, beberapa peneliti melaporkan angka keracunan pestisida berkisar antara 20-50% (Achmadi, 1985,1990, 1992, Eman dan Sukarno, 1984 serta Depkes, 1983).

Berdasarkan Kepmenkes Nomor 128/MENKES/SK/II/2004 tentang kebijakan dasar puskesmas menyatakan bahwa puskesmas merupakan unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab dalam menyelenggarakan pembangunan kesehatan diwilayah kerjanya. Mengingat tingginya risiko kesehatan dan keselamatan kerja bagi pekerja dan adanya amanat


(8)

dalam Undang-undang untuk menerapkan kesehatan kerja di tempat kerja, maka perlu dilaksanakannya Upaya Kesehatan Kerja di wilayah kerja Puskesmas.

II. PERMASALAHAN

Berdasarkan latar belakang diatas maka permasalahan yang yang terjadi adalah bagaimanakah penerapan upaya kesehatan dan keselamatan kerja di puskesmas.

III. PEMBAHASAN

Menurut Suma’mur (1996) Kesehatan kerja adalah spesialisasi ilmu kesehatan/kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan agar pekerja/masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya, baik fisik, atau mental maupun sosial, dengan usaha-usaha preventif, terhadap penyakit-penyakit/gangguan-gangguan kesehatan yang diakibatkan faktor pekerkjaan dan lingkungan kerja, serta penyakit-penyakit umum.

Upaya kesehatan kerja merupakan salah satu kegiatan pokok puskesmas dalam rangka memberikan perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja kepada masyarakat pekerja di wilayah kerja puskesmas dengan tujuan memingkatkan kemampuan pekerja untuk menolong dirinya sendiri sehingga terjadi peningkatan status kesehatan dan akhirnya peningkatan produktivitas kerja . Dengan sasarannya adalah pekerja di sektor kesehatan antara lain masyarakat pekerja di puskesmas, balai pengobatan/poliklinik, laboraturium kesehatan, Pos Upaya Kesehatan Kerja (Pos UKK), Jaringan dokter perusahaan bidang kesehatan kerja, masyarakat pekerja diberbagai sektor pembangunan, dunia usaha dan lembaga swadaya masyarakat.

Adapun strategi yang dikembangkan adalah dengan cara terpadu dan menyeluruh dalam pola pelayanan kesehatan puskesmas dan rujukan, dilakukan melalui pelayanan kesehatan paripurna, yang meliputi upaya peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit akibat kerja, penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. Serta peningkatan pelayanan kesehatan kerja dilaksanakan melalui peran serta aktif masyakarat dengan menggunakan pendekatan PKMD. ( Depkes RI, 2005).

Oleh karena itu konsep pelayanan kesehatan kerja dasar adalah upaya pelayanan yang diberikan kepada masyarakat pekerja secara minimal dan paripurna


(9)

meliputi upaya peningkatan kesehatan kerja, pencegahan, penyembuhan serta pemulihan penyakit akibat kerja (PAK) dan penyakit akibat hubungan kerja (PAHK) oleh institusi pelayanan kesehatan kerja dasar dalam hal ini puskesmas. Puskesmas yang wilayah kerjanya terdapat kawasan industri mempunyai tanggung jawab mengembangkan pelayanan kesehatan yang dilakukan dengan melaksanakan pelayanan kesehatan kepada masyarakat pekerja sebagaimana yang dituangkan dalam SK Menkes no. 128/Menkes/SK/II/2004.

Adapun tujuan umum dari terselenggaranya pelayanan kesehatan kerja dasar oleh puskesmas khususnya di kawasan industri adalah dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat pekerja. Secara khusus tujuan ini dapat dijabarkan menjadi :

1. Meningkatnya kemampuan tenaga puskesmas memecahkan masalah

sekehatan kerja diwilayah kerja puskesmas.

2. Teridentifikasinya permaslahan kesehatan kerja di kawasan industry.

3. Teridentifikasi potensi masyarakat diwilayah kerja puskesmas kawasan

industry

4. Terlaksananya pelayanan kesehatan kerja yang berkualitas.

5. Terselenggaranya kemitraan dengan para pengandil dalam pelayanan

kesehatan kerja dasar.

