Identifikasi Fungsi yang Berkembang pada Batang Sawit Pasca Penebangan

IDENTIFIKASI FUNGI YANG BERKEMBANG PADA BATANG SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) PASCA PENEBANGAN
SKRIPSI Oleh:
Hisar Panjaitan / Tehnologi Hasil Hutan 061203027
PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2012
Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK
HISAR PANJAITAN Identifikasi Fungi yang Berkembang Pada Batang Sawit Pasca Penebangan dibawah bimbingan RIDWANTI dan YUNASFI.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis fungi yang berkembang pada batang pohon kelapa sawit setelah dilakukan penebangan dalam proses peremajaan pohon kelapa sawit. Penelitian ini dilakukan di Kebun Percobaan Tambunan A Universitas Sumatra Utara. Fungi diisolasi dan diidentifikasi di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan dari bulan September 2011 Sampai bulan November 2011.
Hasil penelitian diperoleh 4 jenis fungi yang terdapat pada batang kelapa sawit yang telah dilakukan peremajaan, yang diambil dari 4 pohon kelapa sawit sebagai sampel. Pada setiap pohonnya dilakukan pembagian pada bagian pangkal, tengah dan ujung pohon. Dari hasil isolasi pada sampel, diperoleh yaitu: Arthrinium phaespermum, Chaetomium brasiliense, Penicillium simplicissimum dan Ulocladium botrytis. Jenis fungi yang paling banyak teridentifikasi pada bagian batang sawit adalah jenis fungi Arthrinium phaespermum.
Kata Kunci: Batang kelapa sawit, fungi, identifikasi
Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT
HISAR PANJAITAN Identification of fungi that developed in post-harvest oil palm trunk. Under academic supervision of RIDWANTI and YUNASFI.
The research aims to know the kinds of fungi that grow on palm trees after logging in the process of rejuvenation of palm trees. The research was conducted in Kebun Percobaan Tambunan A Universitas Sumatra Utara. Fungi isolated and identified in Microbiology Laboratory of the Department of Biology Faculty of Mathematics and Natural Sciences, University of North Sumatra. The research was conducted from September 2011 until November 2011.
The results obtained, four types of fungi found on oil palm trunks that have been made a rejuvenation, wich is taken from four palm trees as a sample. for each tree, made a division at the base of the tree, middle, and end of the tree. From the results of isolation obtained the Arthrinium phaespermum, Chaetomium brasiliense, Penicillium simplicissimum and Ulocladium botrytis as a result of identification from the sample. The type of fungi that most identified from the palm trunk is a type of fungi Arthrinium phaeospermum Key words : Palm trunks, Fungi , Identification
Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan hasil penelitian ini tepat pada waktunya dengan judul “Identifikasi Fungsi yang Berkembang pada Batang Sawit Pasca Penebangan”. Hasil penelitian ini disusun sebagai satu syarat untuk mendapat gelar sarjana di Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi fungi yang yang berkembang pada batang kelapa sawit setelah dilakukan penebangan pada perkebunan kelapa sawit, serta mengatasi limbah batang sawit, sehingga dapat mempercepat dekomposisi batang kelapa sawit pasca penebangan.. Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ibu Ridwanti Batubara, S.Hut, MP dan Bapak Dr.Ir. Yunasfi,Msi selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang banyak memberikan masukan, saran dan bantuannya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan hasil penelitian ini. Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karenanya penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan penyusunan proposal ini. Semoga proposal ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu dan pengetahuan.
Medan, Maret 2012
Penyusun
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI

Halaman KATA PENGANTAR........................................................................................ i

DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii

DAFTAR GAMBAR.......................................................................................... iii

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian.............................................................................. Tujuan Penelitian ........................................................................................... Manfaat Penelitian ......................................................................................... Hipotesa Penelitian ........................................................................................

1 4 4 4

TINJAUAN PUSTAKA Kelapa Sawit................................................................................................... Pemanenan Kelapa Sawit .............................................................................. Pengenalan Fungi ...........................................................................................

4 8 11


METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian ........................................................................ Bahan dan Alat Penelitian ............................................................................. Prosedur Penelitian ........................................................................................ Pembuatan media PotatoDextrose Agar ................................................ Isolasi Fungi............................................................................................. Identifikasi Fungi.....................................................................................

15 15 16 16 16 17

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Isolasi dan Identifikasi ....................................................................... Identifikasi Fungi ........................................................................................... Pembahasan ...................................................................................................

18 19 23

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan..................................................................................................... 28 Saran ............................................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA................. ....................................................................... 29

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR GAMBAR Halaman
1. Kelapa Sawit (Elaais guineensis)................................................................... 4 2. Proses Pemanenan Kelapa Sawit ................................................................... 9 3. Bentuk Makroskopis dan Mikroskopis Ulocladium botrytis ........................ 23 4. Bentuk Makroskopis dan Mikroskopis Penicillium simplicissimum ........... 25 5. Bentuk Makroskopis dan Mikroskopis Chaetomium brasiliense ................ 26 6. Bentuk Makroskopis dan Mikroskopis Arthrinium phaespermum .............. 27
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR TABEL Halaman
1. Jenis-Jenis Fungi yang Teridentifikasi Batang Kelapa Sawit .................. 18