6. Terselenggaranya koordinasi lintas program dan lintas sector dalam

meningkatkan derajat kesehatan masyarakat pekerja.

7. Terbentuknya unit pelayanan kesehatan kerja dasar di kawasan industri. Sasaran yang dilibatkan adalah pengelola program kesehatan kerja di kabupaten/kota dan penyelenggaran pelayanan kesehatan kerja dasar puskesmas ( Depkes, 2008).

Puskesmas merupakan ujung tombak mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam menyelenggarakan program keselamatan dan kesehatan kerja diwilayah kerjanya, serta lebih utama memperhatikan keselamatan dan kesehatan kerja kepada seluruh staf bawahannya .

Sebagai tindak lanjut komitmen dan kebijakan pimpinan puskesmas dalam penyelenggaraan kesehatan kerja menurut depkes (2007) perlu dilakukan beberapa hal antara lain :


(10)

1. Mengidentifikasi sumber daya yang ada di puskesmas.

2. Menetapkan tujuan yang jelas sebagai acuan pelaksanaan kesehatan kerja

3. Sosialisasi program kesehatan dan keselamatan kerja kepada seluruh

staf/petugas puskesmas.

4. Membentuk organisasi kesehatan dan keselamatan kerja atau menunjuk tim

penanggung jawab kesehatan kerja.

5. Memberi wewenang dan tanggung jawab kepada tim kesehatan kerja

6. Meningkatkan sumber daya manusia (SDM) dibidang kesehatan kerja di

puskesmas.

7. Pimpinan puskesmas melakukan advokasi ke dinas kesehatan kabupaten/kota

untuk mendapatkan dukungan.

8. Puskesmas perlu membuat pedoman kerja dan prosedur pelaksanaan

kesehatan dan keselamatan kerja dengan mengutamakan upaya peningkatan (promotif) dan pencegahan (preventif).

9. Melakukan monitoring dan evaluasi secara internal dan eksternal.

Untuk menerapkan pelayanan kesehatan kerja di puskesmas, secara umum kita dapat melihat langkah-langkah yang dapat diterapkan sebagaimana yang tertuang dalam pedoman pelayanan kesehatan kerja (depkes, 2008) yang meliputi perencanaan, pelaksanaaan, evaluasi dan indikator.

A. Perencanaan

Menurut Williams (2001) perencanaan adalah memilih suatu tujuan dan mengembangkan suatu metode atau strategi untuk mencapai tujuan. Morrisey (1997) membagi perencanaan menjadi dua, yaitu perencanaan taktis dan perencanaan strategis. Perencanaan taktis dengan jelas mendefinisikan apa yang ingin dicapai oleh organisasi, bagaimana dan kapan akan berlangsung dan siapa yang akan bertanggung jawab. Perencanaan jangka panjang adalah proses yang membawa tim manajemen bersama-sama untuk menerjemahkan misi, visi dan strategi menjadi hasil nyata untuk dikemudian hari.

Untuk itu dibutuhkan perencanaan dalam mengidentifikasi kebutuhan


(11)

1. Pengumpulan data dasar yang meliputi data demografis dan geografis serta data umum puskesmas.

Pengumpulan data ini meliputi :

a. Data demografi dan geografis : jumlah penduduk, usia kerja, jenis

kelamin, tingkat pendidikan masyarakat, angkatan kerja, luas wilayah, tingkat pendidikan masyarakat, angkatan kerja, luas wilayah, kepadatan penduduk, jenis pekerjaan, zona kawasan, organisasi masyarakat.

b. Data umum puskesmas : angka kesakitan dan pola penyakit, data

kematian, data tentang upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat.

2. Pemetaan jenis usaha, jumlah pekerja dan perkiraan faktor resiko dan

besarnya masalah/penilaian besaran masalah. 3. Penentuan prioritas sasaran.

Untuk menentukan sasaran program, puskesmas perlu memperhatikan beberapa hal berikut :

a. Jenis usaha unggulan daerah/PAD : jenis usaha yang banyak

menghasilkan pendapatan daerah.

b. Besaran risiko terhadap kesehatan : pekerjaan yang banyak menimbulkan

gangguan kesehatan dan penyait umum dan penyakit akibat hubungan kerja.

c. Jumlah pekerja : tempat kerja/inut kerja yang mempekerjakan pekerja

yang lebih banyak dibandingkan dengan unit kerja lainnya yang ada dikawasan tersebut.

B. Pelaksanaan

Menurut Azwar (1996) dalam proses pelaksanaan didalamnya termasuk pengarahan, pengorganisasian, bimbingan, penggerakan dan pengawasan. Dalam pelaksanaan kegiatan yang dapat dilaksanakan di puskesmas antara lain :

1. Pertemuan koordinasi tingkat kecamatan yang bertujuan membangun


(12)

Materi yang disampaikan dalam pertemuan ini adalah masalah kesehatan kerja hasil pengumpulan data dasar. Peserta yang diundang pada pertemuan ini adalah lintas sector terkait tingkat kecamatan.

2. Pertemuan dengan pengusaha dan serikat pekerja yang bertujuan untuk

membangun komitmen dalam pelaksanaan kesehatan kerja di tempat kerja.

Beberapa hal yang perlu disampaikan pada pertemuan ini adalah :

a. Kebijakan pemerintah tentang pelaksanaan pelayanan kesehatan kerja

dasar ditempat kerja.

b. Peraturan perundangan yang mengatur tentang pelaksanaan pelayanan

kesehatan kerja disetiap tempat kerja

c. Hak dan keajiban pengusaha dibidang kesehatan kerja. d. Risiko kerugian yang mungkin terjadi.

3. Pelatihan kepada pekerja dan pengusaha oleh puskesmas tentang bahaya

potensial di tempat kerja.

Pelatihan ini dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan dan keteramplian pekerja dan pengusaha tentang identifikasi potensi hazard, bahaya risiko dan pengendaliannya.

4. Kunjungan lapangan untuk mengidentifikasi bahaya kesehatan dan

lingkungan yang timbul dari lingkungan industri, tempat kerja dan proses industri.

5. Membuat kajian risiko kesehatan dan keselamatan kerja.

Langkah-langkah yang dapat diterapkan dalam kegiatan ini adalah : a. Identifikasi bahaya kesehatan kerja (sebagai hasil dari surveilan). b. Identifikasi pekerja atau kelompok kerja yang terkena pajanan bahaya

tertentu.

c. Analisis mengenai bagaimana bahaya tersebut mempengaruhi pekerja

( cara masuk dan jenis pajanan, nilai ambang batas, hubungan dosis/respon, akibat buruk terhadap kesehatan, dll).

d. Pengaruh intensitas (tingkat) dan banyaknya (volume) risiko.

e. Identifikasi terhadap individu dan kelompok dengan tingkat


(13)

f. Evaluasi terhadap pencegahan bahaya yang tersedia dan ukuran kendali.

g. Membuat kesimpulan dan rekomendasi bagi manajemen dan kontrol

risiko.

h. Dokumentasi temuan asesmen.

i. Kaji ulang periodic dan apabila diperlukan, dilakukan asesmen risiko ulang

j. Hasil penelitian risiko harus didokumentasi.

6. Menentukan tindakan perbaikan dan pengendalian pemeliharaan dan

pemantauan yang mampu dilaksanakan oleh pengusaha, pekerja dengan pendampingan puskesmas.

7. Memotivasi pengusaha untuk membentuk unit pelaksanaan upaya

kesehatan kerja.

8. Memfasilitasi pembentukan Pos Upaya Kesehatan Kerja (Pos UKK).

9. Puskesmas memberikan pelayanan kesehatan kerja dasar bagi pekerja

yang tidak mempunyai akses pelayanan kesehatan kerja di tempat kerjanya.

Jenis kegiatan meliputi :

a. Penilaian dan pengendalian risiko

Penilaian risiko adalah proses untuk menentukan prioritas pengendalian terhadap tingkat risiko kecelakaan akibat kerja atau penyakit akibat kerja.

Proses dalam penilaian risiko meliputi : I. Identifikasi potensi bahaya.