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK
HISAR PANJAITAN Identifikasi Fungi yang Berkembang Pada Batang Sawit Pasca Penebangan dibawah bimbingan RIDWANTI dan YUNASFI.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis fungi yang berkembang pada batang pohon kelapa sawit setelah dilakukan penebangan dalam proses peremajaan pohon kelapa sawit. Penelitian ini dilakukan di Kebun Percobaan Tambunan A Universitas Sumatra Utara. Fungi diisolasi dan diidentifikasi di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan dari bulan September 2011 Sampai bulan November 2011.
Hasil penelitian diperoleh 4 jenis fungi yang terdapat pada batang kelapa sawit yang telah dilakukan peremajaan, yang diambil dari 4 pohon kelapa sawit sebagai sampel. Pada setiap pohonnya dilakukan pembagian pada bagian pangkal, tengah dan ujung pohon. Dari hasil isolasi pada sampel, diperoleh yaitu: Arthrinium phaespermum, Chaetomium brasiliense, Penicillium simplicissimum dan Ulocladium botrytis. Jenis fungi yang paling banyak teridentifikasi pada bagian batang sawit adalah jenis fungi Arthrinium phaespermum.
Kata Kunci: Batang kelapa sawit, fungi, identifikasi
Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT
HISAR PANJAITAN Identification of fungi that developed in post-harvest oil palm trunk. Under academic supervision of RIDWANTI and YUNASFI.
The research aims to know the kinds of fungi that grow on palm trees after logging in the process of rejuvenation of palm trees. The research was conducted in Kebun Percobaan Tambunan A Universitas Sumatra Utara. Fungi isolated and identified in Microbiology Laboratory of the Department of Biology Faculty of Mathematics and Natural Sciences, University of North Sumatra. The research was conducted from September 2011 until November 2011.
The results obtained, four types of fungi found on oil palm trunks that have been made a rejuvenation, wich is taken from four palm trees as a sample. for each tree, made a division at the base of the tree, middle, and end of the tree. From the results of isolation obtained the Arthrinium phaespermum, Chaetomium brasiliense, Penicillium simplicissimum and Ulocladium botrytis as a result of identification from the sample. The type of fungi that most identified from the palm trunk is a type of fungi Arthrinium phaeospermum Key words : Palm trunks, Fungi , Identification
Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN
Latar Belakang Kelapa sawit merupakan tanaman komoditas perkebunan yang cukup
penting di Indonesia dan masih memiliki prospek pengembangan yang cukup cerah. Komoditas kelapa sawit, baik berupa bahan mentah maupun hasil olahannya, menduduki peringkat ketiga penyumbang devisa nonmigas terbesar bagi Indonesia setelah karet dan kopi (Darmono, 1996).
Kelapa sawit mempunyai masa produktif secara umum lebih kurang 25 tahun, lalu setelah itu tanaman sawit harus diremajakan. Bila tidak, produksi buah akan banyak berkurang dan pohon sudah terlalu tinggi untuk dapat dipanen. Dari peremajaan akan dihasilkan sejumlah biomassa, tapi yang paling penting adalah pelepah dan batang. Mengembalikan biomassa ke areal perkebunan kembali membutuhkan waktu yang lama. Biomassa yang tetap berada pada areal perkebunan setelah peremajaan tersebut dapat menjadi sumber hara bagi tanaman baru. Satu diantara berbagai sumber unsur hara pada areal pertanaman kelapa sawit berasal dari limbah batang kelapa sawit. Supaya unsur hara dapat tersedia bagi tanaman, maka batang kelapa sawit yang sudah ditebang perlu terdegradasi terlebih dahulu (Isroi, 2006).
Salah satu kelemahan dari limbah batang sawit adalah kadar air dan kandungan pati dalam batang yang tinggi. Sehingga produk yang dihasilkan menjadi tidak stabil dan rentan terhadap serangan mikroorganisme. Berbagai usaha telah dilakukan untuk pemanfaatan limbah batang sawit seperti menjadikannya sebagai kompos, namun hasilnya belum maksimal dan membutuhkan biaya yang cukup besar (Sastrosayono, 2008)

Universitas Sumatera Utara

Dalam pemanfaatannya limbah batang kelapa sawit telah banyak dilakukan, diantaranya pemanfaatan limbah batang sawit sebagai substitusi kayu. Kegiatan ini di satu sisi memberikan manfaat karena dapat meningkatkan nilai tambah batang kelapa sawit. Di sisi lain pemanfaatan limbah substitusi kayu menyebabkan terjadinya pengangkutan sebagian besar biomassa dari lahan perkebunan. Biomassa yang tetap berada pada areal perkebunan dapat menjadi sumber unsur hara bagi tanaman baru. Limbah batang sawit masih belum dimanfaatkan secara optimal, bahkan limbah tersebut seringkali dibuang bahkan dibakar tanpa adanya pengolahan lebih lanjut. Limbah batang sawit menjadi masalah karena sifatnya yang volumentris banyak memakan tempat dan tidak mudah terdegradasi di areal perkebunan (Sunarko, 2008)
Dalam proses degradasi kayu atau batang kelapa sawit, akan melibatkan organisme maupun mikroorganisme yang terdapat pada areal perkebunan kelapa sawit. Fungi merupakan salah satu diantara beberapa mikroorganisme yang berperan dalam proses degradasi. Keberadaan fungi pada limbah batang kelapa sawit diperkirakan dapat mempercepat terjadinya proses degradasi. Berdasarkan permasalahan diatas maka perlu dilakukan penelitian percepatan degradasi limbah batang sawit dengan menggunakan fungi dekomposer (Isroi, 2006).
Pemanfaatan berbagai fungi yang berasal dari batang kelapa sawit yang sudah melapuk, merupakan satu alternatif yang dapat dilaksanakan. Fungi mempunyai kemampuan untuk mendegradasi kayu karena menghasilkan enzim yang dapat menguraikan selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Batang kelapa sawit merupakan bahan berlignoselulosa seperti kayu, kandungan kimia batang sawit adalah selulosa 54,38 %,; lignin 23,95%; abu 2,02%, dan unsur-unsur lainnya.
Universitas Sumatera Utara

Dengan pendekatan bahwa batang sawit bahan berlignoselulosa maka dekomposisi sawit tidak jauh berbeda dengan dekomposisi kayu. Berdasarkan hal tersebut pemanfaatan fungi pelapuk kayu yang sudah teridentifikasi memungkinkan untuk digunakan dalam mempercepat proses degradasi pohon sawit (Bakar, 2003).
Fungi merupakan satu diantara beberapa organisme yang berperan maupun mempercepat terjadinya proses degradasi. Sehingga perlu dilakukan identifikasi fungi untuk menyelesaikan masalah ketika dilakukan peremajaan pada perkebunan sawit. Maka untuk meningkatkan pemanfaatan pohon sawit dan menjadi salah satu solusi permasalahan ketika melakukan peremajaan pada perkebunan kelapa sawit, maka perlu dilakukan identifikasi jenis-jenis fungi yang berkembang pada batang sawit pasca penebangan. Karena sampai saat ini informasi tentang fungi yang berkembang pada batang sawit masih jarang ditemui. Dikarenakan batang sawit merupakan bahan berlignoselulosa seperti kayu, maka metode yang digunakan adalah metode yang dilakukan untuk kayu terutama untuk isolasi dan identifikasi fungi serta pengujiannya. Atas dasar pemikiran-pemikiran tersebut, maka peneliti merasa perlu untuk melakukan penelitian dengan judul “Identifikasi fungi yang berkembang pada batang sawit pasca penebangan”.
Tujuan Penelitian Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis-
jenis fungi yang berkembang pada batang pohon kelapa sawit setelah dilakukan penebangan dalam proses peremajaan pohon kelapa sawit.
Universitas Sumatera Utara

Manfaat Penelitian Adapun manfaat dilakukannya penelitian ini adalah untuk memberi
informasi kepada perkebunan kelapa sawit di Indonesia dalam mengatasi limbah batang pohon kelapa sawit, sehingga dapat mempercepat dekomposisi batang kelapa sawit pasca penebangan. Hipotesis Penelitian
Ketika dilakukannya proses peremajaan batang kelapa sawit pada perkebunan kelapa sawit, terdapat indikasai bahwa ada beberapa jenis fungi yang berkembang pada batang sawit pasca penebangan.
Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA Kelapa Sawit
Kelapa sawit pertama kali di perkenalkan di Indonesia oleh pemerintah Belanda pada tahun 1848, saat itu ada 4 batang bibit kelapa sawit yang di bawa dari Mamitius dan Amsterdam lalu ditanam di kebun Raya Bogor. Pada tahun 1911, kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial. Perintis usaha perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah Adrien Hallet (orang Belgia). Budidaya yang dilakukan diikutii oleh K. Schadt yang menandai lahirnya perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh. Luas areal perkebunan mencapai 5.123 Ha. Pada tahun 1919 mengekspor minyak sawit sebesar 576 ton dan pada tahun 1923 mengekspor minyak inti sawit sebesar 850 ton. (Risza, 2008).