Identifikasi potensi bahaya adalah suatu proses kajian kualitatif untuk mengetahui adanya potensi bahaya dari suatu peralatan, proses, lingkungan kerja, material atau kegiatan kerja disuatu industry/perusahaan. Pada tahap ini dilakukan identifikasi terhadap risiko yang ada di perusahaan.


(14)

Tujuannya adalah :

1. Mengetahui adanya potensi bahaya dari suatu peralatan, proses,

lingkungan kerja, material atau kegiatan kerja yang ada dapat menimbulkan penyakit atau kecelakaan pada pekerja.

2. Mengetahui perbedaan tingkatan risiko yang diterima pekerja dan

untuk menyediakan data serta membantu evaluasi penanganan risiko.

3. Mengetahui cara penentuan prioitas pengendalian terhadap tingkat

risiko kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja pada pekerja. II. Analisis/penilaian risiko.

Penilaian risiko adalah proses untuk menentukan prioritas pengendalian terhadap tingkat kecelakaan akibat kerja atau penyakit akibat kerja.

III. Evaluasi risiko.

Evaluasi risiko adalah membandingkan tingkat risiko yang ada dengan criteria standar. Setelah itu tingkatan risiko yang ada untuk beberapa hazards dibua tingkatan prioritas manajemennya. Jika tingkat risiko ditetapkan rendah, maka risiko tersebut masuk kedalam kategori yang dapat diterima atau mungkin hanya memerlukan pemantauan saja tanpa harus melakukan pengendalian. IV. Pengendalian risiko.

Pengendalian resiko agar dilakukan seuai dengan urutan/hirarki pengenalian berikut :

1. Eliminasi (menghilangkan bahaya).

Merupakan langkah pertama dan ideal dengan menghentikan peralatan/prasarana yang menimbulkan bahaya.

2. Substitusi (mengganti).

Yaitu menggantikan sumber risiko dengan sarana lain dengan tingkat risiko lebih rendah.

3. Rekayasa (engineering).

Yaitu dilakukan penggantian peralatan kerja atau mempdifikasi alat agar tingkat risiko lebih rendah.

4. Pengendalian administrasi.

Tahapan ini menggunakan peraturan, prosedur, SOP atau pandan atau pemberian pelatihan sebagai langkah mengurangi risiko.


(15)

5. Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD)

APD merupakan pilihan terakhir dalam pencegahan bahaya terhadap pekerja dan disarankan digunakan bersamaan penggunaan langkah pengendalian lainnya.

V. Pemeriksaan kesehatan sebelum kerja, berkala dan khusus (sebelum mutasi,

setelah cuti sakit/cuti panjang, kejadian luar biasa) dan perna bakti (menjelang pension/PHK).

VI. Diagnosa dini dan pengobatan segera PAK atau KAK dapat dideteksi melalui

keluhan, anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang lainnya. VII. Pelayanan instalasi gawat darurat.

Petugas dapat menyediakan pertolongan pertama dan melatih personil dalam memberikan pertolongan pertama ditempat kerja.

VIII. Pelayanan kesehatan umum, kuratif dan rehabilitasi.

Personil pelayanan kesehatan kerja dasar dapat menyediakan pelayanan pencegahan umum dengan menyediakan imunisasi dan dengan membimbing aktivitas promosi kesehatan dan pencegahan untuk memperkenalkan gaya hidup sehat.

IX. Promosi kesehatan ditempat kerja (PKDTK) termasuk psikososial dan gizi

kerja.

X. Pencegahan kecelakaan.

XI. Surveilans lingkungan kerja. XII. Surveilans kesehatan kerja.

XIII. Pencatatan, pelaporan dan dokumentasi.

C. Evaluasi

Evaluasi dapat dilakukan untuk keberhasilan program setiap tahun. Hasil evaluasi diumpan balik pada semua mitra kerja diwilayah kerja serta diinformasikan kepada jajaran administrasi yang lebih tinggi. Dalam pelaksanaan evaluasi, puskesmas melakukan kegiatan sebagai berikut :

1. Memfasilitasi pengembangan unit pelayanan kesehatan kerja di BP/klinik perusahaan dikawasan industri bersama-sama dengan kabupaten/kota.