Gambar 1. Batang Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Kelapa sawit (Elaeis guinensis) adalah tumbuhan industri penting penghasil minyak masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel) Perkebunannya menghasilkan keuntungan besar sehingga banyak hutan dan perkebunan lama dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit. Indonesia adalah penghasil minyak kelapa sawit kedua dunia setelah Malaysia.
Universitas Sumatera Utara

Di Indonesia penyebarannya di daerah Aceh, pantai timur Sumatra, Jawa, dan Sulawesi (Bakar, 2003).
Kelapa sawit merupakan pohon yang tingginya dapat mencapai 24 meter. Mempunyai akar serabut yang mengarah ke bawah dan samping. Selain itu juga terdapat beberapa akar napas yang tumbuh mengarah ke samping atas untuk mendapatkan tambahan aerasi. Seperti jenis palma lainnya, daunnya tersusun majemuk menyirip. Daun berwarna hijau tua dan pelepah berwarna sedikit lebih muda. Penampilannya agak mirip dengan tanaman salak, hanya saja dengan duri yang tidak terlalu keras dan tajam. Batang tanaman diselimuti bekas pelepah hingga umur 12 tahun. Setelah umur 12 tahun pelepah yang mengering akan terlepas sehingga penampilan menjadi mirip dengan kelapa. Bunga jantan dan betina terpisah namun berada pada satu pohon (monoecious diclin) dan memiliki waktu pematangan berbeda sehingga sangat jarang terjadi penyerbukan sendiri. Bunga jantan memiliki bentuk lancip dan panjang sementara bunga betina terlihat lebih besar dan mekar. Tanaman sawit dengan tipe cangkang pisifera bersifat female steril sehingga sangat jarang menghasilkan tandan buah dan dalam produksi benih unggul digunakan sebagai tetua jantan (Sastrosayono, 2008).
Habitat asli kelapa sawit adalah daerah semak belukar. Sawit dapat tumbuh dengan baik di daerah tropis. Pohon kelapa sawit mempunyai beberapa syarat tumbuh yaitu kelapa sawit hanya dapat tumbuh di daerah tropis. Tanaman ini dapat tumbuh ditempat berawa (swamps) di sepanjang bantaran sungai dan di tempat yang basah. Di dalam hutan hujan tropis, tanaman ini tidak dapat tumbuh karena terlalu lembab dan tidak mendapat cahaya matahari karena ternaungi kanopi tumbuhan yang lebih tinggi. Angin tidak mempengaruhi pertumbuhan
Universitas Sumatera Utara

karena bentuk daun yang sedemikian rupa sehingga tidak mudah dirusak angin. Benih kelapa sawit mengalami dormansi yang cukup panjang. Diperlukan aerasi yang baik dan suhu yang tinggi untuk memutuskan masa dormansi agar bibit dapat berkecambah. Pada proses perkecambahan diperlukan kelembaban 60-80% dengan suhu 35ºC. Curah hujan tahunan antara 1.500-4.000 mm, curah hujan optimal 2.000-3.000 mm/tahun (Sunarko, 2008).
Kelapa sawit merupakan pohon yang mengandung serat berlignoselulosa. Tandan kosong kelapa sawit (TKKS) merupakan bahan berlignoselulosa yang selama ini digunakan sebagai bahan baku industri pulp dan kertas yang ternyata pengolahannya masih menimbulkan limbah. Oleh karena itu salah satu cara pemanfaatan limbah berupa batang dan tandan kosong sawit adalah sebagai bahan baku serat untuk menghasilkan kertas atau sebagai bahan baku papan serat. Serat batang kelapa sawit diduga tidak jauh berbeda dengan serat batang kelapa (jenis Palmae), karena itu seratnya termasuk serat pendek. Alternatif lain dari pemanfaatan serat batang sawit adalah sebagai bahan baku pembuatan papan serat. Kelapa sawit dipanen terus sampai tanaman berumur 30 tahun, dan pada umur 35 tahun perlu diremajakan. Dalam proses pemanenan buah kelapa sawit untuk pengolahan minyak terdapat limbah antara lain berupa tandan kosong yang sampai saat ini belum banyak dimanfaatkan (Sunarko, 2008).
Pemanenan Kelapa sawit Kelapa sawit berbuah setelah berumur 25 tahun dan buahnya masak 5,5
bulan setelah penyerbukan. Suatu areal sudah dapat dipanen jika tanaman telah
Universitas Sumatera Utara

berumur 31 bulan, sedikitnya 60% buah telah matang panen, dari 5 pohon terdapat 1 tandan buah matang panen. Ciri tandan matang panen adalah sedikitnya ada lima buah yang lepas / jatuh dari tandan yang beratnya kurang dari 10 kg atau sedikitnya ada 10 buah yang lepas dari tandan yang beratnya 10 kg atau lebih. (Darmono, 1996).
Pada proses pemanenan kelapa sawit, ciri-ciri lain yang digunakan adalah apabila sebagian buah sudah membrondol (jatuh di piringan) secara alamiah dan bobot rata-rata tandan sudah mencapai 3 kg. Kriteria panen yang diharapkan adalah bila tingkat kematangan buah sudah mencapai fraksi kematangan 1-3 dimana persentase buah luar yang jatuh sekitar 12,5 % -75 %. Ada dua jenis sistem panen, yaitu sistem giring dan sistem tetap (Ditjen PPHP, 2006).
Dalam budidaya kelapa sawit panen merupakan salah satu kegiatan penting dan merupakan saat-saat yang ditunggu oleh pemilik kebun, karena saat panen adalah indikator akan dimulainya pengembalian investasi yang telah ditanamkan dalam budidaya. Melalui pemanenan yang dikelola dengan baik akan diperoleh produksi yang tinggi dengan mutu yang baik dan tanaman mampu bertahan dalam umur yang panjang. Berbeda dengan tanaman semusim, pemanenan kelapa sawit hanya akan mengambil bagian yang paling bernilai ekonomi tinggi yaitu tandan buah yang menghasilkan minyak kelapa sawit dan inti kelapa sawit dan tetap membiarkan tanaman berproduksi secara terus menerus sampi batas usia ekonomisnya habis. Secara umum batas usia ekonomis kelapa sawit berkisar 25 tahun, dan dapat berkurang bergantung dari tingkat pemeliharaan yang dilakukan termasuk cara pemananen. Pemanen kelapa sawit yang salah akan mengakibatkan rendahnya produksi dan pendeknya usia
Universitas Sumatera Utara

ekonomis, oleh karena itu pemanenan harus dilakukan dengan tepat agar tanaman tetap berproduksi baik dan diperoleh mutu yang baik. Selain itu setelah panen harus segera dilakukan penanganan pasca panen menginggat tandan buah kelapa sawit akan cepat mengalami penurunan mutu dalam waktu 24 jam setelah panen (Risza, 2008).

Gambar 2. Proses Pemanenan Kelapa Sawit. Cara pemanenanya dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: tandan matang harus dipanen semuanya dengan criteria 25 -75 % buah luar memberondol atau kurang matang dengan 12,5-25 % buah luar memberondol. Lalu potong pelepah daun yang menyangga buah. Tandan buah dipotong dengan dodos / agrek di dekat pangkalnya dan beri tanda di tempat bekas potongan yang berisi nama pemanen dan tanggal panen lalu tumpuk pelepah daun yang dipotong secara teratur di gawangan (ruang kosong diantara barisan tanaman) dengan cara ditelungkupkan (Sastrosayono, 2008). Kerusakan bahan baku dapat terjadi salama masa pasca panen. Kerusakan dapat berupa trash (kotoran dan sampah), memarnya buah, buah mentah dan busuk serta buah yang layu. Kerusakan bahan baku secara kualitas sangat merugikan, kerusakan harus ditekan seminimal mungkin (Sunarko, 2008).
Universitas Sumatera Utara

Pada waktu peremajaan akan dihasilkan sejumlah biomassa, tapi yang paling penting adalah pelepah dan batang. Mengembalikan biomassa ke areal perkebunan kembali membutuhkan waktu yang lama. Biomassa yang tetap berada pada areal perkebunan setelah peremajaan tersebut dapat menjadi sumber hara bagi tanaman baru. Satu diantara berbagai sumber unsur hara pada areal pertanaman kelapa sawit berasal dari limbah batang kelapa sawit. Supaya unsur hara dapat tersedia bagi tanaman, maka batang kelapa sawit yang sudah ditebang perlu terdegradasi terlebih dahulu (Isroi, 2006).
Dalam proses degradasi kayu atau batang kelapa sawit, akan melibatkan organisme maupun mikroorganisme yang terdapat pada areal perkebunan kelapa sawit. Fungi merupakan salah satu diantara beberapa mikroorganisme yang berperan dalam proses degradasi. Keberadaan fungi pada limbah batang kelapa sawit diperkirakan dapat mempercepat terjadinya proses degradasi. Berdasarkan permasalahan diatas maka perlu dilakukan penelitian percepatan degradasi limbah batang sawit dengan menggunakan fungi decomposer (Sunarko, 2008).
Pengenalan Fungi
Fungi adalah organisme tidak berklorofil, berbentuk hifa/sel tunggal eukariotik, berdinding sel dari kitin atau selulosa, berproduksi secara seksual dan aseksual. Fungi dimasukkan dalam kingdom tersendiri sebab cara mendapatkan makanannya berbeda dari organisme-organisme eukariotik lainnya, yaitu melalui absorbsi. Fungi berkembang biak secara seksual melalui peleburan dua inti sel dengan urutan terjadinya plasmogami, kariogami, miosis dan secara aseksual
Universitas Sumatera Utara

dengan membentuk karpus yang didalamnya mengandung hifa-hifa fertile yang menghasilkan spora atau konidia. Sebagian tubuh fungi terdiri atas benangbenang yang disebut hifa, jalinan hifa yang semacam jala itu disebut sebagai miselium (Abadi, 2003).
Menurut Gandjar dkk. (2006) hifa dapat dibedakan atas dua tipe hifa yang fungsinya berbeda, yaitu yang menyerap unsur hara dari substrat dan yang menyangga alat-alat reproduksi. Hifa umumnya rebah pada permukaan substrata tau tumbuh kedalam substrat dan fungsinya untuk mengabsorbsi unsur hara yang diperlukan bagi kehidupan fungi di sebut hifa vegetative. Hifa yang umumnya tegak pada miselium yang terdapat dipermukaan substrat disebut hifa fertile, karena berperan untuk reproduksi. Hifa-hifa yang telah menjalin suatu jaringan muselium makin lama makin tebal dan membentuk suatu koloni yang dapat dilihat dengan mata telanjang.
Fungi merupakan kelompok jasad hidup yang mempunyai inti sel dengan membran inti yang sempurna, tidak mempunyai klorofil, uniseluler atau multiseluler serta berkembang biak dengan spora. Spora fungi terbentuk dari hasil pembiakan vegetatif maupun generatif. Fungi tidak mempunyai klorofil maka hidupnya bersifat heterotrof dapat sebagai parasit atau sebagai sporofit (Schaechter, 2004).
Menurut Samosir (2009) ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan fungi antara lain:
1. Suhu Jamur perusak kayu dapat berkembang pada interval suhu yang cukup lebar,
tetapi pada kondisi-kondisi alami perkembangan yang paling cepat terjadi selama
Universitas Sumatera Utara

periode-periode yang lebih panas dan lebih lembab dalam setiap tahun. Suhu optimum berbeda-beda untuk setiap jenis, tetapi pada umumnya berkisar antara 220C sampai 350C. Suhu maksimumnya berkisar antara 270C sampai 390C dengan suhu minimum kurang lebih 50C. 2. Substrat
Substrat merupakan sumber unsur hara utama bagi fungi yang baru dapat dimanfaatkan oleh fungi setelah fungi mengekskresikan enzim-enzim ekstraseluler yang dapat menguraikan senyawa-senyawa menjadi bentuk yang lebih sederhana.
3. Kelembaban Kebutuhan fungi akan kelembaban berbeda-beda, namun hampir semua jenis

jamur dapat hidup pada substrat yang belum jenuh air. Kadar air subtrat yang rendah sering menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhan jamur. hal ini terutama berlaku bagi jenis jamur yang hidup pada kayu atau tanah. Kayu dengan kadar air kurang dari 20% umumnya tidak terserang fungi perusak, sebaliknya kayu dengan kadar air 35-50% sangat disukai oleh fungi perusak.
4. Konsentrasi hidrogen (pH) Pada umumnya fungi akan tumbuh dengan baik pada pH kurang dari 7 (dalam
suasana asam sampai netral). Pertumbuhan yang optimum akan dicapai pada pH 4,5 sampai 5,5.
5. Bahan makanan (nutrisi) Jamur memerlukan makanan dari zat-zat yang terkandung dalam kayu seperti
selulosa, hemiselulosa, lignin dan zat-zat isi sel lainnya. Selulosa, hemiselulosa
Universitas Sumatera Utara