(16)

a. Frekuensi kunjungan dan bimbingan minimal 4 kali setahun.

b. Pertemuan koordinasi puskesmas dengan pengusaha, serikat pekerja,

melibatkan lintas sektor untuk mengetahui permasalahan kesehatan kerja.

Evaluasi bertujuan mengembangkan program kesehatan kerja yang telah dilaksanakan sesuai dengan rencana yang ditentukan, maupun untuk pengembangan serta berkelanjutan. Untuk mendukung keberhasilan program evaluasi maka Inspeksi dan pengujian serta audit kesehatan kerja perlu dilaksanakan di puskesmas.

Menurut depkes (2007) dalam pelaksanaan evaluai penerapan kesehatan kerja dipuskesmas ada beberap hal yang dilakukan, antara lain : 1. Inspeksi dan pengujian

Puskesmas harus menetapkan dan memeliharan prosedur inspeksi, pengujian dan pemantauan yang berkaitan dengan tujuan dan sasaran kesehatan kerja dan keselamatan kerja.

2. Audit kesehatan kerja puskesmas

Dalam pelaksanaan audit dapat dibagi dalam 2 tahapan, antara lain : a. Audit internal puskesmas.

Pelaksanaan audit internal dilakukan oleh puskesmas sendiri dengan penilaian di tiap unit petugas dari ruangan yang satu dengan yang lainnya dengan menggunakan form laporan atau evaluasi.

b. Audit Eksternal puskesmas

Merupakan penilaian pelaksanaan kesehatan kerja yang dilakukan oleh pihak luar (badan independen) yang telah ditunjuk sesuai peraturan yang berlaku.

3. Tindakan perbaikan dan pencegahan

a. Tindakan perbaikan.

Yaitu tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan akar penyebab ketidak sesuaian, tertularnya/timbulnya penyakit ditempat kerja, terjadinya kecelakaan/insiden yang ditemukan agar tak terulang lagi.


(17)

Pencegahan dan pengendalian risiko penyakit akibat kerja dan kecelakaan kerja harus dimulai sejak tahap perancangan dan perencanaan.

D. Indikator.

Adapun yang menjadi indikator dalam keberhasilan program ini adalah : 1. Rasio dokter/tenaga kesehatan yang terlatih kesehatan kerja.

2. Jumlah Pos UKK yang telah dibentuk dan dibina ditempat kerja.

3. Pemenuhan pelaksanaan elemen pelayanan kesehatan kerja dasar

dipuskesmas yang meliputi : penilaian dan pengendalian resiko, pemeriksaan kesehatan sebelum, berkala dan khusus, diagnosa dini dan pengobatan segera penyakit dan kecelakaan akibat kerja, promosi ditempat kerja, tindakan preventif bagi manajemen serta kendali bahaya dan risiko kesehatan dan keselamatan kerja, pencegahan kecelakaan, surveilan kesehatan kerja, pencataatan dan pelaporan serta dokumentasi.

4. Tersedianya data lingkungan (hazard) dan kesehatan kerja dikawasan

industri.

5. Persentasi pekerja yang telah mendapat pelayanan kesehatan kerja.

6. Persentasi tenmpat kerja dikawasan industri yang telah dibina kesehatan kerja.

7. Tersedianya data penyakit akibat kerja, penyakit akibat hubungan kerja

dan kecelakaan akibat kerja.

Secara umum dapat kita lihat system pelayanan kesehatan kerja dasar di puskesmas khususnya kawasan/sentra industri.

IV. PENUTUP

Dengan adanya penerapan upaya kesehatan kerja di puskesmas diharapkan dapat meningkatkan derajat kesehatan di masyarakat khususnya masyarakat pekerja. Disamping itu diharapkan dapat menurunkan angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Oleh sebab itu perlu dukungan dari berbagai instansi yang terkait terutama kerjasama lintas sektor dan lintas program, organisasi profesi, dunia usaha dan


(18)

serikat pekerja. Membangun komitmen bersama merupakan langkah yang cerdas sehingga pelaksanaan upaya kesehatan kerja dapat berjalan dengan lancar.