dan lignin yang menyusun kayu terdapat sebagai makromolekul yang terlalu besar dan tidak larut dalam air untuk diasimilasi langsung oleh cendawan. secara umum pertumbuhan fungi dipengaruhi oleh substrat, kelembaban, suhu, derajat keasaman substrat (pH), dan senyawa kimia dilingkungannya.
Fungi merupakan satu diantara berbagai kelompok mikroorganisme yang memainkan peran sangat penting dalam proses dekomposisi serasah bahan-bahan tumbuhan. Fungi merupakan pengurai utama dalam dekomposisi karena mempunyai kemampuan untuk menguraikan selulosa dan lignin. Seperti diketahui selulosa dan lignin secara bersama-sama merupakan komponen utama penyusun dinding sel daun (sinaga, 2003).
Oksigen adalah bahan yang penting untuk pertumbuhan fungi perusak kayu, tetapi kebutuhannya sangat sedikit, dan alas an kondisi biasa jumlah oksigen di dalam dan sekitar kayu dalam pemakaian atau dalam penyimpanan sudah cukup. Bagian-bagian dalam pohon dan kayu-kayu besar yang tidak dikeringkan, biasanya mengandung cukup udara dalam sel-sel yang memungkinkan perkembangan fungi bila kondisi-kondisi lainnya menguntungkan. Persedian oksigen didalam tanah makin ke bawah permukaan makin berkurang, dan pada kedalaman 150 sampai 180 cm mungkin tidak cukup untuk pembusukan terutama pada tanah yang rapat dan padat (Suprapti, dkk, 2006).
Dekomposisi adalah proses penghancuran organisme secara bertahap sehingga stukturnya tidak lagi dalam bentuk kompleks tetapi telah diuraikan menjadi bentuk-bentuk yang sederhana seperti air, karbondioksida dan komponen mineral. Dekomposisi bisa berarti pemisahan mekanik struktur tanaman mati dari tahap masih terikat pada tanaman hidup sampai tahap humus yang struktur selnya
Universitas Sumatera Utara

menjadi tidak berbentuk, karena terjadinya pemecahan molekul-molekul organik kompleks menjadi karbondioksida, air dan komponen-komponen mineral (Widiastuti, 2005).
Universitas Sumatera Utara

METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanaan selama 3 bulan, mulai dari bulan September hingga November. Pengambilan sampel batang sawit yang teridentifikasi fungi pada Kebun Percobaan Tambunan A Universitas Sumatra Utara. Pembuatan PDA dan pengisolasian serta pengidentifikasian fungi dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi Fakultas Matemetika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah batang pohon kelapa sawit yang telah di tebang, yaitu batang sawit yang dibiarkan ± 7 hari di lokasi penebangan, sampai muncul tanda-tanda bahwa batang sawit tersebut telah terserang oleh fungi. Potato Dextrose Agar (PDA) sebagai media dalam pertumbuhan fungi, alkohol 70 % dan chlorox 1 % sebagai bahan sterilisasi permukaan sampel, air steril sebagai pelarut.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cawan Petri yang digunakan untuk pembiakan fungi pada media Potato Dextrose Agar (PDA), gelas ukur, labu Erlenmayer, gelas benda, gelas penutup, laminar, flow, lampu Bunsen, autoklaf, inkubator, kompor, mikroskop cahaya, tabung reaksi, mikrometer, kaca objek, kaca penutup, pinset, label nama, aluminium foil, kapas, kamera digital dan alat tulis.

Prosedur Penelitian Pembuatan media Potato Agar (PDA)
Universitas Sumatera Utara

Kentang yang telah dikupas dan dipotong – potong dengan ukuran ± 1 x 1 x 1 cm sebanyak 200 gram di rebus dalam 500 ml air suling sampai cukup empuk. Hal ini dapat diketahui dengan menusuk kentang dengan garpu. Jika di tusuk terasa mudah, berarti kentang telah mengeluarkan sarinya. Kemudian 15 gram agar-agar larut, selanjutnya dekstrosa (dapat diganti dengan gula pasir) sebanyak 15 gram dimasukkan ke dalamnya. Air ekstrak kentang selanjutnya dituangkan ke dalam larutan agar-agar. Larutan ini kemudian disaring dengan kain katun yang tipis, larutan ditambahkan air steril sampai volumenya menjadi 100 ml. setelah dididihkan, larutan PDA dimasukkan ke dalam erlenmayer kemudian ditutup dengan kapas steril dan ditutup lagi dengan menggunakan aluminium foil. Kemudian di sterilkan di dalam autoclave selama kurang lebih 15 menit dengan suhu 121-124 oC pada tekanan 1,25 atm. Stelah itu PDA dikeluarkan dan dibiarkan hingga dingin (10-20 oC), kemudian di tuangkan kedalam cawan petri. Isolasi Fungi
Bagian batang sawit yang terinfeksi pada bagian pangkal. tengah, ujung diambil, kemudian dibersihkan dengan menggunakan air steril, dipotong persegi 0,5 x 0,5 cm lalu disterilkan dengan chlorox 1% selama 15-30 detik lalu potongan tersebut diambil dengan menggunakan pinset dan dicuci dengan air dan dikeringkan diatas tissue steril. Dilakukan pada setiap bagian batang sawit, Selanjutnya bagian tersebut ditanam dalam media PDA, dimana tiap cawan petri ditanam secara tiga kali ulangan dan dibiarkan sampai miselium fungi tumbuh pada media biakan tersebut. Lalu diisolasi kembali sampai didapat biakan murni dari tiap warna biakan untuk memperoleh biakan murni fungi yang telah dibiakan. Hal ini dilakukan berkali-kali sampai diperoleh biakan yang benar-benar murni.
Universitas Sumatera Utara

Identifikasi fungi Biakan murni fungi diremajakan pada media PDA, dan diinkubasi selama
5-7 hari pada suhu ruang. Isolat yang telah tumbuh pada media, diamati ciri – ciri makroskopiknya yaitu: sifat pertumbuhan hifanya, warna, perkembangan diameter, bentuk funginya. Isolat fungi juga ditumbuhkan pada kaca obyek (slide culture), yaitu dengan cara meletakkan potongan agar sebesar 4 x 4 x 2 mm yang telah ditumbuhi fungi pada kaca obyek, yang kemudian ditutup dengan kaca penutup. Isolat pada kaca obyek ini ditempatkan dalam kotak plastik berukuran 30 x 20 x 6 cm, yang telah di beri pelembab berupa kapas basah. Isolat fungi pada kaca obyek ini dibiarkan selama beberapa hari pada kondisi ruang sampai isolat fungi tumbuh cukup berkembang. Ketika isolat fungi telah cukup berkembang, dilakukan pengangkatan kaca penutup yang telah ditumbuhi fungi dengan hati – hati untuk membuang potongan agar. Selanjutnya pada bekas potongan agar ditetesi 1 tetes larutan lactofenol untuk membuat kultur pemanenan. Kaca penutup yang juga telah ditumbuhi fungi selanjutnya ditempatkan diatas larutan lactofenol diatas kaca obyek. Lalu diamati dengan menggunakan mikroskop, kemudian disesuaikan cirri-cirinya dengan buku identifikasi fungi untuk mengetahui cirri mikroskopik fungi tersebut.
Universitas Sumatera Utara