Disamping itu dalam pengembangan penerapan kesehatan dan keselamatan kerja secara berkesinambungan, perlu dilakukan penyusunan perencanaan jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang dengan melakukan perbaikan-perbaikan dari masalah dan kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan kesehatan kerja di puskesmas.

Tenaga kerja yang merupakan asset harus terus dikembangkan peran sertanya hingga akhirnya menuju kepada kemampuan mandiri agar tingkat ketergantungan kepada petugas kesehatan semakin kecil. Pihak perusahaan harus memberikan dukungan yang kuat terutama dari aspek manajerial sehingga diharapkan bisa tercipta lingkungan kerja yang sehat, aman dan nyaman sehingga pekerja bisa bekerja dengan tingkat produktivitas yang tinggi.

Merujuk dari pembahasan sebelumnya maka puskesmas sebagai ujung tombak dalam memberikan upaya kesehatan dan keselamatan kerja diwilayah kerjanya harus dapat menunjukkan eksistensinya. Keberhasilan penerapan kesehatan dan keselamatan kerja disuatu puskesmas sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia didalamnya, mulai dari tingkat pimpinan, staf sampai ke pelaksana baik sebagai pemikir dan pengambil komitmen, perencana, pelaksana dan seluruh pihak yang terkait.


(19)

DAFTAR PUSTAKA

Azwar,Azrul, 1996, Pengantar Administrasi Kesehatan, Binarupa Aksara, Jakarta. Depkes RI, 2005, Pedoman Pelaksanaan Upaya Kesehatan Kerja di Puskesmas, Jakarta.

……… , 2007, Pedoman Manajemen Kesehatan Kerja di Puskesmas, Jakarta. ..., 2008, Pedoman Pelayanan Kesehatan Kerja Pada Puskesmas

Kawasan/sentra Industri, Jakarta.

..., 2009, Undang-Undang Kesehatan No.36/2009. Jakarta.

Morrisey,George L, 1997, Pedoman Perencanaan Taktis, Prenhallindo, Jakarta. ……….., 1997, Pedoman Perencanaan Jangka Panjang, Prenhallindo, Jakarta

Suma’mur. 1996, Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja, PT. Toko Gunung Agung, Jakarta.


(1)

Tujuannya adalah :

1. Mengetahui adanya potensi bahaya dari suatu peralatan, proses, lingkungan kerja, material atau kegiatan kerja yang ada dapat menimbulkan penyakit atau kecelakaan pada pekerja.

2. Mengetahui perbedaan tingkatan risiko yang diterima pekerja dan untuk menyediakan data serta membantu evaluasi penanganan risiko. 3. Mengetahui cara penentuan prioitas pengendalian terhadap tingkat

risiko kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja pada pekerja. II. Analisis/penilaian risiko.

Penilaian risiko adalah proses untuk menentukan prioritas pengendalian terhadap tingkat kecelakaan akibat kerja atau penyakit akibat kerja.

III. Evaluasi risiko.

Evaluasi risiko adalah membandingkan tingkat risiko yang ada dengan criteria standar. Setelah itu tingkatan risiko yang ada untuk beberapa hazards dibua tingkatan prioritas manajemennya. Jika tingkat risiko ditetapkan rendah, maka risiko tersebut masuk kedalam kategori yang dapat diterima atau mungkin hanya memerlukan pemantauan saja tanpa harus melakukan pengendalian. IV. Pengendalian risiko.

Pengendalian resiko agar dilakukan seuai dengan urutan/hirarki pengenalian berikut :

1. Eliminasi (menghilangkan bahaya).

Merupakan langkah pertama dan ideal dengan menghentikan peralatan/prasarana yang menimbulkan bahaya.

2. Substitusi (mengganti).

Yaitu menggantikan sumber risiko dengan sarana lain dengan tingkat risiko lebih rendah.

3. Rekayasa (engineering).

Yaitu dilakukan penggantian peralatan kerja atau mempdifikasi alat agar tingkat risiko lebih rendah.

4. Pengendalian administrasi.

Tahapan ini menggunakan peraturan, prosedur, SOP atau pandan atau pemberian pelatihan sebagai langkah mengurangi risiko.


(2)

5. Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD)

APD merupakan pilihan terakhir dalam pencegahan bahaya terhadap pekerja dan disarankan digunakan bersamaan penggunaan langkah pengendalian lainnya.

V. Pemeriksaan kesehatan sebelum kerja, berkala dan khusus (sebelum mutasi, setelah cuti sakit/cuti panjang, kejadian luar biasa) dan perna bakti (menjelang pension/PHK).

VI. Diagnosa dini dan pengobatan segera PAK atau KAK dapat dideteksi melalui keluhan, anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang lainnya.

VII. Pelayanan instalasi gawat darurat.

Petugas dapat menyediakan pertolongan pertama dan melatih personil dalam memberikan pertolongan pertama ditempat kerja.

VIII. Pelayanan kesehatan umum, kuratif dan rehabilitasi.

Personil pelayanan kesehatan kerja dasar dapat menyediakan pelayanan pencegahan umum dengan menyediakan imunisasi dan dengan membimbing aktivitas promosi kesehatan dan pencegahan untuk memperkenalkan gaya hidup sehat.

IX. Promosi kesehatan ditempat kerja (PKDTK) termasuk psikososial dan gizi kerja.

X. Pencegahan kecelakaan. XI. Surveilans lingkungan kerja. XII. Surveilans kesehatan kerja.

XIII. Pencatatan, pelaporan dan dokumentasi.

C. Evaluasi

Evaluasi dapat dilakukan untuk keberhasilan program setiap tahun. Hasil evaluasi diumpan balik pada semua mitra kerja diwilayah kerja serta diinformasikan kepada jajaran administrasi yang lebih tinggi. Dalam pelaksanaan evaluasi, puskesmas melakukan kegiatan sebagai berikut :

1. Memfasilitasi pengembangan unit pelayanan kesehatan kerja di BP/klinik perusahaan dikawasan industri bersama-sama dengan kabupaten/kota. 2. Pembinaan dan evaluasi.


(3)

a. Frekuensi kunjungan dan bimbingan minimal 4 kali setahun.

b. Pertemuan koordinasi puskesmas dengan pengusaha, serikat pekerja, melibatkan lintas sektor untuk mengetahui permasalahan kesehatan kerja.

Evaluasi bertujuan mengembangkan program kesehatan kerja yang telah dilaksanakan sesuai dengan rencana yang ditentukan, maupun untuk pengembangan serta berkelanjutan. Untuk mendukung keberhasilan program evaluasi maka Inspeksi dan pengujian serta audit kesehatan kerja perlu dilaksanakan di puskesmas.

Menurut depkes (2007) dalam pelaksanaan evaluai penerapan kesehatan kerja dipuskesmas ada beberap hal yang dilakukan, antara lain : 1. Inspeksi dan pengujian

Puskesmas harus menetapkan dan memeliharan prosedur inspeksi, pengujian dan pemantauan yang berkaitan dengan tujuan dan sasaran kesehatan kerja dan keselamatan kerja.

2. Audit kesehatan kerja puskesmas

Dalam pelaksanaan audit dapat dibagi dalam 2 tahapan, antara lain : a. Audit internal puskesmas.

Pelaksanaan audit internal dilakukan oleh puskesmas sendiri dengan penilaian di tiap unit petugas dari ruangan yang satu dengan yang lainnya dengan menggunakan form laporan atau evaluasi.

b. Audit Eksternal puskesmas

Merupakan penilaian pelaksanaan kesehatan kerja yang dilakukan oleh pihak luar (badan independen) yang telah ditunjuk sesuai peraturan yang berlaku.

3. Tindakan perbaikan dan pencegahan a. Tindakan perbaikan.

Yaitu tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan akar penyebab ketidak sesuaian, tertularnya/timbulnya penyakit ditempat kerja, terjadinya kecelakaan/insiden yang ditemukan agar tak terulang lagi. b. Tindakan pencegahan.


(4)

Pencegahan dan pengendalian risiko penyakit akibat kerja dan kecelakaan kerja harus dimulai sejak tahap perancangan dan perencanaan.