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Hasil isolasi fungi yang dapat diisolasi dari berbagai bagian batang kelapa

sawit mulai dari bagian pangkal tengah dan ujung batang yang berasal dari areal

perkebunan percobaan tambunan A universitas Sumatera Utara ditemukan 4 jenis


fungi yaitu: Arthrinium phaespermum, Chaetomium brasiliense, Penicillium

simplicissimum, dan Ulocladium botrytis. Adapun jumlah koloni yang muncul

dari berbagai bagian batang kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Jenis-Jenis Fungi yang Teridentifikasi Batang Kelapa Sawit

NO Nama Jenis

Pohon 1
PTU

Pohon 2
PTU

Pohon 3
PTU


Pohon 4
PTU

Jumlah Kemunculan
Koloni

1 Arthrinium

√√ √

√√



√7

phaesperm

um


2 Chaetomium





√√

4

brasiliense

3 Penicillium





√√

4

simplicissi

mum

4 Ulocladium

√√

2

botrytis

JUMLAH

17

Keterangan : √ = Ditemukan fungi P = Pangkal U = ujung
T = Tengah

Universitas Sumatera Utara

1. Ulocladium botrytis Hasil pengamatan makroskopik untuk jenis fungi Ulocladium botrytis
mempunyai bentuk koloni seperti pada gambar 3A. Pengamatan koloni pada hari ke 2 memiliki warna koloni putih, dan juga warna spora putih, Permukaan atas koloni berwarna putih begitu juga dengan permukaan bawah. Koloni memiliki diameter 2,7 cm pada hari ke 2. Pada umur 4 hari, terjadi pertambahan pada diameter koloni menjadi 4,75 cm. Warna koloni putih, warna spora berubah menjadi hijau, Serta permukaan atas dan bawah koloniberwarna putih. Pada umur 7 hari koloni telah memenuhi cawan Petri, dengan spora yang berwarna hijau mengelilingi. Pada hari ke 14, berdasarkan hasil pengamatan mikroskopik hifa dibatasi oleh sekat atau septa, memiliki jumlah konidia yang berlimpah, Fialid melekat pada konidiofor. Untuk ciri mikroskopik fungi Ulocladium botrytis dapat dilihat pada gambar 3B.

b1
AB

b2

Gambar 3. Ulocladium botrytis. (A) Bentuk koloni; (B) Bentuk mikroskopis; (b1) hifa, (b2) Konidia

2. Penicillium simplicissimum Hasil pengamatan makroskopik untuk jenis fungi Penicillium
simplicissimum mempunyai koloni seperti dapat dilihat pada gambar 4A, pengamatan koloni pada hari ke 2 memiliki warna koloni putih, serta warna spora

Universitas Sumatera Utara

putih, permukaan atas koloni berwarna putih, begitu juga dengan permukaan bawahnya. Diameter koloni 5,7 cm pada umur 2 hari. Pengamatan pada umur 4 hari, diameter pada koloni bertambah menjadi 6,9 cm. koloni berwarna putih, spora berwarna putih. Permukaan atas koloni tampak berwarna putih, sedangkan permukaan bawahnya tampak berwarna kuning. Pengamatan di hari ke 7, pertumbuhan koloni sudah memenuhi cawan petri, koloni tetap berwarna putih, sedangkan spora berwarna hijau, permukaan atas koloni tampak berwarna putih, dan permukaan bawahnya tampak berwarna kuning. Pada pengamatan hari ke 14 pengamatan mikroskopiknya memperlihatkan hifa yang dibatasi oleh septa atau sekat, konidia memiliki cabang dari bagian ujung hifa, memiliki diameter 3,1 µm, konidia berbentuk bulat dengan memiliki dinding yang halus serta memiliki diameter 2,2 µ m. Fialid melekat pada ujung konidiofor dan memiliki diameter 1,3 µm pada pengamatan dibawah mikroskop. Ciri mikroskopik dari jenis fungi Penicillium simplicissimum dapat dilihat pada gambar 4B.

b1

AB

b2

Gambar 4. Penicillium simplicissimum. (A) Bentuk koloni; (B) Bentuk Mikroskopis; (b1) Hifa, (b2) Konidia.

Universitas Sumatera Utara

3. Chaetomium brasiliense Untuk jenis fungi Chaetomium brasiliense berdasarkan pengamatan
makroskopiknya seperti pada gambar 5A, pengamatan koloni pada hari ke 2 memiliki warna koloni kuning dan warna sporanya putih. Untuk warna permukaan atas koloni pada awal pertumbuhan berwarna kuning, sedangkan permukaan bawahnya berwarna putih. Diameter pada umur 2 hari adalah 4,3 cm. Pada umur 4 hari melalui pengamatan didapatkan bahwa warna koloni kuning, dan warna spora putih. Permukaan atas koloni berwarna kuning, dan permukaan bawah koloni tampak berwarna putih. Diameter koloni berubah menjadi 6,3 cm pada umur 4 hari. Untuk umur 7 hari, koloni mengalami pertumbuhan dengan memenuhi cawan petri. Koloni tetap berwarna kuning, dengan spora yang berubah warna menjadi hijau, permukaan atasnya tampak berwarna kuning, sedangkan permukaan bwah koloni berwana putih. Untuk ciri mikroskopik, pada pengamatan di hari ke 14 hifanya bersepta jarang atau memiliki jarak antar dinding yang satu dengan yang lainnya merenggang, jarak antara spora rapat, dan untuk bentuk sporanya bulat. Ciri mikroskopik dari jenis fungi Chaetomium brasiliense dapat dilihat pada gambar 5B.
Universitas Sumatera Utara

b2 b1
AB Gambar 5. Chaetomium brasiliense. (A) Bentuk koloni; (B) Bentuk Mikroskopis;
(b1) Hifa, (b2) Konidia.
4. Arthirium phaespermum Hasil pengamatan makroskopik untuk jenis fungi Arthrinium
phaespermum mempunyai bentuk koloni seperti pada gambar 6A. Pengamatan koloni pada hari ke 2 mempunyai warna koloni putih dan warna sporanya hijau. Pada awal pertumbuhannya, permukaan atas koloni berwarna putih, begitu juga dengan permukaan bawahnya berwarna putih. Diameter awal pertumbuhannya pada umur 2 hari adalah 5,4 cm. pada umur 4 hari warna koloni putih, dan warna sporanya hijau. Warna permukaan atasnya tampak berwarna putih, sedangkan warna permukaan bawahnya tampak berwarna hijau. Diameter pertumbuhan pada umur 4 hari adalah 7,5 cm. Pada umur 7 hari koloni sudah memenuhi cawan petri, warna spora hijau yang mengelilingi koloni. Warna permukaan atas koloni berwarna hijau dan permukaan bwah berwarna hijau juga. Untuk pengamatan mikroskopiknya dimulai pada umur 14 hari, spora yang berwarna hijau mendominasi. Ada jarak antara septa pada hifa. Selain itu hifa juga tumbuh di permukaan. Konidia memiliki bentuk yang sirkular, sedangkan jarak antara konidia tidak rapat. Ciri mikroskopik dari jenis fungi Arthrinium phaespermum dapat dilihat pada gambar 6B.
Universitas Sumatera Utara

b2 b1
AB Gambar 6. Arthrinium phaespermum. (a) Bentuk koloni; (B) Bentuk
Mikroskopis; (b1) Hifa, (b2) Konidia.
Pembahasan Hasil pengamatan yang dilakukan bahwa semua fungi yang teridentifikasi
pada batang kelapa sawit pasca penebangan dapat tumbuh dikarenakan pengaruh dari substrat, kelembapan, derajat keasaman (pH) dan senyawa-senyawa di lingkungan sekitarnya, serta penyebaran fungi yang terjadi melalui penyebaran oleh angin ataupun dari tanah. Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa pada setiap bagian batang kelapa sawit terdapat keanekaragaman jenis yang cukup beragam menyerang batang kelapa sawit.
Diperoleh 4 jenis fungi yang menyerang batang kelapa sawit pasca penebangan. Selain itu ada juga jenis fungi yang menyerang sampel perbandingan batang kelapa sawit yang memiliki perbedaan lokasi penebangan. Keempat jenis fungi tersebut adalah A.phaespermum , C.brasiliense, P.simplicissimum, U.botrytis . Keempat jenis fungi yang diperoleh dari hasil pengamatan ini menyerang setiap bagian-bagian dari batang dikarenakan disetiap bagian batang kelapa sawit yang mengalami pembusukan memiliki kadar air dan kandungan pati dalam batang yang tinggi, sehingga memungkinkan diserang
Universitas Sumatera Utara

berbagai macam jenis mikroorganisme. keempat jenis fungi ini telah mendekomposisi batang kelapa sawit yang telah membusuk, hampir sama seperti yang dilakukan terhadap batang kayu, hal ini dukarenakan batang kelapa sawit merupakan bahan berlignoselulosa seperti kayu, kandungan kimia batang sawit adalah selulosa 54,38 %,; lignin 23,95%; abu 2,02%, dan unsur-unsur lainnya (Bakar, 2003).
Pada bagian pangkal batang kelapa sawit yang telah mengalami pembusukan, A.phaespermum menyerang pohon 1 dan pohon 3 sebagai sampel penelitian, tetapi tidak pada pohon 2, begitu juga dengan sampel pohon nomor 4. Terjadi perbedaan serangan pada jenis fungi ini terhadap bagian pangkal batang pada masing-masing sampel batang kayu yang digunakan, selain jarak pada setiap pohon, pengaruh suhu dan kelembapan serta penyebarannya, jenis fungi ini tersebar dan berutmbuh melalui tanah, sehingga banyak terdapat pada bagian pangkal sehingga faktor ini dapat dijadikan asumsi. Untuk jenis C.brasiliense tidak menyerang bagian pangkal batang pada sampel pohon 1,2,dan 3. Tetapi terdapat pada sampel batang perbandingan yang terdapat pada tempat yang berbeda. Untuk jenis P.simplicissimum hanya menyerang pangkal pohon 1,2, dan sampel pohon perbandingan. Jenis fungi ini juga dapat disebarkan melalui angin. Pada pohon 3 jenis fungi ini tidak teridentifikasi kemunculannya. sesuai dengan penelitian Herman dan Goenadi (1999) yang menyatakan bahwa mikroorganisme seperti Penicillium sp. mampu manghasilkan polisakarida yang berguna dalam perekat partikel tanah. Jadi fungi ini dapat meningkatkan agregat-agregat tanah sehingga aerasi tanah lebih baik, sehingga pertumbuhan tanaman juga akan lebih
Universitas Sumatera Utara

baik karna terdapat bahan organik bagi tanaman dari hasil pendekomposisian oleh fungi Penicillum terhadap kayu mati dan serasah dilahan tersebut.
Kelembapan sangat penting untuk pertumbuhan fungi. Fungi dapat hidup pada kisaran kelembapan udara 70-90 %. Derajat keasaman lingkungan, pH substrat sangat penting untuk pertumbuhan fungi, karena enzim-enzim tertentu hanya akan menguraikan suatu substrat sesuai dengan aktivitasnya pada pH tertentu. Umumnya fungi dapat tumbuh pada pH di bawah 7 (Gandjar et al. 2006). Identifikasi jenis fungi pada bagian tengah sampel batang kelapa sawit pasca penebangan yaitu, untuk jenis A.phaespermum hanya terodentifikasi pada sampel pohon 1, selain itu pada sampel pohon 2,3 dan 4 tidak. C.brasiliense terdapat dan teridentifikasi pada bagian tengah sampel pohon 1,2 dan sampel perbandingan pohon 4. Untuk jenis P.simplicissimum hanya teridentifikasi pada sampel pohon nomor 3, tetapi tidak teridentifikasi pada bagian tengah sampel pohon lainnya. Jenis fungi U.botrytis hanya teridentifikasi pada bagian tengah sampel pohon yang terdapat di luar areal perkebunan, yaitu pohon 4, untuk pohon 1 sampai 3 tidak teridentifikasi. Hal ini dikarenakan perbedaan konsentrasi hidrogen atau pH pada setiap bagian tengah sampel pohon. Pada bagian tengah batang dapat disimpulkan memiliki pH dibawah 7
Hasil identifikasi jenis fungi pada bagian ujung batang kelapa sawit, jenis fungi A.phaespermum menyerang bagian ini pada keseluruhan sampel pohon. Fungi ini juga teridentifikasi pada setiap ulangan yang dilakukan sebanyak tiga kali. Untuk jenis C.brasiliense , P.simplicissimum dan U.botrytis tidak terdapat ataupun teridentifikasi pada bagian ujung batang kelapa sawit pada semua sampel pohon yang diamati. Begitu juga dengan pengulangan tiga kali sampel yang
Universitas Sumatera Utara