D. Indikator.

Adapun yang menjadi indikator dalam keberhasilan program ini adalah : 1. Rasio dokter/tenaga kesehatan yang terlatih kesehatan kerja.

2. Jumlah Pos UKK yang telah dibentuk dan dibina ditempat kerja.

3. Pemenuhan pelaksanaan elemen pelayanan kesehatan kerja dasar dipuskesmas yang meliputi : penilaian dan pengendalian resiko, pemeriksaan kesehatan sebelum, berkala dan khusus, diagnosa dini dan pengobatan segera penyakit dan kecelakaan akibat kerja, promosi ditempat kerja, tindakan preventif bagi manajemen serta kendali bahaya dan risiko kesehatan dan keselamatan kerja, pencegahan kecelakaan, surveilan kesehatan kerja, pencataatan dan pelaporan serta dokumentasi. 4. Tersedianya data lingkungan (hazard) dan kesehatan kerja dikawasan

industri.

5. Persentasi pekerja yang telah mendapat pelayanan kesehatan kerja.

6. Persentasi tenmpat kerja dikawasan industri yang telah dibina kesehatan kerja.

7. Tersedianya data penyakit akibat kerja, penyakit akibat hubungan kerja dan kecelakaan akibat kerja.

Secara umum dapat kita lihat system pelayanan kesehatan kerja dasar di puskesmas khususnya kawasan/sentra industri.

IV. PENUTUP

Dengan adanya penerapan upaya kesehatan kerja di puskesmas diharapkan dapat meningkatkan derajat kesehatan di masyarakat khususnya masyarakat pekerja. Disamping itu diharapkan dapat menurunkan angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Oleh sebab itu perlu dukungan dari berbagai instansi yang terkait terutama kerjasama lintas sektor dan lintas program, organisasi profesi, dunia usaha dan


(5)

serikat pekerja. Membangun komitmen bersama merupakan langkah yang cerdas sehingga pelaksanaan upaya kesehatan kerja dapat berjalan dengan lancar.

Disamping itu dalam pengembangan penerapan kesehatan dan keselamatan kerja secara berkesinambungan, perlu dilakukan penyusunan perencanaan jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang dengan melakukan perbaikan-perbaikan dari masalah dan kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan kesehatan kerja di puskesmas.

Tenaga kerja yang merupakan asset harus terus dikembangkan peran sertanya hingga akhirnya menuju kepada kemampuan mandiri agar tingkat ketergantungan kepada petugas kesehatan semakin kecil. Pihak perusahaan harus memberikan dukungan yang kuat terutama dari aspek manajerial sehingga diharapkan bisa tercipta lingkungan kerja yang sehat, aman dan nyaman sehingga pekerja bisa bekerja dengan tingkat produktivitas yang tinggi.

Merujuk dari pembahasan sebelumnya maka puskesmas sebagai ujung tombak dalam memberikan upaya kesehatan dan keselamatan kerja diwilayah kerjanya harus dapat menunjukkan eksistensinya. Keberhasilan penerapan kesehatan dan keselamatan kerja disuatu puskesmas sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia didalamnya, mulai dari tingkat pimpinan, staf sampai ke pelaksana baik sebagai pemikir dan pengambil komitmen, perencana, pelaksana dan seluruh pihak yang terkait.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Azwar,Azrul, 1996, Pengantar Administrasi Kesehatan, Binarupa Aksara, Jakarta.

Depkes RI, 2005, Pedoman Pelaksanaan Upaya Kesehatan Kerja di Puskesmas, Jakarta.

……… , 2007, Pedoman Manajemen Kesehatan Kerja di Puskesmas, Jakarta.

..., 2008, Pedoman Pelayanan Kesehatan Kerja Pada Puskesmas Kawasan/sentra Industri, Jakarta.

..., 2009, Undang-Undang Kesehatan No.36/2009. Jakarta.

Morrisey,George L, 1997, Pedoman Perencanaan Taktis, Prenhallindo, Jakarta.

……….., 1997, Pedoman Perencanaan Jangka Panjang, Prenhallindo, Jakarta

Suma’mur. 1996, Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja, PT. Toko Gunung Agung, Jakarta.