diamati, tetap saja ketiga jenis ini tidak teridentifikasi pada bagian ujung semua sampel batang kelapa sawit. Penyebaran fungi pada bagian ujung batang dapat juga dipengaruhi penyebaran melalui udara, ataupun dari air hujan yang terlebih dahulu menyentuh bagian ujung batang. Factor lainnya adalah semua kondisi yang diperlukan untuk pertumbuhan suatu fungi seperti suhu, kelembapan, substrat, pH dan nutrisi makanan dan aspek lainnya tidak memenuhi, kekurangan salah satu persyaratan ini akan menghalangi pertumbuhan suatu fungi, meskipun fungi tersebut telah berada di dalam kayu.
Hasil pengamatan diperoleh bahwa jenis fungi A.phaespermum, kemunculannya paling banyak yang teridentifikasi pada bagian batang kelapa sawit, mulai dari pangkal, tengah sampai ujung. Hal ini dipengaruhi oleh kandungan lignin dan lilin dalam bahan tumbuhan, suplai nitrogen, kondisi lingkungan sekitar, aerasi tanah, kelimpahan mikro organisme, dan suhu udara (Sutedjo,dkk,1991). Sedangkan kemunculan yang telah teridentifikasi yang lebih sedikit adalah jenis fungi U.botrytis, fungi ini hanya teridentifikasi pada sampel yang bukan diambil dari kebun percobaan kelapa sawit. Sampel ini atau sampel pohon 4 diambil berbeda dari dari sampel pohon 1,2,dan 3 yang diambil pada Kebun Percobaan Tambunan A Universitas Sumatra Utara.
Berdasarkan metode yang digunakan sama seperti untuk kayu, dikarenakan batang sawit merupakan bahan berlignoselulosa seperti kayu. Maka jenis fungi yang telah teridentifikasi yaitu, A.phaespermum, C.brasiliense dan P.simplicissimum dapat mempercepat proses degradasi yang terdapat pada perkebunan kelapa sawit. Ketiga jenis fungi ini mengeluarkan enzim kedalam lingkunan untuk mendegradasi molekul-molekul tertentu menjadi komponen-
Universitas Sumatera Utara

komponen sederhana menjadi bentuk hancuran. Ketiga fungi ini mampu menjadi dekomposer karena mampu menghancurkan struktur tanaman sawit tersebut sehingga tidak lagi dalam bentuk yang kompleks tetapi telah diuraikan menjadi bentuk-bentuk yang lebih sederhana seperti air, karbondioksida dan komponen mine
Universitas Sumatera Utara

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan, terdapat 4 jenis fungi yang telah teridentifikasi pada batang sawit pasca penebangan, yaitu A.phaespermum, C.brasiliense, P.simplicissimum dan U.botrytis.
Jenis fungi yang telah teridentifikasi paling banyak ditemukan pada setiap bagian batang kelapa sawit adalah jenis fungi A.phaespermum.
Jenis fungi Ulocladium botrytis tidak teridentifikasi pada areal perkebunan Percobaan Tambunan A Universitas Sumatra Utara. Hal ini dikarenakan terdapat perbedaan suhu, kelembapan, substrat, pH dan nutrisi terhadap daerah pengambilan sampel perbandingan.
Saran Sebaiknya dilakukan penelitian yang lebih lanjut untuk mengetahui sifat-
sifat fungi dan mengetahuhi kemampuan dari fungi tersebut apakah mampu menjadi fungi dekomposer sehingga berguna dalam mempercepat degradasi limbah batang sawit pada areal perkebunan.
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR PUSTAKA
Abadi, L.A. 2003. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Malang: Bayumedia Publishing.
Bakar, E. S. 2003. Kayu Sawit Sebagai Substitusi Kayu Dari Hutan Alam. Forum Komunikasi dan Teknologi dan Industri Kayu 2 : 5-6. Bogor.
Darmono. 1996. Pendekatan Bioteknologi untuk Mengatasi Masalah Penyakit Busuk Pangkal Batang Kelapa Sawit Akibat Serangan Ganoderma. Warta Puslit. Biotek Perkebunan,1,17-25.
Ditjen PPHP, 2006. Pedoman Pengelolaan Limbah Industri Kelapa Sawit. Subdit Pengelolaan Lingkungan Direktorat Pengelohan Hasil Pertanian Ditjen PPHP, Departemen Pertanian. Jakarta.
Gandjar, I., W. sjamsuridjal, dan A. Detrasi. 2006. Mikologi dasar dan terapan. Jakarta: yayasan Obor Indonesia.
Herman dan D.H. Goenadi. 1999. Manfaat dan Prospek Pengembangan Industri Pupuk Hayati di Indonesia. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian. http://pustaka.bogor.net/pulp/jp3/html/jpl183993.htm [31 Januari 2012]
Isroi. 2006. Pengomposan Limbah Padat Organik. Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, Bogor. dikutip dari http://pustaka.litbang.deptan.go.id/publikasi/kompos.pdf diakses pada tanggal 9/12/2010.
Nugroho, T. T. 2000. Isolasi Fungi Karbolitik dari Tanah Perkenunan Tanaman Pangan di Riau. In: Linggawati, A., Muhdarina, Yuharmen (eds.) Prosiding semirata 2000 bidang MIPA BKS-PTN Wilayah Barat Pekanbaru 8-9 Mei 2000: Bidang Ilmu Kimia. Unri Press, Pekanbaru, pp. 15-22.
Risza, S. 2008. Kelapa Sawit dan Upaya Peningkatan Produktivitas. Penerbit Kanisius. Jakarta.
Samosir, R. 2009. Jenis-Jenis Fungi pada Tegakan Kayu Mati di Lahan Gambut. Skripsi. Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan
Sastrosayono, S., 2008. Budidaya Kelapa Sawit. Agromedia Pustaka. Jakarta. Schaechter, M.(2004). The Desk Encyclopedia of Microbiology. California U.S.A
:Elsevier Academic Press.
Sinaga, M.S. 2003. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Jakarta: Penerbit Swadaya.
Universitas Sumatera Utara

Sunarko. 2008. Petunjuk Praktis Budidaya dan Pengolahan Kelapa Sawit. Kanisius. Jakarta.
Suprapti, Sihati dan krisdianto. 2006. Ketahanan Kayu Hutan Tanaman Terhadap Beberapa jamur Perusak Kayu. Bogor: Jurnal Penelitian Hasil Hutan. 24 : 267-274.
Sutedjo, M.M., A.G. Kartasapoetra, Rd. S. Sastroatmodjo. 1991. Mikrobiologi Tanah. P.T.Rineka Cipta. Jakarta.
Widiastuti, S.M. Sumardi dan Harjono. 2005. Patologi Hutan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Universitas Sumatera Utara